Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam memahami kandungan ayat-ayat Al- Quran diperlukan pengetahuan tentang
latar belakang turunya ayat-ayat Al Quran, atau yang sering disebut dengan asbabun nuzul .
Asbabun nuzul adalah sebab-sebab turunnya suatu ayat, Asbabun nuzul dapat membantu kita
untuk lebih memahami makna dan kandungan ayat tersebut, serta akan terlepas dari
keraguan- keraguan dalam menafsirkannya. Pada surat Al Qodar, Al Maun, Al kafirun, Al fil,
dan surat Al ashr juga terdapat asbabun nuzul yang mendasari turunnya ayat-ayat tersebut.
Selain itu juga terdapat kandungan isi dari surat- surat tersebut. Dalam makalah ini penulis
juga akan memaparkan hadist tentang hormat kepada orang tua.

B. Rumusan Masalah
a. Apa isi kandungan surat Al falaq?
b. Apa isi kandungan surat An-nas?
c. Apa isi kandungan surat Al-Ikhlas?
d. Apa isi kandungan surat Al-Fatihah?

C. Tujuan
a. Untuk memaparkan isi kandungan surat Al Falaq
b. Untuk memaparkan isi kandungan surat An-nas
c. Untuk memaparkan isi kandungan surat Al Ikhlas
d. Untuk memaparkan isi kansungan surat Al-Fatihah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir QS. Al-Fatihah

Penjelasan surat
Ummul Quran (induk a-Quran) merupakan salah satu nama lain al-Quran.
Mengapa demikian? Karena isi kandungan ketujuh ayatnya merupakan intisari dari al-
Quran. Abul Hasan al-Harralli menjelaskan bahwa al-Fatihah adalah induk al-Quran,
karena ayat-ayat al- Quran seluruhnya terinci melalui kesimpulan yang ditemukan pada ayat-
ayat al-Fatihah.
Tiga ayat pertama dalam surat al-Fatihah mencakup makna-makna yang dikandung
oleh asmaaul Husna. Semua rincian yang terdapat dalam al-Quran yang menyangkut Allah
bersumber dari ketiga ayat pertama itu.
Ajaran tauhid yang terkandung dalam ketiga ayat pertama tersebut adalah sifatiyah
(asma dan sifat), artinya kita meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat keutamaan
sebagaimana yang tersirat pada ayat-ayat tersebut yang mengandung arti pula bahwa Allah
dengan segala sifat kutamaan-Nya (ayat 1), telah mencurahkan segenap kasih sayang-Nya
kepada kita, menciptakan dan mengatur alam semesta untuk kita. Dialah Sang Penguasa alam

2
(ayat 2) sehingga hendaknya kita mengakui dan meyakininya dan memuji kebesaran-Nya
yang telah menciptakan kita semua.
Firman-Nya dalam ayat 5 yang artinya Yang menguasai di hari
Pembalasanmengandung dua makna yaitu, (1) bahwasanya Allah yang menetukan dan Dia
pula satu-satunya yang mengetahui kapan tibanya hari itu. Tidak ada satupun makhluk yang
mengetahui hal tersebut (2) Allah menguasai segala sesuatu yang terjadi dan apapun yang
terdapat ketika itu. Maka jangan Bertindak atau bersikap menentang-Nya, bahkan berbicara
pun harus dengan izin-Nya.
Segala sesuatu yang menjadi penghubung antara makhluk dengan Khalik terinci
dalam Firman-Nya pada ayat Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain.ada kupasan menarik dari
mufassir M. Quraish Syhihab dalam Tafsir al-Misbah bahwasannya kata kami yang
digunakan pada ayat ini mengandung beberapa pesan:
Pertama, untuk ciri khas ajaran Islam adalah kebersamaan. Seorang muslim harus
merasa bersama orang lain, tidak sendirian. Atau dengan kata lain seorang muslim harus
memiliki kesadaran social
Kedua, ibadah hendaknya dilakukan bersama-sama. Karena jika kita melakukannya
bersama-sama, orang lain yang bersama kita akan menutupi kekurangan kita.
Pada ayat 6 ihdina as-shirath al-Mustaqim mencakup segala yang meliputi urusan
makhluk dalam mencapai Allah dan menoleh untuk meraih rahmat-Nya serta
mengesampingkan selain-Nya. Sungguh hanya kepada-Nya kita berharap agar menunjukkan
kita arah tujuan yang benar.

B. Kandungan Surat al Ikhlas

Artinya:
1). Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa 2). Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu 3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia

3
Isi Kandungan Surat Al Ikhlas
AYAT 1
" katakanlah! Dia Allah yang Maha Esa
Dalam ayat pertama ini, menjelaskan tentang keesaan Allah. Yang mencakup keesaan
dzat, sifat, perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada-Nya.
Keesaan dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah
SWT tidak mengandung unsur-unsur atau bagian-bagian . karena bila dzat yang Maha Kuasa
terdiri dari dua unsur atau lebih betapun kecilnya unsur atau bagian itu, maka ini berarti Dia
membutuhkan unsur atau bagian itu, dengan kata lain unsur itu merupakan syarat bagi wujud-
Nya dan ini bertentangan dengan sifat Ketuhanan yang tidak membutuhkan suatu apapun.
Keesaan sifat bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam subtansi dan
kapasitas-Nya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan
menunjukkan sifat tersebut sama. Seperti Rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga
digunakan untuk menunjuk rahmat/kasih sayang makhluk. Namun subtansi dan kapasitas
rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Maha Esa di
dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai subtansi dan kapasitas sifat tersebut.
Keesaan dalam perbuatan bahwa segala sesuatu yang ada di alam raya ini, baik
sistem kerjanya atau sebab dan wujudnya, kesemuanya adalah hasil dari Allah SWT. apa
yang dikehendaki-Nya maka akan terjadi dan apa yang tak dikehendaki-Nya maka tidak
akan terjadi. Tidak ada daya untuk menentangnya. Tetapi ini bukan berarti, Allah
berkehendak sewenang-wenangnya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-
hukum, atau takdir dan sunatullah yang ditetapkan-Nya.
Keesaan beribadah secara tulus kepada-Nya yang merupakan keesaan keempat ini
merupakan perwujudan dari ketiga makna keesaan terdahulu. Ibadah dalam pengartian yang
umum, mencakup segala macam aktivitas yang dilakukan demi karena Allah. Mengesakan
Tuhan dalam, beribadah, menuntut manusia untuk melaksanakan segala sesuatu demi karena
Allah.

AYAT 2
Allah tumpuan harapan
Pada ayat ini menjelaskan tentang kebutuhan makhluk kepada-NYA, yakni hanya Allah
lah yang Maha Esa itu adalah tumpuan harapan yang dituju oleh semua makhluk guna
memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, serta bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dalam ayat kedua ini kata Allah di ulang sekali lagi, setelah sebelumnya di ayat

4
pertama telah disebut. Ini untuk memberi isyarat bahwa siapa yang tidak memiliki sifat asy-
shamadiyah atau dengan kata lain tidak menjadi tumpuan secara penuh, maka ia tidak wajar
dipertuhankan.
AYAT 3
Tidak beranak dan diperanakan
Ayat diatas membantah kepercayaan sementara orang tentang Tuhan dengan menyatakan
bahwa Allah Yang Maha Esa itu tidak wajar dan tidak pula pernah beranak dan disamping itu
Dia tidak diperanakan yakni tidak dilahirkan dari bapak dan ibu.
Dia tidak menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu. Tidak ada
seorang pun yang setara dengan-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Ayat diatas menafikan segala macam kepercayaan menyangkut adanya anak atau ayah
bagi Allah SWT, baik yang dianut oleh kaum musyrikin, Yahudi, Nasrani, Majusi atau
sementara filosof, baik anak tersebut berbentuk manusia atau yang lainnya.[4]

AYAT 4
Tidak ada satupun yang setara dengan-Nya
Setelah menjelaskan bahwa Allah tidak beranak dan diperanakan, ayat diatas menafikan
sekali lagi segala sesuatu yang menyamai-Nya baik sebagai anak atau bapak ataupun
selainnya, dengan menyatakan: Tidak ada satu pun baik dalam imajinasi atau dalam
kenyataan yang setara dengan-Nya dan juga tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-
Nya.

C. Kandungan QS. Al-falaq


Bacaan Surah Al-Falaq

5
Artinya

1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,2. dari kejahatan
makhluk-Nya,3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,4. dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul , 5. dan dari kejahatan
orang yang dengki apabila ia dengki"

Makna dan Isi Kandungan Surah Al-Falaq


1. Rabbul falaq bisa juga berarti Tuhan Yang Membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan, demikian pula yang membelah malam dengan terbitnya fajar.
2. Seperti makhluk hidup yang mukallaf (yang mendapat beban) seperti manusia dan jin,
dan makhluk hidup yang tidak mukallaf, demikian pula makhluk tidak hidup seperti
racun, dsb.
3. Biasanya tukang-tukang sihir dalam melakukan sihirnya membuat buhul-buhul dari
tali lalu membacakan jampi-jampi dengan menghembus-hembuskan nafasnya ke
buhul tersebut. Ayat ini menunjukkan, bahwa sihir memiliki hakikat yang perlu
diwaspadai bahayanya. Untuk mengatasinya adalah dengan meminta perlindungan
kepada Allah dari sihir itu dan dari orang-orangnya.
4. Hasad artinya suka atau senang jika nikmat yang ada pada orang lain hilang darinya.
Namun jika senang pada nikmat orang lain dalam arti, ia senang jika ia memperoleh
pula nikmat itu dan tidak ada keinginan agar nikmat pada orang lain hilang, maka
tidaklah tercela, hal ini dinamakan juga ghibthah.
5. Yakni menampakkan kedengkiannya dan melakukan konsekwensi dari dengki itu
dengan melakukan segala sebab yang bisa dilakukan agar nikmat itu hilang darinya.
Termasuk ke dalam yang hasad adalah orang yang menimpakan keburukan kepada
orang lain melalui matanya (ain), karena hal itu tidaklah muncul kecuali dari orang
yang dengki yang buruk tabiatnya dan buruk jiwanya. Demikian pula termasuk ke
dalam yang hasad adalah Iblis dan keturunannya yang sangat dengki kepada
manusia.
Disebutkan ketiga macam kejahatan itu meskipun telah dicakup dalam firman Allah Taala,
Dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, adalah karena besarnya kejahatan ketiga
macam itu (kejahatan malam ketika telah gelap, wanita-wanita tukang sihir dan orang yang
dengki).

6
D. Kandungan Surat An-Nas

Arti Surah An-Nas


"Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan [yang memelihara dan menguasai] manusia.
(1) Raja manusia. (2) Sembahan manusia. (3) dari kejahatan [bisikan] syaitan yang biasa
bersembunyi, (4) yang membisikkan [kejahatan] ke dalam dada manusia. (5) dari
[golongan] jin dan manusia. (6)" (An-Nas 1-6)
Tafsir dan Makna Kandungan Surah An-Nas
1. Surah yang mulia ini mengandung permintaan perlindungan kepada Allah Tuhan
manusia, Penguasa mereka dan Sembahan mereka dari setan yang merupakan sumber
keburukan, dimana di antara fitnah dan keburukannya adalah suka membisikkan
kejahatan dalam diri manusia, ia perbagus sesuatu yang buruk kepada manusia, dan
memperburuk sesuatu yang sebenarnya baik, ia mendorong manusia mengerjakan
keburukan dan melemahkan manusia mengerjakan kebaikan.
2. Setan disebut Khannas, karena ia menjauh dari hati manusia ketika manusia ingat
kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan meminta perlindungan kepada-Nya agar
dihindarkan darinya. Sebaliknya, ketika manusia lupa mengingat Allah, maka setan
akan mendatanginya dan membisikkan hatinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya,
manusia meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah Tuhan yang mengurus
dan mengatur manusia, dimana semua makhluk berada di bawah pengurusan-Nya dan
kepemilikan-Nya, dan tidak ada satu pun makhluk kecuali Dia yang memegang ubun-
ubunnya dan berkuasa terhadapnya. Demikian pula agar ibadah sempurna, maka
sangat diperlukan perlindungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari kejahatan musuh
manusia, yaitu setan yang berusaha menghalangi manusia dari beribadah dan hendak
menjadikan mereka sebagai pengikutnya agar sama-sama menjadi penghuni neraka.

7
3. Bisikan jahat yang biasanya sumbernya dari jin, bisa juga dari manusia yang telah
menjadi walinya. Selesai tafsir surah An Naas dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya
dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahilladzii binimatihii tatimmush shaalihaat. Kami
berharap kepada Allah agar Dia tidak menghalangi kebaikan yang ada di sisi-Nya
karena keburukan yang ada pada diri kami, karena tidak ada yang berputus asa dari
rahmat-Nya kecuali orang-orang yang zalim, dan semoga shalawat dan salam
terlimpah kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya
dan para sahabatnya semua.
Selesai kitab tafsir ini dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya oleh
seorang hamba yang mengharapkan ampunan dan rahmat Allah, Abu Yahya Marwan Hadidi
bin Musa semoga Allah mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya, keluarganya
dan kaum muslimin semua- pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan 1431 H bertepatan
dengan tanggal 27 Agustus 2010 M. Rabbanaa taqabbal minnaa wafu innaka antal ghafuurur
rahiim.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Surat Al-Fatihah bukan semata-mata bacaan untuk beribadah saja, tetapi juga
mengandung bimbingan untuk membentuk pandangan hidup setiap muslim.
Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya dalam ayat, Alhamdulillah
(Segala puji bagi Allah). Hal itu dikarenakan penyandaran pujian oleh para hamba terhadap
Rabb mereka merupakan sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan itu
merupakan bagian dari perbuatan mereka. Kemudian pada ayat, Iyyaka nabudu wa iyyaka
nastain menunjukkan bahwa ibadah tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah.
Demikian pula meminta pertolongan dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah juga harus
diminta hanya kepada Allah. Kalimat yang pertama menunjukkan bahwasanya seorang
muslim harus melaksanakan ibadahnya dengan ikhlas untuk mengharap ridha Allah yang
disertai kesesuaian amal dengan sunnah Rasulullah SAW. Sedangkan kalimat yang kedua
menunjukkan bahwa hendaknya seorang muslim tidak meminta pertolongan dalam mengatasi
segala urusan agama dan dunianya kecuali kepada Allah. Dan pada ayat, Ihdinash shirathal
mustaqim yang merupakan doa yang termasuk jenis ibadah. Doa ini merupakan permintaan
seorang hamba untuk mendapatkan petunjuk menuju jalan lurus.
Adapun tauhid rububiyah, ia juga sudah terkandung di dalam ayat, Rabbil alamin.
Hal itu disebabkan Allah adalah rabb bagi segala sesuatu, pencipta sekaligus penguasanya.
Pada ayat Maliki yaumiddin Allah adalah rabb segala sesuatu dan penguasanya. Seluruh
kerajaan langit dan bumi serta apapun yang berada di antara keduanya adalah milik-Nya.
Dialah Raja yang menguasai dunia dan akhirat.
Sedangkan tauhid asma wa shifat, maka sesungguhnya ayat kedua telah menyebutkan
dua buah nama Allah. Kedua nama itu adalah Allah dan Rabb sebagaimana di dalam ayat,
Rabbil alamin. Pada ayat ini kata alamin adalah segala makhluk selain Allah. Allah
dengan dzat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maka Dialah Sang Pencipta. Sedangkan
semua selain diri-Nya adalah makhluk.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, at-Tafsir al-Muyassar.


Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin as-Sayuthi, ad-Durr al-Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993).
Abdurrahman bin Nashir as-Sadi, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulash Tafsir al-Quran, (Saudi
Arabia: Wizarah asy-Syuun al-Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Dawah wa al-Irsyad al-
Mamlakah al-Arabiyyah as-Suudiyyah, 1422 H).
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi.
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Jafi al-Bukhari, Al-Jami al-
Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar,(Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H).
Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi,Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt.).
Abu al-Qasim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf an Haqaiq at-Tanzil wa Uyun
al-Aqawil fi Wujuh at-Tawil, (Beirut: Dar at-Turats al-Arabi, tt.).
Abu Muhammad al-Husain bin Masud al-Baghawi, Maalim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath-
Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi, 1997).
Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin),Lubab at-Tawil fi Maani at-
Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).

10

Anda mungkin juga menyukai