NPM : 211110017311057
BAB 14
Kalor
Kalor – jenis, Kalorimeter, Perpindahan Kalor
1. PENDAHULUAN : PENGERTIAN KALOR
Tanpa disadari, konsep tentang kalor sering kita alami dalam
keseharian kita, misalnya ketika kita mencampur air yang terlalu panas
dengan air yang lebih dingin, maka campuran dari air akan turun
temperaturnya menjadi hangat saja. Secara intuitif kita bisa mengatakan
bahwa ada "sejenis fluida" yang hilang dari air panas yang pindah ke air yang
dingin. "Fluida" yang kita maksud tersebut dalam Fisika dinamakan kalor
(dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai panas, namun istilah
JOULE panas ini agak sedikit membingungkan, sehingga kita pakai kata kalor sesuai
aslinya).
mata bor pada proses pengeboran, ia menambahkan air pada lubang besi hasil
pengeboran sehingga air mendidih. Pada awalnya orang menyangka bahwa
mendidihnya air karena zat yang disebut "kalorik" dari serpih-serpih kecil
besi berpindah dari besi ke air. Hal ini membuktikan bahwa anggapan
"kalorik" sebagai zat yang berpidah adalah tidak benar Namun, Rumford
masih menyangka bahwa kalor dapat terus menerus timbul dari besi secara
tak terbatas. Ia belum sampai pada kesimpulan bahwa kalor adalah bentuk
energi, yang secara mikrosopik adalah energi kinetik molekul Rumfurd
Pada awalnya orang menganggap kalor ini sebagai suatu zat "fluida" yang berpindah dari benda
bertemperatur tinggi pada benda yang temperatur rendah. Agar besi tidak terlalu panas karena gesekan
"Suatu bentuk energi yang berpindah dari satu zat ke zat lain akibat perbedaan temperatur"
Kalor tidak lain adalah energi yang berpindah dari zat yang temperaturnya lebih tinggi ke zat
lain yang bertemperatur lebih rendah, dan bukan berbentuk zat yang berpindah, seperti yang semula
diduga.
Sejak awal, Helmholtz menyatakan bahwa semua bentuk energi pada dasarnya adalah
ekivalen (setara) dan hubungan antara energi (yang pada saat itu sudah dikenal adalah energi
mekanik) dan energi kalor dicetuskan oleh Joule bahwa jika sejumlah kerja mekanik dilakukan untuk
menghasilkan kalor, maka energi kalor tersebut dapat diubah kembali menjadi kerja mekanik (gerak).
Konsep kesetaraan kalor dan energi mekanik ini sangat mengejutkan karena saat itu konsep
konservasi (kekekalan) energi belumlah ditemukan.
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Sebaliknya jika kita ingin mengkonversi dari satuan energi Joule ke satuan kalori:
Kesetaraan ini diperoleh menggunakan alat Joule di mana beban menarik tali sehingga kincir berputar
dan menaikkan temperatur air. Kerja mekanis sebesar 4,186 Joule ternyata akan menaikan temperatur
air sebesar 1ºC.
Tampak dari tabel kalor-jenis ini, pada umumnya logam memiliki c yang kecil di bawah 0,5
kal/gr°C. Hal ini berarti pada umumnya logam cenderung mudah naik temperaturnya jika diberikan
kalor yang sama dibandingkan dengan zat cair, dan juga cenderung mudah mendingin. Perlu
diperhatikan bahwa dalam hal ini c dianggap sebagai konstanta, meskipun pada kenyataannya tidak,
sebab dari hasil pengukuran, c merupakan fungsi dari temperatur juga atau dengan kata lain berubah
jika temperatur berubah. Sehingga jumlah kalor yang tepat karena perbedaan temperatur lebih tepat
dituliskan sebagai :
T2
Q = m ∫ c dT
T1
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Karena c merupakan fungsi dari T bahkan lebih lanjut, tekanan juga mempengaruhi nilai dari c.
Namun karena perubahan c sangat kecil, maka seringkali dianggap konstan dan kalor dirumuskan
sebagai :
Q = m∙ c ∙ ∆ T
Tabel di atas diperoleh pada kondisi tekanan tetap 1 atm dan temperatur ruang, maka
seringkali c ditulis lebih lengkap sebagai cp, yakni kalor jenis zat pada tekanan tetap. Ada juga yang
disebut kalor jenis zat pada volume tetap c. Perbedaan keduanya lebih lanjut dibahas saat
pembahasaan hukum Termodinamika pertama. Nilai AT di sini merupakan selisih positif dari
perubahan temperatur dalam celcius, namun nilainya setara dengan selisih temperatur dalam Kelvin.
Selain definisi kalor jenis dikenal juga istilah kapasitas kalor. Pada prinsipnya tidak ada
perbedaan makna fisis yang signifikanpada kedua besaran ini (c dan C). C (kapasitas kalor) digunakan
untuk keperluan praktis
mengingat pada umumnya kita menggunakan massa zat tidak persis 1 gram sehingga perlu
definisi lain yang melibatkan langsung faktor massa yang terlibat, sehingga:
C = m ×c (5)
Sehingga C berarti mewakili seluruh massa zat yang terlibat pada pertukaran kalor.
Contoh
Berapakah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur tembaga dengan massa 500 gram
sebesar 100℃ ?
Jawab :
Dari tabel kita peroleh bahwa kalor jenis dari tembaga adalah 0,093 kal/ gramºC. Dari hubungan pada
persamaan (4), dapat dihitung kalor yang diperlukan:
Q = m∙ c ∙ ∆ T .
Q = (500) ∙ (0,093) ∙ (100)
= 4650 kalori
4. JUMLAH KALOR AGAR ZAT BERUBAH FASE
Kita kenal hingga saat ini ada tiga jenis fase suatu zat dalam Fisika yaitu: padat, cair dan gas.
Suatu zat dapat saja berubah dari fase satu ke fase yang lain jika menerima atau mengeluarkan
sejumlah kalor pada tekanan yang tetap. Air dalam fase padat (es) misalnya, ketika menerima sejumlah
kalor dalam kadar tertentu dapat berubah fase menjadi cair (air), perubahan ini dinamakan mencair
atau melebur dan proses sebaliknya disebut membeku, dan jika menerima kalor lebih besar dapat
berubah menjadi uap air (gas) atau disebut dengan menguap, meskipun tidak semua zat padat harus
melalui fase cair sebelum menjadi uap, contohnya kapur barus dan es kering, proses ini disebut
menyublim atau sublimasi. Proses ini terjadi karena aktivitas dan perilaku molekul zat yang berubah.
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Misalnya proses air yang menguap menjadi uap air, secara molekuler pross yang terjadi adalah karena
zat menerima kalor, energi kinetik dari molekul air bertambah yang digunakan untuk memutuskan
gaya tarik antar molekul sehingga merrenggang dan menjadi uap.
Kalor, atau naiknya temperatur bukan satu-satunya penyebab perubahan fase Pada air tekanan juga
menjadi faktor yang lain Misalnya pada proses mencairnya es menjadi air (cair), terjadi pada
temperatur 0°C tapi juga dan menguap pada temperatur 100°C, proses ini terjadi apabila tekanan pada
1 atm.
Jumlah kalor yang diperlukan suatu zat agar berubah dari satu fase ke fase lain pada tiap jenis zat
adalah unik. Secara umum terdapat tiga jenis ukuran kalor yang diperlukan agar sebuah zat berubah
fase:
KALOR LEBUR (H) : Adalah jumlah kalor yang diperlukan suatu zat untuk melebur (dari
padat ke cair) tiap suatu satuan massa pada temperatur tetap. Untuk air (H₂O), kalor lebur pada
temperatur 0°C adalah 80 kal/g
KALOR UAP (H) : Adalah jumlah kalor yang diperlukan suatu zat untuk menguap (dari
cair ke cair) tiap suatu satuan massa pada temperatur tetap. Untuk air (H₂O), kalor uap pada
temperatur 100°C adalah 540 kal/g
KALOR SUBLIM (Hs) : Adalah jumlah kalor yang diperlukan suatu zat untuk melebur (dari
padat ke uap) tiap suatu satuan massa pada temperatur tetap.
Jumlah kalor yang diperlukan untuk mengubah suatu zat dari satu fase ke fase lain sebanding
dengan seberapa besar massanya dan jenis dari zat tersebut yang dicirikan oleh nilai H yang berbeda
untuk tiap zat (lihat tabel 14.2), sehingga jumlah kalor yang diperlukan dapat dihitung dari
persamaan:
dQ = dm ∙ H
atau :
Q=m∙H
Berikut data kalor lebur, kalor uap dari beberapa zat :
Tabel 14.2 Kalor Lebur dan Kalor Penguapan untuk berbagai bahan pada tekanan 1 atm, Tipler, 1998
zat Kalor Lebur Hf (kj/kg) Kalor Uap Hv (kj/kg)
Alkohol 109 879
Karbohidrat - 573
Tembaga 205 4726
Emas 62,8 1701
Helium - 21
Timah 24,7 858
Merkuri 11,3 296
Oksigen 13,8 213
Air 333,5 2257
Contoh :
Jika kita ingin membuat 2 kilogram, es yang temperaturnya -30°C pada tekanan atmosfir menguap
seluruhnya, berapakah kelor yang harus diberikan?
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Jawab :
Es untuk menjadi fase uap melalui tiga tahap, yaitu menaikan temperatur es menjadi 0°C, kemudian
tahap perubahan wujud es menjadi air
pada 0°C kemudian tahaop menaikkan
temperatur air menjadi 100°C dan
akhirnya mengubah air menjadi uap pada
100°C.
Jawab:
Sesuai dengan azas Black, zat yang menerima kalor adalah susu karena bertemperatur lebih rendah
dari kopi. Sehingga dari persamaan (7) :
Qkopi = Qsusu
mkopi ∙c ∙ ∆ Tkopi = msusu ∙ c ∙ ∆ Tsusu
mkopi ∙ (Tkopi - Tc) = msusu ∙ (Tc – Tsusu)
dengan T adalah temperatur akhir campuran yang nilainya pasti lebih besar dari temperatur susu dan
lebih kecil dari temperatur kopi. Sehingga diperoleh :
(mkopi msusu )
temperatur akhir dari campuran kopi susu adalah 82,220C, dengan meng anggap bahwa selama
pencampuran tidak ada kalor yang keluar dari kopi.
Contoh penggunaan azas Black yang penting adalah dalam penentuan kalor jenis benda
menggunakan Kalorimeter seperti contoh di bawah ini.
Kalorimeter sesungguhnya "hanyalah sebuah wadah di mana pen campuran dua zat atau lebih
dapat berlangsung pada keadaan mendekati keadaan ideal, yaitu keadaan yang tidak memungkinkan
zat lain (atau lingkungan) berinteraksi ke dalam sistem pencampuran tersebut,
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Agar menjamin kondisi ideal, di mana lingkungan (udara) tidak berinteraksi ke dalam sistem
diperlukan suatu isolator temperatur supaya kalor sistem tidak keluar, demikian juga kalor yang
mungkin ada di luar sistem tidak masuk ke dalam. Selain itu temperatur yang ada di dalam sistem
harus bisa teramati dengan baik. Untuk inilah keperluan inilah Kalorimeter dirancang.
Isolator berbentuk silinder yang biasanya terbuat dari logam berfungsi supaya udara luar
tidak. mempengaruhi campuran zat (sistem) dalam ruang pencampuran, sehingga kalor di dalam
sistem dapat dianggap konstan. Pengaduk berfungsi untuk meratakan temperatur system Dengan
memanfaatkan azas Black kalor jenis kalorimeter dapat kita hitung.
Berikut sebuah contoh pengukuran kalor jenis sebuah zat menggunakan perangkat
Kalorimeter: Pada percobaan Kalorimeter, didapatkan data sebagai berikut :
Qkalorimeter = 0,093 kal/grC
mair (100 cc) = 100 gr
mair = 1 kal/grC
mbahan = 80 gr
Tair = tkalorimeter pada kedalaman awal = 28 ℃
Tbahan keadaan awal = 90℃
mkalorimeter = 250 gr
Dengan perubahan temperatur sebagai berikut :
No T(C) T(detik)
1 30 5
2 31 10
3 32,05 15
4 32,05 20
5 32,05 25
Jawab :
Dengan menggunakan azas black :
Qserah = Qterima
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057
Zat yang melepas kalor adalah zat yang kita panaskan dan belum diketahui kalor jenisnya
berindeks B, sedangkan yang menerima adalah air (indeks A) dan wadah pencampuran (kalorimeter)
berindeks K, sehingga :
QB = Q A + QK
mBcB(tB - tc) = mAcA(tC - tA) + mKcK(tC - tK)
mA c A ( t C −t C ) + mK c K (t C −t K )
cB =
mB (t B −t C )
Dengan anggapan bahwa temperatur kalorimeter sama dengan temperatur air (t A = tK)
perantaraan udara. Contoh dari konveksi adalah aliran angin karena perbedaan temperatur antara dua
daerah.
Konduksi, yaitu perpindahan kalor antara dua sistem yang bersentuhan langusng akibat
perbedaan temperatur atau dikenal dengan "gradien temperatur" di antara keduanya.
Perhatikan sebuah sistem berikut, di mana sebuah balok dengan dua sisi seluas A yang
memiliki temperatur berbeda AT = T₁ - T₂, Karena perbedaan temperatur ini maka akan terjadi
perpindahan kalor secara konduksi dengan laju perpindahan sebesar :
∆Q ∆T
H= =¿ kA (8)
∆t L
Besaran ∆ T/L ini sering disebut gradien temperatur, dan kadalah koefisien konduktivitas
termal dari benda. Koefisiken k menunjukan seberapa cepat zat dapat memindahkan kalor, k yang
besar menunjukan laju perpindahan kalor yang besar. Nilai dari konduktivitas dari berbagai zat dapat
ditunjukan pada tabel di bawah ini :
Contoh:
Es disimpan dalam sebuah termos berbentuk kubus dengan dinding setebal 5 cm dan rusuk 45 cm
terbuat dari plastik dengan k = 0,050 W/mK. Bila temperatur di luar kotak 27°C, berapa banyak es
yang akan mencair setiap jamnya?
Nama : Nurul Diah Nabila
NPM : 211110017311057