Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

INTOKSIKASI SIANIDA

PERIODE
22 November 2021 – 19 Desember 2021
Disusun Oleh:

AYSHA EMERALDINE UTAMA 200070200011101

Pembimbing:
dr. Etty Kurnia, SpF

LABORATORIUM/SMF FORENSIK
RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
INTOKSIKASI SIANIDA

PERIODE
22 November 2021 – 19 Desember 2021
Disusun oleh:

AYSHA EMERALDINE UTAMA 200070200011101

Disetujui untuk dibacakan pada:


Hari :
Tanggal :

Menyetujui

Pembimbing

dr. Etty Kurnia, SpF

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................................3
2.2 Etiologi dan Epidemiologi..............................................................................................4
2.3 Asal Paparan..................................................................................................................5
2.4 Patomekanisme.............................................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis..........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan kedokteran forensik...............................................................................10
2.8 Diagnosis.....................................................................................................................13
2.9 Tatalaksana.................................................................................................................14
2.10 Prognosis...................................................................................................................16
2.11 Komplikasi.................................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN................................................................................................17
BAB IV LAPORAN KASUS..........................................................................................18
PRO YUSTISIA....................................................................................................................22
VISUM ET REPERTUM..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................24

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses oksidasi dan reduksi....................................................................7


Gambar 2.2 Mekanisme intoksikasi sianida................................................................8
Gambar 2.3 Lebam mayat berwarna merah terang....................................................11
Gambar 2.4 Perubahan warna, beberapa erosi dan perdarahan petekie pada mukosa
epiglotis.……………………………………………………………………………………….12

Gambar 2.5 Perubahan warna merah muda pucat pada bagian Trachea…………….12

Gambar 2.6 Perdarahan submukosa bronkus intrapulmoner......................................13


Gambar 4.1 Hipostasis merah cerah berkembang di bagian punggung tubuh............19
Gambar 4.2 Perubahan warna merah muda cerah pada bagian dalam kulit kepala.. .19

Gambar 4.3 . Perubahan warna merah muda cerah pada permukaan paru dan
parenkim serta mukosa bronkus…………………………………………………………….20
Gambar 4.4 Perubahan warna merah muda cerah pada perikardium.........................20
Gambar 4.5 Perubahan warna merah muda cerah pada ureter dan vena..................20
Gambar 4.6 Transanal Hemorrhoidal Dearterialization...............................................30

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kadar Gas dalam udara lingkuangan dan lama inhalasi terhadap kecepatan
timbulnya gejala ……………………………………………………………………7

v
DAFTAR SINGKATAN

CN : Sianida

HCN : Hydrogen sianida

KCN : Kalium sianida

ppm : Part per million

met-Hb : met-Hemoglobin

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara tradisional sianida dikenal sebagai racun. Selama ini sianida telah

digunakan sebagai alat untuk pembunuhan massal, upaya bunuh diri, dan sebagai

senjata perang. Pada tahun 1978, terdapat minumah rasa buah dimana minuman

tersebut mengandung potassium sianida dan menjadi salah satu agen penyebab

bunuhh diri massal para anggota People’s Temple di Jonestown, Guyana. Selama

perang Dunia II, para Nazi menggunankan sianida sebagai agen genosida dalam

kamar gas. Terdapat laporan tahunan yang dilaporkan oleh National Poison Data

System dan American Association of Poison Control Centers, dimana selama tahun

2007 terdapat 247 kasus paparan kimia sianida di Amerika Serikat. Jumlah kasus

tersebut yang dilaporkan dianggap relative kecil karena masih banyak kematian yang

sering tidak dilaporkan. Meskipun demikian, jumlah kasus yang kecil ini tidak

mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan, kebutuhan untuk mengenali, dan

memberikan intervensi secara cepat pada kasus keracunan sianida (Culnan, 2018)

(Parker-Cote,2018).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari intoksikasi sianida?

2. Bagaimana dampak intoksikasi sianida pada tubuh?

3. Bagaimana cara mengidentifikasi intoksikasi sianida?

4. Bagaimana tatalaksana intoksikasi sianida?

1.3 Tujuan Penulisan

1
1. Untuk memahami definisi dari intoksikasi sianida

2. Untuk memahami dampak intoksikasi sianida pada tubuh

3. Untuk memahami bagaimana patomekanisme terjadinya intoksikasi sianida

4. Untuk memahami cara mengidentifikasi intoksikasi sianida

5. Untuk memahami tatalaksana intoksikasi sianida

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan dari makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

dan pemahaman dokter muda mengenai cara mengevaluasi intoksikasi sianida.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Keracunan sianida adalah kondisi saat seseorang secara tanpa sengaja maupun

sengaja menghirup atau menelan sianida, yang berakibat pada munculnya keluhan sulit

bernapas, kejang, hilang kesadaran, atau henti jantung. Tanda dan gejala tersebut bisa

memburuk dalam waktu yang cepat, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sianida

atau (CN) merupakan racun yang sangat toksik. Sianida adalah senyawa kimia dari

kelpmpok Siano, yang terdiri dari 3 buah atom karbon yang berikatan dengan nitrogen

(C=N), dan dikombinasi dengan unsur-unsur lain seperti kalium atau hydrogen. Kata

“sianida” sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang mengacu pada

hydrogen sianida yang disebit Blausaure (blue acid). Pada takaran kecil saja, garam

sianida sudah mampu untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan sangat

cepat. Sianida telah lama digunakan, yaitu semenjak ribuan tahun yang lalu, bahkan

banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek yang ditimbulkan oleh

sianida sangat cepat, dimana dapat menimbulkan kematian dalam hitungan menit saja.

