Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

KRITERIA PERENCANAAN

4.1 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN


4.1.1Konsep Perencanaan Geometrik
Perencanaan Alinyemen horizontal dan vertikal dilakukan dengan

mempertimbangkan factor-faktor geometrik, hidrologi, drainase, geologi,

lingkungan serta faktor-faktor lain yang terkait secara terpadu.


Gambaran umum konsep perencanaan serta batasan-batasan yang diambil

dalam menentukan alinyemen horizontal dan vertikal adalah sebagai berikut :


1.Keamanan dan kenyamanan untuk lalu lintas sedapat mungkin dipertahankan

dengan memenuhi persyaratan geometric.


2.Dalam hal lengkung horizontal dan lengkung vertikal terjadi bersamaan ataupun

pada jarak yang berdekatan, maka akan dilakukan koordinasi antara

keduanya, sehingga dapat memberikan efek geometrik yang

menguntungkan bagi pengguna jalan.


3.Fungsi sungai yang ada, saluran pembuangan drainase, saluran irigasi serta

fasilitas-fasilitas umum yang akan terpotong jalan, diusahakan untuk

dipertahankan.
4.Penentuan alinyemen horizontal dan vertickal akan memperhitungkan aspek

biaya, yaitu seefisien dan semurah mungkin seperti misalnya: volume

galian dan timbunan harus seimbang.


4.1.2 Standard Perencanaan Geometrik
Dalam merencanakan geometric jalan, sejauh mungkin berpegang pada:
1.Buku Peraturan Standar Tatacara Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota

no.038/T/BM/1997 dari Direktorat Jendral Bina Marga.


2.Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota, Direktorat

Jendral Bina Marga, Desember 1990.


3.A Policy on Geometric Design of highway and Streets, AASHTO, Tahun 1994.
4.1.3 Kriteria Desain Geometrik
Kriteria design geometrik secara ringkas disajikan seperti pada Tabel

berikut ini:

SATUA DAERAH
URAIAN
No N Dataran Perbukitan Pegunungan

Laporan Pendahuluan I V- 1
1. Kecepatan Rencana Km/jam 60 40 20
2. Jarak Pandang henti m 75 40 16

minimum
3. Jarak pandang m 350 200 100

mendahului
ALINYEMEN HORISONTAL
1 Jari-jari minimum m 115 50 15

2 Jari-jari minimum tanpa m 1000 420 200

superelevasi
3 Jari-jari minimum tanpa m 500 250 60

lengkung peralihan
4 Panjang maksimum m 2000 1750 1500

bagian lurus
5 Panjang lengkung m 40 25 15

minimum
6 Kemiringan Run Off 1/160 1/120 1/1000

7 Superelavasi % 10

8 Maksimum
Lebar Daerah Milik m
Akan ditentukan dilapangan
Jalan

PERKERASAN

Lebar m 6.0 (*)

Konstruksi - Lapen (*)

Lereng Melintang % 4 (*)

9 BAHU
Lebar m 2.0 (*)

Konstruksi bertahap - JAPAT (*)

Lereng melintang % 6 (*)

10 Kelandaian Maksimum % 9 11 13

11 Panjang kritis m 340 250 250

Tabel 4.1 Standar Perencanaan Geometrik


a.Perencanaan Alinyemen Horisontal
Faktor-faktor berikut adalah merupakan pertimbangan dalam

penarikan alinyemen horizontal.


1. Sedapat mungkin menghindari fasilitas-fasilitas umum seperti

Laporan Pendahuluan I V- 2
pasar, sekolah tempat ibadah dsb.
2. Sedapat mungkin menghindari kawasan terlarang seperti hutan

lindung, suaka margasatwa dsb.


3. Sedapat mungkin menghindari kawasan-kawasan permukiman

padat dan sawah irigasi teknis.


b. PerencanaanAlinyemen Vertikal
Rujukan dasar yang dijadikan referensi dalam merencanakan

alinyemen vertikal adalah sebagai berikut:


1. Sungai-sungai dan saluran irigasi yang mempunyai jalan

inspeksi, kebebasan vertikalnya harus tetap dijaga sesuai

standar yang ditetapkan.


2. Finish Road Level minimum harus berada 0,80 – 1.00 m diatas

muka air banjir rencana (pada daerah datar).


3. Tinggi timbunan pada daerah tanah lunak (soft ground) harus

tetap dijaga serendah mungkin,yaitu untuk mengurangi usaha-

usaha perbaikan dan juga untuk mengurangi waktu

pelaksanaan. Akan tetapi tinggi air fase board saluran drainase

harus tetap dijaga.


4. Jika memungkinkan, penggalian daerah tanah ekspansif

sedapat mungkin dihindari.


c. Perencanaan Potongan Melintang (cross section)
1. Jumlah lajur
Perencanaan potongan melintang dipengaruhi oleh

kebutuhan untuk menyediakan jumlah lajur lalu lintas.Namun

demikian untuk daerah diluar perkotaan dan jalan baru

umumnya terdiri dari 2 lajur 2 arah.


2.Bagian potongan melintang
Bagian-bagian potongan melintang dapat diringkas

sebagai berikut:
1.Jumlah lajur
2.Lebar lajur
3.Lebar bahu jalan
4.Lebar median (jika ada)
5.Kemiringan melintang perkiraan normal
6.Super elevasi maximum

Laporan Pendahuluan I V- 3
7.Kemiringan samping.
Kemiringan samping pada bagian timbunan adalah

1:2 (2H:1V) untuk timbunan lebih kecil dari 6 m.

Bagaimanapun tinggi timbunan yang mungkin tanpa

perkuatan ini akan sangat tergantung pada jenis

tanahnya.
Kemiringan samping pada bagian galian untuk

tujuan praktis diambil 1:2 (2H:1V) dengan tinggi

timbunan kurang dari 6 m. Untuk perencanaan

detail,tinggi dari galian ini akan tergantung pada hasil

analisis stabilitas lereng.


3.Saluran Drainase dan Pengontrol Gerusan
Perencanaan drainase harus dikaitkan dengan

keamanan,penampilan yang baik serta murah dalam

perawatan.
Air hujan yang jatuh diatas perkiraan akan mengalir

kearah samping secara lateral, hal ini dipengaruhi oleh super

elevasi pada daerah tersebut. Aturan umum untuk drainase

pada kamus jalan terletak pada daerah timbunan adalah

dengan membiarkan aliran air melewati bahu dan jatuh

kesaluran yang diperkeras.


4.2 PERENCANAAN PERKERASAN
Secara umum perkerasan jalan dibedakan menjadi dua macam yaitu perkerasan

lentur (flexible) dan perkerasan kaku (rigid pavement)


Perbedaan yang mendasar antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku adalah

dalam hal bagaimana perkerasan-perkerasan tersebut mendistribusikan beban yang di

limpahkan yang diatasnya terhadap lapisan tanah dasar. Pada perkerasan beton semen

yang didistribusikan keatas permukaan subgrade akan relatif lebih luas dibandingkan

dengan perkerasan lentur. Hal ini terjadi disebabkan karena beton semen mempunyai

modulus elastisitas yang cukup tinggi.


Untuk mendisan tebal perkiraan lentur di lakukan berdasarkan petunjuk

perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya SKB I 2.3.26.1987 UDC : 625.73 (02),

yang merupakan penyempurnaan dari buku pedoman penentuan tebal perkerasan lentur

jalan raya No. 01/PD/B/1983. Sedangkan untuk mendisain tebal perkerasan kaku

Laporan Pendahuluan I V- 4
dilakukan berdasarkan petunjuk perencanaan perkerasan kaku (rigid pavement), 1988.
Untuk perencanaan teknis pemeliharaan Jalan Bilai – Magataga – Wandae,

cenderung memakai flexible pavement mengingat tipe perkerasan ini biasa dilakukan

secara bertahap.
1.1 Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur (flexible pavement) mempunyai struktur yang berlapis-

lapis, maka konsep yang digunakan pada perkerasan ini adalah konsep multi layar

elastic system.
Setiap lapisan mempunyai kualitas yang berbeda-beda, dimana kualitas

material yang lebih tinggi ditempatkan pada atau dekat lapisan permukaan.

Susunan lapisan perkerasan lentur antara lain meliputi lapis permukaan (surface

course),lapis pondasi (base course),serta lapis pondasi bawah (sub base) dan

semua lapis ini disusun diatas tanah dasar (sub grade) yang terlebih duhulu

dipadatkan. Karena modulus elastisitas yang tidak terlalu tinggi, penyebaran gaya

ke tanah dasar relative tidak begitu luas. Sehingga dalam hal ini kekuatan tanah

dasar cukup besar pengaruhnya terhadap perencanaan tebal perkerasan.


Material yang diperlukan untuk membuat perkerasan lentur adalah material

batuan atau agregat seperti batu pecah,pasir,sirtu serta aspal minyak sebagai

bahan pengikat.
Lapisan yang umumnya cukup bervariasi dari perkerasan lentur adalah

lapisan permukaannya kombinasi dari lapis permukaan dengan lapis-lapis lain

dibawahnya seperti lapis pondasi serta lapis pondasi bawah akan menghasilkan

suatu nilai Index Tebal Perkerasan (ITP) tertentu yang di sesuaikan dengan

kebutuhan untuk dapat memikul beban lalu lintas serta komposisinya.


1.2Metode Desain
Parameter-parameter yang diperlukan dalam desain struktur perkerasan

lentur dengan cara Bina Marga adalah sebagai berikut:


1.Beban lalu lintas
2.Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)
3.Indeks Permukaan
4.Faktor Regional
5.Material
Dilembar berikut ini diperlihatkan bagan alir untuk desain tebal lapisan

perkerasan lentur untuk jalan baru.

Laporan Pendahuluan I V- 5
Kekuatan Tanah Dasar
Daya Dukung Tanah Input parameter
(DDT) Perencanaan

Faktor Regional
- Intensitas Curah Hujan
- Kelandaian Jalan
- % Kendaraan Berat Kontruksi
- Pertimbangan Teknis bertahap

Ya Tidak

Bahan Lalu-Lintas Tentukan ITP


LER pada jalur rencana Tentukan ITP1 Selama UR
Tahap I

Tentukan ITP1+ 2
Kontruksi bertahap atau tidak Untuk Tahap I
dan pentahapannya & Tahap II

Indeks permukaan
Awal – Ipo
Akhir – Lpt

Tentukan ITP1 Tentukan ITP


Jenis lapisan perkerasan
Tahap I Selama UR

FINISH

Gambar 4.1. Bagan alir Desain tebal lapisan perkerasan lentur untuk jalan baru

Laporan Pendahuluan I V- 6
4.3 PROSES PERENCANAAN DRAINASE
4.3.1 Data Hujan
Analisa hidrologi dimaksudkan untuk menentukan debit banjir rencana yang

akan di pakai sebagai dasar perhitungan bentuk penampang hidrolis saluran

drainase. Besarnya debit rencana dihitung berdasarkan data curah hujan harian

maksimum.
Pada stasiun hujan kadang –kadang mengalami suatu kekosongan data

pencatatan . Data yang tidak lengkap diperlukan penaksiran data yang hilang

dengan metode Rasio Normal.Syarat untuk menggunakan cara ini adalah tinggi

hujan rata-rata tahunan stasiun yang datanya hilang harus diketahui disamping

data tinggi hujan rata-rata tahunan pada stasiun sekitarnya.

Metode Rasio Normal dirumuskan sebagai berikut :

RX RX RX
Rx = ra + rb + rn
RA RB RN

Dimana:
Rx = hujan pada stasiun yang dicari
N = jumlah stasiun hujan
RX = tinggi hujan rata – rata tahunan pada stasiun X (stasiun yang

datanya hilang)
RN = tinggi hujan rata – rata tahunan pada stasiun N
Rn = hujan pada saat yang sama dengan hujan yang dipertanyakan

Proses perencanaan hidrologi selengkapnya ditampilkan dalam gambar 4.2

diagram alir berikut:

Laporan Pendahuluan I V- 7
Input (limpahan)
Areal tangkapan
(A)
Koef.Run off (c)
Mulai Max.curah hujan
(R24)

Maks. Hujan rencana; Metode gumbel


Rt = R + Sx K
K=Yt-Yn
Sn
Yt=-In[-In{(Tr-1)/Tr}]

Intensitas Curah Hujan

Persamaan Dr. Mononobe Hujan (Jepang)


I = (R24/24) x (24/Tc)

Tc = to + td
11 = (2/3 3.28 Lo nd/S)o.167
t2 = 72 (H/L)o.6

Intensitas curah hujan


11 = (2/3 3.28 Lo nd/S)o.167
Limpasan (Qd)
Qd = C.I..A m3 /dot
3.6

No
Input (kapasitas)
Lebar dasar (b)
Minimum tinggi basah
(hw)
Koefisien Manning (c)

Perhitungan Kapasitas
Area basah (A) = b X hw
Keliling basah (P) = b + 2.hw
Radius hidrolik (R) = A/P
Velocity (V) = 1/n R2//3 S1/2
Kapasitas (Qc) = V.A

Yes

Yes

If Qc>
Qd

Dimensi saluran
Lebar dasar saluran (b)
Tinggi saluran (h) = hw + 0.1 hw
selesai

Gambar 4.2. Diagram Alir Perencanaan Drainase

Laporan Pendahuluan I V- 8
4.4 PERKIRAAN BIAYA DAN KUANTITAS
Perkiraan biaya pembangunan jalan dihitung berdasarkan kuantitas dari

masing-masing item pekerjaan, harga satuan dasar dan biaya borongan (lumpsum).

Perkiraan kuantitas pekerjaan dihitung dari gambar detail desain, analisa harga satuan

pekerjaan berdasarkan komponen harga material, peralatan dan upah tenaga kerja .

Harga tersebut akan mengacu kepada harga patokan setempat yang berlaku, sedangkan

analisa harga satuan dihitung dengan mengacu pada analisa Standar Bina Marga.

Laporan Pendahuluan I V- 9

Anda mungkin juga menyukai