Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

SEKSUALITAS

Oleh :
Kelompok 4
1. Dila Julia Futri (1321121025)
2. Niska Khairunnisa (1321121010)
3. Peni Fitriyani (1321121005)
4. Putri Sartika (1321121021)
5. Revida Dwi Leonita (1321121018)
6. Tia Afrisa Saragih (1321121041)
7. Yilda Opinirmala Halawa (1321121017)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG


2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha esa, karna atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Seksualitas”
ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi. Makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori perkembangan psikoseksual, isu-isu
seksualitas, dimensi seksualitas bagi para pembaca dan juga kami sebagai penulis.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan penulisan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulisan dalam menyelesaikan makalah menemui beberapa hambatan dalam
berbagai hal, namun banyak pihak yang membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini hendaknya penulis mengucapkan
terimakasih kepada.
1. Ibu Juliyanti S.Kep.,Ners.,M.Si. selaku dosen mata kuliah psikologi, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.
2. Semua teman-teman yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Bandung, 27 Oktober 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Teori Perkembangan Psikoseksual..............................................................................3
2.2 Isu-isu seksualitas......................................................................................................13
2.3 Dimensi seksualitas...................................................................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sigmund Shlomo Freud...................................................................................4


Gambar 2.2 Tahap tumbuh kembang usia 0-1 tahun...........................................................4
Gambar 2.3 Pertumbuhan anak usia 1-3 tahun....................................................................
.............................................................................................................................................5
Gambar 2.4 Pertumbuhan anak usia 6 tahun.......................................................................5
Gambar 2.5 Perbandingan anak usia 6 dan 11 tahun...........................................................6
Gambar 2.6 anak usia pubertas............................................................................................6

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan psikoseksual adalah teori psikologi pertama yang menjelaskan
bagaimana kepribadian (personality) seseorang berkembang dilihat dari perkembangan
psikoseksual anak sejak kecil. Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoseksual
adalah sebutan bagi perkembangan manusia yang didasarkan pada gagasan akan
seksualitas. Psikoseksual merupakan suatu gambaran tentang keadaan dan sikap mental
atau kejiwaan kita dalam mengendalikan, mengatur, dan mengarahkan kematangan
seksual. Menurut Arif (2005), membicarakan masalah psikoseksual sebenarnya adalah
membahas masalah bertumbuh-kembangnya kepribadian sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangan tubuh, di mana faktor seksualitas memainkan peranan kunci. Menurut
WHO (2012), seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan,
kemesraan dan reproduksi.
Menurut Freud kepribadian sebagian besar dibentuk pada lima tahun pertama dan
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan selanjutnya di kemudian hari. Jika
tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian
yang sehat. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi 5 tahapan. Terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan psiko/psikis remaja tentu saja mempengaruhi pula
perubahan dan perkembangan psikoseksualnya, yakni berkaitan dengan kematangan
libido atau seksualitasnya yang ditandai dengan terjadinya menstruasi bagi remaja putri
dan mimpi basah pada remaja putra. Perkembangan psikoseksual yang sehat sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor internal (dalam diri individu) dan faktor
eksternal (dari luar diri individu).
Konsep seksualitas akhir-akhir ini menjadi isu penting dan semakin ramai
dibicarakan, terutama dengan permasalahan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Menurut Deklarasi Kairo, kesehatan reproduksi adalah kondisi fisik, mental,
sosial secara menyeluruh yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut fungsi dan
proses-prosesnya (Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan/ ICPD ,
Kairo 1994). Seksualitas sebenarnya termasuk urusan privat. Tapi, dalam kenyataannya,
ia tidak hanya menjadi persoalan privat, tapi seringkali justru menjadi urusan publik.
Ketika menjadi isu publik inilah banyak persoalan muncul. Persoalan seksualitas menjadi
semakin kompleks karena masyarakat menganggapnya tabu untuk dibicarakan secara

5
terbuka. Justru karena tabu inilah berbagai persoalan seksualitas bukan semakin jelas, tapi
justru kian tersembunyi dengan berbagai kepentingan patriarkhi di dalamnya. Seksualitas
manusia meliputi pengetahuan seksual, kepercayaan, sikap, nilai-nilai dan
perilaku individu. Seksualitas terdiri dari bermacam-macam dimensi termasuk
anatomi, psikologi dan biokimia dari sistem respons seksual; identitas, orientasi,
peran dan kepribadian serta pemikiran, perasaan dan hubungan.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana teori perkembangan psikoseksual?
2. Apa saja isu-isu seksualitas?
3. Apa saja dimensi seksualitas?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk memehami serta mengetahui tentang proses dan teori perkembangan
psikoseksual
2. Untuk memehami serta mengetahui tentang isu-isu seksualitas
3. Untuk memehami serta mengetahui tentang dimensi seksualitas

