Makalah BK Klompok 4 (1) - 1
Makalah BK Klompok 4 (1) - 1
A. Latar Belakang
Tugas guru tidak hanya pada kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi juga melakukan bimbingan di
luar kelas, khususnya mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, baik kesulitan mengenai
pelajaran ataupun masalah psikologi yang diperolehnya dari luar, seperti keluarga dan teman
pergaulan. Perilaku guru merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memotivasi semangat
belajar para peserta didik. Suatu kondisi yang menyenangkan apabila guru dapat menunjukkan sikap
yang akrab, bersahabat dan memahami situasi di dalam kelas saat mengajar dan saat ia di luar kelas.
Perilaku guru seperti itu dapat menunjang motivasi dan prestasi belajar siswa Pendidikan berisi
suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik sebagai suatu usaha untuk membantu peserta
didik dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. lnteraksi tersebut dapat berlangsung dalam
lingkungan keluarga dan sekolah (Sukmadinata, 1998: 1). Sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal memegang peran signifikan dalam proses pengajaran.Pendidikan dapat mengubah
pandangan hidup, budaya dan perilaku manusia. Pendidikan juga berfungsi mengantar manusia
menguak tabir kehidupan sekaligus menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam setiap perubahan.
Pendidikan menurut Meier (2002:41) bertujuan menyiapkan manusia untuk menghadapi berbagai
perubahan yang membutuhkan kekuatan pikiran, kesadaran dan kreatifitas
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur
manusiawi di mana siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Proses
itu sendiri merupakan mata rantai yang menghubungkan antara guru dan siswa sehingga terbina
komunikasi yang memiliki tujuan yaitu tujuan pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
A. Apa saja tantangan yang dihadapi oleh pendidik?
B. Bagaimana strategi dan komunikasi dalam menghadapi peserta didik (remaja)?
C. Tujuan
A. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi pendidik pada terlebih pada
abad 21 ini
B. Untuk mengetahui strategi apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi peserta
didik
BAB II PEMBAHASAN
A. Tantang Pendidik
Secara umum tantangan yang dihadapi guru di era globalisasi dan multicultural ini adalah bagaimana
pendidikan mampu mendidik dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing tinggi (qualified),
atau justru malah “mandul” dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang penuh dengan
kompetensi dalam berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di bidang politik dan ekonomi,
mampu melakukan riset secara koperhensif di era reformasi serta mampu membangun kualitas
kehidupan sumber daya manusia. Di samping itu, dilihat dari segi aktualisasinya pendidikan
merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru, siswa dan tujuan pendidikan merupakan
komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk triangle, yang jika hilang salah satunya, maka
hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas guru dapat dibantu
oleh unsur lain, seperti media teknologi tetapi tidak dapat digantikan. Oleh karena itulah, tugas guru
sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.
TantanganSecara aktual, guru-guru dihadapkan pada situasi zaman yang terus bergerak dan semakin
kompleks. Tantangan dalam mendidik anak-anak bangsa semakin kompleks. Gambaran Freire dan
KiHadjar Dewantara yang memosisikan guru sebagai kompas kemanusiaan semakin terkikis di era
pragmatis ini. Setidaknya ada tujuh hal yang menyebabkan guru semakin sulit untuk mendidik anak-
anak bangsa, antara lain :
1. terkait dengan visi mendidik anak di tengah semakin pragmatisnya cara pandang
masyarakat. Mendidik dipersempit sebatas transfer pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi anak-anak di di dunia kerja. Guru gagal menjadi intellectualtransformative
seperti yang disebut Henry Giroux.
2. pemosisian guru dalam lingkup administratif dan manajemen pembelajaran semata. Pada
posisi ini guru menjadi petugas yang menyelesaikan berbagai tagihan administratif atau
memberikan penilaian kepada siswa.
3. tantangan sosiokultural yang terkait dengan pola adaptasi yang dihadapi ketika mengajar
siswa yang beragam. Guru masih cenderung gebyah-uyah ketika mengajar. Bagaimana guru
memahami keberagaman peserta didik dari berbagai latar menjadi penting. Guru perlu
responsif terhadap konteks geografis, sosiokultural, dan demografis ketika mereka
mengajar.
4. keterbatasan untuk meningkatkan kapasitas seperti peluang mendapat pelatihan dan
beasiswa. Peluang untuk mendapat beasiswa baik untuk melanjutkan studi maupun
pelatihan bagi guru menjadi sangat penting. Prioritas utama ialah bagi mereka yang memiliki
keterbatasan akses.
5. rumitnya persoalan kesejahteraan dan perlindungan bagi guru honorer. Rencana
pemerintah untuk mengangkat guru PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja)
pada 2021 perlu dipantau dengan saksama. Harapannya tentu perbaikan kesejahteraan dan
perlindungan bagi para guru honorer.
6. terkait dengan problem antargenerasi atau generation gap. Tak semua guru memiliki
kecakapan membangun interaksi yang egaliter. Generation gap terjadi ketika guru masih
memosisikan siswa sebagai sosok yang berjarak dengan mereka. Guru tidak dapat
membangun ruang dialog dengan prinsip among, ngemong, momong ala KiHadjar
Dewantara.
7. tantangan dalam penguasan media digital. Sering kali penguasaan media digital semata
untuk pemenuhan penunjang kegiatan pembelajaran. Padahal, yang lebih penting ialah
bagaimana guru melek digital. Peran guru di sini memandu para siswa mengarungi beragam
hoaks yang tersebar di media sosial. Problem lainnya ialah ketimpangan akses digital yang
masih terbuka lebar.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme
adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Dengan kondisi ini guru
harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif dan bijaksana.
2. Krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia. Akibat penaruh iptek dan globalisasi
telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang
sangat menunjang tinggi morlitas kini kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan
globalisasi.
3. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam
masyarakat.
4. Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia. Sebagai bangsa dan negara ditengh
bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga
negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan negara
Indonesia. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda.
Hal ini dapat dilihat dari beberap indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada
kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan. Melihat
realitas diatas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu
memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehdupan
berbangsa dan bernegara.
5. Adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.Kondisi di atas
membutuhkan membutuhkankesiapan yang matang terutama dari segi kualitas sumber daya
manusia. Dibuthkan SDM yang handal dan unggul yan siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Dunia pendidikan pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
menciptakan SDM yang digambarkan seperti di atas. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang
visioner, kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan
sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat yang sedang
dan terus berubah.
1. Ketahui tujuan
Tujuan kita berkomunikasi akan sangat menentukan cara kita menyampaikan informasi. Kejelasan
tujuan dalam berkomunikasi harus diketahui sebelum kita berkomunikasi.
Kita harus sadar dengan siapa kitta bicara. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai tingkatan usia.
Mengkomunikasikan materi pelajaran dengan siswa TK tentu berbeda ketika kita menhadapi siswa
SMU
3. Respek
Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan bisanya akan
menimbulkan kesan serupa dari penerima pesan. Guru akan sukses berkomunikasi dengan siswa bila
ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka siswa pun akan melakukan hal yang
sama ketika berkomunikasi dengan guru.
4. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi
orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti
orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Guru yang baik tidak akan menuntut
siswanya untuk mengerti keinginannya, tetapi ia akan berusaha memahami siswanya terlebih
dahulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya.
5. Audible
Audible berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus bisa
disampaika dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh penerima pesan. Raut muka yang cerah,
bahasa tubuh yang baik, kata-atta yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk kedalam komunikasi
yang audible.
6. Jelas Maknanya
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pamahaman, selain
harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan siswa, guru harus berusaha agar pesan
yang disampaikan bisa jelas maknanya. Upayakan untuk menghindari kata-kata yang memiliki arti
ganda atau multi penafsiran.
7. Humble
Humble berarti “rendah hati”. Sikap rendah hati member kemungkinan pada terciptanya kehidupan
yang penuh energi. Kesombongan, merasa paling hebat, dan merasa paling unggul hanya akan
membuat manusi kalah dalam segala hal.
Pengaruh kawan sebaya terhadap anak, utamanya remaja, sangat besar. Steven
Parker, ahli bahasa, psikolog sekaligus ilmuan kognitif asal Kanada bahkan
mengatakan, "Pemikiran bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh
orangtua adalah omong besar. Kelompok teman sebaya anak atau remaja lah
penentu yang jauh lebih besar dibanding aspirasi orang tua. Hal ini akan terkait
dengan perkembangan dan prestasi mereka nantinya.”
Hal itu mudah dipahami bila melihat pada usia remaja, persentase waktu anak
bergaul dengan kawan sebayanya jauh lebih besar daripada berkumpul dengan
orang tua.
Saat berkumpul dengan kawan sebaya itulah, terjadi proses pertukaran pengaruh,
seperti penampilan, sikap, dan bahkan perilaku.
Banyak orangtua tidak terlalu mempermasalahkan anak remaja banyak bergaul
bersama kawan sebayanya. Alasannya, itu hal yang normal, dan hak remaja.
Masalah yang muncul kemudian, tidak jarang hubungan antara remaja dan orangtua
menjadi kurang dekat bahkan sering melahirkan konflik.
Menurut Sahabat Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada beberapa
strategi untuk menguatkan komunikasi dengan anak:
1. Menghargai keberadaan kawan sebaya
Dukunglah anak remaja untuk bergaul dengan kawan sebayanya. Namun, pastikan
bahwa pergaulan remaja itu membawa dampak positif bagi anak. Akan lebih baik
lagi apabila orang tua kenal dengan kawan-kawan anak dan sesekali ikut bergaul.
Lakukan pembicaraan dengan anak tentang kawan teman-temannya sebagai bentuk
penghargaan atas keberadaan mereka.
2. Nasehati anak dengan halus namun tegas
Perlu disadari, berbicara kasar membuat anak remaja tergores harga dirinya. Apabila
orangtua memiliki tujuan untuk menasehati lakukan dengan cara halus namun tetap
tegas. Hal tersebut membuat anak remaja mau menerima nasehat dengan baik pula.
3. Sering mengajak anak mengobrol santai
Sesibuk apapunorangtua, sempatkan waktu untuk berbagi, berbincang dan diskusi
dengan anak tentang berbagai macam hal. Topik-topik tersebut bisa tentang
kegiatan ekstrakurikuler, perkembangan akademik, film yang sudah ditonton
bersama kawan, piala dunia atau topik-topik serius seperti korupsi di Indonesia dan
sebagainya. Interaksi dan komunikasi intens membuat hubungan orang tua dan anak
lebih kuat dan harmonis.
4. Memberi contoh nyata
Dalam aktivitas pengasuhan, contoh ataupun teladan adalah kunci utama
penanaman perilaku positif pada anak. Bila orangtua juga memperlakukan orang tua,
kakek atau nenek, maka remaja tersebut mendapatkan contoh dan teladan nyata
dalam berperilaku.
BAB III KESIMPULAN
Suatu kondisi yang menyenangkan apabila guru dapat menunjukkan sikap yang akrab, bersahabat
dan memahami situasi di dalam kelas saat mengajar dan saat ia di luar kelas. Pendidikan menurut
Meier (2002:41) bertujuan menyiapkan manusia untuk menghadapi berbagai perubahan yang
membutuhkan kekuatan pikiran, kesadaran dan kreatifitas Proses belajar mengajar akan senantiasa
merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi di mana siswa sebagai pihak yang
belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar.
Tantang Pendidik Secara umum tantangan yang dihadapi guru di era globalisasi dan multicultural ini
adalah bagaimana pendidikan mampu mendidik dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing
tinggi (qualified), atau justru malah “mandul” dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang
penuh dengan kompetensi dalam berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di bidang politik
dan ekonomi, mampu melakukan riset secara koperhensif di era reformasi serta mampu
membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang
visioner, kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan
sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat yang sedang
dan terus berubah.
Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak (hardskills-
softskills) Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran
perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar
sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra
hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang
menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan
komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari
konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
Didi Supriadi dkk, Komunikasi Pembelajaran, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan
Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007
Fathurrahman, Pupuh & M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penamaan
Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung : Refika Aditama