Anda di halaman 1dari 2

BIOGRAFI MARAH ROESLI

Biografi Marah Roesli - Marah Roesli mempunyai lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia
dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar, adalah
seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai demang. Marah
Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Buitenzorg (kini Bogor) pada tahun 1911. Mereka
dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan Marah
Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli,
tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya.

Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan.
Berbeda dengan Taufiq Ismail dan Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan
profesinya sebagai dokter hewan karena memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap
menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan
terakhir Dokter Hewan Kepala. Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh
sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang
dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca
buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan
dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.

Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama
dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul
bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.

Marah Rusli berpendidikan tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari Barat
yang menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat yang
melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Hal itu melahirkan
pemberontakan dalam hatinya yang dituangkannya ke dalam karyanya, Siti Nurbaya. Ia ingin
melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang
muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.

Dalam Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi
wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya, apakah ia hanya
menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan
yang diinginkannya. Ceritanya menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada
pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat hingga sampai kini. Setelah lebih delapan
puluh tahun novel itu dilahirkan, Siti Nurbaya tetap diingat dan dibicarakan.

Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan tetapi, Siti
Nurbaya itulah yang terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan dalam bidang sastra dari
Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.

Karya
Siti Nurbaya. Jakarta : Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari Pemerintah RI tahun 1969.
Lasmi. Jakarta : Balai Pustaka. 1924.
Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
Tesna Zahera (naskah Roman)

Anda mungkin juga menyukai