Konsep Pengentasan Kemiskinan Dalam Ekonomi Islam
Konsep Pengentasan Kemiskinan Dalam Ekonomi Islam
EKONOMI ISLAM
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
MUHAMMAD IQBAL
125020500111004
SCIENTIFIC JOURNALS
By :
MUHAMMAD IQBAL
125020500111004
DEPARTMENT OF ECONOMICS
FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS
UNIVERSITY OF BRAWIJAYA
MALANG
2017
KONSEP PENGENTASAN KEMIS KINAN DALAM EKONOMI ISLAM
Muhammad Iqbal
Prof. Dr. M. Umar Burhan, SE.,MS.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghimpun, menganalisis, membuat interpretasi
serta generalisasi mengenai konsep pengentasan kemisk inan dalam Ekonomi Islam dan
menganalisis relevansinya dengan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitian bibliografis dengan pen dekatan kualitatif grounded theory method yang
mengambil fokus mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang terkait dan relevan dengan topik
penelitian berupa literatur, artikel jurnal ilmiah, buku teks, dan makalah ilmiah. Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi literatur. Hasil
pembahasan terhadap konsep-konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam terhimpun
dalam sebuah sintesis yang membagi subyek pelaku pengentasan kemiskinan menjadi tiga yakni
Pemerintah, Masyarakat, dan Individu. Terdapat syarat yang harus dipenuhi agar konsep
pengentasan kemiskinan di dalam Ekonomi Islam dapat menjadi solusi konkrit dan efektif untuk
mengatasi masalah kemiskinan, yakni: (1) Pengentasan kemiskinan yang dilakukan d a l am Isl a m
kesemuanya haruslah berjalan beriringan dengan usaha rohaniah. (2) Untuk melakukan
pengentasan kemiskinan di dalam ekonomi Islam haruslah dilandasi oleh ukhuwah Islamiyah .
Selain itu, secara umum dapat dikatakan bahwa konsep pengentasan kemiskinan dalam Ek o n o mi
Islam relevan dengan Pengentasan kemiskinan di Indonesia. Bagi penelitian -penelitian terapan
terkait dengan pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam yang akan dil akukan di masa depan
perlu kiranya untuk melakukan pengujian dan pengembangan terhadap konsep ini.
Kata Kunci : Konsep Pengentasan Kemiskinan, Penelitian Bibliografis, Ekonomi Islam, Sintesis.
A. PENDAHULUAN
Kajian Ilmu Ekonomi Islam dewasa ini mengalami perkembangan cukup pesat di dunia.
Ekonomi Islam yang tengah berkembang sekarang adalah ilmu ekonomi yang dibangun ekonom
Muslim modern setelah melakukan proses “Islamisasi” ekonomi modern (klasik & neo -klasik)
(Hoetoro, 2007:153) yang diawali dari sebuah gerakan Islamisasi Pengetahuan (Islamization of
Knowledge/IOK) yang mengusahakan pembebasan pengetahuan dan cabang-cabang keilmuannya
dari interpretasi sekuler atau menyesatkan menjadi selaras dengan worldview (pandangan-dunia)1
dan visi Islam tentang realita dan kebenaran yang wujud sebelum pengelihatan manusia mampu
mengungkapnya.2 Hoetoro (2007:157) menyebutkan adanya proyek Islamisasi pengetahuan
semakin menguatkan berkembangnya kajian-kajian ekonomi Islam yang juga diikuti dengan
didirikannya institusi keuangan dan perbankan Islam yang didirikan sebagai wadah aktualisasi
dari teori ekonomi Islam pada tahun 1980-an. Saat ini pun dalam tataran akademis dan praktis
ekonomi Islam masih dan terus berkembang, hal ini terlihat dengan semakin banyaknya
universitas-universitas di dunia yang membuka program studi ekonomi Islam dan munculnya
institusi keuangan dan perbankan Islam beserta instrumen-instrumennya. Keadaan tersebut tidak
hanya terjadi di negara mayoritas muslim namun juga di negara barat seperti Inggris.
Ilmu ekonomi modern yang ada saat ini mendikotomikan antara ilmu dan agama, dan sarat
akan visi-visi barat di dalamnya. Ada ketidak-sesuaian antara ilmu ekonomi modern dengan visi
Islam, meskipun sebenarnya dari aspek kesejarahan ekonomi modern tidak bisa dilepaskan dari
ekonomi Islam karena banyak sekali sebenarnya kontribusi para ulama dan cendekiawan muslim
1 Alparslan dalam Hoetoro (2007:193) mengatakan bahwa fungsi worldview adalah sebagai dasar
bagi keseluruhan bangunan teori pengetahuan.
2 Pengertian Islamisasi Pengetahuan ini mengacu dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada (Al-Attas, 1978:44-46) dan (Hoetoro, 2007:163-168)
pada masa The Golden Age of Islam yang mempengaruhi ekonomi modern, namun dengan
dimitoskannya secara sistematik penguatan tesis “the Great Gap” yang ditulis Joseph Schumpeter
(1954) dan sekaligus penafikan kontribusi pemikiran ekonomi di masa Islam Klasik oleh sebagian
besar sarjana Barat (Hoetoro, 2007:29), alhasil pemikiran ekonomi dari para ekonom Islam yang
ber-worldview Islam menjadi tidak kelihatan dan ilmu ekonomi menjadi terde-islamisasi.
Dalam penelitian ini diambil tema mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi
Islam. Setelah pemaparan mengenai asal-usul adanya ekonomi Islam dan sedikit gambaran
mengenai perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi mainstream (yang selanjutnya
akan disebut sebagai ekonomi konvensional) maka dapat disimpulkan bahwa hal-hal tersebut akan
menyebabkan berbedanya pula perumusan dan pemecahan masalah serta pendefinisian fenomena -
fenomena sosial yang ada, yang menjadi orbit dari ilmu ekonomi. Termasuk fenomena dan
masalah sosial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemiskinan.
Kemiskinan dalam ekonomi Islam lebih kompleks dan mendekati realita jika dibandingkan
dengan kemiskinan yang ada dalam ekonomi konvensional, kemiskinan dalam ekonomi Islam
tidak melulu masalah duniawi saja tapi juga masalah ukhrawi, meskipun ada juga beberapa
persamaan dengan ekonomi konvensional untuk pemaknaan kemiskinan material. Yang paling
penting adalah, Islam sebagai agama yang pertengahan 3 juga memerangi kemiskinan. Berbeda
dengan motif ekonomi konvensional yang berangkat dari sebab bahwa kemiskinan merupakan
penghambat pertumbuhan ekonomi sebagaimana diungkapkan di atas, dalam Islam “permusuhan”
terhadap kemiskinan berangkat dari rasa cinta atau mahabbah kepada Allah, kemudian
pengharapan atau roja’ terhadap rahmat serta ampunan Allah, dan rasa takut atau khouf pada siksa
dan azab dari Allah, yang ketiganya ini merupakan implementasi dari pengesaan terhadap Allah.
Melihat kondisi saat ini jika menggunakan pendekatan Ekonomi Islam mengenai nisab zakat
sebagai ukuran kemiskinan maka jumlah orang miskin akan melebihi dari jumlah yang
dikategorikan menggunakan pendekatan dari Worldbank 4 oleh ekonomi konvensional yakni $
2/hari untuk orang miskin dan $ 1.25/hari untuk orang yang sangat miskin (extremely poor),
karena jumlah orang yang hartanya tidak mencapai nisab dan hidupnya lebih dari $2/hari tidak
dikategorikan sebagai orang miskin oleh Worldbank. Selain itu, saat ini dengan tidak adanya
pemerintahan berlandaskan Islam seperti zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin 5
Ekonomi Islam ditantang untuk dapat memecahkan masalah kemiskinan yang sebagaian besar
terjadi di Afrika dan Asia di mana di benua tersebut banyak negera-negara yang penduduknya
mayoritas Muslim.
Indonesia merupakan Negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam terbesar di dunia.
Berdasarkan laporan dari Pew Research Center (2015:74) mengenai perkembangan populasi
agama-agama di dunia per-tahun 2010, Indonesia menduduki posisi puncak negara dengan
populasi muslim terbesar di dunia dengan total populasi muslim sebesar 209,120,000. Angka
tersebut merupakan representasi dari 85% total penduduk Indonesia dan menyumbang 13.1%
penduduk muslim sedunia. Memiliki kurang lebih seperempat miliar manusia yang 85%-nya
beragama Islam, berbeda dengan Negara mayoritas muslim lain Indonesia cenderung mengalami
jumlah penurunan penduduk miskin yang penurunannya cenderung melambat tahun ke tahun dari
tahun 1996 sampai 2012, sebagaimana terlihat pada (gambar 1) di mana penduduk miskin pada
tahun 1996 berjumlah 34.01 juta jiwa yang merupakan representasi dari 17.47% total penduduk
saat itu. Kemudian pada 2012 jumlah penduduk miskin turun menjadi 28.59 juta jiwa yang
merupakan representasi dari 11.66% dari total penduduk di Indonesia.
Asy Sidiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun ada sebagian
ulama yang menambahkan Umar bin Abdul Aziz karena saking sukses dan fantastisnya era
kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dan karena dekatnya ciri-ciri dan sifat-sifat Umar bin Abdul
Aziz dengan Khulafaur Rasyidin sebelumnya.
Gambar 1 : Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia (1996-2012)
Kendati Indonesia mengalami jumlah penurunan angka kemiskinan namun ternyata
ketimpangan pendapatan malah semakin meningkat, berdasarkan informasi dari World Bank
(2014a) Indonesia memiliki tingkat ketimpangan tertinggi di kawasan Asia Timur, dengan naiknya
koefisien Gini dari 0,32 pada 1999 menjadi 0,41 pada 2012. Hal ini menunjukkan tidak meratanya
distribusi kekayaan di Indonesia dan masih perlunya perbaikan dalam kebijakan penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Menurut Suyanto (2013:243) belum adanya kerjasama yang benar-benar
terpadu, dan ditambah lagi dengan orientasi program yang belum bersifat kontekstual, maka bisa
dipahami jika pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan belum memperlihatkan hasil
yang signifikan apalagi memperlihatkan daya ungkit yang benar-benar nyata.
Terlepas dari faktor politik dan faktor-faktor lain yang ada, miris rasanya melihat kaum
Muslimin dengan ajaran Islam yang paripurna dan diridhoi Rabb semesta alam hingga akhir
zaman mengalami penyakit kemiskinan yang sesungguhnya penyakit tersebut sudah ditemukan
penawarnya. Oleh karena itu, dewasa ini cukup banyak cendekiawan dari kaum muslimin ya ng
mencoba menghidupkan tradisi keilmuan dalam Islam untuk mengatasi problematika yang ada
dalam umat, termasuk ekonomi Islam yang lahir dari gerakan Islamisasi Ilmu yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji karena pemikiran -pemikiran yang ada tersebut
akan bertemu dengan realita dan tantangan modernitas yang ada.
Di lain sisi walaupun saat ini angka penurunan kemiskinan di Indonesia melambat
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan ketimpangan pendapatan makin meningkat, pencap aian
aktifitas pengentasan kemiskinan di Indonesia relatif cukup baik dibanding negara -negara dengan
penduduk mayoritas muslim lainnya. Hal ini tak lepas dari program-program dan kebijakan-
kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah Indonesia, diikuti oleh sinergitas gerak dari
masyarakat sendiri yang turut andil dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Adanya
fenomena kegiatan pengentasan kemiskinan beserta pencapaiannya di Indonesia sebagai negara
dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dan sebagai negara yang bisa dikatakan
cukup baik bergelut melawan masalah kemiskinan menjadi menarik untuk dikaji juga. Karenanya
atas latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji pemikiran -pemikiran
mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam dari para cendekiawan/ekonom
Islam modern 6 dan relevansinya dengan pengentasan kemiskinan di Indonesia yang dituangkan
dalam penelitian berjudul “Konsep Pengentasan Kemiskinan dalam Ekonomi Islam”.
6 Sedikit Berbeda dengan periodisasi M. Nejatullah Siddiqi yang telah disebutkan sebelumnya,
Islahi dalam Hoetoro (2007:47) membagi periode pengembagan ekonomi Islam dalam tujuh
periode: 1. Al-Quran dan Sunnah; 2. Pemikiran ekonomi para ahli hukum Islam (10-240H/630-
855M); 3. Periode Inovasi, Translasi, dan Adaptasi (240-500 H/855-1100 M); 4. Periode
Transmisi (500-900 H/1100-1500 M); 5. Periode Imitasi dan Stagnasi (900-1200 H/1500-1785 M);
Fokus Penelitian
Berdasarkan pemaparan tersebut maka fokus penelitian dalam penelitian ini adalah
menguraikan konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam dari pemikiran -pemikiran
para ekonom/cendekiawan Islam modern yang tertuang dalam literatur-literatur, kemudian
membuat interpretasi serta generalisasi atasnya. Setelah itu penulis akan mencoba menganalisis
konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam dan relevansinya dengan pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
Pemikiran-pemikiran ekonom Muslim Modern dipilih karena sudah barang tentu pemikiran-
pemikiran tersebut tidak akan jauh dari akar pemikiran yang telah diwariskan oleh ekonom muslim
periode sebelumnya, yang merujuk pada sumber ilmu sepanjang masa dalam Islam yakni Al-
Qur’an dan Hadits. Kemudian pemikiran ekonomi Islam modern telah mengkompromikan
pemikiran Islam klasik dengan fenomena ekonomi di dunia modern sehingga terdapat hal-hal baru
yang belum terbahas sebelumnya oleh pemikiran Islam Klasik, termaktub dalam pemikiran
ekonomi Islam Modern.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bibliografis dengan pendekatan kualitatif grounded
theory method yang mengambil fokus mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi
Islam. Menurut Nazir (2011:53) Penelitian bibliografis merupakan penelitian dengan metode
sejarah untuk mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta generalisasi dari fakta -fakta yang
merupakan pendapat para ahli dalam suatu masalah atau suatu organisasi. Hal ini senada dengan
Buku Pedoman yang dikeluarkan oleh Jurusan Ilmu Ekonomi (2015:3) bahwa skripsi atau
penelitian kajian pustaka diperoleh dari telaah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah
yang bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan -bahan pustaka yang relevan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif grounded theory method karena memiliki
sifat induktif. Pendekatan grounded theory method dijelaskan oleh Babbie (2013:392) bahwasanya
pendekatan ini berangkat dari observasi daripada hipotesis dan berusaha untuk menemukan pola
dan mengembangkan teori dari bawah ke atas, dengan tidak ada persepsi. Selain itu, berdasarkan
Glaser dan Strauss (1967) dalam Babbie (2013:392-393) dijelaskan bahwa pendekatan grounded
theory method terdiri dari empat langkah, yakni: 1) menspesifikasi alam dan dimensi dari berbagai
macam konsep yang muncul dari data; 2) mencari dan menandai hubungan antar konsep; 3)
membuang konsep yang tidak relevan dengan penelitian; 4) menulis hasil penemuan.
Lebih jauh lagi penelitian ini termasuk dalam penelitian dasar (Basic Research) yang
diterangkan oleh Nazir (2011:26) bahwa
“Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan. Hasil dari
penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian -pengertian tentang alam serta
hukum-hukumnya. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk memecahkan masalah -
masalah praktika, walaupun ia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk tiap
masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan menjawab masalah -masalah
praktis tersebut.”
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang terkait dan relevan
dengan topik penelitian berupa literatur, artikel jurnal ilmiah, buku teks, dan makalah ilmiah. Hal
ini didasarkan pada Buku Panduan Jurusan Ilmu Ekonomi (2015:37) bahwa sumber data untuk
penelitian kajian pustaka dapat berupa buku teks, jurnal penelitian, skripsi, laporan penelitian,
proceding seminar dan lain-lain asal masih memenuhi kriteria keilmuan/ilmiah. Kemudian data
kualitatif sendiri merupakan data yang terdiri dari rekaman tertulis dari perilaku yang diobservasi
yang dapat dianalisis secara kualitatif (Bordens & Abbott, 2005:207). Jadi, sumber data penulis
merupakan sumber pustaka yang berkaitan dengan topik pengentasan kemiskinan dan ekonomi
Islam.
6. Periode Pemantapan Kembali (1200-1350 H/1785-1930 M); 7. Ekonomi Islam Modern (1350
H-…/1930 M-…)
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi literatur.
Menurut Nazir (2011:93) studi literatur selain mencari sumber data sekunder yang akan
mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan
dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan degeneralisasi yang
telah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh. Pernyataan tersebut sejalan dengan
Bordens & Abbott (2005:60) yang mendeskripsikan literature review sebagai proses memetakan,
mendapatkan, membaca, dan mengevaluasi literatur riset di area yang menjadi minat peneliti.
Bordens & Abbott (2005:60-61) juga mengemukakan tiga alasan pentingnya studi literatur yaitu
menghindari duplikasi, mempermudah desain penelitian, dan membuat peneliti tetap up to date
terhadap diskusi/kontroversi empiris dan teoritis dalam sebuah area penelitian.
B. EKONOMI ISLAM
Pengertian Ekonomi Islam
Termasuk dalam bagian dari sistem Islam yang sempurna adalah sistem ekonomi Islam.
Sistem ekonomi dalam syariat Islam masuk dalam tataran muamalah. Adapaun muamalah
diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial
(Antonio, 2014:4). Secara garis besar, sistem ini dapat dibagi menjadi tiga sektor besar: (1) sektor
publik, (2) sektor swasta, (3) sektor kesejahteraan sosial. Masing-masing dari tiga sektor di atas
mempunyai fungsi, isnstitusi, dan landasan syariah tersendiri.
Berkenaan dengan definisi ekonomi Islam, secara umum menurut Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam (2008:44) ekonomi Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan
permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami. Yang dimaksudkan dengan
cara-cara yang Islami di sini adalah cara-cara yang didasarkan atas Al Quran dan Sunnah. Jadi,
ilmu ekonomi Islam mendasarkan segala aspek, tujuan metode penurunan ilmu, dan nilai-nilai
yang terkandung pada agama Islam.
Penyelesaian masalah-masalah ekonomi menggunakan ilmu ekonomi Islam haruslah
bertujuan untuk menggapai falah. Falah dalam bahasa Indonesia berarti kemenangan. Sakti
(2007:31) menyatakan falah adalah kebahagiaan dunia-akhirat, sedangkan menurut Mustafa Edwin
Nasution, dkk. dalam Rivai & Buchari (2013:91) falah yang dimaksud adalah mencakup
keseluruhan aspek kehidupan manusia, yang meliputi aspek spiritualitas, moralitas, ekonomi,
sosial, budaya, serta politik, baik yang dicapai di dunia maupun di akhirat.
Mematuhi dan menegakkan syariat dalam bidang muamalah saat berekonomi yang islami
merupakan sebuah ibadah. Ibadah ini akan mendapat balasan dari Allah berupa pahala yang
banyak dan surga yang abadi apabila dilakukan dengan niat yang Ikhlas semata -mata hanya untuk
Allah, oleh karena itu ibadah maka yang menjadi orientasinya adalah falah (kebahagiaan di dunia
dan akhirat), bukan hanya kebahagiaan dunia sahaja.
7 QS. Al Baqarah(2) ayat 61, 177, 184, 215, 268, 271, dan 273; Ali ‘Imran(3) ayat 112 dan 181;
An-Nisa(4) ayat 6, 8, 36, dan 135; Al-Ma’idah(5) ayat 89 dan 95; Al-Anfal(8) ayat 41; At-
Taubah(9) ayat 60; surat Al-Isra’(17) ayat 27; Al-Kahfi(18) ayat 79; QS. Al-Hajj(22) ayat 27; An-
Nur(24) ayat 22 dan 32; QS. Al-Qashash(28) ayat 24; Ar-Rum(30) ayat 38; Fatir(35) ayat15;
Muhammad(47) ayat 38; Al-Mujadalah(58):4; Al-Hashr ayat(59) 7 dan 8; Al-Qolam(68) ayat 24;
Al-Haqqah(69) ayat 34; Al-Muddatsir(74) ayat 44; QS. Al-Insan(76) ayat 8; Al-Fajr(89) ayat 18;
Al-Balad(90) ayat 16; Al-Ma’un(107) ayat 3
dibantu. Jadi, dapat dipahami di sini bahwa makna kemiskinan dalam Islam adalah suatu keadaan
di mana manusia yang sangat butuh karunia dari Allah SWT tidak dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kemiskinan maupun kekayaan pada dasarnya merupakan ujian bagi seorang muslim di dunia.
Miskin dan kaya bukan ukuran seseorang hina atau mulia. Kemiskinan dan kekayaan keduanya
sama-sama merupakan cobaan dan ujian bagi seorang hamba. Orang yang miskin diuji dengan
kekafirannya, apakah ia dapat bersabar ataukah tidak. Sementara orang kaya diuji dengan
kekayaannya, apakah ia dapat bersyukur ataukah kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala.
Rasool et al. (2011:127-128) mengajukan sebuah cara pengukuran baru yang disebut sebagai
Islamic Poverty Indicator (IPI) yang menggabungkan berbagai dimensi yang akan memberikan
pengaruh terhadap institusi Islam karena memberikan perspektif baru dalam mengukur kemiskinan
melalui perspektif mikro. Menggunakan index, IPI menggambarkan fenomena multi-dimensi dari
kemiskinan dengan lebih menyeluruh. Ini akan dapat mengupgrade pengukuran kemiskinan dari
perspektif Islam karena terdiri dari komponen moneter dan non -moneter dengan menggunakan
prinsip maqasid al-syariah. Berikut adalah Formula dari IPI:
di mana Z1,Z2,...Zn adalah dimensi kesejahteraan, dan W1,W2,...Wn - adalah weightage (nilai
yang diberikan pada variabel-dimensi kesejahteraan-berdasarkan seberapa pentingnya atau
seberapa signifikannya itu).
Komponen-komponen dari IPI terdiri dari:
Gambar 2 Komponen Islamic Poverty Indicator
Pada gambar diatas, kuadran CIBEST dibagi menjadi empat kuadran. Kebutuhan material
ditunjukkan pada sumbu horizontal, sementara itu kebutuhan spiritual ditunjukkan den gan sumbu
vertikal. Tanda (+) pada sumbu horizontal mengindikasikan bahwa kebutuhan material rumah
tangga telah terpenuhi sedangkan tanda (-) mengindikasikan yang sebaliknya yang artinya rumah
tangga kekurangan kebutuhan material. Demikian pula pada sumbu vertikal di mana tanda (+)
menunjukkan terpenuhinya kebutuhan spiritual rumah tangga, dan tanda (-) menunjukkan
sebaliknya.
Model CIBEST yang berbasiskan pada CIBEST kuadran di atas terdiri dari empat index
yang diberi nama (1) welfare index, (2) material poverty index, (3) spiritual poverty index, dan (4)
absolute poverty index. Formula dari index-index tersebut adalah seperti di bawah ini :
di mana:
W = Welfare Index; 0 < W < 1
w = Jumlah dari rumah tangga yang makmur (yang kaya secara spiritual dan material)
N = Jumlah rumah tangga yang diobservasi
di mana:
Pm = Material Poverty Index; 0 < Pm < 1
Mp = Jumlah rumah tangga miksin secara material namun kaya secara spiritual
N = Jumlah rumah tangga yang diobservasi
di mana:
Ps = Spiritual Poverty Index; 0 < Ps < 1
Sp = Jumlah rumah tangga miksin secara spiritual namun kaya secara material
N = Jumlah rumah tangga yang diobservasi
di mana:
Pa = Absolute Poverty Index; 0 < Pa < 1
Ap = Jumlah rumah tangga yang miskin absolut (miskin material dan miskin s piritual)
N = Jumlah rumah tangga yang diobservasi
Namun, nilai dari w, Mp, Sp, dan Ap tidak dapat dihitung sampai kita mengetahui
standar/indikator yang menentukan kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Oleh sebab itu,
Beik & Arsyianti (2015:97) mengembangkan material line dan spiritual line. Material line sebagai
basis untuk memisahkan rumah tangga yang miskin secara material deng an rumah tangga yang
kaya secara material, sedangkan spiritual line sebagai basis untuk memisahkan rumah tangga yang
miskin secara spiritual dengan rumah tangga yang kaya secara spiritual . Material line (MV)
berasal dari standar minimal dari kebutuhan material, yang harus dipenuhi oleh rumah tangga.
Secara matematis MV dapat dilihat seperti di bawah ini:
di mana:
MV = standar minimum kebutuhan material (dalam Rp atau mata uang lokal)
Pi = harga dari barang dan jasa (dalam Rp atau mata uang lokal)
Mi = Jumlah minimal dari barang dan jasa yang dibutuhkan
Berdasarkan persamaan di atas, rumah tangga dikatakan miskin material ketika pendapatan
dari rumah tangga yang bersangkutan kurang dari nilai MV. Jika sebaliknya, rumah tangga
diklasifikasikan kaya secara material. Untuk spiritual line (SV) indikator yang digunakan adalah
seperti pada tabel 3.1 di bawah ini :
Tabel 1. Indikator Spiritual Line
CIBEST Model = 1 = W + Pm + Ps + Pa
Total penjumlahan dari semua indeks harus sama dengan satu. Index-index ini dapat
digunakan untuk melakukan pemetaan populasi, pada kuadran mana mayoritas populasi berada.
Hal ini akan membantu pemerintah untuk mendesain kebijakan strategis yang efektif untuk
dieksekusi. Di mana goal dari pemerintah ketika menggunakan model CIBEST ini adalah untuk
membuat kebijakan yang dapat mengarahkan masyarakat yang masih berada pada kuadran II, III,
IV menuju kuadran I yaitu welfare quadran.
Dari literatur-literatur ilmiah yang telah dipublikasikan sejauh ini, hasil kajian terbaru
mengenai pengukuran kemiskinan dalam ekonomi Islam telah mencoba untuk mengintegrasikan
antara pengukuran kemiskinan material dan kemiskinan spirtiual. Namun b erdasarkan Ridwan
(2011:30) kemiskinan dalam Islam juga mencakup ranah mental/psikis. Terlepas dari apakah ranah
mental/psikis itu termasuk dalam ranah spiritual atau terpisah, perlu kiranya kajian mengenai
pengukuran kemiskinan mental/psikis dikembangkan agar dapat mendapatkan gambaran yang
lebih komprehensif mengenai kondisi kemiskinan di suatu area melalui perspektif Islam.
Pengentasan Kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah (Era Presiden Joko Widodo)
Di era Presiden Republik Indonesia yang ke tujuh yaitu Presiden Joko Widodo yang pada
saat tulisan ini ditulis masih menjabat, program pengentasan kemiskinan yang diadakan oleh
pemerintah masih meneruskan program pengentasan kemiskinan dari era Presiden sebelumnya,
yang juga berpedoman pada RPJP Nasional, RPJMN, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
(Pemerintah Republik Indonesia, 2016:II-5).
Berdasarkan RPJMN 2015-2019, sesuai amanat RPJP Nasional 2005-2025 dan
mempertimbangkan tingginya tingkat ketimpangan dan pola penurunan tingkat kemiskinan selama
ini, permasalahannya, serta tantangan yang akan dihadapi dalam lima tahun mendatang (2015-
2019), maka sasaran utama pembangunan yang ditetapkan dalam bidang Pemerataan dan
Penanggulangan Kemiskinan adalah (BAPPENAS, 2014:1- 67) :
1. Menurunnya tingkat kemiskinan pada kisaran 7 – 8 persen pada akhir 2019.
2. Mengupayakan penurunan tingkat ketimpangan pada akhir tahun 2019 sekitar 0,36, agar
pendapatan penduduk 40,0 persen terbawah meningkat, dan beban penduduk miskin
berkurang.
Sejak era SBY-Boediono pemerintah Indonesia telah membentuk Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD). TNP2K merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat
untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. Sedangkan TPKD merupakan tim
lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat provinsi, kabupaten kota untuk
melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan di masing -masing daerah yang bersangkutan
(TNP2K, 2011:4-8). TNP2K dan TPKD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pada tahun
2015 pemerintahan Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden untuk menyesuaikan
keanggotaan TNP2K demi memperlancar tugas dan operasional TNP2K.
TNP2K saat ini merupakan “pasukan khusus” dari kompi pemerintahan yang menjadi ujung
tombak pengentasan kemiskinan di Indonesia. TNP2K mempunyai tugas pokok untuk: (1)
Menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (2) Melakukan sinergi melalui
sinkronisasi, harmonisasi dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di
kementerian/lembaga; (3) Melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan
kegiatan penanggulangan kemiskinan. Saat ini untuk melaksanakan t ugas pokok dan demi
menunjang penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan mewujudkan percepatan
penanggulangan kemiskinan di Indonesia, TNP2K telah merumuskan empat strategi utama.
Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan tersebut di antaranya adalah :
1. Memperbaiki program perlindungan sosial;
2. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar;
3. Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; serta
4. Menciptakan pembangunan yang inklusif.
F. SINTESIS TEORITIS
Sintesis berdasarkan pada Kamus Bahasa Indonesia (Tim Redaksi Bahasa Indonesia
2008:1357) memiliki arti paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan
kesatuan yang selaras. Secara estimologis, sintesis berasal dari bahasa Yunani syn-tithenai yang
dapat diartikan dengan meletakkan atau menempatkan. Selain itu, sintesis juga dapat diartikan
sebagai: 1) kombinasi konsep yang berlainan menjadi satu secara koheren; 2) komposisi atau
kombinasi dari bagian-bagian atau elemen-elemen untuk membentuk satu bentuk yang utuh; 3)
kombinasi elemen-elemen dari perasaan atau pemikiran menjadi satu kesatuan (Merriam-Webster
Dictionary dalam Rahmat et al., 2011:9; Merriam-Webster Inc., 2007).
Lebih lanjut diterangkan oleh Cooper et al. (2009:6) bahwa sintesis penelitian adalah :
“the conjunction of a particular set of literature review characteristics. Most definitional
about research syntheses are their primary focus and goal: research syntheses attempt to
integrate empirical research for the purpose of creating generalizations. ….Also, re search
syntheses almost always pay attention to relevant theories, critically analyze the research
they cover, try to resolve conflicts in the literature, and attempt to identify central issues fo r
future research.”
Jadi, sintesis penelitian merupakan penggabungan dari beberapa bagian khusus yang ada
pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk kemudian dilakukan generalisasi atasnya. Kemudian
sintesis penelitian juga memperhatikan mengenai isu-isu sentral yang perlu diperhatikan untuk
digunakan dalam pembahasan sebuah penelitian di masa depan.
Untuk proses sintesis dalam penelitian ini sendiri terdiri dari tiga tahap yang mengacu pada
Pound & Campbell (2015) yaitu:
(1) Synthesis preparation : Ekstrasi dari konsep/teori yang terkait dengan penelitian;
penjelasan mengenai konsep/teori yang ada dan relevan dengan tujuan penelitian;
kemudian membuat ringkasan atasnya
(2) Synthesis : mengkomparasi masing-masing konsep/teori; mengkomparasi konsep/teori
yang ada dengan menampilkannya berdasarkan poin konvergensi (persamaannya) dan
divergensi (perbedaannya)
(3) Syinthesis refinement : Analisis lebih dalam terhadap produk dari proses Synthesis (2),
tujuannya adalah untuk membuat interpretasi baru atau pengembangan konseptual. Ini
menurut Pound & Campbell bisa juga disebut sebagai sintesis lines-of-argument (LOA).
Proses ini mempunyai potensi untuk dapat memunculkan sebuah hasil akhir yang lebih
baik dibandungkan bahan-bahan yang menjadi bagiannya.
Untuk tahap (1) synthesis preparation telah dilakukan pada bab sebelumnya. Maka 2
tahapan lainnya akan dibahas pada bagian berikutnya di bab ini.
Selanjutnya akan dillakukan proses synthesis dengan menampilkan komparasi mengenai
konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam melalui sebuah matriks. Sebelum
melakukan input pada matriks konsep pengentasan kemisikinan dalam Ekonomi Islam (Lampiran
5), dibuat terlebih dahulu proposisi model mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam
Ekonomi Islam berdasarkan pada uraian di bab “D” dengan intepretasi dari penulis. Hal ini
bertujuan agar lebih mudah memahami konsep-konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi
Islam tersebut dan sebagai salah satu bentuk dari iteration (repetisi dari proses review) yang
merupakan bagian dari proses sintesis (Barnett-Page & Thomas, 2009:12). Proposisi-proposisi
tersebut ada pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4. Setelah melakukan penguraian dan komparasi antar
konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam tersebut, maka dilakukan sintesis atas
konsep-konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam tersebut melalui sebuah model pada
gambar yang terdapat di lampiran 6.
Lampiran 6 menunjukkan bagaimana konsep pengentasan kemiskinan secara umum yang ada
di dalam kajian-kajian ekonomi Islam sampai dengan saat ini. Islam sebgaimana yang terurai di
dalam bab “C” memandang sebuah kemiskinan sebagai suatu masalah yang multi-dimensi, jauh
sebelum ekonomi konvensional modern yang ada saat ini mencetuskan dan mempopulerkan hal
tersebut. Dalam Ekonomi Islam dimensi-dimensi tersebut mencakup dimensi rohani dan jasmani.
Maka dari itu untuk mengentaskan kemiskinan dalam ekonomi Islam upaya-upaya multi-dimensi
juga perlu dilakukan. Tidak hanya upaya mengatasi kemiskinan material saja (jasmani), n amun
perlu juga mengatasi kemiskinan spiritual (rohani) karena kehidupan di dunia ini hanya temporer
dan yang menjadi tujuan utama bagi semua umat Islam adalah menuju surga dan terhindar dari api
neraka di negeri akhirat yang kekal nanti. Itu pula yang men jadi tujuan utama pengentasan
kemiskinan dalam ekonomi Islam yang masuk dalam urusan dunia dan diatur dalam sistem
ekonomi Islam, tujuannya adalah falah atau mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ada sebuah syarat yang harus dipenuhi agar konsep peng entasan kemiskinan di dalam
Ekonomi Islam dapat menjadi solusi konkrit dan efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan,
yakni: Pertama, Konsep pengentasan kemiskinan di dalam Ekonomi islam dapat dibagi
berdasarkan pelakunya, yakni individu (orang miskin itu sendiri), masyarakat, dan pemerintah.
Pengentasan kemiskinan yang dilakukan dalam Islam kesemuanya haruslah berjalan beriringan
dengan usaha rohaniah. Usaha rohaniah (gambar lampiran 6 lingkaran no. I) yang dimaksudkan di
sini adalah usaha-usaha yang tidak berkaitan langsung dengan Pengentasan kemiskinan seperti
bekerja, menjalankan program pemberdayaan, mengumpulkan dan menyalurkan/mendistribusikan
harta dari golongan orang-orang kaya ke golongan orang-orang papa.
Usaha Rohaniah ini harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat mulai dari individu
sampai dengan pemerintah. Selain diharapkan agar usaha rohaniah ini berdampak positif terhadap
upaya pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan, usaha rohaniyah ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai alat untuk mengatasi kemiskinan spiritual dan mencapai kesejahteraan hakiki di
akhirat nanti. Usaha-usaha rohaniah tersebut yakni: : (1) Istighfar (meminta ampun kepada Allah)
dan bertaubat kepada-Nya, dengan perkataan maupun perbuatan; (2) Bertakwa kepada Allah; (3)
Bertawakkal kepada Allah (4) Bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah; (5)
Melaksanakan haji dan umrah; (6) Menyambung silaturahim; (7) Bersedekah di jalan Allah; (8)
Bersedekah untuk para penuntut ilmu; (9) Menyambung Silaturahim; (10) Hijrah di jalan Allah
Ta’ala, dari negeri kafir ke negeri Islam; (11) Senantiasa berdo’a kepada Allah memohon rezeki
yang halal dan berlindung kepada Allah dari kefakiran; (12) Jujur, amanah, dan menjauhi sifat
malas; (13) Bersabar dan bersyukur; (14) Memiliki sifat qona’ah; (15) Tidak menuruti hawa nafsu
untuk konsumsi secara berlebih-lebihan.
Kedua, usaha-usaha yang berkaitan langsung dengan pengentasan kemiskinan (gambar yang
berada pada lampiran 6 lingkaran no. II) kesemuanya itu haruslah dilandasi oleh ukhuwah
Islamiyah atau yang secara bahasa dapat diartikan sebagai persaudaraan Islam. Ukhuwah
Islamiyah menurut Al-Qudhat dalam Rahayuningsih (2005:14) merupakan merupakan suatu ikatan
akidah yang dapat menyatukan hati semua umat Islam, walaupun tanah tumpah darah mereka
berjauhan, bahasa dan bangsa mereka berbeda, sehingga setiap individu di umat Islam senantiasa
terikat antara satu sama lainnya, membentuk suatu bangunan umat yang kokoh. Lebih dari itu
menurut Shihab (2011:243) ukhwuah Islamiyah dapat diartikan sebagai ukhuwah yang bersifat
Islami dan diajarkan oleh agama Islam, di dalamnya sudah termasuk ukhuwah
basyariyah/insaaniyah (persaudaraan kemanusiaan) dan ukhuwah khalqiyah (persaudaraan
semakhluk).
Di antara manifestasi ukhwah Islamiyah menurut Al-Banna (2007) adalah takaful yang
berarti saling menanggung beban dan puncaknya adalah itsar yakni mendahulukan kepentingan
saudaranya. Ukhuwah Islamiyah menjamin lestarinya lingkungan dan alam seb agai wujud
ukhuwah khalqiyah (Persaudaraan antar makhluq). Selain itu, Ukhuwah Islamiyah juga menjamin
terjaganya kehormatan dan terpenuhinya kebutuhan dasar umat non -Islam sebagai wujud dari
ukhuwah insaniyah dan manifestasi rahmatan lil ‘aalamin agama Islam. Allah berfirman :
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang -orang yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:8)
“Sesungguhnya Allah hanya melarangmu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang -
orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung
halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan
mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.” (QS. Al-Mumtahanah:9)
Allah melalui ayat al-Qur’an di atas mengajarkan prinsip toleransi yaitu hendaklah setiap
muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama. Ibnu
Katsir menyatakan bahwa Allah tidak melarang umat muslim berbuat baik kepada non muslim
yang tidak memerangi umat muslim seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di
antara mereka. Hendaknya kita berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yan g berbuat
adil (Katsir, 2003h:142).
Nabi Muhammad Saw. ketika membuat Piagam Madinah yakni perjanjian tertulis untuk
mengatur kehidupan sosial politik komunitas Islam dan non Islam, menggunakan kata ummat
(umat) dalam dua pengertian. Pada pasal 1 dinyatakan bahwa orang-orang mukmin-muslim adalah
umat yang satu, tidak termasuk golongan lain. Penggunaan kata ummat di sini bersifat eksklusif
dan dasarnya adalah "persaudaraan seagama." Tapi pada pasal 25 dinyatakan bahwa kaum Yahudi
dan sekutunya (kaum musyrik dan munafik) adalah satu umat bersama orang-orang mukmin.
Penggunaan kata ummat di sini bersifat inklusif dan dasarnya adalah 'persaudaraan sosial dan
kemanusiaan, al-ukhuwah al-ijtima'iyah waal-insaniyah (Hamidah, 2015:328). Artinya,
berdasarkan uraian-uraian di atas dalam mengentaskan kemiskinan Islam tidak memandang suku,
agama, dan ras seseorang karena dalam Islam Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan
menjadi rahmat bagi alam semesta dan seisinya.
Ukhuwah Islamiyah sendiri juga menjadi spesial dikarenakan borderless, tidak memandang
warna kulit, dan dalam menjaga serta mempererat ikatan persaudaraan itu semata-mata hanya
mengharapkan keridaan Allah semata. Maka dalam tindakan pengentasan kemiskinan yang
dilakukan oleh para pelaku pengentasan kemiskinan tersebut tidak terdapat motif untuk mencari
keuntungan duniawi sebagaimana di dalam ekonomi modern di mana pengentasan kemiskinan
baru mendapat perhatian lebih di abad millenium ini.
Menurut Shoimuddin (2011:37-40) ukhuwah mempunyai syarat dan pilar yang tanpanya
maka keutamaan-keutamaan dari ukhuwah tidak akan didapatkan. Diantara syarat dan pilar itu
adalah : (1) Ikhlas mengharapkan ridho Allah; (2) Dilandaksan keimanan dan ketaqwaan; (3)
Berprinsip saling menasihati karena Allah; (4) Saling tolong menolong dalam kesenangan dan
kesusahan. Maka dari itu, untuk menciptakan ukhuwah Islamiyah yang kokoh diperlukan
keimanan dan ketaatan yang kuat terhadap Allah. Untuk meningkatkan keimanan dan ketaatan
pada Allah yang nantinya akan berimplikasi pada kuatnya Ukhuwah Islamiyah maka tindakan
yang perlu dilakukan di sini haruslah bermula dan dilaksanakan oleh tiap individu muslim.
Sebagaimana menurut Abdullah Gymnastiar dalam Murtini (2010:95) yang menyatakan bahwa
suatu kebaikan harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu dengan “3M”, yakni Mulai dari diri
sendiri, Mulai dari yang terkecil, dan Mulai saat ini.
Hal di atas selaras dengan Pasiak (2007) yang menyatakan berdasarkan surat Ar-Ra’du ayat
11 bahwa untuk membuat sebuah perubahan besar haruslah dimulai dari sendiri, ketika diri sendiri
sudah berubah menjadi lebih baik maka sunnatullah akan berlaku, lingkungan dan bangsa (kaum
individu tersebut) juga akan berubah menjadi lebih baik. Dalam hal ini jika tiap individu secara
sadar menerapkan syarat dan pilar ukhuwah di atas tanpa perlu nyinyir terhadap orang lain maka
niscaya ukhuwah Islamiyah akan menjadi kuat dan konsep pengentasan kemiskinan yang ada
dalam ekonomi Islam dapat mengeluarkan seluruh potensinya. Kemudian selanjutnya adalah
penjelasan usaha-usaha pengentasan kemiskinan di dalam sistem ekonomi Islam yang dijabarkan
berdasarkan subyek pengentaskan kemiskinan (yang ada pada lampiran 6 lingkaran no. II).
Demikianlah konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam secara umum. Allah
Ta’alaa berfirman
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai oran g yang berbuat kerusakan” (QS.
Al-Qasas: 77)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan manusia agar memanfaatkan nikmat dunia yang
Allah berikan, untuk meraih kemuliaan akhirat. Lalu Allah juga menjelaskan agar jangan
melupakan bagian kita dari dunia. Ini menunjukkan meskipun sama-sama penting namun porsi
akhirat lebih penting jika dibandingkan dengan dunia. Selanjutnya Allah berfirman:
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku” (QS. Az-Zariyat)
Pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam adalah salah satu bentuk ibadah yang
dilakukan oleh individu, masyarakat, dan pemerintah. Yang tujuan dan ganjaran hakikinya dalam
beribadah ada di akhirat. Maka dalam proses mengentaskan kemiskinan dalam ekonomi Islam
orientasinya lebih kepada proses dibandingkan hasil. Di mana harus berupaya secara bersungguh -
sungguh kemudian hasilnya diserahkan kepada Allah. Jika proses telah dilakukan secara baik
dengan melakukan upaya jasmaniah dan rohaniah maka niscaya falah akan didapatkan.
8
1. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 dan Penjelasan UU no.23 tahun 2011; 2 . Peraturan Pemerintah RI Nomor
14 T ahun 2014; 3. Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2014
1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”. Di antara contoh lain adalah adanya Undang -Undang nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam Undang -undang tersebut
pemerintah berusaha pro-rakyat dengan lebih mempersempit lagi ruang gerak korporasi-
korporasi yang menguasai mineral dan batu bara di Indonesia untuk mengeruk SDA demi
kepentingan privat. Selain itu pemerintah juga telah berkomitmen untuk melaksanakan
gerakan global Sustainable Development Goals (SDG).
5. Di Indonesia sudah terdapat lembaga khusus untuk menangani masalah pengentasan
kemiskinan yaitu Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
TNP2K merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat
untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. TNP2K mempunyai tugas
pokok untuk: (1) Menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (2)
Melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi dan integrasi program-program
penanggulangan kemiskinan di kementerian/lembaga; (3) Melakukan pengawasan dan
pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
6. Pemerintah Indonesia telah menjalin kerjasama dengan pihak swasta dalam pengentasan
kemiskinan, diantaranya dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS), Corporate Social Responsibility (CSR), dan kerjasama dengan Organisasi Non-
Profit/Filantropi/Charity. Selain itu, dalam pengintegrasian dana zakat pemerintah juga
telah berhasil melaksanakan kerjasama berupa integrasi pengelolaan zakat yang dilakukan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dari pihak
swasta.
7. Dari segi masyarakat, penerapan konsep pengentasan kemiskinan di Indonesia menjadi
terbantu dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama
Islam. Namun, ada hal yang cukup miris terjadi yakni, di Indonesia pada tahun 2011
diperkirakan potensi dana zakat yang terkumpul adalah 217 Triliun Rupiah, namun
kenyataannya dana yang terkumpul hanya 1,7 Triliun Ru piah.Selain itu, informasi World
Bank (2014a) menunjukkan kendati tiap tahun tingkat kemiskinan di Indonesia semakin
berkurang, namun tingkat ketimpangan semakin bertambah. Indonesia memiliki tingkat
ketimpangan tertinggi di kawasan Asia Timur, dengan naiknya koefisien Gini dari 0,32
pada 1999 menjadi 0,41 pada 2012, ini mengindikasikan distribusi kekayaan di antara
orang-orang miskin dan kaya masih belum berjalan dengan baik yang artinya adalah
nilai-nilai dalam ajaran Islam untuk mendorong distribusi kekayaan menjadi lebih adil
dan merata masih belum diterapkan secara optimal. Serta, implementasi dari konsep
ekonomi kekeluargaan berdasarkan konstitusi yang ada pada UUD 1945 Bab XIV yang
diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah masih tidak efektif dan tidak mampu
mengatasi masalah kemiskinan.
Dari uraian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa konsep pengentasan kemiskinan
dalam Ekonomi Islam relevan dengan Pengentasan kemiskinan di Indonesia. Jika dilihat melalui
visi dan strategi pembangunan yang ada sebenarnya Indonesia telah on the right track untuk
mengatasi kemiskinan baik itu dari segi jasmani maupun rohani dan linier dengan cita -cita Islam
untuk menyejahterakan dan memelihara alam semesta dan seisinya. Akan tetapi masih ada
beberapa kekurangan terutama dalam pengimplementasian visi dan strategi tersebut, terutama pada
sisi penysunan regulasi pro-syariat yang masih kurang memberikan sanksi tegas terhadap para
pelanggar syariat. Salah satu akibatnya, dapat dilihat dari jumlah zakat yang terkumpul di
Indonesia hanya 0.7 % dari total potensi szakat yang ada. Padahal jika potensi zakat sejumlah 217
triliun rupiah tersebut terealisasi dengan nyata, maka dana zakat tersebut sebenarnya bisa untuk
mengcover Belanja Negara pada fungsi Perlindungan Sosial yang hanya sebesar 158.1 triliun
rupiah. Kemudian hal ini juga menunjukkan masih kurang kuatnya ikatan Ukhuwah Islamiyah
yang merupakan landasan pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam di Indonesia yang
selaras dengan Bab XIV UUD 1945.