Terdapat banyak bentuk sianida. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat

oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat.

Contohnya ialah HCN (hydrogen sianida) dan KCN (kalium sianida).

Hidrogen sianida (HCN) merupakan cairan jernih bersifat asam; dapat larut

dalam air, alcohol dan eter; mudah menguap pada suhu ruangan, mudah terbakar dan

memiliki titik beku yaitu 14C. Dalam bentuk cairan HCN dikenal sebagai asam prussit

3
atau asam hidrosianik, dimana cairan ini tidak berwarna. HCN memiliki aroma khas

yaitu seperti bau almond yang pahit. HCN digunakan pada sintesis kimia dan fumigasi

Gudang-gudang kapal untuk membunuh tikus, dimana dapat dibuat dengan jalan

mereaksikan garam sianida dengan asam sehingga akan terbentuk HCN.

Bentuk lainnya ialah garam sianida atau Kalium sianida (KCN) digunakan pada

proses pengerasan besi serta baja, pada proses penyepuhan emas dan perak serta

pada fotografi dan Ca-Cyanimida sebagai pupuk penyubur. Kalium sianida berbentuk

bubuk putih dengan bau yang menyerupai almond.

Sianida dalam dosis rendah juga bisa didapatkan dari biji tumbuh-tumbuhan

terutami dari bijin-bijian gang berasal dari genus prunus yang memiliki kandungan

glikosida sianogenetik atau amigladin; seperti singkong liar, umbi-umbian liar, dan ceri

liar. Sianida juga dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang.

Gejala yang dapat ditimbulkan oleh zat sianida sangatlah bermacam-macam

mulai dari nyeri kepala, mual, muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat

hingga tidak sadarkan diri, dan apabila tidak dengan segera ditangan dengan baik

makan akan menyebabkan kematian. Penanganan korban harus cepat, dikarenakan

prognosi dari terapi yang diberikan sangat bergantung dari lamanya kontak dengan zat

ini.

2.2 Etiologi dan Epidemiologi

Keracunan sianida dapat terjadi akibat berbagai paparan, termasuk kebakaran

struktur alam paparan industry, paparan medis seperti natrium nitroprusida, dan

makanan tertentu. Di negara-negara tertentu penyebab paling umum keracunan

sianida ialah kebakaran domestik. Sianida juga digunakan dalam sejumlah aplikasi

industry seperti produksi cedera electroplating, fotografi, pembuatan plastic dan karet,

dan pestisida. Sodium nitroprusside, obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi

4
darurat, megandung lima kelompok sianida per-molekul. Tingkat racun sianida

mungkin ada pada pasien yang menerima infus nitroprusside berkepanjangan.

Menurut Toxic Exposure Surveillance System terdapat 3165 paparan sianida

pada manusia dari tahun 1993-2000. Dari jumlah tersebut, hanya 2,5% yang berakibat

fatal. Api merupakan sumber paparan sianida yang paling umum di negara-negara

industry seperti Amerika Serikat. Sekitar 35% dari semua korban kebakaran akan

memiliki tingkat racun sianida dalam darah mereka pada presentasi untuk perawatan

medis. Terdapat laporan tahunan yang dilaporkan oleh National Poison Data System

dan American Association of Poison Control Centers, dimana selama tahun 2007

terdapat 247 kasus paparan kimia sianida di Amerika Serikat (Giebułtowicz, 2017)

(Hamad, 2016).

2.3 Asal Paparan


2.3.1 Inhalasi

Sisa pembakaran produk sintestis yang mengandung karbon dan nitrogen

seperti plastic pasti akan melepaskan sianida. Rokok juga memiliki kandungan sianida,

para perokok pasif ditemukan sekitar 0,06µg/mL sianida dalam darah, sedangkan pada

perokok aktif ditemukan sekitar 0,17µg/mL sianida dalam darah. Hidrogen sianida

sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan

detik hingga menit. Ambang batas minimal HCN diudara ialah sekitar 2-10 ppm (part

per million), tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang

berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. Selain itu, bisa juga terjadi gangguan pada

saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis HCN lebih ringan

dari udara. Anak-anak yang terpapar HCN dengan kadar sama seperti orang dewasa

akan terpapar HCN jauh lebih tinggi (Binder, 1991).

