Anda di halaman 1dari 18

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

RADIASI

Oleh :

NAMA: SAID DICKY AULA PUTRA


NIM: P319076
KELAS: B
SEMESTER: V

POLITEKNIK KESEHATAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Prodi DIII TEKNOLOGI ELEKTROMEDIS

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas Kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kita Rahmat dan Karunia-Nya serta Ridho-Nya sehingga kita bisa
menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-baiknya. Tak lupa Salawat serta
Salam kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang menjadi suri Tauladan yang baik
bagi kita semua.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)” dengan judul makalah “K3 Radiasi”. Terima
kasih kepada Bapak Kasman S.ST yang telah memberikan tugas K3 Radiasi ini untuk
menambah wawasan kita semua, kuhusunya saya berharap agar makalah ini
menambah wawasan bagi para pembaca.

Makassar, 01 November 2021

Said Dicky Aula Putra


DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang...................................................................................................1

B. Rumusan masalah..............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Keselamatan Kesehatan Kerja pada Radiasi..................................................2

B. Implementasi sistem manajemen kesehatan radiasi.......................................2

C. Paradigma keselamatan radiasi, keamanan pemanfaatan zat radioaktif....3

D. Sistem Manajemen Keselamatan Radiasi........................................................4

E. Proteksi Radiasi.................................................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................1
3

B. Saran...................................................................................................................1
3

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentukupaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat


profesi dan padat modal.Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, pendidikan, penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun
disiplin medis.Rumah Sakit adalah tempat kerja yang memiliki potensi terhadap
terjadinya kecelakaan kerja.Bahan mudah terbakar, gas medik, radiasi pengion, dan
bahan kimia merupakan potensi bahaya yang memiliki risiko kecelakaan kerja.Oleh
karena itu, Rumah Sakit membutuhkan perhatian khusus terhadap keselamatan dan
kesehatan pasien.

Tingginya penggunaan radiasi untuk kegiatan medis merupakan kontribusi


kedua terbesar sumber radiasi yang kita terima, dimana selain memberikan manfaat,
juga dapat menyebabkan bahaya baik bagi pekerja radiasi, masyarakat,
maupunlingkungan sekitar.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu usaha untuk


menciptakan perlindungan dan keamanan dari berbagai resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosionalterhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Kecelakaan yaitu suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan
seringkali tidak terduga, semua yang dapat menimbulkan kerugian pada manusia
(menyebabkan orang cidera), kerusakan property, lingkungan ataupun kegiatan proses
kerja, sebagai akibat dari kontrak dengan sumber energy mekanis, kimia, kinetic dan
fisik yang melebihi batas kemampuan tubuh, alat atau struktur.
B. Rumusan masalah

Bagaimana Keselamatan Kesehatan Kerja Radiasi

C. Tujuan

Membahas tentang Keselamatan Kesehatan Kerja Radiasi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Keselamatan Kesehatan Kerja pada Radiasi

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentukupaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.

Kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan


dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan olehkejadian
atau paparan. Yang termasuk ke dalam risiko adalah perilaku bekerja, higiene
perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan
pada kesehatan.

Tingginya penggunaan radiasi untuk kegiatan medis merupakan kontribusi


kedua terbesar sumber radiasi yang kita terima, dimana selain memberikan manfaat,
juga dapat menyebabkan bahaya baik bagi pekerja radiasi, masyarakat,
maupunlingkungan sekitar.Sehingga pelayanan radiologi harus memperhatikan aspek
keselamatan kerja radiasi.

B. Implementasi sistem manajemen kesehatan radiasi

Yang selalu menjadi pertanyaan adalah bagaimana konsep SMKR tersebut


diimplementasikan secara operasional. Langkah pertama adalah dengan
menyusunProgram Kerja Keselamatan Radiasi yang biasanya disusun untuk jangka
waktu 1 tahun. Di dalam Program Kerja tersebut dinyatakan tujuan dan sasaran-
sasaran yang akan dicapai dalam penyelenggaraan keselamatan radiasi di instalasi.
Program Kerja ini dapat dievaluasi setiap tahun dan terus dikembangkan untuk
mencapai kondisi keselamatan radiasi yang diharapkan.

Langkah kedua adalah dengan menyusun prosedur kerja sebagai alat


untukmencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditentukan dalam program kerja.
Prosedur kerja sifatnya lebih mengarah ke manajemen; misalnya Prosedur Kerja
Pemantauan Radiasi Gamma. Kemudian disusun instruksi kerja yang lebih bersifat
teknis operasional; misalnya Instruksi Kerja Uji Usap Kontaminasi Permukaan. Selain
program kerja, prosedur kerja dan instruksi kerja juga perlu disiapkan formulir
rekaman yang diperlukan, misalnya Formulir Hasil Pengukuran Laju Paparan Radiasi
Gamma. Dalam formulir rekaman terdapat bagian pengesahan dari personel
yangmelakukan kegiatan dan pejabat yang memberi tugas kegiatan tersebut.

Apabila semua kelengkapan tersebut sudah ada maka implementasi


konsepSMKR tinggal bergantung kepada komitmen Pengusaha Instalasi sebagai
penanggung jawab keselamatan di instalasi dan komitmen para personel yang
mendapatkan tugas dari Pengusaha Instalasi atau pejabat lain yang
berwenang.Penyusunan dokumen program kerja, prosedur kerja, instruksi kerja dan
formulir-formulir yang memadai akan sangat membantu dalam pelaksanaan audit
SMKR baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Kegiatan audit atau inspeksi
akan berguna untuk terus mengembangkan penyelenggaraan SMKR melalui saran
atau rekomendasi dari para auditor atau para inspektur.

C. Paradigma baru tentang keselamatan radiasi dan keamanan


pemanfaatan zat radioaktif

Perhatian terhadap keamanan dalam pemanfaatan zat radioaktif


meningkatsejak terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat. IAEA
sendiri telah menyelenggarakan International Conference on the Safety Radiation
Sources and the Security of Radioactive Material pada tanggal 14-18 September 1998
di Dijon, Perancis. Isu keamanan dalam pemanfaatan zat radioaktif khususnya
kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan zat radioaktif dalam bentuk radioactive
dispersal device atau dirty bomb dijadikan program utama oleh IAEA.

Pertanyaannya adalah apakah perbedaan antara paradigma lama tentang


keselamatan dengan paradigma baru tentang keselamatan dan keamanan.
Keselamatan merupakan suatu langkah atau tindakan yang dimaksudkan untuk
mengurangi konsekuensi yang mungkin terjadi akibat radiasi pengion dan
meminimisasikan terjadinya kecelakaan yang melibatkan zat radioaktif. Sementara itu
dalam paradigma baru, selain masalah keselamatan juga ditambahkan konsep
keamanan yang merupakan langkah atau tindakan untuk mencegah jalan masuk yang
tidak sah, mencegah kerusakan, kehilangan, dan pencurian serta pemindahan suatu zat
radioaktif secara tidak sah.

Berkaitan dengan isu keamanan dalam pemanfaatan zat radioaktif, terdapat


beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa zat radioaktif
berada dalam kondisi aman di lokasi penyimpanan dan lokasi pemakaian.
Tindakantersebut meliputi:
• Inventarisasi zat radioaktif secara periodik
• Pemberitahuan kepada BAPETEN dan pihak kepolisian apabila terjadi kehilangan,
pencurian dan pengambilalihan zat radioaktif secara tidak sah.
• Disain dan pengawasan atas sistem proteksi fisik lokasi pemakaian atau lokasi
penyimpanan zat radioaktif
• Kedisiplinan petugas dalam mencatat keluar masuknya sumber dari lokasi
pemakaian atau penyimpanan serta mengendalikan keluar masuknya personel dari/ke
dalam lokasi pemakaian atau lokasi penyimpanan.
• Inspeksi atas pemanfaatan zat radioaktif dan respons para pengguna secara periodik
atas status zat radioaktif yang digunakan.

D. Sistem Manajemen Keselamatan Radiasi

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.8 tahun 2011
tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Diagnostik dan Intervensial, keselamatan radiasi sinar-X memiliki beberapa elemen
penting yang diaplikasikan sebagai dasar terbentuknya Sistem Manajemen
Keselamatan Radiasi (SMKR) diantaranya :

1. Personil atau pekerja radiasi yang bekerja si Instalasi Radiologi


Diagnostik dan Intervensional, yang sesuai dengan pesawat sinar-X yang
digunakan dan tujuan penggunaan antara lain :
● Dokter Spesialis Radiologi adalah dokter dengan spesialisasi
dibidang radiologi yang menggunakan radiasi pengion dan non
pengion untuk membuat diagnosis dan melakukan terapi intervensi
● Fisikawan Medis merupkan tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dalam bidang fisika medik dan klinik dasar
● Petugas Proteksi Radiasi yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan oleh
BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang
berhubungan dengan proteksi radiasi.
● Radiografer, tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan
diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara penih
melakukan kegiatan Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
2. Pelatihan Proteksi Radiasi, yang diselenggarakan oleh pihak pemegang
izin, yang paling kurang mencakup materi :
− Peraturan perundang-undangan ketenaganukliran
− Sumber radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir
− Efek biologi radiasi
− Satuan dan besaran radiasi
− Prinsip proteksi dan keselamatan radiasi
− Alat ukur radiasi
− Tindakan dalam keadaan darurat
Pelatihan proteksi radiasi bagi pekerja radiasi berguna agar :
− Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan
keselamatan radiasi
− Melaksanakan petunjuk pelaksanaan kerja yang telah disusun oleh
petugas proteksi radiasi dengan benar
− Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang disarankan dan
diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya radioaktif ke dalam
tubuh
− Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan kerja yang
tersedia serta bertindak hati-hati, aman dan disiplin untuk
melindungi baik dirinya sendiri maupun pekerjaan lain.
− Melaporkan kejdian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada
petugas proteksi radiasi.
3. Pemantulan kesehatan, dilakukan untuk pekerja radiasi yang dimulai dari
sebelum bekerja, selama bekerja, dan akan memutuskan hubungan kerja.
Sedikitnya pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala sekali dalam
satu tahun. Pemantulan kesehatan bagi pekerja pelaksanaannya dapat
melalui pemeriksaan kesehatan konselin dan atau penata laksanaan
kesehatan pekerja yang mendapat paparan radiasi berlebih.
4. Peralatan proteksi radiasi, terdiri dari 6 macam peralatan, yaitu ;
● Apron/celemek : yang setara dengan 0,2 mm (nol koma dua
milimeter) Pb, atau 0,25 mm Pb untuk Penggunaan pesawat sinar-
X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk
pesawat sinar-X Radiologi Intervensional. Dengan
menggunakannya maka sebagian besar dari tubuh dapat
terlindungi dari bahaya radiasi.

Gambar 3.1 Apron


● Tabir radiasi/shielding portable : Tabir yang harus dilapisi dengan
bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah sebagai
berikut : tinggi 2 m, dan lebar 1 m, yang dilengkapi dengan kaca
intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb, digunakan pada saaat
pekerja melakukan mobile X-ray diruangan intensive care.

Gambar 3.2 Tabir radiasi


● Kacamata Pb ini terbuat dari timbal dengan daya serat setara
dengan 1 mm Pb, yang digunakan untuk melindungi lensa mata.

Gambar 3.3 Kaca mata


● Sarung tangan Pb yang digunakan untuk fluoroskopi harus
memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada
150 kVp (seratus lima puluh kilovoltage peak). Proteksi ini harus
dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan
pergelangan tangan.
Gambar 3.4 Sarung Tangan
● Pelindung tiroid : yang terbuat dari karet timbal, terbuat dari bahan
yang setara dengan 1mm Pb, digunakan untuk melindungi daerah
tyroid yang tidak tertutup body apron/celemek. Dan menurut
penelitian memperlihatkan bahwa bila pekerja melakukan
fluoroskopi maka daerah tyroid merupakan daerah kedua tertinggi
setelah gonad yang sensitif menerima dosis radiasi.

Gambar 3.5 Pelindung Tiroid


● Gonad apron : setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk
penggunaan pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm
Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X Radiologi
Intervensional. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang
sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan
berkas utama. Menurut penelitian daerah ini merupakan daerah
yang paling sensitif terkena paparan radiasi.

Gambar 3.6 Gonad Apron


5. Pemantulan, dosis radiasi yang selanjutnya disebut dosis adalah jumlah
radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang
diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Untuk pekerja radiasi
adalah dosis efektif sebesar 20 mSv/th rata-rata selama 5 tahun atau dosis
efektif sebesar 50 mSv/th dalam satu tahun tertentu. pemantauan dosis
radiasi bagi pekerja dapat menggunakan TLD (Termo Luminescence
Dosimeter) atau yang lebih sering digunakan yaitu film badge.
Pemantulan dosis radiasi dilakukan setiap bulan sekali dengan mengirim
ke Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, hasil laporan dari dosis tersebut
nantinya jadi bahan evaluasi dan didokumentasikan kurang lebih 30 tahun
lamanya terhitung sejak pekerja telah memutuskan hubungan kerja. Untuk
pemantulan dosis paparan radiasi menggunakan survey meter, alat ini
dalam penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik tidak
dipersyaratkan.

Gambar 3.7 Film Badge


6. Rekaman/Dokumentasi, merupakan dokumen yang menyatakan hasil
yang dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam
pemanfaatan tenaga nuklir. Penyimpanan dokumen dilakukan dalam
jangka waktu minimal tiga puluh tahun, terhitung sejak tanggal
pemberhentian pekerja yang bersangkutan.

E. Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi diterapkan pada pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan


hidup tanpa memasukkan pasien sebagai obyek yang harus diproteksi. Alasannya,
karena pasien memperoleh manfaat dari radiasi yang diberikan padanya. Namun, saat
ini justru pasien memperoleh prioritas proteksi radiasi yang lebih dibandingkan
dengan pekerja dan anggota masyarakat. Jika pasien hanya memperoleh radiasi
serendah mungkin yang dapat dicapai tanpa mengabaikan informasi diagnostik yang
harus dicapai dengan sistem proteksi radiasi yang baik maka staf dan personil yang
ada didekatnya pun akan berpotensi menerima radiasi yang rendah.
Artinya, proteksi radiasi pada pekerja tidak dapat dipisahkan dari proteksi radiasi
pada pasien. Jika sistem proteksi radiasi diterapkan maka pekerja memiliki risiko
yang lebih rendah dari pada pasien. Radiasi yang diterima oleh pekerja sebagian besar
adalah hamburan dari pasien. Oleh karena itu jika pasien menerima radiasi yang
rendah maka pekerja radiasi juga akan menerima paparan radiasi hambur yang rendah
pula. Namun hubungan risiko radiasi antara pekerja dan pasien tidak sesederhana itu,
banyak faktor yang dapat menyebabkan dosis pada pekerja. Salah satu faktor utama
adalah peralatan proteksi yang memadai dan penggunaannya yang tepat dalam ruang
tindakan dan pengetahuan pekerja mengenai proteksi radiasi.

Sebagaimana diketahui bahwa terdapat prinsip dasar proteksi dan keselamatan


radiasi yang harus diprogram dan dilaksanakan yaitu justifikasi pemanfaatan,
optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi, dan limitasi dosis. Pada konteks paparan
radiasi yang telah disampaikan di atas, dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) paparan
yaitu paparan medik, paparan pekerja, dan paparan publik. Paparan medik tersebut
terkait paparan terhadap pasien, pendamping pasien, dan sukarelawan. Sedangkan
paparan pekerja itu terkait paparan yang diterima oleh pekerja atau personil, dan
paparan publik adalah terkait dengan paparan pada anggota masyarakat ataupun
individu yang tidak terindikasi klinis (mediko-legal). Pada paparan medik, diperlukan
penerapan prinsip justifikasi dan optimisasi, sedangkan pada paparan pekerja dan
paparan publik diperlukan penerapan ketiga prinsip proteksi radiasi tersebut.

Pemanfaatan sumber radiasi pengion harus selalu dikontrol atau dikendalikan


oleh badan pengawas. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai badan
pengawas yang memiliki tugas dan kewajiban dalam pengawasan pemanfaatan tenaga
nuklir yang di dalamnya termasuk penggunaan sumber radiasi pengion di bidang
kesehatan.

Pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN tidak dapat dilaksanakan jika tidak
ada koordinasi dan kerjasama yang baik diantara para pemangku kepentingan.
Misalnya dalam hal pengawasan sumber radiasi pengion di bidang kesehatan.
Penggunaan radiasi secara garis besar dilakukan oleh rumah sakit, klinik ataupun
puskesmas. Institusi pengguna radiasi juga ada yang dari pihak swasta dan pemerintah
yang pemiliknya disebut dengan pengusaha instalasi atau pemegang izin atau
pemohon izin. Instansi milik pemerintah ataupun swasta dalam hal pelayanan
kesehatan dibina oleh Kementerian Kesehatan.

Selain itu juga ada institusi pelaksana sebagaimana amanat UU No. 10 Tahun
1997 sebagai badan pelaksana, BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), juga
memiliki tugas dan fungsi penelitian dan pengembangan penggunaan radiasi dibidang
kesehatan.

Ada institusi pendidikan seperti Politeknik Kesehatan, Universitas, dan lembaga


profesi, seperti dokter spesialis, perawat, radiographer, fisikawan medik, dll. Kesemua
institusi tersebut adalah yang berkaitan dengan penggunaan sumber radiasi pengion di
Indonesia. 

Dalam rangka memenuhi kerangka hukum pengawasan, maka sampai saat ini
pemerintah melalui BAPETEN telah memiliki perangkat peraturan yang telah
disesuaikan dengan standar internasional IAEA seperti BSS 115 dan standar lain
sebagai turunannya.

Selain itu juga secara internasional telah keluar rekomendasi dan standar baru
seperti ICRP No. 103 Tahun 2007 dan IAEA General Safety Requirement (GSR) Part
3 Tahun 2011. Perkembangan standar dan rekomendasi internasional merupakan
wujud dari perkembangan pengawasan yang terjadi di internasional, diantaranya
rekomendasi baru mengenai nilai batas dosis ekivalen untuk lensa mata, yaitu 20 mSv
per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut dan tidak boleh dalam setahun
melebihi 50 mSv. Rekomendasi tersebut akan memberikan implikasi yang sangat
besar untuk para pekerja radiologi intervensional, karena sebelumnya nilai batas dosis
untuk lensa mata sebesar 150 mSv/tahun.

Selain itu perubahan terminologi pekerja radiasi menjadi lebih luas dan perlu
identifikasi kembali. Menurut IAEA GSR Part 3, definisi pekerja radiasi adalah setiap
otang yang bekerja, penuh waktu, paruh waktu atau temporer, untuk majikan yang
mengakui hak dan kewajibannya dalam hal proteksi radiasi bagi pekerja. Definisi
tersebut sungguh luas ruang lingkupnya, termasuk orang yang berwiraswasta juga
termasuk sebagai pekerja radiasi. Karena orang yang berwiraswasta dapat bertindak
sebagai majikan maupun karyawan, sehingga perlu diberikan informasi yang cukup,
instruksi dan pelatihan proteksi radiasi. Seseorang dapat disebut sebagai pekerja
radiasi jika berpotensi menerima paparan radiasi dari tingkat yang paling rendah
sampai yang paling besar.

Teknologi modalitas yang menggunakan sumber radiasi pengion sampai saat ini
menunjukkan berkembangan yang sangat pesat, seperti: perubahan dari teknologi
pencitraan manual ke digital, penggunaan pencitraan radiasi untuk panduan terapi
secara realtime, perubahan teknik radioterapi yang bergeser ke arah volumetrik atau
3D, penggunaan radiasi untuk pemeriksaan manusia yang terkait dengan medico-
legal, perkembangan teknologi dari terpasang tetap menjadi mobile, dll. Sebagai
Badan Pengawas, BAPETEN harus peka dan mampu menghadapi perkembangan dan
pemanfaatan teknologi baru tersebut.

Dari yang diuraikan tersebut di atas dapat diperoleh beberapa poin mengenai
tantangan nasional pengawasan pemanfaatan sumber radiasi pengion di bidang
kesehatan, yaitu:

● Adanya pergeseran dan perkembangan perhatian pengawasan keselamatan


radiasi selain ke pekerja radiasi, yaitu untuk pasien dan lingkungan.
● Adanya perkembangan teknologi peralatan yang menggunakan sumber
radiasi pengion untuk diagnostik maupun terapi.
● Adanya rekomendasi ICRP No. 103 tahun 2007 dan GSR Part 3 IAEA
● Review penerapan peraturan keselamatan radiasi yang berlaku di
Indonesia.
● Pemenuhan terhadap kelengkapan peraturan keselamatan radiasi terutama
tingkat pedoman dan panduan teknis.

Dibutuhkan action plan untuk membangun pengawasan sumber radiasi pengion


yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga terbangun sistem proteksi dan
keselamatan radiasi. Action Plantersebut berupa penjalinan dan pemeliharaan
kerjasama secara konstruktif dengan instansi yang terkait dengan pengawasan sumber
radiasi pengion, seperti KEMENKES, BATAN, KEPMENAKERTRANS, dan
institusi pendidikan untuk mewujudkan kesepahaman bersama dalam meningkatkan
kualitas pengawasan.

Secara internasional, tantangan proteksi radiasi di bidang kesehatan dan medik


sampai Tahun 2025 adalah :
● Radon
● Perubahan teknologi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan
paparan medik.
● Adanya paparan radiasi ke pasien yang tidak perlu atau kejadian over
ekspos dalam tindakan diagnostik dan terapi.
● Upaya pencapaian kesepakatan pada referensi dosis untuk menuju
"praktek yang baik" pada berbagai prosedur medis
● Sertifikasi profesi dan pelatihan untuk mereduksi penggunaan radiasi di
bidang medik yang tidak tepat.
● Kebutuhan peralatan standar terkalibrasi & pedoman
● Kebutuhan profil paparan medik.
● Pendekatan pencegahan dan modalitas baru untuk diagnostik dan upaya
untuk mereduksi penggunaan radiasi pengion.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yaitu segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber
dayamanusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit
akibat kerja di rumah sakit. Dalam pekerjaan tenaga medis di rumah sakit memiliki
banyak resiko untuk kecelakaan, salah satunya yaitu bahaya terkena radiasi yang
berlebih.

Proteksi radiasi adalah hal mutlak yang harus diketahui oleh tenaga medis
khususnya seorang yang bekerja dalam bidang radiologi yang menggunakan radiasi
pengion. Penggunaan radiasi pengion dalam pemeriksaan dan tindakan medik saat ini
makin berkembang pesat baik untuk kepentingan diagnostik guna meningkatkan
ketepatan diagnosis maupun untuk kepentingan tindakan medik (terapeutik) guna
meningkatkan kualitas hidup pasien.

Petugas radiology setiap melakukan tindakan radiology diharapkan dapat


meminimalkan radiasi yang dipakai agar dapat mengurangi radiasi hambur yang
didapat oleh pasien dan petugas radiology itu sendiri.

Dengan mempertahankan cara kerja yang baik dan benar, yaitu bekerja sesuai
petunjuk SOP yang berlaku, maka bahayaitu dapat di minimalisir. Memiliki
pengetahuan yang baik tentang bahaya dan resiko dari penggunaan setiap alat
tersebut.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemukan beberapa kendala dalam
pengumpulan data atau perampungan data yang dibahas oleh makalah K3 ini. Akan
tetapi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Saya menyadari penulisan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya harap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Yudistira Sianipar_191101107_BAHAYA FISIK-RADIASI BAGI TENAGA


MEDIS DAN UPAYA PENCEGAHANYA

https://media.neliti.com/media/publications/241400-sistem-manajemen-keselamatan-
radiasi-67f7259b.pdf

http://repository.unimus.ac.id/1084/2/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai