Ada 2 input yang diperlukan, expected dividend dan cost of equity. Untuk mencari expected
dividend maka kita memerlukan expected future growth nya. Sedangkan cost of equity kita bisa
hitung menggunakan CAPM
Kunci dari model ini adalah menentukan growth rate nya. Ada 2 poin penting yang perlu
diperhatikan saat menentukan growth rate tersebut :
Jika perusahaan benar2 dalam kondisi steady state, maka pertumbuhan dari earning akan
sama dengan pertumbuhan dividen. Kenapa?
Kalau pertumbuhan dividen > earning, maka suatu saat dividen akan lebih besar daripada
earning.
Kalau pertumbuhan dividen < earning, dalam jangka panjang Dividend Payout Ratio akan
mendekati 0.
Growth rate nya harus lebih kecil atau sama dengan growth rate ekonomi/inflasi
Growth rate tidak boleh lebih besar dari risk free rate
Growth tidaklah tumbuh secara percuma. Saat growth rate naik maka payout ratio akan menurun.
Sehingga akan ada trade off dari pertumbuhan growth.
Kesimpulannya, Gordon growth model sangat cocok untuk perusahaan tingkat pertumbuhannya
lebih kecil atau sama dengan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan payout ratio nya tidak berubah.
Dari data historis yang ada, kita akan gunakan rata2 dividen sebesar 5.270 sebaga perhitungan
2.3 Two Stage Dividend Discount Model
Two Stage Dividend Discount Model menggunakan 2 tingkatan growth, dimana pada tingkat awal
growth belum stabil, kemudian pada tingkat berikutnya growthnya stabil selamanya. DI kebanyakan
kondisi growth rate pada tingkat pertama lebih besar dibanding growth rate saat stabil.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Terminal Price nya sebenarnya sama dengan Gordon
Growth Model. Maka poin2 penting yang sudah dibahas pada grodon growth model juga berlaku
saat menghitung terminal price.
Bila growth pada masa stabil diproyeksikan lebih rendah dari periode extraotdinary, maka
lazimnya payout ratio pada masa stabil akan lebih besar. Karena saat perusahaan stabil ia
dapat memberikan leih banyak porsi pendapatannya sebagai dividen dibanding perusahaan
yang sedang berkembang.
Pada masa stabil, beta perusahaan akan cenderung mendekati 1.Jika ke sebelumnya 1,5
maka pada saat stabil akan lebih kecil. Jika sebelumnya 0,5 ke akan lebih besar mendekati 1,
misal 0,8
Kesimpulannya model in baik untuk perusahaan yang sedang dalam pertumbuhan tinggi dan dapat
mempertahankan pertumbuhannya pada suatu periode sebelum mencapai growth yang stabil.
Contoh : Perusahaan yang memegang paten dari suatu produk yang sangat menguntungkan, setelah
paten kadaluarsa maka growthnya stabil.
3. Three Stage Dividend Discount Model
Three stage model mengakomodasi adanya periode transisi, sehingga memungkinkan agar growth
tidak tiba2 turun drastis. Model ini paling umum karena ia tidak mengharuskan restriksi pada payout
ratio
3.1 Assumptions
Model ini menghilangkan banyak constraint yang ada pada versi lain dari dividend discount model.
Namun konsekuensinya dibutuhkan jumlah input yang jauh lebih besar seperti payout ratio, growth
rate, dan beta pada tahun spesifik.
Model ini cocok digunakan untuk perusahaan yang tumbuh dengan growth yang sangat tinggi, yang
kemudian mengalami penurunan perlahan menuju growth stabil (perusahaan yang baru banget
berkembang).
4. Issues In Using the Dividend Discount Model
Daya tarik utama model diskon dividen adalah kesederhanaan dan logika intuitifnya. Meski begitu,
ada banyak analis yang meragukan karena adanya keterbatasan dari model tersebut. Model
tersebut, menurut mereka, tidak terlalu berguna dalam penilaian kecuali untuk sejumlah saham
yang pembayaran dividennya stabil dan besar.
Rata-rata laba per saham antara tahun 1976 dan 1980 digunakan sebagai laba per saham
saat ini.
Biaya ekuitas diperkirakan menggunakan CAPM.
Periode pertumbuhan luar biasa diasumsikan lima tahun untuk semua saham, dan
konsensus perkiraan pertumbuhan pendapatan I/B/E/S digunakan sebagai tingkat
pertumbuhan untuk periode ini.
Tingkat pertumbuhan yang stabil, setelah periode pertumbuhan yang luar biasa,
diasumsikan sebesar 8 persen untuk semua saham.
Payout ratio diasumsikan 45 persen untuk semua saham.
Pengembalian lima portofolio ini diperkirakan untuk dua tahun berikutnya (Januari 1981 hingga
Januari 1983) dan excess return diperkirakan relatif terhadap indeks S&P 500 menggunakan beta
yang diperkirakan pada first stage dan CAPM.
Portofolio yang undervalued memiliki positive excess return sebesar 16 persen per tahun antara
tahun 1981 dan 1983, sedangkan portofolio yang overvalued memiliki negative excess return
sebesar 15 persen per tahun selama periode waktu yang sama. Dalam jangka panjang, saham
undervalued dan overvalued dari dividend discount model masing-masing outperform dan
underperform indeks pasar berdasarkan risiko yang disesuaikan.