Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ZUHUD

Dosen Pengampu Akhlaq Tasawuf:

Drs, Taufiqul Mu’in, M.Ag.

Disusun Oleh:

Maftuh Alfan Hidayat 53010210002

Muna Aufia 53010210135

Rohifuly Khabibah Malikil Qudus 53010210123

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat taufik
hidayat-Nya. Sehingg kami dapat menyelasaikan makalah kami yan berjudulb
”Zuhud”. Meskipun, di dalamnya masih terdapat banyak sekali kekurangan.

Kami sebagai penyusun sangat menaruh harapan yang besar. Agar nantinya makalah
ini dapat menambah wawasan kita, khususnya para pembaca. Kami menyadari
bahwasannya, dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu,
kami sebagai penyusun sangat mengharapkan kritik maupun saran. Sehingga dimasa
mendatang, kami dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada sebelumnya.

Semoga makalah dapat dengan mudah dipahami bagi para pembaca. Sebelumnya
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata yang kurang
berkenan.

Kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu


mata kuliah Akhlaq Tasawuf bapak Drs. Taufiqul Mu’in, M.Ag, kepada kawan-
kawan dan kedua orang tua kami yang selalu memerikan dukungan dan saran
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Salatiga, 24 Oktober 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………….…………………………………….......2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4

1. Latar Belakang………………………………………………...........4
2. Rumusan Masalah……………………………………………..........4
3. Tujuan Penulisan…………………………………………....…........4

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................6

A. Pngertian Dan Latar Belakang Munculnya Zuhud.......................6


B. Pokok-Pokok Pemikiran Zuhud....................................................7
C. Tingktan-tingkatan Dalam Zuhud.................................................8
D. Tokoh-tokoh Dalam Ajaran Zuhud...............................................10

BAB III PENUTUP...................................................................................12

A. Kesimpulan……………………………………………………,…..12
B. Saran……………...…………………………………………….….12
C. Kata Penutup……………………………………………………….13
DAFTAR PUSAKA……...……………………………………………....14

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zuhud merupaka topik yang seringkali menjadi pembahsan dalam Ilmu


Tasawuf. Di zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang ini, konsep
Zuud sering menjadi tipik hangat yang terkadang menimbulkan pro-kontra.
Beberapa pemikiran yang menganggap bahwa Zuhud adalah upaya
pendekatan secara Tasawuf kepada Sang pencipta dengan mengesampingkan
perihal dunia. Berangkat dari hal tersebut , bermunculan spekulasi bahwa
seseorang yang zuhud tentunya tidak memiliki harta dunia.
Zuhud dalam Ilmu Tasawuf juga dipraktekkan para tokoh sufi baik dai
daerah timur tengah maupuan belahan dunia yang lain seperti, Asia
Khususnya Indonesia.

B. Latar Belakang
1. Bagaimana pengertian Zuhud?.
2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran dalam Zuhud?.
3. Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam Zuhud?.

C. Tujuan Makalah
1. Guna memenuhi tugas pada mata Akhlaq Tasawuf.
2. Meningkatkan pemahaman dan wawasan mengenai Zuhud dalam Ilmu
Tasawuf.
3. Digunakan sebagai referensi bagi karya ilmiah yang akan datang.

4
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini
adalah studi pustaka. Studi pustaka merupakan kegiatan mencari sumber
informasi yang didapat dari berbagai macam media. Seperti, buku-buku, tesis,
jurnal, artikel, ensiklopedia. Dari sumber-sumber tersebut penulis dapat
mengambil kesimpulan dari berbagai sudut pandang yang ada.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Latar Belakang Munculnya Zuhud


Zuhud memiliki beberapa perbedaan pendapat. Ada yang
mengatakan Zuhud adalah sikap manusia yang memandang dunia serta
akhirat. Sedangkan, ada pula yang yang berpendapat bahwa Zuhud berarti
tidak memikirkan dunia. Tasawuf secara etimologis berasal dari kata
bahasa arab, yaitu tashawwafa, Yatashawwafu, selain dari kata tersebut
ada yang menjelaskan bahwa tasawuf berasal dari kata Shuf yang artinya
bulu domba, maksudnya adalah bahwapenganut tasawuf ini hidupnya
sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan memaki
kain dari buku domba yang berbulu kasar atau yang disebut dengan kain
wol kasar. Yang mana pada waktu itu memaki kain wol kasar adalah
symbol kesederhanaan. Kata shuf tesebut tersebut juga diartikan dengan
selembar bulu yang maksudnya para Sufi dihadapan Allah merasa dirinya
hanya bagaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak
memiliki arti apa-apa.
Abdul Halim Hasan dalam kitabnya At-Tas}awuf fi Asy-syi’ri Al-
Arabi, mengatakan: ”adapun zuhud menurut bahasa materinya tidak
berkepentingan. Dikatakan zuhud pada sesuatu apabila tidak tamak
padanya. Adapun sasarannya adalah dunia, dikatakan pada seseorang bila
dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghindarkan diri dari
keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia. Inilah
makna agamis daripada zuhud.”

6
B. Pokok-Pokok Pemikiran Dalam Zuhud
Para peneliti berbeda pendapat tentang faktor yang menyebabkan
munculnya zuhud (asketisisme). Harun Nasution mencatat ada lima
pendapat tentang asal-usul zuhud. Pertama, dipengaruhi oleh cara hidup
rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Pytagoras yang
mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka
membersihkan roh. Ajaran meninggalkan dunia dan pergi berkontemplasi
inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.
Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwa dalam
rangka penyucian roh yang telah kotor, sehingga bisa menyatu dengan
Tuhan harus meninggalkan dunia . Keempat, pengaruh Budha dengan
faham nirwananya, bahwa untuk mencapainya orang harus meninggalkan
dunia dan memasuki hidup komtemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu
yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekatkan diri
kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.
Tujuan utama hidup manusia bukan untuk berlomba-lomba
mencari meteri dunia, tetapi untuk menyembah Allah. Para kaum sufi
menempatkan urusan dunia sebagai sarana untuk beribadah bukan
merupakan tujuan hakiki dari kehidupan. Menurut Habib Abdullah bin
Alwi al Hadad, zuhud adalah sengaja menjauhi materi dunia dan hanya
mengambil sedikit dari yang dibutuhkan untuk sekedar hidup. (Habib
Abdullah, 1993: 397). Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh
Nabi Muhammad SAW :
ِ ِ
ُ ََِِ‫ل ِِي‬
ِْ ‫ك ْن ْبََْالَ ُْْغُ ْأََْ َحد ُك ْم ِْْم ََْْن اْلدُّن يَا َْكََْز ِْاْد اْ َّلراك‬
‫ْب‬
Artinya : “Hendaknya kebutuhan seorang dari kalian dari dunia ini
seperti bekal untuk seorang musafir saja.”
Para peneliti berbeda pendapat tentang faktor yang menyebabkan
munculnya zuhud (asketisisme). Harun Nasution mencatat ada lima
pendapat tentang asal-usul zuhud. Pertama, dipengaruhi oleh cara hidup
rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Pytagoras yang
mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka
membersihkan roh. Ajaran meninggalkan dunia dan pergi berkontemplasi

7
inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.
Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwa dalam
rangka penyucian roh yang telah kotor, sehingga bisa menyatu dengan
Tuhan harus meninggalkan dunia . Keempat, pengaruh Budha dengan
faham nirwananya, bahwa untuk mencapainya orang harus meninggalkan
dunia dan memasuki hidup komtemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu
yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekatkan diri
kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.

C. Tingkatan-Tingkatan Dalam Zuhud


Tingkatan-tingkatan yang ada dalam ajaran uhud dibagi ke dalam
tiga tingakatan. Setiap tingkatan bergantung setiap kondisi hati manusia
kepada kehidupan dan kesenangan dunia. Dan ini merupakan pangkal awal
memasuki kezuhudan untuk menapak kepada derajat zuhud selanjutnya.
Seseorang harus melatih dan memposisikan dirinya dalam ketaatan, dan
melakukan berbagai macam riyadhoh (latihan-latihan) dan bersabar
terhadap semua godaaan dan bisikan hati untuk tertarik pada dunia. Pada
tahap ini seseorang harus mermbiasakan dirinya untuk memandang rendah
dan hina terhadap semua kenikmatan dan kelezatan dunia (Abdullah Al
Haddad, tth: 165).
Tingkatan kedua, yaitu sesorang yang sudah berada pada tingkatan
zuhud dimana hatinya tidak tertarik lagi kepada kelezatan dunia, tetapi
hatinya masih merasa takjub dengan kezuhudannya. Tidak tertarik kepada
dunia karena ingin mendapat kelezatan dan kenikmatan yang lebih besar di
akhirat. Berzuhud yang seperti ini menurut kaum sufi bukan merupakan
tujuan zuhud yang sesungguhnya, dan dianggap masih memiliki
kekurangan (Yahya ibn Hamzah, 1991 :442).
Tingkatan ketiga, yaitu berzuhud dengan sukarela dan zuhud dalam
kezuhudannya. Ia bahkan sama sekali tidak memandang kezuhudannya.
Karena di dalam dirinya tidak melihat bahwa ia telah meninggalkan
sesuatu yang berharga, sebab ia tahu bahwa dunia bukanlah sesuatu yang
berharga. Ia seperti orang yang meninggalkan tembikar untuk mengambil

8
permata atau mutiara (Ahmad Farid, 1997: 66-77). Ia tidak memandang itu
sebagai hasil kompensasi, tidak pula memandang bahwa dirinya telah
meninggalkan sesuatu yang berharga. Sungguh, bila disandingkan dengan
Allah SWT dan kenikmatan akhirat, dunia lebih tidak berharga dan lebih
buruk daripada tembikar disandingkan dengan mutiara dan permata. Inilah
yang sempurna dalam kezuhudan. Inilah puncak zuhud yang hakiki. Dan
zahid yang seperti ini aman dari bahaya keberpalingan pada dunia (Yahya
ibn Hamzah, 1990: 442-443). Hatinya tertuju penuh dan hanya fokus
kepada Allah

9
D. Tokoh-Tokoh Dalam Ajaran Zhud
1. Hasan Al-Bashri
Hasan al Bashri Nama lengkapnya adalah al-Hasan bin Abi al-
Hasan Abu Said. Dia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H dan
meninggal di Basrah pada tahun 110 H. Ia adalah putra Zaid bin Tsabit,
seorang budak yang tertangkap di Maisan, yang kemudian menjadi
sekretaris Nabi Muhammad saw. Hasan Al-Bashri adalah seorang yang
zahid yang termasyhur dikalangan tabi’in.
Hasan al-Basri adalah seorang zahid yang termasyhur dikalangan
tabi’in. prinsip ajarannya yang berkaitan dengan hidup kerohanian
senantiasa diukurnya dengan sunnah Nabi, bahkan beliaulah yang mula-
mula memperbincangkan berbagai masalah yang berkaitan dengan hidup
kerohanian, tentang ilmu akhlak yang erat hubungannya dengan cara
mensucikan jiwa dan membersihkan hati dari sifat-sifat yang tercela.
Dasar pendirian Hasan al-Basri adalah hidup zuhud terhadap dunia,
menolak segala kemegahannya, meninggalkan kenikmatan dunia hanya
semata menuju kepada Allah, memperkuat tawakal, khauf terhadap
siksaannya, dan raja’ terhadap karunia-Nya.
2. Sufyan al-Tsaury
Nama lengkapnya ialah sofyan bin Sa’id Atstsauri lahirdi Kuffah
97 H, meninggal di Bashrah 161 H. Ia adalah seorang zahid pada masa
tabi’in. hidup keruhaniaannya, menjurus kepada hidup yang bersahaja,
penuh kesederhanaan, tidak terpukau dengan kemegahan dan kemewahan
dunia.
Sufyan al-Tsauri termasuk zahid yang sangat berani, tidak takut
dibunuh alam mengemukakan kritik terhadap penguasa, beliau sangat
mencela kehidupan para penguasa yang bergelimang kemewahan, hidup
berfoya-foya dengan kekayaan negara yang diperoleh dari hasil ekspansi
dan kemajuan Islam, sementara masih banyak rakyat yang hidup dalam
kemelaratan. Beliau dengan lantang memberi nasihat kepada umat Islam
agar jangan mengkuti peri kehidupan mereka yang telah rusak moralnya
itu, yang jauh dari ajaran Nabi dan para sahabat.

10
3. Junaid Al-Baghdadi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad
al-Kazzaz al-nihwandi. Al-Junaid dikenal dalam sejarah tasawuf sebagai
seorang sufi, ia menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan
perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya.
4. Ibrahim bin Adham
Namanya adalah Abi Ishaq Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari
keluarga bangsawan Arab. Dalam legenda sufi, ia dikatakan sebagai
pangeran yang eningakan kerajaannya, lalu mengembara kearah barat
untuk menjalani hidup sebagai seorang pertapa sambil mencari nafkah
yang halal hingga meninggal di negeri Persia kira-kira pada tahun 160 H.
Tentang identitasnya dan kisah peralihannya menjadi seorang zahid yang
menjadi tema favorit para sufi kemudian, seringkali dibadingkan dengan
kisah Budha Gautama. Ibrahim bin Adham adalah seorang zahid di
Khurasan yang sangat menonjol di zamannya. Kendatipun dia putera
seorang raja dan pangeran kerajaan Balkh, dia tidak terpesona oleh
kekuasaan dan kerajaan yang dibawahinya.
5. Ma’ruf Al-karkhi
Ma’ruf al-Karkhi adalah tokoh yang mengembangkan konsep
ajaran cinta dalam tasawuf. Di antara makna tasawuf yang dikembangkan
Ma’ruf al-Karkhi ialah; tasawuf adalah memperoleh hakikat (ma’rifat) dan
tidak mengharap sama sekali apa yang berada di tangan makhluk.
Berkenaan dengan cinta kepada Allah, Ma’ruf al-Karkhi mengatakan:
cinta kepada-Nya bukanlah diperoleh melalui pengajaran, ia merupakan
pemberian atau karunia Tuhan. Cinta kepada Allah menurutnya bukan
termasuk posisi yang didapat melalui usaha melainkan keadaan jiwa yang
dikaruniakan oleh Allah. Bagi Ma'ruf, tasawuf merupakan sarana untuk
memperoleh makrifat (pengenalan) akan Allah SWT.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan dunia tidak bisa dilepaskan dari kemewahan,
keindagan, permainan dan foya-foya. Agar bisa terhindar dari sifak buruk
tersebut, diperlukan sikap zuhud. Zuhud adalah sikap manusia fokus
kepada kehidupan Akhirat. Zuhud memiliki korelasi erat dengan tasawuf.
Tasawuf dan zuhud memiliki tujuan yang sama, yaitu memprioritaskan
akhirat daripada dunia. Namun, tidak mengabaikan dunia. Mengingat
bahwa dunia adalah tempat dimana manusia tinggal.

Zuhud dapat timbul dalam diri manusia karena memiliki beberapa


faktor, yaitu : adanya pengaruh cara hidup rahib Kristen, tuntutan
Pytagoras, ajaran Plotinus, fahanmm Nirwana dari Budha, dan pengaruh
agama Hindu. Faktor tersebut mendorong manusia meninggalkan dunia
dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena hakikatnya, manusia hidup
hanya untuk menyembah Tuhan.

Diantara tokoh yang terkenal dengan zuhudnya adalah Hasan Al-


Bashri, Sufyan Al-Tsauri, Junaid Al-Baghdadi, Ibrahim bin Adham, dan
Ma'ruf Al-Kharkhi.

B. Saran-saran
Setelah Penulis menyampaikan kesimpulan, maka Penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Seharusnya masyarakat mengetahui secara detail tentang zuhud.
2. Seharusnya masyarakat memahami faktor timbulnya zuhud
3. Seharusnya masyarakat mampu menjadikan tokoh zuhud sebagai suri
teladan dalam kehidupan sehari-hari

12
C. Kata penutup
Atas rahmat Allah SWT dan karunia-Nya, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Maka penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, dengan perasaan bahagia dan senang hati, penyusun


menutup makalah ini dengan bacaan “ALHAMDULILLAHI RABBIL
ALAMIN”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Amiin

13
DAFTAR PUSTAKA

(https://m.merdeka.com/jatim/pengertian-zuhud-menurut-para-ahli-serta-
tingkatanny-wajib-diketahui-kln.html diakses pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021
pukul 17.52 WIB)

(http://digilib.uinsgd.ac.id/7429/3/BAB%20II.pdf diakses pada hari Selasa, 26


Oktober 2021 pukul 06.49 WIB)

(http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6962/6/BAB%20III.pdf diakses pada hari


Selasa, 26 Oktober 2021 pukul )6.55 WIB)

Hafiun, Muhammad (2017). Zuhud Dalam Ajaran . HISBAH: Jurnal Bimbingan


Konseling dan Dakwah Islam Vol. 14, No. 1, Juni 2017. (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai