Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Pendidikan)

Disusun oleh Kelompok 4:

1.Rachel Laureen Maria Marbun A1A221007

2.Robiatul Adawia A1A221025

3.Doni Dwi Prasetyo A1A221045

4.Apras Nega Lezer A1A221055

5.Nabila A1A2210 A1A221063

6.Regita Putri Nurhasana A1A221073

Dosen Pengampu:

Anny Wahyuni,S.Pd.,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat Tuhan dan hidayah-
Nya, sehingga kami penulis menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan
Ki Hajar Dewantara” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang PendidikaN Ki Hajar Dewantara dengan baik bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Anny Wahyuni,S.Pd.,M.Pselaku


dosen Mata Kuliah Pengantar Pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi,

15 November 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………...........i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..... ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...3

2.1 Sejarah Singkat tentang Ki Hajar Dewantara………………………………..3

2.2 Sistem Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara……………………………5

2.3 Kode Etik menurut Pendidikan Ki Hajar Dewantara………………………...... 6

BAB III PENUTUP……………………………………………………………....... 11

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...11

3.2 Saran………………………………………………………………………….12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai usaha menuntun
segenap kekuatan kodrat yang ada pada anak didik baik sebagai individu manusia
maupun sebagai anggota masyarakat agar dapat tercapai kesempurnaan hidup.
(Arif Rohman, 2009: 8). Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adalah proses sepanjang hayat (long life education) dan
perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap
potensi dalam rangka pemenuhan komitmen manusia sebagai individu, sebagai
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
George F. Kneller dalam Dwi Siswoyo, dkk (2008: 25) bahwa pendidikan dapat
dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan arti
proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menujuk pada suatu tindakan atau
pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan
atau perkembangan jiwa (mind), watak character), atau kemampuan fisik
(phisycal ability) individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung terus (seumur
hidup).

Proses pendidikan pada umumnya tidak akan lepas dari pengaruh


lingkungan.Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara merumuskan lingkungan
pergaulan yang menjadi pusat pendidikan anak dengan sebutan”tri sentra
pendidikan” (Arif Rohman, 2009: 197). Dalam konsep Ki Hajar Dewantara

1
lingkungan pergaulan yang dimaksud adalah alam keluarga, alam perguruan
(sekolah), dan alam pergerakan pemuda,Dwi Siswoyo, dkk (2008: 140)
mengartikan lingkungan sekolah adalah lingkungan pendidikan yang
mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak menjadi warga negara yang
cerdas, terampil dan bertingkah laku baik. Sekolah merupakan lembaga sosial
formal yang didirikan oleh negara maupun yayasan tertentu, untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Disatu pihak sekolah mewakili orang tua/masyarakat, dipihak lain mewakili
negara. Onny Rudianto (2010) dalam blognya menuliskan tiga kegiatan yang
kurikuler yang dilakukan siswa di sekolah yaitu: (1) kegiatan intrakurikuler, (2)
kegiatan kokurikuler, (3) kegiatan ektrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler adalah
kegiatan yang dilakukan sekolah dengan penjatahan waktu sesuai dengan struktur
program pelajaran, kegiatan kokulikuler merupakan kegiatan yang erat kaitanya
dengan pemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran yang
ditetapkan didalam struktur program, dan dimaksudkan agar siswa dapat lebih
mendalami dan memahami apa yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler.

1.2 Rumusan Masalah


1.Bagaimana sejarah singkat tentang Ki Hajar Dewantara?
2.Bagaimana sistem pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara?
3.Bagaimana kode etik menurut pendidikan Ki Hajar Dewantara?

1.3 Tujuan Penulisan


1.Untuk menjelaskan sejarah singkat tentang Ki Hajar Dewantara
2.Untuk menjelaskan sistem pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
3.Untuk menjelaskan kode etik menurut pendidikan Ki Hajar Dewantara

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat Ki Hajar Dewantara


Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 mei
1889. Beliau adalah putra kelima dari Soeryaningrat putra dari Paku Alam III.
Pada waktu dilahirkan diberi nama Soewardi Soeryaningrat, karena beliau masih
keturunan bangsawan maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian
nama lengkapnya menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.Ki Hadjar
Dewantara mengganti nama itu ketika beliau berusia 39 tahun, alasan beliau
mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara adalah karena keinginan beliau
untuk lebih merakyat atau lebih dekat dengan rakyat. Dengan mengganti nama
tersebut, akhirnya Ki Hadjar Dewantara dapat leluasa bergaul dengan rakyat
kebanyakan. Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah
diterima oleh rakyat pada masa itu. Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati
Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan Sunan
Kalijaga.
Dengan demikian selain Ki Hadjar dewantara merupakan keturunan
bangsawan beliau juga merupakan keturunan ulama karena masih mempunyai
silsilah keturunan dengan Sunan Kalijaga. Oleh karena itu sebagai seorang
keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara dididik dan dibesarkan
dalam lingkungan sosio cultural dan religius yang tinggi serta kondusif.
Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara di lingkungan keluarga sudah
mengarah dan terarah ke penghayatan nilainilai kultural dan religius sesuai
dengan lingkungannya. Pendidikan dari keluarga yang tersalur melalui pendidikan
adat dan sopan santun, kesenian dan pendidikan keagamaan turut mengukir jiwa
kepribadiannya.Pada masa itu pendidikan sangatlah langka, hanya orang-orang
dari kalangan Belanda, Tiong Hoa, dan para pembesar daerah saja yang dapat

3
mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda. Ki
Hadjar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan formal
pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena teman
sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang anak dari
rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan kesan yang
sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan perjuangannya baik
dalam dunia politik sampai degan pendidikan. Ia juga menentang kolonialisme
dan feodalisme yang menurutnya sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan,
kemerdekaan dan tidak memajukan hidup dan penghidupan manusia secara adil
dan merata.
Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan “Nikah Gantung” antara
R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya merupakan
cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum
berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan
secara adat dan sederhana di Puri Soeryaningratan Yogyakarta.
Jadi Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama
cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan.Sebagai tokoh nasional yang
dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun lawan, Ki Hadjar Dewantara
sangat kreatif, dinamis, jujur,sederhana, konsisten, konsekuen dan berani.
Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga
akhir hayat.Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam,
disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantarkan
bangsanya ke alam merdeka.
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara, pada tanggal 28
November 1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”.
Dan pada tanggal 16 Desember 1959,pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki
Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan
keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959.

4
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 Apri 1959,
dirumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki
Hadjar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo Taman
Siswa, kemudian diserahkan kepada Majelis Luhur Taman Siswa. Dari pendopo
Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makan Wijaya Brata Yogyakarta.
Dalam upacara pemakaman Ki Hadjar Dewantara dipimpin oleh Panglima Kodam
Diponegoro Kolonel Soeharto. Dalam lingkungan budaya dan religius yang
kondusif demikian Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan dididik menjadi seorang
muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek hakikat daripada syari’at. Dalam
hal ini Pangeran Soeryaningrat pernah mendapat pesan dari ayahnya: “syari’at
tanpa hakikat adalah kosong, hakikat tanpa syari’at batal”.

2.2Sistem Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Pandangan dan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Menurut


penulis inilah kaitan ataupun relevansinya dengan pendidikan karakter yang
seharusnya dibangun dapat dideskripsikan atau diringkas sebagai berikut: pertama, 18
Nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan
karakter adalah: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, cerdas, kreatif, mandiri,
demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,cinta tanah air, menghargai
prestasi,bersahabat/ komunikatif, cinta damai,senang membaca, peduli sosial, peduli
lingkungan, dan tanggung jawab. Kedua,Penyelenggaraan pendidikan jangan terjebak

pada pencapaian target sempit, yang hanya melakukan transfer of knowledge (transfer
pengetahuan) melainkan perlu dengan sengaja (by design) mengupayakan terjadinya
transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa. Ketiga, Pembentukan
karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat) secara sinergis dan integral.Keempat, Pengembangan karakter peserta
didik perlu memperhatikan perkembangan budayabangsa sebagai sebuah kontinuitas

5
menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap memiliki sifat
kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). Kelima,Asas dan
dasar pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara merupakan landasan dasar yang
kokoh untuk membangun karakter bangsa, bersendi pada budaya bangsa dengan tidak
mengabaikan budaya asing. Keenam, Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar
Dewantara (ingngarsa sung tuladha, ing madya mangunkarsa, dan tut wuru
handayani) adalah wasiat luhur yang patut diterapkan dalam mengembangkan
karakter peserta didik.Ketujuh, Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki
Hajar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan
karakter.Pendidikan karakter harus bercorak nasional dengan menerapkan cara-cara;
pemberian contoh, pembiasaan, wulangwuruk, laku, dan pengalaman lahir-batin.

2.3 Kode Etik Menurut Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Kata etika, etis, moral acap kali kita dengar sebagai suatu kata yang
fundamental dalam kehidupan manusia. Kata etika, etis,dan moral bukanlah kata yang
hanya dikonsumsi oleh para cendekia, pemuka agama, maupun guru. Kata etika, etis,
moral adalah kata yang senantiasa mewarnai kehidupan seluruh manusia di muka
bumi.Sebagai contohnya kita sering mendengar kata :”etika dan moral dalam
penyiaran acara televisi perlu ditegaskan kembali”, “tidak etis jika kita …”, “dewasa
ini moral akademis para mahasiswa telah anjlok”. Singkatnya contoh-contoh kalimat
tersebut menggambarkan bagaimana makna dari kata etika, etis, dan moral
menyangkut persoalan penting dalam sisi kehidupan manusia yang bersifat prinsipiel.
Pada bagian ini, penulis mencoba mengiluminasi (memperjernih) konsep etika
dengan lebih memadai. Penulis akan memulainya dari segi etimologi, Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:
tempat tinggal yang biasa ; padang rumput, kandang, habitat, kebiasaan, adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir.

6
Sedangkan dalam bentuk jamak (Ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Melihat asal- usul kata etika, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Beranjak dari etimologi,
penulis akan mengkaji secara semantik (arti/makna).

Berawal dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI, 1988) yang dikutip oleh
Bertens (2013, hlm 4) dijelaskan bahwa etika memiliki tiga arti: “1) ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masayarakat”.

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut,Bertens mengklasifikasikan poin kedua


danketiga sebagai pengertian dari “etis”.Sedangkan poin yang pertama merupakan
pengertian dari etika yang berarti ilmu tentang “etis”. Beberapa ahli Bahasa
menjelaskan bahwa akhiran “-ika” harus dipakai untuk menunjukkan ilmu.

Secara mendalam dan sesuai dengan kondisi pada masa itu Ki Hajar Dewantara
tidak sepakat terhadap sistem pendidikan yang diwariskan oleh kolonial Belanda,
orientasi pendidikan yang diwariskan tersebut hanya pada segi kognitif (penalaran)
saja tanpa melihat dari segi yang lainya, yaitu pendidikan budi pekerti (akhlak),
sehingga produk yang dilahirkan dari pendidikan tersebut adalah lahirnya manusia
yang sombong, tidak memiliki perangai yang baik, dan pembentukan moral yang baik
merupakan tugas dari pendidikan budi pekerti.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pengajaran adalah:

“Tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya


pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat lah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.”

7
Ki Hajar Dewantara juga pada bagian lain mengatakan bahwa pengajaran pada
umumnya berarti: daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter) pikiran (intellect) dan tubuh anak: dalam pengertian Taman
Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak yang kita didik selaras
dengan dunianya.

Dengan pendidikan yang diberikan oleh guru, diharapkan anak mampu menjadi
manusia yang luhur dan berguna bagi masyarakat luas. Kecerdasan otak bukanlah hal
yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana anak atau peserta didik
memiliki budi pekerti (akhlak yang mulia) merupakan tujuan utama dalam
pendidikan. Sehingga anak yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan
menggunakan kecerdasannya untuk menipu orang lain. Untuk menumbuhkan
perasaan dan kehalusan budi pekerti Ki Hajar Dewantara mempunyai konsep yang
kemudian di kembangkan dalam Perguruan Taman Siswa.
Guru dalam pandangan Ki Hajar Dewantara hendaknya memiliki sifat
diantaranya yaitu:

a. keteladanan yang baik dari seoang guru atau pamong adalah jiwa dari pengajaran,

b. pengajaran yang dilakukan oleh guru bukan hanya konsep yang bersifat teoritis
sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat sebagaimana umumnya,

c. guru bukan pula hanya mengajar dalam arti mengajar teori baik buruk, benar salah
dan seterusnya.

d. Ki Hajar Dewantara mengatakan mengasah kecerdasan budi pekerti itu sungguh


baik, karena dapat membangun budi pekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat
mewujudkan kepribadian (personlijhied), dan “karakter” (jiwa yang berazas hukum
kebatinan).

