Anda di halaman 1dari 23

PENILAIAN OTENTIK

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
Nama/ NIM : Mariana/1193311096
Ajijah/1193311084
Siti Nurhalizah/1193311105
Wulan Tahnia Sari/1193311108
Karenina Sitanggang/1193311092
Darmawaty Andreani Nadeak/1193311109
Kelas : I Ekstensi 2019
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN SD

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
“Penilaian Otentik” dengan baik dan lancar sehingga dapat dikumpul dengan
tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak masalah itu bisa
teratasi. Maka dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak
terimah kasih kepada:

1. Bapak Wawan Akbar yang memberikan kepercayaan kepada kelompok


penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

2. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyusun hingga terselesaikannya makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis juga sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai penilaian otentik.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karna itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian dan terimakasih.
Medan, 5 November 2021

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1 Pengertian Penilaian Otentik ....................................................................... 3
2.2 Penilaian dan Pembelajaran Otentik............................................................ 6
2.3 Bentuk Penilaian Otentik............................................................................. 8
2.4 Langkah Penilaian Otentik ........................................................................ 16
2.3 Pemanfaatan Penilaian Otentik ................................................................. 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 19
3.2 Saran .......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik


tidakhanya menuntut adanya perubahan perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi
juga perubahan dalam melaksakan penilaian (Lindayani, 2014). Perubahan paradigma
inilah,para pendidik merasa kebingungan dalam proses pembelajaran dan penilaian.
Penilaian yang seperti apa yang bisa mencakup ke dalam beberapa aspek yang dapat
memberikan gambaran yang seutuhnya mengenai sikap, keterampilan, pengetahuan,
dan bagaimanapara peserta didik itu menjalani kehidupan sehari-hari mereka dan
mengaitkan denganapa yang mereka pelajari di sekolah serta bagaimana format untuk
mencakup semua aspek tersebut.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dalam Pelatihan Implementasi
Kurikulum2013 dijelaskan penilaian hasil belajar adalah proses pengumpulan
informasi/ buktitentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap
spiritual dan sikapsocial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan
yang dilakukan secaraterencana dan sistematis, selama dan setelah proses
pembelajaran.
Dalam pendidikan, penilaian atau assessment didasarkan pada pengetahuan kita
tentang belajar dan tentang bagaimana kompetensi berkembang dalam materi
pelajaran yang kita ajarkan. Hal ini merupakan kebutuhan yang sangat jelas untuk
membuat suatu assessment dimana pendidik dapat mempergunakannya untuk
kegiatan pendidikan dan mengawasi hasil belajar dan mengajar yang kompleks.
Penilaian juga harus bersifatmenyeluruhh dari berbagai aspek.Penilaian otentik adalah
salah satu bentuk penilaian yang meminta peserta didikmenerapkan konsep atau teori
pada dunia nyata. Otentik berarti keadaan sebenarnya,yaitu kemampuan atau
keterampilan yang dimiliki peserta didik. Dalam pembelajaran disekolah, salah satu
bentuk penilaian otentik adalah peserta didik diberi kegiatan untuk menerapkan
pengetahuan yang dimiliki peserta didi dalam kehidpan sehari-hari atau dunia nyata
(Baskoro & Wihaskoro, 2016)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian dari penilaian otentik?

1
2. Bagaimana penilaian dan pembelajaran otentik?
3. Apa sajakah bentuk dari penilaian otentik?
4. Apa langkah-langkah dari penilaian otentik?
5. Bagaimana pemanfaatan hasil penilaiannya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan tujuan dibuatnya makalah
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami penilaian otentik
2. Untuk mengetahui dan memahami penilaian dan pembelajaran otentik
3. Untuk mengetahui dan memahami bentuk dari penilaian otentik
4. Untuk mengetahui dan memahami langkah-langkah dari penilaian otentik
5. Untuk mengetahui dan memahami pemanfaatan hasil penilaiannya
1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh penulis yaitu meningkatkan pengetahuan dan


wawasan penulis mengenai penilaian otentik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Istilah authentic assessment mulanya diperkenalkan oleh Wiggins pada
tahun 1990 untuk menilai pekerjaan orang dewasa sebagai reaksi atas
penilaian tertulis seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan ganda, kuis
jawaban singkat. Istilah otentik merujuk pada realitas atau keadaan yang
sesungguhnya. Untuk menilai pekerjaan orang dewasa, tidak perlu diberi soal
tes pilihan ganda, mereka memiliki performa kerja. Oleh karenanya penilaian
otentik seriang dikenal juga dengan istilah performance assessment.
Menurut Jon Mueller penilaian otentik adalah bentuk penilaian yang
meminta para siswanya untuk menampilkan tugas pada situasi yang
sesungguhnya, mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan
esensial yang bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J.
Stiggins, sementara Stiggins mengemukakan bahwa penilaian otentik adalah
menekankan penguasaan penerapan keterampilan dan kompetensi spesifik.
(performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific
skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have
mastered). Grant Wiggins (dalam Nuryani, tt:2), menekankan perlunya
kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif, tugas yang diberikan dapat
berupa pengulangan tugas atau masalah yang serupa dengan masalah yang
dihadapi orang dewasa, baik sebagai warganegara, konsumen, atau
professional di bidangnya. “...engaging and worthy problems or questions of
importance, in which students must use knowledge to fashion performance
effectively and creatively. The tasks are either replic as of or analogous to the
kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in
the field”.
Penilaian otentik (authentic assessment) adalah pengukuran yang
bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Istilah assessment merupakan sinonim dari

3
penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi, sedangkan istilah authentic
merupakan sinonim dari kata asli, nyata, sungguh-sungguh, sebenar-
benarnya.
Penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis
kinerja (performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain
(kecuali Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian
alternatif (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance
assessment). Selain itu Mueller, memperkenalkan istilah lain sebagai padanan
nama penilaian otentik, yaitu penilaian langsung (direct assessment). Nama
performance assessment atau performance based assessment digunakan
karena peserta didik diminta untuk menampilkan tugas-tugas (tasks) yang
bermakna. Beberapa pakar pendidikan membedakan penggunaan istilah
penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti misalnya Meyer dan
Marzano. Sementara itu Stiggins & Mueller menggunakan kedua istilah itu
secara sinomim. Istilah alternative assessment digunakan karena merupakan
alternatif dari penilaian yang biasa digunakan (traditional assessment).
Adapun istilah direct assessment digunakan karena penilaian otentik
menyediakan lebih banyak bukti langsung dari penerapan keterampilan dan
pengetahuan. Apabila peserta didik dapat mengerjakan dengan baik tes
pilihan ganda, maka dikatakan bahwa secara tidak langsung (indirectly)
peserta didik tersebut dapat menerapkan pengetahuan yang telah dipelajarinya
dalam konteks dunia yang sesungguhnya, namun akan lebih baik kalau
peserta didik mendemonstrasikan secara langsung penerapan pengetahuan
dan keterampilannya (Nuryani, tt:4)
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian
tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan
lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi
mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Penilaian otentik sangat relevan

4
dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang
sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Sebagaimana disebutkan di atas, penilaian otentik sering
dipertentangkan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis
norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau membuat jawaban
singkat, essay (uraian). Tentu saja jenis penilaian seperti ini tidak lantas
dihilangkan dalam proses pembelajaran, karena masing-masing jenis tes
memiliki skop penggunaan yang berbeda-beda.
Penilaian otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru bekerja sama
dengan guru lain, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam
penilaian otentik, seringkali pelibatan peserta didik sangat penting, asumsinya
peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu
bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang tujuan pembelajaran serta
mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.
Pada penilaian otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan
konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah. Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru
mengajar, kegiatan belajar peserta didik, motivasi dan keterlibatan peserta
didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari
proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang
kriteria kinerja.
Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas dimana peserta didik telah memainkan peran aktif dan
kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka. Dalam pembelajaran otentik,
peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan scientific,
memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata
yang ada di luar sekolah.

5
Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka
berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian otentik
harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa
yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum
mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru
dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk
materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
2.2 Penilaian dan pembelajaran otentik
Penilaian otentik mengharuskan pembelajaran yang otentik (authentic
lerning) pula, yaitu belajar melalui kegiatan yang mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang diperlukan dalam kehidupan nyata di luar sekolah.
Dalam pembelajaran otentik ini berarti peserta didik bersama guru melakukan
aktivitas untuk menemukan menemukan sesuatu dan merasakan sendiri, dan
oleh karenanya guru mengembangkan inquiry discovery learning. Peserta
didik merasakan, menemukan sendiri dan membuktikan sendiri, tidak hanya
menerima informasi tentang suatu kebenaran atas hasil riset orang lain.
Penilaian otentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama,
pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan
hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua,
penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan
kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang ada.
Penilaian otentik mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasi, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan
mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan
baru. Pada pembelajaran otentik, guru harus menjadi “guru otentik.” Peran
guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian.
Guru otentik adalah guru yang mengajak peserta didiknya untuk menemukan

