Anda di halaman 1dari 26

MODUL

MATA KULIAH PENUNJANG DISERTASI (MKPD)

METABOLIT SEKUNDER DAN ANTIOKSIDAN


SEMBUNG (Blumea balsamifera)

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019


 
PETUNJUK UMUM

1. Tujuan Melakukan Praktikum


Memahami metabolit sekunder dan antioksidan.
Membandingkan pendapat-pendapat/teori-teori yang ada dan kemudian
mengambil kesimpulan akhir.
Membantu dalam mempelajari efek yang ditimbulkan / diharapkan.
2. Cara Pelaksanaan
Modul digunakan sebagai pegangan dalam pelaksaan pembelajaran secara
mandiri.
Pada setiap kegiatan selalu dilakukan pencatatan pada buku catatan harian (log
book).
Pada setiap pelaksanaan perkuliahan, selalu difasilitasi oleh dosen.
3. Penilaian/Evaluasi
Penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil akhir pembelajaran yang
dilakukan. Pada akhir pelaksanaan pembelajaran dilakukan pembuatan tinjauan
pustaka.
4. Aturan Pelaksanaan
Tidak diperkenankan terlambat hadir saat kegiatan perkuliahan.
Mengirimkan surat keterangan apabila berhalangan hadir saat kegiatan
perkuliahan.


 
METABOLIT SEKUNDER

PENGANTAR
Hewan termasuk juga manusia dan kebanyakan mikroorganisme bergantung secara
langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuhan sebagai sumber makanan. Itulah
mengapa tumbuhan melalui evolusi membangun strategi sistem pertahanannya dalam
melawan gangguan hewan herbivora dan mikroorganisme patogen. Tumbuhan tidak dapat
bergerak ketika ingin menghindar dari bahaya sehingga mereka perlu membangun bentuk
mekanisme pertahanan lainnya, membangun kemampuan pertumbuhan kembali ketika terjadi
kerusakan bagian tumbuhan yang termakan oleh hewan atau patogen (daun), perlindungan
mekanis (yaitu dengan duri, paku, rambut penyengat, dan lain-lain); kulit kayu yang tebal
pada akar dan batang, atau dengan adanya lapisan-lapisan kutikula hidrofobik; getah atau
resin yang menghalangi gigitan serangga; membangun dinding sel yang tidak dapat dicerna;
dan menghasilkan metabolit sekunder. Mekanisme yang disebutkan terakhir mungkin
merupakan strategi paling penting untuk pertahanan tumbuhan (Mastuti, 2016).

Suatu tanaman dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selalu melakukan


metabolisme primer. Hasil metabolisme primer ini berupa metabolit primer seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Disamping adanya metabolisme primer,
tanaman juga melakukan metabolisme sekunder seperti yang telah disinggung sebelumnya,
yang mana metabolit primer sebagai prekursornya. Hasil metabolisme sekunder berupa
metabolit sekunder seperti senyawa – senyawa fenol, penil propanoid, saponin, terpenoid,
alkaloid, tanin, steroid dan flavonoid (Mérillon and Ramawat, 2012; Koche, 2014).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa metabolit sekunder inilah yang mempunyai


bioaktivitas farmakologis. Flavonoid pada tanaman meniran mempunyai bioaktivitas sebagai
imunomodulator. Isoflavon pada kedelai dapat dipergunakan sebagai antioksidan alami.
Pinostrobin hasil isolasi pada rimpang temu kunci (Kaempferia pandurata Roxb) mempunyai
bioaktivitas menghambat aktivitas enzim topoisomerase I kanker payudara dan menghambat
pertumbuhan fibrosarkoma melalui mekanisme kenaikan ekspresi p53 dan penurunan
ekspresi VEGF ((Vascular Ephidermal Growth Factor). Pinostrobin juga dapat dipergunakan
sebagai antioksidan. Katecin yang ada pada teh yaitu Epilogalocatekin (EGC) dan
Epilogalocatecin galat (EGCG) mempunyai bioaktivitas sebagai antioksidan (Anggraito et
al., 2018). Metabolit sekunder juga banyak ditemukan atau diteliti pada tumbuhan lain seperti


 
tumbuhan sembung (Blumea balsamifera) yang memiliki beragam manfaat seperti mengobati
penyakit panas dalam, diare, memperlancar peredaran darah (vasodilatasi), menurunkan
kadar gula dan lemak dalam darah. Daun sembung memiliki kandungan utama berupa
senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antihiperlipidemia dan
antihiperkosleterolimia (Pang et al., 2014). Kajian tentang metabolit sekunder sembung perlu
diperdalam agar jelas manfaat dan penggunaannya. Sehingga dalam kajian ini akan dibahas
tentang metabolit sekunder serta jenis-jenisnya secara umum, Sembung dan metabolit
sekundernya serta beberapa hasil penelitian terkait.

1. Senyawa Metabolit Sekunder

Tanaman dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, baik sebagai bahan pangan,


bahan bangunan, bahan bakar, dan obat. Begitu pula metabolit sekunder, banyak
dimanfaatkan di berbagai bidang, terutama bidang pangan, kesehatan, lingkungan dan
pertanian. Dengan kemajuan teknologi, produksi metabolit sekunder tidak hanya dilakukan
secara konvensional tetapi juga melibatkan rekayasa genetika dan kultur jaringan.

Sebagian besar karbon, nitrogen, dan energi digunakan untuk menyusun molekul-
molekul utama: (karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat) yang disebut metabolit
primer. Sebagian kecil karbon, nitrogen, dan energi juga digunakan untuk mensintesis
molekul organik yang tidak memiliki peran secara langsung dalam pertumbuhan dan
perkembangan, dinamakan metabolit sekunder (Sanchez and Demain, 2019).

Metabolit sekunder (MS) adalah molekul organik yang tidak memiliki peran secara
langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan. Metabolit sekunder pada tumbuhan
berfungsi spesifik namun tidak bersifat esensial. Metabolit sekunder dapat disintesis oleh
organ-organ tertentu tumbuhan, seperti akar, daun, bunga, buah, dan biji. Metabolit sekunder
(MS) pada tumbuhan umumnya bersifat sangat spesifik dalam hal fungsi dan tidak terlalu
penting karena jika tidak diproduksi, dalam jangka pendek tidak menyebabkan kematian.
Biosintesis MS dapat terjadi pada semua organ tumbuhan, termasuk di akar, pucuk, daun
bunga, buah, dan biji. Beberapa metabolit disimpan dalam kompartemen khusus, bisa pada
organ atau tipe sel yang terspesialisasi. Dalam kompartemen tersebut konsentrasi MS yang
bersifat toksik bisa sangat tinggi, sehingga menjadi pertahanan yang efisien terhadap
herbivora (Koche, 2014).

Metabolit sekunder pada tumbuhan memiliki beberapa fungsi: 1) pertahanan terhadap


virus, bakteri, dan fungi; tumbuhan kompetitor; dan yang terpenting adalah terhadap


 
herbivora, 2) atraktan (bau, warna, rasa) untuk polinator dan hewan penyebar biji, 3)
perlindungan dari sinar UV dan penyimpanan-N (Sanchez and Demain, 2019).

Gambar 2.1 Fungsi metabolit sekunder pada tumbuhan (John, 2000; Wink, 2010)

2. Jenis dan Struktur Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder dimanfaatkan manusia pada berbagai bidang kehidupan, mulai


dari kesehatan, pertanian, pangan, dan lain sebagainya, seiring dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuandan teknologi. Hingga kini sudah puluhan ribu MS
diisolasi dan dikarakterisasi (Tabel 2.1), bahkan banyak yang sudah diperdagangkan.

Tabel 2.1. Jumlah metabolit sekunder yang sudah diisolasi dan dikarakterisasi pada tumbuhan
tingkat tinggi.

Tipe metabolit sekunder Jumlaha


Mengandung nitrogen
Alkaloid 21.000
Non-protein amino acid (NPAA) 700
Amina 100
Glikosida sianogenik 60
Glukosinolat 100
Alkamida 150
Lektin, peptida, polipeptida 2000


 
Tanpa nitrogen
Monoterpen (C10)b 2500
Seskuiterpen (C15)b 5000
Diterpen (C20)b 2500
Triterpen, steroid, saponin (C30, C27)b 5000
Tetraterpen (C40)b 500
Flavonoid, tanin 5000
Fenilpropanoid, lignin, kumarin, lignin 2000
Polisasetilen, asam-asam lemak, lilin 1500
Poliketida 750
Karbohidrat, asam-asam organik 200
a
Perkiraan jumlah yang diketahui strukturnya
b
Terpenoid total sekarang melebihi 22.000 (Wink, 2010)

Klasifikasi metabolit sekunder secara sederhana terdiri atas tiga kelompok utama: 1)
terpen (misalnya volatil, glikosida kardiak, karotenoid, dan sterol; 2) fenolik (misalnya asam
fenolat, kumarin, lignan, stilbena, flavonoid, tanin, dan lignin); dan 3) senyawa yang
mengandung nitrogen (misalnya alkaloid dan glukosinolat) (S. Agostini-Costa et al., 2012).
Tabel 2.2 menunjukkan beberapa contoh kelas utama MS dan strukturnya.

Tabel 2.2 Kelas-kelas utama metabolit sekunder berdasarkan struktur

Kelas senyawa Contoh Struktur


Alkaloid yang Nikotin
mengandung N

Asam amino Kanavanin


nonproteinogenik

Glikosida sianogenik Linamarin

Glikosinolat Glukobrasisin
mengandung N dan S


 
Antrakuinon tanpa-N Emodin

Flavonoid Kuersetin

Poliketida Aloresin

Fenilpropanoid Asam rosmarinat

Monoterpen Thimol

Seskuiterpen Helenalin

Diterpen Fitol


 
Triterpen Asam oleanolat

Tetraterpen β-karoten

Politerpen Karet

3. Biosintesis Metabolit Sekunder


Ada tiga jalur utama biosintesis MS, yaitu melalui (1) jalur asam sikimat, (2) jalur asam
mevalonat dan metileritritol fosfat (MEP), serta (3) jalur malonat (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Ringkasan jalur-jalur utama biosintesis metabolit sekunder dan hubungannya
dengan metabolisme primer (Taiz & Zeiger, 2015).


 
Jalur biosintetik MS berasal dari berbagai prekursor metabolisme primer. Prekursor
adalah molekul yang digunakan oleh enzim biosintetik sebagai substrat dan dikonversi
menjadi suatu produk. Produknya bisa berupa senyawa intermediet, jadi digunakan sebagai
prekursor enzim biosintetik berikutnya, atau sebagai produk akhir dari reaksi tertentu.
Dalam suatu skema reaksi yang kompleks, dengan banyak simpangan, suatu senyawa
intermediet secara simultan juga merupakan prekursor untuk bagian lain dari jalur reaksi.
Sebagai contoh, asam sikimat bisa menjadi senyawa intermediet untuk metabolisme asam
amino dan juga sebagai prekursor untuk biosintesis MS aromatik (Borah, 2015).

4. Terpen atau Terpenoid

Terpen atau terpenoid, merupakan kelas MS terbesar dengan ciri pada umumnya tidak
larut air. Terpen disintesis dari asetil-CoA atau intermediet glikolisis dan dibentuk oleh
penggabungan unit-unit isopren berkarbon lima. Kelompok terpen disintesis melalui jalur
asam mevalonat (MVA) dan metileritritol fosfat (Gambar 1.2). Semua terpen berasal dari
gabungan elemen berkarbon lima yang memiliki tulang punggung karbon bercabang dari
isopentana. Elemen struktur dasar dari terpen disebut juga unit-unit isopren karena terpen
dapat terdekomposisi pada suhu tinggi untuk menghasilkan isopren, sehingga kadang-kadang
disebut sebagai isoprenoid (Yadav et al., 2014).
Terpen diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit penyusunnya yang berkarbon lima,
meskipun modifikasi yang ekstensif kadang kala membuatnya sukar untuk memilah residu-
residu berkarbon lima aslinya. Struktur khas terpen adalah mengandung kerangka karbon
(C5)n, dan diklasifikasi sebagai hemiterpen (C5), monoterpen (C10), seskuiterpen (C15),
diterpen (C20), sesterterpen (C25), triterpen (C30), dan tetraterpen (C40) (Wink, 2010;
Yadav et al., 2014)
Senyawa-senyawa terpenoid memiliki sifat antimikroba, antijamur, antivirus,
antiparasit, antihiperglikemik, antialergenik, antiradang, antipasmodik, imunomodulator, dan
kemoterapetik, bermacam-macam tergantung pada jenisnya. Terpen merupakan racun dan
pencegah makan terhadap sejumlah serangga dan mamalia herbivor, jadi berperan penting
dalam pertahanan kingdom tumbuhan. Sebagai contoh, ester monoterpen yang disebut
piretroid, ditemukan di daun dan bunga spesies Chrysanthemum, menunjukkan aktivitas
insektisidal. Piretroid merupakan neurotoksin yang mengganggu pengiriman pesan sepanjang
saraf dengan menjaga kanal ion Na+ dalam kondisi terbuka sehingga influx saraf berulang
atau depolarisasi, akibatnya muncul gejala-gejala seperti tremor, pergerakan tidak terkontrol,
dan peningkatan produksi air liur pada binatang. Piretroid merupakan bahan utama


 
insektisida komersial karena sifat persistensinya yang rendah di lingkungan dan toksisitasnya
terhadap mamalia dapat diabaikan (Soderlund et al., 2002).
Sejumlah tumbuhan mengandung campuran monoterpen volatil dan seskuiterpen,
yang disebut dengan minyak atsiri (essential oils), dengan karakteristik aroma pada daunnya.
Pepermin, lemon, kemangi, dan saga merupakan contoh tumbuhan yang mengandung minyak
atsiri. Wibaldus et al., (2016) mendapatkan rendemen minyak atsiri pada kulit jeruk nipis
sebesar 0,23% (b/b). Hasil identifikasi GC-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit jeruk
nipis mengandung lima senyawa utama yaitu limonena (26,04%), β-sitral (10,40%), β-
pinena (18,84%), sitral (13,09%), dan β-pelandrena (6,29%). Pada tanaman Mentha arvansa,
mentol merupakan komponen utama minyak atsiri dengan persentase tertinggi pada minyak
dari bagian pucuk batang (78,16%) dan terendah pada minyak dari bagian stolon (43,7%)
(Thawkar et al., 2016).

5. Senyawa Fenolik
Tumbuhan memproduksi berbagai jenis MS yang mengandung gugus fenol, suatu
hidroksil fungsional pada cincin aromatik. Senyawa ini diklasifikasikan sebagai senyawa
fenolik atau fenolik. Fenolik tumbuhan merupakan kelompok yang secara kimiawi heterogen,
hampir 10.000 berupa senyawa tunggal: (1) ada yang hanya larut di pelarut organik, (2) ada
yang berupa asam-asam karbosilat dan glikosida yang larut air, dan (3) yang lain merupakan
polimer tak larut berukuran besar. Senyawa fenolik terdiri dari berbagai kelompok: flavonoid
sederhana, asam-asam fenolat, flavonoid kompleks, dan antosianin (Pereira et al., 2009).

Gambar 2.3 Senyawa fenolik yang sering ditemukan pada tumbuhan (Lin et al., 2016)

10 
 
Senyawa fenolik biasanya dikaitkan dengan respon pertahanan pada tumbuhan.
Meskipun demikian senyawa fenolik juga berperan penting dalam proses-proses lain,
misalnya atraktan zat untuk mempercepat polinasi, warna untuk kamuflase dan pertahanan
terhadap herbivor, dan aktivitas antibakteri dan antifungi (Velikova et al., 2007; Pereira et al.,
2009).
Senyawa fenolik memiliki cincin aromatik dan penggantian satu atau lebih gugus
hidroksil, dari molekul yang sederhana hingga sangat kompleks (Lin et al., 2016). Senyawa
fenolik secara sederhana dapat dikategori menjadi beberapa kelas seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kelas-kelas utama senyawa polifenol (Ozcan et al., 2014)

Biosintesis senyawa fenolik dapat melalui dua jalur, yaitu jalur asam sikimat dan jalur
asam malonat (Gambar 1.7). Jalur asam sikimat digunakan dalam sintesis kelompok tanin
yang dapat terhidrolisis dan senyawa-senyawa berbasis asam amino fenilalanin, misalnya
lignin. Jalur asam malonat memanfaatkan asetil-koA sebagai bahan utama. Meskipun bukan
merupakan jalur utama, namun senyawa intermediet dibutuhkan dalam sintesis berbagai MS
dengan penggabungan produk senyawa intermediet dari jalur asam sikimat, misalnya
dalam pembentukan kelompok flavonoid atau tanin yang tidak mudah terhidrolisis.

11 
 
Gambar 2.5 . Senyawa fenolik tumbuhan disintesis melalui beberapa jalur. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, sebagian besar fenolik merupakan turunan fenilalanin, suatu
produk jalur asam sikimat. Formula dalam kurung mengindikasikan susunan
dasar kerangka karbon: C6 menunjukkan cincin benzena, dan C3 merupakan
rantai tiga karbon (Cheynier et al., 2013).
Pigmen berwarna dari tumbuhan memberikan isyarat visual yang membantu dalam
menarik polinator dan penyebar buah. Pigmen- pigmen yang penting misalnya karotenoid dan
flavonoid. Karotenoid bisa berupa senyawa terpenoid kuning, oranye, dan merah yang juga
berperan sebagai pigmen asesori dalam fotosintesis. Flavonoid juga termasuk substansi
berbagai warna. Antosianin merupakan kelompok flavonoid berwarna yang paling tersebar,
bertanggung jawab untuk sebagian besar warna merah, merah muda, ungu, dan biru pada
bunga dan buah. Dua kelompok lain flavonoid yang ditemukan pada bunga adalah flavon dan
flavonol. Flavonoid kelompok ini biasanya menyerap cahaya bergelombang lebih pendek
dibandingkan antosianin, sehingga tidak terlihat oleh mata manusia. Namun, serangga
misalnya lebah, yang dapat melihat lebih jauh ke spektrum kisaran ultraviolet dibandingkan
manusia, mampu merespon flavon dan flavonol sebagai isyarat atraktan visual. Flavonoid
berpigmen yang paling melimpah adalah antosianin, yang bertanggung jawab terhadap warna
merah, merah muda, ungu, dan biru pada bunga dan buah (Priska et al., 2018).

6. Persenyawaan yang Mengandung Nitrogen

Metabolit sekunder yang memiliki nitrogen sebagai bagian dari strukturnya,


jumlahnya sangat melimpah. Termasuk kategori ini adalah yang dikenal sebagai pertahanan
antiherbivor seperti alkaloid dan glikosida sianogenik. Hal yang sangat menarik adalah MS
bernitrogen disintesis dari asam-asam amino yang umum (Koche, 2014).

12 
 
Alkaloid merupakan famili besar, terdiri dari >15.000 MS yang mengandung
nitrogen. Persenyawaan ini ditemukan pada hampir 20% spesies tumbuhan berpembuluh.
Alkaloid paling dikenal karena efek farmakologisnya yang langsung terhadap vertebrata.
Alkaloid biasanya disintesis dari salah satu asam amino tertentu, yaitu lisin, tirosin, atau
triptofan. Meskipun demikian, tulang punggung karbon dari sejumlah alkaloid mengandung
komponen yang berasal dari jalur terpen. Sebagian besar alkaloid bersifat alkalin. Pada pH
7,2 seperti dalam sitosol atau pada pH 5-6 seperti dalam vakuola, atom nitrogen terprotonasi
sehingga alkaloid bermuatan positif dan larut air (Fett-neto, 2015).

Alkaloid dulu diduga limbah nitrogen, senyawa penyimpanan nitrogen, atau pengatur
tumbuh, namun masih sedikit bukti yang mendukung fungsi-fungsi tersebut. Sebagian besar
alkaloid sekarang dipercaya berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivor, khususnya
mamalia, karena toksisitasnya dan kemampuan pencegahan. Berbagai senyawa pelindung
bernitrogen selain alkaloid ditemukan pada tumbuhan, misalnya glikosida sianogenik dan
glukosinolat (Bribi, 2018). Hossain et al., (2015) menemukan ada 1102 μg steroidal
alkaloid/g kulit kentang kering dan 710,51 μg glikoalkaloid/g kulit kentang kering, serta
mengandung α-solanin, α-kakonin, solanidin, dan  demisidin. Glikosida sianogenik dan
glukosinolat tidak langsung meracuni, tetapi siap dipecah menghasilkan racun, beberapa
diantaranya mudah menguap, ketika tumbuhan digerus. Glikosida sianogenik melepaskan gas
hidrogen sianida beracun (HCN) sehingga menghindarkan tumbuhan dimakan oleh serangga
dan herbivor lainnya, misalnya siput dan keong. Namun, sejumlah herbivor telah beradaptasi
untuk makan tumbuhan sianogenik dan mentoleransi dosis tinggi HCN. Beberapa tipe
alkaloid yang berbeda, termasuk nikotin dan kerabatnya berasal dari ornitin, suatu
senyawa intermediet biosintesis arginin.

7. Pemanfaatan Metabolit Sekunder dalam Biomedis dan Bioteknologi

Metabolit sekunder telah berevolusi menjadi senyawa pertahanan hidup tumbuhan


dengan mengganggu target-target farmakologis, semakin berkembang karena manusia
tertarik melihat potensinya untuk kepentingan manusia melalui bioteknologi dan biomedis.
Bidang utamanya adalah phytomedicine, dan ribuan tumbuhan sudah dimanfaatkan di seluruh
dunia untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Selain itu potensinya semakin meluas
dengan dimanfaatkan sebagai antihama, pewarna, parfum, bahkan racun serangga.

Metabolit sekunder pada awalnya diproduksi secara konvensional dengan cara


mengekstraksi dan mengisolasi dari tumbuhan yang ada di alam. Semakin berkembangnya

13 
 
pengetahuan dan teknologi, produksi MS skala besar dipacu dengan berbagai strategi melalui
seleksi tumbuhan dengan sifat unggul, kultur sel dan organ, dan melalui rekayasa genetik .
Melalui strategi-strategi tersebut diharapkan MS dapat diproduksi dalam jumlah besar
namun tetap memiliki kualitas yang tinggi sehingga efektif dan efisien.

Gambar 2.6 Pemanfaatan metabolit sekunder (MS) dalam bioteknologi


(Wink, 2010)

8. Antioksidan dan Radikal Bebas


Antioksidan merupakan topik penting dalam bidang kesehatan. Antioksidan mampu
melindungi tubuh dengan cara meredam serangan radikal bebas yang bersifat toksik pada sel.
Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species, ROS), merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh reaksi oksidatif. Stres oksidatif di dalam tubuh merupakan
salah satu penyebab munculnya berbagai penyakit. Banyak faktor memicu tingginya reaksi
oksidatif dalam tubuh, antara lain kondisi lingkungan serta perubahan pola konsumsi
makanan. Polusi udara banyak terjadi di lingkungan sekitar, seperti ultraviolet, asap rokok,
asap kendaraan, asap pabrik dan lain-lain. Pola konsumsi makanan modern biasanya
memiliki kadar lemak, protein, gula dan garam yang tinggi tetapi rendah serat. Hal tersebut
mengakibatkan stres oksidasi, sehingga menimbulkan berbagai jenis penyakit degeneratif
seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, maupun kanker (Adwas et al., 2019).

14 
 
Reaksi oksidatif yang berlebihan akan memicu peningkatan kecepatan kerusakan sel
akibat induksi radikal bebas turunan oksigen (ROS). Kerusakan sel terjadi akibat tingginya
pembentukan ROS sehingga melebihi aktivitas antioksidan (scavenger/penangkap radikal
bebas). Secara fisiologis, tubuh manusia memiliki mekanisme pertahanan terhadap radikal
bebas, yaitu antioksidan intrasel seperti enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan
glutation peroksidase (GPX). Kerentaan suatu jaringan terhadap kerusakan oksidatif
tergantung pada mekanisme pertahanan oksidatifnya, terutama oleh antioksidan
endogen. Namun pada kondisi tubuh dengan reaksi oksidatif yang tinggi, diperlukan
antioksidan eksogen supaya sel tidak mengalami kerusakan (Sailaja Rao et al., 2011; Yadav
et al., 2016).
Kebutuhan antioksidan eksogen semakin meningkat seiring dengan tingginya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya hidup sehat. Secara alami, antioksidan bisa
didapatkan dari tanaman pangan dan non pangan. Pada tanaman tersebut terdapat senyawa
antioksidan yang efektif dan relatif aman seperti flavonoid, tanin, polifenol, alkaloid, vitamin
C, beta karoten, vitamin E, dll. Namun, pilihan dan ketersediaan antioksidan alami juga
masih terbatas. Sementara, antioksidan sintetik memiliki efek berbahaya jika dikonsumsi
manusia. Antioksidan sintetik Butyl Hydroxy Toluene (BHT) dan Tertier Butyl
Hydroquinone (TBHQ) dapat meningkatkan karsinogenesis pada manusia dan kerusakan hati
(Mean et al., 2017).
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang pada orbital terluarnya ada satu
atau lebih elektron tidak berpasangan. Radikal bebas terbentuk melalui dua cara, yaitu
endogen dan eksogen. Secara endogen, radikal bebas dihasilkan dari proses biokimia intrasel
dan ekstrasel dalam tubuh. Radikal bebas dari eksogen bisa berasal dari obat-obatan dan
polutan lingkungan seperti asap rokok, radiasi atau sinar ultra violet (Langseth, 2000).
Beberapa senyawa ROS ada yang bersifat radikal seperti radikal hidroksil (OH*), radikal
superoksida (O2*), radikal nitrik oksida (NO*) dan radikal lipid peroksil (LOO*). Sementara
ROS yang bersifat non radikal seperti hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2),
asam hipoklorat (HOCl), dan ozon (O3) (Rao et al., 2011). Bila radikal peroksi lipid tidak
direduksi oleh antioksidan, maka terjadi peroksidasi lipid. Radikal peroksi lipid akan
mengalami siklisisasi menjadi malondialdehida (MDA), sehingga MDA digunakan sebagai
biomarker biologis peroksidasi lipid untuk menilai stress oksidatif (Singh et al., 2017).
Radikal bebas bersifat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak berpasangan pada
molekul radikal bebas, secara cepat akan menarik elektron makromolekul yang berada di
sekitarnya. Makromolekul tersebut akan mengalami peroksidasi dan terdegradasi sehingga
15 
 
menyebabkan kerusakan organel ataupun sel. Namun, kerusakan sel tersebut hanya akan
terjadi jika jumlah dan aktivitas antioksidan dalam tubuh tidak mampu menetralkan radikal
bebas (Francisqueti et al., 2017).
Antioksidan adalah pertahanan untuk menetralisir radikal bebas. Ketidakseimbangan
akan terjadi jika pembentukan radikal bebas melebihi sistem pertahanan, sehingga radikal
bebas tidak mampu didetoksifikasi. Terjadinya perubahan keseimbangan karena berlebihnya
ROS atau berkurangnya antioksidan yang berfungsi menetralisir ROS, merupakan status
positif stres oksidatif. Kondisi tubuh yang berhubungan dengan stres oksidatif adalah
penyakit kronis, penuaan, terekspos toksin infeksi, inflamasi, infertilitas, serta penyakit
degeneratif (Agarwal et al., 2003; Beattie et al., 2013; Mashinchi et al., 2018).
Antioksidan diperlukan untuk meredam efek radikal bebas. Hasil penelitian Susanti &
Yuniastuti (2012) menunjukkan bahwa efek antioksidan ekstrak tannin seledri mampu
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL tikus hiperkolesterolemia. Efek antioksidan
kecambah kacang hijau juga mampu menurunkan kadar MDA plasma dan jaringan hati tikus
yang diberi pakan lemak tinggi (Farmawati & Lestari, 2016). Efek antioksidan likopen pada
ekstrak tomat mampu menurunkan kadar MDA dan glutation peroksidase tikus
hiperkolesterolemia (Iswari & Susanti, 2016).
9. Sembung (Blumea balsamifera)
Sembung (Blumea balsamifera) adalah tumbuhan yang selalu hijau dan berbunga di
sepanjang tahun. Polinasi biasanya dilakukan oleh serangga. Sembung memiliki
kecenderungan tumbuh liar di pinggir jalan dan tanah lapang, di tanah yang penuh dengan
rumput atau semak belukar, di tepi sungai, hutan sekunder, dataran rendah dan wilayah
pegunungan hingga ketinggian 2200 - 3500 m dpl. Umumnya sembung sering tumbuh di
daerah yang lembab walaupun diantara batu-batu, namun ditemukan juga di daerah yang
bermusim kering ringan sampai berat. Sembung toleran terhadap kebakaran dan mudah
berkecambah kembali dari dalam tanah sehingga sering ditemukan di padang rumput sesudah
terbakar atau bekas kebun (Rahardjo, 2016).
Sembung (Blumea balsamifera) berasal dari Asia tropis, dari India hingga Indo-
China, China selatan, Taiwan hingga wilayah Malaysia, Indonesia dan Filipina. Di Indonesia
sembung ditemukan di seluruh kepulauan. Klasifikasi tanaman Sembung menurut BPOM-RI
(2008) dalam Rahardjo (2016) seperti di bawah ini.
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Embryophyta
Division : Spermatophyta
16 
 
Subdivision : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Order : Asterales
Family : Astereceae (Compositae)
Genus : Blumea
Species : Blumea balsamifera (L.) DC.

Gambar 2.7 Daun dan bunga sembung (Blumea balsamifera)


Blumea balsamifera atau sembung telah digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk
mengatasi influenza, rematik, nyeri haid, haid tidak teratur, demam, asma, batuk, bronkhitis,
perut kembung, diare, perut mulas, sariawan, dan diabetes (Rahardjo, 2016). Sembung berasa
pahit, hangat dan baunya seperti rempah.
10. Antioksidan Sembung
Metabolit yang terkandung di dalam daun sembung secara umum berupa minyak
atsiri dengan komponen borneol, kamfora, floroasetofenon dimetil eter, seskuiterpenlakton,
diterpen, triterpen, sterol, paraffin, saponin, golongan fenolik turunan asam sinamat. Peneliti
lain menemukan seskuiterpen dalam bentuk ester, flavonoid, icthyo-thereol acetate,
cryptomerediol, lutein dan betakaroten. Selain itu ditemukan blumeatin (5,3’,5’-trihydroxy-
7methoxy-dihydro-flavone), suatu golongan flavonoid yang berefek sebagai hepatoprotektor
(Nessa, 2004; Pang et al., 2014). Telah dilaporkan bahwa kandungan total flavonoid ekstrak
daun sembung sangat tinggi yaitu 208,6 mg/g (Pang et al., 2014).
Flavonoid erat kaitannya dengan antioksidan karena memiliki kemampuan untuk
memecah radikal bebas. Flavonoid mempunyai aktivitas 20% lebih besar dari vitamin E dan
50 % lebih besar dari vitamin C sebagai antioksidan. Mekanisme pencegahan radikal bebas
oleh flavonoid dapat dibagi menjadi tiga yaitu: memperlambat pembentukan Reactive
Oxygen Species (ROS), memecah ROS dan meregulasi/proteksi dengan antioksidan (Rana
and Gulliya, 2019). Gugus hidroksi yang terdapat pada cincin B dianggap mempunyai peran
penting dalam pemecahan ROS. Gugus hidroksil diyakini yang paling berperan dalam proses

17 
 
pemecahan radikal bebas karena dapat melakukan proses donor hidrogen yang akan
menstabilkan radikal bebas (Rupesh et al., 2014; Panche, Diwan and Chandra, 2016).
Kapasitas flavonoid sebagai antioksidan secara in vitro telah dibuktikan dengan banyak studi
penunjang bertahun-tahun ke belakang dan dianggap potensial untuk dilakukan
pengembangan pada industri obat maupun makanan (Rupesh et al., 2014).
11. Beberapa Penelitian Terkait Aktifitas Antioksidan Sembung
Daun sembung telah lama dipercaya dapat mengobati penyakit panas dalam, diare,
memperlancar peredaran darah (vasodilatasi), menurunkan kadar gula dan lemak dalam
darah. Lebih dari seratus senyawa volatil maupun non volatil yang meliputi monoterpen,
sesquiterpen, diterpen, flavonoid, asam organik, ester, alkohol, dihydroflavone, dan sterol
telah dilaporkan terdapat dalam ekstrak daun sembung (Pang et al., 2014). Senyawa volatil
didominasi oleh L-borneol sedangkan non-volatil sebagian besar adalah flavonoid.
Kandungan senyawa golongan flavonoid pada daun sembung dapat bersifat sebagai
antioksidan sehingga membantu regenerasi sel yang rusak akibat serangan radikal bebas.
Sebagai antioksidan, senyawa flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun sembung dilaporkan
bekerja di membran sel dengan menangkap radikal bebas asam lemak tidak jenuh (peroxyl
polyunsaturated fatty acid) atan PUFA-OO. pada membran phospholipid sel dan
mengubahnya menjadi hydroperoxy polyunsaturated fatty acid (PUFA-OOH) yang tidak lagi
bersifat radikal bebas, sehingga oksidasi lipid membran sel menurun. Cincin B pada senyawa
flavonoid memiliki gugus hidroksi yang mampu mendonorkan hidrogen sehingga
menstabilkan radikal bebas (Panche, Diwan and Chandra, 2016). Senyawa flavonoid juga
bersifat sebagai antihiperkolesterolimia dengan mereduksi LDL didalam tubuh dan
menaikkan densitas reseptor LDL di hati serta mengikat apolipoprotein B (Radhika, Smila
and Muthezhilan, 2011). Menurut (Casaschi et al., 2004) flavonoid dapat menurunkan kadar
kolesterol dari dalam darah dengan menghambat kerja enzim HMG Co-A reduktase sehingga
menghambat produksi mevalonat. Mekanisme flavonoid tersebut mirip dengan mekanisme
obat antihiperlipidemia golongan statin atau golongan inhibitor HMG Co-A reduktase. Obat-
obatan tersebut menurunkan kadar LDL dengan cara meningkatkan penghilangan prekursor
LDL yaitu VLDL dan LDL, serta menurunkan produksi VLDL di hati. Karena VLDL
remnant dan IDL kaya akan apoE, meningkatnya jumlah reseptor LDL yang mengenali
apoB-100 dan ApoE akan meningkatkan bersihan prekursor LDL ini. Penurunan produksi
VLDL di hati dikarenakan berkurangnya sintesis kolesterol, komponen yang diperlukan
untuk VLDL (Stancu and Sima, 2001). Sedangkan aktivitas antihiperlipidemia flavonoid
yaitu sebagai ligan bagi PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor) dan menurunkan
18 
 
ekspresi sterol regulatory element-binding protein 1c (SREBP-1c) pada hati sehingga
menurunkan sintesis trigliserida, pembentukan asam lemak bebas secara de novo dan
aktivitas acetyl-CoA carboxylase (ACC) di hepatosit (Mahmoud, 2015)
Hasil penelitian pada golongan flavonoid, telah ditemukan bahwa dihydroflavone
dapat bermanfaat terhadap pengobatan penyakit kanker (Durendić-Brenesel et al., 2013).
Imunitas juga dapat ditingkatkan oleh beberapa senyawa yang berefek antioksidan seperti
senyawa fenolik atau polifenol (Durgo et al., 2007; Mierziak, Kostyn and Kulma, 2014).
Flavonoid mempunyai mempunyai kapasistas 20% lebih besar dari vitamin E dan 50 % lebih
besar dari vitamin C sebagai antioksidan (Tapas, Sakarkar and Kakde, 2008). Senyawa
flavonoid memiliki afinitas yang baik terhadap enzim-enzim 3βhydroxysteroid
dehydrogenase (HSD), 17β-HSD dan aromatase sehingga sangat potensial sebagai modulator
steroidogenesis (Panche et al., 2016). Efektifitas ekstrak daun sembung pada fungsi
reproduksi tikus wistar jantan yang diberi perlakuan pakan tinggi lemak diperoleh hasil
meningkatnya diameter tubulus seminiferous, sel-sel spermatogonium A, spermatosit pakiten,
dan spermatid 16 secara signifikan setelah pemberian ekstrak etanol daun sembung dengan
dosis 4 mg/ml selama 50 hari (Widhiantara et al., 2018).

Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulkan dari kajian di atas adalah metabolit sekunder yang
fungsi utamanya sebagai senyawa pertahanan pada tumbuhan merupakan sumber antioksidan
alami yang mampu menangkal ataupun menghambat kerja radikal bebas dalam tubuh. Daun
sembung (Blumea balsamifera) merupakan tumbuhan yang kaya akan antioksidan flavonoid
dan telah banyak dimanfaatkan masyarakat dan atau diteliti sebagai antibakteri, antiinflamasi,
antihiperkolesterolimia ataupun antiheperlipidemia. Potensi ekstrak daun sembung sebagai
sediaan untuk fungsi reproduksi pria perlu dikaji lebih lanjut khususnya terhadap fungsi
spermatogenesis serta sekresi hormon testosteron.

19 
 
DAFTAR PUSTAKA

Adwas, A. A. et al. (2019) ‘Oxidative stress and antioxidant mechanisms in human body’,
(February). doi: 10.15406/jabb.2019.06.00173.
Agarwal, A., Saleh, R. A. and Bedaiwy, M. A. (2003) ‘Role of reactive oxygen species in the
pathophysiology of human reproduction’, Fertility and Sterility, 79(4), pp. 829–843.
doi: 10.1016/S0015-0282(02)04948-8.
Anggraito, Y. U. et al. (2018) Metabolit Sekunder Dari Tanaman : Aplikasi dan Produksi.
Available at: http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/mipa/article/view/1132/1569.
Beattie, M. C. et al. (2013) ‘Aging and Luteinizing Hormone Effects on Reactive Oxygen
Species Production and DNA Damage in Rat Leydig Cells1’, Biology of
Reproduction, 88(4). doi: 10.1095/biolreprod.112.107052.
Borah, J. C. (2015) ‘Shikimic acid: A highly prospective molecule in pharmaceutical
industry’, Current Science, 109(9), pp. 1672–1679. doi: 10.18520/v109/i9/1672-1679.
Bribi, N. (2018) ‘Pharmacological activity of Alkaloids : A Review Pharmacological activity
of Alkaloids : A Review’, (April). doi: 10.63019/ajb.v1i2.467.
Casaschi, A. et al. (2004) ‘The Chalcone Xanthohumol Inhibits Triglyceride and
Apolipoprotein B Secretion in HepG2 Cells’, The Journal of Nutrition, 134(6), pp.
1340–1346. doi: 10.1093/jn/134.6.1340.
Cheynier, V. et al. (2013) ‘Plant phenolics : Recent advances on their biosynthesis , genetics ,
and ecophysiology Plant Physiology and Biochemistry Plant phenolics : Recent
advances on their biosynthesis , genetics , and ecophysiology’, Plant Physiology et
Biochemistry. Elsevier Masson SAS, (May). doi: 10.1016/j.plaphy.2013.05.009.
Durendić-Brenesel, M. et al. (2013) ‘Hypolipidemic and antioxidant effects of buckwheat
leaf and flower mixture in hyperlipidemic rats’, Bosnian Journal of Basic Medical
Sciences, pp. 100–108. doi: 10.17305/bjbms.2013.2389.

Durgo, K. et al. (2007) ‘Effect of flavonoids on glutathione level, lipid peroxidation and
cytochrome P450 CYP1A1 expression in human laryngeal carcinoma cell lines’,
Food Technology and Biotechnology, 45(1), pp. 69–79.
Farmawati, A. and Lestari, L. A. (2016) ‘terhadap kadar malondealdehid ( MDA ) plasma
dan jaringan hati tikus Sprague Dawley yang diberi pakan lemak tinggi’, 13(2), pp.
82–89.
Fett-neto, A. G. (2015) ‘Plant Alkaloids : Main Features , Toxicity , and Mechanisms of
20 
 
Action Plant Alkaloids : Main Features , Toxicity , and Mechanisms of Action’,
(January). doi: 10.1007/978-94-007-6728-7.
Francisqueti, F. V. et al. (2017) ‘The role of oxidative stress on the pathophysiology of
metabolic syndrome’, Revista da Associacao Medica Brasileira, 63(1), pp. 85–91.
doi: 10.1590/1806-9282.63.01.85.
Hossain, M. B. et al. (2015) ‘Recovery of Steroidal Alkaloids from Potato Peels Using
Pressurized Liquid Extraction’, pp. 8560–8573. doi: 10.3390/molecules20058560.
Iswari, R. S. and Susanti, R. (2016) ‘Pengaruh Pemberian Ekstrak Tomat terhadap Kadar
Malondialdehyde ( MDA ) dan Glutathion Peroksidase ( GPx ) Plasma Darah Tikus
Hiperkolesterolemik’, pp. 349–353.
John, I. (2000) ‘Wink M. 1999. Biochemistry of plant secondary metabolism. Annual plant
reviews, Volume 2. 374pp. Sheffield: Sheffield Academic Press Ltd. £85 (hardback)
and Functions of plant secondary metabolites and their exploitation in biotechnology.
Annual plant rev’, Annals of Botany, 86(1), pp. 208–209. doi:
10.1006/anbo.2000.1196.
Koche, D. (2014) ‘Role of Secondary Metabolites in Plants ’ Defense Mechanism’, Hislop
College Publication Cell, 1(August), pp. 1–16.
Lin, D. et al. (no date) ‘An Overview of Plant Phenolic Compounds and Their Importance in
Human Nutrition and Management of Type 2 Diabetes’, (Figure 2). doi:
10.3390/molecules21101374.
Mahmoud, A. M. (2015) ‘Flavonoids as Ligands for Peroxisome Proliferator-Activated
Receptor γ’, International Journal of Food and Nutritional Science, 2(4), pp. 1–6.
doi: 10.15436/2377-0619.15.e003.
Mashinchi, S., Hojjati-Zidasht, Z. and Yousefzadeh-Chabok, S. (2018) ‘Lipid Profile and
Risk Factors of Cardiovascular Diseases in Adult Candidates for Lumbar Disc
Degenerative Disease Surgery’, Iranian Journal of Neurosurgery, 4(3), pp. 157–166.
doi: 10.32598/irjns.4.3.157.
Mastuti, R. (2016) ‘Modul Metabolit Sekunder dan Pertahanan Tanaman’, pp. 1–18.
Mean, S., Değer, Y. and Yildirim, S. (2017) ‘EFFECTS OF BUTYLATED
HYDROXYTOLUENE ON BLOOD LIVER ENZYMES AND LIVER
GLUTATHIONE AND GLUTATHIONE-DEPENDENT ENZYMES IN RATS’. doi:
10.15547/bjvm.2010.
Mérillon, J. M. and Ramawat, K. G. (2012) Plant defence: Biological control, Plant Defence:
Biological Control. doi: 10.1007/978-94-007-1933-0.
21 
 
Mierziak, J., Kostyn, K. and Kulma, A. (2014) ‘Flavonoids as important molecules of plant
interactions with the environment’, Molecules, 19(10), pp. 16240–16265. doi:
10.3390/molecules191016240.
Nessa, F. A. (2004) ‘Phytochemical Investigation On The Leaves Of Blumea Balsamifera Dc
And Corn Silk Of Zea Mays Land In Vitro Evaluation Of Their Use In Urolithiasis
By F Azilatun Nessa February 2004 Thesis submitted in fulfillment of the
requirements for the degree of Doct’, (February).
Panche, A. N., Diwan, A. D. and Chandra, S. R. (2016) ‘Flavonoids: An overview’, Journal
of Nutritional Science, 5. doi: 10.1017/jns.2016.41.
Pang, Y. et al. (2014) ‘Blumea balsamifera- A phytochemical and pharmacological review’,
Molecules, 19(7), pp. 9453–9477. doi: 10.3390/molecules19079453.
Pereira, D. M. et al. (2009) ‘Phenolics: From chemistry to biology’, Molecules, 14(6), pp.
2202–2211. doi: 10.3390/molecules14062202.
Priska, M. et al. (2018) ‘Review : Antosianin Dan Pemanfaatannya’, 6, pp. 79–97.
Radhika, S., Smila, K. H. and Muthezhilan, R. (2011) ‘Antidiabetic and hypolipidemic
activity of Punica granatum linn on alloxan induced rats’, World Journal of Medical
Sciences, 6(4), pp. 178–182.
Rahardjo, S. S. (2016) ‘Review Tanaman Sembung [Blumea balsamifera (L.)]’, Proceeding
of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 3(April), pp. 18–28. doi:
10.25026/MPC.V3I2.84.
Rana, A. C. and Gulliya, B. (2019) ‘Chemistry and pharmacology of flavonoids-a review’,
Indian Journal of Pharmaceutical Education and Research, 53(1), pp. 8–20. doi:
10.5530/ijper.53.1.3.
Rupesh, M. et al. (2014) ‘Role of Flavonoids in Human Nutrition As Health Promoting
Natural Chemicals - a Review’, Journal of Applied Pharmacy, 6(2), pp. 228–234.
S. Agostini-Costa, T. da et al. (2012) ‘Secondary Metabolites’, Chromatography and Its
Applications, (March). doi: 10.5772/35705.
Sailaja Rao, P. et al. (2011) ‘Free Radicals and Tissue Damage: Role of Antioxidants’, Free
Radicals and Antioxidants, 1(4), pp. 2–7. doi: 10.5530/ax.2011.4.2.
Sanchez, S. and Demain, A. L. (2019) ‘Secondary metabolites’, Comprehensive
Biotechnology, pp. 131–143. doi: 10.1016/B978-0-444-64046-8.00012-4.
Singh, U. N., Kumar, S. and Dhakal, S. (2017) ‘Study of Oxidative Stress in
Hypercholesterolemia’, International Journal of Contemporary Medical Research,
4(5), pp. 2454–7379. Available at: www.ijcmr.com.
22 
 
Soderlund, D. M. et al. (2002) ‘Mechanisms of pyrethroid neurotoxicity: Implications for
cumulative risk assessment’, Toxicology, 171(1), pp. 3–59. doi: 10.1016/S0300-
483X(01)00569-8.
Stancu, C. and Sima, A. (2001) ‘Statins: Mechanism of action and effects’, Journal of
Cellular and Molecular Medicine, 5(4), pp. 378–387. doi: 10.1111/j.1582-
4934.2001.tb00172.x.
Susanti, R. and Yuniastuti, A. (2012) ‘Unnes Journal of Life Science Efektivitas Ekstrak
Tanin Seledri Terhadap Profil Lipid Tikus Putih Hiperkolesterolemi Abstrak Abstra
ct’, 1(2).
Tapas, A., Sakarkar, D. and Kakde, R. (2008) ‘Flavonoids as Nutraceuticals: A Review’,
Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 7(3), pp. 1089–1099. doi:
10.4314/tjpr.v7i3.14693.
Thawkar, B. S. et al. (2016) ‘Phytochemical and pharmacological review of Mentha
arvensis’, International Journal of Green Pharmacy, 10(2), pp. 71–76.
Velikova, V., Tsonev, T. and Dagnon, S. (2007) ‘Stress-Protective Role Of Secondary
Metabolites : Diversity Of Functions And Mechanisms’, (March 2014).
Wibaldus, Jayuska, A. and Ardiningsih, P. (2016) ‘Biokativitas Minyak Atsiri Kulit Buah
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes sp.)’, Jurnal
Kimia Khatulistiwa, 5(1), pp. 44–51.
Widhiantara, I. G. et al. (2018) ‘Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Memperbaiki
Histologi Testis Tikus Wistar Yang Diinduksi Pakan Tinggi Lemak’, Jurnal
Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 5(2), p. 111. doi: 10.29122/jbbi.v5i2.2868.
Wink, M. (2010) ‘Introduction: Biochemistry, Physiology and Ecological Functions of
Secondary Metabolites’, Biochemistry of Plant Secondary Metabolism: Second
Edition, 40(May 2014), pp. 1–19. doi: 10.1002/9781444320503.ch1.
Yadav, Anuj et al. (2016) ‘Antioxidants and its functions in human body - A Review
Antioxidants and its functions in human body - A Review’, (November).
Yadav, N., Yadav, R. and Goyal, A. (2014) ‘Chemistry of terpenoids’, International Journal
of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 27(2), pp. 272–278.

23 
 
Lampiran

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI DOKTOR
ILMU KEDOKTERAN
Alamat : Jl. PB Sudirman Denpasar Bali 80223
Telepon : (0361) 222510 Fax. (0361) 246656
Laman : https://www.unud.ac.id/

SILABUS
MATA KULIAH PENUNJANG DISERTASI

A. IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : Metabolit Sekunder dan Antioksidan Sembung


(Blumea balsamifera)
sks :2
Semester : II
Dosen : Prof. Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes.

B. DESKRIPSI MATA KULIAH:

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang konsep metabolit
sekunder, senyawa metabolit sekunder, jenis dan struktur metabolit sekunder yang meliputi
senyawa terpen atau terpenoid, senyawa fenolik, persenyawaan yang mengandung nitrogen
biosintesis metabolit sekunder, permanfataan metabolit sekunder dalam biomedis dan
bioteknologi, antioksidan dan radikal bebas, tinjauan tanaman sembung (Blumea
balsamifera), antioksidan sembung serta beberapa penelitian tentang antioksidan pada
sembung.
C. STRATEGI PERKULIAHAN

Perkuliahan ini diberikan dengan tatap muka, ceramah, mengkaji artikel-artikel


penelitian terakhir, mempelajari peta konsep materi dan penugasan terstruktur.

D. MATERI PERKULIAHAN

Waktu
Pertemua Alat
Materi Metode Belajar Tatap Dosen
n Pembelajaran
Muka

24 
 
Minggu Senyawa Ceramah, diskusi, 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
ke-1, Metabolit tugas terstruktur handout, artikel Made Jawi,
Sekunder M.Kes.

Minggu Jenis dan Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
Ke-2 Struktur penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
Metabolit terstruktur M.Kes.
Sekunder

Minggu Biosintesis Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


Ke-3 Metabolit penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
Sekunder terstruktur M.Kes.

Minggu Terpen atau Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
Ke-4 Terpenoid penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
terstruktur M.Kes.

Senyawa Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


Minggu Fenolik penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
ke-5 terstruktur M.Kes.

Minggu Persenyawaan Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


Ke-6 yang penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
mengandung terstruktur M.Kes.
Nitrogen

Minggu Kajian 1-6 Evaluasi tengah 100’ Prof. Dr. dr. I


ke-7 semester Made Jawi,
M.Kes.

Minggu Permanfataan Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


ke-8 Metabolit penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
Sekunder terstruktur M.Kes.
dalam
Biomedis dan
Bioteknologi
Minggu Antioksidan Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
ke-9 dan Radikal penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
Bebas terstruktur M.Kes.

Minggu Sembung Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


ke-10 (Blumea penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
balsamifera) terstruktur M.Kes.

Minggu Antioksidan Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I


ke-11 sembung penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
terstruktur M.Kes.

25 
 
Minggu Beberapa Mengkaji artikel 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
ke-12 Penelitian penelitian, tugas handout, artikel Made Jawi,
tentang terstruktur M.Kes.
Antioksidan
pada Sembung
Minggu Kajian 8-12 Evaluasi Akhir 100’ Laptop, Prof. Dr. dr. I
ke-13 Semester handout, artikel Made Jawi,
M.Kes.

E. REFERENSI PERKULIAHAN

1. Bribi, N. (2018) ‘Pharmacological activity of Alkaloids : A Review Pharmacological


activity of Alkaloids : A Review’, (April). doi: 10.63019/ajb.v1i2.467.
2. Casaschi, A. et al. (2004) ‘The Chalcone Xanthohumol Inhibits Triglyceride and
Apolipoprotein B Secretion in HepG2 Cells’, The Journal of Nutrition, 134(6), pp.
1340–1346. doi: 10.1093/jn/134.6.1340.
3. Cheynier, V. et al. (2013) ‘Plant phenolics : Recent advances on their biosynthesis ,
genetics , and ecophysiology Plant Physiology and Biochemistry Plant phenolics :
Recent advances on their biosynthesis , genetics , and ecophysiology’, Plant
Physiology et Biochemistry. Elsevier Masson SAS,
4. Mahmoud, A. M. (2015) ‘Flavonoids as Ligands for Peroxisome Proliferator-
Activated Receptor γ’, International Journal of Food and Nutritional Science, 2(4),
pp. 1–6. doi: 10.15436/2377-0619.15.e003.
5. Mashinchi, S., Hojjati-Zidasht, Z. and Yousefzadeh-Chabok, S. (2018) ‘Lipid Profile
and Risk Factors of Cardiovascular Diseases in Adult Candidates for Lumbar Disc
Degenerative Disease Surgery’, Iranian Journal of Neurosurgery, 4(3), pp. 157–166.
doi: 10.32598/irjns.4.3.157.
6. Mastuti, R. (2016) ‘Modul Metabolit Sekunder dan Pertahanan Tanaman’, pp. 1–18.

26 
 

Anda mungkin juga menyukai