Anda di halaman 1dari 15

VAKSINASI VIBRIO PARAHAEMOLYTICUS TERHADAP IKAN LELE

(Laporan Praktikum Imunologi Ikan)

Oleh

Rutmaida Boru Hombing


1914111012

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vibrio merupakan bakteri akuatik yang dapat ditemukan di sungai, muara sungai,
kolam, dan laut. Salah satu jenis bakteri dari marga Vibrio yang hidup di laut dan
merupakan patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah Vibrio
parahaemolyticus. Bakteri ini adalah jenis bakteri yang hidupnya di laut, memiliki
daya tahan terhadap salinitas cukup tinggi. Oleh sebab itu bakteri patogen ini dapat
mencemari pangan hasil laut. Vibrio merupakan bakteri akuatik yang dapat
ditemukan di sungai, muara, kolam, dan lautan. Salah satu jenis bakteri dari marga
vibrio yang hidup di laut dan merupakan patogen yang berbahaya bagi kesehatan
manusia adalah Vibrio Parahaemolyticus. V.ibrio parahaemolyticus  adalah
bakteri laut yang bersifat halofil. Bakteri ini muncul secara musiman, biasanya pada
musim panas dan Vibrio Parahaemolyticusini ini relatif mudah dideteksi pada air
laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea dan moluska yang merupakan tempat
hidupnya di ekosistem.

Vaksin adalah preparat antigen yang dibuat dengan cara tertentu dan secara sadar
dimasukkan ke dalam ikan untuk memperoleh dan meningkatkan kekebalan spesifik.
Vaksin diperoleh dari organisme patogen yang diubah menjadi non patogen untuk
merangsang system imun hewan yang terserang oleh penyakit yang disebabkan oleh
bakteri pathogen tersebut. Pemvaksinan merupakan cara penanggulangan yang efisien
untuk mengatasi penyakit ikan, karena pemvaksinan hanya dilakukan satu kali selama
periode pemeliharaan dan tidak menimbulkan dampak negatif, baik pada ikan,
lingkungan, maupun efektif dan konsumen. Pemvaksinan dapat dilakukan pada
berbagai ukuran ikan dari benih sampai indukan.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Praktikan memahami cara pembuatan vaksin dan metode pemberiannya


2. Praktikan mampu mengevaluasi kinerja pada ikan
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Lele

Klasifikasi ikan lele menurut Lukito 2002

Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

2.2 Morfologi Ikan Lele

Kepala ikan lele sangat panjang, hampir seperempat dari panjang tubuh, kepala rata
(cekung), dan bagian atas dan bawah kepala ditutupi oleh tulang lempeng, tulang-
tulang ini membentuk rongga di atas insang. Mulut lele berupa gigi, gigi asli, atau
hanya permukaan kasar di bagian depan mulut, lele juga memiliki 4 pasang tentakel
yang tersebar di bagian mulutnya, sepasang tentakel hidung, sepasang tentakel
mandibula luar, sepasang tentakel mandibula bagian dalam, dan sepasang tentakel
rahang atas. Ikan ini memiliki organ penciuman di dekat tentakel, yang digunakan
untuk ikan lele yang indera peraba dan penciuman serta penglihatannya tidak dapat
berfungsi dengan baik. Mata ikan lele sangat kecil, dan tepi rongga mata bebas.
Bentuk tubuh lele memanjang, agak membulat, tanpa sisik. Tubuh lele di tengah
bulat, dan punggung badan rata ke samping, sirip ekor lele berbentuk bulat, tidak
nyambung dengan sirip punggung atau dubur, sirip perut bulat, panjangnya mencapai
sirip dubur, dan sirip dada lele memiliki sepasang duri yang tajam. Umumnya disebut
patil, dan lele umumnya berwarna abu-abu kehitaman (Prihartono, 2000).
2.3 Habitat Ikan Lele

Habitat ikan lele di sungai dengan arus air yang tenang atau mengalir perlahan, rawa,
telaga, waduk, sawah yang terge- nang air. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air
payau atau air asin, Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan
pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-
tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele tahan
hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan terhadap
pencemaran bahan- bahan organik. Ikan lele dapat hidup normal dilingkungan yang
memiliki kandungan oksigen terlarut 4 ppm dan air yang ideal mempunyai kadar
karbondioksida kurang dari 2 ppm, namun pertumbuhan dan perkembangan ikan lele
akan cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti sungai,
mata air, saluran irigasi ataupun air sumur (Suyanto, 2006).

2.4 Bakteri Vibrio Parahaemolyticus

Vibrio parahaemolyticus adalah sejenis bakteri motil, bakteri gram negatif dan
bakteri halofilik, secara alami ditemukan di air asin, pantai dan air laut. Secara
normal V. parahaemolyticus berada pada produk-produk perikanan, termasuk ikan,
udang dan kerang, sehingga kasus keracunan pangan akibat bakteri ini berasosiasi
dengan konsumsi berbagai jenis produk perikanan. Vibrio parahaemolyticus adalah
bakteri yang termasuk dalam famili Vibrio, bakteri gram negatif berbentuk batang
(melengkung atau lurus) atau melengkung dengan diameter 0,5 hingga 1 tom, bersifat
anaerobik, tidak membentuk spora, polimorfik, dan bergerak. adalah. Flagela kutub
tunggal. Vibrio parahaemolyticus mendiami muara (air payau atau muara) dan pantai
(perairan pesisir), tetapi tidak di laut dalam (laut terbuka), tetapi di perairan Asia
Timur. Bakteri ini merupakan bakteri halofilik (yang tumbuh paling baik pada media
yang mengandung 3% garam), sukrosa dan laktosa tidak berfermentasi dan dapat
tumbuh pada suhu 1044°C (suhu optimal 37°C).Waktu produksi bakteri adalah
eksponensial Fase 913 menit adalah dalam kondisi pertumbuhan yang optimal
(Amizar R, 2011)

2.5 Gejala Klinis

Pada penelitian Sarjito dkk 2014, gejala klinis yang terlihat pada ikan lele yang telah
terserang penyakit bakteri adalah adalah lendir yang berlebih, luka dibagian kepala,
berenang menyendiri, hemorrhagic, luka kemerahan/borok (ulcer) pada permukaan
tubuh, sungut kemerahan, mulut berwarna kemerahan, perut kembung, sirip gripis
yang disertai luka kemerahan pada sirip dada, sirip punggung, sirip ekor, serta hati
dan ginjal berwarna pucat.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu pelaksanaan praktikum dilakukan pada hari Senin, 08 November 2021 sampai
dengan selesai. Tempat dilakukannya pelaksanaan praktikum yaitu di Laboratorium
Mikro dan Laboratorium Basah Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas
Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, cawan petri, batang
spreader, corong, erlenmeyer, lampu bunsen dan autoclave. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah isolate bakteri Vibrio parahaemolyticus, ikan
lele, medium TSA, medium TSB, PBS (Phosphate buffer saline) dan formalin 2%.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:

3.3.1 Persiapan Vaksin Vibrio

Dikultur murni Vibrio spp.

Dikultur pada media broth (TSB) 10 ml

Dikultur pada media TSA trisalt di petri besar

Dipanen menggunakan PBS


Diinfaksi menggunakan formalin 4% dan di shaker selama 24 dengan suhu
ruang untuk Ag H. Sedangkan untuk Ag O diinfaksi dengan pemanasan pada
suhu 1000C selama 2,5 jam.

Disentrifuges 3500 rpm selama 30 menit

Dicuci sebanyakan 3 kali dengan PBS

Diuji viabilitas dengan medium TCBS

Dilihat bakteri yang tumbuh dan tidak tumbuh

Hasil

3.3.2 Pembuatan Vaksin Inaktif

Disterilisasi alat dan bahan

Dibuat medium TSB (dalam tabung reaksi) dan TSA (dalam cawan petri)

Dikultur bakteri Vibrio parahaemotycus pada medium TSB, inkubasi 24 jam


pada suhu ruang

Dindahkan inokulum Vibrio parahaemotycus dari medium TSB ke medium


TSA, pastikan inokulum merata ke seluruh lapisan agar, inkubasi selama 24
jam pada suhu ruang

Dipanen bakteri Vibrio parahaemotycu, kumpulkan dengan batang spreader


dan masukkan ke dalam Erlenmeyer menggunakan corong.

Diperkirakan volume inokulum bakteri Vibrio parahaemotycus dan lemahkan


bakteri dengan menambahkan larutan formalin hingga mencapai konsentrasi
4% dari volume inokulum

Diuji viabilitas bakteri pada medium spesifik GSP atau CPA dan inkubasi
selama 24 jam pada suhu ruang. Jika bakteri masih tumbuh, ulangi pelemahan
bakteri dengan meningkatkan konsentrasi larutan formalin.

Dilihat jika bakteri sudah tidak tumbuh, dilanjutkan pencucian formalin


menggunakan PBS dengan cara mensentrifuse pada kecepatan 4000 rpm
selama 1 jam. Sentrifuse dilakukan sebanyak 3 kali. setiap kali sentrifuse,
supernatant dibuang.

Disuspensikan Pellet dengan larutan PBS hingga volume 1 ml

Dihitung kepadatan vaksin dengan menggunakan spektrofotometer pada


panjang gelombang 625 nm.

Hasil

3.3.3 Pemberian Vaksin


Disuntik intra peritoneal (i.p) : dengan menyuntikkan vaksin dengan kepadatan
107 sel/ml setiap ikan ke bagian abdomen (perut) ikan

Direndam (bathing): dengan merendam ikan dalam larutan vaksin dengan


kepadatan 107 sel/ml air, waktu perendaman 30 menit denga pemberian aerasi
kuat.

Dioral dengan memasukkan vaksin ke dalam mulut ikan dengan kepadatan


vaksin 107 sel/ml setiap ikan.

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Table 1. Uji Viabilitas Perlakuan Head Killed Cell

Kelompok 1 Tumbuh atau Tidak Tumbuh


Bakteri Tumbuh tetapi tumbuh diluar
goresan media agar (terkontaminasi)

Table 2. Uji Viabilitas Perlakuan Formalin Killed Cell

Kelompok 2 Tumbuh atau Tidak Tumbuh


Bakteri tumbuh di goresan media agar

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Tabel

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa bakteri dapat tumbuh tetapi diluar goresan media
agar-agar, hal ini dikarenakan media agar-agar terkontaminasi sehingga menyebabkan
bakteri tidak tumbuh digoresan yang telah dibentuk, walaupun demikian hal itu dapat
dikatakan gagal. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa bakteri tumbuh dengan baik di
goresan media agar yang dibuat sehingga dapat dikatakan berhasil. Bakteri
diklasifikasikan sebagai pertumbuhan normal 100% dalam kondisi berikut: Bakteri
tumbuh sesuai dengan goresan jarum OSE. Jika pertumbuhannya tidak sesuai dengan
goresan jarum OSE, maka dapat dikatakan pertumbuhan bakteri berkurang. Jika
bakteri tumbuh di luar jarum yang tergores, maka dapat dikatakan bakteri tersebut
terkontaminasi.
4.2.2 Pengertian Vaksin

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu. Vaksinasi merupakan salah satu upaya preventif untuk menangani penyakit
ikan. Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia untuk mengobati ikan sudah mulai
ditinggalkan (Agus Setyawan et al, 2012)

4.2.3 Komponen Utama Bakteri Vibrio Parahaemolyticus

Bakteri Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri gram negatif, halofilik, bersifat


motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum kutub
tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis . Vibrio
parahaemolyticus adalah bakteri halofilik didistribusikan di perairan pantai di seluruh
dunia. Bakteri ini ditemukan di lingkungan muara sungai dan menunjukkan variasi
musiman, yang hadir dalam jumlah tertinggi selama musim panas. Selama musim
dingin, bakteri ini tetap berada di bawah muara pada bahan chitinous plankton.
Menurut Absalom, 2013 Vibrio parahaemolyticus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Bawah: Warna koloni pada media selektif agar Tiosulfat Sitrat Empedu Sukrosa
(TCBSA) warnanya hijau dengan diameter koloni 3 m, koloni bakteri dengan
tonjolan menonjol bulat agak keruh, tepi halus, reaksi Gram negatif, sel bakteri
berbentuk koma, motilitas positif.

4.2.4 Kendala Praktikum

Kendala yang terjadi selama praktium ialah kurangnya alat pada saat praktikum
seperti autoclave, membutuhkan waktu yang pas dalam menjalankan praktikum, serta
kekompakkan tim yang kurang.

4.2.5 Kematian pada Saat Pemeliharaan

Penyebab kematian pada saat pemeliharaan yaitu dikarenakan ikan stress pasca
penyuntikan sehingga menyebabkan ikan cepat mati, pemberiaan pakan yang tidak
teratur, serta kualitas air yang tidak terjaga juga dapat menyebabkan ikan cepat mati.
V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Pembuatan vaksin dalam praktikum kali ini menggunakan metode inaktif dengan
menghancurkan infektivitasnya, inaktivasi bakteri menggunakan larutan formalin 4%
(Ag H) dan inaktivasi dengan pemanasan pada suhu 100 O selama 2,5 jam. Sedangkan
metode yang dipakai dalam pemberian vaksin menggunakan suntik intra peritoneal,
yaitu dengan menyuntikan vaksin kepadatan 107 sel/ml setiap ikan ke bagian
abdomen (perut) ikan.

2. Hasil kinerja vaksin belum diketahui, dikarenakan ikan telah mati sebelum
diinfeksi bakteri. Penyebab kematian ikan sendiri dikarenakan ikan mengalami stress
berat pasca penyuntikan dan kualitas air menurun selama pemeliharaan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan ialah, sebaiknya praktikum dapat dilakukan atau
dilaksanakan di jam kosong agar tidak mengganggu jam kuliah lainnya, sehingga
pada saat praktikum, praktikan dapat lebih fokus dalam menjalankan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Amizar, R. (2011). Karakterisasi molekuler dari V. parahaemolyticus dan V.


cholerae yang diisolasi dari produk perikanan (udang, kerang dan kepiting) asal
kota Padang, Sumatera Barat dan Muara Angke, Jakarta Utara. Artikel. Program
Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang. 24p.

Lukito, AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer.Agromedia. Jakarta.

Luturnas, Absalom. 2013. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghambat Bakteri Vibrio
sp..Jurnal Triton. Universitas Pattimura

Prihartono ER, Rasidik J, Arie U. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele


Dumbo. Penebar Swadaya . Jakarta.

Sarjito. 2014. Agensia Penyebab Vibriosis Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Pada Kolam Bekas Tambak Udang. Journal of Aquaculture Management and
Technology. Universitas Diponegoro

Setyawan Agus, et al. 2012. Imunogenitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas
Salmoniaida pada Ikan MAS (Cyprinus carpio). Jurnal Ilmu Perikanan dan
Sumberdaya Perairan. Universitas Lampung.

Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Schneider, O.,
V. Sereti, M.A.M. Machiels, E. H. Eding, and J.A.J. Verreth. 2006. The potential
of producing heterotrophie bacteria biomass on aquaeulture waste. Water
Research, 40: 2684 2694.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan
Penyuntikan Vaksin Ag O

Penyuntikan Vaksin Ag H

Sterilisasi cawan petri diatas bunsen

Persiapan wadah cawan petri untuk


media agar-agar

Homogen TSB dan TSA menggunakan


spiner

Anda mungkin juga menyukai