Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI SOSIAL 1

(Metodelogi Penelitian Dalam Psikologi Sosial)


A. Pendahuluan
 Untuk memperkuat analisis mengenai penelitian yang berkaitan dengan
sosial agar mampu untuk memecahkan persoalan masyarakat baik yang
berkaitan dengan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang secara umum
tidak dapat terhindarkan dari kehidupan masyarakat. 
 Metode Penilitian Sosial merupakan salah satu solusi yang harus
dikembangkan oleh semua kalangan agar mampu menutupi semua
persalahan tersebut, guna terciptanya masyarakat yang berkompeten dalam
segala hal agar dapat secara mudah memecahkan persoalan dalam
masyarakat.
 Penelitian sosial dapat digunakan sebagai penyelidikan-penyelidikan yang
dirancang untuk menambah ilmu pengetahuan sosial, gejala sosial, atau
praktik-praktik sosial. Istilah social ini menunjuk pada hubungan-
hubungan antara dan diantara, orang-orang, kelompok-kelompok seperti
keluarga, institusi (sekolah, komunitas, organisasi dan lain sebagainya),
dan lingkungan yang lebih besar.
B. Metode Dalam Psikologi Sosial
 Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang
bagaimana orang berpikir, memengaruhi, dan berhubungan dengan orang
lain Psikologi sosial memiliki prinsip untuk membantu memahami
berbagai macam isu penting, seperti cara mempromosikan gaya hidup
sehat, pengaruh media terhadap sikap publik, dan saksi mata atas tindakan
kejahatan. Watson mendefinisikan psikologi sosial sebagai suatu ilmu
pengetahuan ilmiah mengenai interaksi manusia.

1|Page
 Ciri menarik dari psikologi sosial adalah ilmu ini membahas mengenai
topik-topik yang relevan dengan pengalaman kita sehari-hari. Pengalaman
personal merupakan faktor yang sering kali memicu hasrat psikolog untuk
mempelajari topik tertentu dan menyusun hipotesis tentang kehidupan
sosial. Akan tetapi, meskipun riset psikologi sosial sering diawali oleh
pengalaman personal dan perhatian sosial, riset itu tidah hanya
mengandalkan spekulasi.
 Penelitian dalam psikologi sosial menggunakan metode-metode yang tidak
jauh berbeda dari yang digunakan dalam psikologi umum atau cabang
psikologi lainnya. Intinya adalah untuk menggali faktor-faktor psikologi
(motivasi, sikap, pendapat, minat, kepribadian, dan sebagainya). Yang
mendasari suatu perilaku sosial sehingga perilaku itu bisa dijelaskan,
dianalisis, dan dimengerti kemudian dipelajari lebih lanjut dan dibuatkan
suatu teori atau dimanfaatkan sebagai ilmu terapan.
 Psikologi sosial adalah ilmu empiris. Ini berarti para psikolog sosial
menggunakan metode yang sistematis untuk mengumpulkan informasi
tentang kehidupan sosial dan untuk menguji kegunaan suatu teori.
 Observasi informal atas kehidupan sosial terkadang membawa pada
kesimpulan yang salah, karena terkadang kita keliru menafsirkan apa-apa
yang terjadi atau kadang kita punya bias dan prasangka (kita melihat
sesuatu sebagaimana yang kita inginkan, bukan sebagaimana adanya).
Terkadang kita melihat dengan benar, tetapi keliru dalam mengingatnyaa.
Sebaliknya riset ilmiah mengumpulkan data dengan cara yang bisa
mereduksi bias. Psikolog berusaha mengamati perwakilan kelompok orang
dan terus membuat “catatan”, tidak mengandalkan ingatan atau kesan
umum.
1. Metode Pengumpulan Data dan Analisis :
Menurut Bonner (1953) tiga metode utama yang biasa digunakan
dalam penelitian psikologi sosial yaitu :
2|Page
a) Teknik Investigasi Umum
Adalah cara-cara yang dilakukan untuk menggali informasi umum
yang digunakan dalam psikolo umum dan cabang-cabang psikologi
lainnya. Teknik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Teknik sejarah kasus
Teknik ini dilakukan dengan cara otobiografi, anamnesis (latar
belakang kehidupan baik di wawancara langsung dari subjek (auto-
anamnesis) maupun dari orang lain (allo-anamnesis), surat-surat,
buku harian, daftar pertanyaan (angket, kuesioner), catatan
pelayanan sosial(biasanya ada dinegara-negara maju), catatan
pengadilan atau penjara atau rumah sakit jiwa (jika ada), catatan
sekolah dan sebagainya.
Kerugian dari teknik ini adalah kurang tepat dan kurang
cermatnya data yang diperoleh karena adanya keterbatasan atau
gangguan daya ingat dari pihak-pihak yang memberi informasi
karena waktu yang terlalu lama. Kelemahan lainnya adalah adanya
kecenderungan untuk mmembesar-besarkan atau justru mengurangi
atau menyembuyikan fakta.
2) Teknik Statistik
Dasar teknki ini adalah mengkuantitatifkan semua data
(pendapat, pandangan, perasaan, latar belakang kehidupan dan
sebagainya) kemudian diolah dengan cara matematik (menghitung
rerata, variasi, hubungan antarfaktor dan sebagainya) untuk
mengambil simpulan dan kecenderungan umum yang kuantitatif
pula. Untuk menginterpretasikan data-data hasil olahan statistic ini
diperlukan kemampuan untuk menerjemahkannya kembali ke dalam
analisis kualitatif.
Keuntungannya adalah diperoleh hasil yang berlaku umum
yang dapat digeneralisasikan kepada populasi yang lebih besar.

3|Page
Kerugian dari teknik ini adalah sangat tidak memperhatikan
kekhususan-kekhususan individual.
3) Metode Diagnostik
Teknik ini sangat individual sifatnya. Tujuannya adalah untuk
memeriksa kepribadian seseorang. yang termasuk dalam teknik ini
adalah wawancara psikoanalitik (wawancara mendalam untuk
mengetahui keadaan bawah sadar dan ketidaksadaran seseorang dan
wawancara client centered (wawancara terpusat pada pikiran dan
perasaan klien sedangkan pewawancara hanya membantu klien
mengungkapkan pikiran dan perasaannya).
Yang juga termasuk kedalam metode diagnostic ini adalah apa
yang oleh masyarakat awam dikenal dengan “psikotes” yaitu
serangkaian tes (pertanyaan) untuk menguji atau mengukur
kemampuan, kecerdasan (IQ= inteliigence Quotient atau Tingkat
Kecerdasan) atau kreativitas (CQ = creativity quotient) atau
kebutuhan atau minat seseorang (biasanya menggunakan alat tes
yang dinamakan inventory test dimana subjek diminta menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang dirinya sendiri untuk mengetahui
berbagai aspek mengenai kepribadiannya.
b) Teknik proyeksi
Teknik ini dinamakan proyeksi karena subyek diminta untuk
memproyeksikan kepribadiannya pada alat tes yang disediakan. Alat
tes itu sengaja dibuat untuk memancing gambaran kepribadian
seseorang tanpa orang itu sendiri menyadarinya. Dari jawaban-jawaban
yang diberikan pada alat tes itu pemeriksa atau peneliti dapat
menganalisis kepribadian orang yang bersangkutan
Salah satu alat itu adalah Rorschach yang berupa cipratan-cipratan
tinta yang bentuknya simetris (kanan sama dengan kiri) tetapi tidak
beraturan. Semuanya ada 10 gambar sebagian berwarna-warni sebagian

4|Page
hitam putih. Subyek diminta menjelaskan menurut pandangannya
setiap gambar itu merupakan gambar apa. Jawaban-jwaban itulah yang
dianggap sebagai cermin (proyeksi) dari kepribadiannya.
Tes yang lainnya adalah TAT (Thematic Apperception Test) yang
terdiri atas beberapa buah gambar yang mencerminkan suatu situasi
(orang memanjat tali, orang berbaring dengan sebuah pistol disisinya,
seorang gadis mengintip beberapa Wanita yang sedang lewat dan
sebagainya). Dalam tes ini subyek diminta untuk menyampaikan
kesan-kesannya dan jawaban-jawabannya itu dianalisis sebagai
cerminan dari kepribadiannya.
Masih banyak tes proyeksi lain, seperti Hand Test (tes gambar
tangan dalam berbagai posisi dan subjek diminta menerangkan apa
yang sedang dilakukan oleh tangan itu), DAM Test (Draw a Man Test)
(subjek diminta untuk menggambar seorang manusia), HTP Test
(House, Tree, Person Test) (subjek diminta menggambar rumah, pohon
dan orang dalam satu komposisi) dan Drawing Completion Test
(subjek diminta untuk menyelesaikan 8 buah gambar dari 8 buah
coretan awal yang sudah tersedia). Semua respon (baik jawaban lisan
maupun coretan grafis) akan dianalisis dengan menggunakan teknik-
teknik tertentu untuk mendapatkan gambar dari kepribadian subjek
yang bersangkutan.
c) Pengukuran Sikap
Teknik ini adalah yang paling banyak digunakan dalam psikologi
sosial. Bahkan, dapat juga dikatakan lima bahwa teknik ini adalah khas
psikologi sosial (walaupun dapat saja digunakan dalam cabang
psikologi yang lain). Intinya adalah untuk mengukur sikap (attitude)
seseorang terhadap suatu objek (orang, kelompok, situasi. Nilai, norma,
benda dan sebagainya). Dengan menggunakan teknik ini peneliti dapat
mengetahui bagaimana sikap seseorang atau sekelompok orang

5|Page
terhadap objek tertentu seperti, positif (menyukai, ingin memiliki, ingin
mendekati dan sebagainya), negatif (tidak menyukai, membenci, ingin
menghindari, dan sebagainya) atau netral.
Semula teknik ini dilakukan dengan menggunakan daftar
pertanyaan biasa (kuesioner), tetapi Likert (1957) dan Thurstone
(1929) telah mengembangkan teknik yang dinamakan “Skala Sikap”
yang mampu mengukur sikap secara lebih akurat dan kuantitatif. Skala
yang terdiri dari 5-7 pilihan jawaban (mulai dari sangat setuju sampai
sangat tidak setuju) ini berisi sejumlah pernyataan tentang objek sikap
tertentu. Pertanyaan-pertanyaan ini untuk mengukur pengetahuan
(aspek kognitif), perasaan (aspek afektif) dan kecenderungan perilaku
(aspek konatif) dari orang yang bersangkutan terhadap objek sikap
yang dimaksud. Dengan car aini dapat diketahui misalnya bagaimana
sikap ibu-ibu terhadap program keluarga berencana, bagaimana sikap
pengendara mobil terhadap peraturan lalu lintas yang baru, atau
bagaimana sikap calon pemilih terhadap organisasi politik kontestan
pemilu.
Teknik pengukuran sikap ini dapat juga dilakukan dengan metode
“interpretif” yaitu peneliti masih harus menafsirkan sikap sujek yang
diteliti dari respon-responnya. Yang termasuk metode interpretif ini
adalah teknik proyektif (tidak sama dengan teknik proyektif untuk
menganalisis kepribadian) yang khusus untuk mengukur sikap.
Caranya adalah dengan memberi garis-garis atau titik-titik di belakang
sebuah pernyataan dan subjek (atau responden) diminta meneruskan
sesuai dengan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan (misalnya,
makin panjang titik-titik atau garis-garis yang dibuat oleh responden
makin positif sikapnya).
Metode interpretif yang lain adalah teknik ekspresif (tanpa
stimulus), yaitu dengan memberi sebuah kertas kepada subjek dan

6|Page
diminta menggambar apa saja mengenai objek sikap yang sedang
diteliti atau subjek sekedar disuruh berceritas (bebas) tentang dirinya
sendiri dalam hubungannya dengan objek sikap yang sedang diteliti.
2. Rancangan Penelitian
Disamping metode pengumpulan dan analisis data, rancangan
penelitian dalam psikologi sosial juga tidak banyak berbeda dari yang biasa
digunakan dalam psikologi umum dan cabang-cabang psikologi lainnya.
Menurut Baron & Byrne (2003) ada tiga macam rancangan penelitian
(research design) dalam psikologi sosial, yaitu :
a) Rancangan Eksperimental
Rancangan ini menyimpulkan pengetahuan melalui intervensi
(mempengaruhi, mengubah) terhadap variable (pengubah) bebas dan
terikat, dan kontrol terhadap sampel (kelompok contoh yang terdiri atas
sejumlah responden yang akan diteliti).
Rancangan ini biasanya menggunakan kontrol yang ketat terhadap
semua variable yang diteliti karena tujuannya adalah mencari
hubungan sebab-akibat. Untuk itu digunakan hipotesis untuk
mengendalikan penelitian. Akan tetapi keterbatasan rancangan ini
adalah tidak mudah digeneralisasikan dan tidak dapat dilakukan
disembarang tempat dan waktu.
Misalnya :
Dua kelompok murid sekolah dari satu kelas yang sama diberi tugas
yang sama sulitnya. Kelompok pertama diberi pujian oleh guru,
sedangkan kelompok kedua didiamkan saja. Dapat dilihat dari hasilnya
apakah pujian guru dapat meningkatkan prestasi kelompok yang diberi
pujian atau tidak.
b) Rancangan Korelasi
Melalui pengamatan sistematik dan teknik statistika tertentu dapat
dicari hubungan antara satu variabel dan variabel yang lainnya.

7|Page
Misalnya, perkelahian pelajar di Jakarta selalu terjadi ditempat-tempat
terntentu antara sekolah-sekolah tertentu dan pada waktu-waktu
tertentu (ditengah semester). Studi ini dapat menjelaskan adanya
hubungan antara tempat, sekolah dan waktu dan perkelahian pelajar.
Akan tetapi, ia tidak dapat menjelaskan apakah perkelahian itu
disebabkan oleh salah satu atau ketiga variabel tersebut. Ini adalah
kelemahan dari rancangan ini, sedangkan kelebihannya adalah bahwa
rancangan ini relative mudah dilaksanakan, dapat dilaksanakan
langsung dilapangan dan dapat digeneralisasikan.
c) Replikasi dan Metode Berganda
Rancangan ini digunakan untuk menghilagkan keraguan,
menyimpulkan hasil-hasil yang berbeda, mencari kesimpulan umum,
dan mencari metode yang superior (“meta analisis”). Penelitian
mengenai perilaku seksual misalnya adalah penelitian yang sulit
dilakukan dan validitas datanya bisa diragukan karena materi penelitian
itu sendiri yang sifatnya peka.
Dengan membandingkan hasil penelitian yang satu dengan yang
lainnya yang dilakukan dengan metode yang sama atau berbeda
ditempat dan waktu yang sama maupun yang berbeda kita akan dapat
melihat benang merah tertentu yang mengukuhkan validitas penelitian-
penelitian itu ada memberi wawasan kepada para peneliti untuk
mengembangkan metode yang lebih baik dalam penelitian-penelitian
berikutnya.
Fisher (1982) dalam bukunya menyebutkan bahwa ada lima jenis
penelitian sosial yaitu:
a) Penelitian Deskriptif
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang paling mendasar.
Karena kegiatan utamanya yaitu membuat dokumentasi tentang
kenyataan sosial, dengan cara menjawab pertanyaan. Untuk

8|Page
mengumpulkan informasi pada penelitian deskriptif ini, penelitian
mungkin akan melakukan observasi terhadap situasi sosial tersebut,
dan kemudian mencatat reaksi yang timbul dari responder.
Sebagai contoh, penelitian psikologi sosial mungkin akan
memperoleh kenyataan (dari hasil observasinya) bahwa hanya
penduduk kelompok umur tertentu saja yang engan mengunakan sarana
pelayanan kesehatan yang ada. Untuk mencapai tujuannya, penelitian
deskriptif ini memakai berbagai teknik pengambilan data yaitu
observasi, wawancara, penelitian survey, pengisian angket dan juga
studi kasus.
Pegangan utama penelitian deskriptif ini adalah peralatan yang
valid dan reliabel. Peralatan yang reliabel menghasilkan pengukuran
karakteristik yang diteliti secara konsisten. Kemudian peralatan yang
valid berarti peralatan itu benar-benar hendak mengukur apa yang
seharusnya diukur.
b) Penelitian Korelasional (Correlational Research)
Penelitian ini berada setingkat diatas penelitian deskriptif.
Penelitian ini ingin mengetahui “apa hubungan ini dengan itu” artinya
penelitian ini ingin mengetahui apakah variable-variabel penelitian itu
memang benar-benar saling berhubungan.
Sifat hubungan variabel itu bisa positif, dan juga bisa negatif.
Hubungan yang positif artinya peningkatan suatu variabel diikuti,
dengan peningkatan variabel yang lain. Sedangkan hubungan yang
negative artinya peningkatan satu variabel diikuti dengan penurunan
variabel yang lain.
Dalam ilmu sosial, penelitian hendaknya berhati-hati dalam
mengambil sebuah kesimpulan. Ini karena dalam hubungan dua buah
variabel. Oleh karena itu, dalam penelitian sosial sangan disarankan
untuk mengamati keterlibatan berbagai variabel. Sebab pada dasarnya

9|Page
tidak ada satu gejala sosial pun yang disebabkan oleh hanya satu
variabel saja.
c) Penelitian Eksperimental
Penelitian ini menjawab pertanyaan “apa yang akan terjadi bila…?
Berdasarkan pendekatan ini, ilmuwan psikologi sosial mengintervensi
baik secara alami ataupun buatan, dan memanipulasi satu atau lebih
variabel demi untuk mengetahui apakah hal itu dapat mempengaruhi
variabel lain.
Variabel lain itu sisebut variabel tegantung, yaitu variabel yang
benar-benar tergantung pada perubahan kondisi yang dimanipulasi tadi.
Sedangkan variabel yang direkayasa yaitu variabel bebas. Penelitian
eksperimen ini mengunakan program statistik untuk memperhitungkan
apakah dampak tersebut signifikan atau tidak. Hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung mungkin saja terpengaruh
variabel-variabel lain diluar disain penelitian.
Penelitian ini sangat tertarik dengan masalah: Apakah frustasi
yang dialami sebuah kelompok akan menyebabkan timbulnya
agresivitas terhadap out group (kelompok berdasarkan agama). Ketika
anggota sebuah kelompok dibuat frustasi maka akan timbul perilaku
agresif. Namun mereka mungkin berpikiran bahwa perilaku agresif itu
tidak pantas, diungkapkan secara langsung.
Cara ekspresi lain yang lebih aman yaitu agresivitas yang
ditujukan kepada kelompok luar yang berbeda dan yang relatif tidak
mempunyai kekuasaan apapun juga untuk membalas perlakuan yang
agresif. Dengan mengunakan daftar pernyataan yang berisi kata sifat,
kedua peneliti tadi mengukur sikap-sikap yang tidak adil terhadap ras
tertentu.
Adapun kelemahan dari penelitian eksperimental, kelemahannya
yaitu tentang generalisasi hasil penelitian dalam situasi kehidupan yang

10 | P a g e
nyata. Pada penelitian diatas, rasa frustasi itu timbil karena ada unsure
rekayasa atau simulasi. Pada peristiwa simulasi ini sering terbukti
responden berprilaku tertentu agar hubungan pada variabel penelitian
menjadi terbukti.
d) Action Research
Situasi sekarang ini penuh dengan prasangka antar suku dan
agama telah melahirkan suasana yang sangat tidak nyaman. Hal yang
seperti inilah yang terus menjadi kerisauan Kurt Lewin semenjak tahun
1940-an. Ia terus berkomunikasi dengan orang-orang yang menaruh
perhatian pada masalah ras dan agama, seperti Yahudi, kulit putih, kulit
hitam, dan nasrani.
Penelitian ini kemudian mengarah pada tindakan sosial. Ia juga
menambahkan bahwa penelitian yang hanya menghasilkan buku saja,
merupakan penelitian yang tidak berguna. Langkah-Langkah Dalam
Action Research, yaitu :
1. Tahap pertama yaitu perencanaan.
2. Tahap kedua yaitu pencarian fakta atau fact finding dengan cara
mengumpulkan data.
3. Berdasarkan perencanaan yang telah disusun dan data lapangan
yang ditemukan, maka tahap selanjutnya yaitu melakukan tindakan.
4. Implementasi program ini harus dievaluasi secara menyeluruh.
Beberapa  variasi dari action research yang ditemukan oleh
peneliti Chein, Cook dan Harding pada tahun 1948 (dalam Fisher,
1982) yaitu:
1) Diagnostic action research
 Ini adalah penelitian yang berkuat pada analisa situasi yang sedang
mengalami masalah. Hasilnya adalah berbagai rekomendasi yang
mengarah pada tindakan sosial yang perlu dilakukan.
2) Diagnostic action research.

11 | P a g e
Ini adalah penelitian yang cenderung membutuhkan kerja sama
lintas sektoral. Penelitian tindakan diagnostik sebagai instrumen
dalam pendidikan guru. Penelitian tindakan mengacu pada setiap
kegiatan penelitian yang dilakukan oleh tenaga lapangan pendidikan
dengan tujuan memungkinkan mereka untuk sampai pada keputusan
yang bijaksana dan dengan demikian meningkatkan pekerjaan
mereka sendiri.
3) action research.
Metode penelitian yang digunakan untuk menguji,
mengembangkan. Menemukan dan menciptakan tindakan baru,
sehingga tindakan tersebut kalau diterapkan dalam pekerjaan, maka
proses pelaksanaan kerja akan lebih mudah, lebih cepat, dan
hasilnya lebih banyak dan berkualitas. Penelitian ini sudah
melibatkan penerapan suatu program.
4) Experimental action research.
Penelitian ini telah melibatkan beberapa peristiwa yang sudah
terkontrol.
e) Evaluation Research
Penelitian evaluasi ini untuk menilai dampak dari sebuah program
atau kebujakan sosial. Penelitian ini merupakan, perluasan dari action
research karena telah mencari suatu umpan balik  mengenai dampak
dari suatu kebujakan.
Penelitian ini timbul karena adanya pertimbangan yang
manusiawi, bahwa masyarakat yang dikenai oleh suatu kebijakan sosial
harus ikut berbicara. Masyarakat tidak boleh hanya dianggap sebagai
obyek suatu kebijakan. Untuk mengetahui epektivitas suatu kebijakan,
maka diperlukan penelitian evaluasi, penelitian ini sangat sulit karena
melibatkan system sosial politik suatu daerah/Negara.
C. Peranan Teori Dalam Psikologi Sosial
12 | P a g e
 Ada satu aspek dalam penelitian psikologi sosial yang harus kita cermati
sebelum kita membuat kesimpulan. Para psikolog sosial dalam
penelitiannya berusaha untuk melakukan lebih dari sekedar
menggambarkan apa yang ada didunia akan tetapi mereka berusaha
menjelaskan apa yang terjadi. Misalnya, psikolog sosial tidak mau hanya
memberi suatu pernyataan bahwa prasangka rasial adalah sesuatu yang
umum di amerika serikat akan tetapi mereka ingin dapat menjelaskan
mengapa sebagian orang memiliki pandangan negatif seperti itu.
 Dalam psikologi sosial seperti dalam cabang-cabang ilmu lainnya
penelitian melibatkan adanya suatu konstruksi teori (theory).
 Teori (theory)
Adalah kerangka pemikiran/kerangka kerja yang dibangun oleh para
ilmuwan disegala bidang untuk menjelaskan berbagai kejadian atau proses.
 Prosedur yang digunakan untuk membangun teori yaitu :
1) Mengajukan teori yang mencerminkan bukti-bukti tertentu berdasarkan
bukti yang telah ada.
2) Teori ini yang terdiri dari konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan
dasar tentang bagaimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan,
membantu mengorganisasikan informasi yang ada dan membuat
prediksi tentang kejadian yang diamati. Misalnya teori ini dapat
memprediksi kondisi dimana individu dapat memperoleh prasangka
rasial.
3) Prediksi ini yang dikenal sebagai hipotesis kemudian di uji dengan
suatu penelitian.
4) Jika hasil yang diperoleh konsisten dengan teori maka derajat
kepercayaan bahwa teori tersebut benar akan meningkat. Namun, jika
hasilnya tidak konsisten teori tersebut kemudian dimodifikasi dan
dilakukan uji penelitian yang selanjutnya.

13 | P a g e
5) Kesimpulannya, suatu teori bisa diterima sebagai suatu yang akurat
atau bisa pula ditolak sebagai suatu yang tidak akurat. Meskipun suatu
teori diterima keakuratannya teori tersebut tetap terbuka untuk
diperbaiki sejalan dengan perkembangan metode penelitian atau
ditemukannya data-data baru yang relevan terhadap isi teori tersebut.
 Proses untuk memformulasikan teori, menguji, memodifikasi, menguji
lagi, dan seterusnya merupakan inti dari metode ilmiah sehingga hal ini
merupakan bagian penting dari penelitian psikologi sosial (lihat gambar
1.13). Oleh karena itu, berbagai teori tentang aspek penting dari tingkah
laku sosial dan pemikiran sosial.

D. Penelitian Psikologi Sosial


Perkembangan psikologi sosial tercermin juga dalam penelitian-
penelitiannya. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat beberapa
penelitian yang oleh beberapa literatur dianggap sebagai penelitian penting
dalam psikologi sosial.

14 | P a g e
Norman Triplett (1898) mengamati bahwa anak-anak yang
bersepeda beramai-ramai ternyata lebih cepat daripada yang bersepeda
sendirian. Penelitian yang dianggap sebagai cikalbakal penelitian psikologi
sosial ini membuktikan adanya pengaruh kehadiran orang lain terhadap
peningkatan prestasi.
Akhir tahun 1920-an sampai awal 1930-an Western Electric Plan di
Hawthorne, Illinois AS mengadakan penelitian terhadap karyawannya.
Hasilnya adalah bahwa motivasi sosial karyawan sama besar atau bahkan
lebih besar daripada motivasi ekonominya. Yang menarik adalah bahwa
temuan ini baru diterapkan secara meluas di berbagai perusahaan 20-30
tahun kemudian.
Sherif (1936) mengadakan penelitian tentang pembentukan norma
kelompok. Eksperimennya dilakukan di dalam ruangan yang gelap gulita.
Dalam ruangan itu hanya ada setitik cahaya yang statis. Akan tetapi, orang
akan selalu melihat titik cahaya itu seakan-akan bergerak yang sebenarnya
disebabkan oleh gerak pupil mata. Dalam eksperimennya, sheriff meminta
sejumlah orang untuk masuk ke ruang gelap itu satu persatu dan
menyampaikan kepada peneliti seberapa besar (berapa sentimeter) Gerakan
titik cahaya yang tampak olehnya. Ternyata jawaban yang diberikan oleh
orang-orang itu sangat bervariasi yaitu dari gerak yang sangat kecil sampai
sangat besar. Pada tahap berikutnya, semua peserta diminta masuk dan
Bersama-sama diminta untuk menilai seberapa besar Gerakan itu. Setelah
kelompok mencapai kesepakatan sekali lagi mereka diminta masuk satu
persatu untuk mengulangi eksperimen tahap pertama. Hasil eksperimen
tahap ketiga ini adalah bahwa varian antar individu menjadi sangat
berkurang. Semua peserta memberikan jawaban bahwa besarnya Gerakan
titik cahaya itu tidak jauh berbeda dengan yang telah mereka sepakati.
Kurt Lewin (1947) meminta sejumlah orang untuk makan jeroan (isi
perut) sapi dengan alasan bahwa dagingnya diperlukan untuk para prajurit

15 | P a g e
di medan perang. Seperti, diketahui orang amerika tidak biasa makan
jeroan karena bagian itu diperuntukkan bagi makanan hewan (anjing dan
lain-lain). Lewin membagi peserta penelitian menjadi 2 kelompok.
Kelompok I diberi ceramah tentang manfaat jeroan bagi Kesehatan
sedangkan pada kelompok ke II diminta untuk mendiskusikan sendiri
tentang manfaat atau tidak manfaatnya jeroan itu. Hasilnya adalah bahwa
dalam kelompok I lebih banyak yang sependapat dengan penceramah
sedangkan dalam kelompok II lebih banyak yang menentang manfaat dari
jeroan. Akan tetapi, dalam praktiknya justru lebih banyak anggota dari
kelompk II yang sungguh-sungguh mempraktikkan makan jeroan daripada
kelompok I. Penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh kelompk lebih
kuat daripada pengaruh seorang penceramah.
E.E. Smith (1961) mengadakan eksperimen dengan sejumlah
anggota tantara amerika serikat. Mereka diminta untuk makan belalang
goreng. Kelompok I diberi seorang instruktur yang ramah dan bersahabat,
sedangkan pada kelompo II diberi instruktur yang dingin dan lugas.
Hasilnya adalah kelompok II lebih mau melaksanakan makan daging
belalang goreng ketimbang pada kelompok I. Penjelasannya adalah dengan
teori disonansi kognitif. Pada kelompok II digambarkan bahwa makan
belalang merupakan satu-satunya pilihan dalam keadaan darurat di
pertempuran. Disini tidak terjadi disonansi kognitif (pertentangan antara
elemen-elemen kesadara). Pada kelompk I digambarkan bahwa lebih baik
makan belalang goreng jika tidak ada pilihan lain. Karena anggota
kelompok tidak biasa makan belalang goreng (bersikap negatif terhadap
belalang sebagai makanan), keharusan makan belalang menimbulkan
disonansi kognitif dan selam ada peluang untuk makan yang lain, maka
mereka masih akan mencari kemungkinan lain daripada makan belalang
goreng.

16 | P a g e
Milgram (1963) melakukan eksperimen yang sangat terkenal tentang
otoritas. Ia meminta sejumlah mahasiswa untuk ikut dalam eksperimennya
dan berperan sebagai guru. Tugas “guru” itu adalah memberi pelajaran
Bahasa kepada seorang murid. “Murid” itu diperangkan oleh anak buah
Milgram sendiri yang sudang mengerti jalannya eksperimen dan sudah
tahu apa yang harus dilakukannya. Dalam eksperimen itu “guru” harus
memberi pertanyaan kepada murid dan kalua murid memberikan jawaban
yang salah guru harus menghukumnya dengan memberikan kejutan listrik.
Mula-mula kejutan lsitrik itu hanya sebesar 15 volt. Akan tetapi, setiap kali
murid membuat kesalahan guru harus meningkatkan kejutan listrik itu
sebesar 15 volt lagi. Setelah sepuluh kali kesalahan kejutan listrik itu
sudang mencapai 150 volt dan membahayakan murid. Akan tetapi,
Miligram yang berdiri dibelakang guru tidak menyuruh menghentikan
eksperimen itu. Ternyata sebagian besar guru itu tetap meneruskan
eksperimennya sampai mencapai 450 volt yang mematikan. Tentu saja
murid tidak sungguh-sungguh kesakitan karena listriknya juga tidak ada.
Akan tetapi, murid itu sudah terlatih untuk berperan kesakitan sesuai
dengan kekuatan kejutan listrik yang diberikan. Penelitian ini
membuktikan bahwa orang dapat bertindak diluar batas jika ada otoritas
yang mendukung dibelakangnya (dalam penelitian ini Milgram sendirian).

E.

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai