Anda di halaman 1dari 11

2.1.

Generic Logic Model

Pengertian Logic Model atau model logika, adalah suatu diagram/bagan


bagaimana suatu kebijakan/program/kegiatan diharapkan dapat bekerja
baik. Dengan kata lain, juga merupakan gambaran hubungan antara
aktivitas dan hasil. Menurut sebagian orang, model logika hanya dipakai
dalam proses evaluasi, namun sebenarnya tidak sesempit itu, karena
penggunaan model logika penting dan menolong ketika diaplikasikan
kedalam proses perencanaan, formulasi dan penyusunan
kebijakan/program/kegiatan, manajemen pelaksanaan program dan bahkan
dalam komunikasi dan koordinasi.

Jadi model logika adalah:

 Suatu gambaran sederhana dari kebijakan/program/kegiatan,


inisiatif, atau intervensi yang merupakan respon dari suatu keadaan
tertentu.

 Inti dari rangkaian perencanaan, evaluasi, manajemen, komunikasi


dan koordinasi.
 Sesuatu yang menunjukkan hubungan yang masuk akal antar
berbagai hal yang meliputi sumber yang diinvestasikan, kegiatan
yang dilakukan, dan manfaat atau perubahan yang dihasilkan.

Logic Model atau Model Logika, juga sering disebut sebagai program
theory (Weiss, 1998), program's theory of action (Patton, 1997), atau model
yang masuk akal tentang bagaimana seharusnya suatu program bekerja
(Bickman, 1987, p. 5). Selain itu, adapula yang mengartikannya sebagai
refleksi underlying rationale dari suatu program atau inisiatif (Chen,
Cato & Rainford, 1998-9; Renger & Titcomb, 2002). Secara singkat dan
sederhana, sebenarnya model logika adalah suatu MAP atau PETA dari
cara berpikir, atau Road
Map cara pikir dalam menyusun atau memformulasikan
kebijakan/program/inisiatif/kegiatan.

Bentuk umum/standar suatu model logika disajikan pada Gambar II.2,


yang secara sederhana menggambarkan urutan kejadian yang
diperkirakan akan terjadi sebagai manfaat atau perubahan atau dampak.

Gambar II. 2. Bentuk Sederhana Model logika

Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
Kotak-kotak input, output, dan outcome menunjukkan hubungan logis
antar:

 Sumberdaya atau investasi untuk melaksanakan program

 Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam pelaksanaan


program

 Perubahan atau manfaat yang merupakan hasil pelaksanaan


program

Secara lebih detil, Gambar II.3. menyajikan tahapan perkembangan mulai


dari perencanaan, implementasi, dan evaluasi dari suatu program dan
operasi hubungan yang terjadi antar Input, Output, dan Outcome, dan
Impact.

Gambar II.3. Program Action Logic Model

Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
Berikut adalah berbagai pengertian tentang model logika dan manfaatnya
untuk berbagai keperluan atau tahapan:

Perencanaan
Model Logika merupakan sebuah kerangka kerja dan proses perencanaan
untuk menjembatani kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi yang
diinginkan. Model logika memberikan struktur pemahaman terhadap
situasi yang mengarahkan pada kebutuhan inisiasi, hasil akhir yang
diharapkan dan bagaimana investasi dikaitkan dengan aktivitas orang-
orang yang ditargetkan dengan maksud untuk mencapai hasil yang
diharapkan.

Manajemen Program
Model logika menggambarkan hubungan antara sumber daya, aktivitas
dan outcomes. Model logik berperan sebagai dasar untuk membangun
rencana manajemen yang lebih detail. Dalam kurun waktu implementasi,
model logika digunakan untuk menjelaskan, merunut dan memonitor
operasi, proses dan fungsi.

Evaluasi
Model logika adalah langkah pertama dalam melakukan evaluasi. Model
logika membantu dalam menentukan kapan dan hal apa yang dievaluasi
sehingga sumber daya evaluasi digunakan secara efektif dan efisien.
Melalui evaluasi, kita mengetes dan memverfikasi kenyataan dari sebuah
teori program. Modul logika membantu kita untuk fokus pada proses dan
pengukuran outcome yang tepat. Beberapa orang berpikir bahwa model
logika adalah sebuah model evaluasi, karena begitu banyak evaluator
yang menggunakannya.
Namun, model logika bukanlah model evaluasi tetapi cara ini sangat
membantu dalam melakukan evaluasi.

Komunikasi
Komunikasi adalah kunci kesuksesan dan keberlanjutan. Secara
sederhana, penggunaan grafik yang jelas akan membantu dalam
mengkomunikasikan program ataupun usulan, baik itu kepada staf, pihak
yang mendanai program ataupun stakeholder lainnya. Bila ditelaah lebih
jauh, program tidak mungkin hanya memiliki hubungan linear saja, justru,
hubungan antar program biasanya tidak linear, seperti gambaran berikut
(Gambar II.4.).

Gambar II.4. Ketidaklinearan Program

Programs are not linear!

INPUTS OUTPUTS OUTCOMES

Long-
ActivitiesParticipation Short Medium term
Program
investments

What we What we Who we


invest What results
do reach

Sumber: http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html.

Berikut ini diberikan beberapa contoh aplikasi model logika.


Contoh 1:
SITUATION: Di suatu Pemerintah Daerah (Level country) perlu
dilakukan suatu Needs Assessment. Ini disebabkan oleh sebagian besar
orangtua murid yang melaporkan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam melakukan kewajibannya sebagai orang tua sehingga
akibatnya, mereka merasa sangat tertekan/stressed. Gambar II.5
menjelaskan peta (Model logika sederhana) hubungan antar tataran inputs,
ouputs, dan outcomes, guna mengenali siapa saja yang terlibat, apa yang
harus dilakukan, siapa sasarannya, dan berbagai tahap capaian yang
diharapkan, yang pada akhirnya mencapai hasil akhir berupa terbentuknya
ketahanan keluarga.

Gambar II.5. Simple Logic Model

Simple logic
SITUATION: During a co havingmodel ents reported that they were
difficulty parenting
unty needs assessment, majority of par
INPUTSO and felt stressed as a result TCOMES
UTPUTS OU Parents identify
Develop appropriate actions
Staff Parents
parent ed to take Improved child-
increase
curriculum knowledge of parent relations
child dev
Money Deliver series of
interactive Targeted Parents better
sessions parenting style
understanding Parents use
parents effective parenting Strong families
Partners practices
Parents gain skills in
effective parenting
Facilitate practices
support groups
Research

Sumber : ttp://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html

Selain contoh di atas, gambaran model logika bisa beragam


tergantung kompleksitas permasalahannya. Gambaran itu bisa saja
secara sederhana linear, namun mungkin juga menjadi rumit apabila
kasusnya cukup ekstrim. Beberapa bentuk refleksi kompleksitas
permasalahan itu disajikan pada Gambar II.6., berikut ini.

Gambar II.6. Berbagai Refleksi Model logika

What does a logic model look like?


Graphic display of boxes and arrows; vertical or horizontal
Relationships, linkages
Any shape possible
Circular, dynamic
Cultural adaptations; storyboards
Level of detail
Simple
Complex
Multiple models

Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html

2.2. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja

Tatanan input, output, outcome dan impact yang telah diuraikan di atas,
sebenarnya merupakan cermin tingkatan/level/pembagian tahapan
formulasi suatu rencana mulai dari identifikasi permasalahan, cara
mengatasinya, mana yang perlu diintervensi segera, kebijakannya apa,
kegiatannya apa, hingga berapa biaya yang diperlukan. Masing– masing
tahapan yang direncanakan itu, dapat diukur capaiannya. Ukuran untuk
masing-masing tahapan adalah indikator sesuai sasaran atau target yang
disepakati bersama oleh para pemangku kepentingan, sehingga capaian
atau kinerja masing-masing level
dapat dievaluasi. Uraian tentang pengukuran kinerja, dan kriteria
penentuan indikator dibahas dalam beberapa bagian berikut ini.

2.5.1. Pengukuran Kinerja

Kata kinerja seringkali meliputi istilah-istilah seperti penyelesaian,


pencapaian, realisasi ataupun pemenuhan. Sebagian besar dari istilah tersebut
menunjukkan hal yang bersifat obyektif yaitu tercapainya suatu tujuan
karena suatu tindakan publik, tetapi ada juga yang bersifat lebih subyektif
yang menunjukkan tingkat kepuasan atas suatu tindakan. Umumnya,
literatur-literatur ekonomi dan manajemen publik menekankan pada hal
yang bersifat obyektif, karena selain mempunyai implikasi langsung
terhadap masyarakat juga kepuasan yang bersifat subyektif lebih sulit
untuk diukur (Schiavo-Campo dan Sundaram, 2000).

Pengukuran kinerja merupakan upaya membandingkan tujuan yang ingin


dicapai pada waktu yang telah ditentukan dengan perkembangan
pencapaian yang sedang diamati pada suatu waktu atas suatu materi
perencanaan yang ditunjukkan oleh suatu indikator. Menurut berbagai
sumber, indikator adalah:

Suatu alat ukur untuk menggambarkan


tingkatan capaian suatu sasaran atau target
yang telah ditetapkan ketika melakukan
perencanaan awal, dan dapat merupakan
variabel kuantitatif atau kualitatif.
Mackay (2008) menjelaskan indikator kinerja (Performance indicators)
sebagai ukuran mengenai masukan, kegiatan, keluaran, hasil dan dampak
dari kegiatan-kegiatan pemerintah. Level indikator dapat saja sangat
tinggi, yakni dalam arti mengukur kinerja pemerintah terkait dengan SPM
(Sasaran Pembangunan Milenium) misalnya atau rencana pembangunan
nasional, atau dalam arti mengukur kegiatan dan keluaran
kementerian/lembaga pemerintah. Indikator berguna untuk menetapkan
target kinerja, untuk menilai kemajuan pencapaian target tersebut, serta
untuk membandingkan kinerja dari unit
kerja/organisasi/kementerian/lembaga yang berbeda.

Berdasarkan materi perencanaan yang disusun, ukuran kinerja merupakan


suatu hirarki yang menurut kerangka logika, bisa dibedakan menjadi
beberapa tingkatan. Bila dimulai dari level terbawah yaitu (Bappenas,
2004), urutannya adalah:

1. Indikator Masukan (Input). Indikator ini mengukur jumlah sumber


daya yang dipergunakan seperti anggaran (dana), SDM, peralatan,
material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk melaksanakan
kegiatan.
2. Indikator Keluaran (Output). Indikator ini digunakan untuk
mengukur keluaran yang langsung dihasilkan dari suatu
pelaksanaan kegiatan, baik berupa fisik maupun non fisik.
3. Indikator Hasil (Outcome). Indikator ini digunakan untuk mengukur
capaian dari berbagai kegiatan dalam suatu program yang telah
selesai dilaksanakan atau indikator yang mencerminkan berfungsinya
keluaran berbagai kegiatan pada jangka menengah.
4. Indikator Dampak (Impacts). Indikator ini menunjukkan
pengaruh, baik positif maupun negatif, yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan dan asumsi yang telah
digunakan.

2.5.2. Persyaratan Indikator

Persyaratan indikator bisa bermacam-macam menurut berbagai sumber


dan keperluannya. Di bawah ini disajikan dua konsep persyaratan
indikator yang umum dipakai, diketahui dan harus diperhatikan.

Menurut persyaratan SMART, penentuan suatu indikator harus


memperhatikan hal berikut:
1. Simple - Sederhana: Indikator yang ditetapkan sedapat mungkin
sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam
penghitungan untuk mendapatkannya.
2. Measurable - Dapat diukur: Indikator yang ditetapkan harus
merepresentasikan informasi dan jelas ukurannya.
3. Attributable - Bermanfaat: Indikator yang ditetapkan harus
bermanfaat untuk kepentingan pengambilan kebijakan.
4. Reliable - Dapat dipercaya: Indikator yang ditentukan harus dapat
didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar dan teliti.
5. Timely - Tepat Waktu: Indikator yang ditentukan harus dapat
didukung oleh pengumpulan data dan pengolahan data serta
pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat pengambilan keputusan yang
dilakukan.

Selain menggunakan kriteria SMART, alternatif lain adalah menggunakan SPICED. dalam The State of
Queensland, Department of Natural Resources and Water, 2007; Roche (1999) menjelaskan pilihan
kriteria SPICED sebagai penyaring untuk memastikan agar
indikator terpilih dapat memberikan hasil yang maksimal. Penyaring
SPICED adalah sebagai berikut:
1. Subjective, yaitu berdasarkan pendapat para ahli ataupun pengalaman yang dapat menguatkan
pemilihan atas indikator.
2. Participatory, yaitu penyusunan indikator dilakukan bersama-
sama dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten dalam mengukur indikator tersebut.
3. Interpreted and Communicable, yaitu perlu adanya penjelasan lebih lanjut untuk
indikator yang bersifat lokal dan tidak berlaku umum.
4. Cross-checked and compared, yaitu melakukan cross-checked
dengan cara membandingkan dengan indikator lain yang menggunakan nara sumber, metode
ataupun peneliti yang berbeda.
5. Empowering, yaitu memberdayakan kelompok masyarakat dalam penyusunan dan penilaian
indikator.
6. Diverse and disaggregate, yaitu perlu kecermatan dalam
menentukan indikator yang bersifat pengelompokan seperti pengelompokan berdasarkan jenis
kelamin (pria dan wanita).

Anda mungkin juga menyukai