2.3.2 Mata dan kulit

5
Paparan HCN dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera

setelah paparan atau paling lambat 30 hingga 60 menit. Kebanyakan kasus

disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit

sehingga meninggalkan luka bakar.

2.3.3 Saluran pencernaan (ingesti)

Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini. Anak-anak sering menelan racun

secara tidak sengaja dan orang dewasa kadang bunuh diri dengan cara menelan

racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding

usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal didalam usus

maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yang

terjadi semakin parah. Apabila HCN tertelan, tidak perlu melakukan rangsangan untuk

muntah pada korban, dikarenakan sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan

dalam pencernaan (Pauluhn, 2016).

2.4 Patomekanisme

Ketika seseorang terpapar racun sianida secara inhalasi, kulit, maupun oral,

baik sianida yang terbuang dari sisa pembakaran plastic yang mengandung karbon

dan nitrogen, ataupun sianida yang terlepas dari asap rokok, maka sianida tersebut

akan cepat diabsorbsi oleh tubuh. Sianida cepat diabsorbsi nelalui saluran

pencernaan, cyanogen dan uap HCN diabsorbsi melalui pernapasan HCN cair akan

diabsorbsi melalui kulit tetapi gas HCN lambat, namun pada nitril organic

(iminodipropilnitril, glikonitril, asetonitril) cepat diserap melalui kulit. Setelah diabsorbsi,

sianida akan masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak dapat

berikatan dengan hemoglobin, kecuali dalam bentuk methemoglobin (met-Hb) akan

terbentuk sianmethemoglibin. Sianida pada tubuh akan memginaktifkan beberapa

enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan

6
mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa oleh darah. Selain itu

sianida juga secara reflex merangsang pernapasan dengan bekerja pada ujung saraf

sensorik (kemoreseptor) sehingga pernapasan menjadi bertambah cepat dan

kemudian menyebabakan gas racun yang diinhalasi semakin banyak.

Gambar 2.1.proses oksidasi dan reduksi

Maka dengan begitu proses oksidasi- reduksi dalam sel tidak dapat

berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berlangsung dan oksi-HB tidak dapat berdisosiasi

melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan (anoksia histotoksik).

Hal jni disebut keadaan paradoksal dikarenakan korban meninggal diakibatkan

hipoksia tetapi dalam darahnya kaya akan oksigen.

Sianida dioksida dalam tubuh menjadi sianat dan sulfosianat dan dikeluarkan

dari tubuh melalui urin. Takaran toksin peroral untuk HCN ialah 60-90 mg sedangkan

takaran toksik untuk KCN ialah 200 mg. Kadar gas sianida dalam udara lingkungan

dan lama inhalasi akan menentukan kecepatan timbul gejala dan kematian

20 ppm Gejala ringan timbul setelah beberapa

jam
100 ppm Sangat berbahaya dalam 1 jam

200-400 ppm Meninggal dalam 30 menit

2000 ppm Meninggal

Tabel 2.1. Kadar Gas dalam udara lingkuangan dan lama inhalasi terhadap kecepatan timbulnya

gejala

7
Pada pemeriksaan fisik setelah kematian akan ditemukan adanya lebam mayat

berwarna merah terang, disebabkan darah vena kaya akan oksi-Hb. Namun ada pula

yang menyebutkan karena terdapat Cyan-met-Hb. Warna lebam yang merah terang

tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian

yang disebabrkan sianida dengan warna lebam mayat berwarna biru kemerahan,livid.

Hal ini bergantung pada keadaan dan derajat dari keracunan. Akan tercium bau

almond yang patognomonik pada keracunan CN, kemudian pada saat menekan dada

mayat akan keluar gas dari mulut serta hidung. Pada saat dilakukan pembedahan

mayat juga tercium bau almond yang khas pada saat dilakukaan pembukaan rongga

dada, perut, dan otak serta lambung (apabila racun melalui mulut). Darah, otot dan

organ-organ tubuh dapat berwarna merah terang. Kemudian hanya akan ditemukan

tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.

Apabila korban menelan garam alkali sianida, ditemukan kelainan pada mukosa

lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan yang disebabkan karena

terbentuknya hematin alkali pada perabaan mukosa licin layaknya sabun. Korosi dapat

menyebabkan perforasi yang dapat terjadi antemortal atau postmortal (Huzar, 2013)

8
Toksin Sianida

Blok Sitokrom Oksidase (mitokondria)

Oksigen tidak dapat diambil

Metabolisme sel aerobik terganggu

Perfusi oksidatif

Histotoksi hipoksia

Hipoksia jaringan

Meninggal

Gambar 2.2 Mekanisme Intoksikasi sianida

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari keracunan sianida sebagian besar merupakan gambaran

dari terjadinya hipoksia intraseluler. Terjadinya tanda-tanda dan gejala biasanya

kurang dari 1 menit setelah mengjirup dan dalam beberapa menit setelah

mengonsumsi racun tersebut, Awal dari manifestasi ialah secara neurologis yang

berupa kecemasan, sakit kepala, serta pusing. Kemudian kemungkinan pasien tidak

dapat memfokuskan mata serta terjadi midiriasis yang dapat disebabkan oleh hipoksia.

