Makalah - Ilmu Ilmu Yang Berhubungan Dengan Ilmu Fiqih - 1B Pai - Aditiya Rafsanjani
Makalah - Ilmu Ilmu Yang Berhubungan Dengan Ilmu Fiqih - 1B Pai - Aditiya Rafsanjani
DISUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Ilmu Ilmu yang Ada
Hubungan dengan Ilmu Fiqih” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas Individu dalam memenuhi
syarat UTS dan UAS untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqih dengan Dosen
Pengampu Ibu Lelah Nurjamilah,S,Ag. M.Pd.I. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dan penulis juga menyadari bahwa pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang menjadi bahan
pembuatan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. dan kekurangan
pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya. Aamiin..
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......... i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Makalah 2
D. Manfaat Makalah 2
BAB II PEMBAHASAN
ILMU ILMU YANG ADA HUBUNGAN DENGAN ILMU FIQIH
A. Ushul Fiqih 3
1. Pengertian Ushul Fiqih 3
2. Kedudukan Ushul Fiqih 5
3. Lingkup Bahasan dan Method Ushul Fiqih 6
4. Tujuan dan Kegunaan Ushul Fiqih 9
B. Qawaidul Fiqhiyah 10
1. Pengertian Qawaidul Fiqhiyah 10
2. Kedudukan Qawaidul Fiqhiyah 11
3. Lingkup Bahasan Qawaidul Fiqhiyah 15
4. Kegunaan Qawaidul Fiqhiyah 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 18
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting
kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang
muncul pada masa awal berkembangnya agama islam. Secara esensial
(mendasar), fiqih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW, walaupun
belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan
keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi
Muhammad SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati,
dengan bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah. Sepeninggal Nabi
Muhammad SAW. Ilmu fiqih ini mulai berkembang, seiring dengan
timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dari zaman kezaman.
4
masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi
terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian Ushul Fiqih dan Qawaidul Fiqhiyyah!
2. Untuk mengetahui Kedudukan ilmu Ushul Fiqih dan Qawaidul
Fiqhiyyah!
3. Untuk Mengetahui dan memahami Lingkup bahasan dan methode ilmu
Ushul Fiqih dan Qawaidul Fiqhiyyah!
4. Untuk memahami Tujuan dan kegunaan dari Ilmu Ushul Fiqih dan
Qawaidul Fiqhiyyah!
D. Manfaat Makalah
1. Agar mengetahui apa pengertian Ushul Fiqih dan Qawaidul Fiqhiyyah!
5
2. Agar mengetahui Kedudukan ilmu Ushul Fiqih dan Qawaidul Fiqhiyyah!
3. Agar Mengetahui dan memahami Lingkup bahasan dan methode ilmu
Ushul Fiqih dan Qawaidul Fiqhiyyah!
4. Agar memahami Tujuan dan kegunaan dari Ilmu Ushul Fiqih dan
Qawaidul Fiqhiyyah!
BAB II
PEMBAHASAN
A. USHUL FIQIH
1. Pengertian Ushul Fiqih
Ushul Fiqih tersusun dari dua kata, yaitu kata ushul dan kata fiqih.
Ushul (ولAA )أصadalah jama’ dari ashl ()أصل, yang berarti sesuatu yang
menjadi pondasi bagi yang lainnya. Dan pengertian Fiqih, secara etimologi
artinya pengetahuan atau pemahaman. Dan secara terminology, Fiqih
artinya adalah pemahaman terhadap hukum-hukum syar’i (hukum-hukum
yang ditetapkan oleh syari’at). Fiqih sifatnya amaliyah misalnya sholat,
zakat, dan sebagainya. Ushul Fiqih adalah metodologi untuk
mengembangkan Syariat Islam menjadi Yurisprudensi Islam aplikatif
(Fiqih) tersebut.
