Anda di halaman 1dari 34

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR-A

Macam-Macam Metode Pembuangan Tinja

Dosen Pengampu:
Syarifuddin, SKM.,M.Kes
Zulfia Maharani,ST.,M.Si

Disusun oleh Kelompok 5:


Aldyth Zahra (P21335120003)
Cindy Shafira Az Zahra (P21335120008)
Dea Syakila Safitri (P21335120009)
Ibnu Akil (P23133217018)
Isyfalana Noor Islam (P21335120019)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jakarta, 2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Macam-Macam Metode Pembuangan Tinja”. Makalah ini disusun

untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pengelolaan Limbah

Cair-A semester tiga program studi Sarjana Terapan jurusan Kesehatan

Lingkungan yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair-A

Bapak Syarifuddin, SKM.,M.Kes dan Ibu Zulfia Maharani,ST.,M.Si.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai

pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis

sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga

segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 2021

Penulis

Daftar Is

i
i

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................2

1.4 Manfaat......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Metode Privy.............................................................................................3

2.2 Water Carried Methods...........................................................................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................29

3.1 Kesimpulan..............................................................................................29

3.2 Saran........................................................................................................29

Daftar Pustaka......................................................................................................30

ii
BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Yang dimaksud dengan kotoran manusia ialah semua benda atau zat yang

tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-

zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feses).

Penyebaran penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui air, tangan, vektor

(lalat), tanah. Setelah itu melalui makanan, minuman, sayuran. Setelah itu sampai

ke penjamu (host), yang dapat menyebabkan penjamu (host) sakit. Pengaruh

terhadap sumber air bersih dan air minum, pembuangan tinja yang tidak pada

tempatnya seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih,

kondisi-kondisi seperti ini akan berakibat terhadap kesehatan. Jamban adalah

suatu pembuangan kotoran manusia yang dimaksud dengan pembuangan kotoran

di sini hanya tempat pembuangan tinja dan urin. Ada dua metode pembuangan

kotoran manusia yaitu metode privy dan water carried methods.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan metode privy?

2. Bagaimana teknik dari metode privy?

3. Apa yang dimaksud dengan water carried methods?

4. Bagaimana teknik dari water carried methods?


2

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui maksud dari metode privy.

2. Untuk mengetahui teknik dari metode privy.

3. Untuk mengetahui maksud dari water carried methods.

4. Untuk mengetahui teknik dari water carried methods.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat, yaitu:

1. Dapat mengetahui maksud dari metode privy.

2. Dapat mengetahui teknik dari metode privy.

3. Dapat mengetahui maksud dari water carried methods.

4. Dapat mengetahui teknik dari water carried methods.


BAB II PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menjelaskan pembahasan berdasarkan latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat di bab satu.

2.1 Metode Privy

Wagner & lanoix (1958, hlm. 39-40) mengelompokkan teknik pembuangan

tinja kedalam dua kategori, yakni teknik yang menggunakan sistem jamban (privy

method) dan teknik yang menggunakan sistem aliran air (water carried method).

Teknik pembuangan tinja dengan sistem jamban (privy) terdapat tiga kelompok

yaitu:

2.1.1 Teknik yang Menggunakan Jamban Tipe Utama

Dua jenis jamban tipe utama yang paling memenuhi ketujuh

persyaratan di atas adalah jamban cubluk dan jamban air.

1. Jamban Cubluk

Jamban cubluk digunakan secara luas di Negara barat termasuk

Eropa, dan Negara di Afrika, serta Timur Tengah. Dengan perhatian

sedikit pada penempatan dan konstruksi, jenis jamban itu tidak akan

mencemari tanah ataupun mengontaminasi air permukaan serta air tanah.

Tinja tidak akan dapat dicapai lalat apabila lubang jamban selalu tertutup.

Bahkan, meskipun lubang dibiarkan terbuka, masalah lalat tidak terlalu

gawat karena lalat tidak tertarik pada lubang dan permukaan yang gelap.

Ruamah amaban yang baik akan membantu mencegah masuknya sinar

matahari ke dalam lubang. Dengan jamban cubluk, tidak akan terjadi

penanganan langsung tinja. Bau dapat diabaikan dan tinja biasanya tidak

3
4

terlihat. Jamabancubluk mudah direncanakan, digunakan, dan tidak

memerlukan pengoperasian, Masa penggunaan bervariasi, dari 5 sampai

15 tahun, tergantung pada kapsitas lubang dan penggunaan bahan

pembersih yang dimasukkan ke dalamnya. Keuntungan yang utama dari

jenis jamban itu adalah dapat dibuat dengan biaya rendah, dapat dibuat di

setiap tempat di dunia, dapat dibuat dengan bahan yang tersedia. Jenis

jamban itu mempunyai sedikit kelemahan, tapi dapat berperan utama

dalam pencegahan penyakit yang disebarkan melalui tinja.

Jamban cubluk terdiri dari lubang dalam tanah yang digali dengan

tanah, dilengkapi dengan lantai tempat jongkok, dan dibuat rumah jamban

diatasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan menyimpan tinja

manusia sedemikian rupa sehingga bakteri yang berbahaya tidak dapat

berpindah ke inang yang baru. Lubang biasanya berbentuk bulat atau bujur

sangkar untuk instalasi jambankeluarga, dan empat persegi panjang

jamaban umum. Lubang mempunyai diameter atau panjang bervariasi, dari

90 samapai 120 cm. Jamban umum dengan lubang berbentuk empat

persegi panjang, biasanya berukuran lebar 90-100 cm, dan panjangnya


5

tergantung pada jumlah lubang pemasukan tinja. Kedalaman lubang

sekitar 2,5 meter, tetapim dapat bervariasi dari 1,8 meter sampai 5 meter.

2. Jamban Air

Jamban air merupakan modifikasi jamban yang menggunakan

tangki pembusukan, yang bersal dari amerika serikat kira-kira sembilan

puluh tahun yang lalu. Kini jenis jamban itu banyak digunakan di Negara-

negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Apabila tangkinya

kedap air,maka tanah, air tanah, serta air permukaan tidak akan

terkontaminasi. Lalat tidak akan tertarik pada isi tangki, tidak bau, ataupun

kondisi yang tidak sedap dipandang. Jenis jamban itu dapat diabangun

dekat ruma. Tinja dan Lumpur bersama-sama dengan batu, batang kayu,

kain bekas, dan sampah lain yang mungkin terbuang kedalamnya akan

tertumpuk dalam tangki. Sudah barang tentu, benda itu harus dihilangkan

pada periode tertentu. Apabila kapasitas tangki cukup besar, penanganan

isi tangkidapat diusahakanminimum. Jamban air memerlukan penambahan

airsetiap hari agar dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Air itu

biasanya berasal dari air yang digunakan untuk membersihkan aus dan

untuk membersihkan lanatai amban, serta pipa atau corong pem,asukan

tinja. Jenis jamban ini memerlukan sedikit pemeliharaan dan merupakan

jenis instalasi yang permanent. Jamban ini lebih mahal pembuatannya

dibandingkan jamban cubluk.


6

Jamban air terdiri dari sebuah tangki berisi air, didalamnya terdapat

pipa pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban (lihat gambar

4.6) tinja dan air seni jatuh melalui pipa pemasukan ke dalam tangki dan

mengalami dekomposisi anaerobic, seperti pada tangki pembusukan.

Lumpur hasil dekomposisi, yang hanya mengandung sekitar 25 % dari

volume tinja yang dimasukkan, akan terakumulasi dalam tangki dan harus

dipindahkan secara berkala.

Ukuran tangki jamban air bervariasi sesuai dengan jumlah orang

yang akan menggunakan. Kapasitas tangki untuk jamban air keluarga

sebaiknya tidak kurang dari 1 m3 untuk periode pengurasan enam tahun

atau lebih. Untuk jamban umum, kapasias tangki dapat dibuat dengan

pedoman angka 115 liter per orang dikalikan jumlah maksimum pemakai.

Kedalaman cairan dalam tangki dapat dibuat 1,0 dan 1,5 meter. Efluen

limpahan daridari tangki yang potensial mengandung bakteri pathogen

serta telur cacing parasit harus diresapkan ke dalam tanah melalui sumur

atau parit peresapan.

3. Jamban Leher Angsa

Jamban leher angsa atau jamban tuang siram yang menggunakan

sekat air bukanlah jenis instalasi pembuangan tinja yang tersendiri,

melainkan lebih merupakan modifikasi yang penting dari slab atau lantai

jamban biasa. Lanatai atau sekat air dapat dipasang diatas tangki air atau

jamban air. Apabila digunakan dan dipeliharasecara semestinya, sekat air

akan mencegah masuknya lalat kedalam lubang dank el;uarnya bau.


7

Perangkap kecil pada sekat air tidak akan menahan tisu atau pembersih

yang dibuang di dalamnya. Lantai dengan sekat air digunakan secara luas

di kawasan Asia Tenggara yang kebanyakanpenduduknya menggunakan

air sebagai bahan pembersih anus.

Jamban leher angsa terdiri dari lantai beton biasa yang

dilengkapileher angsa, seperti terlihat pada gambar 4.7. Sl;ab itu dapat

langsung dipasang diatas lubang galian, lubang hasil pengeboran, atau

tangki pembusukan. Satu sampai tiga liter air cukup untuk

menggelontorkantinja kedalam lubang. Dengan adanya sekat air pada leher

angsa, lalat tidakdapat mencapai bahan yang terdapat dari lubang itu.

2.1.2 Teknik Menggunakan Jamban Tipe yang Kurang Dianjurkan

Jamban bor (bored-hole latrine), jamban keranjang (bucket latrine),

jamban parit (trench latrine), dan jamban gantung (overhung privy) kurang

dianjurkan penggunaannya kaerena berbagai resiko pencemaran dan

penularan penyakit yang ditimbulkannya.

1. Jamban Bor (Bored-Hole Latrine)


8

Jamban bor merupakan variasi dari jamban cubluk yang lubangnya dibuat

denganm cara dibor. Lubangnya mempunyai penampang melintang yang lebih

kecil, dengan diameter sama denagan diameter mata bor yang bdigunakan (10-30

cm) dan lebih dalam. Dengan demikian, kapasitasnya jauh lebih kecil daripada

jamban cubluk biasa dan masa pengguinaannya pun lebih pendek. Karena

kedalamannya m,encapai 6 m, lubang akan menembus air tanah dan mudah

mencemarinya. Jamban itu tidak mencemari tanah dan air permukaan, dan

mencegah penanganan tinja segar. Bahaya lalat meningkat karena terjadi

pencemaran dipermukaaan dinding lubang bagianatas tepat dibawah lubang.

Keruntuhan dinding lubang bagian atas yang tepat dibawah lubang. Keruntuhan

dinding lubang sering menjadi masalah yang gawat pada jamban bor. Jamban bor

mudah dan murah pembuatannyaapabila tersedia peralatan yang diperlukan.

Jamban itu diguanakan secara luas di banyak wilayah di dunia, terutama di Timur

Tengah dan Asia Tenggara. Jamban bor merupakan variasi dari cubluk,

perbedaannya hanya penampang melintang lubangnya lebih kecil.

2. Jamban Keranjang (Bucket Latrine)


9

Jamban keranjang, atau jamban kotak, atau jamban kaleng banyak banyak

digunakan pada masa lalu di Eropa, Amerika, Australia, dan masih digunakan di

banyak negara di Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Namun

penggunaannya semakin berkurang. Meskipun secara teoritis dan dan dengan

pengawasan yang efisien jamban keranjang dapat digunakan secara higienis,

pengalaman dimana-mana menunjukkan bahwa pada kenyataannya tidaklah

demikian. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah yang

sangat besar, tidak dilokasi jambannya, tetapi disepanjang perjalanan ke tempat

pembuangan. Penggunaan jamban keranjang sangat memungkinkan penanganan

tinja segar. Akibat pengguaan jenis jamban itu, selalu ada bahaya teradi

pencemaran tanah, air permukaan, dan air tanah. Penggunaan jenis amban itu

biasanya menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak sedap. Meskipun biaya

awal penggunaan jamban keranjang tidak mahal, namun biaya operasinya, setelah

beberapa tahun, menjadikannya type instalasi yang paling mahal. Jamban itu

hanya dianjurkan pemakaiannya di daerah yang menggunakan tinja sebagi puppuk

tanaman. Meskipun demikian, didaerah itu tetap harus dikembangkan penggunaan

jamban kompos.
10

3. Jamban Parit

Jamban parit biasanya digunakan dibeberapa daerah di Afrika, di daerah

perkemahan, dan dalam keadaan darurat. Jenis jamban itr dapat diguinakan secara

saniter atau tidak sangat saniter, tergantung pada kepatuhan pemakai pada

ketentuan yang harus diperhatikan atau dilaksanakannya. Penggunaan jamban

pariat sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang

berhubungan dengan pencegahan pencemran tanah, pemberantasan lalat, dan

pencaegahan pencapaian tinja oleh hewan. Karena berpotensi menimbulkan

berbagai kerigian, jamban parit tiidak dianjurkan untuk digunakan.

Lubang diatas tanah yang digunakan pada jamban parit biasanya berbentruk

bujur sangkar dengan ukuran 30 X 30 cm dan kedalaman 40 cm. Tanah hasil

galian ditumpuk diserkitar lubang. Diharpkan pemakai mau melemparkan tanah

itu untuk menutup tinjan yang telah dibuangnya.

4. Jamban Gantung (Overhung Privy)

Jamban gantung sering digunakan didaerah yang sering atau secara berkala

tertutup air, terutama air laut, atau didaerah pasang surut. Teknik ini diterapkan

diperkampungan nelayan dipinggir pantai, deibeberapa Negara di Asia Tenggara

dan Pasifik Barat, dan dibeberapa tempat lainnya. Kriteria pembuangan tinja
11

saniter seperti yang disebutkan diatas tidak diterapkan secara taat asas. Faktor

terpentitng yang harus deperhatrikan adalah kadar garam air penerima,

kedalamannya, dan derajat pengenceran yang mungkin tercapai. Jenis jamban itu

hanya dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai pilihan terakhir pada

keadaan yang tidak biasa. Apabial jamban gantung akan digunakan, hendaknya

dipenuhi ketrentuan saebagi berikut :

a. Air penerima mengandung kadar garam yang cukup sepanjang tahuin

untuk mencegah penggunaannya oleh manusia.

b. Jamban dipsang diatas kedalaman air sedemikan rupa sehingga dasar

tidak akan pernah kelihatan pada musim kering atau pasang surut.

c. Upayakan memilih tempat yang menauhkan bahan padat mengapung dari

lokasi permukiman, dan tempat yang memungkinkan trerjadinya

pengenceran.

d. Aliran arus air sebesar 14 liter per detik per keluarga untuk

memungkinkan pengenceran secara memadai.

e. Jalan atau jembatan menuju kerumah jamban harus dibuat aman bagi

orang dewasa dan anak-anak.

2.1.3 Teknik Yang Menggunakan Jamban Untuk Situasi Khusus

Bebeapa jenis jamban yang cocock untuk siyuasi khusus adalah

jamban kompos, jamban kimia, jamban kolam, dan jamban gas bio.

1. Kakus Kompos

Kakus kompos digunakan didaerah yang penduduknya suka memmbuat

kompos dari campuran tinja dan sampah organic (jerami, limbah dapur, potongan
12

rumput dan sebagainya) dijamban yang digunakannya. Untuk membuatnya,

diperlukan dua atau lebih lubang sehingga biayanya lebih besar ari pada jamban

biasa. Bila dibuatr dan dioprasikan tidak secara semestinya, jamban itru dapat

menarik lalat yang akan bertelur pada bahan isian. Masalah bau dapat timbul dari

penggunaan jamban kompos. Jamban kompos mudah pembuatannya, tetapi

memerlukan pengoperasia dan pemeliharaan. Karena lubang digunakan secara

bergantian, penanganan bahan isian dapat diusahakan seminimal mungkin dan

dilakukan setelah selesaiu proses dekomposisi dan penyusutan oleh bakteri

anaerob. Produk akhir sperti humus bersifat stabil, aman, dan merupakan pupuk

tanaman yang baik. Prosedur pembuatan dan pengoperasian kakus kompos adalah

sebagai berikut :

a. Galilah lubang sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Dasar lubang

harus selalu diatas permukaan air tanah.

