Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Kristal, Karakteristik Kristal, Analisis Uji Kristal dan Tingkat


Kekerasan Bahan

Mukti Hamzah Harahap, S.Si, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 1:


Desiana Sitorus : 4193540003
Erlanda Y Simamora : 4192240002
Kelas : Fisika A 2019
Strata : S-1
Mata Kuliah : Kristalografi

Jurusan Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
(The Character Building University)
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kristalografi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Mukti Hamzah Harahap,
S.Si, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Fisika Material atas bimbingannya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai bahan
kristal, karakteristik kristal dan tingkat kekerasan bahan dengan baik dan tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang mendukung dari
para pembaca untuk makalah ke depannya yang lebih baik lagi. Akhir kata kami
mengucapkan terimakasih.

Medan, September 2021

Penulis
Kelompok 1

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB I.PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1.Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2.Tujuan......................................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................................5
BAB III. PENUTUP........................................................................................................20
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................20
3.2.Saran......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari sistem
kristal. Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang secara esensial
mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard,2002). Jadi,
suatu kristal adalah suatu padatan dengan susunan atom yang berulang secara tiga
dimensional yang dapat mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang
teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-
bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
Bidang-bidang datar ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara
bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada
suatu kristal. Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu
kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat
kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai
parameter. Untuk mempelajari lebih dalam mengenai kristalografi ini maka
terlebih dahulu kita mengetahui bentuk-bentuk kristal, unsur simetri dari setiap
bentuk kristal dan dapat mengetahui mineral dengan bentuk-bentuk kristal.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk menjelaskan jenis kristal.
2. Untuk mengetahui informasi megenai karakteristik kristal
3. Untuk mengetahui analisis pengujian kristal dengan XRD dan SEM.
4. Untuk mengetahui tigkat kekerasan pada bahan material.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kristal dan Jenis Kristal
Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari sistem
kristal. Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang secara esensial
mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard,2002). Jadi,
suatu kristal adalah suatu padatan dengan susunan atom yang berulang secara tiga
dimensional yang dapat mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang
teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-
bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
Kristal adalah suatu bentuk berbidang banyak yang tetap, dibatasi dengan
permukaan-permukaan yang licin diduga terbentuk oleh suatu gabungan kimia
dengan pengaruh kekuatan atom yang ada di dalamnya, setelah mengalami
kondisi yang sesuai, berubah dari keadaan yang semula didalam keadaan cair atau
berupa gas, menjadi padat.
Adapun fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal yaitu :
1. Fase cair ke padat :
Kristalisasi suatu cairan akan terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase ini cairan sebagai dasar pembentuk kristal akan terjadi
proses pemadatan dan membentuk suatu kristal. pada proses tersebut akan
dipengaruhi oleh adanya perubahan suhu lingkungan.
2. Fase gas ke padat (sublimasi) :
Kristal akan terbentuk langsung dari uap menjadi padat tanpa melalui fase cair.
Bentuk kristal yang demikian ini pada umumnya berukuran kecil dan bisa juga
akan berbentuk rangka. Pada fase ini, kristal akan terbentuk oleh adanya hasil
sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan suatu lingkungan. Pada
umumnya gas-gas ini merupakan hasil aktifitas vulkanis dari gunung api yang
akan menjadi beku oleh karena adanya perubahan temperature.

5
3. Fase padat ke padat :
Proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur . Susunan unsur kimianya akan tetap (rekristalisasi), sedangkan yang
akan berubah hanya struktur kristalnya saja. Pada fase ini perubahan terjadi pada
kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena adanya tekanan dan temperatur
yang berubah, maka kristal tersebut akan berubah bentuk dari unsur-unsur
fisiknya. Sedangkan komposisi maupun unsur kimianya tidak berubah jika tidak
ada faktor lain yang mempengaruhi kecuali tekanan dan temperatur.
Bentuk kristal dibedakan atas sifat-sifat simetrinya yang terdiri dari bidang simetri
dan sumbu simetri kemudian kristal-kristal ini dapat diklasifikasikan menjadi
tujuh kelompok besar, yang disebut sistem kristal. Ketujuh kelompok sistem
kristal itu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin
dan Triklin (lihat Tabel 1.1). Dari ketujuh sistem kristal tersebut dikelompokkan
lagi menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini didasarkan pada jumlah unsur
simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas,
sistem Tetragonal tujuh kelas, sistem Orthorhombik tiga kelas, Sistem Hexagonal
tujuh kelas , Sistem Trigonal lima kelas, Sistem Monoklin tiga kelas dan Sistem
Triklin dua kelas.

Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri


Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan
bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan

6
didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan
menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar. Ketiganya dibedakan
berdasarkan cara mendapatkan nilai simetrinya. Gire, atau sumbu simetri biasa,
cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan memutar kristal pada porosnya
dalam satu putaran penuh.
Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire,
empat tetragire ,heksagire, dan seterusnya. Giroide adalah sumbu simetri yang
cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan
memproyeksikannya pada bidang horisontal. Dalam gambar, nilai simetri giroide
disingkat tetragiroide dan eksagiroide.
Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu.
Kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tebal atau
tinggi.Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga digunakan
proyeksi orthogonal.
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal.
Sudut-sudut ini dimulai pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal
yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri. Letak bidang
kristal terhadap susunan salib sumbu kristal adalah, α : sudut yang dibentuk antara
sumbu b dan sumbu c, β : sudut yang dibentuk sumbu a.
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua
bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari bagian
yang lain. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial
dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut membagi
kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal), Bidang simetri aksial ini
dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri vertikal, yang melalui sumbu vertical
dan bidang simetri horisontal, yang berada tegak lurus terhadap sumbu c. Bidang
simetri menengah adalah bidang simetri yang hanya melalui satu sumbu
kristal.Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai bidang simetri diagonal.
B. Sistem Kristalografi
Dari bidang simetri dan sumbu simetri tersebut kristal dapat dikelompokkan
menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur
simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas,

7
sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga
kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin
mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ )
tegak lurus satu sama lain (90˚). Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal, Gyroida, Diploida, Hextetrahedral, Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite .

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan
panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
= b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini

8
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Sistem tetragonal
dibagi menjadi 7 kelas:
 Piramid

 Bipiramid

 Bisfenoid

 Trapezohedral

 Ditetragonal Piramid

 Skalenohedral

 Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite .

3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih
panjang).

9
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem
kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α
= β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak
lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
 Trigonal piramid

 Trigonal Trapezohedral

 Ditrigonal Piramid

10
 Ditrigonal Skalenohedral

 Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline
dan cinnabar.

5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak
ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas: Bisfenoid, Piramid, Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite.

11
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b paling pendek. Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini,
sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem
ini. Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
 Sfenoid

 Doma

 Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot.

12
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β
≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.

C. Kekerasan (Hardness)

Kekerasan didefinisikan sebagai suatu kemampuan material menahan deformasi


plastis. Kekerasan tersebut diukur melalui gaya yang bekerja pada indentor di
permukaan logam. Indentor terbuat dari material yang lebih keras dari material
yang akan diuji dan biasanya berbentuk bola, piramid atau kerucut. Prosedur
pengujian dimulai dari memberikan beban yang telah diketahui besarnya secara
perlahan-lahan dalam arah tegak lurus permukaan logam yang akan diuji. Setelah

13
dilakukan penekanan maka akan menimbulkan bekas penekanan pada logam uji.
Untuk mesin yang masih manual bekas penekanan tersebut yang akan diukur,
sedangkan untuk saat ini nilai kekerasan dapat langsung dibaca pada mesin uji
keras.
Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses mengubah sifat mekanis
logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa mengubah komposisi kimia.
Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang
diinginkan. Perubahan sifat setelah perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan
bagian logam atau sebagian dari logam.
Quenching merupakan pendinginan secara cepat suatu logam dengan pencelupan
pada media pendingin. Kekerasan maksimum dapat terjadi dengan mendinginkan
secara mendadak sampel yang telah dipanaskan sehingga mengakibatkan
perubahan struktur mikro. Laju quenching tergantung pada beberapa faktor yaitu
temperatur medium, panas spesifik, panas pada penguapan, konduktivitas termal
medium, viskositas, dan agritasi (aliran media pendingin).
Pengujian kekerasan dengan sistem brinell merupakan salah satu metode
pengujian kekerasan dengan cara penekanan. Penekanan ini dimaksudkan untuk
penetrasi pada permukaan bahan uji yang akan dianalisis untuk menentukan
tingkat.
D. Analisis Pengujian Kristal
1. Diffraction Pengujian Kekerasan Serta X-Ray Diffraction (XRD) Pada
Aluminium (Al-Si) Hasil Artificial Aging (150°C, 175°C Dan 200°C)
Selama 2 Jam
Aluminium hasil pengecoran banyak dijumpai pada peralatan rumah tangga dan
komponen otomotif misalnya velg (cast wheel), piston, blok mesin, dan lain
sebagainya. Aluminium hasil pembentukan diperoleh melalui tempa, rol dan
ektrusi misalnya aluminium profil dan plat yang banyak digunakan dalam
kontruksi. Proses pembentukan aluminium dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya dengan menggunakan metode pengecoran logam. (surdia tata 1999).
Dalam penelitian ini digunakan material aluminium bekas. Adapun tujuan yang
ingin diperoleh pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kualitas material

14
aluminium maka dilakukan beberapa pengujian diantaranya menggunakan
Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material, serta X-ray Diffraction
(XRD) untuk mengetahui struktur kristal yang terbentuk tersebut dilakukan untuk
mengetahui hasil dari material aluminium bekas.
Dalam melakukan analisa perhitungan X-Ray Diffraction digunakan aplikasi
Match 3 versi 3 untuk mengetahui senyawa dan struktur kristal.

Kesimpulan : Pada Aging 150°C senyawa SiO2 struktur kristalnya berbentuk

Hexagonal dengan densitas sebesar 2.97 g/cm3, senyawa Al2O3 struktur

kristalnya berbentuk Triclinic dengan densitas sebesar 5.04 g/cm 3. Pada Aging
175°C senyawa SiO2 struktur kristalnya berbentuk Hexagonal dengan densitas

sebesar 2.97 g/cm3, senyawa Al2O3 struktur kristalnya berbentuk Triclinic

dengan densitas sebesar 5.04 g/cm3. Pada Aging 200°C senyawa SiO2 struktur

kristalnya berbentuk Hexagonal dengan densitas sebesar 2.97 g/cm3, senyawa

Al2O3 struktur kristalnya berbentuk Triclinic dengan densitas sebesar 5.04 g/cm3.

2. Analisis Pengaruh Suhu Artificial Age Terhadap Kekerasan, Densitas dan


Struktur Kristal Paduan Alumunium (5052) Untuk Bahan Sirip Roket

15
Analisis Ukuran Kristal, Densitas Dislokasi, dan Regangan Kisi Mikro Data yang
diperoleh dari hasil pengujian Ukuran Kristal, Densitas Dislokasi, dan Regangan
Kisi Mikro perlakuan T6 dari material Aluminium 5052 dengan menggunakan
metode Difraksi Sinar X (XRD). Tabel 1. Hasil analisis XRD pada paduan
AL5052.

Analisis Struktur mikro dari Material Al 5052 dengan Scanning Electron


Microscope (SEM)
Hasil pengamatan morfologi permukaan atau struktur mikro spesimen uji material
paduan Al 5052 menggunakan SEM-EDX dengan pembesaran 10.000X, dilihat
pada 8-10.
Kesimpulan : pengujian ukuran Kristal densitas dislokasi regangan kisi mikro
dengan XRD terhadap pengaruh suhu artificial aging pada paduan Al5052
menunjukkan bahwa nilai ukuran kristal berbanding terbalik dengan suhu
artificial aging dimana semakin tinggi suhu artificial aging-nya maka semakin
kecil
ukuran kristalnya, sementara untuk densitas dislokasi dan kerapatan kisi
sebanding dengan suhu sehingga seiring dengan tingginya suhu maka nilai
densitas dislokasi dan kerapatan kisi pun ikut naik. Pengujian kekerasan dengan

16
skala Vickers, diperoleh bahwa paduan Al 5052 tanpa perlakuan panas memmiliki
angka kekerasan sebesar 86,10 HV.Sampel uji Al 5052 yang mengalami
perlakuan panas memberikan nilai kekerasan tertinggi sebesar 144,90 HV
diperoleh pada kombinasi temperature aging 200 °C waktu aging 30 menit, terjadi
kenaikan nilai kekerasan sebesar 68 %.
Pengujian struktur mikro dengan SEM, menunjukkan bahwa pada sampel uji Al
5052 tanpa perlakuan panas terlihat matriks Al yang dominan, sedangkan pada
sampel uji Al 5052 setelah melalui proses T6 memunculkan fasa MgZn2 yang
meningkatkan nilai kekerasan (sifat mekanik) secara signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan kadar Mg dalam jumlah yang besar pada
paduan Alumunium juga dapat menaikkan kekuatan tarik.

3. Analisis Pengaruh Penuaan Dan Media Pendingin Terhadap Kekerasan


Dan Strukturmikro Paduan Cuhfco.
Pengujian mikrostruktur dilakukan untuk melihat mikrostuktur yang terjadi
pada bahan paduan CuHfCo. Dimana alat yang digunakan untuk pengamatan
mikrostruktur adalah SEM. Untuk melihat wujud fasa struktur yang terbentuk
pada bahan paduan CuHfCo. Sedangkan untuk pengamatan komposisi unsur
kimia secara kuantitatif dan kualitatif menggunakan Energy Disversif Sinar-X
Spektroskopi (EDXS).
SEM merupakan sebuah mikroskop elektron yang berfungsi untuk
melihat/menganalisa suatu permukaan dari sampel dengan cara menembakkan
elektron dengan energi tinggi pada sampel. Elektron ini kemudian berinteraksi
dengan atom-atom pada sampel sehingga sampel akan memproduksi sinyal-sinyal
yang mengandung informasi mengenai topografi permukaan dari sampel
komposisi dan beberapa karakteristik lain seperti konduktifitas listrik.
Definisi lain dari SEM adalah merupakan suatu mikroskop elektron yang
mampu untuk menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan
sampel. Gambar yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan
tiga dimensi, dan dapat digunakan untuk menentukan struktur permukaan dari
sampel. Hasil gambar dari SEM hanya ditampilkan dalam warna hitam putih.
SEM menerapkan prinsip difraksi elektron, dimana pengukurannya sama seperti
mikroskop optik.

17
Difraksi sinar–X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu
padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas
puncak difraksi dengan data standar. Sinar–X merupakan radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan
logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi
kisi (d=jarak antar kisi) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan apakah
suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-x
suatu kristal.
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan
kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan
terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang
dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif
(melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk
analisis.
1. Analisa strukturmikro dan komposisi unsur kimia dengan SEM-EDX
Perlakuan panas paduan CuHfCo pada pemanasan homogenisasi 850°C
dan proses penuaan 300°C di daerah fase Austenite menurut diagram fase
selama 1 jam dan pendinginan dalam air dan udara telah bertransformasi
ke fase martensit memiliki struktur kristal monoklinik. Perbedaan media
pendingin antara air dan udara yaitu fase martensit pada pendingin air
memiliki plat fase martensit yang kecil dan halus sedangkan pada udara
memiliki plat martensit yang tebal. Sehingga perbedaan yang sangat kecil
dalam hal fase martensit ini, sulit dikenali di antara fase austenite dan
martensit pada struktur mikronya Analisa struktur kristal dan ukuran kisi
kristal.
2. Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dan ukuran
kisi pada paduan Cu-Hf-Co setelah mengalami perlakuan panas. Pada
pengujian XRD ini terdapat pola diffraksi XRD yang terdiri dari beberapa
peak, intensitas peak diplot dalam sumbu y dan sudut diffraksi yang
terukur diplot pada sumbu x. Setiap peak yang terjadi merupakan sinar-X
yang terdiffraksi dari bidang spesimen yang di uji. Setiap peak memiliki
intensitas yang berbeda tergantung dengan jumlah sinar-X yang terdeteksi

18
oleh detector untuk setiap sudutnya. sampel yang diuji berupa bahan
paduan CuHfCo untuk mengidentifiksai fasa yang terbentuk, parameter
kisi serta ukuran kisi kristal CuHfCo. Hasil uji karakterisasi XRD
membentuk pola difraktogram CuHfCo.Hubungan antara nilai ukuran
butir kristal dengan pengaruh pendinginan air dan udara. Nilai ukuran
butir kristal dipengaruhi oleh lebar spektrum XRD yaitu nilai FWHM dan
sudut 2 θ nya. Jika nilai FWHM dan sudut 2 θ kecil maka ukuran butir
kristal besar begitupun sebaliknya. Hasil uji struktur kristal menunjukkan
bahwa ukuran kisi kristal pada sampel bahan paduan CuHfCo dengan
pendinginan air sekitas (18–83 nm) dan pendingin udara sekitar (26–76
nm), walaupun perbedaan tidak signifikan. Dengan perbedaan pendinginan
air dan udara menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan ukuran
kristalnya, hal ini karena adanya sedikit efek dari energi regangan.
Kesimpulan : Dari hasil pengujian dan analisa pengaruh pemanasan penuaan dan
media pendingin air dan udara sesudah perlakuan panas homogenisasi 8500C,
ditahan 1 jam, dan penuaan pada temperatur 3000C dapat disimpulkan. Terdapat
perbedaan nilai kekerasan bahan paduan CuHfCo as-cast dengan setelah
perlakuan panas homogenisasi dan penuaan adalah sebesar 6,7% (dari 372,3 HV
menjadi 397,1 HV). Juga telah terjadi perubahan fasa pada paduan CuHfCo
setelah perlakuan panas homogenisasi dan penuaan dari fasa austenite menjadi
fasa martensit. Selain itu, penelitian ini menyatakan terdapat perbedaan ukuran
kristal bahan paduan CuHfCo setelah perlakuan panas homogenisasi dan penuaan
antara pendinginan air (18–83 nm) dengan pendingin udara (26–76 nm).

19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari
sistem kristal. Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang
secara esensial mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995
dalam Hibbard,2002). Jadi, suatu kristal adalah suatu padatan dengan
susunan atom yang berulang secara tiga dimensional yang dapat
mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang
teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang
berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
2. Dari bidang simetri dan sumbu simetri tersebut kristal dapat
dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini
berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal
tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal
mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas,
Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin
mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.
3. Kekerasan didefinisikan sebagai suatu kemampuan material menahan
deformasi plastis. Kekerasan tersebut diukur melalui gaya yang
bekerja pada indentor di permukaan logam. Indentor terbuat dari
material yang lebih keras dari material yang akan diuji dan biasanya
berbentuk bola, piramid atau kerucut.
4. SEM merupakan sebuah mikroskop elektron yang berfungsi untuk
melihat/menganalisa suatu permukaan dari sampel dengan cara
menembakkan elektron dengan energi tinggi pada sampel. Elektron ini
kemudian berinteraksi dengan atom-atom pada sampel sehingga
sampel akan memproduksi sinyal-sinyal yang mengandung informasi
mengenai topografi permukaan dari sampel komposisi dan beberapa
karakteristik lain seperti konduktifitas listrik. Definisi lain dari SEM
adalah merupakan suatu mikroskop elektron yang mampu untuk

20
menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel.
Gambar yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan
tiga dimensi, dan dapat digunakan untuk menentukan struktur
permukaan dari sampel.
5. Difraksi sinar–X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal
suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal)
dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar–X
merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar
100 pm yang dihasilkan dari penembakkan logam dengan elektron
berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi kisi (d=jarak
antar kisi) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan apakah
suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan
difraksi sinar-x suatu kristal.
6. Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai
permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal,
sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan
diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan
berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif
(melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang
digunakan untuk analisis.

3.2.Saran
Adapun makalah yang disusun oleh kelompok kami masih sangat kurang
dalam hal penyampaian materi maupun isi, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk lebih baik ke
depannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Astra, I Made. 2015. Pengantar Fisika Zat Padat. Jakarta: Universitas Terbuka
Manurung V,A,T. dkk. 2020. Panduan Metalografi. Jakarta : LP2M Politeknik
Manufaktur Astra.
Muhammad., Putra, R. 2014. Bahan Ajar Bahan Teknik. Reuleut: Fakultas Teknik
Universitas Malikulssaleh.
Panatas, A. 2020. “Pengujian Kekerasan Serta X-RAY Differaction (XRD) Pada
Aluminium (Al-Si) Hasil Artificial Aging(150℃, 175℃ dan 200℃)
Selama 2 Jam”. Skripsi. Surabaya : Universitas Muhammadiyah.
Sihite, E, B., Budiarto. 2019. Analisis Pengaruh Dan Media Pendingin Terhadap
Kekerasan Dan Struktur Mikro Paduan Cuhfco. Jurnal Kajian Ilmiah.
Vol(19). No 3.

22

Anda mungkin juga menyukai