Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HAKIKAT LAYANAN BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

HAKIKAT LAYANAN BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS

Oleh :

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ABDURACHMAN SALEH
SITUBONDO
2013

Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan
bimbingannya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah berjudul “Hakikat
Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”. Penulisan makalah ini dimaksudkan guna
memenuhi tugas kuliah studi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan secara
langsung maupun tidak langsung dari ibu dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus Inda Novitasari, S. Pd, rekan serta kakak tercinta. Untuk itu, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu. Semoga Tuhan
memberikan anugerah yang setimpal.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Selanjutnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi tambahan pengetahuan dan
memberikan manfaat bagi kita semua.

Situbondo, 23 Oktober 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema
tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat
diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat
sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-
sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan
merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang menyandang kecacatan, dipandang
memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya
mereka memerlukan pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya.
Oleh sebab itu, pendidikan anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari
pendidikan anak lainnya.

Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan konsep Special Education, yang
melahirkan sistem pendidikan segregasi. Konsep special education dan sistem pendidikan
segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan
layanan pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB) dengan
pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap dua hal yang sama
sekali berbeda.
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus berkembang, sejalan
dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang berkembang saat ini, melihat persoalan
pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik,
perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian layanan
pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada
hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan pendidikan anak
penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah regular terdekat
dimana anak itu berada. Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep Special needs education,
yang antara lain melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa hakikat layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
1.2.2 Bagaimana konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus?
1.2.3 Apa saja model layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
1.2.4 Apa pengertian dari pendidikan inklusif serta bagaimana implementasinya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui hakikat lyanan bagi anak berkebutuhan khusus
1.3.2 Untuk memahami konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
1.3.3 Mengetahui dan memahami model layanan bagi anak berkebutuhan khusus
1.3.4 Mengetahui pengertian dari pendidikan inklusif serta bagaimana implementasinya

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus


Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan merupakan
terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di dunia nternasional.
Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa kosekuensi cara pandang yang berbeda
dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada
istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka
pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan
prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang
spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to
learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai
dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: (a) anak yang
memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari kecacatan tertentu (anak
penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat (atunanetra), tidak bisa mendengar
(tunarungu), anak yang mengalami cerebral palsy dst. Dan (b) anak berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer.

2.2 Konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus


konsep layanan memiliki arti yang sama meskipun dalam konteks kegiatan yang berbeda, yaitu
suatu jasa yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai (1) cara melayani; (2) usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3) kemudahan yang
diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang
mengalami keterbatasan atau hambatan dalam segi fisik, mental-intelektual, maupun sosial
emosional. Kondisi yang demikian, baik secara langsung atau tidak berdampak pada berbagai
aspek kehidupan mereka. Untuk itu layanan sangat diperlukan bagi mereka, untuk dapat
menjalani kehidupannya.
Dari segi waktu, pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi.
Tidak semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan secara wajar. sepanjang
hidupnya, ada kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer. Anak-anak mungkin hanya
membutuhkan layanan dalam beberapa periode waktu. Contohnya, anak-anak tunanetra
membutuhkan layanan orientasi dan mobilitas hanya diperlukan pada tingkat satuan pendidikan
Sekolah Dasar. Demikian juga bina komunikasi untuk anak tunarungu, bina diri dan gerak untuk
anak tunadaksa, bina diri dan sosial untuk
anak tunalaras. Namun untuk anak-anak yang berklasifikasi berat, memerlukan berbagai layanan
yang lebih lama untuk menumbuhkan kemandirian mereka.
Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup (1) layanan medis
dan fisiologis, (2) layanan sosialpsikologis, dan (3) layanan pedagogis/pendidikan. Beberapa
jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing,
dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak.

2.3 Model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus


ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi
maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat
tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan
kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih
memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi ABK
yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini.

2.3.1 Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi


Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan
terpisah dari kelompok anak normal maupun ABK lainnya. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem
pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya
kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak normal.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa
minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari
mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama
mengalami/menyandang ketunaan, (3) anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama
temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa
takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak
sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal, (2) anak merasa terpasung
dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat
menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan
dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
a.) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan
bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai
dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan
kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk
tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB
untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat
lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.
Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari
satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-
ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi
karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

b.) Sekolah Luar Biasa Berasrama


Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang
dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat
persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah
dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain
itu, SLB berasrama merupakanpilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari
luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

c.) Kelas jauh/Kelas Kunjung


Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus
tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka
masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas
kunjung ini. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB
terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari
guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher).
Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.

d.) Sekolah Dasar Luar Biasa


Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah
mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar LuarBiasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit
sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. SDLB keberadaannya hampir mirip
dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk
menampung anak-anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat
kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan
jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan
sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak
usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB
dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah
terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik.

2.3.2 Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi


Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa
(normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan
khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap.
Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan
yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal.
Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka
sosialisasi.
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut
Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah:
a. Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh
dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan
bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan
petunjukpetunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk
keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan
yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan
dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika,
menulis, membacaperlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran
kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan
dengan kemampuan wicara anak.

b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus


Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan
kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak
dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus
tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan
menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut,
di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan
bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat
tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga
keterpaduan sebagian.

c. Bentuk Kelas Khusus


Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum
di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program
pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan
yang bersifat sosialisasi.

2.4 Pendidikan Inklusif Dan Pengimplementasiannya


a. Pengetian Inklusif
konsep inklusif lebih menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994/1995)
didefinisikan sebagai suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua
anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-
teman seusianya. Untuk itu perlu adanya restrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus bagi setiap anak. Sejalan dengan konsep ini,
Smith (2006:45) mengemukakan, bahwa inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang
mengalami hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visimisi)
sekolah.

Gagasan utama mengenai pendidikan inklusif ini menurut Johnsen (2003:181), adalah sebagai
beriku:
Bahwa setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas lokalnya dan kelas dan kelompok
reguler.
Bahwa kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif,
individualisasi pendidikan dan fleksibilitas dalam pilihan materinya.
Bahwa guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan
kebutuhan pengajaran umum, khusus dan individual, dan memiliki pengetahuan tentang cara
menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur aktivitas kelas.

b.Implementasi Inklusif
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbagkan dalam implementasi pendidikan inklusif,
beberapa faktor dimaksud menurut skjorten, Miriam D (2003:52-58) adalah;
1)Kebijakan – hukum- undang-undang – ekonomi, yaitu perlunya ada undang-undang khusus
yang mengakomodasi kepentingan anak berkebutuhan khusus, sertu dukungan dana dalam
implementasinya;
2)Sikap – pengalaman- pengetahuan, yaitu berkenaan dengan pengakuan hak anak serta
kemampuan dan potensinya;
3Kurikulum lokal, reginal, dan nasional;
4Perubahan pendidikan yang potensial, inklusi harus didukung oleh reorientasi di lapangan,
dalam bidang pendidikan guru dan penelitian;
5)Kerjasama lintas sektoral;
6Adaptasi lingkungan, dan
7)Penciptaan lapangan kerja.

Di Indonesia sendiri Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah didasarkan pada beberapa


landasan, filosofis dan yuridis-empiris. Secara filosofis, implementasi inklusi mengacu pada
beberapa hal, diantaranya, bahwa:
Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus
Anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan
belajar yang berbeda
Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua masyarakat
dan pemerintah
Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak
Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada di lingkungan Sekitarnya

c.Tenaga Kependidikan dalam Layanan ABK


Personil pendidikan ABK tidak jauh berbeda dengan personil pendidikan umum lainnya.Personil
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
•Tenaga Guru
Guru yang bertugas pada pendidikan ABK harus memiliki kualifikasi dan kemampuan yang
dipersyaratkan. Tenaga guru tersebut meliputi: Guru Khusus, Guru Pembimbing (Konselor
Pendidikan), Guru Umum yang telah memiliki pengalaman luas dalam mendidik dan menangani
masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.

•Tenaga Ahli
Tenaga ahli dalam pendidikan ABK sangat diperlukan keberadaannya untuk ikut membantu
pemecahan permasalahan anak dalam bidang non akademik. Tenaga ahli itu meliputi: Dokter
umum, Dokter spesialis, Psikolog, Social worker, maupun tenaga ahli lainnya yang diperlukan.

•Tenaga Administrasi
Untuk kelancaran proses belajar-mengajar perlu dukungan tenaga admistrasi sekolah. Sebagai
tenaga non akademik keberadaannya sangat diperlukan untuk kelancaran tugas-tugas sekolah
secara umum, misalnya keuangan, surat-menyurat, pendataan murid/guru, dan sebagainya.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik perbedaan interindividual maupun
intraindividual yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan
sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan
Penanganan pendidikan untuk anak-anak ABK dapat berbentuk model segregasi (Contohnya
SLB), kelaskhusus, SDLB, guru kunjung, sekolah terpadu, dan pendidikan inklusi. Sedangkan
Personil/tenaga yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan ABK, meliputi: guru,
konselor, tenaga medis, psikolog dan personil lain yang dibutuhkan.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita bisa memberikan layanan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus dengan baik dan benar, dan kita bisa memberikan pelayanan terbaik bagi
anak yang berkebutuhan khusus

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press
Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus
http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman-konsep-pendidikan-kebutuhan.html
Suparno, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas Lampung.
Sujiono,Nuraini yuliana.2012.Konsep Dasar Anak Usia Dini.Indeks.s

Anda mungkin juga menyukai