Anda di halaman 1dari 16

Anestesi Spinal Thorakal Kontinyu pada Wanita dengan

Gastrointestinal Stromal Tumor (GIST) Gaster

Bagas Adji Prasetyo 1, Imam Ghozali 2,Agung Ikhssani3

1
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, bagasadjiprasetyo529@gmail.com
2
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
3
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

Abstrak Gastrointestinal stromal tumor (GIST) adalah salah satu jenis


tumor (sarkoma) mesenkimal primer saluran cerna yang tersering
ditemukan dimana diakibatkan adanya mutasi DNA lalu memicu
overaktivasi dari enzim tirokinase. Adapun gejala yang paling sering
dikeluhkan, yaitu nyeri perut, buang air besar disertai darah, dan
gejala-gejala anemia. Pembedahan adalah tatalaksana definitif GIST,
dimana reseksi parsial adalah tindakan yang tersering dilakukan.
Anestesi dengan teknik continous spinal anesthesia (CSA) adalah
salah satu teknik anestesi yang cocok dilakukan pada pembedahan
abdomen yang memiliki tingkat kegagalan yang rendah. Seorang
wanita berusia 56 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah
berulang sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit disertai terdapat
benjolan di perut kiri atas yang terasa nyeri. Pasien datang dalam
keadaan compos mentis dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
90x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,5°C. Pemeriksaan fisik
abdomen tidak didapatkan abnormalitas dan tidak teraba massa.
Pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan massa intralumen gaster,
curiga gastrointestinal stromal tumor (GIST). Dari pemeriksaan
endoskopi didapatkan massa bulat pada corpus gaster berdiameter 5
cm yang kemudian disimpulkan diagnosa pasien adalah GIST gaster
dan ditatalaksana pembedahan gastrektomi parsial. Manajemen
preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif yang baik akan
memberikan hasil yang lebih baik. Pasca operasi kondisi pasien
stabil tanpa komplikasi.

Kata kunci Anestesi, Gastrointestinal stromal tumor, Komplikasi


Abstract Gastrointestinal stromal tumor (GIST) is one of the most common
primary mesenchymal gastrointestinal tract tumors (sarcomas),
which is caused by DNA mutations that lead to overactivation of the
thyrokinase enzyme. The most frequently symptoms complained by
patients was abdominal pain, blood in the stool, and symptoms of
anemia. Surgery is the defiitive treatment fot GIST, where partial
resection is the most common practice. Continous spinal anesthesia
(CSA) technique is an anesthetic technique that is suitable for
abdominal surgery with a low failure rate. A 56 years old woman
presented with recurrent blood in the stool since 2 years before being
admitted to the hospital accompanied by a painful mass in the upper
left abdomen. Patient came in compos mentis state, blood pressure
110/70 mmHg, pulse rate 18x/minutes, respiratory rate 18x/minutes,
temperature 36,5°C. Physical examination of the abdomen revealed
no abnormalities and no palpable mass. A CT scan showed an
impression of an intraluminal gastric mass, suggesting a
gastrointestinal stromal tumor (GIST).From the endoscopic
examination, there was a rounded-mass on the gastric corpus with
diameter of 5 cm then concluded the patient’s diagnosis was gastric
GIST and partial gastrecyomy was managed. Good preoperative,
intraoperativem and postoperative management will give better
outcome. In postoperative statem patient condition was stable
without complication.

Keywords anesthesia, complication, gastrointestinal stromal tumor

A. Pendahuluan
Continuous spinal anesthesia (CSA) adalah teknik anestesi lokal
dengan dosis rendah yang diinjeksikan secara intermiten ke dalam ruang
subarachnoid melalui kateter. Continuous spinal anesthesia (CSA) cocok
untuk operasi pada ekstremitas bawah, perineum, dan abdomen.
Keunggulan CSA dibandingkan single-shot spinal anaesthesia (SSA) dan
continuous epidural anaesthesia (CEA), adalah kemampuan untuk
memberikan anestesi lokal dosis kecil, dititrasi dan bertahap melalui
kateter yang dapat memberikan stabilitas hemodinamik dan kemampuan
untuk mencapai level blok yang memadai untuk durasi yang tidak terbatas
(Beh et al., 2018).
Pembedahan terbuka untuk keganasan abdomen biasanya dilakukan
dengan anestesi umum. Namun, anestesi umum memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya adalah efek samping negatif obat, waktu
pemulihan yang relatif lebih lama, kontraindikasi untuk pasien tertentu
(lanjut usia atau mereka yang memiliki kondisi jantung), biaya dan

PA
PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

keamana, sehingga membatasi kegunaan anestesi umum (Kuniyoshi et al.,


2021). Oleh karena itu, anestesi regional, terutama blokade neuraksial,
dikenal sebagai teknik yang efektif dan aman yang dapat memberikan hasil
yang lebih baik dalam hal morbiditas dan mortalitas perioperatif
dibandingkan dengan anestesi umum (Vincenzi et al., 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roesch-Dietlen et al
pada dengan kegananasan abdomen yang akan dilakukan operasi dengan
kelas American Society of Anesthesiology (ASA) II atau III, didapatkan
hasil bahwa anestesi spinal thorakal segmental dosis tunggal merupakan
pilihan yang lebih memadai untuk operasi abdomen terbuka pada pasien
berisiko tinggi dibandingkan dengan anestesi umum. Beberapa keuntungan
anestesi spinal thorakal adalah waktu pemulihan yang lebih singkat, nyeri
pasca operasi yang lebih baik, insiden mual dan muntah yang lebih rendah
sehingga kepuasan pasien lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
anestesi umum (Roesch-Dietlen et al., 2021).
Thoracic continuous spinal anesthesia (TCSA) dapat digunakan
dengan aman pada yang menjalani operasi abdomen bagian atas, terutama
pasien lansia dengan risiko tinggi. Gastrointestinal stromal tumor (GIST)
adalah tumor mesenkim yang paling umum pada saluran cerna.
Tatalaksana bedah adalah satu-satunya kesempatan untuk menyembuhkan
pasien dengan GIST lokal primer (Hayashi et al., 2021). Pada laporan
kasus ini, seorang wanita 56 tahun, dengan diagnosis GIST gaster akan
dilakukan tatalaksana gastrektomi parsial dengan teknik anestesi spinal
thorakal.

B. Metodologi
Metode yang digunakan adalah menggunakan studi kasus. Studi kasus
adalah suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu
gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti
kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan
sebelumnya dari proposisi teoretis. Dalam riset yang menggunakan metode
ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu
keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan
cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan
data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya

C. Temuan dan Pembahasan


Kasus
PA

Seorang wanita usia 56 tahun datang ke RSUD Dr. H. Abdul Moeloek


keluhan BAB berdarah satu sampai dua kali perbulan sejak 2 tahun
sebelum dirawat di rumah sakit. Keluhan disertai rasa nyeri hilang timbul
dan teraba benjolan di perut. Nyeri pada perut dirasakan memberat saat
terisi makanan. Keluhan buang air besar cair atau keras dan feses berlendir
disangkal.
Keluhan muntah berdarah atau batuk berdarah disangkal. Riwayat
penurunan berat badan disangkal. Keluhan lain seperti sesak napas, sakit
kepala, mual muntah, dan perut terasa penuh. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan. Riwayat penurunan berat badan disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya disangkal. Buang air kecil dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, berat badan pasien 50 kg, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,5°C. Pada
pemeriksaan kepala, tampak konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik,
jalan napas baik dengan malampati 1, pergerakan leher dalam keadaan baik
dan tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan jantung dan paru dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi tidak ditemukan adanya
abnormalitas, pemeriksaan auskultasi didapatkan bising usus 5x/menit,
pada pemeriksaan perkusi didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen,
pada pemeriksaan palpasi tidak teraba massa. Hepar dan lien sulit dinilai.
Pada pemeriksaan rectal toucher tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan
ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan edema dengan capillary refill
time kurang dari 2 detik.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 8 g/dL,
leukosit 15.000 mm3, trombosit 250.000 mm3, hematokrit 40%, natrium
127 mmol/L, kalium 3,8 mmol/L, klorida 100 mmol/L, kalsium 9,2
mmol/L, gula darah sewaktu 120 mg/dL, PT 10 detik, aPTT 28 detik,
ureum 30 mg/dL, kreatinin 0,70 mg/dL, SGOT 25 U/L, SGPT 35 U/L.
Pemeriksaan urin dalam batas normal. Hasil laboratorium menunjukkan
pasien dalam keadaan anemia.

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan massa intralumen gaster,


curiga gastrointestinal stromal tumor (GIST). Pada pemeriksaan endoskopi
didapatkan hasil korpus gaster tampak massa membulat dengan diameter 5
cm, kemudian dilakukan biopsi 1 buah dari ulkus massa, tampak
perdarahan sekitar 5 cc berhenti sendiri.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
diagnosis pada pasien ini adalah GIST gaster, dan direncanakan untuk
tindakan partial gastrectomy dengan anestesi spinal thorakal.
Preoperatif kebutuhan rumatan cairan dan regulasi hemoglobin
diberikan 2 unit PRC dan koloid yang sudah terpenuhi di ruangan. Pasien
juga dipuasakan dan diberikan Na 3% dengan target natrium 135 mmol/L,
dipersiapkan juga darah untuk selama tindakan operasi berlangsung yaitu 1
whole blood dan 2 PRC. Pasien dirawat selama 2 hari di ruangan untuk
persiapan operasi. Pasien dipindahkan ke dalam kamar operasi dengan
terpantau saat itu hemodinamik prainduksi yaitu tekanan darah 125/85
mmHg, frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi napas 24x/menit, dan saturasi
O2 98%.
Pasien diposisikan duduk kemudian dilakukan teknik anestesi spinal
thorakal di T9-T10 level dengan menempatkan ujung pada T8–T7 level
dengan memberikan lidocaine terlebih dahulu untuk anestesi lokal. Jarum
yang digunakan adalah jarum spinalong pajunk ukuran 22G x 90 mm. Lalu
diberikan adjuvant yaitu midazolam 2 mg ditambah ketamin 20 mg dengan
dexamethasone 4 mg sebelum loading dose anestesi lokal. Jika LCS sudah
keluar, dilakukan pemasangan kateter spinal dengan membawa ujung
kateter spinal setinggi T8-T7 level dan digunakan extension tube untuk
menghindari kateter terlipat. Kemudian diberikan anestesi local isobarik:
levobupivacaine 5 mg dan ditambah bupivacaine 5 mg.
Selama operasi berlangsung pasien tersedasi ringan dengan Ramsay
Score: 3-4 Pasien sempat mengalami hipotensi (tekanan darah 80/60
mmHg) setelah pemberian obat anestesi lokal, lalu untuk mengatasinya
diberikan efedrin 5-10 mg dan loading cairan normal saline 500 cc. Setelah
hipotensi teratasi, 10 menit setelah operasi berlangsung pasien mulai
dilakukan sedasi intratecal (midazolam 2 mg + ketamin 20 mg dilarutkan
dalam normal saline menjadi 10 cc) diberikan melalui syringe pump
dengan laju kecepatan 3 cc/jam. Operasi berlangsung selama 3 jam dan
PA

hemodinamik pasien stabil sampai tindakan pembedahan selesai. Perkiraan


perdarahan sekitar 450 cc dengan urin output sekitar 100 cc.
Setelah operasi berlangsung, tidak dilakukan penambahan
bupivacaine. Setelah selesai operasi, pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan untuk dilakukan pengawasan dengan Bromage Score: 2, dan
selama pengawasan ini hemodinamik stabil dengan tekanan darah 110/80
mmHg pada lengan kanan. Pemberian program penanggulangan nyeri
pasca operasi dilakukan dengan continuous secara intratecal melalui kateter
yang masih terpasang dengan pemberian levobupivacaine 16 cc +
midazolam 5 mg yang diencerkan menjadi 50 cc dan diberikan 0,5 cc/jam.
Selama pemantauan di ruang pemulihan, pasien tidak ada keluhan lainnya
maka pasien dipindahkan ke ruang rawat inap. Selama di ruang perawatan,
pasien tetap dipantau secara terus menerus hemodinamiknya.

Pembahasan
Gastrointestinal Stromal Tumor (GIST) merupakan tumor
mesenkimal tersering pada saluran cerna. Tumor ini berasal dari sel cajal
pada jaringan intraabdomen. Menurut data The American Joint Committee
on Cancer, Cancer Staging Manual distribusi GIST terbanyak pada
lambung (60%), usus halus (30%), rectum (3%), kolon (1-2%), esophagus
(<1%), dan omentum/mesenterium terhitung jarang (Menge et al., 2018).
Gejala yang paling umum ditemui adalah perdarahan saluran cerna
dan nyeri perut. Perdarahan saluran cerna kronis dapat memicu anemia
kronis hingga kegawatdaruratan akibat melena atau hematemesis. Akan
tetapi, pada lesi kecil asimtomatik seringkali ditemui secara tidak sengaja.
Pada kasus GIST gaster gejala yang umumnya terjadi adalah hematemesis
akut, melena, atau anemia mikrositik kronik yang dihubungkan dengan
adanya ulserasi pada permukaan mukosa seiring pertumbuhan tumor
submukosa (Kosmidis et al., 2020). Pada pewarnaan imunohistokimia,
kebanyakan GIST (>95%) memiliki hasil positif pada protein
KIT(CD117), diperkirakan 80-90% kasus memiliki mutasi gen PDGFRA
dan c-KIT (Sanchez-Hidalgo et al., 2018).
Pembedahan menjadi tatalaksana definitif pada GIST yang dapat
direseksi, dengan tindakan tersering yakni reseksi parsial (44,5%). Pada

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

kasus GIST gaster karena bukan sepenuhnya dapat dibedakan dengan


tumor submukosa lainnya, maka pembedahan biopsi dengan eksisi
direkomendasikan pada tumor dengan ukuran >2cm (Ronellenfitsch &
Hohenberger, 2018). Prinsip pembedahan pada GIST terdiri dari reseksi R0
dengan batas mukosa normal, tidak dilakukan diseksi kelenjar getah
bening, dan pencegahan perforasi yang memungkinan terjadinya peritonitis
(Madhavan et al., 2018).
Secara anatomis gaster terdiri atas 4 bagian, yakni kardia, fundus,
corpus, dan pylorus. Bagian kardia merupakan bagian atas pembuka gaster
yang sejajar dengan T11, fundus merupakan bagian melingkar di atas,
corpus merupakan bagian sentral di bawah fundus, dan pylorus merupakan
bagian yang menghubungkan dengan duodenum yang kemudian terbagi
menjadi antrum, kanal, dan sfingter dimana sfingter pylorus diketahui
sejajar dengan L1 (Tobias & Sadiq, 2019).
Gaster diperdarahi oleh arteri gastric kanan, arteri gastric kiri,
arteri gastro-omental, dan arteri gastro-omental kiri. Selain itu, gaster
dipersarafi oleh saraf parasimpatis yang mensuplai bagian atas tubuh yang
berasal dari nervus vagus dan saraf simpatis yang berasal dari segmen
spina T6-T9 yang kemudian melewati plexus koeliakus melalui saraf
splanchnic mayor. Saraf ini juga berfungsi membawa serabut transmisi
nyeri (Tobias & Sadiq, 2019).
Pembedahan mengakibatkan nyeri somatic dan visceral. Hal ini
merupakan bagian dari respon stres pembedahan, inflamasi sistemik dan
respon endokrin. Stimulus nosiseptif ditransimisikan melalui alur nyeri
menuju otak. Komunikasi berkesinambungan antara sistem saraf pusat,
endokrin, dan sistem imun menciptakan alur feedback positif. Modulasi
persepsi nyeri dengan analgesik yang tepat akan menghasilkan penurunan
sitokin proinflamasi dan peningkatan aktivitas limfosit (Novak-Jankovič &
Markovič-Božič, 2019).
Di sisi lain, stimulasi sistem ini dapat mengakibatkan nyeri kronik
atau neuropatik. Pembedahan thoraks dan abdominal dapat menginduksi
nyeri hebat yang akan berkontribusi pada morbiditas dan mortalitias
perioperatif. Manajemen nyeri yang tepat sebelum, saat, dan sesudah
PA

operasi dapat mencegah timbulnya nyeri kronik (Novak-Jankovič &


Markovič-Božič, 2019).
Continuous spinal anestesi (CSA) adalah teknik memproduksi dan
mempertahankan anestesi spinal dengan dosis kecil anestesi lokal yang
disuntikkan secara intermiten ke dalam ruang subarachnoid melalui kateter.
Konsep ini dijelaskan pertama kali pada tahun 1907 oleh Dean, seorang
ahli bedah Inggris, yang menulis tentang menempatkan jarum di ruang
subarachnoid dan meninggalkannya di tempat sehingga dosis berulang
anestesi lokal dapat disuntikkan. Pada tahun 1939, Lemmon
menggambarkan jarum lunak yang dapat dibiarkan di ruang subarachnoid
yang memungkinkan injeksi anestesi lokal intermiten melalui tabung karet.
Teknik kateter dijelaskan pertama kali oleh Edward Tuohy pada tahun
1944. Dia menggambarkan CSA sebagai teknik yang aman dan serbaguna
tanpa masalah yang signifikan dari Post Dural Puncture Headache (PDPH)
(Weinstein et al., 2018).
Anestesi spinal thorakal menjadi teknik anestesi yang dipilih pada
pasien selama operasi berlangsung. Sebuah studi oleh Ellakany dkk
menyebutkan teknik anestesi spinal pada 30 pasien yang menjalani
pembedahan terbuka pada kasus malignansi abdomen menunjukkan hasil
dan keefektifan yang lebih dari anestesi umum. Hal ini ditunjukkan dari
berkurangnya durasi rawat post anestesi, kejadian mual dan muntah yang
lebih rendah hingga manajemen nyeri postoperatif yang lebih baik pada
pasien dibandingkan anestesi umum. Anestesi spinal thorakal merupakan
teknik anestesi dengan kejadian hipotensi yang rendah dan tidak
menimbulkan masalah neurologik (Imbelloni & Gouveia, 2014).
Ruang intervertebra T7-8 dipilih sebagai tempat blokade karena
dapat mengakomodasi lapang pembedahan mulai dari T5 hingga L2 dan
dapat mengsegmentasi anestesi spinal sebagai anestesi lokal, opioid juga
dapat mencapai efek tertingginya melalui blokade pada segmen ini. Jarak
antara duramater dan tulang belakang yang lebih besar terdapat pada T6
(9.5 ± 1.8 mm); Imbelloni LE menyebutkan jarak terbesar subaraknoid
posterior terdapat pada T2 dan T10. Hal ini dikarenakan pada regio mid-
thorakal, tulang belakang terletak lebih vertikal dan berjarak dengan

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

duramater, sehingga meminimalisasi risiko cedera karena adanya jarak


yang lebih lebar antara duramater dan spinal (Seif & ELbadawy, 2019).
Imbelloni LE, menyimpulkan anestesi thorakal dapat menurunkan
dosis penggunaan bupivacaine hiperbarik yang dikombinasi dengan
fentanyl pada operasi laparoskopik sehingga menghasilkan outcome lebih
baik dengan hemodinamik yang lebih stabil, dan durasi blokade motorik
dan sensorik yang lebih pendek dibandingkan anestesi lumbal dengan
penggunaan dosis konvensional. Hal ini juga berimplikasi pada lama rawat
inap di ruang pemulihan yang lebih cepat, reduksi nyeri post operatif, dan
meningkatkan kepuasan pasien pada pasien dengan tumor abdominal yang
menjalani pembedahan (Imbelloni & Gouveia, 2014).
Penempatan anestesi spinal thorakal pada T10 menunjukkan onset
yang cepat sehingga dapat menurunkan insidensi hipotensi dengan adanya
pemulihan yang lebih cepat. Komplikasi yang mungkin terjadi akibat
anestesi spinal thorakal adalah risiko cedera tulang belakang. Selain itu
bentuk anatomis vertebra dapat berkontribusi pada kerusakan tulang
belakang yang memungkinkan lesi neurologis dan kemungkinan progresi
menuju parese atau paraplegia dan kemungkinan pengaruh terhadap fungsi
ventilasi oleh karena blokade saraf tulang belakang sejajar thorakal.
Insensisitivitas jaringan tulang belakang terhadap penetrasi jarum juga
dapat memperparah kondisi pasien (Kader et al., 2018).
Jumlah LCS pada thorakal lebih sedikit dibandingkan dengan
lumbal dan servikal, dan serabut saraf thorakal lebih sedikit dibandingkan
pada segmen di atas atau di bawahnya, menghasilkan dilusi anestesi yang
lebih sedikit per segmen unit dari tempat injeksi, selain itu serabut sarafnya
lebih mudah diblokade karena ukurannya yang lebih kecil sehingga faktor-
faktor di atas diprediksi akan mendukung efisiensi blokade segmen. Jumlah
anestesi local yang sedikit yang diinjeksi pada ruang subarachnoid
menyebabkan perubahan hemodinamik. Kejadian hipotensi berhubungan
dengan penempatan blockade. Hipotensi merupakan efek samping yang
sering terjadi pada 30% pasien selama anestesi spinal (Ko & Huh, 2021).
Anestesi spinal dapat digunakan baik pada operasi emergensi
maupun elektif dengan injeksi anestesi secara lokalisata ke cairan
serebrospinal hingga mendapatkan efek blok terhadap transmisi saraf.
PA

Beberapa obat adjuvan ditambahkan karena pertimbangan tingkat toksisitas


dan durasi efek kerja. Obat yang dipakai seperti benzodiazepine, opioid,
neostigmin, dan agonis reseptor α (Van Zuylen et al., 2019).
Midazolam merupakan imido-benzodiazepin larut air yang
dilaporkan memiliki efek nosiseptif spinal. Beberapa studi sebelumnya
menyebutkan pemberian midazolam intratekal meningkatkan efek
analgesik bupivacaine pada periode postoperatif. Penelitian oleh Bharti et
al pada 40 pasien yang menjalani operasi abdomen bawah dengan anestesi
spinal menyebutkan penggunaan bupivacaine dan midazolam menunjukkan
kualitas blok yang lebih baik serta durasi blok sensoris dan motoris yang
lebih lama dibandingkan penggunaan bupivacaine saja (Zhang et al., 2016).
Mekanisme aksi midazolam intratekal yaitu dimediasi omeh
kompleks reseptor benzodiazepine GABA-A yang dapat dinetralisir oleh
pemberian flumazenil intratekal (antagonis GABA-A). Efek midazolam
juga berhubungan dengan jalur opioid kappa. Midazolam intratekal terlibat
dalam pelepasan opioid endogen yang bekerja pada reseptor delta spinal.
Meskipun ditemukan efek neurotoksik pada penelitian dengan objek
penelitian tikus dan kelinci, namun tidak ditemukan perubahan morfologi
pada hasil pemeriksaan patologi anatomi dari organ medulla spinalis objek
penelitian tersebut (Zhang et al., 2016).
Ketamin bekerja dengan melakukan blok pada reseptor N-methyl-
D-aspartate (NMDA). Ketamin intratekal memiliki efek anestesi dan
bekerja sinergis dengan bupivacaine. Ketamin, derivatif cyclidine,
memiliki sifat analgesi poten dengan bekerja pada reseptor opiat dan
monoaminergic serta yang memiliki keuntungan lain dibandingkan anestesi
local lain pada sistem kardiovaskular dan pernapasan. Pemberian ketamin
bersamaan dengan levobupivacaine atau ropivacaine memberikan efek
blok yang lebih kuat dan durasi blok yang juga lebih lama (Kim et al.,
2014).
Hasil sebuah studi menyebutkan pemberian ketamin dengan dosis
5 mg dan 10 mg per kgBB efektif dalam meningkatkan durasi anestesi
ropivacaine dan levobupivacaine. Kim et al menunjukkan efek sinergis
pemberian ketamin intravena yang mendapakatkan bupivacaine spinal.
Penggunaan profilaksis ketamin intravena secara signifikan mengurangi

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

frekuensi dan intensitas perioperative shivering yang berhubungan dengan


anestesi spinal (Kim et al., 2014).

D. Simpulan
Gastrointestinal stromal tumor merupakan tumor mesenkim yang
berasal dari sel Cajal, dan distribusi terbanyak terletak di lambung yaitu
sebesar 60%. Tatalaksana definitif untuk GIST yang dapat direseksi adalah
pembedahan. Pada laporan kasus ini, thoracic continuous spinal anesthesia
(TCSA) menjadi teknik anestesi yang dipilih untuk pasien dengan GIST
yang akan dilakukan tindakan parsial gastrectomy.
Anestesi spinal thorakal kontinyu adalah blokade selektif neuroaksial
dan merupakan teknik anestesi yang lebih baik dalam hal stabilitas
hemodinamik selama tindakan bedah, waktu pemulihan, nyeri pasca
operasi, dan efek mual muntah pasca operasi sehingga dapat digunakan
sebagai alternatif tindakan general anestesi bagi Tindakan pembedahan
abdomen bagian atas. Penggunaan dosis kecil anestesi local yang dipakai
pada metode ini memberikan efektifitas dan kenyamanan bagi pasien.
Penambahan adjuvan sedasi dan analgesik intratekal, memberikan kualitas
blok yang lebih baik, durasi blok sensoris dan motoris yang lebih lama, dan
dapat meningkatkan efek analgesik selama periode intraoperatif dan
postoperatif.

Daftar Pustaka
1. Beh, Z. Y., Yong, P. S. A., Lye, S., Eapen, S. E., Yoong, C. S., Woon, K.
L., & Lim, J. G. C. (2018). Continuous spinal anaesthesia: A

retrospective analysis of 318 cases. Indian Journal of Anaesthesia,

62(10), 765.

2. Hayashi, H., Seshan, J. R., & Kawaguchi, M. (2021). Anesthetic

Concerns During Pediatric Spine Surgery. In Fundamentals of Pediatric

Neuroanesthesia (pp. 273–288). Springer.

3. Imbelloni, L. E., & Gouveia, M. A. (2014). A comparison of thoracic

spinal anesthesia with low-dose isobaric and low-dose hyperbaric


PA

bupivacaine for orthopedic surgery: A randomized controlled trial.

Anesthesia, Essays and Researches, 8(1), 26.

4. Kader, A. M. A., Hekal, K. E. A., Ragheb, Y. M. A., & Magdy, A. A.

(2018). Single-shot spinal anesthesia with heavy bupivacaine in two

regimens versus continuous spinal anesthesia in elderly patients

undergoing hip surgery: A prospective randomized controlled study.

Tanta Medical Journal, 46(2), 99.

5. Kim, M.-H., Jung, S. Y., Shin, J. D., Lee, S. H., Park, M.-Y., Lee, K. M.,

Lee, J. H., Cho, K., & Lee, W. (2014). The comparison of the effects of

intravenous ketamine or dexmedetomidine infusion on spinal block with

bupivacaine. Korean Journal of Anesthesiology, 67(2), 85.

6. Ko, H.-Y., & Huh, S. (2021). Clinical and Functional Anatomy of the

Spinal Cord. In Handbook of Spinal Cord Injuries and Related Disorders

(pp. 1–32). Springer.

7. Kosmidis, C. S., Alexandrou, V., Koimtzis, G. D., Mantalovas, S.,

Varsamis, N. C., Koulouris, C., Taraboulous, D., Leptopoulou, A.,

Georgakoudi, E., & Sevva, C. D. (2020). Treatment of a Gastrointestinal

Stromal Tumor (GIST) Adherent to the Spleen and the Tail of the

Pancreas: A Case Report. The American Journal of Case Reports, 21,

e918278-1.

8. Kuniyoshi, H., Yamamoto, Y., Kimura, S., Hiroe, T., Terui, T., & Kase,

Y. (2021). Comparison of the analgesic effects continuous epidural

anesthesia and continuous rectus sheath block in patients undergoing

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

gynecological cancer surgery: A non-inferiority randomized control trial.

Journal of Anesthesia, 35(5), 663–670.

9. Madhavan, A., Phillips, A. W., Donohoe, C. L., Willows, R. J.,

Immanuel, A., Verril, M., & Griffin, S. M. (2018). Surgical management

of gastric gastrointestinal stromal tumours: Comparison of outcomes for

local and radical resection. Gastroenterology Research and Practice,

2018.

10. Menge, F., Jakob, J., Kasper, B., Smakic, A., Gaiser, T., & Hohenberger,

P. (2018). Clinical presentation of gastrointestinal stromal tumors.

Visceral Medicine, 34(5), 335–340.

11. Novak-Jankovič, V., & Markovič-Božič, J. (2019). Regional anaesthesia

in thoracic and abdominal surgery. Acta Clinica Croatica, 58(Suppl 1),

96.

12. Roesch-Dietlen, F., Pérez-Morales, A. G., Gómez-Delgado, J. A.,

Ballinas-Bustamante, J. R., Martínez-Fernández, S., & Díaz-Roesch, F.

(2021). Spinal Anesthesia in Laparoscopic Cholecystectomy: A Cohort

Study of 1762 Cases in Southeastern Mexico. Indian Journal of Surgery,

1–7.

13. Ronellenfitsch, U., & Hohenberger, P. (2018). Surgery for

gastrointestinal stromal tumors: State of the art of laparoscopic resection

and surgery for M1 tumors. Visceral Medicine, 34(5), 367–374.

14. Sanchez-Hidalgo, J. M., Duran-Martinez, M., Molero-Payan, R., Rufian-

Peña, S., Arjona-Sanchez, A., Casado-Adam, A., Cosano-Alvarez, A., &

Briceño-Delgado, J. (2018). Gastrointestinal stromal tumors: A


PA

multidisciplinary challenge. World Journal of Gastroenterology, 24(18),

1925.

15. Seif, N. E., & ELbadawy, A. M. (2019). Comparative study of mid-

thoracic spinal versus epidural anesthesia for open nephrectomy in

patients with obstructive/restrictive lung disease: A randomized

controlled study. Saudi Journal of Anaesthesia, 13(1), 52.

16. Tobias, A., & Sadiq, N. M. (2019). Physiology, Gastrointestinal Nervous

Control.

17. Van Zuylen, M., Ten Hoope, W., Bos, E., Hermanides, J., Stevens, M., &

Hollmann, M. (2019). Safety of epidural drugs: A narrative review.

Expert Opinion on Drug Safety, 18(7), 591–601.

18. Vincenzi, P., Starnari, R., Faloia, L., Grifoni, R., Bucchianeri, R., Chiodi,

L., Venezia, A., Stronati, M., Giampieri, M., & Montalti, R. (2020).

Continuous thoracic spinal anesthesia with local anesthetic plus

midazolam and ketamine is superior to local anesthetic plus fentanyl in

major abdominal surgery. Surgery Open Science, 2(4), 5–11.

19. Weinstein, S., Baaklini, L., Liu, J., Poultsides, L., Cozowicz, C., Poeran,

J., Saleh, J., & Memtsoudis, S. (2018). Neuraxial anaesthesia techniques

and postoperative outcomes among joint arthroplasty patients: Is spinal

anaesthesia the best option? British Journal of Anaesthesia, 121(4), 842–

849.

20. Zhang, Y., Lin, H., & Yi, W. (2016). Evaluation of the effects of

ketamine on spinal anesthesia with levobupivacaine or ropivacaine.

Experimental and Therapeutic Medicine, 12(4), 2290–2296.

PA
Author/s last name (TNR, Bold, 8pts), Short title (TNR, Italic, 9pts)…

Anda mungkin juga menyukai