Anda di halaman 1dari 31

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MAKALAH GURU
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Adzkia Zahra (K2315004)

Isa Abdullah Alqudsi (K2315038)

Fahrizal Arbi Fauzan (K2315028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, istilah guru bukanlah hal yang asing. Guru adalah seorang
yang memiliki seperangkat koleksi nilai dan kemampuan yang lebih, dimana dengan koleksi
itu dia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Dan guru juga merupakan pendidik atau
agen pembelajaran (learning agent) dengan memiliki peran sebagai fasilitator, motifator,
pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Menurut pandangan lama , guru
adalah sosok manusia yang apatut digugu dan ditiru . Digugu dalam arti segala ucapannya
dapat dipercayai . Ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau
teladan bagi masyarakat . Menurut kamus umum bahasa indonesia, guru di artikan sebagai
orang yang pekerjaannya mengajar dan di maknai sebagai tugas profesi.
Definisi guru menurut pandangan para ahli, yaitu Guru jabatan, dan pekerjaan yang
memerlukan keahlian khusus. Dan pekerjaan seorang guru tidak bisa di lakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih di dapati guru
yang berasal dari luar bidang kependidikan (menurut pandangan Moh. Uzer Usman, 1992:4).
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam suatu proses belajar mengajar, yang
berperan serta dalam usaha untuk membentuk sumber daya manusia yang potensial di bidang
pembangunan (Sardiman, 2001:123). Guru adalah semua orang yang berwenang dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara
klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah (Djamarah, 1994:33). Jadi, pengertian guru
secara khusus dapat di artikan sebagai seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta
yang mempunyai kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
bersetatus sarjana, dan telah mempunyai ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan
undang-undang guru yang berlaku di Indonesia. Sedangkan arti guru secara umum adalah
pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas guru merupakan suatu proses mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif). Mengajar
berarti menruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif). Melatih
berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotorik). Ketiga tugas guru tersebut
harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah dalam melaksanakan tugas
mengajar, seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan. Guru
mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak menyampingkan nilai-nilai
penggunaan ilmu dan teknologi tersebut. Demikian juga dalam melatih para siswa, seorang
guru tidak bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Seorang guru di tuntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut:
1. Berwawasan luas, menguasai bidang ilmu, dan mampu mentransfer atau menerangkan
kembali kepada siswa.
2. Mempunyai sikap dan tingkah laku atau kepribadian yang patut di teladani sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan atau values yang di anut masyarakat dan bangsa.
3. Memilki keterampilan sesuai bidang ilmu yang di milikinya.
Disamping memiliki tugas utama sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih, maka
tugas utama guru menurut Depdikbud (1984:7)
a. Tugas profesional yaitu mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian,
mengajar dalam rangka menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan, dan melatih
dalam rangka membina ketrampilan. Untuk dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik
guru harus memiliki kemampuan profesional yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru yang
meliputi
Menguasai bahan ajar
Mengelola program belajar mengajar
Mengelola kelas
Menggunakan media atau sumber belajar
Menguasai landasan pendidikan
Mengelola interaksi belajar mengajar
Menilai prestasi belajar mengajar
Mengenal fungsi bimbingan dan penyuluhan
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
b. Tugas manusiawi, yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan
mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusia yang optimal, serta pribadi yang
mandiri.
c. Tugas kemasyarakatan, yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat
indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Empati Guru
1. Pengertian Empati
Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang
mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang
sama dengan orang atau kelompok lain.
Sedangkan Eileen R. dan Sylvina S (Kompas, 18 Nop.2006) menjelaskan
bahwa empati adalah kegiatan berpikir individu mengenai rasa yang dia
hasilkan ketika berhubungan dengan orang lain.
Menurut Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan
perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian
mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan
bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain itu.
Istilah empati menurut Jumarin (Panuntun, 2012), berasal dari perkataan
yunani yaitu phatos yang artinya perasaan mendalam atau kuat. Selain itu,
istilah empati juga berasal dari kata einfuhlung yang digunakan oleh seorang
psikolog Jerman, yang secara harfiah yaitu memasuki perasaan orang lain
(feeling into).
Hurlock (1999: 118) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Kemampuan
untuk empati ini mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir
kanak-kanak awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua
individu memiliki dasar kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja berbeda
tingkat kedalaman dan cara mengaktualisasikannya. Empati seharusnya sudah
dimiliki oleh remaja, karena kemampuan berempati sudah mulai muncul pada
masa kanak-kanak awal.

2. Guru dan Empati


Dalam konteks hubungan guru dan siswa empati bermakna afeksi fisikal
atau parsialitas guru terhadap siswanya. Afeksi fisikal bermakna penampakan
fisik atau aura guru terkait langsung atau tidak langsung dengan fenomena
yang dihadapi oleh siswanya. Kata parsialitas bermakna guru mengarsirkan
atau menyentuhkan diri pada sisi siswanya, dalam konteks akademik dan
pedagogis. Empati dikonsepsikan sebagai kemampuan guru dalam "membaca"
siswa. Secara harfiah, empati bermakna kemampuan seorang guru merasakan
emosi siswa atau pribadi - pribadi di luar dirinya, khususnya komunitas sekolah.
Pada konteks guru, kata empati umumnya didefinisikan sebagai
kemampuan guru menerima, mempersepsi, dan merasakan secara langsung emosi
siswanya. Tetapi, empati tidak berarti guru menerima siswa seperti apa adanya,
meski tidak juga bermakna bahwa apa adanya dari siswa itu melahirkan
"empati kepasrahan" dari guru. Empati memang kemampuan guru
memposisikan diri pada diri siswa, namun tetap harus mengemban misi
pedagogis, sehingga posisi itu bisa meningkatkan dinamika proses pembel ajaran
berbasis empati. Empati guru pada siswa tidak identik dengan pasrah pada
keadaan. Keadaan siswa harus diubah dengan cara berempati kepada mereka.
Merujuk pada definisi yang tertuang dalam Wikipedia, dalam konteks
hubungan guru dan siswa, kata empati didefinisikan sebagai kemampuan
guru mengenali, mempersepsi dan merasakan secara langsung emosi siswanya.
Di sini, inti empati, adalah kemampuan guru memposisikan diri ke dalam diri
siswanya tanpa larut dengan keadaan siswanya itu.
Merujuk pada beberapa definisi umum di atas, dalam konteks hubungan
antara guru dengan siswa, empati dapat didefinisikan seperti berikut ini:
a. Empati merupakan pengalaman kesadaran guru pada umumnya.
b. Empati adalah kapasitas guru dalam berpikir dan merasakan diri sendiri ke
dalam kehidupan siswa.
c. Empati merupakan sebuah respon afektif yang muncul dalam diri guru
atas dasar keprihatinan atau pemahaman suasana emosional atau kondisi
siswanya, dan dengan itu muncul kesamaan rasa terhadap apa yang
siswa sedang merasakan atau akan diharapkan oleh siswa untuk
merasakan.
d. Empati melibatkan pengalaman internal guru untuk berbagi ke dalam
diri atas pemahaman momentum suasana psikologis siswanya.
e. Empati merupakan kapasitas guru mengetahui secara emosional apa
yang siswa alami sebagai bentuk kerangka referensi bahwa siswa sebagai
diri sendiri, kapasitas mencontoh perasaan siswa untuk ditempatkan pada diri
sendiri dalam "sepatu" siswa.
f. Berempati (to empathize) bermakna bahwa guru berbagi, merasakan
perasaan atau pengalaman siswa.
g. Empati adalah rasa kebersamaan dalam perasaan yang dialami oleh diri
guru dan yang lain, tanpa membingungkan hubungan di antara dia dengan
siswanya.
h. Empati adalah sebuah respon afektif yang tepat dari guru terhadap siswa
selayaknya situasi yang dihadapi sendiri.
i. Empati sering pula dimaknai sebagai kemampuan guru menempatkan
diri sendiri ke dalam "sepatu siswa", atau cara pengalaman guru memandang
keluar atau emosi siswa ke dalam diri sendiri, sebuah sortir resonansi.
j. Empati berarti perasaan dimana guru ikut merasakan dan memahami
siswa.
k. Empati juga bermakna kemampuan guru menempatkan diri seolah-olah
menjadi seperti siswanya.
l. Empati menjadi salah satu ciri manusia, karena secara naluriah guru
sudah mengembangkan empati sejak masih bayi. Empati yang dimiliki oleh
bayi sangat sederhana, yakni empati emosi.
Menurut Milton J. Bennet, empathy is imaginative intellectual and
emotional participation in another persons experience (ikut serta secara
emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain). Empati hampir sama
dengan simpati. Bila simpati hanya menempatkan diri secara imajinatif pada
posisi orang lain sedangkan empati ikut serta secara emosional dan intelektual
dengan pengalaman orang lain dalam empati seseorang dapat melihat dan
merasakan seperti yang dialami oleh orang tersebut.
Sikap empati perlu terwujud dalam diri guru. Jika tidak terwujud perasaan
empati tersebut, maka seornag guru tidak bisa membantu siswanya. Maka dari itu,
guru perlu memiliki perasaan empati supaya dapat membimbig siswanya. Sifat
empati bukan saja perlu ditanam diri seorang guru, tetapi perlu ditunjukkan
melalui sikap. Selain itu, sikap empati ini harus dikembangkan oleh guru di kelas
yang diajarnya. Sehingga, setiap murid bisa merasakan apa yang dialami oleh
temannya. Bukan malah menjauhinya karena keterbatasan yang dimilikinya. Guru
harus member contoh dulu, agar setiap murid bisa menirunya. Seperti
menemaninya melewati musibah, mengunjunginya ketika sakit. Hal ini sangat
penting untuk menumbuhkan rasa empati murid.
Siswa juga harus berempati terhadap gurunya. Demikian juga guru dengan
komunitas sekolahnya. Empati guru terhadap siswa berkaitan dengan banyak hal,
seperti pikiran, kepercayaan, dan keinginan guru berhubungan dengan perasaan
siswanya. Guru yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan keadaan
jiwa atau suasana hati (mood) siswanya. Karenanya, empati sering dianggap
sebagai semacam resonansi perasaan. Dari perspektif lain dapat dirumuskan
definisi seperti berikut ini. Pertama, empati adalah kemampuan guru menyelami
perasaan siswanya tanpa harus tenggelam ke dalam diri siswa itu. Kedua, empati
adalah kemampuan guru mendengarkan perasaan siswanya tanpa harus larut pada
kondisi siswanya. Ketiga, empati adalah kemampuan guru melakukan respon
atas keinginan siswanya yang tidak terucap.

3. Perkembangan Empati
Menurut Taufik (2012), empati bukanlah sekedar sifat alami yang
dianugerahkan Tuhan yang keberadaannya secara otomatis dimiliki oleh individu,
melainkan potensi-potensi yang harus terus dipupuk dan dikembangkan dalam
berbagai setting kehidupan, termasuk pembelajaran yang diberikan oleh orang tua
kepada anak-anaknya sejak kecil.
Selayaknya dinamika psikologis yang normal, rasa empati berkembang
terus-menerus pada diri seseorang, termasuk guru. Pakar psikologi sependapat
bahwa empati berkembang melalui pentahapan tertentu menuju kematangan
yang tertentu pula. Kematangan atau maturitas dimaksud adalah maturitas empati.
Pada tahun 1997, Douglas Olsen mendefinisikan maturitas atau kematangan
empatik (empathetic maturity) sebagai struktur kognitif yang menentukan
apakah seseorang dapat merasa atau tidak merasa berempati, orang
tertentu merasakannya untuk dan bagaimana besaran anggota kelompok yang
ada. Perbedaan maturitas empatik adalah perbedaan dalam cara seseorang
mengaitkan pemaknaan relasi diri dalam mempersepsi yang lain.
Maturitas empatik berarti dapat mengkonseptualisasikan pengalaman
apakah seseorang "seperti saya" atau "berbeda dengan saya" ini penting, jangan
sampai seorang guru "mau" berempati dengan siswa. salah persepsi, malah
melahirkan ketersinggungan. Memang ada orang gampang kegelian, tertawa,
sedih, gembira, dan sebagainya. Ada juga persoalan tertentu yang dianggap
kecil oleh diri sendiri, sebaliknya masalah besar bagi yang lain. Menurut Olsen
(2001) ada tiga tahap maturitas empatik.
a. Tahap I : pola paling primitif dan tidak umum bagi orang dewasa (most
primitive pattern and not common in adults). Orang-orang tahap ini
memandang orang lain berbeda secara mendasar mentally different)
dengan dirinya. Alasan-alasan bagi orang bertindak, merasakan atau
berpikir dipandangnya benar-benar relevan dan tidak sealur pengalaman
dengan dirinya. Pada fase seseorang melihat dan mempersepsi apa yang
dilakukan oleh orang benar-benar konkrit dan tidak sejalan dengan apa yang
dipersepsi atau dialaminya.
b. Tahap II : Pada fase ini dia mengembangkan pola pikir rasional perilaku
adalah relevan bagi semua orang. Penalarannya atas dan perfasaan asalah
legitimasi untuk tingkat koinsidensi mereka der.zm orang lain. Berbeda
dengan Tahap 1, seseorang melihat orang seperti dirinya sepanjang mereka
mempersepsinya dari cara pandang yang sama. Pada fase ini seorang telah
menyadari, bahwa ketika sakit memerlukan transfusi darah, dia merasa
berempati kepada pas itu karena rasa tanggungjawab melakukan pencegahan.
c. Tahap 3. Pada fase ini rasa saling membutuhkan (mutuality) muncul
sebagai sebuah pertimbangan atas perilaku orang. Orang lain dipersepsi
sebagai manusia pada cara yang sama dengan dirinya, untuk kemuLair
mengkreasi makna ketimbang isi dari makna itu. Persepsi atas orang i au
melahirkan perubahan psikologis pada diri, kemudian lahirlah pengembangan
empati (development of empathy). Seseorang dapat secara mempersepsi
orang lain sepanjang pemahamannya simultan tanpa kontradiksi persepsi
bahwa orang lain bertanggungjawab perilaku prombelatikanya. Berikut ini
disajikan contoh statemen terkait dengan istilah-istilah tersebut di atas.

4. Perilaku Keliru
Di sekolah, hubungan antar subjek, seperti guru dengan guru, guru dengan
kepala sekolah, guru dengan siswa, dan guru dengan staf tata usaha sering kali
dirasakan sebagai barang-barang yang gampang pecah (teachers
relationship are like fragile things). Setiap saat guru membangun hubungan,
namun hampir setiap saat usaha itu dihancurkan oleh tindakan sendiri. Nyaris
setiap saat kata "kebersamaan" diutarakan, hampir setiap saat pula memunculkan
keinginan "kamu" harus sama dengan "saya". Kreatifitas guru pun dirangsang
hanya pada tingkat lisan, dalam praktik birokrasi pendidikan dan kepala sekolah
seseringnya sangat tidak toleran terhadap perbedaan cara kerja.
Demikian juga hubungan guru dengan siswa. Apa pun yang dilakukan guru,
idealnya bermuara pada bagaimana siswa dapat belajar dengan baik. Namun
demikian, masih ditemukan perilaku guru yang hanya dimaksudkan memudahkan
dirinya bekerja, bukan menyederhanakan tindakan untuk membuat siswa dapat
belajar efektif. Guru pun harus menjadi pembelajar sepanjang hayat dan belajar
dari proses pembelajaran. Berikut disajikan perilaku yang masih umum
dilakukan oleh guru-guru di sekolah, juga dosen.
Seharusnya Vs Kenyataan
Siswa diminta kreatif dalam proses belajar Guru tidak mentoleransi perbedaan
Vs
dan mengerjakan tugas-tugas. cara belajar dan mengerjakan tugas.
Pembelajaran berorientasi proses Vs Guru tidak sabar ingin memperoleh
dikedepankan. hasil akhir.
Siswa diminta belajar di rumah secara Vs Guru tidak memberikan tugas secara
rutin dan bermakna. berstruktur.
Vs Guru tidak memberi umpan balik
Siswa diberi tugas-tugas belajar di rumah.
yang cukup kepada siswanya.
Komunikasi guru dan siswa

Vs cenderung satu arah dan siswa


Siswa didorong terampil berbicara.
dituntut menjadi pendengar yang
baik.
Tes esay dan tugas-tugas mengarang
Siswa didorong terampil menulis Vs atau mengungkapkan pengalaman
secara tertulis
Guru tidak mentoleransi siswa yang
Siswa didorong untuk tumbuh percaya diri. Vs berbuat "salah" dalam proses
pembelajaran.
Guru mengembangkan sikap
Siswa didorong memiliki kemampuan dan Vs "instan" dan "pragmatis", serta tidak
keterampilan memecahkan masalah.
sabar ingin mencapai hasil akhir.
Guru bekerja untuk memudahkan siswa Vs Guru bekerja untuk memudahkan
belajar. dirinya.
Vs Guru memposisikan siswa sebagai
Guru dan siswa sama-sama subjek belajar.
objek belajar.

B. Guru yang Sukses


1. Guru yang Unggul
Guru harus mampu menginspirasi siswa. Inilah yang disebut guru inspi-
rasional. Dia harus selalu tampil denan mental yang unggul. Kegiatan
mengajar yang unggul dipandang sebagai proses akademik, dimana siswa
termotivasi belajar secara berkelanjutan, substansial, dan positif terutama
berkaitan dengan bagaimana mereka berpikir, bertindak, dan merasa.
Keunggulan ini juga bermakna suatu proses yang mengangkat motivasi belajar
siswa ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan efek mengjar biasa.
Kegiatan mengajar semacam ini menginspirasi siswa untuk terus belajar,
selayaknya orang terhipnotis karena inspirasi dari gurunya. Seorang guru yang
sangat baik dipandang sebagai salah satu energi yang memberikan kontribusi positif
yang luar biasa terhadap terciptanya suasana belajar siswa, termasuk
membangkitkan minat mereka. Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa
referensi, guru dengan kemampuan mengajar yang unggul memiliki
karakteristik seperti berikut ini :
a. Keahlian Pokok
Memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran secara menyeluruh dan
menunjukkan antusiasme yang menular untuk itu;
Menguasai materi lebih jauh dari sekadar yang tertuang dalam buku teks
standar;
Meneliti dan mengembangkan pikiran-pikiran penting dan asli mengenai
materi pelajaran khusus;
Mendalami secara koninyu mata pelajaran, menganalisis sifat dan
cakupan materi pelajaran, dan mengevaluasi kualitas;
Mengikuti perkembangan secara teratur dalam mata pelajaran terkait
dan pengembangan intelektual bidang lain yang menunjang;
Memiliki minat yang kuat dalam isu-isu yang lebih luas demi
pengembangan intelektual yang mengagumkan
b. Ahli Pedagogis
Menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran yang sesuai dan mampu
mengkomunikasinya dengan jelas;
Menunjukkan sikap positif dan kepercayaan terhadap siswa, serta
secara kontinyu bekerja untuk mengatasi kendala yang mungkin
menghambat kemajuan belajar;
Mengevaluasi dan menilai siswa secara adil dan cepat;
Mendorong siswa berpikir dan memberdayakan diri untuk menemukan
kreativitas mereka sendiri;
Mempromosikan berbagai ide-ide, ekspresi, dan pendapat terbuka yang
beragam, dengan tetap menjaga suasana integritas, kesopanan, dan rasa
hormat ;
Memandu siswa berhasil belajar melalui eksplorasi proses pemecahan
masalah secara kreatif dan kritis, serta dan membantu siswa bergulat
dengan ide-ide dan informasi yang mereka butuhkan untuk
mengembangkan pemahaman mereka sendiri;
Mempromosikan penemuan siswa;
Menjadikan mengajar dan belajar sebagai kegiatan ilmiah;
Menunjukkan rasa komitmen yang kuat bagi komunitas akademis
disamping keberhasilan pribadi di dalam kelas;
Memberikan umpan balik secara teratur, konstruktif, dan obyektif
untuk siswa;
Menemukan cara yang unik dan kreatif untuk menghubungkan siswa
satu sama lain.
c. Komunikator yang unggul
Menunjukkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan yang
efektif
Menunjukkan kemampuan berorganisasi dan keterampilan
perencanaan yang baik
Membantu siswa belajar menggunakan keterampilan berkomunikasi
yang efektif
Mendengarkan dengan penuh perhatian, bersemangat, dan
menunjukkan keakraban
Memanfaatkan alat pembelajaran secara tepat dan efektif
Menyederhanakan dan menjelaskan materi pelajaran yang kompleks,
serta menghasilkan wawasan yang menginspirasi
Menggunakan bahasa sebagai jembatan budaya
d. Mentor yang Berpusat pada Siswa
Menjadikan dan membuat kegiatan belajar siswa sebagai prioritas
tertinggi;
Menyediakan waktu secara ikhlas untuk mempengaruhi motivasi
belajar siswa;
Berusaha untuk merangsang setiap siswa belajar melalui berbagai
metode serta mendorong dan mengundang partisipasi aktif siswa;
Membantu siswa menghubungkan pengalaman pembelajaran dan
memfasilitasi pengembangan pengetahuan dirinya;
Menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mampu memahami
fakta dengan pemahaman dan aplikasi konsep-konsep;
Menanamkan keinginan pada siswa untuk belajar seumur hidup;
Mengilhami mereka untuk mencapai tingkat intelektual yang lebih
tinggi dan tidak menyerah ketika menghadapi kesulitan belajar;
Membuat siswa dengan mudah memahami kepribadiannya
e. Asesor yang Sistematis dan berkelanjutan
Mengembangkan dan menggunakan hasil penilaian untuk terus
meningkatkan pengalaman belajar siswa sesuai dengan tujuan
program;
Menggunakan pendekatan sistematis untuk menilai kemampuan diri
dalam mengajar, menyiapkan bahan belajar yang segar dan baru,
membuat perubahan yang sesuai pada saat yang tepat dan menetapkan
tujuan yang jelas, serta menunjukkan cara berpikir dan bertindak yang
diharapkan dari siswa;
Menciptakan lingkungan yang mengundang umpan balik siswa yang
membangun untuk perbaikan pembelajaran;
Menyesuaikan gaya mengajar untuk mencapai tujuan belajar siswa
yang berhasil;
Mengakui keterbatasan dan kekurangan sendiri, menerima realitas
keterbukaan dan daya kiris siswa, serta belajar dari mereka;
Mendukung upaya pengujian untuk mengetahui keberhasilan kegiatan
pembelajaran.
Pertanyaan selanjutnya adalah calon guru seperti apa yang diinginkan?
Windsor dan Rowland (2005) melakukan survai terhadap sekelompok
administrator sekolah mengenai calon guru yang mereka inginkan.
Administrator sekolah yang disurvai ternyata mnghendaki calon guru yang
memiliki sifat-sifat spesifik atau keterampilan yang merupakan ciri khan dari
seorang guru yang efektif. Karakteristik calon guru yang dikehendaki oleh
administrator sekolah di Amerika Serikat disajikan berikut ini :
1) Memiliki kepribadian yang asli, yaitu tulus dan rendah hati setiap saat.
2) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, tertulis dan lisan. Guru-
guru yang memiliki pola berpikir yang buruk atau berkomunikasi dengan cara
yang tidak jelas dengan cepat akan membawa guru itu segera "keluar" dari
lembaganya bertugas.
3) Menjadi pendengar yang baik dan memahami apa yang dikomunikasikan
kepadanya.
4) Memiliki sikap yang kooperatif. Calon guru yang dikehendaki adalah individu-
individu yang fleksibel dan mudah bekerjasama dengan komunitas sekolah dan
masyatakat.
5) Memiliki pandangan positif pada pengajaran, pembelajaran, dan siswa.
6) Dapat dipercaya dan diandalkan. Guru harus mampu menampilkan peran
guru model untuk siswa dan dia sangat unggul dalam bidang ini.
7) Memahami apa yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang efektif. Mereka
harus mengetahui tentang bagaimana siswa belajar dan bagai mana guru
mampu memfasilitasi proses pembelajaran.
8) Dapat mengelola siswa di dalam dan di luar kelas.
9) Memiliki sikap ambisius untuk mencapai prestasi dan berkinerja terbaik.
Administrator sekolah menghendaki guru yang mampu menjadi pemrakarsa
kegiatan dan aneka acara. Guru yang mereka kehendaki adalah yang bisa
menbuat sesuatu benar-benar terwujud.
10) Memiliki keterampilan kepemimpinan, tampil hati-hati dan tidak
berperilaku kasar.
11) Memiliki pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip yang berlaku umum di
pendidikan psikologi. Calon guru dapat menggunakan dan mengaplikasikan
istilah-istilah seperti "penguatan," "penguasaan," "tujuan pembelajaran," dan
"hasil belajar", khususnya ketika berbicara tentang proses belajar.
12) Memahami materi pelajaran dengan baik dan dapat menyajikannya secara
merangsang dan menarik.
13) Memiliki kemampuan lebih dari satu mata pelajaran. Administrator sekolah
menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan mengajar untuk lebih dari
satu subjek area. Bagi calon guru sekolah dasar, mereka menghendaki calon guru
yang memiliki kemampuan dan keterampilan mengajar di berbagai tingkat
kelas.
14) Memiliki harapan atas standar pribadi yang tinggi dan profesional, namun
tidak menampilkan kekakuan. Bagi mereka, guru yang baik harus
memahami realitas siswanya.
15) Dapat memodifikasi teknik pengajaran untuk mengakomodasi keragaman
kemampuan siswa dan gaya belajar mereka yang berbeda.
16) Dapat menghubungkan kegiatan mengajar dengan tujuan lain dari aneka kegiatan
sekolah.
17) Mampu mengorganisasikan kegiatan bersama guru lainnya. Juga memiliki
kemampuan melakukan tindak lanjut atas aneka kegiatan.
18) Memiliki selera bagus dalam berpakaian. Bagus dalam berdandan akan sangat
mengesankan siswa.
19) Memiliki selera humor yang baik. Tersenyum atau tertawa adalah jarak
terpendek di antara dua orang.
20) Memiliki semangat untuk berkembang sebagai seorang profesional.
Administrator sekolah menghendaki calon guru yang terbuka dengan ide-
ide, teknik, dan pendekatan baru yang dapat meningkatkan efektivitas kerja
guru secara keseluruhan.
2. Guru yang Baik
Semua guru harus baik di mata siswanya. Marie F. Hassett mengemukakan
bahwa ketika berbicara tentang kualitas mengajar seorang guru, fokusnya
berkaitan dengan masalah-masalah teknik, konten, dan presentasi. Tapi banyak
orang yang tahu bahwa guru yang memiliki pengetahuan yang luar biasa, namun
sebagian gagal berkomunikasi secara baik dengan siswanya. Guru semacam ini di
atas kertas sangat hebat penguasaannya di bidang mata pelajaran, tapi sayangnya
siswa bosan atau frustrasi ketika menerima pelajaran darinya.
Banyak orang, termasuk siswa mengakui bahwa mengajar yang baik sering
kali tidak terlalu terkait dengan pengetahuan dan keterampilan dibandingkan
dengan sikap terhadap siswa, materi yang diajarkan, dan pekerjaan itu sendiri.
Lalu, bagaimana karakteristik yang menunjukkan guru yang baik itu? Hal ini tidak
dimaksudkan untuk menjadikan semua ciri-ciri itu harus dipenuhi seluruhnya.
Karena, banyak guru yang oleh siswa dinilai sangat baik ternyata hanya memiliki
beberapa sifat dominan. Karakteristik rinci yang disajikan di sini hanya sebagai
pilihan alat yang memungkinkan guru-guru menciptakan dan mempertahankan
konektivitas di kelas mereka. Guru yang baik bercirikan seperti berikut ini:
Memiliki kesadaran akan tujuan
Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
Mentolerir ambiguitas
Menunjukkan kemauan beradaptasi dan berubah untuk memenuh i
kebutuhan siswa
Merasa tidak nyaman jika kurang mengetahui
Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
Belajar dari berbagai model
Menikmati pekerjaan dan siswa mereka.
3. Sifat dan Ciri Guru Sukses
a. Enam Sifat Guru Sukses
BethLewis mengemukakan pertanyaan "Apa yang kita bisa pelajari
dari guru yang sukses?" Guru-guru yang paling dikagumi adalah mereka yang
tetap ingin tahu pentingnya intelektual dan profesional, baik di dalam
maupun di luar kelas selama beberapa dekade. Mereka menghindari stagnasi di
semua lini dan memelihara gairah yang patut ditiru oleh anak-anak dalam proses
pembelajaran. Mereka tetap hidup dalam kenangan siswa selamanya karena
kreativitas, rasa menyenangkan, dan belas kasihan mereka. Berikut adalah
kualitas guru yang diduga kuat berkontribusi paling sukses bagi karir mengajar
guru.
1) Guru yang sukses memiliki harapan tinggi secara terus-menerus.
Guru-guru yang paling efektif mengharapkan prestasi besar dari murid-
murid mereka, dan tidak menerima begitu saja atas kekurangan prestasi
siswanya. Dalam pendidikan, harapan itu membangun ramalan. Ketika
guru percaya masing-masing dan setiap siswa bisa berprestasi
membubung melampaui batas-batas yang dibayangkan, anak-anak akan
merasakan keyakinan itu dan bekerja dengan guru untuk mewujud-
kannya.
2) Mereka berpikir kreatif. Guru-guru terbaik berpikir di luar kotak, di luar
kelas, dan di luar kondisi yang "normal". Mereka melompat di luar dinding
kelas dan membawa murid mereka bersamanya! Guru-guru berprestasi
mencoba sebanyak mungkin membuat pengalaman kelas menarik dan
mengesankan bagi siswa. Mereka mencari cara untuk mendorong siswa
mereka masuk ke dalam sebuah aplikasi dunia nyata dan mengemas
pengalaman tingkat berikutnya. Berpikirlah taktis, tak terduga, gerakan
yang bertujuan, dan sedikit "gila", maka Anda akan berada di jalur yang
benar.
3) Fleksibel dan sensitif tingkat tinggi. Guru-guru terbaik bergerak
melebihi kebutuhan mereka sendiri dan tetap peka terhadap kebutuhan
orang lain, termasuk siswa, orang tua, kolega, dan masyarakat. Ini
menantang karena setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda,
namun guru yang paling sukses adalah mereka yang memainkan banyak
peran yang berbeda dalam satu hari ketika menerima fluiditas dan
rahmat, sambil tetap jujur terhadap diri sendiri.
4) Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan berkembang atau
kuriositas. Banyak orang yang akrab dengan kondisi stagnan, sinis,
rendah energi yang tampaknya akan menunggu waktu mereka sampai
pensiun, dan menunggu jam mengajar berakhir, bahkan lebih tidak
intensif dibandingkan dengan siswa. Itulah yang tidak boleh dilakukan oleh
guru. Sebaliknya, guru yang paling dikagumi memperbarui energi mereka
dengan belajar ide-ide baru dari guru muda, dan mereka tidak terancam
oleh cara-cara baru dalam melakukan sesuatu di kampus sekolah.
Mereka memiliki prinsip-prinsip inti yang kuat, tapi tetap memiliki
semangat untuk berkembang sesuai dengan perubahan waktu. Mereka
merangkul teknologi baru dan percaya diri dalam bergerak maju ke masa
depan.
5) Mereka adalah manusia sempurna. Guru-guru yang paling efektif
membawa seluruh dirinya untuk pekerjaan. Mereka merayakan
keberhasilan siswa, muncul belas kasih berjuang untuk orang tua,
menceritakan kisah-kisah dari kehidupan mereka sendiri, menertawakan
kesalahan mereka, berbagi kebiasaan unik mereka, dan tidak takut
untuk menjadi manusia sempurna di depan murid-murid mereka.
Mereka mengerti bahwa guru tidak hanya memberikan kurikulum,
tetapi bagi mereka yang terbaik adalah menjadi pemimpin inspiratif ,
menunjukkan siswa bagaimana harus bersikap di semua bidang
kehidupan dan dalam semua jenis situasi. Guru yang hebat mengakui
secara jujur ketika mereka tidak tahu jawabannya. Mereka minta maaf
ketika siswa memerlukan dan memperlakukan siswanya dengan hormat.
6) Guru yang sukses senang belajar dan menjalani kehidupan. Guru-guru di
kagumi memandang banyak hal secara ringan dan menyenangkan, serta
menjadi pembelajar yang serius. Mereka tidak takut untuk menjadi bodoh
karena karena memang selalu menjadi pembelajar dan menikmati
kehidupan dengan segala perkembangannya.
b. Ciri Guru Sukses
Sebagai seorang guru tentu kita tidak ingin menjadi pendidik yang gagal
dan tidak sukses dalam mengajar maka harus ada langkah yang harus kita
lakukan. Oleh Karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengulas tentang
beberapa ciri kesuksesan seorang guru:
1) Pertama, Seorang guru harus sabar dan tidak pilih kasih, guru sebagai
fasilitator harus mampu berlaku sabar, di kelas yang kita ajar sering sekali
kita menemukan siswa yang sulit sekali meangkap pelajaran walaupun
sudah sering diulang namun tetap saja tidak bisa, di sinilah kesabaran itu
dibutuhkan. Dalam kondisi seperti ini guru harus mampu menahan diri
serta tetap memberikan harapan kepada siswa bahwa dirinya bisa sehingga
dengan begitu siswa akan tumbuh semangatnya, bukan justru semakin
dicaci maki apalagi mengeluarkan kata-kata bodoh, di samping itu guru
harus mampu berlaku adil baik kepada siswa yang lebih pintar maupun
yang memiliki kemampuan di bawah standar, sering kali kita menemukan
guru yang hanya memperhatikan murid yang cerdas saja, sementara siswa
yang masih butuh bimbingan tidak diperhatikan justru dicuekin, kondisi
ini justru akan menimbulkan diskriminasi, ingat siswa punya hak yang
sama dalam menuntut ilmu dan harus mendapatkan pelayanan yang sama
pula, sehingga guru harus melayani dengan sepenuh hati jika masih ada
siswa yang belum bisa maka inilah tugas guru untuk memberikan
pemahaman sampai bisa, justru karena siswa itu tidak bisa sehingga dia
harus belajar dan guru harus tetap sabar bukan sebaliknya.
2) Kedua, Guru yang sukses tidak boleh menolak melayani siswa yang
mengalami hambatan dalam proses belajar. Sebaiknya guru memberikan
dukungan dan motivasi bagi siswa sehingga siswa akan merasa
terlindungi dan guru pun akan nyaman dalam menjalankan proses belajar
mengajar.
3) Ketiga, Menerima segala kekurangan dan kelebihan para siswa.Seorang
Guru harus bisa menyadari kemampuan yang dimiliki oleh peserta
didiknya sehingga metode pengajaran bisa disesuaikan dengan kondisi
yang ada.
4) Keempat, Siswa merupakan Individu mandiri yang sedang belajar.
Diharapkan para guru akan menghargai setiap siswa sebagai individu
mandiri yang sedang belajar dan bukan suatu beban, karena siswa tersebut
memerlukan arahan dan bimbingan yang benar sebagai landasan
kehidupan bersosial dan bernegara nantinya.
5) Kelima, Meningkatkan Citra yang hangat dan ramah di mata para siswa,
Meskipun kegiatan belajar mengajar akan menuai banyak rasa baik suka
maupun duka, namun sangat penting membangun citra yang hangat dan
ramah di mata para siswa, sehingga para siswa akan lebih memahami
proses belajar mengajar dengan lebih baik. Demikian lima hal yang
menjadi ciri kesuksesan seorang guru dalam menjalani tugasnya sebagai
seorang pendidik.

C. Stress pada Guru


Dalam bidang pendidikan telah terjadi perubahan filosofi, metode/teknik, proses
maupun produk/hasil pembelajaran. Misalnya lebih menekankan pada proses
pembelajaran dari pada produk serta lebih mengembangkan kemandirian siswa
(independent learning) dan bukan lagi berpusat pada guru (teacher centre). Perubahan
ini menuntut guru bersikap lebih positif seperti aktif, innovatif, kreatif serta
mempunyai kemampuan affektif yang tinggi seperti komunikatif, berempati,
peramah, mempunyai emosi yang stabil, menjadi motivator dan fasilitator, sabar dan
sebagainya karena sikap seperti itu akan membawa kepada peningkatan interaksi
sosial guru dan siswa yang lebih harmonis yang akan mendukung kemandirian
siswanya.
Pendidikan saat ini semakin mendesak para guru untuk menjadi guru yang
berprestasi dibidangnya sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Namun
banyaknya tuntutan ini membuat para guru mengalami stres. Salah satu perubahan
dalam pendidikan saat ini di Indonesia misalnya pencapaian nilai standar Ujian
Nasional (UN) yang setiap tahun terus ditingkatkan oleh pemerintah. Ironisnya, setiap
menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN), perhatian orang tua atau masyarakat
lebih banyak atau lebih terfokus pada siswa, mulai dari persiapan maupun
pelaksanaannya. Berbagai teknik/strategi mempersiapkan UN bagi para siswa banyak
dibicarakan. Bimbingan-bimbingan belajar UN semakin menjamur. Tabligh/zikir
akbar dikumandangkan untuk para siswa yang akan menghadapi UN. Sayangnya
perhatian pada para guru terlupakan. Padahal para guru juga tidak kalah sibuknya.
Mulai dari mempersiapkan bahan ajar yang praktis untuk siap menjawab UN, atau
untuk di review agar siswa mampu menjawab UN dengan lancar, membuat latihan-
latihan soal agar siswa terlatih dalam mengerjakan UN, hingga meluangkan waktunya
untuk memberikan les tambahan, dsb. Menjelang pelaksanaan UN tersebut sudah
dapat dipastikan tingkat stres para tenaga pendidik itu mengalami peningkatan.
Selain tingkat stres para pendidik karena pekerjaan/kegiatan mereka yang
meningkat menjelang UN, guru juga mempunyai beban psikologis karena mereka
dituntut agar para siswanya harus lulus. Bahkan orang tua, sekolah dan masyarakat
mempunyai asumsi bahwa keberhasilan siswa dalam UN mutlak dipengaruhi oleh
peran guru. Pendapat yang lebih ekstrim lagi dari masyarakat bahwa kegagalan siswa
dalam UN dikarenakan ketidakmampuan guru dalam mengajar. Sesungguhnya,
ketidakberhasilan siswa dalam UN bukan hanya dari faktor guru tapi dipengaruhi oleh
banyak hal misalnya kesehatan siswa pada saat mengerjakan UN, emosi siswa yang
mengakibatkan mereka panik atau tidak teliti, tuntutan orang tua yang membuat siswa
stress, dsb. Selain stress dalam menghantarkan para siswa dalam keberhasilan UN,
para guru ini mengalami stress dalam memenuhi tuntutan kewajiban jam mengajar 24
jam setiap minggu sebagai persyaratan sertifikasi guru. Sekolah dengan jumlah guru
yang melebihi kapasitas akan mengalami stress karena jam mengajar yang belum
mencukupi persyaratan tersebut sedangkan sekolah-sekolah dengan jumlah guru yang
kurang mungkin jumlah jam mengajar tidak bermasalah tapi akan mengalami stress
dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan keberhasilan ujian nasional bagi peserta
didiknya.
Di Indonesia kajian tentang stress pada guru belum menjadi perhatian yang
serius, namun dinegara-negara lain seperti di Australia, stress pada guru menjadi
kajian besar yang sangat serius (Sue Howard and Bruce Johnson, 2006) sehingga
pemerintah di Australia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk dana
kajian penelitian Stress pada guru (Kyriacou 2001:28). Hampir 90% guru mengalami
stress di Australia. Mereka mengalami stress disebabkan karena lingkungan kerja
yang unik. Setiap hari mereka dihadapkan dengan kelas yang ribut karena perilaku
para siswa yang buruk, mengoreksi tes/ulangan/ujian/tugas-tugas latihan siswa,
pekerjaan rumah, pekerjaan administrasi, pertemuan dengan orang tua, pertemuan
dengan Departemen Pendidikan, pertemuan dengan sekolah, membuat laporan
penelitian tindakan kelas yang harus dilokakaryakan pada asosiasi guru, pertemuan
dengan para orang tua tentang progress para siswa mereka, dan tuntutan masyarakat
akan prestasi akademik para siswa. Di Malaysia kajian-kajian tentang stress guru
sudah mulai secara aktif terus dilakukan saat ini.
Studi tahun 1980 di Victoria pada 160 guru yang berusia 44-45 tahun 1/3%
diberikan pensiun dini karena sakit mental, 1/10% pensiun karena sakit jantung yang
disebabkan oleh stress (Otto 1986). Sebuah intensif survey tentang beban kerja dan
stress guru yang dilakukan oleh Independent Education Union (1986) menemukan
bahwa guru stress disebabkan karena tekanan beban kerja yang berlebihan (overload),
kesulitan dalam manajemen dan hubungan yang buruk antara siswa dan staff. Dari
studi tersebut dampak stress pada guru adalah marah di rumah (59%), di kelas (55%),
cemas (64%) dan perasaaan tidak mampu (45%), keluhan kesehatan fisik seperti sakit
punggung, lelah, sakit kepala, pegal-pegal, jantung berdebar (18%).

1. Definisi singkat
Kyriacou (2001:28) memberikan definisi stress guru sebagai: the experience
by teachers of unpleasant, negative emotions, such as anger, anxiety, tension,
frustration, depression, resulting from some aspect of their work as a teacher,
yang berarti pengalaman yang dialami oleh seorang guru berupa ketidaksenagan,
emosi negative, seperti marah, frustasi, depresi, yang merupakan penggabungan
dari berbagai aspek dari pekerjaannya sebagai guru. Menurut Zaba (1963), stress
adalah satu paksaan atau desakan pada guru. Menurut Hans Selye, stress
merupakan satu komponen kehidupan yang memberikan kesan positif maupun
sebaliknya terhadap guru. Kesan yang positif disebut sebagai eutress dan kesan
negatif disebut distress. Stres menjadi positif jika dapat meningkatkan potensi
diri dan produk.

2. Penyebab stress pada guru


Studi tentang stress pada guru (teacher stress) telah dilakukan (Louden
1987, Dinham 1993, Punch and Tuetteman 1996, Pithers and Soden 1999,
Kyriacou 2001, Sinclair and Ryan 1987, Dinham 1992). Pada studi mereka ini
disimpulkan bahwa stress muncul jika:
Hubungan buruk siswa dan guru
o Motivasi siswa dan rasa hormat pada guru rendah
o Ada perilaku buruk siswa yang sulit diatasi dan selalu terjadi berulang-
ulang di kelas
o Ada kesalah pahaman atau kurang pengertian antara guru dan murid
yang berbeda kemampuan, kelas, etnik, dan latar belakang budaya
Waktu
o waktu yang kurang untuk persiapan mengajar
o tuntutan yang tidak realistis dari administrasi/atasan
o keputusan batas waktu (dealine) yang tidak realistis
o harus mengerjakan beban kerja yang berlebihan dalam waktu yang
pendek
Konflik
o Ada konflik antara perubahan filosofi pendidikan dengan pandangan
guru yang selama ini telah diyakininya bertahun-tahun
o Kebijakan Diknas yang menuntut innovasi dan perubahan
o Aturan baru yang harus diterapkan dan dilaksanakan tanpa adanya
pelatihan
o Tuntutan kelengkapan administrasi kelas yang harus dikerjakan
Kondisi pekerjaan yang memprihatinkan seperti:
o Fasilitas dan sarana dan sumber belajar yang kurang
o Jumlah siswa yang terlalu besar dalam kelas
o Lingkungan sekolah yang mengganggu
o Letak sekolah yang terisolasi.
Kepemimpinan sekolah
o Birokrasi sekolah yang sangat hierarchical dan ketidak adilan dalam
mengambil keputusan
o Kepemimpinan yang otoriter
Buruknya hubungan teman sejawat seperti
o Kurang adanya kepercayaan atau kerjasama diantara teman sejawat.
o Adanya persaingan yang tidak sehat
Perasaan ketidak mampuan
o Guru merasa tidak mampu atau kurang terampil
o Guru harus mengajar diluar bidangnya
o Tidak adanya reward dari pimpinan akan keberhasilan yang telah
dicapai guru
Tekanan ekstra lainnya
o Sikap masyarakat yang negative terhadap guru dan sekolah
o Kehidupan guru yang tidak stabil dan tidak berkecukupan

3. Cara-cara menghadapi stress


Menurut Kyriacou (2001), ada dua cara sederhana dalam menghadapi stress
bagi guru yaitu tindakan tidak langsung dan langsung. Tindakan tidak langsung
yaitu dengan mengurangi sumber stress misalnya dengan berinteraksi dengan
banyak orang, berolah raga rutin, menyalurkan hobbi dan rileks sedangkan
tindakan langsung (Borg and Falzon 1990, Cockburn 1996, Benmansour 1998,
Kyriacou 2001) seperti:
Menyelesaikan masalah
Menjaga/mengontrol perasaan
Mencari dukungan dari teman sejawat atau kepala sekolah
Mengatur waktu dan memperioritaskan tugas
Kompeten dalam menyiapkan rencana pembelajaran, pemahaman
bahan yang diajarkan
Menurut Rutter (1990:181) strategi untuk menghadapi stress bagi guru adalah
dengan resilience (ketabahan). Resilience adalah bagaimana kesabaran dalam
merespon masalah hidup yang tidak diharapkan. Banyak studi telah dilakukan
tentang bagaimana orang bisa berjuang hidup atau bertahan terhadap faktor-faktor
penyebab stress (Waters and Sroufe 1983; Garmezy 1985; Rutter 1980; Masten,
Best and Garmezy 1990). Menurut studi mereka ada dua cara juga dalam
mengatasi stress yaitu melalui internal protective seperti ketrampilan individual
dan orientasi yaitu kemampuan bersosialisasi, kemampuan memecahkan masalah,
kemandirian, mempunyai tujuan hidup dan masa depan. Sedangkan external
protective yaitu dukungan anggota keluarga, partisipasi dalam masyarakat, prestasi
sekolah, serta teman sejawat yang peduli satu sama lainnya.

Sesungguhnya ada banyak teknik sederhana untuk melepaskan stress yang


dapat guru lakukan yang dapat membantu meningkatkan karir dan kesehatan
mereka seperti berikut ini:

a. Olah raga setiap hari dan menjadikan olah raga sebagai kegiatan rutin.

b. Belajar mengatakan tidak. Walaupun sulit bagi guru terutama para guru
baru

c. Ikut dalam diskusi forum guru. Ada banyak forum guru di internet dimana
mereka dapat berdiskusi untuk memecahkan permasalahan dan mendapatkan
solusi dari para guru yang lebih berpengalaman atau yang mungkin
mempunyai permasalahan yang hampir sama.

d. Berpikir positif tentang pekerjaan, murid, teman sejawat,

e. Istirahat dan rileks jika menghadapi pekerjaan yang menumpuk.

4. Dampak Stress pada Guru


Stress pada guru berdampak pada pribadi guru, sekolah tempat dia mengajar,
siswa yang diajar. Para peneliti menemukan bahwa dampak stress guru terjadi
pada guru sebagai individu dimana dapat dilihat pada ketidak hadirannya dikelas
serta penyakit yang dialaminya. Berbagai penyakit yang diderita sebagai dampak
stress dialami mulai dari penyakit yang ringan-ringan saja seperti pegal pada
punggung, pusing kepala sehingga guru meminta izin tidak masuk hanya sehari
untuk beristirahat. Sebaliknya stress yang sudah kronis dapat menyebabkan
masalah dalam kesehatan fisik seperti sakit jantung atau hypertensi dan kesehatan
mental seperti depresi.
Tentang kaitan penyakit dan stress ternyata masih diperdebatkan oleh para
peneliti karena guru yang sehat walafiatpun dapat mengalami stress yang tinggi
(Holahan & Moos, 1985) bergantung bagaimana guru menahan stress tersebut
untuk beberapa waktu. Troman (1998) mendiskripsikan bahwa guru yang stress
namun tetap meneruskan pekerjaannya lama-lama akan menjadi kronis yang
dampaknya menjadi sangat parah misalnya terjadi perceraian, atau putusnya
hubungan persahabatan.
Dampak stress pada guru kadang-kadang tidak langsung teridentifikasi
layaknya dampak stress kerja pada bidang industri yang dapat langsung diketahui
akibatnya. Misalnya langsung dapat diketahuiketika pendapatan keuangan atau
produk/hasil menurun. Sedangkan stress pada guru dampaknya pada pengajaran
tidak secara langsung dirasakan akibatnya karena guru tersebut tetap hadir
mengajar walaupun dengan kualitas yang menurun. Setelah sekian lama baru akan
diketahui dampaknya yaitu prestasi siswa menurun bahkan jika siswa mempunyai
motivasi belajar yang tinggi dampaknya sulit diketahui.
Jika stress guru sudah mencapat tingkat yang kronis, guru tersebut akan
membuat banyak kesalahan dalam mengajar serta hilangnya perasaan kemanusiaan
guru seperti rasa kasih sayang, humor, tolong menolong, empati, simpati, ramah
tamah dsb terhadap siswanya (Firth-Cozens, 1992).
Dipandang dari nilai ekonomi, stress pada guru mengakibatkan hilangnya guru
yang professional, tidak effektifnya jam mengajar, atau penambahan biaya guru
pengganti guru stress. Namun, menghitung nilai ekonomi sebagai dampak stress
pada guru agak sulit karena biaya tidak hanya berupa nilai finansial tetapi sumbang
saran, ide-ide pada guru yang stress tidak dapat dihitung secara ekonomi. Selain itu
gejala guru stress sulit diketahui apalagi jika guru tersebut mampu mengatasinya
sendiri dengan tindakan tidak langsung maupun langsung seperti telah dijelaskan
di atas
D. Konflik dan Frustasi
Secara umum konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan saling
bertentangan yang berupa suatu keadaan gangguan perilaku yang dialami oleh
individu karena danya dorongan-dorongan yang sama kuat yang baik yang terjadi
didalam dirinya maupun dengan sesuatu diluar dirinya. Konflik terjadi kalau individu
tidak mampu membuat keputusan dalam menghadapi situasi pilihan berbagai
kepentingan dan tujuan. Apabila situasi itu terus berlanjut, akibat yang kemudian
muncul adalah apa yang disebut frustasi. yaitu keadaan kekecewaan yang mendalam
dan kemudian menggangu kondisi keseimbangan psikisnya. Dalam keadaan psikis
kurang seimbang, maka perilaku akan mengalami gangguan yang dimanifestasikan
dalam berbagai wujud sehingga dapat mempengaruhi pola-pola interaksi dengan
lingkungan sekitarnya.
1. Konflik dan Frustasi sebagai Sumber Masalah
Dalam kehidupan dilingkungan kerja guru, konflik dan frustasi
merupakan salah satu sumber masalah-masalah psikologis. Dalam situasi
sekarang dengan beraneka tantangan yang makin besar dan beragam intesitas,
guru harus mampu beradaptasi dan mampu membuat keputusan dengan tepat.
Dalam kaitan ini, banyak guru yang kemudian mengalami konflik dan kemudian
berkembang menjadi frustasi. Guru yang berada dalam situasi konflik dan
mengalami frustasi akan terganggu kinerjanya dalam melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai guru. Sekurang-kurangnya ada tiga macam konflik yang
mungkin terjadi dilingkungan kerja guru, yaitu konflik intra pribadi, konflik antar
pribadi, dan konflik antar kelompok. Konflik intra pribadi adalah konflik yang
dialami oleh masingmasing pribadi baik dilingkungan kerja, dirumah, atau
dilingkungan lainnya. Misalnya masalah yang dialami seorang guru perempuan
yang suaminya mendapat tugas promosi dan harus pindah kekota lain. Ia harus
membuat pilihan yang cukup berat dan sulit dalam mamilih mengikuti suami
dengan pindah tugas mengajar kesekolah ditempat baru serta memindahkan
sekolah anak-anaknya, Padahal disekolah ini sudah merasa betah dan sedang
manunggu kenaikan pangkat serta proses sertifikasi. Ia merasa bingung karena
sulit sekali mengambil keputusan yang masing-masing menangugung berbagai
akibat. Apabila ia belum mampu membuat keputusan yang final dalam waktu
yang lama. Ia akan menjadi frustasi dengan sejumlah kekecewaan yang
dialaminya. Akibat yang dihadapinya kemudian ialah terjadinya berbagai
gangguan fisik dan psikologis seperti mudah pusing, kurang nafsu makan, mudah
marah dan sebagainya.

Konflik anatar pribadi dilingkungan kerja dapat terjadi kalau antar pribadi
terjadi perbedaan kepentingan yang sama kuat dalam mengahadapi suatu situasi
atau persoalan. Misalnya konflik yang dialami oleh dua guru senior di sebuah
SMA Negeri terkait untuk naik pangkat, akan tetapi peluang hanya ada satu untuk
tahun ini. Hal itu telah menimbulkan suasana hubungan antara keduanya menjadi
kurang baik karena keduanya mengahadapi konflik antar pribadi. Gejala yang
kemudian muncul adalah keduanya kurang bersemangat bekerja, sering marah,
sering terlambat datang, banyak tugas yang terbengkalai, dan sebagainya.
Perbedaan antar pribadi dilingkungan kerja sangat mungkin terjadi mengingat
para anggota merupakan pribadi yang memiliki keunikan dalam berbagai hal.
Akan tetapi kalau masing-masing pribadi mapu menemukan kebersamaan, maka
konflik anatr pribadi dilingkungan kerja dapat dihindari. Sebaiknya, konflik itu
sangat mungkin akan timbul kalau masing-masing pihak berada pada kekuatan
ego atau keakuan masing-masing, dan tidak mau membuat konpromi

Selanjutnya, konflik anatar kelompok dilingkungan kerja dengan


kelompok lainnya dapat terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian
berkembang menjadi suatu pertentangan. Misalnya konflik anatar kelompok guru
bidang studi tertentu dengan kelompok bidang studi lainnya berkenaan dengan
penyediaan anggaran untuk sarana pembelajaran.

Konflik dan frustasi akan banyak memberikan dampak negatif terhadap


kehidupan pribadi dan lingkungan kerja serta lingkungan lainnya. Lingkungan
kerja misalnya disekolah yang para gurunya mengalami konflik intra pribadi atau
antar pribadi atau anatar kelompok pribadi akan memberikan efek dan dampak
bagi kinerja pendidikan disekolah, dengan demikian, akan sulit untuk
membangun suasana kehidupan kerja yang efektif dan produktif. Demikian pula
limgkungan kerja yang didalamnya penuh dengan konflik antar kelompok atau
satuan kerja, akan sulit menjadi lingkungan kerja yang baik. Keadaan konflik dan
frustasi dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan pada umunya
baik masalah pribadi, ekonomi, sosial, dan terutama masalah psikologis. Guru
yang berada dalam situasi konflik dan frustasi, cenderung akan mengalmi
berbagai gangguan psikologis sehingga berdampak pada perwujudan perilaku
dan kinerjanya dalam keadaan yang lebih buruk, keadaan itu dapat
mengakibatkan kehancuran pribadi dan satuan kerja secara keseluruhan.

Dampak yang palimg besar adalah pengaruh terhadap perkembangan


masa depan pribadi dan satuan kerja. Dalm suasana penuh konflik dan frustasi
akan sulit terjadi proses kinerja pendidikan yang baik dan efektif. Guru yang
bekerja dalam suasan konflik dan mengalami frustasi tidak akan memperoleh
hasil yang optimal sehingga perkembangan kepribadiam mereka mengarah
kepada wujud pribadi yang terganggu. Akibat negatifnya sudah dapat
diperkirakan yaitu para guru menjadi tidak betah dilingkungan kerja, kehilangan
tokoh keteladanan, krisis kepemimpinan, kehilangan kepercayaan diri,
berkembangnya sikap agresif dan permsusuhan, rasa rendah diri, tidak
mempunyai cita-cita, mengisolasi diri,kurang acuh dan bentuk-bentuk kelainaan
lainnya. Keadaan itu makin akan diperparah apabila guru masuk kedalam
lingkungan yang kurang menunjang dan besar kemungkinan pada gilirannya akan
merembet kedalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.

2. Upaya Menaggulangi

Konflik dan frustasi merupakan sesuatu yang naluriah sifatnya, artinya


secara alami akan senantiasa terjadi dalam seluruh perjalanan hidup manusia
karena hal itu merupakan bagian dari dinamika kehidupan. Namun demikian,
masih dapat diupayakan untuk meminimalkan adanya konflik dan frustasi serta
meminimalkan dampak negatif yang terjadi dan memaksimalkan dampak
positifnya. Mencari dan menemukan hikmah dari konflik dan frustasi ini.
Beberapa upaya yang dapat disarankan antara lain sebagai berikut:

a. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan YME dalam diri


masing-masing. Dalam kondisi kualitas keimanan dan ketaqwaan yang kuat,
manusia akan mapu menanggulangi keadaan konflik dan frustasi serta
dampak-dampaknya. Agama telah memberikan rambu-rambu yang mendasar
dalam kaitan dengan masalah konflik dan frustasi. Secara mendasar agama
juga mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai keunikan masing-
masing, dan ini harus disadari oleh semua pihak. Agama mewajibkan setiap
umat untuk saling menyayangi dan menjauhkan diri dari pertentangan.
Agamapun memberikan petunjuk dan jalan bagaimana mengatasi konflik dan
frustasi yang terjadi dalam berbagai lingkungan.
b. Pemahaman diri dan lingkungan. Memahami diri secara jujur merupakan
suatu tindakan yang sangat baik dan dapat mengarahkan tindakan secara
tepat. Demikian pula memahami lingkungan, baik lingkungan manusia
maupun bukan manusia akan ikut serta membantu dalam mewujudkan
perilaku secara tepat. Dalam keadaaan penuh pemahaman baik terhadap diri
sendiri, maupun terhadap lingkungan, konflik dan fruustasi dapat
diminimalkan dampak negatifnya.
c. Kemampuan membuat keputusan secara tepat. Kecepatan dan ketepatan
membuat keputusan merupakan upaya secara diri dalam menghindari
kemingkinan terjadinya konflik dan frustasi. Keputusan dapat dibuat secara
cermat dengan membuat pertimbangan-pertimbangan yang matang dengan
berbagai alternatif pilihan tindakan secara tepat. Hal itu dapat diwujudkan
melalui suasan organisasi yang harmonis dan penuh saling pengertian.
d. Persiapan memasuki dunia kerja secara terencana. Dengan persiapan yang
matang, kehidupan kerja dapat direncanakan secara matang, sehingga dapat
diwujudkan kehidupan yang bahagia dan terhindar dari kemungkina
timbulnya konflik dan frustasi.
e. Pengendalian diri dengan disertai sikap matang, berpikir dengan jernih dan
arsional. Sering terjadi konflik timbul karena sikap yang salah disertai cara
berpikir yang kurang tepat. Oleh karena itu, pengembangan sikap dan cara
berfikir ini merupakan hal yang strategis. Sudah tentu kemampuan
mengendalikan diri terutama mengendalikan emosi adalah hal yang harus
ditumbuhkan secara mantap.
f. Mengembangkan keterampilan sosial dan pribadi dalam upaya mewujudkan
pribadi yang mantap serta kemampuan interaksi sosial yang baik. Dalam
kondisi yang demikian, individu akan mampu mengendalikan diri dalam
menghadapi pertentangan dalam dirinya serta pertentangan dengan orang
lain.
g. Menciptakan lingkungan yang kondusif dapat menunjang suasan kehidupan
dunia mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, sampai
kelingkungan masyarakat yang luas. Susana kehidupan kerja yang penuh
persahabatan dan kekluargaan serta dilandasi oleh nilai-nilai agama yang
kuat adalah salah satu contoh lingkungan yang kondusif. Demikian pula
lingkungan masyarakat yang penuh saling pengertian dan saling membantu
dalam suasana kepemimpina yang arif dan bijaksana, dapat menghindari
kemungkinan timbulnya konflik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Guru adalah seorang yang memiliki seperangkat koleksi nilai dan kemampuan yang lebih,
dimana dengan koleksi itu dia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Tugas guru
merupakan suatu proses mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif).

secara umum ada 10 kompetensi dasar yang diperlukan seorang guru dalam
menjalankan tugas mengajar yaitu sebagai berikut : Menguasai bahan ajar, Mengelola
program belajar mengajar, Mengelola kelas, Menggunakan media atau sumber belajar,
Menguasai landasan pendidikan, Mengelola interaksi belajar mengajar, Menilai prestasi
belajar mengajar, Mengenal fungsi bimbingan dan penyuluhan, Mengenal dan
menyelenggaran administrasi sekolah, Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.
Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang
mereka miliki. Yang mana kepribadian itu sendiri adalah unsur yang menentukan keakraban
hubungan guru dengan anak didik.sebagai teladan, guru harus memeliki kepribadian yang
dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figure yang berwibawa.guru
harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dengan anak didiknya, adapun cara guru
dalam berkomunikasi dengan anak didiknya yaitu sebagai berikut (Djamarah,2010):
Korektor, Inspirator, Informator, Organisator, Motivator, Inisiator, Fasilitator, Pembimbing,
Demonstrator, Pengelola kelas, Mediator, Supervisor, dan Evaluator.Didalam proses
pengajaran seorang guru profesional harus memiliki 5 tugas pokok diantaranya:
Merencanakan kegiatan pembelajaran, Melaksanakan kegiatan pembelajaran, Mengevaluasi
hasil pembelajaran, Menindaklanjuti hasil pembelajaran, Melakukan bimbingan dan
konseling

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nabila Qurrotu. 2014. Konsep Empati. Diambil dari


http://bilaairbiru.blogspot.co.id/2014/01/konsep-empati.html (diakses pada
tanggal 26 April 2017)

Anonim. 2011. Empati Guru. Diambil dari https://dcoklad.files.wordpress.com/2011/01/p-9-


empati-guru.doc (diakses pada tanggal 26 April 2017)

Anonim. 2011. Guru yang Sukses dan Guru yang Frustasi. Diambil dari
https://dcoklad.files.wordpress.com/2011/01/p-12-13-guru-yang-sukses-dan-guru-
yang-frustasi.doc (diakses pada tanggal 26 April 2017)

Apriliaswati, Rahayu. Teacher Stress. Diambil dari


https://www.academia.edu/3684269/TEACHER_STRESS (diakses pada tanggal
26 April 2017)
Astuti, Widya. 2016. Masalah Psikologis Guru. Diambil dari
http://widyaastutisyaiful.blogspot.com/2016/01/masalah-psikologis-guru.html
(diakses pada tanggal 26 April 2017)

Baedowi, Ahmad, dkk. 2015. Potret Pendidikan Kita. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet

Heriyanto. 2015. Ciri Guru yang Sukses dalam Mengajar. Diambil dari
http://www.dakwatuna.com/2015/03/13/65692/ciri-guru-yang-sukses-dalam-
mengajar/#ixzz4fP9a5Byp (diakses pada tanggal 27 April 2017)

Irsyada, Shohaa Arifia. 2014. Makalah Frustasi, Stres, dan Despresi. Diambil dari
http://irdairsyada.blogspot.com/2014/11/makalah-frustasi-stres-dan-depresi.html
(diakses pada tanggal 26 April 2017)

Kusniati, Iin. 2015. Makalah Guru Sukses dan Guru Frustasi. Diambil dari
http://iinkusniati26.blogspot.co.id/2015/12/makalah-guru-sukses-dan-guru-
frustasi.html (diakses pada tanggal 26 April 2017)

Razhiyah, K. A. 2005. Menjadi Guru Pendidikan Khas. Kuala Lumpur: PTS Professional

Anda mungkin juga menyukai