Fiqih, sebagai sebuah ilmu yang diderivasi dari al-Qur’an dan Sunnah,
memerlukan kerangka teoretik atau metodologi berpikir yang dikenal dengan
Ushūl Fiqih.Ushūl Fiqih secara terminologi adalah “Pengetahuan tentang
dalil-dalil Fiqih secara umum, cara mempergunakannya serta pengetahuan
tentang orang yang menggunakan atau mengambil kesimpulan dari dalil-dalil
tersebut.” Dengan kata lain, Ushūl Fiqih merupakan kaidah-kaidah yang
digunakan sebagai alat untuk merumuskan hukum-hukum syari‟at dari dalil-
dalilnya. Oleh karena itu perlu dikenali perbedaan antara Fiqih
dan Ushūl Fiqih. Jika Fiqih membahas hukum yang bersifat praktis dari dalil-
dalil yang terperinci (Al-Qur‟an dan al-Sunnah), maka Ushūl Fiqih adalah
6
kaidah untuk menderivasi hukum dari dalil yang bersifat umum. Dengan kata
lain Fiqih adalah produk hukum praktis, sedang Ushūl Fiqih merupakan
perangkat teoritik atau metodologi dalam menderivasi atau memproduk
hukum.
Artinya, “Ushul fiqih ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk
sampai pada dalil tersebut secara global,”
(Lihat As-Syirazi dalam Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh, Jakarta, Darul Kutub Al-
Islamiyyah, 2010 M, halaman 6).
Maksudnya adalah bahwa ushul fiqih merupakan seperangkat dalil-dalil atau
kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-metode yang mesti
ditempuh agar kita bisa memanfaatkan sumber-sumber hukum Islam untuk
bisa memformulasikan sebuah hukum khususnya terkait sebuah persoalan
kekinian.
Kita juga bisa menengok pemaparan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-
Mustashfa:
ْرفَ ِة ُوجُو ِه َداَل لَتِهَا َعلَى اأْل َحْ َك ِام ِم ْن َ أَ َّن أُص
ِ ُول ْالفِ ْق ِه ِعبَا َرةٌ ع َْن أَ ِدلَّ ِة هَ ِذ ِه اأْل َحْ َك ِام َوع َْن َمع
صي ُلِ ْث التَّ ْف ُ ْث ْال ُج ْملَةُ اَل ِم ْن َحي
ُ َحي
Artinya, “Ushul fiqih ialah istilah untuk (seperangkat) dalil-dalil dari
hukum-hukum syariat sekaligus pengetahuan tentang metode penunjukan
dalilnya atas hukum-hukum syariat secara global, bukan terperinci,”
(Lihat Imam Al-Ghazali, Al-Mustashfa, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah,
2002 M, halaman 5).
Dari keterangan di atas, kita dapat memahami perbedaan obyek kajian antara
fiqih dan ushul fiqih. Wilayah pembahasan dalam fiqih ialah hukum tentang
7
sebuah persoalan. Misalkan saja, ada sebuah persoalan, maka melalui fiqih
kita akan membahas hukum persoalan tersebut apakah wajib, sunah, haram,
dan lain sebagainya.
8
satu prasyarat terpenting yang harus dikuasai oleh seorang mujtahid
(orang yang melakukan proses ijtihad).
Peran Ushūl Fiqih dalam penetapan hukum-hukum Fiqih tidak
terlepas dari ketokohan Imam Syāfi’i, peletak dasar-dasar ilmu ini.
Kemiripan Ushūl Fiqih dengan logika dapat dibaca dari statemen Fakhr
al-Dīn al–Rāzi yang menyamakan Syāfi‟i dengan Aristoteles.Ada pula
yang menyamakannya dengan Descartes. Kalau Descartes meletakkan
dasar epistemologi pemikiran Barat, Syāfi’i meletakkan fondasi
pemikiran Islam. Jasa besar Syāfi’i sebenarnya terletak pada
keberhasilannya mentransfomasikan Ushūl Fiqih menjadi sebuah disiplin
ilmu.
1. Metode Mutakallim
Metode ini menetapkan kaidah ushul sesuai dalil yang
menunjukan pada ketetapan kaidah itu. Selama dalil itu dapat
menguatkan kaidah ini, maka ulama dalam metode ini menguatkan
kaidah dengan dalil itu. Jika tidak ada dalil yang dapat menguatkannya,
maka otomatis dihilangkan. Dalam artian, tak ada dalil jika tak ada
kaidah, dengan tanpa condong kepada satu mazhab pun, juga tidak
melihat apakah nanti cocok atau tidak dengan masalah furu’iyah dalam
fiqih.
Oleh karena demikian, kaidah ushul mereka menjadi penentu
dan metode untuk manghakimi masalah furu’ yang muncul, bukan
10
membantu dalam menyelaraskan kaidah dengan masalah furu’, sebab
furu’ mengikuti ushul.
Kitab-kitab ushul fiqih yang menggunakan metode ini di
antaranya, Al-‘Umdah karya Syekh Abdul Jabbar Al-Mu’tazily,
sekaligus disyarahi oleh Abul Hasan Al-Bashri (463 H), Al-Burhan
karya Imam Al-Haramain Al-Juwainy As-Syafi’i (478 H), Al-
Mustashfa karya Imam Al-Ghazali (505 H) yang nantinya diringkas
oleh Muhammad bin Umar Ar-Rozy (606H) dengan nama Al-Mahshul
dan diringkas pula oleh Saifuddin Al-Amidy dengan nama Al-Ihkam fi
Ushulil Ahkam.
2. Metode Hanafiyyah
Ulama metode ini menganggap bahwa pendahulu mereka
dalam mazhab Hanafi tidak meninggalkan kaidah bagi mereka seperti
halnya Imam As-Syafi’i. Namun, kendati demikian, mereka menjadikan
masalah-masalah furu’ dalam fiqih yang ditetapkan oleh imam
pendahulu mereka sebagai acuan yang dijadikan kaidah dalam
menentukan permasalahan furu’ yang lain.
Mereka berpegang dengan masalah furu’ yang beragam,
kemudian mengumpulkan yang serupa dengan masalah tersebut, lalu
mengekstrak kaidah dari masalah furu’ yang telah diserupakan.
Tujuannya untuk menguatkan masalah furu’ yang baru dengan
menggunakan masalah furu’ yang telah diistinbathkan oleh pendahulu
mereka.
Apabila terdapat kaidah yang bertentangan, maka mereka
berpindah dari satu kaidah ke kaidah lain yang cocok. Kerja metodologi
ini berbeda dengan metode Mutakallimin. Dalam metode Mutakallimin,
jika tidak ditemukan dalil yang menguatkannya, maka kaidah akan
dihapuskan. Simpelnya, jika metode mutakallimin dari ushul
menghasilkan furu’, maka metode Hanafiyyah dari furu’ menghasilkan
ushul (kaidah).
11
Kitab-kitab yang menggunakan metode Hanafiyah ini di
antaranya, Al-Ushul karya Abu Bakr bin Ahmad Ali Al-Ma’ruf (370
H), Taqwimul Adillah karya Abu Zaid Ubaidillah bin ‘Umar Ad-
Dabusy (430 H), Al-Ushul karya As-Sarakhsi (428 H), dan Al-Ushul
karya Al-Bazdawy (482 H).
Kegunaan
12
Kegunaan mempelajari ilmu fiqih dirumuskan sebagai berikut :
B. QAWAIDUL FIQHIYAH
1. Pengertian Qawaidul Fiqhiyah
Qawaidul Fiqhiyyah merupakan kata majemuk yang terdiri dari
dua kata, yaitu kata awaid dan fiqhiyyah, masing–masing memiliki
pengertian tersendiri qawaid merupakan bentuk jamak dari qa’idah yang
secara etimologi diartikan dasar-dasar (fondasi) sesuatu, baik yang
bersifat abstrak, non-materi dan non-inderawi seperti ushuludin (dasar-
dasar agama)
Kaidah yang berartu dasar-dasar yang bersifat materi telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 127 dan surah An-
Nahl (16) ayat 26 yang artinya :“Dan ingatlah Ketika Ibrahim
meninggikan dasra-dasar baitullah beserta Ismail” Dan yang artinya
:Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya”
13
Itulah arti qawa’od secara Bahasa, sedangkan arti kata fiqhiyyah
berasah dari kata fiqh secara Bahasa artinya pengetahuan, pemahaman,
mengetahui kebaikan dan keburukan dalam memahaminya, dan
memahami maksud pembicara dan perkataannya. Sedangkan pengertian
fiqh menurut istilah, para ulama ahli fikih mutakhir memberikan arti fiqh
secara ekslusif, yaitu berkisar pada hukum-hukum yanf amaly (praktis)
yang diambil dari dalil-dalil yang tafshily (terperinci).
