Anda di halaman 1dari 67

DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
ISI ......................................................................................................................... 4
ACARA I ..............................................................................................................4
I. Pendahuluan .............................................................................................. 1

II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 6

III. Metodologi ................................................................................................ 7

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 8

V. Kesimpulan ............................................................................................... 11

ACARA II ............................................................................................................ 12
I. Pendahuluan .............................................................................................. 12

II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 13

III. Metodologi ................................................................................................ 14

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 15

V. Kesimpulan ............................................................................................... 24

ACARA III ...........................................................................................................25


I. Pendahuluan .............................................................................................. 25

II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 26

III. Metodologi ................................................................................................ 27

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 28

V. Kesimpulan ............................................................................................... 29

ACARA IV ........................................................................................................... 30
I. Pendahuluan .............................................................................................. 30

II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 31

2|Page
III. Metodologi ................................................................................................ 32

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 33

V. Kesimpulan ............................................................................................... 34

ACARA V ............................................................................................................ 35
I. Pendahuluan .............................................................................................. 35

II. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 36

III. Metodologi ................................................................................................ 38

IV. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 39

V. Kesimpulan ............................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................44

LAMPIRAN........................................................................................................... 47

3|Page
ACARA I
UJI KESUBURAN TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesuburan tanah merupakan status suatu tanah yang menunjukkan
kapasitas untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi
untuk pertumbuhan tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur
manapun (Foth & Ellis, 1997 cit. Munawar, 2018). Di dalam pertanian
kesuburan tanah merupakan bagian dari sebuah sistem dinamis yang dapat
berubah, menurun atau meningkat, yang terjadi secara alami maupun akibat dari
manusia. Maka dari itu, perlu dilakukan uji atau evaluasi kesuburan tanah.
Evaluasi kesuburan tanah merupakan proses pendiagnosaan masalah-
masalah keharaan dalam tanah dan pembuatan anjuran pemupukan (Dikti,1991
cit. Susila, 2013). Informasi status hara pada suatu lahan sangat diperlukan agar
diperoleh data-data kesuburan tanah untuk kepentingan usaha pertanian.
Kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman berbeda-beda
dan tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan hara. Evaluasi
kesuburan tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu melalui
pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara visual, analisa tanaman dan
analisa tanah.
Kekurangan salah satu atau lebih unsur hara merupakan faktor pembatas
dalam upaya meningkatkan produksi pertanian. Apabila kadar unsur hara dalam
tanah sangat rendah, maka pertumbuhan tanaman di atasnya akan terganggu
(menimbulkan gejala defisiensi) dan rentan terhadap serangan hama dan
penyakit. Sebaliknya bila semua unsur hara yang diperlukan tanaman tercukupi,
maka tanaman akan tumbuh sehat dan lebih tahan terhadap serangan hama dan
penyakit. Dengan adanya praktikum ini diharapkan dapat mengetahui tingkat
kesuburan suatu tanah untuk budidaya pertanian.

B. Tujuan

4|Page
Tujuan dari praktikum uji kesuburan tanah adalah untuk mengetahui
tingkat kesuburan suatu tanah di suatu daerah dengan menggunakan tanaman
jagung sebagai indikator uji kesuburan tanah.

5|Page
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah adalah media untuk pertumbuhan tanaman dan memasok unsur hara
untuk tanaman. Pada umumnya tanah memasok 13 dari 16 unsur hara esensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara esensial tersebut harus terus-
menerus tersedia dalam takaran yang berimbang. Namun, hal ini tidak selalu terjadi
pada semua jenis tanah. Beberapa tanah tertentu yang tidak dapat memenuhi tujuan
tersebut disebut sebagai tanah tidak subur. Sebaliknya, tanah yang dapat memenuhi
tujuan tersebut disebut tanah subur. Faktor yang dapat menentukan kesuburan tanah
antara lain pH tanah, kandungan nutrisi, aktivitas organisme, dan bahan induk (Jin et
al., 2019).
Secara sederhana kesuburan tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan
tanah untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan bentuk yang
tersedia. Kesuburan tanah bersifat site specific dan crop specific, artinya tanah yang
subur untuk suatu jenis tanaman belum tentu subur untuk jenis tanaman lainnya
(Handayanto et al., 2017). Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil
yang dalam (kedalaman yang sangat dalam melebihi 150 cm); strukturnya gembur;
pH 6,0-6,5; kandungan unsur hara tersedia bagi tanaman cukup; dan tidak terdapat
faktor pembatas dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Prabowo & Subantoro,
2018).
Evaluasi kesuburan pada tanah merupakan pendiagnosaan keharaan dalam
tanah dan anjuran pemupukan. Salah satu cara yang sering digunakan dalam menilai
kesuburan suatu tanah adalah melalui pendekatan dengan analisis tanah atau uji
tanah. Evaluasi status kesuburan tanah perlu dilakukan pada lahan budidaya agar
penyediaan dan ketahanan pangan dapat berlanjut. Itulah sebabnya mengetahui status
kesuburan tanah merupakan hal penting dalam peningkatan produksi tanaman dan
berpengaruh terhadap pertanian di masa yang akan datang (Prabowo & Subantoro,
2018).
Pada acara uji kesuburan tanah, dapat dilakukan dengan penanaman jagung
sebagai indikator uji kesuburan tanah. Jagung digunakan sebagai indikator karena
pertumbuhannya cepat dan peka terhadap gangguan keharaan.

6|Page
III. METODOLOGI

Pada acara uji kesuburan tanah, pengujian dilakukan dengan penanaman


jagung sebagai indikator uji kesuburan tanah. Jagung digunakan sebagai indikator
karena pertumbuhannya cepat dan peka terhadap gangguan keharaan. Langkah
pertama yang dilakukan untuk uji kesuburan tanah adalah mengambil tanah lapis
olah (0-20 cm) secara komposit dari setiap unit lahan (10 titik kemudian
digabungkan). Lokasi pengambilan tanah berada di Desa Campurejo, Kota Kediri,
Jawa Timur. Kemudian tanah diuraikan agar menjadi gembur, kemudian dimasukkan
ke dalam pot/ember (20 liter). Selanjutnya ditanami 3 biji jagung dan setelah tumbuh
dipilih satu yang terbaik. Tanaman dirawat dengan menambahkan air secukupnya
setiap hari, dirawat sampai berumur 1 bulan. Pertumbuhan jagung diamati dengan
melihat tinggi tanaman, jumlah daun, warna batang, warna daun, dan beberapa
parameter lainnya.

7|Page
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penanaman jagung pada tanah di 10 titik lokasi yang berbeda
lalu dikompositkan diperoleh tinggi tanaman, jumlah daun, warna batang, warna
daun.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tanaman Jagung Setelah Berumur 1 Bulan
Jagung
Parameter Jagung 2 Jagung 3 Jagung 4
1
90,2
Tinggi tanaman jagung 144 cm 140,3 cm 69,2 cm
cm
Jumlah daun jagung 6 helai 11 helai 7 helai 8 helai
Warna batang jagung Hijau Hijau Hijau Hijau
Hijau, bagian
Hijau
Warna daun jagung bawah agak Hijau Hijau tua
tua
kekuningan

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa tinggi tanaman jagung 1 adalah 90,2
cm; jagung 2 adalah 144 cm; jagung 3 adalah 140,3 cm; dan jagung 4 adalah 69,2
cm. Jumlah helai daun jagung 1 adalah 6 helai, jagung 2 sebanyak 11 helai, jagung 3
sebanyak 7 helai, dan jagung 4 sebanyak 8 helai. Warna batang semua jagung adalah
hijau. Untuk warna daun jagung 1 adalah hijau tua, jagung 2 pada bagian atas
berwarna hijau dan pada bagian bawah berwarna agak kekuningan, jagung 3
berwarna hijau, serta jagung 4 berwarna hijau tua.
Dari hasil pengamatan warna daun jagung 2 pada bagian bawah berwarna agak
kekuningan. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh menipisnya ketersediaan
Nitrogen dalam tanah. Menurut Nugroho (2015) tanaman yang kekurangan unsur
hara N, daunnya akan menguning sehingga proses fotosintetis tidak maksimal. Unsur
hara N menjadi unsur hara utama penyusun klorofil, yang memiliki peranan penting
dalam proses fotosintesis pada tanaman. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
perlu adanya peningkatan pemupukan yang mengandung unsur hara Nitrogen.

8|Page
Tinggi Tanaman Jagung
160

140
Tinggi tanaman jagung (cm)

120

100

80

60

40

20

Jagung 1 Jagung 2 Jagung 3 Jagung 4

Gambar 4.1 Diagram tinggi tanaman jagung

Jumlah Daun Tanaman Jagung


12

10
Jumlah daun jagung (helai)

Jagung 1 Jagung 2 Jagung 3 Jagung 4

Gambar 4.2 Diagram jumlah daun tanaman jagung

Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2 yang menunjukkan diagram tinggi tanaman
jagung dan jumlah daun jagung dapat diketahui bahwa jagung 2 merupakan tanaman
yang memiliki tinggi dan jumlah daun paling tinggi. Hal itu disebabkan oleh
tercukupinya unsur hara yang ada pada tanah yang digunakan sebagai media

9|Page
penanaman. Dari hasil tinggi tanaman maka jagung 3 berada di posisi kedua, jagung
1 ketiga dan jagung 4 keempat. Apabila berdasarkan jumlah daunnya maka jagung 2
memiliki jumlah daun paling banyak, jagung 4 yang kedua, jagung 3 ketiga, dan
jagung 1 dengan jumlah daun paling sedikit.

10 | P a g e
V. KESIMPULAN

Setelah melakukan uji kesuburan tanah diperoleh kesimpulan bahwa hampir


semua tanaman jagung tumbuh dengan baik. Hanya saja ada satu tanaman jagung
yang warnanya berubah menjadi kekuningan. Hal itu kemungkinan diakibatkan oleh
berkurangnya ketersediaan unsur hara Nitrogen dalam tanah. Setelah dilakukan
pengamatan dapat disimpulkan bahwa tanah di Desa Campurejo, Kota Kediri, Jawa
Timur tergolong tanah yang subur karena jagung tidak mengalami gangguan
pertumbuhan yang signifikan.

11 | P a g e
ACARA II
MENGENAL PUPUK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pupuk dan kegiatan budidaya tanaman merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Pada budidaya tanaman, tanah sebagai media tumbuh
tanaman memiliki daya dukung yang berbeda-beda dalam mendukung usaha tani
untuk setiap jenis komoditas tanaman. Suatu lahan jika ditanami secara terus-
menerus dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu
diperlukan usaha untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah yaitu
dengan cara pemupukan.
Pupuk merupakan suatu bahan sebagai sumber unsur hara yang sangat
menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman (Mansyur et al., 2021).
Sumber hara dapat berupa unsur hara makro maupun mikro bagi tanaman,
dimana setiap unsur hara tersebut memiliki peranan masing-masing dan dapat
menunjukkan gejala tertentu pada tanaman apabila ketersediaannya kurang.
Pemupukan dapat diartikan sebagai pemberian bahan organik maupun
bahan non organik untuk mengganti kehilangan unsur hara di dalam tanah dan
untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman sehingga produktivitas
tanaman meningkat. Dengan kata lain pemupukan adalah Tindakan
mengaplikasikan pupuk pada tanaman (Mansyur et al., 2021). Dalam kesuburan
tanah pupuk berperan penting karena pemberian pupuk ke dalam tanah
diperlukan untuk menggantikan unsur hara yang telah digunakan oleh tanaman.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II mengenal pupuk adalah untuk mengetahui
informasi yang ada pada pupuk yang berkaitan dengan sifat fisik, sifat kimia dan
sifat fisiologis (kemasan).

12 | P a g e
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk adalah kebutuhan yang sangat vital bagi tanaman. Pupuk sangat penting
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman. Di dalam pupuk terkandung
berbagai unsur hara yang sangat penting bagi tanaman. Terdapat berbagai macam
jenis pupuk yang dapat digunakan. Berdasarkan asalnya pupuk dapat dibagi menjadi
dua yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Sakalena, 2015). Berdasarkan cara
pemberiannya terdiri dari pupuk akar dan pupuk daun, serta berdasarkan unsur hara
yang dikandungnya yaitu pupuk tunggal, pupuk majemuk, dan pupuk lengkap.

Pemupukan tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk sintetik


maupun pupuk organik. Pupuk sintetik yang sering digunakan petani adalah pupuk
urea dan NPK, sedangkan pemupukan menggunakan pupuk organik berasal dari
jaringan tanaman, baik berupa sampah-sampah tanaman (serasah) ataupun sisa-sisa
tanaman yang telah mati (Sakalena, 2015). Penggunaan input kimiawi (pupuk dan
pestisida sintetik) dengan dosis tinggi tidak hanya berpengaruh menurunkan tingkat
kesuburan tanah, tetapi juga mengakibatkan pada merosotnya keanekaragaman
hayati, meningkatnya serangan hama dan penyakit, timbulnya hama yang resisten
dan berkembangnya organisme parasit (Raksun et al., 2019).

Penggunaan pupuk organik memiiki berbagai keunggulan dibandingkan pupuk


kimia diantaranya dapat mengatur sifat tanah dan dapat berperan sebagai penyangga
persediaan unsur hara bagi tanaman sehingga pupuk ini dapat mengembalikan
kesuburan tanah. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemupukan
agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Faktor ini disebut juga sebagai konsep
lima tepat, yaitu: 1) tepat jenis pupuk yang digunakan; 2) tepat dosis yang diberikan
sesuai kebutuhan tanaman; 3) tepat waktu aplikasi pemupukan; 4) tepat tempat
penempatan pupuk saat aplikasi; dan 5) tepat cara aplikasi pemupukan (Mansyur et
al., 2021).

13 | P a g e
III. METODOLOGI

Acara II “Mengenal Pupuk” dilakukan dengan mencari informasi 15 jenis


pupuk melalui internet. Langkah pertama yang dilakukan adalah membaca dan
memahami PERMENTAN tentang pupuk dan SNI tentang pupuk terlebih dahulu.
Setelah itu dilanjutkan dengan mencari informasi terkait 15 jenis pupuk yang
ditemukan di internet. Informasi tersebut harus mencakup informasi tentang sifat
fisik, sifat kimia dan sifat fisiologis (kemasan).

14 | P a g e
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pencarian di internet, maka diperoleh informasi mengenai


15 jenis pupuk yang berbeda. Kelima belas jenis pupuk tersebut antara lain:
1. Pupuk NPK Basf 15-15-15
Pupuk NPK BASF adalah salah satu jenis pupuk majemuk yang
mengandung sedikitnya 5 unsur hara makro yang sangat dibutuhkan
tanaman. Pupuk ini berbentuk butiran granul berwarna biru pudar yang
biasanya dikemas dalam kemasan plastik. Pupuk NPK BASF dibuat
menggunakan pelarutan batuan fosfat menggunakan asam nitrat. Pupuk
NPK BASF mengandung 15% N (Nitrogen), 15% P2O5 (Phospate), 15%
K2O (Kalium), 0.5% MgO (Magnesium), dan 6% CaO (Kalsium). Karena
kandungan tersebut pupuk ini juga dikenal dengan istilah Pupuk NPK 15-
15-15 NITROPHOSKA (Sipayung et al., 2020).

Gambar 4.1 Pupuk NPK Basf 15-15-15

2. Pupuk NPK Phonska Plus 15-15-15


Pupuk Pupuk NPK Phonska plus memiliki bentuk granul berwarna putih.
Pupuk ini sangat mudah larut dalam air sehingga tanaman sangat mudah
untuk menyerap nutrisi yang diberikan oleh pupuk tersebut. Jenis pupuk
ini memiliki kandungan nitrogen 15%, phosphate (P2O5) 15%, Kalium
(K2O) 15%, Sulfur 9% (Mansyur et al., 2021).

15 | P a g e
Gambar 4.2 Pupuk NPK Phonska Plus 15-15-15

3. Pupuk NPK Kebomas 16-16-16


Pupuk ini berbentuk granul dengan warna merah bata dan berukuran 2-4
mm. Pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N sebanyak 16%, P2O5
16%, dan K2O sebanyak 16%.

Gambar 4.3 Pupuk NPK Kebomas 16-16-16

4. Pupuk NPK Mutiara 16-16-16


Pupuk NPK Mutiara termasuk dalam kategori pupuk majemuk. Pupuk ini
berbentuk granul (butiran) berwarna biru langit dan mudah larut dalam air.
Pupuk NPK Mutiara dapat digunakan pada semua jenis tanaman, seperti
tanaman sayuran, tanaman pangan maupun tanaman perkebunan dan

16 | P a g e
industri. Pupuk NPK Mutiara bisa diaplikasikan sebagai pupuk dasar
maupun pupuk susulan. Kandungan Pupuk NPK Mutiara 16-16-16 adalah
16% N (Nitrogen), 16% P2O5 (Phospate), 16% K2O (Kalium), 0.5% MgO
(Magnesium) serta 6% CaO (Tarigan et al., 2021).

Gambar 4.4 Pupuk NPK Mutiara 16-16-16

5. Pupuk NPK Pelangi 16-16-16


NPK Pelangi adalah pupuk majemuk yang memiliki banyak variasi
berdasarkan permintaan serta kebutuhan tanaman. Bentuknya berupa
butiran granul warna-warni yang merupakan tampilan asli bahan baku
penyusunnya. Kandungan yang terdapat pada pupuk ini yaitu 16% N, 16%
P2O5, dan 16% K2O.

17 | P a g e
Gambar 4.5 Pupuk NPK Pelangi 16-16-16

6. Pupuk TSP kandungan fosfor 46%


Pupuk ini berbentuk granul atau butiran berwarna abu-abu yang bebas dari
debu dan mudah disebarkan. Pupuk ini umumnya tidak bisa mudah larut
di dalam air, bereaksi lambat dan tidak higroskopis. Pupuk TSP memiliki
kandungan fosfor sebanyak 44-46% dalam bentuk P2O5. Pupuk TSP bisa
digunakan sebagai pupuk dasar atau pupuk susulan. Pupuk TSP sebagai
sumber fosfor sangat bermanfaat bagi tanaman terutama pada fase
pertumbuhannya. Pupuk TSP merupakan Pupuk P yang paling banyak
digunakan terutama untuk tanaman semusim.

Gambar 4.6 Pupuk TSP kandungan fosfor 46%

7. Pupuk SP-36
Pupuk SP-36 bersifat tidak higroskopis (tidak mudah menghisap air)
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Berbentuk
granular dan berwarna abu-abu, sifatnya agak sulit larut dalam air dan
bereaksi lambat sehingga sering digunakan sebagai pupuk dasar. Pupuk
SP-36 memiliki kadar P2O5 36% dan kadar Sulfur (S) 5%.

18 | P a g e
Gambar 4.7 Pupuk SP-36

8. Pupuk ZA
Pupuk ini berbentuk kristal dan berwarna putih atau orange. Pupuk ZA
mudah larut dalam air, tidak higroskopis, senyawa kimianya stabil
sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Pupuk ZA mengandung
nitrogen dalam bentuk amonium minimal sebesar 20,8%, belerang
minimal sebesar 23,8%, kadar air maksimal 1% serta kadar Asam Bebas
sebagai H2SO4 maksimal 0,1%. Pupuk ZA dapat aplikasikan pada semua
jenis tanaman, baik sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan.

Gambar 4.8 Pupuk ZA

9. Pupuk KCl (Kalium Klorida)

19 | P a g e
Pupuk KCL biasanya berbentuk kristal dan berwarna merah atau putih.
Pupuk KCL memiliki kandungan Kalium 60-62% dalam bentuk K2O
(Prakash & Verma, 2016) dan Clorida (Cl) sebesar 35%.

Gambar 4.9 Pupuk KCl

10. Pupuk Kalium Sulfat


Pupuk kalium sulfat dibuat dari campuran kalium oksida dan asam
belerang sehingga penamaannya sering disebut sebagai pupuk ZK atau
zwavelzure kali. Pupuk ini berbentuk butiran-butiran kecil dengan warna
putih. Sifatnya tidak higroskopis dan bereaksi asam jika diaplikasikan ke
tanah. Pupuk ZK mengandung 50% K2O dan 17% S (sulfur). Kadar
klorida maksimal 2,5% dan kadar air maksimal 1%.

Gambar 4.10 Pupuk ZK

11. Pupuk Kalsium Boron

20 | P a g e
Pupuk kalsium boron berbentuk kristal dengan warna putih. Sifatnya
mudah larut dalam air dan higroskopis. Pupuk ini memiliki kandungan
hara CaCO3 sebanyak 98%, CaO sebanyak 55%, dan MgO 11%.

Gambar 4.11 Pupuk Kalsium Boron

12. Pupuk Urea


Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal atau butiran tidak berdebu
berwarna putih dan merah muda, mudah larut dalam air dan sifatnya sangat
mudah menghisap air (higroskopis). Kandungan hara pupuk urea yaitu
Nitrogen minimal 46%, kadar air maksimal 0,50%, kadar Biuret maksimal
1%.

Gambar 4.12 Pupuk Kalsium Boron

13. Pupuk Cantik

21 | P a g e
Pupuk Cantik merupakan pupuk majemuk berbentuk butiran (granul)
berwarna putih susu, bersifat higroskopis, mudah larut dalam air dan
mudah diserap oleh akar tanaman. Pupuk cantik memiliki Kandungan
Nitrogen sebesar 27% yang terdiri atas 13,5% Nitrogen dalam bentuk
Nitrate (NO3-) serta 13,5% Nitrogen dalam bentuk Ammonium (NH4+).
Selain itu juga mengandung Kalsium dalam bentuk CaO sebesar 12%.

