Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNOLOGI LABORATORIUM I


ACARA 3. LEUKOSIT

Disusun oleh:

Nama : Khilmi Fuadah

NIM : 20/464456/SV/18775

Kelompok : Kelompok 1

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI VETERINER


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI TEKNOLOGI LABORATORIUM I
ACARA 3. LEUKOSIT

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dan memahami perhitungan leukosit
2. Mengetahui dan memahami pembuatan Sediaan Apus Darah (PAD) dan
pewarnaan giemsa
3. Mengetahui dan memahamiperhitungan diferensial leukosit
4. Mengetahui dan memahamipengujian rivalta dan interpretasinya

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Leukosit dan Fungsi Leukosit

Leukosit merupakan sel yang memiliki inti yang terdiri dari


granulosit dan agranulosit. Granulosit atau yang memiliki granula
meliputi: neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sedangkan agranulosit
meliputi: limfosit dan monosit.Dalam kondisi normal, granulosit hanya
berasal dari sumsum tulang. Sejumlah kecil limfosit diproduksi di
sumsum tulang, tetapi pasokan utama berasal dari jaringan limfatik dan
timus. Monosit kemungkinan diproduksi di area jaringan
retikuloendotelial, terutama limpa (Gregg, 2011)

Leukosit tersebar di antara eritrosit pada preparat slide dan


merupakan sel berinti dari berbagai ukuran, beberapa di antaranya
mengandung butiran atau granula yaitu Neutrofil, eosinofil, dan basofil
yang memiliki butiran yang ada di sitoplasma (cairan seluler) dan
dikategorikan sebagai granulosit, sedangkan limfosit dan monosit
adalah agranulosit (Doughlas, 2010).
Fungsi leukosit sendiri terkait dengan fungsi pertahanan yaitu
mengenali dan merespons zat asing apapun bagi tubuh, terutama agen
penyebab penyakit potensial, seperti bakteri, virus, dan jamur. Limfosit
berperan penting dalam memproduksi antibodi terhadap antigen asing
dan melawan infeksi virus. Monosit\s meninggalkan sistem peredaran
darah setelah beberapa hari, dan disebut scavenger cells karena dapat
menelan bakteri dan benda asing lainnya melalui proses fagositosis
(Bellwood dan Andrasik Catton, 2014).
Leukosit yang paling umum pada kebanyakan hewan, dan yang
paling umum adalah neutrofil. Neutrofil agak lebih besar dari eritrosit
dan dicirikan oleh nukleusnya yang tampak menggumpal, bernoda padat,
yang memanjang dan biasanya sangat menjorok atau menyempit
(Gambar 1) (Doughlas, 2010).

Gambar 1 a) Neutrofil kuda, (b) eosinofil sapi, (c) basofil kucing, (d)
limfosit kucing, (e) monosit domba, dan (f) trombosit kuda (Doughlas, 2010).

B. Macam-macam Leukosit dan Fungsinya


Eosinofil mengandung granula kasar yang berwarna merah–orange
(eosinofilik) yang tampak pada apusan darah tepi. Intinya bersegmen
(pada umumnya dua lobus). Fungsi eosinofil yaitu sebagai fagositosis
dan mengahsilkan antibodi terutama terhadap antigen yang dikeluarkan
oleh parasit. Jumlah eosinofil normal adalah 2-4% dan akan meningkat
bila terjadi reaksi alergi atau infeksi parasite (Thrall, 2012).
Eosinofil (atau asidofil) memiliki ukuran yang sama atau sedikit lebih
besar dari neutrofil dan memiliki nukleus yang mungkin berbentuk pita
atau menyempit menjadi dua lobus atau trilobus. Sitoplasma biasanya
berwarna biru muda tetapi mungkin sulit dilihat karena adanya butiran
yang khas (Thrall, 2012).
Eosinofil sering dapat digunakan untuk menentukan spesies dari mana
sampel diperoleh. Secara umum eosinofil tampak berwarna merah muda
hingga oranye hingga salmon, dan terkadang merah cerah (Doughlas,
2010).
Basofil mengandung granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan
seringkali menutupi inti sel yang bersegmen. Merupakan jenis leukosit
yang jumlahnya paling sedikit yaitu < 2% dari jumlah keseluruhan
leukosit. Granula pada basofil mengandung heparin (antikoagulan)
histamin, dan substansi anafilaksis. Basofil jarang dijumpai pada
sediaan apus darah normal. Berukuran menengah antara neutrofil dan
eosinofil, basophil memiliki inti memanjang hingga sedikit menjorok
yang memiliki kromatin pewarnaan kurang padat. Garis nukleus sering
dikaburkan oleh granula basofilik dalam sitoplasma yang berwarna dari
ungu muda atau ungu tua hingga hampir hitam (Gambar 2.4c) (Doughlas,
2010).Basofil berperan dalam reaksi hipersensitivitas yang
berhubungan dengan Imunoglobulin F (IgF) (Doughlas, 2010).
Limfosit adalah leukosit yang paling umum terlihat pada banyak
ruminansia dan hewan pengerat. Keunikannya di antara leukosit adalah
ketika dirangsang memiliki kemampuan untuk dapat mengubah ukuran
dan bentuknya menjadi bentuk besar, sedang, dan kecil, dan dapat
membentuk lebih banyak sel oval yang disebut sel plasma. Limfosit
matur adalah leukosit terkecil, seringkali ukurannya hampir tidak lebih
besar dari eritrosit, dan memiliki nukleus bulat yang dikelilingi oleh
sedikit sitoplasma berwarna biru, yang seringkali hampir tidak dapat
dideteksi. Memiliki kromatin nukleus kasar dan menggumpal, dan
lekukan kecil mungkin terdapat di pinggiran nukleus. Limfosit yang
jauh lebih besar juga terlihat, terutama pada sapi, dengan sitoplasma
yang lebih banyak dan nukleus yang lebih besar yang dapat menjadi
lebih lonjong atau persegi panjang. Beberapa limfosit akan membentuk
sel plasma (plasmacytes), yang berbentuk oval dan memiliki inti bulat
yang ditempatkan secara eksentrik di mana kromatin yang menggumpal
sering memiliki penampilan seperti roda berputar (Doughlas, 2010).
Berdasarkan fungsinya, limfosit dibagi atas sel B dan sel T. Sel B
terutama berefek pada sitem imun humoral, yang berkembang ada
sumsum tulang dan dapat ditemukan dalam limfonodus, limpa, dan
organ lainnya selain berada dalam darah. Setelah terjadi rangsangan dari
antigen, sel B akan berkembang menjadi sel plasma yang dapat
memproduksi antibody (Gregg, 2011).
Monosit adalah leukosit terbesar dan penampilannya serupa pada
semua spesies umum. Hal ini ditandai dengan inti pleomorfik, atau
ameboid, yang dapat mengambil berbagai bentuk dari memanjang ke
bulat dan sering dalam kacang merah, tapal kuda, kupu-kupu, atau
berbentuk H (Gambar. 1e). Ada banyak, sitoplasma abu-abu kebiruan,
yang sering memiliki penampilan seperti kaca berbusa atau tanah dan
sering mengandung vakuola kecil hingga besar (lubang atau gelembung).
Karena aktivitas utama monosit adalah fagositosis (menelan dan
mencerna partikel), butiran atau partikel variabel, dan kadang-kadang
sel lain, dapat ditemukan di sitoplasma (Doughlas, 2010).
Monosit adalah jenis leukosit yang berukuran paling besar. Inti selnya
mempunyai granula kromatin halus yang menekuk menyerupai ginjal /
biji kacang. Monosit mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai fagosit
mikroorganisme (khususnya jamur dan bakteri) dan benda asing lainnya
serta berperan dalam reaksi imun (Doughlas, 2010).
C. Data Jumlah Leukosit Normal Pada Berbagai Spesies Hewan
Tabel 1. Data Jumlah Leukosit Normal Pada Berbagai Spesies Hewan
(Oenek & Novianti, 2014)

Tabel 2. Data diferensiasi leukosit normal pada beberapa jenis hewan

(Gregg, 2011)

Tabel 3. Data diferensiasi leukosit normal pada domba

(Nossafadli & Handarini, 2014)

Tabel 4. Data diferensiasi leukosit normal pada ayam

(Oenek & Novianti, 2014)

D. Abnormalitas Leukosit
1. Leukopenia
Penurunan sel darah putih, yang dapat disebabkan oleh penghancuran sel atau
produksi sel yang tidak cukup (Barger dan Macneill, 2015).

Gambar 2. Leukopenia (Barger dan Macneill, 2015)

2. Leukositosis

Peningkatan sel darah putih, yang dapat menjadi respons normal dari sistem
kekebalan tetapi juga disebabkan oleh penyakit kanker atau non-kanker tertentu.
Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi.
Leukositosis adalah suatu respon normal terhadap infeksi atau peradangan (Barger
dan Macneill, 2015).
Gambae 3. Leukositosis (Barger dan Macneill, 2015).

3. Neutropenia autoimun,

Yaitu kondisi ketika tubuh memproduksi antibodi untuk menyerang neutrofil. Ini
terjadi pada penyakit Crohn dan rematoid artritis. Neutropenia kongenital berat,
yaitu kondisi yang didapat sejak lahir akibat mutasi genetik. Penderitanya sering
kali mengalami infeksi bakteri berulang. Neutropenia siklik, yaitu kondisi yang
juga disebabkan karena mutasi genetik, tapi terjadi dalam siklus 21 hari (Barger dan
Macneill, 2015).

Gambar 4. Neutropenia (Barger dan Macneill, 2015)


Gambar 5. Leukosit normal dan abnormal (Doughlas, 2010)

E. Perhitungan Leukosit dan Diferensial Leukosit


Perhitungan Leukosit
Metode : Mikrovisual
Prinsip :
Darah diencerkan dalam pipet leukosit, kemudian dimasukkan dalam
kamar hitung. Jumlah leukosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan
faktor konversi jumlah leukosit per ul darah dapat diperhitungkan
Bahan pemeriksan :
a. Darah kapiler
b. Darah vena dengan antikoagulan (EDTA, Oxalat)
Alat yang dipakai :
a. Pipet thoma leukosit
b. Kamar hitung improved neubauer
c. Deck glass
d. Mikroskop
Reagent :
a. Larutan turk,yang mempunyai susunan sebagai
berikut : - Larutan gentian violet 1% dalam air 1 ml
- Asam asetat glacial 1 ml
- Aquadest ad 100 ml Saringlah sebelum dipakai
b. HCl 1% Ini dalah suatu larutan pengencer yang bagus untuk
mengerjakan angka leukosit, karena larutan ini bekerja dengan cepat dan
cukup untuk menghemolisakan semua eritrosit yang tidak
bernukleus.
6. Prosedur :
a. Mengisi Pipet Leukosit :
1) Isaplah darah sampai garis tanda 0.5 tepat
2) Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
3) Masukkan ujung pipet dalam larutan turk sambil menahan darah pada
garis tanda tadi. Pipet dipegang dengan sudut 45º dan larutan turk dihisap
perlahan-lahan sampai tanda 11. Hati-hatilah jangan sampai terjadi
gelembung udara.
4) Angkatlah pipet dari cairan, tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu
lepaskan karet penghisap.
5) Kocoklah pipet itu selama 15-30 detik. Jika tidak segera akan dihitung,
letakkanlah dalam sikap horizontal.
b. Mengisi Kamar Hitung :
1) Letakkanlah kamar hitung yang bersih benar dengan kaca penutupnya
terpasang mendatar diatas meja.
2) Kocoklah pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus menerus, jagalah
jangan sampai ada cairan terbuang dari dalam pipet itu waktu mengocok.
3) Buanglah cairan yang ada di dalam batang kapiler pipet (3 atau 4 tetes)
dan segeralah sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30º pada
permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup.
Biarkan kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya
kapilaritasnya sendiri.
4) Biarkanlah kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit agar leukosit dapat
mengendap.
c. Menghitung Jumlah Sel :
1) Pakailah lensa obyektif kecil, yaitu dengan pembesaran 10 kali.
Turunkan lensa kondensor atau kecilkan diafragma. Meja mikroskop
harus datar sikapnya.
2) Kamar hitung dengan bidang bergarisnya diletakkan dibawah obyektif
dari focus mikroskop diarahkan pada garis bagi itu. Dengan sendirinya
leukosit jelas terlihat.
3) Hitunglah semua leukosit yang terdapat dalam keempat bidang besar
pada sudut-sudut seluruh permukaan yang dibagi.
a) Mulailah menghitung sel dari sudut kiri atas, terus ke kanan kemudian
turun ke bawah dan kanan kiri lalu turun lagi ke bawah dan dimulai lagi
dari kiri ke kanan. Cara seperti ini dilakukan pada keempat bidang besar.
b) Kadang-kadang ada sel yang letaknya menyinggung garis batas
sesuatu bidang. Sel-sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau
garis atas haruslah dihitung. Sebaliknya sel-sel yang menyingung garis
batas sebelah kanan atau bawah tidak boleh dihitung.
Perhitungan :
Jumlah leukosit = N x Fb x P = N x 2.5 x 20
N = Jumlah lekosit dalam 4 kotak W
Fb = Faktor Bilik Hitung
P = Pengenceran
Catatan : 1µL = 1 mm3
(Syarifah dan Prasetyawati, 2020)
Perhitungan Diferensial Leukosit
Tujuan
Hitung diferensial leukosit memiliki fungsi untuk memberikan informasi
mengenai proporsi dan jumlah leukosit individu dalam sampel pasien,
termasuk perubahan morfologi yang signifikan. Juga dapat memberikan
informasi diagnostik yang berguna dalam kasus peradangan, infeksi, dan
respons antigenic (Gregg, 2011).
Bahan yang dibutuhkan
• Stained PBS
• Mikroskop dengan lensa objektif 100×
• Penghitung sel (hemositometer)
Prosedur
Pemeriksaan dan penghitungan dilakukan di dalam area monolayer slide
(1) Memindai slide dalam pola grid metodis, agar tidak menutupi area
yang sama dua kali. Perhitungan dapat diselesaikan dengan cepat di
bawah perbesaran 400x, tetapi jika melakukan evaluasi morfologi,
perbesaran 1000x harus digunakan.
(2) Hitung minimal 100 sel darah putih. (Jika Jumlah leukosit total
meningkat, 200 sel harus dihitung untuk menjaga akurasi.)

Rumus perhitungan relatif dan absolut


(Thrall, 2012)

F. Pembuatan Preparat Apus Darah


Tujuan
Mempersiapkan apusan darah tepi atau preparat apus memungkinkan
pemeriksaan mikroskopis sel darah. Pada preparat apus yang dibuat
dengan baik, sel dapat dengan mudah dihitung dan karakteristik
morfologinya dievaluasi secara akurat. Tujuan dari preparat apus adalah
untuk mendapatkan "monolayer." Monolayer adalah area smear di mana
sel-sel tersebar merata, tidak menyebar terlalu jauh atau tumpang tindih.
Mayoritas penghitungan dan evaluasi akan dilakukan di area ini, yang
juga dikenal sebagai "area baca" (Barger dan Macneill, 2015).
Bahan yang dibutuhkan
• Darah utuh yang tercampur antikoagulan dengan baik,
• Gelas mikroskop kaca
• Tabung kapiler
• Jaringan lensa.
Prosedur
(1) Penting untuk memulai dengan dua slide mikroskop yang bersih dan
bebas debu. Jika slide kotor atau berdebu, bersihkan menggunakan tisu
lensa bebas serat.
(2) Dengan menggunakan pipa kapiler, ambil sampel darah lengkap.
Pastikan darah tercampur dengan baik dengan membaliknya perlahan
beberapa kali sebelum pengambilan sampel dengan pipa kapiler.
(3) Jika darah tidak tercampur dengan baik, sel-sel mulai mengendap
menyebabkan distribusi sel pada preparat apus menjadi tidak akurat.
(4) Tempatkan setetes darah (2-3 mm) di ujung slide.
(5) Slide kedua digunakan sebagai slide "penyebar" dan harus dipegang
pada sudut 30°-40°.
(6) Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk, jangkar slide bawah ke
counter dan kembalikan slide spreader ke dalam tetesan darah.
(7) Berhentilah sejenak pada saat tetesan darah, dan dalam gerakan cairan
yang halus, majukan slide spreader ke ujung. (8) Pastikan untuk tidak
mengubah sudut atau mengangkat slide spreader dari slide bawah. Ada
banyak teknik untuk membuat noda. Metode yang berbeda harus
dipraktikkan untuk menentukan mana yang paling nyaman
Ciri-ciri apusan yang baik
1. Meliputi 3/4 slide
2. Simetris, berbentuk peluru
3. Tidak ada ekor atau tonjolan Secara mikroskopis
4. Harus memiliki distribusi sel yang merata.
Dibawah ini merupakan contoh eror atau kesalahan yang terjadi saat
pembuatan preparat apus.
(Thrall, 2012)
Gambar 6. Contoh preparat apus darah yang kurang baik (Gregg, 2011)

G. Pewarnaan Giemsa
Prinsip :
Setelah dibuat preparat apus darah pada slide dari kaca, kemudian di cat
dan dilihat hapusannya dibawah mikroskop. Dengan cara ini dapat
menggambarkan morfologi, lekosit, menaksirkan presentasi jumlah
leukosit
2. Bahan :
Darah kapiler /darah vena
3. Alat :
a. Obyek glass
b. Deck glass
c. Pipet
4. Reagen :
Pewarna Giemsa
Prosedur
1) Preparat yang sudah kering diletakkan diatas rak pengecatan
2) Menetesi preparat tersebut dengan metanol diatas sampai tertutup
seluruh permukaan object glass preparatnya, biarkan selama 5 menit
3) Kemudian setelah kering beri warna dengan pewarna giemsa sampai
tertutup seluruh permukaan object glassnya biarkan selama 20 menit sisa
cat dibuang
4) Bilas dengan aquades
5) Letakkan sediaan dalam sikap vertikal dan biarkan mengering
6) Lihat dengan mikroskop
(Aliviameita, 2020)
H. Metode Pembacaan Preparat Apus Darah
Diferensial Hitung Leukosit Setelah pemeriksaan awal apusan
selesai, dilakukan penghitungan diferensial (relatif) dengan menghitung
dan mengklasifikasikan sedikitnya 100 leukosit. Karena identifikasi dan
penghitungan jenis sel yang benar adalah fungsi penting dari
pemeriksaan ini, harus menghindari area di mana sel-selnya tumpang
tindih dan lebih dari satu lapis atau terdistorsi oleh sel-sel di sekitarnya
atau lokasi pada apusan (ujung tepi berbulu). Leukosit cenderung
bergerak ke tepi luar dan ujung apusan darah seperti yang dibuat,
terutama karena perbedaan ukuran dengan eritrosit (Barger dan Macneill,
2015).
Untuk memastikan pengambilan sampel sel secara acak dan untuk
menghindari penghitungan ulang bidang yang sama, salah satu dari dua
pola pemeriksaan slide harus digunakan. Dalam metode battlement,
teknisi harus memeriksa tepi apusan untuk 3-5 bidang bergerak ke dalam
jarak pendek dan sejajar tepi untuk 3-5 bidang, dan kemudian pindah
kembali ke tepi, prosedur ini diulangi sesering yang diperlukan untuk
mengidentifikasi jumlah sel yang dibutuhkan (Barger dan Macneill,
2015).
Pola kedua (kadang-kadang disebut sebagai crossing) serupa, tetapi
sel dihitung di seluruh lapisan tunggal (bukan di area yang tebal). Lebih
sedikit leukosit yang ada di tengah film, tetapi yang ada biasanya paling
berbeda secara morfologis (Barger dan Macneill, 2015).
Gambar Teknik untuk melakukan penghitungan leukosit diferensial pada
apusan darah: (a) teknik "battlement" dan (b) teknik crossing, atau
"wandering" (Barger dan Macneill, 2015).
I. Pengertian dan Tujuan Uji Rivalta
Uji Rivalta merupakan pemeriksaan konvensional yang masih sering
digunakan saat ini untuk membedakan efusi pleura transudat (Uji Rivalta
negatif) dan eksudat (uji Rivalta positif). Interpretasi dari uji Rivalta
dilakukan dengan menilai ada tidaknya kekeruhan setelah cairan efusi
pleura diteteskan padacairan aquades yang mengandung asam asetat
glasial. Rivalta dapat digunakan untuk membedakan antara transudat
dengan eksudat suatu cairan efusi. Reaksi positif uji Rivalta tidak hanya
terhadap keberadaan kandungan protein tinggi dalam suatu efusi, namun
juga oleh tingginya konsentrasi fibrinogen dan mediator inflamasi
(Barger dan Macneill, 2015).
Prinsip dari uji rivalta adalah seromucin yang terdapat pada eksudat dan
tidak terdapat pada transudat akan bereaksi dengan asam asetat encer dan
kemudian akan membentuk suatu kekeruhan (Thrall, 2012).
J. Cara Kerja dan Interpetasi Uji Rivalta
Prosedur

1. Mengisi sebuah tabung gelas transparan volume 10 ml dengan 7-8 ml


aquabides, kemudian dicampurkan dengan satu tetes asam asetat (98%).

2. Satu tetes cairan efusi secara hati-hati diteteskan di permukaan dinding


tabung campuran aquabides dan asam asetat.
Gambar 7. Prosedur uji rivalta (Syarifah dan Prasetyawati, 2020)
Interpretasi hasil
Jika cairan efusi tersebut menghilang dan cairan campuran tetap tampak
bening, maka hasil uji Rivalta adalah negative (transudat).

Gambar 8. Hasil uji rivalta negatif (Barger dan Macneill, 2015)


Jika tetes cairan efusi tersebut tetap berbentuk tetesan dan secara
perlahan-lahan tetesan tersebut melayang turun ke dasar tabung seperti
ubur-ubur (jellyfish like), maka hasil uji Rivalta adalah positif (eksudat)
(Barger dan Macneill, 2015).
Gambar 9. Uji rivalta positif (Barger dan Macneill, 2015)
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Perhitungan leukosit

1. Alat
Nama alat Fungsi
Pipet Leukosit"11" Alat yang digunakan untuk
mengambil sampel
Hemositometer Kamar hitung (Counting
chamber) atau alat yang
digunakan untuk melakukan
pengamatan
Selang penghubung pipet Menghubungkan pipet dengan
dengan spuit spuit untuk pengambilan darah
Deck glass Sebagai kaca penutup, untuk
menutup preparat

2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Sampel darah Sebagai sampel yang diamati
Larutan rees ecker Sebagai pengencer dan pewarna

Pembuatan sediaan apus darah (anjing)


1. Alat
Nama alat Fungsi
Tali Untuk merestraint anjing saat
pengambilan sampel darah
Thermometer Untuk memeriksa suhu tubuh
sebelum pengambilan darah
Tourniquet Untuk mengerutkan dan
menekan area sekitar pembuluh
darah
Spuit 3ml Untuk mengambil darah
Tabung antikoagulan (EDTA Untuk mencegah koagulasi
Tube) tutup ungu darah
Ice box Untuk menyimpan sampel
darah
Object glass Untuk meneteskan sampel dan
membuat preparat
2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Sampel darah Sebagai sampel yang diamati
Larutan ethanol Untuk memfiksasi sampel
Pewarnaan giemsa
Materi
Nama Fungsi
Preparat apus Sebagai sampel yang diamati
Larutan giemsa Sebagai pewarna
Aquades Sebagai pelarut dan pembilas
Spuit / pipet Untuk meneteskan larutan
Kotak object glass Untuk menyimpan preparat

Perhitungan diferensial leukosit


Nama Fungsi
Preparat yang telah diwarnai Sebagai sampel yang diamati
Mikroskop Untuk mengamati preparat
Minyak imersi Sebagai pelumas

Uji Rivalta
1. Alat
Nama Alat Fungsi
Tabung reagen transparan 15 ml Sebagai wadah yang digunakan
untuk melakukan reaksi
Tabung ukur 20ml Digunakan untuk mengukur
cairan
Tongkat pengaduk Untuk menghomogenkan
larutan
2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Cairan hasil efusi Susp, FIP Sebagai sampel yang diamati
Asam asetat 98% 1 tetes Sebagai reagen
Water for injection 7-8 ml Sebagai pelarut
Metylen blue Sebagai pewarna untuk
visualisasi cairan

B. Metode
1. Perhitungan leukosit
Alat dan bahan seperti pipet leukosit 11, hemositometer, dan selang
penghubung pipet dengan spuit disiapkan

Deck glass diletakkan diatas counting chamber atau kamar hitung


hemositometer

Pipet leukosit 11 dimasukkan kedalam tabung sampel darah

Piston spuit ditarik hingga darah terhisap sampai garis 0.5

Pipet dimasukkan kedalam eppendorf yang berisi larutan rees ecker.

Piston spuit ditarik hingga larutan terhisap sampai dengan garis 11

Pipet dilepaskan dari selang dan spuit kemudian dihomogenkan dengan


gerakan membentuk angka 8

Sebagian isi pipet dibuang

Isi pipet diteteskan pada kedua sisi kamar hitung

Diamati di bawah mikroskop

2. Pembuatan sediaan apus darah


a. Pengambilan darah

Anjing dihandling dengan benar, kemudian moncong anjing


direstrainmenggunakan tali

Dilakukan pemeriksaan klinis seperti pengecekan suhu tubuh, dengan


memasukkan thermometer di bagian rektal anjing

Alkohol diusapkan pada area Vena cephalica antebrachii anterior yang telah
dipasang tourniquet sebelumnya

Darah diambil dengan menggunakan spuit 3 ml

Darah yang telah diambil dimasukkan kedalam tabung yang berisi


antikoagulan

Dihomogenkan dengan gerakan membentuk angka 8

Sampel darah yang telah diambil disimpan di dalam ice box


b. Pembuatan preparat apus

Satu tetes darah diteteskan diatas object glass

Object glass kedua diletakkan diatas object glass


pertama membentuk sudut 30 – 45o

Object glass ditarik kesamping hingga darah


menyentuh seluruh permukaan object glass kedua

Didorong sampai terbentuk lapisan tipis

Preparat difiksasi dengan ditetesi ethanol ke


seluruh permukaan apus.

Dibiarkan mengering

3. Pewarnaan giemsa

Giemsa dan aquades buffer dicampurkan dengan perbandingan 1 : 9

Campuran tersebut dihomogenkan

Stok giemsa diteteskan diatas permukaan preparat apus

Pewarna giemsa diratakan ke seluruh permukaan preparat apus dan dipastikan


seluruh permukaan yang terdapat lapisan darah terkena pewarna

Dibilas dengan aquades hingga seluruh sisa – sisa pewarna hilang

Preparat yang telah diwarnai dikeringkan

Preparat yang telah dikeringkan disimpan di kotak object glass

4. Perhitungan diferensial leukosit


Preparat apus darah yang telah diwarnai
diletakkan di atas mikroskop

Minyak imersi diteteskan di atas preparat

Diamati dan dihitung setiap jenis


komponen leukosit,

Dibaca dengan menggunakan metode


pembacaan pad, straight-edge, cross-
sectional , Battlement

5. Uji rivalta

Gelas ukur diisi dengan air suling sebanyak 7-8cc kemudian mencampurnya
dengan asam asetat

Water for injection tadi dimasukkan dari gelas ukur ke tabung reaksi

1 tetes asam asetat 98% diteteskan ke tabung reaksi (jika menggunakan yang
25% maka diteteskan sebanyak 4 tetes)

Dihomogenkan dengan cara diaduk

1 tetes cairan hasil aspirasi (efusi dari kucing) diteteskan pada dinding tabung
reaksi

Jika terdapat bentuk seperti ubur ubur (Jelly Fish Like) maka membuktikan
hasilnya positif FIP sekitar 51%

Ascites + pewarna hasil positif seperti ubur - ubur (86% FIP)


IV. HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Praktikum
a. Perhitungan Leukosit
No. Gambar Keterangan
1. Menyiapkan alat dan
bahan seperti pipet
leukosit 11,
hemositometer, dan
selang penghubung
pipet dengan spuit
2. Meletakkan deck
glass diatas counting
chamber atau kamar
hitung hemositometer

4.
Memasukkan pipet
leukosit 11 kedalam
tabung sampel darah

5. Menarik piston spuit


hingga darah terhisap
sampai garis 0.5

6. Memasukkan pipet
kedalam eppendorf
yang berisi larutan
rees ecker.
7. Menarik piston spuit
hingga larutan
terhisap sampai
dengan garis 11

8. Melepaskan pipet
dari selang dan spuit
kemudian
menghomkgenkan
dengan gerakan
membentuk angka 8
9. Membuang sebagian
isi pipet

10. Meneteskan isi pipet


pada kedua sisi
kamar hitung
Mengamati di bawah
mikroskop

b. Pembuatan sediaan apus darah


No Keterangan Gambar
.
Pengambilan darah pada anjing
1. Menghandling
anjing dengan
benar, kemudian
merestrain
moncong anjing
menggunakan tali

2. Melakukan
pemeriksaan
klinis seperti
pengecekan suhu
tubuh, dengan
memasukkan
thermometer di
bagian rektal
anjing
3. Mengusapkan
alkohol pada area
Vena cephalica
antebrachii
anterior yang
telah dipasang
tourniquet
sebelumnya

4. Menggambil
darah dengan
menggunakan
spuit 3 ml
5. Memasukkan
darah yang telah
diambil kedalam
tabung yang berisi
antikoagulan

6. Menghomkgenka
n dengan gerakan
membentuk angka
8

7. Menyimpan
sampel darah
yang telah
diambil kedalam
ice box

Pembuatan preparat apus darah


1. Meneteskan satu
tetes darah diatas
object glass

2. Meletakkan object
glass kedua diatas
object glass
pertama
membentuk sudut
30 – 45o
3. Menarik object
glass kesamping
hingga darah
menyentuh
seluruh
permukaan object
glass kedua
4. Mendorongnya
sampai terbentuk
lapisan tipis

5. Memfiksasi
preparat dengan
meneteskan
ethanol ke seluruh
permukaan apus.

6 Membiarkannya
mengering

c. Pewarnaan Giemsa
No Keterangan Gambar
.
1. Menyiapkan
campuran giemsa
dan aquades
buffer dengan
perbandingan 1 : 9

2. Menghomogenka
n campuran
tersebut

3. Meneteskan stok
giemsa diatas
permukaan
preparat apus

4. Meratakan
pewarna giemsa
ke seluruh
permukaan
preparat apus dan
memastikan
seluruh
permukaan yang
terdapat lapisan
darah terkena
pewarna
5. Membilas dengan
aquades hingga
seluruh sisa – sisa
pewarna hilang

6. Mengeringkan
preparat yang
telah diwarnai

7. Menyimpan
preparat yang
telah dikeringkan
di kotak object
glass

d. Perhitungan Diferensial Leukosit Leukosit


No. Keterangan Gambar
1. Meletakkan preparat apus
darah yang telah diwarnai
di atas mikroskop
2. Meneteskan minyak
imersi di atas preparat

3. Mengamati dan
menghitung setiap jenis
komponen leukosit,

4. Membaca dengan metode


pembacaan pad, straight-
edge, cross-sectional ,
Battlement
5.
Gambar yang ditandai
nomor 1 merupakan
neutrofil

6. Gambar 2 merupakan
limfosit yang sering
ditemui terutama pada
hewan ruminansia
Tujuan perhitungan
diferensial leukosit
sendiri adalah
1. Mengetahui morfologi
2.Jumlah relatif
3.Jumlah absolut pada
leukosit yang memiliki
fungsi utama sebagai
respon sistemik individu,
derajat virulensi agen
penyakit, derajat
keparahan dari proses
penyakit, dan lamanya
proses penyakit

e. Uji Rivalta
No Gambar Keterangan
.
1. Mengisi gelas ukur
dengan air suling
sebanyak 7-8cc
kemudian
mencampurnya
dengan asam
asetat
2. Memasukkan
water for injection
tadi dari gelas
ukur ke tabung
reaksi

3. Meneteskan 1 tetes
asam asetat 98% ke
tabung reaksi (jika
menggunakan
yang 25% maka
meneteskannya
sebanyak 4 tetes)

4. Menghomkgenkan
nya dengan cara
mengaduknya

5. Meneteskan 1 tetes
hasil aspirasi (efusi
dari kucing)
dengan cara
meneteskan cairan
hasil aspirasi di
dinding tabung
reaksi
6. Jika terdapat
bentuk seperti ubur
ubur (Jelly Fish
Like) maka
membuktikan
hasilnya positif
FIP sekitar 51%

7. Ascites + pewarna
hasil positif seperti
ubur - ubur (86%
FIP)

2. Perhitungan
Kelompok 1 (Ayam)
No. Jenis sel Jumlah yang terhitung
1. Jumlah leukosit yang 170
terhitung
2. Neutrofil yang terhitung 63
3. Eosinofil yang terhitung 5
4. Basofil yang terhitung 2
5. Limfosit yang terhitung 21
6. Monosit yang terhitung 9

Hasil perhitungan
1. Leukosit
Jumlah sel terhitungX 10 X 20
Jumlah Leukosit per mm3 
4
170 X 10 X 20
Jumlah Leukosit per mm3 
4
jumlah Leukosit per mm  8500
3

2. Neutrofil
Jenis leukosit
Nilai relatif = 𝑋100%
total jenis leukosit
63
Nilai relatif = 𝑋100% = 63%
100
Nilai absolut = Nilai relatif X Jumlah Leukosit per mm3
Nilai absolut = 63% X 8500
Nilai absolut = 5355
3. Eosinofil
Jenis leukosit
Nilai relatif = 𝑋100%
total jenis leukosit
5
Nilai relatif = 𝑋100% = 5%
100
Nilai absolut = Nilai relatif X Jumlah Leukosit per mm3
Nilai absolut = 5% X 8500
Nilai absolut = 425
4. Basofil
Jenis leukosit
Nilai relatif = 𝑋100%
total jenis leukosit
2
Nilai relatif = 𝑋100% = 2%
100
Nilai absolut = Nilai relatif X Jumlah Leukosit per mm3
Nilai absolut = 2% X 8500
Nilai absolut = 170
5. Limfosit
Jenis leukosit
Nilai relatif = 𝑋100%
total jenis leukosit
21
Nilai relatif = 𝑋100% = 21%
100
Nilai absolut = Nilai relatif X Jumlah Leukosit per mm3
Nilai absolut = 21% X 8500
Nilai absolut = 1785
6. Monosit
Jenis leukosit
Nilai relatif = 𝑋100%
total jenis leukosit
9
Nilai relatif = 𝑋100% = 9%
100
Nilai absolut = Nilai relatif X Jumlah Leukosit per mm3
Nilai absolut = 9% X 8500
Nilai absolut = 765
7. Pembahasan Hasil
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami
perhitungan leukosit. Prinsip dari pengujian ini adalah Darah diencerkan
dalam pipet leukosit, kemudian dimasukkan dalam kamar hitung pada
hemositometer. Jumlah leukosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah leukosit per ul darah dapat
diperhitungkan. Perhitungan leukosit dilakukan dengan menyiapkan alat
dan bahan seperti pipet leukosit 11, hemositometer, dan selang
penghubung pipet dengan spuit. Kemudian meletakkan deck glass diatas
counting chamber atau kamar hitung hemositometer. Selanjutnya pipet
leukosit 11 dimasukkan kedalam tabung sampel darah. Piston spuit ditarik
hingga darah terhisap sampai garis 0.5. Memasukkan pipet kedalam
eppendorf yang berisi larutan rees ecker. Menarik piston spuit hingga
larutan terhisap sampai dengan garis 11. Melepaskan pipet dari selang dan
spuit kemudian menghomkgenkan dengan gerakan membentuk angka 8.
Membuang sebagian isi pipet. Meneteskan isi pipet pada kedua sisi kamar
hitung. Mengamati di bawah mikroskop. Perhitungan pada kamar hitung
dilakukan dengan cara menghitung sel dari sudut kiri atas, terus ke kanan
kemudian turun ke bawah dan kanan kiri lalu turun lagi ke bawah dan
dimulai lagi dari kiri ke kanan. Bidang hitung leukosit ada 4 bidang besar
di tepi. Sel-sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau garis atas
haruslah dihitung. Sebaliknya sel-sel yang menyingung garis batas
sebelah kanan atau bawah tidak boleh dihitung. Perhitungan leukosit dapat
dihitung dengan rumus jumlah sel terhitung dikali dengan 50. Berikutnya
adalah pembuatan sediaan apus darah dan pewarnaan giemsa. Tujuan
pembuatan preparat apus darah adalah mempersiapkan apusan darah tepi
atau preparat apus memungkinkan pemeriksaan mikroskopis sel darah.
Pada preparat apus yang dibuat dengan baik, sel dapat dengan mudah
dihitung dan karakteristik morfologinya dievaluasi secara akurat.
Dilakukan dengan sampel darah yang telah diberi antikoagulan
sebelumnya diteteskan diatas object glass kemudian object glass kedua
diletakkan diatas object glass pertama membentuk sudut 30 – 45o. Object
glass ditarik kesamping hingga darah menyentuh seluruh permukaan
object glass kedua. Didorong sampai terbentuk lapisan tipis. Preparat
difiksasi dengan ditetesi ethanol ke seluruh permukaan apus. Dibiarkan
mengering dan selanjutnya dapat dilakukan pewarnaan giemsa. Setelah
dibuat preparat apus darah pada slide dari kaca, kemudian diberi pewarna
giemsa dan dilihat hapusannya dibawah mikroskop. Dengan cara ini dapat
menggambarkan morfologi, lekosit, menaksirkan presentasi jumlah
leukosit. Dilakukan dengan menyiapkan campuran giemsa dan aquades
buffer dengan perbandingan 1: 9. Menghomogenkan campuran tersebut.
Meneteskan stok giemsa diatas permukaan preparat apus. Meratakan
pewarna giemsa ke seluruh permukaan preparat apus dan memastikan
seluruh permukaan yang terdapat lapisan darah terkena pewarna.
Membilas dengan aquades hingga seluruh sisa – sisa pewarna hilang.
Kemudian mengeringkannya. Selanjutnya setelah dilakukan pewarnaan
giemsa maka preparat dapat diamati untuk pengamatan diferensial
leukosit. Tujuan perhitungan diferensial leukosit sendiri adalah,
mengetahui morfologi dari leukosit, mengetahui jumlah relative dan
jumlah absolut pada leukosit yang memiliki fungsi utama sebagai respon
sistemik individu, derajat virulensi agen penyakit, derajat keparahan dari
proses penyakit, dan lamanya proses penyakit. Dapat dilakukan dengan
cara, meletakkan preparat apus darah yang telah diwarnai di atas
mikroskop. Meneteskan minyak imersi di atas preparat. Mengamati dan
menghitung setiap jenis komponen leukosit. Membaca dengan metode
pembacaan pad, straight-edge, cross-sectional ,Battlement. Dalam metode
battlement, teknisi harus memeriksa tepi apusan untuk 3-5 bidang
bergerak ke dalam jarak pendek dan sejajar tepi untuk 3-5 bidang, dan
kemudian pindah kembali ke tepi, prosedur ini diulangi sesering yang
diperlukan untuk mengidentifikasi jumlah sel yang dibutuhkan.
Berikutnya adalah pengujian rivalta, uji Rivalta merupakan pemeriksaan
yang sering digunakan untuk membedakan efusi pleura transudat (Uji
Rivalta negatif) dan eksudat (uji Rivalta positif). Interpretasi dari uji
Rivalta dilakukan dengan menilai ada tidaknya kekeruhan setelah cairan
efusi pleura diteteskan padacairan aquades yang mengandung asam asetat
glasial. Rivalta dapat digunakan untuk membedakan antara transudat
dengan eksudat suatu cairan efusi. Reaksi positif uji Rivalta tidak hanya
terhadap keberadaan kandungan protein tinggi dalam suatu efusi, namun
juga oleh tingginya konsentrasi fibrinogen dan mediator inflamasi
(Addieet al. 2009). Prinsip dari uji rivalta adalah seromucin yang terdapat
pada eksudat dan tidak terdapat pada transudat akan bereaksi dengan asam
asetat encer dan kemudian akan membentuk suatu kekeruhan.
Selanjutnya adalah pembahasan data hasil yang diperoleh dari
praktikum. Disini standar yang digunakan adalah ayam. Pertama untuk
perhitungan leukosit pada hasil praktikum didapatkan jumlah leukosit
ayam per mm³ adalah 8500. Jika dibandingkan dengan literatur dari
(Saputro,dkk. 2013) jumlah leukosit normal dari ayam utamanya broiler
adalah 6 sampai 40 × 10³µL. Hal ini menunjukkan bahwa nilai leukosit
dari ayam tersebut diatas batas normal. Namun untuk ukuran ayam
kampung, nilai leukosit dari ayam tersebut masih di bawah standar yang
mana standar leukosit ayam kampung adalah 12 sampai dengan 30 X
10³/µL. Berikutnya adalah presentase nilai relatif dari neutrofil. Pada
unggas sendiri neutrofilnya dinamakan dengan heterofil. Nilai heterofil
dari ayam yang diketahui dari hasil praktikum adalah sekitar 63% dari
keseluruhan leukosit dimana hal tersebut tergolong cukup tinggi atau
diatas batas normal, karena batas normal heterofil dari ayam broiler berada
pada kisaran 20-40%. Selanjutnya adalah nabi relatif dari eosinofil, pada
praktikum didapatkan data presentase eosinofil yang didalat adalah 5% hal
ini menunjukkan bahwa nilai tersebut masih berada dalam batas normal
yang mana Jain (1986) menyatakan bahwa pada kisaran normal jumlah
eosinofil pada ayam adalah 2-8% dari jumlah sel darah putih dan dapat
bertahan hidup 3-5 hari. Berikutnya adalah nilai basofil rata - rata nilai
basofil normal pada ayam adalah 1-4 % (Saputro, dkk. 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa nilai basofil yang didapat pada praktikum ini adalah
normal karena nilainya berkisar 2%. Selanjutnya nilai limfosit, (Guyton
dan Hall, 1997) menyatakan bahwa secara normal jumlah limfosit ayam
berada pada kisaran 24-84%. Hal ini menunjukkan bahwa presentase
limfosit ayam pada praktikum masih di bawah normal, karena pada
praktikum hanya didapatkan sebanyak 21%. Yang terakhir adalah
monosit, (Oenek & Novianti, 2014) menyatakan bahwa batasan normal
nilai monosit pada darah ayam broiler adalah sekitar 3-10%. Hal ini
menunjukkan data yang di dapat dari praktikum termasuk normal karena
pada praktikum menunjukkan data monositnya adalah 9%.
Pembahasan selanjutnya adalah interpretasi dari uji Rivalta. Pada
praktikum terdapat bentuk seperti ubur - ubur (Jelly Fish Like) pada cairan
hasil efusi maka hal ini membuktikan bahwa hasilnya positif atau eksudat
FIP sekitar 51%. Hal tersebut menunjukkan kandungan protein tinggi
dalam suatu efusi. Kemudian pada ascites yang ditambahkan dengan
pewarna terdapat hasil positif seperti ubur - ubur (86% FIP)
V. KESIMPULAN
1. Perhitungan leukosit adalah dengan darah diencerkan dalam pipet leukosit,
kemudian dimasukkan dalam kamar hitung pada hemositometer. Jumlah
leukosit dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor
konversi jumlah leukosit per ul darah dapat diperhitungkan.
2. Pembuatan preparat apus darah memiliki tujuan mempersiapkan apusan
darah tepi atau preparat apus memungkinkan pemeriksaan mikroskopis sel
darah. Pada preparat apus yang dibuat dengan baik, sel dapat dengan mudah
dihitung. Kemudian setelah dibuat apusan darah dapat dilakukan pewarnan
giemsa.
3. Perhitungan diferensial leukosit memiliki fungsi untuk memberikan
informasi mengenai proporsi dan jumlah leukosit individu dalam sampel
pasien, termasuk perubahan morfologi yang signifikan. Juga dapat
memberikan informasi diagnostik yang berguna dalam kasus peradangan,
infeksi, dan respons antigenik.
4. Uji rivalta bertujuan untuk menguji efusi apakah transdudat atau eksudat
yang mana nantinya jika menghasilkan bentuk seperti jelly fish atau ubur –
ubur maka hasilnya positif dan jika tidak maka hasilnya negatif. Jika hasil
uji rivalta adalah positif maka hal tersebut merupakan tanda kondisi
abnormal dan merupakan eksudat jika negative maka merupakan transudat.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Aliviameita, A., 2020. Buku Ajar Imunohematologi. 1 ed. Sidoarjo: UMS Press.
Barger, A. M. & Macneill, A. L., 2015. Clinical Pathology and Laboratory
Techniques for Veterinary Technicians. 1 ed. Oxford, UK: Wiley Blackwell.
Bellwood, B. & Andrasik Catton, M., 2014. Veterinary Technicians's Handbook of
Laboratory Procedures. 1 ed. Oxford, UK: Wiley Blackwell.
Doughlas, 2010. Schalm's Veterinary Hematology. 6th ed. Lowa, USA: Wiley
Blackwell.
Gregg, V., 2011. Hematology Techniques and Concepts for Veterinary
Technicians. 2nd ed. West Sussex: Willey Blackwell.
Guyton, A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC,
Jakarta.
Jain, N. C. 1986. Scahlm'hematology veteriner. Edisi Keempat. Philadelphia. Lea
& Febiger.
Nossafadli & Handarini, 2014. Profil Darah Domba Ekor Tipis (Ovis aries) yang
diberi Ransum Fermentasi Isi Rumen Sapi. Jurnal Pertanian, 5(2), pp. 95-
103.
Oenek, D. & Novianti, 2014. Total Leukosit dan Diferensial Leukosit Darah Ayam
Kampung yang Terpapar Ascaridia galli Secara Alami. Partner, 24(2), pp.
991-997.
Saputro,B.,P.E.Santoso dan T.Kurtini.2013. Pengaruh cara pemberian vaksin live
pada broiler terhadap titer antibodi, jumlah sel darah merah dan sel darah
putih. J. Ilmiah Peternakan Terpadu (2)3: 43– 48.
Sirois, M., 2015. Laboratory Manual, Laboratory procedures for veterinary
technicians. 6th ed. Overland park, Kansas: Elsevier.
Syarifah & Prasetyawati, B., 2020. Hematologi Dasar. 1 ed. Jakarta: PT. Cipta
Gahing Arta.
Thrall, M. A., 2012. Veterinary Hematology annd Clinical Chemistry. Oxford:
Wiley Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai