“SIBLING RIVALRY”
Dosen Pengajar:
Disusun Oleh :
Kelompok 3 (Tiga)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam mari
kita haturkan kepada pahlawan revolusioner dunia yakni Nabi Muhammad SAW dan
semoga kita akan selalu mendapat syafa’atnya baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan pertolongan dan hidayahnya kami dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Asuhan kebidanan nifas dan menyusui” tentang “Sibling
Rivalry”.Tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan, dan
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun .Semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................3
2.2 Keluarga..............................................................................................................11
2.2.4 Perang Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian Dan Mendidik Anak...14
2.3 Anak....................................................................................................................16
2.3.3 Kepribadian Anak Dan Kaitannya Dengan Pola Asuh Orang Tua...............18
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................20
3.2 Saran....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry) adalah perasaan cemburu dan
benci yang biasanya dialami oleh seorang anak terhadap kelahiran/kehadiran saudara
kandungnya (Djamarah,2014). Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara
kandung terlalu dekat, jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah
jarak usia antara 1-3 tahun, dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali
pada usia 8-12 tahun (Setiawati&Zulkaida,2007).
Sibling rivalry merupakan sebuah istilah popular bagi interaksi yang sering kali
agresif dan suka menimbulkan pertengkaran di antara saudara-saudara kandung. Reaksi
Sibling rivalry dapat dilakukan dengan cara memukul, menggigit, menendang,
mendorong, mencubit, menghakimi, menyindir/mengejek, menertawakan, mengancam
dan mengabaikan (Hurlock, 2007).
Dalam laporan Lamb dan Sutton-Smith Di Amerika dilaporkan 55% anak
mengalami kompetisi dalam keluarga dan umur antara 10- 15 tahun merupakan kategori
tertinggi (McNerney dan Usner, 2001). Di Indonesia hampir 75% anak mengalami
sibling rivalry, reaksi yang sering tampak adalah anak lebih agresif, memukul atau
melukai kakak atau adiknya, membangkang pada ibunya, rewel, mengalami kemunduran,
sering marah yang meledak-ledak, sering menangis tanpa sebab, menjadi lebih kolokan
atau lengket pada ibu (Priatna dan Yulia, 2006).
Ketika terjadi sibling rivalry dalam sebuah hubungan persaudaraan dan tidak bisa
diatasi oleh orang tua biasanya akan menuai dampak baik pada diri sendiri, pada saudara
kandung dan pada orang lain. Ketika pola hubungan antara anak dan saudara kandungnya
tidak baik maka sering terjadi pola hubungan yang tidak baik tersebut akan dibawa anak
kepada pola hubungan sosial diluar rumah. Kebiasaan bertengkar acuh yang dibawa anak
keluar rumah akan membuat anak tidak diterima oleh lingkungan luar rumahnya
(Hurlock,2007).
1
Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry bisa dari faktor orang tua
sendiri dan dari diri anak itu sendiri. Faktor tersebut berupa sikap orang tua, karakter
individu, urutan posisi, jenis kelamin, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin, dan
pengaruh orang luar. Perilaku orang tua sehari-hari adalah cara mendidik anak untuk
menghindari sibling rivalry yang paling bagus, perbedaan perilaku orang tua yang
diberikan kepada anak membuat kecemburuan merasa kurang diperhatikan sehingga
mengakibatkan kejadian sibling rivalry. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor
jenis pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry (Listiani, 2010).
Ibu menjadi sosok yang penting dalam mendidik dan mengasuh anak, dikarenakan
ibu lebih sering berinteraksi dengan anaknya dan lebih memerhatikan bagaimana
perkembangan dari masing-masing anaknya. Pemahaman ibu tentang tumbuh kembang
anak akan menentukan mutu tumbuh kembang anak itu sendiri. Anak dalam fase tumbuh
kembang sangat membutuhkan perhatian ekstra dari ibu. Salah satu masalah anak yang
sangat mengganggu dirinya yaitu kehadiran anggota keluarga baru (adik) atau gangguan
dari kakaknya yang juga menuntut perhatian ibu karena kesibukan ibu dalam mengurus
pekerjaan rumah sehingga perhatiannya menjadi berkurang, hal tersebut menyebabkan
anak mencari perhatian dari ibu dengan cara bersaing dan menjadi penyebab
pertengkaran antara saudara. Anak yang merasa tidak menerima perhatian, disiplin,
respon dan perlakuan sama seperti saudaranya maka anak akan menjadi marah dan iri
terhadap saudaranya (Santrock,2007).
Ada 3 jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu pola asuh demokratif,
yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Selanjutnya
ada jenis pola asuh otoriter, yang ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-
aturan yang ketat, dan satu lagi ada jenis pola asuh permisif, yang ditandai dengan cara
orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki (Hurlock,2007).
Dari ketiga jenis pola asuh ini, pola asuh demokratif merupakan pola asuh yang
cenderung paling efektif. Dikarenakan orang tua yang menggunakan pola asuh
demokratif ini menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi,
sehingga memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari memberikan
standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak (Santrock,2007).
2
Orangtua adalah kunci yang mungkin mempengaruhi sibling rivalry, namun orang
tua pula yang dapat memperkecil terjadinya sibling rivalry (Setiawati dan Zulkaida,
2007). Hal ini dapat dicegah dengan orang tua yang menggunakan pola asuh secara
demokratif yakni secara adil tanpa membandingkan antara sang kakak dan adik, orang
tua menempatkan diri diantara mereka dan tetap mengarahkan ke arah yang baik dan adil
yang bisa menurunkan terjadinya kejadian sibling rivalry (Dinengsih dan Agustina,
2018). Dari orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter memberikan dampak
terhadap perkembangan motorik anak adalah cenderung agresif yang membuat anak
mudah berlaku kasar dan marah terhadap saudara nya (Kartono, 2006). Orang tua
permisif memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat sehendaknya dan lemah
sekali melaksanakan disiplin kepada anak sehingga orang tua kurang memperhatikan dan
kurang peduli terhadap apa yang terjadi antara anaknya yang memunculkan kejadian
sibling rivalry (Noviani, 2007).
1.2.8 Bagaimana peran orang tua dalam membentuk kepribadian dan mendidik anak?
1.2.11 Apakah kepribadian anak ada kaitannya dengan pola asuh orang tua ?
1.3 Tujuan
3
1.3.3 Untuk mengetahui dampak Sibling Rivalry.
1.3.8 Untuk mengetahui peran orang tua dalam membentuk kepribadian dan mendidik anak.
1.3.11 Untuk mengetahui kepribadian anak dan kaitannya dengan pola asuh orang tua.
BAB II
4
PEMBAHASAN
Ciri khas yang sering muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois,
suka berkelahi, memiliki kedekatan yang khusus dengan salah satu.
orangtua, mengalami gangguan tidur, kebiasaan menggigit kuku,
hiperaktif, suka merusak, dan menuntut perhatian lebih banyak (Sains,
5
2009). Terdapat dua macam reaksi sibling rivalry, secara langsung yaitu
biasanya berupa perilaku agresif seperti memukul, mencubit, atau bahkan
menendang (Setiawati, 2008). Reaksi yang lainnya adalah reaksi tidak
langsung seperti, munculnya kenakalan, rewel, mengompol atau pura-pura
sakit (Setiawati, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sibling
rivalry dapat diartikan sebagai kecemburuan, persaingan dan pertengkaran
antara saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua, hal ini terjadi pada semua orang
tua yang mempunyai dua anak atau lebih.
A. Faktor internal:
Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak
itu sendiri seperti temperamen, sikap masing-masing anak mencari
perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, dan ambisi
anak untuk mengalahkan anak yang lain (Sains, 2009).
B. Faktor eksternal:
Faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik
anaknya, seperti sikap membanding-bandingkan, dan adanya anak
emas diantara anak yang lain (Sains, 2009).
6
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi
mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam
oleh kedatangan anggota keluarga baru/bayi.
7
tersisih.
8
d. Sediakan waktu untuk anak yang lebih tua.
9
bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian orang tuanya.
f. Gunakan sebutan “adik bayi” daripada bayi baru, sehingga anak tidak
merasa bahwa adik “baru” dan dia “lama”.
2.2 Keluarga
10
2.2.1 Orang Tua
Orang tua adalah kunci bagi munculnya sibling rivalry dan juga
berperan memperkecil munculnya hal tersebut (Setiawati, 2008). Setiawati
(2008) juga menjelaskan beberapa peran yang dapat dilakukan orang tua
adalah: memberikan kasih sayang dan cinta yang adil bagi anak,
mempersiapkan anak yang lebih tua menyambut kehadiran adik baru,
memberikan hukuman sesuai dengan kesalahan anak bukan karena
adanya anak emas atau bukan, sharing antar orang tua dan anak, serta
memperhatikan protes anak terhadap kesalahan orang tua.
11
kemudian hari tidak menjadi anak yang sombong, manja, pemboros,
tidak saleh, tidak menghormati orang tua dan masyarakat sekitar
(Soetjiningsih, 1995).
Sangat penting bagi orangtua menciptakan tindakan yang
mencerminkan rasa cinta dan kasih sayang yang tulus itu kepada anak
(Rosmansyah, 2008). Misalnya, menghadiri kegiatan ektrakurikuler
anak (karate, kursus musik), mendampingi anak melakukan hobinya
(berenang, membantu memilihkan buku bacaan), dan bahkan merawat
anak ketika ia sedang sakit (Rosmansyah, 2008). Perlakuan orangtua
seperti itu besar kemungkinan akan terbawa oleh anak sampai ia dewasa
atau tua nanti, ikatan batin, kebiasaan yang penuh dengan kehangatan,
dan persahabatan akan dibawanya kembali oleh anak kepada orang tua
(Rosmansyah, 2008).
2.2.4 Peran Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian dan Mendidik Anak.
Menurut Baroto (2008) peranan orang tua terbagi dalam : Peranan ayah:
sumber kekuasaan, dasar identifikasi, penghubung dengan dunia luar,
12
pelindung terhadap ancaman dari luar, dan pendidik segi rasional.
Sedangkan peranan ibu adalah : pemberi aman, sumber kasih sayang,
tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan rumah tangga,
pembimbing kehidupan rumah tangga, pendidik segi emosional, dan
penyimpan tradisi.
Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan
masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam
bimbingan tanggung jawab orang tuanya (Baroto, 2008). Menurut
Baroto (2008), peran keluarga dalam wadah pembentukan masing-
masing anggotanya, terutama anak-anak adalah sebagai berikut:
13
g. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk
hidup bermasyarakat dan bernegara.
14
keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri (Zein, 2008). Zein
(2008) juga menjelaskan, ada banyak cara untuk memberikan
pendidikan kepada anak baik formal (di sekolah) maupun non formal
(dengan menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau ahlak mulia,
norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi dengan bimbingan
orang tua di rumah).
2.3 Anak
b. Periode bayi
15
Fase Laten
Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan
psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun
sosial. Anak perempuan lebih menyukai teman yang sejenis,
begitupula sebaliknya.
Industry vs Inferiority
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral.
2) Fase Conventional
16
tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu kebaikan.
a. Anak Pertama :
b. Anak Kedua :
c. Anak bungsu :
d. Anak Tunggal :
Bergaul lebih baik dengan orang yang lebih tua dari pada
dengan rekan-rekannya. Dia meminta persetujuan atas tindakannya.
Dia kemungkinan menjadi seorang pemimpin yang baik.
Urutan kelahiran mempengaruhi anak-anak melalui beberapa
cara. Misalnya anak pertama mendapatkan perhatian orang tua
sepenuhnya, setidaknya sampai kelahiran anak berikutnya. Perhatian
yang tak terbagi dari kedua orang tua selama tahun-tahun pertama
bias manjadi satu alasan mengapa anak pertama memiliki ciri khas
lebih cerdas dari anak-anak lainnya.
2.3.3 Kepribadian Anak dan Kaitannya dengan Pola Asuh Orang Tua
17
kembangkan kepribadian anak dalam mengasuh anak (Kusumasari, 2009).
Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat
diterapkan dalam kehidupan keluarga, akan tetapi apabila pola-pola
yang diterapkan orang tua salah, maka yang akan terjadi bukannya
perilaku yang baik, melainkan akan mempertambah buruk perilaku
anak.
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya
dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa (Ramadhan, 2009).
Ramadhan (2009) menjelaskan, hal ini dikarenakan watak seorang
individu sebenarnya sudah ditanamkan benih-benihnya kedalam jiwa
seorang sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga
ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, kebersihan, disiplin,
bermain dan bergaul dengan anak lain, dan sebagainya. Koenjaraningrat
(1997) dalam Ramadhan (2009).
Pola asuh yang diterapkan orang tua di rumah menurut persepsi
anak, mempengaruhi kecenderungan seorang anak untuk bersaing
dengan saudara kandungnya (Febrianita, 2007).
Tipe-tipe pola asuh orang tua terhadap anak menurut Stewart and
Koch (1983) dalam Kusumasari dan Prayekti (2009):
18
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya.
Cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara
saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua orang tua yang
mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry terjadi jika anak merasa
mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung
adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua
(Setiawati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry bisa dari faktor
orang tua sendiri dan dari diri anak itu sendiri. Faktor tersebut berupa sikap orang tua,
karakter individu, urutan posisi, jenis kelamin, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis
disiplin, dan pengaruh orang luar.
Ada 3 jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu pola asuh demokratif,
yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Selanjutnya
ada jenis pola asuh otoriter, yang ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-
aturan yang ketat, dan satu lagi ada jenis pola asuh permisif, yang ditandai dengan cara
orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki (Hurlock,2007). Orangtua adalah kunci yang
mungkin mempengaruhi sibling rivalry, namun orang tua pula yang dapat memperkecil
terjadinya sibling rivalry (Setiawati dan Zulkaida, 2007)
3.2 Saran
Sibling Rivalry dapat dicegah dengan orang tua yang menggunakan pola asuh
secara demokratif yakni secara adil tanpa membandingkan antara sang kakak dan adik,
19
orang tua menempatkan diri diantara mereka dan tetap mengarahkan ke arah yang baik
dan adil. Makalah ini telah disusun berdasarkan dengan ruang lingkup pembelajaran
yang ada. Namun, kami menyadari bahwasanya masih banyak kesalahan maupun
kekurangan baik didalam penulisan ataupun isinya. Oleh karena itu, kami minta kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga
materi yang ada didalam makalah ini dapat memberi manfaat dan berguna bagi kita
semua yang mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, Yeyen A. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2014 16.
Saleha S.Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009 17.
20