Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“SIBLING RIVALRY”

Dosen Pengajar:

Mussia, SST., M.M

Disusun Oleh :

Kelompok 3 (Tiga)

Afii Faturrohmah 19050003 Laila Karimatu Zalika 19050025


Anggi Duwi Lestari 19050005 Nadia Ramadhani F. 19050029
Dyah Fitri Wardatun 19050014 Natasyah Divani 19050031
Hani Yusri Iqomah 19050019 Neta Aurina W. 19050033
Khofidhotur Rohmah 19050021 Vita Margareta 19050043
Yuniar Raka Siwi 19050044 Ina Jami’atul Fitria 19050046

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEBIDANAN UNIVERSITAS

dr. SOEBANDI JEMBERYAYASAN PENDIDIKAN

JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)2021

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam mari
kita haturkan kepada pahlawan revolusioner dunia yakni Nabi Muhammad SAW dan
semoga kita akan selalu mendapat syafa’atnya baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan pertolongan dan hidayahnya kami dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Asuhan kebidanan nifas dan menyusui” tentang “Sibling
Rivalry”.Tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan, dan
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun .Semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jember, 10 Oktober 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3

1.3 Tujuan..................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................5

2.1 Sibling Rivalry....................................................................................................5

2.1.1 Pengertian Sibling Rivalry............................................................................5

2.1.2 Faktor Penyebab Sibling Rivalry..................................................................6

2.1.3 Dampak Sibling Rivalry................................................................................8

2.1.4 Penatalaksanaan Sibling Rivalry...................................................................8

2.2 Keluarga..............................................................................................................11

2.2.1 Orang Tua......................................................................................................11

2.2.2 Kasih Sayang Terhadap Anak.......................................................................12

2.2.3 Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Anak..................................................13

2.2.4 Perang Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian Dan Mendidik Anak...14

2.3 Anak....................................................................................................................16

2.3.1 Konsep Tumbuh Kembang...........................................................................16

2.3.2 Urutan Kelahiran Dan Keprpibadian............................................................17

2.3.3 Kepribadian Anak Dan Kaitannya Dengan Pola Asuh Orang Tua...............18

BAB III PENUTUP.......................................................................................................20

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................20

3.2 Saran....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry) adalah perasaan cemburu dan
benci yang biasanya dialami oleh seorang anak terhadap kelahiran/kehadiran saudara
kandungnya (Djamarah,2014). Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara
kandung terlalu dekat, jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah
jarak usia antara 1-3 tahun, dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali
pada usia 8-12 tahun (Setiawati&Zulkaida,2007).
Sibling rivalry merupakan sebuah istilah popular bagi interaksi yang sering kali
agresif dan suka menimbulkan pertengkaran di antara saudara-saudara kandung. Reaksi
Sibling rivalry dapat dilakukan dengan cara memukul, menggigit, menendang,
mendorong, mencubit, menghakimi, menyindir/mengejek, menertawakan, mengancam
dan mengabaikan (Hurlock, 2007).
Dalam laporan Lamb dan Sutton-Smith Di Amerika dilaporkan 55% anak
mengalami kompetisi dalam keluarga dan umur antara 10- 15 tahun merupakan kategori
tertinggi (McNerney dan Usner, 2001). Di Indonesia hampir 75% anak mengalami
sibling rivalry, reaksi yang sering tampak adalah anak lebih agresif, memukul atau
melukai kakak atau adiknya, membangkang pada ibunya, rewel, mengalami kemunduran,
sering marah yang meledak-ledak, sering menangis tanpa sebab, menjadi lebih kolokan
atau lengket pada ibu (Priatna dan Yulia, 2006).

Ketika terjadi sibling rivalry dalam sebuah hubungan persaudaraan dan tidak bisa
diatasi oleh orang tua biasanya akan menuai dampak baik pada diri sendiri, pada saudara
kandung dan pada orang lain. Ketika pola hubungan antara anak dan saudara kandungnya
tidak baik maka sering terjadi pola hubungan yang tidak baik tersebut akan dibawa anak
kepada pola hubungan sosial diluar rumah. Kebiasaan bertengkar acuh yang dibawa anak
keluar rumah akan membuat anak tidak diterima oleh lingkungan luar rumahnya
(Hurlock,2007).

1
Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry bisa dari faktor orang tua
sendiri dan dari diri anak itu sendiri. Faktor tersebut berupa sikap orang tua, karakter
individu, urutan posisi, jenis kelamin, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin, dan
pengaruh orang luar. Perilaku orang tua sehari-hari adalah cara mendidik anak untuk
menghindari sibling rivalry yang paling bagus, perbedaan perilaku orang tua yang
diberikan kepada anak membuat kecemburuan merasa kurang diperhatikan sehingga
mengakibatkan kejadian sibling rivalry. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor
jenis pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry (Listiani, 2010).
Ibu menjadi sosok yang penting dalam mendidik dan mengasuh anak, dikarenakan
ibu lebih sering berinteraksi dengan anaknya dan lebih memerhatikan bagaimana
perkembangan dari masing-masing anaknya. Pemahaman ibu tentang tumbuh kembang
anak akan menentukan mutu tumbuh kembang anak itu sendiri. Anak dalam fase tumbuh
kembang sangat membutuhkan perhatian ekstra dari ibu. Salah satu masalah anak yang
sangat mengganggu dirinya yaitu kehadiran anggota keluarga baru (adik) atau gangguan
dari kakaknya yang juga menuntut perhatian ibu karena kesibukan ibu dalam mengurus
pekerjaan rumah sehingga perhatiannya menjadi berkurang, hal tersebut menyebabkan
anak mencari perhatian dari ibu dengan cara bersaing dan menjadi penyebab
pertengkaran antara saudara. Anak yang merasa tidak menerima perhatian, disiplin,
respon dan perlakuan sama seperti saudaranya maka anak akan menjadi marah dan iri
terhadap saudaranya (Santrock,2007).
Ada 3 jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu pola asuh demokratif,
yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Selanjutnya
ada jenis pola asuh otoriter, yang ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-
aturan yang ketat, dan satu lagi ada jenis pola asuh permisif, yang ditandai dengan cara
orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki (Hurlock,2007).
Dari ketiga jenis pola asuh ini, pola asuh demokratif merupakan pola asuh yang
cenderung paling efektif. Dikarenakan orang tua yang menggunakan pola asuh
demokratif ini menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi,
sehingga memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari memberikan
standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak (Santrock,2007).

2
Orangtua adalah kunci yang mungkin mempengaruhi sibling rivalry, namun orang
tua pula yang dapat memperkecil terjadinya sibling rivalry (Setiawati dan Zulkaida,
2007). Hal ini dapat dicegah dengan orang tua yang menggunakan pola asuh secara
demokratif yakni secara adil tanpa membandingkan antara sang kakak dan adik, orang
tua menempatkan diri diantara mereka dan tetap mengarahkan ke arah yang baik dan adil
yang bisa menurunkan terjadinya kejadian sibling rivalry (Dinengsih dan Agustina,
2018). Dari orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter memberikan dampak
terhadap perkembangan motorik anak adalah cenderung agresif yang membuat anak
mudah berlaku kasar dan marah terhadap saudara nya (Kartono, 2006). Orang tua
permisif memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat sehendaknya dan lemah
sekali melaksanakan disiplin kepada anak sehingga orang tua kurang memperhatikan dan
kurang peduli terhadap apa yang terjadi antara anaknya yang memunculkan kejadian
sibling rivalry (Noviani, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian Sibling Rivalry ?

1.2.2 Apa faktor penyebab Sibling Rivalry ?

1.2.3 Apa dampak Sibling Rivalry ?

1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan Sibling Rivalry ?

1.2.5 Apa pengertian dari orang tua ?

1.2.6 Apa pengertian kasih sayang terhadap anak ?

1.2.7 Bagaimana tanggung jawab keluarga terhadap anak ?

1.2.8 Bagaimana peran orang tua dalam membentuk kepribadian dan mendidik anak?

1.2.9 Bagaimana konsep tumbuh kembang ?

1.2.10 Bagaimana urutan kelahiran dan kepribadian ?

1.2.11 Apakah kepribadian anak ada kaitannya dengan pola asuh orang tua ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Sibling Rivalry.

1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Sibling Rivalry.

3
1.3.3 Untuk mengetahui dampak Sibling Rivalry.

1.3.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan Sibling Rivalry.

1.3.5 Untuk mengetahui pengertian dari orang tua.

1.3.6 Untuk mengetahui kasih sayang terhadap anak.

1.3.7 Untuk mengetahui tanggung jawab keluarga terhadap anak.

1.3.8 Untuk mengetahui peran orang tua dalam membentuk kepribadian dan mendidik anak.

1.3.9 Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang.

1.3.10 Untuk mengetahui urutan kelahiran dan kepribadian.

1.3.11 Untuk mengetahui kepribadian anak dan kaitannya dengan pola asuh orang tua.

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Sibling Rivalry

2.1.1 Pengertian Sibling Rivalry

Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran


antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua
orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010). Sibling
rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang
tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua (Setiawati, 2008).
Setiawati (2008) menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena orang tua
memberikan perlakuan yang berbeda pada anak-anak mereka (adanya anak
emas). Persaingan antar saudara tidak mungkin dihindari dengan adanya
saudara kandung (Borden, 2003). Persaingan antar saudara yang dimaksud
disini adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta
kasih dan perhatian dari satu atau kedua orang tuanya, atau untuk
mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih (Lusa, 2010).
Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara
kandung terlalu dekat, karena kehadiran adik dianggap menyita waktu dan
perhatian terlalu banyak orang tua (Setiawati, 2008). Jarak usia yang
lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia antara 1-3
tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada
usia 8–12 tahun, dan pada umumnya, sibling rivalry lebih sering terjadi
pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan
(Millman & Schaefer, 1981) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007).
Namun persaingan antar saudara cenderung memuncak ketika anak
bungsu berusia 3 atau 4 tahun (Woolfson, 2004).

Ciri khas yang sering muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois,
suka berkelahi, memiliki kedekatan yang khusus dengan salah satu.
orangtua, mengalami gangguan tidur, kebiasaan menggigit kuku,
hiperaktif, suka merusak, dan menuntut perhatian lebih banyak (Sains,

5
2009). Terdapat dua macam reaksi sibling rivalry, secara langsung yaitu
biasanya berupa perilaku agresif seperti memukul, mencubit, atau bahkan
menendang (Setiawati, 2008). Reaksi yang lainnya adalah reaksi tidak
langsung seperti, munculnya kenakalan, rewel, mengompol atau pura-pura
sakit (Setiawati, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sibling
rivalry dapat diartikan sebagai kecemburuan, persaingan dan pertengkaran
antara saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua, hal ini terjadi pada semua orang
tua yang mempunyai dua anak atau lebih.

2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Sibling Rivalry

Menurut Mulyadi (2000) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007),


faktor penyebab sibling rivalry diantaranya karena orang tua membagi
perhatian dengan orang lain, mengidolakan anak tertentu, dipeliharanya
rasa kesal orang tua, serta kurangnya pemahaman diri. Menurut Priatna
dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), faktor penyebab
sibling rivalry adalah faktor internal dan eksternal:

A. Faktor internal:

Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak
itu sendiri seperti temperamen, sikap masing-masing anak mencari
perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, dan ambisi
anak untuk mengalahkan anak yang lain (Sains, 2009).

B. Faktor eksternal:

Faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik
anaknya, seperti sikap membanding-bandingkan, dan adanya anak
emas diantara anak yang lain (Sains, 2009).

Menurut Lusa (2010), ada banyak faktor yang menyebabkan

sibling rivalry, antara lain:

6
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi
mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam
oleh kedatangan anggota keluarga baru/bayi.

d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat


mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu
sama lain.

e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga


memulai pertengkaran.

f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian


atau memulai permainan dengan saudara mereka.

g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.

h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang


berlebihan dalam keluarga adalah normal.
i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama
dengan anggota keluarga.
j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.

k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.

l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik


yang terjadi pada mereka.
Menurut Handymom (2009), jika ada kelahiran anak kedua, dan
anak pertama (sang kakak) belum dipersiapkan terlebih dulu dalam
kelahiran adik barunya, maka akan menjadi faktor munculnya sibling
rivalry. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiorini (2003), bahwa akar
permasalahan berawal saat anak pertama lahir (sang kakak), semua
perhatian tercurah kepadanya, akan tetapi saat adik baru lahir dan
membutuhkan sejumlah waktu dan perhatian, maka sang kakak merasa

7
tersisih.

2.1.3 Dampak Sibling Rivalry

Menurut Rivacons (2009), anak yang merasa selalu kalah dari


saudaranya akan merasa minder atau rendah diri, anak jadi benci
terhadap saudara kandungnya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat
Noviani (2007), dampak negatif sibling rivalry adalah anak menjadi
egois, minder, merasa tidak dihargai, pengunduran diri kearah bentuk
perilaku infantil/regresi dan lain sebagainya. Selain kenakalan anak di
rumah pada adik barunya, hal ini dapat berpengaruh pada hubungan
anak tersebut dengan teman-temannya di sekolah, bila terjadi ketidak
adilan di rumah yang membuat anak stress, bisa membuat anak menjadi
lebih temperamen dan agresif dalam kelakuannya di sekolah (Hakuna,
2008).
Menurut Priatna dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida
(2007), pertengkaran yang terus menerus dipupuk sejak kecil akan terus
meruncing saat anak-anak beranjak dewasa, mereka akan terus bersaing
dan saling mendengki. Bahkan ada kejadian saudara kandung saling
membunuh karena memperebutkan warisan. Menurut Hargianto (2008)
dalam Siti Aspuah (2008), dampak yang paling fatal dari sibling rivalry
adalah putusnya tali persaudaraan jika kelak orang tua meninggal.

2.1.4 Penatalaksanaan Sibling Rivalry

Menurut Kennnedy (2005), ada beberapa hal yang bisa dilakukan


untuk mencegah timbulnya kecemburuan pada anak melalui cara cara
berikut:

a. Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik


(selama masa kehamilan).
b. Jadikan sang kakak sebagai pusat perhatian saat perjumpaan
atau kunjungan pertama.

c. Biarkan sang kakak membantu menjaga adiknya.

8
d. Sediakan waktu untuk anak yang lebih tua.

e. Pembesuk harus memahami bahwa anak yang lebih tua juga


membutuhkan perhatian.

f. Ajari sang kakak untuk mengajari adik baru lagu-lagu dan


berbagai permainan.
Menurut Woolfson (2004), ada beberapa cara untuk menangani
kecemburuan pada anak, yaitu:
a. Lihat tanda-tandanya, jika kita melihat tanda-tanda ini
tenangkan anak sebelum menjadi terlalu marah.

b. Alihkan perhatiannya, bila melihat anak menjadi terganggu


oleh saudaranya, ada baiknya kita alihkan perhatiannya.

c. Tentramkan anak, yakinkan bahwa kita dan sang adik


sangat mencintainya.

d. Tunjukkan minat dan bakat sang kakak.

e. Beri sang kakak beberapa kegiatan.

f. Pujilah upaya, bukan hasilnya.

g. Jangan membandingkan sang kakak dengan saudara yang lebih muda.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi

sibling rivalry, antara lain (Lusa, 2010):

Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi

sibling rivalry, antara lain (Lusa, 2010):


Bagi orang tua, cara untuk meminimalisasi sibling rivalry, yaitu
(Hakuna,2008):
a. Jangan membanding-bandingkan anak.

b. Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik. Pada saat hamil,


libatkan anak untuk mempersiapkan kelahiran, seperti ajak anak
memilih pakaian ataupun perlengkapan bayi dan juga beritahukan

9
bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian orang tuanya.

c. Selama masa kehamilan ajak kakak ke rumah sakit. Dengan begitu,


kakak dapat melihat adiknya di layar scan dan mendengar detak
jantungnya di alat ultrasound. Tunjukkan pula foto scan lama sang
kakak dan jelaskan bagaimana rasanya ketika sang kakak ada di
dalam rahim ibu.

d. Ajarkan kakak mengenai cara berinteraksi dan bermain dengan adik.


Apa yang bisa dilakukan dan bagaimana cara menunjukkan sayang
pada adik.

e. Ketika sang kakak berkunjung ke rumah sakit untuk pertama kalinya,


sambutlah dengan ceria. Lalu perlihatkan adik bayinya yang baru
lahir. Perkenalkan adik pada kakaknya dan juga sebaliknya,
perkenalkan kakak pada adiknya.

f. Gunakan sebutan “adik bayi” daripada bayi baru, sehingga anak tidak
merasa bahwa adik “baru” dan dia “lama”.

g. Berikan kesempatan kakak melakukan hal-hal yang membuat dirinya


merasa nyaman saat bersama adik. Kakak bisa membelai dan
memangku adik dengan bantuan ibu.

h. Tetap berikan perhatian pada kakak. Hindari tekanan untuk selalu


mengalah dan mendahulukan adik. Biarkan ayah bersama adik ketika
ibu mendampingi sang kakak.

i. Jika kakak benar-benar cemburu pada adik barunya dan


menunjukkannya dengan cara kasar, orang tua perlu bertindak cepat
yaitu dengan segera menjauhkan kakak dari adik. Beritahu kakak bahwa
dia tidak boleh menyakiti adik bayinya, tanpa harus membentak atau
memukulnya.

2.2 Keluarga

Beberapa aspek dalam keluarga yang berhubungan dengan kejadian sibling


rivalry yaitu:

10
2.2.1 Orang Tua

Orang tua adalah kunci bagi munculnya sibling rivalry dan juga
berperan memperkecil munculnya hal tersebut (Setiawati, 2008). Setiawati
(2008) juga menjelaskan beberapa peran yang dapat dilakukan orang tua
adalah: memberikan kasih sayang dan cinta yang adil bagi anak,
mempersiapkan anak yang lebih tua menyambut kehadiran adik baru,
memberikan hukuman sesuai dengan kesalahan anak bukan karena
adanya anak emas atau bukan, sharing antar orang tua dan anak, serta
memperhatikan protes anak terhadap kesalahan orang tua.

Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak


mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk (Setiawan,
2008). Handojo (2001), menjelaskan bahwa riset tentang sibling
menemukan bila orang tua langsung mengintervensi konflik yang ada,
biasanya orang tua melindungi anak yang lebih lemah (yang lebih
muda) melawan anak yang lebih kuat, maka keadaan akan memuncak
dan hal ini akan membuat anak yang kuat akan merasa kesal dan anak
yang lebih lemah akan lebih berani mengadakan perlawanan karena
merasa bahwa orang tua berpihak kepadanya.

2.2.2 Kasih Sayang Terhadap Anak

Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih


sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah
saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua
(Hakuna, 2008). Cinta kasih orang tua adalah perpaduan antara cinta
kasih seorang ibu dan ayah (Soetjiningsih, 1995). Soetjiningsih (1995)
menjelaskan bahwa, cinta ibu bersifat memberi kehangatan,
menumbuhkan rasa diterima dan menanamkan rasa aman, sedangkan
cinta ayah bersifat mengembangkan kepribadian, menananmkan
disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak kian
berani dalam menghadapi kehidupan. Disamping itu anak-anak
memerlukan kasih sayang orang tua dan perlakuan yang adil, supaya

11
kemudian hari tidak menjadi anak yang sombong, manja, pemboros,
tidak saleh, tidak menghormati orang tua dan masyarakat sekitar
(Soetjiningsih, 1995).
Sangat penting bagi orangtua menciptakan tindakan yang
mencerminkan rasa cinta dan kasih sayang yang tulus itu kepada anak
(Rosmansyah, 2008). Misalnya, menghadiri kegiatan ektrakurikuler
anak (karate, kursus musik), mendampingi anak melakukan hobinya
(berenang, membantu memilihkan buku bacaan), dan bahkan merawat
anak ketika ia sedang sakit (Rosmansyah, 2008). Perlakuan orangtua
seperti itu besar kemungkinan akan terbawa oleh anak sampai ia dewasa
atau tua nanti, ikatan batin, kebiasaan yang penuh dengan kehangatan,
dan persahabatan akan dibawanya kembali oleh anak kepada orang tua
(Rosmansyah, 2008).

2.2.3 Tanggung Jawab Keluarga terhadap Anak

Orangtua bertanggung jawab terhadap pemenuhan segala


kebutuhan anak, selain itu orangtua juga berperan sebagai guru
pertama dan berperan penting dalam pembentukan sikap, kepercayaan,
nilai dan tingkah laku anak (Gobai, 2008).
Dalam Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang:
Perlindungan Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab,
khususnya bagian keempat tentang kewajiban dan Tanggung Jawab
Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal 26 disebutkan bahwa orang
tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. mengasuh, meme1ihara, mendidik, dan melindungi anak

b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan,


bakat, dan minatnya

c. dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

2.2.4 Peran Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian dan Mendidik Anak.
Menurut Baroto (2008) peranan orang tua terbagi dalam : Peranan ayah:
sumber kekuasaan, dasar identifikasi, penghubung dengan dunia luar,

12
pelindung terhadap ancaman dari luar, dan pendidik segi rasional.
Sedangkan peranan ibu adalah : pemberi aman, sumber kasih sayang,
tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan rumah tangga,
pembimbing kehidupan rumah tangga, pendidik segi emosional, dan
penyimpan tradisi.
Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan
masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam
bimbingan tanggung jawab orang tuanya (Baroto, 2008). Menurut
Baroto (2008), peran keluarga dalam wadah pembentukan masing-
masing anggotanya, terutama anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak


saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan
rohani berikutnya.

b. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan


kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari
orang tuanya.

c. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam


keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan
dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia
sekelilingnya.

d. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin


yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti
seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang
lain.

e. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali,


mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan,
religiusitas, norma-norma dan sebagainya.

f. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak


untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik

13
g. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk
hidup bermasyarakat dan bernegara.

h. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan


beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah,
mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual
dan sebagainya.

i. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas,


cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa
merniliki.

j. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi,


menyalurkan kreatifitas dan sebagainya.

Menurut Emaniar (2008), peran kedua orang tua dalam


mewujudkan kepribadian anak antara lain:

a. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.

b. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah


dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak.

c. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak.

d. Mewujudkan kepercayaan dan menghargai terhadap anak-anak


berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka.

e. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua


dan anak).

Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orangtua


selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-
anaknya (Emaniar, 2008). Pendidikan yang diberikan oleh orangtua
kepada anaknya adalah merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan
seiring dengan pembentukan kepribadian anak tersebut (Emaniar, 2008).
Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh
para orang tua dan sudah merupakan kewajiban orang tua untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing

14
keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri (Zein, 2008). Zein
(2008) juga menjelaskan, ada banyak cara untuk memberikan
pendidikan kepada anak baik formal (di sekolah) maupun non formal
(dengan menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau ahlak mulia,
norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi dengan bimbingan
orang tua di rumah).

2.3 Anak

2.3.1 Konsep Tumbuh Kembang

Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran,


sedangkan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi
secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling
tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Whaley &
Wong (2000) dalam Danang (2008).
Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak:

a. Periode pranatal dari masa konsepsi sampai kelahiran

b. Periode bayi

1) Neonatus, dari lahir sampai 28 hari

2) Infant, dari 1 bulan – 12 bulan

c. Periode kanak – kanak awal

1) Toddler, dari 1 tahun – 3 tahun

2) Preschool, dari 3 tahun – 6 tahun

d. Periode kanak – kanak pertengahan (school age), dari 6 tahun – 12


tahun

e. Periode kanak – kanak akhir (adolescene), dari 12 tahun – 19


tahun Teori Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak usia 8-12
Tahun

a. Teori Psikoseksual (Freud)

15
Fase Laten
Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan
psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun
sosial. Anak perempuan lebih menyukai teman yang sejenis,
begitupula sebaliknya.

b. Teori Psikososial (Erikson)

Industry vs Inferiority

Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan


teman dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan
sukses (sense of industry). Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior
atau rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat
tuntutan dari lingkungannya.

c. Teori Kognitif (Piaget) Tahap


Concrete Operational
Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif dan dapat
menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah.

d. Teori Moral (Kohlberg)

1) Fase Pre Conventional

Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral.

2) Fase Conventional

Anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal


dengan kelompok, disini anak akan membentuk karakter dan
belajar berperilaku sesuai dengan kelompoknya.

3) Fase Post Conventional

Anak usia remaja telah mampu membuat keputusan


berdasar pada prinsip yang dimilliki dan diyakininya, apapun

16
tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu kebaikan.

2.3.2 Urutan Kelahiran dan Kepribadian

Urutan Kelahiran dan Kepribadian menurut Woolfson (2003) :

a. Anak Pertama :

Cenderung menjadi anak yang paling cerdas di dalam


keluarga. Dia mencapai prestasi tertinggi dalam pendidikan dan
biasanya cenderung sangat serius.

b. Anak Kedua :

Cenderung santai, kurang peduli terhadap keberhasilan di


sekolah, dan lebih peduli terhadap persahabatan. Dia lebih suka hal
lain dari pada yang lain.

c. Anak bungsu :

Cenderung percaya diri dan mampu menangani berbagai


kecemasan sendiri tanpa meminta bantuan. Dia juga tahu bagaimana
mengambil manfaat terbesar dari suatu keadaan di tempat dia berada.

d. Anak Tunggal :

Bergaul lebih baik dengan orang yang lebih tua dari pada
dengan rekan-rekannya. Dia meminta persetujuan atas tindakannya.
Dia kemungkinan menjadi seorang pemimpin yang baik.
Urutan kelahiran mempengaruhi anak-anak melalui beberapa
cara. Misalnya anak pertama mendapatkan perhatian orang tua
sepenuhnya, setidaknya sampai kelahiran anak berikutnya. Perhatian
yang tak terbagi dari kedua orang tua selama tahun-tahun pertama
bias manjadi satu alasan mengapa anak pertama memiliki ciri khas
lebih cerdas dari anak-anak lainnya.

2.3.3 Kepribadian Anak dan Kaitannya dengan Pola Asuh Orang Tua

Orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta,


gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuh

17
kembangkan kepribadian anak dalam mengasuh anak (Kusumasari, 2009).
Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat
diterapkan dalam kehidupan keluarga, akan tetapi apabila pola-pola
yang diterapkan orang tua salah, maka yang akan terjadi bukannya
perilaku yang baik, melainkan akan mempertambah buruk perilaku
anak.
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya
dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa (Ramadhan, 2009).
Ramadhan (2009) menjelaskan, hal ini dikarenakan watak seorang
individu sebenarnya sudah ditanamkan benih-benihnya kedalam jiwa
seorang sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga
ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, kebersihan, disiplin,
bermain dan bergaul dengan anak lain, dan sebagainya. Koenjaraningrat
(1997) dalam Ramadhan (2009).
Pola asuh yang diterapkan orang tua di rumah menurut persepsi
anak, mempengaruhi kecenderungan seorang anak untuk bersaing
dengan saudara kandungnya (Febrianita, 2007).
Tipe-tipe pola asuh orang tua terhadap anak menurut Stewart and
Koch (1983) dalam Kusumasari dan Prayekti (2009):

a. Pola asuh otoriter: yaitu pola asuh yang menerapkan standar


mutlak yang harus dituruti, kadangkala disertai dengan ancaman,
misalnya kalu tidak mau makan, tidak akan diajak bicara atau
bahkan dicubit.

b. Pola asuh demokratis: yaitu pola asuh yang memprioritaskan


kepentingan anak, tetapi tidak ragu untuk mengendalikan mereka.
Pola asuh seperti ini kasih sayang orang tua cenderung stabil/pola
asuh bersifat rasional. Orang tua bersikap realistis terhadap
kemampuan anak dan tidak berharap berlebihan.

c. Pola asuh permisif: tipe ini kerap memberikan pengawasan yang


sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk

18
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya.
Cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara
saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua orang tua yang
mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry terjadi jika anak merasa
mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung
adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua
(Setiawati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry bisa dari faktor
orang tua sendiri dan dari diri anak itu sendiri. Faktor tersebut berupa sikap orang tua,
karakter individu, urutan posisi, jenis kelamin, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis
disiplin, dan pengaruh orang luar.
Ada 3 jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu pola asuh demokratif,
yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Selanjutnya
ada jenis pola asuh otoriter, yang ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-
aturan yang ketat, dan satu lagi ada jenis pola asuh permisif, yang ditandai dengan cara
orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki (Hurlock,2007). Orangtua adalah kunci yang
mungkin mempengaruhi sibling rivalry, namun orang tua pula yang dapat memperkecil
terjadinya sibling rivalry (Setiawati dan Zulkaida, 2007)
3.2 Saran

Sibling Rivalry dapat dicegah dengan orang tua yang menggunakan pola asuh
secara demokratif yakni secara adil tanpa membandingkan antara sang kakak dan adik,

19
orang tua menempatkan diri diantara mereka dan tetap mengarahkan ke arah yang baik
dan adil. Makalah ini telah disusun berdasarkan dengan ruang lingkup pembelajaran
yang ada. Namun, kami menyadari bahwasanya masih banyak kesalahan maupun
kekurangan baik didalam penulisan ataupun isinya. Oleh karena itu, kami minta kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga
materi yang ada didalam makalah ini dapat memberi manfaat dan berguna bagi kita
semua yang mempelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah, Yeyen A. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2014 16.

Saleha S.Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009 17.

Saminem. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: EGC; 2009 18.

Siwi E, Th Endang Purwoastuti. 2015. Asuhan Masa Nifas dan Menyusui.Yogyakarta:PT.


Pustaka Baru.

20

Anda mungkin juga menyukai