DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
NAMA:
1. Agusti Dwi Hikmah 1901031002
2. Anggita Rahmayani 1901031004
3. Annisa Nikmatul Hasanah 1901031006
4. Aprillia Ananda 1901031007
5. Armanisah 1901031008
6. Aseh Subakti Sihotang 1901031009
7. Ayu lestari 1901031010
8. Bunga Camelia Putri Tarigan 1901031011
9. Citra Dewi Anggraini 1901031012
10. Dea Amelia 1901031013
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang MTBS ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga kami berterima kasih kepada dosen kami yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep MTBS. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
1.3.Tujuan umum.
Untuk mengetahui implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Diare
1.3.1 Tujuan khusus.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Penatalaksanaan MTBS Diare
2. Bagaimana Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan Diare
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada tenaga kesehatan
terutama dibidang kebidanan tentang penatalaksanaan MTBS Diare
v
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam tata laksana balita sakit dengan fokus
kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh (Wijaya, 2006). MTBS
merupakan manajemen bayi dan balita sakit untuk 2 kelompok usia, yaitu: kelompok usia 7 hari
sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2010). Menurut Nguyen
et al. (2013) MTBS merupakan strategi penting bagi program kesehatan anak dan diakui secara
internasional, lebih dari 100 negara telah menerapkan MTBS. MTBS membantu negara dalam
meningkatkan kontribusi terhadap pencapaian Millenium Development Goals 4.
2.2. Diare
Diare adalah penyakit yang terjadi karena terjadi perubahan konsistensi feses selain dari
frekuensi buang air besar dimana feses berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali
atau lebih, atau buang air yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Kemenkes RI,
2011). Hal ini biasanya berkaitan dengan dorongan, rasa tidak nyaman pada area perianal,
inkontinensia, atau kombinasi dari faktor ini. Tiga faktor yang menentukan keparahannya yaitu:
sekresi intestinal, perubahan penyerapan mukosa, dan peningkatan motilitas (Baughman, 2000).
Menurut WHO (2008) penyebab utama penyakit diare adalah infeksi bakteri atau virus.
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak dan balita.
Infeksi Rotavirus biasanya terjadi pada anak-anak berusia 6 bulan-2 tahun (Suharyono, 2008).
Jalur masuk utama infeksi tersebut melalui feses manusia atau binatang, makanan, air, dan
kontak dengan manusia. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat atau pejamu untuk patogen
tersebut atau peningkatan kemungkinan kontak dengan penyebab patogen tersebut menjadi risiko
utama penyakit ini. Sanitasi dan kebersihan rumah tangga yang buruk, kurangnya air minum
yang aman, dan pajanan pada sampah padat (misalnya melalui pengambilan atau
akumulasisampah di lingkungan) yang berakibat diare (WHO, 2008). Dalam penelitian Wilson et
al. (2012) mengatakan bahwa caregiver sering gagal dalam mengenali tanda-tanda diare pada
anak.
Epidemik penyakit diare juga dapat terjadi sebagai akibat dari kejadian polusi atau bencana
alam besar, seperti banjir. Musim kemarau juga dapat menyebabkan wabah penyakit diare karena
bertambahnya patogen di saluran air dan kebutuhan akan penyimpanan air rumah tangga.
Terdapat juga penyebab lain yang sering terjadi dari status kesehatan buruk pada anak-anak,
yaitu kemiskinan, pengucilan di bidang sosial, dan kebijakan serta pengendalian lingkungan
yang buruk (WHO, 2008).
vi
MTBS mengintegrasikan perbaikan sistem kesehatan, manajemen kasus, praktik kesehatan oleh
keluarga dan masyarakat, serta hak anak (Soenarto, 2009). Manajemen Terpadu adalah suatu
pola manajemen kasus yang berisi prosedur kerja agar dapat memperbaiki input, proses, dan
output (Hastuti, 2010). Berdasarkan penelitian Husni, dkk (2012) mengatakan bahwa gambaran
pelaksanaan MTBS komponen input, proses, dan output yang sesuai dengan standar masih
kurang. Dimulai pada tahun 1990an, World Health Organization (WHO) dan United Nations
Children’s Fund (UNICEF) memulai pelaksanaan MTBS untuk meningkatkan kualitas
perawatan di fasilitas kesehatan dengan limapenyakit yang sering mengakibatkan sekitar 70%
dari angka kematian anak yaitu pneumonia, diare, malaria, campak, dan kurang gizi (Wilson et
al. 2012). Dalam buku Pedoman MTBS WHO tahun 2005, proses manajemen kasus pada MTBS
meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mengkaji anak dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum.
2. Mengklasifikasi penyakit anak dengan menggunakan sistem triase/kode warna.
3. Setelah mengelompokkan semua kondisi, mengidentifikasikan pengobatan khusus untuk anak.
4. Menginformasikan petunjuk pemberian obat, tindak lanjut, dan tanda-tanda yang
menunjukkan anak harus segera kembali berobat.
5. Menilai makan, termasuk pemberian ASI, dan nasihat untuk memecahkan masalah jika
terdapat masalah makan.
6. Jika anak dibawa kembali ke fasilitas kesehatan, memberikan perawatan tindak lanjut jika
diperlukan.
Salah satu srategi penatalaksanaan MTBS adanya penanganan diare. Di Indonesia diare
merupakan penyakit endemis yang terdapat sepanjang tahun dan puncak tertinggi terdapat pada
peralihan musim penghujan dan kemarau (Magdarina dkk. 2005).
vii
2.4 Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan Diare
Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan diare dibagi menjadi tiga kelompok berikut:
a. Klasifikasi Dehidrasi
1) Dehidrasi berat
Apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, serta turgor buruk
sekali.
2) Dehidrasi ringan atau sedang
Apabila ditandai dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus, dan turgor buruk.
3) Diare tanpa dehidrasi
Apabila tidak cukup tanda adanya dehidrasi.
b. Klasifikasi Diare Persisten
Diare persisten memiliki tanda-tanda antara lain diare sudah lebih dari 14 hari dengan
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu diare persisten berat apabila ditemukan adanya
tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.
c. Klasifikasi Disentri
Klasifikasi disentri ini termasuk klasifikasi diare secara umum, tetapi pada diare jenis ini
disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya bercampur dengan darah (Depkes, 1999 dalam
Hidayat, 2008).
viii
pemberian pertama 30 ml/kg selama 30 menit (ulangi apabila denyut nadi lemah dan tidak
teraba), kemudian pemberian berikutnya 70 ml/kg selama 2,5 jam.
b) Lakukan pemantauan setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum membaik
berikan tetesan intravena dengan cepat.
c) Berikan oralit (kurang lebih 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
d) Lakukan pemantauan kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak sesudah 3 jam serta
tentukan kembali status dehidrasi. Selanjutnya ditentukan status dehidrasi dan lakukan
tindakan sesuai dengan derajat dehidrasi.
e) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
Tindakan di atas dilakukan bila cairan tersedia, tetapi apabila dalam waktu 30 menit cairan
tersebut tidak ditemukan, maka lakukan rujukan segera dengan pengobatan intravena dan jika
anak bisa minum, berikan oralit sedikit demi sedikit dalam perjalanan rujukan.
2) Tindakan pengobatan untuk klasifikasi dehidrasi ringan atau sedang adalah sebagai berikut:
a) Lakukan pemberian oralit dalam 3 jam pertama dengan ketentuan untuk usia kurang dari 4
bulan dengan berat badan kurang dari 6 kg, maka pemberian antara 200-400 ml, usia 4-12
bulan dengan berat badan 6-<10 kg, pemberiannya adalah 400-700 ml, untuk usia 12-24 bulan
dengan berat badan 10-<12 kg pemberiannya adalah 700-900 ml, dan untuk usia 2-5 tahun
dengan berat badan 12-19 kg pemberiannya adalah 900-1400 ml, atau juga dapat dihitung
dengan cara berat badan dikali 75, pada anak kurang dari 6 bulan dan tidak menyusu maka
diberikan tambahan air matang 100-200 ml.
b). Lakukan pemantauan setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat dehidrasi, rujuk untuk
tindakan sesuai dengan tingkat dehidrasi.
3) Tindakan pengobatan dengan klasifikasi tanpa dehidrasi dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau dan lakukan pemberian oralit apabila anak
tidak memperoleh ASI eksklusif.
b) Lanjutkan pemberian makan.
b. Diare Persisten
Tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, jika ditemukan adanya kolera. Maka pengobatan
yang dapat dianjurkan adalah pilihan pertama antibiotik kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah
tetrasiklin
ix
pemberian antibiotic pada diare persisten
Kotrimoksazol (trimetoprim + sulfametoksazol) beri 2 kali sehari selama 3 hari
c. Disentri
Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai, misalnya
pilihan pertama adalah kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah asam nalidiksat. Pemberian dosis
berdasarkan usia atau berat badan anak.
4-12 bulan ½ 2 5 ¼
(6-<10kg)
x
Dosis pemberian parasetamol
Usia atau berat Tablet (500 mg) Tablet 100 mg Sirup 120 mg/5 ml
badan
2-6 bulan:(4-<7 kg)) 1/8 1/2 2,5 (½ sendok teh)
xi
3) Katakan kepada ibu agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari
mangkuk/cangkir/gelas. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat. Dan lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri Tablet Zinc Selama 10 Hari.
3. Lanjutkan Pemberian Makan.
4. Kapan Harus Kembali.
xii
Tabel Pemberian cairan intravena
UMUR Pemberian pertama 30 Pemberian berikut 70 ml/kg
ml/kg selama: selama
2) Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
3) Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
4) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika
tidak, dapatkah fasilitas pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
5) Jika ya, rujuk segera untuk pengobatan intravena. Jika anak bisa minum, bekali Ibu larutan
oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam
perjalanan. Jika tidak, dapatkah Saudara terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi
atau cek apakah anak masih bisa minum.
6) Jika ya, Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri
20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg).
7) Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
- Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
- Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.
8) Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi, kemudian tentukan rencana
terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan. Jika tidak, rujuk segera untuk
pengobatan
IV/NGT/OGT
Catatan: Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian larutan oralit per oral.
Perlu diketahui bahwa 1 ml= 20 tetes/menit-infus makro= 60 tetes/menit-infus mikro.
xiii
BAB III
KASUS DIARE & BAGAN PENATALAKSANAAN
MTBS
NADIRA anak perempuan usia 4 tahun dengan BB 12 kg, TB 92 cm dengan suhu badan 36,5°C
dibawa ke Puskesmas Cilegon pada tanggal 19 November 2021. Ibu berkata bahwa anaknya
menderita diare selama 2 hari, dan tidak ada tanda-tanda bahaya umum, tidak batuk atau sukar
bernafas. Petugas kesehatan memeriksa diare Nadira, Ibu mengatakan tidak ada darah dalam
tinja anak matanya tidak cekung, ia masih minum dan makan dengan lahap, cubitan kulit perut
kembali dengan lambat.
Catat gejala pada Nadira dan klasifikasikan pada formulir pencatatan.
xiv
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah Diare merupakan penyebab kedua
kematian pada anak di bawah 5 tahun di negara dengan penghasilan ekonomi yang rendah,
sekitar 1,3 juta anak meninggal setiap tahunnya, terutama di Negara Afrika dan Asia Selatan
(Wilson et al. 2012). Penatalaksanaan diare pada anak meliputi pemberian oralit bagi anak
penderita diare, Pemberian zink, Memberikan antibiotik secara selektif dan tidak memberikan
antidiare, Memberikan makan dan melanjutkan ASI (Air Susu Ibu), Serta memberikan nasehat
kepada orang tua tentang kapan anak harus dibawa kerumah sakitpengetahuan dan motivasi
sangat penting untuk menentukan indikator hasil perilaku yang diamati sebagai upaya
penanganan diare pada balita.
3.2 Saran
Untuk kajian pustaka selanjutnya, diharapkan dapat memperluas topik penelitian untuk
mengetahui konsep diare serta strategi penatalaksanaan yangtepat terhadap diare. Diharapkan
tenaga kesehatan memberikan promosi kesehatan sehingga masyarakat mengerti serta mampu
mencegah dan menanggulangi kejadian merupakan program unggulan puskesmas akan tetapi
mampu memberikan peningkatan terhadap penurunan insiden angka kejadian kematian pada
balita, khususnya diare.Diharapkan masyarakat dapat memiliki pengatahuan yang baik tentang
diare sehingga dapat memberikan pertolongan awal yang tepat pada keluarga yang menderita
diare.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. (2007). Makara Kesehatan Vol. II; Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita
di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat.
journal.ui.ac.id/health/article/viewFile/212/208. Depok: Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: RINEKA CIPTA Barata, Atep Adya. (2003). Persiapan Membangun Budaya Pelayanan
Prima untuk Meningkatkan Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan.
Bastable, Susan B. (2002). Perawat sebagai pendidik: prinsip-prinsip pengajaran
dan pembelajaran. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth; alih bahasa, Yasmin Asih; editor, Monica Ester.
Jakarta: EGC
Budiarto, Eko. (2003). Metodologi Penelitian Kedokteron. Jakarta: EGC
Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2013). Statistika untuk Kedokteran dan
Kesehatan: Deskripsi, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan
Menggunakan SPSS Edisi. Jakarta: SALEMBA MEDIKA
Depkes RI. (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta
Depkes RI. (2005). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Modul 1 – 7, Edisi
2 Dirjen Kesehatan RI. Jakarta: Depkes RI. (2010). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS).
Jakarta: Depkes. (2014). Internet. Laporan Puskesmas.
xvi
http://www.siknasonline.depkes.go.id/laporan_puskesmas_detail.php?k
d_propinsi=36&tahun=2014 diakses tanggal 27 April 2014 pukul 3.57 WIB
Destri, Magdarina. (2010). Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia Tahun
2000-2007
Efendi, Nursalam Ferry. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas:
xvii