Penyusun :
Osvaldo Sumarco (03011381621074)
Muhammad Raflyudin (03011381621088)
Febriekha Yolanda Akbar (03011381621098)
Shelvy Hoctaviany (03011381621107)
Saphira Nur Fadilah (03011381621108)
Sipil A Bukit Palembang
Dosen Pembimbing :
Nyimas Septi Rika Putri, S.T., MSI
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Bab I : Pendahuluan 1
Daftar Pustaka 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh makhluk
hidup baik untuk memenuhi kebutuhan maupun menopang hidupnya secara
alami. Beberapa sumber air yang tersedia, penduduk Indonesia sebagian
besar menggunakan air permukaan terutama air sungai dan air sumur.
Berdasarkan penelitian yang dlakukan Kementrian Lingkungan Hidup
(KLH) pada tahun 2014 bahwa 70-75% sungai di 34 provinsi Indonesia
telah tercemar. Polutan dominan yang mencemari sungai berasal dari
limbah domestic (limbah berasal dari rumah tangga).
Air yang digunakan harus memenuhi syarat dari segi kualitas
maupun kuantitasnya. Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang
memenuhi syarat kesehatan yang dapat ditinjau dari aspek fisika, kimia, dan
biologi. Untuk meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat mengenai
kebutuhan air bersih, maka perlu disesuaikan teknologi yang sesuai dengan
tingkat penguasaan teknologi dalam masyarakat itu sendiri.
Di sumsel tepatnya di Palembang, sungai Musi sebagai tempat
utama penggunaan kebutuhan air bagi masyarakat di Palembang. Akan
tetapi, sungai musi tercemar karena banyak limbah domestik dan non
domestik dibuang ke anak-anak sungai dan got-got yang berada di dekat
pemukiman masyarakat dan sampah tersebut mengalir ke sungai musi.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka akan dilakukan proses
pengolahan secara fisik dengan cara filtrasi, dimana terjadi pemisahan
antara padatan/koloid dengan cairan. Pada proses ini, digunakan media
filtrasi yang sangat beragam untuk mendukung kelancaran proses
pengolahan air bersih.
Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu koral, pasir kasar,
dan pasir halus. Air yang digunakan berasal dari sungai musi dan air sungai
musi termasuk air baku sehingga masih bisa digunakan untuk pengolahan
menjadi air bersih.
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah yaitu:
1. Apakah dengan memakai cara filtrasi air baku berubah
menjadi air bersih?
2. Bagaimana penggunaan cara Single Medium dan Triple
Medium?
3. Apakah penggunaan Single Medium lebih efektif dari Triple
Medium?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara filtrasi bisa mengubah air baku
menjadi air bersih.
2. Untuk mengetahui cara penggunaan Single Medium dan
Triple Medium.
3. Untuk mengetahui penggunaan yang lebih efektif dari Single
Medium dan Triple Medium.
1.4 Manfaat
Manfaat bagi masyarakat:
Masyarakat bisa menggunakan cara yang dilakukan dalam
penelitian ini untuk pengolahan air bersih dari air baku jika
mengalami kelangkaan air bersih.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun
gas) yang membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori
lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi
koloid.
Secara umum filtrasi adalah proses yang digunakan pada pengolahan air
bersih untuk memisahkan bahan pengotor (partikulat) yang terdapat dalam air. Pada
prosesnya air merembes dan melewati media filter sehingga akan terakumulasi pada
permukaan filter dan terkumpul sepanjang kedalaman media yang dilewatinya.
Filter juga mempunyai kemampuan untuk memisahkan partikulat semua ukuran
termasuk didalamnya algae, virus, dan koloid-koloid tanah.
Pada filtrasi dengan media berbutir, terdapat mekanisme filtrasi sebagai
berikut:
a. Penyaringan secara mekanis (mechanical straining)
b. Sedimentasi
c. Adsorpsi atau gaya elektrokinetik
d. Koagulasi dalam filter bed
e. Aktivitas biologis
Menurut Baker (1948), catatan tertulis paling awal tentang pengolahan air,
sekitar tahun 4000 SM, menyebutkan filtrasi air melalui pasir dan kerikil. Walaupun
sejumlah modifikasi telah dibuat dengan cara yang aplikasi, filtrasi tetap menjadi
salah satu teknologi mendasar terkait dengan pengolahan air. Digunakannya media
filter atau saringan karena merupakan alat filtrasi atau penyaring yang memisahkan
campuran solida likuida dengan media porous atau material porous lainnya guna
memisahkan sebanyak mungkin padatan tersuspensi yang paling halus. Dan
penyaringan ini merupakan proses pemisahan antara padatan atau koloid dengan
cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan sebagai proses awal (primary treatment).
3
Menurut Tjokrokusumo (1995), pada pengolahan air baku dimana proses
koagulasi tidak perlu dilakukan, maka air baku langsung dapat disaring dengan
saringan jenis apa saja termasuk pasir kasar. Karena saringan kasar mampu
menahan material tersuspensi dengan penetrasi partikel yang cukup dalam, maka
saringan kasar mampu menyimpan lumpur dengan kapasitas tinggi. Karakteristik
filtrasi dinyatakan dalam kecepatan hasil filtrat.
Masing-masing dipilih berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi
dengan sasaran utamanya, yakni menghasilkan filtrat yang murah dengan kualitas
yang tetap tinggi.Dikarenakan juga karena air olahan yang akan disaring berupa
cairan yang mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang larut dan
menghasilkan endapan, maka bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan
melalui filtrasi. Apabila air olahan mempunyai padatan yang ukuran seragam maka
saringan yang digunakan adalah single medium. Sebaliknya, jika ukuran padatan
beragam maka digunakan saringan dual medium atau three medium (Kusnaedi,
1995), seperti terlihat pada gambar 1.
5
Intake adalah konstruksi yang dibangun di sumber air baku untuk
mengambil sejumlah air yang direncanakan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam peletakan intake adalah ketinggian tanah berhubungan dengan sistem
pengaliran air baku; sedekat mungkin dengan daerah pelayanan; dibangun pada
tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah sungai yang
landai dan lurus; tanah di sekitar intake harus stabil; mempertimbangkan
peningkatan debit di masa mendatang; posisi inlet harus benar-benar tepat dimana
titik penyadapan dapat optimum; jauh dari sumber kontaminan; dan dilengkapi
dengan screening.
River intake merupakan intake untuk menyadap air baku yang berasal dari
sungai atau danau. Tipe ini biasanya dilengkapi dengan screen dan bak penampung
dengan pintu air. River intake dapat diterapkan pada sungai relatif dangkal dengan
memodifikasi bangunan penampungnya.
Screen digunakan untuk menyisihkan material kasar/sampah yang terbawa
aliran air untuk mencegah kerusakan pompa dan unit pengolahan berikutnya.
Persamaan yang digunakan adalah :
hL = (w/b)4/3 hv sin (1)
dimana hL adalah headloss saat melewati batang screen, adalah faktor
bentuk batang, w adalah tebal batang, b adalah jarak antar batang, dan adalah
kemiringan batang dari horizontal (Qasim, 1985).
Pintu air digunakan untuk mengatur aliran air dari sumber air baku ke
saluran intake sehingga diperoleh debit pengaliran yang diinginkan. Pengaturan
aliran air ini juga dilakukan pada saat pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan).
Persamaan yang digunakan menurut Triadmojo (1995) :
Q 0,6BH 2 gh (2)
dimana Q adalah debit yang melewati pintu, B adalah lebar pintu, H adalah tinggi
bukaan pintu, dan h adalah headloss pada pintu.
Saluran pembawa berfungsi untuk menyalurkan air dari intake ke bak pengumpul.
Saluran ini dapat mengunakan pipa atau berupa saluran terbuka. Persamaan yang
digunakan adalah menurut rumus Hazen-Williams, yaitu :
6
1,85
v L
h 6,82
C D1,167 (3)
dimana h adalah headloss pipa/saluran pembawa, v adalah kecepatan aliran pada
pipa/saluran pembawa, L adalah panjang pipa, D adalah diameter pipa/saluran
pembawa, dan C adalah koefisien kekasaran Hazen-Williams.
Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk diolah
oleh unit pengolahan berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake
dan pengukur debit. Persamaan yang digunakan adalah :
V
Q
td (4)
V A H (5)
A pl (6)
Dengan Q adalah debit yang masuk bak pengumpul, V adalah volume air
yang masuk bak pengumpul, td adalah waktu detensi, A adalah luas bak pengumpul,
H adalah kedalaman bak pengumpul, p adalah panjang bak pengumpul, dan l adalah
lebar bak pengumpul (JWWA, 1978).
Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata di suatu reaktor koagulator. Setelah pencampuran ini
akan terjadi destabilisasi dari koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini
menyebabkan koloid-koloid mengalami saling tarik menarik dan menggumpal
menjadi ukuran yang lebih besar. Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu
tahap dan dalam waktu yang relatif cepat, yaitu kurang dari satu menit, sehingga
koagulator juga disebut sebagai pengaduk cepat (Darmasetiawan, 2001). Proses
koagulasi dapat menurunkan kekeruhan, warna, bau, rasa, dan bakteri yang ada di
dalam air baku.
Pengadukan cepat dengan hydraulic mixing tidak menggunakan peralatan
mekanis dalam pengoperasian dan perawatannya, sehingga lebih mudah dan biaya
relatif lebih murah. Contoh hydraulic mixing adalah hydraulic jumps dan baffle
channel (Anonim, 2000).
1
g.h 2
G
.td (7)
7
Dimana G adalah gradien kecepatan, g adalah percepatan gravitasi, h adalah
tinggi terjunan, dan adalah viskositas kinematis.
Koagulan yang umum dipakai adalah PAC (Poly Aluminium Chloride) yang
merupakan koagulan polimer kationik. Dosis koagulan yang diperlukan tergantung
dari jenis koagulan, kekeruhan air, warna, pH, temperatur, dan waktu pencampuran.
Penentuan dosis optimum koagulan secara eksperimental dengan jar test
(Darmasetiawan, 2001).
Hasil tes digunakan untuk menghitung jenis dan kuantitas koagulan yang
digunakan dalam pengolahan air (Peavy, 1985).
debit dosisjartest
Dosis optimal = 10 6 (8)
Flokulasi merupakan pengadukan lambat untuk menggabungkan partikel-
partikel padat yang telah terdestabilisasi menjadi flok-flok yang dapat diendapkan
pada unit pengolahan berikutnya dengan cepat. (Reynolds, 1982). Flokulasi dapat
dilakukan dengan cara pengadukan hidrolis, mekanik, dan pneumatik.
Pengadukan hidrolis dengan buffle channel vertical menitikberatkan pada
konstruksi pada celah antar buffle dengan tingkat pengadukannya diatur dengan
pintu antar buffle. Gradien kecepatan yang terjadi dapat dihitung dengan cara :
1
Qgh 2
HA
G= (9)
Dimana h adalah beda tinggi muka air, H adalah tinggi muka air di bak, A
adalah luas dasar kompartemen, adalah viskositas kinematis (Darmasetiawan,
2001).
Proses sedimentasi didesain untuk memisahkan sejumlah padatan yang
mudah mengendap secara gravitasi. Efisiensi bak sedimentasi yang ideal adalah
fungsi dari kecepatan pengendapan partikel untuk dipisahkan (vs), area permukaan
bak (A), dan angka aliran melalui basin (Q), yang dapat ditunjukkan dengan
persamaan :
vs = Q/As (10)
dimana Q/As lebih dikenal sebagai beban permukaan atau angka overflow
rate.
8
Efisiensi bak juga tidak terlepas dari kedalaman bak dan waktu detensi,
meskipun kedalaman yang rendah secara teoritis menguntungkan pengendapan
partikel. Waktu detensi mempengaruhi efisiensi bak karena partikel flokulan
menjadi besar dan berat akibat pencampuran dan mengendap lebih cepat
(Kawamura, 1991).
Bak sedimentasi memiliki beberapa zone, yaitu inlet, pengendapan, lumpur,
dan outlet. Air yang masuk ke bak pengendap dengan tidak merata dapat
menimbulkan turbulensi sehingga dapat meruntuhkan bentuk flok yang telah
terbentuk di flokulator. Inlet yang dapat dibuat salah satunya berupa pipa lateral
yang berlubang dengan arah ke bawah, sehingga air yang keluar dapat dibagi merata
sepanjang bidang pengendapan.
Diameter lubang pada pipa inlet dihitung dengan persamaan :
1
4Q 2
D
N 2 gh 12
(11)
Dengan h adalah headloss pada lubang, vo adalah kecepatan air pada lubang,
Qo adalah debit tiap lubang, D adalah diameter lubang, Q adalah debit pipa, dan N
adalah jumlah lubang.
Pada zone pengendapan, flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat
mengendap secara gravitasi. Bak sedimentasi yang digunakan berupa bak persegi
panjang atau sirkular dan dilengkapi dengan tube settler atau plate settler untuk
meningkatkan efisiensi pengendapan (Darmasetiawan, 2001). Partikel/flok-flok
yang mengendap ditampung di dalam ruang lumpur yang dapat dikuras secara
berkala dengan periode waktu tertentu.
Uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendapan sangat
berpengaruh, sehingga bilangan Fraude (Fr) dan bilangan Reynold (Re) yang
menggambarkan hal tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Kawamura,
1991) :
vtR
Re
(12)
vt 2
Fr
gR (13)
9
dengan R adalah jari-jari hidrolis, vt adalah kecepatan pada tube settler, dan
υ adalah viskositas kinematik air.
Zone outlet harus dirancang sedemikian rupa sehingga air yang keluar dari
bak pengendapan dapat ditampung secara merata dan tidak mengganggu aliran
dalam bidang pengendapan. Struktur outlet dapat berupa pelimpah datar
memanjang, pelimpah berbentuk V (V-notch), dan pipa berlubang.
Partikel terlarut dan koloid dalam air tidak dapat dipisahkan dengan mudah
oleh proses sedimentasi. Oleh karena itu diperlukan proses filtrasi, yaitu proses
yang mengalirkan air melalui saringan pasir atau kombinasi dari material keras.
Filter yang biasa digunakan adalah rapid sand filter dan slow sand filter. Kedua
filter berbeda proses pembersihan dan pemisahan partikel koloid dan terlarut.
Headloss yang terjadi pada filtrasi adalah :
a. Headloss pada media
2
k (1 f ) 2 6 n
pi
v di
f3
2
HL = g i 1
(14)
b. Headloss pada sistem underdrain
v2
k
Hn = n 2g (15)
Desinfeksi adalah proses untuk membunuh bakteri, protozoa, dan virus
dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia. Reaksi
desinfeksi yang terjadi harus dilaksanakan di bawah kondisi normal, termasuk suhu,
aliran, kualitas air, dan waktu kontak. Hal ini akan membuat air menjadi tidak
beracun, tidak berasa, lebih mudah diolah, ekonomis, serta akan meninggalkan
residu yang tetap untuk jangka waktu yang aman, sehingga kontaminan dapat
dihilangkan (Al-Layla, 1980). Desinfeksi yang sering digunakan adalah dengan
klorinasi menggunakan gas klor. Metode desinfeksi secara umum ada dua, yaitu
preklorinasi dan post chlorination.
Q X
Kebutuhan gas klor = 10 6 (16)
dimana X adalah dosis gas klor.
10
Air yang telah melalui proses pengolahan ditampung dalam suatu reservoir
sebelum didistribusikan ke konsumen. Menurut JWWA (1978), kapasitas efektif
reservoir adalah mampu menampung air yang diproduksi selama minimum satu jam.
11
BAB III
METEOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Istilah
Berikut ini merupakan istilah pokok yang berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti dan merupakan kesimpulan dari beberapa teori yang telah dikutip dari
bab tinjauan pustaka.
Air : Sumber daya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk
memenuhi kebutuhan maupun menopang hidupnya secara alami.
Filtrasi : Suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan
berpori lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus
yang tersuspensi dan koloid.
12
3.2.3 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dapat diukur secara kualitas
maupun kuantitas akibat variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini
adalah kejernihan air setelah dilakukan filtrasi memakai media koral, pasir
kasar, dan pasir halus.
3.4.1 Eksperimen
Penulis menggunakan metode eksperimen karena objek yang diteliti
dapat diteliti secara langsung dan hasil pengamatannya lebih detail serta
lebih akurat.
Berikut adalah prosedur yang harus disiapkan dan langkah-langkah
yang dilakukan dalam penelitian ini.
1. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pasir
2. Kerikil besar
3. Kerikil kecil
4. Air baku
13
2. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Saringan
2. Ember
3. Pipa
4. Lem pipa
5. Pengukur air
6. Lilin
7. Paku
3. Langkah-Langkah
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini terbagi menjadi
dua, yaitu :
14
9. Tunggu sampai semua air tersaring, ambil sempel dengan
menggunakan cangkir (beri tanda dengan tulisan “air saring Pasir”).
10. Simpan air yang di saring dengan 3 medium kedalam botol, beri
label (penyaringan dengan single medium).
15
3.6 Teknik Analisis Data
Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur
suatu objek yang tidak dapat dinyatakan dengan angka. Sedangkan, analisis
kuantitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur suatu objek yang
dapat dinyatakan dengan angka.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil dari penelitian ini terdiri dari hasil kualitatif dan hasil kuantitatif yang
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
4.1.1 Single Medium
Tahap Sebelum Sesudah
1
17
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang didapatkan dengan dilakukan penelitian secara eksperimen,
dapat dilihat dalam metode single medium mapun triple medium.
Untuk metode single medium, air baku yang diambil dari sungai musi
sebelumnya berwarna coklat dan sedikit kotor, kemudian setelah tahap satu
dilakukan dapat dilihat bahwa penggunaan media koral untuk menyaring kotoran-
kotoran yang ada di air, setidak sedikit berkurang dan air tampak terlihat tidak
terlalu coklat. Pada tahap kedua, air yang digunakan dari air yang digunakan pada
tahap satu yang telah di filtrasi dengan koral, sehingga air yang di tahap kedua
tampak terlihat mulai jernih dengan menggunakan media pasir kasar dan kotoran
pun semakin sedikit. Pada tahap ketiga, air yang digunakan dari air pada tahap
kedua, sehingga tampak terlihat penggunaan media pasir halus membuat air yang
tadinya masih ada kotoran dan belum jernih, sekarang mulai jernih dan tidak
tampak kotoran.
Untuk metode triple medium, dapat dilihat bahwa air baku yang awalnya
berwarna coklat dan ada kotoran yang terlampau banyak, setelah di filtrasi dengan
cara di susun berdasarkan kerapatan dan keregangan media tersebut dapat dilihat
bahwa airnya berubah dari warna coklat dan banyak kotoran sekarang menjadi
warna putih bening dan tidak ada kotoran.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan kali ini peneliti membuat pembandingan antara
penyaringan dengan menggunakan single medium dan Three medium. Peneliti
mendapat kesimpulan bahwa:
1. Cara penggunaan filtrasi sangat efektif dan bisa digunakan untuk melakukan
penjernihan air dari air baku menjadi air bersih.
2. Untuk penggunaan cara single medium, setiap media diletakkan satu persatu
dan tidak ditumpuk dengan media lainnya, sedangkan cara triple medium,
setiap media diletakkan secara ditumpuk dengan ketentuan semakin rapat
media tersebut maka kedudukannya berada dibawah sekali dan menjadi
tempat destinasi terakhir yang dilewati air.
3. Penggunaan single medium sedikit lebih efektif dibandingkan dengan triple
medium.
5.2 Saran
Saran peneliti bagi pembaca yaitu, berdasarkan percobaan yang sudah
dilakukan peneliti, peneliti menyarankan untuk menggunakan penyaringan dengan
single medium karena single medium memudahkan air untuk berpindah dari tempat
satu ke tempat lainnya dan setiap media tidak akan tercampur yang bisa membuat
air kotor kembali.
19
DAFTAR PUSTAKA
Negoro Putro Galih Dimas. 2011. Perancangan Instalasi Pengolahan Air Minum
Untuk Wilayah Pelayan Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang.
(Online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwim59KtoozPAhWHspQKHWLqB
VYQFgg0MAM&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F40937%
2F1%2FJURNAL_dimas.DOC&usg=AFQjCNGGlyrBlegSgAHxlyu5YS
ogMnZYwQ&sig2=b0YjrMCddqQZIplB8-09nA di akses pada tanggal 6
September 2016).
Syahrir S, Selintung M. 2012. Studi Pengolahan Air Melalui Media Filter. (Online).
(http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/TEKNIK%20PERTA
MBANGAN/TEKNIK%20PERTAMBANGAN%202012/STUDI%20PE
NGOLAHAN%20AIR%20MELALUI%20MEDIA%20FILTER.pdf di
akses pada tanggal 6 September 2016).
20