Anda di halaman 1dari 21

ISLAM DALAM AL-QUR’AN

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Materi Quran Di SMA/SMK
Pada Semester III (Tiga) Program Studi Pendidikan Agama Islam (B)

Dosen Pengampu : Aramdhan Kodrat Permana, S.Th.I., M.Ag.

Disusun Oleh : Kelompok 1

Nuri Fauziah 014.14.1755.20


Noni Sugiartati
Umi Sulantri

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SYAMSUL 'ULUM


GUNUNG PUYUH SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Taufik dan Hidayah-Nya shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda alam
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa risalahnya kepada ummat-Nya. Berkat rahmat dan
karunia-Nya yang selalu terpancar bagi ummat-Nya, maka segala macam halangan dan hambatan
yang senantiasa merintangi dapat teratasi, sehingga dengan terbukanya pintu kelancaran, kami
dapat menyelesaikan tugas yang berbentuk makalah pada Mata Kuliah Materi Quran di
SMA/SMK/MA yang berjudul “Islam dalam Al-Qur’an”
Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Aramdhan Kodrat Permana, S.Th.I., M.Ag. sebagai Dosen Pengampu yang telah
memberikan tugas dan pengalaman berharga, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Kendati penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah ini, kami tetap
menyadari bahwa sebagai manusia tentunya tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan
termasuk dalam penyusun makalah ini, baik dari teknik penyusun maupun dari segi pembahasan
yang menyebabkan makalah yang kami susun ini jauh dari kriteria sempurna. Semoga Allah SWT.
senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita agar dapat menyusun makalah ini
dengan baik.

Sukabumi, 19 Oktober 2021


Penulis;

Kelompok 1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... I


KATA PENGANTAR .......................................................................................... II
DAFTAR ISI......................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam secara Etimologis & Terminologis ...................................... 5
B. Makna Islam dari Berbagai Pandangan .............................................................
C. Islam dalam Istilah Syariat ............................................................................ 10

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 19
B. Saran .............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1 ‫ان الدين عندهللا االسالم ومااختلف الذين اوتوا الكتاب االمن بعدما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بايات هللا فان هللا‬
‫سريع الحساب‬
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-
orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah,
maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya.”
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah agama semua Nabi,
agama yang sesuai denga fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk manusia, mengatur
hubungan antara manusia dengan rabb-Nya dan manusia dengan lingkungan-Nya. Agama
rahmat bagi semesta alam, dan merupakan satu-satunya agama yang di ridhoi Allah, agama
yang sempurna. Dengan beragama Islam, setiap muslim memiliki landasan tauhidullah, dan
menjalankan peran dalam hidup berupa ibadah (pengabdian vertical) dan khilafah (pengabdian
horizontal) dan bertujuan meraih ridha dan karunia Allah. Islam yang mulia dan utama akan
menjadikan kenyataan dalam kehidupan duniawi, apabila benar-benar diimani, dipahami, dan
diamalkan oleh seluruh muslimin secara totalitas (Kaffah)2. (Qs. Al-Fath : 29, Al-Baqarah :
208).
Islam juga agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan
kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat
dengan kegiatan dakwah yang dilakukan. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyebutkan kegiatan
dakwah dengan ahsanul qaula. Dapat di simpulkan bahwa kegiatan dakwah menempati posisi
yang begitu tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam3. Dengan pengalaman Islam
sepenuh hati dan sungguh-sungguh, akan melahirkan manusia yang memiliki kepribadian
mu’min, kepribadian muhsin dan muttaqin. Setiap muslim yang memiliki kepribadian tersebut
dituntut untuk memiliki aqidah berdasarkan Al-Tauhid Al-Khalis (Tauhid yang bersih) dan