6
dan membangun pengetahuannya sendiri melalui riset dan experimen, bukan
hanya menginformasikan pengetahuan kepada peserta didik semata.
Untuk bisa melaksanakan pembelajaran otentik, guru harus memenuhi
kriteria tertentu: Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan
peserta didik serta desain pembelajaran.
Guru adalah sosok yang diasumsikan paling tahu tentang keadaan
peserta didiknya, kelebihan dan kelemahannya. Pengetahuan guru akan
keadaan peserta didik yang sebenarnya tersebut merupakan modal dasar bagi
penyusunan desain pembelajaran yang akan dikembangkan. Desain
pembelajaran yang disusun berdasarkan keadaan peserta didik yang
sebenarnya, memungkinkan peserta didik akan belajar sesuai dengan keadaan
dirinya. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan
pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai bagi peserta didik untuk
melakukan akuisisi pengetahuan.
Kemampuan guru dalam membimbing peserta didik sangat diperlukan
agar peserta didik terselesaikan masalahnya dan mereka dapat
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dibawa.
Dalam kegiatan pendidikan, minimal guru memiliki tiga peran, yaitu
sebagai pengajar, pembimbing, dan pelatih. Guru sebagai pengajar bertugas
mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik; sebagai pembimbing
guru bertugas membimbing peserta didik dalam mengembangkan aspek
afektif, perilaku, kepribadian dan pengembangan dirinya; sebagai pelatih guru
bertugas mengembangkan aspek skill motorik peserta didik. Ketiga peran
terebut terintegrasi selalu melekat dalam pribadi guru dalam melaksanakan
tugas kependidikan untuk membentuk peserta didik yang total melalui upaya
yang terintegrasi pula. Untuk dapat melaksanakan tugas membimbing secara
baik maka guru harus mengetahui keadaan peserta didik yang sebenarnya
dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara membimbing peserta
didik. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik. Menjadi kreatif tentang
bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba
7
pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
2.3 Bentuk penilaian otentik

Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam penilaian otentik.
Satu hal yang perlu dipegangi guru dalam memilih bentuk penilaian otentik
adalah bahwa penilaian tersebut harus mampu mengungkap performa peserta
didik yang sebenarnya, baik aspek afektif, psikomotirik, dan kognitif.
Penilaian otentik biasanya berbentuk tugas otentik (authentic task),
yaitu “… an assignment given to students designed to assess their ability to
apply standard-driven knowledge and skills to real-world challenges. Dengan
kata lain, suatu tugas yang meminta siswa melakukan atau menampilkan
dianggap otentik apabila: a) peserta didik diminta untuk mengkonstruk
respons mereka sendiri, bukan sekedar memilih dari yang tersedia; (b) tugas
merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapinya dalam (dunia)
kenyataan sesungguhnya (Nuryani, tt:4)
Selanjutnya Baron‟s (Nuryani, tt:6), mengemukakan lima kriteria task
yang untuk penilaian otentik, yaitu: a) tugas tersebut bermakna baik bagi
peserta didik maupun bagi guru; b) tugas disusun bersama atau melibatkan
peserta didik; c) tugas tersebut menuntut peserta didik menemukan dan
menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan tentang hal tersebut; d)
tugas tersebut meminta peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil dengan
jelas; e) tugas tersebut mengharuskan peserta didik untuk bekerja atau
melakukan. Anonymous mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam
menyiapkan tugas dalam penilaian otentik, yaitu keterampilan (skills) dan
kemampuan (abilities). Ada lima hal yang perlu dipertimbangkan pada saat
menyiapkan task yang otentik dalam pembelajaran. Pertama, length atau lama
waktu pengerjaan tugas. Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui
peserta didik. Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi
keduanya. Keempat, fokus evaluasi: pada produk atau pada proses. Kelima,
keragaman cara-cara komunikasi yang dapat digunakan peserta didik untuk
menunjukkan hasil kinerjanya.
Dalam memberikan penilaian, skor hasil penilaian yang diberikan guru
harus mampu menggambar keadaan peserta didik yang sebenarnya. Oleh
karena itu jenis penilaian yang dipilih harus seauai dengan jenis kemampuan

8
peserta didik yang akan diukur. Hal ini dimaksudkan agar hasil penilaian
benar-benar valid, yaitu mengukur yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat ukur yang benar.
Ada beberapa jenis penilaian otentik atau tugas yang dapat
dikembangkan guru di kelas, yaitu penilaian kinerja, penilaian proyek,
penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.
Penilaian kinerja
Penilaian otentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Penilaian berbasis kinerja dapat dilakukan dengan
menggunakan: a) daftar cek (checklist); b) catatan anekdot/ narasi
(anecdotal/narative records); c) skala penilaian (rating scale); d) memori atau
ingatan (memory approach). Berikut disajikan contoh instrument dari masing-
masing teknik penilaian tersebut.
a) Contoh format daftar cek (checklist)
No Perilaku Ya Tidak
1
2
3

Contoh format catatan Anekdot (anecdotal record)


Nama
Hari/ tanggal peserta didik Deskripsi peristiwa Interpretasi Keterangan
Senin, 5 Andri Anak tidak mau Kemungkinan ada (bisa diisi
Januari 2014 melakukan dan permasalahan di tindak lanjut)
mengikuti aktivitas rumah ( keluarga )
atau kegiatan
padahal anak
tersebut sehat dan
selalu ceria /
gembira

b) Contoh format skala penilaian (rating scale)


Ada beberapa format skala penilaian yang dikembangkan para
ahli yaitu skala Likert, skala Guttman, semantic differential, dan rating
scale (Rino Safrizal, 2012:2). Dalam memilih format yang akan dipakai,
guru dapat menyesuaikannya dengan kepentingan pengumpulan data
yang akan dicari.
9
1) Skala Likert
Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang mengenai suatu gejala atau fenomena. Dalam skala Likert
terdapat dua bentuk pernyataan, yaitu: (a) pernyataan positif untuk
mengukur sikap positif; (b) pernyataan negatif untuk mengukur
sikap negative terhadap objek atau fenomena.
Skor pernyataan positif dimulai dari 1 untuk menunjukkan
sikap sangat tidak setuju (STS), skor 2 untuk menyatakan sikap tidak
setuju (TS), skor 3 untuk menunjukkan sikap ragu-ragu (R), skor 4
untuk menyatkan sikap setuju (S), dan skor 5 untuk menyatakan
sikap sangat setuju (SS). Skor pernyataan negatif dimulai dari skor 1
untuk menyatakan sikap sangat setuju (SS), skor 2 untuk
menunjukkan sikap setuju (S), skor 3 untuk menyatakan sikap ragu-
ragu (R), skor 4 untuk menyatakan sikap tidak setuju (TS), skor 5
untuk menyatkan sikap sangat tidak setuju (STS).

Skala Likert ini dapat dikatakan yang sering digunakan untuk


penilaian terutama penilaian afektif. Dalam menyusun instrument
skala Likert ini menurut Trianto (2010:243) ada beberapa langkah
yang harus ditempuh, antara lain:
(a) Menentukan variable sikap yang akan diukur
(b) Membuat pernyataan tentang variable sikap yang akan dinilai
(c) Mengelompokkan pernyataan positif dan negatif
(d) Menentukan frasa atau angka yang dapat menjadi alternatif
pilihan. Misalnya: SS = sangat setuju, S= setuju, R= ragu-ragu,
TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju
(e) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi suatu alat
penilaian
(f) Melakukan try out
(g) Mengindentifikasi dan menghilangkan butir pertanyaan atau
pernyataan yang kurang baik
(h) Melakukan penilaian afektif dengan menggunakan skala Likert
Contoh format skala Likert :

10
Sikap
No Pernyataan SS S R TS STS
1
2
Keterangan:
SS : sangat setuju
S : setuju
R : ragu-ragu
TS : tidak setuju
STS : sangat tidak setuju

2) Skala Guttman
Skala Guttman menginginkan tipe jawaban tegas dari subjek
yang diamati, misalnya jawaban benar – salah, ya – tidak, pernah –
tidak pernah, positif – negatif, tinggi – rendah, baik – buruk, dan
seterusnya. Pada skala Guttman hanya terdapat dua interval, yaitu
setuju dan tidak setuju. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk
pilihan ganda (multiple choice) maupun daftar checklist. Untuk
jawaban positif diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban negatif
diberi skor 0.
Contoh format skala Guttman:
Sikap
No Pernyataan Pernah Tidak pernah
1
2

3) Semantik Differensial
Skala diferensial digunakan untuk mengukur sikap yang
berbentuk garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif
terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala
semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya
digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang
dimiliki seseorang, misalnya untuk mengetahui gaya kepemimpinan
kepala sekolah dapat dibuat skala semantic differential sebagai
berikut.
Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung jawab 7 6 5 4 3 2 1 Tidak bertanggung jawab
11
Memberi kepercayaan 7 6 5 4 3 2 1 Mendominasi
Menghargai bawahan 7 6 5 4 3 2 1 Tidak menghargai bawahan
Keputusan diambil bersama 7 6 5 4 3 2 1 Keputusan diambil sendiri

Responden yang memberi penilaian angka 7 (tujuh), berarti


persepsinya terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah
sangat positif; sedangkan responden yang memberikan penilaian
angka 1 (satu) berarti persepsinya terhadap kepemimpinan kepala
sekolah adalah sangat negatif.
4) Rating scale
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja digunakan untuk
mengukur sikap tetapi dapat juga untuk mengukur persepsi orang
terhadap fenomena lingkungan, seperti mengukur status sosial,
ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating
scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan
alternatif jawaban yang dipilih responden, misalnya responden
memilih jawaban angka 3 (tiga), tetapi angka 3 (tiga) oleh orang
tertentu belum tentu sama dengan angka 3 (tiga) bagi orang lain yang
juga memiliki jawaban angka 3 (tiga). Dalam praktik pembelajaran
di kelas, rating scale ini dapat digunakan untuk menilai unjuk kerja
peserta didik melalui pengamatan.
Contoh format rating scale:
Sikap
No Kriteria perilaku Sangat Baik Sedang Jelek Sangat
baik jelek
1
2
3

Keterangan bobot skor:


Sangat baik 5
Baik 4
Sedang 3
Jelek 2
Sangat jelek 1
Sebagaimana disebutkan di atas, dalam penggunaannya di kelas, guru
dapat mengembangkan format-fotmat penilaian tersebut ke dalam berbagai
bentuk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Beberapa format lembar
pengamatan yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengamati perilaku peserta

12
didik misalnya penilaian sikap atau karakter melalui lembar pengamatan.
Mula-mula guru mendefinikan secara detail apa yang dimaksud denan nilai
karakter yang bersangkutan kemudian dijabarkan ke dalam indikator yang
lebih rinci. Indikator karakter kemudian dikembangkan lagi menjadi lembar
pengamatan yang yang berisi kemunculan fenomena karakter yang diamati.
Perhatikan contoh berikut.
Lembar pengamatan untuk karakter disiplin
Pertama dibuat pedoman kriteria dan indikatornya
Nilai karakter yang Definisi Indikator
dikembangkan
Disiplin Ketaatan atau 1. Kehadiran di sekolah tepat waktu
kepatuhan pada 2. Senantiasa menjalankan tugas piket
peraturan yang 3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan
ada waktu yang disepakati

Kemudian dibuat pedoman penilaiannya


Perkembangan Ket
No Nama Minggu I Minggu II
BT MT MB SM BT MT MB SM
1
2
3

Keterangan:
BT: belum terlihat
MT : mulai terlihat
MB : mulai berkembang
SM : sudah membudaya

Lembar pengamatan untuk keaktivan kerja kelompok:

Aspek yang diamati


No Nama Mengeluarkan Menghargai Jml Nilai Ket.
Kerjasama pendapat Toleransi Pendapat Keaktivan skor
1
2

Kriteria penskoran nilai:


4 : baik sekali
3 : baik
2 : cukup
1 : kurang

Penghitungan ke dalam skor kuantitatif:


A : baik sekali : 80 – 100
B : baik : 70 – 79
C : cukup : 61 – 69
D : kurang : ≤ 60

13
Nilai : ∑ skor yang diperoleh x 100
skor maksimal
Lembar pengamatan untuk presentasi
Aspek Penilaian
Siste-
No Nama Komu- matika Wawasan Keberanian Antusias Penam- Jml Nilai Ket
siswa nikasi penya- pilan skor
jian
1
2

Contoh lembar penilaian unjuk kerja :


Rubrik Menggambar dan Menceritakan Gambar Berkelompok
Pertama dibuat pedoman penilaian, mulai dari kriteria dan indikatornya
No Kriteria Baik sekali Baik Cukup Perlu
bimbingan
1 Kerja sama Seluruh anggota Setengah atau Kurang dari Seluruh
kelompok kelompok lebih anggota setengah anggota
berpartisipasi kelompok anggota kelompok
aktif berpartisipasi kelompok pasif
aktif berpartisipasi
aktif
2 Kualitas hasil  Objek gambar  Objek  Objek  Objek
terdiri dari gambar gambar gambar
lingkaran dan terdiri dari terdiri dari terdiri dari
segi empat lingkaran salah satu salah satu
 Ada tambahan dan segi bentuk bentuk
hiasan dan empat (lingkaran (lingkaran
warna  Tidak ada atau segi atau segi
tambahan empat) empat)
hiasan dan  Ada hiasan  Tidak ada
warna dan warna hiasan dan
warna
3 Kemampuan Perwakilan Perwakilan Perwakilan Perwakilan
menceritakan kelompok kelompok kelompok kelompok
gambar menceritakan menceritakan menceritakan belum mampu
gambar yang hanya faktual hanya menceritakan
mencakup dua atau menyebut gambar
aspek, yaitu ceria imajinatif gambar saja
faktual dan
imajinatif

Kemudian dikembangkan menjadi lembar penilaian:

No Na ma Baik sekali Baik Cukup Perlu


(4) (3) (2) bimbingan (1)
1
2

(Diadopsi dari buku pengangan guru SD kurikulum 2013)

14
Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan
penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian
data. Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatian guru dalam penilaian
proyek.

Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan


mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas
informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.

Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan


pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh peserta didik. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan
atau dihasilkan oleh peserta didik.
Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak
yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia
nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik
secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan
refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah seperti berikut ini.
 Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
 Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang
akan dibuat.
 Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
 Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada
tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.

15
 Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.

 Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama


dokumen portofolio yang dihasilkan.

 Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio
Penilaian tertulis
Tes tertulis juga dapat digunakan dalam penilaian otentik, namun
ditekankan yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik
mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang
sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
keterampilan dan pengetahuan peserta didik.
2.4 Langkah-langkah penilaian otentik
Dalam mendesain penilaian otentik, ada berapa langkah yang
harus diperhatikan guru, yaitu mengidentifikasi standar, memilih tugas, dan
mengidentifikasi kriteria tugas (Nuryani, tt:8).
Langkah pertama: mengidentifikasi standar
Standar merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat
dilakukan peserta didik, namun cakupannya lebih spesifik dan lebih mudah
dicapai daripada tujuan umum. Biasanya standar merupakan satu
pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu dilakukan peserta
didik tentang suatu hal atau perbuatan. Rumusan standar hendaknya
operasional, dapat diobservasi dan dapat diukur.
Langkah kedua: memilih suatu tugas otentik
Dalam menentukan tugas otentik, pertama-tama guru perlu mengkaji
standar yang telah dibuat, dan mengkaji kenyataan (reality) yang
sesungguhnya. Tugas sebaiknya dikaitkan dengan dunianya kehidupan
sehari-hari yang dialami oleh peserta didik, misalnya guru memberi tugas
memecahkan masalah pembagian kue untuk suatu keluarga yang memiliki

16
anak tujuh, bagaimana agar setiap anggota keluarga mendapatkan bagian
yang sama.
Langkah ketiga: mengidentifikasi kriteria tugas (tasks)
Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik atas suatu
tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan apakah
indikator-indikator tersebut sequential (memerlukan urutan) atau tidak.
Untuk membuat kriteria yang baik, ada beberapa ciri kriteria yang baik,
yaitu: 1) dinyatakan dengan jelas dan singkat; 2) pernyataan berupa
tingkah laku yang dapat diamati dan diukur; 3) ditulis dalam bahasa yang
mudah dipahami setiap peserta didik. Sementara itu, berkaitan dengan
jumlah kriteria untuk masing-masing tugas, perlu diperhatikan: 1) batasi
jumlah kriteria hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas
(antara 3-4 kriteria, di bawah 10); 2) tidak perlu mengukur setiap item
tugas terlalu detil; 3) kriteria sedikit untuk tugas-tugas yang kecil atau
sederhana.
2.5 Pemanfaatan hasil penilaian
Setelah melakukan evaluasi pembelajaran, guru menganalisis hasil
evaluasi guna perencanaan kegiatan tindak lanjut. Ada dua jenis kegiatan
tindak lanjut hasil evaluasi, yaitu pengulangan (remedial) dan pengayaan
(enrichment).
Kegiatan pengulangan dilakukan oleh guru terhadap peserta didik
yang dianggap belum mencapai skor minimal yang ditetapkan sekolah
dalam suatu mata pelajaran tertentu. Kegiatan remedial dalam makna yang
sederhana atau sempit dapat dilakukan dengan cara: a) guru memberi soal
yang sama agar dikerjakan kembali oleh peserta didik; b) guru memberi
soal yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang selevel; c) guru
memberikan pembelajaran kembali kepada peserta didik; d) guru memberi
tugas lain yang memiliki tingkat kesulitan yang selevel. Sedangkan,
remedial dalam makna yang luas, guru dapat memperbaiki desain program
pembelajaran yang pernah dirancang guna meminimalisir kegagalan peserta
didik dalam pembelajaran mendatang jika program kegiatan yang telah
dirancang dipandang tidak efektif.
17
Kegiatan pengayaan (enrichment) dilakukan oleh guru bersama
peserta didik yang telah mengalami ketuntasan belajar. Kegaitan ini
dimaksudkan untuk memperkaya, memperluas, memperdalam peserta
didik atas materi pembelajaran yang disampaikan guru. Kegiatan
pengayaan dapat berupa tugas untuk membaca materi yang serupa dari
sumber belajar yang lain atau penugasan lain untuk mempraktikkan teori
yang dipelajari peserta didik (jika dapat dipraktikkan).

Ukuran ketuntasan belajar adalah menyesuaikan dengan kriteria


ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yang
bersangkutan. Dalam hal ini KKM ditentukan dengan mempertimbangkan
tingkat kesulitan KD atau materi pembelajaran, keadaan peserta didik
(entering behavior) dan ketersediaan daya dukung pembelajaran yang ada
di sekolah. Ketuntasan belajar dapat diukur melalui ketuntasan indikator,
yaitu manakala skor masing-masing indikator telah memenuhi standar
minimal. Guru juga dapat mengetahui skor nilai KD tertentu dengan
mencari rerata darinilai indikator pada KD yang bersangkutan.
Contoh penghitungan ketuntasan indikator:

Kompetensi Dasar Kriteria Nilai Peserta


(KD) Indikator Ketuntasan didik Ketuntasan
1 60 70 Tuntas
2 65 75 Tuntas
3 65 60 Tidak Tuntas
4 60 65 Tuntas

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penilaian Autentik adalah jenis penilaian yang mencakup tiga ranah yaitu
ranahkognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).
Penilaian autentik juga merupakan hasil perkembangan dari berbagai jenis penilaian
karena jenispenilaian terdahulu dirasa belum secara efektif digunakan untuk
mengetahui kompetensisiswa atau peserta didik.
Penilaian autentik merupakan sebuah konsep evaluasi untuk menilai
kemampuan atau hasil belajar anak secara holistic. Penilaian ini diperoleh melalui
pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Penilaian ini dilakukan melalui 6 jenis penilaian yaitu Penilaian Kerja,
Penilaian Portofolio, Penilain Proyek, Penilaian Tertulis, Penilaian Lisan
dan Penilaian Praktik. Hasil dari kombinasi seluruh penilaian ini akan lebih
mencerminkan penilaian yang lebih holistic untuk melihat kemampuan anak secara
objektif.
Asesmen autentik ini memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen
semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
3.2 Saran

Usaha peningkatan wawasan terhadap implementasi serta komponen


Kurikulum 2013 perlu ditingkatkan. Para pendidik diharapkan agar lebih banyak lagi
menggali informasi dan pengetahuan tentang penilaian untuk lebih memotivasi siswa
dalam belajar terutama dalam hal perencanaan pembelajaran. Dalam penulisan
makalah ini memberikan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai
bentuk dari sumbangan pikiran yang dapat membantu banyak kalangan. Namun
apabila terdapat beberapa kekurangan ataupun kekeliruan kami mohon saran yang
konstruktif untuk membangun kemajuan pemikiran ilmiah yang lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, Maman. Virgana dan Soeparlan. Evaluasi dalam Pembelajaran. 2017.


Tangerang: Pustaka Mandi
Nurgiayanoro Burhan. 2011. Penilaian Otentik. Jakarta: GMUP.
Zainul. 2001. Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.

20

Anda mungkin juga menyukai