3
4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Psikoseksual
Psikoseksual berasal dari kata psiko/psikis dan seksual. psiko yang berarti sikap
kejiwaan atau sikap mental sedangkan seksual berarti sesuatu yang berhubungan dengan
seks atau kematangan libido (dorongan seksual). Menurut Kartini Kartono 1981:406
(dalam Kamus Lengkap Psikologi oleh J.P. Charplin): “Psikoseksual adalah mencirikan
suatu proses mental yang berasal dari dan didalam perkembangan seksual”. Psikoseksual
adalah sebutan bagi perkembangan manusia yang didasarkan pada gagasan akan
seksualitas. Psikoseksual merupakan suatu gambaran tentang keadaan dan sikap mental
atau kejiwaan kita dalam mengendalikan, mengatur, dan mengarahkan kematangan
seksual. Segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual , baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis disebut sebagai perilaku seksual. Seksual sangat identik pada masa
remaja. Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah
kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan
keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah
dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua
insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.
Menurut Arif (2005), membicarakan masalah psikoseksual sebenarnya adalah
membahas masalah bertumbuh-kembangnya kepribadian sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangan tubuh, di mana faktor seksualitas memainkan peranan kunci. Menurut
WHO (2012), seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan,
kemesraan dan reproduksi. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makluk hidup terlebih
lagi manusia, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga
kelestarian keturunannya. Perbedaan antara seksualitas dengan Masalah seksualitas selalu
menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena
permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia.
Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup
dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
Seks, seksual, dan seksualitas memiliki penjabaran berbeda. Seks merupakan
penamaan fungsi biologis (alat kelamin dan fungsi reproduksi) tanpa ada judgemental
atau keadaan dimana seseorang menilai orang lain tanpa melalui proses mendalami orang
tersebut Contoh: Penis dan vagina. Seksual merupakan aktifitas seks yang juga
melibatkan organ tubuh lain baik fisik maupun non fisik. Seksualitas merupakan aspek –
aspek terhadap kehidupan manusia terkait faktor biologis, sosial, politik dan budaya,
terkait dengan seks dan aktifitas seksual yang mempengaruhi individu dalam masyarakat.
Freud mengemukan suatu prinsip yang disebut sebagai prinsip dinamika seksualitas untuk
menjelaskan suatu dorongan dalam tindakan-tindakan manusia. Dorongan adalah suatu
energi-energi fisikal yang berasal dari insting-insting yang didapat dalam asupan biologis
manusia. Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu rangsangan
somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat,
sedangkan rangkaian jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan.
Menurut E. Juhana Wijaya (1995: 24) menyatakan bahwa “Perkembangan
psikoseksual adalah pertumbuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi pada anak
yang berkaitan dengan seksualitas”. Teori yang lebih jelas membahas tentang seksualitas
yaitu terdapat pada Teori Psikoanalisis (Psychoanalysis Theory) dengan tokoh Sigmund
Shlomo Freud.

Gambar 2.1 Sigmund Shlomo Freud


Perkembangan psikoseksual adalah teori psikologi pertama yang menjelaskan
bagaimana kepribadian (personality) seseorang berkembang dilihat dari perkembangan
psikoseksual anak sejak kecil. Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Sigmund
Freud mengatakan bahwa:“Seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan
sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikan dan
kebutuhan seksual”. Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu
teori yang paling terkenal, Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui
serangkaian tahapan masa kanak-kanak dimana mencari kesenangan energi dan
ketegangan dari ID menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Freud juga percaya
bahwa semua ketegangan disebabkan oleh pembentukan libido (energi seksual) dan
bahwa semua kesenangan berasal dari pelepasannya. Dalam menggambarkan
perkembangan kepribadian manusia sebagai psikoseksual, Freud bermaksud untuk

6
menyampaikan bahwa yang berkembang adalah cara di mana energi seksual id
terakumulasi dan dibuang saat kita dewasa secara biologis. Freud menggunakan istilah
'seksual' dalam arti yang sangat umum yang berarti semua tindakan dan pikiran yang
menyenangkan.
Pengertian terhadap perkembangan psikoseksual mempengaruhi perkembangan
identias seksual. Penanganan yang salah dapat mengembangkan sikap-sikap yang tidak
diinginkan, bahkan deviasi seksual karena pandangan dalam teori tersebut menegaskan
bahwa pengalaman masa kanak-kanak sangat mempengaruhi pola kehidupan hingga
dewasa. Menurut Freud kepribadian sebagian besar dibentuk pada lima tahun pertama
dan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan selanjutnya di kemudian hari.
Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam
proses menjadi dewasa. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya
adalah kepribadian yang sehat. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi 5
tahapan:
1. Fase Oral (0-1 tahun)

Gambar 2.2 Tahap tumbuh kembang usia 0-1 tahun


Dikatakan fase oral karena pada masa ini bagi bayi, mulut merupakan hal
yang dapat memicu kesenangannya dengan mencicipi atau menghisap sesuatu,
contohnya seperti menghisap tangannya sendiri atau payudara ibu. Pada fase ini anak
berkembang berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut.
Kepuasan anak melalui tindakan mengisap akan mempengaruhi kehidupan dimasa
dewasanya. Akibat kegagalan dari fase ini adalah anak tidak mampu berhubungan
dengan orang lain, tidak dapat mencintai dan mempercayai orang lain, terjadinya
isolasi dan penarikan diri dari lingkungan sosial.

6
2. Fase anal (1-3 tahun)

Gambar 2.3 Pertumbuhan anak usia 1-3 tahun


Perkembangan pada fase ini berpusat pada kenikmatan daerah anus. Anak
mulai belajar untuk mengendalikan buang air, termasuk untuk belajar menerima
perasaan perasaan yang tidak menyenangkan serta pengalaman memperoleh raksi dari
orang tua yang berhubungan dengan buang air. Selama fase anal, peran latihan buang
air (toilet training) sangat penting untuk belajar disiplin dan moral. Anak mulai
belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi, otonomi, mengakui dan menangani
perasaan yang negatif. Akibat kegagalan dari fase ini adalah anak tidak peduli dengan
lingkungan.
3. Fase falik (3-6 tahun)

Gambar 2.4 Pertumbuhan anak usia 6 tahun


Pada fase ini pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin, yaitu penis pada
anak laki-laki dan klitoris pada anak perempuan. Pada fase ini anak mulai belajar
menerima perasaan-perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar
memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka mulai mengembangkan hati
nurani, dan mengenal standar moral baik dan buruk serta kritis terhadap perlakuan
orang tua yang dipandang tidak tepat. Pada fase ini terjadi Oedipus complex (perasaan
mencintai ibunya pada anak laki-laki) dan electra complex (perasaan mencintai
ayahnya pada anak perempuan). Karena itu anak laki-laki berusaha mengidentifikasi
pada ayahnya dan begitu pula pada anak perempuan. Pada usia ini juga anak-anak
sudah mulai menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari jenis
kelaminnya.Akibat kegagalan dari fase ini adalah dapat kebingungan akan peran seks
secara wajar, dan dalam menemukan standar moral yang tepat.

6
4. Fase laten (6-11 tahun / Pubertas)

Gambar 2.5 Perbandingan anak usia 6 dan 11 tahun


Pada fase ini juga disebut tahap pragenital. Tahap fase ini terjadi perhentian
perkembangan. Selama tahap ini, superego terus berkembang sementara energi
seksual ditekan. Anak-anak mengembangkan keterampilan sosial, nilai-nilai dan
hubungan dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar keluarga. Sepanjang masa
ini anak menjalankan tugas-tugas belajar. Anak melihat anak lain sebagai teman yang
dapat dikagumi, ditakuti, disayang, dibenci, teman bersaing, atau anak dapat
mengidentifikasi diri dengan temannya. Pada fase ini anak harus memiliki potensi
untuk rasa kebersamaan. Anak lelaki dan perempuan bermain bersama.
5. Fase genital (11-19 tahun dan selama masa pubertas)

Gambar 2.6 anak usia pubertas


Pada fase ini, Seks sekunder berkembang pesat, anak lelaki mulai mimpi
basah dan anak perempuan mengalami menstruasi. Anak berkembang menjadi
pemberontak, sulit diatur, menuntut terhadap orang tua dan mempunyai pendapat
sendiri. Pada masa ini remaja putra malu berjalan dengan ibunya, ia menolak dicium
orang tua. Ini menunjukkan anak ingin melepaskan diri dari orang tua, dari ikatan
keluarga. Teman-teman sebaya menjadi penting dan hubungan ini memberi rasa aman
dan kepastian pada remaja. Remaja mencari pengalaman heteroseksual (pacaran).
Dorongan dan minat seks berkembang dengan pesat, misalnya : mengintif orang
mandi, melihat gambar porno, onani, dan menggoda lawan jenis.

6
Jika tahap-tahap perkembangan psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah
kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi. Perwujudan fiksasi(kondisi saat seseorang terus fokus pada
satu hal untuk mendapatkan kesenangan dan memenuhi kebutuhan emosional
tertentu) dapat berbeda pada masing-masing individu. Contoh-contoh fiksasi adalah
sebagai berikut.
1. Fiksasi oral
Ketidakpuasan pada masa oral (seperti disapih dan kelahiran adiknya) dapat
menimbulkan gejala regresi (kemunduran) yaitu berbuat seperti bayi atau anak
yang sangat bergantung kepada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus
dipenuhi dan juga gejala perasaan iri hati (cemburu). Reaksi dari kedua gejala
tersebut dapat dinyatakan dalam beberapa tingkah, seperti: menghisap jempol,
mengompol, membandel dan membisu seribu bahasa. Ketidakpuasan ini juga akan
berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak, seperti: merasa
kurang aman, selalu meminta perhatian orang lain atau egosentris. Sama halnya
dengan anak yang tidak mendapat kepuasan, secara berlebihan pun ternyata
berdampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadiannya. Dia akan
menampilkan pribadi yang kurang mandiri (kurang bertanggung jawab), bersikap
rakus dan haus perhatian atau cinta orang lain.
Menurut Freud, fiksasi pada tahap ini dapat membentuk sikap obsesif yaitu
makan dan merokok pada kehidupan berikutnya (masa remaja dan dewasa). Pada
tahap ini juga dorongan agresi sudah mulai berkembang Selain itu kepuasan yang
berlebihan pada fase oral, akan membentuk oral incorporation personality pada
masa dewasa, yakni orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan
atau mengumpulkan harta benda, atau gampang ditipu (mudah menelaah
perkataan orang lain). Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase oral ini, sesudah
dewasa orang menjadi tidak pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam
mengumpulkan harta. Oral agession personality oleh kesenangan berdebat dan
sikap sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi ( menggigit) terhadap perlakuan
ibu dalam menyusui. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam
bentuk yang lebih bervariasi, mulai dari mengunyah permen karet, menggigit
pensil, senang makan, menghisap rokok, menggunjing orang lain, sampai berkata-
kata kotor/sarkatik Individu yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan
tahap oral akan mengembangkan fiksasi oral

6
2. Fiksasi Anal
Indivdu yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan tahap kedua akan
mengembangkan fiksasi anal, yang berkaitan dengan pengendalian pergerakan
usus. Anak yang memiliki masalah selama masa latihan menggunakan toilet
mungkin akan mengembangkan fiksasi anal. Fiksasi anal dapat mengarah pada
kepribadian yang Freud sebut sebagai kepribadian anal-retentif dan anal-ekspulsif.
a. Individu anal-retentif
Latihan penggunaan toilet yang terlalu ketat dan disiplin. Anak kemudian
tumbuh menjadi individu yang terlalu terobsesi dengan keteraturan dan
kerapian.
b. Individu anal-ekspulsif
Disiplin penggunaan toilet sangat lemah sehingga anak tumbuh dengan
kepribadian yang tidak teratur dan berantakan.
3. Fiksasi falik
Pada tahap falik, fokus utama perkembangan adalah identifikasi dengan
orangtua dari jenis kelamin yang sama. Pada tahap ini, bisa jadi salah satu
penyebab fiksasi adalah absennya orangtua dari jenis kelamin yang sama. Fiksasi
pada jenis ini dapat mengembangkan kepribadian yang terlalu sombong,
eksibisionis, dan agresif secara seksual.
Freud juga berpendapat bahwa pada tahap ini, anak laki-laki mengembangkan
Oedipus complex dan anak perempuan mengembangkan Electra complex.
Oedipus complex adalah serangkaian perasaan kompleks yang tidak disadari pada
anak-anak untuk menginginkan orangtua yang berbeda jenis kelaminnya dan iri
terhadap orangtua yang sama jenisnya. Misalnya, seorang anak laki-laki 'bersaing'
dengan ayahnya demi mendapakan perhatian dan perasaan ibunya. Electra
complex adalah kebalikan dari Oedipus, di mana anak perempuan merasa iri
dengan ibunya dan ‘bersaing’ untuk menarik perhatian sekaligus perasaan
ayahnya.
Sebenarnya, gejala dan ciri dari Oedipus complex tidak terlalu bersifat
‘seksual’ seperti yang dibayangkan banyak orang. Melainkan, gejala ini sangatlah
halus yang membuat orangtua mungkin tak terlalu menyadarinya.
Beberapa contoh gejala dan tanda dari Oedipus complex pada anak laki-laki,
yaitu:
a. Posesif terhadap ibunya

6
b. Marah pada ayah yang menyentuh ibunya
c. Suka memaksa untuk tidur di antara kedua orang tua
d. Berharap sang ayah untuk bepergian agar sang anak bisa dekat dengan ibunya
Kontroversi mengenai konsep ini berpusat pada teori bahwa anak-anak
memiliki perasaan seksual terhadap orangtua sendiri. Namun, menurut Sigmun
Freud, perasaan tersebut sebenarnya ‘tertekan’ atau tidak disadari anak. Hanya
saja, hasrat ini tetap berpengaruh terhadap perkembangan si kecil.
4. Fiksasi Latensi
Kegagalan fase ini membuat anak rendah diri, tak bergairah untuk belajar atau
bekerja, tidak dapat bersosialisasi. Terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
psiko/psikis remaja tentu saja mempengaruhi pula perubahan dan perkembangan
psikoseksualnya, yakni berkaitan dengan kematangan libido atau seksualitasnya
yang ditandai dengan terjadinya menstruasi bagi remaja putri dan mimpi basah
pada remaja putra. Selanjutnya menurut E. Juhana Wijaya (1995:24)
mengungkapkan bahwa, Perkembangan psikoseksual yang tampak pada remaja
putra terlihat dari kegiatan-kegiatannya seperti mau bekerja sama dengan kaum
wanita, menjalin persahabatan dengan lawan jenis, membaca buku tentang seks,
menonton film yang bercerita tentang cinta, mencoba-coba untuk pacaran.
Sedangkan pada remaja putri tampak jelas dari sikap, perilaku, dan kegiatan-
kegiatannya seperti suka berdandan, merias diri, tidak malu bergaul dengan pria,
membaca buku yang mengisahkan petualangan cinta dan seks,mulai berani
berpacaran dan menonton film tentang cinta.
Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Perilaku seksual ditimbulkan karena adanya perubahan biologis pada masa
pubertas serta pengaruh hormonal
2. Menurut (Oom, 1981) munculnya penyimpangan perilaku seksual dikarenakan
kurangnya peran orang tua dalam berkomunikasi dengan remaja mengenai
masalah seksual
3. Pengaruh teman seumuran yang cukup kuat, menimbulkan penyimpangan
perilaku seksual karena berkaitan dengan aturan kelompok sebaya
4. Prestasi remaja, remaja yang memilki prestasi kurang baik lebih cenderung
melakukan aktivitas seksual jika dibandingkan dengan remaja yang memiliki
prestasi tinggi

6
5. Anggapan sosial kognitif yang diasosiasikan sebagai pengambil keputusan
yang menyediakan pemahaman tingkah laku seksual pada kalangan remaja
(Muss, 1990).
Karakteristik Perkembangan Psikoseksual Yang Sehat
Karakteristik perkembangan psikoseksual remaja itu semakin bertambah usia,
pengetahuan dan pengalaman maka semakin matang pula psikoseksual yang ditandai
dengan semakin dewasanya dalam menyalurkan dorongan libido, tidak malu lagi
untuk berpacaran, membicarakan hubungan seksualitas sesama teman, menonton film
dan membaca novel yang berceritakan petualangan cinta dan seks. Pada masa inilah
merupakan masa-masa yang berbahaya karena rasa keingintahuan dan keinginan
untuk merasakan akan mengarah ke hal-hal yang negatif seperti penyimpangan
seksual dan melakukan hubungan seks diluar nikah, melakukan onani dan mastrubasi
yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang
berlaku dimasyarakat. karakteristik perkembangan psikoseksual yang sehat dapat
dilakukan dengan cara pemberian informasi dan memperkenalkan tentang pendidikan
seksual yang baik dan sehat sejak dini pada remaja. Menurut Sarlito Wirawan
Sarwono (2006:190).
Adapun karakteristik perkembangan psikoseksual yang sehat dapat dilakukan
dengan cara pemberian informasi dan memperkenalkan tentang pendidikan seksual
yang baik dan sehat sejak dini pada remaja. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono
(2006:190), secara umum: Pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku. seksual, hubungan seksual,
dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Menurut Singgih, D. Gunarsa (1992:90), “Penyampaian materi pendidikan
seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang
perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap,
disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak”. Dalam hal
ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah,
mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Pendidikan
seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga
menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang
benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan
agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

6
Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan
pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam
hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari
pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin
mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu
tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan
hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang.
Penjabaran tujuan Pendidikan seksual dengan lebih lengkap di jabarkan oleh
Zainun Mu`tadin, dalam Microsoft Encarta Encyclopedia 2002, yaitu :
1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan
proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada
remaja.
2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran,tuntutan dan tanggungjawab)
3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua
manifestasi yang bervariasi
4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa
kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk
memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan
perilaku seksual.
6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar
individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan mentalnya.
7. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan
eksplorasi seks yang berlebihan.
8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan
aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai
istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Psikoseksual Yang Sehat.
Perkembangan psikoseksual yang sehat sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik itu faktor internal (dalam diri individu) dan faktor eksternal (dari luar diri
individu). Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan psikoseksual yang sehat
adalah individu tersebut sudah dapat memahami dan menyadari bahwa tingkah laku