1
Q.s Ali Imran; 19
2
Qs. Al-Fath : 29, Al-Baqarah : 208
3
Hafiduddin, 1998; 76
istiqamah terhindar dari kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Memiliki cara berfikir bayani
(paham yang komitmen terhadap nash al-Qur’an dan al-hadist), burhani (rasional, logis dan
ilmiah) dan irfani (ketajaman hati Nurani stabilitas emosi, dan kekuatan spiritual intuisi), yang
selanjutnya berimplikasi pada ucapan fikiran dan Tindakan yang mencerminkan akhlak
karimah dan rahmatan lil alamin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Islam secara etimologis dan Terminologis?
2. Apa Makna Islam dari Berbagai Pandangan?
3. Bagaimana Islam dalam Istilah Syariat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Islam Secara Etimologis dan Terminologis
2. Untuk Mengetahui Islam dari Berbagai Pandangan
3. Untuk Mengetahui Islam dalam Istilah Syariat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam Menurut Etimologis dan Terminologis
1. Pengertian Secara Etimologis
Al-Islam secara etimologi berarti ‫( االنقياد‬tunduk)4. Kata ini merupakan ‫ثال ثي مزيد‬
dari kata ‫ السالم \ السالمة‬yang berarti terbebas dari wabah/cela baik secara lahir maupun
secara batin)5.
Kata Islam berasal dari Salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang
artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah Swt :
‫بلي من اسلم وجهه هلل وهو محسن فله اجره عند ربه وال خوف عليهم وال هم يحزنون‬
“ Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat
kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula bersedih hati.”6
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang
yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajarannya.
Di dalam al-qur’an, kata bermakna Islam yang terambil dari akar kata s-l-m disebut
sebanyak 73 kali, baik dalam bentuk fiil (kata kerja), mashdar (kata dasar/asal), maupun
isim fa’il (kata sifat/pelaku perbuatan) Adapun rinciannya sebagai berikut :
a. Fi’il madhi (sebanyak 14 kali).
1) Asalama: 5 kali (Qs. Al-Baqarah 112, Ali-Imran 83, An-Nisa 125, Al- An’am
14, Al- Jin 14)
2) Aslama: 1 kali pada Qs. Al-Saffat 103
3) Aslamu; 3 Kali Qs. Ali Imran 20, al-Maidah 44, al- hujurat 17
4) Aslamtu: 3 kali pada Qs al-Baqarah 121, al-imran 20 dan al- Naml 44
b. Fi’il Mudhari’ ; Sebanyak 5 kali
1) Yuslim pada Qs Luqman 22
2) Yuslimun pada Qs. Al-Fath 16

4
Abu Al-Husain Ahmad ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Al-Maqayis fiy Al-Lughah, (Cet. Ke-1, Beirut : Dar Al-Fikr,
1994), h. 487
5
Abu Al-Qasim Muhammad ibn Muhammad Al-Raghib Al-Ashfahaniy, Al-Mufradat fiy Gharib Al-Qur’an
6
Q.s. Al-Baqarah : 112
3) Tuslimun Pada Qs. An-Nahl 81
4) Uslima pada Qs. Ghafir 66
5) Muslima pada Qs. AL-An’am 71
c. Fi’il Amar sebanyak 3 kali
1) Aslim pada Qs. Al-Baqarah 131
2) Aslimu pada Qs. Al-hajj 34 dan Al- Zumar 54
d. Bentuk mashdar sebanyak 9 kali. Kata dasar aslama sebanyak 8 kali
1) Al-Islam 6 kali ; Qs- Ali- Imran 18, 85; Qs. Al-Maidah 3; Al-An’am 125; al-
Zumar 22; al-Shaf 7;
2) Islamakum pada Qs. Al-Hujurat 17
3) Islamihim pada Qs. At-Taubah 74
e. Kata dasar salima : al- Silm Qs. Al-Baqarah 128
f. Bentuk fa’il/kata sifat sebanyak 24 kali
1) Mufrad sebanyak 3 kali; Musliman 2 kali Qs. Ali-Imran 67; Yusuf 101
2) Muslimatun Qs. Al-Baqarah 128
g. Mutsana 1 kali pada Qs. Al-Baqarah 128
h. Jamak sebanyak 38 kali; Muslimun 15 kali pada Qs. Al-Baqarah 132, 133, 136; Ali-
Imran 52, 64, 80, 102; al-Maidah 111; al-Naml 81; al-Ankabut 46; al-Rum 53; al- Jin
147
2. Pengertian Secara Terminologis
Secara terminologis dapat dikatakan Islam adalah agama wahyu berintikan Tauhid
atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw sebagai
utusannya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun,
yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Wahyu yang diturunkan oleh
Allah Swt kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat-Nya sepanjang masa. Suatu
sistem keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur segala kehidupan manusia dalam
berbagai hubungannya dengan Tuhan, sesame manusia, Alam dan lainnya.
Terminologi Islam secara bahasa (Lafadz) memiliki beberapa makna. Makna-makna
tersebut ada kaitannya dengan sumber kata dari “Islam” itu sendiri. Islam terdiri dari huruf