Gambar 4.13 Pupuk Cantik

14. Pupuk Dolomit


Pupuk ini berbentuk butiran dengan warna putih keabu-abuan, bersifat
higroskopis dan mudah larut. Pupuk dolomit banyak dipakai untuk
mengapur tanah asam. Kandungan pupuk dolomit antara lain MgCO3
45,6% dan 54,3% CaCO3 atau 0,36% MgO dan 54,10% CaO. Pupuk ini
memiliki kandungan MES 100%.

Gambar 4.14 Pupuk Dolomit

22 | P a g e
15. Pupuk Gandasil D
Pupuk Gandasil D merupakan pupuk daun lengkap dan sempurna
berbentuk kristal dan berwarna hijau. Unsur hara yang terkandung yaitu
Nitrogen 20%, Fosfor P2O5 15%, Kalium K2O 15 % dan Magnesium
MgSO4 3%. Nutrisi yang tersedia dalam pupuk daun Gandasil D
konsentrasinya seimbang sehingga sel tumbuhan dirangsang untuk terus
berdiferensiasi dan memacu jumlah tunas (Damayanti et al., 2021).

Gambar 4.15 Pupuk Gandasil D

23 | P a g e
V. KESIMPULAN

Secara umum pupuk terbagi menjadi 2, yaitu pupuk organic dan anorganik.
Terdapat banyak sekali macam pupuk anorganik yang diberikan saat kegiatan
budidaya tanaman. Diantaranya adalah Pupuk NPK Basf 15-15-15, Pupuk NPK
Phonska Plus 15-15-15, NPK Kebomas 16-16-16, Pupuk NPK Mutiara 16-16-16,
NPK Pelangi 16-16-16, Pupuk TSP kandungan phospor 46%, Pupuk SP-36, Pupuk
ZA, Pupuk KCl (Kalium Klorida, Pupuk Kalium Sulfat, Pupuk kalsium boron, Pupuk
Urea, Pupuk Cantik, Pupuk dolomit, serta Pupuk Gandasil D.

24 | P a g e
ACARA III
MEMBUAT KOMPOS

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan limbah baik dari industri maupun rumah tangga kini semakin
meningkat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan manusia yang juga terus meningkat
akibat dari bertambahnya penduduk. Banyak orang tidak menyadari dampak dari
limbah rumah tangga yang dibiarkan menumpuk terus-menerus. Apabila masih
tetap dibiarkan maka akan menimbulkan dampak yang negatif seperti
pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, pengolahan limbah rumah tangga
sangat perlu dilakukan.
Pengolahan limbah rumah tangga dapat dilakukan dengan membuat
kompos dari sisa bahan organik yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi
lingkungan terutama pada kesuburan tanah. Selain terbuat dari bahan yang
ramah lingkungan, untuk membuat kompos juga tidak memerlukan biaya yang
mahal. Perlu diingat bahwa tidak semua bahan limbah rumah tangga dapat
dijadikan kompos. Hanya limbah organik saja seperti sisa sayuran dan buah
busuk, kotoran hewan, dedaunan kering dan daging busuk. Hal ini karena bahan-
bahan tersebut mudah untuk terurai. Diharapkan dengan adanya praktikum
pembuatan kompos ini praktikan dapat lebih memahami dan mampu
melaksanakan cara membuat kompos dengan benar.

B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum pembuatan kompos pada acara III ini
agar praktikan mampu melakukan langkah-langkah membuat kompos dengan
benar berdasarkan metode anaerob dan mengetahui faktor-faktor dalam
pembuatan kompos.

25 | P a g e
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Kompos
merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan
memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada
tanah secara berlebihan yang mengakibatkan rusaknya struktur tanah. Kompos yang
baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang
sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah
dan sesuai suhu ruang (Ashlihah et al., 2020).
Selain digunakan sebagai pupuk, pengaplikasian kompos ke tanah dapat
meningkatkan kapasitas penyimpanan karbon di dalam tanah, yang mengurangi
emisi gas rumah kaca ke atmosfer (Radziemka et al., 2019). Ada beberapa limbah
yang dapat digunakan untuk membuat kompos. Yang paling umum adalah limbah
rumah tangga organik seperti sisa makanan, sayur busuk, buah busuk, tulang, dan
daging busuk. Berikutnya adalah limbah pertanian seperti Jerami, sekam padi, gulma,
batang jagung, tongkol jagung, batang pisang, sabut kelapa, dan lainnya.
Limbah pertanian biasanya memiliki C/N rasio yang relatif mendekati C/N
rasio tanah sehingga pengomposan limbah pertanian lebih mudah dan cepat. Selain
limbah rumah tangga dan pertanian, limbah peternakan seperti kotoran sapi, kotoran
kambing, dan kotoran ayam juga bisa digunakan untuk membuat kompos
(Suwahyono, 2014). Dalam membuat kompos diperlukan aktivator atau bioaktivator
untuk menghadirkan organisme-organisme yang dapat mempercepat dekomposisi.
Secara alami, proses dekomposisi memerlukan waktu sekitar 1 hingga 2 bulan, tetapi
dengan adanya bantuan aktivator maka prosesnya dapat dipercepat menjadi 7 hingga
14 hari.

26 | P a g e
III. METODOLOGI

Praktikum Acara III “Membuat Kompos” dilaksanakan di Desa Campurejo,


Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam
pembuatan kompos kali ini adalah metode anaerob. Alat dan bahan yang digunakan
yaitu aktivator (EM4 dan gula pasir), ember, limbah buah, limbah sayur, seresah,
daun kering, pengaduk, dan dedak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
pembuatan pupuk kompos yang pertama adalah menyiapkan bahan-bahan yang telah
disebutkan. Kedua, yaitu membuat larutan aktivator yang berasal dari larutan gula
ditambah aktivator EM4 yang dicampur hingga homogen. Ketiga, limbah rumah
tangga dicacah dengan ukuran < 2 cm dan dicampur dengan bekatul/dedak
secukupnya. Keempat, larutan aktivator ditambahkan sampai kadar air 30- 40%
(tidak keluar airnya ketika diremas). Kelima, campuran bahan kompos dimasukkan
ke ember yang sudah disiapkan dan diaduk terus hingga merata, jika sudah ember
ditutup rapat. Keenam, setelah 7 hari kompos dicek apakah sudah matang atau belum.
Ketujuh, kompos dicek lagi setelah 14 hari dan jika sudah remah, tidak berbau
menyengat maka kompos sudah matang.

27 | P a g e
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengomposan adalah salah satu metode pengelolaan sampah organik yang


bertujuan mengurangi dan mengubah komposisi sampah menjadi produk yang
bermanfaat. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat kompos antara
lain metode aerob, anaerob, dan takakura. Pada kesempatan kali ini metode yang
digunakan adalah pembuatan kompos dengan metode anaerob.
Pembuatan kompos dengan anaerob ialah modofikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa bantuan udara atau oksigen sedikitpun (hampa
udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu.
Namun, pada proses pembuatan kompos secara anaerob perlu tambahan panas dari
luar supaya temperatur sebesar 30℃ (Graha et al., 2015). Dalam membuat kompos
ditambahkan aktivator EM4 untuk mempercepat proses dekomposisi.
Kompos yang sudah matang dicirikan seperti humus dengan warna coklat
kehitaman, bau menyerupai tanah, mengalami penyusutan, kandungan air yang tidak
terlalu basah dan suhu mencapai 10-40℃. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh hasil kompos dengan warna coklat kehitaman, tekstur agak
remah, bau hampir menyerupai tanah, sedikit basah, dan suhu panas. Pada saat
pengamatan hari ke-7 muncul jamur pada kompos. Hal ini merupakan pengaruh dari
suhu atau temperatur pada tempat penyimpanan kompos.
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan kompos untuk
proses pertumbuhan mikroorganisme serta menjadi indikator bahwa proses
pengomposan berlangsung dengan baik. Ketika tutup pada wadah kompos dibuka
saat hari ke-14 suhunya terasa panas, semakin panas suhunya maka semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi (Widarti et al.,
2015).
Kompos yang dibuat bertekstur agak remah dan sedikit basah, maka kompos
masih terdekomposisi sebagian dan belum sepenuhnya matang. Salah satu
karakteristik tekstur kompos yang telah mengalami proses dekomposisi sempurna
yaitu tekstur bersifat remah, merupakan media yang lepas-lepas tidak kompak
maupun tidak dikenali kembali bahan dasarnya.

28 | P a g e
V. KESIMPULAN

Proses membuat kompos dengan metode anaerob merupakan modofikasi


biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa bantuan udara atau
oksigen sedikitpun (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan
tidak terjadi fluktuasi suhu. Namun, pada proses pembuatan kompos secara anaerob
perlu tambahan panas dari luar supaya temperatur sebesar 30℃. Kompos yang sudah
matang dicirikan seperti humus dengan warna coklat kehitaman, bau menyerupai
tanah, mengalami penyusutan, kandungan air yang tidak terlalu basah dan suhu
mencapai 10-40℃. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil
kompos dengan warna coklat kehitaman, tekstur agak remah, bau hampir menyerupai
tanah, sedikit basah, dan suhu panas. Kompos yang dibuat bertekstur agak remah dan
sedikit basah, maka kompos masih terdekomposisi sebagian dan belum sepenuhnya
matang.

29 | P a g e
ACARA IV
PENGOLAHAN SAMPAH DAPUR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan terbesar di bumi ini adalah semakin
meningkatnya jumlah sampah. Peningkatan jumlah sampah berkaitan erat
dengan pertumbuhan manusia tiap tahunnya. Apabila terus dibiarkan menumpuk
maka akan membawa dampak yang buruk bagi semua makhluk hidup di bumi.
Maka dari itu, perlu dilakukannya pengelolaan sampah untuk menjaga
keseimbangan lingkungan.
Untuk mengurangi permasalahan sampah ini dapat diatasi dengan
mengolahnya menjadi pupuk. Pupuk dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pupuk
organik dan anorganik. Banyaknya para petani yang masih menggunakan pupuk
anorganik hingga saat ini juga bisa menimbulkan permasalahan yang serius.
Perlu dilakukan perubahan dengan mengganti pemakaian pupuk anorganik
menjadi pupuk organik. Pupuk organik bisa dibuat sendiri dengan mudah karena
berasal dari limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga seperti sisa sayur dan
buah dapat diolah menjadi pupuk organik cair (POC). Selain ramah lingkungan
pupuk organik cair (POC) juga lebih menghemat biaya.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum “Pengolahan Sampah Dapur” Acara IV adalah
untuk mengetahui proses pembuatan POC (Pupuk Organik Cair) dan mengetahui
manfaat dari POC.

30 | P a g e
II. TINJAUAN PUSTAKA

Sampah merupakan materi, bahan maupun segala sesuatu yang tidak


diinginkan, baik itu merupakan sisa atau residu maupun buangan (Kahfi, 2017).
Ditengah kepadatan aktivitas manusia, masalah sampah masih menjadi masalah yang
serius yang belum bisa tertangani dengan tuntas, khususnya di kota-kota besar.
Sampah yang tidak mendapat penanganan yang serius dapat mengakibatkan
pencemaran, baik polusi udara, polusi air, maupun polusi tanah.
Pupuk organik cair (POC) adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan
organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan
unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah mampu
mengatasi defisiensi hara secara cepat, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan
juga mampu menyediakan hara secara cepat. Jika dibandingkan dengan pupuk
anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman meskipun
sudah digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan
pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung
dimanfaatkan oleh tanaman (Hadisuwito, 2012). Selain memiliki kelebihan
kekurangan dari POC ini adalah tidak tahan lama, pembuatannya memakan waktu
yang cukup lama, tingkat kontaminasi sangat tinggi, dan lain-lain.
Penggunaan bahan yang sesuai sangat mempengaruhi keberhasilan pembuatan
pupuk organik cair dalam menghasilkan mikroorganisme. Mikroorganisme memiliki
peran penting dalam degradasi substrat dalam proses fermentasi. Pada akhir proses
fermentasi, fitohormon seperti auksin dan sitokinin, asam organik dan pemacu
pertumbuhan tanaman hadir dalam pupuk organik cair (Phibumwatthanawong &
Riddech, 2019).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan POC
yaitu bahan yang digunakan merupakan bahan organic seperti sisa sayur dan buah;
suhu yang sesuai (tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah) karena dapat
menyebabkan denaturasi pada bakteri; kelembaban yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme. Kelembaban yang tinggi dapat menjadikan mikroorganisme
mendekomposisi dengan cepat. Intensitas cahaya yang berkaitan dengan proses
fermentasi yang tidak terkena sinar matahari langsung.

31 | P a g e
III. METODOLOGI

Praktikum Acara IV dilaksanakan di Desa Campurejo, Kota Kediri, Jawa


Timur. Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu ember cat bekas sebanyak dua buah,
keran pancuran, pisau / solder / bor / obeng yang dipanaskan untuk mempermudah
melubangi ember. Cara kerja yang pertama yaitu membuat ember bawah dengan
melakukan pemasangan kran (kran dispenser yang ada seal ganda dipilih agar rapat)
dengan posisi di samping bawah ember, sekitar 5 cm di atas dasar. Kedua, memotong
tutup ember dengan diambil bagian tepinya saja. Tujuannya adalah untuk dijadikan
sebagai penyangga ember atas. Selanjutnya pembuatan ember atas yang pertama
adalah membuat lubang-lubang kecil (diameter 5 mm) sebanyak mungkin pada
bagian bawah untuk pengatusan. Ketiga, membuat lubang kecil sebanyak empat buah
(diameter 5 mm), pada bagian samping atas ember di bawah tutup. Fungsi lubang
kecil tersebut untuk mengatur sirkulasi udara dan tempat masuk telur atau larva muda
yang baru saja menetas.

32 | P a g e
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman, limbah agroindustri, kotoran hewan, dan kotoran manusia
yang memiliki kandungan lebih dari satu unsur hara. Kebutuhan pupuk cair terutama
yang bersifat organik cukup tinggi untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi
pertumbuhan tanaman. Kandungan unsur haranya terdiri dari N 3 - 6%, P2O5 3 - 6%,
K2O 3 - 6% dan nilai pH yang berkisar 4-9. Cara pemberiannya dapat dengan cara
dicampur dalam larutan air dan dapat juga diberikan secara langsung pada tanaman
dengan cara menyiramkannya.
Pada praktikum yang telah dilakukan ember ditutup rapat agar menimbulkan
suasana panas dan lembab di dalam ember sehingga mikrobia bawaan dari buah cepat
berkembang. Mikrobia tersebut berperan dalam merombak bahan organik agar
proses dekomposisi dapat berjalan dengan cepat. Lindi yang dihasilkan dibiarkan
terkumpul di ember bawah selama kurang lebih satu bulan untuk dilanjutkan dengan
proses pematangan menjadi pupuk organik cair (POC). Proses pemanenan POC
dilakukan dengan cara membuka kran pada ember tumpuk lalu lindi dimasukkan ke
dalam botol bening dengan tutup dikendorkan. Kemudian air lindi dijemur di terik
matahari sampai warna berubah menjadi hitam coklat dan aromanya tidak
menyengat.
Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil air lindi berwarna hitam dan
baunya tidak menyengat. Air lindi tersebut diperoleh dari pemisahan antara zat padat
dan zat cair di dalam komposter melalui lubang-lubang kecil yang telah dibuat.
Pupuk organik cair yang telah matang memiliki sifat bentuk warna yaitu coklat
kehitaman (Irawan et al., 2020). Warna larutan POC yang terlalu berwarna hitam
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya lamanya proses fermentasi. Pupuk
organik cair yang baik berwarna cokelat sampai hitam tergantung dari bahan yang
digunakan dalam pembuatan pupuk cair. Selain warna, kematangan POC juga dapat
diamati dengan mencium larutan POC. Apabila POC memiliki bau yang tidak terlalu
menyengat maka selama proses fermentasi mikroorganisme mengurai bau ammonia
dengan baik.

33 | P a g e
V. KESIMPULAN

Proses pembuatan POC dilakukan dengan menutup rapat ember agar


menimbulkan suasana panas dan lembab di dalam ember sehingga mikrobia bawaan
dari buah cepat berkembang. Lindi yang dihasilkan dibiarkan terkumpul di ember
bawah selama kurang lebih satu bulan untuk dilanjutkan dengan proses pematangan
menjadi pupuk organik cair (POC). Proses pemanenan POC dilakukan dengan cara
membuka kran pada ember tumpuk lalu lindi dimasukkan ke dalam botol bening
dengan tutup dikendorkan. Kemudian air lindi dijemur di terik matahari sampai
warna berubah menjadi hitam coklat dan aromanya tidak menyengat.
Manfaat dari penggunaan POC adalah mampu mengatasi defisiensi hara secara
cepat, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan juga mampu menyediakan hara
secara cepat. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk organik cair
umumnya tidak merusak tanah dan tanaman meskipun sudah digunakan sesering
mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk
yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman.

34 | P a g e
ACARA V
PROBLEMATIKA KESUBURAN TANAH DI SEKITAR TEMPAT TINGGAL

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada sektor pertanian, tanah merupakan faktor yang berperan sangat
penting dalam menentukan usaha pertanian. Setiap daerah memiliki tingkat
kesuburan tanah yang berbeda-beda dan tergantung dari jenis tanah dan letak
geografis suatu daerah. Ada kalanya usaha pertanian gagal atau hasilnya tidak
maksimal karena kurangnya pemahaman tentang tingkat kesuburan tanah
mereka untuk jenis tanaman yang tepat dan sesuai. Kurangnya pengetahuan dan
pemahaman petani akan tingkat kesuburan tanah membuat petani kesulitan
dalam menentukan jenis tanaman yang tepat untuk mereka tanam.
Menurunnya kesuburan suatu tanah juga merupakan akibat dari hilangnya
unsur hara dari tanah akibat dari proses panen, aliran air di permukaan, dan
proses pelindian. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dan tidak sesuai
dosis juga mengakibatkan penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu,
penggunaan pupuk kimia secara berlebih dan tidak tepat dosis perlu dihentikan
agar kualitas lahan pertanian semakin meningkat.

B. Tujuan
Tujuan praktikum acara V “Problematika Kesuburan Tanah di Sekitar
Tempat Tinggal” adalah untuk mengetahui masalah kesuburan tanah di sekitar
tempat tinggal dan untuk mengetahui solusi yang tepat dalam mengatasi
permasalahan kesuburan tanah di sekitar.

35 | P a g e
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kesuburan tanah merupakan status suatu tanah yang menunjukkan kapasitas


untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk
pertumbuhan tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur manapun.
Penurunan kesuburan tanah dapat berupa berkurangnya konsentrasi hara yang
tersedia, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation, dan perubahan pH atau
disebut sebagai penurunan kesuburan kimiawi. Penurunan tersebut terjadi akibat
kemiskinan hara (lebih banyak yang diangkut daripada ditambahkan), penambangan
hara, pengasaman, kehilangan bahan organik, dan peningkatan kadar unsur-unsur
beracun (Munawar, 2018).
Kesuburan tanah dipengaruhi oleh sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, serta
faktor eksternal dan interaksi mikroorganisme di dalam tanah. Sifat fisika tanah yang
mempengaruhi kesuburan tanah diantaranya yaitu tekstur dan struktur tanah. Tekstur
tanah terdiri dari fraksi debu, lempung, dan pasir. Semakin halus tekstur tanah,
semakin banyak air yang dapat diikat oleh tanah sehingga tanaman dapat tumbuh
subur karena ketersediaan air yang cukup. Sedangkan struktur tanah sangat
dipengaruhi oleh tekstur tanah. Pada struktur yang kuat terdapat keseimbangan yang
baik antara udara dan air tanah sebagai medium larutnya unsur hara tanaman
sehingga struktur yang kuat ini merupakan struktur yang sangat baik untuk tanaman
(Hamid et al., 2017).
Sifat kimia yang mempengaruhi kesuburan tanah adalah pH tanah dan
kandungan unsur hara di dalam tanah. pH tanah merupakan kunci variabel yang
mempengaruhi sifat tanah dan pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman adalah tanah yang memiliki pH antara 6-7. Sifat biologi yang
mempengaruhi kesuburan tanah adalah keberadaan mikroorganisme yang ada di
dalam tanah. Mikroorganisme di dalam tanah berperan dalam mempercepat proses
dekomposisi bahan organik. Apabila mikroorganisme di dalam tanah banyak bahan
organik dapat terdekomposisi dengan cepat sehingga kesuburan tanah semakin
meningkat.
Selain sifat fisika, kimia, dan biologi kesuburan tanah juga dapat dipengaruhi
oleh fisiografi dan topografi. Tanah yang berada di daerah dataran rendah biasanya

36 | P a g e
lebih subur dibanding tanah pada daerah dataran tinggi. Suhu di daerah dataran tinggi
yang rendah mengakibatkan aktivitas mikroorganisme lambat dan proses
dekomposisi juga berjalan lambat. Pada daerah dataran rendah suhunya sangat
mendukung aktivitas mikroorganisme sehingga proses dekomposisi dapat berjalan
lebih cepat.

37 | P a g e
III. METODOLOGI

Praktikum Acara V “Problematika Kesuburan Tanah di Sekitar Tempat


Tinggal” dilaksanakan pada hari Minggu, 21 November 2021 pukul 07.30 yang
berlokasi di Desa Tamanan, Kec. Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Langkah
pertama yang dilakukan ialah dengan melakukan observasi secara langsung pada
lahan yang akan diamati. Kemudian melakukan wawancara dengan petani yang
berada di lokasi. Langkah selanjutnya yaitu mengisi borang pengamatan. Setelah itu
mendokumentasikan hasil pengamatan berupa foto dengan narasumber dan kondisi
lahan. Langkah terakhir adalah mencari solusi terkait permasalahan yang ada di
lahan.

38 | P a g e
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
A. Umum
Hari : Minggu
Tanggal : 21 November 2021
Waktu : 07.30 WIB
Lokasi : Desa Tamanan, Kec. Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur
Altitude : 107 mdpl
Fisiografi : dataran
Topografi : datar
Kedalaman air tanah : 18-20 m
Landuse : sawah

B. Identitas Narasumber
Nama : Pak Yudiono
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Petani

C. Petak/pot yang diamati


Panjang : 100 m2
Lebar : 100 m2
Volume (pot) :-
Jumlah (pot) :-

D. Keadaan tanah permukaan (top soil)


Tekstur (rabaan) : lempung debuan
Warna : cokelat tua
Struktur : halus
Kelengasan : tinggi
Kebatuan : sedikit

39 | P a g e
E. Keadaan lahan
Varietas : jagung
Jarak tanam : 20 cm
Umur sekarang : 4 bulan
Umur panen : 5 bulan
Pengolahan tanah : minimum tillage (dibajak)
Pupuk
- Organik : pupuk kandang
- Anorganik : pupuk ZA, pupuk phonska
Kenampakan tanaman : ada beberapa tanaman yang rusak akibat serangan hama
tikus

F. Pola tanam
Monokultur : padi dan jagung
Tumpang gilir :-
Tumpang sari :-
Rotasi :-

G. Produktivitas
MT I : Padi – Januari sampai April
MT II : Padi – April sampai Juli
MT III : Jagung – Juli sampai Desember

H. Permasalahan
Apabila ditinjau dari kesuburan tanahnya, maka tidak terdapat kendala atau
permasalahan. Namun, musim hujan yang terjadi sekarang ini menyebabkan
tanaman rusak dan muncul beberapa OPT seperti tikus yang dapat menurunkan
kualitas hasil produksi.

B. Pembahasan
Desa Tamanan merupakan salah satu desa yang terletak di Kota Kediri, Jawa
Timur. Desa Tamanan memiliki karakteristik topografi di daerah dataran rendah

40 | P a g e
yang berada di kaki Gunung Maskumambang dengan ketinggian 107 mdpl. Lahan
yang diamati merupakan sawah dengan kedalaman air tanah sekitar 18-20 m.
Pak Yudiono berusia 54 tahun bekerja sebagai petani memiliki lahan sawah
yang subur dengan luas 100 m2. Keadaan tanah permukaan yaitu bertekstur lempung
debuan, berwarna cokelat tua, strukturnya halus, kadar kelengasan tinggi, dan
kebatuan sedikit. Lahan pertanian ditanami tanaman pangan padi dan jagung dengan
pola tanam secara monokultur dengan jarak tanam 20 cm pada lahan. Pengolahan
tanah dilakukan dengan cara dibajak. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang,
pupuk Phonska, dan pupuk ZA. Masa tanam pertama adalah tanaman padi pada bulan
Januari sampai April, masa tanam kedua adalah padi pada bulan April sampai Juli,
dan masa tanam ketiga adalah jagung dengan masa tanam Juli sampai Desember.
Berdasarkan hasil dari pengamatan diketahui bahwa kondisi kesuburan tanah
tergolong baik karena kondisi wilayah dan topografi yang berada pada dataran
rendah. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bado & Bationo (2018) yang
menytakan bahwa tanah di daerah dataran rendah memiliki kondisi yang lebih baik
untuk produksi tanaman karena kandungan karbon organik tanah dan lempung yang
lebih tinggi, kapasitas tukar kation yang lebih baik dan kapasitas retensi air yang
lebih tinggi. Suhu di wilayah dataran rendah juga mampu meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah dalam proses dekomposisi.
Selain itu, kandungan hara pada lahan tercukupi oleh pemupukan serta sistem
irigasi yang bagus. Pupuk yang digunakan tidak hanya pupuk anorganik saja,
diberikan pula pupuk organik sehingga tidak terlalu mencemari lingkungan dan tetap
menjaga kesehatan serta kesuburan tanah. Apabila ditinjau dari kesuburan tanahnya,
maka tidak terdapat kendala atau permasalahan. Namun, musim hujan yang terjadi
sekarang ini menyebabkan tanaman rusak dan muncul beberapa OPT seperti tikus
yang dapat menurunkan kualitas hasil produksi.
Permasalahan hama tikus tersebut dapat dikendalikan dengan metode Trap
Barrier System (TBS) atau sistem perangkap bubu sebagai metode non kimiawi.
Metode ini telah diuji dan terbukti efektif dalam menurunkan kerusakan tikus di
lahan sawah beririgasi di Indonesia. Bagian utama dari sistem ini adalah petak Trap
Barrier System yang didalamnya terdapat perangkap. Di sekelilingnya dibuat parit
yang diisi air dan lubang masuk tikus dimana pada setiap lubang masuk dipasang

41 | P a g e
bubu perangkap yang dapat menangkap tikus dalam jumlah yang banyak (Ardika &
Darmiati, 2018).

42 | P a g e
V. KESIMPULAN

Lahan sawah milik Pak Yudiono yang berada di Desa Campurejo memiliki
kesuburan tanah yang bagus. Permasalahan dari lahan yang diamati adalah ketika
musim hujan muncul hama tikus yang dapat merusak tanaman. Permasalahan hama
tikus tersebut dapat dikendalikan dengan metode Trap Barrier System (TBS) atau
sistem perangkap bubu sebagai metode non kimiawi. Metode ini telah diuji dan
terbukti efektif dalam menurunkan kerusakan tikus di lahan sawah beririgasi.

43 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I. N. dan N. N. Darmiati. 2018. Aplikasi trap barrier system (tbs) untuk
menanggulangi hama tikus pada pertanian padi ramah lingkungan di subak
timbul Desa Gadung Sari Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan
Bali. Buletin Udayana Mengabdi 17(1): 86-91.
Ashlihah, M. M. Saputri, dan A. Fauzan. 2020. Pelatihan pemanfaatan limbah rumah
tangga organik menjadi pupuk kompos. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Bidang Pertanian 1(1): 30-33.
Bado, V. B. and A. Bationo. 2018. Integrated management of soil fertility and land
resources in sub-saharan Africa: involving local communities. Advances in
Agronomy 150: 1-33.
Damayanti, A. N. A., Nandariyah, and A. Yunus. 2021. Combination of ms medium
and gandasil d on banana shoots growth in vitro. Earth and Environmental
Science 637: 1-7.
Graha, T. B. S., B. D. Argo, dan M. Lutfi. 2015. Pemanfaatan limbah nangka
(Artocarpus heterophyllus) pada proses pengomposan anaerob dengan
menambahkan variasi konsentrasi em4 (effective microorganisme) dan
variasi bobot bulking agent. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem 3(2): 141-147.
Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia, Jakarta.
Hamid, I., S. J. Pratina, dan A. Hermawan. 2017. Karakteristik beberapa sifat fisika
dan kimia tanah pada lahan bekas tambang timah. Jurnal Penelitian Sains 19
(1): 23-31.
Handayanto, E., N. Muddarisna, dan A. Fiqri. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah.
UB Press, Malang.
Irawan, R., Asroh, K. Intansari, N.S. Meisani, T. Patimah, dan A. Atabany. 2020.
Pemanfaatan urine domba dalam pembuatan pupuk organik cair dan
pestisida nabati. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat 2 (1): 101-105.
Jin Z., C. Chen, X. Chen, I. Hopkins, X. Zhang, Z. Han, F. Jiang, and G. Billy. 2019.
The crucial factors of soil fertility and rapeseed yield – a five year field trial
with biochar addition in upland red soil, China. Science of Total
Environment 649: 1467-1480.

44 | P a g e
Kahfi, A. 2017. Tinjauan terhadap pengelolaan sampah. Jurisprudentie 4(1): 12-25.
Mansyur, N. I., E. H. Pudjiwati, dan A. Murtilaksono. 2021. Pupuk dan Pemupukan.
Syiah Kuala University Press, Aceh.
Munawar, A. 2018. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press, Bandung.
Nugroho, W.S. 2015. Penetapan standar warna daun sebagai upaya identifikasi status
hara (N) tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah regosol. Planta Tropika:
Jurnal Agrosains 3 (1): 8-15.
Phibumwatthanawong, T. and N. Riddech. 2019. Liquid organic fertilizer production
for growing vegetables under hydroponic condition. International Journal of
Recycling of Organic Waste in Agriculture 8: 369–380.
Prabowo, R., dan R. Subantoro. 2018. Analisis tanah sebagai indikator tingkat
kesuburan lahan budidaya pertanian di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah
Cendekia Eksakta 2(2): 59-64.
Prakash, S., and J. P. Verma. 2016. Global perspective of potash for fertilizer
production. Potassium Solubilizing Microorganisms for Sustainable
Agriculture 327–331.
Radziemska, M., M. D. Vaverkova, D. Adamcova, M. Brtnicky, and Z. Mazur. 2019.
Valorization of fish waste compost as a fertilizer for agricultural use. Waste
and Biomass Valorization 10 (9): 2537-2545.
Raksun, A. L. Japa, dan I. G. Mertha. 2019. Aplikasi pupuk organik dan npk untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif melon (Cucumis melo L.). Jurnal
Biologi Tropis 19(1): 19-24.
Sakalena, F. 2015. Pengaruh pemberian jenis kompos limbah pertanian dan pupuk
organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brasica
juncea L.) di polybag. Klorofil 10(2): 82-89.
Sipayung, M., R. R. M. Panjaitan, dan Mariaty. 2020. Pengaruh metode aplikasi dan
dosis pupuk npk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman buncis
(Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Ilmiah Rhizobia 2(2): 123-133.
Susila, K. D. 2013. Studi keharaan tanaman dan evaluasi kesuburan tanah di lahan
pertanaman jeruk Desa Cenggiling, Kecamatan Kuta Selatan. Agrotrop
3(2): 13-20.

45 | P a g e
Suwahyono, U. 2014. Cara Cepat Buat Kompos dari Limbah. Penebar Swadaya Grup,
Jakarta.
Tarigan, R. S., S. Sembiring, dan D. Dahang. 2021. Pengaruh penggunaan dosis pupuk
npk mutiara (16 – 16 – 16) dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman sawi (Brassica Juncea L). Agroteknosains 5(1): 67-79.
Widarti, B. N., W. K. Wardhini, dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan
baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi
Proses 5(2): 75-80.

46 | P a g e
LAMPIRAN

• ACARA 1
- Link video:
https://www.instagram.com/reel/CW36lomBtDk/?utm_source=ig_web_copy_link
- Tabel dan Diagram hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tanaman Jagung Setelah Berumur 1 Bulan


Jagung Jagung
Parameter Jagung 2 Jagung 4
1 3
Tinggi tanaman 90,2
144 cm 140,3 cm 69,2 cm
jagung cm
Jumlah daun jagung 6 helai 11 helai 7 helai 8 helai
Warna batang jagung Hijau Hijau Hijau Hijau
Hijau, bagian
Hijau
Warna daun jagung bawah agak Hijau Hijau tua
tua
kekuningan

Tinggi Tanaman Jagung


160

140
Tinggi tanaman jagung (cm)

120

100

80

60

40

20

Jagung 1 Jagung 2 Jagung 3 Jagung 4

Gambar 4.1 Diagram tinggi tanaman jagung

47 | P a g e
Jumlah Daun Tanaman Jagung
12

10
Jumlah daun jagung (helai)

Jagung 1 Jagung 2 Jagung 3 Jagung 4

Gambar 4.2 Diagram jumlah daun tanaman jagung

- Dokumentasi kegiatan

48 | P a g e
• ACARA 2
- Link foto :

https://www.instagram.com/p/CWoPkVhBqGc/?utm_source=ig_web_copy_link
https://www.instagram.com/p/CWoRXSKBjZ8/?utm_source=ig_web_copy_link
https://www.instagram.com/p/CWoTOiHhQRG/?utm_source=ig_web_copy_link

• ACARA 3
- Link video :

49 | P a g e
https://www.instagram.com/reel/CW4LF3PB0Rq/?utm_source=ig_web_copy_link

- Dokumentasi kegiatan

SS JURNAL DAN BUKU YANG DIGUNAKAN

50 | P a g e
• ACARA 4
- Link video :
https://www.instagram.com/reel/CW4bpS9g24s/?utm_source=ig_web_copy_link
- Dokumentasi kegiatan

51 | P a g e
• ACARA 5
- Link foto :
https://www.instagram.com/p/CWo7l7svu22/?utm_source=ig_web_copy_link
- Dokumentasi kegiatan

52 | P a g e
- Borang pengamatan
A. Umum
Hari : Minggu
Tanggal : 21 November 2021
Waktu : 07.30 WIB
Lokasi : Desa Tamanan, Kec. Mojoroto, Kota Kediri, Jawa
Timur
Altitude : 107 mdpl
Fisiografi : dataran
Topografi : datar
Kedalaman air tanah : 18-20 m
Landuse : sawah

53 | P a g e
B. Identitas Narasumber
Nama : Pak Yudiono
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Petani

C. Petak/pot yang diamati


Panjang : 100 m2
Lebar : 100 m2
Volume (pot) :-
Jumlah (pot) :-

D. Keadaan tanah permukaan (top soil)


Tekstur (rabaan) : lempung debuan
Warna : cokelat tua
Struktur : halus
Kelengasan : tinggi
Kebatuan : sedikit

E. Keadaan lahan
Varietas : jagung
Jarak tanam : 20 cm
Umur sekarang : 4 bulan
Umur panen : 5 bulan
Pengolahan tanah : minimum tillage (dibajak)
Pupuk
- Organik : pupuk kandang
- Anorganik : pupuk ZA, pupuk phonska
Kenampakan tanaman : ada beberapa tanaman yang rusak akibat serangan
hama tikus

F. Pola tanam
Monokultur : padi dan jagung

54 | P a g e
Tumpang gilir :-
Tumpang sari :-
Rotasi :-

G. Produktivitas
MT I : Padi – Januari sampai April
MT II : Padi – April sampai Juli
MT III : Jagung – Juli sampai Desember

H. Permasalahan
Apabila ditinjau dari kesuburan tanahnya, maka tidak terdapat kendala atau
permasalahan. Namun, musim hujan yang terjadi sekarang ini menyebabkan
tanaman rusak dan muncul beberapa OPT seperti tikus yang dapat
menurunkan kualitas hasil produksi.

55 | P a g e
56 | P a g e
57 | P a g e
58 | P a g e
59 | P a g e
60 | P a g e
61 | P a g e
62 | P a g e
63 | P a g e
64 | P a g e
65 | P a g e
66 | P a g e
67 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai