Anda di halaman 1dari 7

PERAN STRATEGI LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULUM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
DONIARJO SIMANUNGKALIT

FAKULTAS MESIN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, suatu proses kebudayaan dan
tercipta dari budaya serta dilaksanakan dalam rangka proses pembudayaan.
Dalam pendidikan memuat yang namanya kurikulum, secara umum kurikulum
adalah rancangan yang memuat seperangkat mata pelajaran dan/atau materinya
yang akan dipelajari atau akan diajarkan pendidik kepada peserta didik. Pada
penelitian ini menggunakan metode penelitian library research. Dimana data-
data dan informasi diperoleh melalui berbagai literatur yang tersedia. Hasil
penelitian ini bahwa landasan sosiologis pengembangan kurikulum sejatinya
harus dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas
kemasyarakatan dan kebutuhan masyarakat. Melalui landasan sosiologis
pengembangan kurikulum dapat dipersiapkan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan sosiologis?
2.Bagaimana Peran strategi landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Landasan sosiologis
2. Untuk mengetahui Peran strategi landasan sosiologis dalam pengembangan
kurikulum.

BAB II

PEMBAHASAN

A.1 Pengertian Landasan Sosiologis


Landasan sosiologi pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Kaidah-
kaidah sosiologi tersebut menjelaskan bahwa manusia itu pada dasarnya
termasuk makhluk individu, bermasyarakat, serta berbudaya. Dalam hidup
bermasyarakat manusia memiliki norma-norma yang mereka bentuk dan mereka
anut yang akhirnya menghasilkan suatu kebudayaan yang mencirikan kekhasan
suatu masyarakat tertentu.  Landasan sosiologis pendidikan juga merupakan
analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan. Kegiatan pendidikan itu merupakan suatu proses interaksi
antar pendidik dengan peserta didik, antara generasi satu dengan generasi yang
lainnya. Kajian sosiologi pendidikan sangat esensial, karena merupakan sarana
untuk memahami sistem pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat.
Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, loyalitas pada kelompok
merupakan awal dan rasa bangga dalam masyarakat tertentu, yang semuanya
ini merupakan landasan bagi pendidikan. Masyarakat atau bangsa Indonesia
berbeda dengan masyarakat atau bangsa lain. Hal-hal yang berkaitan dengan
perwujudan tata tertib sosial, perubahan sosial, interaksi sosial, komunikasi, dan
sosialisasi, merupakan indikator bahwa pendidikan menggunakan landasan
sosiologis.

B. Peran strategi landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum


Mengapa kurikulum harus memiliki landasan sosiologis?
Masyarakat yang mana dan seperti apa yang harus dijadikan landasan
pengembangan kurikulum?Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan
pertanyaan mendasar yang harus dipahami dan disadari oleh para pengembang
kurikulum. Baiklah kita bahas satu per satu. Yang dimaksud dengan landasan
sosiologis dalam pengembangan kurikulum adalah bahwa dalam proses
pengembangan kurikulum harus memperhatikan dan mempertimbangkan
karakteristik masyarakat dimana kurikulum itu akan dilaksanakan.
Setiap sistem sosial masyarakat pasti memiliki karakteristik yang berbeda.
Karakteristik suatu masyarakat bisa dilihat dari berbagai kondisi, seperti kondisi
sosial ekonomi, kondisi geografi, kondisi lingkungan sosial budaya, adat istiadat,
dan lain-lain. Dengan kata lain, kurikulum yang dikembangkan harus berisi
sejumlah kompetensi seperti kemampuan akademik, nilai, sikap perilaku,
kepercayaan, adat istiadat yang dibutuhkan siswa untuk dapat berdaptasi,
berkembang, berkontribusi, dan minimal untuk mempertahankan diri (survive)
dalam kondisi masyarakat dimana mereka tinggal. Mengapa itu harus dilakukan?
Karena kurikulum yang dikembangkan akan dijadikan acuan oleh anak-anak
untuk mempelajari berbagai pengalaman hidupnya. Apabila kurikulum tersebut
dikembangkan dengan mengacu pada masyarakat industri, maka anak-anak
yang belajar menggunakan kurikulum tersebut akan mempelajari berbagai
kompetensi untuk bisa hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat industri
dengan berbagai karakteristiknya. Hal ini tentu akan sangat membantu anak-
anak yang memang hidup di lingkungan masyarakat industri. Mereka telah
memiliki sejumlah kompetensi yang menjadi tuntutan masyarakatnya, baik
itu hard-skills maupun soft-skills nya, sehingga akan terhindar dari berbagai
konflik sosial, baik yang disebabkan oleh faktor sosial ekonomi, budaya, adat-
istiadat ataupun norma dan nilai-nilai religius yang dianut masyarakat tersebut.
Dalam kondisi seperti ini, kurikulum yang dikembangkan sangat relevan, dan
efektif dalam menyiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat industri yang
baik.
Permasalahan akan muncul apabila kurikulum tersebut digunakan dan dipelajari
oleh anak-anak yang hidup di lingkungan masyarakat agraris. Mengapa? Karena
itu berarti karakteristik yang dimiliki anak-anak menjadi tidak relevan dengan
karakteristik masyarakatnya. Dengan kata lain, akan terjadinya gap antara
karakteristik yang dimiliki anak-anak dengan karakteristik masyarakat tempat
mereka hidup. Salah satu gap yang sangat mungkin muncul adalah adanya gap
antara kebutuhan tenaga kerja dengan ketersediaan tenaga kerja yang ada. Hal
ini akan berakibat pada anak-anak yang telah mengenyam pendidikan dengan
menggunakan kurikulum yang berbasis pada masyarakat industri menjadi
pengangguran atau mereka bermigrasi ke perkotaan, karena kompetensi yang
mereka miliki tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat agraris. Uraian ini juga
ingin menegaskan bahwa kompetensi yang diperlukan oleh anak-anak yang
hidup dalam masyarakat dengan kondisi geografis di perkotaan berbeda dengan
mereka yang hidup di daerah pedesaan dan pesisir. Tuntutan terhadap anak-
anak yang hidup di Jakarta dengan kondisi sosial budaya yang metropolis sangat
berbeda dengan anak-anak yang hidup di masyarakat yang masih memegang
budaya tradional yang ketat, atau masyarakat yang lebih religius, seperti di Bali,
di Aceh, dan di beberapa daerah lain yang memegang nilai-nilai agama yang
sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dengan kata lain kurikulum
yang kita kembangkan harus mampu mengembangkan karakteristik siswa yang
sesuai dengan karakteristik masyarakat dimana kurikulum itu akan dilaksanakan
agar mereka bisa berpartisipasi aktif dan berkontribusi positif dalam
perkembangan masyarakatnya, sehingga anak yang lulus dari suatu sekolah
tidak menjadi beban apalagi “sampah” masyarakat.
Pertanyaan lebih lanjut adalah kurikulum yang kita kembangkan itu akan
digunakan oleh anak-anak yang berasal dari kelompok masyarakat mana dan
bagaimana karakteristik masyarakat tersebut? Dalam menjawab pertanyaan ini
harus dilihat dari dua dimensi waktu, yaitu masa kini dan terutama masa akan
datang. Kurikulum yang kita kembangkan harus menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat saat ini, saat dimana anak-anak sedang tumbuh dan berkembang.
Hal ini dilakukan agar anak-anak yang mempelajari kurikulum tersebut memiliki
sistem nilai, norma, dan budaya (tradisi) yang berkembang dalam
masyarakatnya. Kecermatan mendapatkan gambaran karakterisitik masyarakat
yang berkembang saat ini menjadi sangat vital. Hal ini penting agar anak-anak
kita tidak menghadapi konflik sosial dalam lingkungannya.
Saat ini kita telah memasuki era globalisasi, yang juga dikenal sebagai abad-21
(Twenty-first Century). Pengembang kurikulum harus memahami betul
karakteristik abad-21 dengan berbagai tuntutan dan kebutuhannya. Telah
banyak kajian yang menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-
anak kita yang hidup di abad-21 ini. Sebagian besar, para ahli, hampir sepakat
bahwa kompetensi yang harus dimiliki anak-anak kita lebih pada kompetensi
dalam bentuk soft-skills. Hal ini bukan berarti kompetensi hard-skills tidak
diperlukan, hanya mengingat perubahan yang sangat cepat di era ini, maka
kompetensi yang paling fleksibel dan akan dibutuhkan dalam era apapun adalah
kompetensi soft-skills.
Sedangkan kondisi masa depan juga menjadi sangat penting, karena kurikulum
yang kita kembangkan pada hakikatnya adalah dalam upaya mempersiapkan
anak-anak kita bisa hidup dan berkembang di masa akan datang. Sekolah
memiliki tugas dan fungsi sosial menyiapkan anak didiknya memiliki karakteristik
dan kompetensi yang diperlukan untuk bisa berkembang di masa depan. Oleh
karena itu, tim pengembang kurikulum harus bisa melihat kecenderungan
perkembangan masyarakat di masa depan seperti apa; Hal ini agar mereka bisa
merumuskan karakteristik yang akan dikembangkan pada diri anak dalam
kurikulum.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Landasan sosiologi pendidikan merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-


kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Kaidah-kaidah sosiologi
tersebut menjelaskan bahwa manusia itu pada dasarnya termasuk makhluk individu,
bermasyarakat, serta berbudaya.

Pendidikan ditujukan agar peserta didik mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya.
Oleh sebab itu, apabila ditinjau dari sudut pandang sosiologi, pendidikan identik dengan
sosialisasi dan enkulturasi. Karena di dalam proses sosialisasi hakikatnya terjadi juga
proses enkulturasi dan sebaliknya. Menurut Peter, sosialisasi adalah suatu proses
dimana anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat

Setiap sistem sosial masyarakat pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik
suatu masyarakat bisa dilihat dari berbagai kondisi, seperti kondisi sosial ekonomi,
kondisi geografi, kondisi lingkungan sosial budaya, adat istiadat, dan lain-lain. Dengan
kata lain, kurikulum yang dikembangkan harus berisi sejumlah kompetensi seperti
kemampuan akademik, nilai, sikap perilaku, kepercayaan, adat istiadat yang dibutuhkan
siswa untuk dapat berdaptasi, berkembang, berkontribusi, dan minimal untuk
mempertahankan diri (survive) dalam kondisi masyarakat dimana mereka tinggal.
Mengapa itu harus dilakukan? Karena kurikulum yang dikembangkan akan dijadikan
acuan oleh anak-anak untuk mempelajari berbagai pengalaman hidupnya. Apabila
kurikulum tersebut dikembangkan dengan mengacu pada masyarakat industri, maka
anak-anak yang belajar menggunakan kurikulum tersebut akan mempelajari berbagai
kompetensi untuk bisa hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat industri
dengan berbagai karakteristiknya. Hal ini tentu akan sangat membantu anak-anak yang
memang hidup di lingkungan masyarakat industri.

DAFTAR PUSTAKA
AS SIBYAN, Jurnal Kajian Kritis Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Dasar

VOL 2, NO. 1, Januari - Juni 2019, e-ISSN : 2599-2732

Sukirman, Dadang, Landasan Pengembangan Kurikulum. Bandung, UPI.edu. Sukmadinata, Nana


Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik, Bandung:Remaja Rosdakarya, 1997.

Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi, EvaluasiDan Inovasi,

Anda mungkin juga menyukai