Pada tahun 1960 semua jemaat masih jemaat HKBP Sigumpar. Pada suatu hari terjadi
persoalan antara penatua HKBP dengan salah seorang warga jemaat yang berada di
Banjartoruan. Akibat persoalan tersebut timbul rasa sakit hati di tengah-tengah keluarga Op.
Urat Hutasoit. Karena persoalan tersebut, Op. Urat memberitahukan persoalan tersebut
kepada keluarga terdekatnya. Mendengar keluhan dari Op. Urat Hutasoit. Keluarga
terdekatnya menjumpai para jemaat yang jarang masuk gereja yang pekerjaannya mabuk-
mabukan, dan hanya bermain judi. Mereka mendiskusikan persoalan tersebut.
Pada suatu hari, mereka berdiskusi dan mengambil keputusan untuk mendirikan satu
sekte dengan maksud supaya tidak lagi berjumpa dengan orang yang dibencinya. Beberapa
hari kemudian mereka berkumpul di rumah, mereka membawa keluarga masing-masing,
untuk menerima pendapat dan persetujuan dari para kaum ibu setiap keluarga. Dengan
kesepakatan bersama, kaum ibu menyetujui rencana para kaum bapa. Sehingga, mereka
membuat keputusan membuka satu gereja baru, namun mereka belum menentukan nama
gereja yang akan mereka dirikan. Selanjutnya mereka berkumpul di rumah St. Mangantar
Lumbantoruan tepatnya di desa Peahotang. Mereka berdikusi dan sepakat untuk membentuk
satu gereja yang namanya HKI. Mereka sangat bersemangat dengan keputusan tersebut yang
dimana para kaum bapa yang jarang ke gerreja dan setiap harinya bermain judi dan mabuk-
mabukan langsung merencanakan kapan dimulai kebaktian.
Pada minggu selanjutnya (minggu ke-2) mengangkat calon Sintua dengan tujuan
suapaya ada penatua yang memimpin kebaltian. Calon sintua yang mereka angkat adalah:
Pada awal minggu perdana mereka, yang mnegikuti peribadahan berjumlah 8 kepala
keluarga, yaitu:
Setelah melakukan beberapa kali kebaktian yang dilakukan di rumah St. Mangantar
Lumbantoruan jemaat semakin bertambah. Dengan bertambhnya jemaat tersebut, mereka
melakukan rapat untuk mendirikan satu gedung gereja. Salah satu dari penatua yaitu St.
Japidoli Hutasoit memberi tanahnya sebagai tempat pembangunan gedung gereja dekat
dengan lahan persawahan sebelum ada uang membeli tanah sebagai hak milik gereja. Mereka
membangun gedung gereja seadanya secara bergotong-royong dengan kondisi bangunan:
dinding gedek, atap butar, dan lantai tanah. Setelah pembangunan gereja selesai, mereka
mulai beribadah di gereja tersebut dengan adanya banyak ejekan, hinaan karena situasi gereja
yang tidak layak pakai. Tetapi mereka tidak pernah menyerah dan menghiraukan ejekan dari
luar tersebut. Yang paling mengiris hati adalah pada waktu datang hujan jemaat basah, mau
masuk ke gereja harus buka seoatu karena situasi jalan berlumpur begitu juga dalam gereja
karena situasi lantai dari tanah.
Mereka mendirika bangunan dengan situasi pembangunan reng balok gereja tepatnya
pada tahun 1983. Jemaat mengalami duka atas bencana yang terjadi pada tahun 1984 yang
dimana pada waktu itu terjadi angina putting beliung sehingga bangunan tersebut roboh total
dan rata dengan tanah. Namun itu tidak menjadi penghalang bagi jemaat, dengan semangat
yang membara dan keyakinan untuk mendirikan gereja HKI jemaat berani memberikan
sumbangan dan mencari dana agar gereja tersebut bisa berdiri kembali. Dengan rasa
semangat dan berkat Tuhan, mereka berhasil mendirikan gereja yang kokoh dan bisa dipakai
sampai sekarang ini dan di beri nama HKI Sigumpar.
Nama-nama Pelayan yang Pernah Melayani dan yang Melayani di HKI Sigumpar
Pdt. Simbolon
Pdt. Simajuntak
Pdt. E. D. Siagian
Pdt. Sipahutar
Pdt. H. T. F. Simamora
Pdt. Tohap Hutasoit
St. Richard Hutasoit melayani selama 22,5 tahun sebagai guru huria
St. Mangantar Lumbantoruan melayani selama 12,5 tahun sebagai guru huria
St. Eben Ezer Siregar melayani selama 15 tahun sebagai guru huria