Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL

STRATEGI PENGELOLAAN DESTINASI WISATA WADUK PUSONG


PADA DINAS PARIWISATA KOTA LHOKSEUMAWE

Disusun Oleh:
Raihan Auliza
170802017

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang mana telah memberikan kesehatan,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
dengan judul, “Strategi Pengelolaan Destinasi Wisata Waduk Pusong Pada Dinas
Pariwisata Kota Lhokseumawe”. Adapun proposal skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada program S-1 di Jurusan Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintah, Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan


selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Eka Januar, M.Soc., Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniy Banda Aceh.
2. Bapak Muhammad Thalal, Lc., M.Si., M.Ed., selaku penasehat akademik yang
telah memberikan saran dan bimbingan terhadap penyusunan proposal skripsi
penulis sekaligus Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan.
3. Bapak Dr. S. Amirulkamar, M.M., M.Si., atas bantuannya dalam proses
penyusunan proposal skripsi.
4. Segenap Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UIN Ar-
Raniry Banda Aceh yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Orang tua, saudara-saudara kami, atas doa, bimbingan, serta kasih sayang
yang selalu tercurah selama ini.
6. Teman-teman seperjuangan atas semua dukungan, semangat, serta
kerjasamanya.

Penulis menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai


kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikannya sehingga akhirnya laporan proposal skripsi ini dapat memberikan

iii
manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa
dikembangkan lagi lebih lanjut. Aamiin.

Banda Aceh, 05 Februari 2021

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Indentifikasi dan Perumusan Masalah ..................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Landasan Teori ......................................................................................... 4
2.2. Pembahasan Penelitian Yang Relevan ..................................................... 13

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 15
3.2. Fokus Penelitian ....................................................................................... 15
3.3. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 16
3.4. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 16
3.5. Informan Penelitian .................................................................................. 16
3.6. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 16
3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang bersifat istimewa dan diberi
kewenangan khusus oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan UUD
RI 19451. Salah satunya adalah urusan pengelolaan pariwisata. Dalam pengelolaan
pariwisata, pemerintah Aceh akan berupaya dalam mengatur, memfasilitasi dan
merancang induk pembangunan kepariwisataan sesuai dengan kearifan lokal.
Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki destinasi wisata di
Indonesia yang menjadi tujuan wisatawan. Hal itu karena Aceh memiliki potensi
wisata yang menarik serta nilai syariat islam yang menjadi ciri khas destinasi
wisata itu sendiri. Adapun destinasi wisata yang tersedia berupa keindahan alam,
kebudayaan dan kuliner.
Salah satu daerah pada Kabupaten/Kota di Aceh yang memiliki potensi
wisata adalah Kota Lhokseumawe. Kota Lhokseumawe memiliki beranekaragam
wisata, diantaranya wisata alam, wisata buatan dan wisata budaya/spiritual.2
Adapun wisata alam meliputi pegunungan, pantai, hutan, wisata buatan meliputi
taman dan waduk (reservoir) serta kebudayaan meliputi museum, makam, dan
tugu.3 Dari ketiga destinasi wisata tersebut, para wisatawan menyukai objek
wisata alam daripada budaya. Hal tersebut dinamakan jenis wisata massal, yang
mana para wisatawan berkunjung sebagai ajang refreshing keluarga.4
Menurut data tahun 2010-2012, kunjungan wisatawan Kota Lhokseumawe
baik lokal maupun mancanegara mengalami penurunan, yakni 49.620 menjadi
10.3735, Dari data sementara tersebut menunjukkan bahwa turunnya angka jumlah
wisatawan kota Lhokseumawe disebabkan produktivitas pengelolaannya masih
belum maksimal sehingga potensi-potensi yang ada menjadi kurang di mata

1
Qanun Aceh No. 8 Tahun 2013
2
RPJP Kota Lhokseumawe 2005-2025 (BAB II). Hal: 118
3
Ibid, Hal: 119
4
Ibid
5
Ibid, Hal: 118-119

1
2

masyarakat. Apabila digarap dengan serius dan profesional maka potensi-


potensi tersebut akan menjadi potensi-potensi unggulan Kota Lhokseumawe,
sehingga perannya tidak saja hanya sebatas pada peningkatan ekonomi, tapi akan
mampu memberikan multiplier efek bagi sektor lainnya.
Salah satu tempat yang dapat menjadi destinasi wisata di Kota
Lhokseumawe yaitu Waduk Pusong. Dilansir melalui Tribunnews, Waduk Pusong
(reservoir) dibangun pada tahun 2008-2010 terletak di pinggiran Krueng Cunda
dengan menelan anggaran sebanyak Rp. 100 miliar dengan luas 60 Ha(hektar).6
Adapun dibangunnya Waduk (reservoir) difungsikan untuk menampung air hujan
agar mencegah kebanjiran, dikarenakan sebelumnya Kota Lhokseumawe sering
mengalami kebanjiran. Setelah difungsikan banyak masyarakat lokal mengunjungi
tempat tersebut. Waduk (reservoir) merupakan tempat yang bagus untuk melihat
panorama yang indah karena berbatasan langsung dengan sungai serta jalannya
yang beraspal bisa dijadikan tempat berolahraga seperti jogging dan bersepeda
bagi para pengunjung. Dengan demikian, pemerintah akhirnya menjadikan Waduk
(reservoir) Pusong sebagai destinasi wisata buatan.7
Namun seiring berjalannya waktu, Waduk (reservoir) menjadi tak terurus,
terbukti adanya tumpukan sampah di dalam bendungan mengakibatkan objek
tersebut menjadi kotor dan bau, ditambah masyarakat sekitar membuat kerambah
liar sehingga dapat menganggu penglihatan panorama dari waduk tersebut.
Kemudian penyediaan warung di lingkaran waduk yang kurang tertata rapi
bahkan lahan parkir yang terbatas mengakibatkan masyarakat memarkir motor
secara liar.8
Berangkat dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai strategi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam
mengelola destinasi wisata Waduk (reservoir) Pusong dengan tujuan untuk
merumuskan solusi dan rekomendasi untuk pengelolaan yang lebih baik.

6
Bahri, Saiful. (16 September 2019). Waduk Pusong Lhokseumawe, Lokasi Wisata yang Kini
Penuh Tumpukan Sampah. Di akses 02 Desember 2020 dari
https://aceh.tribunnews.com/2019/09/16/waduk-pusong-lhokseumawe-lokasi-wisata-yang-kini-
penuh-tumpukan-sampah
7
RKPK Lhokseumawe (BAB II). Hal: 132
8
Observasi awal peneliti, tanggal 05 Desember 2020
3

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah


Setelah menguraikan identifikasi masalah tersebut, adapun rumusan
masalahnya yaitu:
1) Bagaimana strategi pemerintah Kota Lhokseumawe dalam mengelola Waduk
(reservoir) Pusong sebagai destinasi wisata Kota Lhokseumawe?
2) Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pemerintah kota
dalam melakukan strategi pengelolaan Waduk (reservoir) Pusong sebagai
destinasi wisata Kota Lhokseumawe?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian tersebut, yaitu:
1. Dapat mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan oleh pemerintah kota
Lhokseumawe dalam mengelola Waduk (reservoir) Pusong sebagai destinasi
wisata Kota Lhokseumawe.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor mendukung dan hambatan yang pemerintah
kota Lhokseumawe dalam melakukan strategi pengelolaaan Waduk (reservoir)
Pusong sebagai destinasi wisata Kota Lhokseumawe.

1.4. Kegunaan Penelitian


a. Kegunaan Praktis
Dapat memperluas wawasan dan dijadikan referensi pemerintah kota
dalam mengelola dan mengembangkan objek wisata di Waduk Pusong Kota
Lhokseumawe yang mana dapat menjadi sumber pemasukan daerah dan dapat
meningkatkan daya tarik wisatawan.
b. Kegunaan Teoritis
Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi landasan bagi para
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang objek wisata di
daerahnya masing-masing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


a. Kewenangan Pemerintah Dalam Pariwisata
1) Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Pengertian ini sesuai dengan Undang-undang nomor nomor 9 tahun 2015
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, maka dengan adanya desentralisasi maka
muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Secara desentralisasi kekuasaan sebagai proses distribusi
kekuasaan dan kewenangan pemerintahan ke daerah-daerah. Proses
desentralisasi menguraikan kewenangan yang semula terpusat ke satu titik
menjadi ke beberapa titik adalah daerah otonom.
Derajat desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang
dijalankan oleh pememrintah daerah, yaitu:
1. Jenis pendelegasian fungsi, ada dua jenis pendelegasian fungsi yakni;
open end arrangement atau general competence dan ultra-vires
doctrine. Jika suatu pemerintah daerah memiliki fungsi atas tipe
pendelegasian general competence maka dapat dianggap derajat
desentralisasinya lebih besar.
2. Jenis kontrol pemerintah pusat atas pemerintah daerah. Kontrol
represif derajat desentralisasinya lebih besar ketimbang kontrol yang
bersifat preventif.
3. Berkaitan dengan keuangan daerah yang menyangkut sejauh mana
adanya desentralisasi pengambilan keputusan baik tentang penerimaan
maupun pengeluaran pemerintah daerah.

4
5

4. Metode pembentukan pemerintahan daerah. Derajat desentralisasi akan


lebih tinggi jika sumber otoritas daerah berasal dari ketetapan legislatif
ketimbang pendelegasian dari eksekutif.
5. Ketergantungan finasial pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
semain besar presentasi bantuan pemerintah pusat dibandingkan
pendapatan asli daerah maka semakin besar ketergantungan daerah
tersebut secara finasil terhadap pusat. ini berari bahwa derajat
desentralisasinya lebih rendah.
6. Besarnya wilayah pemerintahan daerah. Ada anggapan bahwa semakin
luas wilayahnya maka semakin besar derajat desentralisanya karena
pemerintah daerah lebih dapat mengatasi persoalan dominasi pusat atas
daerah. Namun demikian, hubungan antara besaran wilayah dengan
kontrol yang masih terbuka untuk diperdebatkan
7. Politik partai, Jika perpolitikan di tingkat lokal masih didominasi
organisasi politik tingkat nasional maka derajat desentralisasinya
dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan jika perpolitikan
tingkat lokal lebih didominasi oleh organisasi politik lokal dan lebih
mandiri dari organisasi politik nasional.9
Adanya desentralisasi akan berdampak positif pada pembangunan
daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah
otonom tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan
pembangunan nasional.
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan
pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam
bentuk aplikasi di setiap negara termasuk yang diserahkan urusan
kepariwisataan ke daerah-daerah sebagaimana pasal 8 ayat (1 dan 2)
undang-undang nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,
menyebutkan sebagai berikut:

9
M.R Khairul, Muluk. (2007). Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan
Pemerintahan Daerah. Malang: Bayumedia Publishing. Hal: 24-25
6

1. Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana


induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk
pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
2. Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan
jangka panjang nasional.
Dengan demikian sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan
pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi
geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur
sosial dan budaya lokal melalui kepariwisataan serta adanya tuntutan
demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum
tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu
pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi
struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan
pendekatan model partisipasi/participatory model). Akan tetapi tidak
berlaku dalam penyerahan wewenang legislasi dari lembaga legeslatif dan
wewenang yudikatif dari lembaga yudikatif kepada daerah otonom.
Konsep desentralisasi mengandung beberapa kebaikan, yaitu :
1. Memberikan penilaian yang tepat terhadap daerah dan penduduk yang
beraneka ragam.
2. Meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak
mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan
setempat dan tidak mungkin dapat mengetahui bagaimana memenuhi
kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
3. Dapat dihindarkan adanya beban yang melampaui batas dari perangkat
pusat oleh sebab tunggakan kerja.
7

4. Unsur individu atau daerah lebih menonjol karena dalam ruang lingkup
yang sempit seseorang dapat lebih mempergunakan pengaruhnya
daripada dalam masyarakat yang lebih luas.
5. Masyarakat setempat dapat kesempatan ikut serta dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga ia tidak akan merasa sebagai
obyek saja.10

Faktor lainnya adalah struktur dari sistem pemerintahan memiliki


derajat desentralisasi dalam penyelenggaraan tata kelola pariwisata yang
baik, yang paling dibutuhkan dari sektor publik adalah perubahan cara
berpikir maupun bertindak, terutama dengan meninggalkan paradigma
lama yang berupa suatu penyelenggaraan pemerintahan yang sentralisasi
untuk menuju kepada paradigma baru dengan pemberian wewenang
dengan menentukan bagian-bagian yang telah ditetapkan dapat
membantu mempermudah tugas pemerintah pusat, selain itu pemerintah
daerah lebih mengetahui potensi yang bisa dikembangkan didaerahnya.
2) Otonomi daerah
Otonomi daerah bisa diartikan sebagai kewajiban yang dikuasakan
kepada daerah otonom untuk mengatur & mengurus sendiri urusan
pemerintahan & kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan juga hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat & pelaksanaan pembangunan.
Dalam tata Bahasa Indonesia sebagaimana Kamus Besar Bahsa
Indonesia (KBBI) Poerwadarminta (2013: 805) menyebutkan bahwa
otonomi berasal dari kata autonomos (bahasa Yunani) mempunyai
pengertian mengatur diri sendiri. Pada hakekatnya otonomi daerah adalah
upaya untuk mensejahterakan masayarakat melalui pemberdayaan potensi
daerah secaraoptimal. Makna otonomi daerah adalah daerah mempunyai

