Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUKUM PERIZINAN

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG DAN PUTUSAN PENGADILAN TATA


USAHA NEGARA DALAM PERKARA PERIZINAN

Dosen Pengampu :
Dr. H. Karman, MSi., MH

OLEH:

IBNU MAULANA
NIM. 302.2019.051
MADHAT
NIM. 302.2019.031

Semester : V
Kelompok : 6

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perizinan program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
H.Karman, M.Si,. MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perizinan
yang telah mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Putusan Pengadilan TUN Surabaya Nomor
20/TUN/1991/PTUN SBY Tanggal 23 April 1992.............................2
B. Putusan Mahkamah Agung Nomor
14 K/TUN/1992 Tanggal 10 Desember 1992......................................2
C. Putusan Mahkamah Agung Nomor
5 K/TUN/1992 Tanggal 21 Januari 1993............................................3
D. Putusan Mahkamah Agung Nomor
12 K/TUN/1993 Tanggal 4 Februari 1993..........................................5
E. Putusan Mahkamah Agung Nomor
6 K/TUN/1992 Tanggal 26 Agustus 1993...........................................6
F. Putusan Mahkamah Agung Nomor
04 K/TUN/1992 Tanggal 25 November 1993.....................................8
G. Putusan Mahkamah Agung Nomor
11 K/TUN/1992 Tanggal 3 Februari 1994.........................................10
H. Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor
75/B/1993/PT.TUN-JKT. Tanggal 17 Oktober 1994.........................10
I. Putusan Mahkamah Agung Nomor
10 K/TUN1992 Tanggal 15 Oktober 1994.........................................11
J. Putusan Mahkamah Agung Nomor
56 K/TUN/1996 Tanggal 15 Desember 1996.....................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................15
B. Saran...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perizinan, izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi
satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan. Iinilah yang kerap kali
menjadi persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari masyarakat biasa
sampai pejabat, berkutat dengan perizinan, karena perizinan berkaitan dengan
kepentingan yang diingikan oleh masyarkat untuk melakukan aktivitas
tertentu dengan mendapat persetujuan atau legalitas dari pejabat negara
sebagai alat administrasi didalam pemerintahan suatu negara. Sebagai suatu
bentuk kebijakan tentunya izin tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan serta norma norma kehidupan yang ada dimasyarakat
baik secara vertikal maupun horizontal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa isi Putusan Pengadilan TUN Surabaya Nomor 20/TUN/1991/PTUN
SBY Tanggal 23 April 1992 ?
2. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 14 K/TUN/1992 Tanggal 10
Desember 1992 ?
3. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 K/TUN/1992 Tanggal 21
Januari 1993 ?
4. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 K/TUN/1993 Tanggal 4
Februari 1993 ?
5. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/TUN/1992 Tanggal 26
Agustus 1993 ?
6. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 04 K/TUN/1992 Tanggal 25
November 1993
7. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 11 K/TUN/1992 Tanggal 3
Februari 1994 ?
8. Apa isi Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor
75/B/1993/PT.TUN-JKT. Tanggal 17 Oktober 1994 ?
9. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/TUN1992 Tanggal 15
Oktober 1994 ?
10. Apa isi Putusan Mahkamah Agung Nomor 56 K/TUN/1996 Tanggal 15
Desember 1996 ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Putusan Pengadilan TUN Surabaya Nomor 20/TUN/1991/PTUN SBY


Tanggal 23 April 1992
Perkara antara pihak Mohamad Soka, S.H. sebagai Penggugat, melawan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Mojokerto selaku pihak Tergugat ter-jadi
dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor
20/TUN/1991/PTUN. SBY tanggal 23 April 1992.
Adapun duduk perkaranya adalah pihak Keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Mojokerto seperti di atas (perihal gugatan) adalah sangat
merugikan kepentingan Penggugat (Bukti P. 1). Bahwa keputusan tersebut
sesuai dengan keputusan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara disebut sebagai Keputusan Tata
Usaha Negara. Bahwa keputusan tersebut telah membawa akibat hukum
terhentinya Penggugat mengelola tempat rekreasi pemandian Ubalan Pacet
sebagai tersebut dalam perjanjian kerja sama Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Mojokerto dengan PT Dharma Wira Kencana tentang pengelolaan
pemandian Ubalan 5 Tahun 1989 01/DE/XII Tahun 1989 yang isinya Pacet
dengan Suratnya Nomor antara lain menunjukkan ketentuan Pasal 2 kepada
Penggugat diwajibkan melaksanakan pembangunan.

B. Putusan Mahkamah Agung Nomor 14 K/TUN/1992 Tanggal 10


Desember 1992
Perkara antara Melinda Kusuma, Norman Suryadi Lukmito, Wanda
Lukmito, Hanna Isabela Lukmito, Anthonius Lukmito melawan Badan
Pertanahan Nasional dan Gubernur KDKI Jakarta. Pokok Gugatan dalam
perkara ini adalah Gugatan terhadap pembatalan SK Kepala BPN No. 86-
VIII-1990 tentang Pembatalan HGB No. 24, 25, dan 26/Karet Semanggi an.
Abraham Lukmito, dan kawan-kawan serta pembatalan SK Gubernur KDKI
Jakarta cq. Kepala Direktur Agraria tanggal 08-01-1973 No.
4

5/3/PH/DS/III/GB/ 1973 tertanggal 11-11-1973, dan No. 72/


PH/DS/111/GB/1973. tertanggal 11-11-1990. Pembatalan SK Gubernur
KDKI tanggal 07-01-1991 No. 01/-1.785/1991 tentang Pencabutan IMB No.
212/1B/T/1966 tanggal 04 Juni 1966 tentang izin dan baru sebuah rumah
tinggal di Karet Sawah Kel. Karet Jakarta (sekarang dikenal dengan nama Jl.
Karet Sawah No. 7 Karet Semanggi Jakarta Selatan) an. Lie Tien Tjoan.
Dalam Putusan Pengadilan TUN Jakarta Nomor 03/G/1991/PTUN JKT
tanggal 9 September 1991, yang inti amarnya menyatakan menolak gugatan
dari para Penggugat. Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum,
yakni dalam masalah permohonan, pemberian, penolakan, dan pencabutan
suatu izin bangunan dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Pengadilan akan memedomani Peraturan Bangunan Jakarta, yakni
Bataviasche Bouw Verodening (BBV. 1919-1941) yang telah pula
dikukuhkan menjadi Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagai
Peraturan Dasar.

C. Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 K/TUN/1992 Tanggal 21 Januari


1993
Pertimbangan dan putusan pengadilan yang cermat oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung adalah perkara antara D. binti A., Y.R.
binti ZAS, dan Moh. R. bin Moh. S. (Para Penggugat/ Terbanding/Termohon
Kasasi) melawan Kepala BPN (Tergugat 1/ Pembanding 1/Pemohon Kasasi
I), Gubernur KDKI Jakarta (Tergugat II/ Pembanding 11/Pemohon Kasasi II),
PT JS (Turut Tergugat 1/ Pembanding 1/Pemohon Kasasi III), PT SGM
(Turut Tergugat 11/Turut Pembanding II/ Pemohon Kasasi III).
Pada tanggal 2 Mei 1967 oleh Ny. F binti A. dan para ahli warisnya tanah
tersebut dijual seluruhnya termasuk bangunannya kepada almarhum ZAS
berdasarkan surat persetujuan tanggal 2 Mei 1967. Meskipun tanah sengketa
tersebut telah dijual kepada almarhum ZAS, tetapi tanah tersebut dijual lagi
oleh F binti A kepada Kodam Jaya. Oleh karena itu, almarhum ZAS
menggugat Ny. F binti A dan para ahli waris lainnya ke Pengadilan Negeri
5

Jakarta Pusat yang melahirkan putusan No. 212/1971 G. tanggal 20 Januari


1972, dan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 159/1075/PT. Perdata
tanggal 19 Mei 1976, serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 1523
K/Sip/1982 tanggal 15 Februari 1983 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Perkara tersebut dimenangkan oleh almarhum ZAS dan dinyatakan berhak
untuk meminta pelaksanaan perjanjian jual beli sesuai dengan surat perjanjian
tanggal 2 Mei 1967 atas tanah sengketa terhadap Ny. F binti A.
Sebagai pelaksanaan dari putusan Kasasi Mahkamah Agung tersebut, oleh
Penggugat bersama-sama dengan Ny. F binti A dengan para ahli waris
lainnya telah dilakukan jual beli atas tanah sengketa di hadapan Notaris
HMW selaku PPAT dengan Akta Jual beli tanah No.4/ Gambir/1990 tanggal
19 April 1990. Namun, pada waktu Penggugat akan mengurus sertifikat baru
diketahui oleh Penggugat bahwa di atas tanah yang dibeli oleh Penggugat,
oleh Tergugat 1 telah dikeluarkan 2 buah Sertifikat HGB, yakni Sertifikat
HGB No. 116/KS atas nama Turut Tergugat I (PTJS), dan Sertifikat HGB
No. 138/KS atas nama Turut Tergugat II (PT SGM). Penerbitan Sertifikat
HGB tersebut oleh Tergugat i BPN dilakukan sebelum adanya Putusan
Mahkamah Agung tanggal 15 Februari 1983 No. 1523 K/Sip/1982. Oleh
karena itu, Bakorstanas telah meminta kepada Tergugat lagar diadakan
pemblokiran terhadap kedua sertifikat HGB tersebut dengan suratnya No.
K/30/Stanas/X11/1990 tanggal 4 Desember 1990.

D. Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 K/TUN/1993 Tanggal 4 Februari


1993
Perkara yang terjadi antara Dr. H.J. Naro, S.H. (Penggugat) melawan
Gubernur KDKI Jakarta. Pokok gugatan perkara ini adalah Penggugat adalah
pemilik tanah seluas 29.500 m2 di Slipi Kampung Sawah. Dalam perkara ini
Putusan Pengadilan TUN Nomor 042/G/1992/PN/PTUN.JKT tanggal 4
Februari 1993 memutuskan yang amarnya menolak Gugatan Penggugat untuk
seluruhnya.
6

Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi TUN Nomor 60/B/1993/PTUN.


JKT tanggal 4 Desember 1993 memutuskan yang amarnya:
1. menerima banding pembanding H.J. Naro,
2. membatalkan putusan PTUN No. 042/G/1992/Pn/PTUN.JKT, dan
3. mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
Beberapa hal pokok yang menjadi pertimbangan hukum yang
dikemukakan oleh majelis Hakim tingkat Banding adalah penggugat masih
mempunyai hak atas tanah dimaksud karena masih memegang sertifikat HGB
Nomor 3461/Kampung Sawah seluas 9,5 ha maka gugatan seharusnya
dikabulkan.
Adapun di tingkat kasasi, Majelis hakim kasasi memutuskan dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 K/TUN/1994, yang amarnya:
a. mengabulkan Kasasi Pemohon Kasasi Gubernur KDKI JKT,
b. membatalkan Putusan PT TUN No. 60/B/1993/PTUN.JKT tanggal 04
Desember 1993, dan
c. menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Pertimbangan hukum Majelis hakim kasasi adalah ternyata benar setelah
dikeluarkan SIPPT tanggal 04 Desember 1978 Penggugat tidak pernah
melaksanakan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam SIPPT
tersebut. Selain itu Sertifikat HGB No. 3461/Kampung Sawah dinilai oleh
PT.TUN JKT masih mempunyai nilai ternyata telah dicabut oleh yang
berwenang yakni BPN dan pencabutan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.

E. Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/TUN/1992 Tanggal 26 Agustus


1993
Perkara antara H.M.A. Alwi Rais. Mba, Ft. Sri Jaya Setia. M., Fauzi H.M.
Thamrin, Ny. Nyayu Kartini (Penggugat) melawan Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II Palembang (Tergugat). Duduk perkara dari kasus ini adalah
sebagai berikut :
7

1. Pada tanggal 06 Mei 1991, sekira jam 10.00 WIB, terjadi penyegelan
sebanyak 20 buah toko yang berada di sekitar toko milik Penggugat, yang
dilakukan oleh Kepala Sub Bagian Ketertiban Umum, berdasarkan Surat
Keputusan Tergugat tanggal 27 April 1991 No. 503/001054/V, Surat
Keputusan No. 97/KPTS/V/1991 tanggal 19 Maret 1991 dan Surat
Keputusan No. 51/STU/1991.
2. Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Tergugat seperti yang Penggugat
kemukakan pada butir ke-1 (satu) halaman pertama, di mana petugas yang
mendapat tugas dari Tergugat, mengikutsertakan toko-toko tempat Usaha
Penggugat untuk disegel, hal ini masih dapat dicegah oleh Penggugat,
mengingat nama-nama Penggugat tidak terdapat dalam daftar salinan
Surat Keputusan Tergugat tanggal 19 Maret 1991 Nomor
97/KPTS/V/1991 (bukti P.1 dan P.2).
3. Bahwa kemudian, sekitar jam 15.00 WIB, Kepala Subbagian Ketertiban
Umum dibantu petugas lainnya, mendatangi lagi tempat Usaha Penggugat
untuk melakukan penyegelan toko-toko milik Penggugat sambil
menunjukkan Surat Keputusan Tergugat Nomor 52/STU/1991 tertanggal
06 Mei 1991, yang isinya memerintahkan untuk melakukan penyegelan
terhadap toko-toko tempat usaha Penggugat, dengan alasan bahwa
Penggugat tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
4. Bahwa seperti apa yang dikemukakan oleh Penggugat pada butir ke-3
(tiga) di atas, di mana toko-toko tempat usaha Penggugat disegel oleh
Tergugat, berdasarkan Surat Keputusan Tergugat tanggal 06 Mei 1991
dengan Nomor 52/STU/1991 (bukti P.3 s.d. P.7).
5. Bahwa atas tindakan Tergugat yang telah melakukan penyegelan terhadap
toko-toko tempat usaha Penggugat yang tidak sedikitpun memperhatikan
dan menanggapi keinginan Penggugat untuk bermusyawarah bahkan telah
mengakibatkan Penggugat kehilangan satu-satunya mata pencarian untuk
menghidupi keluarga, berarti Tergugat telah mengesampingkan isi dari
butir-butir Sila ke-2, ke-4, dan ke-5 Pancasila yang menjadi dasar dan
sumber-sumber hukum Negara Republik Indonesia.
8

6. Bahwa atas tindakan Tergugat yang telah mengeluarkan Surat Keputusan


Nomor 52/STU/1991 tanggal 06 Mei 1991, yang beralasan bahwa
Penggugat tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha, serta bertitik tolak
pada perintah Tergugat pada pemilik bangunan dan Penggugat secara
sepihak untuk melakukan pemotongan toko-toko tempat usaha Penggugat,
tanpa memperhatikan hak-hak Penggugat/ganti rugi seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 dan Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973, serta bermusyawarah terlebih
dahulu dengan Penggugat, merupakan tindakan sewenang-wenang (abus
de droit).
7. Bahwa dengan dikeluarkan Surat Keputusan tanggal 06 Mei 1991 Nomor
52/STU/1991 oleh Tergugat secara sewenang-wenang seperti yang
Penggugat kemukakan pada butir ke-6 (enam) di atas, dengan demikian
Surat Keputusan Tergugat tersebut di atas, tidak mempunyai kekuatan
hukum/tidak sah.
8.
F. Putusan Mahkamah Agung Nomor 04 K/TUN/1992 Tanggal 25
November 1993
Perkara antara Suparman, Dolly Dewi Tjanaka, Usin Suryadi, Sugandi
Dharmoko, Jimmy R. Mulyadi, Lili Halim (Para Penggugat) melawan
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Tergugat I), Walikota
Jakarta Pusat (Tergugat II), PD Dharma Jaya (Tergugat III).
Duduk perkaranya adalah Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal
21 Juni 1991 yang dibuat dan ditandatangani kuasanya telah menggugat para
Tergugat. Surat Gugatan mana telah diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 22 Juni 1991 di bawah
Register Nomor: 065/G/1991/Pr/PTUNJKT dengan mengemukakan alasan-
alasan sebagai berikut :
1. Bahwa para Penggugat telah menerima Surat Perintah Pengosongan dari
Tergugat II Nomor 1703/1.711.9 tanggal 15 Juni 1991 tentang
9

pengosongan rumah yang terletak di Jalan Gunung Sahari Nomor 36 A,


36 B, 36 C, 36 D, 36 E, 36 F Jakarta Pusat.
2. Bahwa keluarnya Surat Perintah Pengosongan tersebut di atas, atas
Instruksi tergugat I serta Penghentian Perjanjian sewa-menyewa (atas
sebidang tanah seluas lebih kurang 759 meter persegi yang terletak di
Jalan Gunung Sahari VII Nomor 36 A sampai dengan 36 F Jakarta Pusat)
secara sepihak dari Tergugat III.
3. Bahwa para Penggugat menempati rumah tersebut di atas, atas dasar
Perjanjian sewa-menyewa dengan Tergugat III yang tertuang dalam Akta
Notaris (Tjahjadi Hartanto) Nomor 53 tanggal 24 Juli 1965 untuk jangka
waktu yang tidak tertentu lamanya (bukti P2). Bahwa karena itu pula para
Penggugat telah membangun rumah secara permanen (bukti P3).
4. Bahwa para Penggugat tetap membayar sewa hanya saja sejak bulan Juli
1990 Tergugat III tidak mau lagi menerima uang sewa dari para
Penggugat, akan tetapi para Penggugat tetap membayar uang sewa
tersebut dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 1991 yang telah
dititipkan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (bukti P4).
5. Bahwa dengan Pengosongan atas bangunan tersebut Tergugat I dan
Tergugat III, telah menetapkan ganti rugi yang tidak layak terhadap para
Penggugat dan dilakukan secara sepihak pula, sehingga menurut para
Penggugat, Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah mengabaikan
asas-asas hukum Pemerintahan yang baik sebagaimana yang dikehendaki
oleh Pasal 53 (2) a, b, c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, baik
terhadap penghentian sewa-menyewa secara sepihak yang diikuti dengan
Perintah pengosongan maupun terhadap ganti rugi atas bangunan (milik
para Penggugat) di atas tanah tersebut.
6. Bahwa oleh karena belum ada tanda sepakat mengenai harga bangunan
(milik para Penggugat) untuk itu para Penggugat telah menggugat
Tergugat I dan tergugat III melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang
hingga saat ini sedang berjalan (bukti P5).
10

7. Bahwa waktu 7 x 24 jam yang diberikan oleh Tergugat II terhadap para


Penggugat, sangatlah singkat, sehingga oleh karenanya penggugat mohon
kepada Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sebelum
memeriksa pokok perkara, menetapkan:
a. memeriksa dengan acara cepat;
b. menunda Surat Perintah pengosongan bangunan rumah Nomor
1703/1.711.9 tanggal 15 Juni 1991 yang dikeluarkan oleh Tergugat II,
hingga adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti.

G. Putusan Mahkamah Agung Nomor 11 K/TUN/1992 Tanggal 3 Februari


1994
Perkara antara Arindo Wiyanto (Pemohon Kasasi, dahulu Penggugat/
Pembanding/Terbanding) lawan Walikota Jakarta Barat, Kepala Biro
Ketertiban DKI Jakarta, dan Wakil Gubernur/KDKI Jakarta Bidang
Pemerintahan (Termohon Kasasi, dahulu Tergugat I, II, dan III/ Terbanding/
Pembanding), terjadi sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung
RI No. 11 K/TUN/1992 tanggal 3 Februari 1994.
Posisi kasus dalam perkara ini sebagai berikut pada tanggal 5 Oktober
1987 pernah terbit Instruksi Tergugat II No. 244 Tahun 1987 yang
pelaksanaannya ditangguhkan oleh Tergugat III sendiri melalui surat-
suratnya, yakni:
1. 2558/-1.785 tanggal 8 September 1988, dan
2. 396/-1.824.511 tanggal 31 Januari 1989.
Pada tanggal 4 April 1990, terbit lagi Instruksi Tergugat III No. 120 Tahun
1990 kepada Tergugat I dan pada tanggal 23 April 1990 dengan Surat No.
922/1.785.2 Tergugat I menerbitkan Surat Perintah Bongkar ke-1. Pada
tanggal 30 April 1990, dengan Surat No. 940/1.785.2 Tergugat I menerbitkan
Surat Perintah Bongkar ke-II. Setahun kemudian, yaitu tanggal 9 April 1991
Tergugat I menerbitkan Surat Perintah Bongkar ke-III No. 893/1.785.2.
Surat Perintah Bongkar Il yang diterbitkan oleh Tergugat I adalah rekayasa
dari Tergugat II dan mungkin tanpa diketahui Tergugat III serta sebenarnya
11

Instruksi Tergugat HI No. 120 Tahun 1990 dan telah ditangguhkan


pelaksanaannya karena masih diproses di Pengadilan, tetapi dimanfaatkan
kembali oleh Tergugat II.

H. Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 75/B/1993/PT.TUN-


JKT. Tanggal 17 Oktober 1994
Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta No. 75/B/1993/PTTUN-JKT.
tanggal 17 Oktober 1994 dalam perkara antara W. Turmawan Sail, R. lim
Ibrahim, A. Bambang Rucita, dkk. (jumlah seluruhnya 33 orang, selaku para
Penggugat/Pembanding) melawan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Bandung (Tergugat/Terbanding) dan Eko Edi Putranto (Penggugat
Intervensi/Terbanding Intervensi), adalah menguatkan pertimbangan hukum
dan Putusan Pengadilan TUN Bandung No. 14/G/PTUN-BDG/1992 jo.
Putusan No 01/G/INT/PTUN-BDG/1993 tertanggal 18 Maret 1993.
Duduk perkara dari perkara ini adalah pada tanggal 16 September 1992
kira-kira pukul 8.00 WIB para Penggugat/keluarganya dikagetkan oleh suara
berdebum seperti bom yang menyebabkan terjadinya guncangan layaknya
sebuah gempa bumi. Ternyata suara tersebut berasal dari sebuah bangunan
(rencana berlantai 16) milik Bank Harapan Sentosa, tepatnya di Jalan Jenderal
Sudirman No. 355-373 Bandung.
Dalam hal ini, para penggugat berkeberatan dengan adanya Surat Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) No. 503.644.4/SI/8450-Dpb. Tahun 1992,
karena para penggugat baik yang jaraknya dekat atau yang jauh (beradius 200
m) tidak pernah dimintai izin tetangga, padahal bangunan itu nanti jelas
menimbulkan gangguan bagi para penggugat.

I. Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/TUN1992 Tanggal 15 Oktober


1994
Perkara lainnya adalah perkara pencabutan hak milik atas tanah karena
terkena jalur hijau berdasarkan Surat Bupati Gianyar No. 640) 196/PU/1991
tanggal 5 Maret 1991 dan Surat Keputusan Bupati Gianyar Nomor 46 tahun
12

1991 tanggal 16 Maret 1991 tentang Pembongkaran Rumah Makan Bali Sky
Light di Tampak Siring, Gianyar Milik Lindawati (Pemohon
Kasasi/Penggugat/Pembanding) melawan Bupati Gianyar (Termohon
Kasasi/Tergugat/Terbanding). Perkara tersebut telah tertuang dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 10 K/TUN/1992 tanggal 15 Oktober 1994.
Posisi perkara dalam putusan ini adalah Penggugat memiliki tanah seluas
600 m² di Subak Basamku No. 129 dengan Sertifikat Hak Milik No. 580
berdasarkan akta jual beli maupun sertifikat, penggunaan tanah disebut untuk
bangunan/perumahan, juga Surat Keputusan Kepala Desa Manukaya No.
593/57/Pem/1990 tanggal 20 Maret 1990 menyebutkan tanah tersebut tidak
terkena jalur hijau dan kegunaannya untuk bangunan.
Pada tanggal 17 Juli 1990 telah mengajukan surat permohonan izin prinsip
kepada Gubernur Bali untuk mendirikan restoran rumah makan, tetapi selama
sebulan ditunggu-tunggu belum ada jawaban, karenanya Penggugat
mendirikan bangunan di atas tanah tersebut. Empat bulan sejak diajukan surat
permohonan izin prinsip, keluar jawaban dari Gubernur yang menolak
permohonan Penggugat karena alasan keamanan dari pura maupun istana.
Terhadap perbuatan Penggugat mendirikan bangunan tersebut, Penggugat
diajukan ke Pengadilan Negeri Gianyar dengan dakwaan melanggar Pasal 216
ayat (1) KUH Perdata dan melanggar Pasal 2 jis. Pasal 3 huruf d, Pasal 7
Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Gianyar Nomor 8 Tahun 1983,
perkara mana kini belum diputus.
Tergugat dengan surat tertanggal 5 Maret 1991 No. 640/196/PU/ 1991
memerintahkan Penggugat untuk membongkar bangunan tersebut sampai
dengan tanggal 15 Maret 1991 dan dengan Surat Keputusan No. 46 Tahun
1991 akan membongkar secara paksa bangunan itu pada tanggal 19 Maret
1991.
Dari perkara tersebut, dikeluarkan Putusan Pengadilan TUN Ujung
Pandang No. 03/SRT.G/TUN/1991/PTUN/Uj.Pdg/Acara Cepat tanggal 30
Mei 1991 dengan amarnya menolak gugatan Penggugat. Di tingkat banding
Putusan Pengadilan Tinggi TUN Ujung Pandang No. 01/ Bdg.G.TUN/1991/
13

PTUN-U.Pdg tanggal 17 Februari 1992 menolak gugatan Penggugat


seluruhnya. Hal ini berarti di satu sisi gugatan Penggugat ditolak, di sisi lain
surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat dinyatakan sah dan tidak
terbukti bertentangan dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun
1986 serta tidak bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik.

J. Putusan Mahkamah Agung Nomor 56 K/TUN/1996 Tanggal 15


Desember 1996
Kasus sengketa tanah grant Sultan di Medan dalam pembebasan tanah
merupakan pelajaran yang berharga. Kasus ini terjadi dalam perkara Datuk
hamsir dan Saudaranya melawan kepala BPN, Gubernur Sumatra Utara
Walikota Madya Medan, Yayasan TNI Angkatan Udara, PT Taman Malibu
Indah, dan Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Kasus Pembebasan Ttanah
– tanah ini bermula dari adanya sebidang tanah milik dari Datuk Moh. Cheer
(DMC) yang terletak di Jl. Karang Sari Kel. Suka Damai, Kec. Medan Baru
Sekarang Medan Polonia seluas 350.000 m2, dengan alas hak Grant Sultan
No. 1 Tahun 1935(GS.1/35) yang diperoleh dari Tengku Otteman Al Sani
(Sultan Negeri Deli pada waktu itu) yang dikuatkan dihadapan Assisten
Wedana Kec. Deli Tua dan Terdaftar dalam register Nomor 1 Tahun 1950.
Hal yang menarik dalam kasus ini adalah terdapat sejumlah peralihan hak
atas tanah yang menyimpang dari prosedur yang ada. Beberapa peristiwa
peralihan hak atas tanah tersebut adalah pada tanggal 3 Februari 1970,
Mendagri cq Dirjen Agraria dengan SK No I/ HPL/DA/70 memberikan Hak
Pengelolaan kepada Pangkowil I TNI AU Medan untuk perluasan pangkalan
udara TNI AU dengan alasan untuk kepentingan umum dengan luas tanah
seluruhnya adalah 1.379.659,50 m2. Hak pengelolaan tersebut diberikan
dengan catatan bahwa penerima hak harus memberikan ganti rugi kepada
pihak-pihak yang mempunyai atau dapat membuktikan mempunyai hubungan
hukum dengan tanah dimaksud. Kemudian, berdasarkan hasil temuan dari
pemeriksaan. Deputi Pengawasan BPN Kanwil Provinsi Sumatra Utara,
14

penerima hak pengelolaan belum pernah mengganti rugi kepada pihak-pihak


yang berhak atas tanah tersebut, di samping itu SK tersebut belum didaftarkan
untuk mendapatkan sertifikatnya.
Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh Pangkowil I Medan tersebut
kemudian diserahkan sebagian kepada PT Surya Dirgantara tanpa izin
Menteri Dalam Negeri seluas 219.506 m² melalui Skep No.019/B/VI/74
tanggal 1 Juni 1974 di mana hal tersebut sudah tidak sesuai dengan SK
No.1/HPL/DA/70 tanggal 3 Februari 1970 dari Mendagri cq Dirjen Agraria.
Mendatangi Dirjen Agraria mengeluarkan SK No. 217/HP/DA/1976
sebagai pengabulan permohonan dari PT Surya Dirgantara yang mengajukan
permohonan Hak Pakai atas tanah seluas 219.506 m 2 ditambah 8.520 m2,
sehingga luas seluruhnya sebesar 228.026 m². Namun, dalam perjalanan
pengurusan SK No. 217/HP/DA/1976 tersebut agar menjadi sertifikat oleh PT
Surya Dirgantara mengalami hambatan dikarenakan syarat untuk membayar
ganti rugi kepada kepada pihak-pihak yang mempunyai atau dapat
membuktikan mempunyai hubungan hukum dengan tanah dimaksud belum
terpenuhi. Dari jumlah ganti rugi tanah yang harus dibayarkan tersebut
ternyata PT Surya Dirgantara baru membayar sebesar 20% dari jumlah ganti
rugi yang harus dibayarkan seluruhnya. Akibatnya PT Surya Dirgantara tidak
dapat mendaftarkan sertifikat hak pakai atas tanah tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perizinan yang dikeluarkan pemerintah berdasarkan undang – undang atau
peraturan pemerintah yang disyaratkan unutk perbuatan yang pada umumnya
memerlukan pengawasan khusus, tetapi pada umumnya tidaklah dianggap
sebagai hal – hal yang sama sekali tidak dikehendaki.
Perizinan ini merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah
administrasi dengan warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan
kepentingan antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan
individu serta upaya mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat
yang berkepentingan. Izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal
yang dilarang menjadi boleh, atau sebagai peniadaan ketentuan larangan
umum dalam peristiwa konkret.
Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat
konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan
ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.
Setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi
pengaturan maupun fungsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku dan organ yang
dapat mengeluaran atau memberikan perizinan adalah organ pemerintah,
mulai dari Presiden sampai dengan Lurah.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Melinda Kusuma, Norman Suryadi Lukmito, Wanda Lukmito, Hanna Isabela


Lukmito, Anthonius Lukmito melawan Badan Pertanahan Nasional dan
Gubernur KDKI Jakarta. Putusan Mahkamah Agung Nomor 14
K/TUN/1992 tanggal 10 Desember 1992.
Mohamad Soka, S.H. melawan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Mojokerto.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 20/
TUN/1991/PTUN.SBY tanggal 23 April 1992.
D. binti A., Y.R. binti Z.A.S., dan Moh. R. bin Moh. S. (Para Penggugat/
Terbanding/Termohon Kasasi) melawan Kepala BPN (Tergugat
1/Pembanding V/Pemohon Kasasi I), Gubernur KDKI Jakarta (Tergugat
Il/Pembanding II/Pemohon Kasasi II), PT JS (Turut Tergugat 1/Pembanding
l/Pemohon Kasasi III), PT SGM (Turut Tergugat Il/Turut Pembanding
Il/Pemohon Kasasi III). Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 K/TUN/1992
tanggal 21 Januari 1993.
H.J. Naro, S.H. melawan Gubernur KDKI Jakarta, Putusan Mahkamah Agung
Nomor 12 K/TUN/1994 tanggal 4 Februari 1993,
Rais, H.M.A. Alwi, MBA Ft. Sri Jaya Setia M., Fauzi H.M. Thamrin, Ny. Nyayu
Kartini (Penggugat) melawan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Palembang (Tergugat). Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/TUN/199
tanggal 26 Agustus 1993.
Suparman, Dolly Dewi Tjanaka, Usin Suryadi, Sugandi Dharmoko, Jimmy R.
Mulyadi, Lili Halim (Para Penggugat) melawan Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Tergugat 1), Walikota Jakarta Pusat (Tergugat II),
PD Dharma Jaya (Tergugat III). Putusan Mahkamah Agung Nomor 04
K/TUN/1992 tanggal 25 November 1993.
Arindo Wiyanto melawan Walikota Jakarta Barat, Kepala Biro Ketertiban iswa
DKI Jakarta, dan Wakil Gubernur/KDKI Jakarta Bidang Pemerintahan.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 11 K/TUN/ 1992 tanggal 3 Februari
1994.
17

Anda mungkin juga menyukai