Di industri start-up atau industri teknologi ada beberapa masalah atau isu yang menggugurkan sebuah start-up ketika sedang pesat bertumbuh. Salah satu sebab utama bangkrutnya sebuah start-up adalah penyebab paling umum jatuhnya sebuah bisnis, kurangnya penghasilan. Start-up dinilai dengan potensial produk mereka, bukan penghasilan aktuil produk. Potensial ini diukur melalui berapa banyak pengguna produk yang bisa menjadi potensi penghasilan. Namun, jika potensi ini tidak terpenuhi ataupun tidak terealisasi, perusahaan start-up akan gagal mendapatkan penghasilan yang mampu menopang bisnis mereka. Industri start-up adalah industri yang berbasis pengevaluasian nilai potensi perusahaan tersebut di waktu mendatang ketika semakin matang. Ketika evaluasi dinilai sangat tinggi, semakin banyak investor berbondong-bondong berinvestasi di perusahaan tersebut, semakin meroket juga evaluasi perusahaan tersebut. Disini sebuah cycle atau bubble terbentuk, dimana evaluasi semakin meningkat, investasi semakin banyak, namun potensi perusahaan tersebut belum terealisasi, ini merupakan sebuah kasus overvaluation. Overvaluation terjadi ketika perusahaan yang dievaluasi sangat tinggi namun pada kenyataannya tidak berkeuntungan setinggi evaluasi mereka. Ketika para investor menyadari bahwa evaluasi potensi start-up tersebut tidak sesuai dengan realitas start-up tersebut, investor akan mencabut pendanaan mereka dan kestabilan finansial start-up tersebut akan langsung menunjam ke arah kebangkrutan. Pergerakan dan inovasi di dunia teknologi bergerak sangat cepat. Produk yang inovatif saat ini, bisa menjadi kuno atau ketinggalan jaman dalam waktu sangat cepat ketika kompetitor mampu membuat produk yang lebih inovatif dalam jangka waktu yang lebih cepat. Jika start-up tidak mampu melakukan diversifikasi produk maupun memperbarui produk secara konstan, produk akan menjadi usang dan berdampak ke penghasilan.
Kegagalan Qlapa dari Sudut Pandang Sosial
Pertama, yaitu konsumen tidak peduli produk itu dihasilkan oleh pengrajin tradisional maupun dari pabrik modern, yang konsumen pedulikan yaitu apakah produk tersebut bisa menyelesaikan masalah mereka atau tidak. Ada pun yang membeli produk tersebut karena unsur iba ataupun kagum dengan semangat dari pengrajin tersebut, namun itu hanya sedikit dan kurang signifikan, karena biasanya tidak ada unsur retention atau pembelian ulang. Padahal untuk menilai produk itu memuaskan atau tidak berasal dari indikator pembelian ulang. Yang kedua biasanya perusahaan yang mengandalkan unsur sosial entrepreneurship lebih mengutamakan menolong pengrajin dan tertarik dengan visi pemberdayaan, namun awam dalam bisnis dan startup digital, akibatnya bisnis itu mayoritas dijalankan dengan unsur pemberdayaan sosial, bukan bisnis. Qlapa terlalu berfokus dengan pemberdayaan sosial pengrajin sehingga kurang memperhatikan pasar dan keuntungan dari perusahaan itu sendiri, sehingga pemberdayaan bisnis itu tidak jalan dan perusahaan terseok-seok dan mereka pun tersingkir dari panggung.