Anda di halaman 1dari 3

Nama/NPM : Jes Adrian Sinaga/20.

3638

Kelas : 3-B

Mata Kuliah : Pengantar Perjanjian Baru II

Dosen Pengampu : Pdt. Dr Martongo Sitinjak

Galatia

Surat Galatia merupakan surat tertua dari Paulus yang tercatat dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru, dan diduga sebagai surat pertama Paulus kepada jemaat. Surat kepada jemaat
di Galatia ditulis sebelum semua Injil dalam Perjanjian Baru ditulis. Ia menyampaikan seruan
terakhir dalam tulisan tangannya sendiri. Surat Galatia ditulis pada sekitar tahun 48 M kepada
jemaat-jemaat yang dikunjungi Paulus pada perjalanan misionernya yang pertama. Surat
tersebut ditulis secara terburu-buru di tengah suatu perselisihan hebat. Paulus menulis surat
ini dengan rasa frustasi dan kemarahan yang mendalam. Mereka dikhususkan dengan
menjalankan perintah taurat seperti sunat bagi laki-laki, makan-makanan halal dan
memelihara hari sabbat. Dan banyak orang Kristen Yahudi yang merasa bahwa semua orang
bukan yahudi perlu memnuhi hukum taurat agar benar-benar manjadi bagian dari keluarga
Allah.
Pertama-tama ia memperingatkan jemaat Galatia melalui rangkuman injilnya tentang
Mesias yang disalibkan. Lalu ia menunjukkan bagaimana injil dapat mengubah seseorang
melalui kehadiran dan kuasa roh kudus. Ia memulai suratnya dengan mengungkapkan
keheranannya pada jemaat Galatia yang telah mengikuti suatu injil lain yang sigencar-
gencarkan oleh orang Kristen yang menjelek-jelekkan Paulus dan menuntut sunat. Jadi
pertama-tama Paulus mempertahankan kebenaran injil yang ia beritakan dan otoritasnya
sebagai rasul. Ia diutus langsung oleh Yesus yang telah bangkit itu untuk pergi kepada
bangsa-bangsa yang bukan Yahudi (Kis).
Ketika hendak berunding dengan rasul-rasul lainnya seperti Petrus dan Yakobus. Paulus
memberitahukan bahwa ia tidak mewajibkan orang-orang Kristen untuk disunat dan makan
makanan halal mereka menerimanya. Akan tetapi permasalahan tiba saat Petrus pergi ke
Antiokhia untuk mengunjungi orang-orang Kristen bukan Yahudi, ia makan bersama dan
bergaul dengan mereka. Namun ketika beberapa dari kelompok oposisi Yerusallem muncul di
Antiokhia petrus menyerah di bawah tekanan mereka, ia tidak lagi makan bersama mereka
dan menjauhinya. Lalu Paulus menentang dan menuduh Petrus munafik karena tidak setia

1
dengan kebenaran injil. Menurut Paulus menuntut orang Kristen baru untuk bersunat dan
melakukan hukum taurat itu keliru karena berbagai alasan. Pertama, karena itu berarti
penghianatan terhadap injil atau menurut kata-kata Paulus tidak seorangpun yang dibenarkan
oleh karena melakukan hukum taurat, tetapi hanya kerena iman dalam Yesus sang mesias
(Gal 2:16). Inti dari berita injil Paulus adalah ketika orang percaya kepada Yesus sang
Mesias, kebenarannya menjadi kebenaran bagi mereka (Gal 2:19).
Tanda orang Kristen sejati, bukan karena mereka telah menaati hukum Taurat,
melainkan karena percaya kepada Yesus Kristus (Gal. 3:1-5). Dalam Perjanjian Lama, janji
kerajaan mesianik telah diberikan kepada Abraham dan keturunannya (Kej. 17:7-8). Oleh
sebab itu para penginjil Yahudi berpendapat bahwa setiap orang yang ingin menjadi warga
kerajaan mesianik harus menjadi anggota keluarga Abraham melalui penyunatan dan ketaatan
terhadap hukum Taurat (ay. 9-14). Paulus menjawabnya dengan tiga cara berdasarkan
Perjanjian Lama sendiri. Dalam Galatia 3:6-14, ia menegaskan berkat-berkat yang dijanjikan
kepada Abraham menjadi milik "semua orang yang percaya" (ay. 9), kemudian kata Paulus
hukum itu bukan wahyu Allah yang tertinggi dalam perjanjian lama. Sebab hukum Taurat
berlaku lama setelah zaman Abraham, dan tidak mungkin dapat mengubah suatu janji yang
langsung diberikan oleh Allah. Warisan yang dijanjikan kepada Abraham tidak dapat
diperoleh melalui hukum dan janji (ay. 18). Hukum mempunyai tujuan yang berlainan dalam
rencana Allah. Paulus kemudian menarik kesimpulan yang logis (Gal. 3:25-4:7). Hukum
Taurat hanya berlaku "sampai datangnya keturunan yang dimaksud oleh janji itu" (Gal. 3:19).
"Keturunan" telah datang dalam diri Yesus Kristus. Jadi masa berlakunya hukum telah
berakhir, dan kepada mereka yang percaya kepada-Nya, Kristus memberikan kebebasan dari
hukum.
Paulus juga menjawab pertanyaan tentang sunat (Gal. 5:2-12). Ia menjelaskan sunat
tidak mempunyai nilai apa-apa bagi orang Kristen. Tidak ada perbedaan, apakah seorang
Kristen disunat atau tidak. Hubungan mereka dengan Allah tidak bergantung pada tanda
lahiriah seperti itu Paulus kemudian membicarakan soal perilaku Kristen (Gal. 5:13-6:10).
Agar dapat menuai hidup kekal, mereka harus menabur bukan dalam daging yakni kepuasan
diri sendiri melainkan dalam Roh, yakni menghayati hidup baru yang diberikan oleh Yesus
Kristus. Kemudian pada akhirnya, dalam Galatia 6:11-18, Paulus mengadakan seruannya
yang terakhir kepada para pembacanya. Mereka juga tidak konsekuen. Walaupun mereka
menekankan sunat, suatu tanda lahiriah, mereka tidak bersedia menerima disiplin rohani
sebagai bagian dari pemeliharaan hukum Taurat. Paulus mengetahui bahwa kebenaran yang
dinyatakan kepadanya oleh Kristus yang bangkit adalah lebih besar dari apa pun juga. Jadi

2
pada akhirnya satu-satunya hal yang nyata untuk bermegah di hadapan Allah adalah yang
Kristen telah disalibkan bagi dunia, melalui salib Kristus. Jadi demikianlah Paulus
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi jemaat-jemaat di Galatia. Kalau kita
menghendaki sebuah semboyan guna menyimpulkan semuanya, dan bahkan menyimpulkan
seluruh keyakinan Paulus, kita dapat menemukannya dalam Galatia 6:15, di dalam Kristus
"bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada
artinya". Paulus menutup suratnya dengan suatu ucapan berkat yang juga merupakan doa bagi
pembacanya.

Anda mungkin juga menyukai