Laporan Pendahuluan: Disease Di Ruang Perinatologi Rsud Dr. Soebandi Jember
Laporan Pendahuluan: Disease Di Ruang Perinatologi Rsud Dr. Soebandi Jember
Oleh:
NIM 202311101093
1. Diagnosa Medis
Hirschprung Disease
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Manifestasi Klinis
f. Patofisiologi
g. Pemeriksaan Diagnostik
2) Barium Enema
Pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik
terpenting untuk mendeteksi penyakit hirschsprung. Pemeriksaan enema
barium harus dikerjakan pada neonatus yang mengalami keterlambatan
evakuasi mekonium dan disertai dengan distensi abdomen dan muntah hijau
meskipun dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi
usus telah mereda atau menghilang. Tanda-tanda klasik radiografik yang
khas untuk penyakit hirschsprung adalah:
a) Segmen sempit dari sfingter anal dengan panjang tertentu.
b) Zona transisi, daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi.
c) Segmen dilatasi.
Terdapat 3 jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada
pemeriksaan barium enema, yatu:
- Abrupt, perubahan mendadak
- Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
- Funnel, bentuk seperti cerobong
5) Biopsi rektum
Pemeriksaan jenis ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit
Hirschsprung. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk
dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung akan
tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi
hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap.
Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan
anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung
tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh,
biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit
Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan
yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksai di
bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit
Hirschsprung.
6) Pemeriksaan Genetik
Minimal terdapat 12 gen yang dianggap berperan terhadap terjadinya
penyakit hirschsprung, yaitu RET, GDNF, NRTN, SOX10, EDNRB, EDN3,
ECE1, ZFHX1B, TCF4, PHOX2B, KBP1, dan L1CAM. Namun, mutasi pada
gen-gen di atas hanya ditemukan pada 21% pasien penyakit hirschsprung.
Sebaliknya, polimorfisme pada intron 1 gen RET (rs2435357) ditemukan
pada hampir 80% pasien hirschsprung, sehingga polimorfisme ini dianggap
sebagai faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit hirschsprung.
7) Laboratorium
a) Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan
pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b) Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit
dan platelet preoperatif.
c) Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
h. Penanganan
1) Dekompresi
Dekompresi dilakukan bila terdapat perut kembung dan muntah
berwarna hijau dengan pemasangan pipa orogaster/nasogaster dan pipa
rektum serta dilakukan irigasi feces dengan menggunakan NaCl 0.9% 10-20
cc/kgBB, bila irigasi efektif dapat dilanjutkan sampai cairan yang keluar
relatif bersih (PerMenKes, 2017).
3) Penatalaksanaan Medis
a) Prosedur Penarikan Usus (laparoscopic pull-throught)
Pada prosedur ini dokter akan memotong dan membuang bagian usus
besar yang tidak memiliki saraf, kemudian menyambung usus yang sehat
langsung ke anus (Holcomb,2010).
b) Prosedur Swenson
Tujuan swenson pull-through adalah untuk menghilangkan seluruh kolon
aganglionik, dengan end-to-end anastomosis di atas anal sphingter.
operasi awalnya dilakukan melalui laparotomi, dengan anatomosis
dilakukan perineum setelah mengalami rektum aganglionik
(Holcomb,2010).
c) Prosedur Soave
Prosedur Soave melibatkan reseksi mukosa dan submukosa rektum dan
menarik melalui ganglion usus normal melalui manset berotot
aganglionik rektum. Itu diperkenalkan pada 1960-an dan awalnya tidak
termasuk bergabung secara formal. Itu tergantung pada pembentukan
jaringan parut antara segmen pull-through dan usus aganglionik
sekitarnya (Holcomb,2010).
d) Prosedur Duhamel
Prosedur duhamel adalah tindakan operasi yang memotong usus besar
yang tidak memiliki saraf dan pembuluh darah, lali menyambung usus
besara yang memiliki saraf dengan stapler linear untuk membuat lumen
baru(Holcomb,2010).
Penyakit Hirschprung
Hipertrofi otot kolon pada sub Kegagalan springter anal internal relaksasi Respon keluarga & anak
proksimal (zona peralihan terhadap hospitalisasi
antara usus dan persyarafan)
Motilitas usus menurun Respon psikologis perawatan
dan pengobatan
Kolon distal berdilatasi
Terjadi konstipasi atau obstipasi
Ansietas
Akumulasi feses dan gas
Diare
Tidak dapat mendorong Terputusnya Kerusakan integritas
yang dicerna kontinuitas jaringan kulit/ jaringan
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
Tidak dapat mendorong Terputusnya
yang dicerna kontinuitas jaringan
Defisit nutrisi
4. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada bayi aterm), jenis
kelamin (lebih banyak laki–laki dari pada perempuan), pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
registrasi, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung distensi abdomen.
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB,
distensi abdomen, kembung, muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat Antenatal Care: pemeriksaan yang dilakukan pada setiap
trimester (apakah rutin dilakukan, dimana, siapa yang memeriksa),
pemeriksaan penunjang (seperti USG), TBJ: <3000gram, penyulit
selama kehamilan
b) Riwayat intranatal: aterm, BBL <3000gram
c) Riwayat Post natal: meconium keluar > 24jam, muntah berwarna
hijau, terlihat distensi abdomen, konstipasi, kemungkinan dapat
terjadi enterokolitis
5) Riwayat Nutrisi
Makan dan minum berkurang, nafsu makan menurun karena merasa
mual dan muntah serta adanya distensi abdomen.
6) Riwayat psikologis
Pada anak yang dirawat di rumah sakit cenderung mengalami stress
karena hospitalisasi
7) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga menderita penyakit yang sama
8) Riwayat sosial
Tidak terganggu
9) Riwayat tumbuh kembang
Proses perkembangan tidak mengalami gangguan. Proses pertumbuhan
kemungkinan mengalami keterlambatan akibat asupan nutrisi yang
kurang disebabkan oleh nafsu makan anak menurun karena merasa
mual, muntah dan begah.
10) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Kebutuhan istirahat dan aktifitas terganggu, anak menjadi sering rewel
karena keluhan sakit perut
Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
Terlihat otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, respiration
rate meningkat, anak mengeluh sesak, suara napas vesikuler.
2) Blood (B2)
Nadi dalam batas normal, tidak teraba pembesaran jantung, palpasi
jantun redup, auskultasi S1 S2 tunggal.
Terdapat kemungkinan kenaikan suhu apabila telah terjadi enterokolitis
3) Brain (B3)
Kesadaran compos mentis, tidak terdapat gangguan pada system syaraf
4) Bladder (B4)
Dalam batas normal
5) Bowel (B5)
Pasien atau keluarga mengeluhkan pasien tidak bisa BAB, terlihat
adanya distensi abdomen, perut kembung, bising usus menurun,
terdapat nyeri tekan, pasien mengalami muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah), adanya kram, tenderness.
6) Bone (B6)
Keterlambatan pertumbuhan tulang akibat asupan nutrisi berkurang.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Konstipasi (D.0049) b.d penyakit hirsprung
2) Defisit nutrisi (D.0019) b.d enterokolitis
3) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) d.d disfungsi regulasi
endokrin
4) Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
5) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b.d luka post operasi
6) Resiko infeksi (D.0142) d.d tindakan invasif
7) Ansietas (D.0080) b.d kondisi diagnosis penyakit
b. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
No. keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Konstipasi Konstipasi tidak dirasakan kembali setelah Manajemen eliminasi fekal (I.04151)
(D.0049) diberikan asuhan keperawatan selama …x24 Observasi
jam, dengan kriteria hasil: 1. Monitor BAB (mis. warna, frekuensi,
Eliminasi Fekal (L.04033) konsistensi dan volume)
1. Distensi abdomen menurun 2. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi atau
2. Teraba massa pada rektal hilang impaksi
3. Nyeri abdomen menurun 3. Identifikasi masalah usus (periksa pergerakkan
4. Kram abdomen menurun usus, tanda dan gejala ruptur usus)
5. Peristaltik usus membaik 4. Identifikasi pengobatan yang berefek pada
6. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun kondisi gastrointestinal
7. Mengejan saat defekasi menurun Terapeutik
5. Berikan air hangat setelah makan
6. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
7. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
8. Jelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltik usus
9. Anjurkan pengurangan asupan makanan yang
meningkatkan pembentukan gas
10. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian obat supositoria, jika
perlu
2. Defisit nutrisi Nutrisi pasien terpenuhi sesuai kebutuhan setelah Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) diberikan asuhan keperawatan selama …x24 Observasi
jam, dengan kriteria hasil: : 1. Identifikasi status nutrisi
Fungsi gastrointestinal (L.03019) 2. Identifikasi alergi dan intolerasi makanan
1. Toleransi terhadap makanan membaik 3. Identifikasi makanan yang disukai pasien
2. Nafsu makan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Mual menurun 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
4. Muntah menurun nasogastrik
5. Dispepsia menurun 6. Monitor asupan makanan
Status nutrisi (L.03030) 7. Monitor berat badan
6. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
7. Rasa cepat kenyang menurun Terapeutik
8. Diare tidak ada 9. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
11. Berikan makanan tinggi protein dan kalori
12. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk jika pasien mampu
14. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemeberian medikasi sebelum
makan (mis. pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
3. Resiko Resiko ketidakseimbangan elektrolit teratasi Manajemen elektrolit (I.03102)
ketidakseimbangan setelah diberikan asuhan keperawatan selama Observasi
elektrolit (D.0037) …x24 jam, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda dan gejala ketidakseimbangan
Keseimbangan cairan (L.03028) kadar elektrolit
1. Kelembapan membran mukosa meningkat 2. Identifikasi penyebab ketidakseimbangan
2. Edema menurun elektrolit
3. Asites menurun 3. Identifikasi kehilangan elektrolit melalui cairan
4. TD membaik (mis. diare)
5. Mata cekung membaik 4. Monitor kadar elektrolit
6. Turgor kulit membaik 5. Monitor efek samping pemberian elektrolit
7. Berat badan membaik Terapeutik
6. Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien jika
perlu
7. Berikan diet yang tepat (mis. tinggi kalium,
rendah natrium)
Edukasi
8. Jelaskan jenis, penyebab dan penanganan
ketidakseimbangan elektrolit
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian suplemen elektrolit (mis.
oral, IV, NGT) sesuai indikasi
4. Nyeri akut Nyeri yang dirasakan pasien berkurang setelahPemberian Analgesik (I.08243)
(D.0077) diberikan asuhan keperawatan selama …x24 Observasi
jam, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi karakteristik nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi riwayat alergi obat
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan
2. Nampak wajah meringis tidak ada tingkat keparahan nyeri
3. Sikap protektif pada area yang dirasa nyeri
Terapeutik
menurun 4. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
4. Kesulitan tidur menurun mengoptimalkan respons pasien
5. Ketegangan otot menurun 5. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik
6. Mampu mobilisasi atau beraktifitas dan efek yang tidak diinginkan
meningkat Edukasi
7. Pola tidur membaik 6. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
7. Berkolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik
5. Gangguan Nyeri pasien hilang dan kemerahan pada luka Perawatan luka (I.14564)
integritas mereda setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi
kulit/jaringan selama …x24 jam, dengan kriteria hasil: 1. Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
(D.0129) warna, ukuran dan bau)
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 2. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Perfusi jaringan meningkat
Terapeutik
2. Perdarahan menurun 3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
3. Suhu kulit membaik
4. Nekrosis tidak ada 4. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
5. Bersihkan dengan cairan NaCl / pembersih
Pemulihan pasca bedah (L.14129) nontoksi sesuai kebutuhan
5. Area luka operasi membaik 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Mobilitas meningkat 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan
7. Kemampuan melakukan perawatan diri perawatan luka
meningkat Edukasi
8. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
9. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
10. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian antibiotik
6. Resiko infeksi Resiko infeksi teratasi setelah diberikan asuhan Pencegahan infeksi (I.14539)
(D.0142) keperawatan selama …x24 jam, dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Tingkat infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit
2. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3. Personal hygine meningkat pasien serta lingkungan pasien
4. Kemerahan menurun 4. Pertahankan teknik aseptic
Edukasi
Status imun (L.14133) 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
5. Sel darah putih membaik
6. Integritas kuli meningkat 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Suhu tubuh membaik dalam rentang normal 7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
7. Ansietas (D.0080) Ansietas teratasi setelah diberikan asuhan Reduksi ansietas (I.09314)
keperawatan selama …x24 jam Observasi
1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
KH : nonverbal)
Tingkat ansietas (L.09093) Terapeutik
1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang menumbuhkan kepercayaan
dihadapi menurun 3. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3. Perilaku gelisah menurun 4. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Tremor menurun 5. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Pucat menurun 6. Gunakan pendekatan yang tenang dan
6. Konsentrasi membaik meyakinkan
Edukasi
7. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
8. Anjurkan keluarga untuk tetap menemani pasien
9. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
10. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Chhabra, S., Harwood, R., & Kenny, S. E. 2019. Hirschsprung’s Disease. Surgery
(Oxford). doi:10.1016/j.mpsur.2019.09.005.
Holcomb. G.W., Patrick. J.M., Daniel. J.O. 2010. Ashcraft Pediatrict Surgery
Sixth Edition. Kansas City: Elsevier.
Luanne, L.-P. & Haile, G., 2017. Safe Maternity And Pediatric Nursing Care.
Philadelphia: Davis Company.
RSUP. Dr. Sardjito. 2020. Waspada Penyakit Hirschsprung Pada Bayi Baru Lahir.
https://sardjito.co.id/2020/01/31/waspada-penyakit-hirschsprung-pada-bayi
-baru-lahir/. [Diakses pada 07 Maret 2021]
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.