Anda di halaman 1dari 11

FEMINISME SASTRA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

AL-MADKHAL ILA ILMI ADAB

Semester Ganjil 2021/2022

Dosen Pengampu :

Wulandari, MA.Hum

Disusun oleh kelompok 5:

1. Ali Fachruddin 2108308043

2. Nurul Fathia Annisa 2108308053

3. Nurul Hidayati 2108308046

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “FEMINISME SASTRA” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Wulandari MA.Hum pada mata kuliah
Al-Madkhal Ila Ilmi Adab. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi kita semua
dalam memahami penjelasan dari judul makalah yang tertera.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada ibu Wulandari MA.Hum selaku pengampu mata kuliah Al-
Madkhal Ila Ilmi Adab telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penyusun tekuni. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun
menyadari, makalah yang penyusun tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penyusun nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 30 November 2021

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………..………………….2

DAFTAR ISI….…………………………………………………………………..……..3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang….…………………………………………………………..………...4

B. Rumusan masalah….…………………………………………………....….....……..4

C. Tujuan….…………………………………………………………...……….............5

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Feminisme Sastra…………………………………………………………6

B. Penjelasan Teori Analisi Feminis……………………………………………………..7

C. Hubungan antara Feminisme Sastra dan Kritik Sastra……………………………….8

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan….………………………………………………………………………...10

DAFTAR PUSTAKA….………………………………………………………….……..11

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan rekaan realitas dari seorang pengarang yang tidak terlepas dari adat, budaya,
ekonomi, politik, dan juga sosial masyarakat yang melingkupi pengarang. Keadaan yang melingkupi seorang
pengarang akan memberikan dampak terhadap karya yang dihasilkannya. Pandangan seorang pengarang
terhadap adat, budaya dan sosial masyarakat akan membuat karya sastra menjadi sebuah produk sosial budaya.

Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasannya.
Sebagai media, karya sastra menjadi jembatan yang disampaikan kepada pembaca. Dalam hubungan antara
pengarang dengan pembaca, karya sastra menduduki peran-peran yang berbeda. Selain peran dalam proses
transfer informasi dari pengarang ke pembaca, karya sastra juga berperan sebagai teks yang diciptakan
pengarang sebagai teks yang diresepsi oleh pembaca (Sugihastuti dan Itsna Hadi Septiawan, 2007:81).

Penciptaan sastra selalu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat (Rampan, 1984:
16). Secara lebih sederhana, karya sastra mendeskripsikan kehidupan sosial masyaraka, baik laki-laki maupun
perempuan, dua jenis kelamin yang berbeda tersebut membentuk tatanan kehidupan masyarakat, baik secara
sosial maupun budaya. Hal ini terkait dengan gender sebagai hasil kontruksi sosial masyarakat.

Hubungan antarmanusia seringkali menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-
laki. Streotip bahwa perempuan makhluk lemah memicu lahirnya berbagai ketidakadilan dan ketertindasan.
Seringkali keberadaan perempuan hanya dilihat dari fungsi melahirkan, mengurus anak dan suami, dan
menjalankan tugas ibu rumah tangga lainnya. Dengan fungsi tersebut, persoalan rumah tangga mutlak menjadi
tanggung jawab perempuan. Akibatnya, timbullah sistem pembagian kerja yang timpang. Perempuan cenderung
hanya mengisi ruang domestik, sedangkan laki-laki menguasai ruang publik (dalam Astuti, 2005:1).

Konflik yang dialami perempuan akibat ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, menggiring
perempuan kepada tindakan pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah. Tindakan melahirkan
kebiasaan, kebiasaan melahirkan karakter, karakter melahirkan kepribadian, kepribadian akan melahirkan
penilaian-penilaian dari orang lain. Feminisme merupakan suatu gerakan atau perjuangan perempuan untuk
mencapai kesederajatan dengan laki-laki. Feminisme bukan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, ataupun
upaya untuk melawan pranata sosial seperti perkawinan dan rumah tangga maupun upaya perempuan untuk
mengingkari kodratnya, melainkan upaya untuk mrngakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan ( Fakih
dalam Sugihasti, 2013 : 63).

B. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari Feminisme Sastra?

4
b. Bagaimana penjelasan dari Teori Analisi Feminis?

c. Apa hubungan antara Feminisme Sastra dan Kritik Sastra?

C. Tujuan Masalah

a. Memahami pengertian Feminisme Sastra

b.Memahami penjelasan Teori Analisi Feminis

c. Memahami hubungan antara Feminisme Sastra dan Kritik Sastra

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Feminisme Sastra

Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan,
interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala
sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam
bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Feminis merupakan gerakan perempuan
yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum
perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan perbedaan objek dengan teori dan metodenya
merupakan ciri khas studi feminis. Dalam kaitannya dengan sastra, bidang studi yang relevan, diantaranya:
tradisi literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan, ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-
tokoh perempuan, dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan kajian budaya, permasalahan perempuan lebih banyak berkaitan dengan
kesetaraan gender. Feminis, khususnya masalah-masalah mengenai wanita pada umumnya dikaitkan dengan
emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang
politik dan ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya. Dalam sastra emansipasi sudah
dipermasalahkan sejak tahun 1920-an, ditandai dengan hadirnya novel-novel Balai Pustaka, dengan
mengemukakan masalah-masalah kawin paksa, yang kemudian dilanjutkan pada periode 1930-an yang diawali
dengan Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Aliajahbana.

Contoh-contoh dominasi laki-laki, baik dalam bentuk tokoh-tokoh utama karya fiksi yang terkandung
dalam karya sastra maupun tokoh faktual sebagai pengarang dapat dilihat baik dalam sastra lama maupun sastra
modern. Kesadaran berubah sejak tahun 1970-an, sejak lahirnya novel-novel populer, yang diikuti dengan
hadirnya sejumlah pengarang dan tokoh perempuan. Sebagai pengarang wanita memang agak jarang. Sepanjang
perjalanan sejarah sastra Indonesia terdapat beberapa pengarang perempuan, antara lain: Sariamin, Hamidah,
Suwarsih Djojopuspito, Nh. Dini, Oka Rusmini, Ayu Utami, Dee, dan lain-lain. Menurut Salden(1986: 130-
131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b)
pengalaman, c) wacana, d) ketaksadaran, dan e) masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori
feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui
wacana yang dikuasaioleh laki-laki. Pada dasarnya teori feminis dibawa ke Indonesia oleh A. Teeuw. Kenyataan
ini pun sekaligus membuktikan bahwa teori-teori Barat dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sastra Indonesia,
dengan catatan bahwa teori adalah alat, bukan tujuan. Pemikiran feminis tentang kesetaraan gender sudah
banyak diterima dan didukung baik oleh kalangan perempuan sendiri maupun oleh kalangan laki-laki.

6
Dukungan ini terlihat melalui penerimaan masyarakat terhadap kaum perempuan di bidang-bidang yang tadinya
hanya didominasi oleh kaum laki-laki, melalui tulisan dan media.

B. Teori Analisa Feminis

Dalam menilai karya sastra, cara yang sering dipakai adalah analisa secara tekstual. Salah satu bentuk
yang lain yang juga digunakan dalam memahami karya sastra adalah analisis tekstual feminis. Analisis tekstual
feminis mengandung dua hal yang penting yaitu analisis tekstual dan analisis feminis.
Perempuan menulis sendiri sebenarnya merupakan sebuah upaya untuk melakukan penilaian, mempertanyakan
dan menolak pola pikir laki-laki yang selama ini ditanamkan kepada perempuan. Selain itu juga merupakan
keberanian dan kekuatan untuk mengambil pilihan sehingga mengubah kritik sastra dari ‘dialog yang tertutup’
menjadi ‘dialog yang aktif’. Menjadi kritisi feminis berarti mampu membaca dengan kesadaran atas dominasi
ideologi patriarki dan wacana laki-laki, dan dengan kesadaran serta keinginan untuk mendobrak dominasi
tersebut. Seorang feminis dalam karya sastra-nya dapat saja merupakan seorang yang pluralistik dalam pilihan
metode serta teori sastra yang dipergunakannya, karena pada dasarnya pendekatan apapun yang dimanfaatkan,
selama itu sesuai dengan tujuan politisnya.

Ada beberapa macam pendekatan analisis sastra (teks) yaitu:

1. Kritisisme dengan perskriptif (perscriptive criticism) menawarkan sebuah cara untuk menentukan peran
pembebasan yang dapat dimainkan kesusasteraan dan kritik feminis. Menurut Cheri Register (1975), untuk
menjadi feminis, sebuah teks atau karya sastra/tekstual harus memenuhi satu atau lebih fungsi di bawah ini:

a. Sebagai suatu forum bagi perempuan. Artinya perempuan dibiarkan bebas berbicara dan menceritakan
pengalamannya dan perasaannya tanpa harus berusaha untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh laki-laki.

b. Membantu tercapainya androginitas budaya. Pada dasarnya gerakan feminisme ingin menciptakan tatanan
sosial yang lebih menghargai nilai-nilai perempuan yang selama ini tidak cukup dihargai. Penciptaan karakter
perempuan yang terlalu macho atau kejam dan mengagungkan kekuatan fisik tidaklah berarti feminis karena hal
ini berarti masih berangkat dari sifat kemaskulinan.

c. Menyediakan metode contoh teks yang feminis menyediakan ruang bagi perempuan untuk melakukan
eksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru dan mengevaluasi alternatif yang terbuka bagi dirinya, dan pada
saat yang sama menunjukkan bahwa pembebasan merupakan pengetahuan yang berat, yang dimulai dari diri
sendiri dan diakhiri dari diri sendiri.

d. Mempromosikan persaudaraan perempuan (sisterhood) teks, atau kritik feminisme haru memungkinkan
perempuan untuk menyadari perbedaan dirinya dengan perempuan lain, dan daripada saat yang sama
menghargai persaman pengalaman dengan perempuan lain dan untuk memutuskan suatu tindakan ‘politis.

7
2. Kritik sastra gynocritics adalah mengkonstruksi suatu suatu bingkai kerja yang akan menganalisa perempuan
dalam karya sastra (atau teks) berdasarkan pengalaman perempuan, dan bukan mengadaptasi model serta teori
laki-laki. Cara ini dimulai dengan membebaskan diri dari cara pandang laki-laki, menggantikannya dengan cara
pandang perempuan dan mengartikulasikannya dalam budaya perempuan. Tokoh yang memperkenalkan ini
adalah Elaine Showalter. Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa laki-laki lah yang selama ini berusaha
mendefinisikan perempuan dalam budaya.

3. Kritik sastra feminis sosial atau kritik sastra marxis: kritik sastra feminis yang meneliti tokoh-tokoh
pertempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat;

4. Kritik sastra gynesis, teori ini dilandaskan pada pemikiran bahwa perempuan bisa sangat patriarkal dan laki-
laki pun bisa memberikan efek feminis dan seksis; atau menunjukkan bahwa pengalaman perempuan adalah
milik perempuan namun seorang laki-laki sebenarnya dapat menginternalisasikan suara perempuan dan
bersimpati terhadap perempuan.

5. Kritik sastra feminis psikoanalisis: kritik sastra yang cenderung diterapkan pada tulisan-tulisan perempuan
yang menampilkan tokoh-tokoh perempuan, karena para feminis percaya bahwa pembaca perempuan biasanya
mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh perempuan yang dibacanya; kritik sastra feminis ini berbeda
dengan kritik-kritik yang lain; masalah kritik sastra feminis berkembang dari berbagai sumber. Untuk
menerapkan diperlukan pandangan luas dalam bacaan-bacaan tentang wanita. Bantuan ilmu lain seperti sejarah,
psikologi, dan antropologi misalnya sangat diperlukan, disamping perlu dikuasai teori kritik yang sudah
dimiliki sejak awal oleh kritikus feminis itu.

C. Hubungan Feminisme Sastra dan Kritik Sastra

Dalam kajian sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang
mengarahkan fokus analisis kepada wanita. Kritik sastra feminis bukan berarti pengeritik wanita, atau kritik
tentang wanita, atau kritik tentang pengarang wanita. Ati sederhana yang dikandung adalah pengeritik
memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan
dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Dalam kajian analisis karya satra dalam feminisme, menurut Syuropati
dan Soebachman (2012 : 116 - 117), yang difokuskan adalah :

 Kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam sastra.

 Ketertinggalan kaum perempuan dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan dan aktivitas
kemasyarakatan.

 Memperhatikan faktor pembaca sastra , bagaimana tanggapan pembaca terhadap emansipasi wanita dalam
sastra.

8
Sedangkan beberapa tujuan dari kritik sastra feminis yaitu :

1. Dengan kritik sastra feminis kita mampu menafsirkan kembali serta menilai kembali seluruh karya sastra
yang dihasilkan di abad silam.

2. Membantu kita memahami, menafsirkan, serta menilai cerita–cerita rekaan penulis perempuan.

Membaca sebagai wanita bearti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan
laki – laki yang andosentris atau patriarkal, yang sampai sekarang masih menguasai penulisan dan pembacaan
sastra. Perbedaan jenis kelamin menjadi faktor yang mempengaruhi situasi sistem komunikasi sastra.

9
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk
mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta
sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan
oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara
kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat.

Penggunaan teori ini dalam kritik sastra adalah untuk mengupas lebih mendalam sebuah karya sastra
dari segi feminisme, yang berarti sebuah kedudukan yang akan diberikan oleh pengarang kepada kaum
wanita dalam karya sastranya. Berbagai ragam kritik feminisme yang dapat digunakan untuk
membedah sebuah karya sastra diantaranya adalah kritik ideologis, genokritik, sastra feminis sosialis,
psikoanalitik, lesbian dan etnik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar

Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik
dan Anaisis Framing). Bandung : Remaja Rosdakarya

Ida, Rachmah. 2014. Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama

Saraswati, Ekarini. 2002. Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press

11

Anda mungkin juga menyukai