6
psikoseksual yang dilakukan dengan paksaan dan dengan tidak sewajarnya tersebut
bertentangan dengan norma, moral ataupun aturan yang berlaku khususnya dalam
norma agama. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang
menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus
eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai
seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa
serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno.
Dampak Negatif Perkembangan Psikoseksual Yang Tidak Sehat
Secara umum anak yang berusia 12 sampai dengan 19 sedang berada dalam
pertumbuhan yang mengalami masa remaja. Masa remaja termasuk masa yang sangat
menentukan karena pada masa ini anak banyak mengalami banyak perubahan pada
psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan
dikalangan remaja sehingga masa ini lebih dikenal sebagai periode strum and drang.
Adapun penyebabnya karena remaja mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan
jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma social yang berlaku di
masyarakat.
Dalam perkembangan psikoseksual tidak semua remaja dapat
melaksanakannya dengan baik dan sempurna karena psikoseksual merupakan bagian
dari naluri setiap individu. Perkembangan psikoseksual yang sehat dalam masalah ini
dapat diartikan sehat secara perilaku, moral dan norma yang berlaku dimasyarakat.
Sebaliknya psikoseksual yang tidak sehat merupakan bagian dari penyimpangan atau
larangan. Adapun bentuk penyimpangan dalam psikoseksual menurut Soerjono
Soekanto (1996:48):
1. Onani atau mastrubasi
Masturbasi sering disebut juga dengan onani yang berasal dari Bahasa latin,
yaitu masturbatio. Mastur berarti tangan sedangkan batio berarti menodai. Jadi
onani atau mastrubasi yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat
genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan
yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
Menurut J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi oleh Kartini Kartono
(2001:289) Onani atau mastrubasi adalah: “Induksi satu keadaan penegangan alat
kelamin dan pencapaian orgasme lewat rangsangan dengan tangan atau
rangsangan mekanis. Selanjutnya menurut Khuslan Haludhi dan Adurrohim Sa`id
(2004:148), menyatakan bahwa: “Masturbasi atau onani berarti pemuasan seksual

6
pada diri sendiri dengan menggunakan tangan”. Kebiasaan masturbasi pada
remaja dapat menimbulkan problem psikologis berupa kebingungan dan rasa tidak
tenang dari dampak negatif yang dilakukannya.
2. Pacaran yang tidak sehat
Perilaku pacaran yang tidak sehat menurut Eka sabirin meliputi: “Tidak sehat
secara fisik, emosional, sosial dan seksual”. Selanjutnya menurut Mari Sumarti
(1991:27) mengungkapkan bahwa salah satu bentuk pacaran yang tidak sehat
yaitu: “Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan,
pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhansentuhan seks yang pada
dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual”.
Homoseks dan lesbian Homoseks adalah pemuasan atau penyaluran nafsu seks
antara sesame pria. Sedangkan lesbian adalah pemuasan nafsu seks antara sesama
wanita. Keduanya merupakan perbuatan atau perilaku yang dilarang baik dalam
norma agama dan norma susila dalam masyarakat karena bertentangan dengan
kodrat sebagai manusia. Menurut J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi
oleh Kartini Kartono (2001:228) mengungkapkan: “Homoseksual berarti
hubungan seksual antara anggota jenis kelamin yang sama serta daya tarik seksual
sesama anggota jenis yang sama” sedangkan lesbian menurut J.P Chaplin dalam
Kamus Lengkap Psikologi oleh Kartini Kartono (2001:275), bahwa: “Lesbianisme
adalah homoseksualitas di kalangan wanita”.
3. Pelecehan Seksual (sodomi)
Kita sering mendapat berita tentang perilaku sodomi di media cetak ataupun
media elektronik. Salah satu contoh di Koran Kompas (11 Mei 2003)
memberitakan seorang remaja usia 18 tahun melakukan sodomi terhadap lima
bocah usia 11 hingga 15 tahun, tetangganya sekaligus teman mengajinya. Kasus
sodomi kembali diberitakan Kompas (17 Mei 2003), yakni yang dilakukan oleh
tersangka berusia 23 tahun terhadap korban berusia 7 tahun sebanyak 6 kali
selama tiga bulan terakhir. Namun sekarang ada perluasan makna sodomi yaitu
berhubungan seksual lewat dubur dan membunuh pasangannya untuk
mendapatkan kepuasan. Menurut J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi
oleh Kartini Kartono (2001:473) sodomi adalah: “Hubungan seksual antara laki-
laki lewat anus atau dubur serta hubungan kelamin dengan binatang”.

6
4. Pemerkosaan.
Perkosaan adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan
seksual dengan cara memaksa orang lain untuk melakukan hubunan seksual.
Perkosaan dapat terjadi pada orang yang di kenal atau tidak dikenal. Hal itu sangat
bertentangan dengan norma susila dan tidak sejalan dengan hubungan social
manusia.
Gangguan Psikoseksual
Seks sebagai sebuah aktivitas yang memiliki energi psikis, ikut mendorong
manusi untuk berperilaku psikopatologis. Selain itu, seks juga seringkali melahirkan
sebuah gangguan jiwa yang tidak wajar. Hal seperti ini disebut gangguan
psikoseksual. Sebuah gangguan bertaraf kelamin yang dapat membahayakan orang
lain atau diri sendiri dan dapat dilakukan dengan cara-cara normal ataupun
psikopatologis. Bagian dari gangguan psikoseksual diantaranya:
1. Incest
Ialah hubungan seks antara pria dan wanita saudara sekandung. Secara legal
mereka tidak pantas melakukan perbuatan tersebut, namun insting seksual
terkadang tidak mengenal relasi sedarah.
2. Fethisisme
Ialah gejala psikopatologi seksual yang biasanyadilakukan pria dengan dorongan
seks yang diarahkan pada suatu benda atau bagian tubuh nonseksual yang
dianggap sebagai subsitut kekasih, bias dengan sepatu, baju, pakaian dalam, kaki,
dan sebagainya. Benda tadi dipuja-puja sebagai symbol seks, biasanya
diekspresikan dengan cara membelai, melihat-lihat, menciumnya atau dipakai alat
untuk menimbulkan orgasme (puncak reaksi seksual yang diterima, baik oleh pria
maupun wanita).
3. Homoseksualitas
Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan
yang akan kuat akan daya tarik erotis seseorang justru terhadap jenis kelamin yang
sama. Istilah homoseksual lebih lekat disandarkan kepada pria, sedangkan untuk
wanita disebut lesbian.
Kecenderungan ini dapat dibagi atas beberapa kualitas perilaku homoseksual,
antara lain:
a. Homoseksual ekslusif

