Anda di halaman 1dari 54

MATERI 1

KONSEP DASAR SANITASI INDUSTRI DAN


K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
Winarko, SKM, M.Kes.
Winbonang.com
A. Latar Belakang
Menurut UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bawha
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Derajat kesehatan masyarakat salah satu faktornya melalui
upaya kesehatan lingkungan.
Menurut pasal 162 UU Kesehatan tersebut disebutkan bahwa tujuan
upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat menjamin
ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak menjadi risiko buruk bagi
kesehatan (pasal 163, ayat 1) dan Lingkungan sehat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
Kesehatan lingkungan maupun Sanitasi di tempat kerja salah satu
faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja yang pada
akhirnya menjadi indikator kesehatan dan produktivitas tenaga kerja. Oleh
karenanya upaya kesehatan lingkungan maupun sanitasi di Industri dan
Keseamatan dan kesehatan kerja (K3) harus mendapat pengawasan oleh
Tenaga Kerja yang memiliki kampuan dan kewenangan dalam
menjalankan tugasnya agar lingkungan menjadi aman bagi Tenaga Kerja
dan semua orang yang berada di Industri.
Menurut permenaker Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja pasal 1 ayat (3), bahwa Sanitasi adalah
usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan kegiatan kepada usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia. Kesehatan lingkungan memenuhi
persyaratan dan pelaksanaan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) Lingkungan kerja akan akan menghindarkan gangguan
kesehatan akibat lingkungan dan melindungi keselamatan maupun
penyakit akibat kerja. Mengingat bahwa pelaksanaan syarat-syarat K3
Lingkungan kerja bertujuan untuk mewujudkan Lingkungan Kerja yang
arnan, sehat, dan nyarnan dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
Latar belakang pentingnya Sanitasi Industri dan K3 dalam
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif digambarkan sebagai
berukut.

KOMPETENSI
TENAGA
KESLING
(SANITARIAN)

PENGAWASAN KUALITAS
SANITASI KESEHATAN TENAGA
INDUSTRI LINGKUNGAN KERJA SEHAT
& DAN K3 DI & PRODUKTIF
K3 INDUSTRI

REGULASI
UU K3 & KES.
PP KES. LING.
PERMENAKER

Gambar 1. Pentingnya Sanitasi Industri dan K3 Lingkungan Kerja


Berdasarkan latar belakang dan gambar 1 tentang pentingnya
Sanitasi Industri dan K3 Lingkungan kerja, maka dapat dijelaskan bahwa
kualitas kesehatan lingkungan dan K3 di Industri menjadikan tenaga kerja
sehat dan produktif. Kualitas kesehatan lingkungan dan K3 di Industri
tergantung dari pengawasan Sanitasi Industri dan K3 yang dijalankan oleh
tenaga kesehatan lingkungan/Sanitarian berkompeten dan adanya regulasi
yang mewajibkan pihak Industri menjadi terlaksananya pengawasan berupa
UU Nomor 1 tahun 2070 tentang Keselamatan Kerja, UU Nomor 36 tahun

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 2
2009 tentang Kesehatan, PP Nomor 66 tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan dan Permenaker Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

B. Beberapa Pengertian
1. Pengertian Sanitasi
Menurut W.H.O. (1965) bahwa Sanititasi (Sanitation) adalah “The
Control all Those Factors in Man’s Physical Environment Which Exercise
or May Exercise a Deletrious Effect on His Physical Development, Health,
Survival” atau Pengendalian atau pengawasan semua faktor-faktor
Lingkungan Fisik Manusia yang dalam praktik atau pada praktiknya
berdampak mengerikan terhadap Perkembangan Fisik, Kesehatan, dan
Kelangsungan Hidup).
Sanitasi menurut Victor M. Ehlers dan Steel (1958) bahwa
“Sanitation is the preventive of desease by eliminating or controlling the
environmental factors which link in the chain of transmission” atau
“Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau
mengendalikan faktor lingkungan yang menjadi rantai penularan”,
sedangkan menurut Ditjen PPM & PL Dep. Kes. RI, 2001 bahwa Sanitasi
didefinisikan “Sebagai upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian
faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit”.
Berdasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa Sanitasi adalah
“Upaya pencegahan pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor
lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit”.

2. Pengertian Kesehatan Lingkungan


Menurut hasil Musda Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia (HAKLI) di Bogor tanggal 21 Agustus 1994, bahwa Kesehatan
Lingkungan diartikan sebagai “Ilmu dan Seni dalam mencapai
kesimbangan, keselarasan dan keserasian lingkungan hidup melalui
upaya pengembangan budaya perilaku hidup bersih, sehat dan
pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang bersih, aman,
nyaman dan sejahtera sehingga dicapai kondisi yang terhindar dari

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 3
gangguan penyakit, pencemaran dan kecelakaan, sesuai dengan harkat
dan martabat manusia. Selanjutnya HAKLI merumuskan arti Kesehatan
Lingkungan, yaitu “Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya
untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.”
Menurut pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 66
Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan bahwa Kesehatan
Lingkungan adalah “upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan
kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health
Organisation (WHO) adalah “Those aspects of human health and disease
that are determined by factors in the environment. It also refers to the
theory and practice of assessing and controlling factors in the environment
that can potentially affect health”. Atau bila disimpulkan “Suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan
agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa 1) Kesehatan lingkungan sebagai keadaan
merupakan “kondisi yang dapat memberi keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan tentram” dan 2) Kesehatan
Lingkungan sebagau upaya merupakan “Upaya perlindungan,
pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju
keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin
meningkat.”

3. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Beberapa Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
menurut filosofi, keilmuan, OHSAS 18001:2007 dan secara praktis
(https://ak3u.com/pengertian-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3/) :

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 4
a. Secara filosofis :
bahwa K3 diartikan “Upaya/pemikiran dalam menjamin keutuhan
dan kesempurnaan jasmani rohani manusia pada umumnya dan
tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budaya yang
dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila”.
b. Secara keilmuan :
bahwa K3 merupakan “Semua Ilmu dan Penerapannya untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK),
kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
c. Secara praktis :
Bahwa K3 merupakan “Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di
tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja
maupun sumber dan proses produksi secara aman dan efisien dalam
pemakaiannya”
Selain pengertian di atas, bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada
keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain
(kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja (OHSAS
18001:2007)
Menurut pasal 1, ayat (1) Permenaker RI Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah “segala kegiatan untuk
rnenjamin dan melindungi keselarnatan dan kesehatan Tenaga Kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja”.

4. Pengertian Sanitasi Industri dan K3


Menurut beberapa pengertian tentang sanitasi industri dan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), maka dapat disimpulkan bahwa
Sanitasi Industri dan K3 merupakan “Sebagai upaya pencegahan penyakit

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 5
melalui pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai
penularan penyakit yang dapat berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok,
pengunjung dan tamu) di Industri atau tempat kerja.

C. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahwa Standar merupakan
“ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan”, sedangkan Baku
Mutu diartikan sebagai “batas atau kadar makhluk hidup, zat atau energi atau
komponen lain yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang adanya sesuai dengan peruntukannya”.

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan menurut pasal 1,


ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan diartikan sebagai “Spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan
pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung
terhadap kesehatan masyarakat.

D. Nilai Ambang Batas Persyartan Kesehatan


Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah
standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata
teriirnbang waktu (time weighted average) yang dapat diterirna Tenaga
Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu (pasal 1, ayat (7) Permenaker RI Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja)

E. Kompetensi Dasar Tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitarian)


Standar kompetensi Tenaga Kesehatan Lingkungan (Lulusan
Diploma III Kesehatan Lingkungan) atau sebutan profesinya sebagai “Teknisi
Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian) Level 5 adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan bidang kesehatan lingkungan yang terdiri dari kompetensi
utama, pendukung, dan lainnya yang gayut dengan kompetensi utama.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 6
Menurut Pasal 18 PMK 32 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Tenaga Sanitarian/Kesehatan Lingkungan disebutkan bahwa
Kewenangan/ kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Madya (Junior
Technical Sanitarian) Level 5, meliputi:
1. Melakukan pekerjaan kesehatan Lingkungan
2. Memilih metode pemecahan masalah kesehatan lingkungan dari beragam
pilihan yang sudah baku maupun belum baku
3. Melakukan analisis data terkait dengan kesehatan lingkungan
4. Melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri ataupun kelompok di
lingkup tanggungjawab pengawasannya
5. Memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan prosedural
dan inovatif secara komprehensif; dan
6. Melakukan Kerja Sama dan membuat laporan tertulis secara
komprehensif.
Kompetensi tersebut dijabarkan lebih lanjut sebagai kompetensi dasar
Tenaga Kesehatan Lingkungan (Lulusan Diploma III Kesehatan Lingkungan)
atau sebutan profesinya sebagai “Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical
Sanitarian) sebanyak 36 kompetensi, yaitu :
1. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik air dan limbah cair.
2. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia air dan limbah cair.
3. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi air dan limbah cair.
4. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan, getaran,
kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi.
5. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia udara.
6. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi udara.
7. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah dan limbah padat.
8. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia tanah dan limbah padat.
9. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitilogi tanah dan
limbah padat.
10. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik makanan dan minuman.
11. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia makanan dan minuman.
12. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi makanan
dan minuman.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 7
13. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi sampel
usap alat makanan dan minuman serta usap rektum.
14. Melakukan survei vektor dan binatang pengganggu.
15. Melakukan pengukuran kuantitas air dan limbah cair.
16. Mengidentifikasi makro dan mikro bentos di badan air.
17. Melakukan analisis dampak kesehatan lingkungan.
18. Melakukan pemeriksaan sampel toksikan dan biomonitoring.
19. Mengoperasikan alat pengeboran.
20. Melakukan pendugaan air tanah.
21. Melakukan pengeboran air tanah untuk pembangunan sarana air tanah.
22. Mengoperasikan alat-alat aplikasi pengendalian vektor.
23. Mengoperasikan alat-alat pengambilan sampel udara.
24. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan.
25. Melakukan pengelolaan sanitasi linen.
26. Melakukan pengelolaan limbah padat sesuai dengan jenisnya.
27. Melakukan pengendalian vektor dan binatang pengganggu.
28. Melakukan pengelolaan pembuangan tinja.
29. Monitoring pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
30. Melakukan surveillans kesehatan lingkungan.
31. Berwirausaha di bidang pelayanan kesehatan lingkungan.
32. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
lingkungan.
33. Menilai kondisi kesehatan perumahan.
34. Menerapkan prinsip-prinsip sanitasi pengelolaan makanan.
35. Mengawasi sanitasi tempat pembuatan, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, dan penggunaan pestisida.
36. Mengawasi sanitasi tempat-tempat umum.
37. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
38. Melakukan intervensi administratif sesuai hasil analisis sampel air, tanah,
udara, limbah makanan, minuman, vektor, dan binatang pengganggu.
39. Melakukan intervensi sosial sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara,
limbah makanan dan minuman, vektor, dan binatang pengganggu.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 8
F. Kompetensi Kritis Tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitarian)
Kompeten kritis Tenaga Kesehatan Lingkungan (Lulusan Diploma III
Kesehatan Lingkungan) atau sebutan profesinya sebagai “Teknisi Sanitarian
Madya (Junior Technical Sanitarian) sebagai dasar kemampuan yang wajib
dimiliki sebanyak 22 kompetensi sebagaimana tersebut pada tabel berikut ini.

Daftar Ketrampilan Kritis Bagi Lulusan Diploma III Kesehatan Lingkungan

No. Kompetensi
1. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik air dan limbah cair.
2. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia air dan limbah cair.
3. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi air dan limbah cair.
4. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan, getaran,
kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi.
5. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia udara.
6. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi udara.
7. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah dan limbah padat.
8. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia tanah dan limbah padat.
9 Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitilogi tanah
dan limbah padat.
10 Melakukan pemeriksaan kualitas fisik makanan dan minuman.
11 Melakukan pemeriksaan kualitas kimia makanan dan minuman.
12 Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi
makanan dan minuman.
13 Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi
sampel usap alat makanan dan minuman serta usap rektum.
14 Melakukan survei vektor dan binatang pengganggu.
15 Melakukan pengukuran kuantitas air dan limbah cair.
16 Mengidentifikasi makro dan mikro bentos di badan air.
17 Melakukan pemeriksaan sampel toksikan dan biomonitoring.
18 Melakukan pendugaan air tanah.
19 Mengoperasikan alat-alat aplikasi pengendalian vektor.
20 Mengoperasikan alat-alat pengambilan sampel udara.
21 Melakukan surveillans kesehatan lingkungan.
22 Melakukan intervensi administratif sesuai hasil analisis sampel air,
tanah, udara, limbah, vektor, dan binatang pengganggu.
Sumber : Permenkes RI No. 373 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Tenaga Sanitaria/Kes. Lingkungan

G. Pengelolaan Sanitasi Industri Dan K3 (Kesehatan Lingkungan)


Pengelolaan Sanitasi Industri dan K3 oleh Tenaga Kesehatan
Lingkungan (Lulusan Diploma III Kesehatan Lingkungan) atau sebutan
profesinya sebagai “Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian)
di Industri atau Tempat Kerja meliputi :
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 9
1. Ruang Lingkup
Pengelolaan unsur-unsur yang mempengaruhi timbulnya gangguan
kesehatan sebagi ;ingkup pekerjaannya, antara lain :
a. Limbah cair, terdiri dari :
1) pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi limbah cair
dan tinja;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan limbah cair dan
tinja

b. Limbah padat, terdiri dari :


1) pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi tanah dan
limbah padat;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan tanah dan limbah
padat.

c. Limbah udara atau gas, terdiri dari :


1) pemeriksaan kualitas fisik, kebisingan, getaran dan kelembaban,
kimia dan mikrobiologi udara dan limbah gas;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan limba;
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan udara dan limbah
gas.
d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah, terdiri dari :
1) pemeriksaan jenis sampah, sumber timbulan dan karakteristik
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan sampah
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang tidak
diproses sesuai persyaratan pemerintah.
e. binatang pembawa penyakit; zat kimia yang berbahaya
1) pemeriksaan tempat perindukan, perilaku binatang pembawa
penyakit, perilaku masyarakat;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari tempat perindukan,
perilaku binatang pembawa penyakit, perilaku masyarakat
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 10
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian binatang
pembawa penyakit.
f. Lingkup pelayanan pengelolaan zat kimia dan limbah B3 termasuk
limbah medikterdiri dari :
1) pemeriksaan jumlah, consentrasi dan jenis zat kimia, limbah B3,
hygiene industry, kesehatan kerja;
2) pemeriksaan peralatan dan lingkungan yang terpajan, dan
manusia yang terpajan; dan
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan zat kimia dan
limbah B3.
g. Lingkup pelayanan pengelolaan kebisingan yang melebihi ambang
batas terdiri dari :
1) Pemeriksaan intensitas dan tingkat kebisingan yang melebihi
ambang batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat
kebisingan yang melebihi ambang batas, sumber dan sifat,
kondisi lingkungan; dan
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terpajan kebisingan yang melebihi ambang batas.
h. Lingkup pelayanan pengelolaan radiasi sinar pengion dan non
pengion terdiri dari :
1) Pemeriksaan intensitas dan tingkat radiasi, sumber dan sifat
radiasi, kondisi lingkungan radiasi;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat
radiasi, sumber dan sifat radiasi, kondisi lingkungan radiasi; dan
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terkena radiasi sinar pengion dan non pengion.
i. Lingkup pelayanan pengelolaan air yang tercemarterdiri dari :
1) pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
2) penentuan sumber air, dan perlindungan kesehatan masyarakat dari
pencemaran dan/atau pajanan kandungan unsur dari proses
pengolahan air
3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air yang tercemar.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 11
j. Lingkup pelayanan pengelolaan udara yang tercemar terdiri dari :
1) Pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan/getaran/kelembaban
udara baik in door maupun outdoor, kecepatan angin dan radiasi,
pemeriksaan kimia, mikrobiologi;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan udara; dan
3) penggerakan masyarakat dalam pengelolaan udara yang tercemar.
k. Lingkup pelayanan pengelolaan makanan yang terkontaminasi
terdiri dari :
1) pemeriksaan kualitas fisik , kimia, mikrobiologi dan parasitologi;
2) perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau
pajanan kandungan unsur dari proses pengelolaan makanan; dan
3) penggerakan masyarakat dalam pengelolaan makanan dan
minuman yang terkontaminasi.

2. Kewengangan
Pelayanan kesehatan program Pemerintah lainnya hanya dapat
dilakukan oleh Tenaga Sanitarian yang dilatih khusus untuk
program Pemerintah. Kewenangan Lulusan Diploma III sebagai Teknisi
Sanitarian madya (Junior Tecjnical Sanitarian) meliputi :
a. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan
b. memilih metode pemecahan masalah kesehatan lingkungan dari
beragam pilihan yang sudah baku maupun belum baku
c. melakukan analisis data terkait dengan kesehatan lingkungan
d. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri ataupun
kelompok di lingkup tanggung jawab pengawasannya
e. memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan
prosedural dan inovatif secara komprehensif
f. melakukan kerja sama dan membuat laporan tertulis secara
komprehensif.

3. Pencatatan dan Pelaporan


a. Pencatatan

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 12
Sanitarian wajib melakukan pencatatan atas hasil pekerjaannya dan
pencatatan hasil pekerjaan wajib disimpan selama 5 (lima) tahun.
b. Pelaporan
Semua hasil pekerjaan yang tercatat selama 5 (lima) tahun sebagai buktu
pelaporan kinerja untuk kepentingan pekerjaan dan perpanjangan izin
kerja sebagai Sanitarian setelah Surat Tanda Regisrasi diperpanjang.

H. Tugas baca lanjutan


1. UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. PP RI Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
3. Permenkes RI Nomor 373 Tahun 2017 tentang Standar Profesi
Sanitarian/Tenaga Kesehatan Lingkungan.
4. Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Tenaga Sanitarian.
5. Permenaker RI Nomor 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 13
MATERI 2
PENGAWASAN AIR DI INDUSTRI
Winarko, SKM, M.Kes.
Winbonang.com
A. Beberapa Pengertian Pengawasan Air di Industri
1. Beberapa istilah penting
1.1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan adalah spesifikasi
teknis atau nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang
berhubungan atau berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat.
1.2. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis
kesehatan pada media lingkungan.
1.3. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas
tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya berbeda dengan kualitas air minum.
1.4. Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari
dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat
diminum apabila dimasak.
1.5. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan
fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
1.6. Setiap Penyelenggara wajib menjamin kualitas Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, air untuk Kolam Renang, air untuk SPA, dan air untuk
Pemandian Umum, yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan.
1.7. Penyelenggara adalah badan usaha, usaha perorangan, kelompok
masyarakat dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan
penyediaan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
SPA, dan Pemandian Umum.

2. Pengawasan Internal

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 14
2.1. Pengawasan internal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
Penyelenggara melalui penilaian mandiri, pengambilan, dan pengujian
sampel air.
2.2. Pengawasan internal dilaksanakan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun
kecuali parameter tertentu yang telah ditetapkan dalam Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan (Lampiran 1).
2.3. Pengawasan internal menggunakan formulir 1 (Lampiran 2).
2.4. Hasil pengawasan internal wajib didokumentasikan dan dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti dengan
menggunakan formulir 2 (Lampiran 3).

3. Pengawasan Eksternal
3.1. Pengawasan eksternal dilakukan oleh tenaga kesehatan lingkungan
yang terlatih pada dinas kesehatan kabupaten/kota, atau kantor
kesehatan pelabuhan untuk lingkungan wilayah kerjanya.
3.2. Pengawasan eksternal dilaksanakan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun.
3.3. Pengawasan eksternal menggunakan formulir 3 (lampiran 4).
3.4. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan hasil pengawasan
eksternal secara berjenjang melalui kepala dinas kesehatan provinsi dan
diteruskan kepada Menteri menggunakan formulir 4 (Lampiran 5)
3.5. Kepala kantor kesehatan pelabuhan melaporkan hasil pengawasan
eksternal kepada Menteri dan kepala otoritas pelabuhan/bandar
udara menggunakan formulir 5 (Lampiran 6).

B. Tujuan Pengawasan Kualitas Air di Industri


Untuk menjaga kualitas Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi di Industri
memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan.

C. Tata cara pelaksanaan


1. Air bersih untuk keperluan perkantoran dapat diperoleh dari Perusahaan Air
Minum, sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga
memenuhi persyaratan kesehatan.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 15
2. Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan sesuai dengan
persyaratan kesehatan.
3. Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan sistim
perpipaan.
4. Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran
fisik, kimia dan bakteriologis.
5. Dilakukan pengambilan sampel air bersih pada sumber, bak
penampungan dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di laboratorium
minimal 2 kali setahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan
.
D. Kegiatan Pengawasan
1. Observasi Kualitas Air
1.1. Air Bersih
a. Sumber Air Bersih :
1) PAM/PDAM, Air Tanah yang diolah :
a. Ya b. Tidak
2) Memenuhi syarat kesehatan :
a. Ya b. Tidak
b. Tersedia Air Bersih Bagi Karyawan dengan kapasitas ≥ 60 liter/org/hr :
a. Ya b. Tidak
c. Secara fisik jernih tidak berwarna, berasa & berbau :
a. Ya b. Tidak
d. Distribusi air dengan sistim perpipaan :
a. Ya b. Tidak
e. Sampel air diperiksa di Lab. Min. 2 kali/th :
a. Ya b. Tidak

1.2. Air Minum


a. Secara fisik jernih, tidak berwarna, berasa dan berbau, segar, sehat
dan aman : a. Ya b. Tidak
b. Konstruksi Dan Tipe (Disediakan perusahaan mini. 1 tempat per 50
orang) : a. Ya b.Tidak
c. Ketersediaan Gelas Minum sekali pakai dan tempat sampah :
a. Ya b. Tidak
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 16
d. Tempat Air Minum terjamin hygienisnya :
a. Ya b. Tidak

Berikut ini sebagai acuan yang dapat digunakan untuk menyimpulkan hasil
pengawasan berdasarkan total Skor :
1. Memenuhi syarat jika total skor ≥ 75 %
2. Tidak Memenuhi Syarat total skor ˂ 75 %
No Variabel Kiteria Skor
1 AIR BERSIH a. Sumber air berasal dari PAM, PDAM, Air 2
(Bobot 10)
Tanah diolah dan memenuhi syarat kes.
b. Tersedia air bersih untuk kebutuhan 2
karyawan dengan kapasitas 60 liter/org/hr
c. Kualitas air bersih memenuhi syarat 2
kesehatan secara fisik (tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau dan jernih)
d. Distribusi air dengan sistem perpipaan 2
e. Dilakukan pengambilan sampel air bersih 2
pada sumber dan diperiksakan di Lab. Min. 2
kali/th (musim kemarau dan penghujan)
2 AIR MINUM a. Kualitas air minum memenuhi syarat kes. 3
(Bobot 10)
secara Fisik (jernih, tidak berwarna, berasa,
dan berbau jernih), segar, sehat dan aman.
b. Konstruksi dan tipe yang disediakan
perusahaan mini. 1 tempat untuk setiap 50
karyawan.
c. Tersedia gelas untuk minum dengan 2
frekuensi sekali penggunaan yang dilengkapi
dengan tempat sampah.
d. Tempat untuk air minum terjamin hygienisnya 2
(Tidak memudahkan untuk terjadinya
kontaminasi di dalamnya

2. Pengambilan dan Pemeriksaan sampel air


Pengambilan sampel dalam rangka pengawasan dapat bekerja sama dengan
perguruan tinggi atau institusi yang berkompeten.
2.1. Pemeriksaan kualitas air Bersih di Laboratorium :
a. Ya b. Tidak
2.2. Bila Ya, Hasilnya memenuhi syarat kesehatan :
a. Ya b. Tidak
2.3. Pemeriksaan kualitas air minum di Laboratorium :
a. Ya b. Tidak
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 17
2.4. Bila Ya, Hasilnya memenuhi syarat kesehatan :
a. Ya b. Tidak

3. Penyusunan laporan
Penyusunan laporan merupakan bagia akhir dari pengawasan kualitas air
bersih dan air minum yang berisi hasil pengawasan dan rekomendasi hasil,
kemudian didokumenkan sebagai rekaman dokumen kegiatan..

E. Standar
1. Standar Air Bersih dan Air minum secara fisik, kimia dan mikrobiologi
didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air untuk Keperkuan Hygiene Sanutasi, Kolam Renang, Solus
Per Aqua dan Pemandian Umum.
2. Standar Air Bersih dan Air minum secara fisik, kimia dan mikrobiologi
didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016
Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

DAFTAR PUSTAKA :
1. PMK RI 32 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperkuan Hygiene Sanutasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016 2016 Tentang


Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.

3. Instrumen Penilaian Sanitasi Industri

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 18
Lampiran 1. Persyaratan Air Minum Untuk Keperluan Hygiene Sanitasi

Tabel 1. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan


Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat padat terlarut mg/l 1000
(Total Dissolved Solid)
4. Suhu oC suhu udara ± 3
5. Rasa tidak berasa
6. Bau tidak berbau

Tabel 2. Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan


Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
Wajib (kadar maksimum)
1. Total coliform CFU/100ml 50
2. E. coli CFU/100ml 0

Tabel 3. Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan


Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
Wajib
1. pH mg/l 6,5 - 8,5
2. Besi mg/l 1
3. Fluorida mg/l 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5. Mangan mg/l 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/l 10
7. Nitrit, sebagai N mg/l 1
8. Sianida mg/l 0,1
9. Deterjen mg/l 0,05
10. Pestisida total mg/l 0,1
Tambahan
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,05
3. Kadmium mg/l 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5. Selenium mg/l 0,01
6. Seng mg/l 15
7. Sulfat mg/l 400
8. Timbal mg/l 0,05
9. Benzene mg/l 0,01
10. Zat organik (KMNO4) mg/l 10

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 19
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 20
Lampiran 2 : Formulir 1

LEMBAR CHECKLIST

PENGAWASAN INTERNAL DAN


EKSTERNAL

I. Pengawasan Kualitas Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi


ADA/DIPERIKSA

No PARAMETER Tidak Keterangan


Ada Tidak berlaku
1. Fisik
a Kekeruhan
b Warna
c Zat padat terlarut

(TDS)
d Suhu
e Rasa
f Bau
2. Biologi
a Total coliform
b E. coli
3. Kimia
Wajib
a pH
b Besi
c Fluorida
d Kesadahan
e Mangan
f Nitrat, sebagai N
g Nitrit, sebagai N
h Sianida
i Deterjen
j Pestisida total
Tambahan

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 21
a Air raksa
b Arsen
c Kadmium
d Kromium (valensi 6)
e Selenium
f Seng
g Sulfat
h Timbal
1 Benzene
j Zat organik (KMNO4)
4 Tidak ada koneksi silang dengan
pipa air limbah di bawah
permukaan tanah (jika air
bersumber dari sarana air
perpipaan)
5 Sumber air tanah non perpipaan,
sarananya terlindung dr sumber
kontaminasi baik limbah domes-
tik maupun industri.
6. Tidak menjadi tempat berkem-
bangbiaknya vektor & binatang
pembawa penyakit
7. Jika melakukan pengolahan air
secara kimia, maka jenis dan
dosis bahan kimia harus tepat
8. Jika menggunakan kontainer
sebagai penampung air harus
dibersihkan secara berkala min.
1 kali dalam seminggu.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 22
Lampiran 3. : Formulir 2

LAPORAN HASIL PENGAWASAN INTERNAL AIR UNTUK KEPERLUAN


HIGIENE SANITASI DI INDUSTRI

Nama Penyelenggara : ………………………………………………..


Alamat : ………………………………………………..
Kabupaten/Kota : ………………………………………………..
Provinsi : ………………………………………………..
Jenis Peruntukan Air : Higiene-sanitasi

No. Harian Mingguan Bulanan


Parameter MS/ Parameter yang MS/ Parameter yang MS/
yang diperiksa TMS Diperiksa TMS diperiksa TMS
1

Catatan:………………………………………………………………………….……………
…..……………………………………………………………………………………………
…………

Penanggungjawab,

(…………………………………..)

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 23
Lampiran 4 : Formulir 3

LEMBAR
CHECKLIST
PENGAWASAN INTERNAL DAN
EKSTERNAL

Pengawasan Kualitas Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi Di Industri


ADA/DIPERIKSA
No PARAMETER Tidak Keterangan
Ada Tidak Berlaku
1. Fisik
A Kekeruhan
B Warna
C Zat padat terlarut (TDS)
D Suhu
E Rasa
F Bau
2. Biologi
A Total coliform
B E. coli
3. Kimia
Wajib
A pH
b Besi
c Fluorida
d Kesadahan
e Mangan
f Nitrat, sebagai N
g Nitrit, sebagai N
h Sianida
i Deterjen
j Pestisida total
Tambahan
a Air raksa
b Arsen
c Kadmium
d Kromium (valensi 6)
e Selenium
f Seng
g Sulfat
h Timbal
i Benzene
j Zat organik (KMNO4)

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 24
4. Tidak ada koneksi silang
dengan pipa air limbah di bawah
permukaan tanah (jika air
bersumber dari sarana air
perpipaan)
5. Sumber air tanah non perpipaan,
sarananya terlindung dari
sumber kontaminasi baik limbah
domestik maupun industri.
6. Tidak menjadi tempat berkem-
bangbiaknya vektor & binatang
pembawa penyakit
7. Jika melakukan pengolahan air
secara kimia, maka jenis dan
dosis bahan kimia harus tepat
8. Jika menggunakan kontainer
sebagai penampung air harus
dibersihkan secara berkala min.
1 kali dalam seminggu.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 25
Lampiran 5 : Formulir 4

LAPORAN HASIL PENGAWASAN EKSTERNAL AIR UNTUK KEPERLUAN


HIGIENE SANITASI DI INDUSTRI

Kantor Dinas Kesehatan : Kabupaten/Kota …………………………


Provinsi : ………………………………………………..
Bulan/Tahun : ………………………………………………..

No. Nama Jenis Peruntukan Jumlah Parameter yang


Penyelenggara Air Sampel tidak memenuhi
syarat

1 ………….. Higiene-Sanitasi ………….. …………..

2 ………….. Kolam Renang ………….. …………..

3 ………….. SPA ………….. …………..

4 ………….. Pemandian Umum ………….. …………..

Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota
……………..............,

………………………
NIP........................

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 26
Lampiran 6 : Formulir 5

LAPORAN HASIL PENGAWASAN EKSTERNAL AIR UNTUK KEPERLUAN


HIGIENE SANITASI DI INDUSTRI

Kantor Kesehatan Pelabuhan : ………………………………………………..


Provinsi : ………………………………………………..
Bulan/Tahun : ………………………………………………..

No. Nama Jenis Peruntukan Jumlah Parameter yang tidak


Penyelenggara Air Sampel memenuhi syarat

1 ………….. Higiene-Sanitasi ………….. …………..

2 ………….. Kolam Renang ………….. …………..

3 ………….. SPA ………….. …………..

4 ………….. Pemandian Umum ………….. …………..

Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan


…………………...........,

…………………………..
NIP...................................

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 27
MATERI 3

PEMERIKSAAN (PENGAWASAN) KUALITAS UDARA DI INDUSTRI


A. Latar Belakang
Industri merupakan suatu tempat usaha, proses atau
kegiatan pengolahan bahan baku baik bahan mentah ataupun bahan
setengah jadi agar menjadi barang yang bernilai ekonomis lebih tinggi dan
bermanfaat bagi masyarakat. Pengertian Industri dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai perusahaan untuk membuat,
memproduksi atau menghasilkan barang-barang.
Bidang industri dibedakan menjadi dua, yaitu industri barang dan
industri jasa : 1) Industri barang : merupakan proses produksi menggunakan
ketrampilan, dan ketekunan kerja dan penggunaan alat-alat untuk mengolah
bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti
pakaian, sepatu, mobil, sepeda motor, pupuk, dan obat-obatan. 2) Industri
jasa : merupakan kegiatan ekonomi yang dengan cara memberikan
pelayanan jasa. Contohnya, jasa transportasi seperti angkutan bus, kereta
api, penerbangan, dan pelayaran. Perusahaan jasa ada juga yang membantu
proses produksi. Contohnya, jasa bank dan pergudangan. Pelayanan jasa
ada yang langsung ditujukan kepada para konsumen. Contohnya asuransi,
kesehatan, penjahit, pengacara, salon kecantikan, dan tukang cukur.
Industri sebagai tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau
yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya lingkungan kerja. Faktor
lingkungan kerja merupakan potensi-potensi bahaya yang kemungkinan
terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses kerja sehingga dapat
membahayakan tenaga kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Faktor bahaya lingkungan kerja
salah satunya adalah kualitas udara yang harus dipantau atau diawasi. Hasil
pengawasan atau pemantau kualitas udara di industri atau tempat kerja dapat
dijadikan indikator untuk menentukan prioritas program pengendalian

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 28
pencemaran udara yang perlu dilakukan agar tenaga kerja tetap sehat dan
produktif.

B. Beberapa Pengertian
1. Tempat Kerja
Adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya.
2. Tenaga Kerja
Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat
3. Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang
kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses kerja.
4. Lingkungan Kerja adalah aspek Higiene di Tempat Kerja yang di
dalarnnya mencakup faktor fisika, kirnia, biologi, ergonomi dan
psikologi yang keberadaannya di Tempat Kerja dapat mempengaruhi
keselamalan dan kesehatan Tenaga Kerja.
5. Kualitas Udara Dalam Ruangan yang selanjutnya disingkat KUDR
adalah kualitas udara di ruangan Tempat Kerja, yang dalam
kondisi yang buruk yang disebabkan oleh pencernaran atau
kontaminasi udara Tempat Kerja, yang dapat menimbulkan
gangguan kenyamanan kerja sampai pada gangguan kesehatan
Tenaga Kerja
6. Pencemar atau kontaminan udara tempat kerja adalah kadar zat, energi,
dan/atau komponen lain yang ada di udara tempat kerja yang dapat
menimbulkan gangguan kenyamanan kerja sampai pada gangguan
kesehatan Tenaga Kerja.
7. Status kualitas udara di tempat kerja adalah keadaan mutu udara di
suatu tempat kerja pada saat dilakukan inventarisasi.
8. Inventarisasi adalah kegiatan untuk mendapatkan data dan informasi
yang berkaitan dengan Nilai Ambang Batas udara.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 29
9. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
10. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya disingkat KTD adalah
kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui
meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan
pekerjaan.
11. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika yang
dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran,
gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet.
12. Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang
dalam keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut,
aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia. Faktor kimia
mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap
logam, dan asap; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan
uap.
13. Faktor Biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga
Kerja yang bersifat biologi, disebabkan oleb makhluk hidup meliputi
hewan, tumbuhan dan produknya serta mikroorganisme yang dapat
mcnycbabkan penyakit akibat kerja.
14. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari
tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan
dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas.
15. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer suhu kering.
16. Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer) adalah suhu yang
ditunjukkan oleh oleh termometer bola basah alami (Natural Wet Bulb
Thermometer).
17. Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola (Globe Thermometer).

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 30
18. Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
selanjutnya disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim
kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu
basah alami dan suhu bola.
19. Berat molekul adalah ukuran jumlah dari berat atom dari atom-atom
dalam molekul atau seluruh unsur penyusunnya.
20. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
21. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya.
22. Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (Microwave) adalah radiasi
elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo Hertz sampai 300 Giga Herzt.
23. Radiasi ultra ungu (ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter (nm).
24. Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan
oleh pergerakan arus listrik.
25. Intensitas Cahaya adalah jumlah rata-rata cahaya yang diterima
pekerja setiap waktu pengamatan pada setiap titik dan dinyatakan
dalam satuan Lux.
26. Lux adalah satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan
27. Terpapar adalah peristiwa seseorang terkena atau kontak dengan faktor
bahaya di tempat kerja.
28. Paparan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya disingkat PSD adalah
kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh dilampaui agar
tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15
menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan
jaringan tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali
dalam satu hari kerja.

C. Tujuan Pemeriksaan atau Pengawasan Kualitas Udara di Tempat Kerja


1. Dasar :
a. Pasal 58, ayat 1 : Setiap Ternpat Kerja yang memiliki potensi

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 31
bahaya Lingkungan Kerja wajib dilakukan Pemeriksaan dan/atau
Pengujian (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 5 tahun
2018 tentang K3 Lingkungan Kerja).
b. Pasal 58 nayat 2 : Pemeriksaan merupakan kegiatan mengamati,
menganalisis, membandingkan, dan mengevaluasi kondisi Lingk.
Kerja untuk memastikan terpenuhinya persyaratan.
c. Pasal 58, ayat 3 : Pengujian merupakan kegiatan pengetesan
dan pengukuran kondisi Lingkungan Kerja yang bersumber dari
alat, bahan, dan proses kerja untuk mengetahui tingk. konsentrasi
dan pajanan terhadap Naker untuk memastikan terpenuhinya
persyaratan.
d. Pasal 59, ayat 1 : Pemeriksaan dan/atau Pengujian dilakukan
secara internal maupun melibalkan lembaga eksternal dari luar
Tcmpat Kerja.
e. Pasal 59, ayat 2 : Perneriksaan dan/atau Pengujian internal
dilakukan untuk mengukur besaran pajanan sesuai dengan
risiko Lingkungan Kerja dan tidak menggugurkan kewajiban
Tempat Kerja untuk melakukan pengukuran dengan pihak
eksternal.
f. Pasal 59, ayat 3 : Pemeriksaan dan/atau Pengujian secara
internal harus dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan
Kerja.
2. Tujuan Pengawasan Kualitas Udara di Tempat Kerja
a. Diketahuinya kualitas udara ruangan tempat kerja dari faktor Fisika,
Kimia Biologi
b. Diketahuinya metode pengendalian faktor Fisika, Kimia Biologi agar
berada di bawah NAB;
c. Melindungi tenaga kerja yang berada dalan ruang kerja selama
jam kerja.

D. Jenis Pemeriksaan atau Pengawasan


1. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Pertama
2. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Berkala

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 32
3. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Ulang
4. Pemeriksaan dan/atau Pengujian Khusus
(Lihat Permenaker RI Nomor 5 tahun 2018)

E. Aspek Penting (Variabel) Kualitas Udara yang penting untuk diawasi


1. Faktor Fisika
a. Iklirn Kerja;
b. Kebisingan;
c. Getaran;
d. gelornbang radio atau gelombang mikro;
e. sinar ULtra Ungu (Ultra Violet);
f. Medan Magnet Statis;
g. tekanan udara;
h. Pencahayaan.

2. Faktor Kimia
Faktor kimia udara ruangan yang dimaksud adalah dalam bentuk debu,
aerosol, mist, fume dan gas.

Pengukuran dan pengendalian faktor Kimia harus dilakukan pada


Tempat Kerja yang merniliki potensi bahaya bahan kimia.
Pengukuran Faklor Kimia dilakukan terhadap pajanannya dan
terhadap pekerja yang terpajan. Pengukuran terhadap pajanan yang
hasilnya untuk dibandingkan dengan NAB harus dilakukan paling
singkat selama 6 (enarn) jam dan hasilnya dibandingkan dengan
pajanan singkat diperkenankan (PSD), harus dilakukan paling
singkat selama 15 (lima belas) menit sebanyak 4 (empat) kali
dalam durasi 8 (delapan) jam kerja.

Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan kadar tertinggi


diperkenankan (KTD) harus dilakukan menggunakan alat
pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
Pengukuran Faktor Kimia terhadap pekerja yang mengalami pajanan

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 33
dilakukan melalui Pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen
tubuh Tenaga Kerja dan dibandingkan dengan indeks Pajanan
Biologi (IPB). NAB dan IPB tercanturn dalam Lampiran Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No. 5 tahun 2018.

Jika hasil pengukuran terhadap pajanan melebihi NAB dan hasil


pengukuran Faktor Kirnia terhadap Tenaga Kerja yang mengalami
pajanan melebihi IPB harus dilakukan pengendalian dengan:
1) Menghilangkan sumber potensi bahaya kimia dari Tempat Kerja;
2) Mengganti baban kimia dengan bahan kimia lain yang tidak
mempunyai potensi bahaya atau potensi bahaya yang lebih rendah;
3) Memcdifikasi proses kerja yang rnenirnbulkan sumber potensi bahaya
kimia;
4) Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi babaya
kirnia;
5) Menyediakan sistem ventilasi;
6) Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia rnelalui
pengaturan waktu kerja;
7) Merotasi Tenaga Kerja :
a) Ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi
bahaya bahan kimia;
b) Penyediaan lembar data keselamatan bahan dan label
bahan kimia;
c) Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.

3. Faktor Biologi
a. Mikro organisma dan/atau toksinnya;
Faktor mikro organisma dan/atau toksinnya) dilakukan pengukuran dan
bila hasil pengukuran melebihi standar harus dilakukan pengendalian.
b. Arthopoda dan/atau toksinnya;
c. Hewan invertebrata danj'atau toksinnya;
d. Alergen dan toksin dari tumbuhan;

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 34
e. Binatang berbisa;
f. Binatang buas;
g. Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya.

Faktor Biologi (Arthopoda dan/atau toksinnya; Hewan invertebrata dan/atau


toksinnya; Alergen dan toksin dari tumbuhan; Binatang berbisa; Binatang
buas; Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya) dilakukan
pemantauan. Hasil pemantauan terdapat potensi bahaya harus dilakukan
pengendalian, kecuali mikro organisma dan/atau toksinnya, binatang
berbisa dan Binatang buas dilakukan pengendalian dengan :

1) Menghilangkan sumber bahaya Faktor Biologi dan Ternpat Kerja;


2) Mengganti bahan, dan proses kerja yang rnenimbulkan sumber
bahaya Faktor Biologi;
3) Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya Faktor
Biologi;
4) Menyediakan sistem ventilasi;
5) Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap surnber bahaya
Faktor Biologi;
6) Menggunakan baju kerja yang sesuai;
7) Menggunakan alat pelindung did yang sesuai;
8) Memasang rambu-rarnbu yang sesuai;
9) Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan;
10) Meningkatkan higiene perorangan;
11) Memberikan desinfektan;
12) Penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan antiseptik;
dan/atau
13) Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.

Potensi bahaya Faktor Biologi (Binatang berbisa dan Binatang


Buas) dilakukan pengendalian dengan :
1) Menghilangkan dan/atau menghindari sumber bahaya binatang
dari Ternpat Kerja;
2) Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya Faktor
Biologi;
SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 35
3) Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
4) Memasang rambu-rambu yang sesuai; dan/atau pengendalian
lainnya sesuai denga tingkat risiko.

F. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika, Kimia dan Biologi


Nilai ambang batas faktor Fisika, Kimia dan Biologi tersebut pada lampiran
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2018.

G. Berikut Contoh Instrumen Pengawasan/Pemantauan Kualitas Udara di


Industri

Nama Industri :
Alamat :
Jenis Produksi :
Nomor Tilpo/Fax/web :
Status kepemilikan :
Akta Pendirian :
Tanggal Pendirin :
Nama Pimpinan :
Jumlah Devisi/Bagian :
Jumlah Karyawan :
Tanggal Pengawasan :
No Variabel Kiteria Skor
1 Suhu a. 18 – 30 °C 4
(Bobot 7)
b. ˂ 18 °C perlu dipasang alat pemanas ruangan 3
(Heater)
c. ˃ 30 °C perlu dipasang ventilasi buatan (AC, Fan, 3
Exhauster)

2 Kelembabban a. 65 % - 95 % 4
(Bobot 7)
b. ˂ 65 % perlu dipasang alat humadifier (Spt alat 3
pembentukan aerosol)
c. ˃ 95 % perlu dipasang alat dehumadifier 3
2 Debu a. Pada sumber kegiatan yg menghasilkan debu, 5
Bobot 10 perlu dipasang sistem ventilasi lokasl (local
ventilation) yg dihunungkan dengan cerobong dn
dilengkapi enyaring debu
b. Dilakukan upaya penerapan sistim ventilasi dilusi 5
untuk menjamin suplai udara segar dalam
ruangan
3 Pertukaran a. Membersihkan saringan / filter AC secaa periodik 5

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 36
Udara sesuai dengan ketentuan pabrik
B(bobot 8)
b. Dilakukan upaya penerapan sistim ventilasi dilusi
untuk menjamin suplai udara segar dalam
ruangan kerja
4 Kandungan a. Pada sumber kegiatan yang menghasilkan gas 5
Gas pencemar, maka perlu dipasang hood
Pencemar (penangkap gas) yang dihubungkan dengan local
(Bobot 8) exhauster dan dilengkapi dengan filter
penangkap gas
b. Dilakukan upaya peneraoan sistim vemtilasi dilusi 5
untuk menjamin suplai udara segar dalam
ruangan kerja
5 Kandungan a. Pada sumber kegiatan yang menghasilkan gas 3
gas yang pencemar yang mengandung mikroba, maka
mengandung perlu dilengkapi dengan ventilasi / AC dengan
mikroba sistim saringan udara bertingkap untuk
(bobot 8) menangkap mikroba
b. Melakukan upaya desinfeksi dengan 3
menggunakan sinar UV atau bahan kimia
c. Memelihara sistim ventilasi dengan baik 2
d. Memeliharan AC sentral 2
6 Intensitas a. Jenis Kegiatan/pekerjaan yang dilakukan dengan 4
Cahaya intensitas cahaya yang telah ditentukan
(Bobot 10)
b. Baik cahaya alami maupun buatan tidak 3
menimbulkan kesilauan dan bayangan dan
berfungsi dengan baik
c. Sesuai dengan warna cat dinding yang 3
digunakan sehingga kontras dengan cahaya
yang dipantulkan
7 Intensitas a. Jenis Kegiatan/pekerjaan yang dilakukan sesuai 4
Kebisingan dengan intensitas kebisingan yang telah
(Bobot 10) ditentukan
b. Dilakukan pengaturan pada tata ruang kerja 3
sehingga meminimalisir tingkat kebisingan
c. Pada sumber bising dilengkapi dengan peredam 3
kebisingan (seperti bahan yang kedap suara,
menanam pohon, peninggian tembok dll)

Daftar Pustaka

1. Peraturan Menteri Kes RI Nomor 70 tahun 2016 tentang standar dan


persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri.
2. Peraturan Menteri Ketegakerjaan RI Nomor 5 tahun 2018.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 37
MATERI 4

PENGAWASAN KUALITAS TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH


DI INDUSTRI

Winarko, SKM, M.Kes.

A. Beberapa Pengertian
1. Pengertian Pengawas Tanah
a. Pengertian Tanah
Kata Tanah ( Soil ) berasal dari bahasa Perancis kuno yg merupakan
turunan dari bahasa latin Solum yang berarti lantai atau dasar. Tanah berarti
bagian permukaan terpisah dari bumi dan bulan sebagaimana dibedakan dari
batuan yang padat ( Henry D. Foth, “Dasar2 Ilmu Tanah” ). Tanah adalah :
Kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison2 ,
terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara dan
merupakan media untuk tumbuhnya tanaman.( Prof. Dr. Ir. H. Sarwono
Hardjowigeno, M.Sc “ Ilmu Tanah “ ).

Tanah terdapat dimana-mana tetapi kepentingan orang terhadap tanah


berbeda-beda. Seorang ahli pertambangan mengannggap tanah sebagai
sesuatu yang tidak berguna karena menutupi barang2 tambang yang dicarinya.
Seorang ahli jalan menganggap tanah adalah permukaan bumi yang lembek
sehingga perlu dipasang batu-batu yang dipermukaannya agar kuat. Dalam
kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat dimana diatasnya
dapat digunakan untuk berbagai usaha misalnya pertanian, peternakan,
mendirikan bangunan, dll. Dalam bidang pertanian tanah diartikan lebih khusus
yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat.

1) Tanah sebagai Pijakan Bumi


Manusia di bumi tentu sudah menyadari bahwa tanah merupakan
landasan yang mendukung kegiatan dan tempat tinggal mereka. Tanah
mempengaruhi lokasi jalan rintis dan tempat berkemah. Pada awal
peradapannya manusia telah mengenal berbagai kemampuan daerah
yang berbeda-beda untuk pertumbuhan tanaman dan hewan.
2) Tanah sebagai Medium Untuk Pertumbuhan Tanaman

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 38
Dengan dimulainya pertanian tanah merupakan medium untuk
pertumbuhan tanaman. Tanah merupakan daerah peralihan antara
yang hidup dan yang mati- tempat tumbuhan menggabungkan energi
surya dan karbon dioksida dari atmosfer dengan hara dan air dari
tanah manjadi jaringan hidup. 99 % makanan kita, diproduksi dari
lahan. Peran tanah sbg medium pertumbuhan tanaman begitu penting,
sehingga akan dibahas lebih banyak.
Pada dasarnya, tumbuhan yang tumbuh diatas lahan tergantung pada
tanah karena tanah merupakan tempat tersedianya air dan unsur-unsur
hara. Disamping itu, tanah harus menyediakan lingkungan supaya akar
dapat berfungsi. Lingkungan ini memerlukan ruangan pori untuk
perluasan akar. Oksigen harus tersedia untuk pernafasan akar dan
karbondioksida yang dihasilkan harus didifusikan ke luar dari tanah
agar tidak berakumulasi. Akar yang mencekram tanah menahan
tanaman agar tegak.

b. Pengawasan kualitas tanah


Pengawasan tanah merupakan kegiatan mulai pengambilan sampel,
analisis lapangan dan analisis laboratorium untukmenentukan
persyaratan terpenuhi atau tidak.

2. Pengertian Pengawasan Pengolaan Sampah


a. Pengertian Sampah
Sampah adalah semua benda padat yang timbul dari kegiatan manusia
yang dibuang karena tidak digunakan lagi/tidak diinginkan oleh
pemiliknya”. Benda atau barang dikatalan sampah jika sudah tidak
diperlukan oleh pemiliknya, namum bagi orang lain belum tentu
sebagai sampah karena ada nilai ekonominya.
b. Pengelolaan Sampah
Menurut Undang-undang Pengelolaan Sampah (UU RI No. 18/2008)
yang dimaksud pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Pengelolaan sampah menurut Kusnoputranto

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 39
(2000) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap sampah
padat, dimulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber,
pengangkutan, penyimpanan, pengolahan pendahuluan serta tahap
pengolahan akhir yang berarti pembuangan atau pemusnahan sampah
(Kusnoputranto, 2000).
c. Pengawasan Sampah Industri
Pengawasan sampah di Industri merupakan semua tahapan kegiatan
mulai penimbulan, penyimpanan sementara dan pengumpulan yang
dilakukan seblum pengangkutan ke Tempat pembuangan akhir (TPA).

B. Tujuan Pengawasan Tanah Dan Pengelolaan Sampah di Industri


1. Tujuan Pengawas Kualitas Tanah di Industri
Untuk mengetahu kualitas tanah secara fisika mampu meresapkan air dan
secara kimia tidak mengakibatkan pencemaran pada tanaman dan air
tanah karena fungsi yang menonjol dari tanah adalah menunjang
tumbuhan dan keberadaan air. Tanah mengandung mineral, bahan
organik, air dan udara yang menunjang kehidupan dalam siklus makanan.
2. Tujuan Pengawasan Pengelolaan Sampah
Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan penyimpanan sementara
dengan jumlah sampah yang dihasilkan pada tahap penimbulan dan
pelaksanaan pengumpulan sampah sebelum diangkut ke TPA.

C. Kegiatan Pengawasan Kualitas Tanah dan Pengelolaan Sampah


1. Kegiatan Pengawasan Kualitas Tanah
a. Pemetaan lokasi
1) Sekitar bangunan untuk mengidentifikasi media tanah sebagai
tempat didirikannya bangunan
2) Sekitar pembuangan air limbah dan sampah yang terindikasi
menerima beban pencemaran
b. Melakukan inspeksi
c. Menganalisisi dan menyimpukan hasil inspeksi
d. Penyusunan laporan

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 40
2. Kegiatan Pengelolaan Sampah
a. Pemetaan lokasi
1) Tempat penghasil atau timbulan sampah
2) Tempat pengumpulan sampah
b. Melakukan Inspeksi
c. Menganalisis dan menyimpulkan hasil inspeksi
d. Penyusunan laporan

D. Standar Kualitas Tanah dan Pengelolaan Sampah


1. Standar Kualitas Tanah
a. Media Tanah
Persyaratan media tanah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 70 tahun 2016 tentang standar kualitas kesehatan lingkungan
kerja Industri adalah :
1) Memenuhi persyaratan konstruksi untuk jenis tanah peruntukan
industry
2) Tidak tercemar oleh limbah domestik maupun industri baik
berupa limbah padat, cair maupun gas
3) Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang
pembawa penyakit
4) Jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan kualitas tanah
sesuai dengan persyaratan teknis bangunan industri maka perlu
dilakukan rekayasa atau remediasi tanah agar tidak menimbulkan
dampak terhadap lingkungan dan dampak kesehatan pekerja

b. Kimia
1) Kandungan Mineral dan hara
Beberapa jenis mineral primer yang ssering terdapat di dalam tanah
dan kandungan unsur haranya adalah sebagai berikut:

MINERAL UNSUR HARA

Kwarsa (SiO2) -

Kalsit Ca

Dolomit Ca, Mg

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 41
Feldspar : - Ortoklas K

- Plagioklas Na, Ca
Mika : - Muskovit
K
- Biotit
K, Mg, Fe
Amfibole (hornblende)
Ca, Mg, Fe, Na
Piroksin (Hiperstin, augit)
Ca, Mg, Fe
Olivin
Mg, Fe
Leusit
K
Apatit
P

2) Asam dan Basa Tanah


Reaksi tanah menunjukan sifat keasaman (aciditas) atau kebasaan
(alkalinitas) tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH
menunjukan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam
tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam
tanah tersdebut. Di dalam tanah selain ion H+dan ion-ion lain
ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik
dengan banyaknya ion H+

2. Standar Pengelolaan Sampah


a. Tahapan Pengelolaan

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 42
Gambar 1. Alur Pengelolaan Sampah
Prinsip pengelolaan sampah terdiri dari beberapa tahapan seperti pada
gambar 1 di atas, yaitu :
a. Tahap : Timbulan sampah
b. Tahap : Pewadahan
c. Tahap : Pengumpulan
d. Tahap : Pemindahan dan pengangkutan atau Pengolahan
e. Tahap Pembuangan Akhir

b. Sarana Pengelolaan Limbah non B3 dan B3


1) Tersedia sarana untuk mengelola limbah padat non B3
a) Tempat penyimpanan sementara (Pewadahan)
b) Alat pengumpul atau pemindahan dari tempat penyimpanan
menuju tempat pengumpulan
c) Tempat pengumpulan
2) Jika industri menghasilkan limbah padat B3 maka harus disediakan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3, yaitu :
a) Tempat penyimpanan sementaran (Pewadahan)
b) Alat pengumpul atau pemindahan dari tempat penyimpanan
menuju tempat pengumpulan
c) Tempat atau ruangan khusus untuk Penyimpanan sebelum
diangkut ke lokasi pemusnahan
3) Pengelolaan limbah B3 tidak mencemari lingkungan dan tidak
berdampak ke pekerja

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 43
Daftar Pustaka :

1. Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah


2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah B3
3. Permendagri RI Nomor : 33 tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 44
MATERI 5
PENGAWASAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INDUSTRI
(MATERI SANITASI INDUSTRI DAN K3)

A. Pengertian- Pengertian
1. Pengawasan makanan dan minuman di Industri secara internal adalah
kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja bagian Safety Health and
Environment (SHE) atau tenaga kerja lain yang ditugas piha penyelenggara
(Manajemen) untuk melakukan pengawasan makanan dan minuman yang
disajikan kepada tenaga kerja maupun tamu melalui penilaian mandiri,
pengambilan, dan pengujian sampel makanan minuman dan peralatan
makanan minuman.
2. Makanan dan minuman di Tempat Kerja (Industri) adalah makanan dan
minuman yang diolah oleh Perusahaan atau Tempat Pengolah makanan
minuman dari luar Industri yang disajikan untuk Tenaga Kerja di Tempat Kerja
(Industri) maupun tamu yang berada di Industri.
3. Peralatan makan dan minum yang dimaksud disini adalah peralatan makan
dan minum yang disediakan oleh Industri (tempat Kerja) yang digunakan untuk
menyaikan makanan dan minuman bagi Tenaga Kerja dan Tamu.
4. Hygiene sanitasi makanan dan minuman yang dimaksud adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang
dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan
Tenaga Kerja maupun Tamu yang menggunakan peralatan makan dan ata
minum yang disediakan oleh Industri/Perusahaan (tempat kerja).
5. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan adalah spesifikasi teknis
atau nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau
berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat.
6. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan
pada media lingkungan.

B. Tujuan Pengawasan Makanan dan Minuman Di Industri


Untuk menjaga kualitas makanan dan minuman yang disediakan oleh Industri/
Perusahaan (tempat kerja) memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan sebagai upaya untuk yang sehat dan produktif.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 45
C. Tata cara pelaksanaan Pengawasan Makanan Minuman
1. Pemetaan poin kritis pada alur pengelolaan makan minuman yang
meliputi :
a. Makanan dan minuman untuk keperluan tenaga kerja dan tamu di
Industri/Perusahaan/perkantoran dapat diperoleh dari tempat penjual baik
di Perusahaan/Toko/Rumah Makan/Katering atau tempat lain yang siap
saji harus memenuhi persyaratan kesehatan.
b. Tersedia air bersih untuk kebutuhan pencucian peralatan makan dan
minum yang disediakan untuk tenaga kerja/karyawan dan tamu harus
memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Tersedia peralatan makan dan minum yang disediakan oleh
Industri/Perusahaan/Pderkantoran (tempat Kerja) yang digunakan untuk
menyaikan makanan dan minuman bagi Tenaga Kerja (karyawan) dan
Tamu harus memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Tersedia tempat penyucian alat makan dan minum dan tempat penirisan
sebelum disimpan di tempat penyimpanan yang tidak memungkinan
terjadinya kontaminasi.
e. Tersedia tempat penyimpanan alat makan dan minum yang bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
f. Dilakukan pengambilan sampel makanan dan minuman yang disediakan
pihak ketiga untuk diperiksakan di laboratorium minimal 2 kali setahun,
yaitu musim kemarau dan musim hujan.
g. Dilakukan pengambilan sampel peralatan makan dan minum melalui usap
alat untuk diperiksakan di laboratorium minimal 2 kali setahun, yaitu
musim kemarau dan musim hujan.
2. Melakukan Ispeksi dan sampling makanan minuman
3. Menganalisis dan menyimplkan hasil isnpeksi hasil sampling
4. Menyusun laporan

D. Stadar Kualitas Makanan Minuman


1. Standar Tenaga (Petugas) Pramu Saji di Industri

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 46
Tenaga pramu saji di Industri/Perusahaan/Perkantoran (karyawan) dalam
melakukan kegiatan pelayanan penyajian makanan atau minuman bagi
tenaga kerja maupun tamu harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya.
b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya).
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.
d. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
e. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya.
f. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
2. Peralatan Makan dan Minum
Peralatan yang digunakan untuk menyajikan makanan dan minuman harus
sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi
peralatan makan dan minum. Untuk menjaga peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) :
a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun
b. Pengeringan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. Penyimpanan di tempat yang bebas pencemaran.
d. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang sekali pakai.
3. Standar Kualitas Makanan Minumam
Menurut Peraturan Menteri Kesehatah Republik Indonesia Nomor :
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga, bahwa :
a) Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu
bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri.
b) Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi
staples, dan sebagainya Dengan penglihatan secara seksama atau secara
kasat mata
c) Cemaran kimia seperti Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng,
Tembaga, Pestisidadan sebagainyaMelalui pemeriksaan laboratorium dan
hasil pemeriksaan negatif

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 47
d) Cemaran bakteri seperti Eschericia coli (E.coli) dan sebagainya melalui
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan :
1) Angka kuman E.coli 0 (nol)/gram contoh makanan
2) Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)
3) Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada
penjamah makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)

Daftar Pustaka
1. Peraturan Pemerintah RI No. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
2. PMK RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga
3. PMK RI No. 70 tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesling Lingkungan
Kerja Industri

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 48
MATERI 6

PENGAWASAN VEKTOR DAN TIKUS

A. Latar Belakang
Penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara endemis maupun
sebagai penyakit baru yang berpotensi menimbulkan wabah. Oleh
karenya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal
51 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan, perlu mengatur ketentuan mengenai standar baku
mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor
dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya.
Penyakit yang ditularkan melalui vektor dan binatang pengganggu
masih menjadi penyakit endemis di Indonesia bahkan dibeberapa bagian
belahan dunia lainnya. Beberapa diantaranya yang saat ini masih endemis
di Indonesia antara lain adalah penyakit malaria, demam berdarah
dengue, filariasis, pes, kolera, dan lain lain. Penyakit-penyakit tersebut
jika tidak dicegah dapat menjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB)
serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat hingga
menyebabkan kematian.
Salah satu tujuan MDG’s (millenium development goal’s) adalah
pengendalian penyakit malaria yaitu tujuan ke-6 dan mempengaruhi tujuan
MDG’s lainnya seperti tujuan ke-4 dan ke-5 yaitu penurunan angka
kematian ibu dan anak. Angka kematian ibu dan anak merupakan salah
satu indikator kualitas derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
pengendalian vektor dan binatang penggangu untuk mencegah penularan
penyakit-penyakit tertentu sangat penting dilakukan sebagai salah satu
upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penyakit
yang diakibatkan karena keberadaan Vektor dan Bintang Pengganggu
yang menjadi perantara dan penyebab penyakit seperti DBD, Malaria,
Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan penyakit
lainnya yang kategori penyakit Karantina maupun yang bukan.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 49
B. Beberapa Penegrtian
1. Pengertian Vektor
Menurut pasal 1, ayat ( 4) Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang
Pembawa Penyakit & Pengendaliannya bahwa “Vektor” merupakan
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi
sumber penular penyakit.
2. Pengertian Binatang Penganggu dan/Atau Pembawa Penyakit
Binatang Pengganggu atau pembawa penyakit adalah
“Binatang selain artropoda yg dapat menularkan, memindahkan,
dan/atau menjadi sumber penular penyakit” (Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor &
Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya).
3. Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit (Pengganggu)
Menurut Pasal 1, ayat (3) bahwa Pengendalian adalah upaya
untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau
gangguan kesehatan. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa “Pengendalian Vektor & Binatang Pembawa Penyakit” adalah
upaya untuk mengurangi atau melenyapkan Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit (Pengganggu) sebagai faktor risiko penyakit
dan/atau gangguan kesehatan atau gangguan lainnya yang merugikan
manusia karena serangan berupa gigitan/sengatan atau kerusakan
harta benda.
Pengendalian vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
(Pengganggu) pada Peraturan Menteri Kesehatan sebelaumnya (PMK
No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor) adalah
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan
populasi vektor serendah mungkin sehingga vektor di suatu wilayah
atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga
penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Jadi pada dasarnya
pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit (pengganggu)

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 50
untuk memutuskan rantai penularan antara sumber penyakit dengan
manusia atau mencegah tertularnya suatu penyakit menular kepada
manusia melalui peranan vektor penyakit.
Upaya pengendalian vektor lebih dititikberatkan pada
kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui suatu pendekatan
pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor; Pengendalian Vektor Terpadu
(PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan).
Pengendalian vektor terpadu dilatarbelakangi karena masalah
penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko bagi
manusia dan lingkungan. Pelaksanaan pengendalian vektor terpadu
mengintegrasikan semua cara pengendalian hama yang potensial,
ekonomis, efisien dan ekologis untuk mengedalikan serangga (vektor)
pada tingkat yang tidak membahayakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa program
pengendalian vektor terpadu dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu, bukan insidental, populasi vektor (hama) harus dimonitor
secara berkala, tempat perindukan dan perilaku vektor harus dapat
diidentifikasi, strategi, metode serta teknik pengendalian harus
bijaksana dan tepat guna, masyarakat perlu dilibatkan sejauh mungkin.

C. Tujuan Vektor dan Tikus di Industri


1. Mengetahui keberadaan Nyamuk Aedes aegypti sebagai pembawa
penyakit DBD melalui indeks larva.
2. Mengetahui keberadaan Lalat sebagai pembawa penyakit saluran
pencernaan, seperti diare, kolera, disentri dan penyakit saluran
pencernaan lainnya.
3. Mengetahui keberadaan kecoak yang potensial sebagai pembawa

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 51
penyakit
4. Mengetahui keberadaan Tikus sebagai induk semang penyakit pes dll.
D. Kegiatan Pengawasan Vektor dan Tikus
1. Pemetaan lokasi pengawasan
a. Nyamuk Aedes aegypti
b. Lalat
c. Kecoak
d. Tikus
2. Melakukan Isnpeksi
Agar dapat memperoleh hasil yang maksimal, inspeksi haru
memperhatikan :
a. Bionomik sasaran
Dalam ekologi, bionomik (Yunani: bio = hidup, nomos =
hukum) adalah studi komprehensif organisme dan hubungannya
dengan lingkungannya. Diterjemahkan dari kata Prancis Bionomie
dan penggunaan pertama dalam bahasa Inggris pada 1885 -1890.
Dewasa ini kita menyebutnya, "ekologi". (encyclopedia.
thefreeecyclopedia. com, 04-12-2012).

Jadi bionomik vektor dan binatang pengganggu adalah


menyangkut segala sesuatu interaksi vektor dan binatang
pengganggu dengan lingkungan. Dengan mempelajari bionomik
akan diketahui segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebiasaan hidup atau tata kehidupan dari vektor dan binatang
pengganggu.

Pengetahuan tentang bionomik sangat penting dalam


keberhasilan pengendalian vektor dan binatang pengganggu. Bila
mengetahui bionomik vektor dan binatang pengganggu, maka
pengendaliannya akan efektif dan efisien.

Vektor dan binatang pengganggu sebagai makhluk hidup


mempunyai bermacam-macam kebiasaan hidup, antara lain yang
penting diketahui sehubungan dengan upaya pengendalian yaitu
kebiasaan yang berhubungan dengan:

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 52
b. Perkawinan atau berkembang biak, mencari makan dan lamanya
hidup.
c. Mencari tempat berlindung dan bersarang.
d. Kegiatan diwaktu malam dan siang hari.
e. Pemilihan mangsa yang menjadi sasaran
f. Didalam ruangan dan diluar (iklim, suhu, kelembaban,
pencahayaan alami dan non alami, dll)
g. Kondisi lingkungan dan tata ruang.
3. Menganalisis dan menyimplkan hasik inspeksi
4. Menyusun laporan

E. Standar Kualitas Keberadaan Vektor dan Tikus

1. Keberadaan upaya pencegahan


a) Tersedia upaya pencegahan pengendalian vektor dan tikus)
b) Tersedia tenaga khusus untuk pencegahan dan pengendalian
vektor dan binatang pembawa penyakit
c) Memastikan semua sarana dan bangunan yang ada tidak
menjadi tempat berkembangbiaknya vektor dan tikus.

2. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang


Pembawa Penyakit (Tikus) terdiri dari jenis, kepadatan, dan
habitat perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini adalah
nama/genus/spesies Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
Kepadatan dalam hal ini adalah angka yang menunjukkan jumlah
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dalam satuan tertentu sesuai
dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun periode dewasa.
Habitat perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya periode
pradewasa Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan tersebut dapat dilihat sebagaimana
pada Tabel 1 dan Tabel 2. di bawah ini.

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 53
Tabel 1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor

No Vektor Parameter Satuan Ukur Nilai Baku


Mutu
(1) (2) (3) (4) (5)
1 N. Aedes aegypti Angka Istirahat Angka kepadatan < 0,025
dan/atau Aedes (Resting rate) nyamuk istirahat (resting)
albopictus per jam
2 Lalat Indeks Populasi Angka rata-rata <
Lalat populasi lalat 2

3 Kecoa Indeks Populasi Angka rata-rata populasi <


Kecoa kecoa 2

4 Lar. Aedes aegypti ABJ Persentase rumah/ ≥ 95


dan/atau Aedes (Ang.Beb. Jentik) bangunan yg negatif
albopictus larva
5 Tikus Domestik Norwegicus Ekor -
Ratus-Ratus Ekor -
Mus Musculum Eka -
6 Pinjal Indeks Pinjal Jumlah pinjal Xenopsylla <1
Khusus cheopis dibagi dengan
jumlah tikus yang
Indeks Pinjal diperiksa
Jumlah pinjal yang <2
Umum tertangkap dibagi
dengan jumlah tikus
yang diperiksa

Daftar Pustaka

1. PP RI No. 66 tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan

2. PMK RI No. 70 tahun 2016 tentang Standar dan Pesyaratan Kesehatan


Lingkungan Kerja Industri

3. PMK No. 50 Tahun 2017 Ttg Standar Baku Mutu Kesling & Persyaratan Kes.
Untuk Vektor & Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendalian

SANITASI INDUSTRI DAN K3 BAGI PRODI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES SURABAYA, 2017 Page 54

Anda mungkin juga menyukai