Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dengan
demikian, maka  tinggi rendahnya kualitas pendidikan itu sangat tergantung
bagaimana kualitas proses pembelajaran. Olehnya itu, diharapkan adanya upaya
yang maksimal dari segenap praktisi pendidikan khususnya guru untuk mengatur
dan merancang kondisi pembelajaran yang kondusif demi tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I  pasal 1 ayat 20 bahwa “pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Seorang guru sebagai penentu gerak maju kehidupan bangsa dan sekaligus
bertanggung jawab dalam menentukan arah pendidikan anak, maka seyogyanya
bersikap sebagaimana mestinya melalui upaya peningkatan kualitas
pembelajaran  Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis
dan tugas administrasi.  Rifai (1989) mengemukakan bahwa:
Didalam situasi pengajar, gurulah yang memimpin dan bertanggung jawab penuh
atas kepemimpinan yang dilakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan
tidak berdiri dibawah intruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah masuk
dalam situasi kelas.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka guru dalam hal ini


berkedudukan sebagai manajer pembelajaran, sehingga berhasil tidaknya kegiatan
pembelajaran merupakan tanggung jawab dari guru. Salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh guru bahwa untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
kondusif dalam konteks kelas, maka  kemampuan pengelolaan kelas sangat
memegang peranan penting. Pengelolaan atau manajemen kelas dalam hal ini
merupakan upaya untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif melalui upaya
preventif dan kuratif terhadap masalah perilaku menyimpang siswa serta segala
indikasi yang dapat mengganggu keberlangsungan proses belajar.
Perilaku menyimpang siswa merupakan kasus yang sering dijumpai dalam
kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut Rachman (1997: 191) mengatakan bahwa:
Terdapat beberapa faktor atau sumber yang dapat menyebabkan timbulnya
masalah-masalah yang dapat mengganggu terpeliharanya kondisi pembelajaran.
Faktor-faktor tersebut bersumber dari masalah yang muncul dari guru, dari siswa,
dan dari lingkungan.

Oleh karena besarnya peluang munculnya masalah yang bersumber baik dari
guru, siswa maupun lingkungan, maka guru dalam hal ini dituntut untuk menguasai
pendekatan-pendekatan dalam manajemen kelas. Salah satu bentuk pendekatan
manajemen kelas yakni pendekatan buku masak.
Namun fenomena  yang sering kita jumpai menunjukkan bahwa tidak semua
guru memiliki kemampuan dalam mengendalikan dan memelihara kondisi kelas.
Sebagian guru terkadang kewalahan dalam menghadapi masalah-masalah yang
muncul di kelas khususnya pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Dan lebih
ironis karena beberapa kasus menunjukkan adanya tindak kekerasan dan benturan
fisik yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya yang melakukan pelanggaran.
Tindakan ini tentunya menunjukkan suatu sikap yang tidak profesional yang dapat
menurunkan wibawa guru sebagai seorang pendidik.
Masalah tindak kekerasan yang sering dilakukan oleh sebagian guru
merupakan masalah yang sering  menjadi bahan pembicaraan dalam dunia
pendidikan saat ini. Sebagaimana dalam harian Fajar yang termuat dalam
edisi  bulan februari tertanggal 3 februari 2008 mengutip tentang sebuah kasus
seorang guru SD 2 ujung tanah kota Makassar terpaksa berurusan dengan pihak
yang berwajib karena terkait kasus tindak kekerasan terhadap siswanya di kelas.
(Harian Fajar, 2008:15).
Fenomena di atas merupakan kasus yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Kasus yang digambarkan tersebut merupakan fenomena yang telah merusak citra
seorang guru sebagai tenaga pendidik profesional.  Tindak kekerasan dan perilaku
kasar dari guru terhadap siswa ang bermasalah bukanlah merupakan jalan terbaik
untuk memelihara kondisi kelas yang kondusif.
Tentunya fenomena di atas membutuhkan jalan keluar, karena apabila hal
tersebut dibiarkan semakin berlarut, maka  akan mendatangkan dampak negatif
terhadap peserta didik. Guru yang berwatak keras dan berprilaku kasar tentunya
akan membawa dampak psikologis yang buruk bagi peserta didik. Siswa akan
merasa ketakutan, tidak percaya diri ketika berhadapan dengan gurunya, dan malah
pada siswa tertentu yang memiliki watak keras dan pembangkang malah akan
melawan, berontak, dan  memaki guru apabila mereka mendapat
tekanan.                                                                                                                         
                                                                 
Untuk mengantisipasi hal terebut di atas, maka seorang guru dituntut mampu
menguasaai berbagai pendekatan dalam proses pengelolaan kelas. Salah satu
pendekatan pengelolaan kelas yang tepat untuk menciptakan suasana kelas yang
kondusif adalah melalui penerapan pendekatan buku masak.
Pendekatan buku masak merupakan pendekatan dalam manajemen kelas
yang berbentuk rekomendasi yang berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan atau
yang tidak boleh dilakukan oleh seorang guru apabila diperhadapkan pada masalah
dalam proses pembelajaran di kelas (Rachman, 1997: 54).
Selanjutnya Kartadinata (1997: 77) mengemukakan bahwa  “manfaat dari
pendekatan buku masak yakni sebagai acuan atau resep yang dapat digunakan oleh
guru untuk meningkatkan tingkat kedisiplinan siswa melalui penegakan tata tertib
baik di kelas maupun di luar kelas”. Olehnya itu, melalui pendekatan buku
masak  akan memudahkan guru dalam upaya penciptaan suasana kelas yang
kondusif  yang dapat mendukung terjadinya proses belajar yang optimal.
Dengan demikian, apabila  pendekatan buku masak diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran, maka akan memberikan dampak positif berupa terciptanya
suasana kelas yang mendukung siswa untuk belajar, di sisi lain juga merupakan
salah satu metode dalam rangka mempertahankan suasana disiplin di kelas.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis mengangkat judul Karya
Tulis Ilmiah (KTI) “Peranan Pendekatan Buku Masak dalam Menciptakan Suasana
Kelas yang Kondusif”
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut : ” Bagaimana Peranan Pendekatan Buku masak dalam
Menciptakan Suasana Kelas yang Kondusif”?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu : ”Untuk
mengetahui Peranan Pendekatan Buku masak dalam Menciptakan Suasana Kelas
yang Kondusif”.

BAB II

PEMBAHASAN

               

A. Pendekatan Buku Masak


1. Pengertian Pendekatan Buku Masak
Pendekatan buku masak merupakan sebuah pendekatan dalam manajemen
kelas.  Untuk mengetahui pengertian tentang pendekatan buku masak, secara
teoretis terdapat beberapa pendapat para ahli di antaranya: Rachman (1999: 54)
mengemukakan bahwa:
kelas. Daftar tentang hal-hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan ini
dirumuskan oleh guru atau dapat dilihat dari berbagai sumber.
Selanjutnya Kartadinata (1997: 77) menjelaskan bahwa: “pendekatan buku
masak merupakan kombinasi dari berbagai pandangan, merupakan himpunan resep
bagi guru, pendekatan ini disebut buku masak karena berisi rkitan daftar tahap demi
tahap tentang apa yang harus dilakukan oleh guru”. Pendekatan buku maska adalah
pendekatan berbentuk rekomendasi berisi daftar hal-hal yang harus dilakukan dan
yang tidak harus dilakukan oleh seorang guru apabila menghadapi berbagai tipe
masalah manajemen
Sementara Suranto (2005: 34) mengatakan bahwa: “pendekatan buku masak
merupakan sebuah pendekatan manajemen kelas yang berupa serangkaian
daftar  dan petunjuk tentang apa yang hendak dilakukan dan tidak dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi di kelas”. Dalam hal ini guru menentukan resep yang
akan dilakukan setelah mempelajari kondisi aktual kelas termasuk kebutuhan dan
karakteristik murid.
Dari pengertian-pengertian di atas, meskipun terdapat perbedaan rumusan
redaksi, namun pada dasarnya memiliki maksud dan tujuan yang sama tentang
defenisi pendekatan buku masak.sehingga dapat kita kemukakan bahwa secara
umum pendekatan buku masak merupakan serangkaian daftar dan petunjuk tentang
apa yang harus dialkukan dan tidak dilakukan yang berguna sebagai resep bagi
guru dalam manangani masalah manajemen kelas.
2. Kelebihan dan kekurangan Pendekatan buku masak
          Penerapan pendekatan buku masak dalam menangani masalah manajemen
kelas memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Suranto (2005: 36)
mengemukakan tentang kelebihan dan kekurangan pendekatan buku masak  yakni:
a.       Kelebihan Pendekatan Buku Masak
     Di antara kelebihan pendekatan buku masak sebagai berikut:\
1)      Merupakan resep bagi guru sehingga guru dapat menentukan langkah pencegahan
dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar
di kelas.
2)      Merangsang terciptanya kedisiplinan guru dan siswa
3)      Dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif karena guru dan siswa
mengetahui apa yang harus dan apa yang dilarang untuk melaksanakannya.
4)      Dapat mengarahkan tindakan guru secara sistematis karena buku masak dibuat
secara teratur dan bertahap.
b.      Kekurangan Pendekatan Buku Masak
1)      Seringkali guru yang menggunakan pendekatan ini kaku dan monoton hanya
berpedoman pada resep yang sudah ada.
2)      Memerlukan kepiwaian guru dalam menyusun resep yang sesuai dengan kondisi
aktual kelas.
     Dari rumusan di atas, maka diharapkan seorang guru untuk dapat mengetahui
kelebuihan dan kekurangan pendekatan tersebut sehingga dalam penerapannya
guru dapat meminimalisir kekurangan pendekatan buku masak sehingga dapat
diterapkan secara efisien dan efektif.
3. Langkah-langkah Penyusunan Buku Masak
          Sebelum guru  menyusun resep buku masak, maka menurut Suranto (2005: 42)
mengatakan bahwa guru harus memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menginventarisasi masalah-masalah siswa yang sering muncul dalam konteks
kelas. Inventarisasi masalah ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data
perilaku siswa yang bermasalah malalui catatan harian guru.
b.      Guru membuat catatan dan mempelajari tindakan yang pernah dan yang sering
dilakukan pada saat menghadapi masalah di kelas serta dampaknya terhadap
siswa. Hal ini berguna unutk mengevaluasi tindakan guru yang efektif dan tidak
efektif.
c.       Guru merumuskan resep tindakan yang efektif  yang harus dilakukan serta resep
tindakan yang perlu dihindari baik oleh guru maupun siswa.
d.      Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan resep
tindakan termasuk fasilitas yang mendukung.
e.       Mensosialisasikan resepbuku masak kepada siswa, dalam hal ini guru harus
terbuka mendengarkan dan menampun masukan dan saran dari siswa.
f.       Langkah pelaksanaan resep buku masak. Pada langkah ini, guru menerapkan daftar
tindakan yang teah disusun dalam menangani masalah manajemen kelas yang
muncul.
g.      Merefleksi pelaksanaan buku masak
      Dalam mengevaluasi pelaksanaan penerapan buku masak, guru harus membuat
catatan sebagai refleksi terhadap perkembangan situasi kelas. Dalam hal ini guru
dapat membuat daftar pertanyaan yang dapat digunakan sebagai bahan refleksi.
      Refleksi adaah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi
baik pada diri siswa, suasana kelas dan pada diri guru. Guru sebagai evaluator
menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh mana pendekatan buku
masak dapat mengahsilkan perubahan secara signifikan. Pada kegiatan merefleksi,
terdapat beberapa pertanyaan penting  yang perlu diperhatikan seperti: “benarkah
perubahan yang terjadi sebagai akibat dari tindakan atau perlakuan yang dikenakan
guru terhadap siswa berdasarkan resep ataukah karena penyebab lain?”,
“Perubahan apa sajakahyang terjadi pada diri  siswa, pada suasana kelas, dan yang
terjadi pada diri guru sendiri?”, “Apakah perubahan dan peningkatan ke arah yang
lebih sudah sesuai dengan harapan?”, “Apakah masih mungkin diadakan perbaikan
dan penyempurnaan buku resep?”, “Bagaimana jika dilihat dari segi efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan apakah sudah memadai?, dan sebagainya.
        Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membawa guru untuk merenungkan
secara mendalam  kemudian dapat menentukan langkah apa yang dilakukan
sebagai bahan tindak lanjut.  
h.      Melakukan modifikasi resep buku masak apabila ada hal-hal yang dianggap tidak
sesuai dengan kondisi siswa dan kelas ataukah ada yang perlu disempurnakan. Hal
ini dilakukan untuk menghindari kondisi yang kaku dan monoton dengan kata lain
guru mempertimbangkan fleksibilitas tindakan.
       Apabila Langkah-langkah tersebut di ats dapat dipahami dan dilaksanakan oleh
guru, maka penerapan pendekatan buku masak dapat optimal.
B. Suasana Kelas yang Kondusif
1. Pengertian Suasana Kelas yang Kondusif                                                
     Salah satu faktor penting dalam pembelajaran adalah  kondisi atau suasana
kelas. Faktor suasana kelas merupakan faktor penunjang keberhasilan
pembelajaran, dalam hal ini suasana kelas yang kondusif. Menurut Rachman (1999:
114) mengemukakan bahwa: “suasana kelas yang kondusif merupakan sebuah
kondisi kelas yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran secara optimal”.
       Selanjutnya Kartadinata (1997: 82) menjelaskan bahwa “suasana kelas yang
kondusif adalah suasana kelas yang dikehendaki sehingga mendukung pencapaian
tujuan pembelajaran”.
       Sementara menurut Suranto (2005: 19) mengatakan bahwa “suasana kelas
yang kondusif adalah kondisi kelas yang aman, nyaman dan menunjang proses
pembelajaran efektif”.
       Berdasarkan uraian pengertian di atas, maka secara umum dapat diartikan
bahwa suasana kelas yang kondusif adalah kondisi kelas yang dikehendaki dan
memungkinkan terjadinya proses belajar yang efektif sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara optimal.
2. Faktor-faktor yang Mendukung Suasana Kelas yang kondusif
         Dalam upaya penciptaan suasana kelas yang optimal, maka guru harus
memahami faktor-faktor yang mendukung terciptanya suasana kelas yang kondusif.
Menurut Rachman (1999: 115) mengatakan bahwa” terdapat beberapa faktor yang
mendukung terciptanya suasana kelas yang kondusif di antaranya faktor fisik, faktor
sosioemosional, dan faktor organisasional”
    a. Faktor Fisik
       Faktor fisik kelas mempunyai pengaruh penting terhadap penciptaan suasana
kelas yang kondusif. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat
akan mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai
pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
       Guru harus menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan
pendidikan peserta didik. Melalui teknik motivasi yang kuat, guru dapat memberikan
kontribusi iklim kelas yang sehat. Kondisi dan lingkungan hendaknya menjadi
perhatian dan kepedulian guru agar siswa dapat belajar secara optimal. Kondisi dan
lingkungan fisik yang perlu menjadi perhatian dan kepedulian guru dalam menunjang
suasana keas yang kondusif sebagai berikut:
a)      Ruangan tempat berlangsungnya pembelajaran
      Ruangan tempat beajar harus memungkinkan  peserta  didik   bergerak
bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan, sehingga tidak saling mengganggu satu
sam alinnya pada saat terjadi aktivitas pembelajaran. Besarnya ruangan kelas
sangat tergantung kepada beberapa hal: (1) jenis kegiatan daam kelas, (2) jumlah
siswa yang melakukan kegiatan baik kegiatan bersama, klasikal, maupun
perorangan.
       Jika ruangan tersebutmempergunakan hiasan atau dekorasi, maka pakailah
dekorasi yang mempunyai nilai pendidikan yang secara tidak langsung memberi
terapi terhadap siswa yang sering melanggar kedisiplinan. Misalnya pernataan-
pernyataan yang baik, anjuran-anjuran, gambar tokoh sejarah, peraturan yang
beraku, dan perilaku-perilaku yang sebaiknya dilakukan. Ruangan belajar yang
merupakantempat belajar siswa dan guru melaksanakan kegiatan belajar terdiri atas
kelas, laboratorium, dan ruangan serbaguna (Rachman, 1999: 117).
       Kelas sebagai tempat belajar diharuskan memenuhi syarat antara lain: (1)
berukuran 8m x 7m, (2) dapat memberikan keleluasaan bergerak, komunikasi,
pandangan dan pendengaran, (3) cukup cahaya dan sirkulasi udara.
(b)   Pengaturan tempat duduk
 Dalam mengatu tempat duduk, maka hal yang penting adalah memungkinkan
terjadinya tatap muka. Dengan posisi seperti itu, guru sekaligus mengontrol tingkah
laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran
pengaturan pembelajaran. Beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk antara
lain:
1)      Pola berderet atau berbaris berjajar
Pengaturan tempat duduk seperti ini adalah pengaturan yang paling populer. Pada
umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Pada situasi
tertentu misalnya jika ada siswa yang tidak dapat melihat dari jauh dan
pendengarannya kurang, atau jika banyak yang berbuat gaduh, siswa tersebut
didudukkan pada tempat duduk di deretan terdepan tanpa menghiraukan tinggi
badannya. Tipe pengaturan tempat duduk seperti ini sangat cocok pada
pembelajaran formal. Namun demikian terdapat beberap kekurangan dari
pengaturan dengan model ini karena dapat mengurangi keleuasaan siswa dalam
belajar, kurang kerjasama antar siswa, dan komunikasi terbatas.
2)      Pola susunan  berkelompok
Pola ini mengatur tempat duduk siswa secara berkelompok. Cara ini memungkinkan
siswa untuk dapat berkomunikasi dengan sesamanya dan dapat berpindah dari satu
kelompok ke kelompok lainnya. Pola ini memungkinkan siswa untuk saling
bekerjasama dalam kegiatan pembelajaran.

3)      Formasi tapal kuda


Pola ini menempatkan posisi guru berada di tengah-tengah para siswanya. Pola
semacam ini dapat dipakai jika pelajaran hanya memerlukan diskusi antar siswa
atau dengan guru. Posisi guru dalam pengaturan tempat seperti ini terpisah dari dari
kelompok, namun tetap kelompok dalam pengawasan guru.
4)      Pola lingkaran atau persegi
Pola pengaturan ini baik juga untuk kegiatan pembelajaran diskusi.  Berbeda dengan
tapal kuda, hakikatnya tidak ada pemimpin kelompok. Formasi ini tepat seandainya
ada alat yang mau ditunjukkan atau diperagakan.
(c)    Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
        Suhu, ventilasi  dan penerangan merupakan aset penting dalam menciptakan
suasana kelas yang kondusif. Oleh karean itu, ventiasi harus cukup menjamin
kesehatan siswa. Jendea harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya
matahari dapat masuk, serta udara sehat dapat masuk.
(d)   Pengaturan penyimpanan Barang-barang
        Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai
kalau segera diperlukan untuk kepentingan kegiatan belajar. Barang-barang yang
karena nilai praktisnya tinggi, maka dapat disimpan di dalam kelas misalnya buku
dan sebagainya. Pengaturan penyimpanannya harus rapi dan tidak mengganggu
gerak kegiatan siswa.
b.   Kondisi Sosioemosional
Kondisi sosioemosional akan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
menciptakan suasana  kelas yang kondusif. Kondisi sosioemosional tersebut
meliputi:
(1)   Tipe Kepemimpinan
       Peranan guru, tipe kepemimpinan atau administrator akan mewarnai suasana
emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan
menghasilkan siswa apatis dan agresif.
       Tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan pada sikap yang demokratis
lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar
saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat menciptakan terciptanya
ikim kelas yang menguntungkan bagi terciptanya proses pembelajaran yang optimal.
Siswa akan belajar secara produktif dan masalah manajemen kelas dapat
diminimalisir.
       Dalam upaya menciptakan suasana kelas yang optimal, guru harus
menempatkan diri sebagi model, pengembang, perencana, dan fasilitator (Centra,
1990)
(a)    Guru sebagai model adalah guru yang tidak menuntut banyak disiplin kaku
melainkan memberikan contoh dan menjadi tauladan bagi siswanya
(b)   Guru sebagai pengembang adalah guru yang ahli daam meaksanakan  tugas
dengan format yang benar dan tepat
(c)    Guru sebagai perencana adalah guru yang ahli dalam mengatur kelas sebagai tata
ruang belajar
(d)   Guru sebagai pembimbing yakni guru yang saling membelajarkan antara dirinya
dengan sesam dan siswnya                                         
(e)    Guru sebagai fasilitator adalah guru yang menyadari bahwa pekerjaannya
merespon tujuan para siswa dan memberikan otonom kepada siswa.
(2)   Sikap Guru
      Sikap guru yang menghadapi siswa yang meanggar hendaknya tetap sabar dan
tetap bersahabat dengan satu keyakinan bahwa tingkah laku siswa akan dapat
diperbaiki. Terimalah siswa dengan hangat sehingga ia dapat menyadari
kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak, ciptakan suatu kondisi sehingga
siswa dapat sadar dari kesalahannya sehingga ia ada dorongan untuk
memperbaikinya.
(3)   Suara Guru
      Suara guru meskipun bukan faktor yang besar akan tetapi juga menunjang
terciptanya suasana belajar yang kondusif. Suara guru yang senantiasa tinggi atau
rendah tentunya akan menyebabkan suasana gaduh. Keadaan yang seperti ini juga
akan membosankan sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara yang
relatif rendah dan berwibawa tentunya akan merangsang siswa untuk berani
berbicara, mengajukan pertanyaan, dan melakukan percobaan sendiri.
(4)   Pembinaan hubungan baik
       Pembinaan hubungan baik antar guru dengan siswa sangat berpengaruh
terhadap penciptaan kondisi kelas yang kondusif. Dengan terciptanya hubungan
yang baik antara guru dan siswa diharapkan siswa akan selalu gembira, penuh
gairah dan semangat, bersikap optomis, realistik, serta terbuka terhadap ha-ha yang
ada pada dirinya.
c.       Kondisi Organisasional
       Faktor ketiga yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan suasana kelas
yang kondusif adalah kondisi organisasional. Kegiatan rutin yang dilakukan secara
organisasional dapat mencegah masalah manajemen kelas. Dengan kegiatan rutin
yang telah diatur secara jelas, dapat menanmkan kebiasaan yang baik pada diri
siswa. Kegiatan rutinitas yang perlu terorganisir antara lain:

(1)   Pergantian pelajaran
      Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baiknya siswa tetap berada dalam satu
ruangan dan guru datang ke ruangan tersebut. Tetapi untuk pelajaran-pelajaran
tertentu seperti bekerja di laboratorium, olah raga, kesenian, siswa harus pindah
ruangan. Hal rutin seperti ini hendaknya diatur secar tertib.
(2)   Guru berhalangan hadir
      Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir oleh satu sebab dan lain hal,
maka siswa harus sudah tahu cara mengantisipasinya. Misal siswa disuruh untuk
tetap berada di ruangan kelas dengan tenang dan menunggu guru pengganti selama
waktu tertentu. Bila setelah waktu ditentukan dan guru pengganti belum juga datang,
ketua siswa diwajibkan melapor ke guru piket, kemudian guru piket mengambil
inisiatif untuk mengatasi kekosongan guru tersebut.
(3)   Masalah antar siswa
       Jika terjadi masalah antar siswa yang tidak dapt diselesaikan oeh mereka, ketua
siswa dapat melapor kepada wali kelas untuk bersama-sama memecahkan
permasalahan tersebut.
(4)   Pelaksanaan Upacara Bendera
       Jadwal dan pengaturanupacara bendera harus sudah ditentukan. Pengaturan ini
meliputi giliran yang bertugas baik dari pihak guru dan
pihak siswa. Sehingga semua civitas sekolah tahu persis jadwal, pakaian, dan teknis
pelaksanaannya.
C. Peranan Pendekatan Buku Masak dalam Menciptakan Suasana Kelas yang
Kondusif
         Dalam upaya menciptakan suasana kelas yang kondusif yang mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran, maka seorang guru dituntut untuk memiliki
kemampuan manajerial dalam pengelolaan kelas. Salah satu pendekatan
manajemen kelas yang dapat menciptakan kedisiplinan dan suasanan kelas yang
kondusif adaah pendekatan buku masak.
       Pendekatan buku masak dalam ha ini memiliki kelebihan yang dapat
merangsang terciptanya kedisiplinan, namun demikian, pendekatan buku masak
juga memiliki kekurangan. Oleh karena itu maka dalam penerapanya, seorang guru
diharapkan mampu memahami kelebihan-keabihan tersebut serta sedapat mungkin
meminimalisir kekurangan yang ada, dan yang paling utama adalah
menguasai  langkah-langkah pembuatan resep buku masak.
        Menurut Kartadinata (1999: 79), bahwa “pendekatan buku masak merupakan
resep guru yang memiiki peranan dalam upaya penciptaan disiplin kelas”. Dengan
terciptanya suasana kedisiplinan di kelas maka tentunya akan berindikasi pada
terwujudnya suasana kelas yang mendukung proses belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
       Secara umum pendekatan buku masak memiliki peranan antara lain:
1)      Sebagai resep bagi guru dalam menentukan langkah pencegahan dan pemecahan
masalah yang dihadapi oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
2)      Merangsang terciptanya kedisiplinan guru dan siswa
3)      Sebagai alat untuk  menciptakan suasana kelas yang kondusif karena guru dan
siswa mengetahui apa yang harus dan apa yang dilarang untuk melaksanakannya.
4)      Dapat mengarahkan tindakan guru secara sistematis karena buku masak dibuat
secara teratur dan bertahap.

                                                                                                   

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
               Berdasarkan rumusan masalah pada bab I, maka adapun kesimpulan dari
karya tulis ini adalah:
 Pendekatan buku masak sebagai salah satu pendekatan dalam manajemen
kelas, memiliki peranan yang sangat penting dalam menciptakan suasana kelas
yang kondusif. Hal tersebut karena pendekatan buku masak dalam manajemen
kelas memiliki peranan antara lain:
pendekatan buku masak memiliki peranan antara lain:
1)      Sebagai resep bagi guru dalam menentukan langkah pencegahan dan pemecahan
masalah yang dihadapi oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
2)      Merangsang terciptanya kedisiplinan guru dan siswa
3)      Sebagai alat untuk  menciptakan suasana kelas yang kondusif  karena guru dan
siswa mengetahui apa yang harus dan apa yang dilarang untuk melaksanakannya.
4)      Dapat mengarahkan tindakan guru secara sistematis karena buku masak dibuat
secara teratur dan bertahap.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan kepada:
1.      Guru sekolah dasar agar menerapkan pendekatan buku masak  sebagai resep
dalam mengendalikan kedisiplinan di kelas sehingga tercipta suasana pembelajaran
yang kondusif.
2.      Sikap siswa agar kiranya dapat mematuhi aturan tata tertib yang ada di kelas
sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
3.      Kepada pembaca yang budiman agar kiranya memberi masukan untuk
kesempurnaan karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul. 3 Februari 2008.   Guru SD 2 Ujung Tanah Kota Makassar Aniaya


Siswanya. Makassar: Fajar Hlm. 18.

Centra, A. 1990. Strategies For Effective Teaching. (Edisi Terjemahan). New York: Haper


Kartadinata, Sunaryo. 1997. Landasan-landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Muslim, Asep. 2003. Undang-undang Sisdiknas. Bandung: Fokus Media.

Rachman, Maman. 1997. Manajemen Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Rifai, Muh. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Suranto. 2005. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.  Jakarta: Insan Cendekia.

Anda mungkin juga menyukai