Menurut Jamaludin al Asnawy (w.722 H). fiqh adalah “ Ilmu tentang
hukum-hukum syara’ yang bersifat amaly (praktis) yang diperoleh dari
dali-dalilnya yang terperinci”
Secara etimologi kata fiqh lebih dekat kepada makna sebagaimana
firman Allah SWT. Dalam surat At-Taubah (9)ayat 122 yang artinya
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. Juga tertulis dalam hadist
nabi yang artinya “Siapa yang dikehendaki Allah SWT. Mendapatkan
kebaikan, akan diberikannya pemahaman dalam agama”(HR.Muslim dan
Muawiyyah)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa qaqa’id fiqhiyyah
menurut etimologi (Bahasa) berarti dasar-dasar atau fondasi ilmu atau
pemahaman.
Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah menurut istilah dalam hukum islam
menurut Al-Taflazany (w.791 H) adalah “Bahwasannya qawaid
fiqhiyyah adalah suatu hukum yang bersifat universal (kully) yang dapat
diaplikasikan kepada seluruh juz’anya (bagiannya) agar dapat
diidentifikasi hukum-hukum juz’I (bagian) tersebut darinya”. Definisi
yang dikemukakan oleh Al-Taflazany ini sama dengan definisi yang
dikemukakan oleh ulama lainnya, seperti Al-Jurjany (w.816 H), dan Al-
Kafawy Al Hanafi (w.1094 H).
Adapun menurut Sebagian ulama lainyya, mengidentifikasi qawaid
fiqhiyyah sebagai sesuatu yang bersifat universal (kulliyat), dan adapula
yang mengartikannya sebagai sesuatu yang bersifat mayoritas
(aghlabiyyah atau aktsariyyah).
Dari pendapat pendapat yang dikemukakan di atas, mayoritas
ulama memandang bahwa qawaid fiqhiyyah adalah aturan-aturan yang
14
menampung perbuatan-perbuatan mukallaf. Qawaid Fiqhiyyah
merupakan aturan-aturan yang berkaitan langsung dengan perbuatan para
mukallaf, artinya bahwa yang menjadi ruang lingkup qawaid fiqhiyyah
adalah perbuatan mukallaf. Dan,dapat dipahamu juga bahwa qawaid
fiqhiyyah adalah aturan -aturan dasar tentang perbuatan-perbuatan
mukallaf yang dapat menampung hukum-hukum syara’.
16
qawa’id al-fiqhiyah al-asasiyah sebagai dalil hukum mandiri dalam
istinbath hukum, maka tidak perlu disalahkan.
Berdasarkan penjelasan kegunaan, manfaat dan kedudukan al-
qawa’id al-fiqhiyah diatas, maka dapat diketahui bahwa pada
dasarnya al-qawa’id al-fiqhiyah dapat dijadikan sebagai dalil dalam
penggalian hukum kontemporer apabila al-qawa’id itu didasarkan
kepada al-Qur’an dan al-Hadits, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits,
seperti bolehnya membuat kaidah :
1. ,kaidah ini didasarkan pada firman AllahSWT:
Artinya, : ... “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan...” ( Q.S. Al-Hajj : 78 )
17
hukum hanya bersandarkan pada al-qawa’id seperti ini. Oleh
karenanya, tidak dibenarkan memutuskan hukum hanya berdasarkan
al-qawa’id ini, dan juga tidak dibenarkan mengeluarkan furu’ dari al-
qawa’id itu. Selain itu, tidak logis menjadikan benang merah dari
berbagai persoalan fiqh. Al-qawa’id ini hanya sebatas sebagai
penguat dalam mengambil keputusan-keputusan baru pada masalah-
masalah fiqih.
18
membuktikan sahnya memutuskan hukum yang didasarkan pada al-
qawa’id al-fiqhiyah.
1. Al-Umuru bi maqashidiha.
4. Adh-Dhararu Yuzal.
b. Al-Qawa’id al-Kulliyyah
19
menanggung kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi
adh-Dharar al-Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya
yang lebih ringan. Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang
5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih umum.
20
kaidah-kaidah fiqih sebab kaidah-kaidah fiqih mengandung rahasia dan
hikmah.
Diantara fungsi dari Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah adalah sebagai berikut :
1. Dapat memahami dan mengetahui asas-asas umum fiqh, Karena
terdapat saling keterkaitan antara keduanya, dan juga mengetahui
benang merah yang mewarnai fiqh.
2. Memudahkan dalam menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang
dihadapi, dengan cara menganalisis masalah tersebut lalu
dikelompokkan pada salah satu kaidah yang ada.
3. Menjadikan arif saat mengimplementasikan fiqh sesuai situasi dan
kondisi untuk keadaan dan adat yang berbeda.
4. Membuka rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang ada dalam ajaran
hukum islam yang mendekati pada kebenaran, kebaikan, dan
keindahan.
BAB III
21
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
Diantara fungsi dari Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah adalah sebagai berikut :
1. Dapat memahami dan mengetahui asas-asas umum fiqh, Karena terdapat
saling keterkaitan antara keduanya, dan juga mengetahui benang merah
yang mewarnai fiqh.
2. Memudahkan dalam menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang
dihadapi, dengan cara menganalisis masalah tersebut lalu dikelompokkan
pada salah satu kaidah yang ada.
3. Menjadikan arif saat mengimplementasikan fiqh sesuai situasi dan
kondisi untuk keadaan dan adat yang berbeda.
4. Membuka rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang ada dalam ajaran
hukum islam yang mendekati pada kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
B. Saran
Menurut penulis masih banyak yang perlu dipelajari dalam kaidah-kaidah
qawaidul Fiqhiyyah, pada pembahasan Qawaidul Fiqhiyyah ini supaya
mahasiswa lebih memahami bagaiamana makna, sumber, dan aplikasi yang
terdapat dalam kaidah Qawaidul Fiqhiyyah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ushul.fiqih.2018. “Ini Dua Arus Besar Metode Ushul Fiqih dalam Islam”.Ini Dua
Arus Besar Metode Ushul Fiqih dalam Islam (nu.or.id). Diakses pada tanggal 12
September 2021 Pukul 11.20 WIB
Sari.Tita.Novita.2015."pengertian-qawaidul-fiqhiyyah”
https://www.slideshare.net/TitaNovitaSari/pengertian-qawaid-fiqhiyyah. Diakses
pada tanggal 12 September 2021 Pukul 14.00 WIB
Badarudin.2012.“kedudukan-qawaidul-fiqhiyyah-dalam-islam”
https://www.iaimnumetrolampung.ac.id/library/index.php?
p=show_detail&id=32696&keywords=. Diakses pada tanggal 12 September 2021
Pukul 13.11 WIB
24
Basyir.Abdul.2012.“ruang-lingkup-qawaidul-fiqhiyyah”
https://abdulbasyiir.blogspot.com/2012/11/pengertian-ruang-lingkup-qawaid.html.
Diakses pada tanggal 12 September 2021 Pukul 14.22
Muiz.Abdul.2020.“Kegunaan-Qawaidul-Fiqhiyyah”
https://al-afkar.com/index.php/Afkar_Journal. Diakses pada tanggal 12 September
2021 Pukul 16.25 WIB
25