MAKALAH GURU
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, istilah guru bukanlah hal yang asing. Guru adalah seorang
yang memiliki seperangkat koleksi nilai dan kemampuan yang lebih, dimana dengan koleksi
itu dia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Dan guru juga merupakan pendidik atau
agen pembelajaran (learning agent) dengan memiliki peran sebagai fasilitator, motifator,
pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Menurut pandangan lama , guru
adalah sosok manusia yang apatut digugu dan ditiru . Digugu dalam arti segala ucapannya
dapat dipercayai . Ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau
teladan bagi masyarakat . Menurut kamus umum bahasa indonesia, guru di artikan sebagai
orang yang pekerjaannya mengajar dan di maknai sebagai tugas profesi.
Definisi guru menurut pandangan para ahli, yaitu Guru jabatan, dan pekerjaan yang
memerlukan keahlian khusus. Dan pekerjaan seorang guru tidak bisa di lakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih di dapati guru
yang berasal dari luar bidang kependidikan (menurut pandangan Moh. Uzer Usman, 1992:4).
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam suatu proses belajar mengajar, yang
berperan serta dalam usaha untuk membentuk sumber daya manusia yang potensial di bidang
pembangunan (Sardiman, 2001:123). Guru adalah semua orang yang berwenang dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara
klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah (Djamarah, 1994:33). Jadi, pengertian guru
secara khusus dapat di artikan sebagai seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta
yang mempunyai kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
bersetatus sarjana, dan telah mempunyai ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan
undang-undang guru yang berlaku di Indonesia. Sedangkan arti guru secara umum adalah
pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas guru merupakan suatu proses mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif). Mengajar
berarti menruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif). Melatih
berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotorik). Ketiga tugas guru tersebut
harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah dalam melaksanakan tugas
mengajar, seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan. Guru
mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak menyampingkan nilai-nilai
penggunaan ilmu dan teknologi tersebut. Demikian juga dalam melatih para siswa, seorang
guru tidak bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Seorang guru di tuntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut:
1. Berwawasan luas, menguasai bidang ilmu, dan mampu mentransfer atau menerangkan
kembali kepada siswa.
2. Mempunyai sikap dan tingkah laku atau kepribadian yang patut di teladani sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan atau values yang di anut masyarakat dan bangsa.
3. Memilki keterampilan sesuai bidang ilmu yang di milikinya.
Disamping memiliki tugas utama sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih, maka
tugas utama guru menurut Depdikbud (1984:7)
a. Tugas profesional yaitu mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian,
mengajar dalam rangka menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan, dan melatih
dalam rangka membina ketrampilan. Untuk dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik
guru harus memiliki kemampuan profesional yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru yang
meliputi
Menguasai bahan ajar
Mengelola program belajar mengajar
Mengelola kelas
Menggunakan media atau sumber belajar
Menguasai landasan pendidikan
Mengelola interaksi belajar mengajar
Menilai prestasi belajar mengajar
Mengenal fungsi bimbingan dan penyuluhan
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
b. Tugas manusiawi, yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan
mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusia yang optimal, serta pribadi yang
mandiri.
c. Tugas kemasyarakatan, yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat
indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Empati Guru
1. Pengertian Empati
Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang
mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang
sama dengan orang atau kelompok lain.
Sedangkan Eileen R. dan Sylvina S (Kompas, 18 Nop.2006) menjelaskan
bahwa empati adalah kegiatan berpikir individu mengenai rasa yang dia
hasilkan ketika berhubungan dengan orang lain.
Menurut Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan
perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian
mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan
bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain itu.
Istilah empati menurut Jumarin (Panuntun, 2012), berasal dari perkataan
yunani yaitu phatos yang artinya perasaan mendalam atau kuat. Selain itu,
istilah empati juga berasal dari kata einfuhlung yang digunakan oleh seorang
psikolog Jerman, yang secara harfiah yaitu memasuki perasaan orang lain
(feeling into).
Hurlock (1999: 118) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Kemampuan
untuk empati ini mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir
kanak-kanak awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua
individu memiliki dasar kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja berbeda
tingkat kedalaman dan cara mengaktualisasikannya. Empati seharusnya sudah
dimiliki oleh remaja, karena kemampuan berempati sudah mulai muncul pada
masa kanak-kanak awal.
3. Perkembangan Empati
Menurut Taufik (2012), empati bukanlah sekedar sifat alami yang
dianugerahkan Tuhan yang keberadaannya secara otomatis dimiliki oleh individu,
melainkan potensi-potensi yang harus terus dipupuk dan dikembangkan dalam
berbagai setting kehidupan, termasuk pembelajaran yang diberikan oleh orang tua
kepada anak-anaknya sejak kecil.
Selayaknya dinamika psikologis yang normal, rasa empati berkembang
terus-menerus pada diri seseorang, termasuk guru. Pakar psikologi sependapat
bahwa empati berkembang melalui pentahapan tertentu menuju kematangan
yang tertentu pula. Kematangan atau maturitas dimaksud adalah maturitas empati.
Pada tahun 1997, Douglas Olsen mendefinisikan maturitas atau kematangan
empatik (empathetic maturity) sebagai struktur kognitif yang menentukan
apakah seseorang dapat merasa atau tidak merasa berempati, orang
tertentu merasakannya untuk dan bagaimana besaran anggota kelompok yang
ada. Perbedaan maturitas empatik adalah perbedaan dalam cara seseorang
mengaitkan pemaknaan relasi diri dalam mempersepsi yang lain.
Maturitas empatik berarti dapat mengkonseptualisasikan pengalaman
apakah seseorang "seperti saya" atau "berbeda dengan saya" ini penting, jangan
sampai seorang guru "mau" berempati dengan siswa. salah persepsi, malah
melahirkan ketersinggungan. Memang ada orang gampang kegelian, tertawa,
sedih, gembira, dan sebagainya. Ada juga persoalan tertentu yang dianggap
kecil oleh diri sendiri, sebaliknya masalah besar bagi yang lain. Menurut Olsen
(2001) ada tiga tahap maturitas empatik.
a. Tahap I : pola paling primitif dan tidak umum bagi orang dewasa (most
primitive pattern and not common in adults). Orang-orang tahap ini
memandang orang lain berbeda secara mendasar mentally different)
dengan dirinya. Alasan-alasan bagi orang bertindak, merasakan atau
berpikir dipandangnya benar-benar relevan dan tidak sealur pengalaman
dengan dirinya. Pada fase seseorang melihat dan mempersepsi apa yang
dilakukan oleh orang benar-benar konkrit dan tidak sejalan dengan apa yang
dipersepsi atau dialaminya.
b. Tahap II : Pada fase ini dia mengembangkan pola pikir rasional perilaku
adalah relevan bagi semua orang. Penalarannya atas dan perfasaan asalah
legitimasi untuk tingkat koinsidensi mereka der.zm orang lain. Berbeda
dengan Tahap 1, seseorang melihat orang seperti dirinya sepanjang mereka
mempersepsinya dari cara pandang yang sama. Pada fase ini seorang telah
menyadari, bahwa ketika sakit memerlukan transfusi darah, dia merasa
berempati kepada pas itu karena rasa tanggungjawab melakukan pencegahan.
c. Tahap 3. Pada fase ini rasa saling membutuhkan (mutuality) muncul
sebagai sebuah pertimbangan atas perilaku orang. Orang lain dipersepsi
sebagai manusia pada cara yang sama dengan dirinya, untuk kemuLair
mengkreasi makna ketimbang isi dari makna itu. Persepsi atas orang i au
melahirkan perubahan psikologis pada diri, kemudian lahirlah pengembangan
empati (development of empathy). Seseorang dapat secara mempersepsi
orang lain sepanjang pemahamannya simultan tanpa kontradiksi persepsi
bahwa orang lain bertanggungjawab perilaku prombelatikanya. Berikut ini
disajikan contoh statemen terkait dengan istilah-istilah tersebut di atas.
4. Perilaku Keliru
Di sekolah, hubungan antar subjek, seperti guru dengan guru, guru dengan
kepala sekolah, guru dengan siswa, dan guru dengan staf tata usaha sering kali
dirasakan sebagai barang-barang yang gampang pecah (teachers
relationship are like fragile things). Setiap saat guru membangun hubungan,
namun hampir setiap saat usaha itu dihancurkan oleh tindakan sendiri. Nyaris
setiap saat kata "kebersamaan" diutarakan, hampir setiap saat pula memunculkan
keinginan "kamu" harus sama dengan "saya". Kreatifitas guru pun dirangsang
hanya pada tingkat lisan, dalam praktik birokrasi pendidikan dan kepala sekolah
seseringnya sangat tidak toleran terhadap perbedaan cara kerja.
Demikian juga hubungan guru dengan siswa. Apa pun yang dilakukan guru,
idealnya bermuara pada bagaimana siswa dapat belajar dengan baik. Namun
demikian, masih ditemukan perilaku guru yang hanya dimaksudkan memudahkan
dirinya bekerja, bukan menyederhanakan tindakan untuk membuat siswa dapat
belajar efektif. Guru pun harus menjadi pembelajar sepanjang hayat dan belajar
dari proses pembelajaran. Berikut disajikan perilaku yang masih umum
dilakukan oleh guru-guru di sekolah, juga dosen.
Seharusnya Vs Kenyataan
Siswa diminta kreatif dalam proses belajar Guru tidak mentoleransi perbedaan
Vs
dan mengerjakan tugas-tugas. cara belajar dan mengerjakan tugas.
Pembelajaran berorientasi proses Vs Guru tidak sabar ingin memperoleh
dikedepankan. hasil akhir.
Siswa diminta belajar di rumah secara Vs Guru tidak memberikan tugas secara
rutin dan bermakna. berstruktur.
Vs Guru tidak memberi umpan balik
Siswa diberi tugas-tugas belajar di rumah.
yang cukup kepada siswanya.
Komunikasi guru dan siswa
1. Definisi singkat
Kyriacou (2001:28) memberikan definisi stress guru sebagai: the experience
by teachers of unpleasant, negative emotions, such as anger, anxiety, tension,
frustration, depression, resulting from some aspect of their work as a teacher,
yang berarti pengalaman yang dialami oleh seorang guru berupa ketidaksenagan,
emosi negative, seperti marah, frustasi, depresi, yang merupakan penggabungan
dari berbagai aspek dari pekerjaannya sebagai guru. Menurut Zaba (1963), stress
adalah satu paksaan atau desakan pada guru. Menurut Hans Selye, stress
merupakan satu komponen kehidupan yang memberikan kesan positif maupun
sebaliknya terhadap guru. Kesan yang positif disebut sebagai eutress dan kesan
negatif disebut distress. Stres menjadi positif jika dapat meningkatkan potensi
diri dan produk.
a. Olah raga setiap hari dan menjadikan olah raga sebagai kegiatan rutin.
b. Belajar mengatakan tidak. Walaupun sulit bagi guru terutama para guru
baru
c. Ikut dalam diskusi forum guru. Ada banyak forum guru di internet dimana
mereka dapat berdiskusi untuk memecahkan permasalahan dan mendapatkan
solusi dari para guru yang lebih berpengalaman atau yang mungkin
mempunyai permasalahan yang hampir sama.
Konflik anatar pribadi dilingkungan kerja dapat terjadi kalau antar pribadi
terjadi perbedaan kepentingan yang sama kuat dalam mengahadapi suatu situasi
atau persoalan. Misalnya konflik yang dialami oleh dua guru senior di sebuah
SMA Negeri terkait untuk naik pangkat, akan tetapi peluang hanya ada satu untuk
tahun ini. Hal itu telah menimbulkan suasana hubungan antara keduanya menjadi
kurang baik karena keduanya mengahadapi konflik antar pribadi. Gejala yang
kemudian muncul adalah keduanya kurang bersemangat bekerja, sering marah,
sering terlambat datang, banyak tugas yang terbengkalai, dan sebagainya.
Perbedaan antar pribadi dilingkungan kerja sangat mungkin terjadi mengingat
para anggota merupakan pribadi yang memiliki keunikan dalam berbagai hal.
Akan tetapi kalau masing-masing pribadi mapu menemukan kebersamaan, maka
konflik anatr pribadi dilingkungan kerja dapat dihindari. Sebaiknya, konflik itu
sangat mungkin akan timbul kalau masing-masing pihak berada pada kekuatan
ego atau keakuan masing-masing, dan tidak mau membuat konpromi
2. Upaya Menaggulangi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru adalah seorang yang memiliki seperangkat koleksi nilai dan kemampuan yang lebih,
dimana dengan koleksi itu dia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Tugas guru
merupakan suatu proses mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif).
secara umum ada 10 kompetensi dasar yang diperlukan seorang guru dalam
menjalankan tugas mengajar yaitu sebagai berikut : Menguasai bahan ajar, Mengelola
program belajar mengajar, Mengelola kelas, Menggunakan media atau sumber belajar,
Menguasai landasan pendidikan, Mengelola interaksi belajar mengajar, Menilai prestasi
belajar mengajar, Mengenal fungsi bimbingan dan penyuluhan, Mengenal dan
menyelenggaran administrasi sekolah, Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.
Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang
mereka miliki. Yang mana kepribadian itu sendiri adalah unsur yang menentukan keakraban
hubungan guru dengan anak didik.sebagai teladan, guru harus memeliki kepribadian yang
dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figure yang berwibawa.guru
harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dengan anak didiknya, adapun cara guru
dalam berkomunikasi dengan anak didiknya yaitu sebagai berikut (Djamarah,2010):
Korektor, Inspirator, Informator, Organisator, Motivator, Inisiator, Fasilitator, Pembimbing,
Demonstrator, Pengelola kelas, Mediator, Supervisor, dan Evaluator.Didalam proses
pengajaran seorang guru profesional harus memiliki 5 tugas pokok diantaranya:
Merencanakan kegiatan pembelajaran, Melaksanakan kegiatan pembelajaran, Mengevaluasi
hasil pembelajaran, Menindaklanjuti hasil pembelajaran, Melakukan bimbingan dan
konseling
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Guru yang Sukses dan Guru yang Frustasi. Diambil dari
https://dcoklad.files.wordpress.com/2011/01/p-12-13-guru-yang-sukses-dan-guru-
yang-frustasi.doc (diakses pada tanggal 26 April 2017)
Baedowi, Ahmad, dkk. 2015. Potret Pendidikan Kita. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet
Heriyanto. 2015. Ciri Guru yang Sukses dalam Mengajar. Diambil dari
http://www.dakwatuna.com/2015/03/13/65692/ciri-guru-yang-sukses-dalam-
mengajar/#ixzz4fP9a5Byp (diakses pada tanggal 27 April 2017)
Irsyada, Shohaa Arifia. 2014. Makalah Frustasi, Stres, dan Despresi. Diambil dari
http://irdairsyada.blogspot.com/2014/11/makalah-frustasi-stres-dan-depresi.html
(diakses pada tanggal 26 April 2017)
Kusniati, Iin. 2015. Makalah Guru Sukses dan Guru Frustasi. Diambil dari
http://iinkusniati26.blogspot.co.id/2015/12/makalah-guru-sukses-dan-guru-
frustasi.html (diakses pada tanggal 26 April 2017)
Razhiyah, K. A. 2005. Menjadi Guru Pendidikan Khas. Kuala Lumpur: PTS Professional