Hipoksia yang terus berlanjut kemudian berkembang menjadi penururan tingkat

kesadaran, kejang, dan koma. Tanda awal keracunan sianida pada system respirasi ini

antara lain pernapasan yang cepat dan dalam. Terjadinya perubahan respirasi

disebabkan oleh adanya stimulai pada kemoreseptor perifer dan sentral pada batang

otak, dalam upaya mengatasi hipoksia jaringan. Kemudian sianida juga memiliki efek

pada system akrdiovaskular dimana awalnya pasien mengalami gejala berupa

9
palpitasi, diaphoresis, pusing atau kemerahan. Pasien juga akan mengalami

peningkatan curah jantung dan tekanan darah yang disebabkan oleh adanya

pengeluaran katekolamin. Selain terjadi vasodilatasi pembuluh darah, hipertensi dan

penurunan kemampuan inotropic jantung, sianuda juga menekan nodus sinoatrial (SA

node) sehingga menyebabkan terjadinya aritmia serta mengurangi kekuatan kontraksi

jantung. Maka dengan demikian, selama terjadinya keracunan sianida, status

hemodinamik pasien menjadi tidak stabil dikarenakan terdapat aritmia ventrikel,

bradikardi, blok jantung, henti jantung dan kematian (Baskin, 2001).

2.5.1 Keracunan akut

Racun yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan pernapasan dan kematian

dapat terjadi dalam beberapa menit. Korban sering mengeluhkan rasa terbakar pada

kerongkongan dan lidah, sesak nafas, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala,

vertigo, fotofobi, tinnitus, pusing, dan kelelahan.

Kemudian dapat ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi

cepat dan lemah, pernapasan cepar kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi dan

refleks melambat, udara pernapasan dapat berbau almond, kemudian dari muntahan

tercium bau almond. Menjelang kematian, sianosis leih nyata dan timbul kedut oto-otot

kemudian kejang-keangan dengan inkontinensia urin.

Apabila sianida diinhalasi maka akan menyebabkan palpitasi, sulit untuk

bernafas, mual-muntah, sakit kepala, salivasi, alkrimasi, iritasi mulutu dan

kerongkongan, pusing dan terjadi kelemahan pada ekstremitas cepat timbul dan

kemudian kolaps, kejang-kejang, koma dan kemudian meninggal.

2.5.1. Keracunan kronis

Korban akan tampak pucat, keringat dingin, pusing, rasa tidak enak pada perut,

mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak napas. Keracunan kronis CN dapat

10
menyebabkan goiter dan hipotiroid, akibat terbentuk sulfosianat. Calcium cyanimide

menghambat aldehida-oksidase sehingga toleransi terhadap alkohol menurun. Gejala

keracunan berupa sakit kepala, vertigo, sesak nafas dan meninggal akibat

kegagalan pernafasan (Graham, 2021).

2.7 Pemeriksaan kedokteran forensik

 Pemeriksaan luar

Tercium bau almond yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium

dengan menekan dada korban sehingga akan keluar bau gas dari mulut dan hidung.

Bau ini harus segera dapat ditentukan dikarenakan indera penciuman kita cepat

beradaptasi sehingga dapat membaui bau khas tersebut.

Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut dan lebam mayat berawarna

merah terang dikarenakan darah vena kaya akan oksi-Hb. Warna lebam yang merah

terang tidak selalu ditemukan pada keracunan sianida ditemukan pula kasus kematian

akibat sianida dengan warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini tergantung

pada keadaan serta derajat keracunan (Beasley,1998).

Gambar 2.3. Lebam mayat berwarna merah terang

 Pemeriksaan dalam.

11
Pada pemeriksaan dalam tercium bau almond yang khas pada saat membuka

rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan

organ-organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-

tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.

Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada

mukosa lambung yaitu korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk

hematin alkali pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat menyebabkan

perforasi lambung yang dapat terjadi pasa saat antemortal atau postmortal (Baud,

2007)

Gambar 2.4. Perubahan warna, beberapa erosi dan perdarahan petekie pada mukosa epiglotis.

12
Gambar2.5. Perubahan warna merah muda pucat pada bagian Trachea

Gambar 2.6. Perdarahan submukosa bronkus intrapulmoner.

