Makalah Pend Ki Hajar
Makalah Pend Ki Hajar
(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Pendidikan)
Dosen Pengampu:
Anny Wahyuni,S.Pd.,M.Pd
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat Tuhan dan hidayah-
Nya, sehingga kami penulis menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan
Ki Hajar Dewantara” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang PendidikaN Ki Hajar Dewantara dengan baik bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Jambi,
15 November 2021
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………...........i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...3
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...11
3.2 Saran………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
lingkungan pergaulan yang dimaksud adalah alam keluarga, alam perguruan
(sekolah), dan alam pergerakan pemuda,Dwi Siswoyo, dkk (2008: 140)
mengartikan lingkungan sekolah adalah lingkungan pendidikan yang
mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak menjadi warga negara yang
cerdas, terampil dan bertingkah laku baik. Sekolah merupakan lembaga sosial
formal yang didirikan oleh negara maupun yayasan tertentu, untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Disatu pihak sekolah mewakili orang tua/masyarakat, dipihak lain mewakili
negara. Onny Rudianto (2010) dalam blognya menuliskan tiga kegiatan yang
kurikuler yang dilakukan siswa di sekolah yaitu: (1) kegiatan intrakurikuler, (2)
kegiatan kokurikuler, (3) kegiatan ektrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler adalah
kegiatan yang dilakukan sekolah dengan penjatahan waktu sesuai dengan struktur
program pelajaran, kegiatan kokulikuler merupakan kegiatan yang erat kaitanya
dengan pemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran yang
ditetapkan didalam struktur program, dan dimaksudkan agar siswa dapat lebih
mendalami dan memahami apa yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda. Ki
Hadjar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan formal
pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena teman
sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang anak dari
rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan kesan yang
sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan perjuangannya baik
dalam dunia politik sampai degan pendidikan. Ia juga menentang kolonialisme
dan feodalisme yang menurutnya sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan,
kemerdekaan dan tidak memajukan hidup dan penghidupan manusia secara adil
dan merata.
Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan “Nikah Gantung” antara
R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya merupakan
cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum
berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan
secara adat dan sederhana di Puri Soeryaningratan Yogyakarta.
Jadi Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama
cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan.Sebagai tokoh nasional yang
dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun lawan, Ki Hadjar Dewantara
sangat kreatif, dinamis, jujur,sederhana, konsisten, konsekuen dan berani.
Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga
akhir hayat.Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam,
disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantarkan
bangsanya ke alam merdeka.
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara, pada tanggal 28
November 1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”.
Dan pada tanggal 16 Desember 1959,pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki
Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan
keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959.
4
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 Apri 1959,
dirumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki
Hadjar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo Taman
Siswa, kemudian diserahkan kepada Majelis Luhur Taman Siswa. Dari pendopo
Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makan Wijaya Brata Yogyakarta.
Dalam upacara pemakaman Ki Hadjar Dewantara dipimpin oleh Panglima Kodam
Diponegoro Kolonel Soeharto. Dalam lingkungan budaya dan religius yang
kondusif demikian Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan dididik menjadi seorang
muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek hakikat daripada syari’at. Dalam
hal ini Pangeran Soeryaningrat pernah mendapat pesan dari ayahnya: “syari’at
tanpa hakikat adalah kosong, hakikat tanpa syari’at batal”.
pada pencapaian target sempit, yang hanya melakukan transfer of knowledge (transfer
pengetahuan) melainkan perlu dengan sengaja (by design) mengupayakan terjadinya
transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa. Ketiga, Pembentukan
karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat) secara sinergis dan integral.Keempat, Pengembangan karakter peserta
didik perlu memperhatikan perkembangan budayabangsa sebagai sebuah kontinuitas
5
menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap memiliki sifat
kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). Kelima,Asas dan
dasar pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara merupakan landasan dasar yang
kokoh untuk membangun karakter bangsa, bersendi pada budaya bangsa dengan tidak
mengabaikan budaya asing. Keenam, Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar
Dewantara (ingngarsa sung tuladha, ing madya mangunkarsa, dan tut wuru
handayani) adalah wasiat luhur yang patut diterapkan dalam mengembangkan
karakter peserta didik.Ketujuh, Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki
Hajar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan
karakter.Pendidikan karakter harus bercorak nasional dengan menerapkan cara-cara;
pemberian contoh, pembiasaan, wulangwuruk, laku, dan pengalaman lahir-batin.
Kata etika, etis, moral acap kali kita dengar sebagai suatu kata yang
fundamental dalam kehidupan manusia. Kata etika, etis,dan moral bukanlah kata yang
hanya dikonsumsi oleh para cendekia, pemuka agama, maupun guru. Kata etika, etis,
moral adalah kata yang senantiasa mewarnai kehidupan seluruh manusia di muka
bumi.Sebagai contohnya kita sering mendengar kata :”etika dan moral dalam
penyiaran acara televisi perlu ditegaskan kembali”, “tidak etis jika kita …”, “dewasa
ini moral akademis para mahasiswa telah anjlok”. Singkatnya contoh-contoh kalimat
tersebut menggambarkan bagaimana makna dari kata etika, etis, dan moral
menyangkut persoalan penting dalam sisi kehidupan manusia yang bersifat prinsipiel.
Pada bagian ini, penulis mencoba mengiluminasi (memperjernih) konsep etika
dengan lebih memadai. Penulis akan memulainya dari segi etimologi, Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:
tempat tinggal yang biasa ; padang rumput, kandang, habitat, kebiasaan, adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
6
Sedangkan dalam bentuk jamak (Ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Melihat asal- usul kata etika, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Beranjak dari etimologi,
penulis akan mengkaji secara semantik (arti/makna).
Berawal dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI, 1988) yang dikutip oleh
Bertens (2013, hlm 4) dijelaskan bahwa etika memiliki tiga arti: “1) ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masayarakat”.
Secara mendalam dan sesuai dengan kondisi pada masa itu Ki Hajar Dewantara
tidak sepakat terhadap sistem pendidikan yang diwariskan oleh kolonial Belanda,
orientasi pendidikan yang diwariskan tersebut hanya pada segi kognitif (penalaran)
saja tanpa melihat dari segi yang lainya, yaitu pendidikan budi pekerti (akhlak),
sehingga produk yang dilahirkan dari pendidikan tersebut adalah lahirnya manusia
yang sombong, tidak memiliki perangai yang baik, dan pembentukan moral yang baik
merupakan tugas dari pendidikan budi pekerti.
7
Ki Hajar Dewantara juga pada bagian lain mengatakan bahwa pengajaran pada
umumnya berarti: daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter) pikiran (intellect) dan tubuh anak: dalam pengertian Taman
Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak yang kita didik selaras
dengan dunianya.
Dengan pendidikan yang diberikan oleh guru, diharapkan anak mampu menjadi
manusia yang luhur dan berguna bagi masyarakat luas. Kecerdasan otak bukanlah hal
yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana anak atau peserta didik
memiliki budi pekerti (akhlak yang mulia) merupakan tujuan utama dalam
pendidikan. Sehingga anak yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan
menggunakan kecerdasannya untuk menipu orang lain. Untuk menumbuhkan
perasaan dan kehalusan budi pekerti Ki Hajar Dewantara mempunyai konsep yang
kemudian di kembangkan dalam Perguruan Taman Siswa.
Guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara hendaknya memiliki sifat
diantaranya yaitu:
a. keteladanan yang baik dari seoang guru atau pamong adalah jiwa dari pengajaran,
b. pengajaran yang dilakukan oleh guru bukan hanya konsep yang bersifat teoritis
sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat sebagaimana umumnya,
c. guru bukan pula hanya mengajar dalam arti mengajar teori baik buruk, benar salah
dan seterusnya.
8
Selanjutnya Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Bagian I
Pendidikan menyebutkan syarat guru profesional meliputi:
a. Guru atau pamong hendaknya menguasai ilmu kejiwaan / psikologis anak agar
mampu memberikan pembelajaran sesuai usia mereka
b. Keteladanan yang baik dan akhlak yang baik merupakan jiwa dari pengajaran.
d. Guru atau pamong dalam mengajar bukan hanya sekedar memberikan materi baik
atau buruk, benar atau salah
Dari uraian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat guru
profesional menurut Ki Hajar Dewantara dan masih relevan dengan pendidikan saat
ini meliputi:
b. Kemampuan Fisik, yaitu kemampuan fisik seorang guru sebagai alat penunjang
tugasnya sebagai guru
9
Pendidikan yang dilakukan oleh guru profesional yang di kemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara, tujuannya mengarah kepada pembentukan karakter bangsa yang
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang mengarah kepada rasa
nasionalisme. Ki Hajar Dewantara dalam Bukunya yang berjudul Bagian pertama
Pendidikan, menguraikan profesionalisme guru dalam beberapa indicator sebagai
berikut:
b. Memahami kejiwaan yang ada pada anak, agar pendidikan yang diberikan sesuai
dengan umur dan pemahaman anak atau peserta didik
f. Menerapkan azaz Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangunkarso, dan tut
wurihandayani.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan
memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka
dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun
semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani)
bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil,
berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan
keselamatan.
11
3.2 Saran
Dalam makalah ini telah membahas mengenai Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang
meliputi sejarah singkat tentang Ki Hajar Dewantara, Sistem Pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantara,dan Kode Etik menurut Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Dengan
demikian, untuk dapat mengetahui lebih jelas dan pasti maka perlu untuk
mempelajarinya terlebih khusus pada materi di makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
13