Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jepang (bahasa Jepang) : Nippon/Nihon, nama resmi


(Nipponkoku/Nihonkoku) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur.
Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur laut Jepang,dan
bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea dan Rusia. Jepang merupakan
negara yang dijuluki Negara Matahari Terbit dan Negeri Sakura. Dikatakan
demikian karena di Jepang mayoritas penduduknya beragama Shinto yang
menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari Terbit. Sedangkan
julukan Negeri Sakura karena banyaknya bunga sakura yang tumbuh di Jepang.

Kebudayaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi


kehidupan bermasyarakat.Kebudayaan suatu negara dipengaruhi oleh karakteristik
geografis negara tersebut serta mempunyai pengaruh timbal-balik dengan
karakteristik rakyatnya.
Pengertian kebudayaan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
kebudayaan dalam arti luas dan kebudayaan dalam arti sempit (Ienaga Saburo
dalam Situmorang, 2006:2-3). Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara
hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata) dan tidak bersifat alamiah.
Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah keseluruhan hal yang terdiri dari
tradisi, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni.Oleh karena itu, Ienaga
mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat
konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya.Sedangkan
kebudayaan dalam arti sempit adalah budaya yang berisikan sesuatu yang bersifat
semiotik.
Konsep kebudayaan menurut Koentjaraningrat dalam Takari, dkk (2008:5)
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan
belajar. Sebuah budaya berkaitan erat dengan masyarakat karena budaya itu
sendiri lahir dari masyarakat.Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
buddayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Dengan demikian,kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan akal. Oleh karena itu, budaya selalu dibedakan dengan
kebudayaan.Budaya merupakan sesuatu yang semiotik, tidak terlihat dan bersifat
abstrak.Sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang konkret.
Maka dari itu, dapat kita lihat bahwa contoh budaya Jepang adalah budaya
balas budi (giri), budaya senioritas (nenkoujoretsu), budaya malu, budaya antri
dan sebagainya.Sedangkan contoh kebudayaan Jepang adalah chanoyu, ikebana,
origami, dan sebagainya (Situmorang, 2006:2).
Menurut Linthon Budaya adalah : Keseluruhan dari pengetahuan, sikap
dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu. Orang jepang mampu melestarikan
kebudayaannya sendiri dan Jepang merupakan negara yang terkenal dengan
berbagai budayanya termasuk budaya gaya hidup sederhana atau yang lebih
dikenal dengan istilah minimalism.
Gaya Hidup sedang hangat menjadi pembicaraan dan menjadi trend baru
bahkan menjadi kebutuhan yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari.
Banyaknya penyakit yang muncul akibat kurangnya kontrol dan pengetahuan
mengenai kesehatan dan kebugaran tubuh menyebabkan munculnya kesadaran
diri untuk merubah pola hidup menjadi lebih baik, salah satunya adalah dengan
menjaga pola makan dan olahraga yang rutin. Pemerintah juga melalui dinas
kesehatan sedang giatnya melakukan sosialisasi tentang hidup sehat yang di
dukungoleh keterlibatan media dalam menyampaikannya, oleh karena itu
masyarakat sekarang telah menyadari betapa pentingnya untuk berolahraga dan
menjalankan pola hidupsehat.Sumarwan yang dikutip oleh Ida Ayu
mengemukakan bahwa pengertian
Gaya Hidup merupakan suatu cara yang dapat menggambarkan perilaku
seseorang, yaitu bagaimana hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan

waktu yang dimilikinya.


Menurut Adler sebagaimana yang dijelaskan oleh Misbahun Nadzir bahwa
gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai
tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana
dia berada. Gaya hidup sudah terbentuk pada usia 4-5 tahun, gaya hidup itu tidak
hanya ditentukan oleh kemampuan instrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif,
tetapi dibentuk oleh anak melalui pengamatan dan intepretasinya terhadap
keduanya.Sedangkan menurut Plummer dalam buku yang dikarang oleh Sutisna
bahwa gaya hidup adalah cara hidup individu yang diidentifikasikan oleh
bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka
anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan.
Lebih lanjut dalam buku yang ditulis oleh David Chaney bahwasanya “gaya hidup
merupakan pola-pola 13tindakan yang membedakan antara satu orang dengan
orang lain”.Sementara dalam buku Susanto yang berjudul Potret-potret gaya hidup
metropolis beliau mengatakan: “Gaya hidup adalah suatu perpaduan antara
kebudayaan ekspresi diri dan harapan terhadap seseorang dalam bertindak yang
berdasarkan pada normanorma yang berlaku”. Gaya hidup menurut Engel,
Blackwell dan Miniard dalam Jurnal Sari Listyorini, didefinisikan sebagai pola
dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya. Gaya hidup adalah
konsep yang lebih baru dan lebih mudah terukur dibandingkan dengan
kepribadian. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya
hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, bagaimana dia hidup,
menggunakan uangnya dan memamfaatkan waktunya dalam kehidupan sehari-
hari, yang sudah terbentuksejak usia 4-5 tahun. Gaya hidup membedakan antara
satu orang dengan orang.
“Minimalism is a lifestyle that, according to its followers and some
researchers, is characterized by an anti-consumerist approach combined with the
demand for seeking meaning in life by means other than consumerism-oriented
attitudes. Its main principle – “less is more” – is explained as “owning less” in
order to achieve more in non-material aspects of life. Such a view of minimalism
provides comprehensive instruments for carrying out life changes according to a
specific pattern”( MINIMALISM – A NEW MODE OF CONSUMPTION,
Renata Dopierała)

“Minimalisme adalah gaya hidup yang, menurut pengikutnya dan beberapa


peneliti, dicirikan oleh pendekatan anti-konsumerisme yang dikombinasikan
dengan tuntutan untuk mencari makna dalam hidup dengan cara selain sikap
berorientasi konsumerisme. Prinsip utamanya – “lebih sedikit adalah lebih” –
dijelaskan sebagai “memiliki lebih sedikit” untuk mencapai lebih banyak dalam
aspek kehidupan non-materi. Pandangan minimalis seperti itu memberikan
instrumen yang komprehensif untuk melakukan perubahan hidup menurut pola
tertentu” ”( MINIMALISM – A NEW MODE OF CONSUMPTION, Renata
Dopierała)
Prinsip yang dijunjung tinggi masyarakat Jepang adalah less is more. Bagi
mereka, pola hidup sederhana justru lebih bisa mendatangkan ketenteraman. Gaya
hidup anti-konsumerisme ini sendiri terinspirasi oleh filosofi zen, yakni pesan-
pesan Buddha yang mengajarkan pentingnya simplicity (kesederhanaan) demi
hidup yang lebih bahagia. Less is more, filosofi yang berasal dari ajaran Buddhism
Zen ini, sedang menjadi tren. Bagaimana tidak, filosofi yang mencontohkan seni
hidup minimalis atau sederhana ini mengajari banyak hal baik, seperti yang
tertuang dalam buku Goodbye, Things - Hidup Minimalis ala Orang Jepang,
karya Fumio Sasaki. Lewat buku yang menginspirasi ini, sang penulis, Fumio
Sasaki, berbagi pengalaman hidup minimalisnya. Di buku tersebut ia
menampilkan foto huniannya lengkap dengan tips cara mengurangi barang yang
ada, mulai dari foto kamar tidurnya, meja kerja, lemari, sampai kamar mandi.
Atas dasar hal itu penulis tertarik untuk membahas budaya malu di jepang
dengan
skripsi yang berjudul “ ANALISIS BUDAYA HIDUP SEDERHANA PADA
BUKU GOODBYE, THINGS - HIDUP MINIMALIS ALA ORANG JEPANG,

KARYA FUMIO SASAKI”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, penulis


merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Representatif Budaya Minima yang ditunjukan pada buku
goodbye, things - hidup minimalis ala orang jepang, karya fumio sasaki ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong orang Jepang untuk menerapkan
gaya hidup minimalism pada buku Goodbye, Things Hidup Minimalis ala
Orang Jepang ?
3. Bagaimana pengaruh gaya hidup minimalism pada kehidupan orang
Jepang ?
C. Tujuan & Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya hidup minimalism
pada kehidupan orang Jepang.
b. Untuk mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi setelah
memutuskan untuk bergaya hidup minimalis di Jepang.
2. Manfaat Penelitian
a. Penulis sendiri dapat menambah wawasan tentang budaya
minimalism dan perkembangannya di Jepang.
b. Dapat menambah pengetahuan tentang budaya hidup minimalis
dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
D. Objek Penelitian dan Sumber Data

Agar pembahasan masalah tidak meluas maka objek pembahasan penulis


batasi hanya mengenai analaisis mengenai budaya minimalisme pada buku
Goodbye Things karya Fumio Sasaki. Penelitian ini mengarah pada budaya
minimalis pada orang Jepang yang ditulis oleh Fumio Sasaki pada bukunya.
Data penelitian ini mengandung unsur-unsur minimalisme pada buku karya
Goodbye Things oleh Fumio Sasaki.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menhindari kesalahan


pemahaman
dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul
skripsi “Analisis Budaya Hidup Sederhana Pada Buku Goodbye, Things -
Hidup Minimalis Ala Orang Jepang, Karya Fumio Sasaki” maka definisi
operasional yang perlu dijelaskan, yaitu :
1. Gaya Hidup

Gaya hidup mempunyai banyak artian dan diartikan sesuai dengan bidang
ilmu pengetahuan masing-masing tokoh yang mengemukakannya. Menurut
seorang ahli psikologi Alfred Adler (1929), gaya hidup adalah Sekumpulan
perilaku yang mempunyai arti bagi individu maupun orang lain pada suatu
saat di suatu tempat, termasuk didalam hubungan sosial, konsumsi barang,
entertainment dan berbusana. Perilaku-perilaku yang nampak di dalam gaya
hidup merupakan campuran dari kebiasaan, cara-cara yang disepakati bersama
dalam melakukan sesuatu, dan perilaku yang berencana.
2. Minimalis

Sasaki berpendapat pengertian gaya hidup minimalis erat kaitannya


dengan ‘membuang benda-benda’ yang tidak penting dan hanya menyisakan
yang benar-benar penting. Dengan kata lain hidup minimalis, menurut Sasaki,
adalah melatih diri untuk membuang segala sesuatu yang tidak penting. Jadi
bagi Sasaki, hidup minimalis bukan lah tindakan yang dilakukan dengan
tujuan mengubah sifat personal.“Sederhananya, saya mempelajari teknik dan
mengembangkan kebiasaan membuang [segala sesuatu] yang berlebihan,”
F. Sistematika Penulisan

Penulisani ini terdiri dari lima bab yang masing-masing memiliki kaitan
antara satu dengan lainnya. Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan/Fokus Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, dan Sistematika Penulisan yang
menjadi dasar penulisan dalam penelitian.Selanjutnya. Bab II berisi Landasan
Teoretis mengenai gaya hidup minimalis Bab III berisi Metodologi
Penelitian, yaitu metode yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian.Bab IV berisi Analisis Data, Dalam bab ini akan dijelaskan
mengenai proses analisis gaya hidup minimalis ala orang Jepang. Bab yang
terakhir adalah Bab V yang berisi Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan
merupakan ringkasan dari keseluruhan hasil penelitian yang dibahas oleh
peneliti, kemudian ditutup dengan saran yang diberikan oleh peneliti.
G. Daftar Acuan

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta.


Renata Dopierała 2017, MINIMALISM – A NEW MODE OF
CONSUMPTION
Situmorang, Hamzon. 2006. Ilmu Kejepangan. Medan: USU Press.

Anda mungkin juga menyukai