2.8 Diagnosis

Hingga saat ini belum terdapat gold standart untuk diagnosis keracunan

sianida. Namun terdapat beberapa metode yang dugunakan untuk diagnosis kasus

keracunan sianida ialah:

a. Mengamati tanda dan gejala klinis spesifik dari keracunan sianida, termasuk

13
bau almond pahit yang merupakan karakteristik dari sianida. Temuan tanda-

tanda dan gejala spesifik ini dianggap memiliki nilai prediksi diagnostic yang

tinggi, Namun, banyak juga kasus keracunan sianida yang tidak berbabu

almond pahit, oleh karena adanya pengaruh genetic dalam perbedaan

kemampuan mengenali baunya, sehingga dibutuhkan metode diagnosis yang

lebih spesifik (Baud, 2007)

b. Pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan ialah pengukuran kadar

karboksihemoglobin, sianida serum, pemeriksaan darah lengkap, kadar laktat

serum serta tekanan parsial oksigen (PO2). Pasien didfinisikan mengalami

keracunan akut sianida bila kadar sianida serumnya >0.5 mg/L. Namun kadar

sianida serum tidak bisa dijadikan parameter untuk menentukan tingkat

keparahan, hal ini terkait dengan waktu paruh eliminasi sianida yang sangat

pendek. Parameter lain yang juga digunakan untuk memperkuat diagnosis

terkait tingkat keparahan adalah kadar laktat serum. Pasien dengan kadar

laktar serum >8 mmol/L bisa dikatakan mengalami keracunan akut sianida dan

kemungkinan membutuuhkan terapi antidot. Adapun pemeriksaan PO 2 pada

kasus keracunan sianida akan dikarakterisasi dengan adanya penurunan

tekanan parsial PO2 yang menandakan terjadinya asidosis laktat (Jillian, 2011)

c. Uji dengan menggunakan kertas saring, kertas saring dicelupkan ke dalam

larutan asam pikrat jenuh, kemudian selanjutnya menunggu dan

membiarkan hingga lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah

korban, diamkan hingga agak mengering, kemudian diteteskan Na2CO310% 1

tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.  Kertas saring dicelupkan ke dalam

larutan HJO3 1%, kemudian kedalam larutan kanji 1 % dan keringkan. Setelah

itu kertas saring dipotong-potong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai

14
untuk  pemeriksaan masal pada para pekerja yang diduga kontak dengan CN.

Caranya dengan membasahi kertas dengan ludah di bawah

lidah.Uji positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru muda

meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda) berartitidak

terdapat keracunan CN. Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCl,

dikeringkan dan dipotong-potong kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam

darah korban, bila positif maka warna akan berubah menjadi merah terang

karena terbentuk sianmethemoglobin (Vogel, 1991)

2.9 Tatalaksana

 Pada keracunan CN yang masuk secara inhalasi:

Pindahkan korban ke udara bersih. Berikan amil-nitrit dengan inhalasi 1 ampul

(0,2 ml) tiap 5 menit. Hentikan pemberian apabila tekanan darah sistolik kurang dari 80

mmHg. Berikan terapi oksigen dengan 100% oksigen untuk menjaga PO2 dalam darah

agar tetap tinggi, dapat juga menggunakan oksigen hiperbarik. Resusitasi mulut ke

mulut merupakan kontraindikasi, Antidotum berupa Natrium nitrit 3% IV diberikan

sesegera mungkin dengan kecepatan 2,5 hinga 5 ml per-menit. Pemberian nitrit akan

mengubah HB menjadi met-HB dan akan mengikat CN menjadi sianmet-Hb dan berat

badan korban. Kadar met-Hb tidak boleh melebihi 40% karena met-Hb tidak dapat

mengangkut O2. Bila kadar met-Hb melebihi 40% maka berikan reduktor misalnya

vitamin C secara intravena (O’brien, 2011).

 Pada keracunan CN yang ditelan:

Lakukan Tindakan darurat dengan pemberian amil-nitrit secara inhalasi satu

ampul (0,2 ml dalam waktu 3 menit) tiap 5 menit. Bilas lambung harus ditunda sampai

setelah diberikan antidotum nitrit dan tiosulfat. Bilas lambung dengan Na-tiosulfat 5%

dan sisakan 200 ml (10 mg) dalam tabung. Dapat juga dengan menggunakan K

15
permanganate 0,1% atau H2O2 3% yang diencerkan 1 hingga 5 kali, atau dengan

menggunakan 2 sendok teh karbon aktif atau universe antipode dalam 1 gelas air dan

kemudian kosongkan lambung dengan cara dimuntahkan atau bilas lambung. Berikan

pernapasan buatan dengan menggunakan oksigen 100%. Penggunaan antidotum

sama seperti pada pengobatan keracunan CN yang diinhalasi. Selain nitrit, dapat juga

diberikan metilen biru 1% 50 ml intravena sebagai antidotum, Metilen biru akan

mengubah Hb menjadi met-Hb dan met-Hb yang terbentuk pada pemberian metilen biri

ini ternyata tidak dapat bereaksi dengan CN dikarenakan sebab yang masih belum

diketahui. Bila korban keracunan akut dapat bertahan hidup selama 4 jam maka

biasananya akan sembuh. Terkadang terdapat gejala sisa berupa kelainan neurologis

(Huzar, 2013) (Nusbaum, 2018).

