OLEH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunianya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.”.
Tujuan membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah toksikologi yang
dibimbing oleh Apt. Restu Nur Hasanah H, S.farm., M.Pharm.S.ci . Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Demikian makalah ini dibuat, kami menyadari di dalam penyusunan dan pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi mencapai kesempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi dan atas kritik dan sarannya kami
ucapkan terimakasih.
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5
1.3 Tujuan....................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Sifat Fisika Molekul Obat......................................................................................................6
2.2 Radiasi Elektromagnetik........................................................................................................6
2.3 Fluorosensi dan Fosforesensi.................................................................................................7
2.4 Tetapan dielektrik dan polarisasi induksi..............................................................................8
BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Suatu penyelidikan sifat fisik dari molekul obat adalah merupakan suatu syarat formulasi suatu
produk dan sering membuat kita menjadi lebih mengerti akan suatu hubungan timbal-balik antara
struktur molekul dan kegiatan obat. Sifat-sifat ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat aditif
(diturunkan dari sifat atom sendiri ataugugus fungsi didalam molekul), atau sifat konstitutif
(bergantung pada susunan struktur atom didalam molekul). Massa merupakan sifat aditif,
sedangka rotasi opti dianggap sebagai suatu sifat konstitutif.
Beberap sifat fisik adalah konstitutif dan juga sudah diukur sifat aditifnya. Bias molar dari suatu
senyawa,sebagai contoh, adalah penjumlahan dari bias atom dan gugusnya yang menyusun
senyawa tersebut. Tetapi susunan kerangka atom dalam masing-masing gugus adalah berbeda,
sehingga indeks bias dari dua molekul akan berbeda; yaitu masing-masing gugus di dalam dua
molekul yang berbeda memberikan harga yang berbedaterhadap indeks bias molekul-molekul
secara keseluruhan.
Radiasi elektromagnetik adalah suatu energy yang dapat merambat melalui ruang sebagai medan
listrik dan medan magnet, yang mana medan listrik selalu tegak lurus dengan medan magnet, dan
keduanya tegak lurus dengan arah perambatan.
Radiasi elektromagnetik dapat digolongkan sebagai suatu radiasi berbentuk gelombaᵡng yang
kontinu, suatu bentuk/wujud yang bergantung pada ukuran dan bentuk dari gelombang.
Sebagaimana bentuk-bentuk radiasi, radiasi elektromagnetik dapat digambarkan dalam
bentuk model gelombang dan suatu medan bervibrasi disekitar titik dalam ruang.
Di dalam hal lainnya, radiasi mempunyai suatu karateristik frekuensi, biasanya suatu
jumlah yang besar. Frekuensi, v, adalah jumlah dari gelombang yang melewati suatu titik
tertentu dalam satu detik. Panjang gelombang λ, adalah panjang dari suatu gelombang tunggal
radiasi, yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang besebelahan, dan dihubunhkan
dengan frekuensi oleh ;
∆v = c
Dimana c adalah kecepatan cahaya, 3 x 108m/detik. Bilangan gelomban ̅v, dapat dinyatakan
sebagai :
̅ v = v/c
Dimana bilangan gelombang (dalam cm-1) menunjukkan jumlah panjang gelombang dalam
radiasi 1 cm dalam ruang hampa udara
Suatu molekul yang pada permulaanya mengabsorbsi cahaya ultraviolet untuk mencapai suatu
keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada
waktu kembali ketingkat dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari cahaya ini
dapat digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi, bergantung pada mekanisme yang
mana electron akhirnya kembali kekeadaan dasar.
Apabila pancaran cahaya terjadi hanya selama proses eksitasi maka peristiwa ini disebut
fluoresensi, sedang apabila pancaran cahaya terjadi terus menerus meskipun tidak ada
penambahan energi disebut fosforesensi. Fluoresensi sering juga disebut luminesensi.
Fluoresensi adalah pencaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir
Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahayaakan langsung memancarkan
cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu
lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stike yang bersifat fluoresensi.
Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar. Fosforesensi, pemancaran kembali
sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10-
4 detik). Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung.
Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam
suatu molekul. Fotoluminesensi terjadi hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami
emisi foton yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan dasar.
Banyak molekul tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar ultraviolet.
Suatu molekul dapat mempertahankan suatu pemisahan muatan listrik melalui induksi oleh
suatu medan listrik eksternal oleh suatu pemisahan muatan yang permanen didalam suatu
molekul polar. Untuk memahami konsep pemisahan muatan secara lengkap, perlu memahami
konsep tetapan dielektrik.
Tetapan dielektrik biasanya tidak mempunyai dimensi, karena dia merupakan perbandingan
dari dua kapasitansi. Tetapan dielektrik dapat ditentukan dengan oscilometri, dimana frekuensi
dari suatu signal dijaga konstan oleh perubahan listrik pada kapasitansi antar dua pelat
parallel. Tetapan dilelektrik dari campuran pelarut dapat dihubungkan dengan daya larut obat
sebagaimana diterangkan oleh Gorman dan hall, dan Ԑ untuk zat pembawa obat dapat
dihubungkan dengan konsentrasi plasma obat seperti dilaporkan oleh pagay dan kawan-kawan.
Jika jumlah vektor momen-momen ikatan (momen dipole μ) > dari nolatau < 0,
maka molekul tersebut bersifat polar, sebaliknya jika jumlah vektor momen ikatan
(momen dipole μ) = 0, maka maka molekul tersebut bersifat nonpolar. Secara
kuantitatif,momen dipol (µ) merupakan hasil kali muatan Q dan jarak antar
muatan r.
µ=Qxr
Momendipole permanen dari molekul-molekul polar. Didalam suatu molekul polar, pemisahan
daerah yangbermuatan positif dan negative dapat menjadi permanen, dan molekul akan
memiliki suatu momen dipole permanen, μ Ini adalah suatu gejala nonionic, dan walaupun
daerah dari molekul tersebut dapat memiliki muatan, muatan ini akan seimbang satu sama
lainnya dengan demikian molekul sebagai suatu keseluruhan akan tidak mempunyai jaringan
muatan. Sebagai contoh, molekul air memiliki dipole yang permanen. Besarnya dipole
permanen, μ, tidak bergantung pada setiap dipole induksi dari medan listrik. Ini didefinisikan
sebagai jumlah vector dari momen masing-masing muatan dalam molekul, termasuk dari
ikatan dan pasangan electron sunyi.
Vector itu bergantung pada jarak pemisahan antara muatan. Satuan dari μ adalah debye, dimana
satu debye sama dengan 10-18 esu cm. ini diperoleh dari muatanelectron (kira-kira 10-18 esu)
dikalikan dengan jarak rata-rata antar pusat muatan pada molekul (kira-kira 10-8cm).
Momendipole permanen dapat dikorelasikan dengan aktivitas biologi dari molekul-molekul
tertentu untuk memperoleh informasi yang bernilai tentang hubungan dari sifat-sifat dan
pemisahan muatan dalam suatu kelas senyawa obat sebagai contoh, aktivitas insektisida dari
tiga isomer DDT, yang diperlihatkan dalam struktur berikut ini, dapat dihubungkan dengan
momendipole permanennya. Untuk zat terlarut ionic dan pelarut, interaksi dipol induksi
memainkan peranan yang penting dalam gejala kelarutan untuk ikatan reseptor obat, gaya
dipole dipercaya untuk memperbesar interaksi nonkovalen yang penting ini, sebagaimana yang
diuraikan oleh kollman.
Refleksi (atau pemantulan) adalah perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi
(medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium.
Refleksi pada era optik geometris dijabarkan dengan hukum refleksi yaitu :
Sinar insiden, sinar refleksi dan sumbu normal antarmuka ada pada satu bidang
yang sama
Sudut yang dibentuk antara masing-masing sinar insiden dan sinar refleksi
terhadap sumbu normal adalah sama besar.
Jarak tempuh sinar insiden dan sinar refleksi bersifat reversible.
Rotasi Optik adalah besarnya sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi bila
sinar dilewatkan melalui cairan. Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut
(diamati) atau derajat rotasi jenis yang dihitung dan di bandingkan terhadap kadar 1 gr zat
terlarut. Rotasi jenis biasanya dinyatakan dengan (a)tx.
Rotasi jenis adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika
terpolarisasi di lewatkan melalui cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 gr zat per mL. Ciri –
ciri senyawa yang perlu dilakukan rotasi optik yaitu yang memiliki sifat rotasi
optik yang dapat memutar bidang polarisasi cahaya, baik yang memutar ke kanan maupun ke
kiri.
Yang membedakan rotasi optik dengan rotasi jenis adalah jika pada rotasi optik
dilihat sudut pemutarannya dan suhu 25 derajat, sedangkan pada rotasi jenis pada
perhitungan dan ketebalan cairan 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml.
Dengan melewatkan cahaya melalui satu prisma polarisasi, seperti prisma nikol, fibrasi dan
radiasi yang secara random terdistribusi dipilih sedemikian rupa sehingga hanya fibrasi
yang terjadi pada suatu bidang tunggal saja yang dipancarkan.
Kecepatan dari cahaya yang dipolarisasikan kebidang ini dapat menjadi lebih lambat atau
lebih cepat apabila cahaya tersebut melalui suatu zat, seperti cahaya pembiasan yang baru
saja di bicarakan. Perubahan kecepatan ini menyebabkan pembiasan dari cahaya yang
terpolarisasi dalam arah tertentu untuk suatu zat yang optis aktif. Putaran yang searah
jarum jam, pada pemeriksaan sinar dari cahaya yang terpolarisasi, menyatakan zat tersebut
adalah memutar kekanan, sedangkan putaran yang berlawanan denga jarum jam menyatakan
suatu zat memutar ke kiri.
Zat memutar ke kanan, yaitu yang memutar sinar kekanan, menghasilkan sudut rotasi α yang
dinyatakan dengan tanda positif (+); sedang pada saat memutar kekiri sinar akan berputar
kekiri, mempunyai α, yang dinyatakan dengan tanda negative (-).
Molekul yang mempunyai pusat a simetris dan kurang simetris disekitar bidang tunggal, adalah
optis aktif, sedangkan molekul yang simetris adalah tidak optis aktiv (optis inaktive) dan
akibatnya tidak memutar bidang cahaya yang dipolarisasikan. Aktivitas optic dapat dianggap
sebagai interaksi dari radiasi bidang yang dipolarisasikan dengan electron di dalam suatu
molekul untuk menghasilkan polarisasi elektronik. Interaksi ini memutar arah getaran radiasi
engan mengubah medan listrik. Polarimeter dipakai untuk mengukur aktivitas optic
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi. Senyawa-
senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna
atau tidak menentu
2. Radiasi elektromagnetik adalah suatu energy yang dapat merambat melalui ruang
sebagai medan listrik dan medan magnet, yang mana medan listrik selalu tegak lurus
dengan medan magnet, dan keduanya tegak lurus dengan arah perambatan.
3. Fluoresensi adalah pencaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Apabila pancaran
cahaya terjadi hanya selama proses eksitasi maka peristiwa ini disebut fluoresensi, sedang
apabila pancaran cahaya terjadi terus menerus meskipun tidak ada penambahan energi
disebut fosforesensi. Fluoresensi sering juga disebut luminesensi.Tetapan dielektrik
biasanya tidak mempunyai dimensi, karena dia merupakan perbandingan dari dua
kapasitansi.
4. Refleksi (atau pemantulan) adalah perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi(medium)
asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium
5. Momendipol / molekul dipolar adalah ketika suatu molekul membentuk pusat
muatan negatif dan pusat muatan positif.
6. Rotasi Optik adalah besarnya sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi bila
sinar dilewatkan melalui cairan. Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut
(diamati) atau derajat rotasi jenis yang dihitung dan di bandingkan terhadap kadar 1 gr zat
terlarut. Rotasi jenis biasanya dinyatakan dengan (a)tx.
3.2 Saran
Berdasarkan makalah ini, diharapkan kepada seluruh mahasiswa agar dapat memahami
mengenai sifat-sifat fisik molekul obat. Agar untuk penerapannya dalam bidang farmasi tidak
terjadi kesalahan karena telah memahami prinsip dari sifat fisik molekul obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2002, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, 38-39, 46,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Khairat, 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit dengan Katalisator Asam
Martin, Alfred, dkk. 1993. Dasar-dasar kimia fisik dlm ilmu farmasetiik fisik.UI press.
Jakarta
Sari, Annas Puspita. 2010. Kinetika Reaksi Esterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Dari
Minyak Dedak Padi. Jurusan Teknik Kimia. Diponegoro