7
Tim Sembilan, Tafsir Maudhu’I, Al-Muntaha, jilid I (Yogyakarta; Pustaka Pesantren, 2004). H. 85-86; Lihat pula Al-
Ashfahany, Mu’jam Al-Mufradat li Alfazh Al-Qur’an, (Beirut; Dar Al-Fikr, t.th)
dasar (dalam bahasa Arab) “Sin”. “Lam”, dan “Mim”. Beberapa kata dalam bahasa Arab
yang memiliki huruf dasar yang sama dengan “Islam”, memiliki kaitan makna dengan
Islam. Dari situlah kita bisa mengetahui makna Islam secara bahasa.
a. Al-Istislam ( berserah diri)
Al-Istislam juga memiliki huruf dasar yang sama dengan “Islam”, yaitu Sin, Lam, Mim.
Sehingga Al-Istislam merupakan makna lain dari Islam. Allah Swt berfirman;
‫افغير دين هللا يبغون وله اسلم من في السموات واالرض طوعا وكرها واليه يرجعون‬
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-
Nya lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka
maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan8.”
‫ ال شريك له وبذلك امرت واناأول المسلمين‬: ‫قل ان صال تي ونسكي ومحياي وممتاتي هلل رب العالمين‬
“Katakanlah sesungguhnya shalatku,ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Alah, Tuhan semsesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama tama menyerahkan diri
(kepada Allah)9.”
b. Saliim (Suci bersih)
Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa deen Islam memiliki hati yang bersih (qalbun
saliim) saat menghadap kepada Allah Yang Maha Suci.
‫إالمن أتى هللا بقلب سليم‬
“ …….Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih…..”10
Hal ini menunjukan bahwa Islam adalah agama yang suci dan bersih. Islam membawa
ajaran kesucian dan kebersihan. Suci bersih di sini adalah dalam segala hal, baik dari
segi fisik, akhlak, fikiran, dan sebagainya. Dalam hal fisik misalnya Islam mengajarkan
pemeluknya agar bersih pakaian dan tempat. Sebelum shalat, kita pun di wajibkan
untuk bersuci dengan berwudhu, kalaupun tidak ada air, bersuci pun di wajibkan yaitu
dengan tayamum. Dalam surat Ash-Shaaffat :
‫إذ جاء ربه بقلب سليم‬
“ (Ingatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”11

8
Qs. Ali-Imran; 83
9
Qs. Al-An’am; 162-163
10
Qs. Ash- Shu’araa; 89
11
Qs. Ash-Shaaffaat; 84
c. Salaam (Selamat/Sejahtera)
‫وإذا جاءك الذين يؤمنون باياتنا فقل سالم عليكم كتب ربكم على نفسه الرحمة أنه من عمل منكم سوءا بجها لة‬
‫ثم تاب من بعده وأصلح فأنه غفوررحيم‬
“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami iyu datang kepadamu,
maka katakanlah; “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih
sayang. (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu
lantaran kejahilan, kemudia ia berbuat setelah mengerjakannya dan mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”12
d. Al-Salm
Al-Salm bermakna perdamaian. Lafadz Al-Silm ini bersifat dalam Al-Quran pada surat
Muhammad ayat 35 yang berbunyi ;
‫فال تهنوا وتدعوا إلى السلم وأنتم األعلون وهللا معكم ولن يتركم أعمالكم‬
“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun
bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu,”13
e. Sullam
Sullam memiliki huruf dasar yang sama dengan Islam, yaitu Sin, Lam, Mim artinya
tangga. Istilah Sullam digunakan di beberapa ayat di Al-Quran. Yaitu pada surat At-
Tur ayat 38 :
‫أم لهم سلم يستمعون فيه فليأت مستمعهم بسلطان مبين‬
“Apakah mereka mempunyai tangga/Sullam (ke langit) untuk mendengarkan pada
tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara
mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata.”14
f. Al-Silmu15
‫يا أيها الذين امنوا ادخلوا في السلم كا فة وال تتبعوا خطوات الشيطا ن إنه لكم عدومبين‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut Langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.”16