Konsep pengentasan kemiskinan di dalam Islam satu paket dengan pengukuran kemiskinan
dalam ekonomi Islam. Saat ini Pemerintah Indonesia masih belum secara khusus menggunakan
standar Islam dalam melakukan pengukuran kemiskinan. Tentu saja hal ini berimplikasi terhadap
strategi-strategi pengentasan kemiskinan pemerintah dan implementasinya yang menyebabkan
potensi konsep pengentasan kemiskinan dalam ekonomi Islam untuk menjadi solusi atas
permasalahan kemiskinan dan wasilah pencapaian falah menjadi tidak maksimal.
G. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dan uraian pada bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai
konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam dan relevansinya dengan pengentasan
kemiskinan di Indonesia, maka kesimpulan dan saran penelitian dari penelitian ini ad alah sebagai
berikut:
Kesimpulan
1. Ekonomi Islam memandang sebuah kemiskinan sebagai suatu masalah yang multi-dimensi.
2. Dimensi-dimensi tersebut mencakup dimensi rohani dan jasmani. Maka dari itu untuk
mengentaskan kemiskinan dalam ekonomi Islam upaya-upaya multi-dimensi juga perlu
dilakukan. Tidak hanya upaya mengatasi kemiskinan material saja (jasmani), namun perlu juga
mengatasi kemiskinan spiritual (rohani).
3. Tujuan dari pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam adalah untuk menggapai falah
(Kebahagiaan di dunia dan di akhirat)
4. Konsep pengentasan kemiskinan di dalam Ekonomi islam dapat dibagi berdasarkan pelakunya,
yakni individu (orang miskin itu sendiri), masyarakat, dan pemerintah.
5. Ada sebuah syarat yang harus dipenuhi agar konsep pengentasan kemiskinan di dalam
Ekonomi Islam dapat menjadi solusi konkrit dan efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan,
yakni: (1) Pengentasan kemiskinan yang dilakukan dalam Islam kesemuanya haruslah berjalan
beriringan dengan usaha rohaniah. (2) Untuk melakukan pengentasan kemiskinan di dalam
ekonomi Islam haruslah dilandasi oleh ukhuwah Islamiyah.
6. Secara umum dapat dikatakan bahwa konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam
relevan dengan Pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Saran
1. Dari literatur-literatur ilmiah yang telah dipublikasikan sejauh ini, hasil kajian terbaru
mengenai pengukuran kemiskinan dalam ekonomi Islam telah mencoba untuk
mengintegrasikan antara pengukuran kemiskinan material dan kemiskinan spirtiual. Namun
berdasarkan Ridwan (2011:30) kemiskinan dalam Islam juga mencakup ranah mental/psikis.
Terlepas dari apakah ranah mental/psikis itu termasuk dalam ranah spiritual atau terpisah, perlu
kiranya kajian mengenai pengukuran kemiskinan mental/psikis dikembangkan agar dapat
mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi kemiskinan di suatu area
melalui perspektif Islam.
2. Bagi penelitian-penelitian terapan terkait dengan pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi
Islam yang akan dilakukan di masa depan adalah untuk melakukan pengujian terhadap konse p
ini. Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara menjadikan konsep dalam penelitian ini
menjadi variabel-variabel yang dapat mewakili konsep tersebut, Sebagaimana yang dilakukan
oleh Haneef et al. (2015) yang melakukan pengujian terhadap konsep wakaf men ggunakan
teknik Confirmatory Factor Analysis (CFA).
3. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan kembali dan melakukan refleksi terhadap visi
pembangunan Indonesia yang diantara tujuannya adalah untuk membentuk manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi tentang pemaknaan dan
pengukuran kemiskinan yang selama ini digunakan. Tidak ada salahnya menjadi out-of-the
box, dengan menerapkan metode pengukuran kemiskinan yang sesuai dengan Ekonomi Islam.
Selain itu, pada saat ini metode mengenai pengukuran kemiskinan dalam Islam yang terbaru
justru ditemukan oleh cendekiawan Indonesia yakni Beik & Arsyianti (2015) dengan CIBEST -
nya. Tidak ada salahnya melakukan penerapan metode pengukuran tersebut sebagaima na
langkah Buthan yang menerapkan Gross National Happiness (GNH).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., 2012. Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik Pemberdayaan
Masyarakat: Suatu studi di Rumah Zakat Kota Malang. Jurnal Studi Masyarakat Islam,
15(2), pp.197–214. Available at:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/view/ 1630.
Adinugraha, H.H., 2013. Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam. Media Ekonomi dan
Teknologi Informasi, 21, pp.49–59.
Aid for Development Effectiveness Secretariat, 2012. Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial , Jakarta.
Al-Attas, S.M.N., 1978. Islam and Secularism, Kuala Lumpur: International Institute of Islamic
Thought and Civilzation (ISTAC). Available at: http://www.getcited.org/pub/102125437.
Al-Banna, H., 2007. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jakarta: Era Adicitra Intermedia.
Amuda, Y.J. & Embi, N.A.C., 2013. Alleviation of Poverty among OIC Countries through Sadaqat
, Cash Waqf and Public Funding. International Journal of Trade, Economics, and Finance,
4(6).
Anonim, 2010. Al Qur’an: Terjemah dan Tafsir Per Kata, Bandung: Jabal.
Antonio, M.S., 2014. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik , Jakarta: Gema Insani Press.
Asy’ari, H., 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Modal Sosial
Pada PT Newmont. Universitas Diponegoro.
Babbie, E., 2013. The Practice of Social Research, Thirteenth Edition, International Edition,
Wadsworth: Cengage Learning.
Baidhawy, Z., 2009. Teologi Neo Al-Ma’un: Manifesto Islam Menghadapi Globalisasi Kemiskinan
Abad 21, Jogjakarta: Civil Islamic Institute.
BAPPENAS, 2015. Public Private Partnerships Infrastrutucture Projects Plan in Indonesia 2015 ,
Jakarta: BAPPENAS.
Barnett-Page, E. & Thomas, J., 2009. Methods for the synthesis of qualitative research: a critical
review, London.
Beik, I.S. & Arsyianti, L.D., 2015. Construction of CIBEST Model as Measurement of Poverty
and Welfare Indices From Islamic Perspective. Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics,
7(1).
Bordens, K.S. & Abbott, B.B., 2005. Research Design and Methods: A Process Aprroach, New
York: McGraw-Hill.
Cooper, H., Hedges, L. V & Valentine, J.C., 2009. The Handbook of Research Synthesis and
Meta-Analysis, New York: Russell Sage Foundation.
Fathurrahman, A., 2010. Meninjau Ulang Landasan Normatif Perbankan Syariah di Indonesia
(Telaah atas Teori Kontruksi Fiqh Klasik). Al-Mawarid, XI(1), pp.1–16.
Güner, O., 2005. Poverty in Traditional Islamic Thought : Is it Virtue or Captivity ? Studies in
Islam and the Middle East [SIME] Journal, 2(1).
Hassan, M.K., 2010. an Integrated Poverty Alleviation Model Combining Zakat , Awqaf and
Micro-Finance. The Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Econo my, (1), pp.261–281.
Hoetoro, A., 2007. Ekonomi Islam Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi , Malang:
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Hoque, N., Khan, M.A. & Mohammad, K.D., 2015. Poverty alleviation by Zakah in a transitional
economy : a small business entrepreneurial framework. Journal of Global Entrepreneurship
Research (2015), 5(7), pp.1–20.
Ibrahim, S., 2007. Kemiskinan dalam Perspektif Al-Qur’an, Malang: UIN-Malang Press.
Jawas, Y. bin A.Q., 2013. Kiat-Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan, Bogor: Pustaka At-Taqwa.
Jurusan Ilmu Ekonomi, 2013. Buku Pedoman Skripsi, Malang: Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Katsir, I., 2003a. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003b. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003c. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003d. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003e. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003f. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2003g. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Katsir, I., 2012. Umar bin Khaththab Radhiallahu ’Anhu A. Sami, ed., Jakarta: Perisai Qur’an.
Kementrian Sekretariat Negara, 2013. Kajian Kebijakan - Penguatan Peran Pemerintah Daerah
dalam Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Jakarta.
Korayem, K. & Mashhour, N., 2014. Poverty in Secular and Islamic Economics;
Conceptualization and Poverty Alleviation Policy, with Reference to Egypt. Middle Eastern
and African Economies, 15(2).
Multifiah, 2011. Telaah Kritis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi.
Journal of Indonesian Applied Economics, 5(1), pp.1–27. Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=259609&val=7037&tit le=TELAAH
KRITIS KEBIJAKAN PENANGGULAN KEMISKINAN DALAM TINJAUAN
KONSTITUSI.
Murtini, 2010. Konsep Manajemen Qalbu menurut Abdullah Gymnastiar Relevansinya dengan
Tujuan Pendidikan Islam. IAIN Walisongo.
Nazir, M., 2011. Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia.
Pasiak, T., 2007. Brain Management for Self Improvement, Bandung: Mizan.
Peerzade, S.A., 1997. The Definition and Measurement of Poverty: An Integrated Islamic
Approach. The Pakistan Development Review, 36(1). Available at:
http://www.pide.org.pk/pdf/PDR/1997/ Volu me1/87-97.pdf.
Pemerintah Republik Indonesia, 2016. Lampiran 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
45 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 , Indonesia.
Pew Research Center, 2015. The Future of World Religions: Population Growth Projections,
2010-2050”. , p.245.
Pound, P. & Campbell, R., 2015. Exploring the feasibility of theory synthesis: A worked example
in the field of health related risk-taking. Social Science and Medicine, 124, pp.57–65.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.11.029.
Purwana, A.E., 2014. Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Justicia Islamica: Jurnal
Kajian Hukum dan Sosial, 11.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2008. Ekonomi Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Qaradhawi, Y., 2009. Fiqh Al Zakah (Volume II), Jeddah: Scientific Publishing Centre King
Abdulaziz University.
Qaradhawi, Y., 2002. Teologi Kemiskinan: Doktrin Dasar dan Solusi Islam atas Problem
Kemiskinan, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Rahayuningsih, Y., 2005. Konsep Ukhuwah Islamiah dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan
Sikap Sosial Anak . IAIN Walisongo Semarang.
Rahmat, A. et al., 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan S. Akhadiah & W. D. Listyasari, eds., Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Rasool, M.S.A. et al., 2011. Poverty measurement in Malaysian zakat institutions: A theoretical
survey. Jurnal Ekonomi Malaysia, 45(1), pp.123–129.
Rasool, M.S.A., Shalleh, A.M. & Harun, M.F.M., 2012. Poverty Measurement by Islamic
Institutions. International Journal of Social, Behavioral, Educational, Economic, Business,
and Industrial Engineering, 6(5), pp.489–491.
Ridwan, A.M., 2011. Geliat Ekonomi Islam: Memangkas Kemiskinan, Mendorong Perubahan ,
Malang: UIN-Maliki Press.
Ridwan, B.R. & Ibrahim, I.A., 2012. Ahkam al-Laqit: Konsep Islam dalam Menangani Anak
Jalanan di Indonesia. Jurnal TSAQAFAH, 8(2).
Rivai, V. & Buchari, A., 2013. Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi!,
Jakarta: Bumi Aksara.
Sakti, A., 2007. Ekonomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern , PARADIGMA &
AQSA Publishing.
Shihab, M.Q., 2011. Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, Tangerang: Penerbit Lentera Hati.
Suma, M.A., 2015. Tafsir Ayat Ekonomi: Teks, Terjemah, dan Tafsir, Jakarta: Amzah.
Suyanto, B., 2013. Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penanganannya, Malang: Intrans Publishing.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, 2008. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Widokarti, J.R., 2014. Masalah Dasar Pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) di
Indonesia. In Border and Development International Conference (BDIC) . Pontianak:
Universitas Terbuka, pp. 1–25.
Sumber : Ridwan & Ibrahim (2012); Amuda & Embi (2013); Hoque et al. (2015); Haneef et al. (2015) diolah
LAMPIRAN 5. Matriks konsep pengentasan kemiskinan dalam Ekonomi Islam
Konsep
Qaradhawi Baidhawy Ridwan & Amuda & Embi Hoque et al. Haneef et al.
Pengentasan Jawas (2013)
Kem iskinan (2002) (2009) Ibrahim (2012) (2013) (2015) (2015)
Pelaku • Jaminan dari • Politik : • Mencukupi • Tak aful ijtima’i • Pengentasan • Pengelolaan • Pengelolaan
adalah famili dekat dengan famili yang • Berinisiatif kemiskinan zakat yang dana
Masyarakat yang mampu deliberasi miskin, mengasuh melalui digunakan wakaf/sedekah
• Zakat kolektif dan • zakat dan anak-anak penguatan untuk kegiatan diserahkan
• Hak-hak kontrak politik berbagai jalanan/miskin pengelolaan produktif kepada
selain zakat • Ekonomi : jenisnya, sedekah, melalui Lembaga
• Derma suka dengan • Kewajiban wakaf, dan pembiayaan Keuangan
rela/filantropi filantropi memenuhi hak- pendanaan UMKM (LKS)
sosial, hak selain publik. • Model (Channeling).
menyuarakan zakat, pengembanga • LKS kemudian
hak dan • Sedekah suka n mengelola
mengadvokasi rela/filantropi kewirausahaa dana tersebut
orang miskin, n yang untuk kemudian
membangun • Wakaf sosial diusulkan disalurkan
bisnis dengan berupa melalui 5 untuk program
tanggung sedekah tahap: (1) takaful,
jawab sosial jariyah dan Pengumpulan pelatihan SDM,
dan sejenisnya dana oleh dan
lingkungan • Melakulan Pemerintah/N pembiayaan
• Kebudayaan : usaha rohaniah GO; (2) usaha/proyek.
dengan Seleksi
membuat kandidat
masyarakat mustahiq yang
menjadi agen potensial; (3)
pembaharu Pelatihan
dan dakwah SDM; (4)
yang Evaluasi
mengajak menggunakan
pada jalan Kirkpatrick
Allah, agen training
stabilitas evaluation
dengan taxonomy; (5)
melakukan mustahiq yang
amar ma’ruf, lolos hasil
dan agen evaluasi dapat
transformasi mendirikan
dengan usaha dengan
melakukan dibiayai dana
nahi munkar zakat
Pelaku Jaminan negara • Penegakkan • Dana bantuan Pembentukan • Pendirian
adalah dari berbagai keadilan dari lembaga diwan institusi zakat di
Pemerintah sumbernya ekonomi politik perbendaharaa seperti pada masing-masing
melalui n Islam dari masa Khalifah negara Islam
kerjasama berbagai Umar bin untuk
multilateral sumbernya, Khathab yang fundraising
• Penyusunan • Melakulan memiliki tugas • Negara-negara
regulasi usaha rohaniah anggota OIC
untuk
tentang : (Organisation of
konsumsi; menjalankan Islamic
pembuatan sensus Cooperation)
program untuk penduduk. harus
tenaga kerja Berdasarkan mengintegrasik
yang kesulitan data dari sensus an dana
mendapat tersebut, sedekah,
pekerjaan; pemerintah wakaf, dan
larangan membuat pendaanaan
penimbunan bantuan tahunan publik untuk
(ihtik ar, yang diberikan kemudian
ik tinaz); kepada diinvestasikan
larangan riba; untuk membuka
golongan yang
penegakan usaha dan
memerlukan,
Zakat, Infaq, lapangan kerja.
Sodaqoh (ZIS) terutama (a) Investasi
dan yang wanita yang dilakukan di
sejenisnya; ditinggal mati sektor
penegakan suaminya dan Agrikultur,
waris anak yatim, (b) pendidikan, dan
• Menghidupkan mereka yang Usaha Kecil
tanah mati berjuang untuk Mikro dan
• Menghentikan Islam (c) mereka Menengah
eksploitasi yang cacat (UMKM).
Sumber Daya anggota
Alam (SDA) tubuhnya, dan
melalui proses orang jompo.
pengambilan
retribusi atas
penggunaan
SDA dan
Nasionalisasi
SDA yang
dikuasai
privat/korporat
untuk publik
Sumber : Berbagai sumber diolah (2017)
LAMPIRAN 6. Konsep Pengentasan Kemiskinan dalam Ekonomi Islam
Usaha Rohaniah
Ukhuwah Islamiyah
II
I
Sumber: Berbagai sumber diolah (2017)