MAKALAH
Seminar Pengauditan
Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 9
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan karuniaNya
penulisan Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan maksimal tepat pada waktunya.
Adapun penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar
Pengauditan yang diampu oleh Bapak Drs. Surbakti Karo-karo, M.Si., Ak., CA
Penyusun menyadari bahwa penyelesaian Makalah ini tidak terlepas dari dukuangan
teman-teman dan bimbingan dari dosen pengampu.
Penyusun berharap Makalah ini dapat digunakan seperlunya sebagaimana bagi pembaca
bila hendak menjadikan referensi untuk lebih tau mengenai materi mendesain pengambilan
keputusan manajemen.
Penyusun selaku manusia biasa menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca supaya penyusun
dapat memperbaikinya.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembaca atas perhatian
dan partisipasinya.
Kelompok 9
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………. 2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 4
A. Latar Belakang …………………………………………………………….. 4
B. Tujuan ……………………………………………………………………… 5
C. Rumusan Masalah …………………………………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 6
A. Sarbanes Oxley Act ……………………………………………………….. 6
Pengertian ……………………………………………………………… 6
Sejarah …………………………………………………………………. 6
Tujuan …………………………………………………………………. 7
Sarbanes Oxley Act untuk siapa ……………………………………... 8
Isi Sarbanes Oxley Act ……………………………………………….. 8
B. Implikasi Sarbanes Oxley Act …………………………………………….. 17
Pengaruh Sarbanes Oxley Act terhadap Kualitas Audit …………….. 18
Pengaruh Sarbanes Oxley Act terhadap Internal Control
Perusahaan …………………………………………………………….. 19
Penerapan Sarbanes Oxley Act di Indonesia ………………………… 20
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………….. 21
Kesimpulan ……………………………………………………………………. 21
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….. 22
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyebab dibentuknya undang-undang Sarbanes Oxley?
2. Apa sajakah yang diatur di dalam undang-undang Sarbanes Oxley?
3. Apa pengaruh yang ditimbulkan dari implikasi undang-undang Sarbanes Oxley?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab dibentuknya undang-undang Sarbanes Oxley.
2. Untuk mengetahui apa saja yang diatur di dalam undang-undang Sarbanes Oxley.
3. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari implikasi undang-undang
Sarbanes Oxley.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sarbanes Oxley Act
1. Pengertian
Sarbanes-Oxley Act (Pub. L. dalam Yesshy, 2010) adalah sebuah landasan hukum yang
disahkan pada 23 Januari 2002 oleh kongres Amerika Serikat. Undang-undang ini dikenal
sebagai Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002 atau
undang-undang perlindungan investor dan pengaturan akuntansi perusahaan publik yang
seringkali disebut SOX atau Sarbox. Sarbanes Oxley Act adalah hukum federal Amerika
Serikat tahun 2002 yang berisi penetapan suatu standar baru bagi semua dewan dan
manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik, mengatur mulai ikhwal tanggung
jawab tambahan dewan perusahaan hingga ketentuan hukum pidana (Fitriana, 2012).
Menurut Efendi (2009) Undang-undang tersebut mengatur tentang akuntabilitas
(accountability), pratik akuntansi (accounting practice), dan pengungkapan informasi
(information disclosure) pada perusahaan publik, termasuk tata cara pengelolaan data.
Sox berlaku untuk penerbit dari semua surat berharga atau efek-efek (securities) dalam
semua perusahaan yang diperdagangkan secara terbuka, untuk segala ukuran (Abrar, 2009).
Secara spesifik, SOX berlaku bagi:
a Perusahaan yang surat berharganya diperdagangkan di New York Stock Exchange atau
bursa lainnya di AS.
b Perusahaan dengan lebih dari 500 pemodal dan mempunyai asset $10 juta atau lebih.
c Perusahaan dengan lebih dari 300 pemodal, dan memenuhi syarat lain seperti penerbitan
surat-surat utang jangka panjang seperti obligasi.
d Para pendaftar sukarela, mereka tidak wajib secara hukum, tetapi menerapkan SOX
secara sukarela.
e Perusahaan yang registerasinya masih tertunda. Misal perusahaan yang melakukan IPO
untuk saham atau surat utang.
b. Independensi Auditor
Setiap KAP, baik yang beroperasi di USA atau di luar negeri, yang ikut serta dalam
penyiapan dan penerbitan laporan audit perusahaan publik wajib terdaftar pada PCAOB.
Biaya pendaftaran dan pembayaran iuran tahunan yang dipungut dari masing-masing
KAP terdaftar dipergunakan untuk menutupi biaya pemrosesan dan review aplikasi
pendaftaran dan laporan tahunan yang disampaikan KAP terdaftar kepada Badan
Pengawas. Melalui kewajiban ini, KAP yang terdaftar diwajibkan memelihara kertas
kerja audit dan informasi serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan laporan audit
minimal tujuh tahun. Jasa Tambahan yang Tidak Diperbolehkan. Untuk menjaga
independensi auditor maka sebuah kantor akuntan publik atau perseorangan yang
berasosiasi dengan kantor tersebut apabila mendapatkan penugasan audit maka dilarang
untuk melayani jasa tambahan berikut ini (Section 201 dalam Yuwandito, 2010):
1) Jasa pembukuan dan jasa lain yang terkait dengan laporan keuangan dan akuntansi
klien audit.
2) Desain sistem informasi keuangan dan pemasangannya
11
Kantor akuntan publik bisa melakukan jasa lain, kecuali jasa 1-9 diatas, termasuk jasa
perpajakan, dengan mendapatkan persetujuan dari Komite Audit terlebih dahulu. Selain
aturan mengenai jasa yang tidak diperbolehkan, terdapat beberapa aturan lain untuk
menjaga independensi (Yuwandito, 2010) sebagai berikut:
1. Setiap jasa audit yang diberikan kepada emiten harus terlebih dulu mendapatkan
persetujuan dari Komite Audit.
2. Setiap persetujuan komite audit atas pemberian jasa non audit oleh KAP yang
memberikan jasa audit harus diungkapkan dalam pelaporan kepada SEC.
3. Rotasi partner dilakukan setiap 5 tahun sekali untuk satu klien yang sama dimulai dari
tahun fiscal 6 Mei 2003 kecuali sebelumnya telah menjadi partner audit klien tersebut
selama 7 tahun berturut-turut.
4. Auditor harus melaporkan kebijakan dan praktek akuntansi yang penting (critical),
alternative pencatatan sesuai GAAP terkait dengan isu penting dalam audit, serta
materi lain yang dibahas (komunikasi tertulis) antara auditor dan manajemen.
5. Laporan keuangan harus mengungkapkan fee untuk auditor baik untuk jasa
pemeriksaan, jasa lain yang terkait audit, jasa perpajakan, dan jasa yang lainnya.
6. Seorang auditor tidak boleh menjabat sebagai anggota dewan direktur, CEO, CFO,
COO, CAO, controller, direktur audit intern dan jabatan-jabatan lainnya tanpa ada
tenggang waktu karir.
7. Partner KAP tidak boleh menerima kompensasi dari klien selain jasa audit,
perpajakan dan jasa atestasi lainnya.
12
c. Corporate Responsibility
a) Komite Audit
Selain KAP, ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap emiten.di mana mereka
harus memiliki Komite Audit, sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: perusahaan yang
tidak memiliki komite audit tidak boleh terdaftar di bursa efek. Komite Audit mempunyai
tanggung jawab (Yuwandito, 2010) sebagai berikut:
Melakukan seleksi/penunjukan dan menentukan kompensasi (fee) serta mengawasi
KAP yang mengaudit korporasi.
Menjadi anggota yang independen dari dewan direksi dan dewan komisaris.
Menyelenggarakan prosedur untuk menangani komplain-komplain yang berkaitan
dengan akuntansi, pengendalian internal, dan hal-ha llain yang berkaitan dengan
audit. Menelaah dan menyetujui jasa audit dan jasa-jasa lain yang diberikan oleh
KAP.
Mengembankan program penanganan whistleblower bagi pegawai atau pengadu yang
melaporkan terjadinya penyimpangan untuk memperoleh perlindungan dan mencegah
tindakan pembalasan.
Untuk anggota komite audit independen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
tidak menerima fee untuk kegiatan konsultasi, advisery atau jasa lainnya yang diberikan
kepada perusahaan, bukan merupakan pegawai dari perusahaan atau anak perusahaan,
serta boleh dibantu oleh tenaga ahli (Yuwandito, 2010).
Hal itu dikaitkan dengan tanggung jawab perusahaan berkaitan dengan pelaporan
keuangan. CEO, CFO dan pejabat lain yang mempunyai fungsi yang serupa perlu
memberikan pernyataan di dalam laporan triwulan dan laporan tahunan perusahaan yang
disampaikan kepada SEC bahwa: Pejabat yang menandatangani laporan telah mereview
laporan tersebut. Berdasarkan pengetahuan pejabat yang bersangkutan, laporan tidak
berisikan pernyataan yang tidak benar mengenai fakta-fakta yang material atau tidak
melaporkan fakta-fakta yang material sehingga laporan perusahaan memuat informasi
yang me nyesatkan , atau dengan kata lain telah menyajikan secara wajar semua kondisi
dan hasil operasi perusahaan yang material (Yuwandito, 2010).
Apakah analis memiliki investasi atau hutang di dalam perusahaan yang sedang
dibuatkan laporan analisisnya;
Apakah kompensasi yang diterima oleh broker, dealer atau analis wajar, tidak
berlebihan dan tidak bertentangan dengan kepentingan publik serta konsisten dengan
perlindungan terhadap kepentingan investor,
Apakah emiten merupakan klien dari broker dan dealer, dan
Apakah kompensasi yang diterima analis untuk penerbitan suatu laporan didasarkan
jumlah pendapatan/keuntungan perusahaan yang dianalisis.
Sementara, persyaratan bagi Pengacara yang mewakili Perusahaan Publik, SEC harus
menetapkan standar minimal yang harus dipenuhi oleh pengacara yang mewakili
perusahaan publik. Standar tersebut harus mengatur: Untuk Pengacara yang dipekerjakan
oleh perusahaan publik harus melaporkan kepada kepala biro hokum atau CEO
perusahaan apabila diketahui terdapat bukti dari pelanggaran yang material atas undang-
undang dan peraturan pasar modal (securities law), yang dilakukan oleh perusahaan atau
agen perusahaan. Apabila kepala biro hukum atau CEO per usahaan tidak memberikan
respon yang memadai, maka pelanggaran tersebut harus dilaporkan kepada seluruh jajaran
komisaris, komite audit dan direksi perusahaan (Yuwandito, 2010).
d. Konsep Pengendalian
Dari keseluruhan Sarbanes Oxley Act, terdapat dua bagian yang mengatur mengenai
internal control, dan sering dibahas, yaitu Section 302 dan Section 404. Seksi 404 secara
khusus memberikan perhatian kepada internal control perusahaan atas laporan
keuangannya.
Sedangkan dalam Section 302, CEO dan CFO secara personal harus menerangkan
dengan sebenarnya (certify) bahwa mereka bertanggung jawab untuk prosedur dan
control yang diungkapkan. Tiap laporan triwulan harus berisi pernyataan bahwa mereka
telah melaksanakan evaluasi design dan efektivitas control. Eksekutif yang menyatakan
juga harus menyatakan bahwa mereka mengungkapkan kepada Komite Audit dan auditor
independen mengenai kekurangan/kelemahan pengendalian yang signifikan, kelemahan
material, dan tindakan fraud. SEC juga mengusulkan persyaratan sertifikasi yang
diperluas yang memasukkan prosedur dan internal control untuk pelaporan keuangan,
selain persyaratan terkait pengungkapan control dan prosedur. Dengan diundangkannya
SOA, auditor saat ini juga memiliki tanggungjawab tambahan untuk mengevalusi
pengendalian internal yang secara khusus dapat menekan risiko terjadinya
penyelewengan keuangan (fraud) yang kemungkinan secara signifikan bisa
mempengaruhi sebuah laporan keuangan (Yuwandito, 2010).
Auditor tidak dapat melakukan pemeriksaan laporan keuangan terhadap
perusahaan publik di Amerika Serikat tanpa sekaligus melakukan pemeriksaan terhadap
pengendalian internal yang ada di perusahaan tersebut. Penugasan pemeriksaan laporan
keuangan dan pengendalian internal merupakan penugasan yang integral dan tidak dapat
dipisahkan. Namun perlu diingat, pengendalian internal perusahaan adalah tanggung
jawab manajemen perusahaan bukan tanggung jawab auditor. Manajemen harus
melakukan penilaian terhadap pengendalian internal mereka sendiri, dan peran tersebut
tidak bisa tergantikan dengan pengujian-pengujian yang dilakukan oleh auditor terkait
dengan pemeriksaan tahunan. Manajemen perusahaan juga harus membuat dokumentasi
terhadap proses signifikan yang ada di perusahaan tersebut. Dokumentasi proses yang
17
signifikan ini kemudian akan menjadi dasar penilaian auditor terhadap pengendalian
internal yang dimilliki oleh sebuah perusahaan (Yuwandito, 2010).
opini yang diberikan oleh seorang auditor atas hasil pemeriksaan tidak dapat dipercaya oleh
pihak-pihakyang berkepentingan terhadap hasil audit tersebut (Sri, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri (2009) pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 menggambarkan bahwa
independensi auditor setelah pemberlakuan Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2001 akan
mempengaruhi kualitas audit. Sarbanes-Oxley Act diacu oleh Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 423/kmk.06 /2002 mengatur tentang independensi auditor dan
keputusan ini diwajibkan untuk diberlakukan pada tahun 2002. Sanksi yang diberikan apabila
tidak memenuhi keputusan tersebut adalah tegas sehingga baik akuntan publik maupun
Kantor Akuntan Publik yang mengaudit perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
akan patuh terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi. Peningkatan sikap
independensi auditor ini akan mampu meningkatkan kualitas audit, dan citra profesi akuntan
publik akan dibangun kembali setelah adanya kasus skandal Enron-Anderson tahun 2000.
a. Pemeliharaan dokumentasi yang akurat, wajar, dan dalam rincian yang memadai yang
mencerminkan transaksi dan disposisi asset.
b. Keyakinan yang memadai atas pencatatan transaksi sesuai dengan prinsip akuntansi
secara umum.
c. Keyakinan yang memadai terhadap tindakan prevention atau detection pada hak
akuisisi, penggunaan, atau disposisi asset.
milik negara ataupun mendapat bantuan dari keuangan negara untuk memeriksa
kondisi IC dan memberikan atestasi atas tingkat kepatuhan klien terhadap peraturan
dan undang‐undang. PSA ini sampai sekarang masih diperdebatkan oleh beberapa
pihak; ada yang setuju ada yang menentang. IAI sendiri kabarnya akan melakukan
perubahan dan menggantikan PSA 62 ini dengan PSA 75 yang sampai saat ini masih
bersifat exposure draft dan belum diketahui nasib selanjutnya (rencana penggantian
inipun juga dipertanyakan). Seandainyapun diterapkan, ketetuan ini hanya berlaku
bagi perusahaan yang menggunakan atau mendapat bantuan dari anggaran negara;
tidak diterapkan pada semua perusahaan.
Bagi industri perbankan, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa
peraturan yang mengharuskan direksi bank untuk membuat pernyataan mengenai
kondisi IC dan juga mengenai tingkat kepatuhan. Bahkan untuk perbankan, salah
seorang direktur harus ditetapkan sebagai direktur kepatuhan dan tidak
diperkenankan untuk melakukan kegiatan operasional.
Badan Pengelola Pasar Modal telah mengeluarkan peratuan Bapepam
no:VIII.G.1, pada tanggal Des. 2003 mengenai tanggung jawab direksi terhadap
laporan keuangan dengan cara menandatangani suatu pernyataan bahwa direksi
bertanggung jawab terhadap IC perusahaan. Perbedaannya dengan versi
Sarbanes‐Oxley adalah bahwa dalam Sarbanes‐Oxley direksi juga diminta untuk
membuat asesmen terhadap kondisi IC diperusahaannya.
Hal‐hal diatas menunjukkan bahwa sebenarnya prinsip‐prinsip dasar dari
peningkatan transparansi sudah mulai dilaksanakan. Sayangnya langkah‐langkah
tersebut masih terpencar dan melibatkan industri tertentu ataupun kepemilikan
tertentu (negara). Bapepam, dalam membuat peraturannyapun terkesan
setengah‐setengah. Keraguan ini mungkin disebabkan adanya kekhawatiran belum
siapnya emiten di pasar modal Indonesia untuk melaksanakan perbaikan‐perbaikan
dan perubahan‐perubahan besar seperti telah diuraikan di atas, Namun apabila pasar
modal Indonesia ingin menghindari peristiwa‐peristiwa buruk yang terjadi di AS,
kita justeru harus segera mempersiapkan diri karena apabila sampai terjadi peristiwa
yang menyebabkan kepercayaan kepada pasar modal Indonesia merosot,
membangkitkannya kembali akan jauh lebih sulit.
21
BAB III
KESIMPULAN
Sarbanes Oxley Act adalah undang-undang yang diresmikan pada 30 Juni 2002 dimana
keberadaan undang-undang ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan pemegang saham
akibat dari banyaknya terjadi skandal akuntansi di perusahaan go-publik di Amerika Serikat yang
turut melibatkan Kantor Akuntan Publik besar. Undang-undang SOA mengatur segala aktivitas
baik dari pihak perusahaan, berkaitan dengan internal control perusahaan, maupun dari pihak
auditor independen, yang berkaitan dengan jasa audit yang diberikan. Dengan diterbitnya
Undang-undang SOA ini diharapkan tindakan kecurangan akuntansi dapat diminimalisir dan
tujuan SOA untuk mengembalikan dan mempertahankam kepercayaan pemegang saham dapat
dicapai.
22
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sri. 2009. Independensi Auditor Setelah Pemberlakuan Sarbanes-Oxley Act di
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jurnal Akuntansi &
Manajemen Vol. 20, No. 2 Hal 79-87
Efendi, Muh. Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat
Fitriana. 2012. Pengaruh Penerapan Sarbanes Oxley Act dan Manajemen Risiko dalam
Profesi Akuntan Publik dan Implikasinya terhadap Kualitas Audit. Sosiohumaniora Volume
14, No. 2: 155-156
Herusetya, Antonius. 2002. Dampak Undang-Undang Sarbanes-Oxley Act 2002 Terhadap
Profesi Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi Krida Warana. Vol. 2, No. 2
Kusuma, Ronny Muntoro. 2006. Sarbanes-Oxley Act, Mungkinkah Diterapkan di Indonesia?.
Majalah USAHAWAN LMFEUI edisi Februari 2006. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Wiharjanto, Yuwandito. Sarbanes Oxley Act. (Online) http://dito-
gudboy.blogspot.com/2010/03/sarbanes-oxley-act.html. Diakses: 21 Oktober 2014.
Solikhin, Abrar. 2009. Pengaruh Sarbanes Oxley Act Section 302 & 404: Kualitas Pelaporan
KEuangan Publik, Komisaris, Direksi, Komite Audit, Akuntan Manajemen, & KAP. (Online)
Http://