12
Qs. Al-An’am; 54
13
Qs. Muhammad; 35
14
Qs. At-Tur; 38
15
Ibn Faris bin Zakariyya, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, (Beirut: Dar el-Fikr,tt). h. 91
16
Qs. Al-Baqarah: 208
Berkaitan dengan ayat di atas, oleh sekelompok Muslim dijadikan rujukan untuk
menyimpulkan istilah “Islam kaffah”. Dalam pandangan mereka, ayat ini merupakan ajakan
wajib bahwa setiap muslim harus menjalankan ajaran Islam secara utuh. Keutuhan itu sangat
bergantung pada pemahaman tentang Islam yang bercorak Fikih, maka keutuhan yang di
maksud adalah keutuhan dalam konteks fikih. Itu pun masih dipengaruhi oleh madzhab
tertentu dalam fikih sambil mengabaikan madzhab-madzhab yang lain. Puncak idealisasi
Islam Kaffah adalah mendirikan sebuah negara yang berasaskan Islam. Karena menurut logika
mereka, tanpa negara Islam tidak dapat dijalankan secara utuh.
Sebagian ulama menafsirkan kata as-silmi dalam ayat di atas sebagai Islam. Namun
Sebagian yang lain menafsirkannya sebagai kepasrahan, proses perdamaian dan ketundukan.17
Sufyan ats-Tsauri bahkan menafsirkan kata as-silmi sebagai symbol berbagai kebajikan18. Ia
memiliki interpretasi yang lebih sejalan dengan semangat zaman. Akan lebih menarik jika
kata as-silmi dalam ayat di atas dipahami segala proses perdamaian serta ketundukan pada
nilai-nilai universal yang ada dalam setiap ajaran mana pun. Setiap orang beriman diajak
untuk selalu menempuh proses perdamian dan menjalankan nilai-nilai universal dalam rangka
menciptakan kehidupan yang lebih beradab dan sejahtera.
B. Makna Islam dari Berbagai Pandangan
1. Syekh Muhammad Rasyid Ridha
Kata “Islam’ adalah bentuk Masdar dari aslama, yang memiliki makna-makna;
Tunduk, patuh, menunaikan, menyampaikan. Dikatakan “aslamtu al-Sya’I ila fulan” saya
menyampaikan sesuatu kepada si fulan; masuk ke dalam kedamaian, keselamatan,
kemurnian19
2. Sayyid Qutbh
Islam berarti tunduk/patuh, taat dan mengikuti, yakni tunduk patuh kepada perintah
Allah, taat kepada syariat-Nya serta mengikuti kepada Rasul beserta manhaj-Nya. Barang
siapa tidak patuh dan taat maka ia bukanlah seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah
penganut dari agama yang diridhai oleh Allah padahal Allah tidak meridhoi kecuali Islam20

17
http://islamlib.com/id/artikel/islam-kaffah/diposkan oleh Taufik. Damas
18
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Jilid II, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah), h.2000
19
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar Jilid III, (Beirut: Dar Al-Fike. Tt), h.257
20
Sayyid Qutbh, Op.Cit., h.535
3. Mohammad Arkoun
Mohammad Arkoun pernah melontarkan kritikan ketika banyak kalangan
menerjemahkan kata “Islam” dengan “Tunduk patuh”. Penerjemah ini menurutnya tidak
terlalu tepat. Orang islam itu bukanlah tunduk patuh kepada Allah. Tetapi ia merasakan
getaran cinta kepada Allah dan rasa ingin menyandarkan diri pada yang diperintahkan
kepada-Nya. Islam harus di dipandang sebagai agama yang penuh dengan pesan spiritual
demi kepuasan batin manusia. Ia beragama karena kebutuhannya untuk mengingat Tuhan
bukan karena Tuhan ingin agar manusia mengingatnya. Jadi Islam merupakan Tindakan
sukarela sebagaimana tersirat dalam kata dasarnya s-l-m, menjadi aman, terjaga, dan
utuh21.
Pandangan Arkoun tersebut sejalan denga napa yang dikemukakan oleh Toshihiko
Izitsu bahwa pada masa pra Islam, kata “Islam” bermakna menyerahkan atau
memasrahkan. Dalam arti dasar, “Muslim” adalah orang melakukan penyerahan diri dan
komitmen terhadap Tuhan dan Rasul-Nya secara sukarela. Dalam konteks ini islam
berkaitan erat dengan Iman. Sebagaimana muslim yang dicirikan oleh penyerahan seluruh
wujud diri secara total kepada Tuhan. Maka mukmin ditandai oleh adanya kepercayaan
yang kokoh.
4. Al-Mushtafawi
a. Kepasrahan dalam amal jahiriah, Gerakan badaniyah, dan anggota-anggota jasmaniah
seperti dalam ayat ; “Berkata orang Arab Badawi itu; kami telah beriman. Katakana;
kamu belum beriman. Tetapi katakanlah; kami telah Islam”22
b. Menjadikan diri sesuai atau sejalan secara lahir dan batin, sehingga tidak terjadi
pertentangan dalam amalnya, niatnya, dan hatinya, seperti dalam kamu tidak akan
dapat memperdengarkan kepada mereka (petunjuk) kecuali pada orang yang beriman
kepada ayat-ayat kami, maka mereka itulah yang berserah diri23.
c. Menghilangkan kontradiksi sama sekali. Baik dalam amal, niat, maupun eksistensi zat.
Pada tingkat ini tidak ada lagi eksistensi diri atau melihat diri. Seluruh wujudnya
tenggelam dalam Samudra wujud yang haq, fana dalam kebesaran cahaya dia. Pada