b. Sebelum slab atau lantai diletakkan diatsanya, tutuplah dasr lubang

setinggi 50 cm dengan potongan rumput, daun-daunan yang kecil,

sampah daun, kertas, dan sebagainya. Namun, tidak boleh memasukkan

sampah kering seperti kaleng, logam, dan botol kaca kedalamnya.

c. Tempatkanlah slab dan rumah jamban sedemikian rupa dapat

dipindahkan sedemikian rupa sehingga dapat dipindahkan secara berkala

ke tempat lain.

d. Selain tinja manusia, masukkanlah juga sampah daun-daunan yang

dihasilkan setiap hari kedalam lubang, kemudian kotoran sapi, kuda,

kambing, ayam, atau babi, tanah atau jerami yang terkena rembesan air
13

seni. Bahan yang tersebut terakhir penting, karena iar seni kaya akan

nitrogen nutrient utama bagi tanaman.

e. Kurang lebih seminggu sekali masukkanlah kedalam lubang beberapa

kilogram guntingan rumput dan daun-daunan yang bertekstur halus.

Setelah beberapa kali mencoba kuta dapat memperoleh bahan campuran

dalam lubang yang dapat menghasilkan pupuk yang bagus.

f. Apabila isi lubang telah mencapai ketinggian 50 cm dibawah permukaan

tanah, galilah sebuah lubang baru pada jarak 1,5 sampai 2 m dari lubang

itu slab serta rumah jamban dipindahkan keatasnya. Lubang pertama

ditutup, pertama tama dengan guntingan rumput dan daun-daunan

setinggi 15 cm, kemudian tanah setebal 35 cm.

g. Apabila lubang ke dua penuh, lubang pertama dibuka dan komposnya

dikeluarkan. Kompos bersifat stabil dan akan menjadi pupuk bagus yang

dapat segera digunakan dikebuin atau disimpan.

h. Volume lubang tergantung pada kebutuhan akan pupuk dan jumlah orang

yang akan menggunakan jamban. Proporsi volume tenja yang dapat

ditambahkan pada volume sampah, agar pembuatan kompos berlangsung

memuaskan, kira-kira 1:5.

2. Jamban Kimia
14

Jamban kimia merupakan instalasi pembuangan tinja yang efisien dan

memenuhi criteria jamban saniter tersebut diatas, kecuali satu yaitu berhubungan

dengan biaya. Teknik pembuangan tinjadengan jamban kimia dapat dikatakan

mahal, biaya awal maupun pengoperasiannya. Keuntungan utamadari jamban

kimia adalah dapat ditempatkan di dalam rumah. Jamban itu sering digunakan di

rumah dan sekolah di daerah yang tingkat ekonominya memungkinkan, serta pada

sarana transportasi jarak jauh, baik darat, laut, maupun udara.

jamban kimia terdiri dari sebuah tangki logam yang berisi larutan soda

kaustik. Tempat duduk atau tempat jongkok dengan penutupnya ditempatkan

langsung diatas tangki. Tangki dilengkapi dengan pipa ventilasi yang ujungnya

menjorok sampai ke atas atap rumah. Tangki dibuat dari campuran baja khusus

yang tahan korosi dan mempunyai kapasitas kira-kira 500 liter air yntuk setiap

tempat duduk atau tempat jongkok. Larutan soda kaustik yang dimasukkan

tersusun dari 11,3 kg soda kaustik dilarutkan dalam 50 liter air untuk setiap

tempat duduk atau tempat jongkok. Tinja yang tertampung dalam tangki akan

dicairkan dan disterilkan oleh bahan kimia itu, yang akan menghancurkan pula

bakteri pathogen dan telur cacing. Untuk memudahkan pengoperasiannya, tangki

biasanya dilengkapi dengan pengaduk yang akan membantu menghancurkan


15

bahan padat dan mempercepat penghancurannya oleh bahan kimia. Setelah

beberapa bulan penggunaan, bahan kimia yang telah digunakan serta cairan yang

dihasilkan dibuang atau dialirkan keluar, dan dipindahkan ke kolam pembuangan

rembes air. Untuk sarana transportasi kapal, pesawat udara, kereta api, bus, dan

sebagainya, jamban kimia dapat dibuat dengan kapsitas kira-kira 40 liter agar

dapat dipindah-pindahkan.

3. Jamban Kolam

Jamban kolam banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia, terutama

di daerah yang penduduknya banyak mengusahakan kolam tambak ikan.

Orang yang menggunakan jamban itu memanfaatkan tinja yang

dibuangnya secara langsung untuk makanan ikan yang dilpeliharanya.

Terjadi kontroversi dalam pemakaian jenis jamban itu karena satu sisi

usaha ternak ikan dapat ditunjang dengan teknik pembuangan tinja itu.

Nmaun, disisi lain jelas pencemaran bakteriologis pada air permukaan

yang mengandung resiko besar terjadinya penularan penyakit melalui tinja

dan air, dari penderita kepada orang yang sehat. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa tidak ada resiko gangguan

kesehatan bagi orang yang mengkonsumsi ikan dipelihara di kolam yang

ada jambannya, asalkan ikan dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Di daerah yang banyak menggunakan jamban kolam, penggunaan jamban

kolam, penggunaan uamban kolam, penggunaan air kolam dan air sungai

yang tercemar secara langsung untuk keperluan sehari-hari harus dibuang.


16

Apabila jamban kolam akan digunakan, ketentuan berikut harus

diperhatikan dan dilaksanakan.

a. Air kolam tidak boleh digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti

mandi, cuci, dan minum.

b. Kolam harus selalu penuh dengan air.

c. Kolam harus cukup luas, selalu mendapat sinar matahari dan tidak

terdapat pohon rindang di dekatnya.

d. Letak jamban harus demikian rupa sehingga tinja selalu jatuh di air.

e. Ikan yang diperoleh dari kolam tersebut tidak boleh dimakan mentah

atau setengah masak.

f. Aman dalam pemakaian.

g. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bawah kolam atau

yang sejajar dengan jarak kurang dari 15 meter.

h. Tidak terdapat tanaman yang tumbuh di atas permukaan air kolam.

4. Jamban Gasbio
17

Jamban gasbio merupakan instalasi pembuangan tinja yang m,emberikan

keuntungan ganda. Apabila dibuat, dioperasikan, dan dipelihara sebagai mana

mestinya dengan memperhatikan persyaratan sanitasi pembuangan tinja,

teknikpembuangan tinja itu mencegah penularan penyakit saluran pencernaan.

Selain itu, teknik yang sama akan menghasilkan dua bahan yang bermanfaat,

yakni gas bio yang dapat digunakan sebagai bahan kabar dan kompos yang

berguna untuk menyuburkan tanaman. Sejak tahun 1945, jenis jamban itu telah

dibangun di Aljazair, Prancis, Jerman, Italia, India, dan di berbagai Negara lain

untuk menghasilkan gas metan dan humus dari dekomposisi sampah dan kotoran

hewan dari kebun. Dalam penanggulangan krisi energi, terutama yang berasal dari

bahan baker minyak, pembuangan tinja ini diharapkan dapat dijadikan sumber

energi alternative yang potensial di masa mendatang.

Jamban gas bio terdiri dari rumah jamban, tangki pencerna, penampung gas,

dan system perpipaanuntuk menyalurkan gas bio dari tangki pencerna ke

penampungan gas dan dari penampungan gas ke tempat pemakaian gas (kompor,

alat penerangan, dan sebagainya). Ke dalam tangki pencerna, setiap hari

dimasukkan tinja, sampah organic yang berupa sampah daun, dan kotoran

kandang. Dlam tangki pencerna, bahan isian yang merupakan campuran bahan

organic akan mengalami dekomposisi secara anaerob dan menghasilkan gas bio.

Gas bio adalah campuran bernagai gas yang dihasilkan dari suatu proses

fermentasi bahan organic oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen. Secara umum

komposisi gas bio terdiri dari metan (CH4) 54-70%, karbon dioksida(CO2) 27-

45%, nitrogen (N2) 0,5-3%, karbon monoksida (CO) 0,1%, dan sedikit hydrogen
18

sulfide (H2S). Satu meter kubik gas bio mengandung nilai kalori yang setara

dengan nilai kalori yang dihasilkan oleh 1,1 liter alcohol, 0,8 liter bensin, 0,6 liter

minyak mentah, 1,5 m3 gas kota, 1,4 kg arang, atau 2,2 kilowatt-jam energi

listrik.

Ketika membuat jamban gas bio, upayakan tidak terjadi kebocoran ke udara

luar, baik pada konstruksi tangki pencerna maupun system perpipaan dan

penampung gas, sedemikian rupa sehingga semua gas bio yang dihasilkan dapat

tertampung dalam penampung gas, dan termanfaatkan secara optimum.

2.2 Water Carried Methods

Dengan menggunakan metode ini dapat dikatakan sebagai metode yang

memenuhi syarat sanitasi dan keindahan bagi sarana pembuangan tinja. Hal ini

disebabkan karena kontaminasi tanah dan air permukaan dapat dihindari. Buangan

yang berpotensi berbahaya diupayakan agar lalat, tikus, dan hewan peliharaan

tidak dapat menjangkaunya. Dengan demikian mekanisme penularan penyakit

saluran pencernaan dapat dicegah.

Berbagai metode dapat digunakan untuk membuang limbah cair metode itu

mencakup :

2.2.1 Pembuangan dengan Pengenceran di Badan Air yang Besar

Jika di suatu wilayah terdapat badan air permukaan yang besar seperti

laut, telaga dan sungai besar, limbah cair dari perumahan atau dari masyarakat

dapat dibuang ke badan air itu secara langsung atau setelah melalui pengolahan

pada tangki pembusukan. Dalam hal ini, pipa pemasukan limbah cair ke badan air

harus bermuara pada satu titik yang benar benar berada dibawah permukaan air
19

atau air laut yang terendah, atau biasanya didekat dasar badan air penerima. Hal

ini untuk menjamin pengenceran secara sempurna limbah cair yang dihasilkan

pada musim panas, atau limbah lebih ringan yang biasanya akan naik dan tersebar

keseluruh badan air pelarut.

2.2.2 Penggunaan Kolam Pembuangan

Kolam pembuangan merupakan lobang tertutup yang berfungsi untuk

menerima buangan limbah cair pasar. Kolam buangan dapat berupa tipe kedap air

atau tipe rembes air. Kolam pembuangan kedap air digunakan untuk menampung

limbah cair yang harus dipindahkan secara berkala, kira kira setiap 6 bulan. Untuk

tipe yang rembes air digali sampai kelapisan tanah yang rembes air agar limbah

cair yang masuk kedalam nya meresap kedalam tanah. Bahan padat yang tertahan

pada kolam pembuangan akan berakumulasi dalam lubang dan secara berangsur

angsur akan menutup pori pori tanah.

Kolam pembuangan harus ditempatkan lebih rendah dari sumur, yaitu

dengan jarak minimum 15 meter untuk mencegah pencemaran bakteriologis pada

sumur. Untuk mencegah pencemaran kimiawi, jarak antara sumur dan kolam

pembuangan yang terletak lebih tinggi tidak boleh kurang dari 45 meter. Kolam

pembuangan tipe rembes air harus ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 6

m di luar fondasi rumah. Dinas Kesehatan tidak mengizinkan pembuatan kolam

pembuangan di daerah yang padat penduduknya karena di daerah padat ini sumur

digunakan sebagai sumber penyediaan air minum.

2.2.3 Penggunaan Sumur Peresapan


20

Sumur peresapan berfungsi untuk menerima efluen dari jamban air,

kolam pembuangan dan tangki pembusukan dan meresapkannya ke dalam tanah.

sumur peresapan dibuat pada ujung terendah dari saluran peresapan efluen di

bawah permukaan tanah untuk menangkap efluen tangki pembusukan yang tidak

meresap di sepanjang saluran.

Penempatan sumur peresapan harus hati hati. Sumur peresapan harus

ditempatkan pada tanah yang lebih rendah, sekurang kurangnya pada jarak 15

meter dari sumber air minum dan sumur. Sama halnya dengan kolam

pembuangan, pembuatan sumur resapan biasanya tidak diizinkan oleh petugas

kesehatan di daerah yang padat penduduknya karena air tanahnya digunakan

untuk keperluan rumah tangga.

2.2.4 Penggunaan System Tangki Resapan

Resapan Tangki pembusukan adalah unit sarana yang paling penting

dan memuaskan di antara unit sarana pembuangan tinja dan limbah cair lain yang

menggunakan system aliran air, yang digunakan untuk untuk menangani buangan

dari rumah perorangan, kelompok kecil rumah, atau kantor yang terletak diluar

jangkauan system saluran limbah cair kota praja. Unit sarana itu terdiri dari

sebuah tangki pengendapan yang tertutup. Limbah cair kasar dimasukkan


21

kedalamnya melalui saluran limbah cair bangunan. Proses yang terjadi didalam

tangki pembusukan merupakan pengolahan tahap pertama, selanjutnya dilanjutkan

denfan proses peresapan efluen. Perlu di perhatikan bahwa semua limbah cair,

termasuk yang berasal dari kamar mandi dan dapur, dapat dimasukkan ke dalam

tangki pembusukan tanpa membahayakan proses normal yang terjadi. Penelitian

terakhir menunjukkan bahwa bertentangan dengan keyakinan sebelumnya, limbah

cair rumah tangga yang tidak mengandung tinja dapat dan harus dibuang ke tangki

pembusukan.

1. Penangkap Lemak

Limbah cair yang berasal dari dapur besar, seperti dapur hotel,

rumah sakit, dan kantor, kemungkinan mengandung banyak lemak yang

dapat masuk ke dalam tangki pembusukan bersama dengan efluen dan

dapat menyumbat pori pori media penyaringan pada bidang peresapan.

Dengan begitu, bak penangkap atau perangkap lemak dapat dipasang

diluar gedung, pada saluran limbah cair gedung. Penangkap lemak itu

berupa tangki pengapungan kecil dengan inlet yang masuk kebawah

permukaan cairan, dan outlet yang ujungnya dipasang di dekat dasar.

Berdasarkan prinsipnya dalam pengoperasian penangkap lemak bahwa

limbah cair yang masuk lebih panas daripada cairan yang sudah ada dalam

bak dan didinginkan oleh nya. Akibatnnya, kandungan lemak akan

membeku dan naik ke permukaan, yang nantinya akan diambil secara

berkala. Oleh karena itu, penangkap lemak harus dibuat sedemikian rupa

untuk mempermudah pemeriksaan dan pembersihan. Penangkap lemak


22

tidak perlu dibuat untuk penanganan limbah cair dari perumahan atau

instalasi kecil lainnya.

2. Saluran Limbah Cair

Bangunan Saluran limbah cair adalah bagian dari perpipaan horizontal dari

sitem drainase bangunan yang membentang mulai dari satu titik yang berjarak 1,5

m di luar sisi dalam pondasi tembok bangunan rumah sampai ke sambungan

saluran limbah cair umum atau unit pengolahan limbah cair perorangan (tangki

pembusukan, kolam pembuangan atau tipe sarana pembuangan lainnya). Saluran

limbah cair bangunan dibuat dari beton atau tanah liat yang di glasir dengan

diameter minimum 15 cm, atau besi cor dengan diameter minimum 10 cm.

kemiringan minimum 1%, bila mungkin diusahakan 2%. Kemiringan pada saat

saluran memasuki tangki pembusukan minimum 2%. Semua sambungan harus

kedap air dan dilindungi dari kerusakan akibat akar tumbuh tumbuhan.

3. Tangki Pembusukan
23

Kapasitas tangki pembusukan ditentukan dengan mempertimbangkan faktor

berikut.

a. Volume aliran limbah cair rata rata per hari.

b. Waktu penahanan, 1 3 hari, biasanya 24 jam.

c. Volume ruang penyimpanan lumpur yang cukup besar, untuk pengurasan

setiap 2 3 tahun.

Volume aliran limbah cair rata rata per hari tergantung pada

konsumsi air rata rata didaerah yang bersangkutan. Pada umumnya, daerah

pedesaan lebih rendah daripada daerah perkotaan. Karena daerah

pedesaan, angka volume aliran limbah cair rata rata per hari sebesar 100

liter / orang. Untuk tangki pembusukan perumahan yang terdiri dari satu

ruangan, kapasitas efektif sebaiknya tidak kurang dari 1900 liter.

4. Tangki Ruang Ganda

Tangki pembusukan rumah tangga dengan tangki ruang ganda yang

direncanakan dengan semestinya mempunyai kinerja sama atau bahkan lebih baik

daripada tangki ruang tunggal dengan kapasitas sama, terutama pada tangki kecil.

Pengaruh fluktuasi aliran dan aliran balik mengurangi efisiensi proses pengolahan

primer pada tangki pembusukan kecil ruang tunggal. Oleh karena itu, tangki

pembusukan rumah tangga kecil, yang melayani kurang dari 20 sampai 25 orang,

sebaiknya menggunakan dua ruangan. Dalam hal ini, bagian ruang inlet harus

mempunyai kapasitas setengah sampai dua pertiga kapasitas tangki, dan untuk

instalasi kecil, kapasitas cairan pada bagian ruang inlet tidak boleh kurang dari

1900 lliter.
24

Untuk tangki berukuran besar, yang melayani lebih dari 20 sampai 25 orang,

kebutuhan untuk membagi ruang tangki pembusukan tergantung pada derajat

pengolaahan yang dipersyaratkan oleh pejabat kesehatan setempat dan derajat

permeabilitas tanah. Hasil penelitian itu menyatakan tidak banyak keuntungan

yang dicapai dengan pembagian ruang tangki pembusukan, dan tangki ruang

tunggal yang direncanakan dengan baik akan menghasilkan efisiensi penghilangan

bahan padat tersuspensi lebih dari 60%.

5. Pengaturan Outlet dan Inlet

Pemasukan inlet dan outlet ke dalam cairan tangki sangat penting karena akan

mempengaruhi volume ruang bebas dan akumulasi lumpur. Untuk memperoleh

hasil yang baik, outlet harus masuk ke bawah permukaan sampai 40% dari

kedalaman cairan. Pada tangki horizontal dan berbentuk silinder, angka tersebut

harus dikurangi menjadi 35%. Penahan inlet atau tee harus masuk sedalam 30 cm

dibawah permukaan air. Pemasangan inlet dan outlet harus harus menjamin

adanya ventilasi yang bebas pada seluruh tangki, pipa inlet, dan pipa outlet. Inlet

serta outlet harus muncul sekurang kurangnya 15 cm di atas garis air, dan harus

menyisakan sekurang kurangnya 2,5 cm ruang bebas di bawah tutup tangki untuk

keperluan ventilasi. Penahan biasanya ditempatkkan pada jarak cm dari pipa inlet

dan outlet, dan ujung ujungnya ditempelkan pada dinding tangki. Masuknya pipa

inlet harus pada ketingggian 2,5 cm 7,5 cm di atas permukaan air. Penghubungan

dua ruangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan

pipa L yang ujung bawahnya tidak lebih rendah dari ujung bawah outlet.

6. Bentuk Tangki
25

Bentuk tangki akan mempengaruhi kecepatan aliran yang melaluinya,

kedalaman akumulasi lumpur, dan ada atau tidaknya sudut mati. Tangki menjadi

kecil yang menimbulkan aliran langsung dari inlet ke outlet, dan mempersingkat

waktu penahan. Tangki yang terlalu dangkal menyebabkan ruang bebas lumpur

menjadi terlalu kecil dan penampang melintang efektif tangki terkurangi. Tangki

yang terlalu lebar membentuk kantung mati dalam ukuran yang besar di sudut

sudut tangki karena gerakan air menjadi kecil. Tangki yang terlalu sempit

meningkatkan kecepatan aliran dan mengurangi efisiensi sedimentasi. Menurut

hasil penelitian, tidak ada perbedaan kinerja antara tangki berbentuk empat

persegi panjang dengan tangki berbentuk silinder yang besarnya dan kapasitas

penampungan lumpurnya sama. Tangki berbentuk empat persegi panjang harus

dibuat dengan panjang dua sampai tiga kali lebar tangki, kedalaman cairan 1,2 1,7

m. Ruang bebas di atas permukaan air biasanya di buat setinggi 30 cm.

7. Penempatan Tangki

Tangki pembusukan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga

memudahkan penyaluran limbah cair dari rumah ke system pembuangan efluen.

Apabila system pembuangan efluen menggunakan system saluran bawah tanah,

lokasi tangki harus menjamin tersedianya tanah yang cukup luas untuk

pembuangan efluen, peletakan saluran dengan kemiringan cukup, dan kedalaman

setiap titik maksimum 75 cm. Tangki tidak boleh tertanam dalam tanah lebih dari

cm karena perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala. Lubang pemeriksa harus


26

dibuat sampai ke permukaan tanah, namun harus dicegah masuknya air

permukaan dan air hujan ke dalam tangki. Tangki harus ditempatkan lebih rendah

dan pada jarak sekurang kurangnya 15 meter dari sumur dan sumber penyediaan

air bersih lain karena ada kemungkinan terjadi kebocoran, terutama di sekitar pipa

inlet dan outlet.

8. Konstruksi Tangki

Biasanya tangki dibuat dari beton yang menjamin dan kerapatan air yang

memadai. Dasar dan tutup tangki dibuat dari beton. Dinding dibuat dari pasangan

batu bata, batu pecah, atau blok semen, dengan spasi dan plesteran sisi dalam

tangki dari campuran semen dan pasir (1:3). Campuran beton yang digunakan

harus terdiri dari semen, pasir, kerikil (1:2:4) dengan kandungan 23 liter air per

sak (43 kg) semen. Dinding dan tulang beton memadai. Ukuran lubang pemeriksa

yang berbentuk bujur sangkar panjang sisinya minimum 50 cm dan untuk yang

berbentuk bulat diameter 61 cm.

9. Pembuangan Tangki

Efluen tangki pembusukan tidak boleh dibuang ke saluran terbuka

atau dibuang ke atas tanah untuk mengairi tanaman atau ke kolam ikan

tanpa izin pejabat kesehatan setempat. Untuk daerah pedesaan dan

masyarakat kecil, metode yang dapat dipilih untuk mengolah dan

membuang efluen terbatas pada :

a. Metode pengenceran

b. Metode yang menggunakan sumur peresapan

c. Metode yang menggunakan saluran peresapan


27

d. Metode yang menggunakan parit penyaring

e. Metode yang menggunakan pasir peyaring

f. Metode yang menggunakan penyaring tetes.

Untuk menentukan metode yang paling cocok untuk kondisi khusus daerah,

perlu diketahui :

a. Sifat tanah

b. Kedalaman permukaan air tanah

c. Tingkat permeabilitas tanah

d. Jarak system pembuangan efluen dari sumur dan sumber penyediaan air

lain

e. Volume dan kecepatan aliran air permukaan yang ada untuk pengenceran

(di sungai, kolam, dan badan air lain)

f. Penggunaan air permukaan (untuk penyediaan air, memancing, mandi,

dan sebagainya)

g. Luas tanah yang tersedia untuk pembuangan efluen

h. Jarak antar rumah

i. Kecenderungan arah angina

j. Tanaman penutup yang ada di tanah

k. Kemungkinan perluasan system pada masa yang akan datang

2.2.5 Pembuangan Efluen Melalui Saluran Peresapan

Metode ini dilakukan dengan meresapkan efluen ke lapisan atas tanah

melalui pipa pipa saluran dengan sambungan terbuka, yang ditempatkan pada

parit dan ditutup. Dengan cara ini, efluen dibersihkan oleh aktivitas bakteri
28

saprofitik aerobic dalam tanah dan merembeskan nya ke dalam tanah. Namun

metode ini tidak dapat digunakan pada :

1. Tanah yang tidak berpori

2. Tanah yang permukaan air tanahnya dapat naik sampai 1,2 meter dari

permukaan tanah

3. Tanah yang mengandung resiko bahaya pencemaran sumber penyediaan air

4. Tanah yang terdiri dari tanah liat kedap

5. Tanah yang lembab

2.2.6 Bak Pembagi

Bak pembagi berperan untuk menjamin terbaginya efluen dari tangki

pembusukan secara merata ke saluran peresapan. Bak ini juga dapat berfungsi

sebagai bak pemeriksa, untuk mengetahui banyaknya bahan padat tersuspensi

pada efluen dan adanya pembagian yang merata dari efluen.

2.2.7 Saluran Peresapan

Saluran peresapan biasanya dibuat dari pipa berujung datar dengan

diameter 10 cm dan panjang cm, dapat juga digunakan pipa yang satu ujungnya

rata dan ujung lainnya melengkung. Pipa harus dipasang secara bersambungan

pada saluran dengan jarak 0,6 1,2 cm supaya efluen dapat keluar dari pipa.

Kedalaman pipa dalam tanah cm. Kemiringan saluran tidak boleh terlalu kecil

atau terlalu besar. Biasanya digunakan kemiringan 0,16 0,32% atau 16,66 33,32

cm per 100 m dengan kemiringan maksimum 5%.

Luas dasar parit yang diperlukan harus dihitung dengan

memperhatikan besarnya angka peresapan dan angka kebutuhan luas bidang


29

peresapan. Parit tidak boleh terlalu panjang. Panjang maksimum yang dianjurkan

adalah 30 m. parit harus diletakkan lurus. Saluran peresapan harus diletakkan

dengan jarak minimum 7,5 m dari pohon besar untuk menghindari hambatan

aliran akibat masuknya air ke dalam pipa. Oleh karena itu, tanah di atas bidang

peresapan tidak boleh di tanami pepohonan. Tanaman yang boleh ditanam di

atasnya hanya rumput yang berakar pendek.


30

BAB III PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran terhadap

pembahasan di atas.

3.1 Kesimpulan

Dari makalah di atas, dapat diambil kesimpulan, yaitu:

Teknik pembuangan tinja dengan metode privy terdapat tiga kelompok yaitu

teknik yang menggunakan jamban tipe utama (jamban cubluk, jamban air, jamban

leher angsa), jamban tipe yang kurang dianjurkan (jamban bor, jamban keranjang,

jamban parit, jamban gantung), jamban untuk situasi khusus (kakus kompos,

jamban kimia, jamban kolam, jamban gasbio). Teknik pembuangan tinja dengan

water carried methods yaitu pembuangan dengan pengenceran di badan air yang

besar, penggunaan kolam buangan, penggunaan sumur resapan, penggunaan

sistem tanki resapan, pembuangan efluen melalui saluran peresapan, bak pembagi,

dan saluran peresapan.

3.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dapat diambil saran,

yaitu;

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali

kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan

terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.


Daftar Pustaka

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/649/4/BAB%20II.pdf

https://id.scribd.com/document/377952096/Teknik-Pembuangan-Tinja

Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta . EGC

31

Anda mungkin juga menyukai