2.10 Prognosis

Sianida adalah salah satu racun mematikan yang paling cepat diketahui

manusia. Sianida dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit hingga

beberapa jam; Oleh karena itu, pengobatan cepat diperlukan pada pasien (O’brien,

2011)

2.11 Komplikasi

Karena pengobatan dini sangat penting dalam toksisitas sianida, perangkap

yang paling jelas adalah tidak membuat diagnosis di awal perjalanan. Beberapa

komplikasi yang mungkin dialami oleh orang yang selamat dari keracunan sianida

parah adalah Parkinson atau bentuk lain dari gejala sisa neurologis. Ganglia basal

sangat sensitif terhadap toksisitas sianida. Paparan sianida kronis dapat menyebabkan

gejala yang tidak jelas seperti sakit kepala, rasa tidak normal, muntah, nyeri dada, dan

16
kecemasan. Namun komplikasi lebih lanjut dari keracunan sianida ialah kematian .

(Benner, 2009)

17
BAB III

KESIMPULAN

Sianida atau (CN) merupakan racun yang sangat toksik. Sianida adalah salah

satu racun mematikan yang paling cepat diketahui manusia. Sianida dapat

menyebabkan kematian dalam beberapa menit hingga beberapa jam. Hidrogen sianida

(HCN) merupakan cairan jernih bersifat asam; dapat larut dalam air, alcohol dan eter;

mudah menguap pada suhu ruangan, mudah terbakar dan memiliki titik beku yaitu

14C. Gejala yang ditimbulkan bermacam-macam mulai dari sakit kepala, mual,muntah,

sesak nafas, jantung berdebar, selalu berkeringat dan bisa sampai tidak sadar. Korban

dapat terpapar sianida baik secara inhalasi, kontak langsung melalui kulit dan mata,

serta melalui saluran pencernaan.

18
BAB IV

LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 70 tahun ditemukan terengah-engah di tempat tidurnya

oleh suaminya. Sesaat sebelumnya, dia mendengarnya bergerak dari kamar tidur ke

dapur dan kembali ke tempat tidur setelah beberapa menit. Setelah menelepon

layanan medis darurat, pria itu memulai resusitasi jantung paru. Pada saat kedatangan

staf darurat, wanita itu menunjukkan henti jantung. Manuver resusitasi dilakukan oleh

layanan darurat dan pada saat ini sang suami menemukan sebotol sianida di wastafel

dapur dan memberi tahu dokter yang ada. Terapi penawar racun dengan 5 g

hydroxocobalamin diberikan tetapi resusitasi kardiopulmoner tetap tidak berhasil. Surat

perpisahan kemudian ditemukan di apartemen itu. Wanita itu adalah pensiunan asisten

laboratorium yang dikenal karena depresi dan di masa lalu dia telah mengungkapkan

gagasan untuk bunuh diri dengan menelan sianida. Jaksa penuntut umum

memerintahkan otopsi medico-legal dan analisis toksikologi, seperti yang biasa terjadi

pada kasus kematian tidak wajar di Kanton Jenewa, Swiss. Tubuh didinginkan

pada  suhu 4 ° C segera setelah kematian dan penyelidikan medikolegal dilakukan

sekitar 72  jam kemudian (Brunel, 2021).

PEMBAHASAN KASUS

Pada pemeriksaan luar tubuh wanita usia 70 tahun, tinggi 165  cm

dan  berat 63 kg. Hipostasis biasanya berkembang di bagian punggung

tubuh. Warnanya merah terang difus, tetapi menunjukkan warna merah-kebiruan

normal di kuku dan di bawah elektroda defibrilator setelah dilepas 

19
Gambar 4.1. Hipostasis merah cerah berkembang di bagian punggung tubuh.

Pada otopsi, organ-organ dan jaringan difus menunjukkan warna merah muda

terang, yang terutama jelas pada aspek batin dari kulit kepala, dura mater, aspek

visceral dari perikardium dan pleura, yang trakeobronkial mukosa, ureter dan

urothelium yang warna cerah seperti itu juga menjadi ciri cairan tubuh yang terkumpul.

Mukosa lambung menunjukkan warna kecoklatan difus. Temuan patologis lainnya

adalah edema paru dan serebral sedang. Pada histologi mukosa lambung

menunjukkan beberapa perdarahan fokal serta tanda-tanda autolisis. 

Gambar 4.2. Perubahan warna merah muda cerah pada bagian dalam kulit kepala.

20
Gambar 4.3. Perubahan warna merah muda cerah pada permukaan paru dan parenkim serta mukosa
bronkus.

Gambar 4.4. Perubahan warna merah muda cerah pada epikardium.

Gambar 4.5. Perubahan warna merah muda cerah pada ureter dan vena.

21
Dalam kasus keracunan sianida yang tidak disengaja (terutama karena

menghirup asap) atau bahkan dalam kasus keracunan sianida bunuh diri (terutama

karena tertelan), pasien dapat menjalani perawatan medis darurat dan rawat

inap. Dalam kasus keracunan fatal, otopsi mediko-legal sering dipesan dan ahli

patologi forensik, selain perubahan patologis akibat keracunan, juga harus menangani

perubahan patologis yang disebabkan oleh terapi yang diberikan. Hidroksokobalamin

baru-baru ini banyak dipelajari . Ini menunjukkan banyak karakteristik penangkal

sianida yang ideal: ia memiliki aksi yang cepat, menetralkan sianida tanpa

mengganggu penggunaan oksigen seluler, ia memiliki profil tolerabilitas dan keamanan

yang besar, aman untuk digunakan pada korban penghirupan asap, aman tidak

berbahaya bila diberikan kepada pasien yang tidak keracunan, dan mudah

diberikan . Molekul ini seharusnya mengikat sianida untuk membentuk cyanocobalamin

(vitamin B12), zat tidak beracun yang diekskresikan dalam urin. Karena tidak ada efek

samping utama yang dilaporkan, terapi ini dapat diberikan dalam kasus dugaan

keracunan sianida dalam perawatan pra-rumah sakit, juga untuk pasien di mana

keracunan sebenarnya hanya diduga dan konfirmasi analitis akan tersedia hanya pada

fase selanjutnya

22
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR
TERAKREDITASI SNARS ED I INTERNASIONAL

18 Februari 2018 s/d 18 Februari 2021


Jl. JaksaAgungSuprapto No.2 MALANG 65111
Telp. ( 0341 ) 362101, Fax. ( 0341 ) 369384
E-mail : staf-rsu-drsaifulanwar@jatimprov.go.id
Website : www.rsusaifulanwar.jatimprov.go.id

PRO YUSTISIA

VISUM ET REPERTUM
No. : B/13/X/2021

Berhubung dengan adanya Surat Permintaan Visum et Repertum tanggal 1 Desember


2021, Nomor B/13/X/2021/KES.3/2021/SPKT, perihal permintaan pemeriksaan korban
a.n. Ny.A dari Saudara Tomy Agus, Pangkat AIPTU, Nrp. 175070107, dari Kepolisian
Resort, yang diterima pada tanggal 1 Desember 2021, jam 12.00 WIB, maka saya
yang bertanda tangan di bawah ini:
---------------------------------------------dr. Aysha Emeraldine Utama , SpF,
----------------------------------------------------------------------
sebagai dokter spesialis forensik pada Rumah Sakit Umum Daerah “ dr. Saiful Anwar “
Malang, telah melakukan pemeriksaan luar pada tanggal 2 Desember, jam 08.00 WIB.,
di Rumah Sakit Umum Daerah “dr. Saiful Anwar “ Malang terhadap jenazah yang
menurut surat tersebut di atas :
Nama : ,Ny. A
Jenis kelamin : ,Perempuan
Tempat / tgl. Lahir :,-
Pekerjaan : , Pensiunan asisten laboratorium
Agama :,-
Kewarganegaraan : , Swiss
Alamat :-

yang meninggal dunia dengan dugaan karena : . bunuh diri akibat keracunan sianida
Korban diketemukan meninggal di : .apartemen
HASIL PEMERIKSAAN : -----------------------------------------------------------------------------------------------
PEMERIKSAAN LUAR : -----------------------------------------------------------------------------------------------

1. Keadaan jenazah : Jenazah seorang perempuan, umur lebih kurang tujuh puluh
tahun, tanpa label.
2. Pakaian : memakai pakaian lengkap
3. Lebam jenazah merah berwarna merah cerah terdapat dipunggung tubuh ditekan
hilang. Kaku jenazah belum lengkap diseluruh tubuh.
4. Kepala:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
5. Leher:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
6. Dada:

23
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
7. Perut:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
8. Pungung:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
9. Anggota gerak atas:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
10. Anggota gerak bawah:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
11. Alat Kelamin:
Jenis kelamin perempuan. ----------------------------------------------------------------------------------------------

12. Dubur:
 Tidak ditemukan kelainan dan tanda-tanda kekerasan.
PEMERIKSAAN DALAM :


Perubahan warna merah muda cerah pada bagian dalam kulit kepala dan
selaput otak
 Perubahan warna merah cerah muda cerah pada permukaan paru dan jaringan
dasar serta selaput lendir dalam cabang batang tenggorokan
 Perubahann warna merah muda cerah pada lapisan luar dinding jantung
 Perubahan warna merah muda cerah pada saluran pipa kencing dan pembuluh
darah vena
 Pembengkakan paru dan otak
KESIMPULAN :

1. Identitas: Perempuan, usia 70 tahun


2. Pada pemeriksaan luar didapatkan , Lebam mayat dan kaku mayat
3. Pemeriksaan dalam ditemukan:
a. Perubahan warna merah muda cerah pada bagian dalam kulit kepala
b. Perubahan warna merah cerah muda cerah pada permukaan paru dan
jaringan dasar serta selaput lendir dalam cabang batang tenggorokan
c. Perubahann warna merah muda cerah pada lapisan luar dinding jantung
d. Perubahan warna merah muda cerah pada saluran pipa kencing dan
pembuluh darah vena
e. Pembengkakan paru dan otak
4. Sebab kematian: keracunan sianida
5. Cara kematian: bunuh diri

Demikian visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah/janji pada waktu
menerima jabatan sebagai dokter.

Malang, 2 Desember 2021

DOKTER SPESIALIS
FORENSIK
RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG,

24
dr. Aysha Emeraldine
Utama,SpF
NIP.: 200070200011101

25
DAFTAR PUSTAKA

Baskin,S.I., Kelly, J.B., Mallner, B.I., Rockwood, G., Zoltani, C., Chapter 11. Cyanide

Poisoning. In Medical Aspects of Chemical Warfare.371-410

Baud, F.J., 2007. Cyanide: critical issues in diagnosis and treatment. Human & experimental

toxicology, 26(3), pp.191-201.

Beasley, D.M.G. and Glass, W.I., 1998. Cyanide poisoning: pathophysiology and

treatment recommendations. Occupational Medicine, 48(7), pp.427-431.

Benner, J. P., Lawrence, D., & Brady, W. (2009). Smoke signals. Recognition and

treatment of combustion-induced cyanide toxicity. JEMS : a journal of

emergency medical services, 34(10), 56–63. https://doi.org/10.1016/S0197-

2510(09)70242-6

Binder, L. and Fredrickson, L., 1991. Poisonings in laboratory personnel and health

care professionals. The American journal of emergency medicine, 9(1), pp.11-

15.

Brunel, C., Widmer, C., Augsburger, M., Dussy, F. and Fracasso, T., 2021. Antidote

treatment for cyanide poisoning with hydroxocobalamin causes bright pink

discolouration and chemical–analytical interferences. Forensic science

international, 223(1-3), pp.e10-e12.

Culnan, D. M., Craft-Coffman, B., Bitz, G. H., Capek, K. D., Tu, Y., Lineaweaver, W.

C., & Kuhlmann-Capek, M. J. (2018). Carbon Monoxide and Cyanide Poisoning

in the Burned Pregnant Patient: An Indication for Hyperbaric Oxygen

Therapy. Annals of plastic surgery, 80(3 Suppl 2), S106–S112.

https://doi.org/10.1097/SAP.0000000000001351

Giebułtowicz, J., Rużycka, M., Wroczyński, P., Purser, D. A., & Stec, A. A. (2017).

Analysis of fire deaths in Poland and influence of smoke toxicity. Forensic

26
science international, 277, 77–87. https://doi.org/10.1016/j.forsciint.2017.05.018

Graham J, Traylor J. Cyanide Toxicity. [Updated 2021 Feb 17]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available

from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507796

Hamad, E., Babu, K., & Bebarta, V. S. (2016). Case Files of the University of

Massachusetts Toxicology Fellowship: Does This Smoke Inhalation Victim

Require Treatment with Cyanide Antidote?. Journal of medical toxicology :

official journal of the American College of Medical Toxicology, 12(2), 192–198.

https://doi.org/10.1007/s13181-016-0533-0

Huzar, T. F., George, T., & Cross, J. M. (2013). Carbon monoxide and cyanide

toxicity: etiology, pathophysiology and treatment in inhalation injury. Expert

review of respiratory medicine, 7(2), 159–170. https://doi.org/10.1586/ers.13.9

Jillian, H., 2011, A Review of Acute Cyanide Poisoning With a Treatment Update.

Critical Care Nurse, 31(1): 72-81

Musshoff, F., Kirschbaum, K.M. and Madea, B., 2011. An uncommon case of a

suicide with inhalation of hydrogen cyanide. Forensic science

international, 204(1-3), pp.e4-e7.

Nusbaum, J., & Gupta, N. (2018). Points & Pearls: Emergency department

management of smoke inhalation injury in adults. Emergency medicine

practice, 20(3), e1–e2.

O'Brien, D. J., Walsh, D. W., Terriff, C. M., & Hall, A. H. (2011). Empiric

management of cyanide toxicity associated with smoke inhalation. Prehospital

and disaster medicine, 26(5), 374–382.

https://doi.org/10.1017/S1049023X11006625

27
Parker-Cote, J. L., Rizer, J., Vakkalanka, J. P., Rege, S. V., & Holstege, C. P.

(2018). Challenges in the diagnosis of acute cyanide poisoning. Clinical

toxicology (Philadelphia, Pa.), 56(7), 609–617.

https://doi.org/10.1080/15563650.2018.1435886

Pauluhn J. (2016). Risk assessment in combustion toxicology: Should carbon

dioxide be recognized as a modifier of toxicity or separate toxicological

entity?. Toxicology letters, 262, 142–152.

https://doi.org/10.1016/j.toxlet.2016.09.012

Vogel, S.N., Sultan, T.R. and Ten Eyck, R.P., 1981. Cyanide poisoning. Clinical

toxicology, 18(3), pp.367-383.

28

Anda mungkin juga menyukai