21
Tim Sembilan, Op.Cit.,h.87
22
Qs. Al-Hujurat; 14
23
Qs. Al-Rum: 53
tingkat ini tercerabutlah bekas kontradiksi itu dari akarnya. Yang tampak adalah
hakikat makna penyerahan diri dan penyesuaian diri kepada al-Haq yang mutlak,
sesungguhnya kepatuhan di sisi Allah adalah kepasrahan penuh24
5. Al-Muthahhari
Muthahhari membagi makna Islam pada tiga tingkat karena keinginannya untuk
menjawab pertanyaan; apakah amal shaleh orang yang tidak beragama Islam di terima
Allah. Banyak orang merujuk antara lain pada surat Al-Baqarah ayat 62, Al-Maidah ayat
69, dan ayat-ayat lainnya yang bermakna sam, menyatakan bahwa amal saleh bukan orang
Islam diterima Allah juga. Bukankah apa yang disebut amal saleh itu tetap amal saleh
apapun agamanya? Bukankah membahagiakan orang yang menderita itu disepakati
sebagai amal saleh apapun agama para pelakunya?
Secara akal, kita denga mudah menerima argumentasi di atas. Tetapi kita
mengalami kesulitan untuk memahami ayat Inna al-Din ‘Ind Allah al-Islam dan wa man
yabtaghi ghayr al-Islam dinan fa lan Bukankah agama di sisi Allah itu hanya Islam?
Bukankah orang yang mencari selain Islam sebagai agama ia tidak akan diterima dan pada
hari akhirat menjadi orang-orang yang merugi. Lagi pula, bila Tuhan menerima amal saleh
dari siapapun, maka apa perlunya kita memeluk agama Islam? Apa juga gunanya kita
memanggil manusia kepada Islam?
Dengan Kembali kepada makna Islam (Berserah diri, kepasrahan) Muthahhari
menjelaskan bahwasanya Islam Fisik disini orang pasrah kepada seseorang atau sesuatu
karena terpaksa atau karena mengikuti lingkungannya. Muthahhari menyebut istilah al-
islam al-jughrafi kepada mereka yang lahir, hidup, mati dalam lingkungan Islam. Jika anda
memeluk islam sekarang ini, karena orangtua anda juga muslim dan lingkungan anda juga
islam, padahal anda tidak pernah mempelajari islam, anda baru masuk Islam secara fisik
saja. Muthahhari menulis, kebanyakan kita hanyalah muslim tradisisonal dan geografis.
Kita menjadi Muslim karena orantua kita Musli. Kita juga hidup dan tumbuh besar di
tengah-tengah masyarakat Muslim.
6. Al-Thabathabai
“Sesungghunya agama yang dinamakan Islam ini menuntut adanya ketundukan
manusia kepada Allah, baik dalam dzat maupun perbuatan dan meletakkan diri serta

24
Qs, Ali-Imran;19
perbuatan-perbuatannya di bawah perintah dan kehendak-Nya. Penyerahan diri kepada
Allah menuntut dan mengharuskan adanya keyakinan kepada Allah dan hilangnya
keraguan terhadap-Nya. Keyakinan menuntut adanya pembenaran dan menampakkan
kebenaran agama Allah …..25. Beliau kemudian mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib;
“Islam adalah penyerahan diri, penyerahan diri adalah keyakinan, keyakinan adalah
pembenaran, pembenaran adalah pengakuan, pengakuan adalah penuranian, penuranian
adalah pengalaman. Orang mukmin itu mengambil agamanya dari Tuhan-Nya. Sungguh
orang mukmin itu diketahui keimanannya pada amalnya sedangkan orang kafir diketahui
kekufurannya dengan keingkarannya”
a. Tingkat pertama Islam adalah menerima dan mematuhi perintah dan larangan dengan
membaca dua kalimat syahadat, tidak jadi soal apakah iman sudah atau belum
memasuki hatinya. Allah Swt berfirman; Orang Arab dari dusun itu berkata; kami
beriman. Katakan;”kamu tidak beriman”. Tapi katakanlah : “Kami Islam; karena Iman
belum masuk pada hati kamu”26
b. Kedua, Islam tingkat ini diikuti dengan tingkat pertama Iman yaitu penyerahan dan
kepasrahan hati untuk menerima keyakinan yang benar secara terperinci dengan diikuti
oleh amal amal shalih; walaupun sewaktu-waktu mungkin saja berbuat salah. Allah
Swt berfirman tentang sikap orang yang takwa
‫الذين امنوا بايتنا وكانوا مسلمين‬
“Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami dan mereka berserah diri27”
Dan Ia berfirman :
‫يآيها الذين امنوا ادخلوا فى السلم كآفة وال تتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عدومبين‬
“Wahai Orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan,
dan janganlah kamu ikuti Langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata
bagimu”28
Jelaslah Islam yang datang setelah iman ini bukanlah islam pada tingkat yang
pertama. Setelah islam ini datanglah tingkat kedua dari Iman; yaitu keyakinan yang
penuh kepada hakikat agama.

25
Al-Thabathhaba’I. Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an III/127
26
Qs. Al-Hujurat; 14
27
Qs. Az-Zukhruf; 69
28
Qs. Al-Baqarah; 208
c. Ketiga, tahap kedua iman itu membawa kita kepada Islam pada tingkat yang ketiga.
Ketika jiwa sudah dipenuhi dengan iman tersebut dan mulai berakhlak dengan akhlak
berdasarkan iman itu, maka tunduklah kepada-Nya semua kekuatan hewani, yaitu
semua kecenderungan ke arah dunia dan segala godaannya. Sekarang manusia
menyembah Allah seakan-akan ia melihatnya dan jika ia tidak melihatnya sekalipun,
ia meyakini bahwa Allah melihatnya. Di dalam batinnya dan dirinya yang paling
dalam, tidak ada lagi apapun yang tidak tunduk kepada perintah-Nya dan larangan-
Nya atau merasa kecewa kepada ketentuan-Nya.
d. Keempat, tingkat islam yang keempat datang setelah tingkat iman ketiga. Pada tingkat
iman sebelumnya, hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan budak dengan
tuannya. Karena ia benar-benar melakukan pengabdian dan tunduk sepenuhnya kepada
kehendak Tuannya, menerima apa yang di cintainya dan di ridhoinya. Memang tidak
bisa dibandingkan antara kepemilikan dan kekuasaan Tuhan semesta alam di atas
makhluk-makhluknya. Kepemilikan dia adalah kepemilikan yang sebenarnya. Selain
Tuhan, tidak ada yang memiliki wujud yang mandiri secara zat, sifat, maupun
perbuatan. Kadang-kadang setelah manusia sampai pada tingkat kepasrahan yang
ketiga ini, bantuan ilahi menariknya dan menampakkan kepadanya hakikat yang
sebenarnya, bahwa seluruh kerajaan kepunyaan Allah semata-mata. Tidak sesuatupun
dapat memiliki sesuatu kecuali karena dia. Tidak ada Tuhan kecuali Dia.
7. Budhy Munawar-Rachman
‫ان الذين آمنوا والذين هادوا والنصارى والصا بئين من آمن باهلل واليوم اآلخر وعمل صالحا وعمل صالحا فلهم‬
‫أجرهم عند ربهم وال خوف عليهم والهم يحزنون‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,
hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak
ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”29
Ayat ini menggambarkan adanya keselamatan dalam agama-agama yang tergantung pada
tiga nilai universal yang ditekankan oleh ayat tersebut, yakni beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal shaleh. Nilai-nilai universal yang terkandung dalam ayat tersebut

29
Qs Al-Baqarah; 62
tidak dihapus30. Senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Jalaludin Rahmat bahwa
ayat ini menegaskan bahwa semua golongan agama akan selamat selama mereka
berpegang pada tiga nilai universal tersebut31. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa al-quran memandang semua agama dapatlah disebut Islam (dalam arti generic).
Semua penganut agama akan masuk syurga dengan catatan berpegang teguh pada tiga nilai
universal32. Al-quran sendiri mengatakan bahwa tidak ada satu kaum pun yang tidak diutus
kepadanya seorang Nabi (Rasul)
‫ولقد بعثنا في كل أمة رسوال أن اعبدوا هللا واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هذى هللا ومنهم من حقت عليه الضاللة‬
‫فسيروا في االرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين‬
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan);
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagout itu”, maka diantara umat itu ada orang-
orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan bagi-Nya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”33
C. Islam dalam Istilah Syariat
Oleh Al-Raghib sebagaimana yang dikutip Jalaludin Rahmat34 bahwa : Di dalam syara’,
Islam itu ada dua macam. Pertama, di bawah iman, yakni hanya mengakui dengan lidah saja.
Dengan begitu, darahnya terpelihara; tidak jadi soal apakah keyakinan masuk ke dalamnya
atau tidak. Inilah yang dimaksud dengan firman-Nya - Berkata orang Arab Badwi itu: Kami
telah beriman. Katakan: Kamu belum beriman. Tetapi katakanlah: kami telah Islam.35
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu;
dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”36

30
Budhy Munawar-Rachman, Argumen Islam Untuk Prluralisme, (Jakarta; Grasindo, 2010). H. 123 bandingkan
dengan Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi;Inklusivisme, Pluralisme dan Multikultularisme (Jakarta;
Khazanah dan P3M, 2007), h. 311
31
Jalaludin Rahmat, Islam dan Pluralisme, Ayat Al-Qur’an menyikapi perbedaan (Jakarta; Serambi, 2006), h.23
32
Budhy Munawar-Rachman, Argumen Islam Untuk Prluralisme, (Jakarta; Grasindo, 2010). H. 123
33
Qs. An-Nahl : 36
34
Jalaludin Rahmat, Konsep Din dan Islam, Ekslusif dan Inklusif
35
Q.S. Al-Hujurat: 14
36
Q.S. Al-Hujurat: 14
Ayat ini mengisahkan tentang sanggahan Allah terhadap orang-orang Badui yang
mengaku beriman. Menurut ayat ini, sebetulnya mereka belum bisa dianggap dan dinilai
sebagai mukmin, mereka baru bisa dikatakan sebagai muslim, sebab iman lebih khusus dari
Islam. Seseorang yang muslim belum tentu mukmin, sebab ada beberapa hal yang mesti terkait
untuk naik ke tingkat mukmin. Namun demikian perlu ditekankan bahwa muslim berbeda
dengan munafik. Muslim sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini adalah mereka yang berserah
kepada Allah, hanya saja cahaya iman belum muncul dan mantap di hati mereka. Maka dari
itu mereka diharapkan naik ke tingkat selanjutnya, yaitu iman dengan cara mentaati Allah dan
rasul- Nya serta beramal shaleh. Sedangkan munafiq adalah orang-orang yag memperlihatkan
keimanan secara lahir, namun yang terjadi di dalam hati dan keyakinan mereka adalah
sebaliknya. Dengan demikian munafiq tidaklah sama dengan muslim, sebab munafiq lari dari
makna hakiki al-Islâm itu sendiri.37
Kedua, di atas iman, bersamaan dengan pengakuan ada juga keyakinan dalam hati,
pelaksanaan dalam tindakan, dan penyerahan diri kepada Allah dalam segala hal yang telah Ia
tetapkan dan tentukan. Seperti yang diingatkan dalam kisah Ibrahim: Ketika Tuhan berkata
kepadanya: Islamlah (pasrahlah), Ibrahim berkata: Aku pasrah kepada Pemelihara Seluruh Alam
(QS. Al-Baqarah; 131); dan firman Allah: Sesungguhnya kepatuhan di sisi Allah adalah
kepasrahan (QS. Ali Imran; 19)

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk
patuh kepada Tuhan semesta alam".38

37
‘Imâd Al-Dîn Abu Al-Fidâ’ Isma’îl ibn Katsîr Al-Qursyiy Al-Dimasqiy, Tafsîr Al-Qur’ân Al-Azhîm, (Semarang: Thaha
Futra, t.th), Juz IV, h. 218-219
38
Qs. Al-Imran;19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Islam secara etimologi berarti ‫( االنقياد‬tunduk)39. Kata ini merupakan ‫ ثال ثي مزيد‬dari
kata ‫ السالم \ السالمة‬yang berarti terbebas dari wabah/cela baik secara lahir maupun secara
batin)40. Kata Islam berasal dari Salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama
yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah Swt :

‫بلي من اسلم وجهه هلل وهو محسن فله اجره عند ربه وال خوف عليهم وال هم يحزنون‬

“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan,
maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak pula bersedih hati.”. Secara terminologis dapat dikatakan Islam adalah agama wahyu
berintikan Tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai utusannya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana
pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Wahyu yang
diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat-Nya sepanjang
masa. Suatu sistem keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur segala kehidupan manusia
dalam berbagai hubungannya dengan Tuhan, sesame manusia, Alam dan lainnya.
Di dalam syara’, Islam itu ada dua macam. Pertama, di bawah iman, yakni hanya
mengakui dengan lidah saja. Dengan begitu, darahnya terpelihara; tidak jadi soal apakah
keyakinan masuk ke dalamnya atau tidak. Inilah yang dimaksud dengan firman-Nya - Berkata
orang Arab Badwi itu: Kami telah beriman. Katakan: Kamu belum beriman. Tetapi
katakanlah: kami telah Islam. Kedua, di atas iman, bersamaan dengan pengakuan ada juga
keyakinan dalam hati, pelaksanaan dalam tindakan, dan penyerahan diri kepada Allah dalam
segala hal yang telah Ia tetapkan dan tentukan.

39
Abu Al-Husain Ahmad ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Al-Maqayis fiy Al-Lughah, (Cet. Ke-1, Beirut : Dar Al-Fikr,
1994), h. 487
40
Abu Al-Qasim Muhammad ibn Muhammad Al-Raghib Al-Ashfahaniy, Al-Mufradat fiy Gharib Al-Qur’an
B. Saran
Makalah ini dibuat agar pembaca dan penulis dapat mengetahui dan mempelajari lebih
dalam tentang Islam. Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat memperluas
lebih dalam tentang Mata Kuliah Materi Quran sehingga dapat dijadikan hujjah atau
diaplikasikan dalam kehidupan saat ini. Penulis juga meminta maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ashfahâniy, Abû al-Qâsim Muhammad ibn Muhammad al-Râghib al-, t.th., al-Mufradât
fî Gharîb al-Qur’ân, Beirut : Dâr al- Ma’rifah.

Ashfahâniy, Abû al-Qâsim Muhammad ibn Muhammad al-Râghib al-, t.th., Mu’jam al-
Mufradat li Alfazh al-Qur’an, Beirut: Dar al- Fikr, t.th.

Hamka, Buya, 2005, Tafsir al-Azhar, jilid I Jakarta: Mitra Kerjaya Indonesia.
http://islamlib.com/id/artikel/islam-kaffah/
Ibn Fâris ibn Zakariya, 1994, Mu’jam al-Maqâyîs fiy al-Lughah,

Beirut : Dâr al-Fikr.

Ibn Katsîr, ‘Imâd al-Dîn Abu al-Fidâ’ Isma’îl al-Qursyiy al-Dimasqiy, t.th., Tafsîr al-
Qur’ân al-Azhîm, Semarang: Thaha Futra, Juz IV

Ibnu Taymiyah, 1387 H, al-Risâlah al-Tadmuriyah, Qahirah : al- Maktabah al-Salafiyah.

Madjid, Nurcholish, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina.

Madjid, Nurcholish, 1995, “Pengantar” dalam Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta:


Paramadina.

Misrawi, Zuhairi, Al-Qur’an Kitab Toleransi:Inklusivisme, Pluralisme dan


Multikulturalisme Jakarta: Khazanah dan P3M, 2007

Munawar-Rachman, Budhy, 2010, Argumen Islam Untuk Prluralisme, Jakarta: Grasindo.

Noer, Kautsar Azhari, Islam dan Pluralisme: catatan Sederhana untuk Karya Fathi
Osman, Pluralisme dan Toleransi Beragama. Makalah PSIK Universitas
Paramadina

Qurthubi, al-, 2000, Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid II, Beirut: Darul Kutub
Ilmiah.

Quthb, Sayyid, Fi Zhilal al-Qur’an. I/535


Rahmat, Jalaluddin, 2006, Islam dan Pluralisme, Ayat al-Qur’an Menyikapi Perbedaan
Jakarta: Serambi.

Anda mungkin juga menyukai