6
Homoseksual yang tidak terangsang bahkan tidak mempunyai minat sama
sekali oleh daya tarik lawan jenis.
b. Homoseksual fakulatif
Homoseksual yang mendesak dimana kemungkinan ini mendapatkan partner
lain jenis, sehingga perilaku homoseksual timbul sebagai usaha menyalurkan
dorongan.
c. Biseksual
Kepuasan erotis optimal baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis.

2.2 Isu-Isu Seksualitas


Konsep seksualitas akhir-akhir ini menjadi isu penting dan semakin ramai
dibicarakan, terutama dengan permasalahan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Berbicara kesehatan seksualitas dan reproduksi tidak bisa dilepaskan dari hak
seksual dan reproduksi, khususnya hak seksual dan reproduksi kaum perempuan sebagai
kelompok rentan yang terkena dampak paling nyata dari perilaku seksual dan reproduksi
yang tidak sehat. Menurut Deklarasi Kairo, kesehatan reproduksi adalah kondisi fisik,
mental, sosial secara menyeluruh yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut
fungsi dan proses-prosesnya (Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan,
Kairo 1994). Kesehatan seksual reproduksi adalah kemampuan seseorang mencapai
kesejah-teraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin
dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosial-
nya, misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang
diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama.
Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu:
1. Kemampuan (ability), berarti dapat bereproduksi.
2. Keberhasilaan (succes) berarti dapat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan
berkembang.
3. Keamanan (safety) berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks,
kehamilan, persalinan, kontrasepsi dan abortus.
Seksualitas sebenarnya termasuk urusan privat. Tapi, dalam kenyataannya, ia tidak
hanya menjadi persoalan privat, tapi seringkali justru menjadi urusan publik. Ketika
menjadi isu publik inilah banyak persoalan muncul. Ketika seksualitas menjadi isu
publik, ia menjadi obyek yang mudah diintervensi dari luar, mulai dari struktur sosial,
norma-norma budaya, agama hingga negara. Seksualitas kemudian kehilangan

6
otentisitasnya sebagai ekspresi paling pribadi dari seseorang. Orang Indonesia yang
semakin mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan komunitasnya justru semakin
merasakan ketidaknyamanan sehubungan dengan badan dan seksualitasnya sendiri. Hal
ini menunjukkan bahwa tabu seksualitas masih merupakan hal yang menonjol bagi
masyarakat Indonesia, bahkan dikalangan masyarakat urban sekalipun sebagaimana
responden penelitian ini.
Seksualitas, baik laki-laki maupun perempuan, adalah segala sesuatu yang instrinsik
tentang tubuh dan kenikmatan seksual keduanya. Karena itu, seksualitas perempuan
misalnya tidak hanya soal vagina dan payudara, melainkan mencakup seluruh tubuhnya,
termasuk pikiran dan perasaannya. Demikian pula seksualitas pada laki-laki, tidak hanya
terkait dengan penis dan organ seksual lainnya, melainkan juga berkaitan dengan pikiran
dan perasaannya. Persoalan seksualitas menjadi semakin kompleks karena masyarakat
menganggapnya tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Justru karena tabu inilah berbagai
persoalan seksualitas bukan semakin jelas, tapi justru kian tersembunyi dengan berbagai
kepentingan patriarkhi di dalamnya.
Sebagian orang memahami seksualitas hanya sebagai isu biologis dan hubungan seks
semata, hubungan seks yang dimaksudkan pun direduksi lagi menjadi hanya pada
hubungan badan antara laki-laki dan perempuan (heteroseksual). Padahal, seksualitas jauh
lebih luas dari sekadar persoalan biologis, apalagi hanya urusan hubungan badan.
Seksualitas mencakup selurus kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, sikap dan
bahkan watak sosial, berkaitan dengan perilaku dan orientasi atau preferensi seksual
(Munti, 2000). Akibat tabu itulah, pemahaman seksualitas mengalami reduksi bahkan
distorsi. Bisa dipahami jika wacana seksualitas selama ini tidak paralel dengan
perkembangan seksualitas sendiri yang terus berkembang.
Isu-isu seksualitas, misalnya isu kesehatan reproduksi, termasuk HIV/AIDS dan
penyakit menular seksual lainnya, aborsi dan lain-lain, isu pelecehan dan kekerasan
seksual pada perempuan, isu sunat perempuan dan lain-lain. ICPD ( International
Conference for Population & Development) mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai
keadaan sehatyang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosialb bukan sekedar
tidak adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan system
reproduksi, fungsinya, proses reproduksi itu sendiri. Setiap manusia, perempuan dan laki-
laki, memiliki hak atas tubuhnya. Dia berhak atas kesehatan dan kenikmatan tubuhnya.
Tubuh perempuan bukan sesuatu yang tabu, melainkan hal yang positif. Perempuan
mempunyai hak untuk mengapresiasi dan mengekspresikan tubuhnya sendiri. Tubuh

6
perempuan bukan sumber dosa dan keonaran sebagaimana sering diungkapkan dalam
masyarakat.
2.3 Dimensi Seksualitas
Seksualitas manusia meliputi pengetahuan seksual, kepercayaan, sikap, nilai-nilai dan
perilaku individu. Seksualitas terdiri dari bermacam-macam dimensi termasuk anatomi,
psikologi dan biokimia dari sistem respons seksual; identitas, orientasi, peran dan
kepribadian serta pemikiran, perasaan dan hubungan. Seksualitas dipengaruhi oleh
norma, keagamaan, budaya, dan persoalan moral). Menurut Greenberg et al. (1993)
seksualitas manusia paling tidak terdiri dari dimensi biologis, psikologis, budaya, dan
etika. Ditinjau menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhajadmo, seksualitas merupakan
suatu konsep, konstruksi social terhadap nilai, orientasi dan perilaku yang berkaitan
dengan seks, sehingga tidaklah mudah akibat yang akan di tanggung bagi pelaku seksual
bebas karena seksualitas itu sendiri terkait berbagai dimensi yang sangat luas.
Konsep seksualitas mencakup tidak hanya secara biologis dan psikologis, namun juga
dimensi sosial dan budaya dari identitas dan kebiasaan seksual. Oleh karena itu,
seksualitas melingkupi makna personal dan sosial, pandangan yang menyeluruh tentang
seksualitas mencakup peran sosial, kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan
seksual, hubungan, pikiran, dan perasaan. Seksualitas menurut Departmen dan Kesehatan
Republik Indonesia adalah karakteristik biologis-anatomis (khusunya system reproduksi
dan hormonal), diikuti dengan karakteristik fisiologi tubuh, yang menentukan apakah
seseorang itu laki-laki atau perempuan.
Seksualitas (dalam Demartoto, 2010) menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas,
yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Menurut (Perry & Potter, 2005),
seksualitas memiliki dimensi-dimensi. Dimensi-dimensi Seksualitas seperti sosiokultural,
dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis. Seksualitas diartikan
secara etimologis yaitu sesuai dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan
alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal
organ reproduksi dan dorongan seksual. Menurut Negara (2005), seksualitas secara
denotative memiliki makna lebih luas karena meliputi semua aspek yang berhubungan
dengan seks yang bisa meliputi nilai, sikap, orientasi dan perilaku. untuk memahami
seksualitas tersebut secara menyeluruh, kita harus mencermati juga dimensi-dimensinya.
Ada beberapa aspek penting yang bisa kita singgung di sini berdasarkan struktur
keberadaan manusia itu sendiri yaitu:

6
1. Dimensi Sosio-kultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global
menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi
spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku
yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas
seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah
dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai
dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan
ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma
sendiri yang memandu perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral
dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya
saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka
melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
2. Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang
ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan
seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu
menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas
kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
3. Dimensi Psikologis
Dimensi psikologis berkaitan dengan bagaimana menjalankan fungsi seksual,
sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimanandinamika aspek-aspek
psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku)bterhadap seksualitas itu sendiri. Masa
remaja merupakan masa yang penuh gejolak, pada masa remaja para remaja
mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness).
Mereka sangat
rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain
sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan

6
diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk
menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan
berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di
hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada
kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan
jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan
remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia
nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki
dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya.
Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian
menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan
tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang
sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku
orang tua. Orang tua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-
anaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang
halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual
berhubungan dengan apa yang telah orang tua mereka tunjukan kepada mereka
tentang tubuh dan tindakan mereka. Orang tua memperlakukan anak laki-laki dan
perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi Biologis
Dimensi biologis merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan
fungsional organ reproduksi, termasuk didalamnya bagaimana menjaga kesehatan dan
mengfungsikannya secara optimal. Dimensi biologis seksualitas bersifat luas. Faktor
biologis mengontrol perkembangan seksual dari konsepsi sampai kelahiran dan
kemampuan bereproduksi setelah pubertas. Sisi biologi seksualitas juga
mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual, dan kepuasan seksual. Bahkan
kekuatan biologi juga mempengaruhi diferensiasi seks tertentu dalam hal perilaku,
misalnya kecenderungan pria untuk bertindak lebih agresif daripada wanita. Reaksi
seksual menghasilkan peristiwa biologi yang spesifik, misalnya meningkatnya nadi,
reaksi pada organ kelamin, dan sensasi yang dirasakan pada seluruh tubuh.
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang
telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual.

6
Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali saat
pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan
karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa
(sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder.
Ruang lingkup seksualitas. Menurut Hidayat (dalam Siregar, 2016) ruang lingkup dari
seksualitas sendiri tarkait dalam beberapa hal, yaitu:
1. Seksual Biologis
Komponen yang berkaitan dengan ciri-ciri dasar dalam seks seperti kromosom,
hormon, serta ciri seks primer dan seks skunder yang dapat terlihat pada seseorang.
2. Identitas Seksual
Ketika seseorang menyatakan bahwa dirinya laki-laki maupun perempuan. Hal ini
biasanya dipengaruhi oleh lingkungan dan orang tua.
3. Identitas Gender
Hal ini berkaitan dengan perilaku seseorang yang mengakibatkan pelabelan kelaki-
lakian ataupun keperempuanan pada dirinya sendiri.
4. Perilaku Seksual
Pemahaman seksual pada diri seseorang yang dapat terjadi dikarenakan adanya
interaksi antar dua faktor yang tidak mudah dipisahkan hal ini berkaitan dengan
tingkah laku seksual maupun tingkah laku gender.
Seksualitas dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern
Masyarakat pra modern adalah masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh tradisi.
Tradisi termasuk perangkat normanya telah mengatur semua aspek kehidupan masyarakat
sampai sekecil-kecilnya termasuk aspek seksualitas. Norma tata kelakukan (Mores) telah
memberikan batasan yang tegas mengenai apa yang boleh dan apa yang terlarang termasuk
dalam hal seksualitas.
Norma tersebut memiliki fungsi mempertegas batas-batas kelompok. Seksualitas
dalam masyarakat pra modern bukan semata-mata masalah privat sehingga setiap individu
memiliki otonomi atasnya. Dalam masyarakat pra modern, masyarakat sebagai kolektivita
memiliki otoritas untuk menanamkan gagasan tentang kehidupan seksual anggotanya.
Sebenarnya, masyarakat tradisional dan amsyarakat modern tidak dapat terbedakan
secara tegas, Keduanya merupakan realitas sosial yang menggambarkan tentang dinamika
yang ada dalam masyarakat. Perubahan masyarakat dari pola tradisional menjadi masyarakat

6
modern juga tidak serta merta mengakibatkan terjadinya perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk aspek seks dan seksualitas manusia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas
1. Pertimbangan Perkembangan
a. Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan
biologi kehidupn uang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu.
b. Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
2. Kebiasaan hidup sehat dan kondisi kesehatan
a. Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual
b. Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan
kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi
ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit.
c. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif
berkontribusi pada kehidupan sosial yang membahagiakan.
3. Peran dan hubungan
a. Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi
kualitas hubungan seksualnya.
b. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman
seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang
dicintai dan dipercayainya.
c. Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleh dengan siapa
individu tersebut berhubungan seksual.
4. Konsep diri
a. Pandangan individu terhadap diriny sendiri mempunyai dampak langsung
terhadap seksualnya.
5. Budaya, Nilai dan keyakinan
a. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dan
mempengaruhi individu.
b. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku
seksual.
c. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal
lain terkait dengan kegiatan seksual.
6. Agama

6
a. Pandangan agama tertentu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi
seksualitas seseorang.
b. Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar.
c. Konsep tentang keperawatan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan
seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
Perbedaan kebutuhan seksualitas wanita dan laki-laki
Seksualitas menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi sebelum
memenuhi kebutuhan-kebutihan lainnya. Kebutuhan seksual yang mencakup hubungan
seksual atau perilaku seksual dari dorongan seksual. Dorongan seksual merujuk pada
motivasi seksual yang biasanya berfokus pada keinginan beraktivitas seksual dan
keinginan merasakan kenikmatan seksual. Individu yang memiliki dorongan seksual
tinggi akan lebih sering memiliki keinginan untuk melakukan hubungan seksual
(Baumeister, 2001:264).
Laki-laki dan perempuan memiliki dorongan seksual lebih tinggi daripada perempuan.
Hal ini dibuktikan dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Baumeister, dimana
dorongan seksual laki-laki lebih besar dari pada perempuan yang tercermin dari pikiran
tentang seks, frekuensi melakukan hubungan seksual, fantasi seksual, keinginan untuk
praktek seksual. Laki-laki lebih mendominasi tentang dorongan seksual dari pada
perempuan. Laki-laki juga lebih rajin dalam melakukan aktivitas seksual (Baumeister,
2001).

6
4

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan psikoseksual adalah teori psikologi pertama yang menjelaskan
bagaimana kepribadian (personality) seseorang berkembang dilihat dari
perkembangan psikoseksual anak sejak kecil. Teori ini dikembangkan oleh
Sigmund Freud. Sigmund Freud mengatakan bahwa:“Seksualitas adalah faktor
pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun
anak-anak mengalami ketertarikan dan kebutuhan seksual”. Teori perkembangan
psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, Freud
percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-
kanak dimana mencari kesenangan energi dan ketegangan dari ID menjadi fokus
pada area sensitif seksual tertentu. Menurut Freud kepribadian sebagian besar
dibentuk pada lima tahun pertama dan akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan selanjutnya di kemudian hari. Dalam teori Freud setiap manusia
harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian
yang sehat. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi 5 tahapan. Jika
tahap-tahap perkembangan psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah
kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi.
Konsep seksualitas akhir-akhir ini menjadi isu penting dan semakin ramai
dibicarakan, terutama dengan permasalahan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Berbicara kesehatan seksualitas dan reproduksi tidak bisa dilepaskan
dari hak seksual dan reproduksi, khususnya hak seksual dan reproduksi kaum
perempuan sebagai kelompok rentan yang terkena dampak paling nyata dari
perilaku seksual dan reproduksi yang tidak sehat. Seksualitas sebenarnya termasuk
urusan privat. Tapi, dalam kenyataannya, ia tidak hanya menjadi persoalan privat,
tapi seringkali justru menjadi urusan publik. Ketika menjadi isu publik inilah
banyak persoalan muncul. Ketika seksualitas menjadi isu publik, ia menjadi obyek
yang mudah diintervensi dari luar, mulai dari struktur sosial, norma-norma
budaya, agama hingga negara. Seksualitas terdiri dari bermacam-macam dimensi
termasuk anatomi, psikologi dan biokimia dari sistem respons seksual; identitas,
orientasi, peran dan kepribadian serta pemikiran, perasaan dan hubungan.
Seksualitas dipengaruhi oleh norma, keagamaan, budaya, dan persoalan moral).

3.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan,
Bahasa, maupun materi yang kami sajikan, oleh karena itu mohon di berikan
sarannya agar kami bias membuat makalah lebih baik lagi dan semoga makalah ini
bias bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita dalam memahami
konsep seksualitas

6
4

Daftar Pustaka

Husna, Risa Asmaul. 2021. Tahapan Perkembangan Psikoseksual Freud Dalam Teori
Konseling. Materi Konseling. Com
Saputra, Teguh. 2020. Teori Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud dan Psikososial
Erik H. Erikson. Jakarta. Article
Rahima, Swara. 2018. Ketika Seksualitas Jadi Isu Publik. Jakarta
Irawan, Bari Yati. Layanan Informasi Tentang Perkembangan Psikoseksual Yang Sehat Oleh
Guru Pembimbing Pada Siswa Kelas XI IPA di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bunut
Hilir Kabupaten Kapuas Hulu. Pontianak. BAB 1
Linardi, Jane Cindy. 2020. Perlu Cemaskah ketika anak sering memegang kelaminnya?.
Bintaro. RS Pondok Indah Group

Anda mungkin juga menyukai