10
Muhammad Fauzan. (2006). Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta: UII Press. Hal: 59
8

hak, wewenang dan kewajiban untuk mengurus rumah tangganya sendiri


sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam konotasi ini maka konsekuensi pemerintah pusat
membentuk pemerintahan dibawahannya Provinsi, Kabupaten dan Kota
sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 angka 12 Uundang-undang Nomor
9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan sebagai berikut:
Daerah otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Dengan adanya otonomi daerah yang diserahkan pemerintah pusat


ke daerah provinsi dan kabupaten/kota maka daerah bersangkutan sudah
memiliki kewajiban sebagai kesatuan masyarakat hukum yg memiliki
batas-batas wilayah yg berwenang mengutur dan mengatur pemerintahan
serta kepentingan masyarakatnya sesuai prakarsa sendiri berdasarkan
keinginan dan suara masyarakat.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pembagian
keuangan pemerintah pusat dan daerah.11
Pelaksanaan otonomi daerah selain berdasarkan pada aturan
hukum, juga sebagai penerapan tuntutan globalisasi yang wajib
diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih
luas, lebih nyata & bertanggung jawab, utamanya dalam menggali,
mengatur, dan memanfaatkan potensi besar yang ada di masing-masing
daerah.

11
Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 169
9

Peningkatan ekonomi masyarakat masing-masing daerah, termasuk


dalam hal ini adalah kesesuaian pertumbuhan ekonomi itu dengan
kebutuhan, kondisi dan kemampuan masing-masing daerah, dengan
menitik beratkan pada:.
1. Meningkatkan jumlah dan mutu pelayanan kepada masyarakat di
masing-masing daerah.
2. Meningkatkan kondisi sosial budaya masyarakat di masing-masing
daerah; dan
3. Untuk meningkatkan demokratisasi kehidupan berbangsa dan
bernegara.12
Jika sebelumnya semua sistem pemerintahan bersifat terpusat atau
sentralisasi maka setelah diterapkannya otonomi daerah diharapkan daerah
bisa mengatur kehidupan pemerintahan daerah sendiri dengan cara
mengoptimalkan potensi daerah yang ada. Meskipun demikian, terdapat
beberapa hal tetap diatur oleh pemerintah pusat seperti urusan keuangan
negara, agama, hubungan luar negeri, dan lain-lain.
Salah satu ukuran keberhasilan suatu daerah otonom dapat dilihat
dari kemampuan dalam pengelolaan keuangan daerah, pengelolaan
keuangan daerah yang baik akan bermuara pada peningkatan pendapatan
asli daerah dan meningkatnya usaha-usaha pembangunan, dalam hal ini
yang dimaksud keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang
yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.13
Sistem pemerintahan daerah juga sebetulnya merupakan salah satu
wujud penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, Sebab pada

12
Prasiasa, dewa Putu Oka. 2013. Destinasi Wisata Berbasis Masyarakat. Jakarta: Penerbit
Salemba. Hal: 2
13
Abdullah, Rozali. ( 2005). Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal: 143
10

umumnya tidak mungkin pemerintah pusat mengurusi semua


permasalahan negara yang begitu kompleks.
Di Era Otonomi seperti saat ini kemandirian suatu daerah adalah
tuntutan utama yang tidak dapat dielakkan lagi. Kesiapan sumber
daya pun harus diatasi, mengingat kewenangan yang telah diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal mengatur
pemerintah daerahnya masing-masing. O tonomi daerah yang
dicanangkan sekarang ini diharapkan akan memercepat pertumbuhan dan
pembangunan daerah, disamping itu juga menciptakan keseimbangan
pembangunan antar daerah di Indonesia.

b. Peran Manajemen Pemerintah dalam Pariwisata


Manajemen diartikan sebagai suatu seni mengatur yang melibatkan
proses, cara, dan tindakan tertentu, seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan
dan mencapai tujuan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang
lain.14
Secara manajerial, pengelolaan kepariwisataan sebagai industri
pariwisata yang dijadikan objek terhadap aktivitas pelaksanaan kegiatan
pemerintah, baik disisi agama, budaya, kondisi alam, keindahan alam dan
destinasi wisata yang ada pada suatu lokasi untuk dapat kita promosikan dan
dijadikan objek lain dalam identifikasi wisata itu sendiri. Objek ini merupakan
kesatuan yang utuh dengan objek alam dengan kesetiaan alam terhadap objek
wisata Waduk (reservoir) Pusong kota Lhokseumawe. Untuk melakukan
pengelolaan pariwisata perlu memperhatikan keanekaragaman, keunikan
kekhasan pada objek tersebut.

Dalam UU. No. 10 Tahun 2009 (pasal 6) menyebutkan bahwa:


Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana

14
Sulastri, Lilis. 2014. Manajemen Sebuah Pengantar. Bandung: La Good’s Publishing. Hal: 14.
11

pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,


keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk
berwisata.15

Didasari pada UU no 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan


menyebutkan bahwa kepariwisatan berfungsi memenuhi kebutuhan jamsani,
rohani dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi ddengan perjalanan
serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Dalam penjabaran kepariwisataan ini yang difokuskan pada Waduk
(reservoir) Pusong Kota Lhokseumawe dapat memberikan jaminan suatu
destinasi yang dimiliki secara kepariwisataan dalam upaya menetralisir
kejiwaan seseorang untuk bersahabat dengan alam, baik yang bersifat jasmani
dengan memanfaatkan keseluruhan indra yang dimiliki terhadap kondisi alam
yang dimiliki maupun secara rohani untuk melakukan introspeksi diri
terhadap objek wisata yang menunjukan bahwa segala sesuatu yang ada
semuanya ciptaan Allah untuk dinimati oleh makhluk-Nya.
Dalam UU No. 10 Tahun 2009 (pasal 18) Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.16
Secara umum, pemerintah daerah perlu menata dalam mengelola
kepariwisataan disatu sisi meningkatkan budaya daerah untuk menjadi
budaya nasional, sedangkan disisi lain pengelolaan pariwisata tetap mengikuti
tatanan hukum yang berlaku terhadap tata kelola kepariwistaan itu sendiri
dengan menitikberatkan pada objek lokal, kemampuan lokal, dan kearifan
lokal.
Dalam Pasal 19 UU. No 10 Tahun 2009 menyebutkan bahwa:
1) Setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan
wisata; melakukan usaha pariwisata; menjadi pekerja/buruh pariwisata;
dan/atau berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.

15
UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, pasal 6
16
Ibid, pasal 18
12

2) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi


pariwisata mempunyai hak prioritas: menjadi pekerja/buruh; konsinyasi;
dan/atau pengelolaan.17

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan adanya


sinergitas diantara sesama baik secara individu maupun berkelompok dalam
kehidupan bermasyarakat agar mampu memperoleh kesempatan, kemauan,
dan keinginan terhadap kebutuhan wisata yang sudah dijadikan objek oleh
daerah sekaligus dijadikan objek penerimaaan daerah dan/atau penerimaan
terhadap pemerintahan dimana lokasi itu berada. Sejalan dengan
perkembangan kepariwisataan Indonesia, maka wisata waduk pusong di Kota
Lhokseuamwe dijadikan destinasi kepariwisataan yang mampu melalukan
kemajemukan-kemajemukan terhadap objek berupa adanya iuran parkir,
adanya pendapatan secara indiviu dan kelompok melalui transaksi jual beli
lainnya pada objek tersebut.
Pasal 23 UU No. 10 Tahun 2009, menyebutkan bahwa:
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta
keamanan dan keselamatan kepada wisatawan.
b. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha
pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam
berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum.
c. Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang
menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali.
d. Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka
mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi
masyarakat luas.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian
kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan
Peraturan Presiden.

17
UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pasal 19
13

Dalam melakukan tatanan kehidupan masyarakat sebagai zona


kepariwisataan sebagai praktek industrialisaisi kepariwisataan dengan
menciptakan dan pencitraaan keamanan, ketertiban dan iklim yang bernuansa
islami dan budaya secara kondusif dalam memacu perkembangan usaha
pariwisata melalui keterbukaan, kesempatan, informasi, perlindungan hukum
dan kemampuan memfasilotasi wisawatan yan datang, baik lokal maupun
mancanegara.

2.2. Pembahasan Penelitian Yang Relevan


1) Wendi Efri Saputro, Aufarol Marom, Maesaroh. Artikel Ilmiah: Strategi
Pengelolaan Objek Wisata Taman Margasatwa Semarang. Pada artikel
tersebut peneliti menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitiannya yaitu
untuk melakukan strategi pengelolaan Taman Margasatwa memperhatikan
dua kondisi, yaitu internal dan eksternal. Baik internal maupun eksternal
pada Taman Margasatwa tersebut masih banyaknya ketertinggalan, seperti
kurang memadainya sarana dan prasarana, kualitas SDM yang masih
kurang, anggaran yang minim, kurangnya kesadaran masyarakat, dan tidak
adanya promosi wisata.
2) Kadek Ariek Dwijaya I Made Arya Utama Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati.
Artikel Ilmiah: Kewenangan Pengelolaan Wisata Bahari Oleh Pemerintah
Desa Di Kabupaten Badung (Suatu Studi Pengelolaan Wisata Bahari Di
Desa Pecatu). Pada artikel tersebut untuk melakukan penelitian
menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitiannya peneliti
membahas tentang kewenangan pemerintah desa dalam hal pariwisata
dalam lingkup pengelolaan objek wisata desa, pemberian ijin pendirian
pondok wisata, pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dan
melakukan pemungutan pajak hotel dan restoran yang ada didesa. Adapun
dalam pengelolaannya terdapat faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat. Salah satu faktor pendukungnya yaitu adanya koordinasi
antar institusi hingga peran serta masyarakat yang aktif, sedangkan salah
satu faktor penghambatnya yaitu belum maksimalnya Perencanaan Induk
14

Kepariwisataan Kabupaten Badung yang menempatkan Desa Pecatu bukan


sebagai salah satu prioritas unggulan.
15

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif deskriptif. Kualitatif adalah analisis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi.18

3.2.Fokus Penelitian
a. Strategi pemerintah Kota Lhokseumawe dalam mengelola Waduk
(reservoir) Pusong sebagai destinasi wisata Kota Lhokseumawe.
Tabel 3.1
Dimensi dan Indikator Strategi Pemerintah Lhokseumawe
No Dimensi Indikator
a. Pemerintah
1. Pengelolaan destinasi wisata b. Fasilitas Pendukung
c. Promosi wisata
2 a. Visi
Visi dan misi
b. Misi
Sumber: Permendagri 86 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusunan Renstra

b. Faktor pendukung dan penghambat pemerintah dalam melakukan strategi


pengelolaan Waduk (reservoir) Pusong sebagai destinasi wisata Kota
Lhokseumawe.
Tabel 3.2
Dimensi dan Indikator Faktor Pendukung dan Penghambat
No Dimensi Indikator
Faktor Pendukung a. Alokasi dana
1. b. Sumber Daya
Manusia
a. Promosi Wisata
2. Faktor Penghambat b. Sinergitas Antar
Dinas Terkait
Sumber: Permendagri 86 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusunan Renstra

18
Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: CV. Pustaka
Ilmu Group. Hal: 162
16

3.3.Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di Kantor Dinas Pemuda Olahraga dan
Pariwisata yang beralamat di Jl. Panglateh No. 3 Keude Aceh, Lhokseumawe,
dan Waduk Pusong di Gp. Mon Geudong.

3.4.Jenis dan Sumber Data


a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung
(dari tangan pertama)19
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada, berupa buku, majalah, laporan dan jurnal.20

3.5.Informan Penelitian
Tabel 3.3
Informan Penelitian
NO Informan Jumlah
1. Kepala Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata 1 Orang
2. Kabid Kepariwisataan 1 Orang
3. Kabid Promosi Wisata 1 Orang
4. Pengunjung Wisata 2 Orang
Jumlah 5 Orang
Sumber: Data diolah tahun 2021

3.6.Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara bersama
informan penelitian untuk memperoleh data penelitian. Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan
tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap
narasumber atau sumber data.

19
Harnovinsah. Modul 3 Metodologi Penelitian. Universitas Mercu Buana. Hal: 1
(https://mercubuana.ac.id/files/MetodeLogiPenelitian/Met%20Pen%20UMB%203-ok.pdf)
20
Ibid
17

b. Observasi
Observasi adalah kegiatan dengan menggunakan pancaindera untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian.
Hasil nya berupa kejadian, peristiwa, aktivitas, kondisi atau suasana tertentu,
objek dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
c. Dokumen
Dokumen merupaka data penelitian yang diperoleh lewat fakta
tersimpan dalam bentuk surat, catatan, arsip, foto, jurnal, dan sebagainya. Data
berupa dokumen dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam

3.7.Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


a. Triangulasi
Pemeriksaan keabsahan data melalui teknik triangulasi dalam
penelitian ini penulis lakukan dengan cara membandingkan data yang
diperoleh dari beberapa narasumber melalui wawancara semi-terstruktur
(triangulasi sumber); membandingkan data hasil observasi partisipatif,
wawancara semi-terstruktur dan dokumentasi (triangulasi teknik/metode);
membandingkan beberapa teori yang terkait secara langsung dengan
permasalahan penelitian (triangulasi teori). Ketiga teknik triangulasi
tersebut peneliti lakukan untuk memeriksa dan memastikan kembali
keabsahan data yang telah terkumpul.21
b. Kecukupan Referensi
Kecukupan referensi dalam penelitian ini penulis lakukan dengan
cara menghimpun sebanyak mungkin sumber data melalui beberapa
narasumber (sumber manusia); buku-buku kepustakaan, karya ilmiah serta
laporan penelitian (sumber bahan) yang terkait dengan permasalahan
penelitian. Dengan kecukupan referensi ini, peneliti dapat menjelaskan
data yang dihasilkan. Semakin cukup referensi yang dihimpun menjadi
21
http://repository.unpas.ac.id/40068/5/BAB%20III.pdf, diakses pada 10 Februari 2021, pukul
16.45
18

data penelitian, maka hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya dan


dijamin keabsahannya.22
c. Uraian Rinci
Melalui teknik ini, peneliti melaporkan hasil penelitiannya secara
rinci, teliti dan cermat agar mampu menggambarkan dengan baik dan
benar konteks penelitian yang dilakukan. Gambaran konteks penelitian
yang peneliti uraikan secara rinci ini diharapkan mampu membangun
keteralihan (transferability) antara peneliti (dalam konteks pengirim pesan
berupa laporan penelitian) dengan pembaca (konteks penerima pesan).
Teknik uraian rinci peneliti berupaya menguraikan laporan penelitiannya
dengan baik, rinci, teliti dan cermat sehingga mampu mengungkapkan
secara khusus segala yang dibutuhkan oleh pembaca (dalam hal ini hasil
penelitiannya). 23

22
ibid
23
Ibid
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. ( 2005). Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan
Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Tribunnews (16 September 2019). Waduk Pusong Lhokseumawe, Lokasi Wisata


yang Kini Penuh Tumpukan Sampah. Di akses pada 02 Desember 2020 dari
https://aceh.tribunnews.com/2019/09/16/waduk-pusong-lhokseumawe-lokasi-
wisata-yang-kini-penuh-tumpukan-sampah

Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah


Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 169

Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:


CV. Pustaka Ilmu Group

Harnovinsah. Modul 3 Metodologi Penelitian. Universitas Mercu Buana.


(https://mercubuana.ac.id/files/MetodeLogiPenelitian/Met%20Pen%20UMB
%203-ok.pdf)

http://repository.unpas.ac.id/40068/5/BAB%20III.pdf

M.R Khairul, Muluk. (2007). Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi


dan Pemerintahan Daerah. Malang: Bayumedia Publishing

Muhammad Fauzan. (2006). Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang


Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta: UII Press

Prasiasa, dewa Putu Oka. 2013. Destinasi Wisata Berbasis Masyarakat. Jakarta:
Penerbit Salemba.

Qanun Aceh No. 8 Tahun 2013

Rencana Kerja Pemerintah Kota Lhokseumawe

Rencana Pemerintah Jangka Panjang Kota Lhokseumawe 2005-2025

19
Sulastri, Lilis. 2014. Manajemen Sebuah Pengantar. Bandung: La Good’s
Publishing.

UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

20

Anda mungkin juga menyukai