Disusun Oleh :
Dosen Pengajar :
1. Dorang Luhpuri, S. IP, Ph. D
2. Dra. Windriyati, M. P
2E
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung
Jalan Ir. H. Juanda No.367 Bandung 40135
2014
Penulis
Judul.........................................................................................................
Kata Pengantar....................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................. 1
A. Engagement.................................................................................... 3
B. Intake.............................................................................................. 9
C. Contract.......................................................................................... 10
D. Assessment..................................................................................... 10
Bab IV Kesimpulan
A. Kesimpulan.................................................................................... 28
Daftar Pustaka.......................................................................................... 30
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Engagement
Engagement adalah proses pelamaran seseorang yang bermasalah
untuk mendapatkan pertolongan. Pada tahap ini terjadi penyesuaian
kebutuhan-kebutuhan dan sumber-sumber (calon klien) dan calon pemberi
bantuan.
Engagement merupakan suatu periode dimana pekerja sosial mulai
berorientasi terhadap dirinya sendiri, khususnya mengenai tugas–tugas
yang ditanganinya. Awal keterlibatanyaa pada suatu situasi yang
menyebabkan pekerja sosial mempunyai tanggung jawab untuk menjalin
hubungan dengan klien dalam berbagai cara yang berbeda yaitu :
1. Klien datang secara sukarela untuk meminta bantuan
(Voluntary Application)
Klien biasanya menyadari bahwa mereka mempunyai
masalah. Mereka (klien) memungkinkan untuk dipertimbangkan
karena mereka mungkin telah mencoba berbagai cara untuk
mengatasi masalahnya, namun tidak atau kurang berhasil.
Merekapun menyadari akan kebutuhannya untuk meminta tolong
kepada pekerja sosial. Mereka mungkin ada yang tahu, tetapi ada
juga yang tidak yahu tenytang masalah mereka
susungguhnya.Mereka pada dasarnya merasakan ketidak enakan,
kesakitan, dan penderitaan yang berkaitan dengan masalah yang
dialaminya.Mereka mungkin ada yang dapat da nada yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara cepat, tepat,
permanen, dan menyeluruh.
B. Intake
Tahap intake merupakan tahap permulaan pekerja sosial bertemu
dengan penyandang masalah. Dalam proses ini terjadi pertukaran
informasi mengenai apa yang dibutuhkan oleh penyandang masalah,
pelayanan apa yang dapat diberikan oleh pekerja sosial/ lembaga sosial/
pemerintah dalam membantu memecahkan masalah. Dengan demikian
terjadilan proses saling mengenal dan tumbuhnya kepercayaan
penyandang masalah kepada pekerja sosial. Dengan kondisi semacam itu
maka pekerja sosial dapat menciptakan relasi pertolongan profesional
yaitu sebagai pola ekspektasi, interaksi dan interdepedensi yang bersifat
resiprokal antara pekerja sosial dengan penyandang masalah, di mana
pekerja sosial/lembaga sosial menyediakan dan menggunakan sumber-
sumber tertentu untuk membantu penyandang masalah dan penyandang
masalah menggunakan sumber-sumber tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya/pemecahan masalah dirinya.
Intake dapat diartikan sebagai suatu proses diaman permohonana
pelayanan yang diajukan oleh seseorang yang punya masalah atau orang
lain.
Proses intake merupakan tahap permulaan dari suatu proses
pelayanan, dimana terjadi suatu persetujuan pelamar atau klien dengan
pemberi pelayanan. Jika tidak ada kesesuaian kebutuhan dari pelamar,
maka pelamar dialihkan kepada sumber lain. Maksudnya adalah ada
kesesuaian antara karakteristik calon klien dengan persyaratan elijibitas
(eligibility).
Dalam tahap ini seorang pekerja sosial memberikan pelayanan
kepada orang yang memerlukan. Pekerja sosial mengerti dan menilai
C. Contract
Setelah intake maka harus dibuat seperti perjanjian (kontrak), yaitu
adanya kesepakatan bersama mengenai hak dan kewajiban kedua belah
pihak.
Tahap ini adalah suatu konsensus, persetujuan, dan penerimaan
antara kedua belah pihak dari kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
dengan sebuah kesepakatan untuk menjalankan tugas masing-masing
untuk kebaikan bersama.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelamar adalah
seseorang yang memerlukan pertolongan. Pekerja sosial bertanggung
jawab untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan klien, dan harus
merundingkan segala sesuatunya dengan pelamar. Pada tahap ini dibuatlah
suatu perjanjian untuk memaksimalkan partisipasi klien. Namun,
perjanjian tersebut haruslah bersifat fleksibel.
D. Assessment
Dalam keseluruhan proses perubahan berencana, pekerja sosial
secara terus menerus mengadakan pengungkapan dan pemahaman
( assessment) situasi serta mengambil keputusan mengenai apa yang hrus
dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Assessment merupakan
suatu kegiatan pengungkapan dan pemahaman masalah yang terus
menerus dilakukan dan sekaligus bersamaan waktunya dengan proses
pertolongan itu sendiri.
1) Situasi sosial ini melanggar norma atau nilai sosial dan tingkah
laku yang tersangkut dalam situasi itu merupakan tingkah laku
yang menyimpang.
2) Tanggung jawab kemanusiaan dan altruisme juga merupakan
alasan untuk menilai situasi sosial tertentu sebagai situasi
HASIL PENGAMATAN
A. Engagement
Tahap pertolongan yang pertama yaitu engagement, dalam tahap
ini saya sebagai calaon pekerja sosial menjalin hubungan dengan klien
melalui Reaching out effort by worker dimana seorang pekerja sosial
mencari klien. Klien yang saya dapatkan yaitu waria yang berada di
lapangan gasibu. Tujuan saya melakukan wawancara yaitu ada dua, yang
pertama dilihat sebagai mahasiswa yaitu untuk memenuhi tugas Ulangan
Tengah Semester mata kuliah Metode Praktek Pekerjaan Sosial, dan yang
kedua yaitu sebagai calon pekerja sosial tujuan dari Reaching out effort by
worker adalah memperoleh informasi tentang kehidupan waria dan
kebutuhan atau sumber-sumber pelayanan apa saja yang pernah
didapatkan. Waria yang berada di lapangan gasibu dengan inisial “MB”
sempat menanyakan rumah tinggal kami dan identitas kami. Kami
mengatakan jika kami tinggal di daerah dago dan sebagai mahasiswa.
“MB” berusia tiga puluh lima
tahun setiap harinya mengamen di
lapangan gasibu. “MB” tinggal di
Kiaracondong dan berasal dari daerah
Singaparna, Tasikmalaya. “MB”
mengamen pada saat malam hari mulai
habis maghrib hingga tengah malam
yaitu sekitar jam sebelas atau jam dua
belas malam. Hasil yang didapat dalam
satu hari sekitar dua ratus ribu rupiah
hingga tiga ratus ribu rupiah.
B. Intake/Kontak
Pertama kali saya bertemu waria saya berpura-pura sebagai
pengunjung lapangan gasibu bersama teman saya, kemudian dia
mengamen di depan kami. Saat memberikan beberapa keping receh kami
berbasa-basi menanyakan berapa lama “MB” bekerja mengamen dan
berapa hasil yang di dapat.
Selang beberapa hari saya melakukan wawancara lagi dengan
“MB” bersama teman saya Arbi Habibi Hamzah. Kami berpura-pura
menjadi pengunjung di lapangan gasibu, kami mencoba menciptakan
relasi dengan “MB” dengan cara berbasa-basi terlebih dahulu seperti pada
saat saya pertama melakukan wawancara dengan “MB” pada hari
sebelumnya. Namun pada pertemuan atau kontak kedua dengan “MB”
saya tidak merasa takut, justru saya merasa penasaran dan mencoba
menanyakan sedikit kehidupan “MB”. “MB” memang memiliki sikap
ramah dengan para pengunjung lapangan gasibu dan sering kali sharing
dan bercakap-cakap dengan para pengunjung lapangan gasibu.
C. Contract
Kontrak yang kami lakukan pada saat wawancara dengan “MB”
yaitu kontrak tidak langsung. Kami menawarkan diri suatu waktu dapat
bertemu kembali dan sharing bersama, “MB” dengan senang hati
mengatakan bahwa kita dapat datang kapan saja dia menerima, kita datang
setiap hari pun tidak masalah.
D. Asesmen
Saya melakuakan tahap asesmen tidak hanya satu kali saja, saya
bertemu waria dan bercakap-cakap tentang kehidupan “MB” tiga kali.
Awalnya saya menemui “MB” dengan teman saya Inayatul hanya
menanyakan berapa lama dia bekerja, berapa banyak pengahasilan yang
didapatkan setiap harinya, nama asli “MB”, dan kegiatan kesehariannya
saja. Kami tidak berani menanyakan lebih dalam karena pada saat itu awal
pertama kali saya dan teman saya melakukan wawancara atau mengobrol
dengan waria, selain itu waria merupakan salah satu PMKS yang saya
takuti. Sebelum saya melakukan wawacara dengan waria saya sudah
mempunyai rencana dari awal bahwa pertemuan awal dengan waria hanya
mengetahui bagaimana tanggapan dia ketika diajak mengobrol. Ketika
kami mencoba mengajak “MB” mengobrol respon yang diberikan “MB”
poritif dan begitu ramah, karena dia juga mennggapi dengan keadaan tidak
tegang namun dengan candaan yaitu dengan adanya singkatan-singkatan
KESIMPULAN
Melalui tahap selanjutnya yaitu kontrak yang dapat dilakukan dengan cara
kontrak atau perjanjian tertulis ataupun perjanjian tidak tertulis untuk dapat
mengadakan hubungan lagi dengan klien apabila dalam tahap-tahap selanjutnya
pekerja sosial perlu melengkapi data yang kurang lengkap. Dalam hal ini saya
menggunakan salah satu kontrak yaitu kontrak tidak tertulis karena tidak semua
klien dapat diajak untuk menggunakan kontrak tertulis. Selain itu pada tahap
kontrak ini saya menggunakan cara mencari klien, apabila menggunakan kontrak
tertulis takutnya klien akan merasa takut karena tiba-tiba harus menandatangani
kontrak karena situasi dan kondisi yang baru beberapa hari berlangsung. Jadi
kegunaan kontrak tidak langsung dalam teori tahap-tahap pertolongan dalam
pekerjaan sosial sesuai dengan apa yang ada pada praktek lapangan.