8
Selanjutnya Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Bagian I
Pendidikan menyebutkan syarat guru profesional meliputi:

a. Guru atau pamong hendaknya menguasai ilmu kejiwaan / psikologis anak agar
mampu memberikan pembelajaran sesuai usia mereka

b. Keteladanan yang baik dan akhlak yang baik merupakan jiwa dari pengajaran.

c. Menguasai bidang keahliannya

d. Guru atau pamong dalam mengajar bukan hanya sekedar memberikan materi baik
atau buruk, benar atau salah

e. Guru atau pamong hendaknya membiasakan anak untuk berbuat baik.

Dari uraian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat guru
profesional menurut Ki Hajar Dewantara dan masih relevan dengan pendidikan saat
ini meliputi:

a. Komampuan Intelektual, yaitu berbagai alat/ pengetahuan yang menunjang tugas


nya sebagai guru

b. Kemampuan Fisik, yaitu kemampuan fisik seorang guru sebagai alat penunjang
tugasnya sebagai guru

c. Kemampuan Pribadi, kemampuan guru yang memiliki kepribadian yang baik,dan


dapat di contoh oleh anak muridnya,

d. Kemampuan Sosial, kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan anak


muridnya agar dapat menciptakan komunikasi yang efektif

e. Kemampuan Spritual, kemampuan guru dalam memberikan penghayatan,


pemahaman, dan penerapan nilai-nilai agama

9
Pendidikan yang dilakukan oleh guru profesional yang di kemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara, tujuannya mengarah kepada pembentukan karakter bangsa yang
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa yang mengarah kepada rasa
nasionalisme. Ki Hajar Dewantara dalam Bukunya yang berjudul Bagian pertama
Pendidikan, menguraikan profesionalisme guru dalam beberapa indicator sebagai
berikut:

a. Guru atau pamong hendaknya mengetahui dan menguasai bidang keahliannya


dalam mendidik.

b. Memahami kejiwaan yang ada pada anak, agar pendidikan yang diberikan sesuai
dengan umur dan pemahaman anak atau peserta didik

c. Guru atau pamong dalam memberikan pengajaran menggunakan sistem among


metode, yaitu among, momong, dan ngemong.

d. Guru atau pamong dalam memberikan pendidikan menggunakan metode


pembiasaan dan keteladanan serta memberikan contoh kepada anak

e. Menggunakan sistem trisentra pendidikan

f. Menerapkan azaz Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangunkarso, dan tut
wurihandayani.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Menurut Ki Hajar


Dewantara (KHD), pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan
hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi
tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang
manusia maupun sebagai amggota masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa
untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah
satu kunci utama untuk mencapainya.

Ki Hajar Dewantara memberikan pemikirannya tentang Dasar-dasar


Pendidikan. Menurut KHD, Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang
ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan
memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka
dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun
semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani)
bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil,
berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan
keselamatan.

11
3.2 Saran

Dalam makalah ini telah membahas mengenai Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang
meliputi sejarah singkat tentang Ki Hajar Dewantara, Sistem Pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantara,dan Kode Etik menurut Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Dengan
demikian, untuk dapat mengetahui lebih jelas dan pasti maka perlu untuk
mempelajarinya terlebih khusus pada materi di makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Graham, G. Teori-Teori Etika. Bandung: Nusa Media. 2014.

Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan (Yogyakarta: Majelis Luhur


Persatuan Taman Siswa , Cet II, 1977), h.20

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan


(KTSP) dan Sukses Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009),
h.45.

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,(Jakarta:


Bumi

Sugiarta, I Made,dkk.2019.Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur).


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3 Tahun 2019.ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-
ISSN: 2620-7990

Sukri,dkk.2016.Analisis Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dalam Perspektif


Pendidikan Karakter. Jurnal Civic Hukum.Volume 1, Nomor 1, Mei 2016.P-
ISSN 2623-0216 E-ISSN 2623-0224

Syarifudin, T. Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Relevansinya Sebagai Teori


Pendidikan dan Implikasinya Terhadap Praktek Pendidikan Umum dalam
Konteks Pendidikan Nasional. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan. 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai