Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN ABLASIO RETINA


POST TINDAKAN VITREKTOMI PARS PLANA ( VPP )

Dosen Pembimbing :
Erika Martining Wardani, S.Kep., Ns., M. Ked Trop

Oleh :
Ani Ardianti (1120021016)

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dan disusun


sebagai bukti bahwa mahasiswa di bawah ini telah mengikuti Praktikum Pra
Profesi:
Nama Mahasiswa : Ani Ardianti
NPM : 1120021016
Kompetensi : Keperawatan Medikal Bedah
Waktu Pelaksanaan : 11 Oktober 2021 – 7 Nopember 2021
Tempat : RSMM Jawa Timur
Ruang : Rawat Inap Kls 3 Perempuan

Surabaya, Oktober 2021

Ani Ardianti
1120021016

Mengetahui,

Kepala Ruangan Pembimbing Ruangan

Nurilah, S.Kep., Ns Dui Wijayanti, Amd.Kep


NIP. 197101031998032002 NIP. 198409252011012007

Pembimbing Akademik

Erika Martining Wardani, S. Kep., Ns., M. Ked Trop


NPP. 15071018
Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Asuhan keperawatan ialah suatu tindakan perawat dalam memberikan


pelayanan kesehatan dalam bentuk kolaboratif, yaitu melakukan kerja sama
dengan tim medis lainnya, dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang
holistic atau menyeluruh sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab perawat
terhadap tatanan pelayanan. Metode proses asuhan keperawatan sangat
dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang sistemik dan rasional.
Sehingga proses keperawatan dipahami sebagai : Cara berfikir dan bertindak yang
spesial, pendekatan yang sistemik, kreatif untuk mengidentifikasi, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan aktual dan potensial untuk menidentifikasi kekuatan
pasien dan mendukung kesejahteraan dan kerangka kerja dimana perawat
menggunakan keterampilan untuk mengekspresikan human caring (Melliany,
2019).
Proses keperawatan menyediakan struktur untuk praktik keperawatan-kerangka
kerja penggunaan pengetahuan dan ketrampilan yang dilakukan oleh perawat
untuk mengekspresikan human caring. Proses keperawatan digunakan secara
terus-menerus ketika merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan.
Pengkajian adalah langkah awal pengambilan keputusan yang menghasilkan
diagnosis keperawatan. Perawat kemudian bekerja sama dengan pasien untuk
menentukan aktifitas yang membantu dalam mencapai hasil yang sudah
ditetapkan. Setelah mengimplementasikan aktifitas keperawatan, perawat
mengevaluasi rencana asuhan dan kemajuan pasien (Wilkinson, 2016).
Ablasio retina diartikan sebagai pelepasan lapisan neurosensoris retina dari
lapisan epitel pigmen retina (Mita, Alvin, 2018). Asuhan keperawatan pada pasien
ablasio retina harus benar-benar dipahami oleh perawat. Ditujukan selain untuk
penegakan diagnosis keperawatan juga pada intervensi keperawatan yang tepat.
Terutama perawatan pasien pasca operasi perlekatan kembali saraf mata (retina).
Karena perawatan yang tepat bisa membantu keberhasilan operasi retina.
Perawatan pada pasien pasca operasi retina difokuskan pada manajemen nyeri
pasca operasi dan pembatasan aktifitas fisik dan pembiasaan pola tidur pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan ablasio retina

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari ablasio retina.


2. Untuk mengetahui etiologi dari ablasio retina.
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari ablasio
retina
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ablasio retina.
5. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada ablasio retina.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada ablasio retina.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada ablasio retina.
Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi
Menurut Ilyas (2015) ablasi retina adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membrane Bruch. Sesungguhnya anatara sel kerucut dan
sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktur dengan
koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas secara embriologis.
Menurut Ilyas (2015) Ablasi retina (retinal detachment) adalah
pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut
dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina
dibawahnya.
Menurut Tamsuri (2011) ablasio retina atau retinal detachment
adalah lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen yang terdiri dari
nonregmatogen (tanpa robekan retina) dan regmatogen (dengan
robekan retina atau ‘’break: tear & hole’’).
Jadi ablasio retina adalah suatu keadaan terlepas nya
retina yang diikuti dengan penimbunan cairan pada ruang potensial antara retina
dengan sel pigmen epitel koroid (Ilyas, 2014).

2.2 Etiologi
a. Neoplasma : Choroidal malignan melanoma, metastasis, coroidal
hemangioma, multiple myeloma, retinal retinal capillary
hemangioblastoma, dll.

b. Inflamasi : Vogt–Koyanagi–Harada (VKH) syndrome, posterior scleritis,


sympathetic ophthalmia, proses inflamasi kronik lainnya.

c. Abnormalitas kongenital : Optic pit, morning-glory syndrome.


d. Vaskular: Choroidal neovascularization (CNV), Coats disease, malignant
hypertension (HTN), preeklampsia, and familial exudative
vitreoretinopathy (FEVR).

e. Nanophthalmos: Mata yang kecil dengan kornea yang kecil dan anterior
chamber tapi lensa besar dan sclera tebal

f. Idiopatik central serous chorioretinopathy (CSCR): Dapat ditemukan


sebagai large RPE detachment.

( Pandie, 2018)

2.3 Patofisiologi
Menurut Budiono (2013) Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan
retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga
cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian
badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju
kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina
tersebut. Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat
dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi
retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak
terdiagnosis letaknya dipinggir bawah retina. Kadang-kadang ditempat yang sama
terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari erlekatannya maka
akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas. Pada ablasio retina,
bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi yang baik dari koroid.
Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat
degenerasi retina terjadi kompenasasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan
sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen
di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel
batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan
bermigrasi ke dalam cairan sub retina dank e dalam sel reseptor kerucut dan
batang. Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke
dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan
koroid. Apabila terjadi degenerasi sel
reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam,
yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.

2.4 WOC Ablasio Retina

-Miopi tinggi -Retinopati diabetes proliferative -Miopi tinggi


-Trauma -Retinopati of prematurity -Trauma
-Operasi katarak -Proliferative sickle cell -Operasi katarak

Robekan atau lubang Adanya jaringan parut fibrosis yang Peradangan


pada retina melekat pada korpus vitreus atau
badan kaca
Pembentukan
Cairan vitreus masuk Retina terangkat & tertarik dari transudate dan
melalui lubang ke koroid eksudat
ruang subretina

Terjadi pelepasan retina dari koroid Transudate &


Adanya tekanan tinggi
eksudat terkumpul
sehingga tidak dapat
dalam ruang sub
mempertahankan
retina
pelekatan retina Ablasio Retina Traksi

Retina terangkat
Terjadi pelepasan ABLASIO RETINA
retina dari koroid
Ablasio Retina
Pre Operasi Pembedahan Eksudatif

Ablasio Retina
Rheugmatogeneus B1 : normal, tidak ada
Retina robek
Post Operasi
sesak /ronchi
B2: tidak ada nyeri kepala,
Cahaya tidak tepat suara jantung normal
pada fovea B3 : composmentis, OD/OS B1 : normal, tidak ada sesak /ronchi
ablasio (kabur), sklera B2: tidak ada nyeri dada, palpitasi,
putih, pendengaran, suara jantung normal
penciuman, pengecapan B3 : composmentis, OD/OS di bebat,
normal nyeri pada mata post operasi, sklera
Persepsi bayangan
B4 : normal, warna dan hiperemi, konjungtiva hiperemi,
seperti tirai (black pendengaran, penciuman, pengecapan
jumlah urin
certain) B5 : mulut, abdomen, normal, penglihatan ada gangguan
rectum normal, BAB B4 : normal, warna dan jumlah urin
normal B5 : mulut, abdomen, rectum normal,
B6 : sendi normal, BAB normal
MK : Resiko Jatuh ekstremitas atas bawah B6 : sendi normal, ekstremitas atas
normal bawah normal

MK : Resiko Infeksi MK : Nyeri Akut


MK : Ansietas

2.5 Manifestasi klinis MK : Gg Persepsi


MK : Gg sensori : visual
Menurut Tamsuri (2011) tanda dan gejala dariPersepsi
Ablasio retina adalah :
sensori : visual
1. Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapang pandang)
2. Gangguan lapang pandang
3. Pandangan seperti tertutup tirai
4. Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
5. Visus menurun
6. Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa robekan
retina (Zailani, 2018).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Oftalmoskop indirek binokuler
2. Slit lamp biomicroscopy dengan bantuan lensa-lensa : Goldman three mirror,
lensa Hruby. 90 D
3. Ultrasonografi
4. Visual field chart
5. Optic Coherence Tomography
6. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta seperti diabetes mellitus

(Mita, Alvin. 2018)

2.7 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera
3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahankan, sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif
pada robekan retina
4. Pasien tidak boleh berbaring terlentang
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan
pasca operasi
6. Ada 3 jenis operasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki posisi retina:
a) Pneumatic Retinopexy
Pada operasi jenis ini, dokter akan menyuntikkan gelembung udara
kecil ke mata. Gelembung ini akan mendorong retina kembali ke
tempatnya, kemudian dokter akan menggunakan laser atau pembekuan
untuk memperbaiki lubang atau robekan pada retina.
Pada prosedur ini, dokter akan:
 Memberikan obat bius lokal pada mata agar pasien tidak merasakan nyeri
dan bisa tetap nyaman selama pembedahan berlangsung
 Memasukkan jarum kecil ke mata, kemudian mengambil sedikit cairan
 Menyuntikkan sejumlah kecil udara ke mata
 Menggunakan laser atau pembekuan untuk memperbaiki lubang atau
robekan retina
Pasien masih bisa melihat gelembung udara ini di bagian samping penglihatan
(peripheral vision) setelah pembedahan selesai. Namun, seiring waktu, gelembung
ini akan hilang dengan sendirinya.
Setelah pembedahan, pasien harus:
 Menahan kepala pada posisi tertentu selama beberapa hari untuk menjaga
agar gelembung udara tetap pada tempatnya ( posisi kepala menunduk saat
tidur dan duduk, dan posisi tidur tengkurap)
 Menghindari beberapa aktivitas selama masa pemulihan; seperti naik
pesawat, melakukan olahraga yang intens, serta mengangkat barang-
barang yang berat
 Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memastikan pemulihan
mata berjalan dengan baik
Pasien harus segera menghubungi dokter jika penglihatan semakin mengabur atau
timbul rasa nyeri dan terjadi pembengkakan yang parah.
b) Scleral Buckle
Pada operasi jenis ini, dokter akan memasang semacam plester kecil yang
fleksibel di sekeliling bagian putih mata. Bagian mata ini disebut sclera.
Kemudian, plester ini akan bergerak pelan ke bagian sisi mata dan terus masuk
hingga mencapai retina, kemudian membantu retina kembali ke posisi semula.
Plester ini akan terpasang permanen di mata setelah pembedahan selesai. Jika ada
lubang atau robek pada retina, dokter akan memperbaikinya menggunakan laser
atau pembekuan. Biasanya pasien mendapat bius total pada prosedur ini, sehingga
akan tertidur sepanjang operasi dan tidak merasakan apapun. Setelah operasi,
mata akan terasa sedikit pedih. Untuk itu, pasien harus:
 Mengenakan penutup mata selama kira-kira satu hari
 Menghindari beberapa aktivitas hingga mata sembuh, seperti mengangkat
barang-barang berat atau berolahraga intens
 Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memastikan pemulihan
berjalan baik

c) Vitrectomy
Ini adalah jenis operasi untuk memperbaiki ablasio retina yang serius.
Biasanya dilakukan di ruang bedah rumah sakit dan menggunakan bius lokal.
Vitreous gel, yang menyebabkan retina tertarik, akan diangkat dari mata kemudian
diganti dengan gelembung gas yang akan mendorong retina kembali ke posisinya
semula. Pada beberapa kasus, gelembung minyak digunakan sebagai pengganti
gelembung gas untuk menjaga retina tetap ada pada tempatnya. Cairan alami
tubuh akan perlahan menggantikan gelembung gas, namun gelembung minyak
harus diambil dari mata di kemudian hari melalui prosedur pembedahan. Kadang-
kadang vitrectomy dilakukan bersamaan dengan scleral buckle. Jika vitrectomy
menggunakan gelembung gas, maka setelah pembedahan pasien harus:
 Menahan kepala pada posisi tertentu selama beberapa hari (posisi kepala
menunduk saat tidur dan duduk, dan posisi tidur tengkurap)
 Menghindari bepergian naik pesawat terbang, karena bisa menyebabkan
tekanan yang membahayakan mata
 Menghindari mengangkat barang berat atau berolahraga intens
Jika gelembung yang digunakan adalah gelembung minyak, maka aman untuk
naik pesawat.
7. Tingkat Keberhasilan Operasi Ablasio Retina
Keberhasilan operasi ablasio retina adalah 9 dari 10 prosedur, di mana
retina bisa diperbaiki dan dikembalikan ke posisi semula hanya dengan satu kali
pembedahan. Pada kasus lainnya, pemasangan kembali retina membutuhkan lebih
dari satu kali operasi dengan tingkat keberhasilan lebih dari 95 persen.
Keberhasilan operasi perbaikan retina ini juga tergantung pada seberapa serius
kondisi kerusakan dan lepasnya retina pasien, serta seberapa banyak jaringan
parut yang terbentuk di retina. Jika bagian tengah retina (macula) tidak
terdampak, maka penglihatan akan kembali normal.
Jika macula lepas dalam jangka waktu yang cukup lama, maka sebagian
dari penglihatan mungkin bisa kembali, namun seringnya kurang dari 6/60, yang
artinya mendekati kebutaan. Diperlukan sekitar beberapa bulan masa pemulihan
setelah operasi untuk menentukan seberapa banyak penglihatan bisa benar-benar
kembali.
8. Risiko Operasi Ablasio Retina
Setiap jenis pembedahan selalu memiliki risiko, begitu juga dengan operasi
ablasio retina. Jika operasi menggunakan bius total, maka mungkin
mempengaruhi pernafasan atau menyebabkan reaksi alergi. Selain itu, beberapa
risiko lainnya termasuk:
 Katarak (lensa mata menjadi keruh)
 Glaucoma (meningkatnya tekanan pada bola mata)
 Infeksi
 Pendarahan di ceruk vitreous
 Kehilangan penglihatan (Tim riset IDNmedis, 2021)
b. Non Farmakologi
Pengobatan untuk ablasio retina hanya dengan tindakan pembedahan
(Sjamsu budiono, Trisnowati, Moestijab, dan Eddyanto. 2013).
2.8 Pencegahan
Secara umum, belum ditemukan cara mencegah ablasio retina. Terutama
dalam mencegah penyebab ablasio retina regmatogen berupa penuaan yang
merupakan proses alami. Namun ada langkah khusus sebagai tindakan
pencegahan tergantung jenis ablasio retina itu sendiri. Misalnya, jika punya
penyakit diabetes, Anda harus rutin memeriksakan diri dan mengontrol gula
darah. Lalu, bila punya hobi bela diri, Anda harus mengenakan pelindung
kepala dan mewaspadai serangan yang mengarah ke bagian atas badan.
Demikian juga untuk aktivitas di luar ruangan lainnya, terutama penggunaan
kacamata. Penting pula untuk mengetahui gejala ablasio retina sejak dini.
Gejala itu meliputi:
- Kaburnya penglihatan
- Susah melihat jelas karena ada seperti bayangan tirai dalam penglihatan
- Kilatan cahaya muncul mendadak saat melihat
- Bintik kecil serupa pasir tiba-tiba membayangi penglihatan
Jika gejala-gejala tersebut muncul, segeralah berkonsultasi dengan dokter
mata untuk diperiksa dan diketahui penyebab ablasio retina yang diderita. Akan
jauh lebih baik jika konsultasi dokter dilakukan secara rutin. Konsultasi
disarankan dilakukan setidaknya satu-dua kali dalam setahun. Dengan begitu,
segala gejala bisa dideteksi lebih awal dan ablasio retina yang lebih serius pun
bisa dicegah demi menghindari risiko kehilangan penglihatan ( Lusiani. 2019).
2.9 Komplikasi
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
a. Peningkatan TIO
b. Glaukoma
c. Infeksi
d. Ablasio koroid
e. Kegagalan pelekatan retina
f. Ablasio retina berulang
2. Komplikasi lanjut
a. Infeksi
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui
bola mata
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
d. Diplopia
e. Kesalahan refraksi
f. Astigmatisme
(Zailani, 2018).
Bab 3

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

3.1 Pengkajian

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan ablasio retina difokuskan pada


penggalian data dasar tentang informasi status terkini dari klien
mengenai nama, umur, alamat, satus pernikahan, pendidikan dan
agama. Usia terbanyak dialami pada usia 40-60 tahun, jenis kelamin
laki-laki. Ada riwayat sakit diabetes mellitus. Ablatio retina akibat
penyebab trauma lebih sering ditemukan pada pasien usia 25-45
tahun. Dengan basic pendidikan usia sekolah SD,SMP, SMA,
perguruan tinggi dan pada usia produktif yang sering aktifikas di luar
rumah, seperti saat olah raga, terjadi kecelakaan kendaraan, dan lain-
lain.

2. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama nyeri, kaji lama keluhan, kualitas keluhan, faktor

pencetus, faktor pemberat, dan upaya yang telah dilakukan.

3. Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan saat ini : bagian mata yang mengalami ablasio

pasca operasi mengalami nyeri, merah dan berair.

b) Riwayat kesehatan terdahulu pasien : apakah ada riwayat penyakit


kronis atau akut, apakah ada alergi obat, apakah pernah masuk

rumah sakit sebelumnya, apakah punya kebiasaan merokok, minum

kopi dan minum alkohol, dan jenis obat-obatan yang sering

diminum sebelumnya.

c) Riwayat penyakit keluarga : apakah di dalam keluarga ada yang

punya penyakit turunan seperti : DM, HT, high myop, dll.

d) Genogram : berisi silsilah keluarga selama 3 generasi

4. Basic Promoting Physiology of Health

1. Aktifitas dan latihan : pasien masih bisa beraktifitas mandiri, makan

dan minum tidak ada gangguan, aktifitas berjalan dan toileting

tidak ada gangguan. Untuk kegiatan rumah tangga bisa meminta

bantuan orang lain sementara waktu selama proses penyembuhan.

Tidak boleh angkat berat

2. Tidur dan istirahat : kaji kebiasaan tidur pasien selama dirumah

sebelum MRS, meliputi lama waktu tidur, dan apakah ada masalah

atau kesulitan tidur pasca operasi selama di rumah sakit

3. Kenyamanan dan nyeri : keluhan nyeri, di ukur dengan

menggunakan metode PQRST dari skala 1 – 10

4. Nutrisi : pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak ada gangguan, kaji

frekuensi makan, jenis makanan, nafsu makan, sebelum dan saat di

rumah sakit dan ukur berat badan dan tinggi badan untuk

menentukan IMT ( BB/TB2)


5. Cairan, elektrolit dan asam basa : kaji frekuensi minum selama 24

jam saat di rumah dan saat di rumah sakit

6. Oksigenasi : tidak ada batuk, sesak, nyeri dada dan tanyakan

riwayat merokok.

7. Eliminasi fekal/bowel : kaji frekuensi, waktu, warna sdaaat di

rumah dan saat di rumah sakit, tidak ada gangguan eliminasi fekal.

Selama proses penyembuhan tidak boleh mengedan.

8. Eliminasi urin : kaji frekuensi, warna, saat di rumah dan di rumah

sakit, tidak ada gangguan eliminasi urin.

9. Sensori, persepsi dan kognitif : ada gangguan penglihatan pada

mata yang mengalami ablasio pasca operasi , tidak ada gangguan

penciuman, gangguan sensasi taktil, dan gangguan pengecapan.

E. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : kaji kesadaran, GCS, vital sign, ukur berat badan

dan tinggi badan

b. B1 (Breathing) : hidung bentuk normal, tidak ada sesak, tidak ada

suara napas tambahan seperti ronchi, dan bentuk simetris

c. B2 (Bleeding) Cardiovaskuler : tidak ada nyeri dada, sakit kepala,

suara jantung S1 S2 normal

d. B3 (Brain) Persyarafan : kesadaran komposmentis, GCS 456

Penglihatan : sebelum operasi hanya melihat bayangan tangan

bergerak, pasca operasi mulai bisa melihat jarak dekat

e. B4 (Bladder) : tidak ada gangguan eliminasi urin, frekuensi


eliminasi urin sebelum dan sesudah masuk rumah sakit tidak ada

masalah.

f. B5 (Bowel) : mulut dan tenggorokan tidak ada gangguan, BAB

lancer, frekuensi eliminasi fecal tidak ada perubahan

g. B6 (Bone) : kemampuan bergerak bebas, tidak ada parese,

ekstremitas atas dan bawah tidak ada gangguan

h. Sistem endokrin : tidak ada riwayat penyakit DM, gula darah

normal

i. Sistem reproduksi : sudah menopause, tidak ada masalah sistem

reproduksi.

F. Psiko sosio budaya dan spiritual

Psikologis : kaji perasaan pasien saat mengalami masalah ini

Sosial : kaji aktifitas atau peran di masyarakat

Budaya : kaji budaya yang diikuti pasien

Spiritual : kaji aktifitas budaya yang diikuti pasien

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium, dilakukan untuk mengetahui adanya

penyakit penyerta antara lain glaucoma, diabetes mellitus, maupun

kelainan darah.

2. Pemeriksaan ultrasonografi yaitu ocular B-Scan. Ultrasonografi

juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan

patologis lain yang menyertainya seperti proliferative

vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain tu ultrasonografi


juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan

ablasio retina eksekudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

3. Fundus drawing

4. Goldman triple mirror

5. Indirect slit lamp biomicroscopy

H. Terapi medis

a. Retinal break tanpa retinal detachment: penanganan profolaksisnya

dengan menggunakan :

 Cryotherapy

 Slit lamp laser photocoagulation

 Indirect ophtalmoscope laser photocoagulation

b. Retinal detachment

 Exudative retinal detachment : penanganan penyakit

primernya dan jika tidak membaik dapat dilakukan tindakan

bedah dengan pemasangan scleral buckle

 Traction & rhegmatogenous retinal detachment : pada

umumnya penanganan dengan tindakan bedah

1. pneumatic retinopexy

2. pemasangan scleral buckle

3. vitrektomi pars plana


3.2 Analisa Data

Nama klien : No. Register :

Umur : Diagnosa Medis :

Ruang Rawat : Alamat :


TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
Tanggal / DS : Pasien mengatakan nyeri pada Retina terangkat Nyeri akut

jam mata yang habis dioperasi, berair dan

pengkajia merah Operasi retina

n DO : kaji nyeri, vital sign, observasi

pasien, pasien tampak meringis

kesakitan.

DS : pasien mengatakan penglihatan Pembedahan retina Gangguan persepsi

Tanggal / kabur, tidak jelas sensori : visual

jam Prose radang dan

pengkajia DO : kaji visus pasien, vital sign, proses perlekatan

n pasien tampak melihat obyek dengan kembali saraf mata

tidak fokus

Penurunan tajam

penglihatan
3.3 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pasca tindakan pembedahan
2. Gangguan Persepsi Sensori : visual berhubungan dengan adanya proses
radang pasca operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya proses pembedahan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Kategori : Psikologis a. Definisi a. Definisi
Subkategori : Nyeri dan Pengalaman sensorik Mengidentifikasi dan mengelola
Kenyamanan atau emosional yang pengalaman sensorik atau emosional
a. Definisi berkaitan dengan yang berkaitan dengan kerusakan
Pengalaman sensorik kerusakan jaringan jaringan atau fungsional dengan onset
atau emosional yang aktual atau fungsional, mendadak atau lambat dan
berkaitan dengan dengan onset mendadak berintensitas ringan hingga berat dan
kerusakan jaringan atau lambat dan konstan.
aktual atau fungsional, berintensitas ringan b. Tindakan
dengan onset mendadak hingga berat dan observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan
atau lambat dan konstan. intensitas nyeri.
berintensitas ringan b. Ekspektasi 2. Identifikasi skala nyeri.
hingga berat yang Menurun 3. Identifikasi respons nyeri non
verbal.
berlangsung kurang dari c. Kriteria Hasil 4. Identifikasi faktor yang
3 bulan. 1. Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
nyeri.
b. Penyebab 2. Meringis 5. Identifikasi pengetahuan dan
Agen pencedera fisik 3. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri.
(trauma). 4. Gelisah 6. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup.
c. Gejala dan Tanda 5. Berfokus pada diri
Mayor sendiri Terapeutik 1. Berikan teknik nonfarmakologis
1) Subjektif = Skala 1 : meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya : terapi musik, terapi
mengeluh nyeri Skala 2 : cukup pijat, aromaterapi, teknik
2) Objektif meningkat imajinasi terbimbing, kompres
a) Tampak Skala 3 : sedang hangat/dingin, dan terapi
bermain).
meringis. Skala 4 : cukup 2. Kontrol lingkungan yang
b) Bersikap menurun memperberat rasa nyeri
(misalnya : suhu ruangan,
protektif (posisi Skala 5 : menurun pencahayaan, dan kebisingan).
menghindari 6. Pola napas 3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
nyeri). 7. Tekanan darah 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
c) Gelisah. 8. Proses berpikir meredakan nyeri.
d. Gejala dan Tanda Minor 9. Nafsu makan
Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
Objektif Skala 1 : memburuk pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
1) Tekanan darah Skala 2 : cukup nyeri.
meningkat. memburuk 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
2) Pola napas berubah. Skala 3 : sedang mandiri.
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
3) Nafsu makan Skala 4 : cukup untuk mengurangi rasa nyeri.
berubah. membaik
4) Proses berpikir Skala 5 : membaik Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
terganggu.
5) Berfokus pada diri
sendiri.
e. Kondisi Klinis Terkait Pemberian Analgesik (I.08243)
Cedera traumatis a. Definisi
Menyiapkan dan memberikan agen
farmakologis untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit.
b. Tindakan
Observasi 1. Identifikasi karakteristik
nyeri (misalnya :
pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, dan
durasi).
2. Identifikasi riwayat
alergi obat.
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik.
4. Monitor efektifitas
analgesik.

Terapeutik 1. Tetapkan target efektifitas


analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien.
2. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan.

Edukasi Jelaskan efek terapi dan


efek samping obat.

Kolaborasi Kolaborasi pemberian dosis


dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SLKI)
2. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi sensori (L.09083) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
(D. 0085) a. Definisi a. Definisi
Kategori : Psikologis Persepsi-realitas terhadap Mengurangi jumlahatau pola rangsangan
Subkategori : Integritas Ego stimulus baik internal yang ada (baik internal atau eksternal).
maupun eksternal b. Tindakan
Definisi :
b. Ekspektasi Observasi Periksa status mental, status
Perubahan persepsi terhadap Membaik sensori dan tingkat kenyamanan
stimulus baik internal maupun c. Kriteria Hasil
(mis. Nyeri, kelelahan)
eksternal yang disertai dengan 1. verbalisasi melihat Terapeutik 1. diskusikan tingkat toleransi
respon yang berkurang, berlebihan bayangan terhadap beban sensori
atau terdistorsi. 2. verbalisasi merasakan (mis. Bising, terlalu terang)
Penyebab : sesuatu melalui indera 2. batasi stimulus lingkungan
(mis. Cahaya, suara,
1. Gangguan penglihatan perabaan aktifitas)
2. Usia lanjut 3. Distorsi sensori 3. jadwalkan aktifitas harian
Gejala dan Tanda Mayor : 4. Menarik diri dan waktu istirahat
5. Melamun 4. kombinasikan prosedur
Subjektif : /tindakan dalam satu
6. Curiga
1. Merasakan sesuatu melalui waktu, sesuai kebutuhan
7. Mondar-mandir
indera perabaan, penciuman, Skala 1 : menurun
peradaban, atau pengecapan Skala 2 : cukup Edukasi Ajarkan cara meminimalisasi
Objektif menurun stimulus (mis. mengatur
1. Respons tidak sesuai cahaya, ruangan, mengurangi
Skala 3 : sedang kebisingan, membatasi
2. Bersikap seolah melihat, Skala 4 : cukup kunjungan)
mendengar, mengecap, meningkat
meraba, atau mencium Skala 5 : meningkat Kolaborasi 1. kolaborasi dalam
sesuatu. 8. Respon sesuai stimulus meminimalkan
9. Konsentrasi, orientasi prosedur/tindakan
Gejala dan Tanda Minor 2. kolaborasi pemberian obat
Subjektif : Skala 1 : memburuk yang mempengaruhi persepsi
Skala 2 : cukup stimulus
1. Menyatakan kesal
memburuk
Skala 3 : sedang
Objektif : Skala 4 : cukup Dukungan Pengungkapan Kebutuhan
1. Menyendiri membaik (I.09266)
2. Melamun Skala 5 : membaik a. Definisi
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat, Memudahkan mengungkapkan
orang atau situasi kebutuhan dan keinginan secara
5. Curiga efektif
6. Melihat ke satu arah b. Tindakan
Kondisi Klinis Terkait : Observasi Periksa gangguan komunikasi
1. Katarak verbal (mis. ketidakmampuan
2. Glaukoma berbicara, kesulitan
3. Gangguan refraksi (myopia, mengekspresikan pikiran secara
verbal)
hyperopia, astigmatisma,
presbiop) Terapeutik 1. ciptakan lingkungan yang
4. Trauma pada saraf kranialis II, tenang
2. hindari berbicara keras
III, IV dan VI akibat stroke, 3. Ajukan pertanyaan dengan
aneurisma intracranial, jawaban singkat
trauma /tumor otak 4. Jadwalkan waktu istirahat
5. Fasilitasi komunikasi
5. Trauma okuler dengan media
6. Infeksi okuler Edukasi 1. informasikan keluarga dan
tenaga kesehatan lain
teknik berkomunikasi dan
gunakan secara konsisten
2. anjurkan keluarga dan staf
mengajak bicara meskipun
tidak mampu
berkomunikasi
Kolaborasi Rujuk pada terapis wicara jika
perlu
3.5 Tindakan Keperawatan

Nama pasien : …………… No RM : ……………………..

Umur : ………………….. Ruang : ……………………..

Tanggal / jam No Tindakan keperawatan Paraf

Diagnos

DD/MM/YYYY 1 1. Memonitor TTV (suhu, nadi, RR, Spo2) Perawat


TD = mmhg
Jam xx.xx wib S / N = x/mnt
RR = x / mnt
2. Melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif (frekuensi, skala,kualitas)
Respon :
- nyeri pada mata bagian kiri
- ekspresi wajah tampak meringis
- Nyeri hilang timbul
- Rasanya seperti di tusuk-tusuk
- Skala nyeri 1 ( meningkat)
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Respon :
- Nyeri bertambah saat jalan ke kamar
mandi
- Nyeri berkurang saat posisi diam dan
beristirahat
4. Mengatur posisi ternyaman pasien
Respon : klien lebih nyaman dengan posisi
tidur tengkurap dengan posisi bantal
di bawah dada
5. Mengajarkan tehnik relaksasi napas dalam
Respon :
- Klien memahami dan bisa
melakukannya sendiri
- Klien mengatakan nyeri berkurang
6. Mengajarkan klien menggunakan tehnik
distraksi
Respon :
- Klien mempraktekannya dengan
berbicara dengan keluarga,
mendengarkan musik
7. Memberikan obat farmakologis post op
sesuai advis dokter peroral dan topikal
Respon :
- Nyeri berkurang setelah minum
analgetik
8. Memfasilitasi istirahat tidur
Respon : Nyeri berkurang
9. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
Respon : Pasien mengerti dan paham
10. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
Respon : Pasien mengerti dan paham
11. Menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Respon : Pasien bersedia melakukan
3.6 Evaluasi

Nama Pasien : ……. No. RM : …….


Umur : ….. Tahun Ruang : ……………
Tanggal/Jam No. Dx. Evaluasi Paraf
DD/MM/YYY 1. DS : pasien mengatakan nyeri berkurang Perawat
Jam XX.XX
DO :

- Keluhan nyeri berkurang dari skala 1 menjadi


skala 4 (cukup menurun)
- Pasien tampak tidak kesakitan dari skala 1
menjadi skala 5 (menurun)
- Pasien tampak tenang dari skala 1 menjadi
skala 5 (menurun)
- Pasien tidak berfokus pada dirinya sendiri dari
skala 1 menjadi skala 5 (menurun)
- TD : mmHg
- S : oC
- N : x/mnt
- RR : x/mnt

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan No. 1, 2, 4, 6, 7 dan 8


DAFTAR PUSTAKA

Budhiastra, P., Sovani, I., Kartasasmita, A. S. et al. 2016. Ablasio Retina Regmatogen
pada penderita Myopia di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Periode Oktober 2015- Maret 2016, http://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-
content/uploads/2017/06/Ablasio-retina-regmatogen-pada-penderita-myopia-di-
pusat-mata-nasional-rumah-sakit-mata-cicendo-periode-oktober-2015-maret-
2016.Putu-budhiastara.pdf, diunduh pada tanggal 12 Oktober 2021 jam 20.10 wib
Zailani. 2018. http://eprints.umbjm.ac.id/696/4/BAB%202%20.pdf, diunduh pada
tanggal 12 Oktober 2021, jam 20.30 wib
Wilkinson. 2016. Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Ilyas. 2014. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Cetakan kedua. Jakarta : FKUI.
Sjamsu budiono, Trisnowati, Moestijab, dan Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Nanda International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015 –
2017. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Tim Riset IDNmedis. 2021. https://idnmedis.com/operasi-ablasio-retina, diunduh
tanggal 12 Oktober 2021 jam 20.50 wib
Oasenea Melliany. 2019. Konsep Dasar Proses Keperawatan Dalam Memberikan
Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan. https://osf.io/5kdnf. Diunduh tanggal
13 Oktober 2021 jam 20.00 wib

Pandie. 2018. https://id.scribd.com/document/392298590/Ablasio-Retina. Diunduh


tanggal 12 Oktober 2021 jam 21.00 wib

Lusiani. 2019. https://www.klinikmatanusantara.com/id/ketahui-lebih-lanjut/info-


kesehatan-mata-dari-kmn-eyecare/artikel/penyebab-ablasio-retina-berdasarkan-
jenis-dan-pencegahannya/. Diunduh 13 Oktober 2021 jam 21.00 wib

Mita, Alvin. 2018. Ilmu Kesehatan Mata Oftalmologi. Surabaya : Medicobook


Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai