Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

FRAMBUSIA

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
II. SEJARAH DAN EPIDEMIOLOGI ........................................................................ 1
III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS ........................................................................ 2
IV. GEJALA KLINIS ................................................................................................... 2
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................... 7
VI. DIAGNOSIS BANDING........................................................................................ 8
VII. PENATALAKSANAAN ........................................................................................ 9
VIII. PROGNOSIS .......................................................................................................... 10
IX. KESIMPULAN ....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11

Universitas Sumatera Utara


FRAMBUSIA

I. PENDAHULUAN
Penyakit frambusia yang juga dikenal dengan pian di Prancis, bouba di Spanyol dan
paru di Malaysia adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman Treponema
pallidum subspesies pertenue. 1-4
Treponema termasuk dalam famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales. Terdapat
empat morfologi subspesies Treponema pallidum yang identik yaitu : T.pallidum subspesies
pallidum yang menyebabkan penyakit sifilis, T.pallidum subspesies pertenue yang
menyebabkan penyakit frambusia, T.pallidum subspesies endemicum yang menyebabkan
penyakit bejel (sifilis endemik) dan T. pallidum subspesies carateum yang menyebabkan
penyakit pinta.3,5
Penyakit frambusia biasanya menyerang pada anak-anak usia dibawah 15 tahun dan
hanya terdapat di daerah tropis yang tinggi kelembabannya serta pada masyarakat dengan
sosio ekonomi rendah.2-4,6-8
Penyakit ini menyebar ke kulit ekstragenital dengan kontak melalui bekas lesi yang
terbuka, luka lecet, atau luka bekas gigitan.4
Pengobatan penyakit frambusia sangat mudah yaitu dengan Benzatin Penisilin sekali
suntik dapat menyembuhkan luka-luka akibat penyakit ini.2,4

II. SEJARAH DAN EPIDEMIOLOGI


Di dunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di
Afrika (seperti Ghana, Togo, Benin) , Asia (seperti Indonesia, Papua dan Pulau Solomon),
Amerika Selatan (seperti Colombia, Guyana, Peru, Ekuador dan Brazil) dan Amerika Tengah
serta Kepulauan Pasifik. Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia
dalam kurun waktu 1954-1963, ditemukan penurunan kasus yang dramatis. Selama periode
1990-an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang hanya terdapat di
tiga negara Asia Tenggara yaitu India, Indonesia dan Timor Leste.10
Di Indonesia, penyakit ini seharusnya sudah dapat dibasmi sejak Pelita III karena
penanganannya sangat sederhana, tetapi kenyataannya penyakit ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat Indonesia karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang
kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh
oleh pemerataan pembangunan.10

Universitas Sumatera Utara


Program Nasional Departemen Kesehatan Penyakit Lepra dan Frambusia melaporkan
peningkatan yang tetap sejumlah kasus yang baru sejak tahun 2001. Program ini melaporkan
7751 kasus baru dari 5 propinsi sampai akhir Oktober 2009 dan 7400 kasus diantaranya
dilaporkan di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan daerah endemik.11
Penyakit ini terjadi pada daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi dan suhu panas
secara terus menerus diatas 270C yaitu Afrika, Amerika Selatan, Caribbean, Asia Tenggara
dan Kepulauan Pasifik. Penyakit ini banyak ditemui pada penduduk pedesaan, terutama di
daerah yang padat penduduk, sosial ekonomi rendah, serta kebersihan yang kurang baik
perorangan maupun lingkungan.1-4.6,9
Frambusia paling sering terjadi pada anak-anak dibawah umur 15 tahun dengan
insidensi puncak pada umur 6-10 tahun. Frambusia pada usia muda lebih banyak pada laki-
laki sedangkan pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan.2-4,6-8

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Frambusia disebabkan oleh T.pallidum subspesies pertenue yang berbentuk spiral
yang pertama kali ditemukan oleh Castellani pada tahun 1905. Treponema pertenue bersifat
tidak tahan kering, tidak tahan dingin dan tidak tahan panas. Secara morfologi, Treponema
pertenue sulit dibedakan dengan Treponema pallidum. Treponema pertenue berkembang biak
sangat lambat yaitu setiap 30-33 jam pada manusia dan binatang percobaan,dimana hamster
merupakan host yang paling baik untuk subspesies pertenue ini, tetapi tidak dapat tumbuh
dalam media kultur. 3,4,12
Frambusia didapat dari kontak langsung dengan kulit yang mengalami abrasi, tergigit
atau ekskoriasi. Beberapa ahli berpendapat penyakit ini dapat ditansmisikan oleh serangga
ataupun peralatan-peralatan yang dipakai bersama. Apabila Treponema pertenue yang masuk
kedalam kulit cukup virulen dan banyak, dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal
terhadap penyakit frambusia maka Treponema pertenue akan berkembang biak dan menyebar
di dalam tubuh kemudian menimbulkan gejala penyakit. Sebaliknya jika Treponema pertenue
yang masuk kedalam kulit tidak cukup virulen dan tidak banyak, dan orang yang mendapat
infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia maka Treponema pertenue tidak
dapat berkembang biak dan mati tanpa menimbulkan gejala penyakit.1-4,6,8,13

IV. GEJALA KLINIS


Manifestasi klinis dari frambusia dibagi menjadi stadium dini (termasuk primer dan
skunder) dan stadium lanjut penyakit (tersier).

Universitas Sumatera Utara


- Stadium Primer
Setelah masa inkubasi selama 10-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau
yang disebut dengan “mother yaw” muncul pada tempat inokulasi, biasanya pada bagian
tubuh yang terpapar, terutama ekstremitas bawah. Ciri-ciri lesi primer yaitu: tidak keras,
sering gatal, menginfiltrasi, diikuti dengan nodul kecil eritematosa yang tumbuh dengan
ukuran 1 – 5 cm. Permukaan lesi primer ini berbentuk papilomatosa dan berkrusta. Lesi
primer biasanya hanya satu, tetapi dapat ditemukan adanya lesi satelit, yang akan bersatu
membentuk plak.Lesi primer ini pada akhirnya menjadi ulkus dengan dasar lesi berbentuk
seperti buah frambus (rasberry),yang akan dilapisi oleh krusta kuning. Buba-buba tersebut
biasanya terletak berdekatan (diikuti dengan pembesaran kelenjar limfe). Lesi mother
yaw akan sembuh spontan dalam 2–6 bulan,meninggalkan jaringan parut atrofi dan
hipopigmentasi di daerah sentral.Simptom konstitusional jarang muncul.2-4,6,12-14

Gambar 1. Lesi primer frambusia (mother yaw)


*dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 3

- Stadium Sekunder
Stadium sekunder frambusia dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah induk frambusia muncul. Stadium sekunder jauh lebih luas dan dihubungkan
dengan morbiditas yang lebih tinggi.
• Kulit :
Banyak lesi kulit menyerupai bentuk yang lebih kecil dari lesi primer, karena itu,
disebut anak frambusia, pianomas, atau framboesias. Lesi-lesi ini berwarna
kemerahan, berair, berbentuk veruka atau seperti tumbuhan, berkrusta, papul yang
tidak gatal dan plak. Seiring dengan pertumbuhan lesi frambusia, lesi-lesi ini
mengalami erosi dan dilapisi dengan lapisan fibrin eksudat yang sangat infeksius.
Lesi ini akan mengering dan menimbulkan krusta. Eksudat yang terbentuk akan
menarik serangga untuk hinggap dan menimbulkan rasa sakit pada penderita. Bercak

Universitas Sumatera Utara


papuloskuamosa dan plak yang kering dapat muncul pada bagian tubuh manapun.
Pada daerah lipatan tubuh (aksila, lipatan anus), lesi ini menyerupai kondiloma lata.
Pada membran mukosa, lesi ini mirip dengan lesi mukosa yang hipertropi. Lesi
kadang-kadang dapat berbentuk anular atau sirkular yang menyerupai lesi pada
infeksi jamur yang disebut “tinea frambusia”. Lesi pada wajah sering berbentuk lesi
seboroik atau berbentuk psoriasis. 2,3,7,14

Gambar 2. Lesi sekunder pada kulit yang menyerupai infeksi jamur


*dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 3
• Palmoplantar :
Terdapat bentuk plak hiperkeratosis pada telapak tangan dan telapak kaki, berfisura
sampai menimbulkan infeksi sekunder yang sakit sehingga membentuk karakteristik
gaya jalan seperti kepiting (“crablike gait”). Paronikia (pianic onychia), membentuk
makula dan papula hyperkeratosis dalam lipatan-lipatan kuku. 1,2,3,6,14

Gambar 3. Plak hiperkeratosis, berfisura pada telapak kaki


*dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 2

Universitas Sumatera Utara


• Tulang/tulang rawan :
Periostits dan osteitis ditandai dengan rasa sakit pada tangan, lengan bawah, tungkai
dan kaki. Perubahan awal pada tulang biasanya dapat dilihat dengan radiografi biasa,
dan penebalan periosteum sering dapat dipalpasi. Polidaktilis dapat menyebabkan
pembengkakan pada kedua jari bagian proksimal menyerupai lobak (radishlike). 1-3

Gambar 4. Osteoperiostitis pada tibia dan fibula


*dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 13
• Konstitusional :
Arthralgia, limfadenopati generalisata, sakit kepala, dan malaise biasanya
menunjukkan perubahan cairan cerebrospinal yang asimptomatik. Semua gejala
umumnya reversible, hilang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Kekambuhan mungkin terjadi sampai jangka waktu 5 tahun, yang diikuti dengan
pemberantasan baik dari organisme ataupun periode laten yang tidak tentu
masanya.2,3

- Stadium Tersier
Pada sekitar 10 persen kasus, masa laten berakhir setelah 5 – 10 tahun, diikuti oleh
stadium akhir dengan lesi pada kulit dan lesi pada tulang, dan kadang-kadang disertai
dengan gangguan oftalmologi dan gangguan neurologi. 1,2,3,6,7,12

• Kulit :
Nodul gumatosa kutan dan subkutan (guma frambusia) mengalami nekrosis sentral
dan mengalami ulserasi, menyebabkan lesi tersebar dan dalam. Gabungan ulkus

Universitas Sumatera Utara


akan membentuk lesi sirkuler dan serpiginosa yang akan sembuh kemudian
membentuk jaringan parut dan kontraktur. Hiperkeratosis palmoplantar akan
menyebabkan keratoderma kronik. Limfadenopati periartikular dapat terjadi pada
siku dan lutut. 1,2,3,6,7,12

• Tulang dan tulang rawan :


Perubahan skeletal terjadi pada stadium akhir penyakit frambusia. Perubahan
skeletal ini termasuk periostitis hipertrofi, hidrartrosis, osteitis dan periostitis
gumatosa, dan osteomielitis. Hipertrofi tulang dianggap sebagai akibat osteitis
kronik, yang akan menyebabkan cekungan pada tulang tibia . Osteitis hipertrofi
bilateral dari prosessus maksila bagian nasal dengan pembengkakan tulang nasal
berkembang perlahan-lahan antara 5 sampai 20 tahun. Akibat frambusia yang paling
berbahaya, yang terjadi kira-kira 1 persen dari pasien yang tidak diobati, adalah
rhinofaringitis mutilans (gangosa), atau destruksi hebat dari tulang nasal, maksila,
bibir atas dan bagian tengah wajah dengan adanya perforasi dari hidung dan
palatum. 2,3,6

Gambar 5. sabre deformity pada tibia


*dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 15

• Gangguan oftalmologi dan neurologi :


Walaupun penyakit oftalmologi, neurologi dan kardiovaskuler tidak biasa terjadi
bersamaan dengan frambusia, tetapi pada beberapa kasus frambusia dilaporkan
adanya atrofi diskus optikus, mieloneuropati dan aneurisma. 2,3

Universitas Sumatera Utara


V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- Pemeriksaan Langsung 2,3,6,16


• Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
Spesimen yang berasal dari lesi kulit dilihat bentuk dan pergerakannya dengan
menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-
turut jika hasil pada pemeriksaan hari pertama dan kedua negarif. Treponema
tampak berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap
sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi lapangan pandang.
• Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan
diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan
mikroskop fluoresensi dan dilihat apakah dijumpai T.pallidum.

- Pemeriksaan Serologis 2,3,6,7,12,16


Pemeriksaan serologis untuk frambusia sama dengan tes serologi untuk sifilis venereal,
yaitu:
• Tes serologis non treponemal, yaitu :
- Rapid plasma reagin test (RPR)
Antigen di campur dengan serum pasien dan digoyang atau diputar selama
beberapa menit. Pada RPR reagens ditambahkan dengan charcoal sehingga hasil
reaksi flokulasi jauh lebih mudah dilihat.
- Venereal Disease Research Laboratory test (VDRL)
VDRL memakai formula antigen yang terdiri dari kardiopilin 0,03%, kholesterol
0,9%, dan lesitin ± 0,21%.Tes VDRL digunakan untuk screening dan menilai
hasil pengobatan. Selain hasil reaktif, nonreaktif atau reaktif lemah, tes VDRL
juga memberikan hasil kuantitatif dalam bentuk titer.

• Tes serologis treponemal, yaitu :


- T.pallidum haemagglutination assay (TPHA)
TPHA merupakan tes treponemal yang menerapkan teknik hemaglutinasi tidak
langsung untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap T.pallidum. Dalam tes ini
dipakai sel darah merah unggas yang dilapisi dengan komponen T.pallidum. Jika

Universitas Sumatera Utara


serum pasien mengandung antibodi spesifik terhadap T.pallidum , maka akan
terjadi hemaglutinasi dan membentuk pola yang khas pada pelat mikrotitrasi.
- Microhaemagglutination assay T.pallidum (MHA-TP)
Menggunakan sel-sel darah merah yang dibalut antigen dari T.pallidum strain
Nichols. Serum sebelum pengobatan mempunyai reaksi non spesifik. Apabila
dijumpai aglutinasi dengan pola rough jagged maka dikatakan positif.
- Fluorescent treponemal antibody absorption test (FTA-ABS)
FTA-ABS merupakan tes antibodi imunofluoresensi tidak langsung. Serum yang
akan dites diencerkan 1/5 dari sorben, yaitu ekstrak hasil kultur T.pallidum strain
Reiter. Sorben akan menyerap antibodi treponema nonpatogen yang diperkirakan
ada dalam serum pasien. Kemudian serum diteteskan pada gelas objek yang pada
permukaannya telah terfiksasi antigen T.pallidum. Kemudian diteteskan konjugat
berupa globulin antihuman yang telah dilabel dengan fluoresein. Jika di dalam
serum pasien terdapat antibodi spesifik terhadap T.pallidum, maka kuman akan
terlihat bersinar di bawah mikroskop fluoresensi.

- Histopatologi 6,12,17,18
Pada lesi awal menunjukkan akantosis, spongiosis dan papilomatosis dengan mikroabses
intraepidermal. Terdapat infiltrat inflamasi yang sedang sampai padat yang terdiri dari
plasma sel, limfosit, makrofag, neutrofil dan eusinofil. Treponema dapat diidentifikasi
dengan pewarnaan silver. Pada lesi ulserasi lanjut mirip dengan sifilis tersier pada kulit.

VI. DIAGNOSIS BANDING 2,3,12,13


Lesi pada kulit dapat didiagnosis banding dengan :
- Sifilis venereal
- Sifilis endemik
- Pinta
- Kusta
- Impetigo
- Ektima
- Tungiasis
- Kromomikosis
- Leishmaniasis kutaneus
- Sarkoidosis, psoriasis

Universitas Sumatera Utara


- Defisiensi vitamin
- Skabies
- Infeksi virus
Lesi pada tulang dapat didiagnosis banding dengan :
- Sifilis venereal
- Sifilis endemik
- Tuberkulosis
- Osteomyelitis bakterial
- Sickle cell anaemia
Lesi pada Rhinopharyngeal dapat didiagnosis banding dengan :
- Espundia
- Rhinosporidiosis
- Rhinoscleroma
- Tuberkulosis
- Kusta
- South American blastomycosis

VII. PENATALAKSANAAN 2,3,4,6,12,13


Pengobatan yang disarankan untuk frambusia adalah :
- Dewasa dan anak – anak diatas 10 tahun :
• Benzathin Penicillin 1,2 juta unit injeksi secara intramuscular dosis tunggal
- Anak – anak dibawah 10 tahun :
• Benzathin Penicillin 0,6 juta unit injeksi secara intramuskular dosis tunggal
- Anak – anak diatas 8 tahun yang alergi penicillin :
• Tetrasiklin 4 x 250 mg selama 15 hari , atau
• Eritromisin 8 mg/kg BB 4 x sehari selama 15 hari
- Dewasa yang alergi penicillin :
• Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 15 hari , atau
• Doksisiklin 2 x 100 mg atau
• Eritromisin 4 x 500 mg

Universitas Sumatera Utara


VIII. PROGNOSIS
Setelah pengobatan dengan penicillin, lesi infeksi dini pada frambusia sembuh dalam 2
minggu. Pengenalan awal dan pengobatan pada penderita frambusia dapat mencegah
perkembangan manifestasi pasien yang lebih lanjut. Tanpa pengobatan yang teratur, sekuele
lanjut akan dapat menyebabkan kecacatan. 12

IX. KESIMPULAN
Penyakit frambusia adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
Treponema pallidum subspesies pertenue yang terjadi pada daerah tropis terutama di daerah
yang padat penduduk, sosial ekonomi rendah, serta kebersihan yang kurang baik.
Frambusia didapat dari kontak langsung dan tidak langsung. Manifestasi klinis dari
frambusia dibagi menjadi stadium awal (termasuk lesi primer yang disebut “mother yaw” dan
lesi sekunder yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah lesi primer) dan
stadium akhir penyakit (tersier) yang terjadi pada 10% kasus dengan lesi pada kulit dan
tulang.
Diagnosis frambusia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan serologi dan histopatologi. Pengobatan untuk
frambusia adalah injeksi Benzathin Penicillin 1,2 juta unit secara intramuskular.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Meheus A, Ndowa FJ. Endemic Treponematoses. Dalam : Holmes KK, Sparling PF,
Stamm WE, Piot P, Wassherheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, penyunting.
Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke – 4. United States of America : McGraw Hill
Companies; 2008. h.685-8
2. Sanchez MR. Endemic (Non-Venereal) Treponematoses. Dalam : Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj, penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill Companies;
2008. h.1977-83.
3. Farnsworth N, Rosen T. Endemic treponematosis : review and update. Clinics in
Dermatology. 2006; 24; 181 – 190.
4. Pedoman pemberantasan penyakit frambusia. Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 2004.
5. Lukehart SA. Biology of Treponemas. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,
Piot P, Wassherheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, penyunting. Sexually
Transmitted Diseases. Edisi ke – 4. United States of America : McGraw Hill
Companies; 2008. h.667-57.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, editor. Andrew’s diseases of the skin clinical
dermatology, Edisi ke-10. United States of America : Saunders Elsevier; 2006.
7. Walker SL, Hay RJ. Yaws – a review of the last 50 years. International Journal of
Dermatology. 2000; 39; 258 – 60.
8. Yaws and other endemic treponematoses. World Health Organization 2010. Available
from : http//www.who.int/yaws/en.
9. Frambusia. Pustaka Kedokteran. 4 November 2009, Available from :
http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/04/frambusia.
10. Frambusia. Himapid FKM Unhas. 22 April 2009. Available from :
http://himapid.blogspot.com/2009/04/frambusia_5524.html.
11. Current situation of Yaws in Indonesia. Report from the MOH, Indonesia 2009.
Available from : http://www.who.int/yaws/resources/yaws_Indonesia_2009.pdf.
12. Engelkens HJH. Endemic Treponematoses : Yaws, Pinta and Endemic Syphilis.
Dalam : Harper J, Oranje A, Prose N, penyunting. Textbook of Pediatric
Dermatology. Edisi ke-2. UK : Blackwell Publishing; 2006. h.523-31.

Universitas Sumatera Utara


13. Klein NC. Yaws.Department of Medicine, Division of Infectious Disease,Suny
School of Medicine at Stony Brook. 4 November 2009. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com/article/232164.
14. Paller AS, Mancini AJ, editor. Hurwitz clinical pediatric dermatology, edisi ke-3.
United States of America : Saunders Elsevier; 2006.
15. Yaws. Health Grades. 23 Agustus 2011. Available from :
http://www.rightdiagnosis.com/phil/html/yaws/3823.html.
16. Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WI, Zubier F, Judanarso J, penyunting.
Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 70-88.
17. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infections. Dalam : Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-8. UK : Wiley
Blackwell; 2010. h. 30.1-30.82.
18. Sanchez RL, Raimer SS. Infiltrates by Plasma Cells, Mast Cells and Histiocytes.
Dalam : Sanchez RL, Raimer SS, penyunting. Vademecum Dermatopathology. USA :
Landes Bioscience; 2001. h. 95-109.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai