Anda di halaman 1dari 462

KEDOKHRAN

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku
ini dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit.

BUKU AJAR NEUROLOGI


18x23
Halaman : i -xii I 1-782

Diterbitkan pertama kali oleh:


DEPARTEMEN NEUROLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sak:it Cipto Mangunkusumo
Jakarta, 2017

Cetakan pertama : Maret, 2017

Dicetak pertama kali oleh:


PENERBIT KEDOKTERAN INDONESIA
Tangerang
EmaiL perldsa.indonesia@gmail.com

ISBN: 978-602-74207-4-8

ii
Scanned for Pablo
\

Buku Ajar Neurologi

KONTRIBUTOR
AdreMayza
Ahmad Yanuar Safri
AI Rasyid
Amanda Tiksnadi
Astri Budikayanti
Darmalmran
Diatri Nari Lastri
Eva Dewati
Fitri Octaviana
Freddy Sitorus
Henry Riyanto Sofyan
Jan Sudir Purba
Luh Ari Indrawati
Manfaluthy Hakim
Mohammad Kurniawan
Ni Nengah Rida Ariarini
Pukovisa Prawiroharjo
Rakhmad Hidayat
Riwanti Estiasari
Salim Harris
Siti Airiza Ahmad
Taufik Mesiano
Teguh AS Ranakusuma
Tiara Aninditha
Winnugroho Wiratman
YettyRamli
Zakiah Syeban
Ade Wijaya
Dyah Tunjungsari
Kartika Maharani
Ramdinal Aviesena Zairinal
Rima Anindita Primandari
Wiwit Ida Chahyani

SEKRETARIS
Iotan Nurul Azni
Mumfaridah

ILUSTRATOR
Marshal Sumampouw
Ni Nengah Rida Ariarini
Uti Nilam Sari

COVER
Ni Nengah Rida Ariarini

iii

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pencipta semesta alam, karena atas berkat RahmatNya
kita diberi kesempatan dan kemampuan mempelajari ciptaanNya, ilmu Neurologi yang
menakjubkan. Ilmu ini sangat sempurna dan sangat khusus, yaitu susunan saraf pusat,
susunan saraf otonom, dan susunan saraf tepi, serta hubungan timbal balik sistem dan
organ (brain-mind-behaviour dan brain-neural-vascular-network-system-organs) dalam
keadaan sehat maupun sakit akibat berbagai faktor, yaitu vaskular, inflamasi, trauma,
autoimun, metabolik, iatrogenik, dan neoplasma (VITAMIN).

Para ahli penyandang ilmu saraf atau neurologi, disebut neurolog, mempunyai hak
dan kewajiban dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan kesehatan
(IPTEKDOKKES). Oleh karena itu, setiap neurolog wajib mempelajari ilmu itu secara
tuntas, dalam keadaan sehat maupun sakit dan cacat, sebagai upaya mempertahankan
maupun meningkatkan kualitas hidupnya. Proses tersebut perlu mengikutsertakan
semua strata penyedia kesehatan dalam masyarakat, antara lain pasien sendiri, keluarga,
kerabat kerja, perawat, dokter layanan pertama, sistem kedaruratan medis, neurolog
umum dan subspesialis, serta penyandang disiplin ilmu lainnya, dalam tim yang terpadu
struktural dan nonsktuktural di kehidupan masyarakat dan bernegara.

Maka melalui buku ajar ini, seseorang mendapat kesempatan mengetahui, memahami,
dan menghayati ilmu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Pencipta
sebagai bekal menjalani kehidupan yang berguna untuk dirinya, orang lain, dan dunia
lingkungannya.

Mempelajari neurologi bagaikan menyusun kepingan-kepingan puzzle dari anamnesis


dan pemeriksaan fisik neurologis yang sistematis untuk membentuk suatu gambar yang
utuh dan memiliki makna. Kepingan kepinganan tersebut berupa simtom (gejala dan
keluhan) serta tanda-tanda berbagai penunjang baik klinis, laboratorium, radiologis, dan
lain-lain sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Gambaran yang utuh akan membawa ke
tegaknya suatu diagnosis, yang tentunya harus diikuti d'=!ngan langkah tata laksana yang
cepat, tepat, c~rmat, akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.

v
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Semoga melalui buku ajar yang berhasil disusun dari berbagai sumber aktivitas
profesional di Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dapat
menambah khazanah literatur ilmu kedokteran dan kesehatan serta pengetahuan
pembaca sekalian dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Teruslah belajar,
jangan pernah berhenti. Karena ilmu berlimpah telah disediakan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Penyayang pada umat dan alam semestaNya.

Belajarlah-bacalah-pikirkanlah... iqra, iqra. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita,


aamiin.

Teguh A.S. Ranakusuma

Guru Besar Departemen Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

vi
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena buku ini dapat selesai atas pertolongan dan
rahmatNya. Kami sangat menghargai kerja keras para penyusun dan pihak-pihak lain
yang berkontribusi terhadap terbitnya buku ini. Untuk semua perjuangan yang panjang,
kami ucapkan terima kasih. lnsya Allah buku ini menjadi investasi amal yang terus
mengalir sepanjang kegunaannya.
Perkembangan ilmu neurologi terus berkembang setiap saat. Selain itu, anggapan selama
ini yang ada di kalangan mahasiswa atau ternan sejawat adalah ilmu neurologi sulit untuk
dipahami. Kebutuhan akan ketersediaan sumber kepustakaan yang mudah dimengerti
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Departemen Neurologi FKUI/RSCM
menyusun buku ajar ini, yang diharapkan setelah membacanya, ilmu neurologi menjadi
lebih dimengerti dan semakin tertarik untuk mendalaminya.
Buku ajar ini adalah persembahan dari kami untuk seluruh mahasiswa kedokteran,
peserta program studi dokter spesialis saraf, dan ternan sejawat, serta orang yang tertarik
mempelajari ilmu neurologi. Dengan adanya buku ini, semoga kita dapat bersama-sama
memajukan ilmu neurologi dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.

Diatri Nari Lastri

Ketua Departemen Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

vii
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

KATA PENGANTAR Guru Besar


Teguh AS Ranakusuma ............................................. . v
Ketua Departemen
Diatri Nari Lastri .............................................................. vii

21. Tumor Otak Primer ....................................... 323


Tiara Aninditha, Teguh AS Ranakusuma

22. Tumor Spinal ................................................... 337


NEUROONKOLOGI Tiara Aninditha, Ramdinal Aviesena Zairinal
Teguh AS Ranakusuma

23. Prinsip Dasar Neurorestorasi


Pascacedera Saraf ......................................... 359
Amanda Tiksnadi, Siti Airiza Ahmad,
NEURORESTORASI Pukovisa Prawiroharjo

24. Cedera Kepala ................................................. 383


Yetty Ramli, Ramdinal Aviesena Zairinal

25. Cedera Medula Spinalis ............................... 401


NEUROTRAUMA Adre Mayza, Yetty Ramli

26. Komplikasi Pascacedera Kepala .............. 419


Diatri Nari Lastri

ix
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

27. Transient Ischemic Attack ............................ 445


AI Rasyid, Salim Harris, Mohammad Kurniawan,
Taufik Mesiano, Rakhmad Hidayat

NEUROVASKULAR 28. Stroke lskemik ................................................ 452


AI Rasyid, Rakhmad Hidayat, Salim Harris,
Mohammad Kurniawan, Taufik Mesiano

29. Cerebral Small Vessel Disease ...................... 476


Salim Harris, AI Rasyid, Mohammad Kurniawan,
Taufik Mesiano, Rakhmad Hidayat

30. Trombosis Vena Serebral ............................ 499


Mohammad Kurniawan, Salim Harris,
AI Rasyid, Taufik Mesiano, Rakhmad Hidayat

31. Stroke Hemoragik ........................................... 514


Taufik Mesiano, Salim Harris, AI Rasyid,
Mohammad Kurniawan, Rakhmad Hidayat

32. Perdarahan Subaraknoid ............................ 527


Rakhmad Hidayat, Salim Harris,
AI Rasyid, Mohammad Kurniawan, Taufik Mesiano

33. Pengantar Nyeri .............................................. 54 7


Henry Riyanto Sofyan, Ramdinal Aviesena Zairinal,
Tiara Aninditha

34. Nyeri Kepala ..................................................... 569


Tiara Aninditha, AI Rasyid

35. Nyeri Neuropatik ............................................ 598


jan Sudir Purba, Tiara Aninditha

36. Nyeri Leher ....................................................... 609


Mohammad Kurniawan

37. Nyeri Punggung Bawah ................................ 622


Salim Harris, Winnugroho Wiratman,
Ramdinal Aviesena Zairinal

38. Nyeri Kanker ................................................... 641


Henry Riyanto Sofyan, Tiara Aninditha

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

39. Neuropati ........................................................ 663


Winnugroho Wiratman, Ahmad Yanuar Safri,
Luh Ari lndrawati, Fitri Octaviana, Manfaluthy Hakim

SARAFTEPI 40. Sindrom Guillain Barre.............................. 677


Ahmad Yanuar Safri

41. Radikulopati .................................................. 691


Luh Ari lndrawati, Winnugroho Wiratman,
Ahmad Yanuar Safri, Fitri Octaviana, Manfa/uthy Hakim

42. Pleksopati ....................................................... 706


Manfaluthy Hakim, Luh Ari lndrawati,
Winnugroho Wiratman

43. Pendekatan Diagnosis Miopati ................ 724


Luh Ari Jndrawati, Winnugroho Wiratman,
Ahmad Yanuar Safri, Fitri Octaviana, Manfa/uthy Hakim

44. Miastenia Gravis ........................................... 7 41


Manfaluthy Hakim, Ahmad Yanuar Safri,
Winnugroho Wiratman

45. Motor Neuron Disease................................... 755


Fitri Octaviana, Ahmad Yanuar, Luh Ari lndrawati,
Winnugroho Wiratman, Manfaluthy Hakim

763
INDEKS

xi
Scanned for Pablo
NEUROONKOLOGI
Tumor Otak Primer
Tumor Spinal

Scanned for Pablo


TUMOR OTAK PRIMER

21 Tiara Aninditha, Teguh AS Ranakusuma

PENDAHULUAN lakukan, terutama jika tumor berada di area


Insidens tumor di susunan saraf pusat tidak- yang fungsional, ukurannya terlalu besar,
lah setinggi tumor-tumor sistemik lainnya, atau sulit dijangkau. Adanya sawar darah
tetapi merupakan 10 terbesar penyebab otak juga membatasi pilihan kemoterapi,
kematian akibat keganasan sistemik Pasien tidak seperti pada keganasan lain yang bisa
sering datang dalam keadaan tumor yang diberikan secara sistemik. Sementara otak
sudah sangat besar, padahal tumor yang dan vertebra merupakan organ yang sering
ideal adalah pada ukuran yang seminimal menjadi target metastasis dari tumor lain.
mungkin sehingga akan memberikan luaran Hal-hal tersebut mendasari pentingnya de-
yangbaik. teksi dini klinis kecurigaan adanya tumor
di SSP, baik primer maupun sekunder, oleh
Tumor otak mempunyai beberapa keunik-
karena tata laksana pada massa yang ber-
an sehingga memerlukan pendekatan yang
ukuran kecil akan memberi prognosis yang
berbed,a dibanding keganasan di tempat
jauh lebih baik dibandingkan saat tumor su-
lain. Dengan lokasinya yang berada di rong-
dah menimbulkan berbagai defisit neurologis.
ga yang tertutup, maka semua jenis tumor
yang menyebabkan lesi desak ruang akan
EPIDEMIOLOGI
menyebabkan defisit neurologis. Massa tu-
mor juga dapat tumbuh di mana saja, se- Secara umum berdasarkan data Central Brain
hingga walaupun ukurannya kecil, tetapi
Tumor Registry of the United States (CBTRUS)
tahun 2007-2011, meningioma merupakan
jika berada di lokasi yang fungsional harus
tumor tersering, hingga lebih dari 35% dari
segera ditatalaksana tanpa memperhatikan
seluruh tumor otak primer usia dewasa,
derajat keganasannya. Selain itu, massa tu-
diikuti glioblastoma (16%). Di Amerika
mor juga menyebabkan edema di sekitarnya
Serikat, tumor otak termasuk dalam 10 pe-
serta dapat menekan sistem ventrikel se-
hingga terjadi hidrosefalus, yang kesemua- nyebab kematian tersering, yaitu 1,4% dari
nya akan meningkatkan tekanan intrakranial seluruh keganasan dan 2,4% dari seluruh ke-
matian akibat keganasan. Data Riset Kesehatan
(TIK) dan mengancam nyawa.
Dasar (Riskesdas) 2013 tidak memberikan
Prinsip utama tumor secara umum adalah keterangan spesifik mengenai angka kejadian
reseksi semaksimal mungkin, bahkan sam- tumor otak di Indonesia. Namun, di Departe-
pai tepi sayatan bebas tumor. Namun pada men Neurologi RSUPN Cipto Mangunkusumo,
tumor otak, hal ini tidak selalu dapat di- selama tahun 2011-2015 didapatkan rerata

323

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

usia pasien 48 (18-74) tahun dengan proporsi flamasi yang menyebabkan kerusakan pada
perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan okludin, suatu protein tight junction antar
laki-laki (55,6% vs 44,4%). Mayoritas tumor endotel. Hal ini menyebabkan pembuluh da-
primer adalah astrositoma (47%) diikuti me- rah yang terbentuk tidak sama morfologinya
ningioma (26%). Data di RS Kanker Dharmais dengan yang normal, antara lain hilangnya
pada tahun 1993-2012 menunjukkan insidens tight junction antar endotel dan tidak utuh-
tumor otak sebesar 1% dari seluruh kegana- nya membran basalis, yang disebut sebagai
san, juga terutama golongan glioma (67,4%) keadaan rusaknya sawar darah otak (SDO)
dan meningioma (16,3%). atau blood brain barrier (BBB). Pada ke-
adaan tersebut, terjadi ekstravasasi cairan
·PATOFISIOLOGI ke sekitar jaringan tumor (edema peritu-
Pada prinsipnya tumor otak merupakan ba- moral), sebagai suatu edema vasogenik. Hal
sil akhir dari onkogenesis, yaitu suatu proses inilah yang menyebabkan lesi desak ruang
transformasi sel normal menjadi kanker. Hal menjadi peningkatan tekanan intrakranial,
ini diakibatkan oleb ketidakseimbangan an- adanya edema seiring dengan penambahan
tara pembuatan sel-sel baru pada siklus sel ukuran massa tumornya.
dengan bilangnya sel-sellama akibat kema-
Tumor glia atau glioma merupakan tumor
tian terprogram (apoptosis). Ketidakseim-
dari jaringan penunjang, seperti astrosito-
bangan ini merupakan basil dari mutasi
ma berasal dari sel astrosit, oligodendrogli-
genetik pada 3 kelompok protein, yaitu 1)
oma dari oligodendrosit, dan ependimoma
protoonkogen, yang berperan pada pencetus
dari sel ependim. Adapun meningioma ber-
pertumbuban dan diferensiasi sel normal,
asal dari sel meningotel araknoid. Derajat
2) tumor suppressor genes, pengbambat per-
keganasan masing-masing tumor dinilai
tumbuban dan pengatur apoptosis, serta 3)
menurut kriteria WHO berdasarkan tingkat
kelompok gen perbaikan DNA. Mutasi pro-
proliferasi dan keaktifan bermitosis, mulai
toonkogen disebut sebagai onkogen, meng-
dari derajat I yang tingkat proliferasinya
basilkan protein yang jumlahnya dalam batas
paling rendah hingga derajat IV yang paling
normal tetapi molekulnya mengalami mutasi
aktifbermitosis dan dianggap ganas.
sehingga efek biologiknya tidak sama dengan
yang normal, atau dapat fungsinya normal GEJALA DAN TANDA KLINIS
tetapi jumlahnya berlebihan. Gambaran klinis memang sangat bervariasi
tergantung pada letak tumor. Namun ber-
Pertumbuhan sel yang abnormal secara
dasarkan prinsip adanya efek desak ruang
terus menerus akan menyebabkan vasku-
dari massa yang tumbuh progresif di rongga
larisasi dari pembuluh darah host tidak
kompartemen tertutup, maka sebenarnya
mencukupi, sehingga terjadi hipoksia. Hal
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
ini memicu sel tumor mensekresi vascu-
dapat menjadi alat deteksi dini yang efektif.
lar endothelial growth factor (VEGF) untuk
Alarm utama sistem saraf kita adalah nyeri.
merangsang pembentukan pembuluh darah
Dengan bertambahnya tekanan di intrakra-
baru atau angiogenesis (Gambar 1). Selain
nial akibat massa di manapun letaknya, akan
itu sel tumor memnsekresi sitokin proin-

324

Scanned for Pablo


Tumor Otak Primer

• Faktor - falttor angjog<rulc

Gambar 1. Proses Terjadinya Edema Peri tumoral

terjadi peregangan meningen yang merang- dan sinus, sehingga bisa jadi nyeri hebat ti-
sang reseptor nyeri di sekitarnya dan menye- dak sesuai dengan efek desak yang minimal.
babkan nyeri kepala. Gejala ini merupakan
Nyeri kepala akibat tumor intrakranial harus
gejala utama (90%) pada tumor intrakranial.
bisa dibedakan dengan nyeri kepala primer.
Semua gejala klinis tumor otak adalah ber- Sesuai dengan pertumbuhan massa, maka
landaskan pada efek desak ruang. Tekanan nyeri akan terasa makin lama makin berat,
di intrakranial dipertahankan konstan se- terutama jika ada penambahan volume ke
suai dengan hukum Monroe Kelly dengan intrakranial seperti setelah aktivitas fisik,
memodifikasi aliran darah dan cairan se- malam atau pagi hari, dan saat batuk atau
rebrospinal. Oleh karena itu, penambahan mengedan. Pada awal nyeri kepala masih hi- }
massa yang minimal masih dapat ditoleran- lang timbul, kemudian nyeri akan lebih sering,
si oleh otak dan belum menyebabkan gejala. terlokalisir pada satu area tertentu. Saat nyeri
Jika massa terus membesar, meningen akan menetap dan memberat berarti daya kom-
meregang sehingga merangsang reseptor pensasi otak sudah berkurang, biasanya mu-
nyeri. Efek desak ruang bukan hanya ditim- lai muncul defisit neurologis. Jika hal ini ma-
bulkan oleh massa, namun juga oleh edema sih belum terdeteksi, maka bisa jadi pasien
di sekitarnya, sehingga lebih mudah menye- datang dengan gejala peningkatan tekanan in-
babkan peningkatan tekanan intrakranial trakranial, nyeri kepala hebat disertai muntah
(Gambar 2). Selain itu, nyeri juga dapat me- serta penurunan kesadaran yang merupakan
nyebabkan regangan pada pembuluh darah tanda-tanda herniasi serebi (Gambar 2).

325

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gambar 2. Efek Lesi Desak Ruang dari Tumor Otak

Pacta peningkatan volume intrakranial, di yang begitu keluar dari rongga orbita lang-
manapun massanya, tekanan akan diter- sung diselimuti oleh meningen. Tekanan
uskan ke segala arah, sehingga meregang- yang mulai meningkat secara progresif akan
kan meningen, termasuk saraf kranial yang menyebabkan jeratan pacta nervus tersebut
melintasinya. Nervus abdusens merupakan sehingga terjadi papiledema.
saraf yang terpanjang melewati area subarak-
Penilaian jaras visual dapat menjadi salah
noid di antara saraf kranial lainnya. Maka
satu alat penapis klinis oleh karena letaknya
pacta pasien-pasien dengan keluhan nyeri
yang membentang mulai dari bola mata di
kepala berulang bisa ditanyakan adanya ke-
bagian anterior hingga lobus oksipital di dae-
luhan pandangan ganda atau diplopia teru-
rah posterior sebagai area persepsi visual.
tama saat melihat jauh, dilanjutkan dengan
Selain itu, terdapat pula radiasio optika yang
pemeriksaan nervus VI yang teliti untuk
'mengisi' parenkim dari bagian tengah ke be-
mencari adanya paresis secara minimal.
lakang, ke arah superior dan inferior. Maka
Demikian pula dengan nasib nervus optikus
keluhan pandangan buram, pemeriksaan

326

Scanned for Pablo


Tumor Otak Primer

visual, fundus, dan lapang pandang merupa- membutuhkan pemeriksaan pencitraan le-
kan paket yang wajib dinilai untuk mendeteksi bih lanjut dengan pemberian kontras. Hal
adanya massa kecil di intrakranial. ini biasanya terjadi pada tumor jenis oligoden-
droglioma atau astrositoma derajat rendah.
Fungsi otak utama adalah fungsi kognitif
yang bisa terlihat pada hampir semua area DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
di setiap lobus baik depan belakang, kanan Diagnosis pasti tumor otak adalah dengan
dan kiri mempunyai peran dalam fungsi biopsi. Namun diperlukan anamnesis dan
tersebut. Oleh karena itu, perubahan fungsi pemeriksaan fisik untuk dapat membuat
kognitif sebenarnya dapat menjadi penapis dugaan tumor otak agar sebelumnya dapat
yang sering terlupakan oleh defisit neu- dilakukan pemeriksaan pencitraan baik CT
rologis lain yang terlihat secara kasat mata. scan maupun MRI dengan pemberian zat kon-
Gangguan kognitif sebagai awal gejala mun- tras. Sesuai dengan patofisiologi terjadinya
cul hingga 30%, setara dengan sakit kepala, kerusakan sawar darah otak oleh sel tumor,
lebih tinggi dibanding kelemahan motorik. maka zat kontras akan keluar dari pembu-
Pada pasien yang berpendidikan tinggi atau luh darah dan menunjukkan gambaran pe-
masih aktif bekerja dapat ditanyakan kapan nyangatail. pada pencitraan. Oleh karena itu,
mulai merasa aktivitasnya 'terganggu' atau jika pencitraan dilakukan tanpa pemberian
keluarga melihat adanya 'perbedaan' dalam zat kontras, maka gambaran lesinya menjadi
kegiatan sehari-hari, yang seminimal mung- kurang jelas karakteristiknya untuk menentu-
kin seperti gangguan atensi, perubahan kan dugaan tumor atau bahkan lesinya menjadi
emosi, dan sebagainya. Hal ini dapat ditin- tidak terlihat
daklanjuti minimal dengan pemeriksaan
Anamnesis yang khas pada dugaan tumor
Mini Mental Status Examination (MMSE),
otak adalah adanya gejala yang kronik pro-
Montreal Cognitive Assessment (MoCA) versi gresif. Berdasarkan patofisiologinya juga,
Indonesia (MoCA-Ina) atau pemeriksaan
terdapat perbedaan gejala klinis pada tu-
fungsi kognitif lengkap untuk memastikan
mor yang menyebabkan efek desak ruang
gangguannya.
dengan tumor yang terutama menyebabkan
Area otak yang juga cukup luas untuk dica- gangguan fungsional. Pada tumor yang me-
ri adanya efek desak ruang adalah korteks nyebabkan efek desak ruang, seperti me-
yang melapisi seluruh parenkim. Sesuai ningioma atau astrositoma derajat tinggi,
dengan patofisiologinya, adanya lesi di gejala klinis biasanya dimulai dengan sakit
korteks dapat menimbulkan kejang. Kelu- kepala dan diikuti defisit neurologis lain-
han ini bisa tidak disadari oleh pasien atau nya. Namun pada tumor yang terutama
keluarga karena bentuk kejang yang bisa menyebabkan gangguan fungsional seperti
berbeda-beda sesuai dengan area yang ter- astrositoma derajat rendah, gejala biasanya
ganggu sehingga perlu anamnesis tersendi- berupa kejang atau gangguan fungsi luhur
ri. Oleh karena itu, kejang pertama kali pada setelah beberapa lama, baru diikuti dengan
usia dewasa atau tua tanpa demam harus sakit kepala atau defisit neurologis lainnya.
dicurigai adanya tumor di intrakranial yang

327

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan fisik perlu dimulai dari tanda Berdasarkan efek desak ruangnya, maka di-
vital untuk menentukan ada tidaknya tanda agnosis banding tumor otak tersering adalah
peningkatan tekanan intrakranial. Peme- lesi lain yang menyebabkan proses pening-
riksaan neurologis juga harus disertai fun- katan tekanan intrakranial secara progresif,
duskopi untuk menilai papiledema. Pada seperti tuberkuloma, abses intrakranial, atau
tumor-tumor daerah khusus, seperti tumor toksoplasma ensefalitis. Oleh karena itu per-
hipofisis, pineal atau serebelum, diperlukan lu dicari adanya tanda-tanda infeksi sistemik,
pemeriksaan neurooftalmologi untuk me- seperti tuberkulosis, human immunodefi-
nilai adanya gangguan visus dan lapangan ciency virus (HIV), atau sumber infeksi lain-
pandang, deviasi konjugat, atau nistagmus. nya dari telinga, hidung, gigi, dan sebagainya.
Sistem lainnya yang juga penting mencakup Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
hampir seluruh area otak adalah gangguan teliti, dapat dilakukan pemeriksaan magnetic
fungsi luhur yang biasanya sering tidak ter- resonance spectroscopy (MRS) bersamaan
deteksi. Pada meningioma lobus frontal yang dengan MRI untuk menilai metabolit infeksi
tumbuh perlahan-lahan, gangguan fungsi dan neoplasma berdasarkan rasio cholin dan
luhur merupakan gejala utama sebelum N-asetil-aspartat (NAA) di area lesi.
munculnya defisit neurologis klasik lainnya.
Pada tumor juga dapat terjadi perdarahan
Pemeriksaan pencitraan merupakan peme- akibat hipervaskularisasi yang rentan, se-
riksaan penunjang yang paling penting untuk hingga menyebabkan gejala klinis dan gam-
mempertajam dugaan diagnosis. MRI dengan baran CT scan seperti stroke hemoragik Na-
segala fiturnya dapat membantu memberi- mun hal ini dapat dikenali jika didapatkan
kan gambaran tumor dengan kecurigaan ga- anamnesis adanya sakit kepala sebelumnya,
nas berdasarkan kuatnya penyangatan kon- sehingga dilakukan CT scan kepala dengan
tras, densitas yang inhomogen, serta luasnya kontras. Demikian pula adanya hiperkoagu-
edema peritumoral di sekitarnya. Demikian lasi pada keganasan dapat menyebabkan
pula berdasarkan letaknya di intraparenkim gejala akut seperti stroke (stroke-like syn-
(intra-aksial) dapat ditentukan kemung- drome). Adanya hiperkoagulasi semacam itu
kinan suatu astrositoma atau di luar pa- biasanya ditemukan pada tumor metastasis
renkim (ekstra-aksial) sebagai meningioma, yang juga terdapat tumor primer di organ
schwannoma, dan metastasis leptomeningeal. lain, sehingga dapat dideteksi dari anamne-
sis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Gejala
MRI lebih unggul dalam menggambarkan
akut pada tumor otak primer juga dapat dite-
kelainan struktural secara detil terutama
mukan pada pasien pascakejang yang menga-
untuk lesi yang kecil, bukan hanya untuk
lami edema peritumoral, sehingga didapatkan
diagnosis, namun juga penilaian pascara-
defisit neurologis seolah-olah mendadak Na-
dioterapi dan adanya rekurensi. Walaupun
mun hal ini juga dapat ditelaah dari anamne-
demikian, pada tumor-tumor yang menun-
sis dengan menanyakan gejala soft sign yang
jukkan gambaran kalsifikasi, seperti pada
mungkin sudah ada sebelum kejang, seperti
oligodendroglioma, akan terlihat lebih jelas
gangguan fungsi luhur.
pada CT scan dibanding MRI.

328

Scanned for Pablo


Tumor Otak Primer

Kesemua analisis terse but penting dilakukan KLASIFIKASI


untuk mendapat dugaan yang lebih jelas, bu- Berdasarkan kla~ifikasi WHO tahun 2007,
kan hanya tumor otak secara umum, namun tumor otak digolongkan menurut temuan
termasuk kemungkinan jenisnya walaupun histopatologis (Tabel 1). Namun saat ini kla-
belum dipastikan dengan biopsi. Hal itu ter- sifikasi WHO tahun 2016 dibedakan secara
utama untuk edukasi terhadap pasien agar biomolekular untuk kepentingan tata laksana
mau dilakukan tindakan operatif. Dugaan ini dan prognosis, seperti adanya mutasi isoci-
juga diperlukan termasuk untuk memper- trate dehydrogenase (IDH)-1 dan 2, serta p53.
siapkan pasien jika harus dirujuk ke kota be- Pada oligodendroglioma anaplastik dengan
sar yang membutuhkan dana dan dukungan delesi kromosom 1p mempunyai prognosis
dari keluarga. yang lebih baik terhadap terapi dibandingkan
yang kromosom 1pnya intak (Tabel2).

Tabel1. Klasifikasi Tumor Otak (WHO Tahun 2007)


II III IV
Tumor Astrosit
Astrositoma sel subependimal besar X
Astrositoma pilositik X
Astrositoma pilomiksoid X
Astrositoma difus X
Xantoastrositoma pleomorfik X
Astrositoma anaplastik X
Glioblastoma X
Glioblastoma sel besar X
Gliosarkoma X
Tumor Oligondendroglia
Oligodendroglioma X
Oligodendroglioma anaplastik X
Tumor Oligoastrosit
Oligoastrositoma X
Tumor Ependim
Subependimoma X
Ependimoma miksopapilari X
Ependimoma X
Ependimoma anaplastik X
Tumor Pleksus Koroid
Papiloma pleksus koroid X
Papiloma pleksus koroid atipikal X
Karsinoma pleksus koroid X
Tumor Neuroepitellain
Glioma angiosentrik X
Glioma koroid ventrikel tiga X

329

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabell. Klasifikasi Tumor Otak (WHO Tahun 2007), (Lanjutan)


I II III IV
Tumor Neuron dan Campuran Neuron-Glia
Gangliositoma X
Ganglioglioma X
Ganglioma anaplastik X
Ganglioma dan astrositoma desmoplastik X
infantil
Tumor neuroepitel disembroplastik X
Neurositoma sentral X
Neurositoma ekstaventrikular X
Liponeurositoma serebelum X
Paraganglioma medula spinalis X
Tumor glioneuron papilari X
Tumor glioneuron bentuk roset ventrikel X
em pat
Tumor Pineal
Pineositoma X
Tumor parenkim pineal diferensiasi X X
menengah
Pineo blastoma X
Tumor papilari region pineal X X
Tumor Embrional
Meduloblastoma X
Tumor neuroektodermal primitif sistem X
sarafpusat
Tumor teratoid/rabdoid atipikal
Tumor Saraf Paraspinal dan Kranial
Schwanoma X
Neurofibroma X
Perineurioma X X X
Tumor selubung saraf perifer ganas X X X
Tumor Meningen
Meningioma X
Meningioma atipikal X
Meningioma anaplastikfganas X
Hemangioperisitoma X
Hemangioperisitoma anaplastik X
Hemangioblastoma X
Tumor Regio Sella
Kraniofaringioma X
Tumor sel granula neurohipofisis X
Pituisitoma X
Onkositoma sel spindel adenohipofisis X
Sumber: Molnar P. Intech. 2011. h. 3-22.

330

Scanned for Pablo


Tumor Otak Primer

Tabel2. Klasifikasi Tumor Otak (WHO, 2016)


Astrositik Difus dan Tumor Tumor Glial Neuronal dan Neuronal Campuran
Kode Kode
Oligodendroglial
Astrositoma Difus, IDH·mutan 9400/3 Tumor neuroepitelial disembrioplastik 9413/0
Astrositoma Gemistositik, IDH-mutan 9411/3 Gangliositoma 9492/0
Astrositoma Difus, IDH-tipe liar 9400/3 Ganglioglioma 9505/1
Astrositoma Difus, NOS 9400/3 Ganglioglioma anaplastik 9505/3
Gangliositoma serebelar displastik (Lhermitte-Duclos) 9493/0
Astrositoma anaplastik, IDH-mutan 9401/3 Astrositoma desmoplastik infantil dan ganglioglioma 9412/1
Astrositoma anaplastik, IDH-tipe liar 9401/3 Tumor glioneuronal papilar 9509/1
Astrositoma anaplastik, NOS 9401/3 Tumor glioneuronal Rosette{orming 9509/1
Tumor glioneuronalleptomeningeal difus
Glioblastoma, IDH-tipe liar 9440/3 Neurositoma sentral 9506/1
Glioblastoma sel raksasa 9441/3 Neurositoma ekstraventrikular 9506/1
Gliosarkoma 9442/3 Liponeurositoma serebelar 9506/1
Glioblastoma epiteloid 9440/3 Paraganglioma 8693/1
Glioblastoma, IDH-mutan 9445/3*
Glioblastoma, NOS 9440/3 Tumor Pineal
Pinesitoma 9361/1
Glioma menengah terdifusi, H3 K27M- 9385/3* Tumor parenkimal pineal diferensiasi intermediat 9362/3
mutan
Pineoblastoma 9362/3
Oligodendroglioma, IDH-mutan dan 9450/3 Tumor papilari pineal 9395/3
1pj19q-codeleted
Oligodendroglioma, NOS 9450/3
Tumor Embrional
Oligodendroglioma anaplastik, IDH- 9451/3 Medulloblastoma, genetik
mutan dan 1pj19q-codeleted
Oligodendroglioma anaplastik, NOS 9451/3 Medulloblastoma, WNT-teraktivasi 9475/3*
Medulloblastoma, SHH teraktivasi dan TP53-mutan 9476/3*
Oligoastrositoma, NOS 9382/3 Medulloblastoma, SHH teraktivasi dan TP53-tipe liar 9471/3
Oligoastrositoma anaplastik, NOS 9382/3 Medulloblastoma, non-WNT jnon-SHH 9477/3*
Medulloblastoma, grup 3
Tumor Astrositik Lain Medulloblastoma, grup 4
Astrositoma pilositik 9421/1 Medulloblastoma, histologis
Astrositoma pilomiksoid 9425/3 Medulloblastoma, klasik 9470/3
Astrositoma sel raksasa subependimal 9384/1 Medulloblastoma, desmoplastik/nodular 9471/3
Xantoastrositoma pleomorfik 9424/3 Medulloblastoma dengan nodul yang luas 9471/3
Xantoastrositoma pleomorfik anaplastik 9424/3 Medulloblastoma, sel besar/ anaplastik 9474/3
Medulloblastoma, NOS 9470/3
Tumor Ependimal
Subependimoma 9383/1 Tumor embrional dengan rossette berlapis, C19MC-berubah 9478/3*
Ependimoma miksopapilari 9394/1 Tumor embrional dengan rossette berlapis, NOS 9478/3
Ependimoma 9391/3 Meduloepitelioma 9501/3
Ependimoma papilari 9393/3 Neuroblastoma CNS 9500/3
Ependimoma clear cell 9391/3 Ganglioneuroblastoma CNS 9490/3
Ependimoma tanisitik 9391/3 Tumor embrional CNS, NOS 9473/3
Ependimoma, RELA fusi-positif 9396/3* Teratoid atipikaiJtumor rhabdoid 9508/3
Ependimoma anaplastik 9392/3 Tumor embrional CNS dengan rhabdoid 9508/3
Glioma lain Tumor Kranial dan saraf Paraspinal
Glioma kordoid pada ventrikel ketiga 9444/1 Schwannoma 9560/0
Glioma angiosentrik 9431/1 Schwannoma selular 9560/0
Astroblastoma 9430/3 Schwannoma plexiform 9560/0
Tumor Pleksus Koroid
Papiloma pleksus koroid 9390/0
Papiloma pleksus koroid atipikal 9390/1
Karsinoma pleksus koroid 9390/3
Sumber: Louis DN, dkk. Acta Neuropathol. 2016. h. 803-20.

331

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Berdasarkan epidemiologinya, tumor ter- dapat bertahan cukup lama dengan gejala
sertng adalah astrositoma dan meningioma. sisa yang minimal.
Golongan astrositoma tersering adalah de-
TATA LAKSANA
rajat tinggi (high grade), terutama glioblas-
Pada prinsipnya pada tumor otak terbagi
toma, sekitar 38% dari tumor otak keselu-
atas terapi simtomatik, definitif, dan paliatif.
ruhan. Tumor ini termasuk ganas, sehingga
Hal ini dilakukan secara bersama dalam tim
gejala klinis biasanya dalam waktu hitungan
yang multidisiplin disertai pembicaraan un-
bulan dengan defisit neurologis yang berat,
tuk menentukan kesepakatan bersama. Un-
serta gambaran MRI yang khas bisa berupa
tuk menjalani itu semua, pasien harus kuat
kistik, nekrosis, atau perdarahan, dan ede-
secara mental dengan dukungan penuh dart
ma yang luas. Prognosis biasanya buruk,
keluarga. Pasien dengan tumor otak dapat
kecuali jika dapat dideteksi dini dan ditata
mengalami gangguan psikiatri hingga 78%,
laksana segera dikatakan dapat memper-
baik bersifat organik akibat tumornya atau
panjang kesintasan.
fungsional yang berupa gangguan penye-
Meningioma merupakan tumor kedua ter- suaian, depresi, dan ansietas. Hal ini dapat
sertng, terutama pada perempuan, dikatakan menghambat proses terhadap pasien.
berkaitan dengan hormon estrogen dan pro-
Oleh karena itu, diperlukan pendampingan
gesteron. Mayorttas (90%) tumor ini jinak
bersama dengan sejawat Psikiatri mulai
(derajat I) dan mempunyai prognosis yang
dari menyampaikan informasi tentang diag-
baik jika dapat direseksi total. Mengingat le-
nosis dan keadaan pasien (breaking the bad
taknya yang dapat jauh di dalam, seperti dae-
news) melalui pertemuan keluarga ffamily
rah basis kranii atau klivus, maka kadang ter-
meeting) dan pada tahap-tahap pengobatan
jadi residu tumor yang dapat menyebabkan
selanjutnya. Perlu juga dilakukan penilaian
rekurensi. Sejauh ini belum ada kemoterapi
fungsional menggunakan Karnofsky perfor-
yang tepat dan tumor juga tidak terlalu bere-
mance score (Tabel 3), saat awal masuk dan
spons terhadap radioterapi. laju tumbuhnya
keluar dart perawatan, untuk menentukan
yang sangat lambat, maka kadang pasien
prioritas terapi yang akan diberikan.
Tabel3. Nilai Kinerja Karnofsky
Skor Keterangan
100 Normal tidak ada keluhan, tidak ada penyakit
90 Mampu' beraktivitas normal, tanda dan gejala penyakit sedikit . .
80 Aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, menunjukkan be?~rapa tanda dan ge)ala penyakit
70 Mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu beraktiv1tas
normalfmelakukan pekerjaan ..
60 Kadang memerlukan bantuan, namun mampu menjalankan ~perluan sendm
SO Memerlukan bantuan dan pertolongan medis yang cukup sermg
40 Tidak mampu merawat diri sendiri, butuh perawatan, dan bantuan khusus
30 Sakit berat, indikasi perawatan di rumah sakit .
20 Sakit sangat berat, butuh dirawat inap, dibutuhkan bantuan aktif
10 Sekarat, proses fatal, berkembang cepat
0 Meninggal
Sumber: Yates JW. dkk. Cancer. 1980. h. 2220-4.

332

Scanned for Pablo


Tumor Otuk Primer

. Terapi Simtomatik nomenon, sehingga dilakukan penurunan


Pasien dengan tumor otak bisa datang secara bertahap (tapering off). Penurunan
dalam keadaan peningkatan TIK, sehingga dilakukan sebanyak 20% dari dosis harian
harus ditatalaksana segera. Perlu dilakukan setiap 3-5 hari tergantung keadaan klinis.
analisis penyebab peningkatan tekanannya Sebaliknya dosis juga dapat dinaikkan jika
segera berdasarkan gambaran klinis dan dianggap terjadi perburukan klinis akibat
imajing, karena berbeda tatalaksananya. edemanya. Manitol tidak dianjurkan diberi-
Gejala peningkatan TIK akibat ukuran masa kan karena dapat memperburuk edema,
tumor yang besar biasanya berlangsung kecuali bersamaan dengan deksametason
secara perlahan dalam durasi yang lama pada situasi yang berat atau pascaoperasi.
dalam hitungan minggu atau bulan, memer-
Hidrosefalus biasanya ditemukan akibat
lukan tindakan operatif segera. Namun jika
penekanan ventrikel oleh tumor di daerah
gejala berlangsung singkat dalam hitungan
sella, pineal, serebelum, atau intraventrikel
jam atau hari, maka peningkatan TIK bi-
itu sendiri. Dapat dilakukan pemasangan
asanya disebabkan oleh edema peritumoral
pirau ventrikuloperitoneal (ventricu/operi-
atau hidrosefalus akibat sumbatan sistem
tonealjVP shunt) segera untuk menurun-
ventrikel. Bahkan peningkatannya juga bisa
kan TIK sebelum kemudian dilakukan reseksi
berlangsung mendadak menyerupai gejala
tumor penyebabnya. Pacta tumor berdarah,
stroke, yang ditemukan pada tumor berda-
dapat terjadi edema sitotoksik bercampur
rah seperti apopleksia hipofisis, astrosito-
dengan edema vasogenik, sehingga jika belum
ma derajat tinggi yang kaya akan pembuluh
terjadi perbaikan klinis yang signifikan setelah
darah yang rapuh, atau tumor metastasis.
pemberian deksametason dapat dilanjutkan
Penyebab peningkatan TIK tersering adalah dengan pemberian manitol 25-SOmg dalam
edema vasogenik, sesuai dengan patofisiologi solusio 20% intravena selama 10-20 menit.
tumor untuk cenderung menyebabkan ede-
Efek sam ping pemberian steroid yakni gang-
ma di sekitarnya. Obat pilihan utama adalah
guan toleransi glukosa, stress-ulcer, miopati,
kortikosteroid golongan deksametason dosis
perubahan mood, peningkatan nafsu makan,
tinggi, loading 10mg IV dilanjutkan dosis ru-
Cushingoid, dan sebagainya. Sebagian besar
matan 16-20mgjhari dan dapat dinaikkan
dari efek samping tersebut bersifat reversi-
dosisnya. Secara teori dosis maksimal bisa
bel apabila steroid dihentikan. Selain efek
hingga 96mgjhari, namun kenyataannya do-
samping, hal-hal yang perlu diperhatikan
sis 30mgjhari juga sudah berefek bermakna.
dalam pemberian steroid yakni interaksi
Pemberian antiedema ini sebenarnya bersifat
obat. Kadar antikonvulsan serum, seperti
sementara sambil mempersiapkan pasien
fenitoin dan karbamazepin dapat dipenga-
untuk tindakan operatif. Namun kenyataan-
ruhi oleh deksametason, sehingga membu-
nya persiapannya sering cukup lama.
tuhkan pemantauan.
Pacta pemberian lebih lebih dari 5-7 hari,
Epilepsi merupakan kelainan yang sering
steroid tidak boleh dihentikan tiba-tiba
ditemukan, 30% sebagai manifestasi awal
karena dapat menyebabkan rebound phe-
dengan bentuk bangkitan tersering adalah

333

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

bangkitan fokal dengan atau tanpa perubah- sensitif seperti tumor pineal, germ cell, as-
an menjadi umum sekunder. Oleh karena trositoma derajat tinggi, dan metastasis
tingginya tingkat rekurensi bangkitan, maka otak Pada tumor yang letak dalam dilakukan
harus diberikan obat antiepilepsi (OAE) steretotactic radiotherapy atau radiosurgery.
yang ditentukan berdasarkan pertimbangan
Kemoterapi untuk tumor otak lebih terbatas
profil efek samping, interaksi obat, dan bi-
pilihannya, karena harus dapat menembus
aya. OAE golongan lama seperti fenitoin dan
sawar darah otak Tujuannya untuk meng-
karbamazepin kurang dianjurkan karena
hambat pertumbuhan tumor dan mening-
dapat berinteraksi dengan deksametason
katkan kualitas hidup (quality of life) pasien
dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup
semaksimal mungkin. Sejauh ini yang men-
levetirasetam, asam valproat, lamotrigin,
jadi pilihan adalah temozolamid, untuk
klobazam, topiramat, atau okskarbazepin.
glioblastoma dan metastasis. Kemoterapi
Levetirasetam lebih dianjurkan (Level A)
jenis alkylating agent ini dapat diberikan
dan memiliki profil efek samping yang lebih
tunggal sebagai kemoterapi dengan dosis
baik dengan dosis antara 20-40mgjkgBB,
200mgjm2 /hari selama 5 hari yang dapat
serta dapat digunakan pascakraniotomi.
diulang setiap 28 hari selama 6 siklus. Cara
Terapi Definitif pemberian dapat juga bersamaan dengan
Tumor otak adalah biopsi dan reseksi tumor. radioterapi, yang berfungsi sebagai radio-
Terutama pada tumor-tumor di ekstraaksial sensitizer dengan dosis 75mgjm2/hari se-
seperti meningioma, tata laksana utamanya lama 6 minggu. Selanjutnya dosis mening-
hanya reseksi luas beserta kapsulnya. Untuk kat kenjadi 150-200mg/m2/hari setiap 28
lokasi yang lebih dalam, dapat dilakukan hari selama 6 siklus. Namun temozolamide
biopsi stereotaktik Semakin banyak tumor ini hanya akan berespons baik jika jaringan
yang dapat direseksi maka keluarannya tumor termasuk metilasi (bertambahnya
akan lebih baik Selain efek desak ruangnya gugus metil) pada promotor 0-6-methylgua-
teratasi, kemungkinan untuk rekuren juga nine-methyltransferase (MGMT), yang harus
lebih kecil. Oleh karena itu lebih disukai jika dibuktikan dulu pada pemeriksaan jaringan
tumor dapat didiagnosis dalam ukuran kecil sebelum diberikan agen yang tersebut.
berdasarkan deteksi dini.
Selain kemoterapi, terdapat beberapa agen
Pada golongan astrositoma biasanya agak golongan targeted therapy yang bekerja
sulit untuk menentukan batas tumor dengan spesifik menghambat reseptor vascular en-
jaringan yang sehat, selalu ada sisa tumor dothelial growth factor (VEGF), yaitu bevaci-
yang perlu ditidaklanjuti dengan radioterapi zumab, dan epidermal growth factor recep-
atau kemoterapi, terutama pada astrositoma tor (EGFR), yaitu nimotuzumab. Terapi ini
derajat tinggi. Saat ini dengan perkembang- juga baru dapat diberikan pada astrositoma
an teknik operasi, pengambilan massa tu- derajat tinggi dengan mutasi EGFR yang
mor bisa menggunakan neuronavigasi atau signifikan. Oleh karena cara kerjanya yang
zat fluoresens agar lebih akurat. Radioterapi spesifik, maka efek sampingnya juga lebih
terutama dilakukan pada tumor-tumor yang minimal dibandingkan kemoterapi.

334

Scanned for Pablo


Tumor Otak Primer

Terapi Paliatif umum dalam batas normal, namun fundus-


Kata paliatif berasal dari bahasa Yunani kepi didapatkan kesan early papiledema bi-
'pallium' yang berarti 'cloak' dalam bahasa lateral dan nilai MMSE=24.
Inggris atau 'mantel' yang dimaksudkan un-
Pertanyaan:
tuk menutupi hal-hal yang tidak nyaman. Bi-
1. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien
asanya dilakukan setelah pasien menjalani
di atas?
terapi definitif namun masih terdapat kelu-
han akibat gP.jala sisa tumornya. Terapi ini 2. Apa pemeriksaan yang selanjutnya dibu-
juga diindikasikan jika pasien tidak dapat tuhkan pada pasien?
dilakukan terapi definitif oleh karena ukur- 3. Tata laksana apa yang dibutuhkan pada
an tumor yang terlalu besar, kondisi buruk, pasien?
dan terlalu berisiko untuk dilakukan terapi Jawaban:
definitif. Penetapan terapi ini perlu disepakati 1. Tumor intrakranial jika tidak terdapat
oleh semua tim secara multidisiplin bersama keluhan sistemik dan dipikirkan to-
dokter penanggung jawab utama, serta dok- pis lesi soliter, maka dapat dianggap
ter gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan suatu tumor primer. Secara epidemi-
ahli terapi paliatif. ologi tumor primer tersering adalah
Pasien perlu penyesuaian terhadap gejala astrositoma dan meningioma. Namun
sisanya untuk bisa kembali minimal berak- mengingat onsetnya yang cepat, bi-
tivitas mandiri. Biasanya gangguan berupa asanya bukan meningioma, melainkan
kejang, nyeri, atau gangguan fungsi luhur astrositoma yang maligna, seperti de-
yang dapat diberikan terapi yang sesuai. rajat III atau IV (glioblastoma).
Dapat diberikan juga diberikan psikoterapi 2. Pemeriksaan MRI kepala dengan kon-
suportif dan relaksasi yang akan membantu tras dan foto polos dada unutk me-
pasien dan keluarga. nyingkirkan kemungkinan metastasis,
walaupun tetap bisa normal. Jika foto
CONTOH KASUS polos ada kelainan, dilanjutkan de-
Laki-laki, usia 59 tahun mengeluh sakit ngan CT thoraks.
kepala dan kesulitan berkonsentrasi sejak 3. Kortikosteroid sesegera mungkin,
enam minggu sebelumnya. Sakit kepala di- sementara menunggu biopsi dan re-
rasakan pada bagian kanan, terutama saat seksi massa tumor. Penilaian neu-
malam hari setelah beraktivitas. Pasien juga rooftalmologi dan fungsi luhur sam-
mengeluh sulit berkonsentrasi dan menu- bil menunggu jadwal operasi, sebagai
rut istrinya, pasien menjadi lebih mudah data dasar sebelum dilakukan terapi.
tersinggung dan terlihat bingung sejak se-
bulan terakhir ini. Tidak ada riwayat me- DAFTAR PUSTAKA
ngonsumsi minuman beralkohol atau ri- 1. Cavaliere R Headache. Dalam: Schiff D. Kesari S, Wen
wayat terpapar dengan toksin sebelumnya. PY; editor. Cancer neurology in clinical practice. Neu-
rologic complications of cancer and its treatment
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis New Jersey: Humana Press; 2008. h. 57-64.

335

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

2. De-Angelis L, Posner JB. Neurologic complica- editor: Cancer neurology in clinical practice. Neu-
tions of cancer. Oxford: Oxford University Press; rologic complications of cancer and its treatment
2009. h. 4-15. New Jersey: Humana Press; 2008. h. 33-46.
3. Ostrom QT, Gittleman H, Liao P. Rouse C, Chen Y, 11. Newman SA Neuroophthalmic evaluations in
Dowling J, dkk. CBTRUS statistical report: prima- patients with meningioma. Dalam: Lee JH, edi-
ry brain and central nerve system tumors diag- tor. Meningiomas; diagnosis, treatment, and out-
nosed in the United States in 2007-2011. Neuro come. London: Springer; 2008. h.101-36.
Oncol. 2014;16(suppl5):iv1-63. 12. Wen PY, Glantz MJ. Neurologic complications of
4. Dolecek TA, Propp JM, Stroup NE, Kruchko C. CBTRUS cancer: Neural Clin N Am. 2003;21(1):11-13.
statistical report: primary brain and central nervous 13. Toy EC, Simpson E, Pleitez M, Rosenfield D, Tint-
system tumors diagnosed in the United States in ner R. Case Files Neurology. United State: Me
2005-2009. Neuro OncoL 2012;14(suppl5):v1-49. Graw Hill; 2008. h. 441-2.
5. Kautzky R, Zulch KJ, Wende S, Tanzer A, Bohm 14. Maddocks I, Brew B, Waddy H, Williams I. Pal-
WM. Neuroradiology: a neuropathological ap- liative neurology. Cambridge: Cambridge Univer-
proach. New York: Springer; 2012. sity Press; 2005.
6. Booth S, Bruera E. Palliative Care Consultations 15. Berger MS, Prados MD. Textbook of neuro-oncol-
in Primary and Metastatic Brain Tumours. Ox- ogy. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
ford University Press. New York; 2004. 16. Mendelsohn AC, Howley A, Israel S, Gray JE, Lind-
7. Molnar P. Classification of primary brain tumors: sen T. The molecular basis of cancer. Philadel-
molecular aspects in management of CNS tu- phia: Elsevier Saunders; 2008.
mors. Intech [serial online]. 2011 [diunduh 13 17. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling
Januari 2017]; 3-22. Tersedia dari: lntech. A, Figarella-Branger D, Cavence WK, dkk. The
8. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling, 2016 World Health Organization classification
Figarella-Branger D, Cavanee WK, dkk. The 2016 of tumors of the central nervous system: a sum-
World Health Organization classification of tu- mary. Acta Neuropathol. 2016;131(6):803-20.
mors of the central nervous system: a summary. 18. Yates JW, Chalmer B, McKegney P. Evalua-
Acta Neuropathol. 2016;131(6):803-20. tion of patients with advanced cancer using
9. Farace E, Melikyan Z. Cognitive dysfunction, mood the Kamofsky Performance Status. Cancer.
disorders, and fatigue. Dalam: SchiffD, Kesari S, Wen 1980;45(8):2220-4.
PY, editor: Cancer neurology in clinical practice. Neu- 19. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT, penyunt-
rologic complications of cancer and its treatment ing. Acuan panduan praktik klinis neurologi.
New Jersey: Humana Press; 2008. h. 91-112. Edisi ke-2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
10. Glantz MJ, Batten J. Seizures and antiepileptic drugs Indonesia; 2016. h.198-200.
in neurooncology. Dalam: SchiffD, Kesari S, Wen PY,

336

Scanned for Pablo


. TUMOR SPINAL
22 Tiara Aninditha, Ramdinal Aviesena Zairinal,
Teguh AS Ranakusuma

PENDAHULUAN saraf pusat: Insidens tumor ini menurut


Tumor spinal dapat diklasifikasikan ke Central Brain Tumor Registry of the United
dalam beberapa kelompok. Tumor spinal States (CBTRUS) antara tahun 1998-2002
dapat merupakan tumor primer atau meta- adalah 0,74/100.000 penduduk pertahun.
stasis. Tumor primer di spinal bisa berasal Studi ini juga menunjukkan bahwa sebesar
dari jaringan tulang atau medula spinalis, 69% tumor primer medula spinalis ber-
sedangkan metastasis berasal dari lokasi sifat jinak (nonmalignant). Distribusi tiga
di luar spinal, seperti payudara, paru, dan besar gambaran histologi dari tumor primer
pro stat. medula spinalis adalah meningioma (29%),
Secara anatomi, tumor spinal dapat dikla- tumor selubung saraf (24%), dan ependi-
sifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu moma (23%). Astrositoma hanya memiliki
tumor ekstradural, ekstramedula, dan in- · frekuensi 6% pada studi ini. Selain itu, studi
tramedula. Adanya klasifikasi tumor spi- ini juga menunjukkan bahwa menurut jenis
kelamin dan lokasi tumornya, insidens tumor
nal secara anatomi harus dipahami oleh
intradural ekstramedula lebih besar pada
setiap klinisi karena sangat berguna dalam
melakukan pemeriksaan klinis, memilih perempuan (0,29/100.000) daripada laki-
pemeriksaan penunjang yang tepat, menyu- laki (0,09/100.000). Keadaan ini sebaliknya
sun rencana terapi, dan menentukan prog- ditemukan pada tumor intramedula, yaitu
nosis pasien. insid(ms laki-laki (0,57 /100.000) lebih besar
daripada perempuan (0,45/100.000).
Bab ini akan membahas tumor spinal secara
rinci, mulai dari klasifikasi tumor spinal, Studi epidemiologi lain di Jepang yang meng-
jenis-jenis tumor beserta karakteristiknya, ambil data pasien antara tahun 2000-2009
pendekatan klinis yang harus dilakukan bila menunjukkan basil yang berbeda dengan
bertemu pasien dengan diagnosis klinis tu- studi CBTRUS di atas. Pada studi ini, tiga besar
mor spinal, dan tata laksananya. gambaran histologi yang paling sering ditemu-
kan adalahschwannoma (57,2%), meningioma
EPIDEMIOLOGI (11,6%), dan ependimoma (8%). Frekuensi
Tumor, primer medula spinalis tergolong astrositoma hanya 1,3%. Berdasarkan lo-
jarang ditemukan. Prevalensinya sekitar kasinya, frekuensi tumor intradural ekstra-
4-8% dari total semua tumor di susunan medula (54,7%) lebih besar daripada tumor ·
intramedula (18,1 o/o).

337

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Selain tumor primer, terdapat pula tumor dimasukkan dalam kategori tumor ekstra-
metastasis di spinal. Spinal merupakan dural pada pembahasan selanjutnya.
tempat sasaran paling sering perihal me-
Pemahaman mengenai anatomi meningen
tastasis tumor primer. Sebanyak 95% dari
medula spinalis, terutama dura mater (Gam-
total keseluruhan pasien dengan tumor spi-
bar 3), sangat penting dalam kaitannya de-
nal adalah tergolong metastasis. Sebanyak
ngan klasifikasi tumor spinal berdasarkan
500.000 pasien diperkirakan mengalami
letak lesinya. Dura mater spinalis berasal
metastasis tumor di spinal tiap tahunnya.
dari dua lapisan dura mater yang menyatu
Sayangnya, hanya 64% pasien. metastasis
pada rongga kranium, tetapi terpisah saat
tumor spinal yang simptomatik, sedangkan
memasuki kanalis spinalis.
sisanya tidak memiliki keluhan dan ditemu-
kan secara insidental. Pada kanalis spinalis, dura mater terluar
menjadi periosteium kanalis spinalis. Ada-
KLASIFIKASI TUMOR SPINAL pun lapisan dalamnya membentuk sakus
Tumor spinal dapat diklasifikasikan men- duralis yang menyelubungi medula spina-
jadi tiga kategori menurut letak lesinya, lis. Kedua lapisan dura mater ini kembali
yaitu ekstradural, intradural ekstramedula, menyatu di tempat keluarnya radiks nervi
dan intramedula (Gambar 1 dan 2). Masing- spinalis dari kanalis spinalis. Ujung bawah
masing kategori dapat berupa tumor primer sakus duralis mengelilingi kauda ekuina
atau metastasis. Namun, oleh karena tumor dan berakhir pada level S2. Selanjutnya,
metastasis spinal paling sering tergolong sakus duralis membentuk filum terminal
ekstradural, maka tumor metastasis spinal dura mater (Gambar 4).

Tumor Spinal

Intradural Intradural
Ekstradural
ekstramedula intramedula

Nerve sheath
Metastasis Astrositoma
tumor

Tumor primer
Meningoma Ependimoma
· tulang

Gam bar 1. Klasifikasi Tumor Spinal Beserta Contohnya

338
Scanned for Pablo
Tumor Spinal

A B c

Gambar 2. Klasifikasi Tumor Spinal


(A) ekstradural; (B) intradura l ekstramed ula; (C) intramedula

Rongga epidural dengan


lemak dan vena
dura mater
araknoid
Periosteum
Rongga
subaraknoid

pia mater

Anatomi Meningen Medula Spinalis

Tumor Ekstradural kama. Sebagian lain memiliki karak-


1. Tumor Primer teristik jinak, tetapi bisa berkembang
Tumor primer ekstradural termasuk menjadi ganas, misalnya osteoblastoma,
dalam kumpulan tumor tulang. Tumor osteokondroma, dan giant cell tumor.
primer tulang di spinal ini dapat bersi- Lokasi tumor juga merupakan petunjuk
fat jinak (hemangioma, osteoma osteoid, untuk lebih mengarahkan jenis tumor,
dan kista tulang aneurisma) atau ganas mengingat tumor primer ini dapat berlo-
(plasmasitoma, kordoma, sarkoma kasi di segmen anterior, eksentrik, atau
Ewing, osteosarkoma, dan kondrosar- segmen posterior (Tabell).

339

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

Medufa- spinalis
Dura mater
, .... ....... .
·-·-·····~······

nngbt servikal ; Cl-CS


~ sam servlkal
I

.... ..........-
Ganglion radlks dorsalis
. .... ......
~ ~ ., . .. . ..... .
...........-... ........... ......... .
l n-TU
Tmgkat tor.~kal
~ Sam torakal

_Q._
...__.

.... ........... ~ ..................... .

Tinglrat lumbal ; U-lS


~ Saraf lumbal

:::::::?.~:::
Tingkat sakral

Kauda ekuina
Filum terminal

Gam bar 4. Hubungan Struktur Dura mater, Filum Terminal, Radiks Nervi Spinalis, dan Medula Spinalis

Tabell. Preferensi Lokasi Tumor Primer Spinal


Kelompok Usia Segmen Anterior Eksentrik Segmen Posterior
Anak-anak Granuloma eosinofilik Osteokondroma Kista tulang aneurisma
Osteosarkoma Kondrob lastoma Osteoma osteoid
Sarkoma Ewing Osteoblastoma Kondroblastoma
Kondrosarkoma

Dewasa Mieloma multiple Kondrosarkoma Kista tulang aneurisma


Giant cell tumor
Kordoma
Fibrous dysplasia
Sumber: Lewandrowski KU, dkk, penyunting. Cancer in the spine: comprehensive care. 2006.

340

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

Tumor-tumor primer ini pada umumnya Lokasi metastasis tumor di spinal dapat
akan mendestruksi tulang vertebra .dan ditemukan di korpus vertebra (85%),
menyebabkan deformitas pada tulang ruang paravertebra (10-15%), dan ru-
belakang (Gambar 2A). Selain deformi- ang epidural ( <5%). Oleh sebab itu, me-
tas, tumor primer ini juga menimbulkan tastasis tumor di spinal secara anatomis
nyeri di tulang belakang. Nyeri ini biasa tergolong tumor ekstradural. Sepanjang
dirasakan di malam hari dan tidak di- vertebra, metastasis tumor di spinal pa-
pengaruhi perubahan posisi dan tetap ling sering ditemukan di segmen torakal
dirasakan saat pasien beristirahat. De- (70%), kemudian diikuti lumbosakral
fisit neurologis baru terjadi hila terjadi (20%), dan servikal (10%).
ekstensi tumor yang mengkompresi me-
dula spinalis atau radiks. Pada tumor- Tabel 2. Jnsidens Metastasis Spinal Ekstradural
pada Beberapa Tumor Primer
tumor yang tergolong jinak, perjalanan
Ienis Tumor Primer (%)
penyakitnya relatif lebih lama daripada
Payudara 13-22
tumor yang ganas. Hal ini menyebabkan Paru 15-19
pasien jarang datang menemui dokter di Pro stat 10-18
awal perjalanan penyakit. Limfoma 8-10
Sarkoma 7,5-9
2. Metastasis Ginjal 6-7
Sebagian besar pasien dengan tumor spi- Mieloma 4,5-5
nal merupakan metastasis. Oleh sebab Gastrointestinal 4-5
Melanoma 2-4
itu, klinisi harus memikirkan metastasis
Tidak diketahui 4-11
dahulu ketimbang tumor primer pada Sumber: Schiff D, dkk. Cancer neurology in clinical
pasien tumor spinal. Metastasis tidak practice: neurologic complications of cancer and its treat-
hanya berlokasi di ekstradural, tetapi ment. 2008.
juga di intradural ekstramedula dan in-
tramedula dalam persentase yang kecil. Tumor Intradural Ekstramedula
Oleh karena lokasi yang paling sering Kategori tumor ini berlokasi di dalam (in-
menjadi tujuan metastasis adalah ekstra- tra) dura mater, tetapi di luar (ekstra) me-
dural, maka tumor metastasis dimasuk- dula spinalis (Gambar 2B). Tumor intra-
kan dalam kelompok tumor ekstradural. dural ekstramedula memiliki kekerapan
Tumor primer yang sering bermetastasis sekitar dua pertiga kasus tumor intradural.
ke spinal antara lain, payudara (21%), Dari keseluruhan kategori tumor spinal ini,
paru-paru (14%), prostat (7,5%), ginjal sekitar 95% memiliki jenis schwannoma,
(5,5%), gastrointestinal (5%), dan tiroid neurofibroma, meningioma, dan ependi-
(2,5%). Namun, ada pula basil penelitian moma filum terminal. Sisanya bisa berupa
lain dengan komposisi urutan yang ber- metastasis, kista, dan paraganglioma.
beda, tetapi kanker payudara dan paru 1. Tumor Selubung Saraf (Nerve Sheath
yang selalu mendominasi dari setiap Tumor)
studi epidemiologi (Tabel 2). Neurofibroma dan schwannoma terma-

341

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

suk dalam jenis tumor selubung saraf filum terminal, pertumbuhan tumor ini
yang berlokasi di dalam dura mater, tetapi dapat melibatkan radiks dari kauda ekuina.
di luar medula spinalis. Neurofibroma Karakteristik lain dari tumor ini adalah si-
biasa terjadi pada pasien dengan neurofi- fatnya yang bisa menyebarkan sel tumor ke
bromatosis tipe 1. Tumor ini membentuk dalam ruang cairan spinal.
massa fusiformis yang bercampur dengan
4. Tumor Ekstramedula Lainnya
serabut saraf yang sehat, sehingga sulit
Kondisi patologis lain yang bisa terjadi
untuk melakukan diseksi tumor ini dari
di ruang intradural ekstramedula adalah
jaringan saraf. Bila neurofibroma ditemu-
kista (epidermoid, dermoid, dan lipoma),
kan multi pel, maka diagnosis neurofibro-
paraganglioma, malformasi vaskular,
matosis dapat ditegakkan. Berbeda de-
dan metastasis. Penelusuran ke arah me-
ngan neurofibroma, tumor schwannoma
tastasis leptomeningeal perlu dilakukan
lebih sering ditemukan pada pasien de-
hila ada pasien dengan diagnosis kanker
ngan neurofibromatosis tipe 2.
sebelumnya dan terdapat massa di ruang
2. Meningioma intradural ekstramedula.
Meningioma spinal biasanya tumbuh di
Tumor Intramedula
lateral kanalis spinalis, terutama daerah
Tumor intramedula merupakan tumor yang
dekat radiks dan ganglion radiks dorsalis.
berasal dari medula spinalis (Gambar 2C).
Sekitar 40% tumor ekstramedula meru-
Sekitar 80% tumor intramedula tergolong
pakan meningioma. Sepanjang vertebra,
dalam tumor glial (astrositoma, ependi-
tumor ini paling sering terjadi di segmen
moma, ganglioma, dan oligodendroglioma).
torakal (sekitar 80%), kemudian diikuti
Tumor intramedula yang paling sering dite-
segmen servikal, dan lumbosakral. Tumor
mukan adalah astrositoma, kemudian dii-
ini biasanya tumbuh membentuk konfi-
kuti ependimoma, dan hemangioblastoma.
gurasi seperti bola yang memiliki perlekatan
dura mater. Oleh karena sifatnya yang cen- 1. Astrositoma
derung tidak menginvasi pia mater, maka Angka kejadian astrositoma di spinal
tumor ini dapat direseksi dengan aman. tergolong jarang, yaitu sekitar 3% dari
seluruh kasus astrositoma susunan saraf
3. Ependimoma Filum Terminal
pusat. Tumor ini dapat terjadi di segala
Selain tumor selubung saraf dan meningi-
usia, tetapi paling sering terjadi pada
oma, sekitar 15% tumor ekstramedula
anak dan usia kurang dari 30 tahun.
dapat berupa ependimoma miksopapilar.
Sepanjang tulang vertebra, tumor intra-
Jenis tumor ini merupakan tumor yang pa-
medula ini memiliki predileksi di seg-
ling sering tumbuh di daerah filum terminal.
men servikal atau servikotorakal.
Sesuai dengan namamnya, tumor ini memi-
liki tampilan susunan papilar dari sel epitel 2. Ependimoma
kubus atau batang dengan kandungan kaya Berbeda dengan astrositoma yang meru-
musin. Walaupun tumor ini berasal dari pakan tumor intramedula tersering di
anak, ependimoma adalah tumor intra-

342

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

medula yang sering ditemukan pada vertebra, yang berhubungan dengan pleksus
orang dewasa. Hampir semua epen- vena epidural. Pleksus vena epidural ini berada
dimoma termasuk tumor jinak, dengan di dalam kanalis spinalis dan tidak memiliki
karakteristik berbatas tegas dan tidak katup. Batson pertama kali mengemukakan
menginfiltrasi area sekitar. bahwa pleksus vena epidural merupakan jalur
potensial penyebaran metastasis tumor primer
3. Hemangioblastoma
di spinal. Oleh sebab itu, Pleksus ini disebutjuga
Sekitar 3-8% tumor intramedula meru-
pleksus Batson. Pleksus vena epidural (Batson)
pakan hemangioblastoma. Tumor ini ber-
ini terletak di ruang epidural, di antara kolum-
asal dari pembuluh darah yang berbatas
na spinalis dan dura mater medula spinalis. Ali-
tegas, tetapi tidak berkapsul. Sebanyak
ran dari pleksus vena ini berhubungan dengan
15-25% kasus berhubungan dengan pe-
vena kava superior dan inferior yang kemudian
nyakit von Hippel-Lindau yang diturun-
membawa darah menuju jantung. Oleh karena
kan secara autosom dominan.
tidak ada katup di pleksus vena epidural, maka
4. Tumor Intramedula Lainnya setiap peningkatan tekanan di sistem vena
Selain dari ketiga jenis tumor yang sering kava dapat menyebabkan aliran balik ke plek-
ditemukan di atas, kelainan patologis sus vena epidural.
lain yang bisa terjadi adalah metastasis,
Selain metastasis melalui sistem vena, sel
kista, dan malformasi vaskular. Meta-
tumor bisa juga menyebar ke spinal me-
stasis tumor paru dan payudara adalah
lalui sistem arteri dan limfatik. Penyebaran
yang paling sering ditemukan di medula
melalui arteri dapat terjadi melalui arteri-
spinalis, dengan kekerapan kurang dari
arteri yang memperdarahi korpus vertebra.
5% dari total tumor intramedula.
Contoh kasus pada tumor di paru yang bisa
menyebar ke spinal melalui arteri-arteri seg-
PATOFISIOLOGI mental. Berbeda dengan sistem arteri, pe-
Tumor Metastasis nyebaran metastasis tumor melalui sistem
Tumor metastasis di spinal sebagian besar limfatik terjadi karena adanya saluran limfe
terletak di ekstradural. Oleh sebab itu, pem- di dalam tulang vertebra. Sayangnya, penye-
bahasan kali ini menjelaskan bagaimana baran tumor melalui sistem ini masih perlu
tumor metastasis spinal ekstradural dapat diteliti lagi kepentingan klinisnya.
menyebabkan keadaan patologis yang ber- Selain cara-cara di atas, penyebaran langsung
manifestasi klinis. tumor primer ke spinal sering juga ditemukan,
Sel tumor primer paling sering menyebar ke terutama untuk kasus tumor prostat. Tumor
spinal melalui sistem vena. Untuk dapat men- yang berada di bagian retroperitoneal atau me-
capai spinal, sel tumor sebelumnya melalui diastinum dapat mengerosi korpus vertebra
sirkulasi di hati dan paru. Pada kondisi normal, secara langsung, atau masuk ke kanalis spinalis
melalui foramen neuralis.
5-10% darah yang berada dalam sistem vena
porta dan vena kava mengalir ke sistem vena

343

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Terjadinya metastasis ini tidak lepas dari struk- lainnya (Gambar 5). Walaupun gambaran
tur sumsum tulang yang berada di dalam kor- awal metastasis pada radiografi foto polos
pus vertebra. Sumsum tulang memiliki sistem berupa kerusakan pedikel, sebenarnya kor-
pembuluh darah sinusoid yang biasanya memi- pus vertebra merupakan struktur pertama
liki tekanan rendah, sehingga darah cenderung yang biasa-nya lebih awal rusak. Hal ini didu-
mengumpul (pooling) di daerah ini. Kondisi ini, kung oleh fakta bahwa sekitar 30-50% korpus
disertai adanya penumpukan fibrin dan proses vertebra telah mengalami kerusakan sebelum
trombosis, sangat mendukung secara biokimia kelainan ini dapatterdeteksi melalui radiografi
dan hemodinamik bagi implantasi dan proli- fotopolos.
ferasi sel-sel tumor. Selanjutnya, sel-sel tumor
Proses metastasis tumor spinal berlanjut de-
menjadi mudah untuk keluar dari pembuluh
ngan menginvasi ruang epidural. lnvasi ruang
darah dan menginvasi jaringan tulang trabeku-
epidural dapat terjadi melalui ligamen longi-
lar. Selain beberapa kondisi tersebut, terdapat
tudinal posterior (Gambar 6). Ligamen ini
faktor intrinsik dari sel tumor primer yang
adalah struktur yang paling lemah terhadap
mendukung keberhasilan pertumbuhan sel tu-
penyebaran sel-sel tumor di tulang vertebra.
mor di dalam jaringan tulang, misalnya prosta-
Sel-sel tumor metastasis di ruang epidural
glandin dan stimulasi faktor aktivasi osteoklas
menimbulkan efek desak massa yang dapat
pada metastasis sel kanker payudara yang me-
mengkompresi medula spinalis beserta struk-
nyebabkan lesi litik pada tulang.
tur pembuluh darahnya. Efek massa desak
Sel~sel tumor metastasis yang telah meng- pada medula spinalis ini m'enimbulkan de-
invasi jaringan tulang trabekular kemudian mielinisasi atau degenerasi aksonal. Adapun
akan menghasilkan beberapa substansi yang komponen vaskular yang turut terkompresi
menyebabkan resorpsi tulang secara lang- menyebabkan kongesti vena dan edema va-
sung ataupun tidak langsung, antara lain hor-. sogenik medula spinalis. Adanya demielinisa-
mon paratiroid, faktor aktivasi osteoklas, fak- si, degenerasi aksonal, dan edema vasogenik
tor pertumbuhan, dan prostaglandin. Dengan pada medula spinalis inilah yang kemudian
adanya sekresi beberapa substansi ini oleh sel bermanifestasi klinis sebagai defisit neurolo-
tumor, maka terjadi peningkatan stimulasi os- gis akibat metastasis tumor spinal.
teoklas di jaringan tulang trabekular.
Metastasis tumor juga dapat terjadi pada
Setelah sel-sel tumor menginvasi jaringan daerah leptomeningeal, terutama pada ke-
tulang trabekular, proses selanjutnya adalah
ganasan hematopoietik, seperti limfoma
invasi sel-sel tumor terhadap korteks tulang.
dan leukemia. Penyebaran ini biasanya ter-
Hal ini bermanifestasi dengan adanya keterli-
jadi secara hematogen atau infiltrasi lang-
batan pedikel vertebra pada metastasis tumor
sung ke meningen (Gambar 7), sehingga be-
spinal. Adanya keterlibatan pedikel ini biasa-
rada di ruang epidural/subdural (Gambar 6
nya tidak bersifat primer, tetapi merupakan
(3) & (4)) dan menimbulkan gejala seperti
akibat sekunder dari penyebaran langsung
pada tumor intradural ekstramedula.
dari korpus vertebra atau struktur tulang

344

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

Gam bar 5. Gambaran Tumor Metastasis Vertebra

Tumor di prosesus spinosus

Tumor di korpus vertebra

Tumor di ruang epidural

Tumor di rua'ng subdural

Dura mater

Tumor di intramedula

Tumor di arteri radlks


saat keluar dari
foramen intervertebra

Gam bar 6. Lokasi Metastasis Terse ring


(la) korpus vertebra; (lb) prosesus spinosus; (2) foramen intervertebralis; (3) ruang epidural; (4) ruang subdu-
ral; (5) intramedula; (6) arteri radiks saat keluar dari foramen intervertebralis

345

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Sel..sel tumor menyebar melalui


lnfiltrasl langsung ke meningen

Sel-se1 tumor dari .slstern vena $IS1emlk m em~suki


sistem ven a serebtal, ,kemudian memasuki
ru ang subaraknoid melalui vena radikuler

Gambar 7.Mekanisme Metastasis Leptomeningeal

Tumor Primer lis memiliki fungsi aferen dan eferen yang


Tidak jauh berbeda dengan tumor metastasis menghubungkan antara otak dengan saraf
ekstradural, tumor primer spinal yang terle- perifer, maka setiap lesi di medula spinalis
tak intradural ekstramedula dan intramedula akan menimbulkan gangguan fungsi terse-
memiliki efek desak massa jaringan sehat di but. Gangguan fungsi aferen dan eferen ini-
sekitarnya. Pada medula spinalis, invasi ja- lah yang bermanifestasi klinis sebagai de-
ringan sehat oleh sel-sel tumor mengakibat- fisit neurologis. Misalnya, efek desak massa
kan efek desak massa medula spinalis. Efek oleh sel-sel tumor di daerah jaras kortiko-
desak massa dari sel-sel tumor ini mengaki- spinal lateralis akan menimbulkan mani-
batkan demielinisasi dan degenerasi akson di festasi kelemahan motorik.
medula spinalis. Selain itu, terjadi pula stasis
aliran vena dan arteri di medula spinalis aki- GEJALA DAN TANDA KLINIS
bat efek desak massa ini. Kondisi ini selanjut- Tumor Ekstradural
nya menjadi edema vasogenik dan infark di Perjalanan penyakit tumor ekstradural
medula spinalis. Adanya edema vasogenik ini seringkali progresif berkembang cepat. Ge-
tentunya akan menambah progresivitas efek jala dan tanda klinis muncul akibat dari
desak massa, sehingga kerusakan medula spi- kompresi medula spinalis. Karena letaknya
nalis yang ditimbulkan menjadi semakin luas ekstradural (Gambar 8), maka jaringan tu-
dan ekstensif. mor akan mengkompresi dura mater dari
Mengingat setiap area di medula spina- arah luar ke dalam. Selain itu, fraktur patolo-

346

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

gis juga sering ditemukan pacta tumor ekstra- ekstremitas, tetapi bisa juga terjadi secara
dural yang membuat gejala awal berupa bersamaan.
nyeri yang disebut sebagai nyeri aksial verte-
Tumor Intradural Ekstramedula
bra. Nyeri ini terasa di sepanjang sumbu ver-
Lokasi tumor ini paling sering di sekitar ra-
tebra yang bersifat gradual, progresif, terus-
diks posterior, kemudian diikuti di sekitar ra-
menerus, tidak bersifat mekanik, dan sering
diks anterior. Oleh sebab lokasinya di sekitar
terjadi di malam hari. Nyeri biasanya ber-
radiks, maka gejala awal yang sering ditemu-
tambah parah saat pasien berbaring telen-
kan adalah nyeri radikular. Sesuai namanya,
tang, apalagi dalam durasi beberapa jam, ke-
nyeri ini memiliki karakteristik penjalaran
mudian membaik saat pasien berdiri. Seiring
nyeri sesuai distribusi radiks sensorik. Nyeri
progresi perkembangan tumor ekstradural,
ini bertambah parah dengan batuk, bersin,
efek desak massa selanjutnya akan mengenai
atau mengedan. Seiring pertumbuhan tumor
struktur radiks dan medula spinalis. Struktur
yang membesar; kompresi akan semakin her-
radiks yang terkena efek massa tumor me-
tam bah pacta radiks dan medula spinalis.
nimbulkan gejala klinis nyeri radikular.
Bila letak tumor lebih ke arah posterior; maka
Selain nyeri, pasien dapat mengalami tanda-
proses kompresi akan mengenai kolumna pos-
tanda kompresi lainnya, yaitu kelemahan eks-
terior dan jaras piramidalis. Dengan demikian,
tremitas, gangguan sensorik, dan disfungsi
gejala berikutnya setelah nyeri radikular
otonom. Kelemahan ekstremitas umumnya
adalah gangguan propioseptif dan kelemahan
bersifat UMN pacta bagian tubuh yang di-
ekstremitas. Kelemahan ini bersifat asimet-
persarafi oleh medula spinalis pacta level di
ris antara lengan dan tungkai (lesi servikal)
bawah lesi. Gangguan sensasi posisi, rasa
dan antara kedua tungkai (lesi torakolumbal).
getar, gangguan diskriminasi dua titik dapat
Gangguan sensorik juga dapat terjadi awalnya
terjadi bila kompresinya berasal dari arah
ipsilateral, kemudian bilateral, dan berjalan
dorsal. Disfungsi miksi dan defekasi lebih
dari kaudal ke kranial hingga setinggi lesi.
sering terjadi kemudian setelah kelemahan

Medula
Tumor

:
/
Dura mater r
Vertebra

Gambar 8. Jlustrasi Tumor Spinal Ekstradural (Dorsal) Potongan Aksial

347

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Medula T
spinalis~ . ./ umor

~ D"comotor

Vertebra-------'

Gam bar 9. Ilustrasi Tumor Spinallntramedula, Potongan Aksial

Bila letak tumor lebih ke arah anterior, maka Tumor Intramedula


kompresi dapat mengenai radiks anterior Lokasi tumor spinal di intramedula me-
pacta satu sisi atau kedua sisi. Hal ini dapat miliki gambaran yang unik dan berbeda
mengakibatkan kelemahan ekstremitas tipe dengan kedua kategori tumor sebelumnya
LMN. Namun, kelemahan tipe UMN bisa saja (Gam bar 9). Tumor intramedula jarang me-
dijumpai apabila kompresinya sudah men- nimbulkan nyeri. Kalaupun ada, nyeri bersi-
genai jaras piramidalis. Biasanya, kelema- fat atipikal dengan lokalisasi difus. Gejala
han ekstremitas terjadi pacta ipsilateral lesi, awal yang sering ditemukan adalah defisit
kemudian bilateral. Gangguan sensasi raba sensorik terdisosiasi. Gambaran unik lain-
kasar dapat muncul bila ada kompresi pacta nya adalah pertumbuhan tumor intramedu-
jaras spinotalamikus anterior. Bila tumor- la sering bersifat longitudinal, sedangkan
nya terletak anterolateral, maka jaras spi- tumor ekstramedula bersifat transversal.
notalamikus lateral dapat terkompresi dan Hal ini mengakibatkan gangguan sensorik
mengakibatkan gangguan sensasi nyeri dan pacta tumor intramedula dapat mengalami
suhu pacta kontralateral lesi. Bila tumornya perubahan level (batas atas defisit senso-
terletak di filum terminal dan kauda ekuina, rik), sedangkan level ini pacta tumor ekstra-
maka gejala yang sering ditimbulkan adalah medula tetap konstan.
nyeri punggung yang memberat saat po-
Selain itu, disfungsi miksi dan defekasi
sisi telentang, kemudian disertai kelemahan
dapat timbul di awal perjalanan penyakit.
ekstremitas tungkai dan gangguan otonom
Atrofi otot dapat ditemukan sebagai akibat
buang air besar dan berkemih. Baik lesi intra-
dari keterlibatan dari kornu anterior sub-
dural ekstramedula di daerah anterior mau-
stansia grisea medula spinalis. Spastisitas
pun posterior, disfungsi miksi dan defekasi
pacta ekstremitas dapat terjadi, walaupun
biasanya muncul belakangan saat kompresi
tidak seberat tumor ekstramedula.
medula spinalis sudah lanjut dan progresif.

348

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

Tumor Spinal di BeberapaLokasi Khusus nalis spinalis Ll. Lesi konus medularis
Selain ketiga kategori di atas, terdapat be- terisolasi menimbulkan beberapa defisit
berapa lokasi tumor spinal yang memiliki neurologis1 antara lain, arefleksia detrusor
gejala khusus, yaitu di servikal atas, foramen dengan retensi urin dan overflow inconti-
magnum, dan lurnbal. Tumor spinal servikal nence, inkontinensia alvi, gangguan fungsi
atas dapat memiliki gejala bulbar dan fasiku- seksual, saddle anaesthesia, dan biasanya
lasi pada ekstremitas. Tumor spinal setinggi tanpa kelemahan motorik.
foramen magnum dapat memiliki hipeste-
sia setinggi dermatom C2 dan paresis N. XI DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
(nervus aksesorius). Tumor spinal di lumbal Diagnosis tumor spinal secara umum
dapat menimbulkan gejala dan tanda seperti ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
sindrom kauda ekuina atau konus medularis. saan klinis, dan pemeriksaan penunjang,
Pada tumor spinal, sindrom kauda ekuina sekaligus untuk mendapat tanda dan geja-
dapat terjadi karena keterlibatan radiks la klinis sesuai letak lesi (Tabel 3). Adapun
nervi lumbalis dan sakralis di bawah konus pemeriksaan penunjang berguna untuk
medularis. Pasien awalnya mengeluh nyeri lebih memastikan diagnosis dan menying-
radikular sesuai distribusi nervus iskhiadi- kirkan diagnosis banding. Adapun diag-
kus dan nyeri pada kandung kemih. Setelah nosis banding dari tumor spinal, antara
nyeri, manifestasi klinis berikutnya adalah lain spondilitis, mielitis, multipel sklero-
defisit semua modalitas sensorik pada tung- sis, neuromielitis optik, mielopati akibat
kai, terutama pada perineum (saddle anaes- proses autoimun, trauma medula spinalis,
thesia). Selain itu, kelemahan tungkai tipe dan proses degeneratif tulang, Pemerik-
LMN dengan disertai inkontinensia urin dan saan penunjang yang rutin dikerjakan pada
alvi dapat terjadi pada sindrom ini. pasien tumor spinal adalah pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium, termasuk ana-
Konus medularis adalah batas bawah dari
lisis cairan otak.
medula spinalis dan terletak setinggi ka-

Tabel 3. Perbandingan Gejala dan Tanda Klinis Tumor Spinal Berdasarkan Letak Lesi
Intradural Ekstra-
Variabel Ekstradural Intramedula
medula
Karakteristik Aksial, bertambah parah di malam Radikular, bertambah Atipikal, difus
utamanyeri hari dan posisi telentang. Nyeri parah saat batuk,
dapat berkembang dari sifatnya mengedan
aksial menjadi radikular
Defisit sensorik Jarang Jarang Sering terjadi
terdisosiasi
Batas atas defisit Cenderung konstan Cenderung konstan Dapat berubah sesuai
sensorik pertumbuhan longitudinal
tumor
Disfungsi miksi Terjadi pada proses lanjut Terjadi pada proses Dapat menjadi gejala awal
dan defekasi lanjut

349

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gambar 10. Foto Rontgen Vertebra Torakal Metastasis Spinal


Tanda panah menunjukkan hilangnya gambaran pedikel yang sesuai untuk gambara n metas tasis.
(Dok: Pribadi)

Pencitraan pai 30-50%. Gambaran klasik dari adanya


Foto polos dapat dikerjakan sebagai peme- tumor spinal adalah hilangnya pedikel yang
riksaan awal pada pasien yang dicurigai tu- dapat dilihat pacta proyeksi foto anteropos-
mor spinal. Gambaran tumor jinak atau ga- terior (AP), atau disebut juga winking owl
nas dapat dilihat dari pola destruks i tulang. sign (Gambar 10). Bila erosi tulang sudah
Pola geografis cenderung mengarah kepada berlanjut, maka dapat ditem ukan gambaran
tumor jinak, sedangkan gambaran yang per- fraktur kompresi vertebra.
measi (moth-eaten appearance) mengarah
Pemeriksaan bone scan sering dilakukan
ke tumor ganas. Kelainan radiologis berupa
untuk mendeteksi keganasan di sistem
destruksi tulang tidak akan terdeteksi hing-
muskuloskeletal (Gambar 11). Pemerik-
ga kerusakan mineral tulang sudah menca-
saan ini cocok untuk kasus pasien dengan

350

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

tumor primer dan pasien dengan gejala tu- los. Dengan demikian, pemeriksaan ini bisa
mor spinal, tetapi belum diketahui tumor lebih dini menemukan kelainan destruksi
primernya. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini tulang akibat tumor. Namun, pemeriksaan
lebih diutamakan untuk skrining karena ni - foto palos atau bone scan tetap perlu di-
lai spesifisitas yang rendah. Jika bone scan lakukan sebelum CT scan untuk mening-
menunjukkan area terdispersi yang terse- katkan nilai diagnostik. Terapat dua peran
bar di beberapa tulang, maka diagnosisnya yang dimiliki CT scan dalam proses skrining
mengarah ke metastasis tumor. Jika bone pasien dengan dugaan tumor spinal, yaitu
scan hanya menunjukkan sedikit tulang untuk menentukan lokasi, perluasan, dan
yang terlibat, maka klinisi dapat memasti- karakteristik lesi spinal serta menentu-
kan kelainan tersebut dengan pemeriksaan kan apakah tumor telah menyebar ke paru
CT atau MRI. atau hati. Adanya lesi desak ruang di paru
atau parenkim hati, pembesaran kelenjar
Pemeriksaan CT scan sangat sensitif pada
getah bening, dan infiltrat atau efusi yang
perubahan mineral tulang dan dapat
tidak dapat dijelaskan, menunjukkan ke arah
menunjukkan proses destruksi tulang de-
ada-nya tumor primer yang bermetastasis ke
ngan resolusi lebih tinggi daripada foto po-
spinal.

• I

Gam bar 11. Bone Scan Pasien Karsinoma Kolon yang Menunjukkan Penangkapan Radioaktivitas yang Me-
ningkat di Tulang Klavikula Dekstra, Kosta V Hemitoraks Anterior Dekstra, serta Vertebra C6, Th12, dan L1
(Dok: Pribadi)

351

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan gam- digunakan untuk menyingkirkan diagnosis


baran struktur saraf dengan jelas, sehingga banding se-perti mielitis dan ensefalomielitis.
dapat ditentukan lokasi lesi ekstradural, Pada kasus limfoma dengan keterlibatan
intradural ekstramedula, dan intradural in- susunan saraf pusat, pungsi lumbal dilakukan
tramedula. Selain itu, pemeriksaan ini dapat untuk peme-riksaan analisis rutin dan sitologi
menunjukkan besarnya kompresi medula cairanotak
spinalis dan perluasan tumor ke jaringan
lunak di sekitar tulang vertebra. MRI dapat TATA LAKSANA
mendeteksi tumor berukuran kecil di dalam Penanganan Gawat Darurat Kompresi
kanalis spinalis karena adanya peningkatan Medula Spinalis
konten cairan intrasel dan ekstrasel akibat Kompresi medula spinalis oleh proses ke-
tumor. Dengan pemeriksaan MRI, klinisi ganasan merupakan keadaan emergensi
dapat membedakan penyebab fraktur pa- yang membutuhkan pertolongan segera
to-logis akibat fraktur osteoporosis atau untuk mengatasi nyeri dan mencegah pro-
proses keganasan. Karakteristik sel tumor gresivitas defisit neurologis pasien. Tata lak-
pada MRI adalah hipointens pada T1 dan sananya meliputi pemberian kortikosteroid,
hiperintensi pada T2. Pemberian kontras radioterapi, dan operasi.
gadolinium intravena akan memberi pe-
nyangatan yang kemudian akan membe- Kortikosteroid masih banyak diberikan pada
dakan jaringan normal dengan tumor. Pada pasien dengan kompresi medula spinalis
pemeriksaan MRI, lesi keganasan biasanya akibat keganasan, walaupun dosis idealnya
melibatkan struktur pedikel, penyangatan masih diperdebatkan. Pada prinsipnya, kor-
yang kuat, dan keterlibatan jaringan lunak tikosteroid dapat mengurangi edema va-
paravertebral. Di lain pihak, kompresi ver- sogenik yang terjadi akibat kompresi medula
tebra akibat osteoporosis tidak melibatkan spinalis. Adapun dosis deksametason yang
struktur pedikel dan jaringan lunak para- sering diberikan adalah 10-16mg IV bolus, ·
vertebral. kemudian dilanjutkan 4-6mg tiap 4 jam. Do-
sis ini kemudian diturunkan selama radiote-
Pemeriksaan Serologi dan Analisis Caii·an rapi atau secepatnya pascaradioterapi.
Otak
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan Radioterapi diberikan pada kasus ini de-
pada metastasis tumor spinal antara lain ngan kombinasi dengan kortikosteroid
serum penanda tumor untuk skrining tumor seperti alinea di atas. Dosis yang diberikan
primer, yaitu PSA (prostat), CEA (kolorektal), sebesar 30Gy dalam 10 fraksi. Radioterapi
dilakukan pada lesi utama dan diperluas
CA 125 (ovarium), CA 15-3 (payudara), dan
hingga 1 atau 2 korpus vertebra di atas dan
CYFRA 21-1 (paru). Pemeriksaan darah
bawah dari lesi utama. Radiasi yang diberi-
lengkap, albumin, ureum, kreatinin, dan tes
kan lebih dari 30Gy tidak menunjukkan lu-
fungsi liver dapat dikerjakan untuk evaluasi
aran yang semakin baik
kondisi sistemik pasien. Selain itu, protein
urin Bence-Jones untuk mendeteksi mieloma. Operasi diindikasikan hila terdapat instabi-
Peme-riksaan analisis cairan otak dapat litas spinal. Faktor-faktor yang mengarah ke

352

Scanned for Pablo


Tumor Spinal

instabilitas spinal antara lain lokasi di per- Kemoterapi


sambungan (oksiput-C2, C7-Th2, Th11-L1, Kemoterapi dapat diberikan sebelum atau
LS-Sl), terdapat lesi litik, adanya subluksasi/ setelah operasi. Pada keterlibatan sarko-
listesis, kolaps korpus vertebra >50%, dan matosa di spinal, kemoterapi praoperasi
destruksi pedikel bilateral. Beberapa hal perlu dapat memfasilitasi tindakan reseksi tu-
dipertimbangkan sebelum menjalani operasi mor. Pada sebagian besar kasus lain, ke-
pada pasien kompresi medula spinalis akibat moterapi kombinasi pascaoperasi diberi-
keganasan, antara lain kondisi medis lain se- kan pada tumor ganas spinal.
cara umum dan prognosis secara keseluruh-
Rehabilitasi
an. Misalnya, pasien dengan tumor metastasis
spinal yang radiosensitif, metastasis sudah Selain tata laksana di atas, aspek rehabili-
menyebar ke beberapa tempat, harapan hid up tasi juga perlu diperhatikan demi kualitas
yang pendek, dan kondisi medis yang berat, _ hidup pasien yang baik. Salah satu ben-
lebih dianjurkan untuk radioterapi dan pem- tuk rehabilitasi yang dapat diberikan pada
berian steroid daripada operasi. pasien kanker adalah korset spinal. Korset
memberikan dukungan eksternal tambahan
Penanganan Nyeri pada segmen spinal yang fungsinya tergang-
Nyeri pada tumor spinal merupakan salah gu karena tumor. Tujuan pemakaian korset
satu jenis nyeri kanker yang ditandai dengan spinal antara lain restriksi gerakan, penye-
kombinasi nyeri nosiseptif dan neuropatik. jajaran (alignment) spinal, dan dukungan
Nyeri pada tumor spinal berhubungan de- aksial badan. Namun, pemakaian korset
ngan beberapa hal, yaitu proses sekunder bukannya tanpa kontroversi. Kegunaan kor-
dari keterlibatan tumor di korpus vertebra, set dalam mencapai tujuannya dipengaruhi
fraktur kompresi, kompresi medula spina- oleh ketebalan jaringan lunak yang berada
lis, atau infiltrasi radiks. Tata laksana far- di sekitar vertebra. Semakin tebal jaringan
makologi nyeri pada tumor spinal ini sama lunaknya, semakin rendah efektivitas dari
dengan nyeri kanker pada umumnya, yang korset itu sendiri. Selain ketebalan jaringan
pembahasannya dapat dilihat pada topik lunak, panjang korset juga mempengaruhi
nyeri kanker atciu nyeri neuropatik. efektivitas. Korset yang panjang memberi-
Radioterapi kan stabilisasi spinal yang lebih baik dari-
Tumor spinal yang tergolong radiosensitif pada korset yang pendek.
antara lain, plasmasitoma, mieloma multipel,
Selain korset, rehabilitasi yang bisa diberi-
dan metastasis tumor spinal dari payudara, kan pada pasien tumor spinal adalah terapi
prostat, dan small cell lung cancer. Pada seba- fisik dan okupasi. Pasien dengan tumor
gian besar kasus lain, rekomendasinya adalah spinal biasanya memiliki keterbatasan mo-
radioterapi eksternal pascaoperasi reseksi tu-
bilisasi. Kondisi ini selanjuntnya dapat me-
mor. Radioterapi praoperasi dapat dilakukan nimbulkan gangguan respitasi, penurunan
bertujuan untuk mengecilkan massa tumor. fungsi otot, dan gangguan integritas in-
Namun, radioterapi praoperasiharus diper-
tegumen (dekubitus). Terapi fisik meliputi
hatikan karena dapat meningkatkan risiko in- mobilisasi bertahap, mulai di tempat tidur
feksi dan masalah penyembuhan luka.

353

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

hingga berjalan, dan latihan (exercise) pe- kai dirasakan semakin progresifhingga akhir-
nguatan otot abdomen dan ekstensor. Terapi nya pasien sekarang hanya dapat berbaring di
okupasi meliputi pemberian alat bantu dan tempat tidur dan mulai mengompol. Pasien
pembelajaran untuk bisa ke kamar mandi memiliki riwayat operasi mastektomi mam-
dan mengurus diri sendiri. mae kiri 10 tahun lalu. Hasil patologi anatomi
dikatakan karsinoma mammae duktal inva-
CONTOH KASUS sif jenis solid tubular; grade II. Pasien sempat
Kasus 1 menjalani kemoterapi 3 tahun lalu.
Perempuan 52 tahun datang dengan kelu- Pemeriksaan neurologi menunjukkan
han nyeri pada punggung sejak 8 bulan lalu. paraplegia UMN, hipestes i setinggi derma-
Nyeri dirasakan di antara kedua tulang be- tom torakal 7 ke bawah, dan retensi uri.
likat. Awalnya, nyeri masih hilang timbul dan Pemeriksaan MRI vertebra dengan kontras
berkurang dengan minum obat penghilang menunjukkan proses metastasis intrakor-
nyeri dari warung. Sejak 2 bulan lalu, nyeri pus vertebra Th 8 (Gambar 12).
punggung bertambah berat dan mengganggu
aktivitas. Selain itu, pasien juga mulai menge- Pasien didiagnosis tumor spinal metasta-
luhkan kelemahan pada kedua tungkai. Sejak sis ekstradural dengan primer karsinoma
sebulan lalu, pasien mulai mengeluhkan baa! mammae. Tata laksana pada pasien ini
pada kedua tungkai. Keluhan nyeri punggung, adalah pemberian korset, radioterapi pali-
kelemahan tungkai, dan baa! pada kedua tung- atif, dan terapi bisfosfonat.

Gam bar 12. MRI Vertebra Torakal TZWI Sagital


Tanda panah menunjukkan destruksi di karp us vertebra torakalB, sehingga menyebabkan fraktu r kompresi patologis
sampai mem ipih dengan edema paravertebra sekitarnya serta menyebabkan konfigurasi kifosis vertebra torakalis.

354

Scanned for Pablo


Tumor Sp inal

Kasus 2 Pemeriksaan fisik neurologi menunjukkan


Perempuan 60 tahun memiliki keluhan kese- paraparesis UMN (kekuatan 2/5 pada kedua
mutan pada kedua tungkai sejak 8 bulan lalu. tungkai), hipestesi setinggi dermatom tora-
Kesemutan disertai rasa kencang dari perut kal 12 ke bawah, dan inkontinensia uri et
bawah sampai telapak kaki. Keluhan ini dira- alvi. Pemeriksaan MRI vertebra toral<al de-
sakan terus menerus. Sejak 7 bulan lalu, pasien ngan kontras menunjukkan tumor intradu-
mengeluhkan kulitnya terasa kering dan jarang ral, ekstramedula setinggi vertebra torakal
berkeringat dari perut bawah sampai kedua 10 yang mendesak dan menekan mielum ke
tungkai. Kedua tungkai mulai terasa berat 'un- arab kanan (Gambar 13). Pasien kemudian
tu!< berjalan. Sejak 3 bulan lalu, kelemahan dilakukan operasi dan basil patologi ana-
kedua tungkai memberat. Pasien juga menge- tomi menunjukkan meningioma campuran
luh ada rasa terikat di daerah pinggang. Selain jenis meningothelimatosa, transisional dan
itu, pasien juga mengeluhkan sulit menahan jenis psammomatosa (WHO grade 1). Diag-
berkemih dan buang air besar. Pasien memiliki nosis pasien ini adalah tumor spinal intra-
riwayat penggunaan pil KB selama 5 tahun dan dural ekstramedula, yaitu meningioma.
riwayat kanker payudara pada anak pasien.

Gambar 13. MRI Vertebra Torakal T2Wl Sagital (Kiri) dan T1WI Kontras Aksial (Kanan)
Tanda panah menunjukkan massa intradural ekstramedula setinggi vertebra torakallO.

355

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

DAFTAR PUSTAKA 6. Hirano K. Imagama S, Sato K. Kato F, Yukawa Y, Yo-


shihara H, dkk. Primary spinal cord tumors: review
1. ~aehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis
of 678 surgically treated patients in Japan. a mul-
m Neurology: anatomy, physiology, signs, ·and
ticenter study. Eur Spine J. 2012;21(10):2019-26.
symptoms. Edisi ke-4. Stuttgart: Thieme; 2005.
7. Lewandrowski KU, Markman M, Bukowski RM,
2. Claus EB Ab,del-Wahab M, Burger PC, Engelhard
Macklis R. Benzel EC, penyunting. Cancer in the
HH, Elison DW, Gaiano N, dkk. Defining future di-
spine: comprehensive care. New Jersey: Htimana
rections in spinal cord tumor rese~ J Neurosurg
Press Inc; 2006.
Spine. 2010;12(2):117-21.
8. Lewis MA, Hendrickson AW, Moynihan TJ. Onco-
3. DeMonte F, Mahajan A. Gilbert MR. McCutcheon
logic emergencies: pathophysiology, presenta-
IE. Tumors of the brain and spine. New York:
. tion, diagnosis, and treatment CA Cancer J Clin.
Springer Science; 2007.
2011;61(5):287-314.
4. Duong LM, McCarthy BJ, McLendon RE, Docelek TA.
9. Mumenthaler M, Mattie H. Fundamentals ofneurol- .
Kruchko C, Douglas LL. dkk. Descriptive epidemiology
ogy: an illustrated guide. Stuttgart: Thieme; 2006.
of malignant and nonmalignant primary spinal cord,
10. Schellinger KA, Propp JM, Villano JL, McCarthy BJ.
spinal meninges. and cauda equina tumors, United
Descriptive epidemiology of primary spinal cord
States, 2004-2007. Cancer. 2011;118(17):4220-7.
rumors. J Neurooncol. 2008;87(2):173-9..
5. Fisher CG, DiPaola CP, Ryken TC, Bilsky MH, Shaf-
11. Schiff D, Kesari S, Wen PY. Cancer neurology in
frey Cl, Berven SH, dkk. A novel classification sys-
clinical practice: neurologic complications of
tem for spinal instability in neoplastic disease:
cancer and its treatment Edisi ke-2. New Jersey:
. an evidence-based approach and expert consen-
Humana Press; 2008.
sus from the Spine Oncology Study Group. Spine.
2010;35(22):E1221-9.

356

Scanned for Pablo


J

NEURORESTORASI
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

Scanned for Pablo


PRINSIP DASAR NEURORESTORASI

23 PASCACEDERA SARAF
Amanda Tiksnadi, Siti Airiza Ahmad, Pukovisa Prawiroharjo

PENDAHULUAN anggap sudah terca~p dalam definisi neu-


Neurorestorasi berasal dari kata "neuro-logy" rorestorasi secara urn urn.
dan "re-store" yang berarti upaya renova-
Ada 4 prinsip yang penting untuk dipikirkan
si untuk mengembalikan ke kondisi atau
dalam melakukan upaya neurorestorasi,
fungsi semula. Neurorestorasi didefinisikan
yaitu:
sebagai cabang ilmu neurologi yang menerap-
kan prosedur aktif dalam meningkatkan atau 1. Keterbatasan regenerasi neuron (limited
memperbaiki fungsi sistem sarafyang tergang- regeneration)
gu, baik secara fungsional maupun patologis. 2. Tidak instan, melainkan melalui proses
Pendekatan ini dilakukan melalui modifikasi pembelajaran ulang (relearning)
selektif pada struktur dan fungsi sarafyang ab- 3. Kapasitas reservasi otakfsarafyangkurang
normal berdasarkan mekanisme penyakit, ser- memadai (insufficient reserve); konsep
ta ekskalasi kapasitas fungsional sistim saraf yang men~mbarkan diskrepansi antara
yang tersisa danfatau aktivasi sistim sarafyang derajat kerusakan saraf secara patologis
sebelumnya masih tersamar (World Congress of dengan derajat manifestasi klinis.
Neurology Hamburg, 1985). 4. Lifelong reinforcement; sama seperti ke-
Ilmu yang mempelajari neurorestorasi dise- terampilan yang perlu terus dilatih dan
but neurorestoratologi, yang didefinisikan diasah seumur hidup.
sebagai ilmu neurosains yang mempelajari
regenerasi neuron, neural structural repair Ada aturan 4 langkah dalam neurorestora-
of replacement, neuroplastisitas, dan neuro- tologi yang perlu dilakukan untuk mendapat-
modulasi. Tujuan utama dari pengembangan kan basil yang efektif, yaitu:
ilmu ini adalah untuk meningkatkan proses 1. Neurorestorasi struktural neuron
pemulihan fungsional neuron yang rusak 2. Signaling neurorestorasi
atau terganggu karena sebab apapun, ter- 3. Neurorestorasi rehabilitatif
masuk akibat penyakit neurodegeneratif.
4. Neurorestorasi fungsional
Ada 5 dogma yang berperan dalam ilmu
neurorestorasi, yang disebut sebagai 5N's Pada bab ini akan dibahas juga aplikasi neu-
dogma, yaitu neuroregenerasi, neurorepair, rorestorasi pada keadaan khusus yang pa-
neuroplastisitas, neuromodulasi, dan neu- ling sering terjadi dan membutuhkan prose-
rorehabilitasi. "Neuroproteksi" sendiri di- dur terse but, yaitu pascastroke dan afasia.

359

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

NEUROPLASTISITAS Neuroplastisitas, berasal dari kata "neuro" dan


Di masa yang lampau, para ahli berpendapat bahasa Yunani "plastos" yang berarti molded
bahwa otak berhenti tumbuh pada masa atau materi yang bisa dibentuk, seperti tanah
kanak-kanak dan tidak mempunyai kemam- liat. Dengan neuroplastisitas inilah neuron di
puan untuk beregenerasi. Mereka juga per- otak beradaptasi dan menyesuaikan fungsinya
caya bahwa koneksi antar saraf (sinaps) ha- sebagai respons terhadap situasi baru atau
nya terbentuk pada suatu peri ode kritis pada perubahan yang terjadi. Adanya paparan ter-
masa kanak-kanak tersebut dan menetap, hadap stimulus pada umumnya akan menye-
tidak berubah seiring dengan pertambahan babkan penambahan dan perubahan sinaps
umur. Oleh karena itu, pada masa tersebut (Gambar 1), misal saat seseorang mempe-
jika terdapat suatu kerusakan area di otak, lajari keterampilan baru, seperti belajar naik
akibat yang terjadi akan bersifat permanen, sepeda, belajar menyetir; bela jar berjalan, atau
karena serabut saraf tidak bisa beregenerasi belajar berbicara. Namun penambahan jum-
maupun membentuk sinaps baru. lah sinaps juga dapat berakibat merugikan,
seperti yang terjadi pada nyeri neuropatik.
Namun studi dan eksperimen baik pada
hewan coba maupun pada manusia menun- Sebaliknya pada kondisi hilangnya paparan
jukkan sebaliknya. Otak terbukti memi- suatu stimulus, misalnya akibat kematian sel
liki kemampuan untuk beregenerasi dan pascastroke, atau adanya suatu keterampilan
melakukan modifikasi bentuk struktural yang pernah dipelajari dan tidak diperguna-
dan sekaligus fungsinya secara kontinu kan kembali, maka fenomena neuroplastisitas
sepanjang hidupnya. Perubahan struk- yang terjadi berupa pengurangan sinaps yang
tural dan fungsional ini terjadi melalui me- telah terbentuk sebelumnya. Secara kllinis
kanisme penambahan atau pengurangan hal ini bermanifestasi sebagai hilangnya atau
koneksi sinaps. Fenomena ini dikenal de- berkurangnya kemampuan seseorang dalam
ngan istilah neuroplastisitas. melakukan keterampilan terse but.

(A) Sebelum paparan stimulus (B) Setelah paparan stimulus

Sinaps tunggal pad a Pembentubn sinaps


d~nditricspine ...,.._ _, baru dari ujunc
abonbaru

Akson 3

(C) Bentuk-bentuk dendritic spines baru yang terbentuk

Gam bar 1. llustrasi Penambahan Sinaps Pascapaparan Stimulus pada Fenomena Neuroplastisitas

360
Scanned for Pablo
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

Paparan stimulus akan menyebabkan ter- kerusakan akan kehilangan sel target untuk
bentuknya sinaps-sinaps baru: (A) kondisi diinervasi. Akibat proses ini, terdapat be-
sebelum paparan stimulus; (B) kondisi berapa perubahan pacta neuron presinaps,
pascapaparan stimulus; (C) variasi bentuk an tara lain:
dendrit yang berubah pascaterbentuknya
sinaps-sinaps baru 1. Atrofi dan degenerasi retrograd

Cederapadasusunansarafpusat(SSP)akan Neuron presinaps mengalami atrofi dan


mempengaruhi baik neuron pre maupun degenerasi (kematian sel) yang dimulai
pascasinaps melalui beberapa mekanisme, dari bagian akson terminal, mundur ke
yaitu perubahan proyeksi aksonal, dener- belakang sampai ke bagian badan sel
vasi, dan eliminasi sebagian neuron. Berikut (Gambar 2).
akan dibahas proses yang terjadi pacta neu- Ada beberapa faktor yang memengaruhi
ron-neuron terse but pascacedera SSP. derajat atrofi dan degenerasi retrograd,
di antaranya:
PERUBAHAN PADA NEURON PRESINAPS
a. Lokasi trauma; semakin proksimallesi,
Suatu cedera yang menyebabkan terputusnya
semakin berat atrofi dan degenerasi.
akson [axotomy) akan menyebabkan dege-
nerasi pacta bagian distal dari area yang b. Ekstensi serabut proyeksi ke sel tar-
mengalami cedera, yang disebut degenerasi get; semakin banyak proyeksi kolate-
Wallerian. Kontak neuron presinaps dengan ral dari akson yang mengalami cedera,
neuron pascasinaps akan terputus. Neu- semakin ringan derajat atrofi dan de-
ron presinaps dari sel-sel yang mengalami generasi retrograd yang terjadi.

Gambar 2. Perbedaan Degenerasi Wallerian dan Degenerasi Retrograd


(A) degenerasi Wallerian terjadi mulai dari titik lesi hingga berakhir di bagian akson termina l;
(B) neuron presinaps mengalami atrofi dan degenerasi (kematian sel) yang dimulai dari bagian akson
terminal, mundur ke belakang sampai ke bagian badan sel (soma)

361

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

2. Synaptic stripping pada demielinisasi akson. Proses kematian


Pada kerusakan akson, sinaps-sinaps antar- ini terjadi melalui proses apoptosis yang
neuron disekitarnya juga akan mengalami terus berlangsung selama beberapa hari
gangguan. Sinaps yang mengalami disfung- sampai beberapa minggu pascacedera
. si tersebut akan dieliminasi oleh mikroglia
sebagai mekanisme alamiah tubuh. Sinaps PERUBAHAN NEURON PASCASINAPS
yang hilang ini dapat terbentuk kembali jika Kematian sel neuron presinaps dapat me-
neuron pascasinaps beregenerasi kembali. nyebabkan perubahan neuron pascasinaps
akibat hilangnya input sinaps normal. Pe-
3. Degenerasi berantai (cascading dege-
rubahan tersebut dapat bervariasi dari ringan
neration)
sampai berat, antara lain:
Proses kematian sel neuron dapat terjadi
secara retrograd dan mempengaruhi seke- 1. Supersensitifitas denervasional
lompok neuron (transneuronal). Dege- Pada fenomena ini, sel pascasinaps menjadi
nerasi retrograd dan transneuronal tidak lebih sensitif terhadap neurotransmiter.
selalu terbatas pada satu jaringan sinaps Terdapat peningkatan jumlah dan dis-
saja, melainkan bisa terjadi pada seluruh tribusi reseptor di membran pascasinaps.
jaringan sinaps di neuron tersebut Bila 2. Atrofi transneuronal
ada neuron yang mengalami denervasi, Denervasi akan menyebabkan ukuran sel
maka neuron sekitar yang menjadi sel pascasinaps mengecil atau mengalami
target juga akan dapat mengalami dener- kematian sel. Fenomena ini dapat bersifat
vasi dan degenerasi. Proses ini dapat terus reversibel. Sebagai contoh, ukuran neu-
berlanjut dan mempengaruhi neuron-neu- ron yang mengalami atrofi dapat kembali
ron berikutnya sehingga mengakibatkan seperti semula hila terjadi reinervasi.
kerusakan yang luas. Fenomena ini dikenal
3. Degenerasi transneuronal
sebgai fenomena degenerasi berantai.
Pada degenerasi transneuronal, dener-
4. Delayed neuronal death pascaiskemia vasi menyebabkan kematian neuron
Berdasarkan studi, terdapat sekelompok, pascasinaps.
neuron }rang dapat bertahan pada iske-
mia akut Bila iskemia berlanjut, neuron- REORGANISASI KONEKSI NEURONAL
neuron ini akan mengalami kematian PASCACEDERA
dalam waktu beberapa jam hingga be- Proses regenerasi pascakerusakan akson
berapa.hari kemudian. Kelompok neuron · merupakan bagian dari proses reorganisa-
yang rentan terhadap proses ini terdapat si koneksi neuronal. Saat akson terputus,
di daerah korteks dan hipokampus. bagian distal dari lokasi cedera akan meng-
alami degenerasi Wallerian, sedangkan
5. Demielinisasi
segmen proksimal akart memendek dan
Salah satu bentuk lain degenerasi sebagai
membentuk retraction ball pada bagian
respons terhadap cedera akson adalah ke-
ujung yang terputus (Gambar 3).
matian sel oligodendroglia yang berujung

362

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

Neuron Normal

Term inal arborpada


Akson set target
• •
1 \
.•

·-----~ •

Degenerasi pasca aksonotomi

cedera Degenerasi Wallerian

Retraction ball\

·-~=
Gam bar 3. Degenerasi Wallerian Pascakerusakan Akson

Regenerasi abortif

cedera
Kon us dystrophic grow~

cedera
Tangfedtermirwfarbor ~ ~

Gam bar 4. Regenerasi Abortif berupa Konus Dystrophic Growth dan Tangled Arbors

363

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Regenerasi produktif

Regenerauvesprouung cedera

'
Supernumerary co/laterals

Gam bar 5. Regenerasi ProduktifBerupa Regenerative Sprouting dan Supernumerary Collaterals

Gam bar 6. Pruning-related Sprouting


Atas: sinaps ne uron dala m keadaan normal; bawah : pruning related sprouting pada kematia n neuron pascas inaps

364

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

.,., __

__ Denervasi d if us

t 100% rei nervas i

.~, _
.,. __
• • DenNvasi foka l

25% reinervas i


Gambar 7. Reinervasi pada Denervasi Difus dan Denervasi Fokal

Proses regenerasi akson dan reorganisasi a. Regenerasi dan sprouting aksonal


koneksi neuronal selanjutnya tergantung Akson beregenerasi dengan menum-
dari situasi dan kondisi yang ada, akan ber- buhkan cabang-cabang akson terminal
bentuk salah satu atau beberapa proses baru (Gambar 5).
berikut:
b. Regenerasi supernumerary co/laterals
1. Regenerasi bonafide: pemanjangan ak- Regenerasi akson terjadi dengan me-
son saja tanpa cabang-cabang kolateral numbuhkan cabang-cabang kolateral
2. Regenerasi abortif: ditandai dengan ter- dari badan akson, bukan dari bagian
bentuknya konus dystrophic growth dan akson terminal (Gambar 5).
tangled arbors (Gambar 4) . 4. Pruning-related sprouting
3. Regenerasi produktif: terjadi formasi Pada beberapa kasus, neuron yang ke-
cabang-cabang kolateral baru pada hilangan beberapa sel target akan mem-
ujung situs cedera perbanyak jumlah koneksi tambahan di

365

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

area lain yang tidak mengalami kerusakan. fik), tetapi bisa pula berupa stimulus yang
Sebagai contoh, pada sebuah neuron yang berbeda dari preferensinya (kompetitif).
memiliki 2 proyeksi kolateral ke sel-sel tar-
4. Target availability
get yang berbeda, kematian salah satu sel
Pembentukan sinaps atau sinaptogenesis,
target akan meningkatkan jumlah proyeksi
baik akibat regenerasi sprouting, pruning-
kolateral sel target yang masih utuh (Gam-
related sprouting, maupun axonal redi-
bar 6). Fenomena ini dikenal pula dengan
rection tidak akan terjadi tanpa peran
istilah ectopic axonal re-direction.
sel target (neuron pascasinaps). Neuron
Sprouting kolateral yang terbentuk aki- pascasinaps harus bisa mengirimkan
bat kematian salah satu neuron pasca- sinyal-sinyal penting untuk "memanggil"
sinaps justru memperkuat innervasi dan merangsang regenerasi agar dapat
neuron pascasinaps lain, yang tidak mencapai sel target, dan meminimalkan
mengalami cedera (normal). proyeksi ektopik (misdirection sprouting).
Berbagai mekanisme tersebut merupakan 5. Usia
tantangan bagi pengemban ilmu penyakit Regenerasi lebih baik dan lebih cepat
saraf untuk dapat mempergunakan fenomena terjadi pada usia muda bila dibanding-
neruoplastisitas dalam pemulihan lesi saraf. kan usia lebih tua.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi efek-
tivitas reinervasi dari neuron yang menga-
NEURORESTORASI FUNGSIONAL
Proses reorganisasi otak pascastroke
lami denervasi, yaitu:
merupakan contoh yang paling baik untuk
1. Prinsip proksimitas memahami proses neurorestorasi fung-
Semakin kecil jarak antara lokasi cedera, sional pasca suatu cedera SSP. Dari banyak
semakin besar kemungkinan terjadinya studi yang telah dilakukan, terutama yang
reinervasi sinaps. mempelajari fisiologi pemulihan fungsi mo-
2. Fokalitas denervasi yang terjadi torik pascastroke, proses reorganisasi ini
Prognosis reinervasi pada suatu dener- terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
vasi yang bersifat difus lebih baik dari- 1. Reorganisasi lokal
pada reinervasi pada denervasi yang Salah satu proses reorganisasi otak un-
bersifat fokal (Gambar 7). tuk memulihkan fungsi kontrol motorik
3. Spesifisitas dan kompetisi yang rusak adalah melalui reorganisasi
Bila dua sistem yang homolog sama-sama somatotopik, atau fenomena yang dise-
menginervasi suatu area, hilangnya salah but vikariasi (vicariation). Fenomena
satu sistem akan mengakibatkan sprouting ini diajukan oleh Donoghue pada tahun
dari sistem yang masih utuhfsehat Bila 1990. Area di sekeliling infark (penum-
area tersebut memiliki preferensial terha- bra) akan mengambil alih kontrol mo-
dap suatu stimulus tertentu, maka sprout- torik dengan mengaktifkan jaras-jaras
ing yang terjadi bisa berupa akson yang dengan representasi motorik yang se-
memberikan stimulus yang sama (spesi- belumnya "tertidur".

366

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

2. Pemulihan diaskisis (diaschisis) duga bahwa aktivasi hemisfer kontralesi


Disebut juga lesi imbas, yaitu gangguan dapat meningkatkan prognosis pemu-
fungsinal pada area yang secara anatomi lihan fungsi motorik. Namun beberapa
terletak jauh dari area yang rusak. Di- studi terbaru cenderung membuktikan
askisis merupakan respons alamiah akibat hal sebaliknya, yaitu aktivasi hemisfer
terganggunya sistem "networlt' fungsional yang sehat cenderung merugikan atau
di otak. Lesi ini umumnya terjadi pada dihubungkan dengan pemulihan fungsi
area-area yang bekeija sama dengan erat, motorik yang lebih buruk.
misalnya pusat menelan dan pusat moto-
Pasien dengan perbaikan fungsi motorik
rik primer untuk ekstremitas. Contohnya,
minimal menunjukkan peningkatan akti-
pada stroke akut yang menunjukkan
vitas pada hemisfer kontralesi dan aktivasi
iskemia hanya pada area korteks moto-
minimal pada hemisfer ipsilesi. Adapun
rik primer (tanpa tanda-tanda iskemia
pasien dengan pemulihan fungsi motorik
di daerah batang otak), sering dijumpai
optimal menunjukkan aktivasi di hemisfer
gangguan menelan (disfagia) akut yang
ipsilesi yang lebih tinggi dibandingkan ak-
menyertai hemiplegia kontralateral. Disfa-
tivasi hemisfer kontralesi. Hingga saat ini,
gia ini teijadi sebagai akibat fenomena
peran area homolog di hemisfer kontralesi
diaskisis tersebut, teijadi gangguan fung-
masih menjadi perdebatan, sebagai penye-
sional tanpa kelainan struktural di area
bab buruknya pemulihan fungsi motorik
yang letaknya jauh dari lesi primer. Hal ini
atau hanya merupakan epifenomena aki-
umumnya hanya berlangsung sebentar
bat ketidakmampuan hemisfer ipsilesi un-
dan dapat pulih seperti sediakala.
tuk mengaktifkan area yang dibutuhkan.
3. Reorganisasi area sekunder
Pada kerusakan luas yang menyebabkan NEURORESTORASIPASCASTROKE
kerusakan sel neuron perilesional (di se- Saat ini, hanya kurang dari 10% penderita
keliling lesi) dengan fungsi somatotopik, stroke iskemik yang bisa mendapatkan
reorganisasi akan teijadi pada area so- terapi rTPA yang secara bermakna mem-
matotopik sekunder yang letak anatominya perbaiki luaran pasca stroke ini. Sisanya,
beijauhan dengan lesi. Sebagai contoh, stroke survivors harus mengadapi berbagai
aktivasi jaras di area korteks premoto- masalah disabilitas berat, seperti hemipa-
rik dan area motorik suplementer atau resis, disfagia, afasia, dan lain sebagainya.
supplementary motor area (SMA) pada
Kemajuan sains dan teknologi mutakhir telah
kerusakan korteks motorik primer.
membuka jalan bagi perkembangan ilmu neu-
4. Reorganisasi bihemisfer rosdence, neurobiologis, neuroprosteti~ robotic,
Berbagai studi pencitraan terhadap biomedical engineering untuk program neuro-
masa pemulihan pascastroke memperli- restorasi pasien dengan gangguan neurologis.
hatkan aktivitas sensorimotor yang me- Rangkuman berbagai modalitas neuro-
luas hingga ke hemisfer yang sehat atau restorasi pascastroke yang sedang berkem-
hemisfer kontralesi. Pada awalnya di- bang dapat dilihat pada Tabell.

367

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabell. Gambaran Umum Modalitas Neurorestorasi Pascastroke


Pemulihan Stroke
Tata Laksana Fase Akut Pemulihan Fase Kronik
Pemulihan Brain-machine
Neuroproteksi TerapiSel Neuromodulasi Interface
Aliran Darah
• tPA • Hipotermia • Stem sel endogen • tDCS • Sinyal korteks
• Trombektomi • PSD-95 • Stem sel endogen • rTMS • Sinyal medula spinalis
• Stem sel terinduksi • Stimulasi serebelar
• Stimulasi vagal
• Optogenetik
tPA: tissue plasminogen activator; PSD-95: postsynaptic density protein 95; rTMS: repetitive transcranial magnetic stimula-
tion; tDCS: trancranial direct current stimulation
Sumber: Azad TD, dkk. Neurosurg Focus. 2016. h. E2.

Adapun tata laksana neurorestorasi mempu- dekubitus, dan stasis sirkulasi hemo-
nyai strategi dan tujuan yang berbeda pada dinamik, mobilisasi-posturing-kontrol
stroke fase akut, subakut, dan kronik, yaitu: trunkal berguna untuk mempertahan-
kan fungsi antigravitasi otot trunkal.
Tata laksana atau intervensi pada pasien
Otot trunkal berperan dalam menjaga
pascastroke hams mempertimbangkan pro-
postur tubuh dan merupakan jangkar
ses patologik (sumbatan atau perdarahan),
dari gerak ekstremitas.
onset, serta mekanisme neuroanatomi dan
neurofisiologi. Penatalaksanaan multidisiplin Pada fase akut, tata laksana pasien
yang terpadu (organized stroke care) di unit stroke mencakup posisi tirah baring
stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo yang untuk menjaga MAP dan CBF yang
sesuai dengan penemuan di kawasan lain di optimal. Pada posisi tirah baring,
dunia berhasil menurunkan angka kematian gravitasi menjadi nol, sehingga otot-
akibat stroke sampai di bawah 5%. otot ekstesor trunkal yang dibutuh-
kan untuk aktivitas yang melawan
1. Tata Laksana Neurorestorasi Rehabili-
gravitasi (misal untuk duduk, bangun,
tatif Fase Akut
berdiri, berjalan, dan seterusnya) sama
Intervensi neurorestorasi rehabilitatif
sekali tidak bekerja. Jika dibiarkan
pada fase akut ditujukan sedini mungkin
berkepanjangan, dapat terjadi feno-
untuk meminimalkan gejala sisa dengan
mena neuroplastisitas negatif, seperti
membantu perbaikan perfusi otak dan
pruning synapses (lihat penjelasan
mencegah komplikasi imobilisasi, se-
bah Neurorestorasi) yang menyebab-
hingga tercapai pemulihan fungsional
kan atrofi otot-otot trunkal.
yang optimal.
Atrofi tersebut akan menyulitkan
a. Mobilisasi, posturing, serta kontrol
aktivitas antigravitasi dan juga gang-
trunkal
guan pada kontrol ekstremitas yang
Selain untuk mencegah kontraktur,
akan menambah permasalahan

368

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

disahilitas dan program terapi fisik akut Oleh karena itu, penting untuk
pada fase kronik. Oleh karena itu, melakukan identifikasi disfagia sejak
pengaturan posisi merupakan hal dini dengan melakukan skrining as-
paling dini yang harus diterapkan pirasi pada pasien stroke untuk segera
pada pasien stroke akut sesudah ke- dilanjutkan dengan terapinya. Tahap
gawatdaruratan teratasi. ini akan dilanjutkan dengan tes ke-
mampuan menelan hila pada skrining
Tindakan elevasi kepala dapat memi-
ditemukan adanya disfagia.
nimalkan gravitasi untuk meningkat-
kan aliran halik vena, mencegah as- Berikut heherapa tahapan dalam melaku-
pirasi, menurunkan TIK, meningkatkan kan skrining aspirasi:
cerebral perfusion pressure (CPP), serta 1) Pasien diposisikan elevasi kepala 60°.
menurunkan tekanan darah rerata
2) Kepala pasien ditekuk ke lateral, ke
arteri (mean arterial blood pressure/
sisi yang sakit.
MABP).
3) Pasien diherikan minum 1 sendok teh air.
Mohilisasi duduk dan latihan gerak
4) Amati tanda hatuk a tau tersedak, hila
yang lehih hersifat aktif, pada umum-
tersedak, maka skrining dihentikan.
nya haru dilakukan saat hemodinamik
Lakukan suction hila perlu.
& kondisi medis stahil, tekanan rerata
arteri (mean arterial pressure/MAP) 5) Jika tidak ada hatuk atau tersedak,
pada stroke iskemik <130mmHg, gula maka dilanjutkan dengan memheri-
darah >90mg/dL atau <250mg/dL, kan pasien minum setengah gelas air
dan saturasi oksigen >95% (tanpa secara perlahan.
pemherian 0 2). Karena skrining aspirasi cukup seder-
Latihan ruang lingkup sendi dan pere- hana dan tidak memerlukan keahlian
gangan juga dapat dilakukan secara khusus, maka dapat dilakukan oleh pe-
pasif maupun aktif dengan tujuan rawat atau dokter sesegera mungkin
mencegah atau mengurangi kekakuan saat pasien admisi di ruangan. Skrining
sendi semata, tidak terlalu hermanfaat ini dilanjutkan ke tahap diagnostik de-
hagi untuk tujuan fungsional. ngan menggunakan metoda yang lehih
sensitif oleh terapis wicara (dalam wak-
b. Deteksi dan tata laksana gangguan tu <72 jam setelah admisi) untuk meng-
men elan konfirmasi ada atau tidaknya disfagia.
Setengah dari pasien stroke akut
dengan kesadaran penuh juga didiag-· Bila basil skrining menyatakan tidak
nosis dengan disfagia. Disfagia yang ada aspirasi, maka proses dapat di-
tidak ditangani dengan haik dapat me- lanjutkan dengan tes kemampuan
nyehahkan komplikasi herupa pneu- menelan dengan menggunakan 4 ha-
monia aspirasi, dehidrasi, dan malnu- han yang herheda, yaitu: air, makanan
trisi. Pneumonia merupakan penyehah setengah cair, makanan setengah pa-
kematian terhanyak pada pasien stroke dat, dan puree. Umumnya tes kemam-

369

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

puan menelan ini dilakukan oleh te- • Sensory enhancement techniques (me-
rapis wicara yang terlatih melakukan ningkatkan tekanan sendok pada lidah
tes fungsi menelan. ketika menyuapkan bolus makanan,
memberikan bolus dengan rasa asam,
Tata laksana yang diberikan pada
bolus dengan temperatur dingin, bolus
pasien disesuaikan dengan hasil tes
yang harus dikunyah, dan sebagainya).
menelan tersebut, yaitu:
• Thermal tactile oral stimulation.
1) Pasien dapat menelan air tanpa
• Deep pharyngeal neuromuscular sti-
tersedak: diet normal.
mulation.
2) Pasien dapat menelan makanan
setengah encer tanpa tersedak: di-
• Neuromuscular electric stimulation.
lakukan pemasangan nasogastric • Transcranial magnetic stimulation.
tube (NGT) no.12 (hanya air).
5) Fisioterapi dada (chest physiotherapy).
3) Pasien dapat menelan makanan
setengah padat tanpa tersedak: c. Gangguan pengosongan kandung kemih
dilakukan pemasangan NGT no.14 Sepertiga sampai dua pertiga pasien
(susufdiet cair komersial, obat). stroke akut, khususnya pasien usia Ian-
Setengah porsi diberikan secara jut, mengalami gangguan pengosongan
peroral (PO) dan setengah porsi kandung kemih. Hal ini disebabkan be-
diberikan melalui NGT. berapa macam penyebab yaitu: infeksi,
4) Pasien dapat menelan puree tanpa overflow, impaksi feses, diabetes meli-
tersedak: dilakukan pemasangan tus, dan instabilitas destrusor. Infeksi
NGT no.16. Seluruh porsi diberikan kandung kencing merupakan penyebab
via NGT atau nothing peroral (NPO) komplikasi infeksi terbanyak pasca-
atau ~ porsi diberikan secara PO, stroke akut.
%. porsi diberikan melalui NGT. Tujuan penanganan adalah mensti-
Secara umum, tata laksana disfagia dapat mulasi pusat mikturisi, jika retensi
dilakukan dengan beberapa tindakan urin >100cc akan berisiko infeksi
berikut: dan hila perlu dilakukan intermitten
catheterization (IMC). Ada beberapa
1) Latihanfterapi menelan direk (direct
teknik penanganan gangguan pengo-
swallowing therapy). songan kandung kemih, yaitu dengan
2) Modifikasi konsistensiftekstur/volume cara pemeriksaan pola huang air kecil,
makanan. ada atau tidak masalah prostat, dan
3) Manuver & pengaturan posisi kepala, melakukan monitor kapasitas bladder/
leher, tubuh (maneuver & adjusting sisa urin. Beberapa studi menyaran-
body position). kan untuk menggunakan urinal ter-
4) Stimulasifunctional training: lebih dahulu dan menghindari pe-
makaian dower kateter.
• Stimulasi pasif.

370

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

d. Terapi fisik dada atau komponen berjalan sesuai dengan


Pneumonia dan acute respiratory kemampuan pasien, terus menerus se-
failure termasuk ke dalam kelompok banyak dan sesering mungkin.
komplikasi tersering pada stroke.
Adapun preskripsi latihan berupa:
Studi Morris dkk menunjukkan bahwa
pasien yang mendapatkan terapi fisik • Teknik latihan untuk ambulasi ber-
dada sejak masa perawatan dini dapat jalan terdiri dari latihan dasar per-
menurunkan masa perawatan secara siapan berjalan, ambulasi berjalan,
bermakna. berjalan secara fungsional, dan en-
durance berjalan.
e. Stimulasi sensoris multimodaljstimu-
• Teknik latihan dasar persiapan berjalan.
lasi koma
Teknik menggunakan paparan sen- • Pemilihan modalitas alat terapi, peng-
sorik eksternal multimodal pada gunaan alat bantu berjalan, ortosis
penderita koma untuk memancing dapat pula diberikan sesuai dengan
arousal dan respons behavior. Walau- preskripsi dokter SpKFR.
pun tingkat efektifitasnya sangat dira- Metode neurorestoratif rehabillitatif
gukan, teknik ini mudah, murah, dan fungsional yang dianggap paling ber-
tidak invasif, sehingga tetap populer manfaat untuk memperbaiki kontrol
untuk dipraktekkan. motorik adalah dengan teknik neuro-
fasilitasi, yaitu berupa:
2. Tata Laksana Neurorestorasi Rehabili-
tatifFase Subakut (Bisa Saat Rawat Inap a. Bobath
Maupun Rawat Jalan) Konsep yang diperkenalkan oleh
Stroke fase subakut ditandai oleh kondisi Berta dan Karel Bobath ini berfokus
hemodinamik dan proses neurologis yang kepada respon kontrol yang timbul
sebagai respons terhadap kerusakan
telah stabil. Tata laksana neurorestorasi
refleks postural. Prinsip utamanya
pada fase ini mulai ditambah dengan
adalah teknik paparan fasilitasi dan
program neurorestorasi fungsional ter-
pola gerak normal.
masuk aplikasi berbagai teknik neuro-
modulasi. b. Brunnstrom
Salah satu konsep terapi neurorehabili-
Gangguan komunikasi seperti afasia, dis-
tatif untuk pasien stroke yang populer
artria, dan kognisi harus ditangani sedini
digunakan di seluruh dunia.
mungkin. Jika ada gangguan menelan
(disfagia) maka dilakukan penanganan c. Rood
gangguan menelan yang lebih intensif, Banyak menerapkan aktifitas dalam
sehingga pasien terbebas dari NGT. Jika fase developmental, stimulasi sensorik
ada gangguan ambulasi berjalan, seperti (terutama jenis stimuli kutaneus),
pada pasien yang belum mampu ber- dan klasifikasi kerja otot.
jalan, maka harus dilatih berjalan dan

371

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

d. Proprioceptive neuromuscular facili- • Subluksasi bahu, nyeri bahu, dan


tation (PFN) shoulder hand syndrome; Perubahan
Banyak menggunakan stimulasi pro- biomekanik yang berbeda dengan
prioseptif perifer seperti peregangan proses traumatic shoulder problem,
dan resistensi gerak untuk mening- sehingga diperlukan Rontgen hingga
katkan respon motorik yang ada. USG muskuloskeletal atas indikasi.
Penggunaan alat bantu, stimulasi
Jika terdapat gangguan perawatan otot, latihan hingga modalitas alat
diri dan aktivitas sehari-hari, maka yang sesuai kondisi pasien.
penggunaan teknik latihan yang spe-
sifik diberikan sesuai dengan dis- Ulkus dekubitus merupakan salah satu
abilitas yang ada. Jika ada gangguan komplikasi yang sering terjadi. Sebagai
miksi dan defekasi termasuk kon- pencegahan, harus dilakukan positioning,
trolnya, dilakukan latihan khusus posturing, dan teknik transfer yang tepat
dengan atau tanpa pressure feedback. minimal lxjhari. Pencegahan tromboem-
Pada penurunan kebugaran kardiore- boli juga hal yang penting untuk diperha-
spirasi, dilakukan program rehabili- tikan dengan cara perubahan posisi dalam
tasi berupa exercise training dibawah waktu 48 jam terutama pada tungkai
pengawasan ketat dokter rehabilitasi bawah dan memperhatikan antikoagulan
medik dengan memperhatikan he- yang telahjsedang diberikan. Pemakaian
modinamik, seperti saturasi 0 2 dan stocking anti trombotik juga dapat ber-
tanda vital). Jika ada gangguan aktivi- manfaat pada kasus-kasus tertentu.-
tas sehari-hari akibat masalah visual, 3. Tata Laksana Neurorestorasi Rehabi-
maka setiap pasien stroke sebaiknya litatif Fase Kronik (Saat Rawat }alan)
dilakukan penapisan gangguan visual Pada stroke fase kronik pada umumnya
agar dapat ditangani secara tepat. sudah terbentuk reorganisasi sistem
Tata laksana disabilitas lain yang sering saraf yang kuat (established), baik yang
dijumpai sebagai komplikasi pasca- berdampak positif, yang negatif. Pada
stroke adalah: fase ini, tata laksana didasarkan pada
adaptasi dan kompensasi terhadap dis-
• Spastisitasjpeningkatan tonus otot
abilitas yang ada.
karena pemulihan sinergis pada eks-
tremitas atas dan bawah; dapat di- Manajemen rehabilitasi yang dilakukan
berikan intervensi berupa pemberian umumnya meliputi:
toksin botulinum A, kombinasi latihan, • Memaksimalkan kemampuan fung-
terapi manual, hingga dynamic splinting. sionaljmelakukan tugasjaktivitas ter-
• Pemendekan otot, kekakuan sendi, tentu.
dan kontraktur; otot harus diposisi- • Kebugaran kardiorespirasi. Pasien
kan dalam posisi eksentrik, latihan pe- harus mendapatkan program latihan
regangan, lingkup gerak sendi, hingga penguatan dan aerobik regular yang
casting.

372

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Sara[

disesuaikan dengan komorbiditas dan Dasar strategi upaya neurorestorasi afasia


keterbatasan fungsi pasien dan telah dapat memakai alternatif dan gabungan
melewati exercise testing sebelumnya. strategi alternatif sebagai berikut:
• Persiapan kembali ke tempat kerja. Pe- a. Mengembalikan fungsi bahasa dan
kerja pascastroke harus diberi kesem- bicara, dengan fokus pada modalitas
patan untuk mendapatkan pelatihan yang terganggu (language impaired-
ketrampilan yang diperlukan kembali based treatment).
serta kesempatan bekerja yang fleksibel.
b. Membantu restorasi modalitas bahasa
• Kembali ke masyarakat. Pasien stroke yang terganggu dengan modalitas
dengan risiko jatuh di komunitas bahasa lain yang masih intak.
harus mendapatkan intervensi kom-
c. Mengompensasi gangguan bahasa
prehensif, seperti program exercise
yang ada dengan menggunakan mo-
spesifik perindividu untuk mencegah
dalitas fungsi luhurfkognitif yang lain.
atau mengurangi kejadian dan kepa-
rahan akibat jatuh. d. Partisipasi aktif dari caregiver dan
penggunaan aplikasi dan teknologi
NEURORESTORASI PADA AFASIA stimulasi bahasa khusus.
Pada fase akut sampai dengan tahun pertama Dalam menentukan teknis menjalankan
pascacedera otak, kelompok keluaran baik strategi ini meliputi pemilihan program,
memperlihatkan peningkatan aktivitas pada penjadwalan, skala prioritas, dan aspek lain-
area sekeliling lesi di hemisfer dominan nya diperlukan komunikasi, koordinasi, dan
yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan evaluasi yang baik antara dokter, terapis,
aktivitas di area homotopik hemisfer non- caregiver, dan keluarga pasien.
dominan. Adapun pada kelompok keluaran
buruk dijumpai hal yang berlawanan, yaitu A. Language Impairment-Based Treatment
peningkatan aktivitas lebih banyak pada Yang termasuk ke dalam strategi her-
area homotopik hemisfer non-dominan. Pada basis fokus pada modalitas bahasa yang
fase kronik, proses pemulihan berlangsung terganggu ini adalah:
lebih lambat dan terjadi secara gradual. Pada
1. Terapi Modalitas Bahasa dari Aspek
kelompok keluaran baik, terjadi peningkatan
Neurokognitif
aktivitas kompensasi gradual pada area
a. Terapi untuk gangguan membaca
homotopikterutamadaerahfrontaldantalamus
di hemisfer nondominan. Pada kelompok b. Terapi untuk gangguan menulis
keluaran buruk, terjadi pula peningkatan c. Terapi untuk gangguan komprehensi
aktivitas di hemisfer nondominan, namun dan produksi kata
dengan intensitas yang jauh lebih rendah. Oleh d. Terapi untuk gangguan word finding
karena itu, upaya neurorestorasi afasia perlu
memperhatikan onset (fase akutjkronik) dan 1) Word retrieval cueing strategies
fungsi areafhemisfer yang perlu diaktifkan (semantic & cueing verbs)
atau dideaktivasi. Pendekatan menggunakan "petun-

373

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

juk'' untuk memancing pasien me- 3. Constraint-therapy


nemukan kata yang diinginkan. Mi- Constraint-induced aphasia therapy
salnya, suku pertama dari suatu kata (CIAT) atau yang dikenal juga dengan
atau petunjuk kontekstuallainnya. constraint-induced language therapy
2) Gesturalfadlitation ofnaming (GES) (CILT) merupakan modifikasi dari
Metoda ini memanfaatkan me- constraint-induced movement therapy
kanisme kognitif intak pasien, (CIMT). Metode ini meliputi latihan
menggunakan asos1s1 gestural berbahasa selama periode waktu
ikonik untuk memancing word re- tertentu (setidaknya 30 jam setiap
trieval secara verbal. latihan selama dua minggu) dengan
meminimalkan komunikasi nonverbal
3) Response elaboration training
yang diharapkan dapat meningkatkan
Terapis wicara berlaborasi dengan
keluaran verbal. Keterlibatan anggota
gumamanfucapan penderita untuk
keluarga dan ternan dalam latihan
memperbaiki kemampuan bicara.
meningkatkan efikasi dari rehabilitasi.
4) Semantic feature analysis treatment Prinsip dari terapi ini ada tiga yaitu:
Penderita afasia dibantu mengiden-
tifikasi keterangan semantik pent- a. Constraint, berarti menghindari peng-
ing yang berkaitan dengan kata tar- gunaan strategi berkomunikasi yang
get (misalnya gedung, buku, dan lain, misalnya dengan gerakan, meng-
tenang untuk "perpustakaan"). gambar dan menulis.
b. Forced use, berarti satu-satunya cara
2. Verb Network Strengthening Treat-
berkomunikasi yang digunakan adalah
ment
dengan berbicara.
Terapi yang didesain terutama untuk
memperbaiki kesukaran mencari kata c. Massed practice, yaitu melakukan
dalam suatu kalimat aktif sederhana latihan terapi sebanyak 2-4 jam per
Metoda ini menggunakan pasangan kata hari.
yang berhubungan dengan kata target
B. Membantu Restorasi Gangguan Mo-
a. Chaining (forward & reverse)
dalitas Bahasa dengan Modalitas Ba-
Pendekatan dengan cara memecah
hasa Lain yang Masih Intak
kata/kalimat menjadi pendek-
Program yang menggunakan dasar ini
pendek, kemudian belajar merang-
untuk restorasi kemampuan bahasa
kaikan dari awal (atau akhir).
pasien di antaranya adalah:
b. Sentence production program
for aphasia 1. Melodic Intonation Therapy (MIT)
Program terapi spesifik yang didi- Terapi ini memakai kemampuan berse-
sain untuk memfasilitasi produksi nandung dan prosodia pasien yang bi-
kalimat spesifik tertentu. asanya masih intak dari aspek intonasi,
melodi, dan ritme untuk meningkatkan

374

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Sara[

kemampuan jumlah pengucapan frasa 3. Augmentative Alternative Commu-


dan kalimat MIT telah lama direkomen- nication (AAC)
dasikan untuk memperbaiki kemam- Menggunakan alat bantu augmentasi,
puan berbahasa pasien-pasien yang seperti papan gambar dan simbol,
mengalami afasia nonfluen. Kandidat atau alat elektronik, untuk membantu
lain yang menunjukkan respons baik penderita afasia mengekspresikan
menggunakan MIT adalah pasien yang komunikasinya. Umumnya di awal
menunjukkan rasa frustasi karena ke- yang mudah diakses karena banyaknya
sulitan berbicaranya, mengulang jargon penggunaan ponsel dan komputer
tertentu, gagal dalam tes penamaan kon- adalah mengetik di ponsel dan key-
frontasional, gangguan repetisi, menun- board komputer.
jukkan upaya keras untuk mengkoreksi
c. Mengompensasi Gangguan Bahasa
ucapannya, dan memiliki komprehensi/
yang Ada dengan Menggunakan Mo-
kognisi yang relatifbaik
dalitas Fungsi Luhur/Kognitifyang Lain
Frasa atau kalimat yang digunakan Strategi ini dirancang khusus dengan
dalam metode terapi ini merupakan mempertimbangkan neuroanatomi kli-
frasa-frasa yang umum dan sering di- nis pusat bahasa yang terganggu dan
gunakan sehari-hari (misalnya i loveyou, sirkuit-sirkuit stimulasi dan kognitifyang
assalaamu'alaikum, dan sebagainya). intak, sehingga program berjalan efektif
Walaupun tampaknya mudah, keluarga/ dan efisien. Umumnya dirancang pada
caregiver pasien perlu mendapat in- afasia dengan gangguan komprehensi ba-
struksi spesifik tentang tata cara hasa pasien danjatau penamaan. Prinsip
latihan atau pengulangan metode ini dasarnya ialah memberi variasi stimulasi
di rumah masing-masing. sensorik (menebakjmenceritakan gambar,
menebak benda dengan rabaan sambil
2. Musical Speech Stimulation (MUSfiM)
menutup mata, menebak lagu, menebak
Merupakan teknik lain dari neurology
bau, mempelajari bahasa isyarat, dan se-
music therapy (NMT) yang dapat di-
bagainya) yang kaya serta merangsang
gunakan untuk inisiasi bicara span-
imajinasi, memori, dan fungsi kognitif
tan. Teknik ini baik digunakan untuk
pasien-pasien afasia nonfluen dan lain untuk memperbaiki komprehensi
bahasa.
primary progressive aphasia. Berbeda
dengan MIT yang menggunakan into- Yang termasuk ke dalam metode terapi
nasi dalam pengucapan frasa sehari- multimodal berbahasa ini di antaranya
hari, teknik MUSTIM menggunakan adalah:
lagu-lagu yang familier bagi pasien.
1. Visual Action Therapy (VAT)
Umumnya lagu-lagu favorit pasien atau
Program yang digunakan bagi pen-
lagu-lagu hafalan masa kanak-kanak,
derita afasia global. Pendekatan
seperti Naik-naik ke Puncak Gunung,
nonverbal ini melatih penderita
Garuda Pancasila, dan sebagainya.
untuk menggunakan gestur tangan

375

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

untuk menyatakan suatu benda Metode komunikasi multimodal an-


atau aktivitas spesifik. tara penderita, pelatihan bagi lawan
komunikasi primernya, dan dalam
2. Promoting Aphasics' Communica-
interaksi sosial (termasuk partisipasi
tion Effectiveness (PACE)
dalam grup afasia).
Program yang didesain untuk me-
ningkatkan kemampuan berkomu- c. Social and life participation effectiveness
nikasi menggunakan semua mo- Pendekatan yang berfokus pada penca-
dalitas dalam bertukar pesan. paian target di kehidupan sehari-hari,
Penderita maupun klinisi secara ber- termasuk pertimbangan apakah pasien
gantian mengarnbil peran sebagai pem- memiliki keluarga yang dapat mendu-
bawa dan penerima pesan. Metode kung dan membantu keseharian hidup
ini akan mendorong penderita afasia penderita.
untuk berperan lebih aktif dalam 2. iPad- Based Speech Therapy
berkomunikasi. Penelitian pada tahun 1983 menunjuk-
3. Oral Reading for Language in Apha- kan bahwa latihan bicara sendiri meng-
sia(ORLA) gunakan aplikasi berbasis komputer
Metoda yang menggunakan petunjuk yang terstandarisasi pada pasien afasia
auditorik, visual, dan tulisan untuk akut dan kronik mendapatkan hasil
membantu penderita afasia membaca yang memuaskan. Terapi ini penting
dengan suara keras (reading sentences pada pasien-pasien yang membutuhkan
aloucfJ. latihan terapi jangka panjang, sehingga
bisa dilakukan secara mandiri. Tujuan-
D. Partisipasi Aktif dari Caregiver dan nya adalah untuk membiarkan pasien
Penggunaan Aplikasi dan Teknologi berperan penting dalarn proses terapin-
Stimulasi Bahasa Khusus ya sendiri, mulai dari menentukan dosis
Beberapa program yang dapat diterap- latihan, batasan kemarnpuan maksimal,
kan adalah: dan target keberhasilan terapinya.
1. Partner Approaches Penelitian terhadap 25 pasien afasia
Teknik yang terrnasuk ke dalam kronik dengan terapi berbasis komputer
metode pendekatan ini adalah: menggunakan aplikasi terapi berbahasa
a. Conversational coaching tactus therapy solutions pada iPad
Terapi yang didesain untuk memper- memperlihatkanperbaikankemarnpuan
baiki komunikasi antara penderita bahasa Aplikasi ini terbagi menjadi
afasia dengan partner komunikasi empat kategori latihan, yaitu membaca,
primernya. Klinisi berperan sebagai menarnai obyek, memaharni kalimat,
pelatih (coach) bagi penderita sekal- dan menulis, serta menyediakan latihan
igus partnernya. kemarnpuan fonologi dan semantik
b. Supported communication interven- pada setiap kategori disertai umpan
tion (SCI) balik. Terapi ini berpotensi besar untuk

376

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Sara[

diserta~ dalann program restorasi nnenyebutkan hal serupa, bahwa ter-


jangka panjang pasien afasia dengan dapat perbaikan yang cukup signifi-
nneneliti serta nnenerjennahkan sesuai kan terhadap kennannpuan berbahasa
kaidah dan budaya bahasa Indonesia. sebelunn dan sesudah dilakukan rTMS
pada afasia pascastroke subkortikal.
3. Repetitive Transcranial Magnetic
Didapatkan perbaikan signifikan pada
Simulation (rTMS)
Saat ini nnulai banyak berkennbang sennua konnponen nnodalitas bahasa
prosedur stinnulasi langsung (direct) pascaaplikasi rTMS harlan dengan
non-invasif sebagai konnplennenter te- frekuensi 4Hz selanna 2 nninggu pada
rapi wicara untuk nnennpercepat proses hennisfer kontralesi. Secara unnunn
pennulihan afasia. Salah satu nnetode terapi ini cukup nnenjanjikan.
yang saat ini populer adalah stinnulasi
nnenggunakan transcranial magnetic PENUTUP
stimulation secara repetitif (rTMS). Pada nnasa lannpau, tata laksana penyakit-
penyakit neurologi banyak dibatasi oleh
TMS nnerupakan suatu nnetode non- dognna kennustahilan yang nnennbuat orang
invasif dalann nnenginduksi depolari- (bahkan ternnasuk para neurolog) berpikir
sasi neuron kortikal di bawah tulang bahwa tidak ada harapan untuk "sennbuh".
kraniunn. TMS yang diberikan secara Pada nnasa kini dengan kennajuan teknologi
repetitif (rTMS) dengan frekuensi nnutakhir, pennahannan nnengenai patofisi-
rendah (<5Hz) pada unnunnnya nneng- ologi penyakit neurologis dan fisiologi pro-
hasilkan inhibisi sinaps yang serupa ses reorganisasi sistenn saraf yang nnendasari
dengan fenonnena long-term depres-
neurorestoratologi nnenjadi sennakin jelas.
sion (LTD). Pada rTMS frekuensi tinggi Hal ini turut nnennacu dan nnenjadi dasar
(>5Hz) ~ nnenghasilkan fasilitasif
perkennbangan ilnnu neurosains, neurobio-
eksitasi sinaps, nnirip dengan fenonnena
logis, neuroprostetik, robotik, dan biomedi-
long-term potentiation (LTP). Seperti
cal engineering untuk kepentingan progrann
halnya LTP dan LTD, efek eksitasi dan
neurorestorasi bagi pasien dengan gang-
inhibisi sinaps yang dihasilkan oleh
guan neurologis. Oleh karena itu, sebaiknya
rTMS tetap dapat bertahan beberapa
dipahanni dasar dan prinsip neurorestorasi
nnenit hingga beberapa jann setelah
denni nnennberikan pelayanan dan tata lak-
stinnulus dihentikan.
sana yang paripurna bagi para pasien.
Naesser dkk, Martin dkk, Weiduschat
dkk nnelaporkan penggunaan rTMS DAFTAR PUSTAKA
frekuensi rendah pada hennisfer non-
1. Meriam-Webster. Definition of store. Meriam
donninan sebagai terapi konnplennenter Webster [serial online]. [diunduh 20 Februari
terhadap terapi wicara konvensional 2017]. Tersedia dari: Meriam-Webster.
pada penderita afasia pascastroke 2. Aho K, Harmsen P. Hatano S, Marquardsen J, Smirnov
nnennberikan hasil yang nnennuaskan. VE, Strasser T. Cerebrovascular disease in the com-
munity: results of a WHO collaborative study. Bull
Tiksnadi dalann laporan kasusnya World Health Organ.1980;58(1):113-30.

377

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

3. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, 2009;47(10):2015-28.


Connors JJ, Culebras A, Elkind MS, George MG, 14. Azad TD, Veeravagu A, Steinberg GK. Neuro-
Hamdan AD, Higashida RT, Hoh BL, Janis LS, Kase restoration after stroke. Neurosurg Focus,
CS, Kleindorfer DO, Lee JM, Moseley ME, Peterson 2016;40(5);E2.
ED, Turan TN, Valderrama AL, Vinters HV. An up- 15. Morris PE, Goad A, Thompson C, Taylor K, Harry
dated definition of stroke for the 21st century: a B, Passmore L, dkk. Early intensive care unit mo-
statement for healthcare professionals from the bility therapy in the treatment of acute respira-
American Heart Association/American Stroke tory failure. Crit Care Med, 2008;36:2238-43
Association. Stroke. 2013;44(7):2064-89. 16. Cherney LR. Oral reading for language in aphasia
4. Dimitridjevic MR. Restorative neurology: intro- (ORLA): evaluating the efficacy of computer-de-
ductory remarks. Dalam: Eccles SJ, Dimitrijevic livered therapy in chronic nonfluent aphasia. Top
MR, editor. Recent achievements in restorative Stroke Rehabil. 2010;17(6):423-31.
neurology: upper motor neuron functions and 17. Mimura M, Kato M, SanoY, Kojima T, Naeser M,
dysfunctions (Voll). Basel: Karger; 1985. h.l-9. kashima H. Prospective and retrospective studies of
5. Dimitri MR. Residual motor function after spinal recovery in aphasia: changes in cerebral blood flow
cord injury. Dalam: Dimitrijevic MR, Kakulas and language function. Brain. 1998;121;2083-94.
BA, McKay WB, Vrbova G, editor. Restorative 18. Saur D, Lange R. Baumgaertner A, Schraknepper V.
neurology of spinal cord injury. New York: Oxford Willmes K, Rijntjes, dkk. Dynamics of language re-
University Press; 2012. h.l-9. organization after stroke. Brain. 2006;129:1371-84.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementeri- 19. Winhuisen L, Thiel A, Schumacher B, Kessler J,
an Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Nasional Rudolf J, Haupt WF, Heiss WD. The right inferior
(RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan frontal gyrus and poststroke aphasia: a follow-up
Pengembangan Kementerian Kesehatan RI; 2014. investigation. Stroke. 2007;38:1286-92.
7. Carrera E, Tononi G. Diaschisis: past, present, fu- 20. Lucas TH, Drane DL, Dodrill CB, Ojemann GA.
ture. Brain. 2014:137(9);2408-22. Language reorganization in aphasics: an electri-
8. Steward 0. Anatomical and biochemical plasticity cal stimulation mapping investigation. Neurosur-
of neurons: regenerative growth of axons, sprout- gery. 2008;63(3):487-97.
ing, pruning, and denervation supersensitivity. 21. Raymer, A.M. & Thompson, C. K. (1991). Effects
Dalam: Selzer M, Clarke S, Cohen L, Duncan pw, of verbal plus gestural treatment in a patient
Gage FH, editor. Textbook of neural repair and reha- with aphasia and severe apraxia of speech. Clini-
bilitation: Neural repair and plasticity (Voll). Cam- cal Aphasiology. 1991;20:285-97.
bridge: Cambridge University Press; 2006. h. 5-25. 22. Pulvermuller F. Neininger B, Elbert T, Mohr B,
9. Lederman E. Neuromuscular rehabilitation in manual Rockstroh B, Koebbel P, dkk. Constraint-induced
and physical therapy. Edinburg: Elsevier; 2010. therapy of chronic aphasia after stroke. Stroke.
10. Hoyer EH, Celnik PA. Understanding and enhanc- 2001;32:1621-6.
ing motor recovery after stroke using transcrani- 23. Norton A, Zipse L, Marchina S, Schlaug G. Melodic
al magnetic stimulation. Restor Neurol Neurosci. intonation therapy: shared insights on how it is
2011;29(6):395-409 done and why it might help. Ann N Y Acad Sci.
11. Ahmad SA, Tiksnadi A, Camellia M, Mayza A. Ef- 2009;1169:431-6.
fectiveness of stroke unit on case fatality rate of 24. Lim KB, Kim YK, Lee HJ, Yoo J, HwangJY, Kim JA, Kim
stroke patient in Cipto Mangunkusumo Hospital SK. The therapeutic effectofneurologicusictherapy
Jakarta Indonesia Dipresentasikan pada: PER- and speech language therapy in post-stroke apha-
DOSS! National Scientific Meeting, 2016 Mei 6-9; sic patients. Ann Rehabil Med 2013;37(4):556-62.
Banten, Indonesia; 2016. 25. Johnson RK, Hough MS, King KA, Vos P, Jeffs T.
12. Chen L, Huang H. Neurorestoratolog: new concept Functional communication in individuals with
and bridge from bench to bedside. Zhongguo Xiu chronic severe aphasia using augmentative com-
Fu ChongJian Wi Ke Za Zhi. 2009;23(3):366-70. munication. J Augmentative and alternative com-
13. Stern Y. Cognitive reserve. Neuropsychologia. munication. 2008;24:269-80..

378

Scanned for Pablo


Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf

26. Helm-Estabrooks N, Fitspatrick PM, Barresi B. naming after TMS treatment in a chronic,
Visual action therapy for global aphasia. JSpeech global aphasia patient-case report. Neurocase.
Hearing Disorders. 1982;47(40:385-9. 2005;11(3):182-93.
27. Li EC, Kitselman K, Dusatko D, Spinelli C. The ef- 31. Martin PI, Naeser MA, Ho M, Treglia E, Kaplan E,
ficacy of PACE in the remediation of naming defi- Baker EH, dkk. Research with transcranial mag-
cits. JComm Disord, 1988;21(6):491-503. netic stimulation in the treatment of aphasia.
28. Cherney LR. Oral reading for language in aphasia Curr Neur Neurosci Rep. 2009;9(6):451-8.
(ORLA): evaluating the efficacy of computer- 32. Stark BC, Warburton EA. Improved language
delivered therapy in chronic nonfluent aphasia. in chronic aphasia after self-delivered iPad
Top Stroke Rehabil, 2010;17(6):423-31. speech therapy. Neuropsychological Rehabili-
29. American Speech-Language-Hearing Association. tation. 2016;29:1-14.
Aphasia. American Speech-Language-Hearing 33. Tiksnadi A. Perbaikan afasia pada stroke subkor-
Association [seial online]. [diunduh 23 Februari tikal pasca rTMS. Neurona. 2015;33(1):14-8.
2017]. Tersedia dari: American Speech-Language- 34. Weiduschat N, Thiel A, Heiss WD. Repetitive trans-
Hearing Association. cranial magnetic stimulation as a complementary
30. Naeser MA, Martin P. Nicholas M, Baker EH, treatment for post stroke aphasia European Neu-
Seekins H, Helm-estabrooks N, dkk. Impproved rological review. 2008;3(2):64-8.

379
Scanned for Pablo
NEUROTRAUMA
Cedera Kepala
Cedera Medula Spinalis
Komplikasi Pascacedera Kepala

Scanned for Pablo


CEDERA KEPALA
24 Yetty Ramn Ram dina/ Aviesena Zairinal

PENDAHULUAN baikan dalam perawatan, sehingga menu-


Cedera (injury) merupakan suatu keadaan runkan kualitas hidup pasien. Oleh karena
yang ditandai adanya stimulus patologis itu, dibutuhkan peran neurolog dalam diag-
yang melampaui kemampuan pemulihan (re- nosis dan penanganan tepat sedini mungkin
covery) suatu sel atau jaringan. Bentuk dari untuk merestorasi otak dan mengurangi ke-
stimulus patologis ini bersifat umum, bisa cacatan hidup semaksimal mungkin.
berupa r·auma, infeksi, iskemia, atau neo-
plasma. Dengan demikian, trauma merupakan EPIDEMIOLOGI
salah satu penyebab cedera pada suatu sel Cedera kepala menyebabkan kematian dan
atau jaringan di tubuh man usia. disabilitas di banyak negara di dunia. Ber-
dasarkan data yang didapatkan dari CDC,
Cedera kepala adalah perubahan fungsi otak
sebanyak 1, 7 juta orang mengalami cedera
atau terdapat bukti patologi pada otak yang
kepala setiap tahun di Amerika Serikat.
disebabkan oleh kekuatan mekanik ekster-
Prevalensi nasional cedera kepala menurut
nal. Cedera kepala dapat diakibatkan oleh
Riskesdas 2013 adalah 8,2%, meningkat
trauma mekanik pada kepala baik secara
0,7% dibandingkan tahun 2007. Sebanyak
langsung atau tidak langsung yang menye-
40,6% cedera kepala diakibatkan oleh ke-
babkan gangguan fungsi neurologis berupa
gangguan fisik, kognitif, dan fungsi psikoso- celakaan motor. Menurut sebaran kelom-
pok usia, cedera kepala lebih banyak terjadi
sial secara sementara maupun permanen.
pada pasien dengan usia produktif. Hal ini
Dalam buku ini, istilah cedera kepala sama
tentunya berdampak besar pada aspek so-
pengertiannya dengan trauma kepala.
sial ekonomi.
Konsekuensi akibat cedera kepala dipe-
ngaruhi beberapa faktor, seperti usia, fak- PATOFISIOLOGI
tor komorbid, sepsis, dan tata laksana yang Patofisiologi cedera kepala diawali dengan
didapatkan. Selain itu, faktor genetik kini pemahaman mengenai biomekanika trau-
diketahui turut mempengaruhi konsekuensi ma. Benturan kepala akan menimbulkan
patologis yang mungkin didapatkan pasien. respons pada tengkorak dan otak, misalnya
Komplikasi tersering pascacedera meliputi perge-rakan (displacement). Secara klinis,
aspek neurologis dan non-neurologis. Ada- respons ini dapat berupa fraktur dan cedera
nya komplikasi neurologis berupa gangguan otak. Risiko pasien mengalami fraktur dan
kognitif dan cedera saraf kranial sering tera- cedera otak ini bergantung kepada faktor

383

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

akselerasi kepala dan durasi gaya mekanik Cedera tumpul umumnya disebabkan oleh
pada kepala. Benturan pada permukaan mekanisme akselerasi atau deselerasi cepat
yang keJ;"aS memiliki durasi singkat de- pada kepala dengan atau tanpa benturan
ngan akselerasi tinggi. Sementara itu, du- (Gambar 1). Tipe cedera ini umumnya ter-
rasi yang lebih lama pada permukaan yang jadi pada kasus kecelakaan lalu lintas atau
kurang keras menurunkan risiko fraktur, jatuh dari ketinggian. Di lain pihak, cedera
tetapi tidak untuk cedera otak, asalkan ak- tembus merupakan cedera akibat penetrasi
selerasinya tetap tinggi. Pemahaman inilah tulang tengkorak oleh objek eksternal, mi-
yang menyebabkan ada kasus dengan frak- salnya tembakan peluru atau tusukan ben-
tur tengkorak tanpa perdarahan otak, atau da tajam. Cedera tembus juga dapat meru-
cedera aksonal difus tanpa fraktur tengkorak. pakan cedera kolateral akibat adanya obyek
eksternal yang mengenai kepala dan me-
Akselerasi kepala memiliki dua komponen
ngakibatkan fraktur impresi hingga terjadi
sesuai arah vektornya, yaitu translasi (sumbu
penetrasi ke dalam rongga kranial.
sagital, koronal, dan aksial) dan rotasi. Ak-
selerasi translasi membuat kepala bergerak Cedera tembus kecepatan rendah menye-
secara sirkular. Sementara itu, akselerasi babkan cedera langsung pada pembuluh
rotasi membuat kepala berubah sudutnya darah, saraf, dan jaringan otak, dengan kom-
terhadap sumbu sentral. Selain akselerasi, plikasi perdarahan dan infeksi. Cedera tern-
kepala juga dapat mengalami deselerasi/ bus kecepatan tinggi, misalnya tembakan
perlambatan yang merupakan bentuk nega- peluru, seringkali mengakibatkan terben-
tif dari akselerasi. Akselerasi timbul karena tuknya luka tembus masuk dan keluar pada
kepala yang bergerak, sedangkan deselerasi tengkorak dan menyebabkan kerusakan
muncul sebagai akibat dari kepala yang ter- otak ekstensif.
bentur. Saat kepala yang sedang bergerak
Gaya mekanik eksternal yang mengenai ke-
lalu terbentur, terjadi kombinasi akselerasi
pala menimbulkan cedera otak primer dan
translasi dan rotasi serta deselerasi. Perge-
sekunder. Cedera otak primer terjadi karena
rakan akibat proses akselerasi dan deselerasi
efek sangat segera (immedia te effect) pada
ini yang menimbulkan tarikan dan regangan
otak akibat gaya mekanik eksternal saat
pada otak dan gesekan antara otak dengan
trauma terjadi. Di lain pihak, cedera otak
tengkorak, sehingga bermanifestasi klinis
sekunder terjadi beberapa saat setelah ke-
dan terlihat kelainan pada pencitraan.
jadian trauma akibat jalur kompleks, yang
Terdapat dua tipe cedera kepala yang ter- berkembang dan mengakibatkan kerusakan
bentuk, yaitu cedera tumpul dan cedera otak lebih luas. Baik cedera otak primer
tembus. Adanya penetrasi dura mater maupun sekunder dapat mengakibatkan
merupakan tolok ukur untuk menentukan lesi patologis fokal atau difus (Tabel 1).
cedera kepala disebut tumpul atau tembus.

384

Scanned for Pablo


Cedera Kepala

A B

D
Gambar 1. Mekanisme Cedera Kepala
(A) cedera akibat tertimpa benda jatuh; (B) cedera tembak; (C) distorsi kranium akibat forsep ( cedera lahir); (D)
cedera counter-coup; (E) punch-drunk injury

Tabell. Bentuk Lesi Difus dan Fokal pada Cedera Otak Primer dan Sekunder
Klasifilcasi Lesi Difus Lesi Fokal
Cedera otak primer Cedera aksonal difus Kontusio fokal
Cedera vaskular difus Perdarahan intraserebral
Perdarahan epidural
Perdarahan subdural
Perdarahan subaraknoid
Cedera otak sekunder Edema otak difus Edema otak fokal
Cedera iskemik difus Cedera iskemik fokal
Cedera hipoksik difus Cedera hipoksik fokal
Disfyngsj metabolik djfus Disfungsj metabolik fo!sal
Sumber: Zasler NO, dkk. Brain injury medicine. Edisi ke-2. 2013. h. 138.

385

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pada cedera otak primer, lesi difus dapat duksi penglepasan glutamat yang akhirnya
berupa cedera aksonal difus dan cedera mengaktivasi reseptor N-metil-0-aspartat
vaskular difus, sedangkan lesi fokal berupa (NMDA) .
kontusio fokal, perdarahan intraserebral,
Selanjutnya terjadi konsentrasi ion kalsium
perdarahan subdural, dan perdarahan epi-
di mitokondria, sehi ngga terbentuk banyak
dural. Sementara itu, bentuk cedera otak
radikal be bas (reactive oxygen speciesjROS),
sekunder dapat berupa edema otak, cedera
aktivasi kaspase, apoptosis neuron, dan
iskemik, cedera hipoksik, difus, dan dis-
fosforilasi oksidatif inefisien. Konsekuensi
fungsi metabolik. Semua bentuk cedera otak
terakhir ini selanjutnya akan menyebabkan
sekunder dapat terjadi secara difus atau fo-
metabolisme anaerob dan pada akhirnya
kal. Pada kenyataannya, beberapa lesi dapat
kegagalan energi. Inilah yang menjadi inti
terjadi pada setiap kasus cedera kepala,
permasalahan karena neuron membutuh-
misalnya perdarahan epidural dan kontusio
kan energi yang cukup pada kondisi cedera.
fokal, atau cedera aksonal difus dan perda-
Neuron dengan kegagalan energi tidak
rahan subaraknoid.
dapat berfungsi normal dan selanjutnya ter-
Di samping cedera otak sekunder terse- jadi asidosis, edema, dan iskemia yang me-
but, konsekuensi lanjutan dari cedera otak nambah berat kerusakan otak.
primer dapat berupa kerusakan sekunder
Berikut adalah beberapa contoh lesi fokal
(secondary insult), seperti hipotensi, hipok-
dan difus akibat cedera kepala:
sia, demam, hipojhiperglikemia, gangguan
elektrolit, anemia, kejang, dan vasospasme. Lesi Fokal
Di antara semua itu, faktor yang paling ber- 1. Cedera scalp
pengaruh terhadap prognosis buruk adalah Cedera fokal pada scalp dalam bentuk la-
hipotensi dan hipoksia yang akan memper- serasi dan abrasi dapat menjadi penanda
berat cedera_otak. penting untuk menentukan tempat ter-
Cedera otak primer akibat benturan pada jadinya benturan dan dapat memberi-
kepala menimbulkan serangkaian proses kan gambaran obyek yang mengenainya.
yang pada akhirnya menjadi cedera otak Laserasi scalp merupakan hal penting
sekunder (Gambar 2). Saat benturan ter- yang harus diperhatikan karena dapat
jadi, neuron mengalami regangan dan menjadi jalur masuk infeksi dan sum-
tarikan yang termasuk dalam cedera otak ber perdarahan. Sementara, adanya me-
primer. Peristiwa ini mengganggu integri- mar tidak selalu menjadi penanda yang
tas dan kerja pampa ion membran sel, ter- berhubungan dengan lokasi benturan,
jadi perpindahan ion natrium dan kalsium sebagai contoh: (1) memar periorbita
ke intrasel dan ion kalium ke ekstrasel. Hal seringkali berkaitan dengan patah tu-
ini akan meningkatkan konsentrasi ion kal- lang orbita akibat cedera contra-coup
sium intrasel yang kemudian memiliki kon - pada oksiput, (2) memar pada mastoid
sekuensi, yaitu aktivasi calpain yang bisa (tanda Battle) dapat disebabkan oleh ali-
mendegradasi protein sitoskeletal dan in- ran darah dari fraktur yang terjadi pada
tulang temporal pars petrosus.

386

Scanned for Pablo


Cedera Kepa /a

Gangguan lcerja
lnfluks Na· & Ca 2•
pompaion
Elluks K·
membransel

Gam bar 2. Patofisiologi Cedera Otak Sekunder


ROS: reactive oxygen species, NMDA: N-metil-0-as partat

2. Fraktur basis kranii 3. Kontusio dan laserasi serebri


Fraktur basis kranii dapat menjadi in- Robekan (laserasi) pada pia mater
dikasi besarnya energi mekanik yang seringkali berhubungan dengan jejas
mengenai kepala. Energi mekanik yang pada otak (kontusio). Pada kontusio
mengenai daerah yang luas pada teng- serebri, parenkim otak mengalami ede-
korak mengakibatkan fraktur kominu- ma dan perdarahan.
tif, sedangkan pada daerah yang sempit
Jejas yang terdapat tepat di titik trauma
mengakibatkan fraktur impresi. Fraktu
disebut jejas coup, sedangkan yang terdapat
basis kranii dapat mengakibatkan bo-
di sisi kontralateral titik trauma disebut je-
cornya cairall. serebrospinal dan men-
jas countercoup (Gambar 4). Sebagai con-
gisi sinus-sinus, sehingga dapat menjadi
toh, benturan di kepala bagian depan akan
sumberinfekshntrakranial (Gambar 3).
menghasilkan jejas coup di lobus frontal
dan jejas countercoup di lobus oksipital

387
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Gam bar 3. Fraktur Sphenoid Wing Kiri dan Tulang Temporal Kiri (panah)
(Dok: Pribadi)

A B

D E

Gambar 4. Mekanisme Kontusio Serebri


(A) kontusio frontotemporal akibat benturan di frontal; (B) kontusio frontotemporal akibat benturan di oksipital;
(c) kontusio lobus temporal akibat cedera counter-coup; (d) kontusio frontotemporal akibat benturan pada tem-
porooksipital kontralateral; (e) kontusio temporooksipital mesial akibat benturan di vertex

Jejas coup umumnya terjadi pada kasus ak- gedung. Saat seseorang jatuh dari suatu
selerasi cepat, misalnya saat kepala dipukul ketinggian, kepala mengalami akselerasi
dengan benda keras. Sementara itu, jejas akibat gravitasi bumi dan diikuti deselerasi
countercoup umumnya terj adi pada kasus cepat akibat menghantam tanah.
d_eselerasi cepat, misalnya jatuh dari atas

388

Scanned for Pablo


Cedera Kepa/a

Perdarahan pada .kontusio serebri dapat menyebabkan robeknya arteri meni-


meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). ngea media. Oleh karena itu predilek-
Perdarahan dapat meluas hingga ke sub- si perdarahan epidural dLarea tempo-
stansia alba dan rongga subdural, yang ral atau temporo-parietal (70- 80%).
umumnya terjadi pada lobus frontal dan Perdarahan ini ditandai dengan aku-
temporal (Gambar 5). Dalam beberapa hari, mulasi darah di antara dura mater
perdarahan ini akan diabsorbsi oleh otak, dan tulang tengkorak, sehingga gam-
sehingga menghasilkan kavitas pada girus baran hematomnya khas berbentuk
otak. Perdarahan dapat bersifat asimptoma- cembung atau bikonveks (Gambar 6) .
tik, tetapi memiliki risiko mengakibatkan
Volume perdarahan merupakan penanda
epilepsi di kemudian hari. Diskontinuitas ja-
luaran pasien dengan perdarahan epi-
ringan otak akibat kontusio disebut sebagai
dural. Pasien dengan volume darah lebih
laserasi otak.
dari 150mL memiliki prognosis yang
4. Perdarahan intrakranial lebih buruk.
a. Perdarahan e'pidural b. Perdarahan subdural
Perdarahan ini lebih sering terjadi Perdarahan subdural (Gambar 7)
pada pasien usia muda (10- 30 ta- merupakan perdarahan akibat robek-
hun) . Hal ini diakibatkan adanya nya vena jembatan (bridging vein) ter-
fraktur linear tengkorak, terutama di utama yang berdekatan dengan sinus
tulang temporal pars skuamosa yang sagital superior. Perdarahan subdural
umumnya diseb.abkan oleh akselerasi
atau deselerasi kepala dengan atau
tanpa benturan langsung. Perdara-
han subdural seringkali dialami oleh
pasien lanjut usia karena umumnya
telah terjadi atrofi otak yang menye-
babkan meningkatnya kapasitas otak
untuk bergerak di dalam rongga otak.
Perdarahan subdural dapat terjadi
akut (<3 hari), subakut (3 hari - 3 mi-
nggu awitan), atau kronik (lebih dari 3
minggu awitan). Perdarahan subdural
akut terdiri atas bekuan darah yang
lembut (seperti gel). Setelah beberapa
hari, bekuan tersebut akan dipecah
menjadi cairan serosa dan setelah
Gambar 5. Gambaran CT Scan Kontusio Serebri di 1-2 minggu akan terbentuk jaringan
Lobus Temporal Kiri (panah putih) granulasi dengan fibroblas dan pem-
(Dok: Pribadi)
buluh darah baru.

389

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Walaupun perdarahan biasanya akan


direabsorbsi, seringkali terjadi perda-
rahan ulang akibat pembuluh darah
baruyangimatur. Disampingitu, perda-
rahan subdural kronik seringkali ter-
jadi pada pasien lanjut usia, orang
yang rutin mengonsumsi alkohol, dan
pasien dengan tekanan intrakranial
rendah, seperti pasien hidrosefalus
dengan pirau ventrikuloperitoneal
(ventriculoperitonea/ shunt).

Tabel 2. Derajat Cedera Aksonal Difus


Derajat 1 Kerusakan aksona l
Derajat 2 Kerusakan akso nal dan les i fokal perda-
rahan di korpus kalosum
Derajat 3 Kerusakao aksonal dan lesi fokal perda- Gam bar 6. Gambaran CT Scan Perdarahan Epidural
rahan di korpus kalosu m dan batang di Lobus Temporooksipital Kanan (panah putih)
otak (Dok: Pribadi)
Sumber: Adams JH, dkk. Histopathology. 1989. h. 49-59.

c. Perdarahan subaraknoid kepala biasanya akibat sekunder dari


Akumulasi darah di subaraknoid dapat ter- perdarahan intraserebral pada daerah
jadi setelah cedera kepala, terutama yang ganglia basal atau kontusio serebri.
berhubungan dengan kontusio dan laserasi. e. Perdarahan intraserebral
Perdarahan subaraknoid seringkali men- Perdarahan intraserebral (Gambar 9)
jadi penyulit pada kasus perdarahan intra- dapat muncul secara sekunder dengan
ventrikular karena kebocoran (leakage) kontusio atau berhubungan dengan cedera
darah e ruang sUbaraknoid melalui fora- akson difus. Perdarahan ini umumnya ter-
men Luschka dan Magendie. Perdarahan bentuk di daerah ganglia basal, talamus,
subaraknoid karena cedera kepala biasa- dan substansia alba bagian parasagital.
nya terdistribusi di sulkus-sulkus serebri di
sekitar verteks dan tidak mengenai sistema Lesi Difus
basalis (Gambar 8). Perdarahan subarak- 1. Cedera aksonal difus
noid seringkali terjadi akibat benturan Cedera aksonal difus memiliki beberapa
pada otak atau leher dan menyebabkan hi- penyebab. Selain cedera kepala, hal ini
langnya kesadaran secara langsung. Kom- juga dapat disebabkan oleh hipoksia,
plikasi kronik perdarahan subaraknoid iskemia, dan hipoglikemia. Karakteris-
adalah terbentuknyahidrosefalus. tik cedera akson yang diakibatkan oleh
cedera kepala berbeda dengan keadaan
d. Perdarahan intraventrikular hipoksik iskemik.
Perdarahan intraventrikular pada cedera

390

Scanned for Pablo


Cedera Kepala

Gambar 7. Perdarahan Subdural Regio Frontotemporooksipital Kiri (panah hitam) dengan Pergeseran
Garis Tengah (panah putih)
(Dok: Pribadi)

Gambar 8. Gambaran CT Scan Perdarahan Subaraknoid Traumatik di Lobus Temporal Kanan (panah putih)
(Dok: Pribadi)

Gambar 9. Gambaran CT Scan Perdarahan Intraserebral di Lobus Temporal Kanan (panah putih)
(Dok: Pribadi)

391

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Cedera aksonal difus disebabkan oleh yaitu: vasodilatasi pembuluh darah otak
akselerasi atau deselerasi cepat kepala, yang mengakibatkan meningkatnya
terutama jika terdapat gerakan rotasional volume darah ke otak, rusaknya sawar
atau koronal. Umumnya terjadi pada ka- darah otak yang menyebabkan bocornya
sus kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari cairan (edema vasogenik), dan mening-
ketinggian. Secara patologi, cedera ak- katnya kandungan air di dalam sel neu-
sonal difus dicirikan dengan kerusakan ron pada sistem saraf pusat (edema si-
akson dan perdarahan petekie. Petekie totoksik).
ini muncul secara instan dan menentu-
Edema otak akan meningkatkan TIK
kan derajat cedera aksonal aksonal difus
dan menurunkan tekanan perfusi otak,
(Tabel2).
sehingga menyebabkan kerusakan otak
Secara klinis, pasien akan kehilangan akibat iskemia. Perbedaan tekanan dian-
kesadaran sejak terjadinya cedera, dis- tara kompartemen otak dapat mengaki-
abilitas berat, dan status vegetatif yang batkan herniasi otak. Herniasi subfalsin
persisten. Oleh karena kerusakan yang girus singulatum akan menyebabkan
terjadi di tingkat akson, maka gambar- kompresi pada arteri serebral anterior.
an CT scan sering tidak menunjukkan Sementara herniasi transtentorial dapat
kelainan. Pada kondisi ini, pemeriksaan menyebabka,n kompresi pada arteri se-
MRI dapat dikerjakan untuk melihat lesi rebral posterior, girus parahipokampus,
patologis di parenkim. dan otak tengah. Herniasi transfora-
men batang otak menyebabkan iskemia
2. Cedera vaskular difus
yang berujung pada menurunnya fungsi
Berbeda dengan cedera aksonal difus
batang dan otak atau kematian.
yang melibatkan akson, cedera vaskular
difus didominasi oleh keterlibatan pem-
GEJALA DAN TANDA KLINIS
buluh darah. Beberapa pasien cedera
Cedera kepala dapat diklasifikasikan ber-
kepala yang mengalami akselerasi atau
dasarkam (1) tingkat kesadaran pasien
deselerasi cepat dan parah dapat meng-
menurut Skala Koma Glasgow (SKG), (2) lo-
alami perdarahan petekie pada otak
kasi lesi, dan (3) patologi.
tanpa sempat mengalami cedera ak-
sonal, akibat besarnya energi mekanik Berdasarkan tingkat kesadaran, cedera ke-
yang menyebabkan pecahnya pembuluh pala dapat dibagi menjadi:
darah. Hal inilah yang . dijumpai pada a. Cedera kepala minimal: SKG 15; tidak
cedera vaskular difus. ada pingsan, tidak ada defisit neurologis,
3. Edema otak dan iskemia serebral CT scan otak normal.
Edema otak adalah gambaran umum b. Cedera kepala ringan: SKG 13-15, ter-
yang ditemukan pada cedera kepala, dapat pingsan kurang dari 10 menit, ti-
terutama pasien anak-anak dan dewasa dak terdapat defisit neurologis, CT scan
muda. Edema otak pada cedera kepala otak normal.
terjadi melalui beberapa mekanisme,

392

Scanned for Pablo


Cedera Kepala

c. Cedera kepala sedang: SKG 9-12, ter- Pemeriksaan CT scan atau MRI pada komo-
dapat pingsan 10 menit-6 jam, terdapat sio serebri seringkali menunjukkan hasil
defisit neurologis, CT scan otak abnor- normal, padahal sebenarnya sudah terjadi
mal. kerusakan secara mikroskopik pada akson.
d. Cedera kepala berat: SKG 3-8, terdapat Jika didapat kelainan pada pemeriksaan
pingsan lebih dari 6 jam, terdapat defisit tersebut, maka ini membuktikan pasien ti-
neurologis, CT scan otak abnormal. dak hanya mengalami komosio serebri.

Berdasarkan lokasi lesi, cedera kepala dapat 2. Perdarahanepidural


dibagi menjadi: Perdarahan epidural secara klinis ditan-
dai dengan adanya interval lusid, yaitu
a. Cedera kepala lesi difus: aksonal dan periode kesadaran pulih diantara dua
vaskular penurunan kesadaran. Pada awal terjadi
b. Cedera kepala lesi fokal, yang terbagi cedera kepala, kesadaran pasien akan
menjadi: menurun. Selanjutnya pasien akan sadar
- Kontusio dan laserasi serebri penuh, tetapi kembali kehilangan ke-
sadaran beberapa saat kemudian karena
- Perdarahan (hematom) intrakranial:
adanya akumulasi darah. Sementara itu,
hematom epidural, hematom subdu-
15% pasien diketahui tidak mengalami
ral, hematom intraparenkim (bema-
penurunan kesadaran sesaat setelah
tom subaraknoid, hematom intraser-
cedera kepala terjadi. Dengan demiki-
ebral, hematomintraserebelar).
an, pasien dengan perdarahan epidural
Berdasarkan patologi, cedera kepala membutuhkan pemantauan ketat untuk
dapat diklasifikasikan menjadi ko- mencegah pasien jatuh perburukan.
mosio, kontusio, dan laserasi sere-
Selain intervallusid, juga dapat ditemukan
bri. Pembagian lain dapat berupa
tanda dan gejala peningkatan TIK, di anta-
komosio serebri serta perdarahan
ranya nyeri kepala dan muntah karena aku-
epidural, subdural, subaraknoid, dan
mulasi darah akan meningkatkan volume
intraserebral, dengan penjelasan se-
di dalam tengkorak, sementara tengkorak
bagai berikut:
memliki daya akomodasi yang terbatas.
1. Komosio serebri
Seiring progresifitas penyakit, bebera-
Secara klinis, komosio serebri memi-
pa pasien dapat ditemukan penurunan
liki manifestasi klinis yang tidak berat.
frekuensi nadi, menurunnya frekuensi
Pasien dengan komosio serebri umum-
pernapasan, dan meningkatnya tekanan
nya mengalami penurunan kesadaran
darah (refleks Cushing). Gejala lain yang
kurang lebih 30 menit. Setelah itu, terjadi
juga dapat menandakan perdarahan epi-
pemulihan hingga seperti sebelum ter-
dural sudah berada dalam tahap lanjut
jadinya cedera kepala. Namun, umumnya
adalah ditemukannya hemiparesis, re-
pasien akan mengalami amnesia pasca-
fleks patologis Babinski positif, dilatasi
trauma.
pupil yang menetap pada satu atau ke-

393

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel 3. Perbedaan Perdarahan Epidural dengan Subdural

Varia bel Perdarahan Epidural Perdarahan Subdural


Top is Ruang an tara epidural dengan Ruang an tara dura mater dengan
tengkorak araknoid
Pembuluh darah yang terkena Arteri (a. meningea med ia) Vena (bridging vein)
Usia Dominan muda (10-30 tahun) Tua (>40 tahun)
Intervallusid Sering dijumpai jarang dijumpai
Progresivitas ke arah perburukan Cepat Lam bat
Kronisitas (-) (+)
Kejang )a rang dijumpai Sering dijumpai
Bentuk perdarahan pada CT scan Bikonveks, cembung Bulan sabit
Letak perdarahan (pada umumnya) Ipsilateral fraktur tengkorak Kontralateral fraktur tengkorak

dua mata, serta deserebrasi. Tanda-tan- Interval lusid hanya ada pacta kurang dari
da tersebut mengindikasikan terjadinya 30% kasus dan seringkali berkaitan dengan
herniasi otak. kasus kontusio dan laserasi otak.
3. Perdarahan subdural Pacta perdarahan subdural subakut, hema-
Gejala klinis perdarahan subdural mirip tom terbentuk dalam waktu 3 hari hingga
dengan perdarahan epidural. Namun, 3 minggu pascacedera disertai penurunan
perdarahan subdural memiliki gejala fungs i neurologis sejalan dengan besarnya
klinis yang sering ditemui berupa ke- hematom yang terbentuk. Ditemukan hemi-
jang. Sementara itu, tanda klinis her- paresis kontralateral pacta SO% kasus dan
niasi lebih jarang ditemukan daripada ipsilateral (25% kasus) dengan angka ke-
perdarahan epidural. Pacta perdarahan matian sebesar 25%.
subdural, hematom umumnya berada di
Pacta perdarahan subdural kronik, hema-
sisi kontralateral fraktur tengkorak, ber-
tom terbentuk 3 minggu bahkan lebih pas-
beda dengan hematom pacta perdarahan
cacedera yang diagnosisnya terlihat dari
epidural yang berada di sisi ipsilateral
gambaran CT scan atau MRI. Secara klinis,
(Tabel3).
gejala perdarahan subdural kronik dapat
berupa perubahan status mental, disfungsi
Perdarahan subdural dapat bersifat akut,
neurologis fokal, peningkatan tekanan in-
subakut, dan kronik. Pacta kasus akut, hema-
trakranial, dan kejang fokal. Pasien dapat
tom terbentuk kurang dari 3 hari dan um-
mengalami perubahan tingkat kesadaran
umnya berhubungan dengan cedera kepala
yang fluktuatif, tetapi bukan merupakan ge-
yang lebih hebat. Adanya koinsidensi perda-
jala utama.
rahan intraserebral dan epidural menjadi
penyulit perdarahan subdural akut. Kasus 4. Perdarahan intraserebral
perdarahan subdural akut sering terjadi Perdarahan ini umumnya disebabkan
pacta pasien usia muda yang tidak meng- oleh disrupsi parenkim otak akibat pe-
alami perbaikan kesadaran sejak cedera. nonjolan dari patahan tulang tengkorak

394

Scanned for Pablo


Cedera Kepa/a

dan menyebabkan pembuluh darah ter- dua sisi, bingung, diplopia, dan orientasi
kait sehingga terbentuk hematom yang pasien terhadap waktu, tempat, serta
terletak intraparenkim. Klinis yang tam- orang perlu ditanyakan saat anamnesis.
pak serupa dengan perdarahan intrapa- Gejala berupa bocornya cairan serebro-
renkim yang sama dengan mekanisme spinal melalui hidung (rinorea) atau telinga
perdarahan otak lainnya, seperti pada (otorea) juga perlu ditanyakan.
ruptur aneurisma. 7. Hal lain yang juga perlu ditanyakan
adalah obat rutin yang sering dikonsum-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING si pasien, riwayat penyakit dahulu, gaya
Diagnosis cedera kepala harus dilakukan hidup (alkohol, rokok, dan narkoba), ser-
secara cepat dan akurat, mengingat kondisi ta riwayat penyakit keluarga.
emergensi. Proses anamnesis dan peme-
riksaan fisik generalis dan neurologis ha- Pada pemeriksaan status generalis, peme-
rus efektif dan efisien, disesuaikan dengan riksaan kepala harus dilakukan dengan
kondisi lapangan yang membutuhkan tin - detail, serta bagian tubuh lain yang dapat
dakan segera. menunjukkan beratnya trauma. Berikut ini
merupakan tanda diagnostik yang dapat di-
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu digali jadikan tanda awal untuk mendiagnosis:
dalam anamnesis :
Tanda diagnostik klinik perdarahan epidural:
1. Mekanisme cedera kepala secara de- • Terdapat intervallusid
tail, meliputi proses terjadinya, posisi
• Kesadaran semakin lama semakin
pasien saat kejadian, bagian tubuh yang
menurun
pertama kali terkena, kecepatan (jika
kecelakaan lalu lintas) a tau besarnya • Hemiparesis kontralateral lesi yang ter-
kekuatan (jika pukulan atau barang) jadi belakangan
obyek yang menyebabkan cedera kepala. • Pupil anisokor
2. Tingkat kesadaran, perlu ditanyakan • Adanya refleks Babinski di kontralaterallesi
k~sadaran memang sudah hilang se- • Fraktur di daerah temporal
jak setelah trauma atau hilang setelah
Tanda diagnostik perdarahan epidural di
pasien sempat sadar.
fossa posterior:
3. Durasi hilangnya kesadaran.
• Intervallusid tidak jelas
4. Amnesia pascatrauma, tanyakan kondisi
• Fraktur kranii oksipital
pasien sebelum, saat, dan setelah trauma.
• Hilang kesadaran dengan cepat
5. Nyeri kepala, perlu dibedakan nyeri aki-
bat peningkatan tekanan intrakranial • Gangguan serebelum, batang otak, dan
atau disebabkan oleh nyeri somatik aki- pernapasan
bat cedera scalp. • Pupil isokor
6. Gejala neurologis lain, seperti anosmia, • Pada CT scan otak didapatkan gambar-
kejang, kelemahan tubuh sesisi atau an hiperdens (perdarahan) di tulang

395

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

tengkorak dan dura, umumnya di daerah


temporal, dan tampak bikonveks
Tanda diagnostik perdarahan subdural:
• Nyeri kepala
• Kesadaran bisa menurun atau normal
• Pada CT scan otak didapatkan gambar-
an hiperdens (perdarahan) di antara
dura mater dan araknoid yang tampak
seperti bulan sabit.
Tanda diagnostik fraktur basis kranii:
• Anterior
Keluarnya cairan likuor melalui hi-
dungjrinorea
Perdarahan bilateral periorbital eki- Gambar 10. Halo Sign atau Double-Ring Sign yang
mosisjraccoon eye Menyerupai Dua Buah Cincin (panah warna hitam
dan putih)
- Anosmia
• Media riksaan dengan menggunakan CT scan.
Keluarnya cairan likuor melalui te-
lingajotorea Tanda diagnostik cedera aksonal difus:
Gangguan N. VII dan N. VIII • Pasien mengalam koma dalam waktu
lama pascacedera kepala.
• Posterior
Bilateral mastoid ekimosisjtanda Battle • Disfungsi saraf otonom.
• Gambaran CT scan otak di awal cedera
Kebocoran cairan serebrospinal melalui menunjukkan kondisi normal, tidak ada
telinga atau hidung pada fraktur basis kra- tanda perdarahan dan edema. Namun,
nii dapat dideteksi dengan adanya halo/ setelah 24 jam basil CT scan akan mem-
double-ring sign. Hal ini terjadi karena berikan gambaran edema otak yang luas.
prinsip kromatografi yang menunjukkan
Pemeriksaan Penunjang
bahwa cairan serebrospinal dan darah
1. Pencitraan pada fase akut
akan terpisah sesuai koefisien difusi saat
Seiring dengan perkembangan teknologi,
diteteskan di kassajkain. Terpisahnya ke-
pemeriksaan rontgen tengkorak telah di-
dua komponen inilah yang membentuk gam-
gantikan oleh adanya CT scan. CT meru-
baran menyerupai dua buah cincin (Gambar
pakan pilihan utama dalam kasus cedera
10). Tanda ini dapat muncul bila konsentrasi
kepala akut. CT scan nonkontras potong-
cairan serebrospinal sekitar 30-90%.
an aksial dapat dengan cepat meng-iden-
Selain itu, untuk menegakkan diagnosis tifikasi massa desak ruang dalam ben-
fraktur basis kranii perlu dilakukan peme- tuk hematom yang membutuhkan tata

396

Scanned for Pablo


Cedera Kepala

laksana operatif segera. Kemampuan CT dibanding CT scan untuk mendeteksi


scan untuk memindai jaringan lunak dan cedera aksonal difus.
tulang, membuat CT scan unggul dalam
Diagnosis banding
mengidentifikasi fraktur tengkorak jenis Apabila klinisi telah melakukan prosedur
impresi atau linier dan fraktur basis kra- anamnesis dan pemeriksaan dengan cermat,
nii. penegakan diagnosis cedera kepala tidak me-
Menurut National Institute for Health merlukan diagnosis banding~ Hanya pada
and Clinical Excellence (NICE), CT scan kasus-kasus tertentu saja perlu dicurigai
perlu dilakukan jika pasien: adanya kemungkinan diagnosis lain. Hampir
semua kelainan intrakranial dapat dijadikan
• Memiliki skor SKG kurang dari 13
diagnosis banding untuk cedera kepala, yaitu
pascacedera
keganasan otak, stroke, dan aneurisma.
• Skor SKG 13 atau 14 dua jam pasca-
cedera Selain pencitraan, pemeriksaan penanda
biokimia, seperti creatine kinase brain type
• Dicurigai mengalami fraktur terbuka
(CK-BB), neuron-specific enolase (NSE),
atau impresi
protein S100, dapat dilakukan pada pasien
• Memiliki tanda-tanda fraktur basis cedera kepala. Penelitian di RSUPN Cipto
kranii Mangunkusumo menunjukkan bahwa kadar
• Mengalami kejang pascacedera protein S100 yang tinggi cenderung memi-
• Mengalami defisit neurologis sentral liki luaran yang buruk. Sayangnya, penanda
• Mengalami muntah yang lebih dari 1 biokimia ini tidak sensitif hanya terhadap
kali kerusakan otak akibat cedera kepala, melain-
kan juga pada kondisi stroke, ensefalopati
• Mengalami amnesia tentang kejadian
hepatikum, dan penyakit neurodegeneratif,
30 menit sebelum cedera kepala
seperti Alzheimer.
2. Pencitraan pada fase subakut
Pemeriksaan MRI tidak rutin dilakukan TATA LAKSANA
pada fase subakut. Hal ini berkaitan de- Dasar tata laksana awal untuk semua kasus
ngan sulitnya mobilisasi pasien yang be- cedera kepala bertujuan untuk menjaga ke-
rada dalam kondisi kritis. Pemeriksaan stabilan hemodinamik, penanganan segera
dengan MRI dilakukan setelah pasien akibat cedera primer, mencegah cedera ja-
dalam keadaan stabil. MRI dapat mem- ringan otak sekunder dengan cara mencegah
berikan gambaran yang lebih jelas dan munculnya faktor-faktor komorbid seperti
dapat menggambarkan luasnya cedera hipotensi dan hipoksia, serta mendapatkan
serta mampu memberikan informasi penilaian neurologis yang akurat.
tentang prognosis pasien ketika berada
Prinsip tata laksana awal pada cedera ke-
di ruang rawat intensif. CT scan lebih
pala secara umum sama seperti cedera di
unggul dibanding MRI untuk mendeteksi
tempat lain. Penanganan didasari pada
perdarahan. Namun, MRI lebih unggul
prinsip emergensi dengan survei primer.

397

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Adapun survei primer meliputi tindakan dibutuhkan tekanan darah arteri rerata (mean
yang umumnya disingkat ABCD, yaitu: arterial pressure/MAP) sekitar 70mmHg.
1. A-Airway Ualan napas) Dalam penanganan cedera kepala, perlu
Prinsipnya adalah memastikan jalan diperhatikan adanya tanda-tanda pening-
napas tidak mengalami sumbatan. Apabi- katan TIK karena harus diturunkan segera.
la diperlukan dapat digunakan alat bantu Berdasarkan mekanisme hipoksia yang ter-
seperti oropharyngeal airway (OPA). jadi pada cedera, maka edema yang terjadi
adalah edema sitotoksik, sehingga diguna-
2. 8-Breathing (pernapasan adekuat)
kan manito! 20%. Terapi ini menggunakan
Prinsip pernapasan adekuat adalah de-
prinsip osmosis diuresis. Manito! memiliki
ngan memperhatikan pola napas, gerak
efek ekspansi plasma yang dapat menghasil-
dinding perut, dan kesetaraan pengem-
kan gradien osmotik dalam waktu cepat.
bangan dinding dada kanan dan kiri.
Cairan ini dapat meningkatkan aliran darah
Apabila alat tersedia, diharapkan satu-
serebral dan tekanan perfusi serebral yang
rasi oksigen di atas 92%.
akan meningkatkan suplai oksigen.
3. C-Circulation (sirkulasi)
Dosis pemberian manito! dimulai dari 1-2g/
4. D-Disability (melihat adanya disabilitas) kgBB dalam waktu lh-1 jam tetes cepat.
Berdasarkan konsensus Perhimpunan Setelah 6 jam pemberian dosis pertama,
Dokter Saraf Seluruh Indonesia (PER- dilanjutkan dengan dosis kedua O,SgjkgBB
DOSS!), disabilitas mengacu pada ada dalam waktu lh-1 jam tetes cepat. Selanjut-
tidaknya lateralisasi dan kondisi umum nya 12 jam dan 24 jam kemudian diberikan
dengan memeriksa status umum dan fo- 0,25gjkg88 selama lh-1 jam tetes cepat.
kal neurologis.
Tata Laksana Operatif
Sebagai tambahan, perlu dilakukan imo- Tindakan operatif dilakukan sesuai indikasi.
bilisasi tulang belakang karena cedera ke- Ada pun tindakan operatif dilakukan apabila
pala seringkali dibarengi dengan adanya terdapat kasus seperti disebut di bawah ini:
cedera pada medula spinalis. lmobilisasi
dilakukan sampai didapatkan bukti tidak 1. Perdarahan epidural adalah:
terdapat cedera tulang belakang. a. Lebih dari 40cc dengan pergeseran
garis tengah pada daerah temporal/
Tata Laksana Farmakologis frontal/parietal dengan fungsi batang
Hipotensi adalah salah satu prediktor mortali- masih baik
tas pada cedera kepala berat. Oleh karena itu,
b. Lebih dari 30cc pada daerah fos-
perlu dilakukan resusitasi dengan cepat begi-
sa posterior dengan tanda-tanda
tu tanda-tanda syok ditemukan. Banyak pusat
penekanan batang otak atau hidrose-
trauma merekomendasikan kristaloid isoto-
falus dengan fungsi batang otak rna-
niksebagai cairan pengganti. Cairan hipotonik
sib baik.
harus dihindari karena dapat mengeksaser-
basi edema serebral. Untuk mempertahankan c. Perdarahan epidural yang progresif.
tekanan perfusi serebral sebesar SOmmHg,

398

Scanned for Pablo


Cedera Kepala

d. Perdarahan epidural tipis dengan RS pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak
penurunan kesadaran. ditemukan perdarahan dari telinga, hidung,
dan mulut maupun kejang, serta tidak di-
2. Perdarahan subdural adalah:
ketahui adanya keluhan lain.
a. SDH luas (>40ccj>Smm) dengan skor
SKG>6, fungsi batang otak masih baik. Pada pemeriksaan fisik tanda vital stabil.
b. SOH tipis dengan penurunan kesadaran. Ditemukan luka robek di kepala kanan be-
lakang dengan tepi tidak rata, dasar otot,
c. SDH dengan edema serebrijkontu- kotor, perdarahan tidak masif, tidak ter-
sio serebri disertai pergeseran garis dapat nanah, tanda Battle, maupun raccoon
tengah (midline shift) dengan fungsi eyes. Pemeriksaan neurologis didapatkan
batang otak masih baik. SKG E2MSV2, refleks cahaya langsung mau-
3. Perdarahan intraserebral adalah: pun tidak langsung baik, serta kesan tidak
a. Penurunan kesadaran progresif. ada defisit sarafkranial dan motorik.
b. Hipertensi, bradikardi, dan gangguan Pertanyaan:
pernapasan (refleks Cushing). 1. Pemeriksaan penunjang apa yang akan
c. Terjadi perburukan pada suatu Andalakukan?
kondisi defisit neurologis fokal. 2. Apa diagnosis kerja kasus ini?
4. Fraktur impresi. 3. Apa dasar diagnosis Saudara?
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri. 4. Apa tata laksana awal yang akan Anda
6. Fraktur kranii terbuka. lakukan?
7. Edema serebri berat yang disertai de- 5. Apa saja kondisi yang harus dihindari
ngan tanda peningkatan tekanan in- dalam perawatan pasien ini?
trakranial (TIK). Jawaban:
1. CT scan kepala tanpa kontras disertai
CONTOH KASUS bone window, Rontgen vertebra ser-
Laki-laki 42 tahun, dibawa ke IGD dengan vikal proyeksi anteroposterior dan
penurunan kesadaran setelah jatuh dari lateral. Pemeriksaan laboratorium:
motor 1 jam sebelum masuk RS. Pasien di- darah perifer lengkap, gula darah
bonceng temannya dengan kecepatan 50 sewaktu, hemostasis, analisis gas da-
kmjjam tanpa menggunakan helm. Sebe- rah, fungsi ginjal, fungsi hepar, dan
lum kejadian, pasien dalam keadaan sehat, elektrolit.
hanya lebih banyak bicara karena sedang 2. Cedera kepala sedang.
berada di bawah pengaruh alkohol. Pasien 3. Durasi penurunan kesadaran dalam
biasanya mengonsumsi alkohol1-2 kali per
rentang waktu >10 menit dan <6 jam
minggu. Pasien terjatuh ke belakang dengan
dan nilai SKG 9. Diagnosis patologis
posisi terlentang dan kepala belakang me-
ditegakan setelah dilakukan pen-
ngenai aspal. Terdapat muntah sebanyak
citraan danjatau biopsy histopatologi.
2x isi makanan, serta terdapat luka robek
di bagian belakang kepala. Saat diantar ke 4. Tata laksana resusitasi awal ABCDE

399

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

(airwa~ breathing, circulation, disabili- Hutchinson. Traumatic brain injury in adults.


ty. exposure). Manajemen pengendalian Pract Neurol. 2013;13(4):228-35.
4. Pearn ML, Niesman IR, Egawa J, Sawada A, Al-
tekanan intrakranial dengan elevasi ke- menar-Queralt A, Shah SB, dkk. Pathophysiology
pala 30°, normoksia (Pa0 2 sekitar 100 associated with traumatic brain injury: current
mmHg), normokarbia (PaC0 2 sekitar treatments and potential novel therapeutics. Cell
Mol Neurobiol. 2016.
35mmHg), normotermia, normoglike- 5. PERDOSSI. Konsensus nasional penanganan
mia, analgesia adekuat, nutrisi adekuat, trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta: PER-
osmoterapi dengan manito} atau salin DOSS!; 2006.
6. Raslan A, Bhardwaj A. Cerebral Edema and In-
hipertonik Pada beberapa keadaan,
tracranial Pressure. Dalam: Torbey MT, editor.
dapat dilakukan sedasi, koma barbitu- Neurocritical Care. Cambridge University Press.
ratfpropofol, hipotermia terapetik, dan 2010. h.13
dekompresi kraniotomi. 7. Rapper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin-
ciples of neurology. Edisi ke-8. New York: Mc-
5. Hipertermia, kejang, hipoksia, hipo- Graw-Hill; 2005.
tensi, hipertensi, hipofhiperglikemia, 8. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical
neurology. Edisi ke-7. USA: McGraw-Hill; 2009.
gangguan elektrolit, 9. Sunder R, Tyler K. Basal skull fracture and the
halo sign. CMAJ. 2013;185(5):416.
DAFTAR PUSTAKA 10. Weisberg LA, Garcia C, R Strub. Essential of clini-
cal neurology. Edisi ke-3. Louisiana: Tulene Uni-
1. Adams JH, Doyle D, Ford I, Gennarelli TA, Graham
Dl, McLellan DR. Diffuse axonal injury in head in- versity Press; 1997.
11. Whitfield PC, Thomas EO, Summer F, Whyte M,
jury: definition, diagnosis and grading. Histopa-
Hutchinson PJ. Head injury: a multidisciplinary
thology. 1989;15(1):49-59.
2. Krismanto M. Hubungan Antara Kadar Protein approach. New York: Cambridge University
Press; 2009.
S100B dengan Keluaran Pasien Cedera Kepala
12. Zasler ND, Katz Dl, Zaeonte RD. Brain injury med-
Ringan dan Sedang. Tesis. Universitas Indonesia.
Jakarta. 2013. icine. Edisi ke-2. New York: Demosmedical; 2013.
3. Kolias AG, Guilfoyle MR, Helmy A, Allanson JJ,

400

Scanned for Pablo


CEDERA MEDULA SPINALIS
25 Adre Mayza, Yetty Ramli

PENDAHULUAN lompok usia tertinggi adalah remaja hingga


Cedera medula spinalis, atau disebut juga dewasa muda. Penyebab tersering cedera
trauma medula spinalis (spinal cord injury), medula spinalis adalah jatuh, diikuti ke-
adalah trauma langsung atau tidak langsung celakaan sepeda motor.
yang menyebabkan jejas pada medula spi-
Data di Amerika menunjukkan sebanyak
nalis, sehingga dapat menimbulkan gang-
5% pasien cedera kepala juga mengalami
guan fungsi sensorik, motorik, dan otonom. cedera medula spinalis, dengan sebaran
Selain itu, cedera medula spinalis memiliki lokasi terutama di servikal (55%), lalu to-
mortalitas yang tinggi pada tahun pertama rakal, abdominal, dan lumbosakral masing-
pascacedera. masing 15%. Data di Indonesia menyatakan
Penanganan cedera medula spinalis harus bahwa kasus cedera kepala dan medula spi-
dilakukan dengan cepat, tepat, dan cermat. nalis mencapai 7,5% dari jumlah populasi.
Kesalahan dalam penanganan awal akan
menyebabkan kerusakan sekunder yang fa- PATOFISIOLOGI
tal dan mempengaruhi tindak lanjut serta Patofisiologi cedera medula spinalis terbagi
prognosis pasien. Kecepatan penanganan menjadi dua mekanisme, yaitu primer dan
medis prarumah sakit, sistem transpor- sekunder.
tasi menuju rumah sakit, dan kualitas pe- 1. Mekanisme Kerusakan Primer
rawatan di rumah sakit merupakan faktor Mekanisme umum dari cedera medula
penting yang menentukan prognosis pen- spinalis adalah adanya kompresi pada
derita cedera medula spinalis. Di negara struktur medula spinalis, baik oleh ke-
dengan sistem pra-RS yang sudah baik, lainan tulang, ligamen, herniasi diskus
seperti Amerika, masih terdapat 5% pasien intervertebralis, maupun proses hema-
cedera medula spinalis yang disertai cedera tom pada medula spinalis itu sendiri.
sekunder atau perburukan saat tiba di RS. Proses kompresi akan memberikan ge-
jala berupa defisit neurologis danjatau
EPIDEMIOLOGI rasa sakit yang dirasakan terus menerus.
WHO memperkirakan insidens cedera me- Mekanisme lain akibat gaya mekanik
dula spinalis global sebanyak 40-80 orang trauma (axial loading, fleksi, ekstensi,
persejuta populasi setiap tahun. Rasio anta- rotasi, lateral bending, distraksi) dapat
ra laki-laki dan perempuan 2:1 dengan ke- berupa luka tembus, peregangan, mau-

401

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

pun robekan pada struktur medula spi- kan tata laksana dan prognosis. Gambaran
nalis dan pemb~luh darah. klinis ini diklasifikasikan berdasarkan:
Kerusakan langsung pada pembuluh da- 1. Level Cedera
rah menyebabkan perdarahan pada me- Level cedera medula spinalis dapat di-
dula spinalis yang berlangsung beberapa tentukan melalui pemeriksaan sensorik
menit pascacedera, diikuti gangguan aliran (sesuai dermatom) dan motorik (mi-
darah. Kejadian ini menyebabkan hipoksia otom) di sepanjang level medula spina-
dan infark iskemik lokal. Area substansia lis. Level cedera neurologis dihitung dari
grisea lebih rentan mengalami kerusakan segmen paling kaudal yang fungsi sen-
yang pertama kali kemudian menyebar ke sorik dan motoriknya masih baik, pada
area sekitarnya (kaudal-kranial). Sel-sel kedua sisi (kanan dan kiri).
saraf pada area ini akan mengalami keru-
Perbedaan gejala paling mencolok terjadi
sakan fisik, penipisan selubung mielin,
pada level di atas dan di bawah Tl. Pada
edema, dan menarik makrofag di sekitar
level cedera di atas Tl, defisit neurolo-
area sehingga mengganggu transmisi saraf.
gis yang muncul adalah tetraplegi dan
2. Mekanisme Kerusakan Sekunder sering dijumpai gangguan pernapasan,
Kerusakan sekunder pada cedera medula akibat paresis otot interkostalis atau di-
spinalis terbagi menjadi dua mekanisme, afragma, serta renjatan neurogenik Jika
yaitu efek lokal dan sistemik. Kerusakan cedera terjadi di bawah Tl, gejala klinis
sekunder ini terjadi akibat defisit energi yang muncul berupa paraplegi. Penen-
yang disebabkan oleh adanya gangguan tuan level ini penting karena akan mem-
perfusi pada tingkat sel. Kondisi tersebut pengaruhi strategi tata laksana cedera.
dapat diperberat, jika ditemukan keadaan
2. Derajat Keparahan Defisit Neurologis
renjatan neurogenik yang menyebabkan
Derajat keparahan defisit neurolo-
hipoperfusi sistemik Cedera medula spi-
gis pada cedera medula spinalis dapat
nalis yang tidak ditatalaksana optimal
ditegakkan pada saat 72 jam hingga 7
dalam 3-24 jam pertama, akan mengalami
hari pascacedera karena mempertim-
perburukan berupa perdarahan, edema,
bangkan adanya kemungkinan renjatan
demielinisasi, pembentukan rongga pada
spinal (spinal shock). Secara garis besar,
akson, nekrosis neuronal, peningkatan ka-
derajat keparahan ini dibagi menjadi
dar glutamat, eksitotoksisitas, kerusakan
komplet dan inkomplet. Cedera dise-
oksidatif, adanya iskemik, serta peningkat-
but komplet apabila pasien kehilangan
an produksi nitrit oksida dan peroksidasi
fungsi sensorik dan motorik pada level
lipid pada membran sel yang akan menye-
cedera, sedangkan cedera inkomplet jika
babkan perubahan patologis dan berakhir
pasien hanya kehilangan salah satu fung-
menjadi infark
si, sensorik atau motorik saja.
GEJALA DAN TANDA KLINIS Cedera inkomplet memberikan prognosis
Gejala dan tanda klinis cedera medula spi- yang lebih baik dibandingkan cedera kom-
nalis perlu diketahui karena akan menentu- plet. Ditemukan fenomena sacral sparing

402

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

yang tidak ditemukan pada cedera kom- 3. Sindrom Medula Spinalis


plet. Sacral sparing menunjukkan fungsi Berbagai mekanisme trauma (gaya axsial
yang tersisa pada cedera inkomplet, beru- loading, fleksi, ekstensi, rotasi, lateral bend-
pa fungsi sensorik di daerah perianal dan ing, distraksi) dapat menyebabkan keru-
atau kontraksi sadar sfingter anus. sakan medula spinalis yang berbeda Ber-
Secara lebih rinci, American Spina/Injury dasarkan letak lesi dan gejalanya, terdapat
Association (ASJA)/International Medical empat sindrom, yaitu 1) sindrom Brown-
Society of Paraplegia (IMSOP) membagi Sequard; 2) sindrom spinalis anterior, 3)
sindrom spinalis sentral, dan 4) ·sindrom
derajat keparahan defisit neurologis men-
jadi 5 derajat (Tabel1). spinalis posterior (Tabel2 dan Gambar 1).

Tabell. Klasifikasi Derajat Keparahan Defisit Neurologis Berdasarkan ASIA/IMSOP


Derajat Tipe Keterangan
A Komplet Tidak ada fungsi sensorik maupun motorik sampai segmen S4-5
B lnkomplet Fungsi sensorik masih baik, tetapi fungsi motorik terganggu di bawah level
sensorik cedera dan meluas sampai setinggi segmen S4-S5
c Inkomplet Fungsi sensorik masih baik Fungsi motorik di bawah level masih ada dan
motorik lebih dari setengah otot-otot di bawah level memiliki kekuatan <3
D Inkomplet Fungsi sensorik masih baik Fungsi motorik di bawah level masih ada dan
motorik lebih dari setengah otot-otot di bawah level memiliki kekuatan 0?:3
E Normal Fungsi sensorik dan motorik normal
ASIA: American Spina/Injury Association; lMSOP:lnternational Medical Society of Paraplegia
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus nasional penanganan trauma kapitis
dan trauma spinal. 2006.

Tabel 2. Klasifikasi Sindrom Medula Spinalis


Sindrom Penyebab Utama Gejala dan Tanda Klinis
Sindrom Cedera tembus, kom- •
Brown-Sequard presi ekstrinsik •

Sindrom spina- Infark spinalis anterior •
lis anterior "watershed" (T4-T6), •
iskemik akut, dan HNP •

Sindrom spina- Siringomielia, hypoten- •
lis sentral sive spinal cord ischemic
trauma (fleksi-ekstensi), •
dan tumor spinal

OMN: upper motOr neuron; LMN: lower motor neuron; HNP: em1a nukleus puiposus
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus nasional penanganan trauma kapitis
dan trauma spinal. 2006.

403

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Sindrom Brown - Sindro m spinalis


Sequard anterior

Sindrom spinalis Sind rom sp inalis


sentral posterior

Keterangan : Fungsi saraf norma I


Gangguan ru ngsl motortk
., Gangguan fungsi 5el'lsorik

Gam bar 1. Sindrom Medula Spinalis

Renjatan Spinal dan kelemahan ekstrimitas flaksid. Selain


Selain sindrom-sindrom tersebut di atas, itu, manifestasinya dapat berupa hilangnya
perlu diperhatikan juga apakah defisit neu- tonus vesika urinaria, ileus paralitik, dan
rologis yang ada benar disebabkan oleh pa- hipojanhidrosis di bawah lesi.
tologis atau renjatan spinal. Renjatan spinal
Renjatan spinal ditemukan pacta fase akut
adalah keadaan hilangnya fungsi sensorik,
pascacedera. Durasi renjatan spinal bervari-
motorik, dan otonom sementara, karena
asi tergantung pacta derajat keparahan dan
sebenarnya tidak terjadi kerusakan struk-
level cedera medula spinalis. Pacta sebagian
tur pacta segmen medula spinalis tersebut.
besar kasus, aktivitas refleks spinal mulai
Penelitian pacta hewan menunjukkan bah-
kembali normal setelah 1-6 minggu pasca-
wa hal ini terjadi lebih kepada proses akut
cedera.
hilangnya pengaruh fasilitasi supraspinal
yang masih belum diketahui secara pasti, Untuk meyakinkan defisit neurologis bukan
daripada proses trauma itu sendiri. akibat renjatan spinal, maka direkomenda-
sikan agar pemeriksa mengasumsikan bah-
Renjatan spinal ditandai dengan hilang-
wa defisit sensorik dan motorik akibat ren-
nya aktivitas refleks spinal di bawah lesi
jatan spinal hanya berlangsung kurang dari

404

Scanned for Pablo


Cedera Medu/a Spinalis

1 jam pascacedera, sehingga disimpulkan orang penolong bertugas mempertahankan


bahwa defisit sensorik dan motorik yang kesegarisan tulang belakang saat pasien
lebih dari 1 jam merupakan akibat perubah- dimiringkanfdipindahkan, sedangkan satu
an patologis dan jarang karena renjatan spi- lainnya akan menarik spine board dan meng-
nal. Adapun defisit komponen otonom dan evaluasi tulang belakang. Evaluasi untuk
refleks pada renjatan spinal dapat berlang- menemukan deformitas, krepitasi, nyeri
sung dalam beberapa hari hingga beberapa saat palpasi, dan perlukaan kulit (kontusio,
bulan, tergantung beratnya cedera. laserasi, atau penetrasi).
Penentuan level cedera berdasarkan peme-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
riksaan sensorik dan motorik. Pemerik-
Penentuan cedera medula spinalis dilakukan
saan sensorik dilakukan dengan memberi-
setelah keadaan mengancam nyawa telah
kan rangsangan nyeri dan menilai respons
diatasi. Oleh karena itu, penanganan awal
pasien sesuai pola dermatom (Gambar 2).
kasus cedera medula spinalis menganut asas
Level cedera ditentukan dari sensorik pola
praduga positif, yang berarti semua pasien
dermatom terbawah yang masih berfungsi
trauma harus dicurigai menderita cedera
baik. Perhatian khusus diberikan pada ke-
sampai terbukti bahwa tidak ada cedera me-
curigaan cedera servikal (C1-C4). Apabila
dula spinalis. Cedera medula spinalis dapat
pasien mengeluh hilangnya sensasi di dae-
dikenali berdasarkan keluhan klinis pada
rah sekitar leher dan klavikula, pemeriksa
pasien yang sadar seperti rasa sakit di sepan-
harus mengkonfirmasi dengan pemeriksaan
jang tulang belakang, sensasi kebas, hingga
motorik.
kelumpuhan pada anggota gerak.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan
Anamnesis
memeriksa kekuatan otot (Tabel 3) mengi-
Penting didapatkan informasi berupa 1)
kuti pola miotom dan dibandingkan antara
mekanisme trauma, 2) riwayat penyakit se-
kedua sisi. Level cedera juga ditentukan dari
belumnya, dan 3) riwayat pengobatan yang
segmen paling kaudal.
didapatkan sebelumnya atau dipemudah
dengan akronim AMPLE (Alergy, Medica- Diutamakan melakukan proteksi kolumna
tion, Past illness, Last meal, Exposure). vertebralis pada pasien tidak sadar agar ti-
dak terjadi cedera sekunder selama mobil-
Pemeriksaan Fisik
isasi dan pemeriksaan. Proteksi ini meliputi
Pemeri~aan neurologis pasien cedera me-
pemasangan bidai servikal (cervical collar
dula spinalis dilakukan secara bertahap un-
neck) dan meletakkan penderita pada papan
tuk menentukan ada atau tidaknya cedera
spinal panjang (long spine board) di tempat
dan levelcedera medula spinalis. Penentuan
kejadian, selama transpor hingga sewaktu
adanya cedera dilakukan saat pemindah- menjalani prosedur pemeriksaan penun-
an pasien dari papan spinal (spine board)
jang. Pada penderita tidak sadar; pemerik-
dengan teknik log roll. Teknik ini aman di- saan penunjang menjadi alat penapis utama.
lakukan oleh minimal em pat penolong. Tiga

405

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

SEGMEN:

Servikal

Torakal

lumbal

Sakral

Gam bar 2. Pembagian Dermatom

Tabel 3. Derajat Kekuatan Otot


Derajat Keterangan
0 Paralisis total
1 Terdapat kontraksi saat inspeksi atau dipalpasi
2 Dapat digerakkan, namun tidak mampu melawan gravitasi
3 Dapat digerakkan dan dapat melawan gravitasi
4 Dapat digerakkan, namun kekuatan berkurang
5 Dapat digerakkan dan dapat menahan tahanan
Sumber: American College of Surgeon. Advanced trauma life support. 2012.

406

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spin alis

Pemeriksaan Radiologis baik jika basis kranii hingga vertebra ser-


Dibutuhkan kerjasama an tara dokter neurologi vikal ke-7 dapat terlihat. Untuk mencapai
dan radiologi untuk mencegah kemungkinan itu, seringkali diperlukan proyeksi khu-
kerusakan sekunder selama pemeriksaan. sus, yakni swimmer's position.
Oleh karena itu seorang dokter neurologi juga
Posisi AP diperlukan untuk mengidenti-
harus mengenal tindakan-tindakan yang perlu
fikasi dislokasi faset unilateral yang ti-
dilakukan selama pemeriksaan. Pacta instansi
dak tampak jelas pacta foto lateral. Di sisi
dengan fasilitas kesehatan yang lengkap, CT
lain, posisi open -mouth odontoid dilaku-
scan dapat menjadi modalitas penapisan awal
kan khusus untuk melihat area sekitar
cedera pacta kasus kecurigaan cedera medula
segmen servikal 1 dan 2.
spinalis. Namun pacta instansi dengan fasilitas
terbatas, dapat dilakukan foto Rontgen 2. Foto Segmen Torakolumbal
dengan posisi tertentu sebagai penapisan Perlu diperhatikan kesegarisan korpus
awal, kemudian dilanjutkan CT scan untuk vertebra, jarak antar diskus, pedikel,
memperjelas kelainan pacta segmen tertentu. prosesus spinosus, dan foramen inter-
vertebralis. Jika dicurigai adanya kelain -
Pemeriksaan foto rontgen pacta kasus ke -
an maka dibuat proyeksi tambahan baik
curigaan cedera medula spinalis, meliputi:
lateral maupun oblik.
1. Foto Segmen Servikal (Gambar 4)
Modalitas radiologis lain, seperti CT dan
Foto segmen servikal dilakukan dengan
MRI (Gambar 3), dapat dipertimbang-
posisi lateral, anteroposterior (AP), dan
kan pacta pasien dengan defisit neuro-
open-mouth odontoid. Pemeriksaan late-
logis yang jelas tetapi tidak ditemukan
ral dilakukan dengan pasien berada dalam
kelainan pacta pemeriksaan radiologis
posisi tidur telentang dan film diletakkan
sebelumnya (spinal cord injury with-
di sam ping pasien. Foto servikal dianggap
out radiological abnormality/SCIWORA).

(a) (b) (c)


Gam bar 3. Pencitraan Cedera Medula Spinalis
(a) foto Rontgen dengan fraktur vertebra C3-4 (panah); (b) CT scan menunjukkan fraktur vertebra CS (panah) ; (c)
MRI dengan fraktur komunutifvertebra C4 diserta i subluksasi posterior (panah)
(Dok: Pribadi)

407

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menge- Informasi yang penting diketahui antara
tahui kecurigaan abnormalitas jaringanlu- . lain adalah keadaan pasien, waktu terjadi-
nak, seperti herniasi diskus, ekstraaksial nya trauma, dan mekanisme trauma.
hematom, dan abnormalitas ligamen. Penekanan yang diutamakan pada fase
Akan tetapi mempertimbangkan prosedur
prarumah sakit adalah 1) imobilisasi
pemeriksaan MRI yang sulit dilakukan pasien; 2) penjagaan jalan napas; 3) kontrol
dan berisiko, maka MRI sebaiknya di-
perdarahan dan syok; dan 4) transfer pasien
lakukan secara elektif.
ke rumah sakit dengan fasilitas memadai se-
segera mungkin.
TATA LAKSANA
Seperti halnya penegakan diagnosis, konsep 1. Imobilisasi Pasien
penanganan cedera medula spinalis adalah Upaya imobilisasi pada fase prarumah
semua korban trauma harus dicurigai me- sakit, meliputi imobilisasi area servikal dan
ngalami dan ditangani sebagai kasus cedera sepanjang tulang belakang (Gambar 4).
medula spinalis sampai terbukti tidak ada- a. lmobilisasi area servikal
nya cedera. Selama belum terbukti tidak ada Tata laksana yang dapat dilakukan
cedera, pada saat pemeriksaan pasien harus untuk melindungi dan imobilisasi
dilakukan imobilisasi untuk menghindari area servikal, antara lain:
cedera sekunder.
• Stabilisasi manual dengan mempo-
Terdapat tiga tujuan utama yang perlu dica- sisikan kepala sedikit ekstensi dan
pai dalam tata laksana cedera medula spina- minimal distraksi, untuk mencegah
lis, yaitu maksimalisasi pemulihan neurolo- terjadinya fleksi dan kompresi spinal
gis, stabilisasi spinal, dan rehabilitasi. Untuk yang lebih lanjut,
itu, terdapat alur tata laksana yang dimulai • Memasangkan bidai servikal, atau
sejak fase pra-RS (prehospital), fase RS (hos-
• Menggunakan sand bag. atau towel
pital), dan rehabilitasi pascacedera yang
roll pada sisi lateral atau dengan
berkesinambungan.
mengikat (taping) kepala pada spine
Tata Laksana Pra-RS (prehospital) board.
Terdapat 10-25% pasien cedera medula
spinalis yang mengalami defisit neurologis Kelebihan dalam penggunaan bidai servi-
akibat tata laksana prarumah sakit yang ti- kal adalah manipulasi minimal pada leher
dak mumpuni. Penanganan fase ini berpe- saat pemasangannya. Bidai se~ dapat
ran penting dalam menentukan prognosis dijadikan sebagai penanda bahwa terdapat
pasien trauma medula spinalis. risiko ·cedera servikal yang belum dapat
Dibutuhkan koordinasi yang baik antara . disingkirkan. Kombinasi dengan cara lain,
petugas di tempat kejadian dan rumah sakit misalnya taping, dapat lebih memfiksasi
tujuan. Rumah sakit tujuan harus dipastikan leher (Gambar 4).
dapat melakukan tata laksana lanjutan pada Yang perlu diperhatikan dalam metode
pasien sebelum dilakukan transfer pasien. taping adalah agitasi pasien. Pasien

408

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

dengan agitasi dapat bergerak-gerak menjaga kesejajaran (alignment) tulang


yang dapat menimbulkan cedera spinal belakang dengan menggunakan spine
sekunder. Taping daerah dada sebaiknya board. Spine board tidak diperuntuk-
diminimalisasi karena mengurangi ru- kan untuk pemakaian jangka panjang
ang gerak rongga paru, Taping pada po- karena berisiko terjadinya dekubitus
sisi terlentang (supine) meningkatkan akibat penekanan berlebih di bagian
risiko terjadi bronkopneumonia aspirasi. sakrum, belikat, tumit, dan oksipital.
Penggunaan sandbag dipikirkan lebih 2. Tindakan Resusitasi
aman dibandingkan taping karena tidak Tindakan resusitasi pada fase pra-RS,
mengganggu jalan napas tetapi dapat meliputi penjagaan jalan napas dan
meminimalisasi timbulnya gerakan yang kontrol perdarahan serta syok, dengan
tidak diinginkan Sandbag direkomen- tetap mengutamakan imobilisasi pasien.
dasikan pada pemindahan pasien pada Protokol tindakan resusitasi ini telah di-
keadaan yang tidak memungkinkan rekomendasikan oleh American College
de-ngan spine board. Selain keadaan ofSurgeon.
tersebut, sandbag kurang praktis untuk
a. Penjagaan jalan napas dan ventilasi
digunakan. Minimalisasi gerakan late-
Penjagaan jalan napas wajib dilakukan
ral kepala pun dapat dilakukan dengan
pada seluruh pasien trauma terutama
pengaplikasian towel roll pada kedua sisi
yang mengalami penurunan kesadar-
kepala. Sebaiknya pengaplikasian sandbag
an. Pasien dengan jalan napas yang
atau towel roll tanpa dikombinasikan de-
tidak adekuat akan mengalami gang-
ngan taping atau pelindung leher tipe rigid.
guan ventilasi yang akan berlanjut
Pada pasien trauma yang menggunakan pada kurangnya oksigenasi jaringan
helm, dapat dipertimbangkan untuk ti- jika terjadi dalam waktu yang lama.
dak melepaskan helm selama dil~
Pembukaan jalan napas pada pasien
tata laksana awal kecuali ditemukan adanY<t
dengan trauma spinal prarumah sakit
gangguan jalan napas pada pasien. Wa-
dapat dilakukan dengan manuver jaw
laupun hal ini memiliki risiko terjadinya
thrust untuk meminimalisasi perge-
fleksi leher yang mengacu pada kejadian
rakan leher. Pemasangan nasopharyn-
perdarahan yang mengancam nyawa,
geal airway atau oropharyngeal airway
pelepasan helm oleh tenaga yang kurang
dapat dilakukan untuk menjaga jalan
terampil dapat memberikan cedera
napas tetap terbuka, namun perlu di-
yang lebih buruk pada region servikal.
perhatikan bahwa penggunaan ini
Pelepasan helm sebaiknya dilakukan
dapat menginduksi refleks muntah dan
oleh dua orang sesuai dengan prosedur
memberikan efek agitasi pada pasien.
dari American College ofSurgeon.
Pembukaan jalan napas definitif
b. lmobilisasi sepanjang tulang belakang
dilakukan hila alat pembuka jalan
Imobilisasi tulang belakang bertujuan
napas sementara tidak adekuat.
untuk meminimalisir gerakan serta

409

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Dapat dipertimbangkan tindakan men ke arah kaudal atau terdorong


krikotiroidektomi emergensi atau ke arah rostral, sehingga mengganggu
trakeostomi definitif di rumah sakit kapasitas vital pasien.
bila kondisi tidak memungkinkan un -
b. Kontrol perdarahan dan renjatan
tuk diintubasi.
Renjatan hipovolemik pacta trauma
Ventilasi adekuat dilakukan setelah spinal merupakan hal yang rumit.
jalan napas dipastikan adekuat. Perlu Kondisi hipotensi dapat ditemukan
diperhatikan ada-tidaknya kegagalan tanpa disertai dengan adanya hipoper-
respirasi pacta pasien trauma medula fusi, a tau disebut juga renjatan spinal.
spinal. Kondisi ini ditandai oleh ada-
Cedera setinggi segmen servikalis
nya gerak dinding dada paradoksikal,
atau torakalis tinggi dapat dijumpai
serta kapasitas vital paru yang dipen-
hipotensi dan bradikardi. Keadaan ini
garuhi oleh postur tubuh pasien.
dapat terjadi akibat adanya renjatan
Posisi tegak dan Tredelenburg sebaik- spinal, sehingga tidak disarankan un-
nya dihindari pacta pasien cedera me- tuk dilakukan resusitasi cairan ber-
dula spinalis dengan klinis tetraplegia. lebihan.
Hal ini berkaitan dengan tertariknya
diafragma oleh organ-organ abdo-

Gam bar 4. Imobilisasi Area Servikal dan Tulang Vertebra

410

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

Tata Laksana di Rumah Sakit nyawa sudah ditangani.


1. Penanganan gawat darurat a. lmobilisasi
Penanganan gawat darurat pasien cedera Imobilisasi pada fase rumah sakit
medula spinalis di unit gawat darurat RS merupakan lanjutan dari tata laksana
tergantung pada penanganan pertama prarumah sakit. Pasien yang datang
pra-RS. Apabila pasien belum mendapat- dalam keadaan terimobilisasi dengan
kan pra-RS sebelumnya, maka protokol spine board dan pelindung leher sebaik-
penanganan gawat darurat cedera me- nya dipindahkan segera mengingat tin-
dula spinalis harus dilakukan dari awal. dakan imobilisasi juga memberikan
Berbeda jika pasien telah mendapatkan risiko komplikasi. Sebaiknya penilaian
penanganan prarumah sakit yang tepat, dan pemeriksaan penunjang lengkap
maka langkah-langkah dalam protokol dilakukan dalam waktu tidak lebih dari
dapat dilewati atau dimodifikasi setelah dua jam. Apabila dalam dua jam tidak
memastikan kembali bahwa tindakan tercapai, sebaiknya mobilisasi terkontrol
yang dilakukan sebelumnya tepat dan tetap dilakukan dengan memperhatikan
keadaan-keadaan yang mengancam kesegarisan tulang belakang.

Tabel4. Primary SUrvey


Airwayfja!an • Pembebasan jalan napas tanpa memanipulasi daerah servikal dengan manuver rutin jaw
napas thrust
• Pertimbangkan tindakan definitifpembebasan jalan napas dengan tindakan intubasi oleh
ahli (tanpa mengekstensikan Ieber). Jika tidak ada kontraindikasi, intubasi nasotrakeal
lebih mudah dan pasien harus bernapas spontan
• Surgical airway access, seperti krikotiroidotomi dan trakeostomi sebaiknya dihindari.
Apabila harus dilakukan, krikotiroidotomi lebih dianjurkan
Breathing/ Per- • Jika pasien datang dengan jalan napas bebas, pasien diberikan suplementasi oksigen me-
napasan lalui nasal kanul atau simple mask
• Penggunaan ventilator pada pasien yang diintubasi
Circulation/ • Bertujuan untuk mempertahankan perfusi adekuat
Sirkulasi • Tekanan darah sistolik dipertahankan tetap >90mmHg
• Hipotensi dapat disebabkan oleh renjatan hipovolemia maupun renjatan neurogenik (efek
simpatektomi)
• Renjatan hipovolemia (hipotensi-takikardi, ekstremitas dingin) 7 resusitasi cairan
kristaloid (NaCI 0,9% atau ringer laktat) kalau perlu kombinasi koloid (albumin O,So/o),
posisi trendelenburg
• Renjatan neurogenik (paradoks hipotensi-bradikardi) 7 resusitasi cairan adekuat + agen
vasopressor (phenylephrine hydrochloride, dopamin, atau norepinephrine)
• Bradikardia 7 Atrofin IV 0,5-lmg
• Tindakan: pemantauan tekanan vena sentral (untuk menghindari kelebihan cairan); ka-
teter foley
Disability • Pemeriksaan neurologis singkat, terdiri dari menentukan tingkat kesadaran (Skala Koma
Glas ow refleks u il dan men enali kelemahan anggota gerak

411

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel 5. Secondary Survey


Langkah Penjelasan
Langkah 1 • Anamnesis AMPLE
• Mekanisme trauma
• Riwayat penyakit dahulu dan pengobatan
• ldentifikasi obatfterapi yang telah diberikan saat prarumah sakit dan primary survey
Langkah 2 Penilaian ulang GCS dan pupil
Langkah 3 Pemeriksaan vertebra
• Palpasi seluruh vertebra dari kranial ke kaudal dengan metode log roll. Perhatian pada
deformitas, krepitus, nyeri, dan luka tembusflaserasi.
• Penilaian level neurologis motorik dan sensorik Pemeriksaan sensorik mencakup dua
rangsangan, yaitu nyeri (pinprick) dan raba (touch). Catat level sensorik paling kaudal
yang masih ditemukan normal.
• Kekuatan motorik ekstrimitas atas dinilai dengan gerakan
Abduksi bahu (CS)
Fleksi siku (C6)
Ekstensi siku (C7)
Fleksi pergelangan tangan (C8)
- Abduksi jari (Tl}
• Kekuatan motorik ekstrimitas bawah dinilai dengan gerakan
Fleksi panggul (L2}
Ekstensi lutut (L3-L4}
Fleksi lutut (L4-LS dan S1)
Dorsofleksi ibu jari (LS)
Plantarfleksi pergelangan kaki (S1)
• Penilaian refleks fisiologis dan patologis
Langkah 4 Evaluasi ulang adanya cedera di lokasi lain yang belum tereksplorasi
Sumber: American College of Surgeon. Advanced trauma life support. 2012.

b. Primary survey d. Medikamentosa akut


Tindakan primary survey merupakan Obat-obatan yang dapat diberikan seb-
evaluasi ulang dari tindakan prarumah agai pengobatan akut, antara lain:
sakit (Tabel 4). Primary survey tetap di-
• Glukokortikosteroid dosis tinggi
lakukan walaupun sudah dilakukan se-
Studi oleh NASCIS II menghasilkan bah-
belum tiba di rumah sakit.
wa pemberian metilprednisolon dosis
c. Secondary survey dan pemeriksaan tinggi dalam 24 jam pertama memberi-
neurologis kan perbaikan fungsi motorik yang
Setelah primary survey pasien dinyatakan signifikan dibandingkan kelompok
aman, maka pemeriksaan dilanjutkan ke kontrol (plasebo atau nalokson). Pene-
secondary survey, meliputi anamnesis dan litian tersebut telah dikembangkan
pemeriksaan dari kepala hingga ujung dan saat ini sudah ditetapkan metil-
kaki, termasuk pemeriksaan neurologis prednisolon dosis tinggi dalam 8 jam
lengkap (Tabel 5). Tindakan secondary pertama sebagai tata laksana standar
survey ini bertujuan untuk mencari tanda- pasien cedera medula spinalis. Cara
tanda cedera medula spinalis secara klinis. pemberian sebagai berikut:

412

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

- Pasien onset <3 jam diberikan metil- a. Perawatan masalah kesehatan yang
prednisolon 30mgjkgBB IV bolus sela- mungkin muncul
ma 15 menit, ditunggu selama 45 me- Selama perawatan di rumah sakit, pasien
nit (tidak diberikan metilprednisolon cedera medula spinalis dapat mengalami
dalam kurun waktu ini). Dilanjutkan beberapa komplikasi akut atau subakut
dengan infus terns menerus selama 23 (Tabel 6 dan 7). Hal ini harus diperhatikan
jam dengan dosis 5,4mgjkgBBjjam. oleh klinisi. Komplikasi ini bisa mengenai
- Pasien onset 3-8 jam, diberikan de- sistem kardiovaskular; pemapasan, dan sal-
ngan cara yang sama namun dosis in- urancema.
fus dilakukan selama 47 jam. a) Perawatan masalah kardiopulmoner
- Bila diagnosis baru ditegakkan >8 jam, Masalah kardiopulmuner dapat ter-
maka pemberian steroid tidak dian- jadi pada cedera medula spinalis
jurkan. karena gangguan sistem saraf oto-
• Opiat reseptor antagonis nom simpatis dan parasimpatis serta
• Nonglukokortikoid steroid tirilazad pasien yang dalam kondisi imobi-
• Monosialoganglioside (GM-1) lisasi. Proses cedera pada segmen
1. Perawatan intensif servikal hingga torakal atas (T4)
Perawatan penderita cedera medula spi- menyebabkan hilangnya efek sim-
nalis di ruang rawat intensif ditekankan patis akibat cedera medula spinalis,
pada upaya mempertahankan pasien sehingga resistensi vaskular sistemik
tetap imobilisasi dan mengevaluasi ma- menurun dan efek parasimpatis me-
salah neurologis maupun kesehatan lain ningkat. Hal ini disebut juga renjatan
yang mungkin timbul sebagai keadaan neurogenik. Manifestasi klinis yang
primer maupun sekunder akibat upaya dijumpai adalah hipotensi dengan
imobilisasi sendiri. lnsiden morbiditas selisih tekanan sistolik dan diastolik
dan mortalitas pasien cedera medula yang Iebar (wide pulse pressure), bra-
spinalis lebih tinggi terjadi pada dua dikardia, serta ekstrimitas yang hangat.
minggu awal pascacedera. Hal ini berbeda dengan tanda renjatan
pada umumnya yang ditandai dengan
Kriteria tempat tidur yang sesuai dalam takikardia, hipotensi dengan selisih
perawatan pasien cedera medula spina- tekanan sistolik dan diastolik yang
lis, antara lain 1) dapat menunjang sta- sempit (narrow pulse pressure), serta
bilitas dan kesegarisan tulang belakang; ekstrimitas yang dingin dan pucat
2) nyaman dan memiliki risiko rendah
ulkus dekubitus; 3) memudahkan akses Penanganan awal renjatan neuroge-
perawatan; dan 4) memudahkan upaya nik adalah resusitasi cairan kristaloid
reposisi pasien untuk mencegah kom- intravena untuk menjaga kecukupan
plikasi imobilisasi. volume intravascular. Jika hipotensi
tetap terjadi setelah resusitasi, maka

413

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dapat dipertimbangkan penggunaan tauan saturasi oksigen menggunakan


vasopresor. Pemilihan regimen va- oksimeter (pulse oximeter) perlu di-
sopresor yang terbaik hingga saat ini lakukan selama perawatan.
masih dalam penelitian, tetapi lebih
Selain hipotensi, cedera medula spina-
diutamakan yang memilki aktivitas
lis pada segmen servikal dan torakal
alfa dan beta adrenergik, misalnya
atas dapat menyebabkan disritmia
norepinefrin, dopamin, dan adrenalin.
jantung. Sinus bradikardia yang tim-
Bila pasien mengalami renjatan hipo- bul akibat gangguan simpatis supra-
volemik, maka terapi utamanya adalah spinal merupakan bentuk disritmia
resusitasi cairan dengan kristaloid yang paling sering terjadi. Selain itu,
(NaCl 0,9% atau ringer laktat). Kombi- blok konduksi atrioventrikular (A-V
nasi dengan koloid, misalnya albumin block) serta takikardia supraventrikel
5%, dapat juga dipertimbangkan pada dan ventrikel juga dapat ditemukan.
kemungkinan kondisi overload serta Timbulnya disritmia ini lebih sering
adanya kontraindikasi pemakaian terjadi pada cedera medula spinalis
kristaloid pada cedera kepala. Peman- yang komplet (ASIA/IMSOP derajatA).

Tabel 6. Komplikasi Fase Akut Cedera Medula Spinalis


Komplikasi Fase Akut
Hipotensi/Renjatan
• Efek simpatektomi
• Perdarahan
Bradikardi
Dengan atau tanpa hypovolemia
Hipotermia
Dengan atau tanpa lnfeksi
Hipoventilasi/Gagal Napas
• Cedera setinggi oksiput-C2
Kehilangan semua fungsi pernapasan; kelemahan sarafkraniallevel rendah
• C3-C4
Kelemahan otot interkostalis dan diafragma; fungsi faringflaring baik
• CS-Tl
Kelemahan otot interkostalis; fungsi otot diafragma baik
• Tl-T12
Gangguan fungsi otot interkostalis beragam (waspada terhadap ARDS
sekunder akibat aspirasi saat terjadinya trauma)
Komplikasi latrogenik
• Dislokasi dengan cedera medula spnialis sekunder
• Ulkus dekubitus akibat penggunaan spine board terlalu lama
Perdarahan saluran cerna
• Dengan atau tanpa steroid
• Dengan atau tanpa heparin dosis rendah
Ileus
Distensi abdomenfmuntah
A~irasi
Di tip dari: Cahill DW, dkk Neurotrauma.1996. h. 1229-36.

414

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

Bradiaritmia dapat ditatalaksana dengan rentan mengalami retensi mukus ber-


pemberian atrofin. Sebagian kecil pasien ulang. Penggunakan tracheal bronchial
memerlukan pemasangan pacu jantung suctioning berkala, pulmonary toilet,
untuk mengontrol denyut jantungnya. Bila dan fisioterapi dada direkomendasikan
hal ini disertai hipotensi, penggunaan va- untuk masalah ini. Selain itu dapat ter-
sopresor yang hanya memiliki aktivitas alfa jadi atelektasis sebagai salah satu pre-
adrenergik, seperti fenilefrin, sebaiknya disposisi pneumonia. Kombinasi gang-
dihindari karena dapat menyebabkan per- guan refleks batuk dan atelektasis akan
lambatan kerja jantung dan eksaserbasi meningkatkan risiko pneumonia. Oleh
bradikardia. karena itu, pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan sesuai dengan pola ku-
Gangguan pernapasan sekunder ter-
man di RS. Pasien juga berisiko menga-
jadi akibat fungsi otot-otot interkostalis
lami aspirasi terutama bila tidak terintu-
terganggu pada cedera medula spinalis
basi. Salah satu cara pencegahan aspirasi
servikal, sehingga terjadi gangguan re-
adalah pemasangan pipa nasogatrik dan
fleks batuk. Pasien menjadi tidak mam-
dilakukan suctioning berkala.
pu membersihkan sekresi mukus dan

Tabel 7. Komplikasi Subakut Pascacedera Medula Spinalis


Komplikasi Subakut
Masalah pernapasan sekunder
• Sumbatan lendir
• Atelektasis
• Pneumonia
• Emboli paru
Trombosis vena dalam
Disfungsi berkemih
• Priapismus
• Retensi urin
Dekubitus
Hati-hati penggunaan spine board yang lama untuk prosedur diagnosis atau terapi
Masalah saluran cerna
• Impaksi feses
• Prolaps rekti
• Hemorrhoid
Malnutrisi
Usia dan penyakit kronis meningkatkan
semua risiko dari cedera medula spinalis
• COPD
• ASCVD
• Stenosis spinal degeneratif
• Hipertrofi prostat
• Osteoporosis
Sumber: Cahill DW, dkk. Neurotrauma. 1996. h. 1229-36.

415

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pasien dengan ventilator harus diper- meningkatkan risiko pneumonia aspirasi.


hatikan antara kebutuhan terhadap Tata laksana akut untuk masalah ileus
ventilator dan kondisi kemampuan per- adalah kompresi dengan pipa nasogas-
napasan pasien sendiri. Penyapihan dari trik atau orogastrik.
ventilator harus segera dilakukan bila
Adanya risiko perdarahan saluran cema
fungsi pernapasan pasien kembali mem-
pada penderita cedera medula spinalis di-
baik, mengingat penggunaan ventilator
perberat dengan intervensi pengobatan,
juga meningkatkan risiko masalah per-
misalnya pada pemberian steroid dosis
napasan sekunder, seperti ventilator ac-
tinggi. Pilihan agen profilaksis yang dapat
quired pneumonia (VAP), trakeomalasia, diberikan, antara lain (1) antasid oral dosis
sinusitis, dan intoksisitas oksigen.
tinggi; (2) penyekat H2; atau (3) pelindung
b) Trombosis vena dalam mukosa. Penggunaan kombinasi dua obat
Kejadian trombosis vena dalam dan em- disarankan untuk pencegahan komplikasi
boli paru merupakan dua kemungkinan perdarahan saluran cema pada pasien
komplikasi yang harus diwaspadai se- dengan riwayat ulkus saluran cema.
lama perawatan penderita cedera me-
Selain kedua hal di atas, kebutuhan energi
dula spinalis. Sebanyak 15% penderita
tidak kalah penting untuk diperhatikan.
cedera medula spinalis mengalami trom-
Kebutuhan kalori akan meningkat pada
bosis vena dalam dan setengah di anta-
beberapa hari pertama pascacedera.
ranya menjadi emboli paru. Oleh karena
Oleh karena itu, penurunan berat badan
itu, upaya pencegahan diutamakan dan
penderita cedera medula spinalis pada
harus dilakukan sedini mungkin. Upaya
minggu-minggu awal perawatan men-
yang dapat dilakukan, di antaranya (1)
jadi tidak dapat dihindarkan. Pemberian
pemakaian compression stocking; (2)
nutrisi yang tepat dapat mencegah mal-
pemberian heparin dosis rendah; atau
nutrisi pada kasus ini.
(3) pemasangan filter vena cava inferior
pada kasus kontraindikasi heparin yang Terputusnya persarafan otonom kolon
masih harus imobilisasi dalam jangka dan rektum dan persarafan volunter otot
waktu yang cukup lama. Selain itu, din-ding perut dan pelvis menyebabkan
upaya mobilisasi penderita segera juga kesulitan defekasi. Jika tidak ditangani de-
merupakan langkah untuk menghindari ngan tepat, maka impaksi feses dapat ter-
komplikasi trombosis vena dalam. jadi. Penanganan masalah tersebut dengan
pemberian tambahan asupan makanan
c) Perawatan masalah sistem pencemaan
tinggi serat (10-20g per hari) dan agen
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
pelunak feses. Agen pelunak feses dapat
gangguan saluran pencemaan, yaitu salah
diberikan secara oral Oaktulosa) maupun
satunya ileus. Salah satu gejala ileus adalah
supositoria (gliserin). Selain itu, evakuasi
distensi abdominal yang akan mem-
digital dapat dipertimbangkan 2-3 kali
pengaruhi kinerja diafragma sehingga
dalam seminggu sebagai tata laksana akut.
mempengaruhi fungsi pemapasan dan

416

Scanned for Pablo


Cedera Medula Spinalis

d) Perawatan masalah berkemih Prognosis penderita sangat tergantung


Gangguan berkemih yang sering ditemu- dari berat cedera dan lamanya per-
kan pada kasus cedera medula spinalis, tolongan hingga tindakan pembedah-
antara lain (1) retensi urin disertai dis- an. Tindakan operatif dapat dilakukan
tensi berlebih kandung kemih dan (2) dalam rentang waktu 24 jam hingga 3
priapismus yang sering ditemukan pada minggu pascacedera namun tindakan
pasien laki-laki. Retensi urin pada pen- operatif dini (<24 jam) lebih bermakna
derita cedera medula spinalis dapat di- dalam menurunkan risiko komplikasi
akibatkan oleh (1) kelemahan otot detru- dan perburukan neurologis.
sor; (2) hiperaktivitas sfingter, atau (3) Tata Laksana Rehabilitatif
kerja kandung kemih dan sfingter yang Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan
tidak sinergi dalam bentuk lain. kualitas individu yang mengalami gangguan
Apapun masalah yang mendasarinya, secara optimal dalam bidang mental, fisik,
tata laksana akut dari retensi urin adalah kognitif, dan sosial. Proses rehabilitasi pada
pemasangan kateter urin. Pemasangan pasien cedera medula spinalis adalah untuk:
kateter urin indwelling direkomenda- • Memberikan pengertian mengenai cedera
sikan hingga kondisi stabil, dilanjutkan medula spinalis kepada pasien dan keluarga.
dengan pemasangan kateter intermiten
• Memaksimalkan fungsi mobilisasi dan ke-
setiap 6 jam. Pemasangan pipa supra-
mampuan perawatan diri (kemandirian)
pubik dapat dilakukan pada kondisi
pasien.
priapismus untuk menghindari cedera
sekunder saluran kemih. Penanganan se- • Mencegah masalah kesehatan komorbid,
lanjutnya tergantung dari basil pemerik- seperti kontraktur, luka decubitus, ma-
saan urodinamik. salah pernapasan, dan seterusnya.
Pencapaian tersebut melibatkan ker-
2. Tata laksana operatif
jasama multidisiplin, yang dimulai se-
Tujuan utama pembedahan adalah
jak fase akut, perawatan, hingga setelah
melakukan dekompresi terhadap me-
perawatan. Adapun tindakan-tindakan
dula spinalis dan melakukan stabilisasi
rehabilitasi sendiri, meliputi fisioterapi,
tulang belakang. Operasi pada pasien
terapi okupasi, latihan miksi dan defeka-
cedera medula spinalis diindikasikan
si rutin, terapi psikologis, dan, konseling.
pada keadaan-keadaan sebagai berikut:
• Terdapat fraktur, pecahan tulang CONTOH KASUS
menekan medula spinalis Wanita usia 39 tahun datang dengan keluhan
• Gambaran neurologis progresifmem- utama kelemahan keempat ekstremitas sejak
buruk 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
diketahui mengalami kecelakaan lalu lintas 1
• Fraktur dan dislokasi yang labil
jam sebelum masuk IGD. Pasien mengendarai
• Herniasi diskus intrevertebralis yang sepeda motor dengan kecepatan 20-30km/
menekan medula spinalis jam. Pasien diserempet dari belakang dan ke-

417

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

mudian terjatuh ke arab depan dengan posisi ganan trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUifRSCM; 2006.
tertelungk:up dengan dagu terkena aspal dan
2. WHO. Spinal cord injury. World Health Organiza-
helm terlepas. Pasien terseret beberapa me- tion [serial online]. 2013 [diunduh 10 November
ter ke depan. Pasien sadar dan ingat semua 2016]. Tersedia dari: WHO.
kejadian sebelum, saat, dan sesudah ke- 3. American College of Surgeon. Advanced trauma
life support. Chicago: American College of Sur-
celakaan. Tidak terdapat darah yang keluar geons; 2012.
dari telinga dan hidung. Pasien menyangkal 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
adanya benturan pada kepala. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kes-
Sesaat setelah kejadian, pasien mengeluh- ehatan Rl; 2008.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kan nyeri hebat pada pada Ieber belakang
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
disertai dengan kelemahan pada kedua (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Kes-
tangan dan kaki. Kedua lengan masih dapat ehatan Rl; 2014.
digeser, siku dapat ditekuk, jari-jari tangan 6. Y1lmaz T, Turan Y, Keles A. Pathophysiology of the
spinal cord injury. JCEI. 2014;5(1):131-6.
masih dapat digerakkan, lengan kiri terasa 7. Dumont RJ, Okonkwo DO, Verma S, Hurlbert RJ,
lebih berat jika dibandingkan dengan le- Boulos PT, Ellegala DB, dkk. Acute spinal cord
ngan kanan. Kedua kaki sama sekali tidak injury, part I: Patophysiologic mechanism. Clin
Neuropharmacol. 2001;24(5):254-64.
dapat digerakkan. Pasien juga merasa baal 8. Kirshblum SC, Burns SP, Sorensen FB, Dono-
dari setinggi bahu sampai tubuh bagian van W. Graves DE, Jha A, dkk. International
bawah dan ekstremitas bawah. standards for neurological classification of spi-
nal cord injury (ISNCSCI). I Spinal Cord Med.
Pertanyaan: 2011;34(6):535-46.
1. Ananmnesis apa yang masih kurang? 9. Chesnut RM. Emergency management of spinal
cord injury. Dalam: Narayan RK, Wilberger JE Jr, Pov-
2. Apa saja pemeriksaan fisik yang akan lishock JT, editor. Neurotrauma. New York: Me Graw
dilakukan dan apa basil yang diharap- Hill; 1996. h. 1121-41.
10. Benzel EC, Doezema D. Prehospital management
kan? of the spinally injured patient Dalam: Narayan RK,
3. Pemeriksaan penunjang apa yang Wilberger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
akan dilakukan dan apa basil yang New York: McGraw Hill; 1996. h. 1113-1120.
11. Rodts GE, Haid RW. Intensive care management
akan diharapkan? of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil-
4. Apa diagnosis dan diagnosis banding berger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
New York: Me Graw Hill; 1995. h. 1201-12.
kasus ini? 12. Cahill DW. Rechtine GR. The acute complications
5. Apa tata laksana medikamentosa dan of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil-
berger IE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
non-medikamentosa yang akan di-
New York: Me Graw Hill; 1996. h. 1229-36.
lakukan? 13. Wilson JR, Cho N, Fehlings MG. Traumatic spi-
6. Bagaimana prognosis wanita pada nal cord injury. Dalam: Smith M, Citerio G, KOfke
WA, editor. Oxford Textbook of Neurocritical
kasus ini? Care. Inggris: Oxford University Press; 2016. h.
274-275
14. Byrne TN, Waxman SG. Spinal cord compres-
DAFTAR PUSTAKA sion: Diagnosis and Priciples of Manage-
1. Perhimpunan Dokter Spesialis SarafIn- ment. Philadephia: FA Davis Company; 1990.
donesia (PERDOSSI). Konsensus nasional penan- h. 41-42.

418

Scanned for Pablo


KOMPLIKASI PASCACEDERA KEPALA
26 Diatri Nari Lastri

PENDAHULUAN nis gangguan ini berbeda-beda tergantung


Komplikasi pascacedera pada kasus-kasus dari berat-ringannya cedera, tetapi secara
neurologi dapat terjadi segera ataupun ke- umum dibagi menjadi adanya perubahan
mudian. Kerusakan sekunder sel saraf aki- ke-sadaran, gangguan atensifkonsentrasi,
bat cedera kepala traumatik dapat terjadi memori, dan fungsi eksekutif. Gangguan
dalam hitungan menit hingga hitungan hari atensi, kecepatan proses pikir; memori
setelah cedera awal. Setiap kali jaringan episodik, dan fungsi eksekutif merupa-kan
saraf mengalami cedera, serangkaian per- gangguan yang paling sering terjadi pada
ubahan terjadi pada kompartemen intra periode cedera subakut.
maupun ekstraselular. Perubahan inilah Gangguan kognitifmerupakan sekuele yang
yang pada akhirnya akan menimbulkan akan menghambat proses rehabilitasi dan
komplikasi akut maupun kronis. Semakin penyembuhan serta memengaruhi keluar-
berat cedera, tentunya akan meningkatkan an yang buruk. Hal ini dapat mengganggu
risiko serta besar masalah komplikasi yang kualitas hidup, kemampuan kembali kerja
terjadi. dan h'ilangnya produktivitas, serta hilang-
Secara garis besar; komplikasi pascacedera di nya komunikasi terhadap keluarga.
bidang neurologi terbagi menjadi komplikasi Patofisiologi
neurologis yang terdiri dari komplikasi kog- Trauma kepala menyebabkan otak bersentu-
nitif dan nonkognitif, serta komplikasi me- han dengan tulang tengkorak atau objek luar;
tabolik Komplikasi metabolik yang sering akibat proses akselerasi-deselerasi (Gam-
muncul dan menimbulkan gangguan adalah bar 1). Momen inersia akibat mekanisme
hiponatremia dan koagulopati pascacedera
akselerasi-deselerasi berhubungan dengan
yang akan dibahas dalam bab ini. tarikan, robekan, dan penekanan yang me-
nyebabkan kerusakan akson.
KOMPLIKASI NEUROLOGIS
1. Komplikasi KognitifPascacedera Kepala Cedera akibat mekanisme tersebut terjadi
Masalah neurobehavior sering terjadi setelah segera (cedera primer) dan berlangsung se-
cedera kepala, di antaranya gejala neurop- terusnya, sehingga menyebabkan pelepasan
sikiatrik, masalah kognitif, dan agresi. Gang- neurotransmiter yang dipicu oleh kaskade
guan kognitif sering terjadi sekitar 40-60% kerusakan eksitotoksik dan hal lain, seperti
dalam 1 sampai 3 bulan pascacedera. Je- hipoksia, edema, dan peningkatan tekanan
intrakranial (cedera sekunder). Lokasi yang

419
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Kranium

css
(satu arah)

A&ran
css

A. B.
Gambar 1. Biomekanika Cedera Kepala Akselerasi Linear (A) dan Rotasional (B)
CSS: cairan serebrospinal

paling sering terlibat dalam cedera kepala kan secara sekuensial ke striatum, globus
adalah lobus temporal anterior, inferior, palidus, talamus, dan kembali ke korteks
dan laterat serta lobus frontal. Terdapat fro natal.
keterlibatan perubahan neurotransmiter
Sirkuit yang terlibat adalah (Gam bar 3):
pacta sekuele neurobehavior, termasuk
gangguan fungsi kognitif. Perubahan yang • Frontaljprefrontal-subkotikal dorsolat-
terjadi melibatkan katekolamin, kolinergik, eral akan mengganggu fungsi eksekutif
dan serotonin. seperti memori, pengambilan keputus-
an, penyelesaian masalah, dan fleksibi-
Area frontal-subkortikal dengan tiga
litas mental.
sirkuit utamanya berperan penting pacta
pengaturan perilaku. Area ini tumpang • Orbitofrontal-subkortikal lateral akan
tindih dengan area yang rentan terhadap mengganggu intuisC perilaku sosiat dan
cedera yang menyebabkan perubahan mekanisme konrol diri.
perilaku dan emosional pascacedera (Gam- • Medial frontal-subkortikal anterior akan
bar 2). Setiap sirkuit memulai perjalanan- menyebabkan gangguan motivasi dan
nya dari korteks di frontal dan diproyeksi- inisiasi.

420

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

Gam bar 2. Lokasi Kontusio yang Terjadi pada Cedera Kepala

Orbitofronta I Prefrontal Cingu lata


lateral dorsolatera l anterior
(kompartemen (fungsi (perilaku
sosia l) eksekutif) te rmotivasi)

Globus
- - - - - - - - palidus
lnterna & SN

Ja lur eksitatorik
------ ---- ----> Jalurinhibitor

Gambar 3. Sirkuit Frontal-Subkortikal

421

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

Amnesia Retrograd Amnesia Anterograd

~
lll
c:
3
lll

Waktu
Gam bar 4. Gangguan Memori Pada Fase Akut Setelah Cedera Kepala Tertutup
Sumber: Evans RW. Neurology and trauma; 2006.

Gejala dan Tanda Klinis paling sering terkena adalah atensi fokus/
Modalitas a tau ranah (domain) kognitif diba- selektif, sustained attentionjkonsentrasi,
gi menjadi atensi, fungsi eksekutif, memori, atensi terbagi (distrakbilitas ), dan alter-
bahasa, visuospasial-visuokonstruksi, dan nating attention/set shifting (kesulitan
keterampilan motorik serta persepsi sen- melakukan tugas jamak pada satu waktu ).
sorik. Gangguan fungsi kognitif pada cedera
Penting untuk menilai kemampuan atensi
kepala dapat berupa cedera difus atau fokal
karena gangguan atensi mempunyai efek
tergantung dari mekanisme cedera. Cedera
pada kemampuan kognitif lain, terutama
otak difus sering mengikuti cedera otak ter-
memori dan fungsi eksekutif.
tutup akibat mekanisme akselerasi-dese-
lerasi, akan melibatkan banyak ranah kog- 2. Memori
nitif. Gangguan yang bersifat fokal biasanya Gangguan memori merupakan salah satu
akibat cedera kepala penetrasijlaserasi. gangguan tersering pada cedera kepala,
dan hal ini berkaitan dengan kerusakan
Ranah kognitif yang terganggu mengikuti lobus temporal medial, struktur talamus
cedera kepala: medial dan garis tengah, basal frontal,
1. Atensi dan kecepatan proses pikir serta sistem koneksi frontal. Perbedaan
Gangguan atensi sering mengikuti cedera an tara amnesia anterograd dan retrograd
kepala dan berkaitan dengan kerusakan penting pada klinis. Amnesia anterograd
difus atau struktur dan sistem otak mul- atau posttraumatic amnesia (PTA) meru-
tipel termasuk korteks parietal inferior, pakan ketidakmampuan atau terbatasnya
korteks frontal, dan sistim limbik. Wa- kemampuan untuk mempelajari informa-
laupun terdapat banyak tipe atensi, yang si baru atau pengetahuan sejak terjadinya

422

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

cedera otak, sedangkan amnesia retro- selaraskan dengan gambaran pencitraan


grad merupakan ketidakmampuan untuk untuk menilai keparahan cedera kepala.
memanggil (recallJ kejadian yang menda-
2. Pascacedera
hului onset cedera otak. Fungsi memori
Pemeriksaan kognitif dengan MMSE dan
yang sering terganggu adalah proses
frontal battery assessment (FBA) diperlu-
memori deklaratif, seperti recall kejadian
kan untuk menentukan strategi restorasi
dan waktu, serta subranah yang berkaitan
kognitif.
seperti encoding dan retrieval.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
3. Fungsi eksekutif
Evaluasi menyeluruh merupakan prasyarat
Gangguan fungsi eksekutif dapat melipu-
sebelum melakukan penatalaksanaan ter-
ti, (1) gangguan kemampuan penalaran/
hadap gangguan fungsi kognitif pasca-
reasoning (diperlukan untuk mengambil
cedera. Harus dipastikan bah,wa gangguan
keputusan), (2) perencanaan, (3) inhi-
terse but memang terkait cedera otak, bukan
bisi, (4) organisasi, dan (5) sequencing.
oleh penyebab lain karena gangguan kogni-
Gangguan fungsi eksekutif (sindrom
tif yang terjadi pada masa akut dan kronik
diseksekutif) pada awalnya dipikirkan
setelah cedera kepala dapat disebabkan dan
merupakan kerusakan lobus frontal,
dipengaruhi oleh faktor lain, seperti:
namun berdasarkan penelitan saat ini
gejala lobus frontal dapat terjadi pada • Fungsi kognitif dan intelektual premorbid
kerusakan area lain yang mempunyai • Penyakit neurologis lain
hubungan dengan lobus frontal. Hilang- • Masalah metabolik yang menyertai
nya inisiasi dan motivasi, apati, serta
• Masalah psikiatrik
hilangnya kemampuan tilikan (insight)
juga berkaitan dengan gangguan fungsi • Adanya riwayat penggunaan atau peng-
eksekutif yang mengakibatkan masalah hentian tiba-tiba obat dan zat adiktif
keluarga dalam proses rehabilitasi. • Malingering
Pemeriksaan Neurobehavior Selain melakukan pemeriksaan klinis, baik
1. Pra-tata laksana anamnesis maupun pemeriksaan fisik serta
Derajat keparahan cedera otak, prediksi neuropsikologik yang cermat, penentuan
prognosis jangka pendek dan panjang, gangguan fungsi kognitif pascacedera dapat
dapat ditentukan oleh durasi PTA. PTA ditunjang dengan penggunaan pencitraan.
dan gangguan orientasi dapat dinilai
Tata Laksana
dengan pemeriksaan Tes Orientasi dan
1. Medikamentosa
Amnesia Galvaston (TOAG). Pada pasien
Belum ada hasil studi yang memadai
rawat inap yang sudah pulih kesadaran-
mengenai efek penggunaan medikamen-
nya, harus dilakukan pemeriksaan TOAG
tosa terhadap gangguan fungsi kognitif
serial (harian) sampai mencapai nilai
pascacP.dera, namun beberapa penelitian
minimal 75 untuk memperkirakan du-
menunjukkan potensi perbaikan. Dian-
rasi PTA. Hasil pemeriksaan klinis ini di-
jurkan menggunakan pendekatan 'start-

423

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

low, go slow, but go: Selanjutnya perlu Donepezil meningkatkan gangguan


penilaian ulang berkesinambungan untuk atensi dan memori pada periode sub-
mengetahui manfaat, efek samping, dan akut (kelas I). Pada periode kronik,
interaksi obat. Titrasi dilakukan sampai meningkatkan gangguan memori dan
tercapai dosis yang diinginkan atau jika atensi (kelas II), gangguan sensori
terdapat efek samping obat. (kelas II), gangguan memori deklara-
tif (kelas III), dan gangguan perilaku
a. Antagonis reseptor n-metil-d-aspartat
yang terkait (kelas IV).
(NMDA-antagonis) nonkompetitif
Antagonis glutamatergic berguna untuk 2) Rivastigmin
menghambat input pada neuron dopa- Rivastigmin menghambat asetilko-
minergik presinaptik dan memperkuat linesterase dan butiril-kolinesterase
neurotransmisi dopaminergik sekunder. yang mempengaruhi kerja fungsi
Memantin dan amantadin merupakan kolinergik serebral. Pengobatan
contoh dari jenis ini dan bekerja secara dengan rivastigmin pada periode
antagonis nonkompetitif terhadap kom- kronik dapat meningkatkan atensi
pleks reseptor NMDA melalui ikatan dan working memory (kelas 1). Pada
phencyclidine di dalam kanal ion reseptor. gangguan memori persisten pasca-
cedera, rivastigmin meningkatkan
Pemberian pada beberapa hari pertama
memori deklaratif, juga atensi, ke-
akan meningkatkan kesadaran di minggu
cepatan proses pikir, fungsi eksekutif
pertama setelah cedera (kelas IV). Pada fase
dan status neuropsikiatrik (kelas IV).
subakut, penggunaan amantadin menun-
Peningkatan subyektif pada atensi,
jukkan perbaikan pada atensi, fungsi visuo-
memori, motivasi, dan fatigue juga di-
spasial (praksis konstruksi), fungsi ekseku-
laporkan (kelas IV).
tif, dan fungsi kognitif umum pascacedera
kepala sedang sampai berat (kelas IV). d. Augmentasi kombinasi katekolamin dan
kolinergik
b. Augmentasi katekolamin
Metilfenidat dapat meningkatkan kadar
Cytidine 5-diphosphocholine (sitikolin atau
dopamin serebral melalui peningkatan
CDP-choline) merupakan obat intermedi-
pelepasannya dan memblokade ambilan
ate essential dalam jaras biosintetik fosfo-
lipid ke dalam membran sel. Pengobatan
monoamin pada dosis tinggi serta inhi-
bisi monoamin oksidase. (kelas I), aten- dengan sitikolin selama periode awal
si, kecepatan proses pikir (kelas II) dan cedera ringan dan sedang dapat menu-
fungsi kognitif umum (kelas IV). Selain runkan post-concussion syndrome dan me-
memperbaiki fungsi kognitif, metilfeni- ningkatkan memori rekognisi (kelas 1).
dat juga menurunkan rasa kantuk siang e. Pertimbangan penggunaan obat golongan
hari pada depresi (kelas II). lain
c. Augmentasi kolinergik Obat antiepilepsi berkontribusi terha-
1) Donepezil
dap gangguan kognitifpada cedera kepala
(kelas IV). Pengobatan profilaksis dengan

424

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

fenitoin atau karbamazepin setelah minggu 1) N. I (Olfaktorius)


pertama cedera menyebabkan gangguan Lamina kribrosa merupakan bagian dari
kognitif. Valproat memperlihatkan fungsi tulang etmoid yang memiliki foramen-
kognitifyang stabil (kelas 1). foramen kecil tempat keluarnya serabut
saraf dari N. Olfaktorius. Fraktur pada
Benzodiazepin sebagai agonis GABA dapat
daerah ini akan menyebabkan disrupsi se-
menyebabkan eksaserbasi gangguan kog-
rabut saraf hal us N. Olfaktorius, sehingga
nitif pada pasien dengan cedera kepala.
terjadi hilangnya kemampuan penghidu.
Agonis GABA dapat berdampak negatif
terhadap neuroplastisitas. Trauma pada daerah oksipital lebih
sering menyebabkan gangguan penci-
2. Nonmedikamentosa
uman dibandingkan trauma langsung di
Rehabilitasi kognitifmerupakan program
daerah frontal. Setiap benturan pada ke-
intervensi sistematis yang dirancang un-
pala, bahkan benturan ringan sekalipun,
tuk meningkatkan kemampuan kognitif
tetap akan berpotensi menyebabkan
dan aplikasinya ditujukan untukaktivitas
gangguan penghidu permanen, tetapi
fungsi sehari-hari. Rehabilitasi neuro-
secara umum insidens anosmia bersifat
psikologi secara komprehensif-holistik
paralel dengan derajat cedera.
direkomendasikan selama pascaakut
untuk memperbaiki gangguan kognitif Gejala klinis gangguan penciuman dapat
dan disabilitas fungsional pada pasien berupa anosmia, hiposmia, ataupun par-
cedera kepala sedang dan berat (kelas I). osmia. Seringkali pasien tidak menyadari
adanya gangguan ini, tetapi mengeluhkan
2. Komplikasi Nonkognitif Pascacedera
adanya perubahan sensasi pengecapan.
A. Cedera Saraf Kranialis
Cedera yang terjadi pada saraf kranial Kecurigaan cedera pada N. Olfaktorius bila
merupakan defisit neurologis yang pal- didapatkan adanya rinorea karena kebo-
ing sering terjadi akibat trauma kepala. coran cairan serebrospinal (CSS), perdara-
Patel dan Coello menyebutkan bahwa han dari dalam kavum nasi, ekimosis peri-
cedera saraf kranial pascacedera lebih orbital, dan ptosis. Pemeriksaan rinorea
banyak merupakan lesi tunggal (67- akibat kebocoran CSS dilakukan dengan
77,6%) dibandingkan lesi multipel melakukan tes halo (cara pemeriksaan
(22,4-32%). Separuh diantaranya diaki- dapat dilihat di bab Cedera Kepala). Diper-
batkan oleh cedera kepala ringan. lukan CT scan kepala dengan bone window
pada trauma untuk menilai ada/tidaknya
Insidens cedera saraf kranial bervariasi fraktur tulang kranium, khususnya daerah
antara 5-23%. Secara umum nervus olfak- basis kranii anterior.
torius, fasialis, dan akustikus merupakan
tiga saraf kranial yang paling sering ter- Seringkali pemeriksaan terhadap fungsi
kena, diikuti nervus optikus dan okulomo- N. Olfaktorius terlewatkan oleh klinisi,
torius. Nervus trigeminus dan saraf-saraf terutama pada pasien dengan penu-
kranial bawah paling jarang terlibat. runan kesadaran. Biasanya gangguan

425

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

baru diketahui ketika pasien sadar atau- Gangguan penglihatan yang terjadi dapat
pun saat sudah pulang perawatan. terjadi segera ataupun tertunda. Gangguan
penglihatan tertunda biasanya memiliki
2) N. II (Optikus)
prognosis yang lebih baik karena masih
Cedera pada N. Optikus dikenal dengan
dapat reversibel dibandingkan tipe segera.
nama traumatic optic neuropathy (TON).
Sebagian kecil kasus mengalami perburu-
Trauma ini dapat akibat trauma lang-
kan dalam hitungan jam sampai dengan
sung dan tidak langsung. Trauma lang-
hari setelah trauma, diduga akibat edema
sung (direct) pada TON (DTON) umum-
atau iskemia dalam kanal atau kompresi
nya berupa disrupsi anatomis serabut
oleh hematom subperiosteal orbita.
saraf optikus. Sekitar satu dari empat pe-
nyebabnya diakibatkan oleh luka tembus Diagnosis menjadi sulit ditegakkan pada
dan tersering berupa luka tembak. Ben- pasien dengan penurunan kesadaran,
tuk disrupsi yang terjadi dapat berupa tetapi apabila ditemukan kelainan pada
avulsi, kompresi, dan transeksi. refleks cahaya berupa pupil Marcus-
Gunn, dapat dijadikan sebagai penanda
Berbeda dengan trauma langsung, trau- adanya TON. Pemeriksaan funduskopi di
ma N. Optikus tidak langsung (indirect) awal kejadian dapat tidak menunjukkan
atau ITQN diakibatkan oleh transmisi en- kelainan, karena papil atrofi baru dapat
ergi dari trauma tumpul di daerah supra- terlihat dalam 4-6 minggu. Trauma bola
orbital ipsilateral ke kanalis N. Optikus. mata dengan avulsi N. Optikus dapat
Mekanisme ini secara tidak langsung disertai gambaran funduskopi berupa
akan menyebabkan terjadinya konkusio perdarahan dan disrupsi.
(concussion), laserasi, maupun kontusio
Pemeriksaan penunjang yang perlu diker-
N. Optikus. Selain itu, edema, iskemia,
jakan adalah visual evoked potential (VEP)
trombosis mikrovaskular, dan infark dari
dan MRI kepala. VEP berperan dalam
N. Optikus juga turut berperan dalam
manajemen penatalaksanaan dan progno-
ITON sebagai faktor cedera sekunder.
sis, sedangkan MRI menunjukkan gamba-
Keluhan utama pada trauma N. Optikus ran perubahan kontinuitas saraf berupa
adalah kebutaan monokular, tetapi gang- peningkatan intensitas sinyal diN. Optikus.
guan visus juga biasa terjadi. Pada cedera
3) N. III (Okulomotorius)
parsial, seringkali terdapat defek altitu-
Paralisis N. Okulomotorius akibat trau-
dinal inferior. Gangguan lapang pandang
ma biasanya terjadi pada cedera kepala
terjadi pada 10% kasus akibat kerusakan
yang berat disertai hilang kesadaran,
kiasma pada cedera kepala berat. Banyak
atau fraktur tulang kranium. Penyebab
cedera di daerah kiasma yang sifatnya
tersering adalah peningkatan intrakranial
asimetris, disertai neuropati optikus
disertai herniasi unkus sehingga menye-
unilateral yang berat berkaitan dengan
hemianopia temporal kontralateral. babkan kompresi sarafkranial ipsilateral.
Pupil abnormal merupakan tanda awal
adanya paralisis saraf ini.

426

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

(a) N. Okulomotorius (b) N. Troklearis (c) N. Abdusens


Posisi primer bola mata Posisi primer bola mat a Posisi primer bola mata

Melirik ke kanan

Head tilt ke sisi paresis


Melirik ke atas kiri (fenomena Bielschowsky)
Dilatasi pupil terfiksir pada
para lis is N. Okulomotorius
(kanan)
Gambar 5. Paralisis Gerak Bola Mata
(a) N. Okulomotorius, (b) N. Troklearis, (c) N. Abdusens

Biasanya N. Okulomotorius terdesak pada merupakan klinis utama yang ditemukan


tepi tulangtengkorakyangtajam dari ten- pada paralisis N. Okulomotorius, bahkan
torium sisi berlawanan. Paralisis terjadi pacta pasien dengan penurunan kesadaran.
pada sisi yang kontralateral dari herniasi,
Pasien dengan penurunan kesadaran
kecuali lesi pada daerah otak tengah ba-
perlu dilakukan pemeriksaan gerak bola
gian rostral, seperti herniasi transtentori-
mata segera setelah perbaikan kesadar-
al dapat mempengaruhi sarafini bilateral.
an. Pacta proptosis yag disertai pembeng-
Secara umum, trauma saraf kranialis III, kakan kelopak mata, sebaiknya beri wak-
IV, dan VI akan memberikan gambaran tu sampai pembengkakan tidak terlalu
gangguan gerak bola mata berupa diplo- berat, agar penilaian gerakan bola mata
pia. Perbedaan ketiganya terletak pacta lebih akurat.
gerakan bola mata ke arah mana yang
4) N. IV (Troklearis)
terganggu (Gambar 5). Adanya pupil
N. Troklearis memiliki struktur anatomis
yang berdilatasi dan eksotropia unilateral

427

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

yang ramping dan panjang, sebingga ren- ula. Foramen rotundum dan ovale meru-
tan cedera. Trauma kepala memang meru- pakan tempat keluarnya percabangan N.
pakan penyebab tersering cedera saraf Trigeminus. Trauma tertutup maupun
kranialis ini dan biasanya unilateral. Nuk- trauma tembus juga berpotensi menye-
leus saraf ini terletak di mesensefalon. babkan cedera pada ganglion trigeminal.
Fasikulus menyilang di dorsum mesense-
Gejala yang dikeluhkan oleb pasien bi-
falon pada saat keluar dari batang otak,
asa-nya sensasi nyeri sesuai cabang pen-
sebingga lesi di nukleus dan fasikulus
jalaran dari N. Trigeminus yang termasuk
akan memberi gambaran kontralateral,
dalam neuralgia trigeminal simtomatik.
berbeda dengan lesi di ruang subara-
Terkadang disertai juga keluban berupa
knoid, sinus kavernosus, ataupun orbita.
biperpati se-suai distribusi saraftersebut.
Gejala yang dikelubkan pasien paralisis N.
Setiap pasien dengan kecurigaan trauma
Troklearis berupa diplopia saat menaiki
kepala di daerab wajab dan sekitar telin-
tangga, membaca koran atau buku. Pasien
ga, perlu diperbatikan kemungkinan ad-
atau keluarga juga mengelubkan bila saat
anya paralisis sarafini. Berikut ini meru-
membaca, pasien cenderung memiring-
pakan kriteria diagnosis dari neuralgia
kan kepalanya ke arab yang sebat.
trigeminal simtomatik berdasarkan Kon-
Pemeriksaan cedera N. Troklearis umum- sensus Nyeri Kepala Perdossi dan The
nya banya dapat dilakukan pada pasien International Classification of Headache
dengan kesadaran penub dan koperatif. Disorders:
Pemeriksaan fisik terbadap klinis dip-
1) Serangan nyeri paroksismal beberapa
lopia pada cedera N. Troklearis adalab
detik sampai dua menit dengan atau
dengan memiringkan kepala ke arab
tanpa nyeri persisten diantara serangan,
bawab ipsilaterallesi (Gam bar Sb). Ter-
melibatkan satu atau lebih cabang/di-
dapat bipertropia yang memberat saat
visi N. Trigeminus.
melirik ke arab kontralateral.
2) Memenubi paling sedikit karakteristik
5) N. V (Trigeminus)
nyeri sebagai berikut:
Cedera cabang dari N. Trigeminus sering-
kali terlibat pada laserasi wajah dan fraktpr • Kuat, tajam, superfisial atau rasa
tulang wajab, terutama daerah maksilofa- se-perti ditikam
sial dan basis kranii, karena percabangan • Dipresipitasi dari area pencetus
N. Trigeminus keluar melalui beberapa atau oleb faktor pencetus
foramen dari tulang kranium (Gambar 6). 3) Jenis serangan stereotipik pada se-
N. Trigeminus cabang infra dan supra- tiap individu.
orbita biasanya mengalami cedera pada 4) Etiologi adalab selain kompresi pem-
trauma daerab dabi, kavum orhita, dan bulub darah, berdasarkan pemerik-
maksila. Cedera cabang ketiga N. Trige- saan khusus dan atau eksplorasi fossa
minus biasa terjadi pada fraktur mandib- posterior.

428

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepa/a

Pemeriksaan refleks kornea perlu diker- seringkali terfiksasi pada posisi aduksi.
jakan. Adanya anestesi kornea atau hi- Diplopia horizontal yang memberat saat
langnya refleks kornea membuat pasien melihat jauh merupakan gejala dari para-
rentan mengalami keratitis eksposur lisis inkomplit yang lebih sering terjadi.
hingga terjadinya ulkus kornea. Selain itu juga didapatkan strabismus
paralitik (nonkonkomitan) yang akan
6) N. VI (Abdusens)
tampak jelas bila melirik ke arah otot yang
Paralisis N. Abdusens akibat trauma
terlibat pada pemeriksaan. Kelemahan
cukup sering terjadi dan kebanyakan
ringan akan menunjukkan esotropia pada
dapat pulih sempurna. Kenaikan tekan-
pemeriksaan cover uncover.
an intrakranial pada trauma kepala me-
nyebabkan penekanan batang otak ke Pasien dengan kesadaran penuh akan
bawah berakibat peregangan berlebihan mengeluhkan diplopia saat melihat jauh.
pada N. Abdusens di daerah ujungjtip Pada pemeriksaan gerak bola mata, dalam
petrosus, sehingga terjadi paralisis. posisi primer sisi yang terganggu akan tam-
pak berkonvergensi ke arah aksis. Pada saat
Pada paralisis total saraf VI, bola mata
me Jirik ke arah lateral, akan terdapat parali-
tidak dapat melakukan abduksi dan
sis di sisi yang terganggu (Gambar Sc).

Ganglion lrigemoml

Cabang alveolaris·-/-!--~~......,~~-­
Inferior (gigi)

Gam bar 6. Anatomi N. Trigeminus

429

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

7) N. VII (Fasialis) longitudinal ke bawah mengikuti aksis


Trauma N. Fasialis terjadi pada sekitar piramid petrosus, ataupun transversal
50% kasus. Cedera pada N. Fasialis ter- melintasi tulang tersebut. Kedua me-
bagi menjadi trauma langsung dan tidak kanisme fraktur tersebut dapat mengaki-
langsung. Pada trauma langsung, kom- batkan perlukaan saraf fasialis. Fraktur
ponen fraktur menyebabkan kerusakan longitudinallebih sering terjadi, mengaki-
pada saraf. Lain halnya dengan trauma batkan edema pada saraf fasialis.
langsung, trauma tidak langsung diaki-
Gejala yang timbul pada cedera N. Fasi-
batkan oleh adanya edema atau hema-
alis dapat segera setelah trauma maupun
tom jaringan lunak sekitar saraf yang
kemudian. Pada gejala yang tidak tim-
menyebabkan kompresi pada saraf.
bul segera biasanya cenderung sembuh
Fraktur tulang petrosa pada trauma ke- spontan. Berbeda dengan paralisis pada
pala dapat melukai daerah labirin dan fraktur transversal, N. Fasialis seringkali
saraf fasialis. Garis fraktur dapat terjadi mengalami laserasi, kontusio, ataupun

Nukleus !asialis Nukleus traktus

Nukleus
saliva tori us
superior

SEGMEN:

Meatal

Labirintin
N. Petrosus (superfisialis) mayor
Timpanik . .L - - - Cabang sarafke M. Stapedius
(horizontal)

- - - - - Stapes

Mastoid
(vertikal)
N. Korda timpani

Gam bar 7. Anatomi N. Fasialis

430

Scanned for Pablo


Kamplikasi Pascacedera Kepala

cedera yang berat. Paralisis yang timbul 8) N. VIII (Vestibulokoklearis)


biasanya segera pada cedera jenis ini. Cedera saraf ini terutama diakibatkan
Gejala cedera N. Fasialis bergantung pada oleh trauma tumpul langsung pada
lokasi lesi berdasarkan anatominya (Gam- daerah parietal dan temporal. Cedera
bar 7). Hilangnya fungsi pengecapan pada yang terjadi biasanya bersamaan dengan
dua pertiga anterior terjadi pada cedera para-lisis N. VII akibat trauma yang me-
segmen vertikal mastoid. Pada cedera ngenai kanalis auditorik interna, yaitu
pada:
segmen horizonal (N. Fasialis segmen te-
linga tengah) akan menyebabkan hilang- a) Fraktur basis kranii
nya refleks stapedius, sehingga terjadi Fraktur tulang temporal paling sering
hiperakusis (hipersensitivitas terhadap diakibatkan oleh trauma tumpul lang-
bunyi yang keras) dan hilangnya penge- sung pada tengkorak bagian parietal.
capan ipsila-teral. Meski demikian, hi- Fraktur biasanya terjadi di sekitar fora-
langnya fungsi gustatorik setelah trauma men mayor basis kranii karena kapsula
kepala sebenarnya jarang terjadi. Gejala otik yang meliputi telinga bagian dalam
klinis lain yang dapat terjadi pada cedera sangat tebal. Fraktur biasanya terjadi di
N. Fasialis, yaitu gangguan lakrimasi ipsi- sekitar akar meatus akustikus ekster-
lateral yang diakibatkan oleh adanya lesi nus dan berjalan paralel dengan apeks
pada segmen labirin. petrosus, kemudian menjalar ke bagian
depan foramen laserum dan arteri karo-
Terdapat beberapa macam penilaian
tis. Kadang kala melibatkan regio sendi
fungsi N. Fasialis, antara lain klasifikasi
temporomadibular.
House-Brackmann (Tabell).

Tabell. Klasifikasi House-Brackmann


Derajat 1 Normal
Fungsi motorik wajah normal di semua area.
Derajat 2 Disfungsi ringan
Kelemahan pada otot wajah, saat istirahat tonus otot normal dan simetris, gerakan kerutan
dahi normal atau terdapat gangguan ringan, mata dapat menutup sempurna dengan usaha
minimal, gerakan mulut asimetris minimal.
Derajat 3 Disfungsi sedang
Dapat terlihat sinkinesis, kontraktur, atau spasme hemifasial, saat istirahat tonus otot
normal dan simetris, gerakan kerutan dahi terdapat gangguan ringan sedang, mata dapat
menutup sempurna dengan usaha, gerakan mulut Iemah dengan usaha maksimal.
Derajat 4 Disfungsi sedang-berat
Terdapat kelemahan yang jelas pada satu sisi wajah, saat istirahat tonus otot normal dan
simetris, tidak terdapat gerakan kerutan dahi, mata tidak dapat menutup sempurna,
gerakan mulut asimetris dengan usaha maksimal.
Derajat 5 Disfungsi berat
Saat istirahat wajah asimetris, tidak terdapat gerakan kerutan dahi, mata tidak dapat
menutup sempurna, gerakan mulut minimal.
Derajat 6 Paralisis total
Sumber: Bhatoe HS. IJNT. 2007. h. 89-100.

431
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Fraktur longitudinal terjadi antara 70- b) Labyrinthine concussion


90% dari total fraktur tulang temporal. Mekanisme ini disebabkan oleh energi
Kurang dari 20% diantaranya berupa yang dihasilkan oleh trauma dan kemu-
fraktur transversal, tetapi paling sering dian dihantarkan oleh tulang ke koklea
dikaitkan dengan kerusakan saraf VII seperti gelombang tekanan melalui me-
dan VIII. Biasanya fraktur ini akan melin- kanisme konduksi udara. Sesuai dengan
tas daerah telinga dalam, merobek mem- studi eksperimental pada hewan per-
bran labirin dan menimbulkan laserasi cobaan, terdapat perubahan patologis
saraf vestibularis dan koklearis, sehing- dalam koklea akibat stimulus suara keras.
ga menyebabkan hilangnya fungsi vesti- Perubahan ini ditandai dengan degen-
buler dan koklear secara komplit. Oleh erasi sel rambut dan neuron koklear pada
karena membran timpani umumnya tengah koklea dan menyebabkan penu-
tetap intak, mekanisme di atas akan me- runan pendengaran nada murni. Nada
nyebabkan perdarahan tertimbun pada yang hilang biasanya pada 4000-SOOOHz.
daerah telinga tengah.

1\Ja§is kranii
5enffill

Gambar 8. Fraktur Basis Kranii

432

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

Gejala dan tanda klinis: tes kalori (hila tidak ditemukan tanda-
• Labyrinthine concussion; berupa keluhan tanda perforasi membran timpani), dan
auditorik dan vestibuler yang menyertai brain auditory evoked potential (BAEP)
fraktur tulang temporal. Ketiadaan ke- dapat dikerjakan hila pasien stabil.
luhan dan tanda batang otak, merupakan
9) N. IX, X, XI (Giosofaringeus, Vagus, Aseso-
pembeda terhadap cedera perifer de-
rius)
ngan sentral. Ketulian mendadak dapat
Ketiga saraf ini merupakan 'trio saraf
terjadi tanpa harus disertai dengan ke-
kranial bawah' yang sering mengalami
luhan vestibuler. Hal ini dapat bersifat
cedera secara bersamaan dikarenakan
reversibel, baik parsial maupun total.
kedekatan anatomisnya di foramen jugu-
• Posttraumatic positional vertigo; terjadi laris. Cedera ketiganya biasanya berkaitan
kurang dari satu menit, namun pasien dengan fraktur basis kranii regia poste-
akan merasakan dizziness disertai mual rior, namun jarang terjadi. Cedera N. IX, X,
dan sempoyongan. Sebuah penelitian XI terutama akibat trauma ekstrakranial
melaporkan vertigo posisional terjadi se-perti trauma tusuk ataupun tembak.
pada 4 7% trauma kepala terkait fraktur Adanya mekanisme cedera akibat hi-
tulang temporal dan 21% trauma kepala perekstensi leher terkadang juga dapat
berat tanpa fraktur tulang tengkorak. menyebabkan cedera di area craniocer-
Mekanisme terjadinya akibat kristal kal- vical junction, terutama pada N. IX dan X.
sium karbonat terlepas dari makula utri- Insidens lebih tinggi pada cedera kepala
kulus, memasuki kanalis semisirkularis berat. Cedera N. Asesorius, khususnya
posterior. akibat trauma kepala terhitung jarang
terjadi. Avulsi yang dapat terjadi lebih
• Traumatic perilymph fistula; trauma ini
banyak dikaitkan dengan trauma spinal
akan mengakibatkan hilangnya pende-
ataupun tindakan operatif.
ngaran, vertigo, atau tinitus segera
setelah trauma kepala, terutama hila ge- Gejala-gejala yang dapat dikeluhkan atau
jala berfluktuasi dari waktu ke waktu. ditemukan pada pasien dengan cedera
Trauma ini karena disrupsi pada labirin, ketiga saraf kranial ini berupa disfo-
biasanya jendela oval ataupun bulat. nia, disfagia, hilangnya refleks muntah,
kelemahan palatum ipsilateral, dan hi-
Oleh karena itu, perlu dicurigai adanya
langnya kemampuan pengecapan seper-
lesi pada N. Vestibulokoklearis teruta-
tiga posterior lidah. Disfungsi vagal pas-
ma pada pasien dengan ditemukannya
cacedera (trauma N. Vagus) juga harus
gangguan pendengaran, perdarahan dari
dicurigai pada pasien dengan pengoso-
telinga, otorea CSS, dan gambaran tan-
ngan lam bung yang terlambat dan hilang-
da Battle Pemeriksaan otoskopi dapat
nya respons kardiak terhadap suction
menunjukkan adanya gambaran keru-
trakeal.
sakan membran timpani, hemotimpa-
num, atau adanya CSS dalam rongga Pasien dengan gejala dan tanda klinis
telinga tengah. Pemeriksaan audiometri, tersebut perlu dilakukan pemeriksaan

433

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

menggunakan laringoskop indirek un- saraf kranialis. Secara umum penatalaksa-


tuk menemukan adanya paralisis plika naannya dibagi menjadi penatalaksanaan
vokalis ipsilateral. Dapat juga ditemukan medikamentosa dan non-medikamentosa.
klinis sindrom Horner bila cedera me- Beberapa cedera saraf kranial dapat dilaku-
ngenai saraf simpatis daerah servikal. kan koreksi dengan tindakan pembedahan
maupun konservatif.
10) N. XII (Hipoglosus)
N. Hipoglosus merupakan salah satu dari Tindakan pembedahan biasanya meliputi
saraf kranial yang paling jarang menga- tindakan dekompresi, penyambungan saraf
lami cedera akibat trauma kepala. Penye- yang mengalami avulsi, dan pembedahan
bab terseringnya adalah akibat trauma korektif (seperti pada cedera N. Okulomoto-
iatrogenik, terutama pascaoperasi ca- rius). Penanganan konservatif meliputi tin-
rotid end-arterectomy. Serabut saraf ini dakan rehabilitasi-fisioterapi, penggunaan
keluar dari intrakranial melalui kanalis penutup mata dan kacamata lensa prisma,
hipoglosus, medial dari kondilus oksipi- serta penggunaan alat bantu dengar.
talis. Penyebab akibat trauma biasanya
a. Medikamentosa
akibat hiperekstensi leher dengan atau
tanpa fraktur tuberkel hipoglosus mau- 1) Kortikosteroid
pun kondilus oksipitalis. Kortikosteroid dapat diberikan pada
trauma akibat benturan, yang pemu-
Penyebab tersering cedera pada N. Hi- lihannya tergantung pada fungsi res-
poglosus adalah akibat trauma pem- pons imun. Namun terdapat bebera-
bedahan. Tetapi cedera ini dapat dise- pa keadaan yang pemberian steroid
babkan oleh luka tembak ataupun luka tidak memberikan dampak positif
tusuk. Keluhan biasanya berupa kesulit- yang berarti.
an 'mengendalikan' makanan padat di
dalam mulut dan bicara pelo. Beberapa kepustakaan menyebutkan
penggunaan kortikosteroid pada ITON
Diagnosis ditegakkan bila didapatkan seperti halnya pemberian steroid pada
klinis adanya paresis N. Hipoglosus peri- cedera medula spinalis, yaitu metil-
fer. Keadaan ini dibedakan dengan pare- prednisolon dosis tinggi (regimen
sis sentral dengan menemukan adanya dapat dilihat pada Bab Trauma Medula
tanda-tanda klinis perifer pada lidah Spinalis). Ada pula studi lain yang me-
berupa papil atrofi (pada onset paresis nyebutkan penggunaan deksametason
yang subakut-kronis), fasikulasi otot li- dengan dosis inisial 0,75mgjkg setiap
dah, flaksid, dan lateralisasi lidah ipsi- 6 jam selama 24 jam.
lateral trauma bila lidah dijulurkan.
Steroid diberikan pada paralisis N.
Tata Laksana Fasialis tipe tunda. Seperti halnya
Seperti halnya penanganan pada cedera penggunaan steroid pada cedera N.
sistem saraf lainnya, tidak ada tata laksana Optikus, tidak ada pedoman khusus
yang dinilai cukup efektif terhadap cedera pemberian dosis steroid. Beberapa

434

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

kepustakaanpun menyebutkan tanpa mengoreksi keluhan diplopia. Tindakan


pemberian steroid klinis dapat mem- pembedahan dapat menjadi pilihan bila
baik dengan sendirinya. pemulihan tidak sempurna.
2) Medikamentosa lainnya Tindakan dekompresi merupakan pilih-
Pada cedera N. Trigeminus yang an utama pada cedera N. Fasialis segera
menetap, biasanya pasien akan mem- dan N. Trigeminus, tetapi prognosis per-
butuhkan pengobatan simtomatik baikannya tergantung dari berat-ringan-
untuk mengurangi atau menghilang- nya cedera saraf yang terjadi. Jika telah
kan gejala hiperalgesia. Dosis dan terjadi avulsi saraf, paralisis yang terjadi
lama penggunaannya dapat berva- biasanya menetap.
riasi pada masing-masing individu.
B. Bangkitan Pascacedera Kepala
Jenis obat-obatan yang digunakan bi-
Bangkitan pascacedera kepala [posttraumat-
asanya merupakan golongan antikon-
ic seizurejPTS) biasanya berkaitan dengan
vulsan dan adjuvan. Dosis pemberian
cedera kepala berat dan dapat terjadi segera
dimulai dari dosis terkecil dikarena-
setelah cedera maupun tertunda. Bangkitan
kan golongan antikonvulsan berisiko
yang terjadi segera setelah trauma kepala
menimbulkan efek samping. Jika
dalam waktu 24 jam memerlukan terapi me-
penggunaan antikonvulsan dan ajuvan
dikamentosa segera.
yang tidak berhasil pada hiperalgesia
N. Trigeminus, dapat dipertimbang- Insidens terjadinya epilepsi pascacedera
kan tindakan ablasi ganglion. kepala berat tanpa disrupsi duramater
berkisar antara 7-39%. Angka ini dapat
Adanya tuli sensorineural terkait
lebih tinggi pada kondisi cedera kepala yang
cedera N. Vestibulokoklearis biasa-
disertai disrupsi duramater, yaitu sekitar
nya akan sulit mengalami pemulihan,
20-57%. Berikut adalah faktor-faktor yang
terutama bila ketulian sampai de-
berhubungan dengan pe-ningkatan insidens
ngan nol. Tinitus dan manifestasi kli-
terjadinya epilepsi tunda (Tabel2):
nis vertigo (pusing berputar/bergo-
yang, mual, muntah) biasanya dapat Tabel 2. Faktor-faktor Terkait Peningkatan In·
sembuh total. Jika keluhan menetap, sidens Epilepsi Tunda
dapat dipertimbangkan penggunaan Faktor %
vestibulosupresan (regimen dapat Epilepsi dini
• Tidakada 3%
dilihat pada bab Vertigo Perifer). • Ada 25%
Hematom
b. Nonmedikamentosa • Tidakada 3%
Pada cedera saraf kranialis okulomo- • Ada 35%
tor (N. III, N. rv, dan N. VI), digunakan Fraktur impresi
penutup mata secara bergantian dari • Tidak ada 3%
• Ada 17%
satu mata dengan mata yang lain. Selain Sumber: Evans RW. Neurology and trauma. 2006.
itu, dapat digunakan lensa prisma untuk

435

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Patofi.siologi kan hipersinkronasi.


Bangkitan yang terjadi segera setelah adanya
Peningkatan sitokin proinflamasi dan akti-
cedera kepala (dalam 24 jam) dipikirkan se-
vasi imun pada akhimya akan menyebab-
bagai bangkitan akibat gegar (convulsive con-
kan serangkaian proses termasuk di dalam-
cussion). Keadaan ini terjadi karena adanya
nya kematian sel, terbentuknya kaskade
mekanisme trauma singkat pada otak yang
inflamasi, dan transkripsi gen baru. Proses
menyebabkan gangguan inhibisi kortikal dan
ini terjadi setelah beberapa hari sampai
bukan merupakan peristiwa epileptik.
dengan minggu, memicu terbentuknya tu-
Epileptogenesis pascacedera kepala terjadi nas aksonal, dan modifikasi dendritik.
akibat adanya perubahan molekular dan se-
Gejala dan Tanda Klinis
luler setelah adanya cedera jaringan otak. Ke-
Bentuk bangkitan pascacedera kepala dapat
jadian ini yang akhimya meningkatkan proses
berupa bangkitan fokal maupun umum. Ber-
eksitabilitas. Cedera kepala akibat trauma
dasarkan studi Wiedemayer dkk, sebagian
tembus akan menyebabkan terbentuknya si-
besar bentuk bangkitan pascacedera kepala
katriks pada lapisan korteks dan berhubung-
berupa bangkitan umum (63,3%). Ear{y-PTS
an dengan peningkatan risiko terjadinya
dapat terjadi berulang pada 53,2% kasus.
epilepsi sampai dengan 50%. Mekanisme
Adanya bangkitan ini dapat menyebabkan
awalnya akan terjadi disrupsi jaringan diser-
peningkatan morbiditas berupa penurunan
tai proses iskemik dan perdarahan.
fungsi neurokognitif, fungsi status pasien
Pada cedera otak nonpenetratif, seperti secara umum, luaran buruk terhadap defisit
kontusio fokal dan perdarahan intrakranial, neurologis yang ada, terjadi status epilepti-
epileptogenesis sebagian terjadi akibat ada- kus, dan yang terburuk adalah kematian.
nya efek toksik dari pemecahan produk he-
Diagnosis dan Diagnosis Banding
moglobin terhadap fungsi neuron. Cedera
Bangkitan pascacedera dapat dikelompok-
kepala tertutup akan menyebabkan cedera
kan sebagai berikut:
aksonal difus disertai peregangan akson,
edema difus, dan iskemia. Lokasi yang pa- 1. Ear{y-posttraumatic seizure
ling sering terlibat adalah di gray-white Bangkitan terjadi dalam kurun waktu 7
matter junction terutama daerah frontal dan hari setelah cedera kepala. Sekitar 25% ka-
temporal. sus berisiko mengalami rekurensi dalam
beberapa bulan atau tahun kemudian.
Proses tersebut di atas akan memicu
pelepasan asam amino, sitokin, lipid bioak- 2. Late-posttraumatic seizure
tif, dan mediator toksik lainnya, sehingga Bangkitan yang terjadi di atas 7 hari
menyebabkan cedera seluler sekunder. Epi- setelah cedera kepala. Sebagian be-
leptogenesis diduga dipicu oleh hilangnya sar bangkitan yang terjadi (80%) akan
tipe sel tertentu dan reorganisasi neuronal. berisiko mengalami bangkitan berulang.
Peristiwa tersebut tidak hanya memperting- 3. Posttraumatic epilepsy
gi kejadian eksitasi, tetapi juga menurunkan Didefinisikan seperti epilepsi pada
ambang inhibisi yang akhimya mengakibat- umumnya berdasarkan definisi menurut

436

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

ILAE. Epilepsi pascacedera terjadi jadinya bangkitan.


biasanya merupakan kelanjutan dari late- • Lain-lain (elektrokardiografi /EKG, pung-
posttraumatic seizure. si lumbal).
Adapun kriteria lain menurut Brain Injury
Special Interest Group (1998) adalah se- Tata Laksana
bagai berikut: Terdapat beberapa kontroversi dalam pembe-
rian antikonvulsan sebagai profilaksis bang-
1. Early-posttraumatic seizure (early-PTS): kitan pascacedera. Sebagian menyebutkan
bangkitan terjadi kurang dari 24 jam pemberian profilaksis karena tingginya in-
pascacedera. sidens bangkitan pada pasien cedera kepala
2. Immediate-posttraumatic seizure (imme- berat. Namun hal ini bukanlah tanpa risiko,
diate-PTS): bangkitan terjadi dalam ku- terutama bila pemberian antikonvulsan tidak
run waktu 7 hari pascacedera. efektif dalam mencegah terjadinya bangkitan.
3. Late-posttraumatic seizure (late-PTS): Berdasarkan rekomendasi dari brain trauma
bangkitan terjadi di atas 7 hari pascacedera. foundation, pemberian profilaksis bangkitan
4. Posttraumatic epilepsy: bangkitan beru- pascacedera termasuk dalam level II A:
lang yang merupakan kelanjutan dari
• Penggunaan fenitoin atau valproat tidak
late-posttraumatic seizure, tetapi ti-
direkomendasikan untuk pencegahan
dak berkaitan dengan penyebab selain
late-PTS.
cedera kepala.
5. Non-epileptic seizures: suatu klinis yang • Fenitoin direkomendasikan untuk menu-
bukan termasuk dalam bangkitan aki- runkan insidens early-PTS bila manfaat-
bat adanya aktivitas paroksismal di otak nya dirasa lebih banyak dibandingkan
(brain origin). komplikasi yang dapat terjadi. Obat ini
diberikan selama 7 hari pertama.
Seperti halnya penegakkan diagnosis epi-
lepsi pada umumnya, penegakkan diagnosis Beberapa studi terbaru juga menyatakan
didapatkan dari gejala klinis dan pemerik- bahwa selain fenitoin, levetirasetam
saan penunjang, berupa: dinilai memiliki efektivitas yang sama
dengan fenitoin sebagai profilaksis bang-
• Elektroensefalografi (EEG).
kitan. Adapun penggunaan antikonvul-
• Pencitraan kepala (CT scan dan atau MRI san golongan lama juga dapat diberikan
kepala). untuk mengurangi terjadinya epilepsi
• Pemeriksaan Iaboratorium darah; untuk pascacedera yaitu, fentoin, valproat, dan
menyingkirkan gangguan metabolik lain karbamazepin.
yang dapat berkontribusi terhadap ter-

437

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

KOMPLIKASI METABOLIK PASCACEDERA 2. Cerebral salt wasting syndrome (CSWS)


A. Hiponatremia Pascacedera Mekanisme yang mendasari CSWS pada
Gangguan elektrolit terjadi pada hampir cedera kepala belum diketahui secara
60% kasus cedera kepala berat, teruta- pasti dan belum ada etiologi yang jelas
ma hiponatremia. Syndrome of inappro- bertanggung jawab menyebabkan ke-
priate antidiuretic hormone secretion (SI- adaan ini. Dihipotesiskan bahwa CSWS
ADH) dan cerebral salt wasting syndrome terjadi akibat kenaikan peptida natridi-
(CSWS) merupakan dua gangguan yang uretik dan adanya perubahan pasa sistem
umumnya terjadi pada kasus hiponatre- saraf simpatis, sistem renin-angiotensin-
mia pascacedera kepala. aldosteron, dan adrenomedulin.

Patofisiologi Gejala dan Tanda Klinis


1. Syndrome of inappropriate antidiuretic Secara umum gejala klinis dari SIADH dan
hormone secretion (SIADH) CSWS dapat berupa letargi, linglung, fatig,
anoreksia, haus, muntah, keram otot, dan
Stres akibat trauma menyebabkan hilangnya refleks peregangan otot. Pada ke-
pelepasan hormon antidiuretik (antidi- adaan lebih berat, dapat ditemukan klinis
uretic hormone/ADH) dan aldosteron. hipotermia, bangkitan, pernafasan Cheyne-
Peningkatan tekanan intrakranial dan Stokes, stupor, koma, dan yang terburuk
tekanan positif pada pernafasan juga kematian. Manifestasi keduanya sulit untuk
dapat memicu pelepasan ADH. Adanya dibedakan sehingga membutuhkan peme-
pelepasan ADH menyebabkan konsen- riksaan penunjang untuk dapat menegak-
trasi urin dengan meningkatkan reab- kan diagnosis.
sorpsi cairan dari distal tubulus renal
dan duktus kolektifus. SIADH juga me- Diagnosis dan Diagnosis Banding
nyebabkan terjadinya dilusi hipona- Kedua jenis hiponatremia ini merupakan
tremia oleh ekspansi volume cairan ke diagnosis banding antara satu dengan
ekstrasel ular. yang lain. Penegakan diagnosis didapatkan
berdasarkan pemeriksaan kadar natrium
dalam darah dan urin (Tabel 3).

438

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

Tabel3. Perbedaan Karakteristik SIADH dengan CSWS


SIADH CSWS
Kadar natrium serum (mEq/L) <135 (rendah) <135 (rendah)
Osmolalitas serum (mOsmfkg) <275 (rendah) <275 (rendah)
Osmolalitas urin (mOsmfkg) fl) (>100) fl) (>100)
Kadar natrium urin (mEq/L) N/111 111
Outputurin 111 111
Volume cairan ekstraseluler 111 111
Kadar urea nitrogen serum Nfrendah (dilusi) 111
Beratbadan N/111 111
Denyutnadi Rendah atau normal Takikardi
Tekanan darah N/hipertensi Hipotensi postural
Terapi utama Restriksi cairan (800- • Rehidrasi dan koreksi kadar natrium
1000mL/24 jam) • Koreksi salin hipertonik dalam 24 jam
intravena tetes lambat
Iii: meningkat; Iii: menurun; N: normal; SIADH: syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion;
CSWS: cerebral salt wasting syndrome.
Sumber: Kirkman MA, dkk. Neurocrit Care; 2013. h. 406-16.

Tata Laksana • Diuretik: golongan loop diuretics [furo-


Perbedaan temuan klinis dan mekanisme semid), golongan agen osmotik (urea,
yang mendasari antara kedua sindrom manitol).
tersebut menjadi landasan adanya perbe- • Urea: urea diberikan dalam jangka pan-
daan tata laksana. Pada SIADH, restriksi jang dengan dosis O,Sgr/kgbb. Hati-hati
cairan merupakan penanganan utama, se- dalam pemberian urea.
dangkan rehidrasi dengan normal salin
merupakan penanganan utama terhadap 2. Penatalaksanaan CSWS
CSWS. Kegagalan klinisi dalam menentukan Koreksi cairan dan hiponatremia dengan
terapi yang akan diberikan berakibat kondi- salin hipertonik intravena, diberikan se-
si kedua gangguan tersebut tidak teratasi lama 24 jam tetes lambat. Selama pem-
dan dapat memperburuk kondisi cedera berian salin hipertonik, tetesan infus
otak yang ada. harus dipantau ketat, karena pemberian
salin hipertonik yang terlalu cepat dapat
1. Penatalaksanaan SIADH menyebabkan terjadinya central pon-
Terdapat perbedaan dari kepustakaan tine myelinolysis (CPM). Beberapa studi
mengenai jumlah cairan yang direstriksi, menyebutkan bahwa penggunaan ste-
tetapi diperkirakan jumlahnya berkisar roid golongan mineralokortikoid dinilai
antara 800-1000mL/24jam. Medikamen- memberikan respons yang cukup baik.
tosa lain yang dapat diberikan adalah se- Dapat dipertimbangkan pemberian su-
bagai berikut: plemen garam (NaCl) setelah kondisi
• Vasopresin (belum tersedia di Indonesia). pasien dinilai stabil.

439

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

B. Koagulopati Pascacedera dinilai berdasarkan parameter klinisnya,


Selain gangguan elektrolit, gangguan ko- yaitu:
agulasi juga menjadi salah satu masalah • Perdarahan masif dari lokasi intravena
yang dapat terjadi pada cedera kepala, yaitu dan luka terbuka lainnya.
berkisar 10-90%. Beberapa studi menyatakan • Adanya tanda perdarahan spontan dan
koagulopati dapat diguna-kan sebagai pre- mengancam nyawa, termasuk perdarah-
diktor luaran perawatan pascacedera kepala.
an intrakranial.
Koagulopati pascacedera kepala dapat berupa
keadaan hi-perkoagulasi atau hipokoagulasi. • Adanya tanda trombosis difus atau lokal.
Kedua-nya dapat meyebabkan cedera jaringan • Manifestasi pada kulit dapat berupa pe-
sekjnder baik dengan cara menginduksi mik- tekie, purpura, ekimosis, dan lain-lain.
rotrombosis atau dengan memicu terjadinya Diagnosis dan Diagnosis Banding
lesi perdarahan di otak. Parameter klinis adalah adanya manifestasi
Patofisiologi klinis dan kelainan pada pemeriksaan profil
Cedera otak akibat trauma akan menimbul- hemostasis (hi tung jenis platelet, kadar pro-
kan kerusakan endotel pembuluh darah dart thrombine time (PT), activated prothrom-
jaringan otak itu sendiri. Kerusakan endotel bine time (aPTT), international normalized
ini akan mengaktitkan faktor pembekuan ratio (INR), fibrinogen, dan d-Dimer), yaitu:
darah XII dan kaskade koagulasi, sedang- • Trombositopenia sedang sampai dengan
kan kerusakan jaringan otak akan memicu berat ditemukan pada hitung platelet.
pelepasan tromboplastin di jaringan otak.
• Pemanjangan PT dan aPTT. Peningkatan
Kedua mekanisme tersebut mengaktifkan
aPTT ringan diawal pemeriksaan merupa-
faktor pembekuan X yang bekerja sebagai
kan indikator adanya koagulopati dini pada
katalisator pemecah protrombin menjadi
cedera kepala. Meskipun demikian, nilai PT
trombin.
dan aPTT yang normal tidak menyingkir-
Trombin menyebabkan tiga proses: mem- kan kemungkinan terjadinya koagulopati.
bantu pembentukan fibrin, mengaktivasi • Fibrinogen merupakan reaktan fase akut
plasminogen, dan menyebabkan degradasi yang akan meningkat pada keadaan in-
trombosit. Pembentukan fibrin akan me- flamasi. Kadarnya akan menurun seiring
nyebabkan terjadinya trombosis, sehingga dengan perkembangan penyakit.
terjadi keadaan hiperkoagulasi. Baik akti-
• Terdapat peningkatan d-Dimer yang
vasi plasminogen dan degradasi trombosit
berkaitan dengan pemecahan fibrin. d-
akan berakibat timbulnya tanda-tanda
Dimer dinilai sebagai parameter terbaik
perdarahan akibat hipokoagulasi. Kedua ke-
untuk mengetahui adanya tanda-tanda
adaan ini merupakan status koagulasi pada
koagulasi atau tidak.
koagulopati (Gam bar 9).
• Penilaian terhadap nilai INR biasanya di-
Gejala dan Tanda Klinis gunakan untuk memantau efek dari pe-
Klinis yang tampak pada pasien dengan ko- makaian antikoagulan warfarin.
agulopati pascacedera kepala secara umum

440

Scanned for Pablo


Komplikasi Pascacedera Kepala

Jalur intrinsik Jalur ekstrinslk


Cedera Kepala Traumatlk
(aPTT) (PT)

Kerusakan endotel pembuluh darah Kerusakan jaringan otak

Aktivasi faktor XII dan kaskade koagulasi

Trombosltopenia

Gambar 9. Patofisiologi Terjadinya Koagulopati pada Cedera Kepala


Sumber: Harlean E, dkk. Pengaruh koagulopati dengan keluaran perawatan pasien cedera kepala sedang-berat
dan faktor yang berhubungan (analisis kasus kontrol). 2016.

Tata Laksana gunaan asam traneksamat tidak ber-


1. Fresh frozen plasma (FFP) atau kriopre- manfaat pada pasien trauma kepala.
sipitat. Meski demikian, asam traneksamat rna-
2. Agen antifibrinolitik (asam traneksa- sib dapat diberikan pada keadaan akut
mat) dapat diberikan, walaupun studi dan dalam waktu singkat.
dari Clinical randomization of an Anti- 3. Rekombinan faktor VIla; akan mengini-
fibrinolytic in Significant Hemorrhage siasi pembentukan trombus dengan
(CRASH-2) menyimpulkan bahwa peng- cara mengikat tissue factor (TF). Sebuah

441

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

studi menyebutkan bahwa penggunaan 7. Schofield PW; Moore TM, Gardner A Traumatic brain
injwy and olfaction: a systematic review. Frontiers
rekombinan faktor VIla pada perdarah- NeuraL 2014;5:1-22.
an akibat trauma kepala dapat mengu- 8. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology. Edisi ke-
rangi perkembangan hematom, tetapi 4. Massachusetts: Blackwells; 2005. h.111-36.
tidak memberikan manfaat klinis. 9. Lamar CD, Hurley RA. Rowland JA, Taber KH. Post-
traumatic epilepsy: review of risks, pathophysiology,
and potential biomarkers. J Neuropsychiatry Clin
DAFTAR PUSTAKA Neursci. 2014;26(2):108-13.
1. Evans RW. Neurology and Trauma Edisi ke-2. New 10. Carney N, Totten AM, O'Reilly C, Ullman JS, Bell MJ,
York: Oxford; 2006. Bratton SL, dkk. Guidelines for the management of
2. Prawiroharjo P. Patofisiologi peningkatan tekanan severe traumatic brain injury. Brain Trauma Foun-
intrakranial pada cedera otak traumatik in Neu- dation [serial online]. 2016 [diunduh 20 Januari
rotrauma Edisi ke-1. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2017];Edisi ke-4:120-8. Tersedia dari: Brain Trauma
2015. h.1-41. Foundation.
3. Lastri DN. Pharmacology treatment for improving 11. Szaflarski JP. Nazzal Y, Dreer LE. Post-traumatic epi-
cognitive impairment in post-traumatic brain injwy: lepsy: current and emerging treatment options. Neu-
is it benefit? Dalam: Ramli Y, Lastri DN, Prawiroharjo ropsy Disease and Treatment 2014:10;1469-77.
P. Neurotrauma Edisi ke-1. Jakarta Badan penerbit 12. Kirkman MA, Albert AF, Ibrahim A, Doberenz D.
FKUI; 2015. h. 70-88. Hyponatremia and brain injury: historical and
4. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and contemporary perspectives. Neurocrit Care.
physiology. Edisi ke-5. Philadelphia RA Davis Com- 2013;18(3):406-16.
pany; 2007. h.186-7. 13. Kumar S, Fowler M, Gonzalez-Toledo E, Jaffe SL.
5. Bhatoe HS. Trauma to the cranial nerves. IJNT. Central pontine myelinolysis, an update. Neural res.
2007;4(2):89-100. 2006;28(3):360-6.
6. Coello AF, Canals AG, Gonzalez JM, Martin JJA Cranial 14. Laroche M, Kutcher ME, Huang MC, Cohen MJ, Man-
nerve injwy after minor head trauma J Neurosurg. ley GT. Coagulopathy after traumatic brain injury.
2010;113(3):547-55. Neurosurgery. 2012;70(6):1334-45.
15. Harlean E. Pengaruh koagulopati dengan keluaran
perawatan pasien cedera kepala sedang-berat dan
faktor yang berhubungan (analisis kasus kontrol)
[tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016.

442

Scanned for Pablo


NEUROVASKULAR
Transient Ischemic Attack
Stroke lskemik
Cerebral Small Vessel Disease
Trombosis Vena Serebral
Stroke Hemoragik
Perdarahan Subaraknoid

Scanned for Pablo


TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK

27 AI Rasyid, Salim Harris, Mohammad Kurniawan,


Taufik Mesiano, Rakhmad Hidayat

PJENDAHULUAN demiologi TIA kebanyakan berdasarkan data


Transient ischemic attack (TIA) adalah de- insidens dan prevalensi, serta dihubungkan
fisit neurologis akut yang disebabkan oleh dengan faktor risiko stroke. Insidens TIA di-
kelainan vaskular serta pulih dalam jangka pengaruhi usia, jenis kelamin dan suku bangsa.
waktu kurang dari 24 jam. Sementara itu, Laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan
definisi TIA berdasarkan kondisi jaringan perempuan dan meningkat dengan bertam-
adalah disfungsi neurologis sementara bahnya usia. Insidens TIA di Eropa pada laki-
yang disebabkan oleh iskemia fokal otak, laki dan perempuan masing-masing 0,52-2,37
medula spinalis, atau retina tanpa ada in- dan 0,05-1,14, sedangkan berdasarkan usia
fark akut. Perubahan definisi ini terjadi yakni 0,94-3,39 (usia 55-64 tahun), 0,71-1,47
karena adanya perkembangan teknologi (usia 65-74 tahun), 3,04-7,20 (usia 65-74 ta-
pemeriksaan pencitraan otak. hun), 2,18-6,06 (usia 75-84 tahun). Insidens
Gejala TIA yang khas adalah onset yang di Amerika hampir sama dengan Eropa, dan
mendadak, terdapatnya defisit neurologi fo- lebih rendah di Jepang.
kal dan gangguan bicara. Namun, seringkali Kejadian stroke pada penderita TIA dapat
diju~pai gejala yang tidak khas dan onset diprediksi berdasarkan skor ABCD dengan
yang bertahap menyerupai gejala stroke peningkatan kejadian stroke seiring makin
(stroke mimic), atau malah tidak dikenali, se- tingginya skor tersebut. Sebuah penelitian
hingga tidak mendapat terapi yang adekuat. berbasis populasi menunjukkan skor ini
Padahal TIA berpotensi untuk menjadi merupakan prediktor yang cukup kuat ter-
stroke berulang jika tidak dilakukan terapi jadinya stroke dalam 24 jam, yakni 76% dari
pencegahan segera. pasien dengan skor ABCD 5 atau lebih akan
mengalami stroke berulang. Angka progno-
EPIDEMIOLOGI sis kejadian stroke pasca TIA berdasarkan
Setiap tahun, terdapat 200.000-500.000 persentase pada masyarakat umum me-
pasien yang didiagnosis mengalami TIA di ningkat seiring waktu, yakni 1, 7 kali setelah
Amerika Serikat. Sementara itu, 300.000- 2 hari, 4,8 kali setelah 1 minggu, 6,6 kali
700.000 pasien diketahui mengalami gejala setelah 1 bulan, 8,5 kali setelah 3 bulan, dan
neurologis yang dicurigai akibat TIA, tetapi mencapai 11,4 kali setelah 6 bulan pascaTIA.
tidak memeriksakan diri ke dokter. Data epi-

445

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

PATOFISIOLOGI gejala neurologis fokal. Hal ini disebabkan


Faktor Risiko oleh oklusi parsial atau total akibat trombo-
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang emboli akut atau stenosis pembuluh darah,
.dapat meningkatkan risiko terjadinya TIA: yang dapat berasal dari plak aterosklerosis
1. Umur; dihubungkan dengan risiko ter- pada pembuluh darah jantung, pembuluh
jadinya peningkatan terjadinya TIA, kecuali darah besar, dan pembuluh darah ekstrakra-
pada umur <!:85 tahun sedikit menurun. nial. Manifestasi klinis yang diperlihatkan
2. Jenis kelamin; laki-laki mempunyai fak- bergantung pada daerah yang diperdarahi
tor risiko TIA dan stroke rata-rata 1,25 pembuluh darah yang terkena.
kali dibandingkan perempuan. Setidaknya terdapat tiga mekanisme yang
3. Hipertensi; berkontribusi sebagai fak- dapat menyebabkan TIA, yakni: 1) aliran
tor risiko sebesar 50% tergantung pada lambat pada arteri besar (large artery low
usia pasien. flow TIA); 2) emboli pembuluh darah atau
4. Fibrilasi atrial (atrial fibrillation/AF); jantung; dan 3) oklusi pembuluh darah kecil
risiko TIA dan stroke pada AF nonvalvular di otak (lacunar or small penetrating vessel
adalah sekitar 3-5% pertahun dengan dua- TIA). TIA akibat aliran lambat pada arteri
pertiga kasus akibat kardioemboli. besar umumnya terjadi dalam hitungan
5. Diabetes mellitus (DM); merupakan menit hingga jam, berulang, dan memiliki
faktor risiko TIA dan stroke potensial, karakteristik yang sama Perlambatan ali-
dengan risiko relatif 1,8-3,0. DM dihubung- ran berkaitan dengan stenosis akibat lesi ate-
kan dengan perkembangan aterosklerosis, rosklerosis, yang dapat terjadi pada arteri
hipertensi, obesitas, dan kadar lipid darah karotis interna, pembuluh darah kolateral
yang abnormal. sirkulus Willisi, arteri serebri media, atau-
6. Merokok; sekitar 18% TIA dan stroke pun pada pertemuan arteri vertebralis dan
dihubungkan dengan merokok aktif dan arteri basilaris. Prinsipnya, setiap obstruksi
risiko ini meningkat pada perokok berat. pada arteri ekstrakranial dan intrakranial
dapat menyebabkan perlambatan aliran
7. Konsumsi alkohol; dalam jumlah besar
darah dan berpotensi menimbulkan iskemia.
dapat meningkatkan kejadian hipertensi,
hiperkoagulasi, aritmia kardiak, penurunan TIA akibat emboli memiliki gejala yang
aliran darah otak, serta meningkatkan berbeda, umumnya fokal dan episodenya
kejadian stroke. lebih lama. Risiko stroke pada TIA akibat
emboli lebih tinggi dibandingkan kasus
Patofisiologi TIA hampir sama dengan stroke lain. Emboli terbentuk akibat proses pa-
iskemik, akibat berkurangjberhentinya aliran tologis pada arteri yang biasanya berlokasi
darah pada pembuluh darah serebral yang di ekstrakranial atau berkaitan dengan ke-
memperdarahi suatu area tertentu di otak lainan jantung (seperti fibrilasi atrial atau
secara sementara, sehingga menimbulkan trombus ventrikel kiri).

446

Scanned for Pablo


Transient Ischemic Attack

Tabelt. Gejala Transient Ischemic Attack (TIA)


Gejala Tipikal Gejala Atipikal*
Kelemahan unilateral dari:
• Wajah Merasa bingung (confusion)
• Lengan Gangguan kesadaran a tau sinkop
• Tungkai Dizziness atau pusing
Perubahan sensasi unilateral Kelemahan umum a tau gejala sensoris
Disfasia Gangguan pengelihatan bilateral atau kerlipan cahaya
(scintillatino scotoma)
Hemianopia lnkontinensia alvi dan a tau uri
Kebutaan sesisi (monocular blindness) Amnesia
*jika gejala muncul sendiri tanpa adanya gejala tipikal

Lacunar or small penetrating vessel TIA dapat hanya pacta pasien, namun juga keluarga atau
disebabkan oleh stenosis salah satu penetra- orang lain yang menyaksikan kejadian. Pacta
ting vessel yang berasal dari arteri serebral anamnesis, sebaiknya diperoleh gejala dan
media, arteri basilar, arteri vertebralis, atau karakteristik TIA seperti yang telah dijelas-
arteri yang berasal dari sirkulus Willisi. Oklusi kan sebelumnya.
pembuluh darah kecil ini dapat disebabkan
Pemeriksaan fisik harus lengkap meliputi
oleh lipohialinosis akibat hipertensi atau lesi tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
aterosklerosis. napas, suhu, dan saturasi oksigen, serta
Pacta TIA, terjadi gangguan perfusi sesaat pemeriksaan fisik umum dan neurologis.
sehingga tidak terdapat kerusakan per- Pacta pemeriksaan fisik umum, perlu dicari
manen pacta sel neuron. Defisit neurologis penyakityang dapat menyebabkan terjadinya
yang terjadi akan pulih sempurna seiring TIA, seperti kelainan jantung, DM, dan lain-
dengan perbaikan fungsi dari sel-sel yang lain. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan
mengalami reperfusi. untuk mencari defisit neurologis yang mung-
kin masih tersisa, meliputi pemeriksaan saraf
GEJALA KLINIS kranial, kekuatan motorik, sensoris, fungsi
Gejala TIAyang khas umumnya terjadi tiba- bahasa, sistem keseimbangan, dan kontrol
tiba, bersifat sementara dan hilang dalam motorik yang diatur oleh serebelum.
waktu 30-60 menit. Gejala tersebut dapat Pemeriksaan penunjang untuk memastikan
tipikal ataupun atipikal (Tabel 1), an tara faktor risiko terjadinya TIA, yakni:
lain gangguan perilaku (behaviour), bahasa,
gait, memori, dan gerakan (movement). • Mendapatkan bukti tanda dan gejala
pembuluh darah secara langsung atau-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING pun tidak langsung. Bukti secara lang-
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan sung, yakni adanya hipoperfusi dan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik- atau infark akut, sedangkan bukti tidak
saan penunjang. Anamnesis harus teliti tidak Iangsung berupa identifikasi kemung-

447

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

kinan terjadinya stenosis arteri besar. e Hipotensi dan atau sinkop


• Menyingkirkan adanya akibat non- 0 Gejala fokal episodik sementara (misal-
iskemik. nya confusion)
• Mencari faktor risiko mekanisme gang- e Gangguan keseimbangan perifer (misal-
guan pembuluh darah seperti aterotrom- nya vertigo terisolasi)
botik pembuluh darah besar, kardioem- ill Kejang parsial
boli, dan gangguan pembuluh darah
e Ansietas atau hiperventilasi
kecil (small vessel disease).
ill Amnesia global sementara (transient
• Menentukan dan meramalkan progno-
global amnesia)
sis pasien terhadap terjadinya stroke di
kemudian hari. e Drop attacks, yaitu hilangnya tonus pos-
tural sementara yang mengakibatkan
Beberapa pemeriksaan penunjang awal yang pasien terjatuh
perlu dilakukan adalah kadar glukosa darah • Hipoglikemia
dengan ftngerstick, darah perifer lengkap, elek-
trolit serum, profil koagulasi, profil lipid, dan Setelah menegakkan diagnosis TIA, perlu
EKG 12 sadapan. Pemeriksaan laju endap da- ditentukan prognosis kejadian stroke
rah dan kadar enzim jantung hanya jika ada pascaTIA dengan skor ABCD. Sistem ini
indikasi berhubungan dengan kelainan jan- mampu memprediksi risiko stroke dalam
tung. Selanjutnya pencitraan otak berupa MRI 2-90 hari pascaTIA melalui penjumlahan
(diutamakan) danjatau CT scan Qika MRI tidak 5 faktor independen (Tabel 2). Skor ABCD
tersedia), serta Doppler transkranial (transcra- yang lebih tinggi mengindikasikan risiko
nial Doppler/TCD) dan Doppler karotis. terkena stroke yang lebih tinggi dalam
waktu 2, 7, 30, dan 90 hari pascaTIA, se-
TIA dapat menyerupai berbagai penyakit,
hingga direkomendasikan untuk dirawat
antara lain:
di RS (Tabel 3).
• Migren dengan aura

Tabel 2. Sistem Penskoran ABCD Faktor Risiko Stroke PascaTIA


Faktor Risiko Po in
Usia (2:60 tahun) 1
Tekanan darah:
Sistolik 2:140mmHg atau diastolik 2:90mmHg 1
Manifestasi klinis TIA (pilih salah satu):
Kelemahan sesisi dengan a tau tanpa gangguan bahasa a tau: 2
Gangguan bahasa tanpa kelemahan sesisi 1
Durasi
• TIA 2:60 menit 2
• TIA 10-59 menit 1
Diabetes 1
TIA: transient ischemic attack
Sumber: Simmons BB, dkk. Am Fam Physicians; 2012. h. 521-6.

448

Scanned for Pablo


Transient Ischemic Attack

Tabel 3. Rekomendasi Rawat !nap Pasien TIA Berdasarkan Skor ABCD


Risiko Terkena Stroke
Skor Rekomendasi
dalam 2 Hari (%)
0-3 1 Tidak terlalu dibutuhkan observasi di RS, kecuali
jika ada indikasi Jain, seperti: atrial fibrilasi)
4-5 4,1 Perlu dipertimbangkan observasi di RS
6-7 8,1 Perlu dilakukan observasi di RS
TIA: transient ischemic attack
Sumber: Simmons 88, dkk. Am Fam Physicians; 2012. h. 521-6.

TATA LAKSANA • Hiperlipidemia


1. Tata Laksana Medikamentosa Jika ditemukan hiperlipidemia, mulai
a. 'if'era i Litrombotik: diberikan statin, dengan target kadar
LDL-kolesterol <1 00mgj dL.
• Untuk TIA akibat aterotrombotik:
Pemberian..-rffiltiplatei-et yang dikonsum- • DM
si setiap hari dalam jangka-panjang, yai- Jika ditemukan DM, dilakukan tata
tu kombinasi dipiridamol lepas lambat laksana DM dengan target glukosa
ditambah aspirin CJini pertama), klopi- darah <126mgjdL.
dogr:el, atau aspirin. Antikoagulan tidak 2. Tata Laksana Nonmedikamentosa
direkomendasikan. a. Mengatur pola makan dengan gizi
• Untuk TIA akibat kardioembolik: seimbang.
Pernberian antikoagulan jangkapanjang b. Berhenti merokok dan membatasi
untuk atrial 'brilasi (terus-menerus konsumsi alkohol (bagi pasien yang
atau intermiten). Pada pasien yang me- merokok dan mengonsumsi alkohol).
miliki intoleransi terhadap antikoagu- c. Melakukan aktivitas fisik ::::::10 menit
lan, dapat diberikan aspirin 325mg per dalam sehari, seperti bersepeda, jalan
hari, a tau jika intoleran terhadap aspirin cepat, berlari, atau berenang.
dapat diberikan klopidogrel 75mg per
hari. PROGNOSIS
Berdasarkan penelitian diketahui % pasLe_n
b. Tata laksana penyakit penyerta yakni :
TIA berubah menj adi stroke dalam waktu 2
• Hipertensi hari, 8% pasien dalam waktu 1 bulan, dan 9%
Jika ditemukan hipertensi, dilaku- pasien dalam waktu 90 hari. Sementara itu, ke-
kan penurunan tekanan darah hingga tika pasien diikuti secara prospektif diketahui
<140/ 90mmHg atau <130/ SOmmHg bahwa 11% pasien mengalami stroke dalam 7
untuk pasien dengan diabetes dengan hari. Besarnya risiko pasien TIA untukterkena
pemberian angiotensin converting en- stroke dalam waktu 5 tahun adalah sebesar
zyme inhibitors (ACE-inhibitor) atau 24-29%. Selain itu, pasien dengan TIA atau
kombinasi ACE-inhibitor dan diuretik stroke memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
atau angiotensin-receptor blocker (ARB). terkena penyakit arteri koroner.

449

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

CONTOH KASUS 3. Tata laksana yang dapat diberikan pada


Seorang perempuan umur 61 tahun, datang pasien dengan TIA adalah terapi antitrom-
dengan keluhan utama kelemahan mendadak botik. Selain itu, dilakukan tata laksana pe-
pada anggota gerak kiri. Pasien tidak ada ke- nyakit penyerta, seperti hipertensi.
luhan penurunan kesadaran, sakit kepala atau
kejang, serta belum pernah mengalami keluhan DAFTAR PUSTAKA
ini sebelumnya. Pasien segera dibawa ke RS. 1. Kernan WN, Ovbiagele, Henry RB, Dawn MB,
Dalam perjalanan, keluhan pasien membaik Marc I, Michael D, dkk. Guideline for the preven-
Didapatkan riwayat hipertensi terkontrol dan tion of stroke in Patients with stroke and tran-
sient ischemic attack. Stroke. 2014;45:2160-236.
rutin mengkonsumsi Captopril 2x12,5mg.
2. Simmons BB, Cirignano B, Gadegbeku AB. Tran-
Tanda vital dan pemeriksaan fisik dalam batas sient ischemic attack: diagnosis and evaluation.
normal. Tidak ditemukan hipotensi ortostatik Am Fam Physicians. 2012;86(6):521-6.
Pasien dikatakan dalam keadaan sehat dan 3. Kokuto Y. Epidemiology of transient ischemic at-
disarankan melanjutkan terapi antihiperten- tack. Front Neural Neurosci. 2014;33:69-81.
si. Tidak ditemukan riwayat keluhan serupa 4. Amarenco P, Goldstein LB, Sillesen H, Benavente
0, Zweifler RM, Callahan A, dkk. Coronary heart
pada keluarga, riwayat konsumsi alkohol,
disease risk in patients with stroke or transient
obat-obatan lain atau riwayat sinkop. ischemic attack and no known coronary heart
disease: findings from the stroke prevention by
Pertanyaan: aggressive reduction in cholesterol levels (SPAR-
CL) trial. Stroke. 2010;41(3):426-30.
1. Apakah kemungkinan diagnosis pasien?
5. Nadarajan V, Perry Rj, Johson j, WelTing Dj . Tran-
2. Apakah pemeriksaan selanjutnya yang sient ischemic attacks: mimics and chameleons.
dibutuhkannya? Pract Neural. 2014;14(1):23 -31.
6. Easton JD, Saver jL, Albers GW, Alberts Mj, Chatuverdi
3. Tata laksana apa yang dibutuhkan pasien S, Feldmann S, dkk. Definition and evaluation of tran-
tersebut? sient ischemic attack Stroke. 2009;40(6):2276-93.
7. Gorelick PB. Epidemiology of transi ent ischemic
Jawaban:
attack and ischemic stroke in patiens with
1. Transient ischemic attack (TIA) underlying cardiovascular disease. Clin Cardiol
2. Diperlukan pemeriksaan penunjang un- 2004;27(5 Suppl2):114-11.
8. Giles MF, Rothwell PM. Risk of stroke early after
tuk penapisan faktor risiko TIA, antara
transient ischaemic attack: a systematic review and
lain pemeriksaan kadar glukosa darah meta-analysis. Lancet Neural. 2007;6(12):1063-72.
dengan fingerstick, pemeriksaan darah 9. johnston SC, Rothwell PM, Huynh-Huynh MN,
perifer lengkap, elektrolit serum, faktor Giles MF, Elkins )S, Sidney S. Validation and re-
koagulasi darah, profil lipid, laju endap finement of scores to predict very early stroke
risk after transient ischemic attack. Lancet.
darah, serta EKG 12 sadapan. Selain itu,
2007;369(9558):283-92.
diperlukan pencitraan pembuluh darah 10. National Institute for Health and Clinical Excellence
intrakranial maupun ekstrakranial beru- (NICE). Stroke and transient ischaemic attack in over
pa pemeriksaan Doppler transkranial dan 16s: diagnosis and initial management NICE [serial
Doppler karotis. Hal lain yang juga perlu online]. 2008 [diunduh 22 September 2010]. Terse-
dilakukan adalah menentukan skor risiko dia dari: National Institute for Health and Clinical
Excellence.
stroke pasca TIA (sistem skor ABCD) .

450

Scanned for Pablo


Transient Ischemic Attack

11. Stroke Foundation of New Zealand. Guideline for 12. Wu CM, McLaughlin K, Lorenzetti DL, Hill MD, Manns
the assessment and management of people with re- BJ, Ghali WA Early risk of stroke after transient
cent transient ischaemic attack (TIA). Wellington: ischemic attack: a systematic review and meta-
Stroke Foundation of New Zealand; 2008. analysis. Arch Intern Med. 2007;167(22):2417-22.

451
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

STROKE ISKEMIK

28 AI Rasyid, Rakhmad Hidayat, Salim Harris,


Mohammad Kurniawan, Taufik Mesiano

PENDAHULUAN (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan ta-


Stroke merupakan penyakit kegawatdaru- hun 2013, prevalensi stroke di Indonesia
ratan neurologi yang bersifat akut dan salah meningkat dari 8,3% pada tahun 2007
satu penyebab kecacatan dan kematian ter- menjadi 12,1% pada tahun 2013. Terdapat
tinggi di beberapa negara di dunia. Pada ta- perbedaan prevalensi di berbagai propinsi
hun 2013, terdapat sekitar 25,7 juta kasus dengan posisi tiga besar secara berurutan,
stroke, dengan hampir separuh kasus (10,3 yakni Sulawesi Selatan (17.9%), Daerah Is-
juta kasus) merupakan stroke pertama. Se- timewa Yogyakarta (16.9%), dan Sulawesi
banyak 6,5 juta pasien mengalami kematian Tengah (16.6%).
dan 11,3 juta pasien mengalami kecacatan.
Prevalensi stroke meningkat seiring bertam-
Di negara berkembang, secara umum angka bahnya usia, dengan puncaknya pada usia
kecacatan dan kematian stroke cukup tinggi ~75 tahun. Di Indonesia, prevalensi stroke
yakni 81% dan 75,2%. Di Indonesia, stroke tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin.
merupakan penyebab kematian tertinggi Namun di Jepang, insidens stroke pada jenis
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar kelamin laki-laki dua kali lipat dari perem-
tahun 2007, yaitu 15,4%. Data Indonesia puan yakni masing-masing 442 per 100.000
Stroke Registrytahun 2012-2013 mendapat- penduduk dan 212 per 100.000.
kan sebanyak 20,3% kematian pada 48 jam
Persentase stroke iskemik lebih tinggi
pertama pascastroke.
dibandingkan dengan stroke hemoragik.
Kecacatan dapat berupa defisit neurologi yang Laporan American Heart Association (AHA)
berdampak pada gangguan emosional dan tahun 2016 mendapatkan stroke iskemik
sosial, tidak hanya bagi pasien namun juga mencapai 87% serta sisanya adalah perda-
bagi keluarganya. Hal ini diperberat dengan rahan intraserebral dan subaraknoid. Hal
tingginya serangan stroke berulang, jika fak- ini sesuai dengan data Stroke Registry tahun
tor risiko stroke tidak teratasi dengan baik. 2012-2014 terhadap 5.411 pasien stroke di
Indonesia, mayoritas adalah stroke iskemik
EPIDEMIOLOGI (67%). Demikian pula dari 384 pasien stroke
Insidens stroke di Asia sangat bervariasi, yang menjalani rawat inap di RSUPN Cipto
antara lain Malaysia (67 per 100.000 pen- Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2014,
duduk) dan Taiwan (330 per 100.000 pen- sebanyak 71,4 % adalah stroke iskemik.
duduk). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
Adapun angka kematian akibat stroke iske-

452

Scanned for Pablo


Stroke Iskemik

mik (11,3%) relatif lebih kecil dibandingkan rna kolesterol dan kolesterol oleat pada
stroke perdarahan (17,2%). Secara umum tunika muskularis yang menyebabkan
dari 61,9% pasien stroke iskemik yang di- lumen pembuluh darah menyempit serta
lakukan pemeriksaan CT scan di Indonesia di- berkelok-kelok.
dapatkan infark terbanyak pada sirkulasi an-
Pada hipertensi kronik akan terbentuk
terior (27%), diikuti infark lakunar (11,7%),
nekrosis fibrinoid yang menyebabkan
dan infark pada sirkulasi posterior (4,2%).
kelemahan dan herniasi dinding arte-
riol, serta ruptur tunika intima, sehingga
PATOFISIOLOGI
terbentuk suatu mikroaneurisma yang
Secara umum faktor risiko stroke terbagi
disebut Charcot-Bouchard. Kelainan ini
menjadi dua, yaitu (1) faktor risiko yang
terjadi terutama pada arteri yang berdi-
dapat dimodifikasi atau dilakukan tata lak-
ameter 100-300mm (arteriol).
sana, antara lain hipertensi, diabetes meli-
tus (DM), merokok, obesitas, asam urat, dan Pengerasan dinding pembuluh darah
hiperkole~terol, serta (2) faktor risiko yang dapat mengakibatkan gangguan auto-
tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis regulasi, berupa kesulitan untuk berkon-
kelamin, dan etnis. traksi atau berdilatasi terhadap peruba-
han tekanan darah sistemik. Jika terjadi
1. Hipertensi
penurunan tekanan darah sistemik yang
Hipertensi merupakan faktor risiko
mendadak, tekanan perfusi otak menjadi
stroke tersering, sebanyak 60% pe-
tidak adekuat, sehinggga menyebab-
nyandang hipertensi akan mengalami
kan iskemik jaringan otak. Sebaliknya,
stroke. Hipertensi dapat menimbulkan
jika terjadi peningkatan tekanan darah
stroke iskemik (SO%) maupun stroke
sistemik, maka akan terjadi peningkatan
perdarahan (60%). Data menunjukkan
tekanan perfusi yang hebat yang akan
bahwa risiko stroke trombotik pada menyebabkan hiperemia, edema, dan
penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali
perdarahan.
Iebih tinggi dibandingkan normotensi.
Pada usia >65 tahun, penyandang hiper- 2. Diabetes Melitus
tensi memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat
dibandingkan normotensi. mengalami stroke. Suatu studi terha-
dap 4 72 pasien stroke selama 10 tahun
Patofisiologi hipertensi menyebabkan menunjukkan adanya riwayat DM pada
terjadinya perubahan pada pembuluh 10,6% Iaki-Iaki dan 7,9% perempuan.
darah. Perubahan dimulai dari peneba-
Ian tunika intima dan peningkatan per- Penelitian menunjukan adanya peranan
meabilitas endotel oleh hipertensi lama, hiperglikemi dalam proses aterosklero-
terutama pada arteri dengan ukuran ke- sis, yaitu gangguan metabolisme berupa
cil, yaitu sekitar 300-SOOmm (cabang akumulasi sorbitol di dinding pembu-
perforata). Proses akan berlanjut de- luh darah arteri. Hal ini mennyebabkan
ngan terbentuknya deposit lipid teruta- gangguan osmotik dan bertambahnya

453

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

kandungan air di dalam sel yang dapat prostasiklin dan tromboksan. Hal itu
mengakibatkan kurangnya oksigenisasi. mengakibatkan peningkatan agregasi
trombosit dan penyempitan lumen pem-
Peranan genetik pada DM belum diketahui
buluh darah, sehingga memudahkan
secara pasti. Dipikirkan terdapat abnormal-
terjadinya stroke iskemik. Selain itu,
itas genetik yang dihubungkan dengan ab-
merokok dalam waktu lama akan me-
normalitas seluler secara intrinsik berupa
ningkatkan agregasi trombosit, kadar
pemendekan usia kehidupan (life span) sel
fibrinogen, dan viskositas darah, serta
dan peningkatan proses pergantian (tum-
menurunkan aliran darah ke otak yang
over) sel di dalam jaringan. Proses ini dapat
menyebabkan terjadinya stroke iskemik.
juga terjadi pada sel endotel dan sel otot po-
los dinding pembuluh darah. Karbondioksida juga dipikirkan memi-
liki pengaruh. lkatan karbondioksida
Penyandang DM sering disertai dengan
di dalam darah 200 kali lebih tinggi
hiperlipidemia yang merupakan faktor
dibandingkan oksigen, sehingga seolah-
risiko terjadinya proses aterosklerosis.
olah oksigen di dalam darah sedikit. Hal
Pada penelitian oleh National Cholesterol
ini menyebabkan peningkatan produksi
Education Program (NCEP), kurang lebih
eritrosit oleh tubuh, sehingga komposisi
40% penyandang DM termasuk dalam
eritrosit plasma tinggi, yang terlihat se-
kriteria hiperlipidemia serta 23% meng-
bagai peningkatan nilai hematokrit yang
alami hipertrigliserida dan kadar high
disebut polisitemia sekunder.
density lipoprotein (HDL) yang rendah.
4. Asam Urat
3. Merokok
Secara prospektif merokok dapat me- Salah satu penelitian di Jepang terhadap
usia SO:... 79 tahun selama 8 tahun menun-
ningkatkan perburukan serangan stroke
jukkan hiperurisemia merupakan faktor
sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan
risiko penting terjadinya stroke. Peneli-
banyaknya konsumsi rokok Hal ini dapat
tian kohort di Honolulu dengan rentang
disebabkan oleh beberapa mekanisme.
usia 55-64 tahun selama 23 tahun mem-
Pertama, akibat derivat rokok yang sangat
perlihatkan hubungan bermakna antara
berbahaya, yakni nikotin. Nikotin diduga
asam urat, kadar kolesterol, tekanan
berpengaruh pada sistem saraf simpa-
darah sistolik, dan kadar trigliserida ter-
tis dan proses trombotik Dengan adanya
nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan hadap kejadian aterosklerosis berupa
penyakit jantung dan stroke. Kondisi
meningkat, termasuk jalur simpatis sistem
hiperurisemia diduga merupakan salah
kardiovaskular, sehingga akan terjadi pe-
satu faktor yang dapat meningkatkan
ningkatan tekanan darah, denyut jantung,
agregasi trombosit.
dan meningkatnya aliran darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trom-
5. Dislipidemia
botik melalui enzim siklooksigenase, Meskipun tidak seberat yang dilaporkan
yang menyebabkan penurunan produksi sebagai penyebab penyakit jantung, salah
satu penelitian observasional menunjuk-

454

Scanned for Pablo


Stroke Iskemik

kan hubungan peningkatan kadar lipid bral. Dengan demikian, perempuan pada
plasma dan kejadian stroke iskemik. usia produktifmemiliki proteksi terhadap
Metaanalisis terhadap studi kohort juga kejadian penyakit vaskular dan ateroskle-
menunjukkan kekuatan hubungan antara rosis yang menyebabkan kejadian stroke
hiperlipidemia dan stroke. Komponen dis- lebih rendah dibandingkan lelaki. Na-
lipidemia yang diduga berperan, yakni ka- mun, pada keadaan premenopause dan
dar HDL yang rendah dan kadar low den- menopause yang terjadi pada usia lanjut,
sity lipoprotein (LDL) yang tinggi. Kedua produksi estrogen menurun sehingga
hal tersebut mempercepat aterosklerosis menurunkan efek proteksi tersebut.
pembuluh darah koroner dan serebral.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan
6. Usia, Jenis Kelamin, dan Ras/Suku suku kulit hitam Amerika mengalami
Bangsa risiko stroke lebih tinggi dibandingkan
Angka kejadian stroke meningkat seiring kulit putih. lnsidens stroke pada kulit hi-
bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18- tam sebesar 246 per 100.000 penduduk
44tahun), 2,4% (usia 65-74tahun), hing- dibandingkan 147 per 100.000 pen-
ga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai duduk untuk kulit putih.
dengan studi Framingham yang berskala
besar. Hal ini disebabkan oleh pening- Patofisiologi Stroke Iskemik Akut
katan terjadinya aterosklerosis seiring Pada dasarnya, proses terjadinya stroke
peningkatan usia yang dihubungkan pula iskemik diawali oleh adanya sumbatan pem-
dengan faktor risiko stroke lainnya, se- buluh darah oleh trombus atau emboli yang
perti atrial fibrilasi (atrial fibrillation/ AF) mengakibatkan sel otak mengalami gang-
dan hipertensi. AF dan hipertensi sering guan metabolisme, karena tidak mendapat
dijumpai pada usia lanjut. suplai darah, oksigen, dan energi (Gambar
1). Trombus terbentuk oleh adanya proses
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5 aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karo-
kali lebih tinggi dibandingkan perem- tis, maupun pembuluh darah serebral. Pro-
puan. Namun, angka ini berbeda pada usia ses ini diawali oleh cedera endotel dan in-
lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk flamasi yang mengakibatkan terbentuknya
Amerika perempuan (tahun 1999-2000) plak pada dinding pembuluh darah. Plak
berusia ~75 tahun lebih tinggi (84,9%) akan berkembang semakin lama semakin
dibandingkan laki-laki (70,7%). tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian
Data pasien stroke di Indonesia juga akan melekat pada plak serta melepaskan
menunjukkan rerata .usia . perempuan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade ko-
(60,4±13,8 tahun) lebih tua dibandingkan agulasi dan pembentukan trombus.
laki-laki (57,5±12,7 tahun). Hal ini di- Trombus dapat lepas dan menjadi embolus
pikirkan berhubungan dengan estrogen. atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan
Estrogen berperan dalam pencegahan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Em-
plak aterosklerosis seluruh pembuluh boli merupakan bagian dari trombus yang
darah, termasuk pembuluh darah sere- terlepas dan menyumbat pembuluh darah

455

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

di bagian yang lebih distal. Emboli ini dapat disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga aki-
berasal dari trombus di pembuluh darah, bat proses inflamasi, gangguan sawar darah
tetapi sebagian besar berasal dari trombus otak (SDO) atau (blood brain barrierjBBB),
di jantung yang terbentuk pada keadaan ter- zat neurotoksik akibat hipoksia, menurun-
tentu, seperti atrial fibrilasi dan riwayat in- nya aliran darah mikrosirkulasi kolateral,
fark miokard. Bila proses ini berlanjut, akan dan tata laksana untuk reperfusi.
terjadi iskemia jaringan otak yang menye- Pacta daerah di sekitar penumbra, terdapat
babkan kerusakan yang bersifat sementara berbagai tingkatan keCEipatan aliran darah
atau menjadi permanen yang disebut infark. serebral atau cerebral blood flow (CBF).
Di sekeliling area sel otak yang mengalami Aliran pacta jaringan otak normal adalah
infark biasanya hanya mengalami gangguan 40-SOccjlOOg otakjmenit, namun pada
metabolisme dan gangguan perfusi yang daerah infark, tidak ada aliran sama sekali
bersifat sementara yang disebut daerah (CBF OmL/lOOg otakjmenit) (Gambar 2).
penumbra (Gambar 2). Daerah ini masih Pacta daerah yang dekat dengan infark CBF
bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan adalah sekitar lOccjlOOg otakjmenit. Dae-
aliran darah kembali (reperfusi) segera, se- rah ini disebut juga daerah dengan am bang
hingga mencegah kerusakan sel yang lebih kematian sel (threshold of neuronal death),
luas, yang berarti mencegah kecacatan oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila
dan kematian. Namun jika penumbra tidak CBF di bawah SccjlOOg otakjmenit.
dapat diselamatkan, maka akan menjadi
daerah infark. Infark tersebut bukan saja Pacta daerah yang lebih jauh dari infark, di-

Gam bar 1. Oklusi Pembuluh Darah Otak Akibat Trombus

456

Scanned for Pablo


Stroke lskemik

Daerah o!ak normal


CBF 40-50 cc/lOOg o!ak/ menit

Daerall penumbra

Gambar 2. Area lnfark dan Penumbra pada Stroke


(CBF: cerebral blood flow)

dapatkan CBF sekitar 20ccj100g otakjme- katan kadar laktat intraselular. Kegagalan
nit. Pacta daerah ini aktivitas listrik ne-uTonal pompa kalium dan natrium menyebabkan
terhenti dan struktur intrasel tidak terinte- depolarisasi dan peningkatan pelepasan
grasi dengan baik. Sel di daerah tersebut neurotransmiter glutamat.
memberikan kontribusi pacta terjadinya de-
Depolarisasi men ingkatkan kadar kalsi-
fisit neurologis, namun memberikan respons
um intraselular, sedangkan glutamat yang
yang baik jika dilakukan terapi optimal.
dilepaskan akan berikatan dengan resep-
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF tor glutamat, yakni N-metil-D-aspartat
30 -40ccj100g otakjmenit, yang disebut (NMDA) dan a-amino-3-hydroxy-5-methy/-
dengan daerah oligemia. Bagian terluar 4-isonazo/ipropionid-acid (AMPA), yang
adalah bagian otak yang n_o_rmal. Bagian ini selanjutnya akan menyebabkan masuknya
mendapatkan CBF 40 -SOccjlOOg otakjme- kalsium intraselular. Dengan demikian,
nit. Bila kondisi penumbra tidak ditolong hal tersebut semakin meningkatkan kadar
secepatnya maka tidak menutup kemung- kalsium intraselular. Kalsium intraselular
kinan daerah yang mendapat aliran darah memicu terbentuknya radikal bebas, ni-
dengan kecepatan kurangtadi akan berubah trit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan
menjadi daerah yang infark dan infark yang DNA melalui jalur enzimatik seperti Ca 2• -
terjadi akan semakin luas. ATPase, calsium-dependent phospholipase,
Pacta daerah yang mengalami iskemia, ter- protease, endonuklease, dan kaspase yang
jadi penurunan kadar adenosine triphos- keseluruhannya berkontribusi terhadap
phate (ATP), sehingga terjadi kegagalan kematian sel.
pompa kalium dan natrium serta pening-

457

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Faktor Lain yang Memengaruhi Daerah sel. Sel neuronjsel glia akan mengalami
Penumbra penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan
Selain CBF yang sangat berpengaruh pacta extracellular ionic gradient, dan masuknya
daerah penumbra, ada beberapa faktor lain Na diikuti Cl ke dalam sel. Seluruh proses ini
yang berperan terhadap perkembangan akan berujung pacta edema intrasel.
pasien pacta fase akut, antara lain stres oksi- 4. lnflamasi pada daerah penumbra aki-
datif, asidosis derah penumbra, depolarisasi bat adanya iskemia. Respons inflamasi
daerah penumbra, dan faktor inflamasi. ini merupakan respons normal yang ber-
tujuan untuk pembersihan debris sel,
1. Kondisi stres oksidatif, merupakan
namun juga cenderung meningkatkan
kondisi diproduksinya radikal bebas
kerusakan jaringan serebral. Respons in-
berupa 0 2, hidroksil (OH), dan NO pacta ke-
flamasi berupa aktivasi brain resident cells
adaan iskemia serebral. Radikal bebas ini
seperti mikroglia dan astrosit, infiltrasi sel-
sangat mempengaruhi daerah penumbra
sel inflamasi ke jaringan iskemik, seperti
akibat pembentukan rantai reaksi yang
neutrofil, monosit, makrofag dan limfosit,
dapat menghancurkan membran sel, de-
serta peningkatan aktivasi mediator in-
oxyribonucleic acid (DNA), dan protein.
flamasi dan infiltrasi mediator inflamasi
Radikal bebas juga menyebabkan gang-
ke jaringan otak. Adapun mediator yang
guan mikrosirkulasi dan merusak sawar
bersifat pro-inflamasi terse but antara lain
darah otak hingga menyebabkan edema.
tumor necrosis factor (TN F)-a, interleukin
Proses tersebut akan terus berlangsung
(IL)-1~, interferon (IF)-~, serta IL-6) yang
selama keadaan iskemia tidak segera di-
diproduksi oleh limfosit.
tangani, oleh karena radikal be bas bereak-
si khususnya dengan lemak tidak jenuh
GEJALA DAN TANDA KLINIS
(unsaturated lipid) yang banyak berada di
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah
membran neuron dan sel glia.
dikenali. Hal ini secara praktis mengacu pada
2. Asidosis daerah penumbra terjadi aki- definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat
bat peningkatan metabolisme anaerob gangguan fungsi otak akut baik fokal mau-
yang disebabkan oleh proses iskemia. pun global yang mendadak, disebabkan oleh
Peningkatan metabolisme ini memicu berkurang atau hilangnya aliran darah pada
pembentukan asam laktat, sehingga ter- parenkim otak, retina, atau medula spinalis,
jadi asidosis. ~sidos i s menyebabkan ma- yang dapat disebabkan oleh penyumbatan
suknya natrium (Na+) dan CJ·ke dalam sel atau pecahnya pembuluh darah arteri mau-
melalui ikatan Na+ j W dengan CI-/ HC0 3-, pun vena yang dibuktikan dengan pemerik-
sehingga terjadi edema intrasel dan pe- saan pencitraan otak dan j atau patologi.
ningkatan tekanan intrakranial (TIK) .
Gejala gangguan fungsi otak pacta stroke sa-
3. Depolarisasi daerah penumbra terjadi ngat tergantung pada daerah otak yang ter-
akibat kegagalan pompaNa+jK+dan beraki- kena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya
bat terjadinya peningkatan kalium ekstra- dapat bersifat fokal maupun global, yaitu:

458

Scanned for Pablo


Stroke Jskemik

• Kelumpuhan sesisijkedua sisi, kelum- DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


puhan satu ekstremitas, kelumpuhan Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah
otot-otot penggerak bola mata, kelum- terdapat gejala defisit neurologis global
puhan otot-otot untuk proses menelan, atau salah satujbeberapa defisit neurologis
bicara, dan sebagainya fokal yang terjadi mendadak dengan bukti
• Gangguan fungsi keseimbangan gambaran pencitraan otak (CT scan atau
• Gangguan fungsi penghidu MRI). Adapun diagnosis banding yang pa-
ling sering, yakni stroke hemoragik (bila be-
• Gangguan fungsi penglihatan
lum dilakukan CT / MRI otak).
• Gangguan fungsi pendengaran
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
• Gangguan fungsi somatik sensoris
memastikan diagnosis serta untuk meng-
• Gangguan fungsi kognitif, seperti: gang- eksplorasi faktor risiko dan etiologi stroke
guan atensi, memori, bicara verbal, iskemik berupa:
gangguan mengerti pembicaraan, gang-
guan pengenalan ruang, dan sebagainya a. Elektrokardiogram (EKG)
• Gangguan global berupa gangguan ke- b. Pencitraan otak: CT scan kepala non kon -
sadaran tras, CT angiografi atau MRI dengan per-
fusi dan difusi serta magnetic resonance
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali angiogram (MRA)
gejala dan tanda stroke yang disusun oleh
c. Doppler karotis dan vertebralis
Cincinnati menggunakan singkatan FAST,
mencakup F yaitufacial droop (mulut men- d. Doppler transkranial (transcranial dop -
congjtidak sirnetris), A yaitu arm weakness plerjTCD)
(kelemahan pada tangan), S yaitu speech e. Pemeriksaan laboratorium
difficulties (kesulitan bicara), serta T, yaitu Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni
time to seek medical help (waktu tiba di RS hematologi rutin, glukosa darah sewaktu,
secepat mungkin). FAST memiliki sensitivi- dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin) . Selan-
tas 85% dan spesifisitas 68% untuk men-
jutnya di ruang perawatan dilakukan peme-
egakkan stroke, serta reliabilitas yang baik
riksaan rutin glukosa darah puasa dan 2 jam
pada dokter dan paramedis.
pascaprandial, HbAlC, profil lipid, c-reac-
Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan tive protein (CRP), dan laju endap darah.
dengan cara pemeriksaan fisik neurologi Pemeriksaan hemostasis, seperti activated
untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan partial thrombin time (APTT), prothrom-
gejala yang didapatkan berdasarkan anam- bin time (PT), dan international normal-
nesis. Pemeriksaan fisik yang utama me- ized ratio (INR), enzim jantung (troponin,
liputi penurunan kesadaran berdasarkan creatine kinase MB/CKMB), fungsi hati, tes
Skala Koma Glasgow (SKG), kelumpuhan uji fungsi trombosit (uji resistensi aspirin
saraf kranial, kelemahan motorik, defisit dan klopidogrel), serta elektrolit dilakukan
sensorik, gangguan otonom, gangguan fung- atas indikasi.
si kognitif, dan lain-lain.

459

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan Organisation (ESO) yang terbaru. Acuan ini
dengan indikasi (sebagian dapat dilakukan terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas
di ruang rawat) meliputi: I-III (class) dengan kelas I yang terkuat dan
kualitas bukti (level of evidence) dari A-C
1. Digital substraction angiography (DSA)
dengan level A yang tertinggi.
serebral
2. MR difusi dan perfusi a tau CT perfusi otak Tata laksana Umum
1. Stabilisasi }alan Napas dan Pernapasan
3. Ekokardiografi (transtorakal danjatau
a. Pemantauan status neurologis, adi,
transesofageal)
tekanan darah, suhu tubuh, dan satu-
4. Rontgen toraks rasi oksigen secara kontinu dalam 72
5. Saturasi oksigen, dan analisis gas darah jam pertama (ESO kelas IV, good clini-
6. Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perda- cal practicejGCP)
rahan subaraknoid namun pada CT scan b. Pemberian oksigen jika saturasi oksi-
tidak ditemukan gambaran perdarahan gen <95% (ESO kelas IV, GCP)
7. EKG halter, jika dicurigai terdapat AF
c. Perbaikan jalan nafas termasuk pe-
paroksismal
masangan pipa orofaring pada pasien
8. Elektroensefalografi (EEG) jika dicuri - yang tidak sadar; pemberian bantuan
gai adanya kejang ventilasi pad a pasien yang mengalami
9. Penapisan toksikologi (misalnya alko- penurunan kesadaran atau disfungsi
hol, kecanduan obat) bulbar dengan gangguan jalan napas
10. Pemeriksaan antikardiolipin dan anti- (AHA/ASA kelas I, level C).
bodi antinuklear (ANA) jika dicurigai d. Intubasi endotracheal tube (ETT) atau
adanyalupus laryngeal mask airway (LMA) diper-
11. Pemeriksaan neurobehaviour lukan pada pasien dengan hipoksia
(p02 <60mmHg atau pC02 >SOmmHg),
Pemeriksaan Evaluasi Komplikasi
syok, atau pada pasien yang berisiko
Komplikasi pada stroke akut dapat berupa
untuk mengalami aspirasi.
pneumonia, infeksi saluran kemih, trombosis
vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), e. Pipa endotrakeal diusahakan terpa-
dekubitus, spastisitas dan nyeri, depresi, sang tidak lebih darL2 minggu, kalau
gangguan fungsi kognitif, serta komplikasi lebih maka dianjurkan dilakukan tra-
metabolik lain seperti gangguan elektrolit. keostomi.
2. Stabilisasi Hemodinamik (Sirkulasi)
TATA LAKSANA
a. Pemberian cairan kristaloid atau koloid
Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik
intravena (IV), dan hindari pemberian
secara umum maupun khusus mengacu dari
cairan hipotonik seperti glukosa.
pedoman yang telah dibuat di berbagai ne-
gara, sebagian besar dari AHA/ ASA (Ameri- b. Dianjurkan pemasangan kateter vena
can Stroke Association) dan European Stroke sentral (central venous catheterjCVC),

460

Scanned for Pablo


Stroke Iskemik

upayakan tekanan vena sentral (cen- 1. Meninggikan posisi kepala 20-30°


tral venous pressurej CVP) 5-12mmHg. 2. Memposisikan pasien dengan meng-
c. Optimalisasi tekanan darah (lihat pe- hindari penekanan vena jugulare
natalaksanaan khusus) . 3. Menghindari pemberian cairan glu-
d. 8ila tekanan darah (TD) sistolik di- kosa atau cairan hipotonik
bawah 120mmHg dan cairan sudah 4. Menghindari hipertermia
mencukupi, dapat diberikan agen 5. Menjaga normovolemia
vasopresor secara titrasi, seperti do- 6. Pemberian osmoterapi atas indikasi:
pamin dosis sedang/ tinggi, norepine-
frin atau epinefrin dengan target TD • Manito! 0,25 -0,50 grj kg88,
sistolik berkisar 140mmHg. selama >20 menit, diulangi se-
tiap 4-6 jam dengan arget os-
e. Pemantauan jantung (cardiac monito- molaTitas ::::;310m0sm/ L (AHA/
ring) harus dilakukan selama 24 jam ASA: kelas V, level C).
pertama setelah awitan serangan stroke
• Jika perlu, berikan furosemid
iskemik (AHA/ ASA kelas I, level 8).
dengan dosis inisial lmg/
f. 8ila terdapat adanya penyakit jan- kg88 IV
tung kongestif, segera atasi (konsul
7. Intubasi untukmenjaga normoven-
kardiologi) .
tilasi (pC02 35-40mmHg). Hiper-
3. Pengendalian Peningkatan Tekanan ventilasi mungkin diperlukan bila
Intrakranial (TIK) akan dilakukan tindakan operatif.
a. Pemantauan ketat pada kasus dengan
8. Paralisis neuromuskular yang
risiko edema serebri dengan mem-
dikombinasi dengan sedasi yang
perhatikan perburukan gejala dan
adekuat dapat mengurangi pe-
tanda neurologis pada hari-hari per-
ningkatan TIK dengan cara mengu-
tama setelah serangan stroke (AHA/
rangi naiknya tekanan intratorakal
ASA kelas I, level 8).
dan tekanan vena akibat batuk,
b. Monitor TIK harus di pasang pada pa- suction, atau bucking ventilator
sien dengan GCS <9 dan pasien dengan (AHA/ASA: kelas III -V, level C) .
penurunan kesadaran karena kenaikan
TIK. (AHA/ ASA kelas V, level C). Agen nondepolarisasi seperti ven-
kuronium atau pankuronium yang
c. Sasaran-terapi adalah TIK kurang dari
sedikit berefek pada histamin dan
20 mmHg dan tekanan perfusi otak
blok pada ganglion lebih baik di-
(cerebra l perfusion pressure j CPP)
gunakan (AHA/ ASA kelas III-V,
>70mmHg.
level C) . Pasien dengan kenaikan
d. Penatalaksanaan peningkatan TIK kritis TIK sebaiknya diberikan
meliputi : pelemas otot (muscle relaxant)

461

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

sebelum suction atau lidokain se- volemi. CVP di pertahankan antara


bagai alternatif. 5-12mmHg
9. Drainase ventrikular dianjurkan b. Cairan yang hipotonik atau me-
pada hidrosefalus akut akibat ngandung glukosa hendaklah di-
stroke iskemik serebelar (AHA/ASA hindari, kecuali pada keadaan hi-
kelas I, level B). poglikemia.
10. Tindakan bedah dekompresif 7. Nutrisi
pada keadaan iskemik serebe- a. Nutrisi enteral paling lambat sudah
lar yang menimbulkan efek masa harus diberikan dalam 48 jam, nutri-
(AHA/ASA kelas I, level B). si oral hanya boleh diberikan setelah
4. Pengendalian Kejang basil tes fungsi menelan baik.
a. Bila kejang, dilakukan pemberian b. Bila terdapat gangguan menelan
diazepam IV bolus lambat 5-20mg atau kesadaran menurun makanan
dan diikuti oleh fenitoin dosis bo- diberikan melalui pipa nasogastrik.
lus 15-20mgjkg dengan kecepatan
maksimum 50mgjmenit. c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori
25-30kkal/kg/hari dengan komposisi:
b. Obat kejang lain yang dapat diberikan
1) Karbohidrat 30-40% dari total
adalah valproat, topiramat, atau leve-
kalori.
tirasetam, sesuai dengan klinis dan
penyulit pada pasien. 2) Lemak 20-35% (pada gangguan
nafas dapat lebih tinggi 35-55%).
c. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
3) Protein 20-30% (pada keadaan
5. Pengendalian Suhu Tubuh stres kebutuhan protein 1,4-2,0g/
a. Setiap pasien stroke yang disertai fe- kgBB/hari (pada gangguan fungsi
bris harus diobati dengan antipiretik ginjal <0,8 gjkgBBjhari).
(asetaminofen) dan diatasi penyebab-
d. Apabila kemungkiiian pemakaian
nya (AHA/ASA kelas I, level C).
pipa nasogastrik diperkirakan >6
b. Pada pasien demam berisiko ter- minggu, pertimbangkan untuk gas-
jadi infeksi, harus dilakukan kul- trostomi.
tur (trakeal, darah, dan urin) dan
e. Pada keadaan tertentuyaitu pemberi-
diberikan antibiotik. Jika memakai
an nutrisi enteral tidak memungkin-
kateter ventrikular, analisis cairan
kan, dukungan nutrisi boleh diberi-
serebrospinal harus dilakukan un-
kan secara parenteral.
tuk mendeteksi meningitis.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak ber-
6. Tata Laksana Cairan
tentangan dengan obat-obatan yang
a. Pemberian cairan isotonis seperti diberikan (misal: hindarkan makanan
NaCl 0,9%, ringer laktat, dan ringer yang banyak mengandpng vitamin K
asetat, dengan tujuan menjaga eu- pada pasien yang mendapat warfarin).

462

Scanned for Pablo


Stroke Iskemik

8. Pencegahan dan Mengatasi Kom- atau infus glukosa 10-20%.


plikasi c. Manajemen hipertensi sesuai de-
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk ngan protokol tata laksana hiperten-
mencegah komplikasi subakut (as- si stroke akut.
pirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT,
emboli paru, dekubitus, komplikasi d. Jika gelisah lakukan terapi psikologi,
kalau perlu berikan major atau minor
ortopedik, dan kontraktur perlu di-
tranquilizer, seperti benzodiazepin
lakukan) (AHA/ASA level B dan C).
kerja cepat atau propofol.
b. Berikan antibiotik atas indikasi dan
e. Analgesik dan anti muntah sesuai
usahakan sesuai dengan tes kultur indikasi.
dan sensitivitas kuman atau minimal
terapi empiris sesuai dengan pola ku- f. Pemberian antagonis HZ apabila ada
man (AHA/ASAlevelA). indikasi (perdarahan lambung).
g. Hati-hati dalam menggerakkan tu-
c. Pencegahan dekubitus dengan mobi-
buh, penyedotan lendir atau meman-
lisasi terbatas danfatau memakai ka-
dikan pasien karena dapat mempe-
sur antidekubitus.
ngaruhi TIK.
d. Pada pasien tertentu yang berisiko h. Mobilisasi bertahap bilahemodi-
menderita DVT seperti pasien dengan namik dan pernafasan stabil.
trombofilia, perlu diberikan heparin
subkutan S.OOOIU dua kali sehari atau i. Kandung kemih yang penuh diko-
lO.OOOIU drip per24 jam, atau LMWH songkan, sebaiknya dengan kateteri-
atau heparinoid. (AHA/ASA level A). sasi intermitten.
Perlu diperhatikan terjadinya risiko j. Rehabilitasifrestorasi fisik, wicara
perdarahan sistemik dan perdarahan dan okupasi.
intraserebral. Pada pasien yang tidak k. Atasi masalah psikologis (depresi, an-
bisa menerima antikoagulan, untuk sietas, dan lain-lain), jika ada.
mencegah DVT pada pasien imobi-
I. Edukasi keluarga.
lisasi direkomendasikan penggunaan
stoking eksternal atau Aspirin (AHA/ m. Discharge planning (rencana pengelo-
ASA level A dan B). laan pasien di luar RS).
9. Penatalaksanaan Medik Umum Lain Tata Laksana Spesifik
a. Hiperglikemia (kadar glukosa darah 1. Trombolisis Intravena
Terapi trombolisis menggunakan re-
>180mg/dL) pada stroke akut harus
combinant tissue plasminogen activator
diatasi dengan titrasi insulin (AHA/
(rTPA) seperti alteplase dapat diberikan
ASA kelas I, level C). Target yang ha-
pada stroke iskemik akut dengan onset
rus dicapai adalah normoglikemia.
<6 jam secara intravena dengan mengi-
b. Hipoglikemia berat (<SOmgfdL) ha- kuti protokol serta kriteria inklusi dan
rus diatasi dengan dekstrosa 40% IV eksklusi yang ditetapkan. Dosis yang

463
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

dianjurkan adalab 0,6-0,9 mg/kgBB. Di itu terdapat faktor eksklusi yang meng-
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang me- balangi pasien untuk mendapatkan tera-
miliki Code Stroke sebagai acuan tatalak- pi definitif rTPA. Oleb karena itu dipikir-
sana trombolisis IV, menggunakan dosis kan tatalaksana yang dapat menjangkau
0,6 mg berdasarkan studi]apan Alteplase emboli a tau trombus tepat di arteri yang
Clinical Trial (JACT 2006). dioklusinya yang disebut sebagai tinda-
kan neurointervensifendovaskular.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular
Adalab terapi yang menggunakan ka- Sepanjang sejarab penelitian neurointer-
teterisasi untuk melenyapkan trombus vensi untuk membuang trombus pada
di pembulub darab dengan cara melisis- stroke iskemik akut, basilnya mengece-
kan trombus secara langsung (tromboli- wakan selama 20 tahun terakhir. Dimulai
sis intraarterial) atau dengan menarik dengan penelitian Proact II 1999 berupa
trombus yang menyumbat dengan alat pemberian Prourokinase langsung di lesi
khusus (trombektomi mekanik). oklusi arteri serebri media (middle ce-
rebral arteryfMCA) gagal mendapatkan
Hal ini bermula dari sejarab digunakan-
persetujuan FDA, bingga penelitian Merci
nya trombolisis untukmelisiskan trombus
(coil retriever) yang walaupun mendapat-
yang mengobstruksi arteri dalam upaya
kan persetujuan dari FDA, tetapi basilnya
mengembalikan tekanan perfusi. Pada
1995 Food Drug Administration (FDA) bel urn meyakinkan AHA/ASA untuk me-
masukkannya ke dalam guideline.
menyetujui recombinant tissue-type
plasminogen activator (r-tPA) intravena Akhirnya, pada Desember 2014 muncul
(IV) sebagai tatalaksana efektif untuk 4 penelitian RCT sekaligus dalam waktu
stroke akut berdasarkan basil penelitian berdekatan, babkan pada April 2015
randomized controlled trial (RCT) yang muncul basil penelitian RCT ke-5 yang
menunjukkan efektivitas rTPA ini. menjawab teka-teki yang membingung-
Sampai 2015, rTPA adalab satu-satunya kan dalam 20 tabun terakhir ini. Kelima
penelitian ini adalah Multicenter Ran-
tatalaksana definitif pada pasien stroke
dengan onset kurang dari 4,5 jam dan domized. Clinical Trial of Endovascular
Treatment for Acute Ischemic Stroke in
menjadi tatalaksana tunggal yang ter-
the Netherlands (MR CLEAN), Endovascu-
bukti efektif untuk stroke iskemik. Seta-
rna 22 tabun terakhir ini rTPA dilakukan lar Treatment for Small Core and Anterior
pada sekitar 13% pasien, dengan basil Circulation Proximal Occlusion with Em-
sebanyak 30% sembub tanpa sekuele phasis on Minimizing CT to Recanalization
Times (ESCAPE), Extending the Time for
ataupun sekuele ringan.
Thrombolysis in Emergency Neurological
Namun pada kasus oklusi proksimal dari De-ficits-Intra-Arterial (EXTEND lA),
arteri serebri, keluaran klinis kurang Solitaire with the Intention for Thrombec-
baik, karena angka rekanalisasi awal tomy as Primary Endovascular Treatment
pasca trombolisis IV yang rendab. Selain Trial (SWIFT PRIME), dan Randomized

464
Scanned for Pablo
Stroke lskemik

Trial of Revascularization with the Soli- 3) Stroke disebabkan karena oklusi


taire FR Device Versus Best Medical Therapy pada arteri karotis interna atau ar-
in the Treatment ofAcute Stroke Due to An- teri serebri media cabang proksimal
terior Circulation Large Vessel Occlusion 4) Usia ~18 tahun
Presenting within Eight Hours ofSymptom
5) Skor National Institutes of Health
Onset (REVASCAT) Studies. Stroke Scale (NIHSS) ~6
Hasil dari kelima penelitian inilah yang 6) Skor Alberta Stroke Programme
membuat AHA/ASA mengeluarkan pe- Early CT Score (ASPECTS) ~6
doman tatalaksana neurointervensi baru ASPECTS merupakan skor yang di-
pada kasus stroke iskemik akut, yaitu tin-
gunakan untuk membantu meng-
dakan neurointervensi dengan alat stent identifikasi kandidat terapi trom-
retriever diakui sebagai salah satu tin- bolisis pada stroke akut. Sistem skor
dakan definitif untuk tatalaksana stroke ini digunakan untuk mendeteksi pe-
iskemik akut dengan trombusfemboli di rubahan iskemik awal (early ische-
pembuluh darah MCA. mic changes) pada pemeriksaan CT
Trombektomi mekanik merupakan suatu scan di daerah yang diperdarahi oleh
prosedur endovasklilar yang dilakukan MCA Gambaran perubahan iskemik
pada pasien yang memenuhi persyaratan ini dapat berupa hipoatenuasi, pe-
sesuai rekomendasi terapi neurointer- nurunan diferensiasi substansia grisea
vensifendovaskular pada stroke iskemik dan substansia alba, serta edema fokal.
akut, yaitu: Skor ASPECTS membagi teritori MCA
a. Pasien yang memenuh kriteria pem- menjadi 10 area (Gambar 3, Tabel1).
berian trombolisis IV dan akan di- Prosedur ini idealnya dilakukan
lakukan terapi endovaskular harus dalam anestesi umum. Tindakan di-
tetap diberikan trombolisis terlebih lakukan bersamaan dengan prosedur
dahulu (AHA/ASA kelas I; level A). angiografi konvensional dengan
b. Pasien harus mendapatkan terapi mikrokateter sebagai pemandu un-
endovaskular dengan menggunakan tuk menentukan lokasi trombus, ke-
stent retriever jika memenuhi semua mudian alat stent retriever digunakan
kriteria berikut (AHA/ASA kelas I; untuk menghilangkan trombus yang
level A): menyumbat sehingga diharapkan
terjadi rekanalisasi pembuluh darah
1) Skor modified rankin scale (mRS)
(Gambar4).
pre-stroke 0 sampai 1
2) Stroke iskemik akut yang telah 7) Terapi dapat dimulai melalui tin-
mendapatkan terapi trombolisis dakan groin puncture atau pungsi
intravena dalam waktu 4,5 jam arteri femoralis maksimal 6 jam
setelah onset setelah onset stroke

465

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gam bar 3. Pembagian Area MCA pada Skor Alberta Stroke Programme Early CT Score (ASPECTS)
C: nukleus kaudatus; L: nukleus lentiformis; 1: insular ribbon; IC: kapsula interna; Ml: korteks MCA anterior;
M2: korteks MCA lateral hingga insular ribbon; M3: korteks MCA posterior; M4: area MCA posterior, superior
dari Ml; MS: area MCA posterior, superior dari M2; M6: area MCA poste rim~ superior dari M3

Tabell. Skor Alberta Stroke Programme Early CT Score (ASPECTS)


Skor
Area
! =normal; O=abnormal
C- Nukleus kaudatus
L- Nukleus lentiformis
I -Insular ribbon
IC- Kapsula interna
Ml (korteks MCA anterior)
M2 (korteks MCA lateral hingga insular ribbon)
M3 (korteks MCA posterior)
M4 (area MCA posterior, superior dari Ml)
MS (area MCA posterim~ superior dari M2)
M6 (area MCA posterior, superior dari M3)
Total
Sumber: Pexmen W dkk. AJNR AM J Neuroradiol 2001. h. 1534-42.

c. Sejak 2015, AHA/ ASA membuat pe- d. Meskipun manfaatnya belum jelas,
doman baru mengenai tatalaksana pada kasus stroke yang disebabkan
trombektomi pada pasien stroke oklusi di arteri serebri media cabang
iskemik akut dengan onset dibawah M2 atau M3, arteri serebri anterior,
6 jam. Pada pasien yang terindikasi arteri vertebralis, arteri basilaris atau
trombektomi, penggunaan stent re- arteri serebri posterior, penggunaan
triever dapat dijadikan pilihan. terapi endovaskular dengan stent re-

466

Scanned for Pablo


Stroke Jskemik

triever dapat dipertimbangkan (AHA/ c. Pemberian antikoagulan tidak dilaku-


ASA: kelas lib; level C). kan sampai ada hasil pemeriksaan
e. Pada stroke yang disebabkan karena pencitraan otak memastikan tidak ada
oklusi pembuluh darah sirkulasi pos- perdarahan intrakranial primer. Pasien
terior (arteri vertebralis, arteri basi- yang mendapat antikoagulan perlu di-
laris atau arteri serebri posterior), lakukan monitor kadar antikoagulan.
groin puncture maksimal dapat di- d. Tidak ditemukan manfaat pemberian
lakukan 24 jam setelah onset stroke. heparin pada pasien stroke akut de-
ngan AF, walaupun masih dapat diberi-
4. Pemberian Antikoagulan sebagai
kan pada pasien yang selektif. Aspirin
Pencegahan Sekunder
dan dilanjutkan dengan pemberian
a. Pemberian antikoagulan rutin ter- warfarin untuk prevensi jangka pan-
hadap pasien stroke iskemik akut jang dapat diberikan.
dengan tujuan untuk memperbaiki ke-
e. Warfarin merupakan pengobatan lini
luaran atau sebagai pencegahan dini
p~rtama untuk P..enceiahan sekunder
terjadinya stroke ulang tidak direko-
stroke iskemjk...pada kebanyakan ka-
mendasi (AHA/ ASA: kelas III, level A).
sus stroke kardio-emboli.
b. Pengobatan antikoagulan dalam 24
f. Penggunaan warfarin harus hati-hati,
jam terhadap pasien yang mendapat
karena dapat meningkatkan resiko
rTPA intravena tidak direkomendasi
perdarahan. Oleh karena itu perlu mon-
(AHA/ ASA: kelas III, level B).
itor INR paling sedikit 1 bulan sekali.

Gam bar 4. Gambar 4-Trombektomi Menggunakan Stent Retriever

467

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

g. Warfarin dapat mencegab terjadinya · tein lib/Ilia tidak dianjurkan (AHA/


stroke emboli kardiogenik dan mence- ASA: kelas III, level B).
gah emboli ulang pada keadaan risiko f. Untuk pencegaban kejadian stroke
mayor. Dapat dimulai dari dosis 2mg iskemik, infark jantung, dan kematian
:e_erharl dengan target INR 2,0-3.0, akibat vaskuler, klopidogrel 75mg
Pemeriksaan INR awal adalah rutin per lebib baik dibandingkan dengan as-
3 bari selama 2 mjnggu Selanjutnya pe- pirin dan dapat diberikan pada fase
~antauan 1 minggu sekali dan setelah akut atau setelab fase akut selesai.
1 bulan dilakukan 1 bulan sekali.
g. Pemberian klopidoR!_el dikombina-
h. Selain warfarin, pada stroke kardio- sikan dengari aspirin selama 21 bari
emboli yang disebabkan karena fi- sampai 3 bulan ~ang dilanjutkan de-
brilasi atrial nonvalvular dapat diheri- ~gan pemberian clopidogrel s~, su-
kan new oral anticoq,gulant (NOAC) perior untuk mencegab stroke pada
sepeiti dabigatran (2 x 75mg atau 2 x pasien TIA dan stroke iskemik ringan
· 110mg), rivaroksaban (1 x 10mg atau (NIHSS <5).
1 x 15 mg), dari apiksaban [1 x 5 mg),
sebagai pencegahan sekunder. Tidak 6. Tata Laksana Spesifik Lain dan Neuro-
ada pemeriksaan darab untuk peman- proteksi
tauan khusus pada pemberian NOAC. a. Hemodilusi tidak dianjurkan dalam
terapi stroke iskemik akut (AHA/
5. Pemberian Antiagregasi Trombosit ASA: kelas III, level A).
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal
b. Pemakaian obat bemoreologik seper-
~25mg dcilam 12 jam setelah onset
ti pentoksifilin dapat dipertimbang-
stroke dianjurkan untuk setiap stroke
kan pada stroke iskemik akut dengan
iskemik akut (AHA/ASA: kelas I, level A).
biperviskositas.
b. Aspirin diberikan sebagai terapi
c. Tindakan carotid endarterectomy
pencegaban sekunder, sebingga tidak
(CEA) dan carotid artery stenting
boleb digunakan sebagai pengganti
(CAS) dapat dipertimbangkan untuk
tindakan intervensi yang bertujuan
dikerjakan pada pasien stroke iske-
untuk revaskularisasi (seperti trom-
mik dengan stenosis karotis komunis/
bolisis intravena) (AHA/ASA: kelas
interna C?:50% sebagai upaya pence-
III, level B).
gaban sekunder. Namun demikian,
c. Jika direncanakan pemberian trom- tindakan tersebut dilakukan setalab
bolisis, aspirin jangan diberikan. fase akut. (AHA/ASA: kelas I, level A).
d. Tidak direkomendasikan penggunaan d. Meskipun berbagi basil penelitian
aspirin sebagai terapi ajuvan dalam 24 menunjukkan basil yang berbeda,
jam setelab pemberian obat trombo- penggunaan agen neuroprotektor dan
litik [AHA/ASA: kelas III, level A). neurorecovery seperti sitikolin, pirace-
e. Pemberian antitrombosit intravena tam, pentoksifilin, neuropeptida ProS-
yang mengbambat reseptor glikopro-

468

Scanned for Pablo


Stroke lskemik

Gly9-Pro10 ACTH (4-10), DLBS 1033, sif, yaitu dengan terapi anti trombotik
dan MLC 601 dapat dipertimbangkan. (terutama antikogulan), terapi simto-
e. Edema serebri adalah penyebab matik, dan terapi penyakit dasar.
utama dari kemunduran dini dan ke- j. Tidak ada data penelitian tentang
matian pada pasien dengan stroke lama pemberian antikoagulan un-
iskemik luas (teritorial). Edema ini tuk trombosis vena serebral. Be-
biasanya berkembang antara hari berapa studi merekomendasikan
ke-2 dan ke-5 dari awitan stroke, pemberian antikoagulan sekurang-
tetapi menjelang hari ke-3, pasien kurangnya 3 bulan, diikuti pemberi-
dapat mengalami kemunduran neu- an terapi antitrombosit (AHA/ASA:
rologi dalam 24 jam sesudah awitan kelas II A, level C).
keluhan. Direkomendasikan ·pasien
Neurorehabilitasi/Neurorestorasi Pas-
dengan stroke iskemik luasfterito-
castroke
rial untuk dirawat di ICU/HCU dalam
Tatalaksana neurorehabilitatif pascastroke
1 minggu pertama sejak onset stroke.
mengalami perubahan dalam 15 tahun tera-
f. Kraniektomi dekompresi direkomen- khir. Konsep masa kini untuk pemulihan de:
dasikan pada pasien stroke iskemik fisit neurologis pascastroke mencakup ranah
luas yang mengalami edema serebri yang lebih luas dan berkembang menjadi
(malignant brain infarction) untuk me- cabang ilmu neurologi yang dikenal sebagai
nyelamatkan jiwa namun dengan risiko neurorestoratologi. Hal ini mencakup neu-
gejala sisa gangguan neurologik yang rorestorasi struktural dan signaling neuron,
berat. Tindakan dilakukan dalam 48 dan neuromodulasi, selain tindakan neuro-
jam sesudah awitan keluhan dan di- restorasi rehabilitatif. Tindakan neurorestora-
rekomendasikan pada pasien yang si pascastroke diberikan mulai dari fase akut,
·berusia <60 tahun (AHA/ASA: kelas sub-akut, sampai dengan fase kronik. Untuk
I, level A). selengkapnya dapat dilihat pada bah Prinsip
g. Mild hypothermia (dengan targettem- Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf.
peratur otak antara 33-35°C) mengu- Edukasi
rangi mortalitas pada pasien dengan Oleh karena stroke menyebabkan keadaan
infark arteri serebri media luas, na-
morbiditas yang tinggi, maka dibutuh-
mun dapat menyebabkan efek sam-
kan pemahaman dan kerja sama antara
ping yang berat meliputi krisis TIK pasien dan keluarga dengan klinisi, untuk
sepanjang pengembalian suhu tubuh. mendapatkan basil terapi yang maksimal,
h. Direkomendasikan tindakan pirau ven- antara lain dengan pemberian edukasi yang
trikel peritoneal (VP shunt) atau bedah informatif mengenai:
dekompresi untuk terapi infark serebe-
lum luas yang menekan batang otak. • Penjelasan sebelum masuk RS (rencana
rawat, biaya, pengobatan, prosedur, masa
i. Penatalaksanaan trombosis vena se- dan tindakan pemulihan dan latihan,
rebral dilakukan secara komprehen- manajemen nyeri, risiko dan komplikasi).

469
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

• Penjelasan mengenai stroke iskemik, kan konsul ke bagian hematologi, pasien


risiko dan komplikasi selama perawatan. dikatakan menderita antiphospholipid
• Penjelasan mengenai faktor risiko dan syndrome (APS) dengan kadar ACA 40
pencegahan stroke berulang. unit. Pasien mendapatkan pengobatan
warfarin lx2mg dan asam asetilsalisilat
• Penjelasan program pemulangan pasien
lx80mg. Pada riwayat persalinan, pasien
(discharge planning).
memiliki 2 orang anak laki-laki dengan
• Penjelasan mengenai gejala stroke, dan riwayat kelahiran normal. Selama 8 bu-
yang harus dilakukan sebelum dibawa lan terakhir, pasien tidak minum obat
keRS. karena tidak merasa ada keluhan.
Adapun prognosis ad vitam, ad sanationam, Pertanyaan:
dan ad fungsionam pasien biasanya dubia a. Apakah yang menyebabkan terjadi-
adbonam. nya stroke berulang pada pasien?
CONTOH KASUS b. Apakah jenis stroke yang tidak dike-
1. Seorang perempuan umur 42 tahun, tahuipenyebabnya?
datang ke IGD dengan keluhan utama c. Bagaimana pencegahan stroke yang
kelemahan anggota gerak kiri sejak 4 paling tepat untuk pasien?
jam sebelum masuk RS. Empat jam se- d. Apakah tidak terdapat kontraindikasi
belum masuk RS, saat pasien duduk trombolisis pada kasus APS?
nonton televisi di rumah, tiba-tiba
pasien merasa mengalami kelemahan Jawaban:
pada tangan dan kaki sebelah kiri. Ke- a. Faktor risiko terjadinya stroke beru-
luhan disertai bicara pelo dan mulut lang pada pasien adalah APS yang
mencong. Tidak ada keluhan nyeri ke- merupakan suatu kelainan genetik
pala, muntah, penurunan kesadaran Hal ini terjadi karena pasien tidak
maupun kejang. CT scan kepala dalam mengkonsumsi obat sejak 8 bulan
batas normal. Pasien memenuhi kriteria terakhir. Tanpa tata laksana yang op-
inklusi trombolisis dan diberikan terapi timal, pasien rentan mengalami trom-
tersebut. Setelah pemantauan selama bosis di seluruh tubuh.
24 jam, terdapat perbaikan klinis. Tidak b. Stroke yang tidak diketahui faktor
ditemukan efek samping. risikonya disebut stroke kriptogenik
Dua belas tahun tahun lalu, didapatkan AHA/ASA tahun 2015 mendapatkan
riwayat kelemahan dan baal tubuh sisi data bahwa angka kejadian stroke
kiri. Keluhan tersebut membaik dalam kriptogenik mencapai 30%, terdiri
waktu kurang dari 8 jam. Hasil peme- dari occult paroxysmal atrial fibril-
riksaan MRI menunjukkan adanya in- lation (AF), APS, dan patent foramen
fark multipel. Tidak ditemukan faktor ovule (PFO)
risiko mayor (hipertensi, diabetes meli- c. Tata laksana terbaik untuk pencegah-
tus, atrial fibrilasi, merokok). Berdasar- an stroke berulang adalah pemberian

470
Scanned for Pablo
Stroke lskemik

antikoagulan (warfarin 1x2mg) dan didapatkan hyperdense MCA sign kiri,


antitrombosit (aspilet 1x80mg) den- early ischemic changes di kiri (Gambar
gan target INR 2-3. 5), tidak ditemukan perdarahan (skor
d. Kasus APS bukan merupakan kon- ASPECTS=10)
traindikasi trombolisis. Malah APS Berdasarkan gejala klinis dan pencitraan,
merupakan salah satu faktor risiko diduga terdapat emboli pada pembuluh
terjadinya kasus trombosis vena darah besar otak. Pasien direncanakan
dalam yang juga dapat ditatalaksana menjalani terapi trombolisis IV sesuai
dengan trombolisis. pedoman AHA/ ASA 2015. Pasien sedang
2. Laki-laki, umur 58 tahun, datang ke !GO dalam terapi warfarin dari dokter sebel-
dengan keluhan kelemahan lengan dan umnya. Hasil INR 1,29 dan tidak menjadi
tungkai kanan mendadak 3 jam sebelum kontraindikasi trombolisis IV (kontrain-
masuk RS. Terdapat riwayat hipertensi, dikasi bila INR> 1,5).
OM, dan fibrilasi atrial. Pasien mengkon- Pasien diberikan alteplase dengan dosis
sumsi warfarin 2 mg setiap hari dan tidak 0,6mgjkgBB. Pertama diberikan 10%
terdapat keluhan apapun sebelumnya. dosis melalui bolus IV. Setelah istirahat
Oari pemeriksaan fisik didapatkan TO 15 menit, dilanjutkan 90% dosis sisanya
110/70mmHg dan frekuensi nadi 110x/ dalam waktu 45 menit. Ketika pasien
menit ireguler, dan SKG E4M6Vafasia sedang dalam terapi rumatan tersebut,
global dengan NIHSS 15. EKG didapat- pasien menjalani persia pan OSA di ruang
kan kesan atrial fibrilasi rapid response tindakan (catheterization Ia bora tory).
(AFRR) . Pasien terindikasi trombolisis Hasil OSA didapatkan oklusi pada MCA
dan code stroke diaktifkan. Pada CT scan kiri di M1 (Gambar 6) .

Gambar 5. Hyperdense MCA Sign di Sisi Kiri (Kiri) dan Early Ischemic Changes di Sisi Kiri (Kanan)
(Dok: Pribadi)

471

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gam bar 6. Oklusi Arteri Serebral Media (MCA) Kiri di Ml (Kiri) dan Sesudah Rekanalisasi (Kanan)
(Dok: Pribadi)

Pasien dilakukan trombektomi menggu- bri media dan diletakkan selama 5 menit
nakan stent retriever sesuai dengan kriteria hingga mengembang sempurna (Gambar 7).
AHA/ ASA 2015, yaitu: Ketika stent ditarik, seluruh embolijtrombus
dapat ditarik sempurna tanpa meninggalkan
a. Skor mRS prestroke pasien ini = 0
sisa embolijtrombus yang baru ke arah dis-
b. Stroke iskemik akut yang telah tal. Setelah itu, stent ditarik dan dikeluarkan.
mendapatkan terapi trombolisis intra-
vena dalam waktu 4,5 jam setelah onset Pasien menjalani pemeriksaan angiografi
ulang dan didapatkan oklusi MCA kiri telah
c. Stroke akibat oklusi pada arteri serebri
terbuka. Pada pasien ini terjadi rekanalisasi
media cabang proksimal
dengan skala thrombolysis in cerebral infarc-
d. Usia ~18 tahun, yaitu 58 tahun tion (TIC!) perfusion scale 2bf3 (Gambar 6).
e. Skor NIHSS ~6, yaitu 15 Pada stent retriever yang telah ditarik, di-
f. Skor ASPECTS=10 dapatkan bekuan darah emboli yang sudah
g. Pasien dapat dilakukan tindakan pungsi dievakuasi (Gam bar 8).
arteri femoralis maksimal 6 jam setelah Pascatindakan, pasien dirawat di ruang rawat
onset stroke intensif. Pada hari kedua, terdapat perbaikan
Alat yang digunakan adalah Solitairetm, salah NIHSS menjadi 10. Pasien pulang setelah
satu pilihan stent retriever yang tersedia di hari perawatan ke-16 dengan NIHSS akhir 8
Indonesia dengan hasil penelitian yang baik. setelah perbaikan kondisi AFRR dan terapi
Stent dimasukkan, kemudian ujung stent di- warfarin sebagai prevensi stroke sekunder.
pasang pada M1-M2junction di arteri sere-

472

Scanned for Pablo


Stroke lskemik

Gambar 7. Stent Retriever pada Ml-MZ ]unction di Arteri Serebri Media (Tanda Panah)
(Dok: Pribadi)

..

Gambar 8. Bekuan Darah (Emboli) yang Sudah Dievakuasi (Kiri) pada Stent Retriever (Kanan)
(Dok: Pribadi)

DAFTAR PUSTAKA (JAKNEWS); 28 Maret 2015; Jakarta, Indonesia:


JAKNEWS; 2015.
1. Ramani NV, Yoon BW, Navarro JC. Stroke epide-
3. Yudiarto F, Machfoed M, Darwin A. Ong A.
miology. Stroke in Asia, Asian Stroke Advisory
Karyana M, Siswanto. Indonesia stroke registry.
Panel. Queensland: John Wiley&Sons; 2016.
Neurology. 2014;82(10):S10-2.003 .
2. Fadhli H, Meisadona G, Kurniawan M, Mesiano T.
4. Jauch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Connors
Stroke patient mortality in Cipto Mangunkusumo
JIB, Damaerschalk BM. Guidelines for the early
hospital in 2014. Dipresentasikan dalam Jakarta
management of patients with acute ischemic
Neurology Workshop Exhibition and Symposium

473

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

stroke. Stroke. 2013;44:870-947. 18. Lorenby RB. Handbook of pathophysiology. Edisi ke-
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 4. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2011.
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan 19. Tamariz LJ, Young JH, Pankow JS, Yeh HC, Scmidt
dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Ml, Astor B, dkk. Blood viscosity and hematocrit
Kesehatan Rl; 2014. as risk factors for type 2 diabetes melitus. The
6. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)
Blaha MJ, Cushman M, dkk. Heart disease and Study. Am J Epidemio. 2008;168(10):1153-60.
stroke statistics-2016 update: a report from 20. Takagi M. Serum uric acid as a risk factor for
the American heart association. Circulation. stroke in a fishing village of rural southerm Ja-
2017;133(4):e38-360. pan. Japan Circul J. 1982;46(2):131-6.
7. Kurniawan M, Harris S, AI Rasyid, Mesiano T, 21. Golberg RJ. Lifestyle and biologic factor associ-
Hidayat R. Current status of stroke thromboly- ated with atherosclerosis disease in midle aged
sis in Indonesia. Dipresentasikan pada The 1st men 20 year finding from the Honolulu Heart
Annual International Conference and Exhibition Program. Arc Int. Med. 1995;155(7):686-94.
on Indonesian Medical Education and Research 22. Furie KL, Kelly JP. Hand book of stroke preven-
Institute (ICE on IMERI). 2016 November 14-16; tion in clinical practice. Totowa, New Jersey: Hu-
Jakarta, Indonesia: ICE on IMERI; 2016. mana Press Inc; 2004.
8. Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, Bravata ·OM, 23. Lubis I. Konsentrasi yang rendah dari high densi-
Chimowitz Ml, Ezekowitz MD, dkk. Guideline for the ty lipoprotein cholesterol (HOLe) sebagai faktor
prevention of stroke in patien with stroke or tran- risiko stroke infark [tesis]. Yogyakarta: Universi-
sient ischemic attack. Stroke. 2014;45:2160-236. tas Gajah Mada;1998.
9. Misbach J, Ali W. Stroke in Indonesia: a first 24. Gorelick PB. Epidemiology of transient ischemic
large prospective hospital based study of acute attack and ischemic stroke in patients with un-
stroke in 28 hospital in Indonesia. J Clin Neuro. derlying cardiovascular disease. Clin Cardiol.
2000;8(3):245-9. 2004;27(5 Suppl2):114-11.
10. Wijaya D. Hipertensi pada stroke [tesis]. Sura- 25. Murphy SJ, McCullough LD, Smith JM. Stroke in
baya: Universitas Airlangga;1996. the female: role of biological sex and estrogen.
11. Brott T, Thalinger K, Hertzberg V. Hypertension ILARJour.2004;45(2):147-59.
as a risk factor for spontaneous intracerebral 26. Truelsen T, Bonita R. Advances in ischemic
hemorrhage. Stroke.1998;17(6):1078-83., stroke epidemiology. Dalam: Barnett HJM, Bo-
12. Toole JF. Cerebrovascular disorder. Edisi ke-4. gousslavsky, Meldrum H, editor. Ischemic stroke
New York: Raven Press; 1990. (advances in neurology). Philadelphia: Lipping-
13. Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and the cottWilliams&Wilkins; 2003. h.l-20.
brain. Arch Intern Med.1992;152(5):938-45. 27. Sharp FR, Lu A, TangY, Millhorn DE. Multiple mo-
14. Wolf PA, D Agostino RB, Belanger AJ. Probability lecular penumbras after focal cerebral ischemia.
of stroke: a risk profil from the Framingham J Cereb Blood Flow Metab. 2000;20(7):1011-32.
study. Stroke. 1991;22(3):312-18. 28. Caplan LR. Stroke: a clinical approach. Edisi ke-4.
15. Bierman EL. Atherosclerosis and other form of Philadelphia: Saunders Elsevier Inc; 2009.
atherosclerosis. Dalam: Braunwald E, lsselbac- 29. Cohen SN. Management of ischemic stroke. New
cher KJ, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper AS, York: McGraw-Hill Companies; 2000.
editor. Harrison principles of internal medicine. 30. Warlow CP, Van-Gijn J, Hankey GJ, Sandercock,
Edisi ke-13. New York: McGraw-Hill Book Com- Banford JM, Warlaw J. Stroke a practical guide to
pany; 1994. h.1106-16. management London: Blackwell Science Ltd; 2007.
16. Slyper AH. Low density lipoprotein and athero- 31. Donnan AC, Baron JC, Davis SM, Sharp FR. The isch-
sclerosis. JAMA. 1994;272(4):305-8. emic penumbra: overview, definition, and criteria.
17. Jalaluddin, Monda! B, Ahmed S. Smoking and New York: Informa Healthcare; 2007.
Ischemic stroke. Bangladesh J of Neurosci. 32. Shenhar-Tsarfaty S, Assayag EB, Bova I, Shapin
2008;24:50-4. L, Fried M, Berliner S, dkk. Interleukin-6 as an

474

Scanned for Pablo


Stroke Iskemik

early predictor for one-year survival following 36. Frizzell JP. Acute stroke: pathophysiology, diag-
an ischemic stroke/transient ischemic attack. Int nosis, and treatment. AACN Advanced Critical
J Stroke. 2010;5(1):16-20. Care, 2005;16(4):421-40.
33. Nancy K, Glober, Karl A, Sporer, Kama Z, Gulu- 37. Rohde S, Haehnel S, Herweh C, Pham M,
ma, dkk. Acute stroke: current evidence-based Stampfl S, Ringleb PA, Bendszus M. Me-
recommendations for prehospital care. West J chanical thrombectomy in acute embolic
Emerg Med. 2016;17(2):104-28. stroke. Stroke. 2011;42(10):2954-6.
34. Kurniawan M. Zairinal RA, Mesiano T, Hidayat R, 38. Pexmen W dkk. Use of the Alberta Stroke Pro-
Harris S, Ranakusuma TAS. Terapi trombolisis in- gram Early CT score (ASPECTS) for assessing CT
travena pada pasien stroke iskemik dengan awitan scans in patients with acute strokes. AJNR AM J
kurang dari 6 jam. Neurona 2014;32 (1 ):53-59. Neuroradiol2001;22:1534-42.
35. Powers WJ, Derdeyn CP, Biller J, Coffey CS, Hoh BL, 39. Azad TO, Veeravagu A, Steinberg GK. Neuro-
Jauch EC, dkk. AHA/ASA Focused update of the restoration after stroke. Neurosurg Focus,
2013 guidelines for the early management of pa- 2016;40(5);E2.
tients with acute ischemic stroke regarding endo- 40. Chen L, Huang H. Neurorestoratology: new concept
vascular treatment. Stroke. 2015;46(10):3020-35. and bridge from bench to bedside. Zhongguo Xiu Fu
Chong Jian Wi Ke za Zhi. 2009;23(3):366-70.

475
Scanned for Pablo
CEREBRAL SMALL VESSEL DISEASE

29 Salim Harris, AI Rasyid, Mohammad Kurniawan, Taufik Mesiano,


Rakhmad Hidayat

PENDAHULUAN melakukan komunikasi internal.


Otak manusia adalah organ yang sangat
Energi oksigen yang dibutuhkan otak adalah
menakjubkan. Dengan berat ±1320gram
72Ljhari (3,7mL/100gram otakjmenit),
(2% berat badan manusia), otak mempu-
dengan kebutuhan glukosa otak sebanyak
nyai kebutuhan besar terhadap energi ok-
107gj hari (5,5mgj 100g otakjmenit). Ke-
sigen dan glukosa untuk menjalankan fung-
butuhan energi yang berasal dari adeno-
sinya secara normal. Kebutuhan ini akan
sine triphosphate (ATP) adalah 17,4mmoL/
bergantung pacta sirkulasi darah yang dike-
hari (1,1mmolj100g otakjmenit) . Sebagian
nal dengan cerebral blood flow, mengalir
besar energi (87%) dibutuhkan untuk akti-
ke seluruh otak sejumlah 50mL/100gram
vitas potensial aksi membran sel dan 13%
otakjmenit (setara dengan 972Lj hari) dan
digunakan sebagai rumatan potensial mem-
memberikan energi pacta 151,5 milyar sel
bran sel dalam keadaan istirahat.
sarafyang memiliki 150 triliun sinaps untuk

Penetrating artefy

Gambar 1. Pembagian Pembuluh Darah Utama di Otak

476

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

Distribusi kebutuhan energi dalam sistem umumnya manifestasi ini berupa gangguan
sirkulasi otak disuplai melalui 3 pembuluh pada sel, serabut saraf, maupun pembuluh
darah utama yaitu pembuluh darah parent darah halus. Gambaran dari small vessel
artery dilanjutkan cortical branch artery dan disease dapat berupa infark lakunar, white
diakhiri dengan penetrating artery (Gambar matter lesion atau leukoaraiosis maupun
1). Yang termasuk pembuluh darah parent perdarahan mikro. Penyebab kelainannya
artery adalah a. serebri media, a. serebri an- juga sangat beragam mulai dari kelainan
terior, a. serebri posterior, a. vertebralis, dan a. vaskular berupa arteriosklerosis, infeksi,
basilaris. Pengembalian aliran darah menuju inflamasi dan autoimun, angiopati genetik
pusat akan melalui pembuluh darah vena, yai- seperti cerebral amyloid angiopathy dan
tu melalui vena kapiler, dilanjutkan ke venula venous collagenosis, serta penyakit-penyakit
dan selanjutnya ke vena. Penetrating artery pembuluh darah kecillainnya.
merupakan pembuluh darah kecil yang meru-
pakan bagian terakhir dari sistem arteri yang DEFINISI
akan berhubungan dengan vena-vena kapiler. Cerebral small vessel disease (CSVD) meru-
pakan kondisi klinikopatologis yang sangat
Gangguan pembuluh darah kecil (small vessel
penting karena merupakan 20% dari penye-
disease) meliputi gangguan yang terjadi pad a
bab stroke di seluruh dunia, dan merupakan
penetrating vessels dan vena kapiler yang
penyebab tersering demensia vaskular mau-
dapat menghambat pengembalian sirkulasi
pun demensia campuran (demensia vasku-
darah kotortersebut (Gambar 2). Manifestasi
lar dan penyakit Alzheimer). lstilah CSVD
klinis gangguan tersebut berimbang dengan
digunakan dalam berbagai aspek termasuk
lesi yang ditimbulkannya di otak. Pada
aspek klinis, patologis, dan pencitraan.

Pembuluh kapiler
Arteri Vena

Gam bar 2. Pembuluh Darah Kecil (Small Vessel Disease) Meliputi Arteriol, Kapiler, dan Venula

477

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Dalam aspek klinis, pengertian CSVD memi- Cerebral arterial small vessels berasal dari 2
liki spektrum yang sangat luas yang dapat cabang, yaitu cabang superfisial dan cabang
memberikan manifestasi klinis maupun ti- profunda. Cabang superfisial adalah cabang
dak. Manifestasi klinis dapat bervariasi se- sirkulasi subaraknoid yang merupakan
perti sakit kepala, gangguan fungsi kognitif, pembuluh darah terminal dari pembuluh
gangguan gait, hingga kelumpuhan. Oleh darah berukuran sedang. Cabang profunda
karena itu, pengertian CSVD lebih mengacu berasal dari bagian basal, yang merupakan
pada gambaran patologis pembuluh darah cabang langsung dari pembuluh darah be-
kecil di otak. termasuk arteri kecil, arteriol, sar yang selanjutnya masuk ke dalam paren-
kapiler, vena kapiler, venula, dan vena. Na- kim menjadi arteri perforator. Kedua sistem
mun, seringkali istilah ini hanya ditujukan pembuluh darah tersebut berjalan menuju
kepada pembuluh darah arterial, sedangkan bagian dalam dari parenkim. Setelah mele-
kompartemen vena kurang mendapat per- wati lapisan kortikal serta deep gray struc-
hatian, sehingga CSVD disebut juga sebagai tures, kedua sistem pembuluh darah terse-
arterial small vessel disease. but akan bersatu di watershed area, suatu
Pembuluh darah otak yang terlibat dalam area terdalam dari subcortical white matter.
CSVD adalah pembuluh darah kecil di lep- Hal yang penting diperhatikan yakni pem-
tomeningeal dan intraparenkimal, seperti buluh darah kecil tidak dapat divisualisasi-
pembuluh darah ganglia basal, bagian peri- kan, berbeda dengan pembuluh darah besar.
fer substansia alba (white matter), arteri Oleh karena itu, lesi parenkim otak sebagai
leptomeningeal, pembuluh darah pada sub- akibat perubahan pembuluh darah kecil di-
stansia alba serebelum dan talamus, dan gunakan sebagai penanda CSVD. Selain itu,
pembuluh darah batang otak. Meskipun istilah CSVD seringkali digunakan untuk
umumnya pembuluh darah kortikal tidak menggambarkan komponen iskemik dari
terlibat dalam CSVD, namun CSVD dapat proses patologis pembuluh darah kecil, me-
ditemukan pada korteks bagian dalam (deep liputi infark lakunar dan white matter lesion.
gray matter). Namun yang ada yang perlu diperhatikan
Pembuluh darah kecil sendiri diartikan se- adalah pasien dengan small vessel disease
bagai pembuluh darah yang berdiameter juga sangat berisiko untuk terjadi perdara-
<SOOf.Lm yang berlokasi di subkortikal (dan han. Jenis patologis yang terjadi juga dipe-
merupakan end arteries) atau pembuluh da- ngaruhi oleh lokasi pembuluh darah yang
rah berdiameter <SOf.Lm yang berasal dari terkena. Kelainan pada pembuluh darah ke-
basal (yang disebut sebagai small perfora- cil cabang superfisial dapat menyebabkan
ting arteries). Pembuluh darah kecil seperti
angiopati amiloid serebral (cerebral amyloid
angiopathyjCAA) dan lobar microbleeds. Se-
arteri kecil, arteriol, dan kapiler memiliki
perbedaan struktur histologis. Arteriol dan mentara itu, kelainan pada pembuluh darah
arteri kecil sama-sama mempuny;:~i tunika profunda dikaitkan dengan kelainan berupa
muskularis tetapi arteriol tidak mempunyai arteriosklerosis, deep microbleeds, peruba-
lamina elastika. han white matter, dan infark lakunar (Gam-
bar 3).

478
Scanned for Pablo
Cerebral Small Vessel Disease

Angiopati amiloid
sere bra!

Gambar 3. Jenis Kelainan Patologis Cerebral Small Vessel Disease (CSVD)


Dikaitkan dengan Lokasi Pembuluh Darah

KLASIFIKASI DAN EPIDEMIOLOGI CSVD c. White matter lesion karena gangguan


vaskular
Lesi CSVD sangat bervariasi, dapat menge-
nai daerah tertentu seperti subkortikal, na- d. Virchow Robbin space atau rongga
mun dapat meluas seperti yang terjadi pacta perivaskular
white matter lesion. Klasifikasi CSVD di- e. Cerebral microbleeds
dasarkan pacta etiopatologi, antara lain ar- f. Atrofi otak
teriosklerosis, cerebral amyloid angiopathy
(CAA), CSVD yang diturunkan secara gene- 2. Penggunaan bahasa dan istilah yang
tik, CSVD akibat inflamasi dan immunologi, sama untuk manifestasi CSVD yang terli-
kelainan vena, dan CSVD lainnya (Tabell). hat pacta gam bar MRI
3. Penetapan standar minimum image ac-
Penilaian CSVD dinilai berdasarkan konsep
quisition dan analisis pencitraan
pencitraan, oleh karenanya ada standar pe-
nilaian yang disebut standards for reporting 4. Kesepakatan standar pelaporan ilmiah
vascular changes on neuroimaging (STRIVE), terhadap perubahan parenkim otak ter-
yang meliputi: kait CSVD pacta pencitraan. Selain itu
dilakukan review teknik pencitraan ter-
1. 6 tipe Jesi pencitraan: baru urrtuk mendeteksi dan mengkuanti-
a. Infark subkortikal (infark lakunar) fikasi manifestasi preklinik CSVD.
b. Lacune karena gangguan vaskular

479

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabell. Klasifikasi Berdasarkan Etiopatologi Cerebral Small Vessel Disease (CSVD)


KLASIFIKASI
Tipe 1: Arteriosklerosis (usia dan faktor risiko vaskular terkait CSVD)
• Nekrosis fibrinoid
• Lipohialinosis
• Mikroaneurisma (sakular, lipohialinosis, fusiformis asimetrik, perdarahan)
• Disorganisasi arterial segmental
Tipe 2: Cerebral amyloid angiopathy sporadik dan herediter
Tipe 3: CSVD yang diturunkan yang berbeda dengan cerebral amyloid angiopathy
• CADASIL
• CARASIL
• Demensia multiinfark genetik tipe Swedia
• MELAS
• Fabry's disease
• Vaskulopati serebroretinal herediter
• Endoteliopati herediter dengan retinopati, nefropati dan stroke
• Small vessel disease akibat mutasi COL4A1
Tipe 4: CSVD yang dimediasi secara inflamasi dan imunologis
• Wegener's granulomatosis
• Sindrom Churg-Strauss
• Poliangitis mikroskopik
• Purpura Henoch-Schonlein
• Vaskulitis krioglobulinemik
• Angitis leukositoklastik kutaneus
• Angitis primer dari susunan saraf pusat
• Sindroma Sneddon
• Vaskulitis sistem sarafterkait infeksi
• Vaskulitis sistem saraf terkait kelainan jaringan konektif seperti SLE, sindrom
Sjogren, vaskulitis rematoid, skleroderma, dan dermatomyositis
Tipe 5: venous collagenosis
Tipe 6: CSVD lainnya
• Angiopati pascaradiasi
• Non-amyloid microvessel degeneration pada penyakit Alzheimer
CADASIL: cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical ischemic strokes and
leukoencephalopathy; CARASIL: cerebral autosomal recessive arteriopathy with subcortical
ischemic strokes and leukoencephalopathy; MELAS: mitochondrial encephalopathy with lac-
tic acidosis and stroke-like episodes.
Sumber: Pantoni L. Lancet Neurol. 2010. h. 689-701.

Kesepakatan standar pelaporan ilmiah ter- CSVD tipe 1 (arteriosklerosis) dan tipe 2
hadap perubahan parenkim otak terkait (Cerebral amyloid angiopathy (CAA) spo-
CSVD pada pencitraan. Selain itu dilakukan radik dan herediterJ adalah yang paling
review teknik pencitraan terbaru untuk sering ditemukan, sementara CSVD tipe 3
mendeteksi dan mengkuantifikasi mani- termasuk jarang. Di antara penyakit yang
festasi preklinik CSVD. tergolong dalam tipe ini, cerebral autosomal

480

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

dominant arteriopathy with subcortical isch- SIL dan white matter lesion termasuk penya-
emic strokes and leukoencephalopathy (CA- kit Binswanger.
DASIL) dan penyakit Fabry (Fabry's disease)
Arteriosklerosis
adalah yang paling banyak ditemukan dan
Arteriosklerosis merupakan gangguan pem-
penting sebagai dasar pemahaman patoge-
buluh darah yang didasari kelainan pada
nesis CSVD sporadik.
dinding pembuluh darah dan berlanjut de-
CSVD dapat dimediasi oleh proses inflamasi ngan komplikasinya pada pembuluh darah.
dan imunologi yang didapat (bukan heredi- Arteriosklerosis bersifat difus, tidak hanya
ter). Kelainan ini dimasukkan dalam CSVD mengenai pembuluh darah otak, tetapi
tipe 4. CSVD tipe 5 berupa venous collage- dapat juga menimbulkan kerusakan multi
nosis, yang merupakan gambaran patologis organ, seperti pembuluh darah jantung, re-
dari vena dan venula yang berlokasi dekat tina, maupun ginjal.
dengan ventrikellateral. Abnormalitas kom-
Manifestasi arteriosklerosis yang khas
ponen kolagen menyebabkan penebalan
adalah mikroaneurisma dan lipohialinosis.
dinding vena, sehingga menimbulkan pe-
Mikroaneurisma terjadi akibat penipisan
nyempitan lumen dan terjadi oklusi.
otot polos pada tunika media pembuluh
CSVD tipe 6 (small vessel disease lainnya) darah yang dapat mengakibatkan micro-
mencakup angiopati pasca radiasi dan CSVD bleeding. Lipohialinosis didasarkan adanya
non-amyloid pada kapiler dan membran ba- deposit material, seperti fibrohialin, yang
sal pasien Alzheimer. Angiopati pascaradia- dapat menyempitkan lumen pembuluh da-
si merupakan efek samping yang tertunda rah, sehingga dapat mengakibatkan infark
dari cerebral irradiation therapy (setelah lacunar. Timbulnya mikroaneurisma dan
bebe-rapa bulan atau tahun). CSVD pas- lipohialinosis ini disebabkan oleh tekanan
caradiasi tersebut paling sering mengenai darah yang tidak terkontrol dan diakse-
pembuluh darah kecil di white matter yang lerasi oleh adanya penyakit metabolik, seperti
menunjukkan adanya nekrosis fibrinoid, hiperhomosisteinemia, diabetes melitus, dan
penebalan dinding pembuluh darah karena dislipidemia, serta faktor risiko lain seperti
penumpukan hialin, penyempitan lumen, merokok dan imobilisasi. Faktor usia juga
dan sumbatan trombotik sehingga menye- dipikirkan berperan pada proses terjadinya
babkan diffuse leucoencephalopathy de- arteriosklerosis ini.
ngan degenerasi serabut hialin yang sangat
Usia yang berkontribusi terhadap munculnya
berat. Pada beberapa kasus terjadi kondisi
arteriosklerosis ini, telah bergeser ke arah
nekrosis koagulatif. Keseluruhan perubah-
yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena
an parenkim ini disebabkan proses iskemik,
peranan faktor risiko penyakit metabolik
Pembahasan mengenai CSVD akan dibatasi telah diakselerasi oleh perubahan perilaku,
pada beberapa CSVD yang sering ditemukan yakni kebiasaan merokok Penyandang hiper-
saja, diantaranya adalah arteriosklerosis, tensi dan penyakit metabolik akan mengalami
cerebral amyloid angiopathy (CAA), CADA- CSVD pada usia yang lebih muda, jika disertai
faktor risiko tambahan, yakni merokok

481
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Merokok tidak saja berpengaruh pada elas- vena. Dengan demikian, CAA merupakan
tisitas dinding pembuluh darah, tetapi juga salah satu CSVD yang dapat bermanifestasi
pada viskositas darah dan deformabilitas dalam bentuk lesi perdarahan (microbleed
sel darah merah (eritrosit). Berdasarkan dan perdarahan intraserebral (PIS) lobar)
sejumlah penelitian, terjadi peningkatan maupun iskemik (infark lakunar, white mat-
fibrinogen pada perokok. Peningkatan fi- ter lesion).
brinogen akan memicu sistem prokoagulasi,
Adanya deposit sera but amiloid (amyloid fi-
sehingga terjadi kondisi hiperkoagulasi.
brils) pada pembuluh darah serebral dapat
Tingginya kadar fibrinogen dalam darah
melemahkan dinding pembuluh darah dan
juga akan meningkatkan viskositas darah.
menyebabkan ruptur, sehingga menimbul-
Efek lain peningkatan fibrinogen ini terkait
kan microbleeds asimtomatis dan perdarah-
dengan deformabilitas eritrosit. Muatan
an intraserebral lobar. Selain itu, deposit
negatif pada dinding eritrosit yang disebut
tersebut juga dapat merusak lumen pem-
zeta potensial akan berkurang akibat beri-
buluh darah yang menimbulkan iskemia
katan dengan fibrinogen yang bermuatan
(infark serebral, 'incomplete infarction':
positif. Hal ini menyebabkan berkurangnya
leukoaraiosis), Von sattel dkk menggolong-
kemampuan eritrosit untuk berubah bentuk
kan CAA berdasarkan tingkat keparahan
atau disebut juga deformabilitas eritrosit.
perubahan patologis pembuluh darah yaitu:
Selain itu, kandungan karbon monoksida
(1) ringan, jika amiloid terbatas pada tunika
memicu peningkatan produksi eritrosit, se-
media, tanpa kerusakan signifikan sel otot
hingga juga akan meningkatkan viskositas
polos; (2) sedang, jika tunika media di-
darah. Keberadaan arteriosklerosis dan fak-
gantikan oleh amiloid sehingga lebih tebal
tor risiko yang telah disebutkan sebelumnya
dibandingkan kondisi normal; dan (3) be-
akan mempercepat timbulnya CSVD, berupa
rat, apabila terdapat disposisi amiloid yang
infark lakunar dan cerebral demyelinisation,
luas, fragmentasi dinding fokal atau double
dengan segala manifestasi klinisnya
barreling dinding pembuluh darah, pem-
Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA) bentukan mikroaneurisma, nekrosis fibri-
CAA menggambarkan sekelompok gang- noid, dan kebocoran plasma melalui dinding
guan susunan saraf pusat (SSP) dengan ber- pembuluh darah.
bagai manifestasi klinis yang didasari ke-
Terdapat lebih dari 25 protein man usia yang
lainan pembuluh darah (angiopati) akibat
ditemukan terlibat dalam benang-benang
deposit amyloid fibrils pada dinding pem-
amiloid (amyloid fibrils) secara in vivo, na-
buluh darah. Deposit tersebut terdistribusi
mun hanya 7 protein yang bermanifestasi
pada dinding pembuluh darah berukuran
sebagai gangguan SSP, diantaranya adalah
kecil hingga sedang, yakni arteri dan arte-
protein amiloid tipe ~ (A~). Deposit A~ ini-
riol terutama di ruang leptomeningeal dan
lah pada dinding pembuluh darah inilah
korteks, dan jarang pada kapiler maupun
yang mendasari CAA (Tabel2).

482

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

Tabel2. Bentuk CAA Sporadik dan Herediter


Peptida Protein Stroke
Kromosom Penyakit Catatan
Amiloid Prekursor Hemoragik
A~ APP (-) CAA sporadik (-) (+)
A~ APP (-) CAAyang Tidak terdapat peningkatan (-)
berhubungan dengan risiko terjadinya ICH lobaris
ADsporadik
A~ APP 21 CAAyang Berhubungan dengan mutasi (-)
berhubungan dengan presenilin-1 dan presenilin-2
AD familial
A~ APP 21 CAA pada sindroma ICH lobaris jarang terobser- (-)
Down vasi
A~ APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada 2 famili (+)
herediter dengan besar dari Belanda
amiloidosis: tipe -Usia onset: 50 tahun
Belanda
-Perdarahan lobaris, defisit
neurologis fokal, demensia,
dan leukoensefalopati
A~ APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada 3 famili (+)
herediter dengan dari ltali
amiloidosis: tipe ltali -Usia onset: 50 tahun
-Perdarahan lobaris dan
demensia
A~ APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada 1 famili (+)/(-)
herediter dengan dari Belanda (ditemukan
amiloidosis: tipe di Belgia, oleh karenanya
Flemish dikatakan "Flemish") dan 1
famili dari lnggris
-Usia onset: 45 tahun
-Progressive AD-like demen-
tia, pada beberapa pasien
yang berhubungan dengan
perdarahan lobaris
A~ APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada famili (+)/(-)
herediter dengan dari Iowa dan Spanyol
amiloidosis: tipe -Usia onset: 50-66 tahun
Iowa
-Gangguan memori, disfungsi
bahasa ekspresif, perubahan
personalitas, myoclonic jerks,
short- stepped gait, tidak ada
manifestasi klinis ICH (famili
dari Iowa) atau perdarahan
lobaris (famili dari Spanyol)

483

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel2. Bentuk CAA Sporadik dan Herediter (Lanjutan)


Peptida Protein Kromosom Penyakit Catatan Stroke
Amlloid Prekursor Hemoragik
AP APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada 1 famili (+)
herediter dengan dari Piedmont (ltali)
amiloidosis: tipe -Usia onset: 50- 70 tahun
Piedmont
-Perdarahan lobaris beru-
lang. penurunan kognitif
AP APP 21 Perdarahan serebral Digambarkan pada 1 famili (-)
herediter dengan dari Swedia Utara
amiloidosis: tipe -Usia onset: -60 tahun
Arctic (Islandia) -Penurunan kognitifpro-
gresif
ACys Sistatin C 20 Perdarahan serebral Digambarkan pada 9 sub (+)
herediter dengan famili dari Islandia (1 kasus
amiloidosis: tipe sporadik pada AS)
Islandia -Menyebabkan amiloidosis
sitemik
-Usia onset: 20-30 tahun
-Perdarahan lobaris berulang
ATTR Transtire- 18 Amiloidosis Polineuropati merupakan Pada
tin meningovaskular gejala klinis utama beberapa
-Penemuan Iangka: ataksia, famili
spastisitas, dan demensia (langka)
-Amiloidosis sitemik
AGel Gelsolin 9 Amiloidosis familial Progressive cornea/lattice (-)
tipe Finnish dystrophy, neuropati perifer
dan kranial, amiloidosis ku-
taneus
-Amiloidosis sitemik
PrPSc Protein 20 Sindrom Gerstmann- Digambarkan pada 1 famili (-)
Prion Strausser- Scheinker -Penurunan kognitif secara
progresif
ABri Protein 13 Familial British Digambarkan pada 4 famili (-)
prekursor Dementia -Usia onset: 45- 50 tahun
ABri
Adan Protein 13 Familial Danish Digambarkan pada 1 famili (-)
prekursor Dementia dari Denmark
ADan -Usia onset: 30 tahun
-Katarak, tuli, ataksia pro-
gresif, demensia
APP: amyloid precursor protein; AD= Alzheimer's disease, CAA= cerebral amyloid angiopathy, ICH= intracerebral hemorrhage
Sumber: Biffi A, dkk. JClin Neural. 2011. h.1-9.

484
Scanned for Pablo
Cerebral Small Vessel Disease

Terjadinya deposit A~ dipikirkan oleh kare- peptidase; (2) degradasi oleh astrosit dan
na terjadi gangguan produksi dan eliminasi mikroglia; (3) transportasi aktif melalui
peptida A~. Peptida A~ berasal dari sistem sa war darah otak (transendotelial); dan (4)
neuronal, diproduksi oleh protein prekur- drainase perivaskular (Gambar 4). Seiring
sor yakni amyloid precursor protein (APP) pertambahan usia, akan terjadi penurunan
dan disekresi oleh b- and g-secretase. Pep- fungsi eliminasi ini dan peningkatan depo-
tida ini mengalami eliminasi melalui empat sisi A~ pada pembuluh darah.
jalur: (1) degradasi proteolitik oleh endo-

Ruano. porlvatkular
(Ruang vlrohow·robln)
Gam bar 4. Produksi, Eliminasi, dan Deposisi Amiloid-13 (AIJ) pada CAA
Protein prekursor APP di sistem neuronal akan memproduksi peptida A~ yang akan mengalami eliminasi me lalui
4 jalur: (a) degradasi proteolitik oleh endopeptidase (contoh: Neprilysin, IDE); (b) degradasi oleh astrosit dan
mikroglia melalui mekanisme receptor mediated clearance pada reseptor LRPl/LDLR di permukaan membran
sel; {c) transportasi aktifmelalui sawar darah otak (transendotelial); dan (d) drainase melalui ruang perivaskular
setelah proses ambilan (uptake) oleh astrosit. Keempat proses ini akan memecah peptida A~ menjadi oligomer
A~. yang dapat berkumpul membentuk plak amiloid. (APP: amyloid precursor protein, IDE: insulin degrading
enzyme, LDLR: /ow density lipoprotein receptor; LRPl: LDLR related protein)

485

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Secara umum CAA terbagi menjadi dua bentuk, tan (nontraumatik) pada usia lanjut. Smith
yakni CAA herediter dan CAA sporadik. CAA dkk menunjukkan PIS terkait CAA dan PIS
herediter berkaitan dengan mutasi gen yang terkait hipertensi dapat ditemukan ber-
mengkode protein amiloid termasuk prekur- samaan (25%). PIS terkait CAA seringkali
sornya. Bentuk ini umumnya ditemukan pada berlokasi di lobar, karena keterlibatan pem-
usia muda. CAA sporadik biasanya dikaitkan buluh darah kortikal dan leptomeningeal
dengan polymorphisms of disease-susceptible superfisial. Sebaliknya PIS terkait hipertensi
genes dan biasanya ditemukan pada usia Ian- jarang ditemukan di lobar. PIS terkait CAA
jut Polimorfisme gen yang berkontribusi pada ini seringkali multipel dan berulang. Selain
pathogenesis penyakit Alzheimer dan diduga tiga hal tersebut, tidak ada ciri khas yang
berkaitan dengan CAA sporadik, yakni apoli- patognomonik U:ntuk perdarahan ini. Gejala
poprotein E (APO-E), presenilin 1 (PS1), a1- seperti nyeri kepala, defisit neurologis fokal,
antichymotrypsin (ACT), dan neprilsin (NEP). kejang dan penurunan kesadaran sama seperti
yang ditemukan pada PIS dengan kausa lain-
Diantara polimorfisme gen tersebut, yang pa-
nya. Namun, hal yang perlu ditekankan, bahwa
ling banyak diteliti adalah ApoE yang diang-
perdarahan intraserebral terkait CAA dapat
gap berkontribusi terhadap patogenesis CAA.
asimtomatis, yakni pada microbleeds.
Selain itu, polimorfisme APO-E juga berkon-
tribusi pada patogenesis penyakit Alzheimer. PIS terkait CAA penting untuk diperhatikan,
Beberapa studi menganalisis hubungan antara karena sering dihubungkan dengan risiko
APO-E, penyakitAlzheimer, dan CAA.AlelApoE perdarahan terkait trombolisis. Keduanya
memiliki efek yang berbeda terhadap proses memiliki manifestasi serupa, berupa pre-
produksi, eliminasi dan deposisi A~. Aiel APO- disposisi daerah lobar dan superfisial otak,
E £4 dikaitkan dengan amiloidogenesis, depo- multipel, peningkatan frekuensi dengan ber-
sisi A~, dan neurotoksisitas. Aiel ApoE £4 juga tambahnya usia, dan berhubungan dengan
di-laporkan berkaitan dengan deposisi A~ demensia. Penelitian in vitro menunjukkan
kapiler yang menyertai neuritis degenera- deposit A~ menyebabkan degenerasi sel
tif positif tau (perivascular plaquesjdrusige pada dinding pembuluh darah, memengaruhi
Entartungjdysphoric angiopathy), yang ber- vasoaktivitas, dan meningkatkan mekanisme
manifestasi demensia dan sering disebut se- proteolitik, seperti fibrinolisis, antikoagulasi
bagai variasi vaskular dari penyakit Alzheimer. dan degradasi matriks ekstraselular.
Sebaliknya, aiel APO-E £2 merupakan proteksi
PIS terkait CAA juga dikaitkan dengan stroke
penyakit Alzheimer, namun dikaitkan dengan
hemoragik akibat warfarin dan microbleeds
peningkatan risiko perdarahan pada CAA. Hal
dihubungkan dengan risiko rebleeding oleh
ini akibat kontribusi aiel APO-E £2 terhadap
karena terapi antiplatelet. Hal ini dibuk-
terjadinya nekrosis fibrinoid, yang merupa-
tikan oleh Biffi dkk (2010), namun belum
kan dasar neuropatologis perrdarahan intra-
ada modalitas yang dapat digunakan untuk
serebral terkait CAA (Gambar 5).
memprediksi risiko perdarahan terkait te-
PIS terkait CAA berkontribusi sebesar rapi pada kasus tersebut.
5-20% dari perdarahan intraserebral spon-

486

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

J, Af:l chaperone

J, Receptor-mediated
Af:l clearance

J, Af:l-degradation
endopeptidases
expression

I :
J. Orainase

,.
Amyloidogenic perivaskular
II processing

t AJW() ; Af:J42

Gam bar 5. Peran Aiel ApoE pada Berbagai Jalur di Otak yang dapat Berkontribusi dalam Patogenesis CAA
Peningkatan rasio aie l ApoE E4 > e3 disebabkan oleh gangguan eliminasi A~ melalui 4 mekanisme: penurunan A~
chaperone, penurunan bersihan Ap yang dimediasi reseptor, penurunan degradasi A~ oleh enzim endopeptidase,
dan penurunan drainase perivaskular. Peningkatan rasio ale! ApoE E4 > E3 terse but berkontribusi terhadap
amiloidogenesis, peningkatan rasio A~ 40 : A~ 42, dan neurotoksisitas. Ale! ApoE E2 berkontribusi da lam
perubahan vaskulopatik, yakn i berupa double barreling dan nekrosis fibinoid.

Diagnosis definitif CAA adalah berdasarkan let dengan pewarnaan thioflavin S. Tanda
histologi jaringan otak berupa gambaran khas lainnya adalah gambaran "double bar-
green birefringent di bawah cahaya terpo- rel" yang disebabkan pemisahan lamina
larisasi dengan pewarnaan Congo red dan elastika interna akibat pengendapan materi
gambaran floresen di bawah sinar ultravio- hialin pada dinding pembuluh darah. Oleh

487

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

karena memerlukan histologi jaringan un- apa kriteria tambahan yang sedang diajukan,
tuk diagnosis definitif, maka seringkali di- berupa ditemukannya siderosis superfisial
agnosis CAA didapatkan pada postmortem. pada penanda pencitraan CAA. Modalitas
diagnostik non-invasif lain adalah peme-
Saat ini telah dideklarasikan kriteria Kriteria
riksaan positron emission tomography (PET)
Boston, yang meliputi gejala klinis dan pen-
scan dengan beta-amyloid-binding compound
citraan, selain komponen histologi yang di-
Pittsburgh Compound B yang dapat memvisu-
peroleh secara invasif. Berdasarkan kriteria
alisasi ~-amiloid fibriler pada otak, yang di-
ini, diagnosis CAA dibedakan menjadi 4, yak-
laporkan berkaitan dengan risiko perdarah-
ni definite CAA, probable CAA dengan gamba-
an intraparenkim akibat recombinant tissue
ran patologi atau MRI/CT scan mendukung,
plasminogen activator (r-TPA).
dan possible CAA (Tabel 3). Terdapat heber-

Tabel 3. Kriteria Boston untuk Diagnosis CAA


1. Definite CAA
Pemeriksaan post mortem lengkap menunjukkan:
- Perdarahan lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
- CAA yang berat dengan vaskulopati*
- Ketiadaan dari lesi diagnostik lainnya
2. Probable CAA dengan gambaran patologi yang mendukung
Data klinis dan jaringan patologis (evakuasi hematom atau biopsi kortikal) menunjukkan:
- Perdarahan lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
- Beberapa derajat CAA pada spesimen
- Ketiadaan dari Iesi diagnostik lainnya
3. Probable CAA
Data klinis dan MRI atau CT menunjukkan:
- Perdarahan multipel terbatas regio lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal (perdarahan serebelar dibolehkan)
- Umur lebih dari sama dengan 55 tahun
- Ketiadaan penyebab perdarahan yang lain**
4. Possible CAA
Data klinis dan MRI atau CT menunjukkan:
- Perdarahan tunggal pada lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
- Umur lebih dari sama dengan 55 tahun
- Ketiadaan penyebab perdarahan yang lain
CAA: cerebral amyloid angiopathy
**Penyebab pedarahan intraserebrallain mencakup penggunaan warfarin dengan dosis berlebih (INR>3.0), riwayat
cedera kepala dan stroke iskemik sebelumnya, tumor SSP, malformasi vaskular, vaskulitis SSP, blood dyscrasia, serta
koagulopati.
Sumber:
'Von Sattel JP,dkk. Ann Neurol.1991. h. 637-49.
2Knudsen KA dkk. Neurol. 2001. h. 537-9.

488

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

Tata laksana CAA atau PIS terkait CAA, cortical U-fibres, microhemorrhages terutama
baik pencegahan maupun terapi secara pada gray matter, dan laminar cortical neuro-
evidence based belum ada. Kortikosteroid nal apoptosis. Hal itu berdasarkan perubahan
dalam beberapa laporan kasus menunjuk- morfologis dan fungsional pembuluh darah
kan perbaikan gejala yang berkaitan dengan otak yang juga terlihat pada pembuluh da-
CAA-related inflammation. Hal ini dipikir- rah sistemik.
kan dengan mengurangi edema vasogenik.
Karakteristik histopatologis pada CADASIL
Terapi imunosupresan lain juga dilaporkan
adalah vaskulopati, yang terutama melibat-
memengaruhi proses inflamasi CAA, namun
kan pembuluh darah pial dan arteri per-
masih terdapat sedikit bukti. Laporan dari
forator yang berdiameter kecil (<SOOJ.I.m)
studi perindopril protection against recur-
serta arteriol, dan tidak disebabkan oleh
rent stroke study (PROGRESS) menunjukkan
hipertensi, aterosklerosis, atau degenerasi
bahwa pengendalian tekanan darah (TD)
amiloid. Gambaran patognomonik CADA-
dapat menurunkan risiko PIS terkait CAA.
SIL berupa akumulasi granular osmiophillic
Cerebra! 4utosomal Dominant Arterlopa- material (GOM) di tunika media tepat di
thy with Subcortical Infarcts and Leuko- permukaan membran sel otot polos, diikuti
encephalopathy (CADASIL) degenerasi dan berkurangnya sel otot po-
CADASIL merupakan penyebab penting dari los, fibrosis adventisia dan penebalan mural
stroke dan demensia vaskular usia muda. pembuluh darah, serta pelebaran rongga
Lebih dari 10% pasien berusia kurang dari perivaskular (rongga Virchow-Robin). Pro-
50 tahun dengan stroke dan penyakit white ses patologi tersebut mengakibatkan ste-
matter ditemukan mutasi CADASIL. Mutasi nosis luminal long penetrating arteries yang
ini diturunkan secara monogenik mengi- memperdarahi white matter subkortikal.
kuti hukum Mendell pada gen NOTCH3. Gen
Semua kelainan tersebut menimbulkan pe-
terse but diekspresikan secara eksklusif oleh
rubahan fisiologis, yaitu penurunan (cere-
sel otot polos pembuluh darah, terutama ar-
bral blood flow fCBF) dalam kondisi basal
teri berkaliber kecil serta sel perisit. Pada
atau istirahat, penurunan volume dan dila-
pasien CADASIL terdapat akumulasi ranah
tory reserve, serta peningkatan oxygen ex-
ekstraselular NOTCH3 pada membran sito-
traction fraction yang berkaitan dengan
plasma otot polos pembuluh darah.
usia. Terdapat pula hipoperfusi terbatas
CADASIL dapat bermanifestasi klinis mau- pada regio white matter, yang memberikan
pun tidak. Manifestasi klinisnya sangat gambaran leukoaraiosis serupa denganleu-
bervariasi, seperti migren, stroke lakunar, koaraiosis dengan kausa lain.
stroke lakunar berulang, leukoaraiosis, gang-
White Matter Lesion (WML)
guan mood, apatis, dan demensia yang tidak
Prevalensi WML pada populasi kulit putih
harus ditemukan secara bersamaan. Gamba-
sekitar 80% pada <!:60 tahun dan lebih ba-
ran otak pasien dapat berupa infark lakunar,
nyak pada perempuan. WML dihubungkan
demielinisasi white matter yang difus dan
dengan faktor genetik dan terdapat hubung-
hilangnya akson yang tidak melibatkan sub-
an yang kuat dengan usia dan tekanan da-

489

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

rah. WML dapat memberikan manifestasi yang berhubungan dengan sifat-sifat multi-
klinis yang bervariasi ataupun hanya dite- faktoral kompleks seperti WML, yaitu 6 novel
mukan pada pencitraan tanpa gejala klinis. single nucleotide polymorphisme (SNP) pada
Sebelum adanya MRI, white matter lesion satu lokus kromosom 17q25.
(WML) terlihat sebagai suatu x-ray attenu-
WML berkaitan dengan beberapa penyakit,
ation di area white matter pada gambaran diantaranya penyakit Binswanger. Penya-
CT scan. Hachinski dkk menyatakan lesi itu
kit ini secara patologis tampak sebagai area
disebut sebagai leukoaraiosis. Pada peme-
konfluens atau pengelompokan jaringan
riksaan MRI, WML berupa gambaran hiper-
halus yang berkerut dan berglanulasi pada
intens didaerah white matter pada sekuens
white matter di otak, meliputi lobus oksipi-
T2 weighted dan FLAIR di periventrikel dan
tal, periventrikel terutama bagian anterior,
daerah immediate subcortical white matter.
dan serebelum. Volume white matter men-
Fazekas memberikan gambaran histopa- jadi berkurang dan dapat disertai pembe-
tologis yang sering ditemukan pada WML saran ventrikel serta mengecilnya korpus
adalah perubahan perivaskular ringan kalosum. Selain lesi white matter, dapat pula
hingga melibatkan area yang luas dengan ditemukan lacunae, kavitas berbentuk bulat
kehilangan jumlah serat yang bervariasi, .atau lonjong berisi cairan pada daerah sub-
kavitas kecil multipel, serta arteriosklero- kortikal, berdiameter 3-20mm, yang dite-
sis nyata. Hal ini berkaitan dengan berbagai mukan pada CT atau MRI. Terkadang pasien
proses patologis, bergantung pada keru- dengan perubahan white matter Binswanger
sakan jaringan iskemik dapat berupa myelin juga mengalami amyloid angiopthy dan CA-
pallor, gliosis, kehilangan akson, destruksi DASIL, yaitu arteri yang berada di subkorti-
serat saraf komplet, hingga pada kasus be- kal dan leptomeningen mengalami peneba-
rat dapat menimbulkan gangguan sawar lan dan mengandung substansi congophilic
darah otak dan endotel. Selain itu terdapat yang mewarnai amiloid.
patologis lain terjadi juga venous collage-
Studi mikroskopik menunjukan adanya
nosis, yaitu penumpukan kolagen pada din- myelin pallor, suatu area dengan penurunan
ding venula di pembuluh darah vena kecil
mielinisasi yang dikelilingi oleh jaringan
periventrikular. Namun proses ini kurang
normal. Pada abnormalitas white matter
mendapatkan perhatian jika dibandingkan
yang berat dapat ditemukan nekrosis dan
dengan kaitan arteriosklerosis terhadap
terbentuk kavitas. Selain itu dapat terjadi
small vessel disease. gliosis, terutama di area yang mengalami
Proses pembentukan WML serta kompleksi- myelin pallor. Dinding dari penetrating ar-
tas fenotipnya dipikirkan terdapat kontribusi teries menebal dan mengalami hialinisasi,
faktor genetik, antara lain perubahan trans- namun oklusi dari arteri kecil sangat jarang
krip RNA pada berbagai gen yang melibatkan ditemukan.
siklus sel, proteolisis, dan apoptosis pada
Gambaran klinik penyakit Binswanger sa-
WML. Hasil studi Genome Wide Association
ngat bervariasi, umumnya berupa gangguan
Study (GWAS) telah diidentifikasi adanya gen
kognitif berupa perlambatan psikomotor,

490

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

gangguan memori, bahasa, dan visuospa- lakunar. Kerusakan white matter dipikir-
sial, serta abulia. Selain itu dapat ditemukan kan merupakan bentuk infark yang tidak
gejala pseudobulbar, gangguan piramidal, lengkap atau nekrosis yang selektif. Me-
dan gait. Manifestasi ini umumnya bertahap kanisme yang mendasarinya dipikirkan
dan memburuk dalam periode hari hingga akibat restriksi lumen yang menyebabkan
minggu, kemudian menetap. Adapula yang hipoperfusi kronik white matter, sehingga
bermanifestasi sebagai stroke lakunar akut. menyebabkan degenerasi serabut mielin
akibat kematian oligodendrosit selektif dan
PATOGENESIS KERUSAKAN SEREBRAL berulang. Bentuk iskemik lain adalah infark
Mekanisme CSVD menyebabkan kerusakan lakunar akibat penyumbatan dan oklusi
parenkim otak bermacam-macam dan belum pembuluh darah kecil yang bersifat akut.
sepenuhnya diketahui, namun pada prin- Hal ini menyebabkan iskemik yang bersifat
sipnya CSVD menyebabkan perubahan patolo- fokal dan akut serta nekrosis jaringan kom-
gis pada pembuluh darah otak. Pada arterial, plet (pannecrosis). Dapat terlibat juga me-
perubahan meliputi disfungsi otot pembuluh kanisme lain seperti kerusakan sawar darah
darah, lipohialinosis, vascular remodelling, otak, inflamasi subklinik lokal dan apoptosis
dan penumpukan materi fibrotik Terjadi juga oligodendrosit yang berkontribusi terhadap
penebalan membran basal, pelebaran ruang gambaran patologis akhir dari penyakit ini.
perivaskular (rongga Virchow-Robin), serta
Selain lesi iskemik, CSVD juga dapat me-
gangguan sistem sawar darah otak (SDO) yang
nyebabkan perdarahan. Perdarahan pada
dapat menyebabkan edema. Hal ini menye-
CSVD dapat berupa perdarahan masif mau-
babkan hipoperfusi kronik akibat penurunan
pun perdarahan kecil (microhaemorrhage).
aliran darah otak dan hilangnya respons
Alasan mengapa beberapa pembuluh darah
adaptif seperti autoregulasi dan neurovascu-
yang mengalami ruptur dapat menyebab-
lar coupling, sehingga terjadi gangguan suplai kan perdarahan masif, sedangkan pembuluh
nutrisi ke otak secara adekuat yang berlanjut
darah lain hanya menyebabkan perdarahan
pada kerusakan jaringan (Gambar 6). Adapun
kecil tidak diketahui. Perbedaan ketebalan
perubahan pada sistem vena dapat berupa ve-
dinding pembuluh darah pada kasus cerebral
nous collagenosis.
amyloid angiopathy (CAA) sebelumnya di-
Perubahan patologis pada pembuluh darah pikirkan menjelaskan hal tersebut, yakni se-
kecil dapat memberikan dampak iskemik makin tebal dinding pembuluh darah dikait-
maupun hemoragik. Bentuk iskemik CSVD kan dengan lebih banyak perdarahan kecil.
antara lain lesi white matter dan infark

491

Scanned for Pablo


~
e-
~
.,
10::1'

~
s:::
a
Kerusakan dinding Ruptur f--- Perdarahan c[
pembuluh darah, pembuluh makroskopis
Faktor genetik mikroaneurisma, darah 1---- Hematom besar
lnflamasi !-----. derigandestruksi
deposisiamiloid parenkim luas


l
Kerusakan sawar 1- Perdarahan Lesi mikrohipointens
~ 1----
~ darah-otak mikroskopik pada MRI sekuensecho

SmaU vessel
disease Nekrosis komplet Kavitasi pada struktur
Apoptosis lskemia akut, fokal (atau pan- atau pada area white
~
oligodendrosit f-lo berat, nekrosis) padagroy
~
matter pada MRI
"'
N
terloka I isir
f-t ai:Du whire matter sekuens Tl-weighred
(contoh infark ai:Du FlAIR (in/ode
lakunar) /akunar)

lnfark inkomplet Hiperintensitasdifus


Hilangnyasel otot Penurunan aliran
4 lskemia kronik, (demielinasi, pada MRI sekuens T2-
palos, restriksi lumen, darahserebral,
Faktor risiko subklinis,difus I-t hilangnya f---1 weighreci (contoh whill?
penebalan dinding
pembuluh darah ~
gangguan
autoregulasi
r-. oligodendrosit, matter lesion atau
kerusakan aksonal) /eukoaroiosis)

Gambar 6. Patofisiologi Small Vessel Disease


Dimodifikasi dari: Pantoni L. Lancet Neurol; 2010. h. 689-701.

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

Tabel4. Definisi dari Fenotip Small Vessel Disease


Fenotip Mekanisme genetik yang diketahui
Deep Brain Infarcts
Akut. Infark subkortikal kecil, berdiameter 3-20mm, Berkaitan dengan SNP rs2208454 pada kromosom .
yang ditemukan pada CT atau MRI. Lesi ini paling 20p12. SNP ini berlokasi pada intron 3 dari domain
baik dideteksi dengan sekuens DWI dan tampak MACRO yang mengandung 2 gen (MACROD2) dan
hiperintens. Pada umumnya berlokasi di salah satu pada regia bawah dari gen fibronectin leucine-
daerah perforating arteriole. Gambaran klinis dan rich transmembrane protein-3 (FLRT3). Regia ini
pencitraan menunjukkan bahwa infark terjadi akut terlibat dalam regulasi dari growth factor signaling,
(segera hingga beberapa minggu) angiogenesis serta neurogenesis, dan berkaitan
dengan penurunan risiko infark serebral yang
Kronik (Lacune). Kavitas berbentuk bulat atau lonjong
digambarkan dengan MRI.
berisi cairan pada daerah subkortikal, berdiameter
3-20mm, yang ditemukan pada CT atau MRI. Lesi ini
paling baik dideteksi dengan sekuens FLAIR dan tampak
hipointens. Terkadang tampak pinggiran hiperintens
yang menglilingi. Lesi ini konsisten dengan infark
subkortikal kecil akut sebelumnya atau perdarahan
pada area dari salah satu perforating arterial.
White Matter Lesions
Pada CT scan lesi ini tampak hipodens, namun Berkaitan dengan 6 SNP yang telah teridentifikasi pada
pada MRI sekuens T2-weighted dan FLAIR tampak 1 lokus kromosom 17q25, yakni WW domain binding
hiperintens. Distribusi lesi pada periventrikular dan protein gene (WBP2), dua tripartite motifcontaining
white matter hemisfer serebri, ganglia basal (deep gray genes (TRIM65 dan TRIM47), the mitochondrial ribosomal
matter), pons, batang otak, dan serebelum. protein L38 gene (MRPL38), the Fas-binding factor 1 gene
(FBl), dan the acyl-coenzyme A oxidase lgene (ACOXl).
Gen tersebut diketahui terlibat dalam banyak proses
biologis, meliputi innate immunit;y, cell cycle regulation,
vesicular trafficking, neuroproteksi, dan apoptosis.
Cerebral Microbleeds
Small punctuated areas, berdiameter hingga 10mm, tampak Pola deep subcortical microb/eeds telah dikaitkan
hipointens pada MRI sekuens 12-weighted, gradient echo dengan faktor risiko vaskular dan risiko terjadinya
atau susceptibility-weighted imaging (SWI). Lesi tersebut white matter lesions dan deep brain infarcts. Sedangkan
merupakan kumpulan kecil dari makrofctg hemosiderin- pola lobar berhubungan dengan CAA dan APO-E4
laden yang mengelilingisma// perforating vessels. genotype.
MRI: magnetic resonance imaging; DWI: diffusion weighted imaging; FLAIR: fluid attenuated inversion recovery;
SNP: single nucleotide polymorphisme; WML: white matter lesions.
Sumber: RinconF, dkk. Frontiers in Aging Neurosc. 2014. h. 1-8.

GEJALA DAN TANDA KLINIS peningkatan risiko penurunan fungsi kog-


Infark komplet (lacunar syndrome) atau nitif, demensia, gangguan gait, gangguan
infark inkomplet (WML) struktur subkor- keseimbangan, serta parkinsonisme pada
tikal pada CSVD menimbulkan manifestasi individu dengan CSVD, walaupun studi
klinis. Infark lakunar multipel dapat ber- prospektifnya masih sedikit.
manifestasi sebagai gangguan fungsi kogni-
WML juga memberikan gambaran klinis yang
tif, gangguan gait, gangguan mood, maupun
bervariasi, mulai dari tidak adanya keluhan,
gangguan motorik. Terdapat bukti adanya

493

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

hingga terdapat gangguan fungsi kognitif dan perivascular (Virchow Robbin space), deep
gangguan motorik, termasuk parkinsonisme. hemorrhage (large subcortical hemorrhages
Variasi ini berhubungan dengan luasnya lesi dan microbleeds), dan atrofi otak. Lesi subkor-
serta perbedaan mekanisme kompensasi un- tikal seperti infark lakunar, WMH, dan deep
tuk mencegah penurunan fungsi kognitif dan hemorrhage (large subcortical hemorrhages
motorik. Gambaran MRI pada sekuens fluid dan microbleeds) juga merupakan penanda
attenuated inversion recovery (FLAIR) juga CSVD, namun tidak spesifik. WMH tidak ha-
tidak khas, karena WML dapat atau tanpa nya ditemukan pada CSVD, infark lakunar
disertai bentuk CSVD lain pada MRI, seperti juga dapat menggambarkan embolisme.
infark lakunar dan cerebral microbleed.
Hal yang penting diperhatikan adalah CSVD ti-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING dak hanya memiliki gambaran iskemik, namun
Kerusakan parenkim otak pada CSVD hanya juga dapat memberikan gambaran perdarahan
dapat diidentifikasi dengan CT scan atau berupa macrolesions (large sub-cortical hemor-
MRI, sehingga diagnosisnya sangat bergan- rhages) dan microlesions (microbleeds). Seba-
tung pada temuan pencitraan (Tabel 4 dan gian besar perdarahan dapat dideteksi dengan
Gambar 7) . Wardlaw dkk mengidentifikasi pencitraan konvensional termasuk CT scan, mi-
beberapa temuan, seperti infark lakunar, crobleeds membutuhkan MRI dengan sekuens
white matter hyperintensities (WMH) atau khusus yakni gradient echo atau susceptibility-
white matter lesions (WML), dilatasi ruang weighted imaging (SWI).

(A) (B) (C)


Gambar 7. (A) FLAIR Sequence Menggambarkan Dense White Matter Hyperintensities dan; (B) Menggam-
barkan Stroke Lakunar; (C) Cerebral Microbleeds
Sumber: Barkhof F, dkk. Radiology Assistant [serial online).

494

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

Tabel 5. Skala Fazekas


Periventricular White Matter (PVWM) Deep White Matter (DWM)
0 tidak ada gambaran hiperintens 0 tidak ada gambaran hiperintens
1 gambaran hiperintens kecil-kecil 1 gambaran hiperintens yang kecil-kecil dan multi pel
2 gambaran hiperintens berbentuk a wan di 2 Gambaran hiperintens yang mulai menyatu satu
sekitar ventrikel dengan lainnya
3 gambaran hiperintens iregular/regular 3 Gamba ran hiperintens besar yang merupakan pe-
mengelilingi periventrikular hingga deep nyatuan dari beberapa lesi kecil
white matter

Terdapat klasifikasi yang digunakan secara cil. Namun dalam praktek sehari-hari hanya
luas untuk mendeskripsikan beratnya WML, digunakan klasifikasi ringan (mild), sedang
yaitu Fazekas Scale yang pertama kali dike- (moderate), dan berat (severe). Skala Fazekas
mukakan oleh Fazekas dkk (1987). Skor ini membagi white matter menjadi 2 regio, yaitu
menilai secara kuantitatifjumlah white mat- periventrikular dan deep white matter, dan
ter hyperintense lesions pada MRI sekuens tiap regio dibagi menjadi beberapa kelas ber-
T2/FLAIR yang timbul akibat iskemia kronik dasarkan ukuran dan confluence (penggabun-
terutama oleh gangguan pembuluh darah ke- gan) dari lesi (Tabel 5 dan Gam bar 8).

Gam bar 8. Skala Fazekaz Berdasarkan Gambaran MRI Sekuens FLAIR


Sumber: Barkhof F, dkk. Radiology Assistant [serial online].

495

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

TATA LAKSANA sekunder. Kumpulan data analisis menun-


Manifestasi CSVD sangat spesifik berhubung- jukkan bahwa penurunan TD jangka pan-
an pembuluh darah kecil yang ada di otak, jang menurunkan kejadian stroke hingga
sehingga memungkinkan pencegahan faktor 28%. Uji klinis multisenter Secondary Pre-
risiko untuk menekan disabilitas dan mor- vention of Small Subcortical Strokes (SPS3)
talitas di kemudian hari. menunjukkan pada kelompok dengan TD
sistolik <130mmHg, terdapat penurunan
Trombolisis
stroke berulang sebanyak 19% dan penu-
Tissue plasminogen activator (t-PA) intra-
runan kejadian perdarahan intrakranial
vena (IV) telah menjadi standar terapi pada
sebesar 63%. Studi Perindopril Protection
stroke iskemik akut dengan time window
against Reccurent Stroke Study (PROGRESS)
0-3 jam (Amerika dan Eropa) dan 0-6 jam
juga menunjukkan bahwa penurunan TD
(Asia). Namun hal ini bukan merupakan
yang intensif dapat menunda progresivi-
pi-lihan utama pada infark lakunar dan
tas WML pada pasien stroke. Oleh karena
hingga kini efikasi maupun keamanannya
itu, perlu dilakukan penurunan TD sisto-
masih dalam perdebatan. Berdasarkan Na-
lik kurang dari 130mmHg. Namun belum
tional Institute of Neurological Disorders and
diketahui efek jangka panjang penurunan
Stroke (NINDS) dan penelitan lainnya, luar-
tekanan darah, terutama pada pasien usia
an terapi t-PA pada stroke lakunar tidak le-
Ianjut dengan CSVD luas.
bih buruk dibandingkan dengan stroke non-
lakunar. Akan tetapi penelitian Shoba dkk Studi kohort oleh Muller dkk menunjukkan
terhadap 195 pasien dengan infark lakunar, penurunan TD diastolik berkaitan dengan
diperoleh luaran trombolisis yang lebih baik penurunan volume gray matter dan gang-
diban-dingkan plasebo (modified Rankin guan kognitifpada subjek usia lanjut dengan
Scale 0-2; RR 1,84; IK95%, 1,59-2,13). Oleh riwayat hipertensi dibandingkan subjek
sebab itu, beberapa pedoman terbaru ti- dengan usia pertengahan. Hal ini dikaitkan
dak membedakan efikasi t-PA menurut tipe dengan kegagalan perfusi serebral akibat
stroke. Terkait keamanan, studi bleeding penurunan mekanisme autoregulasi pada
risk analysis in stroke imaging before throm- pasien dengan hipertensi jangka panjang.
bolysis (BRASIL) melakukan analisis pen- Dengan demikian, meskipun pada pedoman
citraan pada 570 pasien stroke iskemik akut yang ada direkomendasikan penurunan TD
onset 6 jam yang memperoleh t-PA IV meng- sistolik hingga <130mmHg. namun mana-
gunakan MRI sekuens T2. Tidak didapatkan jemen TD harus lebih diperhatikan pada
peningkatan risiko perdarahan intrakranial pasien usia lanjut, riwayat hipertensi lama,
terkait CMB yang bermakna, namun risiko WML luas, dan gangguan fungsi kognitif.
ini tidak melebihi manfaat yang diterima.
Dislipidemia, terutama peningkatan kadar
Pengendalian faktor risiko low-density lipoprotein (LDL), memegang pe-
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke ranan penting dalam pembentukan ateroskle-
terpenting sehingga penurunan tekanan da- rosis. Studi Stroke Prevention by Aggressive
rah (TO) bermanfaat untuk prevensi stroke Reduction in Cholesterol Levels (SPARCL)

496

Scanned for Pablo


Cerebral Small Vessel Disease

menunjukkan bahwa pasien yang mendapat nifikan, bahkan meningkatkan risiko perda-
atorvastatin mengalami penurunan kejadian rahan dan kematian. Oleh karena itu, kom-
stroke dan penyakit jantung koroner secara binasi klopidogrel dan aspirin tidak boleh
signifikan, namun peningkatan sedikit tetapi diberikan, kecuali dengan indikasi spesifik
signifikan menyebabkan stroke hemoragik lainnya, sehingga perhatian selanjutnya ditu-
Oleh karena pasien CSVD lebih jarang disertai jukan pada cilostazol dan trifusal.
aterosklerosis pembuluh darah besar, namun
Dari hasil studi pada hewan coba dan ma-
lebih berisiko tinggi mengalami perdarahan,
nusia, didapatkan bahwa cilostazol menye-
sehingga pemberian statin pada infark laku-
babkan komplikasi perdarahan yang lebih
nar masih dipertanyakan. Analisis post-hoc
rendah dibandingkan aspirin, ditandai den-
studi SPARCL pada 1409 pasien infarklakunar
gao pemanjangan bleeding time pada as-
menunjukkan efikasi yang sama pada grup
pirin atau klopidogrel. Sebagai tambahan,
dengan infark lakunar dibandingkan grup
pemanjangan bleeding time juga tidak ter-
yang lain. Studi Regression of Cerebral Artery
jadi meskipun cilostazol diberikan bersa-
Stenosis (ROCAS) menunjukkan bahwa peng-
maan dengan aspirin atau klopidogrel pada
gunaan statin berhubungan dengan penu-
pasien dengan penyakit arteri perifer. Cilos-
runan progresivitas WML.
tazol juga memiliki efek protektif terhadap
Pada sub-studi Vitamins to Prevent Stroke endotel dan mencegah gangguan SDO pada
(VITATOPS)-MRI, penurunan kadar homo- pasien stroke iskemik. Studi terhadap mu-
sistein dengan vitamin B dikaitkan dengan rin menunjukkan bahwa cilostazol melin-
penurunan peningkatan volume WMH pada dungi mikrovaskulatur otak yang iskemia
pasien dengan CSVD yang berat. Sebagai dengan menurunkan aktivitas matrix me-
tambahan, vitamin E tocotrienols diketa- talloprotease-9 (MMP-9). Analisis subgroup
hui dapat menghambat progresifitas WMH studi Cilostazol for Prevention of Secondary
pada subjek sehat dengan WMH. Stroke juga menunjukkan bahwa ciloztazol
lebih aman secara bermakna dibandingkan
Antiplatelet
aspirin terkait risiko stroke hemoragik pada
Antiplatelet secara umum digunakan pada
pasien hipertensi dengan stroke lakunar. Ci-
stroke nonkardioembolik Walaupun studi
lostazol dilaporkan dapat menurunkan high
yang berfokus pada infark lakunar sangat ja-
pulsatile pressure pada pembuluh darah ke-
rang, manfaat dari beberapa antiplatelet di-
cil akibat kekakukan arteri, yang berkontri-
pertimbangkan serupa antara infark lakunar
busi dalam patogenesis WMH.
dengan yang nonlakunar. Satu-satunya studi
yang berfokus pada infark lakunar, yakni stu- Trifusal memiliki efek yang sama dengan as-
di Secondary Prevention of Small Subcortical pirin namun dengan komplikasi perdarahan
Strokes (SPS3) yang melibatkan 3020 pasien lebih kecil, sehingga dapat digunakan pada
dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan pasien dengan risiko perdarahan seperti
Spanyol. Pada studi ini disimpulkan bahwa CMB multipel pada CSVD. Hingga kini masih
pada infark lakunar, klopidogrel, dan aspirin diperlukan studi lebih lanjut untuk menemu-
tidak menurunkan risiko stroke secara sig- kan anti platelet yang sesuai pada CSVD.

497

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

DAFTAR PUSTAKA 8. Biffi A, Greenberg SM. Cerebral amyloid angiopa-


thy: a systemic review. J Clin Neurol. 2011;7(1):1-9.
1. Heiss WD. Imaging the penumbra: pathophysi-
9. Yamada M. Cerebral amyloid angiopathy and gene
ology of ischemic stroke in man. Cologne: Max
polymorphisms. J Neurol Sci. 2004;226(1-2):41-4.
Planck Institute; 2012.
10. Caplan LR, Gomes JA. Binswanger disease--an
2. Pantoni L. Cerebral small vessel disease: from
update. J Neurol Sci. 2010;299(1-2):9-10.
pathogenesis and clinical characteristics to thera-
11. De Silva TM, Miller AA. Cerebral small vessel disease:
peutic challenges. Lancet Neurol. 2010;9(7):689-
targeting oxidative stress as a novel therapeutic
701.
strategy? FrontPharmacol. 2016;7(61):1-18.
3. Ayata C. Experimental insights from animal
12. Gaillard F. Fazekas scale for white matter lesions.
models. Stroke. 2010;41(suppll):S129-34.
Radiopaedia.org [serial online]. [diunduh 27 De-
4. Issac TG, Chandra SR, Christopher R, Rajeswaran
sember 2016]. Tersedia dari: Radiopedia.
J, Philip M. Cerebral small vessel disease clinical,
13. Mok V. Kim JS. Prevention and management of cere-
n~uropsychological and radiological phenotypes,
bral small vessel disease.} Stroke. 2015;17(2):111-22.
histopathological correlates, and described gen-
14. Von sattel JP, Myers RH, Hedley-Whyte ET,
otypes: a review. J Geriatrics. 2015;564870:1-11.
Ropper AH, Bird ED, Richardson EP Jr. Cerebral
5. van Norden AGW. de Laat KF, Gons RAR, van Uden
amyloid angiopathy without and with cerebral
IWM, van Dijk EJ, van Oudheusden LJB. Causes
hemorrhages: a comparative histological study.
and consequences of cerebral small vessel dis-
Ann Neurol.1991;30(5):637-49.
ease. The RUN DMC study: a prospective cohort
15. Knudsen KA dkk. Clinical diagnosis of cerebral
study. Study rationale and protocol. BMC Neurol.
amyloid angiopathy: validation of the boston
2011;11:29.
criteria. Neurol. 2001;56:537-9.
6. Rincon F, Wright CB. Current pathophysiological
16. Barkhof F, Hazewinkel M, Binnewijzend M,
concepts in cerebral small vessel disease. Fron-
Smithuis R Dementia: the role of MRI. Radiology
tiers in Aging Neurosc. 2014;6(24):1-8.
Assistant [serial online]. [diunduh tanggal14 Feb-
7. Wardlaw JM, Smith C, Dichgans M. Mechanisms
ruari 2017]. Tersedia dari: Radiology Assistant
underlying sporadic cerebral small vessel dis-
ease: insights from neuroimaging. Lancet Neurol.
2013;12(5):1-27.

498

Scanned for Pablo


TROMBOSIS VENA SEREBRAL

30 Mohammad Kurniawan, Salim Harris, AI Rasyid,


Taufik Mesiano, Rakhmad Hidayat

PENDAHULUAN dapat mengakibatkan koma dan kematian.


Trombosis vena serebral merupakan salah Angka kematian pada tahun tersebut dapat
satu bentuk penyakit serebrovaskular yang mencapai 60%.
jarang terjadi, namun memiliki potensi mor-
Diagnosis trombosis vena serebral biasanya
biditas yang tinggi. Trombosis ini dapat ter-
ditegakkan saat otopsi dengan adanya gam-
jadi pada vena dan sinus dura utama di otak.
baran infark hemoragik Perdarahan ini meng-
Insidensnya adalah 0,5-3% dari seluruh kasus
akibatkan kontraindikasi pemberian heparin
stroke dan dapat terjadi pada seluruh kelom-
pada masa tersebut. Pada 1967, Hugo Kra-
pok usia, termasuk neonatus.
yenbuhl, seorang profesor bedah saraf di Uni-
Observasi dan deskripsi kasus trombosis versity of Zurich, Swiss, adalah orang pertama
vena serebral pertama kali dilaporkan yang menggunakan antikoagulan heparin
oleh MF Ribes pada tahun 1825. Ribes dalam tata laksana trombosis vena serebral.
mengemukakan kasus seorang laki-laki Dalam publikasinya dia mengemukakan bah-
berusia 45 tahun dengan keluhan nyeri wa kombinasi antibiotik dan antikoagulan
kepala yang berkepanjangan, sehingga dapat memberikan basil optimal. Tidak ada
mengakibatkan kesedihan dan melanko- bukti bahwa perdarahan serebrallebih sering
lia. Keluhan ini diikuti dengan munculnya dan lebih berat pada kasus yang mendapatkan
bangkitan kejang berulang yang semakin antikoagulan.
sering, kemudian pasien mengalami deli-
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi
rum sebelum akhirnya meninggal dunia.
medis yang pesat, saat ini berbagai penyebab
Hasil otopsi postmortem menunjukkan
trombosis vena serebral lainnya dapat
adanya gumpalan darah di sinus sagitalis
diketahui. Mekanisme trombosis di vena
superior dan sinus lateralis kiri, serta in-
dan sistem sinus telah dapat dideskripsikan
fark di hemisfer kanan.
lebih jelas melalui teknik angiografi serebral,
Hingga awal 1980-an, trombosis vena se- CT scan, dan MRI, sehingga diagnosis dapat
rebral digambarkan sebagai suatu kondisi ditegakkan lebih cepat tanpa perlu menunggu
yang langka. Kondisi ini biasanya terjadi otopsi. Penelitian dalam manajemen terapi
akibat trombosis septik di sinus sagitalis juga menunjukkan hasH yang positif yang
superior dengan gejala klinis stereotipik kesemuanya menyebabkan penurunan angka
berupa nyeri kepala, defisit fokal neurolo- kematian secara drastis, hingga mencapai
gis, kejang, penurunan kesadaran, hingga <5% setelah tahun 2000.

499

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

EPIDEMIOLOGI 100.000 penduduk, sedangkan di Australia


Insidens trombosis vena serebral tidak di- sebesar 1,57 per 100.000 penduduk. Pacta
ketahui dengan pasti. Secara umum, trom- anak, insidens trombosis vena serebri sebesar
bosis vena serebral dianggap sebagai salah 0,67 per 100.000 penduduk, sementara pacta
satu penyebab stroke yang jarang terjadi, neonatus 1,4-12 per 100.000 penduduk.
dengan perbandingan 1:62,5 dibanding-
Pacta penelitian multisenter, International
kan stroke arteri. Pacta studi single center
Study on Cerebral Venous Trombosis (ISCVT)
di Indonesia (2015) ditemukan prevalensi
pacta 1998-2001, didapatkan rerata usia
sebesar 1,28%.
penderita trombosis vena serebri 39,1 ta-
Daif di Saudi Arabia (1995) melaporkan hun, yang mayoritas (74%) perempuan,
frekuensi trombosis vena serebral sebesar yaitu 17% pacta masa kehamilan dan nifas,
7 kasus per 100,000 pasien di RS. Coutinho serta 4 7% berhubungan dengan penggu-
dkk dalam studi potong lintang Dutch se- naan kontrasepsi.
ries (2012) mendapatkan insidens 1,32 per

Sinus sagitalis superior Sinus sagitalis superior

Sinus
konfluen

Gambar 1. Vena Superfisial Otak

500

Scanned for Pablo


Tram basis Vena Serebral

PATOFISIOLOGI berperan dalam fisiologi cairan serebrospi-


Dalam memahami patofisiologi trombosis nal, sehingga sinus dura juga berperan dalam
vena serebral, penting untuk lebih dulu me- drainase cairan serebrospinal.
mahami anatomi sistem sinus duramater
Secara klasik, sinus dura dibagi menjadi 2
dan vena di otak. Pembuluh darah vena di
kelompok, yakni sinus posterior superior
otak terdiri atas vena superfisial dan pro-
(P-S) dan sinus anterior inferior (A-1). Sinus
funda (deep veins). Terdapat 10-20 vena
P-S mencakup sinus sagitalis superior (SSS),
superfisial yang mengumpulkan darah dari
sinus sagitalis inferior (SSI), sinus lateral/
vena-vena pial yang menutupi permukaan
transversus (SL), straight sinus, dan sinus
hemisfer serebri dan saling beranastomosis
oksipital. Kelompok A-I mencakup sinus pe-
satu sama lain. Diantara vena superfisial, yang
trosalis superior dan inferior serta sinus ka-
terbesar adalah vena Rolandik atau vena sen-
vernous. SSS menjadi drainase bagi seluruh
tralis yang berlokasi di dekat sulkus sentralis,
korteks serebri. Sinus transversus dan sinus
vena Trolard (greater anastomotic vein), dan
menjadi drainase bagi serebelum, batang
superficial middle cerebral vein. Vena superfi-
otak dan bagian posterior hemisfer otak
sial memiliki anastomosis yang amat banyak,
(Gambar 2 dan Tabel1).
sehingga oklusi seringkali sulit didiagno-
sis. Sistem vena superfisial akan mengalami Vena dan sinus di otak dapat mengalami ke-
drainase ke sinus sagitalis superior dan sinus lainan akibat trauma kepala maupun pada
lateral (Gambar 1). kasus yang lebih jarang, akibat trombosis.
Pada penelitian kohort International Study
Vena profunda mengalirkan darah dari struk-
on Cerebral Vein and Dural Sinus Trombosis
tur subkortikal telensefalon dan diensefalon.
(ISCVT), penyebab trombosis pada pasien
Vena profunda utama di otak, antara lain
sebagian besar adalah kondisi trombofilia
adalah vena insula dan vena striata, vena
(34%), seperti defisiensi antitrombin, sin-
subependim, vena medularis, dan vena basal
drom antifosfolipid dan hiperhomosistein-
Rosenthal. Seluruh vena profunda ini akan di-
emia. Faktor risiko lainnya dapat berupa
drainase menuju vena serebri magna Galen.
kehamilan dan nifas, kontrasepsi hormonal,
Sinus dura (sinus serebri atau sinus krania- infeksi lokal (otitis, mastoiditis, sinusitis,
lis) adalah struktur berupa saluran di antara dan meningitis) maupun infeksi sistemik,
lapisan duramater dalam otak. Dinding dari penyakit inflamasi kronik seperti vaskuli-
sinus dura dibentuk dari duramater yang tis, keganasan, dan gangguan darah (seperti
memiliki endotel seperti pembuluh darah. polisitemia). Meskipun jarang, trombosis
Namun berbeda dengan struktur pembuluh vena serebral dapat pula disebabkan oleh
darah, sinus dura tidak memiliki tunika me- kanulasi vena jugularis, prosedur bedah
dia dan tidak memiliki katup seperti halnya saraf, maupun lumbal pungsi. Pada >85%
pembuluh vena. Di dalam sinus dura ter- kasus trombosis vena otak, dapat ditemu-
dapat granulasio araknoid Pacchioni yang kan salah satu dari faktor risiko di atas.

501

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro logi

Sinus uansvei'SUS"
S"muscoksipital

Gam bar 2. St ruktur Sinus Dura dan Drainasenya

Sinus sagitalis inferior Stmfglltsmltl$


Sinus sagitalis superior Mfet11j'~ sml!l\Stlra lil&~rei!.Sl!I& !Gmamta1au sinus konfluens
Straight sinus Menj'adi si!n-us-1ilraJII&vel!'SUs Jmiata1!11 sinus konfluens
Sin us o ksi pita l Sinl!ls: cn•rllil'ell&
Sinus konfluens S'"musmnsveJSliliSlmi dam fGm;m
Sinus sfenoparietal Sil!askavemosus.
Sinus kavernosis Sinus petrosalis superior dan inferior
Sinus petrosalis superior SinlliStr.m&~liiS
Sinus transversus/lateral S"'mliiSsignmid
Sinus petrosalis inferior Wemlililgtli'arisinferinr
Sinus sigmoid varafu~Jiaffiinferinr
Sumber: Capra N, Kapp ). Cerebral blood flow: physiologic and clinical aspects. 1987. h. 37-58.

502

Scanned for Pablo


Trombosis Vena Serebral

Tabel2. Faktor Risiko Trombosis Vena Serebral berakumulasi menjadi perdarahan besar di
Trombofilia parenkim.
Defisiensi antitrombin, protein C, dan protein S
Mutasi faktor V Leiden Mekanisme kedua terjadi akibat obstruksi
Mutasi gen protrombin 20210 pada sinus serebri yang mengakibatkan
Antibodi antifosfolipid berkurangnya absorpsi cairan serebrospinal.
Hiperomosistenemia
Pada kondisi normal cairan serebrospinal
Yang berkaitan dengan kesehatan wanita
Kehamilan akan diabsorpsi oleh granulasio araknoid dan
Status pascamelahirkan mengalami drainase menuju sinus sagitalis
Kontrasepsi hormonal dan terapi pengganti superior sebelum akhirnya dialirkan ke vena
lnfeksi jugularis interna. Trombosis vena akan meng-
lnfeksi terlokalisasi seperti otitis, mastoiditis,
sinusitis
akibatkan peningkatan tekanan vena dan
Meningitis gangguan absorpsi cairan serebrospinal se-
Kelainan infeksi sistemik hingga terjadi peninggian tekanan intrakrani-
Penyakit lnflamasi Kronik al. Peningkatan ini akan makin memperburuk
Vaskulitis
tingginya tekanan di vena, venula, dan kapiler,
Inflammatory bowel disease
Kanker sehingga terjadi perdarahan parenkim, edema
Kelainan Hematologi vasogenik, dan edema sitotoksik.
Polisitemia
Trombositosis esensial Dalam hal lokasi trombosis, studi ISCVT
Hemoglobinuria paroksimal nokturnal mendapatkan bahwa sinus transversus
Cedera yang tersering (86%) diikuti sinus sagitalis
Cedera kepala superior (62%), straight sinus (18%), vena
Cedera lokal pada sinus atau vena serebral
Kanulasi vena jugular
kortikal (superfisial) sebesar 17%, vena
Prosedur bedah saraf jugularis (12%), vena serebri magna Galen
Pungsi lumbal dan vena internal (profunda) sebesar 11%.
Sindrom nefrotik
Sumber: Piazza G. Circulation. 2012. h.1704-9.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Sumbatan pada sinus dan vena di otak akan Gejala klinis trombosis vena serebri amat ber-
mengakibatkan gejala klinis melalui be- variasi, dengan onset yang dapat bersifat akut,
berapa mekanisme (Gambar 3). Terjadinya subakut, atau kronik Pada 30% kasus, gejala
sumbatan atau oklusi pada vena akan meng- bersifat akut dan umumnya hilang dalam 48
akibatkan peningkatan tekanan vena dan jam. Pada 50% kasus, gejala bersifat subakut
kapiler. Peningkatan tekanan vena yang rna- (dapat muncul dalam 30 hari) dan sisanya
kin bertambah akan menurunkan perfusi pada 20% kasus gejala bersifat kronik (dira-
serebral, sehingga terjadi iskemia dan edema sakan antara 30 hari hingga 6 bulan).
sitotoksik. Selain itu, terjadi kerusakan sawar Berdasarkan lokasi dan luas trombosis yang
darah otak yang mengakibatkan edema va- terjadi, terdapat 4 gejala utama yang dapat sa-
sogenik. Akibattekanan yangmakin meningkat, ting tumpang tindih atau berdiri sendiri-sendiri,
akhirnya terjadi ruptur vena dan kapiler, me- yaitu: gejala hipertensi intrakranial, defisit fokal
nyebabkan perdarahan petekial yang dapat neurologis, kejang, dan ensefalopati (Gambar4).

503

Scanned for Pablo


i
~

Trombosis vena serebral
~
d
c[
vena

U1
0
~

Gejalaklinis
• Sakit kepala
vasogenik • efisit neurologis
>kal
• Kejang
• enurunan
kesadaran

Edema
sitotoksik

Gejala klinis

Gambar 3. Patofisiologi Trombosis Vena Serebral


Dimodifikasi dari: Stam J. N Engl J Med. 2005.h. 1791-8.

Scanned for Pablo


Trombosis Vena Serebra/

r-~~~-~~~~---~
• Oelisi\motorilt
IC<!jo<t

Gam bar 4. Gejala Utama Trombosis Vena Serebral Berdasarkan Lokasi

Gejala dan tanda hipertensi intrakranial dapat sisi. Meskipun amat jarang, dapat dijumpai
berupa nyeri kepala, papiledema, dan gang- gejala nyeri kepala thunderclap, seperti pada
guan penglihatan. Nyeri kepala merupakan perdarahan subaraknoid. Nyeri kepala yang
gejala trombosis vena serebri yang paling disebabkan trombosis vena serebri seringkali
sering dikeluhkan. Hal ini berbeda dengan keliru didiagnosis sebagai migren.
stroke arterial yang umumnya tidak disertai Gejala neurologis fokal yang paling sering
nyeri kepala. Lebih dari 90% pasien trombosis muncul adalah defisit motorik (>40%) dan
vena serebral memiliki keluhan nyeri kepala, kejang, termasuk kejang fokal dan kejang
dan lebih dari 60% kasus bersifat subakut. umum (30-40%). Kejang umumnya dijumpai
Nyeri kepala dapat merupakan satu-satunya pada trombosis di sinus sagitalis dan vena
gejala pada pasien, tanpa disertai defisit fokal kortikal. Frekuensi kejang pada trombosis
neurologis maupun papilledema. Hal ini ter- vena jauh lebih sering dibandingkan pada
jadi pada 25%-40% pasien. Nyeri ini terjadi stroke arterial. Oleh karena itu, adanya de-
akibat distensi dinding vena, inflamasi lokal fisit neurologis akut disertai kejang, harus
atau akibat leakage darah pada permukaan dipikirkan sebagai trombosis vena serebri.
otak yang mengiritasi area sensitif nyeri di du- Gejala ensefalopati seringkali terjadi pada
ramater. Karakteristik nyeri umumnya bersi- pasien usia lanjut, trombosis di straight si-
fat difus, namun dapat juga bersifat unilateral nus, serta pada trombosis berat yang diser-
atau terlokalisir. Nyeri kepala dapat diperberat tai edema serebri, infark luas, dan perdarah-
dengan manuver Valsalva atau perubahan po- an parenkim.

505

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Pemeriksaan skrining kondisi trombofilia


Mengingat gejala klinis yang amat bervariasi, mencakup evaluasi mutasi faktor V Leiden,
diagnosis banding trombosis vena serebri cu- mutasi gen protrombin 20210, antikoagu-
kup banyak, antara lain stroke iskemik dan lan lupus, antibodi antikardiolipin, hiper-
hemoragik, pseudotumor serebri, tumor in- homosisteinemia, serta defisiensi protein
trakranial, status epileptikus, dan abses in- C, protein S, dan antitrombin. Kadar Pro-
trakranial. Untuk mencari etiologi, menying- tein C, protein S, dan antitrombin yang
kirkan diagnosis banding, dan memastikan abnormal juga dapat dijumpai pada trom-
diagnosis trombosis vena serebral, diperlukan bosis akut, penggunaan antikoagulan, kon-
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan trasepsi oral maupun kehamilan.
laboratorium dan pencitraan.
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan Laboratorium Pencitraan yang menjadi pilihan pada
Kadar D-dimer dalam darah merupakan pe- pasien kecurigaan trombosis vena sere-
nanda terjadinya proses trombosis. Meski- bra} adalah computed tomography (CT)
pun demikian, hasil D-dimer yang normal scan, magnetic resonance imaging (MRI),
tidak dapat digunakan untuk mengeksklusi CT venografi, dan magnetic resonance (MR)
kemungkinan diagnosis trombosis vena se- venografi. Selain itu, saat ini tengah berkem-
rebral. Dalam beberapa studi D-dimer pada bang pemeriksaan non-invasif menggunakan
kasus trombosis vena serebral, didapatkan ultrasonografi. Prosedur digital subtraction
bahwa pemeriksaan D-dimer memiliki ang- angiography (DSA) merupakan pemerik-
ka positif palsu sebesar 9% dan angka nega- saan baku emas, namun bersifat invasif,
tif palsu 24%. sehingga baru dikerjakan bila hasil peme-
Mengingat tingginya insidens trombofilia riksaan MR venografi atau CT venografi
pada pasien trombosis vena serebral, maka belum konklusif, atau jika tindakan en-
kondisi ini harus didiagnosis awal. Trombo- dovaskular dipertimbangkan untuk di-
filia adalah kondisi dimana terdapat kecen- kerjakan.
derungan untuk terjadi trombosis. Kelainan 1. CT Scan
ini ditandai oleh abnormalitas molekular
Pemeriksaan CT scan dengan atau tanpa
atau hemostasis yang menjadi predisposisi
kontras merupakan pencitraan yang pa-
terjadinya tromboemboli. Trombofilia dapat
ling banyak tersedia di fasilitas kesehat-
bersifat herediter akibat defisiensi antitrom-
an dan paling banyak dikerjakan pada
bin, atau defisiensi protein C atau S. Trombo-
kasus neurologi akut, termasuk pasien
filia yang didapat (acquired thrombophilia)
yang dicurigai trombosis vena serebri.
umumnya berhubungan dengan sindrom an-
Pemeriksaan CT scan dapat membantu
tifosfolipid dan adanya antikoagulan lupus.
untuk menyingkirkan beberapa kondisi
Pada beberapa kasus, tidak ditemukan ada-
yang menyerupai trombosis vena serebri.
nya kelainan molekular maupun hemostasis,
namun sering terjadi episode trombosis bern- Gambaran CT scan trombosis vena sere-
lang, yang disebut sebagai trombofilia klinis. bri yang paling banyak dijumpai adalah

506

Scanned for Pablo


Trombosis Vena Serebral

area hiperdens umum atau terlokalisir di serebri pacta CT scan yakni string sign,
sekitar dalam area hi pod ens yang menun- dense triangle sign, dan empty delta sign.
jukkan gambaran infark hemoragik di String sign atau cord sign (Gambar 5)
area otak yang tidak khas untuk stroke merupakari gambaran hiperdens me-
arterial. Selain itu dapat dijumpai pula manjang pacta CT scan tanpa kontras,
gambaran perdarahan subaraknoid aki- ditemukan pacta 25% kasus. Gamba-
bat adanya ektravasasi atau ruptur darah ran ini terjadi akibat adanya trombosis
dari vena •:1enuju ruang subaraknoid. pacta vena kortikal. Namun dapat dite-
mukan pacta kondisi slow flow, sehingga
Sensitivitas CT scan tanpa kontras dalam
tanda ini merupakan tanda yang non-
mendiagnosis trombosis vena serebri cu-
spesifik
kup rendah, sekitar 25-56%. Meskipun
demikian, ditemukannya gambaran direct Dense triangle sign (Gambar 6) ditemu-
sign (visualisasi trombus dalam pembuluh kan pacta 2% dari seluruh kasus trom-
darah) atau indirect sign (kerusakan pa- bosis vena serebral, dan 60% ditemu-
renV : otak akibat iskemia atau gangguan kan pacta 2 minggu pertama. Tanda ini
aliran vena) akan membantu meningkat- terjadi akibat opasifikasi spontan pacta
kan spesifisitas diagnosis. SSS akibat proses koagulasi darah yang
a. Direct sign baru terjadi.
Terdapat 3 direct sign trombosis vena

Gambar 5. Cord Sign yang Menggambarkan Gam bar 6. Dense Triangle Sign
Trombus pada Sinus Transversus Sumber:Simons B, dkk. Radio logy Assistant
Sumber: Simons B, dkk. Radiology Assistant [serial online].
[serial online].

507

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gam bar 7. Delta Sign


Sumber: Sumber: Simons B, dkk. Radiology Assistant [serial online).

Empty delta atau empty triangle sign dapat pula dijumpai erosi struktur telinga
(Gambar 7}, dapat dijumpai pacta CT scan tengah dan perubahan regio mastoid pacta
dengan kontras, sebanyak 10-35% kasus. trombosis septik sinus lateralis (Gam bar 9).
Gejala ini terjadi akibat adanya defek
2. MRI, MR Venografi, dan CT Venografi
pengisian kontras intraluminal di bagian
Gambaran MRI trombosis vena serebri juga
posterior SSS. Pacta CT scan, tampak pe-
bervariasi, bergantung pacta usia trombus,
nyangatan dinding sinus yang mengel-
bisa normal pacta lebih dari 30% pasien.
ilingi area hipodens (gambaran clot)
Sekuens T2 merupakan sekuens terpen-
dalam lumen.
ting pacta trombosis fase akut, karena gam-
b. Indirect sign baran pacta sekuens lain kurang jelas. Pacta
Tanda ini lebih sering ditemukan pacta CT fase akut, sekuens Tl menunjukkan gam-
scan dibandingkan direct sign. Meskipun baran isointens, dan gambaran hipointens
tidak spesifik, jika dijumpai adanya indirect pacta sekuens T2. Pacta fase subakut, tram-
sign maka pemeriksaan venografi perlu di- bus akan terlihat hiperintens pacta sekuens
pertimbangkan untuk memastikan diagno- Tl dan T2. Pacta tahap kronik, trombus
sis. Gambarannya an tara lain berupa edema kurang jelas terlihat, namun dapat tervi-
serebri, ukuran ventrikel yang mengecil, sualisasi sebagai gambaran heterogen de-
hidrosefalus, penyangatan pacta falks atau ngan intensitas yang bervariasi tergantung
tentorium (Gambar 8), serta infark vena jaringan otak sekitarnya.
dengan atau tanpa perdarahan. Selain itu,

-"' • · .
l
508
.. ~

Scanned for Pablo


Trombosis Vena Serebral

Gambar 8. Penyangatan Falx pada CT Scan Tanpa Kontras


Sumber: Simons B, dkk. Radiology Assistant [serial online].

Gam bar 9. CT Scan Tanpa Kontras Menunjukkan Perubahan Erosif pada Telinga Tengah dan Mastoid Air
Cells pada Trombosis Sinus Lateral

509

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pada sekuens T2, dapat ditemukan ede- dapat membantu menegakkan diagnosis
ma di talamus pada kasus oklusi vena dan membantu follow-up pasien dengan
profunda. Tanda ini merupakan meru- trombosis vena serebral. Namun demikian,
pakan tanda bahaya, mengingat pasien pemeriksaan ini relatif baru dengan sensi-
dapat memburuk hingga koma. Sekuens tivitas dan spesifi.sitas yang tidak terlalu
T2 juga sensitif untuk menentukan karak- tinggi. Pada f'ase akut, oklusi pada sinus
teristik perdarahan parenkimal. dapat didiagnosis dengan menggunakan
Pada trombosis SSS dapat dijumpai perda-
transcranial color-coded duplex sonography
(TCCD). Selain itu, TCCD dan juga Doppler
rahan lobar berbentuk flame-shaped, irre-
transkranial/transcranial Doppler (TCD)
guler, di daerah frontal parasagital dan
dapat membantu mengevaluasi sistem dan
lobus parietal. Pada trombosis sinus trans-
aliran kolateral vena otak.
versus lesi hemoragik dapat ditemukan di
lobus temporal atau oksipital. Adanya gam-
TATA LAKSANA
baran tersebut dapat mengarahkan per-
Manajemen trombosis vena serebri secara
lunya pemeriksaan MR atau CT venografi,
mengingat keduanya memiliki kemam- umum dibagi menjadi 2 macam, yakni terapi
umum simtomatik dan terapi pragmatis,
puan untuk menggambarkan pembuluh
seperti terapi medikamentosa dan neuroin-
darah secara detail. Dibandingkan dengan
tervensi.
pemeriksaan DSA sebagai baku emas, ke-
dua pemeriksaan ini juga memiliki sensiti- Tata Laksana Umum dan Simptomatik
vitas dan spesifisitas yang tinggi (mencapai Tata laksana umum terdiri atas elevasi ke-
100%) dalam penegakan diagnosis trom- pala 30°, oksigenasi, dan proteksi jalan
bosis vena serebral. napas terhadap risiko pneumonia aspirasi.
MR venografi. menjadi pilih;m utama meng- Terapi simtomatik mencakup pemberian
ingat keterbatasan CT venografi yang mem- obat antikonvulsan, tata laksana peningkat-
butuhkan waktu pengerjaan lebih lama, an intrakranial, kontrol gejala psikosis dan
bergantung pada kemampuan operator agitasi psikomotor, terapi analgetik serta
dalam hal editing tulang untuk visualisasi pemberian antibiotik jika trombosis vena
pembuluh darah intrakranial, paparan ra- serebri disebabkan karena infeksi (septik).
diasi, dan masalah penggunaan kontras Kejang dapat terjadi pada lebih dari 30%
pada pasien gagal ginjal atau alergi kon- pasien dan berisiko berulang selama pe-
tras. American Heart Association (AHA)/ rawatan. Kejang juga meningkatkan risiko
American Stroke Association (ASA) Scien- kerusakan anoksik Oleh karena itu, pada
tific Statement 2011 merekomendasikan pasien dengan klinis kejang, terdapat perda-
pemeriksaan MRI dengan sekuens T2 dan rahan, atau trombosis pada vena kortikal
MR venografi sebagai tes diagnostik pilihan atau supratentorial, menjadi kandidat un-
dalam kasus trombosis vena serebral. tuk pemberian antikonvulsan.
3. Ultrasonograft Peningkatan tekanan atau hipertensi intrakra-
Ultrasonografi. vena dan sinus serebral nial dapat terjadi pada 50% pasien trombosis

510
Scanned for Pablo
Trombosis Vena Serebral

vena serebri. Namun demikian, hanya 20% Terapi Pragmatis


pasien yang biasanya memerlukan terapi anti- 1. Antikoagulan
edema dengan elevasi kepala 30°, dan pembe- Terapi pragmatis medikamentosa dilaku-
rian diuretik osmotik Mannitol dapat diberi- kan dengan pemberian antikoagulan untuk
kan selama 4-72 jam dengan dosis 4-6x125mL mencegah propagasi trombus, membuat
intravena. Jika tekanan intrakranial tidak ter- rekanalisasi sinus dan vena yang mengala-
kontrol dan pasien mengalami herniasi sere- mi oklusi, serta mencegah komplikasi trom-
bri, dapat dilakukan hiperventilasi atau tata bosis vena dalam dan emboli paru.
laksana bedah dekompresi intrakranial.
Meskipun memiliki rekomendasi yang
Pada sebagian besar kasus, hipertensi in- kuat, pemberian antikoagulan cukup
trakranial bersifat lokal dengan gejala teriso- kontroversial pada kasus trombosis yang
lasi seperti gangguan visual. Pada kasus se- disertai perdarahan intrakranial. Dalam
perti ini dapat dilakukan pungsi lumbal untuk meta-analisis oleh Coutinho dkk, pembe-
mengeluarkan cairan serebrospinal dikom- rian heparin mengurangi risiko kematian
binasi dengan pemberian asetazolamid. Jika absolut sebesar 13% tanpa meningkatkan
tidak berespons sehingga gangguan visus angka perdarahan baru, disertai angka ke-
disertai dengan papiledema semakin berat, jadian emboli paru yang lebih rendah.
dapat dipertimbangkan tindakan pirau ven-
trikuloperitoneal (ventriculoperitoneal shunt). Heparin aman untuk diberikan pada pasien
trombosis vena serebri dengan perdarah-
Pada kasus dengan gejala psikosis dan agi- an intrakranial. Pada studi kohort Ferro dkk,
tasi psikomotor, dapat diberikan haloperi- 83% pasien trombosis vena serebri dengan
dol 5-20mg intravena (IV) atau oral. Terapi perdarahan intrakranial tidak mengalami
ini dapat diberikan sesuai evaluasi klinis. perburukan klinis dengan pemberian hepa-
Alternatiflain adalah pemberian midazolam rin. Studi ini membuktikan hipotesis bahwa
10-20mg IV, suatu obat sedasi yang bersifat perbaikan aliran vena dengan pemberian
short-acting. Obat ini dapat diberikan bila antikoagulan akan mengurangi tekanan
pasien akan menjalani tindakan atau prose- dalam vena dan kapiler sehingga mengu-
dur diagnostik maupun terapeutik. rangi risiko perdarahan lebih lanjut Ber-
Manajemen nyeri kepala dilakukan dengan dasarkan berbagai studi tersebut, dapat
pemberian asetaminofen (500-lOOOmg 3 disimpulkan bahwa antikoagulan aman un-
kali sehari) pada nyeri ringan atau tramadol tuk diberikan pada trombosis vena serebri
5-lOOmg 3x sehari pada nyeri kepala berat dengan atau tanpa perdarahan intrakranial.
Jika terdapat mual dapat diberikan antieme- Antikoagulan diberikan segera di fase akut
tik. Pada kasus trombosis vena serebri septik baik dengan unfractionated heparin intra-
direkomendasikan pemberian antibiotik dan vena atau low-molecular weight heparin
drainase fokus infeksi. Penggunaan steroid ti- (LMWH) subkutan, sebelum dilanjutkan
dak dianjurkan, karena berisiko menyebabkan dengan antikoagulan oral warfarin. Pem-
kondisi hiperkoagulasi lebih lanjut dan ber- berian warfarin dilakukan dengan target
hubungan dengan risiko prognosis yang buruk. international normalized ratio (INR) 2,0-

511

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

3,0 selama 3-6 bulan pada pasien dengan DAFTAR PUSTAKA


faktor risiko yang jelas atau 6-12 bulan 1. Bousser MGI, Ferro JM. Cerebral venous thrombo-
pada pasien tanpa faktor risiko yang sudah sis: an update. Lancet Neural. 2007;6(2):162-70.
2. Ruiz-Sandoval JL, Chiquete E, Banuelos-Becerra LJ,
terdeteksi. Pada pasien dengan trombo- Torres-Anguiano C, Gonzalez-Padilla C, Arauz A,
sis vena serebri berulang, pasien dengan dkk. Cerebral venous thrombosis in a Mexican mul-
trombosis vena dalam atau emboli paru ticenter registry of acute cerebrovascular disease:
The RENAMEVASC study. J Stroke Cerebrovasc Dis.
yang mengalami trombosis vena serebri, 2012;21:395-400.
atau pasien trombosis vena serebri de- 3. Ribes MF. Des recherches faites sur Ia phlebite.
ngan trombofilia berat harus mendapat- Revue Medicale Francaise et Etrangere et Jour-
nal de Clinique de !'Hotel Dieu et de Ia Charite de
kan antikoagulan seumur hidup.
Paris. 1825;3:5-41.
2. Manajemen Neurointervensi 4. Krayenbuhl H. Cerebral venous and sinus throm-
bosis. Clin Neurosurg. 1968;14:1-24.
Manajemen neurointervensi pada kasus 5. Coutinho JM, Zuurbier SM, Starn J. Declining mor-
trombosis vena serebri antara lain adalah tality in cerebral venous thrombosis: a system-
pemberian trombolisis lokal melalui teknik atic review. Stroke. 2014;45(5):1338-41
endovaskular melalui akses jugular dan 6. Daif A, Awada A, ai-Rajeh S, Abduljabbar M, al
Tahan AR, Obeid Malibary T. Cerebral venous
femoral. Teknik ini pertama kali dikerjakan thrombosis in adults. A study of 40 cases from
pada tahun 1971. Trombolisis endovasku- Saudi Arabia. Stroke. 1995.26(7) :1193-5.
lar umumnya dilakukan pada kasus yang 7. Coutinho JM, Zuurbier SM, Aramideh M, Starn J. The
incidence of cerebral venous thrombosis: a cross-
berat Terdapat penelitian yang menunjuk- sectional study. Stroke. 2012;43(12):3375-7.
kan bahwa pemberian trombolisis endo- 8. Hanifa SN, Chahyani WI, Azahra TA, Kurniawan
vaskular dapat merestorasi aliran darah M, S Harris, Hidayat R. Prevalence and profile of
cerebral venous thrombosis in Indonesia: a single
vena pada 71,4% kasus lebih cepat dan center study in Cipto Mangunkusumo hospital Ja-
lebih efisien dari pemberian heparin in- karta. Cerebrovascular Diseases. 2015;40:43-4
travena. Namun teknik ini memiliki risiko 9. Devasagayam S, Wyatt B, Leyden J, Kleinig T. Cere-
bral venous sinus thrombosis incidence is higher
perdarahan yang lebih tinggi. Trombekto-
than previously thought: a retrospective popula-
mi mekanik menggunakan stent retriever tion-based study. Stroke. 2016;47(9):2180-2.
maupun Penumbra System mengurangi 10.deVeber G, Andrew M, Adams C, Bjornson B,
dosis trombolisis yang digunakan, sehingga Booth F, Buckley OJ, dkk. Canadian Pediatric
Ischemic Stroke Study Group. Cerebral sino-
mengurangi risiko perdarahan intrakranial. venous thrombosis in children. N Eng! J Med.
2001;345(6):417-23.
Hingga saat ini, belum ada uji klinis dalam 11. Berfelo FJ, Kersbergen KJ, van Ommen CH, Govaert P,
skala besar tentang manajemen neuroin- van Straaten HL, Poll-The BT, dkk. Neonatal cerebral
tervensi (trombolisis endovaskular mau- sinovenous thrombosis from symptom to outcome.
Stroke. 2010;41(7):1382-8.
pun trombektomi mekanik). Tindakan ini
12.Coutinho JM, Ferro JM, Canhao P, Barinagarre-
hanya dikerjakan hila terjadi perburuk- menteria F, CantU C, Bousser MG, dkk. Cerebral
an klinis pasca pemberian antikoagulan venous and sinus thrombosis in women. Stroke.
atau jika terdapat perburukan perdarah- 2009;40(7):2356-61.
13. Kilic T, Akakin A Anatomy of cerebral veins and
an intrakranial meskipun pasien telah sinuses. Front Neural Neurosci. 2008;23:4-15.
mendapatkan modalitas terapi lain. 14. Capra N, Kapp J. Anatomic and physiologic aspects
of venous system. Dalam: Wood J, editor. Cerebral
blood flow: physiologic and clinical aspects. New

512

Scanned for Pablo


Trombosis Vena Serebral

York; Me Graw-Hill; 1987. h. 37-58. 29. Teasdale E. Cerebral venous thrombosis: making
15.Miranda HRA, Leones SMC, Cerra GA, Salazar the most of imaging. J R Soc Med. 2000;93:234-7
LRM. Cerebral sinus venous trombosis. J Neuro- 30. Vijay R. The cord sign. Radiology. 2006;240:299-
sci Rural Pract. 2013;4(4):427-38. 300.
16. Ferro JM, Canhao P, Starn J, Bousser MG, Bari- 31.Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral ve-
nagarrementeria F. Prognosis of cerebral vein and nous thrombosis. Radiology Assistant [serial
dural sinus trombosis: results of the International online]. [diunduh tanggal 11 November 2016].
Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Trombosis Tersedia dari: Radiology Assistant
(ISCVT). Stroke. 2004;35:664-70. 32. Kim BS, Do HM, Marks MP. Diagnosis and Manage-
17. Piazza G. Cerebral venous thrombosis. Circula- ment of Cerebral Venous and Sinus Trombosis.
tion. 2012;125(13}:1704-9. Semin Cerebrovasc Dis Stroke. 2004;42:1158-92.
18.Stam J. Trombosis of the cerebral veins and si- 33. Holmes EJ, Forrest-Hay AC, Misra RR. lnterpreation
nuses. N Eng! J Med. 2005;352:1791-8. of emergency head CT: a practical handbook Cam-
19. Guenther G, Arauz A. Cerebral venous trombosis: bridge: Cambridge University Press; 2008.
a diagnostic and treatment update. Neurologia. 34. Selim M, Caplan LR. Radiological diagnosis of ce-
2011;26:488-98. rebral venous thrombosis. Front Neural Neurosci.
20. Tanislav C, Siekmann R, Sieweke N, Allendorfer 2008;23:96-111.
J, Pabst W. Kaps M, dkk. Cerebral vein trombosis: 35.El Damarawy EA, EI-Nekiedy AE, Fathi AM, Eissa
clinical manifestation and diagnosis. BMC Neu- AE, Darweesh RM. Role of magnetic resonance
ral. 2011;11:69. venography in evaluation of cerebral veins and
21. Agostoni E. Headache in cerebral venous trombosis. sinuses occlusion. Alex J Med. 2012;48:29-34.
Neural Sci. 2004;25(Suppl3}:S206 -10. 36. Leach JL, Fortuna RB, Jones BV, Gaskili-Shipley MF.
22. Ferro JM, Canhao P, Bousser MG, Starn J, Bari- Imaging of cerebral venous trombosis: Current
nagarrementeria F. Early seizures in cerebral techniques, spectrum of findings, and diagnostic
vein and dural sinus trombosis: risk factors and pitfalls. Radiographies. 2006;26(Suppl1):S19-41
role of antiepileptics. Stroke. 2008;39:1152-8. 37. Mahmoud M, Elbeblawy M. The role ofmultidetec-
23. Ferro JM, Canhao P, Bousser MG, Starn J, Bari- tor CT venography in diagnosis of cerebral venous
nagarrementeria F. Cerebral vein and dural sinus trombosis. Res J Med Med Sci. 2009;4:284-9.
sinus trombosis in elderly patients. Stroke. 38. Stolz EP. Role of ultrasound in diagnosis and
2005;36:1927-32. management of cerebral vein and sinus trombo-
24. Crassard I, Soria C, Tzourio C, Woimant F, Drouet sis. Front Neural Neurosci. 2008;23:112-21.
L, Ducros A, dkk. A negative d-dimer assay does 39. Masuhr E Einhaupl K Treatment of cerebral ve-
not rule out cerebral venous trombosis: a series of nous and sinus thrombosis. Front Neural Neuro-
seventy-three patients. Stroke. 2005;36:1716-9. sci. 2008;23:132-43.
25.Kosinski CM, Mull M, Schwarz M, Koch B, Biniek 40. Canhao P, Cortesao A. Cabral M, Ferro JM, Starn J,
R, Schlafer J, dkk. Do normal d-dimer levels re- Bousser MG, dkk. Are steroids useful to treat cere-
liably exclude cerebral sinus trombosis? Stroke. bral venous trombosis? Stroke. 2008;39:105-10.
2004;35:2820-5. 41.Coutinho J. De Bruijn SF, Deveber G, Starn J. Anti-
26. Schved JF. Definition of thrombophilia. Ann Med coagulation for cerebral venous sinus trombosis.
Interne (Paris). 2003;154(5-6):279-82. Cochrane Database Syst Rev. 2011;43:e41-2.
27. Saposnik G, Barinagarrementeria E Brown RD, 42.Coutinho JM, Seelig R, Bousser MG, Canhao P,
Bushnell CD, Cucchiara B, Cushman M, dkk. Diagnosis Ferro JM, Starn J. Treatment variations in cere-
and management of cerebral venous trombosis: bral venous trombosis: an international sur-
a statement for healthcare professionals from the vey. Cerebrovasc Dis. 2011;32:298-300.
American Heart Association/American Stroke 43. Weihua L, Yunhai L, Wen ping G, Yang J, Changq-
Association. Stroke. 2011;42:1158-92. ing C. Cerebral venous sinus trombosis: success-
28. Fischer C, Goldstein J, Edlow J. Cerebral venous ful treatment of two patients using the penumbra
sinus trombosis in the emergency department: system and review of endovascular approaches.
retrospective analysis of 17 cases and review of Neuroradiol J. 2015;28(2):177-83.
the literature. J Emerg Med. 2010;38:140-7.

513
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

STROKE HEMORAGIK

31 Taufik Mesiano, Salim Harris, AI Rasyid, Mohammad Kurniawan,


Rakhmad Hidayat

PENDAHULUAN menekankan pentingnya tatalaksana yang te-


Stroke merupakan penyakit neurologis utama pat pada unit gawat darurat (UGD).
di usia dewasa, berdasarkan tingginya angka
Stroke hemoragik memiliki faktor risiko penye-
kejadian, kegawatdaruratan, penyebab utama
bab yang hampir sama dengan keadaan stroke
kecacatan, dan kematian. Stroke menggam-
iskemik, namun penanganannya sangat ber-
barkan suatu kejadian yang terjadi secara akut
beda dan bahkan berlawanan. Pada stroke
atau tiba-tiba. Berdasarkan patologinya, stroke
iskemik dilakukan terapi trombolisis dan
dibedakan menjadi stroke iskemik (sumbatan)
antiplatelet yang justru tidak boleh dilaku-
dan stroke hemoragik (perdarahan).
kan pada kasus stroke hemoragik, semen-
Stroke hemoragik, atau yang dikenal juga tara stroke hemoragik lebih didominasi oleh
sebagai perdarahq.n intraserebral (PIS) gejala peningl<atan TIK yang membutuhkan
spontan merupakan salah satu jenis patoio- penanganan segera sebagai tindakan life sav-
gi stroke akibat pecahnya pembulUh darah ing. Oleh karena itu, penegakan diagnosis
intraserebral. Kondisi tersebut menimbul- patologi stroke sangat penting untuk mem-
kan gejala neurologis yang terjadi secara berikan tata laksana yang tepat, sehingga
tiba-tiba dan seringkali diikuti gejala akibat didapat keluaran yang lebih baik.
efek desak ruang atau peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Itu sebabnya angka ke- EPIDEMIOLOGI
matian pada stroke hemoragik menjadi le- Secara umum, angka kejadian stroke sema-
bih tinggi dibandingkan stroke iskemik. kin meningkat. Berdasarkan data Riset Ke-
Berdasarkan data American Heart Assocation sehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian
(AHA)/American Stroke Association (ASA) ta- Kesehatan Republik Indonesia terdapat
hun 2009, angka kematian stroke hemoragik peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 (ta-
mencapai 49,2%, hampir dua kali lipat stroke hun 2007) menjadi 12,2 (tahun 2013) per
iskemik (25,9%). Broderick dkk melaporkan 1000 penduduk.
angka kematian stroke hemoragik dalam wak- Angka kejadian stroke hemoragik di Asia lebih
tu 30 hari berkisar 35-52%, dan hanya 20% tinggi di bandingkan di negara barat. Hal ini
pasien yang mengalami pemulihan fungsional dapat disebabkan tingginya angka kejadian
dalam waktu 6 bulan. Berdasarkan peneli- hipertensi pada populasi Asia. Berdasarkan
tian Elliott, setengah kasus stroke hemoragik data Stroke registry di Indonesia, yang dimu-
mengalami kematian dalam 24 jam pertama, lai sejak tahun 2012 sebagai kerjasama an tara

514
Scanned for Pablo
Stroke Hemoragik

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indone- Pacta beberapa kasus, pecahnya pembuluh
sia (PERDOSSI) dengan Badan Penelitian Dan darah tidak didahului oleh terbentuknya
Pengembangan Kementrian Kesehatan Re- aneurisma, namun semata-mata karena pe-
publik Indonesia, tahun 2014 didapatkan 5411 ningkatan tekanan darah yang mendadak.
kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka ke-
Pacta kondisi normal, otak mempunyai sistem
jadian stroke hemoragik sebesar 33%.
autoregulasi pembuluh darah serebral untuk
mempertahankan aliran darah ke otak. Jika
PATOFISIOLOGI
tekanan darah sistemik meningkat, sistem ini
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya
bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh
didahului oleh kerusakan dinding pembu-
darah sere bra!. Sebaliknya, hila tekanan darah
luh darah kecil di otak akibat hip ertensi.
sist~mik menurun, akan terjadi vasodilatasi
Penelitian membuktikan bahwa hipertensi
pembuluh darah serebral. Pacta kasus hiper-
kronik dapat menyebabkan terbentuknya
tensi, tekanan darah meningkat cukup tinggi
aneurisma pacta pembuluh darah kecil di
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
otak. Proses turbulensi aliran darah meng-
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pro-
akibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid,
ses hialinisasi pacta dinding pembuluh darah,
yaitu nekrosis seljjaringan dengan aku-
sehingga pembuluh darah akan kehilangan
mulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi elastisitasnya. Kondisi ini berbahaya karena
dinding arteriol dan ruptur tunika intima, pembuluh darah serebral tidak lagi bisa me-
sehingga terbentuk mikroaneurisma yang nyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan da-
disebut Charcot-Bouchard (Gambar 1) . Mi- rah sistemik, kenaikan tekanan darah secara
kroaneurisma ini dapat pecah seketika saat mendadak akan dapat menyebabkan pecahn-
tekanan darah arteri meningkat mendadak. ya pembuluh darah.

. ,,
'. ·~f ~·~~- :· :_.. f!~~ .v~
.,___ t-- t!--
')) ~) tS) ::>_)

q._) P)
... ~..-)

Gambar 1. Proses Pembentukan Mikroaneurisma Charcot-Bouchard pada Hipertensi Kronis

515

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Darah yang keluar akan terakumulasi dan obat-obatan, gangguan pembekuan darah, dan
membentuk bekuan darah (hematom) di proses degeneratifpada pembuluh darah otak.
parenkim otak. Volume hematom tersebut
Stroke hemoragik dapat terjadi melalui ber-
akan bertambah, sehingga memberikan efek
bagai macam mekanisme. Stroke hemoragik
desak ruang, menekan parenkim otak, serta
yang dikaitkan dengan hipertensi biasanya
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan
terjadi pacta struktur otak bagian dalam
memperburuk kondisi klinis pasien, yang
yang diperdarahi oleh penetrating artery
umumnya berlangsung dalam 24-48 jam
seperti pada area alamus, putamen, pons,
onset, akibat perdarahan yang terus ber-
dan serebelum. Stroke hemoragik lobaris
langsung dengan edema disekitarnya, serta
pada usia lanjut dihubungkan dengan cere-
efek desak ruang hematom yang menggang-
bral amylo1a angiopathy, sedangkan pacta
gu metabolisme dan aliran darah.
usia muda seringkali disebabkan oleh mal-
Pacta hematom yang besar; efek desak ruang formasi pembuluh darah.
menyebabkan pergeseran garis tengah (mid-
Stroke hemoragik juga dapat disebabkan
line shift) dan herniasi otak yang pacta akh-
etiologi lain seperti tumor intrakranial, pe-
imya mengakibatkan iskemia dan perdarah-
nyakit Moyamoya, penyalahgunaan alkohol
an sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat
dan kokain, penggunaan obat antiplatelet
menekan sistem venb·ikel otak dan mengaki-
dan antikoagulan, serta gangguan pem-
batkan hidrosefalus sekunder. Kondisi seperti
bekuan darah, seperti trombositopenia, he-
ini sering terjadi pacta kasus stroke hemoragik
mofilia, dan leukemia.
akibat pecahnya pembuluh darah arteri serebri
posterior dan anterior. Keadaan tersebut akan
GEJALA DAN TANDA KLINIS
semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan
Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik
tekanan vena di sinus-sinus duramater.
dapat berkembang dari defisit neurologis
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan fokal hingga gejala peniogkatan TIK berupa
perfusi otak, tekanan arteri juga akan mening- nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan
kat. Dengan demikian, akan didapatkan peni- muntah, serta perburukan klinis defisit neu-
ngkatan tekanan darah sistemik pascastroke. rologis seiring dengan perluasan lesi perda-
Prinsip ini harus menjadi pertimbangan pen- rahan yang memberikan efek desak ruang.
ting dalam memberikan terapi yang bertu- Perkembangan ini dapat berlangsung dalam
juan menurunkan tekanan darah pascastroke, periode menit, jam, dan bahkan hari.
karena penurunan secara drastis akan menu-
Computed tomography (CT) scan menunjuk-
runkan perfusi darah ke otak dan akan mem-
kan hematom akan membesar dalam enam
bahayakan bagian otak yang masih sehat.
jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan
Hematom yang sudah terbentuk dapat me nyu- menetap apabila terjadi keseimbangan an-
sut sendiri jika terjadi absorbsi. Darah akan tara TIK, luasnya hematom, efek desak ru-
kembali ke peredaran sistemik melalui sistem ang pacta jaringan otak, dan berhentinya
ventrikel otak. Selain hipertensi, hematom perdarahan. TIK dapat berkurang seiring
int:raserebral dapat disebabkan oleh trauma, dengan berkurangnya volume hematom

516

Scanned for Pablo


Stroke Hemoragik

akibat perdarahan yang telah berhenti atau Kaku kuduk dapat terjadi pada perdarahan
hematom masuk ke ruang ventrikel. di talamus, kaudatus, dan serebelum. Arit-
mia jantung dan edema paru biasanya ber-
Selain itu, efek desak ruang juga disebabkan
hubungan dengan peningkatan TIK dan
oleh edema di sekitar hematom (perihema-
pelepasan katekolamin.
tomal) . Pada beberapa kasus yang mengala-
mi perburukan setelah kondisi klinis stabil
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
dalam 24-48 jam pertama, diduga mengala-
Penegakan diagnosis stroke dilakukan ber-
mi perluasan edema perihematomal.
dasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
Beberapa gejala klinis stroke hemoragik an- umum dan neurologis, serta pemeriksaan
tara lain nyeri kepala, penurunan kesadaran, penunjang. Hal terpenting adalah menentu-
muntah, kejang, kaku kuduk, serta gejala lain kan tipe stroke; stroke iskemik atau perda-
seperti aritmia jantung dan edema paru. Nyeri rahan. Hal ini berkaitan dengan tata laksana
kepala merupakan gejala yang paling sering yang sangat berbeda antara keduanya, se-
dikeluhkan, berkaitan dengan lokasi dan luas- hingga kesalahan akan mengakibatkan mor-
nya lesi perdarahan, yaitu pada stroke hemo- biditas bahkan mortalitas.
ragik di daerah lobaris, serebelum, dan lokasi
Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan
yang berdekatan dengan struktur permukaan
meliputi identitas, kronologis terjadinya ke-
meningen. Pada perdarahan kecil di parenkim
luhan, faktor risiko pad a pasien maupun kelu-
otak yang tidak memiliki serabut nyeri, tidak
arga, dan kondisi sosial ekonomi pasien. Dari
terdapat nyeri kepala saat fase awal perdarah-
anamnesis seharusnya didapatkan informasi
an. Namun seiring perluasan hematom yang
apakah keluhan terjadi secara tiba-tiba, saat
menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak
pasien beraktivitas, atau saat pasien baru
ruang, keluhan nyeri baru muncul yang biasa-
bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien
nya disertai muntah dan penurunan kesadaran.
umumnya berada dalam kondisi sedang ber-
Penurunan kesadaran terjadi pada stroke aktivitas atau emosi yang tidak terkontrol.
hemoragik yang besar atau berlokasi di batang Durasi sejak serangan hingga dibawa ke
otak. Hal ini disebabkan efek desak ruang dan pusat kesehatan juga merupakan hal penting
peningkatan TIK, serta keterlibatan struktur yang turut menentukan prognosis.
reticulating activating system (RAS) di batang
Keluhan yang dialami pasien juga dapat
otak Muntah juga akibat peningkatan TIK atau
menuntun proses penegakan diagnosis.
kerusakan lokal di ventrikel keempat, biasanya
Pasien dengan keluhan sakit kepala diser-
pada perdarahan sirkulasi posterior. Kejang
tai muntah (tanpa mual) dan penurunan ke-
merupakan gejala yang dikaitkan dengan lokasi
sadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan
perdarahan. Lokasi yang bersifat epileptogenik
kepada stroke hemoragik dengan peningkat-
antara lain perdarahan lobar,graywhite.matter
an TIK akibat efek desak ruang. Meskipun
junction di korteks serebri, dan putamen.
demikian, pada stroke hemoragik dengan vo-
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku lume perdarahan kecil, gejala dapat menye-
kuduk, aritmia jantung, dan edema paru. rupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-

517

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro logi

tanda peningkatan TIK. Perlu ditanyakan juga itu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis
faktor risiko stroke yang ada pacta pasien dan satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
keluarganya, seperti diabetes melitus, hiper- tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan refleks
tensi, dislipidemia, obesitas, penyakit jan- fisiologis dan refleks patologis. Hasil peme-
tung, riwayat trauma kepala, serta pola hid up riksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri,
(merokok, alkohol, obat-obatan tertentu). serta atas dan bawah guna menentukan luas
dan lokasi lesi. Selanjutnya, pemeriksaan sen-
Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan
sorik dan pemeriksaan otonom (terutama yang
umum, kesadaran, dan tanda vital. Pacta
berkaitan dengan inkontinensia atau retensio
stroke hemoragik, keadaan umum pasien
urin dan alvi).
bisa lebih buruk dibandingkan dengan ka-
sus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan Penggunaan sistem skor dapat berman-
pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung faat bila tidak terdapat fasilitas pencitraan
dan tenggorokan (THT), dada (terutamajan- otak yang dapat membedakan secara jelas
tung), abdomen, dan ekstremitas. Pemerik- patologi penyebab stroke. Namun sistem
saan ekstremitas bertujuan terutama untuk skor tidak dapat dipastikan pacta patolo-
mencari edema tungkai akibat trombosis gi stroke yang terjadi. Hal ini disebabkan
vena dalam atau gaga! jantung. karena manifestasi klinis pacta stroke
hemoragik dengan volume perdarahan
Pacta pemeriksaan tekanan darah, perlu
kecil dapat menyerupai stroke iskemik.
dibandingkan tekanan darah di ekstremi-
Demikian pula manifestasi klinis stroke
tas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas
iskemik luas dengan peningkatan TIK mi-
dan bawah dengan cara menghitung rerata
rip dengan stroke hemoragik.
tekanan darah arteri (mean arterial blood
pressurejMABP), karena akan mempenga- Sistem penskoran yang dapat digunakan
ruhi tata laksana stroke. Pola pernapasan adalah algoritma stroke Gajah Mada, skor
merupakan hal penting yang harus diper- stroke Djunaedi, dan skor stroke Siriraj. Skor
hatikan, karena dapat menjadi penunjuk lo- stroke Siriraj merupakan sistem penskoran
kasi perdarahan, misalnya: pola pernapasan yang sering digunakan untuk membedakan
Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik, stroke iskemik atau perdarahan (Tabel1).
klaster, apneustik, atau ataksik (Baca bab
Sistem Penskoran:
Peningkatan Tekanan Intrakranial).
(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x
Pemeriksaan neurologis awal adalah pe- nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) - (3
nilaian tingkat kesadaran dengan skala kama x ateroma) - 12
Glasgow (SKG), yang selanjutnya dipantau se-
Intepretasi:
cara berkala. Kemudian diikuti pemeriksaan
refleks batang otak yang meliputi reaksi pupil • Skor < 1 = stroke iskemik
terhadap cahaya (paling sering dilakukan), re- • Skor > 1= perdarahan intraserebral
fleks kornea, dan refleks okulo sefalik Setelah • Skor 0 = meragukan

518

Scanned for Pablo


Stroke Hemoragik

Tabel 1. Skor Stroke Siriraj 1. Potongan CT scan dihitung 1 bila luas


Komponen Skor hematom pada potongan terse but >75%
• Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1 2. Potongan CT scan dihitung 0,5 bila luas he-
Sopor /koma 2 matom pada potongan tersebut 25-75%
• Vomitus Tidak ada 0
Ada 1 3. Potongan CT scan tidak dihitung bila luas
• Nyeri Tidak ada 0
kepala Ada 1
hematom pada potongan tersebut <25%
• Ateroma Tidak ada memiliki skor 0 0
Ada OM, angina, atau pe- 1 TATA LAKSANA
nyakjt pembulub darab Tata Iaksana stroke hemoragik dapat dibagi
DM: diabetes melitus
menjadi tata laksana umum dan khusus.
Tata laksana umum bertujuan untuk menja-
Pemeriksaan Penunjang ga dan mengoptimalkan metabolisme otak
Pencitraan otak menggunakan CT scan me_ru- meskipun dalam keadaan patologis. Tata
pakan baku emas dalam diagnosis stroke laksana khusus untuk melakukan koreksi
hemoragik. CT scan lebih unggul dalam men- koagulopati untuk meneegah perdarahan
deteksi perdarahan langsung berdasarkan berlanjut, mengontrol tekanan darah, iden-
gambaran hiperdensitas di parenkim otak tifikasi kondisi yang membutuhkan inter-
dibandingkan MRI yang memerlukan per- vensi bedah, serta melakukan diagnosis dan
bandingan beberapa sekuens gambar (Gam- terapi terhadap penyebab perdarahan.
bar 2). Selain itu, pemeriksaan CT scan mem-
butuhkan waktu yang lebih singkat dengan Tata laksana umum
harga yang lebih ekonomis. 1. Stabilisasi }alan Napas dan Pernapasan
Untuk meneapai tujuan tata laksana
Besarnya volume perdarahan dapat dies-
umum, hal utama adalah melihat serta
timasi dengan menggunakan metode ABC
melakukan stabilisasi jalan dan saluran
(Gambar 3).
pernapasan untuk menghindari hipoksia.
Volume perdarahan (dalam ee) = (Ax 8 x C) Apabila terjadi gangguan ventilasi, dapat
2 dilakukan pemasangan pipa endotrakeal
A= diameter terbesar hematom pada salah untuk menjaga patensi jalan nafas pasien.
satu-potongan CT scan (dalam em)
Selain itu juga harus dipastikan ke-
8= diameter perpendikularterhadap A (dalam
mampuan menelan pasien. Jika terjadi
em)
gangguan menelan atau pasien dalam
C= jumlah otongan CT scan yang terdapat he-
keadaan tidak sadar, perlu dilakukan
matom x tebal potongan CT scan (dalam em).
pemasangan pipa nasogastrik untuk
Terdapat beberapa ketentuan untuk jum- meneegah terjadinya aspirasi pada pem-
lah potongan CT scan dengan hematom berian makanan.
(pain C), yaitu:

519

Scanned for Pablo


J
Buku Ajar Neuro logi

A B
Gam bar Z. Gambaran Stroke Hemoragik pada Pemeriksaan CT scan
A: CT scan norma l; B: gambaran hiperdens itas pada kasus stroke hemoragik
(Dok: Pribadi)

Gambar 3. Metode ABC dalam Pengukuran Estimasi Volume Perdarahan


Dok: Pribadi

520

Scanned for Pablo


Stroke Hemoragik

2. Stabilisasi Hemodinamik dan evakuasi perdarahan intraven-


Tata laksana yang harus diperhatikan trikular). Target terapi adalah TIK
berikutnya adalah stabilisasi hemodi- <20mmHg dan CPP >70mmHg.
namik. Keadaan hemodinamik pasien c. Penatalaksanaan peningkatan tekan-
diharapkan tetap stabil dengan tidak an intrakranial meliputi:
menurunkan tekanan perfusi serebral
• Meninggikan posisi kepala 30°
(cerebral perfusion pressurejCPP) hingga
menginduksi hipoksia. Untuk menjaga • Menghindari penekanan vena
hemodinamik atau mengatasi keadaan jugularis
dehidrasi, sebaiknya diperhatikan hal • Menghindari hipertermia
berikut: • Pemberian osmoterapi atas indtkasi:
a. Pemberian cairan kristaloid atau ko - - Manito! 0,25 - 0,SOg/kgBB, se-
loid intravena (IV), hindari cairan hi- lama >20 menit, diulangi setiap
potonik seperti glukosa. 4-6 jam dengan target osmolaritas
b. Pemasangan central venous catheter darah ~310m0sm/L. Osmolari-
(CVC) bila diperlukan, untuk meman- tas sebaiknya diperiksa 2 kali
tau kecukupan cairan serta sebagai da.lam sehari selama pembe-
sarana memasukkan cairan dan nutri- rian osmoterapi. Agen osmote-
si dengan target tekanan 5-12mmHg. rapi lain yang dapat digunakan
c. Optimalisasi tekanan darah (lihat pe- adalah NaCI 3%
natalaksanaan khusus) - Furosemid (atas indikasi) de-
d. Pad a pasien dengan defisit neurologis ngan dosis inisial1mgjkgBB IV
nyata, dianjurkan pemantauan berka- • Intubasi (knockdown) untuk menja-
la status neurologis, nadi, tekanan da- ga normoventilasi (pC02 35mmHg).
rah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen Hiperventilasi mungkin diperlukan
dalam 72 jam. bila akan dilakukan tindakan operatif.
3. Tata Laksana Peningkatan TIK
Merupakan tata laksana yang penting 4. Pengendalian Suhu Tubuh
dengan memerhatikan hal-hal berikut: Peningkatan suhu 1 oc akan meningatkan
a. Pemantauan ketat terhadap pasien energi 7%. Oleh karena itu, setiap pasien
yang berisiko mengalami edema sere- stroke yang disertai febris harus diberikan
bra! dengan memperhatikan perbu- antipiretik, yakni parasetamol 1000mg 3x
rukan gejala dan tanda klinis neuro- baik peroral atau IV, kemudian dicari dan
logis dalam 48 jam pertama serangeln diatasi penyebabnya.
stroke. 5. Tata Laksana Cairan
b. Monitor tekanan intrakranial teru- a. Pada umumnya kebutuhan cairan
tama pada pasien dengan perdarah- 30mL/kgBBjhari (parenteral mau-
an intraventrikular (dilakukan seba- pun enteral).
gai monitoring tekanan intrakranial b. Pemberian cairan isotonik seperti

521
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

NaCI 0,9% untuk menjaga euvolemia. e. Pacta keadaan akut, kebutuhan kalori
Tekanan vena sentral di pertahankan adalah 20-25 kkaljkgjhari dengan
antara 5- 12mmHg. komposisi:
c. Perhatikan keseimbangan cairan de- • Karbohidrat 50 -60 o/o dari total
ngan me lakukan pengukuran cairan kalori
masuk dan keluar secara ketat.
• Lemak 25-30 o/o
d. Elektrolit (sodium, kalium, kalsium,
• Protein 10-20%
magnesium) harus selalu diperiksa
dan diatasi bila terjadi kekurangan. - Pacta keadaan adanya stresor
pacta tubuh, kebutuhan protein
e. Gangguan keseimbangan asam basa
1,4-2,0gjkgBBjhari.
harus segera dikoreksi dengan moni -
tor analisis gas darah. - Kebutuhan protein disesuai-
kan pada gangguan fungsi gin-
6. Nutrisi jal yaitu 0,6-0,8 gj kgBBjhari.
a. Pemberian nutrisi enteral harus di -
lakukan sedini mungkin bila tidak f. Jika kemungkinan pemakaian pipa
terjadi perdarahan lambung. nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
b. Jika terjadi komplikasi perdarahan pertimbangkan untuk percutaneous
lambung, maka pemberian nutrisi en- endoscopic gastrostomy (PEG).
teral dapat ditunda sampai terjadi per- g. Pada keadaan pemberian nutrisi en-
baikan dan sisa cairan lam bung dalam teral tidak memungkinkan, boleh di-
2 jam pertama :5150cc. Evaluasi cairan berikan secara parenteral.
lam bung yang dialirkan setiap 2 jam.
7. Pencegahan dan Penanganan Kom-
c. Bila terdapat gangguan menelan atau plikasi
kesadaran menurun makanan diberi -
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk
kan melalui pipa nasogastrik.
mencegah komplikasi subakut, se-
d. Jika tidak terdapat gangguan pencer- perti aspirasi, malnutrisi, pneumonia,
naan atau residu lambung :5150cc, trombosis vena dalam, emboli paru,
maka dapat diberikan nutrisi enteral dekubitus, komplikasi ortopedik, dan
30cc perjam dalam 3 jam pertama. kontraktur (AHA/ASA, level B dan C).
Jika toleransi baik, berupa tidak ter-
b. Pemberian antibiotik atas indikasi
dapatnya residu pipa nasogastrik
sesuai dengan tes kultur dan sensi-
pad a saat jam berikutnya, maka dapat
tivitas kuman atau minimal terapi
dilanjutkan pemberian makanan en-
empiris sesuai dengan pola kuman
teral. Pemberian nutrisi enteral se'-
(AHA/ ASA, level A).
lanjutnya disesuaikan dengan target
kebutuhan yang terbagi dalam 6 kali c. Pencegahan dekubitus dengan mobi -
perhari. lisasi terbatas danjatau memakai ka-
sur antidekubitus.

522
Scanned for Pablo
Stroke Hemoragik

d. Pencegahan trombosis vena dalam c. Pemberian analgesik, anti muntah,


dan emboli paru dengan intermittent dan antagonis HZ sesuai indikasi.
pneumatic compression, tidak direko- d. Hati-hati dalam menggerakkan, peng-
mgndasikan penggunaan compres- hisapan lendir (suction), atau me-
sion stocking. mandikan pasien, karena dapat mem-
e. Pencegahan tromboemboli vena pada pengaruhi TIK.
pasien imobilisasi setelah 1-4 hari onset, e. Mobilisasi bertahap bila hemodi-
dapat diberikan low molecular weight namik dan pernapasan stabil.
heparin (LMWH) do sis rendah subkutan
f. Kandung kemih yang penuh diko-
atau unfractionated heparin, setelah ter-
songkan, sebaiknya dengan kateteri-
dokumentasi tidak ada lagi perdarahan
sasi intermiten.
(AHA/ ASA kelas lib, level B)
g. Rehabilitasi.
f. Antikoagulan sistemik atau pemasa-
ngan vena kava filter dapat diindika- h. Edukasi keluarga.
sikan pacta pasien dengan gejala trom- i. Discharge planning (rencana pengelo-
bosis vena dalam atau emboli paru laan pasien di luar RS).
(AHA/ASA kelas Ila, level C). Pemi-
lihan harus mempertimbangkan bebe- 9. Pengendalian Kejang
rapa faktor, seperti waktu sejak onset 1. Bila kejang, berikan diazepam bo-
stroke, stabilitas hematom, penyebab lus lambat IV 5-20mg dan diikuti
perdarahan, dan kondisi umum pasien oleh fenitoin loading dose 15-20mgj kg
(AHA/ ASA kelas IIa, level C) . bolus dengan kecepatan maksimum
SOmgjmenit.
8. Penatalaksanaan Medik Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah 2. Bila kejang belum teratasi, maka per-
sangat diperlukan. lu dirawat di ruang rawat intensif (in-
• Hiperglikemia (kadar glukosa da - tensive care unitj !CU) .
rah >180mgj dL) pacta stroke akut Tata Laksana Khusus
harus diobati dengan titrasi insu- 1. Perawatan di Unit Stroke
lin (AHA/ ASA kelas I, level C). Perawatan di unit stroke akan menurun-
• Target yang harus dicapai adalah kan kematian dan dependensi diban-
normoglikemia. dingkan dengan perawatan di bangsal bi-
• Hipoglikemia berat (<SOmg/dL) ha- asa. Penderita dengan stroke hemoragik
rus diobati dengan dekstrosa 40% di supratentorial seharusnya dirawat di
intravena atau infus glukosa 10-20%. unit stroke (AHA/ ASA level B) .

b. Jika pasien gelisah, dapat dilakukan 2. Koreksi Koagulopati


terapi psikologi atau pemberian major a. Melakukan pemeriksaan hemostasis,
and minor tranquilizer, seperti benzo- an tara lain prothrombin time (PT), ac-
diazepin short acting a tau propofol. tivated partial thromb in time (APTT),
international normalized ratio (INR),

523

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dan trombosit, serta koreksi secepat si perdarahan pada pasien stroke


mungkin jika didapatkan kelainan. hemoragik tanpa gangguan koagulasi,
b. Pasien dengan defisiensi faktor ko- rFVlla meningkatkan risiko trombo-
agulasi berat atau trombositopenia emboli, sehingga tidak direkomenda-
be rat harus diberikan factor replace- sikan (AHA/ASA kelas Ill, level A).
ment therapy atau trombosit (AHA/ 3. Tekanan Darah
ASA kelas I, level C). Pada stroke hemoragik akut (onset <6
c. Pada pasien dengan peningkatan INR jam), penurunan tekanan darah se-
karena penggunaan antagonis vitamin cara agresif dengan target TD sistolik
K (VKA), maka VKA harus dihentikan. <140mmHg dalam waktu <1 jam aman
Diberikan terapi untuk mengganti- untuk dilakukan dan lebih superior
kan faktor pembekuan yang besifat dibandingkan dengan target TD sistolik
vitamin K-dependent dan memper- <180mmHg. Untuk menurunkan tekan-
baiki INR, serta diberikan vitamin K IV an darah, dapat diberikan antihipertensi
(AHA/ ASA kelas I, level C). Prothrom- intravena seperti nikardipin, labetalol,
bin complex concentrates (PCC) me- atau esmolol maupun antihipertensi
miliki efek samping lebih sedikit dan oral. Namun tidak ada antihipertensi
memperbaiki INR lebih cepat diban- yang spesifik.
dingkan fresh frozen plasma (FFP), a. Pada tekanan darah antara sistolik an-
sehingga lebih dianjurkan (AHA/ASA tara 150 sampai 220mmHg dan tanpa
kelas lib, level 8). Recombinant factor adanya kontraindikasi terapi penu-
VIla (rFVlla) tidak direkomendasikan runan tekanan darah akut, penurunan
(AHA/ ASA kelas Ill, level C). TD sistolik akut 140mmHg aman di-
d. Untuk pasien yang mengkonsumsi lakukan (AHA/ASA kelas I, level A) dan
dabigatran, rivaroksaban, atau apiksa- efektif memperbaiki keluaran fungsio-
ban, terapi dengan factor eight inhibi- nal (AHA/ASA level 8).
tor bypass activity (FEIBA), PCC, atau b. Pada tekanan darah sistolik>220mmHg,
rFVlla dapat dipertimbangkan sesuai dapat dilakukan penurunan tekanan da-
kondisi individual pasien. Karbon ak- rah secara agresif dengan antihipertensi
tif dapat digunakan jika dosis terakhir IV secara kontinu disertai pemantauan
dabigatran, rivaroksaban, atau apik- rutin (AHA/ASA kelas lib, level C) (reko-
saban diminum <2 jam. Hemodialisis mendasi baru).
dapat dipertimbangkan pada pasien
4. Mempertahankan Cerebral Perfusion
yang diberikan (AHA/ ASA kelas lib,
Pressure (CPP)
level C) (rekomendasi baru).
Pasien stroke hemoragik harus mem-
e. Protamin sulfat dapat dipertimbangkan punyai tekanan darah yang terkontrol
untuk reversal heparin pada perdarahan tanpa meiakukan penurunan tekanan
intraserebral akut (AHA/ASA level C). darah yang beriebihan. Usahakan TD si-
f. Meskipun dapat memba':asi ekspan- stolik <160mmHg dan CPP dijaga >60-

524

Scanned for Pablo


Stroke Hemoragik

70mmHg. Hal ini dapat dicapai dengan masi arteriovena (MAV), (AHA/ ASA
menw·unkan TIK ke nilai normal dengan kelas III -V, level C) .
pemberian mannitol atau operasi. Pada c. Perdarahan lobaris dengan ukuran
kasus diperlukan pemberian vasopres- sedang-besar yang terletak dekat
sor, bisa diberikan: dengan ko Fteks ( <1cm) pada pasien
a. Phenylephrine 2 - 10~--Lglkg/-menit berusia <45 tahun dengan SKG 9-12,
b. Dopan1~n 2-10~-tg/kg/menit atau dapat dipertimbangkan evakuasi he-
c. Norepjnefrin dimulai dengan 0,05- matom supratentorial dengan kra-
0,2~tg1kghnenit dan dititrasi sampai
niotomi standar (AHA/ ASA kelas lib,
efek yang diinginkan. level B)
d. Evakuasi rutin hematom supraten-
5. Penatalaksanaan Bedah
torial dengan kraniotomi standar
Evakuasi rutin hematom dengan pem-
dalam 96 jam tidak direkomenda-
bedahan seharusnya tidak dilakukan .
sikan (AHA/ ASA kelas III, level A),
Tidak didapatkan bukti evakuasi hema-
kecuali pada hematom lobaris 1cm
tom memperbaiki keluaran dan tidak
dari korteks.
didapatkan data mengenai kraniektomi
dekompressi memperbaiki keluaran 6. Pemberian Obat Antiepilepsi (OAE)
setelah perdarahan intrakranial (AHA/ Pemberian OAE yang sesuai seharusnya
ASA kelas lib, level B). Kraniotomi yang selalu digunakan untuk terapi bangkitan
sangat dini dapat disertai peningkatan klinis pada pasien dengan stroke hemo-
risiko perdarahan berulang (AHA/ ASA ragik (AHA/ ASA kelas I, level B). Pembe-
kelas lib, level B). Namun demikian, tin- rian profilaksis OAE tidak direkomendasi-
dakan bedah yang dilakukan lebih awal kan. Pada pasien koma (SKG <8) termasuk
(early surgery) dapat bermanfaat pada pada perdarahan profunda di supratento-
pasien dengan SKG 9-12. Pada prin- rial (intracerebral hemorrhage supratento-
sipnya, pengambilan keputusan tergan- rial profunda) dapat dipertimbangkan elek-
tung lokasi dan ukuran hematom dan troensefalografi (EEG) monitoring 24 jam.
status neurologis penderita. 7. Pencegahan Perdarahan Intrasere-
Secara umum indikasi bedah pada perda- bral Berulang
rahan intraserebral sebagai berikut: Tata laksana hipertensi non-akut merupa-
a. Hematom serebelar dengan diameter kan hal yang sangat penting untuk menu-
>3cm yang disertai penekanan batang runkan risiko perdarahan berulang (AHA/
otak dan atau hidrosefalus akibat ob- ASA kelas I, level A). Kebiasaan merokok,
struksi ventrikel seharusnya dilaku- alkoholisme berat, dan penggunaan ko-
kan dengan sesegara mungkin (AHA/ kain merupakan faktor risiko perdarahan
ASA kelas I, level B). intraserebral, sehingga direkomendasikan
b. Pendarahan dengan kelainan struk- untuk menghentikan kebiasaan tersebut
tur seperti aneurisma atau malfor- (AHA/ ASA kelas I, level B) .

525

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

8. Rehabilitasi Medik 8. Samuels MA, Rapper AH. Samuel's manual of


neurologic therapeutics. Edisi ke-8. Philadelphia:
Selayaknya stroke iskemik, fisioterapi Lippincott Williams & Walkins; 2010.
dan mobilisasi cepat sangat dianjurkan 9. Biller J. Practical neurology. Philadelphia: Lippin-
pada mereka stabil secara klinis (AHA/ cott Williams & Wilkins; 2009.
ASA kelas I, level C). 10. Lindsay P, Bayley M, Hellings C, Hill M, Woodbury E,
Phillips S, dkk. Canadian best practice recommen-
dations for stroke care (updated 2008). CMAJ. 2008;
DAFTAR PUSTAKA 179(12):S1-25.
1. Adam RD, Victor M. Principles of neurology. Edisi 11. Broderick}, Connolly S, Feldmann E, Hanley D, Kase
ke-8. New York: Me Graw Hill; 2005. C, Krieger D, dkk. Guidelines for the management
2. Flaherty ML, Woo D, Broderick JP. The epide- of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults
miology of intracerebral hemorrhage. Dalam: 2007 update: a guideline from the American Stroke
Carhuapoma JR, Mayer SA, Hanley DF, editor. In- Association Stroke Council, High Blood Pressure
tracerebral hemorrhage. Cambridge: Cambridge Research Council, and the Quality of Care and Out-
University Press; 2010. h. 1-10. comes in research interdisciplinary working group.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Stroke. 2007;38:2001-23.
Departemen Kesehatan Rl. Riset kesehatan dasar 12. OHSU Health Care System. Acute stroke practice
(RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan guidelines for inpatient management of intracerebral
R1;2014. hemorrhage. Oregon Health & Science University
4. Yudiarto F, Machfoed M, Darwin A, Ong A, [serial online]. 2010 [diunduh 21 Desember 2016].
Karyana M, Siswanto. Indonesia stroke registry. Tersedia dari: Oregon Health & Science University.
Neurology. 2014;82(10): suppl 110-2.003. 13. Dewey HM, Chambers BR, Donnan GA. Stroke.
5. Caplan LR. Stroke: a clinical approach. Edisi ke-4. Dalam: Warlow C, editor. The Lancet handbook
Philadelphia: Saunders Elsevier Inc; 2009. of treatment in neurology. Edisi ke-1. London: El-
6. Hemphill JC, Greenberg SM, Anderson CS, Becker sevier Ltd; 2006. h. 87-116.
K, Bendok BR, Cushman M, dkk. Guidelines for the 14. Kothari RU, Brott T, Broderick JP, Barsan WG,
management of spontaneous intracerebral hem- Sauerbeck LR, Zuccarello M, dkk. The ABCs of
orrhage. A guideline for healthcare professionals measuring intracerebral hemorrhage volumes.
from the American heart association/American Stroke. 27:1304-5.
stroke association. Stroke. 2015;46(12):1-34. 15. Broderick J, et al. Guidelines for the Management
7. Steiner T, Al-Shahi SR, Beer R, Christensen H, Cor- of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in
donnier C, Csiba L, dkk. European Stroke Organisa- Adults. Stroke. 2007; 38(6):2001-2023.
tion (ESO) guidelines for the management of spon- 16. Elliott J, Smith M. The Acute Management of
taneous intracerebral hemorrhage. Int J of Stroke. Intracerebral Hemorrhage: A Clinical Review.
2014; 9(7):840-55. Anesthesia &Analgesia. 2010; 110(5):1419-1427.
17. Andersen KK, Olsen TS, DehlendorffC, Kammers-
gaard LP. Hemorrhagic and ischemic strokes
compared: stroke severity, mortality and risk
factors. Stroke. 2009;40(6):2068-72.

526

Scanned for Pablo


PERDARAHANSUBARAKNOID
32 Rakhmad Hidayat, Salim Harris, AI Rasyid,
Mohammad Kurniawan, Taufik Mesiano

PENDAHULUAN sistem ventrikel, sistema, dan fisura (Gam-


Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah bar 1). Istilah PSA ini dapat digunakan un-
ekstravasasi darah menuju ruang suba- tuk kasus traumatik ataupun nontraumatik,
raknoid di antara membran araknoid dan namun dalam bab ini yang akan dibahas
pial. Perdarahan dapat terdistribusi di adalah nontraumatik

Fisura Sylvii
Sistem a ambiens
(bagian lat era l)
Ventrikelke-empat Sistema

kuadrigeminalis Ventrikel
Sistem a suprasela
ke-t iga

Komu frontale
Fisura Sylvii
ventri kellatera l
(bagian basa l)

Fisura
interh emisfe rika

anterior

Gam bar 1. Anatomi Sistem Ventrikel Serebral pada Pemeriksaan CT Scan

527

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tab ell. Epidemiologi Perdarahan Subaraknoid an, dibutuhkan kolaborasi antara neurolog,
lnsidens
n/ 100.000 Pasien bedah saraf, ahli neurointervensi, dan inten-
perTahun sivist dalam diagnosis dan manajemen akut
Keseluruhan 10,5 (9,9- 11,2)
Finlandia 22,0 (20,0- 23,0) dari PSA secara komprehensif.
jepang 23,0 (19,0- 28,0)
Regia lain 7,8 (7,2- 8,4)
Pemeriksaan Virtual dengan 5,7
EPIDEMIOLOGI
100% CT scan lnsidens PSA secara keseluruhan berdasar-
Perempuan 7,1 (5,4-8,7) kan satu literatur adalah 10,5 per 100.000
Lelaki 4,5 (3,1-5,8)
penduduk pertahun di dunia. Insidens ini
Sumber: Suarez jl, dkk. N Eng! j Med. 2006. h. 387-96.
berbeda-beda pacta tiap literatur, bergan-
tung pacta jenis kelamin, ras, wilayah, dan
Tabel2. Penyebab Perdarahan Subaraknoid
usia. Perempuan memiliki risiko 1,6 kali
Etiologi % lipat lebih tinggi dari pria, kulit hitam 2,1
Ruptur aneurisma 85
kali lipat lebih sering daripada kulit putih,
Perdarahan perimesense- 10
falik nonaneurisma serta Jepang dan Finlandia merupakan ne-
Sumber: Suarez jl, dkk. N Eng! j Med. 2006. h. 387-96. gara dengan insidens PSA tinggi, yaitu 22 -23
per 100.000 penduduk per-tahun (Tabel1).
PSA dapat dikenali berdasarkan gejala klinis Insidens PSA meningkat seiring dengan per-
dan pencitraan. Gejala klinis PSA tersering tambahan usia, meskipun demikian, separuh
adalah sakit kepala hebat mendadak, walau- pasien PSA berusia di bawah 55 tahun.
pun banyak pasien mungkin tidak ke dokter
Angka kejadian fatal PSA akibat aneurisma
pacta onset ini. Gejala berikutnya dapat beru-
sekitar 50%; sebanyak 10-15%-nya mening-
pa penurunan kesadaran ataupun kejang,
gal sebelum tiba di RS, sementara 20% yang
yang membuat pasien dilakukan CT scan.
bertahan akan mengalami ketergantungan
Pacta masa sebelum CT scan, perdarahan intra- dalam aktivitas sehari-hari.
serebral (PIS) yang minimal masih sering di-
klasifikasikan sebagai stroke iskemik dan PSA ETIOLOGI
sering sulit didiagnosis dengan benar. Namun Penyebab tersering PSA adalah ruptur aneu-
uniknya, seiring dengan terjangkaunya CT risma (85%), diikuti perdarahan perimesense-
scan hingga semakin banyak proporsi orang falik nonaneurisma (10%), dan 5% sisanya
yang diperiksa dengan CT scan, data epidemi- akibat kondisi lainnya (Tabel 2).
ologi terbaru malah menunjukkan penurunan
insidens dalam 30-40 tahun terakhir. PATOFISIOLOGI
PSA diperkirakan terjadi hanya pacta 5% PSA disebabkan oleh berbagai macam
dari semua angka kejadian stroke, akan etiologi, sehingga mekanisme terjadinya
tetapi dampaknya terhadap kehilangan usia perdarahan berbeda juga berbeda-beda.
produktifnya serupa dengan infark serebral Berikut dibahas patofisiologi dari bebera-
ataupun PIS. Hal tersebut disebabl(an kare- pa etiologi, yakni aneurisma intrakranial,
na PSA menyerang pacta usia yang relatif perdarahan perimesensefalik non-aneuris-
muda dan seringkali fatal. Dengan demiki- mal, dan diseksi arteri intrakranial.

528

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

1. Aneurisma Intrakranial Studi menunjukkan adanya penu-


Aneurisma pembuluh darah bukanlah runan protein matriks ekstraseluler
kongenital, namun didapat dalam per- pacta dinding arteri intrakranial, yaitu
jalanan hidup, terutama pacta dekade ke- kolagen tipe III, kolagen tipe IV, dan
2. Pacta kasus tertentu terdapat penye- serat elastin. Penurunan tersebut aki-
bab yang mendasarinya, seperti trauma, bat gangguan degradasi dan sintesis
infeksi, atau penyakit jaringan penun- konstituen protein matriks ekstras-
jang. Penyebab aneurisma tumbuh ti- eluler yang diregulasi oleh protease
dak diketahui dengan pasti, meskipun (seperti matriks me-taloproteinase,
terdapat berbagai faktor risiko ataupun elastase neutrofil atau leukosit), in-
kondisi predisposisi. hibitor protease (seperti tissue inhibi-
Aneurisma lebih sering muncul di intrakra- tor dari matriks metaloproteinase dan
nial dibandingkan ekstrakranial, karena a1 antitripsin), faktor pertumbuhan
dinding arter.i intrakranial lebih tipis. Hal (growth factor), dan sitokin. Adanya
terse but disebabkan tmlika media yang me- akselereasi degradasi protein matriks
nipis dan hilangnya lamina elastika ekster- ekstraseluler ini dipikirkan akibat
na yang dibuktikan pacta pemeriksaan mi- gangguan keseimbangan protease dan
kroskopik Djnding aneurisma hanya terdiri inhibitornya.
dari lapisan intima dan adventisia, serta ja- Disrupsi protein matriks ekstrase-
ringan fibrohialin interposed dengan jumlah luler tidak hanya ditemukan pacta an -
bervariasi (Gambar 2a). eurisma, tetapi juga di kulit, serta ti-
Tekanan pulsasi tinggi maksimal di titik dak berbeda an tara arteri intrakranial
percabangan di proksimal arteri -sekitar atau ekstrakranial. Dengan demikian,
sirkulus willisi. Oleh karena itu, lokasi per- aneurisma intrakranial tidak hanya
cabangan arteri, biasanya di basis kranii, merepresentasikan penyakit lokal,
baik di sirkulus Willisi ataupun di dekat ti- namun lebih sesuai dengan gangguan
tik percabangan, merupakan lokasi utama matriks ekstraseluler umum.
dari pembentukan aneurisma ateroskle- b. Aneurisma familial
rosis. Titik ruptur aneurisma biasanya di Sekitar 10% pasien PSA memiliki
kubah lesi (Gambar 2b). 1 atau lebih saudara kandung yang
Beberapa faktor predisposisi yang di- mempunyai aneurisma juga. Risiko
curigai sebagai penyebab munculnya PSA pacta keluarga generasi pertama
aneurisma adalah: 5 kalj lipat lebih tinggi daripada yang
a. Struktur abnormal dinding pembuluh tidak. Pasien PSA familial pacta umum-
darah nya memiliki aneurisma yang lebih
Abnormalitas yang menjadi predispo- besar daripada PSA spontan, serta
sisi aneurisma dicurigai berupa de- onset yang lebih muda. Pacta keluarga
fek Japisan muskular dinding tunika dengan dua generasi mengalami PSA,
media yang terjadi secara kongenital. onset PSA pacta generasi yang lebih
muda pacta umumnya lebih dini.

529

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

----.A<ih'~ntl:$1\\
---'f.u~m~
----~~~~~~m~
lntin~

(a)
Gam bar 2. Patologi Aneurisma Intrakranial
(a) anatomi aneurisma pembuluh darah;
(b) ruptur pembuluh darah

c. Penyakit ginjal polikistik autosom yang diduga sebagai penyebab mun-


dominan (PGPAD) culnya aneurisma.
Aneurisma intrakranial ditemukan
e. Penelitian genetik
pada sekitar 10% pasien PGPAD.
Sejauh ini hubungan positif ditemukan
Meskipun PSA sering terjadi pada
pada gen kolagen tipe III-A1, kolagen
pasien PGPAD, oleh karena kasus PG-
tipe I-A2, a1 antitripsin, dan inhibitor
PAD sedikit, maka pasien PSA dengan
serine proteinase (SERPINA3).
PGPAD kurang dari 1%.
f. Aneurisma baru pascaPSA
Pertumbuhan aneurisma pada pasien
Pasien PSA yang dapat bertahan hid up
PGPAD tidak terkait hipertensi, namun
dan memiliki aneurisma yang sudah di-
lebih karena mutasi gen. Terdapat 2 ke-
tatalaksana mempunyai risiko terjadi-
lompok mutasi gen, yaitu PGP 1 (85%)
nya aneurisma baru dan episode PSA
yang mengalami mutasi pada kromo-
baru dalam 10 tahun pascaPSA, yakni
som 16p dan PGP 2 (15%) yang men-
16%. Risiko PSA rekuren pascaclipping
galami mutasi pada kromosom 4q.
sekitar 2-3% dan 20 kali lebih tinggi
Aneurisma, ditemukan lebih banyak
dibandingkan dengan orang normal.
pada pasien PGP 1.
g. Faktor risiko yang didapat
d. Penyakit Ehlers-Danlos tipe IV
Terdapat beberapa faktor yang didu-
Penyakit ini sangat berhubungan erat
ga meningkatkan risiko pertumbuhan
pertumbuhan aneurisma. Namun
aneurisma secara bermakna, yaitu:
karena sangat jarang, maka jarang
merokok (risk ratiojRR] 2,2 [IK95%
pula ditemukan pada pasien dengan
1,3-3,6]), hipertensi (RR 2,5 [2,0-
PSA. Penyakit Ehlers-Danlos tipe IV
3,1]), dan konsumsi alkohol (RR 2,1
memiliki defek pacta kolagen tipe III

530

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

[1,5-2,8]). Faktor lain seperti etnis 2. Perdarahan Perimesensefalik


nonkulit putih (RR 1,8 [0,8-4,2]) dan Pada perdarahan perimesensefalik, ter-
kontrasepsi oral (RR 5,4 [0,7-43,5]) dapat distribusi ekstravasasi darah pada
juga meningkatkan risiko, namun tidak CT angiografi, terutama di anterior dari
bermakna. Hormone replacement the- mesensefalon dan sistema interpedun-
rapy (RR 0,6 [0,2- 1,5]),hiper-kolester- kular, serta di sistema kua-drigeminal.
olemia (RR 0,8 [0,6- 1,2]), dan diabetes
Pola perdarahan tidak spesifik membeda-
(RR 0,3 [0-2,2]) diduga menurunkan
kan PSA akibat perdarahan perimesense-
resiko, namun juga tidak bermakna.
falik atau ruptur aneurisma. Satu dari 20
Selain itu, didapatkan pula penyebab kasus PSA dengan pola perdarahan ini,
iatrogenik, seperti: terapi radiasi, acry- memiliki aneurisma. Sebaliknya 10-20%
late yang dipasang ekstemal ke arteri ruptur aneurisma fossa posterior memiliki
intrakranial untuk dekompresi mikro- pola perdarahan perimesensefalik. Diper-
vaskuler, dan operasi bypass superficial lukan pemeriksaan angiografi untuk mem-
temporal artery-middle cerebral artery bedakan keduanya.
dengan pembentukan aneurisma di lo-
Autopsi postmortem untuk mengeta-
kasi anastomosis.
hui penyebab perdarahan perimesense-
Pemicu Ruptur Aneurisma falik jarang dilakukan, karena umumnya
Penyebab ruptur masih belum banyak pasien memiliki keluaran bagus. Oleh
di-ketahui, yang paling rasional adalah karena itu hingga saat ini tidak diketa-
peningkatan mendadak tekanan da- hui penyebabnya. Namun ada beberapa
rah. Oleh karena itu, faktor-faktor pembuluh darah yang diduga sebagai lo-
yang dapat meningkatkan tekanan da- kasi ruptm, yaitu drainase vena ke batang
rah dipikirkan berhubungan de-ngan otak, aneurisma fossa posterior, dan
onset PSA, antara lain: vaskularisasi abnormal di batang otak.
• Aktivitas fisik (2-20%); aktivitas 3. Diseksi Arteri Intrakranial
fisik berat terjadi pada 3% pasien Diseksi umumnya terjadi pada arteri
(RR 15,0; IK95% 4,3-52,2) dan karotis dibandingkan arteri vertebra-
aktivitas fisik menengah hingga lis, tetapi PSA lebih sering pada arteri
maksimal 2 jam sebelum PSA ter- vertebralis. Beberapa penyebab diseksi
jadi pada 19% (RR 2, 7 [1,6-4,6]) adalah rotasi leher berlebihan, trauma
• Hubungan seksual (0-11%) hiperekstensi, serta iatrogenik akibat
• Aktivitas manuver valsava (4-20%) manipulasi osteopatik atau pada operasi
bedah saraf.
• Stres (1 -2%)
• Merokok 3 jam sebelum onset PSA Vasospasme
(rasio Odds (RO) 7,0; IK95%3,7-13,1) Pada PSA terjadi vasospasme atau penyem-
pitan pembuluh darah, umumnya pada hari
• Konsumsi alkohollebih dari 5 unit
ke-4, mencapai puncaknya mulai hari ke -7
(RO 4,3 [1,5-12,3)

531

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

hingga ke-10, dan menghilang spontan 2. Penurunan Kesadaran


setelah hari ke-21. Hal ini dimulai dengan Penurunan kesadaran terjadi pada lebih
adanya kontak antara oksihemoglobin dari dari setengah pasien dengan PSA aneu-
pembuluh darah yang pecah, dengan din- risma. Beberapa pasien mengeluhkan
ding pembuluh darah bagian luar. Tim- sakit kepala sebelum mereka kehilang-
bulnya vasospasme menyebabkan iskemik an kesadaran. Sebaliknya pada perda-
yang disebut sebagai delay cerebral ische- rahan perimesensefalik nonaneurisma,
mia, yaitu iskemik luas di daerah vaso- kesadaran umumnya normal. Meskipun
spasme yang dapat menjadi infark dan me- demikian, penurunan kesadaran tidak
nimbulkan kematian sel otak. Vasospasme menyingkirkan diagnosis perdarahan
terjadi pada berbagai level di sirkulasi ar- perimesensefalik, karena hidrosefalus
teri dan arteriol. Penyempitan pembuluh akut dapat memicu koma pada jam per-
darah besar dapat dideteksi menggunakan tama setelah perdarahan.
angiografi pada 50% kasus PSA dengan ge- Onset penurunan kesadaran sangat pen-
jala iskemia. ting diketahui. Penurunan kesadaran yang
munculnya pada awal pemeriksaan perlu
GEJALA DAN TANDA KLINIS dipikirkan dimulai sejak awal onset atau
Adapun gejala dan tanda yang ditemukan tidak. Jika muncul sejak awal onset di-
pada pasien dengan PSA adalah sebagai pikirkan disebabkan oleh arteri, sedang-
berikut: kan jika belakangan berkaitan dengan
1. Sakit Kepala gagalnya perfusi global akibat peningkatan
Kata kunci pada anamnesis adalah nyeri TIK. Perdarahan yang muncul belakangan,
kepala he bat yang tidak biasa. Rasa nyeri dipikirkan memiliki penyebab yang dapat
muncul tiba-tiba dalam waktu sesaat ditangani, seperti hidrosefalus akut atau
atau beberapa menit, menimbulkan pembentukan edema di sekitar PIS.
sensasi kilatan, petir dari langit, atau se-
3. Kejang
perti kepala dibenturkan, sehingga sering
Kejang epileptik saat onset dapat terjadi
disebut sebagai thunderclap headache.
pada 10% pasien PSA aneurisma. Secara
Kecepatan onset dapat membantu mem-
umum, kejang pada pasien berusia <25
bedakan aneurisma dengan perdarah-
tahun dapat dipikirkan PSA aneurisma
an perimesensefalik. Sakit kepala pada
apabila terdapat sakit kepala pascaiktal
perdarahan perimesensefalik muncul
yang tidak biasa, memberat atau me-
dalam hitungan menit (35%), sementara
manjang. Kejang pada PSA juga dapat di-
aneurisma dalam hitungan detik (20%).
hubungkan dengan etiologi non-aneuris-
Sakit kepala 9x lebih sering ditemukan
ma, seperti diseksi arteri vertebralis atau
pada aneurisma dibandingkan dengan
malformasi vaskular. Namun, kejang be-
perdarahan perimesensefalik.
lum pernah didokumentasikan pada PSA
perimesensefalik.

532

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

4. Riwayat Tambahan arga inti dengan PSA


Sakit kepala hebat episode sebelumnya
5. Kaku Kuduk
meningkatkan kemungkinan PSA aneu-
Kaku kuduk adalah tanda umum pacta
risma, selain sakit kepala yang menda-
PSA tetapi membutuhkan waktu bebe-
dak hebat. Sakit kepala ini dipikirkan
rapa jam untuk terjadi, oleh karena itu
akibat adanya rembesan perlahan dari
tidak dapat digunakan untuk meng-
PSA yang merupakan tanda bahaya yang
eksklusi diagnosis jika pasien ditemui
disebut sebagai warning leaks. Sepertiga
segera setelah onset sakit kepala. Kaku
pasien dapat mengingat episode sakit
kuduk juga akan menghilang pacta koma
kepala ini yang umumnya tidak biasa,
dalam. Diagnosis banding lain yang ha-
berat, dan bertahan beberapa jam.
rus dipikirkan pada kaku kuduk adalah
Riwayat tambahan lainnya yang dapat meningitis.
membantu diagnosis adalah riwayat
6. Perdarahan Subhialoid
cedera kepala dipikirkan fistula dural
eerdarahan subhialoid (Gambar 3) se-
arteriovena; gangguan katup jantung
bagai salah satu tanda PSA merupakan
dipikirkan aneurisma mikotik; serta pe-
perdarahan preretina. Perdarahan ini
nyakit sickle cell, miksoma jantung, apo-
terjadi jika terdapat..peningkatan tekan-
pleksi hipofisis, dan gangguan koagulasi.
an cairan serebrospinal (CSS) mendadak
Selain itu, riwayat keluarga dengan PSA
yang masuk ke ruang subaraknoid seki-
dapat membantu memberi petunjuk
tar nervus optikus dan menyekat aliran
pacta pasien dengan sakit kepala men-
vena dari retina sehingga memicu ruptur
dadak. Hal ini dikarenakan terdapat pe-
vena ret1na.
ningkatan risiko PSA pacta riwayat kelu-

Gam bar 3. Perdarahan Subhialoid pada Funduskopi

533

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

7. Demam • Paresis nervus kranialis akibat


Pada banyak pasien, terjadi peningkatan penekanan aneurisma
suhu pada 2-3 hari pertama PSA. Jika • Defisit neurologis fokal akibat hasil
suhu tidak melebihi 38,5°C dan denyut dari kompresi lokal jaringan otak
nadi tidak meningkat, biasanya tidak
• Defisit neurologis fokal akibat iske-
disebabkan oleh infeksi.
mik jaringan oleh emboli
8. Peningkatan Tekanan Darah • Epilepsi fokal hasil dari reorganisasi sel
Pada pasien dengan PSA terdapat pe- glia akibat kompresi lokal dan iskemik
ningkatan tekanan darah disertai sakit jaringan oleh penekanan aneurisma
kepala mendadak, sedangkan jika terjadi
• Hemiparesis akibat PSA yang besar di
penurunan tekanan darah maka harus
fisura Sylvii
dipikirkan sebagai apopleksi hipofisis
atau karena kerusakan sekunder miokar- • Ataksia serebelar akibat diseksi arteri
diak akibat ruptur aneurisma intrakrani- vertebralis
al. Hal ini disebabkan ketika terjadi rup- • Paraparesis akibat penekanan aneu-
tur aneurisma, terjadi abnormalitas EKG risma arteri komunikans anterior atau
dan terkadang muncul henti jantung. malformasi arteriovena (arteriovenous
malformation/AVM) spinal
Kelainan jantung yang dideteksi pada
EKG saat PSA adalah dapat berupa depre- • Gangguan melirik ke atas yang mung-
si atau elevasi gelombang ST, perubahan kin disebabkan hidrosefalus atau
gelombang T, munculnya gelombang penekanan pada bagian proksimal
Q patologis, dan branch bundle block. dari akuaduktus Sylvii.
Kelainan jantung ini dapat menambah Selain mengetahui gejala dan tanda klinis,
risiko terjadinya delayed cerebral ischemia penting untuk mengetahui derajat keparah-
dan keluaran yang buruk an perdarahan subaraknoid. Penilaian ini
9. Defisit Neurologis Fokal dilakukan dengan menggunakan beberapa
PSA dapat menimbulkan berbagai de- sistem (Tabel 3), antara lain skor Hunt and
fisit neurologis fokal dengan mekanisme Hess dan skor World Federation of Neuro-
yang beragam, yaitu: logical Surgeons (WFNS).

534

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

Tabel 3. Skor Penilaian Derajat Keparahan Perdarahan Subaraknoid


Skor Hunt and Hess
Skor Deskripsi
1 Asimtomatik, atau sakit kepala ringan
2 Sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal dan kemungkinan adanya
defisit saraf kranialis
3 Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi ringan
4 Stupor, hemiparesis sedang berat, deserebrasi dini
5 Koma dalam, deserebrasi
Skor World Federation ofNeurological SUrgeons
Skor SKG Gejala Klinis
1 15 Defisit motorik (-)
2 13-14 Defisit motorik (-)
3 13-14 Defisitmotorik(+)
4 7-12 Defisit motorik ±
5 3-6 Defisjt motorjk +
SKG: Skala Koma Glasgow

Adapun terjadinya vasospasme tidak selalu spesifisitas yang sangat baik (masing-ma-
menimbulkan gejala. Banyak pasien dengan sing 92,9% dan 100%). CT scan juga dapat
penyempitan arteri besar yang tidak menge- membantu melihat pola perdarahan dan
luhkan gejala klinis. Di sisi lain, seringkali dite- memperkirakan lokasi aneurisma, yaitu:
mukan pasien dengan gejala iskemia dan infark
a. Perdarahan intraserebral
serebri tanpa adanya vasospasme yang terde-
Perdarahan di sistema subaraknoid
teksi. Terdapat beberapa faktoryang berkontri-
kurang spesifik untuk menentukan lo-
busi dalam menimbulkan iskemia dan infark,
kasi aneurisma, karena setelah 5 hari,
antara lain gangguan mikrosirkulasi distal,
50% pasien tidak lagi menunjukkan
anatomi kolateral yang buruk, variasi genetik
ekstravasasi darah. Dengan demikian
ataupun variasi fisiologis pada toleransi seluler
sangat penting pula untuk melihat dila-
terhadap keadaan hipoksia. Delayed cerebral
tasi minimal kornu temporal ventrikel
ischemia pada vasospasme merupakan penye-
lateral serta fisura dan sulkus. Adapun
bab utama kematian dan kecacatan pada kasus
pola perdarahan menurut pembuluh
PSA akibat aneurisma,
darah dapat dilihat pada Tabel4 dan 5.
DIAGNOSIS b. Perdarahan intraventrikular
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan be- Perdarahan intraventrikular dapat
berapa modalitas beserta kekurangan dan merupakan sekunder dari perdarahan
kelebihannya masing-masing berikut ini: intraserebral. Perdarahan ini umum-
nya berasal dari arteri komunikans
1. CT Scan
anterior dengan darah masuk ke ven-
CT scan adalah pemeriksa penunjang di-
trikel ke-3 dan ke-4 melalui lamina
agnostik lini pertama untuk PSA, karena
terminalis. Perdarahan pada ventrikel
kemudahannya untuk menilai ekstrava-
ke-3, tetapi tidak pada ventrikella-
sasi darah serta memiliki sensitivitas dan

535

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel4. Pola Perdarahan Intraserebral Berdasarkan Pembuluh Darah


Lokasi Pola Perdarahan Intraserebral
Arteri komunikans anterior Perdarahan di garis tengah depan menyebar ke lobus frontal
Arteri perikalosal Perdarahan di perikalosal sisterna
Arteri komunikans posterior Perdarahan di bagian medial lobus temporal
Arteri karotis interna Perdarahan besar median dari temporal menjorok melibatkan lobus
frontal
Origin arteri oftalmika Perdarahan melibatkan lobus frontal tetapi tidak melibatkan garis tengah
Arteri serebri media Lobus temporal, mengikuti garis fisura Sylvii lateral menjorok ke median
ke arah putamen
Arteri sirkulasi posterior Jarang membentuk perdarahan intraserebral

TabelS. Pola Perdarahan Ekstravasasi Berdasarkan Pembuluh Darah


Lokasi Pola Perdarahan Ekstravasasi
Arteri serebri anterior Fisura frontal interhemisfer
Arteri perikalosal Fisura interhemisfer sisterna kallosal
Arteri komunikans anterior Perluasan ke fisura interhemisfer sisterna kalosal
Arteri karotis interna, awal percabangan arteri Sistema supraselar yang bisa meluas ke fisura Sylvii
komunikans posterior
Arteri serebri media ]unction bagian basal dan lateral fisura Sylvii yang menyebar
ke fisura lateral
Arteri basilaris Suprasela, sisterna ambiens, sistema Sylvii basal dan inter-
hemisfer
Arterj serebelar posterior inferior Fossa posterior

teral, mengindikasikan ruptur arteri miliki aneurisma pada pemeriksaan


basilaris, terutama jika bagian pos- angiografi dan 2/3-nya menunjukkan
terior sistema basilar terisi dengan perdarahan basal, terutama hanya di
baik Pengisian darah pada ventrikel sistema perimesensefalik Akan tetapi,
keempat dan sedikit pada ventrikel 1 dari 20 perdarahan perimesense-
ketiga dapat dicurigai berasal dari ar- falik memiliki aneurisma yang berlo-
teri serebelaris posterior inferior (pos- kasi di posterim: Prediksi ruptur an-
terior inferior cerebellar artery/PICA). eurisma pada pasien PSA dengan pola
perdarahan perimesensefalik yang
c. Perdarahan subdural tidak dilakukan operasi hanya sekitar
Hanya terjadi pada 2-3% kasus, teru- 5%. Dengan demikian, angiografi di-
tama pada kasus rebleeding. Pasca- anggap tidak perlu diulang jika pada
ruptur aneurisma, dapat terjadi per- angiografi pertama tidak ditemukan
lekatan kubah aneurisma dengan aneurisma. Berbeda dengan pola
membran araknoid serta traksi vena- perdarahan lain, pada perdarahan
vena yang berada di ruang subdural perimesensefalik tetap perlu dilaku-
dan menyebabkan perdarahan. kan digital subtraction angiography
d. Perdarahan perimesensefalik (DSA) walau CT angiografi menunjuk-
Sebanyak 15% pasien PSA tidak me- kan tidak ada aneurisma.

536

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

e. Pola perdarahan lain dan sumbernya simpan di ruang subaraknoid di dekat


Perdarahan basal dapat disebabkan aneurisma pada 3 dari 4 subyek, hingga
oleh diseksi arteri vertebralis, fis- 3 bulan onset PSA. Oleh karena itu pada
tula dura tentorium, AVM pada dae- pasien dengan sakit kepala beberapa
rah Ieber, penyalahgunaan kokain minggu, MRI masih dapat dipakai untuk
ataupun aneurisma mikotik dengan mendiagnosis adanya hemosiderin di ru-
aspergillosis. PSA traumatik dapat ang subaraknoid.
mengisi fisura Sylvii, sehingga sulit
Kekurangan MRI adalah tidak semua
dibedakan dengan PSA akibat ruptur
sekuens sensitif dalam mengidentifikasi
aneurisma. Selain itu, trauma lang-
darah, seperti fluid-attenuated inversion
sung pada Ieber atau trauma kepala
recovery (FLAIR), fast spin echo T2 dan
dengan pergerakan Ieber yang he-
proton density (PD) weighted images. Pem-
bat dapat menyebabkan perdarahan
berian kontras Gadolinium juga dapat
basal, yang disebabkan robekan atau
memberikan impresi yang salah, terutama
ruptur arteri sirkulasi posterior.
pada sekuens FLAIR Kekurangan lainnya
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) yakni, pemeriksaan yang lama dan tidak
MRI baik untuk mengindikasikan (ruling semua RS memiliki MRI.
in) tetapi tidak mengeksklusi (ruling out)
3. Pungsi Lumbal
PSA. Pada fase akut, terutama dalam 24
Pungsi Lumbal dapat dilakukan untuk me-
jam pertama, darah dapat diidentifikasi de-
nyingkirkan diagnosis pada pasien dengan
ngan adanya hiperintensitas pada sekuens
klinis PSA tetapi tidak ditemukan perda-
spin echo T2-weighted images (WI) dan
rahan pada CT scan. Untuk membedakan
bahkan lebih baik pada sekuens T2 gradi-
darah pada CSS akibat PSA dengan darah
ent echo dengan gambaran hipointensitas.
akibat trauma jarum pungsi, maka CSS
Sekuens lain yang dapat digunakan adalah
dikumpulkan dalam beberapa tabung, bi-
Tl WI yang memberikan gambaran hiper-
asanya mencapai 3 tabung. Apabila warna
intensitas yang dapat menetap hingga 2
darah di CSS menetap pada semua tabung,
minggu. Hal ini kadang tidak membantu
maka pasien dapat didiagnosis PSA.
menunjukkan lokasi aneurisma, walau-
pun dapat menunjang dugaan PSA sudah 4. CT Angiografi
terjadi. Oleh karena kerumitan penilaian Angiografi diperlukan tidak hanya untuk
gambaran hiperintens tersebut sebagai mengidentifikasi ruptur aneurisma atau-
PSA atau bukan, maka pada pasien PSA on- pun aneurisma yang belum ruptur, tetapi
set 2 minggu, pemeriksaan pungsi lumbal juga memberikan konfigurasi anatomi un-
bisa jadi lebih sensitif daripada MRI untuk tuk membantu menentukan pilihan tata
mendeteksi adanya PSA. laksana optimal (Gambar 4).
Tetapi, pada satu penelitian dengan 58 Sensitivitas CT angiografi sudah men-
subyek, MRI T2WI, masih dapat men- capai 90% di tahun 1998 dan me-
deteksi deposisi hemosiderin yang ter- ningkat menjadi 95% pada era teknik

537

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

CT scan muftis/ice. Sensitivitas bahkan eurisma kecil (diameter <3mm), angka


mencapai 97% pada arteri serebri me- deteksi turun menjadi 38%. Keuntungan
dia. Namun, CT angiografi tidak dapat MRA terutama pada pasien follow up pas-
mendeteksi aneurisma kecil (diameter cacoiling dan pasien dengan aneurisma
2-3mm) . Untuk mendeteksi aneurisma asimtomatis yang dapat dideteksi tanpa
asimtomatik dengan CT angiografi, di- kontras.
perlukan kontras iodin, sehingga dapat
berisiko alergi. 6. Digital Subtraction Angiography (DSA)
Terdapat justifikasi bahwa untuk men-
Kelebihan utama CT angiografi diban-
diagnosis dengan tepat, maka DSA wa-
dingkan magnetic resonance angiography
jib diperiksa pada semua kasus PSA.
(MRA) ataupun DSA adalah lebih cepat.
Meskipun demikian, pemeriksaan ini
CT angiografi dapat dilakukan segera
membutuhkan pertimbangan manfaat
setelah CT scan, sehingga diagnosis PSA
dan risiko, karena DSA bukan tanpa ba-
aneurisma dapat ditegakkan pada saat
haya. Risiko komplikasi transien atau
pasien masih di mesin CT scan.
permanen mencapai 1,8%. Selain itu
5. MRAngiography (MRA) terdapat risiko ruptur aneurisma selama
Sensivitas MRA biasa sekitar 75% dan prosedur, yakni sebesar 1-2% dan 6 jam
meningkat menjadi 80-95% jika dilaku- pascaprosedur meningkat hingga 5%.
kan dengan teknik tiga dimensi. Pacta an-

Arteri perikalosal

Arteri serebri media

Arteri komunikans anterior

Cabang-cabangarteri karotis

Top of basilar-artery

Cabang-cabang arteri vertebral is

Gam bar 4. Pemeriksaan Angiografi Serebral

538

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

Pemeriksaan DSA semakin awal semakin tauan vasospasme dapat dilakukan de-
baik, apalagi jika pasien direncanakan ngan menggunakan pemeriksaan penun-
tindakan segera coiling atau clipping jang, antara lain Doppler transkranial
dalam 3 hari pertama onset PSA. DSA (transcranial DopplerjTCD), CT atau MR
dengan teknik 3D rotasional menjadi perfusi. TCD merupakan pemeriksaan
pilihan apabila dengan CT angiografi noninvasif untuk mendiagnosis vaso-
belum memberikan data yang jelas. spasme, khususnya arteri serebri me-
DSA wajib dilakukan apabila terdapat dia. Pemeriksaan ini dianjurkan dilaku-
kecurigaan penyebab lain PSA, seperti kan 1-2 hari sekali. CT atau MR perfusi
diseksi pembuluh darah, namun gagal dapat membantu mengidentifikasi dae-
dikonfirmasi pada CT angiografi dan rah otak yang mengalami iskemia. CT
MRA. Begitu pula pada pola perdarahan perfusi menjanjikan hasil yang lebih
tertentu yang negatif pada CT angiografi maksimal, namun pemeriksaan beru-
awal, maka wajib dilakukan DSA. Bah- lang dan paparan radiasi membatasi pe-
kan jika hasil DSA negatif, diindikasikan makaian CT perfusi.
pemeriksaan DSA ulang.
Teknik pencitraan DSA dapat berbeda TATA LAKSANA
menurut pembuluh darah tertentu. Pada Pada prinsipnya terdapat tata laksana
aneurisma arteri komunikans anterior, umum dan tata laksana komplikasi.
dibutuhkan pencitraan kedua teritori 1. Tata Laksana Umum
arteri karotis untuk mengidentifikasi Secara umum, tata laksana PSA sama
aneurisma dan bagian distal arteri sere- dengan tata laksana stroke perdarahan,
bri anterior yang terisi. Pada aneurisma sebagai berikut:
arteri karotis di bagian proksimal arteri a. Hipertensi
komunikans posterior, sangat penting Tata laksana hipertensi biasanya di-
diketahui pengisian PCA melalui arteri masukkan dalam tata laksana tradi-
basilaris. Pada aneurisma MCA, tidak ter- sional yang disebut triple-H, yaitu
lalu dibutuhkan informasi terkait teritori hipertensi, hipervolemik, dan hemo-
lain. Pada pola perdarahan sesuai dengan dilusi. Hipertensi dibuat untuk men-
aneurisma sirkulasi posterior, angiogram jaga tekanan darah tetap tinggi agar
tidak boleh disebut negatif hingga kedua otak mendapat perfusi yang cukup,
arteri vertebralis tervisualisasi, karena tetapi tidak boleh terlalu tinggi untuk
aneurisma bisa muncul dari PICA atau- mencegah rebleeding.
pun cabang proksimal arteri vertebralis.
Rekomendasi tekanan darah adalah
Proses diagnosis delayed cerebral ische- diturunkan jika mean arterial pressure
mia pada vasospasme masih menjadi (MAP) mencapai 130mmHg dengan
masalah tersendiri. Belum ada studi antihipertensi golongan penyekat
komparatif mengenai alur diagnosis beta secara intravena (IV). Agen ini
yang membandingkan keluaran. Peman- memiliki waktu paruh pendek, dapat

539

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dititrasi dengan mudah, dan tidak 2. Tata Laksana Komplikasi


meningkatkan tekanan intrakranial a. Rebleeding
(TIK). Sebaiknya hindari golongan ni- Rebleeding dapat terjadi sebanyak
trat (nitroprusid atau nitrogliserin), 4,1% dalam 24 jam pertama pasca-
karena dapat menyebabkan pening- ruptur dan risiko kumulatif dalam 14
katan TIK. hari pertama sebesar 19%. Secara ke-
b. Peningkatan Tekanan Intrakranial seluruhan angka mortalitas rebleed-
• Perawatan di ICU dengan tirah ing sangat tinggi (78%), sehingga
baring total dan intubasi. Pasien perlu ditatalaksana pencegahan. Hal
dapat dilakukan hiperventilasi ini dapat dilakukan dengan dua cara,
dengan pC02 sekitar 30-35mmHg yakni: tindakan bedah berupa clip-
untuk mengurangi risiko vaso- ping dan tindakan intervensi neuro-
spasme dan iskemik. vaskular dengan coiling. Pemilihan
antara coiling atau clipping berdasar-
• Elevasi kepala 30° untuk memasti-
kan lokasi lesi, leher aneurisma, ak-
kan drainase vena berjalan baik.
ses arteri, ketersediaan, pengalaman
• Pemasangan akses arteri, kateter staf medis, serta isu biaya, khususnya
vena sentral, dan kateter urin un- untuk negara berkembang.
tu.k menurunkan TIK.
Tanpa melihat keterbatasan yang ada,
• Pemberian pencahar agar pasien
secara umum coiling lebih diutama-
tidak mengedan.
kan untuk aneurisma bagian poste-
• Pemberian sedasi ringan dan ruang- rior, karena morbiditas dan mortali-
an yang hening, gelap, serta cukup tas yang lebih rendah dibandingkan
privasi jika terdapat agitasi. clipping. International Subarachnoid
• Pemberian tata laksana untuk Aneurysm Trial (ISAT) menunjukkan
menurunkan TIK seperti : bahwa coiling lebih aman secara sig-
- Agen osmotik, yaitu manitol, nifikan dibandingkan clipping pada
dapat menurunkan TIK secara aneurisma yang ruptur. Studi ini men-
dramatis. Dapat dipakai mani-. jadi dasar coiling sebagai tata laksana
tol 20% dengan dosis awal 0,5- lini pertama ruptur aneurisma.
1 grfkgBB dilanjutkan dosis Pada prinsipnya, waktu tindakan
rumatan 4-6 x 0,25-0,5 gr/kgBB intervensi yang disarankan yakni
- Diuretik, seperti furosemid lebih awal lebih baik, namun dapat
40mg dapat digunakan dosis disesuaikan dengan kondisi pasien.
tunggal. Pada pasien dengan kondisi baik, dian-
- Steroid, meskipun kontrover- jurkan 72 jam pertama pascaonset un-
sial tetapi dianjurkan oleh be- tuk mencegah rebleeding. Pada pasien
berapa penulis. yang kondisinya belum baik, bahkan
setelah tata laksana stabilisasi (terma-

540

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

suk pemasangan drainase ventrikel didalam rentang autoregulasi, otak


eksternal), tidak dianjurkan tindakan masih mampu memngatur aliran da-
clipping pada periode akut dan lebih rahnya, tetapi ketika melebihi ren-
dianjurkan coiling. Penundaan inter- tang tersebut, maka dibutuhkan tata-
vensi juga direkomendasikan pada laksana tambahan. Selain itu, diduga
aneurisma raksasa atau rumit. Pada terdapat efek tekanan transluminal
usia lanjut di atas 80 tahun, intervensi langsung yang memicu dilatasi arteri.
dapat dilakukan jika prediksi usia ha- Belum ada penelitian randomized
rapan hidup lebih lama. controlled trial (RCT) yang menga-
b. Vasospasme nalisis keluaran dari teknik terse but.
Tata laksana vasospasme cukup kom- Secara umum, hal terpenting untuk
pleks. Berbagai penelitian terakhir mencegah vasospasme adalah men-
menunjukkan nimodipin oral dan jaga normovolemia, normotermia,
euvolemia efektif dalam mencegah dan oksigenasi normal. Status hidrasi
vasospasme. Tindakan prevensi lain harus dimonitor dengan ketat untuk
seperti triple-H (hemodilusi, hiper- menghindari kontraksi volume yang
volemia, dan hipertensi) dan tinda- dapat memicu vasospasm e.
kan endovaskular (vasodilator dan
Berikut tata laksana khusus untuk
angioplasti halon) belum menunjuk-
mencegah vasospasme:
kan keuntungan dalam mencegah de-
layed cerebral ischemia. 1) Nimodipin
Nimodipin oral merupakan penyekat
Pada saat terjadi delayed cerebral
kanal kalsium yang paling banyak
ischemia, tata laksana pertama yang
diteliti dan memiliki rekomendasi pa-
dilakukan adalah induksi hemodi-
ling baik berdasarkan American Heart
namik untuk memperbaiki perfusi
Association/American Stroke Associa-
serebral. Secara konvensional, pe-
tion (AHA/ASA), yakni kelas 1 dengan
ningkatan hemodinamik dilakukan
level of evidence A untuk mencegah va-
dengan triple-H. Namun saat ini te-
sospasme pascaPSA Penyekat kanal kal-
rapi difokuskan pada euvolemia dan
sium terbukti menurunkan insidens de-
induksi hipertensi. Peningkatan mean
fisit pascastroke iskemik dan nimodipin
arterial blood pressure (MABP) didu-
menunjukkan peningkatan keluaran
ga dapat meningkatkan aliran darah
keseluruhan dalam 3 bulan pascaPSA
otak (cerebral blood flowfCBF) pada
aneurisma Mekanisme efek protektifni-
saat terjadi gangguan autoregulasi.
modipin belum terbukti, namun diduga
Autoregulasi mengatur MABP 50- melalui penghambatan influks kalsium
150mmH, jika kurang atau melebihi yang akan merusak neuron.
itu maka akan memicu gangguan
Indikasi pemberian nimodipin adalah
autoregulasi. Oleh karena itu, jika
semua pasien PSA, walaupun belum
rentang tekanan darah masih berada
tentu muncul vasospasme (AHA/ASA

541

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

kelas 1, level A) yang diberikan secara noid pada saat tindakan clipping
oral. Hal ini berdasarkan penelitian aneurisma dapat memberikan hasil
Mees SMD dkk bahwa pemberian oral yang kurang optimal dan dihubung-
nimodipin membantu mengurangi ke- kan dengan peningkatan risiko
luaran yang buruk pada pasien dengan trauma iatrogenik pada permukaan
PSA, sedangkan pemberian IV tidak pial dan pembuluh darah kecil. Pe-
menunjukkan hasil yang signifikan. nyemprotan NaCl intraoperatif untuk
Dosis IV adalah 1mgfjam drip untuk 2 membersihkan darah dari rongga
jam pertama, kemudian jika dapat dito- subaraknoid diduga bermanfaat, na-
leransi dengan baik, dapat dilanjutkan mun efektivitasnya belum terbukti.
menjadi 2mg per jam drip. Adapun do- 4) Drainase CSS
sis oral adalah 6 X60mg, dimulai dalam Drainase CSS melalui drain ventrikel
96 jam dan dilanjutkan hingga 21 hari.
dilakukan setelah tata laksana aneu-
Pada 2010, Food and Drug Administra- risma untuk menurunkan insidens
tion (FDA) mengeluarkan peringatan vasospasme. Tindakan ini memiliki
bahayanya pemberian nimodipin oral risiko rebleeding aneurisma, sehingga
yang dilarutkan dalam air dan kemu- disarankan dilakukan jika tekanan in-
dian dimasukkan secara intravena, trakranial melebihi 20mmHg.
karena dapat mengakibatkan henti
5) Statin
jantung, penurunan dramatis teka-
Pemberian statin diajukan untuk
nan darah dan kejadian kardiovaskuler
mencegah vasospasme dan delayed
lainnya. Saat ini, FDA sudah menyetu-
cerebral ischemic dengan meningkat-
jui obat oral nimodipin berbentuk cai-
kan reaktivitas vasomotor serebral
ran. Hal ini diharapkan menjadi solusi
melalui mekanisme dependen dan
terhadap kendala pada pasien yang
independen kolesterol. Penggunaan-
tidak dapat menelan, yang selama ini
nya masih kontroversial, namun be-
menggunakan nimodipin tablet yang
berapa penelitian kecil menunjukkan
digerus atau intravena.
hasil yang menjanjikan.
2) Terapi trombolisis
6) Terapi "triple H"
Beberapa bukti ilmiah mengindika-
Merupakan tata laksana vasospasme
sikan bahwa penghancuran bekuan
tradisional yang terdiri dari induksi
subaraknoid melalui injeksi intrasis-
hipertensi, hipervolemia, dan hemo-
terna dengan recombinant tissue plas-
minogen activator (rTPA) secara dra- dilusi. Induksi hipertensi agresif dapat
matis mengurangi risiko vasospasm e. menggunakan agen inotropik dan va-
Hal ini dilakukan setelah tindakan sopressor, jika dibutuhkan. Hipervo-
clipping aneurisma. lemia dapat dicapai dengan transfusi
eritrosit, infus kristaloid isotonik, serta
3) Aspirasi dan irigasi infus koloid dan albumin bersamaan
Aspirasi dan irigasi bekuan subarak- dengan injeksi vasopressor. Hemodi-

542

Scanned for Pablo


Perdarahan Subaraknoid

lusi dilakukan dengan transfusi untuk buluh darah distal. Hal ini disebabkan
mempertahankan hematrokit tetap karena aliran darah distal dapat me-
30-35% dengan tujuan mengoptimal- ningkat dengan adanya peningkatan
kan viskositas darah dan penghantaran diameter pembuluh darah proksimal.
oksigen. Terapi ini memerlukan pema-
8) Infus vasodilator
sangan kateter arteri pulmoner untuk
Infus vasodilator merupakan salah
mempertahankan tekanan vena sentral
satu pilihan tata laksana untuk pem-
pada . <J-12mmHg dan pulmonary ar-
buluh darah distal. Dibandingkan
tery wedge pressure (PAWP) pada 14- angioplasti, efek vasodilator ini lebih
20mmHg. singkat. Vasodilator yang sering dipa-
Tata laksana triple H biasanya di- kai adalah penyekat kanal kalsium.
lakukan pada pasien dengan aneu- Nitrit oksida saat ini mulai digunakan.
risma yang sudah dilakukan operasi Injeksi intraarterial papaverin juga
clipping atau coiling yang bertujuan sering diberikan dengan pengawasan,
r.: 1gurangi risiko rebleeding. Meski- karena menurut sejumlah literatur pa-
pun telah digunakan lama, efektifitas paverin merupakan zat neurotoksik.
terapi ini masih menjadi bahan perde- Magnesium merupakan agen neu-
batan. Kajian beberapa studi menun- roprotektif yang bekerja sebagai an-
jukkan bahwa terapi "triple H" tidak tagonis reseptor N-metil-0-aspartat
memperlihatkan hasil positif ataupun (NMDA) dan penyekat kanal kalsium.
membantu meningkatkan aliran darah Menurut penelitian metaanalisis, mag-
serebral. nesium dapat mengurangi risiko de-
7) Angioplasti balon transluminal layed cerebral ischemic dan keluaran
Angioplasti balon transluminal di- buruk pada PSA aneurisma. Namun
penggunaan magnesium membutuh-
rekomendasikan untuk tata laksana
kan monitor ketat kadarnya. Sebuah
vasospasme setelah kegagalan terapi
penelitian kecil menunjukkan bahwa
konvensional. Sebuah studi menunjuk-
konsentrasi magnesium serum diper-
kan peningkatan keluaran neurologis
tahankan 2-2,5mmolfL untuk me-
hingga 70% pada pasien vasospasme
ngurangi kejadian iskemik serebral
simtomatik pasca-angioplasti translu-
pascaPSA.
minal. Namun tindakan ini dapat me-
nimbulkan komplikasi berupa ruptur Beberapa agen baru sedang dalam
pembuluh darah, diseksi atau oklusi, penelitian untuk menangani vaso-
dan perdarahan intraserebral. spasme. Agen tersebut antara lain
metilprednisolon, tirilazad, dan colfor-
Beberapa laporan serial kasus sin intraarterial.
mengindikasikan bahwa tindakan ini
efektif untuk tata laksana vasospasme c. Hidrosefalus
pembuluh darah besar proksimal dan Hidrosefalus akut dapat ditatalaksana
tidak efektif untuk vasospasme pem- dengan drainase ventrikel eksternal, ber-

543

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

gantung pada beratnya klinis defisit neu- tanpa faktor resiko seperti hematoma,
rologis atau temuan CT scan. Ukuran hi- infark, atau aneurisma MCA. Fenitoin
drosefalus dinilai secara periodik dengan merupakan agen pilihan karena dapat
menyekat drainase saat memantau TIK mencapai konsentrasi terapeutik cepat
Penurunan TIK secara cepat sebaiknya di- dengan pemberian intravena dan tidak
hindari karena dihubungkan dengan risiko mengubah kesadaran. Berbeda dengan
tinggi rebleeding. Hidrosefalus simtomatis fenobarbital yang memiliki efek sedasi,
dapat ditatalaksana dengan drainase CSS sehingga jarang digunakan.
lumbal temporer, pungsi lumbal serial, dan
shunting ventrikel permanen. DAFTAR PUSTAKA
1. Suarez Jl, Tarr RW. Selman WR. Aneurys-
Ventrikulostomi dihubungkan dengan pe- mal subaraknoid hemorrhage. N Engl J Med.
ningkatan risiko rebleeding dan infeksi. 2006;354(4):387-96.
Oleh karena itu, pasien dengan dilatasi 2. Flaherty ML. Woo D, Broderick JP. The epidemiology
ventrikel tanpa penurunan kesadaran, di- of intracerebral hemorrhage. Dalam: Carlluapoma JR.
Mayer SA, Hanley DF, editor. Intracerebral hemonilage.
anjurkan tata laksana konservatif dengan New Yorlc Cambridge University Press; 2010. h.1-16.
monitor ketat status mental dan dilakukan 3. van Gjin J, Rinke! GJ. Subaraknoid haemorrhage:
intervensi jika terdapat penurunan sta- diagnosis, causes, and management. Brain.
2001;124(Pt 2):249-78
tus klinis. Ventrikulostomi yang dilakukan 4. van Gijn J, Kerr RS, Rinke! GJE. Subaraknoid
dengan tepat merupakan prosedur yang haemorrhage. Lancet 2007;369(9558):306-18.
berisiko relatif rendah dan dapat memper- 5. Connolly ES, Rabinstein AA. Carhuapoma JR.
baiki klinis secara cepat dan dramatis pada Derdeyn CP, Dion J, Higashida RT, dkk. Guidelines
for the management of aneurysmal subaraknoid
dua pertiga pasien. Hal ini bermanfaat un- hemorrhage: a guideline for healthcare professionals
tuk penjadwalan tindakan operasi atau in- from the American Heart Association/American
tervensi endovaskular lebih awal. · Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-37.
6. Hop JW. Rinkel GJ, Algra A, van Gijn J. Case-
d. Hiponatremia fatality rates and functional outcome after
Hiponatremia pascaPSA dapat terjadi subaraknoid hemorrhage: a systematic review.
Stroke. 1997;28(3):660-4.
pada 10-34% kasus, akibat peningkatan 7. Warlow CP, van Gjin J, Dennis MS, Wardlaw JM, Bam-
kadar atrial natriuretic factor (ANF) dan ford JM, Hankey GJ. Stroke practical management
syndrome of inappropriate secretion of Edisi ke-3. Oxford: Blackwell Publishing; 2007.
8. Silverman IE, Rymer MM, Broderick JP, Spiegel
antidiuretic hormone (SIADH). Tata lak- GR. Hemorrahagic stroke: an atlas of investiga-
sana yang biasanya cukup bermanfaat tion and treatment hemorrhagic stroke. Oxford:
adalah pemberian NACl yang sedikit Clinical Pub Serv; 2010.
9. Gross JG. Subhyaloid hemorrhage. Retina Image
hipertonik (1,5%) dan menghindari res-
Bank [serial online]. 2012 [diunduh 27 Desember
triksi cairan. 2016]. Tersedia dari: Retina Image Bank
10. Bayer pic. Nimotop 0.02% solution for infusion.
e. Kejang EMC+ [serial online]. 2016 [diunduh 20 Februari
Pemberian antikonvulsan jangka pan- 2017]. Tersedia dari: Medicine.org.uk
jang tidak direkomendasikan pada 11. Drugs.com. Nimodipine dosage. Drugs.com [seri-
al online]. [diunduh 20 Februari 2017]. Tersedia
pasien tanpa kejang sebelumnya atau dari: Drugs.com.

544

Scanned for Pablo


NYERI
Pengantar Nyeri
Nyeri Kepala
Nyeri Neu:r:_o patik
Nyeri Leber
Nyeri Punggung Bawah
Nyeri Kanker

Scanned for Pablo


PENGANTAR NYERI

33 Henry Riyanto Sofyan, Ramdinal Aviesena Zairinal,


Tiara Aninditha

PENDAHULUAN kan akibat kerusakan jaringan (tissue dam-


Setiap orang di dunia pasti pernah merasakan age) yang aktual maupun potensial, atau yang
nyeri, setidaknya sekali dalam hidupnya. Be- digambarkan dalam bentuk kerusakan terse-
berapa bagian tubuh mulai dari kepala hing- but Berdasarkan definisi tersebut, terdapat
ga kaki dapat menjadi nyeri dan membuat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk
pasien datang ke pelayanan kesehatan. Pada mengatakan pasien mengalami nyeri, yaitu
prinsipnya, nyeri bukanlah penyakit, namun pengalaman yang tidak menyenangkan dan
merupakan suatu keluhan atau tanda klinis kerusakan jaringan. Bila individu mengalami
yang dipersepsikan oleh korteks sensorik Jadi suatu kejadian . yang tidak menyenangkan
nyeri sebenarnya merupakan mekanisme per- tanpa ada bukti aktual atau potensi keru-
tahanan tubuh terhadap suatu kerusakan atau . sakan jaringan, maka hal itu tidak dikatakan
yang berpotensi menyebabkan kerusakan ja- nyeri. Begitupun sebaliknya bila ada keru-
ringan. Oleh karena itu, setiap keadaan nyeri sakan jaringan, tetapi individu tersebut tidak
harus ditangani dengan cepat dan tepat, menganggap sebagai pengalaman yang tidak
karena bisa bersifat serius dan fatal. American menyenangkan, maka inipun tidak tergolong
Pain Society juga menempatkan pemeriksaan nyeri. Oleh sebab itu, nyeri merupakan suatu
nyeri dalam urutan kelima setelah pemerik- hal yang bersifat subjektif dan berbeda-beda
saan tanda vital denyut nadi, tekanan darah, interpretasinya antar individu.
frekuensi napas, dan suhu tubuh.
Intensitas dan kualitas nyeri secara umum
Nyeri juga bersifat individual dan dapat juga bergantung pada emosi atau psikologis,
mengganggu kualitas hidup seseorang, se- sehingga gambaran tentang berat ringannya
mentara penanganan nyeri sangat bervariasi kerusakan biologis bervariasi dari satu indivi-
dan perlu mempertimbangkan banyak as- du ke individu lain. Oleh karena itu, dibuatlah
pek Oleh karena itu, diperlukan pemahaman klasifikasi mengenai analisis nyeri, baik ber-
dasar mengenai nyeri, meliputi definisi, neu- dasarkan waktu, intensitas, dan patologisnya.
roanatomi, patofisiologi, evaluasi nyeri, dan
Berdasarkan lama dideritanya, nyeri dibagi
prinsip manajemen nyeri.
atas nyeri akut dan nyeri kronik Nyeri akut
berlangsung selama 4-6 minggu, sedangkan
DEFINISI NYERI
yang lebih panjang durasinya termasuk ke
Berdasarkan International Association for the
dalam nyeri kronik. Ada pula beberapa pem-
StudyofPain (IASP), nyeri adalah pengalaman bagian nyeri berdasarkan durasi nyeri (tran-
sensoris dan emosi yang tidak menyenang-

547

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

sien, intermiten, atau persisten); intensitas kondisi peningkatan sensitivitas nyeri. Alo-
(ringan, sedang, dan berat), kualitas (tajam, dinia adalah contoh bentuk dari hiperalgesia
tumpul, dan terbakar), dan penjalarannya yang lebih mengacu untuk rasa nyeri yang
(superfisial, dalam, lokal, atau difus). Di timbul akibat stimulus yang biasanya tidak
samping itu nyeri pada umumnya memi- bersifat nyeri (subthreshold). Sementara itu,
liki komponen kognitif dan emosional yang hiperalgesia lebih tepat digunakan pada ke-
digambarkan sebagai penderitaan. Nyeri adaan yang ditandai peningkatan respons
juga berhubungan dengan refleks moto- pada tingkat ambang batas nyeri yang nor-
rik menghindar dan gangguan otonom yang maljmeningkat. Di lain pihak, hiperestesi
disebut sebagai pengalaman nyeri. ditandai dengan adanya penurunan ambang
· batas terhadap semua stimulus (raba, suhu,
Secara neuropatologis nyeri dikelompokkan
dan tekan) dan peningkatan respons terha-
menjadi 3, yaitu: (1) nyeri nosiseptif, yang
dap stimulus yang dikenali secara normal.
disebut juga nyeri inflamasi atau nyeri adaptif,
(2) nyeri neuropatik, dan (3) nyeri campuran. Ambang batas dan tingkat toleransi nyeri
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diaki- sangat bersifat subjektif bergantung pe-
batkan oleh kerusakan jaringan dan dianggap ngalaman dan memori seseorang terhadap
sebagai proses adaptasi untuk perbaikan ja- intensitas stimulus yang diberikan, sehingga
ringan itu sendiri. Jika jaringan menjadi sem- dianggap sebagai rasa nyeri. Secara kuantita-
buh maka nyeri tidak akan muncul. Kelompok tif, intensitas stimulus dapat diukur. Sebagai
lain adalah nyeri maladaptif seperti nyeri neu- contoh, jika ambang batas nyeri didefinisi-
ropatik. Nyeri ini sebenarnya memiliki gejala kan sebagai suatu tingkat yang 50% stimulus
yang khas, namun sering terabaikan atau ti- dikenal sebagai rasa nyeri, maka pada tingkat
dak terdeteksi, sehingga berpotensi menjadi itulah stimulus mulai dianggap nyeri.
kronik dan mengganggu kualitas hidup pen-
deritanya. Terdapat berbagai istilah terkait NEUROANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
nyeri (Tabell), sehingga dibutuhkan anamne- Dalam memahami proses nyeri, terlebih
sis dan analisis yang tepat oleh karena nyeri dahulu kita harus mengetahui struktur
neuropatik memiliki penanganan yang ber- anatominya, mulai dari reseptor tempat
beda dengan nyeri nosiseptif. awal penghantaran noxious stimulus hingga
korteks serebri. Jika seseorang mengeluh-
Sensitisasi adalah istilah neurofisiologis yang
kan nyeri, maka hal itu diawali dengan ak-
meliputi turunnya ambang batas nyeri dan
tivasi reseptor nyeri nosiseptif (nosiseptor)
peningkatan respons pada stimulus di atas
oleh noxious stimulus. Reseptor nosiseptif
ambang batas nyeri. Selain itu, terjadi pula
ini dapat diketemukan di kulit, jaringan
cetusan spontan dan perluasan area reseptif.
penunjang, pembuluh darah, periosteum,
Secara klinis, sensitisasi dapat dijumpai pada
dan organ-organ viseral. Reseptor nosisep-
fenomema hiperalgesia atau alodinia.
tif merupakan bagian ujung dari serabut
lstilah alodinia, hiperalgesia, dan hipereste- saraf aferen primer, atau disebut juga neu-
sia sering membingungkan klinisi. Hiperal- ron ordo I, yang memiliki beberapa bentuk
gesia adalah istilah yang memayungi segala morfologi dan karakteristik (Tabel 2).

548

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

Tabelt. Beberapa Istilah Terkait Nyeri


Istilah Definsi
Noxious stimulus Kerusakan jaringan aktual atau potensial
Nosiseptor reseptor sensorik yang dapat menghantarkan dan memroses stimulus yang
merusak (noxious stimulus)
Neuron nosiseptif Neuron sentral atau perifer yang dapat memroses noxious stimulus
Nosisepsi Pemrosesan noxious stimulus
Stimulus nosiseptif Kejadian kerusakan jaringan aktualfpotensial yang dihantarkan dan diproses
oleh nosiseptor
Nyeri nosiseptif Nyeri yang berasal dari aktivasi nosiseptor
Nyeri neuropatik Nyeri yang muncul sebagai konsekuensi langsung dari lesijpenyakit yang
mengenai sistem somatosensorik
Nyeri neuropatik sentral Nyeri yang muncul akibat Iesifpenyakit sistem saraf somatosensorik sentral
Nyeri neuropatik perifer Nyeri yang muncul akibat lesi/penyakit siste111 saraf somatosensorik perifer
Sensitisasi perifer Peningkatan respons dan penurunan ambang batas nosiseptor terhadap
stimulasi dari area reseptifnya
Sensitisasi sentral Peningkatan respons neuron nosiseptif di susunan saraf pusat terhadap ma-
sukan aferen yang normal atau di bawah am bang batas (subthreshold)
Alodinia Nyeri yang dirasakan akibat stimulus non-nosiseptif
Hiperalgesia Peningkatan rasa nyeri pada stimulus yang secara normal bersifat nyeri
Hipoalgesia Penurunan rasa nyeri pada stimulus yang secara normal bersifat nyeri
Analgesia Hilangnya rasa nyeri akibat stimulus yang secara normal bersifat nyeri
Hiperestesia Peningkatan sensitivitas terhadap stimulus, kecuali indera khusus
Hipoestesia Penurunan sensitivitas terhadap stimulus
Parestesia Sensasi abnormal, baik yang bersifat spontan maupun dibangkitkan, yang
tergolong masih menyenangkan (not unpleasant)
Disestesia Sensasi abnormal yang tidak menyenangkan, baik yang bersifat spontan mau-
pun dibangkitkan, yang tidak menyenangkan (unpleasant)
Nyeri sentral Nyeri yang disebabkan oleh Iesi primer a tau disfungsi susunan saraf pusat
Ambang batas nyeri Intensitas minimal stimulus untuk dianggap sebagai nyeri
Tingkat toleransi nyeri Intensitas maksimal stimulus yang menimbulkan nyeri dan masih dapat
ditolerasi oleh individu pada situasi tertentu
Sumber:
1Ropper AH, dkk. Adams Victor's principles of neurology. 2014. h. 130.
2Current Pain and Headache Reports 2008, 12:241-248

Tabel 2. Perbandingan Serabut Saraf Aferen Primer


Jenis Serabut Karakteristik Diameter Se- Kecepatan Hantar Fungsi
Saraf rabut(Jlm) (m/s)
A-adanA-(3 ukuran besar, selubung 5-20 30-70 raba, tekan
mielin tebal
A-y 3-6 15-30 aferen spindle
A-6 ukuran kecil, selubung mielin 2-5 12-30 nyeri (tajam, mudah
tip is dilokalisasi) dan suhu
c Ukuran kecil, tidak ada se- 0,3-1,1 0,5-2 nyeri perlahan (sulit
Iubung mielin, polimodalitas dilokalisasi) dan suhu
Sumber: Ropper AH, dkk. Adams Victor's principles of neurology. 2014. h.130.

549

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Serabut saraf aferen primer yang menghan- (wide dynamic range neurons). Akson neuron
tarkan informasi nosiseptif adalah serabut ordo II ini akan menyeberang ke sisi kontra-
saraf A-delta (A-6) dan C. Stimulasi beberapa lateral melalui komisura anterior medula
sera but saraf A-6 menyebabkan sensasi nyeri spinalis, kemudian membentuk traktus spino-
tajam dan terlokalisasi dengan baik, sedang- talamikus lateral yang akan naik ke otak. Trak-
kan aktivasi serabut saraf C akan menyebab- tus ini memiliki pembagian berdasarkan level
kan sensasi nyeri tumpul, panas, pegal, dan vertebra, dengan bagian sakral terletak pada
tidak terlokalisasi dengan jelas. posterolateral dan bagian servikal berada
pada anteromedial. Selain rasa nyeri, traktus
Serabut saraf aferen primer ini mempunyai
spinotalamikus lateral juga menghantarkan
badan sel pada ganglion radiks dorsalis, yang
sensasi suhu panas atau dingin. Oleh sebab
aksonnya akan mengirimkan sinyal ke lapisan
itu, lesi pada traktus spinotalamikus lateral ti-
tertentu di kornu dorsalis medula spinalis
dak hanya berakibat gangguan penghantaran
(Gambar 1). Sinyal dari serabut saraf A-6 akan
nyeri, tetapi juga sensasi suhu.
sebagian besar menuju lapisan superfisial
(lamina 1). Sementara itu, sinyal dari serabut Selain traktus spinotalamikus lateral, ter-
saraf C menuju lapisan profunda (lamina II). dapat pula beberapa traktus lain yang ber-
peran menghantarkan nyeri. Salah satu con-
Setiap unit sensorik yang terdiri dari sel-sel
tohnya, traktus spinoretikularis bermula
saraf sensorik di ganglion radiks dorsalis de-
dari medula spinalis hingga neuron di for-
ngan struktur perpanjangannya ke arah sen-
masio retikularis, dan selanjutnya ke nuk-
tral (medula spinalis) dan perifer (reseptor)
leus intralaminar. Traktus ini terlibat dalam
memiliki distribusi segmental untuk setiap
aktivitas saraf dan kesadaran yang men-
area di tubuh manusia. Bila segmen-segmen
dasari aspek afektif dari suatu nyeri.
ini disusun dari mulai area kepala hingga kaki,
maka akan membentuk suatu peta topografi Contoh lainnya adalah traktus spino-
yang disebut dermatom. Sebagai contoh, area mesensefalika dari medula spinalis, mele-
wajah dan kepala bagian anterior memiliki wati medula oblongata dan pons bersama
topografi sesuai persarafan saraf trigemina- dengan traktus spinotalamikus lateral dan
lis, sedangkan area deltoid memiliki topografi spinoretikularis, dan berhenti di mesensefalon
sesuai persarafan saraf spinalis CS. dan periaqueductal gray (PAG). Traktus ini ber-
peran mengintegrasikan sensasi nyeri somatik
Pada kornu dorsalis medula spinalis, neuron
dengan informasi visual dan auditorik.
ordo I akan bersinaps dengan neuron ordo II.
Neurotransmiter yang terlibat dalam konduk- Adapun traktus spinotalamikus lateral sen-
si nyeri pada sinaps ini, antara lain kelompok diri terdiri dari dua komponen, yaitu serabut
asam amino eksitatorik (glutamat, aspartat), cepat (traktus neospinotalamikus) dan lam-
adenosine SF!l-triphosphate (ATP), dan neuro- bat (traktus paleospinotalamikus). Traktus
peptida (substansi P). Neuron ordo II terdiri neospinotalamikus berasosiasi dengan nyeri
dari neuron spesifik stimulasi nosiseptif dan terlokalisasi dengan baik, atau disebut juga
neuron nonspesifik stimulasi nosiseptif de- aspek diskriminatif. Traktus ini berakhir di
ngan rentang stimulus yang Iebar dan dinamis talamus bagian nukleus ventral posterolate-

550

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

Peri fer Neuron aferen primer Ganglion radiks dorsalis Medula spinalis

Stimulus non-nyeri
mekanik
--- SerabutAP

Menuju pusat yang


lebih tlnggi

SerabutAO
_)
Neuron
proyeksi
radlks
Stimulus nyeri
dorsalis
mekanik

Substansia
grisea
Stimulus nyeri panas Substansia
dan kimiawi alba

Gam bar 1. Ilustrasi Gambar Serabut Saraf Primer

ral (VPL). Sementara itu, traktus paleospino- Pada dasarnya jalur nyeri mengikuti dari 4
talamikus berasosiasi dengan nyeri tak terlo- proses utama (Gambar 2), yaitu:
kalisasi dengan baik serta respon emosional
1. Proses Transduksi
terhadap nyeri, atau disebut juga aspek a-
Perubahan stimulus tanda bahaya pada
fektif. Traktus ini berakhir di nukleus intrala-
jaringan yang dirubah menja!ii ani's de"
minar nonspesifik di thalamus dan formasio
retikularis di batang otak.
polarisasi dengan bantuan re~ept<)r no-
siseptif (mekanik dengan ambang batas
Neuron ordo II yang berakhir di talamus akan tinggi, mekanotermal dan polimod~l}
bersinaps dengan neuron ordo ketiga (III) un-
2. Proses Transmisi
tuk selanjutnya diproyeksikan ke korteks sen-
Transmisi arus depolarisasi mulai dari
sorik primer. Selain itu, neuron ordo III juga
neuron ordo kesatu, neuron ordo kedua,
berpoyeksi ke korteks sensori sekunder dan in-
neuron ordo ketiga hingga ke korteks
sula dalam hal yang berhubungan dengan per-
cerebri.
sepsi fungsi luhur dari nyeri. Ada pun persep-
si emosional dari nyeri melibatkan struktur 3. Proses Modulasi
korteks cingulata anterior, insula posterior Adanya perubahan respons inhibisi atau
dan operkulum parietal. fasilitasi terhadap nyeri. Modulasi ini
bisa asenden atau desenden.

551
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

4. Proses Persepsi stimulus selain nyeri, misalnya usapan, be-


Korteks serebri melakukan diskriminasi laian, garukan, dan kehangatan.
terhadap nyeri. Struktur subkortikal se-
Serabut saraf nosiseptif mengeksitasi neuron
perti korteks cingulata anterior melaku-
ordo II untuk menghantarkan sinyal nyeri. Se-
kan persepsi emosi dari suatu nyeri.
rabut saraf non-nosiseptif dapat menurunkan
Adanya kerusakan jaringan akan menyebab- transmisi sinyal nyeri dengan mengeksitasi
kan stimulus nyeri (noxious stimulus) yang interneuron inhibitor nosiseptif dan neuron
kemudian ditransduksi dari reseptor nyeri ordo II. Hasilnya, terjadi penurunan trans-
menjadi arus depolarisasi. Arus ini akan minsi sinyal nyeri yang diteruskan ke traktus
terhantar mengikuti alur traktus transmisi spinotalamikus. (-): inhibisi; (+): eksitasi.
nyeri yang berakhir di korteks serebri dan
Sistem inhibisi desenden mempunyai tiga
struktur pusat lain, sehingga timbul proses
mekanisme relasi fungsional dari neu-
persepsi nyeri. Arus depolarisasi yang tim-
rotransmiter, yaitu sistem opioid, noradren-
bul bisa mengalami mekanisme inhibisi
ergik, dan serotonergik. Prekursor opioid
atau mekanisme.: fa~Hitasi sesuai dengan
endogen (beta-endorfin, metionin-enke-
proses modulasi baik secara asenden atau
falin,leusin-enkefalin, dan dinorfin) terletak
desenden.
di amigdala, hipotalamus, PAG, rafe magnus,
Stimulus selain nyeri di lokasi terjadinya dan kornu dorsalis. Neuron noradrenergik
kerusakan jaringan dapat menurunkan diproyeksikan dari lokus seruleus dan sel
transmisi stimulus nyeri (noxious stimulus) noradrenergik lainnya di medula serta pons,
di kornu dorsalis. Hal ini disebut dengan juga di funikulus dorsolateral yang mengin-
gate control theory yang dikemukakan oleh duksi proses analgesia. Sistem serotonergik
Wall dan Melzack (Gambar 3). Menurutteori ditemukan pada rafe magnus.
ini, modulasi transmisi nyeri dapat terjadi di
kornu dorsalis dengan melibatkan serabut EVALUASI NYERI
saraf aferen primer, interneuron, serabut Nyeri merupakan tanda vital kelima, selain
saraf aferen selain nyeri, dan neuron ordo II dari tekanan darah, nadi, pernapasan, dan
yang akan mentransmisikan sinyal nyeri ke suhu. Berbeda dengan lainnya, nyeri lebih
otak. Serabut saraf aferen primer akan bersifat bersifat subyektif dan harus selalu ditan-
membuka pintu (opening the gate) transmisi yakan ke pasien adakah nyeri atau tidak.
nyeri, sedangkan serabut saraf aferen selain Kesalahan klinisi yang tidak mengevalu-
nyeri bersifat sebaliknya dengan menutup asi nyeri dengan benar menyebabkan kega-
pintu (closing the gate) melalui aktivasi in- galan tata laksana nyeri. Oleh karena itu,
terneuron inhibisi nyeri. Mekanisme buka evaluasi sangatlah penting untuk dilakukan
tutup pintu ini juga melibatkan neuron de- setiap saat memeriksa pasien. Langkah-
senden dari otak. Pada akhirnya, transmisi langkah evaluasi nyeri meliputi anamnesis,
nyeri dapat berkurang dengan pemberian pemeriksaan fisik, uji diagnostik.

552
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri

modlulaSi
asern:Oem

Gambar 2. Proses Utama pada Nyeri

serabut saraf selain nyeri


• garukan
• pijatan
• diatermi

neuron ordo II
Interneuron inhibitor menuju traktus
nosiseptif spinotalamikus

serabut saraf A-o dan C


(nosiseptif)

Gam bar 3. Teori Kontrol Pintu Gerbang Transmisi Nyeri di Kornu Dorsalis
Serabut saraf nosiseptif mengeksitasi neuron ordo II untuk menghantarkan sinyal nyeri. Serabut saraf non-
nosiseptif dapat menurunkan transmisi sinyal nyeri dengan mengeksitasi interneuron inhibitor nosiseptif dan
neuron ordo II. Hasilnya, terjadi penurunan transminsi sinyal nyeri yang diteruskan ke traktus spinotalamikus.
(-): inhibisi; (+): eksitasi.

553

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel3. Daftar Informasi yang Dieksplorasi dari Anamnesis


Parameter Informasi
Karakteristik nyeri Awitan
Durasi
Kualitas
Intensitas
Gejala penyerta
Faktor memperberatjmeringankan
Informasi medis Riwayat operasi
Riwayat gangguan psikiatri
Penyakit kronis
Obat yang dikonsumsi
Ketergantungan obat
Riwayat keluarga Nyeri kronik di keluarga
Keluhan serupa di keluarga
Keseharian pasien Aktivitas pekerjaan
Hubungan interpersonal (suami, anak, rekan kerja, keluarga)
Hobi dan kegiatan lain
Pola tidur
Polamakan
Faktor pemicu stres psikisjfisik . .
Target dan harapan pasien Keadaan yang diharapkan oleh pasien setelah mendapat terap1 nyen
Sumber: National Pharmaceutical Council. American painsociety.org [serial online].

1. Anamnesis bang (wavelike) dengan periode naik dan


Anamnesis secara terarah dan teliti meru- turun. Untuk lebih memudahkan dalam
pakan ha1 pertama yang harus dilakukan penilaian durasi, klinisi dapat menggam-
untuk membedakan pasien nyeri atau barkan grafik nyeri yang menandakan
tidak Informasi yang harus dieksplorasi awal mula nyeri dan progresivitas naik/
dari pasien nyeri tidak hanya mengenai turun seiring waktu (Gambar 4).
karakteristik nyeri, tetapi juga target dan
Nyeri akibat tertusuk jarum biasanya
harapan pasien (Tabel3). Dengan demiki-
berlangsung singkat, sedangkan migren
an, klinisi mendapatkan gambaran awal
memiliki karakteristik pulsatil. Bila pulsa-
pasien yang akan dikelola.
tilitas memiliki durasi lebih lama, maka ha1
Karakteristik nyeri merupakan bagian
ini seperti nyeri kolik usus. Adapula nyeri
terpenting da1am langkah-langkah evalu-
pada angina pektoris yang dirasakan me-
asi nyeri. Hal ini mencakup awitan, durasi,
ningkat secara gradua1 hingga mencapai ti-
kualitas, lokasi dan distribusi, intensitas,
tik tertentu dan bertahan untuk beberapa
geja1a penyerta, serta faktor yang mem-
waktu. Nyeri muskuloskeleta1 cenderung
perberatfmeringankan.
bersifat fluktuatif dan kontinu.
Berdasarkan awitannya, klinisi dapatme-
Kualitas nyeri dievaluasi dengan mena-
nilai sejak kapan nyeri tersebut muncul
nyakan ke pasien seperti apa rasa nyeri
dan apakah muncul mendadak atau per-
yang dirasakan. Nyeri somatik yang pro-
laban-laban. Menurut durasinya, nyeri
funda dirasakan tumpul dan sulit diloka-
dapat bersifat terus-menerus, inter-
lisasi, sedangkan yang superfisial bersi-
miten, pulsatil, atau menyerupai gelom-

554

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

nye:-i tertusuk jarum

m igren

kolik usus

!!I}Binq pektoris

.I}Y~!J. m uskuloskeletal

Gam bar 4. Grafik Intensitas Nyeri Seiring Waktu

fat tajam dan berbatas jelas. Sementara berasal dari satu segmen. Contohnya,
itu, nyeri neuropatH< yang kadang sulit antara lain nyeri diafragma yang dapat
dideskripsikan oleh pasien memiliki muncul sebagai nyeri bahu, atau nyeri
kualitas seperti terbakar, diiris-iris, ditu- pada apendisitis yang awalnya bergejala
suk-tusuk, atau kesetrum listrik. seperti nyeri ulu hati.
Nyeri berdasarkan lokasi dan distribusi- Nyeri proyeksi dirasakan oleh pasien
nya dapat dikelompokkan menjadi nyeri sepanjang distribusi sarafnya, misalnya
lokal, nyeri rujuk, nyeri proyeksi, dan nyeri radikular akibat hernia nukleus
nyeri non-dermatomal. Lesi pada kulit pulposus. Selain itu, nyeri proyeksi de-
dan muskuloskeletal, seperti artritis, ngan distribusi perifer juga dijumpai
tendinitis, dan luka bekas operasi, bi- pada neuralgia trigeminal dan meralgia
asanya dirasakan lokal tidak menjalar ke parestetika.
daerah lain. Proses patologis dari organ
Ada pula nyeri yang tidak memenuhi
dalam dapat menimbulkan nyeri rujuk
distribusi saraf perifer, segmen terten-
ke daerah lain sesuai inervasi saraf yang
tu, atau pola yang mudah dikenali. Hal

555
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

ini disebut nyeri nondermatomal ·yang tujuan mengetahui penyebab nyeri dan
sering dijumpai pada nyeri neuropatik sebagai bentuk perhatian dari klinisi
sentral, fibromialgia, dan sindrom nyeri yang serius menangani keluhannya. Se-
regional kompleks (complex regional lain pemeriksaan fisik umum, pasien
pain syndromefCRPS). nyeri harus diperiksa terutama di daerah
yang dikeluhkan nyeri, melalui inspeksi,
Setelah lokasi dan distribusi, nyeri juga
palpasi, dan perkusi.
harus diketahui intensitasnya, misalnya
ringan, sedang, atau berat. Untuk men- Saatinspeksi daerah nyeri, klinisi memper-
getahuinya, klinisi dapat menggunakan hatikan tampilan dan warna kulit di dae-
alat penilaian nyeri (assessment tools) rah tersebut. Segala bentuk abnormalitas
yang akan dibahas selanjutnya di topik harus didokumentasikan, mi-salnya trofi,
ini. Selain dari alat penilaian nyeri, inten- warna kebiruan (sianosis), kemerahan
sitas nyeri juga dapat tergambarkan me- (flushing), atau hipertrikosis. Adanya kutis
lalui keseharian pasien. Pasien dengan anserina mengindikasikan ada disfungsi
nyeri intensitas berat lebih cenderung otonom karena radikulopati, sedangkan
untuk diam di tempat tidur dan tidak be- sianosis menandakan perfusi jaringan
raktivitas. Sementara itu, pasien yang in- yang buruk dan iskemia saraf.
tensitasnya lebih ringan mungkin masih
Palpasi dengan menggunakan jari dapat
bisa kegiatan ke luar rumah. Penilaian
memunculkan nyeri dan mengetahui
intensitas sangat penting untuk menen-
penjalarannya hila ada, sehingga klinisi
tukan terapi nyeri yang akan diberikan
mengetahui luasnya daerah nyeri. Saat
dan memantau keberhasilan terapi.
melakukan palpasi, klinisi harus mem-
Setiap nyeri dapat memiliki faktor yang perhatikan tanda subjektif (meringis, me-
memperberat dan meringkankan kelu- nyeringai, ekspresi verbal dan nonverbal)
han. Aspek mekanik, seperti pengaturan serta tanda obyektif (takikardia, berke-
posisi tubuhjpostur, sikap berdiri, duduk, ringat, dan kaku otot) sebagai manifestasi
berjalan, membungkuk, dan mengangkat nyeri. Adanya ketidaksesuaian antara
barang, dapat mempengaruhi intensitas tanda subjektif dan obyektif harus dido-
nyeri. Aspek psikologis, mi-salnya depre- kumentasikan oleh klinisi.
si, ansietas, masalah emosional, dan stres
Bentuk ekspresi terhadap nyeri dipen-
psikis turut dapat memperberat keluhan
garuhi oleh sensitivitas dasar yang di-
nyeri pasien. Selain itu, pengaruh hor-
miliki oleh seseorang. Oleh karena itu,
monal, lingkungan cuaca, dan diet pasien
palpasi dilakukan tidak hanya pada dae-
juga harus dievaluasi oleh klinisi. Penge-
rah nyeri, tetapi juga pada sisi kontrala-
tahuan akan hal-hal ini sangat penting
teral yang tidak nyeri. Dengan demikian,
dalam menyusun rencana tata laksana
klinisi mengetahui sensitivitas dasar dan
dan edukasi kepada pasien nyeri.
memahami respons pasien terhadap
2. Pemeriksaan Fisik stimulus yang bersifat noxious dan non-
Pemeriksaan fisik pada pasien nyeri her- noxious.

556
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri

Beberapa tes dengan menggunakan menilai radiks nervus Sl dan pada tumit
kapas, cubitan, garukan, dan peniti dapat untuk menilai radiks nervus LS.
menentukan nyeri diprovokasi oleh
Struktur tulang, jaringan lunak, dan sen-
tindakan palpasi pada kulit atau lesi di
di dipalpasi untuk menilai perbedaan
struktur yang lebih dalam. Bila pasien
suhu, edema, krepitus, atau deformitas.
mengeluh nyeri saat digoreskan dengan
Hal ini dilakukan pada sisi kanan dan kiri
kapas di kulit, maka hal ini mengindikasi-
untuk mengetahui adanya perbedaan
kan alodinia yang diduga akibat disfung-
kiri dan kanan dan membandingkan an-
si medula spinalis. Pemeriksaan dengan
tara daerah patologis dan yang sehat.
cubitan, peniti, atau garukan dilakukan
mulai dari daerah yang tidak nyeri, ber- Leber dievaluasi dengan menilai lingkup
tahap ke daerah nyeri hingga melewat- gerak sendi yang meliputi fleksi dan eks-
inya, dan ke daerah yang tidak nyeri. tensi, fleksi lateral, serta rotasional. Pada
Hal ini bertujuan mengetahui sensasi keadaan normal, dagu dapat menyentuh
pasien terhadap nyeri superfisial. Klinisi dada saat fleksi penuh dan jari telunjuk
sebaiknya melakukan hal serup~ pada serta jari tengah pemeriksa terletak di
sisi kontralateral yang tidak nyeri untuk antara oksiput dan prosesus spinosis C7
mendapatkan respons dasar pasien dan saat ekstensi penuh. Saat rotasi kepala,
membandingkan responsnya dengan sisi pasien normalnya bisa menoleh lebih
yang nyeri. dari 70° dari potongan sagital. Fleksi
lateral dapat mencapai 45° ke kedua sisi
Selain pemeriksaan di daerah yang dike-
dari posisi netral.
luhkan nyeri, klinisi sebaiknya men-
gevaluasi sistem muskuloskeletal pasien Penilaian ekstrimitas atas dilakukan den-
secara umum. Evaluasi dimulai dengan gan menilai genggaman tangan pasien
inspeksi pasien secara umum, dari sisi (hand grip test); abduksi dan aduksi jari-
depan, belakang, dan sam ping. Perhatian jari; jari kelingking yang menyentuh ibu
terutama pada postur dan kesimetrisan jari; fleksi dan ekstensi pergelangan ta-
sisi kanan dan kiri di lengan, panggul, ngan; fleksi, ekstensi, supinasi, dan pro-
dan tungkai. Adanya asimetri atau devi- nasi lengan bawah; abduksi lengan atas;
asi dari kesejajaran dapat menyebabkan dan mengangkat bahu. Khusus untuk
kesalahan postur yang bergejala nyeri. daerah bahu, abduksi hingga 90, adduksi,
serta rotasi internal dan eksternal dapat
Setelah inspeksi secara umum, selanjut- dilakukan untuk menilai lingkup gerak
nya pasien dilakukan pemeriksaan gait. sendi dan keterlibatan otot pada nyeri
Klinisi memperhatikan ayunan lengan,
bahu. Rotasi internal dan eksternal bahu
langkah-langkah proses berjalan (push dilakukan bersamaan dengan fiksasi tu-
off and heel strike), dan gerakan abnor-
lang skapulanya, sehingga dapat menilai
mal pada sisi tubuh pasien saat berjalan. gerakan glenohumeral.
Pasien juga diminta untuk berjalan de-
ngan bertumpu pada jari-jari kaki untuk

557

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan ekstrimitas bawah dimulai trombosit dan profil hemostasis nanti-


dengan meminta pasien berdiri, mengang- nya bisa diperlukan sebagai pertimban-
kat tungkai, bangkit dari posisi jongkok, gan bila ingin tindakan intervensi nyeri.
serta fleksi dan ekstensi pada tungkai, kaki, Protein fase akut (C-reactive protein/
dan jari-jari. Dengan melihat cara pasien CRP) menunjukkan adanya inflamasi,
duduk dan berdiri, klinis mendapatkan misalnya pada kondisi infeksi, trauma,
kesan fungsi otot secara keseluruhan. luka bakar, dan kanker. Pemeriksaan
Pada sendi panggul, pasien dapat melaku- kimia darah lainnya, meliputi natrium,
kan gerakan rotasi internal dan ekster- ureum, kreatinin, dan glukosa. Hiponat-
nal, fleksi dan ekstensi, serta abduksi dan remia dapat menyebabkan nyeri selu-
aduksi. Sendi lutut dapat digerakkan fleksi
ruh tubuh. Peningkatan basil ureum
dan ekstensi, sedangkan pergelangan kaki
dan kreatinin menunjukkan insufisiensi
dapat bergerak fleksi dan ekstensi serta
renal dan meningkatkan kemungkinan
eversi internal dan eksternal.
munculnya efek samping opioid, sehing-
Pemeriksaan fisik neurologis juga perlu ga klinisi harus menyesuaikan dosis obat
dilakukan untuk setiap pasien nyeri, nyeri pada pasien. Pemantauan glukosa,
terutama pasien baru. Hal ini untuk terutama pada pasien diabetes mellitus,
mengetahui adanya lesi struktural pada sangat diperlukan karena pasiennya bisa
susunan saraf pusat atau perifer yang bergejala nyeri neuropatik.
bermanifestasi nyeri.
Penyakit seperti lupus eritematosus
3. Pemeriksaan Penunjang sistemik dan artritis reumatoid ditan-
Pemeriksaan penunjang diperlukan un- dai dengan inflamasi di beberapa sendi,
tuk lebih memastikan diagnosis dan otot, atau kulit, sehingga dapat menim-
meningkatkan luaran pasien. Pemilihan bulkan nyeri yang difus di seluruh tubuh.
uji diagnostik dilakukan berdasarkan Pemeriksaan autoantibodi, antinuclear
karakteristik nyeri dan kecurigaan pe- antibodies (ANA), anti-Ro, anti-SM, anti-
nyebabnya. Oleh karena itu, hal ini tidak neutrophil cytoplasmic antibody (ANCA),
dapat menggantikan peranan anamnesis dan faktor reumatoid dapat diperiksa
dan pemeriksaan fisik, melainkan hanya bila dicurigai etiologi nyeri ke arab ke-
menjadi tambahan dalam alur diagnosis. lainan autoimun atau reumatologi.
Walaupun terdapat banyak jenis peme- Beberapa modalitas pencitraan, antara
riksaan laboratorium, klinisi harus teliti lain Rontgen, CT scan, MRI, dan ultra-
dalam memilihnya. Pemeriksaan darah sonografi (USG), dapat dikerjakan untuk
lengkap bisa menjadi gambaran awal mengetahui etiologi nyeri. Pemeriksaan
kesehatan pasien. Kadar Hb yang ren- Rontgen bisa dilakukan untuk mengeval-
dah pada penyakit sickle cell anemia uasi kelainan tulang (fraktur, osteofit),
bisa bergejala nyeri. Adanya leukositosis ligamentum, dan degenerasi sendi.
bisa mengarah kepada etiologi suatu in- Pemeriksaan CT scan bisa menunjukkan
feksi atau keganasan hematologi. Jumlah dengan lebih jelas abnormalitas tulang

558

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

dan send1, misalnya fraktur baru, subluk- jang, terdapat beberapa alat (tools) yang
sasi, lesi kistik pada tulang. Selain itu, CT telah dikembangkan untuk menilai in-
scan juga dapat menilai densitas mineral tensitas nyeri. Pada praktiknya, alat ini
tulang. MRI dapat dilakukan terutama digunakan pada awal bertemu pasien
untuk melihat struktur jaringan lunak nyeri dan selanjutnya saat tindak lanjut,
tendon dan ligamentum, medula spina- sehingga alat ini juga berfungsi untuk
lis, dan otak dengan lebih jelas daripada memantau keluhan dan keberhasilan
CT scan. USG memiliki keunggulan tidak terapi.
memiliki radiasi dan menyajikan hasil Secara umum, alat penilaian nyeri (pain
berupa kondisi saat itu juga (real-time as- assessment tools) dikategorikan menjadi
sessment). Struktur saraf, pembuluh da- unidimensi dan multidimensi. Kedua
rah di dalam jaringan lunak, otot, tendon, kategori ini memiliki karakteristik yang
dan beberapa organ visera dapat dinilai khas, sehingga setiap alat penilaian me-
dengan USG. Sayangnya, USG memiliki miliki kelebihan dan kekurangannya ma-
penetrasi tulang yang kurang bagus dan sing-masing. Klinisi harus mengetahui
kapasitas resolusinya tidak sebaik MRI, hal ini agar dapat memilih alat penilaian
sehingga tidak dianjurkan untuk melihat yang tepat dan akurat untuk pasien.
kelainan pada medula spinalis.
Alat unidimensi menilai intensitas nyeri
Pemeriksaan elektromiografi dan ke- hanya dengan skala untuk satu ukuran
cepatan hantar saraf diindikasikan pada saja, misalnya skala dengan nilai 0 (tidak
nyeri yang disebabkan oleh kelainan nyeri) sampai 10 (sangat nyeri sekali).
susunan saraf perifer, mulai dari kornu Alat ini mudah diaplikasikan dan lebih
anterior medula spinalis, radiks, plek- melibatkan dokter dalam pengisian
sus, saraf perifer, hingga otot. Berdasar- datanya, sehingga cocok untuk pasien
kan kedua pemeriksaan ini, klinisi dapat dengan nyeri akut dan tidak menimbul-
melokalisasi lesi dan menentukan proses kan dampak psikososial. Contoh dari alat
patologis yang terjadi (demielinisasi, de- unidimensi antara lain, numeric rating
generasi aksonal, miopati, pleksopati, ra- scale (NRS), visual analog scale (VAS),
dikulopati). faces pain scale (FPS), dan Wong-Baker
4. Alat Penilaian Nyeri Faces Rating Scale (Tabel4).
Selain pemeriksaan klinis dan penun-

559
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Tabel4. Alat Penilaian Nyeri Unidimensi


CaraPe- Keterangan
Jenisskala Keuntungan Kelemahan
nilaian
Numeric rating Verbal/ • Mudah diaplikasikan dan Kurang reliabel untuk Paling sering digu-
scale (NRS) visual dijelaskan ke pasien pasien sangat muda/ nakan
• Bisa dilakukan via telepon tua, gangguan visual/
• Valid untuk berbagai tipe nyeri pendengaran,atau
(akut, kanker, kronik nonk- gangguan kognitif
anker)
Visual analog Visual • Efisien dalam pengerjaannya • Banyak makan Lebih dipilih dari-
scale (VAS) • Valid untuk pasien nyeri kronik waktu pada VAS untuk
• Validitas masih penilaian pasien
kontroversial tua
• Dapat membin-
gungkan pasien
• Kurang reliabel
untuk pasien gang-
guan kognitif
Faces pain Visual • Dianggap lebih mudah daripada • Berpotensi untuk Altematif untuk
scale (FPS) NRSatauVAS salah penilaian, pasien yang sulit
• Tidak dipengaruhi kultur; etnis, misalnya pasien -berkomunikasi
atau jenis kelamin cenderung memilih
• Berguna pada pasien yang sulit titik tengah dari
komunikasi skala
• Membutuhkan
mediacetak
Sumber: National Pharmaceutical Council. American painsociety.org [serial online].

NRS adalah alat penilaian nyeri yang paling (tanda "10cm"). Pasien lalu memberi tanda
umum dipakai. Pasien memberikan nilai di sepanjang garis itu, di antara kedua ujung
dengan skala 0-10 atau 0-5, dengan nilai 0 tersebut untuk merepresentasikan inten-
merepresentasikan tidak nyeri sama sekali sitas nyerinya. Klinisi kemudian mengukur
dan 5 atau 10 berarti sangat nyeri sekali tanda itu menggunakan penggaris.,
(Gambar 5). Penilaian ini dilakukan pada
Alat penilaian FPS untuk anak dan dewasa
pertemuan pertama, kemudian saat tindak
serta Wong-Baker Faces Rating Scale (Gambar
lanjut secara periodik sesuai kondisi klinis.
7) untuk anak merupakan skala kategori yang
Berbeda dengan NRS, penilaian nyeri de- menggunakan penjelasan visual. FPS terdiri
ngan VAS menggunakan garis lurus sepan- dari delapan gambar wajah dengan ekspresi
j~mg 10cm (Gambar 6). Kedua ujung dari berbeda-beda, antara lain senyum, sedih, dan
garis diberi tanda, yaitu salah satu ujung meringis. Pasien memilih gambar wajah yang
diberi tanda tidak nyeri (tanda "Ocm") dan sesuai dengan intensitas nyerinya.
ujung lainnya diberi tanda sangat nyeri

560

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

•0 •1 •2 •3 •4 •5 •6 •7 •8 •9 10•
Tidak nyeri Sangat nyeri
sama sekali . sekali

Gam bar 5. Numeric Rating Scale

Gam bar 6. Visual Analog Scale

Gambar 7. Wong-Baker Faces Rating Scale

Sementara itu, alat multidimensi menilai in- harian, makan, emosi, hubungan interper-
tensitas nyeri dari beberapa skala dan para- sonal) . Selain itu, terdapat diagram yang
meter; antara lain skala intensitas nyeri, kuali- menunjukkan lokasi nyeri, skala intensitas
tas hidup, derajat disabilitas, dan diagram nyeri, dan kolom untuk pencacatan komen-
lokasi nyeri. Alat ini lebih cocok diaplikasi- tar pasien serta rencana pengobatan.
kan untuk pasien nyeri kronik yang memiliki
BPI merupakan alat multidimensi yang
dampak psikososial. Pada alat multidimensi,
mudah digunakan untuk mengukur tingkat
pasien seringkali diminta untuk menuliskan
keparahan nyeri dan disabilitas terkait. Se-
laporan (self-report) sehari-hari terkait nyeri,
cara umum, alat ini menggambarkan nyeri
sehingga lebih banyak terlibat dalam pengi-
yang dirasakan oleh pasien selama 24 jam
sian data. Contoh dari alat multidimensi an ta-
terakhir. Terdapat empat pertanyaan untuk
ra lain, Initial Pain Assessment Tool, Brief Pain
menilai tingkat keparahan nyeri dan tujuh
Inventory, McGill Pain Questionnaire (Tabel 5).
pertanyaan untuk menilai disabilitas, ma-
Initial Pain Assessment Tool dikembangkan sing-masing berskala 0 (tidak nyeri) sampai
untuk evaluasi awal nyeri pada pasien. Be- 10 (nyeri sekali). Selain itu, terdapat pula
berapa hal yang dinilai dalam alat ini adalah diagram lokasi nyeri dan pertanyaan menge-
karakteristik nyeri, perilaku pasien dalam nai jenis terapi nyeri yang saat ini didapat
mengekspres ikan nyeri, dan dampak nyeri oleh pasien. Lama pengisian data pada alat
terhadap kehidupan pasien (tidur, aktivitas ini sekitar 5-15 menit

561
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Tabel 5. Alat Penilaian Nyeri Multidimensi


CaraPe-
Jenis skala Keuntungan Catatan
nilaian
Brief Pain Inventory Visual • Reliabel dan valid untuk berbagai kondisi • Digunakan pada
(BPI) klinis (nyeri kanker, nonkanker) dan lintas praktik klinik dan
budaya serta bahasa penelitian
• Tersedia dalam beberapa bahasa • Pilihan bagus untuk
• Cepat dalam menilai intensitas nyeri & pasien dengan nyeri
disabilitas yang progresif
Initial Pain Assess- Visual • Dapat dilakukan oleh pasien atau klinisi
ment Inventory • Terdapat diagram ilustrasi lokasi nyeri
(I PAl)
McGill Pain Ques- Verbal • Sudah diuji secara luas • Formulir yang panjang
tionnaire (MPQ) • Menilai aspek sensorik dan afektif nyeri memakan waktu 5-15
• Formulir yang singkat hanya memakan menit
waktu 2-3 menit • Beberapa pasien bin-
gung dengan kosakata
Memorial Pain As- Visual • Cepat digunakan
sessment Card • Bisa dilipat dan nyaman dilihat oleh pasien
Pain Drawing Tertulis • Dapat menunjukkan gambaran nyeri secara
sekilas, misalnya radikulopati, neuropati,
neuralgia, dan artritis
• Dapat mengantisipasi nyeri yang tidak
terabaikan oleh pasien
Sumber: National Pharmaceutical Council. American painsociety.org [serial online].

MPQ adalah salah satu alat multidimensi pun intensitas nyeri pada alat ini diukur dalam
yang paling sering digunakan. Alat ini me- beberapa skala, yaitu mild, discomforting, dis-
nilai nyeri pada tiga dimensi, yaitu sensorik, tressing, horrible, dan excruciating. Selmn itu,
afektif, dan evaluatif, berdasarkan deskripsi pasien juga diminta untuk menyatakan pe-
pasien mengenai nyerinya. Setiap dimensi rubahan nyeri terhadap waktu, misalnya tran-
memiliki aspek masing-masing. Dimensi sien, ritmik, atau kontinu konstan.
sensorik memiliki aspek temporal, spasial,
Beberapa tantangan dalam menilai nyeri
tekanan, suhu, dan sensorik lainnya. Pada
dapat ditemukan pada kelompok usia Ian-
aspek afektif, aspeknya meliputi ketegangan,
jut, anak-anak, atau pasien yang berbeda
rasa takut, dan autonom. Sementara itu, di-
budaya dan bahasa, sehingga membutuh-
mensi evaluatif menjelaskan intensitas nyeri
kan pendekatan khusus. Pasien usia lanjut
secara keseluruhan yang dialami pasien.
seringkali tidak melaporkan keluhan nyeri
Setiap aspek memiliki beberapa pilihan ko-
karena rasa takut dan merasa akan merepot-
sakata yang menjelaskan karateristik nyeri.
kan orang lain. Selain itu, adanya gangguan
Pada penilman nyeri dengan menggunakan pendengaran dan penglihatan membuat
MPQ. pasien diminta untuk memilih kosaka- kesulitan dalam pengerjaan alat penilaian.
ta dalam setiap aspek dimensi yang sesuai Dengan demikian, klinisi jangan terburu-
menggambarkan karaktersitik nyerinya. Ada- buru dalam melakukan penilaian dan meng-

562
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri

gunakan alat penilaian yang mudah dipakai, nilaian nyeri yang telah dibahas sebelumnya
misalnya FPS. Klinisi juga harus memperha- hanya dapat diaplikasikan pada pasien sadar
tikan perubahan parameter pasien usia tua yang dapat melaporkan keluhan nyerinya (self
(aktivitas harian, fungsi sosial, berjalan) report). Oleh sebab itu, terdapat beberapa alat
yang bisa mengindikasikan nyeri yang tidak lain yang dikembangkan untuk pasien yang ti-
teratasi. dak dapat melaporkan sendiri keluhan nyeri-
nya, seperti di ruang perawatan intensif, anta-
Pada pasien anak-anak, tantangan yang di-
ra lain behavioral pain scale (BPS), behavioral
hadapi berupa kesulitan berkomunikasi dan
sulit membedakan antara ansietas dengan
pain scale-nonintubated (BPS-Nl), dan critical
nyeri. Klinisi harus memilih pendekatan yang
care pain observational tools (CPOT).
konsisten dengan tahapan perkembangan BPS terdiri dari tiga indikator, yaitu ekspresi
anak Khusus untuk bayi dan balita, penilaian wajah, gerakan ekstrimitas atas, dan toleransi
nyeri dapat melihat respons menangis ser- terhadap ventilasi mekanik Setiap indikator
ta perilaku defensif, misalnya menggigit, berskala 1 sampai 4, sehingga total skornya
memukul, menendang, dan berlari kabur. berkisar 3 hingga 12. Perbedaannya dengan
BPS-NI terdapat pada indikator "toleransi
Pasien yang berbeda bahasa dan budaya
dengan ventilator yang diganti dengan vo-
dapat memiliki perbedaan respons perilaku
kalisasi (Tabel 6). Sementara itu, CPOT ter-
terhadap nyeri dan preferensi terapi. Oleh
diri dari empat aspek, yaitu ekspresi wajah,
karena itu, klinisi sebaiknya menggunakan
pergerakan badan, ketegangan otot, dan
alat penilaian dengan bahasa yang sesuai
"toleransi dengan ventilator (untuk pasien
dan menyediakan materi edukasi pasien
terintubasi) atau vokalisasi (untuk pasien
sesuai bahasa pasien, jika memungkinkan.
tidak terintubasi. Setiap aspek bernilai 0-2,
Bila diperhatikan secara seksama, alat-alat pe- dengan total nilai mulai dari 0 sampai 8.
Tabel 6. lndikator dalam BPS dan BPS-NI
Behavioml Pain Scale (BPS) Behavjoml Pain Scale-Nonintubatetl (BPS-NI) Nila!
Ekspresi wajah Ekspresi wajah
Tenang Tenang 1
Sebagian muka menegang (dahi mengernyit) Sebagian muka menegang (dahi mengernyit) 2
Seluruh muka menegang (mata menutup) Seluruh muka menegang (mata menutup) 3
Wajah menyeringai Wajah menyeringai 4
Gerakan ekstrimitas atas Gerakan ekstrimitas atas
Tenang Tenang 1
Menekuk sebagian di daerah siku Menekuk sebagian di daerah siku 2
Menekuk total di daerah siku, disertai jari-jari Menekuk total di daerah siku, disertai jari- 3
mengepal jari mengepal
Menekuk total secara terus menerus Menekuk total secara terus menerus 4
Toleransi terhadap ventilasi mekanik Vokalisasi
Dapat mengikuti pola ventilasi Tidak ada vokalisasi nyeri 1
Batuk, tetapi masih bisa mengikuti pola ventilasi Mengerang 3 kali/menit dan 3 detik 2
Melawan pola ventilasi Mengerang >3 kali/menit dan >3 detik 3
Pola ventilasi tidak ditoleransi Tampak menghela napas a tau bersuara 4

563
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

PRINSIP MANAJEMEN NYERI atau parsial yang sering bersifat permanen.


Pasien dengan keluhan nyeri membutuh- Oleh karena itu, eliminasi nyeri kronik sa-
kan pertolongan segera. Nyeri yang awal- ngat sulit dan membutuhkan pendekatan
nya dirasakan akut dapat berlanjut menjadi multidisiplin, antara lain neurologi, bedah
kronik bila tidak ditata laksana secara baik. saraf, anestesi, rehabilitasi medik, ortopedi,
Pada keadaan akut, nyeri disebabkan oleh penyakit dalam, dan psikiatri.
kerusakan jaringan dan adanya aktivasi no-
Dengan adanya beberapa disiplin ilmu yang
siseptor di lokasi tersebut. Tujuan tata lak-
terlibat dapat manajemen nyeri, maka modali-
sana nyeri akut adalah eliminasi nyeri dan
tas terapi yang diberikan kepada pasien pun
merestorasi kondisi pasien sesegera mung-
beragam, mulai dari terapi farmakologis hingga
kin melalui terapi yang agresif, sehingga ti-
invasif. Terapi farmakologis merupakan mo-
dak berlanjut menjadi nyeri kronik.
dalitas yang paling sering dilakukan untuk me-
Sementara itu, nyeri kronik ditandai dengan ngontrol nyeri. Jenis obat-obatan yang dapat
kerusakan patologis dengan tingkat kepa- diberikan, antara lain asetaminofen, obat anti-
rahan yang tidak sesuai dengan besarnya inflamasi nonsteroid (OAINS), antikonvulsan,
nyeri yang dirasakan oleh pasien. Nyeri kro- antidepresan, pelemas otot, anestetik lokal,
nik membuat pasien bolak-balik mengun- dan opioid. Semua jenis obat tersebut mem-
jungi dokter spesialis dan jarang yang ter- punyai tempat kerja tersendiri serta memiliki
tangani secara efektif di pelayanan primer. keunggulan dan efek samping masing-masing,
Sekitar setengah hingga dua pertiga pasien sehingga dapat dipilih kombinasi obat yang
nyeri kronik mengalami disabilitas total efektif dengan efek sam ping yang lebih ringan
(Gambar8).

Gam bar 8. Letak Kerja Obat Nyeri


DAINS: a ba t a ntiinflamas i non steroid; SSRI : selective serotonin reuptake inhibitor; SNRI: serotonin norepineph rine
reuptake inhibitor; TCA: tricyclic antidepressant

564
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri

Dengan memperhatikan modulasi inhibisi norepiefrin juga turut dapat menginhibisi


desenden di kornu dorsalis, maka beberapa stimulus nyeri.
golongan obat dapat diberikan untuk me-
Selain keluhan nyeri itu sendiri, pasien dapat
ngurangi nyeri. Sinyal nyeri yang masuk ke
disertai keluhan psikiatri, antara lain depre-
kornu dorsalis menglepaskan neurotrans-
si, ansietas, insomnia, dan gangguan keprib-
miter eksitatorik glutamat. Di samping itu,
adian. Hal ini membutuhkan pendekatan
modulasi inhibisi desenden yang melibatkan
psikoterapi, seperti terapi perilaku (behav-
neuron inhibitor menglepaskan neurotrans-
ioral therapy), terapi perilaku kognitif (cog-
miter inhibitorik, seperti GABA. Selain GABA,
nitive behavioral therapy/CBT), dan terapi
inhibisi sinyal nyeri juga dihasilkan dari pen-
okupasi. Psikoterapi bertujuan tidak secara
ingkatan jumlah serotonin dan norepinefrin
langsung mengurangi intensitas nyeri, teta-
di celah sinaps dan penghambatan kanal kal-
pi lebih membantu pasien untuk belajar
sium prasinaps. Oleh sebab itu, pemberian
memahami keadaan dan menikmati kehidu-
obat antikonvulsan (gabapentin, pregabalin),
pannya, walaupun terdapat nyeri.
selective serotonin reuptake inhibitor (fluok-
setin, sertralin), serotonin norepinephrine Modalitas terapi fisik yang dapat diberi-
reuptake inhibitor (duloksetin), dan tricyclic kan pada pasien nyeri meliputi pemanasan
antidepressant (amitriptilin) dapat diberikan dan terapi dingin (therapeutic heat and
untuk meningkatkan sinyal inhibisi nyeri di cold modalities). Pemanasan memiliki efek
kornu dorsalis (Gambar 9). fisiologis, antara lain analgesia, meningkat-
kan aliran darah ke jaringan, meningkatkan
Dengan demikian, banyaknya sinyal nyeri
ekstensibilitas jaringan ikat, menurunkan
yang ditransmisi ke otak bergantung kepa-
spasme otot dan kekakuan sendi, serta
da dominansi inhibisi atau eksitasi yang ter- mengurangi edema. Pemberian terapi pe-
jadi. Jika neurotransmiter inhibitorik yang
manasan ini dapat melalui kantong panas
mendominasi, maka terjadi penurunan
(hot packs), bantalan panas (heating pads),
transmisi sinyal nyeri. Sementara itu, jika
hidroterapi, ultrasound (US) dan diatermi.
neurotransmiter eksitatorik yang mendo-
Jenis terapi ini sering diberikan pada beber-
minasi, maka sinyal nyeri akan ditransmisi
apa kondisi, misalnya spasme otot, bursitis,
tanpa ada hambatan. tenosynovitis, kontraktur, dan fibromialgia.
Modulasi jalur desenden di kornu dorsalis
Adapun terapi dingin memiliki efek vaso-
terjadi melalui adanya interneuron inhibisi
konstriksi, menurunkan aktivitas metabolik
dari otak yang menglepaskan serotonin dan pada daerah yang diterapi, dan menurunk-
norepifeprin. Stimulus nyeri dapat diinhi- an tonus otot. Seiring terapi ini berjalan,
bisi oleh golongan obat yang menghambat spastisitas juga dapat berkurang. Efek analge-
kanal kalsium dan beberapa obat antikon-
sia timbul karena suhu dingin memperlambat
vulsan. Obat-obatan yang menghambat pen- konduksi saraf. Terapi ini terutama digunakan
gambilan kembali (reuptake) serotonin dan
pada kondisi cedera muskuloskeletal akut.

565
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

hnoampa"'noelln\a"'
mitduluplruolls

Gambar 9. Modulasi Jalur Desenden di Kornu Dorsalis


Modulasi jalur desenden di kornu dorsalis terjadi melalui adanya interneuron inhibisi dari otak yang menglepas-
kan serotonin dan norepifeprin. Stimulus nyeri dapat diinhibisi oleh golongan obat yang menghambat kana!
kalsium dan beberapa obat antikonvulsan. Obat-obatan yang menghambat pengambilan kembali (reuptake)
serotonin dan norepiefrin juga turut dapat menginhibisi stimulus nyeri.

566

Scanned for Pablo


Pengantar Nyeri

Manajemen nyeri tidak terbatas hanya pacta pasien dengan nyeri akut dengan intensitas
farmakoterapi terhadap pasien, namun mem- berat, nyeri kronik yang tidak terkontrol,
punyai makna yang lebih luas dan kompre- dan nyeri sontak, dapat ditangani dengan
hensif pacta penetapan diagnosis yang akurat, tahapan dari atas ke bawah (step down)
membuat rencana terapetik yang optimal dengan pertimbangan kegawatannya.
dan pacta suatu saat akan menentukan pende-
Pacta beberapa literatur, gambar adaptasi
katan terapi intervensi. Sejak kelahiran WHO
tersebut ini tidak dikatakan berupa anak
step-ladder of pain (1986), banyak usulan
tangga lagi, namun sebuah tata laksana
modifikasi dan adaptasi, termasuk tindakan
nyeri yang kontinu. Pacta tata laksana inter-
manajemen intervensi nyeri, baik secara mini-
vensi nyeri kronik, ada beberapa prosedur
mal invasifhingga terapi bedah (Gambar 10).
yang dapat dilakukan dan tergolong cukup
Anak tangga keempat ini direkomendasikan mumpuni, seperti injeksi trigger point, sin-
kepada grup nyeri kronik yang mengalami dram terowongan karpal, epidural, dan in-
krisis nyeri, walau tidak tertutup kemung- jeksi sendi. Ruang lingkup manajemen inter-
kinan dapat diaplikasikan pacta keadaan vensi nyeri akan terus berkembang dengan
nyeri akut gawat darurat seperti kasus beberapa modifikasi atau temuan terbaru.
nyeri pediatrik atau situasi pascaoperasi. Adanya teknik ataupun pendekatan baru
Secara umum, adaptasi terbaru ini memi- yang lebih efektif dan optimal menangani
liki dua kaidah. Pacta keadaan nyeri kronik berbagai keluhan nyeri sangat diharapkan
akibat kanker dan nonkanker, manajemen oleh klinisi dalam menata laksana pasien
nyeri dapat dilakukan perlahan bertahap nyeri. Modalitas lain sesuai penyebab dapat
dari bawah ke atas (step up). Sementara itu, dibaca pacta topik selanjutnya dari bab ini.

IV
Blok saraf
lnjeksi epidural
Terapiblokneurolitik
Patient-controlled analgesia (PCA)
Stimulator spinal

NSAID
± adjuvan

Ill
Opioid kuat
NSAID
± adju va n

Opioid lemah
NSAID
± adjuvan

NSAID
Analgesik non opioid
± adjuvan

Gam bar 10. Adaptasi terbaru WHO Stepladder of Pain


Dimodifikasi dari: Vargas-Schaffer G. Canadian Family Physician. 2010. h. 514-7.

567

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

DAFTAR PUSTAKA 10. Levin BJ, Janata JW. Psychological interventions.


Dalam: Waldman SD, editor. Pain management.
1. Pasero C, Me Caffery M. Pain: assessment and
Edisi ke-2. USA: Elsevier Saunders; 2007. h. 948-51.
pharmacologic management. Mosby, Inc [se-
11. Ringkamp M, Raja SN, Campbell JN, Meyer RA .
rial online]. 2008 [diunduh 17 Februari 2017].
Neurobiology of pain: peripheral mechanisms
Tersedia dari: NHMS.org
of cutaneous nociception. Dalam: McMahon SB,
2. International Association for the Study of Pain
Koltzenburg M, Tracey I, Turk D, editor. Wall &
(IASP). !ASP taxonomy. !ASP [serial online]. [di-
Melzack's Textbook of Pain. Edisi ke-6. Philadel-
unduh 17 Februari 2017]. Tersedia dari: !ASP.
phia: Elsevier; 2013. h.
3. National Pharmaceutical Council. Assesment of
12. Rapper AH, Samuels M, Klein J, penyunting. Ad-
pain. National Pharmaceutical Council [serial on-
ams & Victor's principles of neurology. Edisi ke-
line]. [diunduh 3 Februari 2017]. Tersedia dari:
10. USA: McGraw-Hill; 2014. h. 130-49.
Americanpainsociety.org.
13. Current Pain and Headache Reports. Current
4. Melzack R. The McGill pain questionnaire:
Medicine Group. 2008;12:241-8.
major properties and scoring methods. Pain.
14. Dinakar P. Principles in pain management.
1975;1(3):277-99.
Dalam: Daroff RB, Jankovic J, Mazziotta JC, Pome-
5. Paquet N, Lin C. The brief pain inventory (BPI}. J
roy SL. Bradley's Neurology of Clinical Practices.
Physiother. 2016;62(1):52.
Edisi ke-7. Elsevier; 2016. h. 720-41.
6. Loeser JD, Treede RD. The Kyoto protocol of !ASP
15. Yaksh TL, Luo ZD. Anatomy of pain processing sys-
basic pain terminology. Pain. 2008;137(3):473-7.
tem. Dalam: Waldman SD, editor. Pain management
7. Chanques G, Payen JF, Mercier G, de Lattre S, Vie!
Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.
S, jung B, dkk. Assessing pain in non-intubated
16. Azevedo Sao Leao Ferreira K, Kimura M, jacob-
critically ill patients unable to self report: an ad-
sen-Teixeira M. The WHO analgesic ladder for
aptation of the Behavioral Pain Scale. Intensive
cancer pain control, twenty years of use. How
Care Med. 2009;35(12):2060-7.
much pain relief does one get from using it? Sup-
8. Gulati A, Loh J. Assessment of pain: complete pa-
port Care Cancer. 2006;14(11):1086-93.
tient evaluation. Dalam: Vadivelu N, Urman RD,
17. Vargas-Schaffer G. Is the WHO analgesic ladder
Hines RL, editor. Essentials of pain management.
still valid?: twenty-four years of experience. Ca-
New York: Springer; 2011. h.57-71.
nadian Family Physician. 2010;56(6):514-517.
9. Correll DJ. The measurement of pain: objectifying
18. Katz J, Rosenbloom BN. The golden anniversary
the subjective. Dalam: Waldman SD, editor. Pain
of Melzack and Wall's gate control theory of pain:
management. Edisi ke-2. USA: Elsevier Saunders·
Celebrating 50 years of pain research and man-
2007. h.191-201. '
agement. Pain Res Manag. 2015;20(6):285-6.

568

Scanned for Pablo


NYERIKEPALA
34 Tiara Aninditha, AI Rasyid

PENDAHULUAN Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala


Hampir setiap orang di seluruh dunia per- yang bukan diakibatkan oleh adanya ke-
nab mengalami nyeri kepala, setidaknya lainan struktural di intrakranial, sebaliknya
sekali dalam hidupnya. Nyeri kepala ter- pada nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala
masuk ke dalam sembilan kasus yang me- sekunder perlu disingkirkan lebih dahulu
nyebabkan pasien datang menemui dokter. karena memerlukan tata laksana khusus
Setidaknya 40% pada konsultasi neurologi untuk mengatasi kelainan struktural yang
adalah akibat nyeri kepala. ada. Bahkan pada nyeri sekunder yang akut
dapat bersifat emergency, seperti halnya
Secara definisi, nyeri kepala adalah sen-
pada stroke hemoragik.
sasi tidak nyaman yang dirasakan di dae-
rah kepala akibat segala hal yang merusak Pada nyeri kepala primer, biasanya nyeri
atau berpotensi mengakibatkan kerusakan berulang dengan pola tertentu dan ada pe-
struktural. Areanya mencakup intrakranial micunya. Yang khas juga pada nyeri kepala
dan ekstranial (termasuk wajah) yang me- primer secara umum adalah di antara se-
mang banyak memiliki struktur peka nyeri. rangan biasanya tidak terdapat gejala sama
Nyeri kepala sebenarnya adalah alarm un- sekali. Nyeri kepala akan dianggap sekunder
tuk melindungi bagian kepala yang terdiri terutama jika nyeri itu muncul pada waktu
dari organ-organ vital seperti otak dan pan- yang sangat berdekatan dengan gejala atau
ca indera. Oleh karena itu, pasien dengan penyebab lain sebelumnya.
nyeri kepala harus diperiksa dengan teliti
Selain itu, nyeri kepala yang harus diwaspa-
dan cermat.
dai sebagai nyeri sekunder adalah nyeri
Diagnosis utama nyeri kepala adalah ber- kepala yang pertama kali, belum pernah di-
dasarkan gejala klinis. Anamnesis yang te- rasakan oleh pasien sebelumnya, atau baru
pat akan sangat mengarahkan tipe nyeri muncul secara berulang saat pasien beru-
kepala beserta pilihan dan besarnya terapi sia lebih dari 40 tahun. Kalaupun pasien
yang harus diberikan. Walaupun sebagian pernah mengalami nyeri kepala berulang,
besar nyeri kepala di komunitas biasanya perlu perhatian khusus jika nyeri yang saat
adalah nyeri kepala primer ataupun akibat ini muncul berbeda pola dengan yang biasa
infeksi sistemik yang ringan, namun seorang dialami, misalnya menjadi lebih lama, lebih
dokter harus tetap waspada terhadap nyeri sering, atau lebih mengganggu aktivitas.
kepala sekunder. Apalagi jika nyeri kepala tersebut sangat

569

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

terlokalisir pada satu area tertentu saja, MIGREN


atau memburuk pada keadaan tertentu, se- Migren merupakan nyeri kepala yang paling
perti bersin, batuk, mengedan, berhubungan mengganggu, hingga memengaruhi sosio-eko-
seksual, atau posisi ortostatik nomi dan kehidupan pribadi penderitanya.
Terakhir, nyeri kepala akan sangat dicurigai
World Health Organization (WHO) menem-
patkan migren pada peringkat ke-19 sebagai
sebagai sekunder jika mengidap human im-
penyakit yang menimbulkan kecacatan di se-
munodeficiency virus (HIV) atau terdapat
luruh dunia. Kasus migren di negara maju se-
riwayat trauma kepala, stroke, kejang, atau
perti lnggris mencapai 18% pada perempuan
keganasan sebelumnya. Pemeriksaan fisik
dan 6% pada lelaki. Sementara itu, di Amerika
pada nyeri kepala primer biasanya dalam
diketahui 75% orang yang mengalami mi-
batas normal. Nyeri kepala yang disertai
gren berjenis kelamin perempuan. Sebelum
keluhan demam, kaku kuduk, dan kulit ke-
pubertas, insidens migren lebih tinggi pada
merahan (rash) harus dianggap sebagai
lelaki dibanding perempuan. Setelah puber-
sekunder terlebih dahulu, apalagi jika ter-
tas, insidensnya lebih tinggi pada perempuan.
dapat penurunan kesadaran dan defisit
Serangan umumnya akan berkurang setelah
neurologis yang lain.
berusia 40 tahun. Angka kejadian migren
Oleh karena pada dasarnya nyeri kepala pada bangsa Afrika-Amerika (16,2% perem-
adalah alarm, maka perlu dicari defisit neu- puan) serta Asia-Amerika (9,2% perempuan)
rologis seminimal mungkin, seperti papil- lebih rendah dibanding bangsa berkulit putih
edema atau gangguan fungsi kognitif yang (20,4% perempuan).
ringan. Pemeriksaan imajing dilakukan jika
Saat ini WHO memperkirakan prevalensi mi-
ditemukan defisit neurologis atau jika nyeri
gren di dunia telah mencapai 10%, tertinggi
kepala dicurigai. sekunder. Pada pasien de-
di Amerika Utara diikuti Amerika Selatan
ngan nyeri kepala primer juga dapat dilaku- '
Amerika, Eropa, Asia, dan Afrika. Di Indone-
kan imajing jika polanya berubah, membe-
sia, didapatkan prevalensi migren sebanyak
rat, atau disertai gejala lain, bahkan gejala ·
24% dari 1014 subyek mahasiswa dan 54%
psikiatri.
dari semua remaja yang pernah mengalami
Klasifikasi International Headache Society nyeri kepala, terutama perempuan (70%).
(IHS) 2013 membagi nyeri kepala menjadi
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan
nyeri kepala primer, sekunder, dan neural-
risiko migren adalah berat badan berlebih,
gia kranial (Tabel 1). Nyeri kepala primer
tekanan darah tinggi, hiperkolesterolemia,
utama yang akan dibahas adalah migren,
gangguan sensitivitas insulin, kadar homo-
nyeri kepala tipe tegang atau tension-type
sistein tinggi, stroke, dan riwayat penyakit
headache (TTH), dan trigeminal autonomic
jantung koroner.
cephalalgia, serta neuralgia trigeminal.

570

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

Tabell. Klasifikasi Nyeri Kepala Menurut International Headache Society {IHS) 2013
Klasifikasi Nyeri Kepala Subklasifikasi
Nyeri kepala primer 1. Migren
2. Nyeri kepala tipe tegang
3. Trigeminal autonomic cephalalgia
4. Nyeri kepala primer lainnya
Nyeri kepala sekunder 1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau Ieber
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskular kranial atau servikal
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskular intrakranial
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
1. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
Ieber, mata, telinga, hidung. sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau kra-
niallainnya
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
Neuralgia kranial, sentral, 1. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
atau nyeri fasial primer dan 2. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer
nyeri kepala lainnya
Sumber: Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The International Headache Society; 2005.

Klasifikasi Patofisiologi
Klasifikasi migren berdasarkan konsensus Mekanisme munculnya nyeri pada migren
PERDOSSI tahun 2013 (adaptasi dari krite- belum sepenuhnya dimengerti, ada bebera-
ria IHS) adalah: pa teori, yaitu:
a) Migren tanpa aura atau common mi- 1. Teori Vaskular
graine Berdasarkan teori ini, aura pada migren di-
b) Migren dengan aura atau classic migraine perkirakan akibat vasokonstriksi pembu-
luh darah intrakranial yang menginduksi
c) Sindrom periodik pada anak yang dapat
iskemia jaringan. Selanjutnya, terjadi re-
menjadi prekursor migren, yaitu cyclic
bound vasodilatasi dan mengaktitkan saraf
vomiting, migren abdominal, vertigo
nosiseptif perivaskular yang akhirnya me-
paroksismal benigna pada anak.
nyebabkan nyeri kepala. Namun teori ini
d) Migren retinal memiliki kelemahan, sehingga digantikan
e) Komplikasi migren: oleh teori neurovaskular.
• Migren kronis 2. Teori Neurovaskular
• Status migrenosus (serangan migren Menurut teori ini, migren pada awalnya
>72 jam) merupakan proses neurogenik yang ke-
• Aura persisten tanpa infark mudian diikuti dengan perubahan perfusi
• Migrainous infarct serebral (neuro ke vaskular). Pada teori ini,
dikatakan orang dengan migren memiliki
• Migrain-triggered seizure saraf yang gampang dieksitasi pada korteks
f) Probable migrain serebral, terutama pada daerah oksipital.

571
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

2.. l?efepasam~ o Neurokinin A


lilet!JfOpeptflila Substansii I?
{vasodilatasf. fntlamasii • OSRP
neuroqeJ:lil<}

L Vdsloofifatasi
tJernli!JlUhulil l!l8Jialil 4. Transmisi pt!J5Cit
nyeJri

Gambar 1. Proses Nyeri pada Migren

3. Cortical Spreading Depression (CSD) diteruskan ke korteks sensorik sebagai


CSD merupakan teori yang menjelaskan rasa nyeri yang berdenyut (Gambar 1).
mekanisme migren dengan aura. CSD
Sementara itu, selama proses depolarisasi
merupakan gelombang eksitasi neuronal
dilepaskan beberapa neurontransmiter,
pada substansia grisea yang menyebar
seperti kalium danjatau asam amino glu-
dari satu sisi ke sisi lain otak dengan ke-
tamat dari jaringan saraf. Substansi terse-
cepatan 2-6mmjmenit.
but kemudian mendepolarisasikan jari-
Depolarisasi seluler ini menyebabkan ngan sekitarnya. Kondisi ini akan semakin
fenomena korteks primer atau biasa merangsang pelepasan berbagai neuro-
disebut dengan aura. Selanjutnya, proses transmiter tersebut dan menyebabkan
depo larisasi akan menstimulasi aktivasi semakin luasnya depolarisasi yang terjadi.
neuron nosiseptif pada pembuluh darah
Selama penjalaran jaras nyeri dari tri·
dura yang kemudian mengaktivasi saraf
geminovaskular ke korteks sensorik,
trigeminus dan pacta akhirnya meng-
terjadi sinaps di nukleus salivatorius su-
hasilkan nyeri kepala. Aktivasi neuron
perior daerah batang otak, sehingga me-
nosiseptif dilakukan melalui pelepasan
micu gejala mual dan muntah. Terdapat
berbagai protein plasma dan substansi
pula sinaps di daerah nukleus rafe dor-
yang menstimulus inflamasi, seperti cal-
salis yang jika distimulus berulang akan
citonin gene-related peptide (CGRP), sub-
menyebabkan penurunan serotonin dan
stansi P, peptida intestinal vasoaktif, dan
norepinefrin, sehingga menimbulkan
neurokinin A. Proses inflamasi ini kemu-
gangguan konsentrasi, kognitif, depresi,
dian merangsang vasodilatasi dan akan
dan ansietas (Gambar 2).

572
Scanned for Pablo
Nyeri Kepa/a

Serangan migren yang berlangsung ber- Ieher kaku, fatig, menguap,food cravings,
ulang-ulang juga akan menyebabkan keru - retensi cairan, dan sering berkemih.
sakan pad a periaquaductal greymatter (PAG),
2. Aura
sehingga terjadi sensitisasi sentral dan me-
Aura adalah gejala disfungsi serebral fo-
nyebabkan ambang nyeri menurun. Pasien
kal yang dapat membaik dalam waktu
jadi lebih mudah mengalami migren pada
<60 menit. Aura dapat berbentuk gang-
stimulus yang lebih ringan. Gejala lain, se-
guan visual homonim, parestesia unilat-
perti menguap, iritabel, hipotensi, dan hiper-
eral, kesemutan, kelelahan, atau disfasia.
aktivitas merupakan gejala penyerta migren
Aura visual merupakan aura yang paling
yang muncul melalui jaras dopamin yang
sering terjadi dan umumnya berbentuk
dipercaya mengalami hiperaktivasi sehingga
fotofobia atau fotopsia (kilatan cahaya),
merangsang munculnya gejala terse but.
bentuk geometrik, atau skotoma. Aura
Gejala dan Tanda Klinis visual umumnya bilateral dan bergerak
Terdapat em pat stadium migren sederhana, perlahan di dalam area lapang pandang.
yaitu: Metamorfopsia adalah suatu abnor-
malitas pada persepsi visual yaitu ke-
1. Prodromal
tika gambaran suatu obyek terdistorsi.
Gejala ini dapat berlangsung selama be-
Pasien dengan gangguan ini akan men-
berapa jam hingga hari sebelum terjadi
gatakan suatu benda terlihat lebih kecil
nyeri, yaitu berupa perubahan mental
(mikropsia) atau lebih besar (makrop-
dan mood (depresi, marah, euforia),
sia) dari ukuran sebenarnya.

Gambar 2. Patofisiologi Migren

573

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

3. Nyeri Kepala teksi, oleh karena itu dapat menggunakan


Nyeri kepala memiliki karakteristik Pediatric migraine disability assessment
berdenyut unilateral (terutama pada (PedMIDAS). Penegakan diagnosis migren
daerah fronto-temporal). Umumnya ter- ditegakkan terutama melalui anamnesis
jadi dalam durasi jam hingga hari. Nyeri berdasarkan kriteria diagnosis IHS yang
bersifat progresif dan memburuk pada dibagi menjadi migren tanpa aura dan mi-
malam hari. Dapat diikuti dengan ge- gren dengan aura.
jala penyerta, seperti mual atau muntah,
1. Migren tanpa Aura
fotofobia atau fonofobia, dan aura.
Kriteria diagnostik berdasarkan IHS:
4. Postdromal a. Nyeri kepala minimal berlangsung
Gejala prodromal atau postdromal dapat selama 4-72 jam (baik dalam kondisi
berbentuk perubahan nafsu makan, ge- belum diobati atau sudah diobati na-
jala otonom, perubahan mood, serta agi- mun belum berhasil).
tasi, atau retardasi psikomotor.
b. Nyeri kepala memiliki minimal dua di
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara karakteristik berikut:
tanda-tanda sebagai berikut: 1) Unilateral
• Takikardi atau bradikardi 2) Kualitas berdenyut
• Hipertensi atau hipotensi 3) Intensitasnya nyeri sedang sampai
• Injeksi konjungtiva be rat
• Reaksi pupil yang kurang baik terha- 4) Diperberat dengan aktivitas fisik ru-
dap cahaya tin maupun tidak rutin (seperti: ber-
jalan jauh, naik tangga)
• Defisit hemisensorik atau hemipa-
resis (ditemukan pada migren kom- c. Terdapat salah satu gejala penyerta di
pleks) bawah ini:
1) Mual danfatau muntah
Diagnosis dan Diagnosis Banding 2) Fotofobia dan fonofobia
Terdapat beberapa instrumen yang dapat
digunakan untuk sebagai penyaring adanya d. Nyeri kepala tidak berkaitan dengan
migren pada pasien dengan nyeri kepala, penyakit lain (nyeri kepala sekunder).
termasuk juga untuk menilai derajat kepa- 2. Migren dengan Aura
rahan dan disabilitas yang ditimbulkannya. Migren dengan aura adalah serangan
lnstrumen /D-MigraineTM dan Migraine nyeri kepala berulang yang didahului
Screen Questionnaire (MS-Q) telah ter- dengan gejala neurologis fokal yang re-
bukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas versibel secara bertahap dalam waktu
yang baik, bahkan MS-Q sudah divalidasi 5-20 menit. Gejala neurologis fokal ini
ke dalam bahasa Indonesia. Migren pada dikenal dengan aura dan berlangsung
anak juga cukup sering dan lebih sulit dide- dalam waktu kurang dari 60 menit.

574

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

Kriteria diagnostik berdasarkan IHS: muntah, obat harus diberikan melalui rek-
a. Sekurang-kurangnya telah terjadi 2 tal, nasal, subkutan, atau intravena.
serangan nyeri kepala yang memenuhi
Terapi abortif dapat dibedakan menjadi 2,
kriteria migren tanpa aura. yaitu: terapi abortif nonspesifik dan terapi
b. Terdapat aura tipikal yang dapat abortif spesifik.
berupa aura visual dan atau sensoris
dan atau gangguan berbahasa. 1. Terapi AbortifNonspesifik:
Terapi ini diperuntukkan bagi pasien
c. Nyeri kepala tidak berkaitan dengan dengan serangan migren ringan sampai
penyakit lain (nyeri kepala sekunder). sedang atau serangan berat yang be-
respons baik terhadap obat yang sama.
Diagnosis Banding Obat yang digunakan pada terapi abortif
Diagnosis banding migren adalah TTH, nonspesifik adalah obat dari golongan
nyeri kepala klaster, sindrom diseksi, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
aneurisma serebral. atau obat nyeri over the counter (OTC).
Tata Laksana Berikut ini adalah beberapa obat yang
Tujuan terapi migren adalah mengurangi menjadi pilihan:
serangan, atau kalaupun muncul, serang-
annya tidak terlalu berat dan tidak meng- a. Parasetamol 500-1000mg tiap 6-8
jam, dosis maksimal 4gfhari
gartggu kehidupan sehari-hari. Hal ini teru-
tama dapat dicapai dengan menghindari b. Ibuprofen 400-SOOmg tiap 6 jam, do-
pencetus dan penggunaan terapi yang se- sis maksimal 2,4gfhari
suai. Perlu edukasi yang jelas kepada pasien, c. Natrium naproksen 275-550mg tiap
karena serangan yang berulang atau terapi 2-6jam, dosis maksimal1,5gfhari
yang tidak adekuat akan membuat ambang d. Kalium diklofenak (powder) 50-100mg/
nyeri menurun dan lebih susah diatasi. Oleh hari dosis tunggal
karena itu, secara umum terapi migren e. Metoklopramid 10 mg IV atau oral
dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu terapi 20-30 menit sebelum atau bersamaan
abortif, nonmedikamentosa, dan profilaksis. dengan pemberian analgetik, OAINS
atau derivat ergotamin. Obat ini efek-
Terapi Abortif tif menghilangkan nyeri yang disertai
Terapi abortif adalah terapi yang dibutuh- mual dan muntah, serta memperbaiki
kan saat pasien sedang dalam serangan akut motilitas lambung, mempertinggi ab-
dan berfungsi untuk menghentikan progresi sorpsi obat dalam usus dan efektif jika
nyeri. Pengobatan harus diberikan sesegera dikombinasikan dengan dihidroergot-
mungkin dengan obat yang bekerja cepat. amin intravena
Pemilihan jenis obat didasarkan pada durasi f. Ketorolak 60mg IM per 15-30 menit.
dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat Dosis maksimal 12mgfhari dan di-
disabilitas, respons terhadap pengobatan, berikan tidak lebih dari 5 hari
dan penyakit komorbid. Jika pasien menga- g. Butorfanol spray 1mg dalam sediaan
lami gejala penyerta berupa mual dan atau nostril yang dapat diberikan dan di-

575

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

ulang tiap 1 jam. Maksimal 4 sprayI yang dapat memicu serangan migren.
hari dan penggunaannya terbatas 2
4. Terapi Profilaksis
kali dalam seminggu
Sebelum memberikan obat sebagai tera-
h. Proklorperazin 25mg oral atau sup- pi preventif migren, harus diperhatikan
positoria. Dosis maksimal 75mg
perubahan pola hidup untuk mendu-
dalam 24jam
kung kerja obat profilaksis yang meliputi
i. Steroid seperti deksametason atau SEEDS, yaitu:
metilprednisolon merupakan obat
pilihan untuk status migrenosus. • Sleep hygiene (tidur cukup dengan
jadwal teratur)
2. Terapi Abortif Spesifik
a Obatgolonganagonis SHT18/10 (triptans) • Eating schedules (makan bergizi dan
seperti sumatriptan 6mg subkutan atau teratur)
sumatriptan 50-100mg peroral. • Exercise regimen (olahraga teratur)
b. Derivat ergot seperti ergotamin 1-2mg • Drinking water (minum cukup air)
yang dapat diberikan secara oral, sub- • Stress reduction (kurangi stres)
kutan, maupun per rektal.
Pada prinsipnya pemberian obat profilaksis
Terapi abortif dikatakan berhasil jika: dilakukan dengan cara memberikan dosis
a. Pasien bebas nyeri sesudah 2 jam rendah pada awalnya, kemudian dosis di-
pengobatan naikkan perlahan. Peningkatan dosis di-
b. Terdapat perbaikan nyeri kepala dari hentikan jika dosis dosis yang efektif sudah
skala 2 (sedang) atau 3 (berat) men- didapatkan, dosis maksimal sudah tercapai,
jadi skala 1 (ringan) atau 0 (tidak ada atau muncul efek samping yang tidak bisa
nyeri kepala) sesudah 2 jam ditoleransi. Efek klinis akan terlihat setelah
2-3 bulan pengobatan, asal teratur dan ra-
c. Efikasi pengobatan konsisten pada
sional agar dapat meminimalisir efek sam-
2-3 kali serangan
ping obat. Jika setelah 6-12 bulan migren
d. Tidak ada nyeri kepala rekuren atau mulai terkontrol, dosis pengobatan pro-
tidak ada pemakaian obat kembali filaksis dapat diturunkan perlahan hingga
dalam waktu 24 jam sesudah pengo- selanjutnya dihentikan.
batan terakhir berhasil.
lndikasi terapi profilaksis, yaitu:
3. Terapi Nonmedikamentosa 1. Terganggunya aktivitas sehari-hari aki-
Pasien harus menghindari faktor pence- bat serangan migren walaupun pasien
tus munculnya migren, seperti: perubah- telah mendapat pengobatan nonmedika-
an pola tidur, makananfminuman (keju, mentosa maupun abortif
cokelat, monosodium glutamatfMSG,
2. Frekuensi serangan migren terlalu sering
alkohol), stres, cahaya terang, cahaya
sehingga pasien berisiko mengalami
kelap-kelip, perubahan cuaca, tempat
ketergantungan terhadap obat abortif
yang tinggi (seperti: gunung atau pe-
migren (medication overuse)
sawat udara), dan rutinita:> sehari-hari

576

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

3. Pasien mengalami serangan nyeri kepala (serotonin uptake), serta menurunkan


migren sedang sampai berat lebih dari 3 regulasi reseptor beta-adrenergik dan
hari dalam 1 bulan dan sudah tidak respon- eksitasi. Obat golongan ini juga menin-
sif dengan pemberian pengobatan abortif gkatkan regulasi reseptor gamma amino
4. Pasien mengalami serangan nyeri kepala butyric acid-B (GABA-B) dan menginhi-
migren lebih dari 8 kali sehari walaupun bisi ambilan kembali (reuptake) adena-
pengobatan abortifnya efektif sin oleh neuron. Golongan antidepresan
trisiklik yang banyak digunakan adalah
5. Pasien mengalami serangan nyeri kepala
amitriptilin 30-lSOmgjhari, nortripti-
migren yang berula:ng >2xjminggu dan
lin 25-lOOmgjhari, dan doksepin 30-
mengganggu aktiv1tas, walaupun telah di-
lSOmgjhari. Obat golongan ini sangat te-
berikan pengobatan abortif yang adekuat
pat diberikan pada pasien migren dengan
6. Nyeri kepala migren yang berlangsung komorbid depresi, ansietas, atau gang-
sering dan >48 jam guan tidur. Efek samping yang sering
7. Pengohatan abortif gaga! atau tidak efektif muncul adalah sedasi, penambahan be-
8. Munculnya gejala-gejala dan kondisi rat badan, konstipasi, mulut kering, dan
yang luar biasa, misalnya migren basiler pandangan kabur.
hemiplegik, aura yang memanjang 2. Serotonin Reuptake Inhibitors
9. Pasien menginginkan obat profilaksis. Bekerja dengan cara menginhibisi am-
Tujuan terapi profilaksis adalah: bilan kembali (reuptake) serotonin, obat
1. Menurunkan frekuensi serangan hingga ini baik untuk terapi profilaksis pada
50% atau lebih pasien dengan komorbid depresi. Obat
ini juga memiliki toleransi yang lebih
2. Menurunkan intensitas dan durasi se-
baik dibanding obat golongan antidepre-
rangan
san trisiklik. Efek samping yang sering
3. Meningkatkan respons terapi abortif muncul adalah ansietas, mual, muntah,
4. Meningkatkan kemampuan fungsional mudah Ielah, anoreksia, penambahan be-
pasien dan menurunkan disabilitas rat badan, pusing, dan disfungsi seksual.
5. Mencegah transformasi migren episodik Obat dari golongan ini yang sering digu-
menjadi migren kronik nakan adalah fluoksetin 10-80mgjhari.
Namun, pada guideline terbaru disebut-
6. Mencegah pemakaian obat secara ber-
kan bahwa level of evidence fluoksetin
lebihan (medication overuse)
berada pada level U, yang berarti tidak
7. Mencegah terjadinya rebound headache cukup bukti untuk membuktikan efikasi
ketika obat abortif dihentikan pemakai- obat ini sebagai terapi profilaksis.
annya.
3. Serotonin Norepinephrine Reuptake
Berikut golongan obat pilihan: Inhibitor
1. Antidepresan Trisiklik Obat dari golongan ini yang sering digu-
Obat ini bekerja dengan cara menginhi- nakan untuk terapi profilaksis adalah
bisi norepinefrin dan ambilan serotonin

577

Scanned for Pablo


· Buku Ajar Neurologi

venlafaxine dengan dosis efektif 150mg/ dan verapamil memiliki level of evidance
hari. Umumnya dimulai dengan obat ex- u.
tended release 37,5mg di minggu pertama, 6. Angiotensin-converting Enzyme Inhib-
75mg di minggu kedua, dan 150mg pada
itor (ACE-I)
minggu-minggu berikutnya. Efek samping
Berdasarkan hasil penelitian, lisinopril
yang sering muncul adalah insomnia, an-
20mgfhari berhasil menurunkan freku-
sietas, gugup, dan disfungsi seksual.
ensi migren hingga 50% pada 30% pasien
4. Penghambat Beta (Beta Blocker) jika dibandingkan dengan plasebo. Efek
Obat golongan ini bekerja dengan cara sampingnya berupa batuk, cepat Ielah,
menurunkan fungsi adrenergik serta sakit kepala, dan diare, serta dikontra-
menghalangi kerja reseptor presinaps indikasikan pada pasien dengan angio-
noradrenergik dan enzim tirosin hi- edema dan kehamilan.
droksilase. Penghambat beta baik digu-
7. Angiotensin-11 Receptor Antagonist
nakan pada pasien dengan komorbid
(ARB)
hipertensi, namun tidak pada diabetes
Berdasarkan hasil penelitian, cande-
melitus, asma, depresi, dan pasien dengan
sartan 16mgfhari memiliki efek menu-
tekanan darah rendah. Obat ini berpotensi
runkan frekuensi migren dibandingkan
menyebabkan disfungsi ereksi dan kondisi
plasebo. Efek samping yang sering mun-
mudah Ielah, sehingga sebaiknya tidak
cul adalah sakit kepala, mual, nyeri pe-
diberikan pada pasien yang berprofesi
rut, mialgia, dan atralgia, serta dikontra-
sebagai atlet. Pilihannya adalah timolol
indikasikan pada kehamilan.
20-30mgfhari, propanolol 120-140mg/
hari, nadolol 40-240 mgfhari, atenolol 8. Sodium Valproat
50-lOOmgfhari, dan metoprolol 100- Merupakan golongan obat yang bekerja
200mgfhari. dengan cara meningkatkan kadar gam-
ma amino butirat (GABA) di otak, me-
5. Penghambat Kanal Kalsium (Calcium
ningkatkan sintesis GABA, menginhibisi
Channel Blocker)
degradasinya, dan menghiperpolarisasi
Obat golongan ini bekerja dengan me-
membran pascasinaps dengan cara me-
reduksi pelepasan glutamat dan mengin-
ningkatkan konduksi potasium. Golong-
hibisi pelepasan serotonin, pada migren
an ini juga menurunkan respons glu-
dengan aura atau migrainous infarction.
tamat. Sodium valproat 500-1500mg/
Selain itu, obat ini baik diberikan pada
hari terbukti dapat menurunkan frekue-
pasien dengan komorbid hipertensi,
nsi serangan migren. Efek sam ping yang
asma, dan penyakit Raynaud. Efek sam-
sering muncul adalah mual, dispep-
ping yang sering muncul adalah konsti-
sia, cepat Ielah, dan peningkatan berat
pasi, hipotensi, dan edema perifer. Obat
badan. Obat golongan ini bersifat terato-
yang sering digunakan adalah diltiazem
genik, sehingga sebaiknya tidak diberi-
60-90mg sebanyak 4 kali sehari. Semen-
kan pada perempuan usia reproduksi.
tara itu nikardipin, nifedipin, nimodipin,

578

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

9. Topiramat primer tersering dengan prevalensi 78%.


Cara kerja obat ini sebagai terapi profilak- Nyeri kepala tipe ini mengenai hampir 1,4
sis migren diduga berkaitan dengan kanal juta orang atau 20,8% populasi di dunia.
natrium dan kalsium, reseptor GABA A, TTH lebih sering dialami oleh pasien de-
dan reseptor glutamat, serta memiliki efek wasa muda (berusia >20 tahun, puncaknya
inhibisi enzim karbonik anhidrase. Topi- usia 30-39 tahun), terutama perempuan
ramat SOmg dan 100mgfhari diketahui dua kali lebih banyak dibanding lelaki.
merupakc- •~ dosis optimal terapi profilak-
Klasifikasi
sis migren, walaupun tidak ditemukan
Berdasarkan IHS, TTH dapat dibagi menjadi
perbedaan efektivitas yang bermakna
TTH episodik tipe jarang (infrequent) dan
di antara kedua dosis tersebut. Namun,
sering (frequent), serta TTH kronik, yaitu:
dalam pemakaiannya obat ini harus di-
berikan dengan dosis awal yang rendah 1. Tension-type Headache Episodik yang
(15-25mgfhari saatjam tidur) dan dinaik- Infrequent
kan se':ara perlahan tiap 2-3 minggu. Efek a. Tension-type headache episodik yang
samp1Hg yang sering muncul adalah cepat infrequent berhubungan dengan
Ielah, kehilangan berat badan, anoreksia, nyeri tekan perikranial
parestesia, dan kesulitan mengingat. b. Tension-type headache episodik
10.Gabapentin yang infrequent tidak berhubungan
Merupakan obat yang bekerja pada neu- dengan nyeri tekan perikranial
rotransmiter glisin dan glutamat. Obat 2. Tension-type Headache Episodik yang
golongan ini pada guideline terbaru di- Frequent
kategorikan memiliki level of evidance U. a. Tension-type headache episodik yang
Migren adalah suatu penyakit kronik, frequent berhubungan dengan nyeri
tetapi dapat terjadi remisi dalam waktu tekan perikranial
panjang. Pada suatu studi diketahui bah- b. Tension-type headache yang frequent
wa pada orang-orangyang mengalami mi- tidak berhubungan dengan nyeri
gren dengan onset pada masa anak-anak, tekan perikranial
62% akan be bas serangan selama 2 tahun 3. Tension-type Headache Kronik
atau lebih pada saat pubertas. Keparahan a. Tension-type headache kronik ber-
dan frekuensi migren cenderung untuk hubungan dengan nyeri tekan peri-
menurun seiring dengan penambahan kranial
usia. Setelah 15 tahun seringkali menga-
b. Tension-type headache kronik tidak
lami serangan migren, sekitar 30% lelaki
berhubungan dengan nyeri tekan
dan 40% perempuan tidak lagi mengala-
perikranial
mi serangan di usia lanjut.
4. Probable Tension-type Headache
NYERI KEPALA TIPE TEGANG a. Probable tension-type headache epi-
Nyeri kepala tipe tegang atau tension type sodik yang infrequent
headache (TTH) merupakan nyeri kepala

579

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

b. Probable tension-type headache epi- 1. Hipotensi dan Anemia


sodik yangfrequent Pasien dengan bipotensi dan anemia
c. Probable tension-type headache kronik lebib sering terkena TTH. Hal ini berkai-
tan dengan rendabnya suplai oksi-
Patofisiologi gen menuju otot yang mengakibatkan
Nyeri kepala akibat TTH muncullebib sering kondisi iskemia pada otot. Pada kasus
saat pasien terlalu lama dalam posisi kepala bipotensi, nyeri kepala muncul karena
ditekuk ke bawab (misalnya pada saat mem- suplai oksigen berkurang. Berkurangnya
baca dan menulis), sebingga otot belakang suplai oksigen merupakan konsekuensi
Ieber akan tegang. Sementara itu, pada pasien dari berkurangnya perfusi darab ke otot
yang sering tidur dengan posisi tidak baik, akibat rendabnya tekanan pada pembu-
nyeri kepala muncul akibat mereka sering- lub darab. Sementara itu, suplai oksi-
kali tidur menggunakan banta! yang terlalu gen pada pasien dengan anemia terjadi
tinggi. Hallni dapat menyebabkan otot Ieber akibat kurangnya sel darab merab yang
belakang akan tertekan lebib kuat. mengangkut oksigen ke jaringan.
Kontraksi otot yang terus menerus akan 2. Stres dan Depresi
menyebabkan turunnya perfusi darab dan Stres dan depresi bukan merupakan pe-
lepasnya substansi pemicu nyeri Oaktat, micu langsung munculnya TTH, melain-
asam piruvat, dan sebagainya). Substansi- kan menyebabkan munculnya kontraksi
substansi ini kemudian menstimulasi saraf otot yang berlebiban, sebingga terjadi
yang kemudian akan mengbasilkan sensasi defisiensi suplai oksigen dan pelepasan
nyeri pada otot dan ligamen yang dipersarafi substansi pemicu nyeri. Selain itu, sirku-
(Gambar 3). Nyeri ini akan bersifat tumpul. lasi darab bisa menurun bingga 50%
Pada TTH, nyeri muncul pada otot Ieber be- pada saat stres.
lakang di daerab oksipital. Pada waktu yang 3. Sensitisasi Sentral dan Perifer
bersamaan, nyeri akan menjalar melewati Nyeri dan stres yang berulang terus
sisi kiri dan kanan kepala atau melewati sisi menerus akan menyebabkan sensitisasi
retroorbita. Oleb karena itu, nyeri juga dapat perifer dan sentral sebingga menyebab-
dirasakan pada daerab-derab tersebut. Se- kan turunnya ambang nyeri. Nyeri akan
mentara itu, pada otot dan ligamen yang lebib mudah muncul oleb penyebab yang
tidak terlalu banyak mendapat persarafan, sederhana sekalipun, dengan durasi
sensasi yang akan dirasakan adalah pegal. yang lebib lama. Hal ini akan memicu
stres dan seterusnya.

580
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala

Traktus spinotalamikus
lateral
(nyeri dan temperatur)
Refleks
~ Strain terjadi pada
multisinaptik .
area perikranial: leher. temporal, frontal
insersi otot servikal
ke kranium

Gambar 3. Patofisiologi Nyeri Kepala Tipe Tegang (1)

Kelainan pada motor end


plate menyebabkan
pelepasan Acth berlebih
~
Mengurangi suplai darah
~
Ischemic muscle
contraction
~
Substansi nyeri:
laktat, piruvat, sitokin
pro inflamasi

\
Ne\Kon 2

Gam bar 3. Patofisiologi Nyeri Kepala Tipe Tegang (2)

581

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gejala Klinis 3. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 ge-


Karakteristik nyeri kepala ini adalah bilate- jala khas, yaitu:
ral, menekan atau mengikat, tidak berdenyut a. Bilateral
dengan intensitas ringan sampai sedang, b. Terasa menekan atau mengikat (bu-
serta rasa tegang di sekitar leher dan kepala kan berdenyut)
belakang. Oleh karena mekanisme kerjanya c. Intensitasnya ringan hingga sedang
yang berbeda dengan migren, maka pada
TTH seharusnya tidak ditemukan adanya d. Tidak diperberat dengan aktivitas ru-
mualjmuntah dan akan berlangsung lebih tin seperti berjalan atau naik tangga
lama. Walaupun durasinya bisa lebih pan- 4. Tidak didapatkan keluhan atau gejala
jang, nyeri pada TTH tidak seberat migren, berupa:
sehingga sering terabaikan. Hal ini yang me- a. Mual atau muntah (walaupun pasien
nyebabkan TTH lebih cenderung kronik dan mengeluh anoreksia)
lebih sulit untuk diterapi secara sederhana. b. Fotofobia atau fonofobia
Pada kasus TTH kronik, pasien juga umum-
nya mengeluh insomnia, nyeri kepala saat 5. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
di pagi hari, penurunan berat badan, susah pada kepala atau organ tubuh lainnya
berkonsentrasi, dan mudah Ielah. Nyeri bi- (bukan nyeri kepala sekunder).
asanya dipicu pada keadaan stres danjatau Mirip dengan TTH episodik tipe jarang,
cemas, kelelahan, depresi, posisi tidur atau TTH episodik tipe sering (frequent)
bekerja yang tidak baik, kurang tidur, dan mempunyai frekuensi yang lebih sering
kebiasaan merokok. pada kriteria pertama, yaitu paling ti-
Pemeriksaan fisik secara umum dan neuro- dak terdapat 10 episode serangan dalam
logis seharusnya dalam batas normal, untuk 1-15 harijbulan selama paling tidak 3
menyingkirkan nyeri kepala sekunder yang bulan (12-180 harijthn).
memiliki karakteristik yang mirip TTH. Pada Kriteria diagnostik TTH kronik adalah:
keadaan tertentu dapat ditemukan adanya
trigger point, yaitu daerah otot yang tegang, 1. Nyeri kepala yang terjadi 2:15 harijbulan
sehingga menimbulkan nyeri tekan di area dan berlangsung >3 bulan (2:180 harij
leher dan kepala. tahun).
2. Nyeri kepala ini harus memenuhi krite-
Diagnosis
ria berikut:
Kriteria diagnosis TTH episodik tipe jarang
(infrequent) adalah: a. Berlangsung beberapa jam atau secara
terus menerus
1. Sekurang-kurangnya terdapat 10 epi-
b. Nyeri kepala memiliki sekurangnya 2
sode serangan dengan rerata <1 hari/ karakteristik berikut:
bulan (<12 harijtahun) dan memenuhi
kriteria 2-5 • Lokasi bilateral
2. Nyeri kepala dapat berlangsung 30 me- • Terasa menekan atau mengikat (bu-
nit hingga 7 hari kan berdenyut)

582

Scanned for Pablo


Nyeri Kepa la

• Intensitas ringan hingga sedang kepala primer lainnya, seperti migren,


( dapat mengganggu aktivitas tetapi TTH episodik, TTH kronik, nyeri kepala
pasien masih bisa beraktivitas) tipe klaster, dan neuralgia trigeminal.
• Tidak memberat dengan aktivitas Walaupun TTH tidak boleh ditegakkan
fisik rutin seperti: berjalan atau naik jika ada gejala-gejala migren, seperti
tangga muntah, fotopsia, dan fonofobia, namun
pacta migren kronik dapat menyebab-
3. Tidak didapatkan: kan ansietas sehingga memicu TTH.
a. Lebih dari satu keluhan inC yaitu foto- Yang penting adalah anamnesis frekue-
fobia, fonofobia, atau mual nsi, karakteristik durasi, dan onset
b. Muntah masing-masing nyeri yang berbeda, se-
4. Tidak berkaitan dengan kelainan lain hingga dapat ditentukan polanya (Gam-
pacta kepala atau organ tubuh lainnya bar 4) . Intensitas nyeri saat serangan
(bukan nyeri kepala sekunder). migren lebih tinggi dibandingkan TTH
dan lebih singkat, sehingga pasien bisa
Selama tidak ada defisit neurologis, kembali ke kondisi normal.
diagnos is banding TTH adalah nyeri

Gejala:
Muntah prominen
Sa kit kepala sebelah
Mi gre n klasik Gejala neurologis fokal
(Classic
migraine)

M igren
umu m
(Common
m igraine)

Tension-
vascular
headache

Tension Gejala:
headache Nyeri sulit
dideskripsikan
Jarang disertai muntah
Holocephalgia

Gam bar 4. Diagnosis Banding Migren dan Nyeri Kepala Tipe Tegang

583

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tata Laksana Pilihan untuk TTH akut adalah (Tabel2):


Prinsip tata laksana TTH meliputi: 1. Analgesik, pilihannya adalah: aspirin
1. Modifikasi gaya hid up untuk mengurangi 1000mg/hari, parasetamol1000mgjhari,
faktor pencetus TTH. Mayoritas (80%) NSAIDs (Naproksen 660-750mgjhari,
penyebab TTH adalah stres dan postur ketoprofen 25-50mgjhari, tol-fenamat
yang tidak benar, terutama saat duduk 200-400mgjhari, asam mefenamat,
atau bekerja di depan komputer selama fenoprofen, ibuprofen 800mgjhari,
berjam-jam. Oleh karena itu perlu pe- diklofenak 50-100mgjhari). Pemberian
nguatan otot-otot belakang (back exer- analgesik dalam waktu lama memiliki
cise) dan olah raga rutin. efek sam ping berupa ulkus gaster, ulkus
duodenum, penyakit ginjal, penyakit
2. Tahap awal tata laksana harus dimulai
hepar, dan gangguan fungsi platelet.
dengan edukasi faktor dan mengimple-
mentasikan menejemen stres guna mence- 2. Kafein (analgesik ajuvan) 65mg.
gah atau mengurangi serangan TTH. 3. Kombinasi:
3. TTH akut pada umumnya dapat mem- a. 325mg (aspirin atau asetaminofen) +
baik dengan sendirinya. Namun, jika 40mgkafein
sangat mengganggu bisa dikurangi de- b. Ibuprofen 400mg + kafein
ngan mengonsumsi analgesik yang dapat
c. Aspirin/asetaminofen 500-lOOOmg
dikombinasi dengan kafein.
+ kafein
4. Tata laksana nonfarmakologis berupa
Pemakaian obat analgesikyang dikombinasi
relaksasi, cognitive-behavioral therapy,
dengan kafein dapat memunculkan keter-
serta pemijatan dapat membantu men-
gantungan.
gurangi dan mencegah serangan.
Terapi medikamentosa untuk TTH kronik:
5. Terapi profilaksis diberikan jika nyeri
kepala terjadi secara rutin, berhubungan 1. Antidepresan
dengan pekerjaan, sekolah dan kualitas Antidepresan jenis trisiklik: amitriptilin.
hid up, dan atau penggunaan. Selain berfungsi sebagai obat analgesik,
obat ini juga digunakan sebagai obat
6. Kesemua poin di atas perlu dilakukan
profilaksis TTH. Obat ini memiliki efek
secara adekuat untuk menghindari nyeri
analgesik dengan cara mengurangi firing
berkembang menjadi kronik, karena tata
rate of trigeminal nucleus caudatus. Pe-
laksana akan menjadi sangat berbeda
makaian obat antidepresan trisiklik me-
akibat telah terjadinya sensitisasi baik
miliki efek sam ping berupa penambahan
sentral maupun perifer.
berat badan (merangsang nafsu makan),
A. Terapi Medikamentosa mengganggu jantung, hipotensi ortosta-
Terapi medikamentosa diberikan pada tik, dan efekantikolinergik (mulutkering,
serangan akut dan tidak boleh diberikan mata kabur, tremor, disuria, retensi urin,
lebih dari 2 harijminggu. dan konstipasi.

584

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

Tabel 2. Obat Pilihan Nyerl Kepala Tipe Tegang Akut


Obat Dosis (mg) Level Rekomendasi• Keterangan

Ibuprofen 200-800 A Efek samping: risiko perdarahan gastrointestinal


Efek samping seperti ibuprofen
Ketoprofen 25 A Efek samping seperti ibuprofen
Aspirin 500-1000 A Efek samping seperti ibuprofen
Naproksen 375-550 A Efek sam ping seperti ibuprofen, hanya dosis 12,5-
Diklofenak 12,5-100 A 25mg yang diuji pada TTH
Efek sam ping gastrointestinallebih sedikit diband-
Parasetamol 1000 (oral) A ingNSAIDsb
Kafein 62-200 B
•!eve! rekomendasi mempertimbangkan efek samping dan konsistensi bukti. Penelitian dengan dosis maksimal masih
jarang. Dosis optimal efektif yang ditoleransi dengan baik oleh pasien sebaiknya dipilih.
bkombinasi dengan kafein 65-200mg meningkatkan efikasi parasetamol dan ibuprofen, tetapi meningkatkan risiko ter-
jadinya medication-overuse headache.
Sumber: Bendtsen L, dkk. European J Neural. 2010. h. 1318-25.

2. Antiansietas 4. Hindari pemakaian harian obat analge-


Golongan obat ini digunakan untuk pe- sik, sedatif, dan ergotamin.
nyembuhan maupun pencegahan TTH. 5. Behaviour treatment dalam bentuk bio-
Obat ini terutama diberikan pada pasien · feedback, manajemen stres, reassurance,
dengan komorbid ansietas. Golongan an- konseling, terapi relaksasi, atau terapi
tiansietas yang sering digunakan adalah kognitif-sikap.
benzodiazepin.
C. Terapi Profilaksis
B. Terapi Nonmedikamentosa Terapi ini diberikan pada pasien TTH epi-
1. Edukasi: menjelaskan sedikit patofisiologi sodik yang sering mendapat serangan atau
TTH secara sederhana serta pengobatan pasien dengan serangan >15 hari dalam
yang diperlukan. Memastikan pasien me- satu bulan (TTH kronik) (Tabel 3). Prinsip
ngetahui bahwa TTH bukanlah penyakit terapi ini adalah memberikan obat tunggal
serius seperti tumor otak, perdarahan otak. yang dititrasi hingga dosis terendah yang
Hal ini akan mengurangi ketegangan pasien. efektif dan dapat ditoleransi dengan baik
2. Kontrol diet. oleh pasien.
3. Terapi fisik: Indikasi:
• Latihan postur dan posisi Pasien yang mengalami disabilitas akibat
• Masase nyeri kepala ~4 hari/bulan atau pasien yang
• Ultrasound, manual terapi _ tidak respons terhadap terapi simptomatis
• Kompres panasfdingin walaupun frekuensi nyeri kepalanya lebih
jarang. Terapi profilaksis dikatakan berha-
• Akupuntur transcutaneus electrical
sil jika bisa mengurangi frekuensi serangan
stimulation (TENS)
danjatau mengurangi derajat keparahan
• Obat anestesi atau bahan lain pada
minimal SO%.
titik pemicu

585
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Tabel3. Obat-obatan Profilaksis Nyeri Kepala Tipe tegang


Obat Dosis Harian (mg) Level Rekomendasi
Obat lini pertama
• Amitriptilin 30-75 A
Obatlinikedua
• Mirtazapin 30 B
• Venafaksin 150 B
Obat lini ketiga
• Klomipramin 75- 150 B
• Maprotilin 75 B
• Mianserin 30-60 B
Sumber: Bendtsen L, dkk. ). Eu ro pea n j Neural. 2010. h. 1318-2 5.

Prinsip pemilihan obat profilaksis adalah: frekuensi, dan durasi nyeri, serta gangguan
1. Harus sesuai lini yang direkomendasikan fungsional, jumlah obat simptomatis yang
(lini pertama lebih diutamakan dari lini dikonsumsi, efikasi terapi profilaksis, dan
kedua), tetapi harus mempertimbangkan efek samping dari obat profilaksis maupun
efek sam ping dan faktor komorbid pasien obat simptomatis. Oleh karena faktor pen-
2. Dimulai dengan dosis rendah, kemudian ting pencegahan kekambuhan nyeri kepala
dosis dinaikkan perlahan-lahan hingga adalah dengan mengidentifikasi faktor yang
didapatkan dosis maksimal yang efektif mencetuskan dan mengurangi nyeri kepala.
untuk pasien Walaupun tidak berbahaya, TTH dapat
3. Obat diberikan dalam jangka waktu mengganggu aktivitas sehari-hari. Kasus TTH
seminggujlebih terbanyak adalah kasus TTH episodik, namun
4. Obat dapat diganti dengan obat lain jika akan sangat mudah menjadi kronik akan
obat pilihan pertama gaga! meningkat jika pemicu dan stresor tidak bisa
diatasi.
5. Obat lebih utama diberikan dalam ben-
tuk monoterapi
NYERI KEPALA TIPE KLASTER
Sebelum diberikan terapi profilaksis, perlu Kelompok trigeminal autonomic cephalal-
ditanyakan penyakit komorbid lain yang gias (TAC) terdiri dari: (1) nyeri kepala tipe
juga dialami oleh pasien, misalnya: pasien klaster, (2) paroksismal hemikrania, (3)
dengan hipertrofi prostat dan glaukoma short-lasting unila.teral neuralgiform head-
tidak boleh diberikan amitriptilin. Pasien ache attacksjSUNCT, (4) kontinua hemikra-
harus diinformasikan mengenai cara kerja nia, dan (5) probable TAC. Nyeri kepala tipe
obat dan kapan saja waktu mengonsumsi klaster atau cluster headache (CH) meru-
obat. Selain itu, pasien juga perlu mendapat pakan nyeri kepala tersering pada TAC, se-
penjelasan mengenai tingkat efikasi dan hingga fokus pembahasan pada bagian ini
efek sam ping obat tersebut. ialah mengenai CH.
Pasien juga perlu mencatat tiap serangan CH memiliki karakteristik berupa nyeri ke- ·
nyeri pada catatan harian (headache diary). pala hebat yang disertai gejala otonom di
Catatan ini berfungsi untuk mengetahui pola, tempat yang spesifik, seperti orbita, supra-

586
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala

orbita, temporal, atau kombinasi tempat- belum bisa dimengerti secara jelas. Untuk
tempattersebut. Nyeri terse but berlangsung memudahkan pemahaman penyakit ini,
secara periodik, sehingga disebut sebagai maka dilakukan pendekatan patofisiologis
klaster (cluster), dalam waktu 15-180 me- berdasarkan gejala yang dialami pasien, yai-
nit dengan frekuensi dari 1 kali tiap 2 hari tu: (1) nyeri kepala; (2) gejala otonom; dan
hingga 8 kali sehari. Serangan nyeri kepala (3) periodisitas yang stereotipik.
selalu disertai satu atau lebih gejala, seperti
Stimulus nyeri kepala disampaikan ke
injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti na-
sistem saraf pusat melalui cabang nosiseptif
sal, rhinorrhea, berkeringat di kening dan
oftalmikus nervus Trigeminus. Cabang saraf
wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra.
ini menginervasi struktur intrakranial yang
Semua gejala tersebut bersifat ipsilateral.
sensitif terhadap nyeri, seperti: duramater
Pasien sebagian besar gelisah dan agitasi
dan pembuluh darah dural. Ketika saraf
selama serangan CH berlangsung.
atau ganglion trigeminus teraktivasi, sub-
Prevalensi CH sangat jarang, hanya kurang stansi P dan calcitonin gene-related peptide
dari 1%. Penyakit ini lebih banyak ditemu- (CGRP) akan dilepaskan. Pelepasan kedua
kan pada lelaki dibanding perempuan, de- jenis neuropeptida trigeminovaskular ini
ngan rasio sekitar 6:1, serta berusia lebih merangsang inflamasi neurogenik dan di-
dari 30 tahun. Selain itu faktor risiko juga latasi pembuluh darah yang kemudian me-
jika mengkonsumsi vasodilator seperti nimbulkan sensasi nyeri kepala.
alkohol, riwayat trauma dan operasi kepala, Gejala otonom pada nyeri kepala klaster
merokok, serta adanya stressor.
merupakan indikasi adanya aktivasi saraf
parasimpatis. Saraf ini merupakan cabang
Klasifikasi
dari neuron orde pertama nukleus salivato-
Terdapat dua jenis CH, yaitu: rius superior dan memiliki hubungan fung-
1. CH episodik, merupakan serangan nyeri sional dengan nukleus trigeminus. Serabut
kepala klaster yang terjadi periodik dan saraf ini selanjutnya memanjang sejajar
berlangsung tujuh hari sampai satu ta- nervus fasialis dan bersinaps di ganglion
hun. Setiap periode dipisahkan oleh pterigopalatina. Saraf post-ganglionik ber-
periode bebas nyeri yang akan berlang- fungsi sebagai vasomotor dan sekretomotor
sung satu bulan atau lebih lama. pembuluh darah serebral, kelenjar lakri-
2. CH kronik, merupakan serangan nyeri mal, dan mukosa hidung. Hal lain yang juga
kepala klaster yang terjadi selama lebih memicu munculnya gejala otonom adalah
dari satu tahun tanpa remisi atau di- perubahan vaskular yang menginduksi
sertai remisi namun berlangsung hanya gangguan aktivitas saraf simpatis. Muncul-
kurang dari satu bulan. nya gejala sindroma Horner (ptosis, miosis,
injeksi konjungtiva) selama serangan nyeri
Patofisiologi kepala klaster, mengindikasikan adanya
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak pengaruh pleksus simpatis karotis, teruta-
lama, tetapi patofisiologi yang mendasari ma pleksus di sekitar arteri karotis interna
berbagai gejalanya hingga saat ini masih

587

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

segmen kavernosus. headache attack with conjungtival in-


jection and tearing/cranial autonomic
Sementara itu, periode serangan yang epi-
features (SUNCT/SUNA).
sodik diduga berhubungan dengan adanya
disfungsi aktivitas hipotalamus. Hal ini di- c. Migren
buktikan dengan abnormalitas kadar har- d. Arteritis temporal
mon kelenjar hipofisis yang mengindika-
Tata Laksana
sikan adanya perubahan ritme sekretorik Pada prinsipnya tata laksana nyeri kepala
hipotalamus. klaster bertujuan untuk menekan periode
Diagnosis dan Diagnosis Banding serangan, menghentikan serangan akut,
mengurangi frekuensi serangan, serta me-
1. Diagnosis
ngurangi berat atau intensitas serangan.
Kriteria diagnostik cluster headache
adalah: Terapi untuk serangan akut nyeri kepala
a. Terdapat minimal 5 serangan yang klaster:
memenuhi kriteria B-D 1. Inhalasi oksigen 100% 7 L/menit selama
b. Nyeri hebat atau sangat hebat di or- 15 menit dengan sungkup
bita, supraorbita, dan atau temporal 2. Dihidroergotamin (DHE) 0,5-1,5mg se-
yang unilateral, berlangsung 15-180 cara intravena akan mengurangi nyeri
menit bila tidak diobati dalam 10 menit. Pemberian melalui in-
c. Nyeri kepala disertai setidaknya satu tramuskular atau nasal memeiliki awitan
dari gejala berikut: lebih lama.
3. Sumatriptan injeksi subkutan 6mg akan
1) Injeksi konjungtiva dan atau lakrima-
mengurangi nyeri dalam waktu 5-15 me-
si ipsilateral
nit. Dapat diulang setelah 24 jam. Suma-
2) Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea triptan dikontraindikasi untuk pasien
ipsilateral dengan penyakit jantung iskemik dan/
3) Edema palpebra ipsilateral atau hipertensi tidak terkontrol. Suma-
4) Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral triptan nasal spray 20mg juga dapat di-
5) Miosis dan atau ptosis ipsilateral berikan, tetapi kurang efektif jika diban-
dingkan sumatriptan injeksi subkutan.
6) Perasaan gelisah atau agitasi
Efek sampingnya adalah pusing, letih,
d. Serangan-serangan tersebut mem- parestesia, dan kelemahan di wajah.
punyai frekuensi: dari 1 kali setiap 2
4. Anestesi lokal 1mL lidokain 4% yang
hari sampai 8 kali per hari
diteteskan pada kapas kemudian kapas
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain diletakkan di tiap lubang hidung selama
2. Diagnosis Banding 5 menit.
a. Paroksismal hemikrania Indikasi terapi profilaksis:
b. Short-lasting unilateral neuralgiform

588

Scanned for Pablo


Nyeri Kepa/a

a. Nyeri kepala klaster yang sulit hilang Prognosis pada pasien CH dapat bervariasi,
walaupun telah diberikan terapi abortif mulai dari persistennya serangan yang ber-
(gaga! terapi abortif) ulang, memanjangnya masa remisi, hingga
b. Nyeri kepala klaster terjadi setiap hari berubahnya CH episodik menjadi CH kronik.
dan berlangsung selama lebih dari 15 Sekitar 80% pasien CH episodik akan tetap
menit mengalami CH episodik selama hidupnya. Se-
men tara itu, 4-13% pasien CH episodik dite-
c. Pasien yang bersedia dan mampu me-
mukan mengalami transformasi menjadi CH
ngonsumsi obat setiap hari
kronik. Remisi spontan ditemukan pada 12%
Obat yang dapat digunakan untuk profilaksis: pasien, umumnya pada pasien CH episodik.
1. Verapamil 120- 160mg dapat diberikan Tidak ada laporan mortalitas yang diakibat-
3- 4 kali sehari (merupakan pilihan per- kan langsung oleh CH, namun banyak pasien
tama terapi profilaksis). Selain itu dapat dikatakan mengalami depresi dan bunuh diri
juga menggunakan nimodipin 240mg/ akibat serangan CH yang periodik.
hari atau nifedipin 40-120mgjhari.
2. Prednisolon S0-75mgj hari. Dosis di- NEURALGIA TRIGEMINAL
kurangi 10% pada hari ketiga. Obat ini Neuralgia trigeminal atau yang dikenal juga
tidak boleh diberikan dalam jangka wak- dengan tic douloureux adalah nyeri akibat
tu yang lama. Efektif mencegah serangan lesi di sepanjang cabang nervus trigeminus.
pada 80-90% kasus. lnsidensnya lebih banyak pada perempuan
3. Litium 300- 1500mgjhari per oral (rata- dibanding lelaki (2 :1). Pada 90% pasien,
rata pemberian 600-900mgjhari) awitan terjadi ketika pasien berusia di atas
4. Metisergid 4-10 mgj hari per oral usia 40 tahun, terutama usia 60- 70 tahun.
Jika terjadi, di usia 20-40 tahun, penyebab
5. Ergotamin tartrat 2mg diberikan 2- 3
demielinisasi akibat multipel sklerosis per-
kali per hari. Dapat diberikan dengan
lu dipertimbangkan.
cara 2mg per oral atau 1mg per rektal,
2--jam sebelum serangan terutama pada Klasifikasi
malam hari. IHS membedakan neuralgia trigeminal men-
jadi 2 kategori:
Selain terapi medikamentosa, pasien perlu 1. Neuralgia trigeminal klasik, umumnya
disarankan untuk membiasakan diri hidup idiopatik. Namun seringkali berkaitan
dan istirahat teratur, hindari konsumsi alko- dengan kompresi vaskular pada tempat
hol, batasi paparan terhadap zat volatil se- masuknya cabang nervus trigeminus di
perti gasolin, hati-hati bila sedang berada di batang otak.
ketinggian, serta hindari paparan terhadap 2. Neuralgia trigeminal simtomatik, sering
produk tembakau dan sinar yang terlalu disebabkan oleh lesi struktural, seperti mul-
terang atau suara yang terlalu gaduh (glare tipel sklerosis, anuerisma arteri basilar, atau
and bright light). tumor (neuroma trigeminal, meningioma,
epidermoid) pada cerebellopontine angle.

589

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gejala Klinis nyeri. Sebanyak 60% pasien dapat meloka-


Gejala yang paling sering dikeluhkan berupa lisasi titik picu nyeri.
serangan nyeri pada wajah unilateral yang
Patofisiologi
bersifat episodik, spontan, menusuk, dan Sampai saat ini patofisiologi neuralgia tri-
seperti tersengat listrik pada daerah wajah geminal masih kontroversial. Etiologinya
yang dipersarafi oleh percabangan nervus
dapat berasal dari sentral, perifer, atau
trigeminus. Nyeri bersifat progresif dalam
keduanya. Nervus trigeminus {N. V) dapat
waktu 20 detik, sehingga pasien terlihat
menghantarkan nyeri karena memiliki se-
kesakitan yang kemudian menghilang dan
rabut saraf sensorik dari ketiga cabangnya
menyisakan rasa terbakar yang bertahan
(Gambar 5), yaitu cabang Vl (cabang oksi-
beberapa detik hingga menit.
pital) yang mempersarafi kulit kepala, dahi,
Neuralgia yang klasik biasanya memiliki ti- dan kepala bagian depan; cabang V2 (ca-
tik picu (trigger point) daerah wajah yang bang maksila) untuk hidung, pipi, serta ra-
dipersarafi nervus trigeminus cabang ked- hang, bibir, gigi, dan gusi atas; serta cabang
ua atau ketiga (terutama daerah pipi dan V3 (cabang mandibula) pada area rahang,
dagu). Hanya >5% pasien yang memiliki ti- bibir, gigi, dan gusi bawah.
tik picu di daerah nervus trigeminus cabang
Umumnya tidak ada kelainan struktural
pertama. Pada 60% kasus, nyeri berasal dari
(85%), namun sebagian ditemukan adanya
ujung mulut hingga ke arab sudut rahang,
kompresi nervus trigeminal oleh arteri dan
sedangkan 30% dari bibir atas atau gigi ta-
vena pada tempat masuknya cabang nervus
ring atas hingga ke sekitar mata dan alis.
ini di batang otak Kompresi ini menyebab-
Nyeri tidak pernah menjalar dari satu sisi kan demielinisasi yang dapat mengakibat-
ke sisi lainnya, tetapi nyeri pada beberapa kan cedera nervus trigeminal, terutama
kasus dapat bilateral, umumnya penyebab pada cabang kedua dan ketiga. Dapat dite-
sentral berupa multipel sklerosis. Umum- mukan juga penekanan akibat tumor di dae-
nya akan ada periode bebas nyeri yang rah cerebellopontine angle (CPA) yang bi-
dapat berlangsung beberapa minggu hingga asanya disertai adanya baal di daerah wajah
beberapa tahun. Di antara dua serangan pada area ketiga cabang N. V, serta paresis
dapat terasa nyeri tumpul yang bertahan N. VII perifer dan gangguan pendengaran
dan menetap di beberapa kasus. Sesudah pada telinga ipsilateral.
serangan nyeri umumnya akan ada periode
Nyeri neuropatik merupakan penanda uta-
refrakter, yaitu suatu periode bebas rasa
IJla dari kerusakan serat saraf aferen kecil
nyeri (kondisi tidak dapat dipicu).
yang tidak bermielinisasi atau bermieli-
Saat nyeri rekuren, titik picu umumnya akan nisasi tip is. Rusaknya mielin (demielinisasi)
berada pada tempat yang sama. Pemerik- ini mengakibatkan hilangnya barrier antara
saan neurologis akan menunjukkan kondisi satu serat saraf dengan serat saraf lainnya,
normal, kecuali jika dilakukan pemerik- sehingga rentan terjadi "korsleting". Hal ini
saan segera setelah nyeri muncul, berupa diperburuk oleh mekanisme re-entry yang
berkurangnya fungsi sensoris pada daerah mengakibatkan amplifikasi stimulus, se-

590
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala

hingga stimulus akan dihantarkan secara Kriteria diagnostik neuralgia trigeminal


berlebihan. Kondisi lain yang dapat menye- berdasarkan IHS adalah:
babkan kerusakan pada mielin adalah mul- 1. Serangan nyeri paroksismal beberapa
tipel sklerosis, kompresi oleh tumor nervus detik hingga dua menit yang melibatkan
V, dan proses degeneratif. 1 atau lebih cabang N. Trigeminal dan
memenuhi kriteria 8 dan C.
Diagnosis
Diagnosis terutama berdasarkan nyeri yang 2. Nyeri paling sedikit memenuhi 1 karak-
khas pada daerah wajah yang dipersarafi teristik berikut:
nervus trigeminal unilateral. Faktor pence- a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa tertikam.
tus nyeri adalah stimulus non-nyeri yang b. Dicetuskan dari satu titik pada zona
merupakan bagian dari aktivitas sehari- nyeri atau oleh satu faktor pencetus.
hari, dapat berupa sentuhan, berbicara,
3. Jenis serangan stereotipik pada tiap in-
makan, minum, mengunyah, menyikat gigi,
dividu.
menyisir rambut, bercukur rambut, terkena
air saat mandi. Titik picu nyeri umumnya di 4. Tidak ada defisit neurologis.
daerah plika nasolabialis. 5. Tidak berkaitan dengan gangguan pada
organ lain.

Ne:rvus
oftlllrrl. us

Ga"'E'io'1
tr \gl< -I'll! I

=- ~ '
rr.a _;"I] r~

t-.1:: ~~
rr ar-1;iib 'a -~

Gambar 5. Persarafan Nervus Trigeminus

591

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Diagnosis banding dari penyakit ini meli- 1. Terapi Nonmedikamentosa


puti sindroma nyeri fasial atipikal, nyeri Tata laksana pembedahan diindikasi-
kepala kluster, neuralgia pascaherpes, dan kan pada nyeri yang sulit dikontrol wa-
nyeri akibat penyakit pada gigi atau orbita. laupun sudah diberikan tata laksana
Pemeriksaan pencitraan yang ideal adalah medikamentosa, atau pada nyeri yang
MRI dengan kontras untuk membedakan simtomatik akibat penekanan oleh arteri
neuralgia trigeminal klasik dan simtomatik, atau tumor. Terdapat 5 prosedur terapi
berupa adanya gambaran kompresi saraf pembedahan pada neuralgia trigeminal,
trigeminal oleh pembuluh darah atau tumor. sesuai dengan etiologinya, yaitu gamma
knife radiosurgery, radiofrequency elec-
Tata Laksana
trocoagulation, injeksi gliserol, balloon
Prinsip utama tata laksana nyeri trigeminal
microcompression, dan microvascular de-
adalah mencari penyebab utamanya, sebe-
compression. Namun terapi pembedahan
lum memberikan obat-obatan selama jang-
berisiko terjadinya anestesia dolorosa,
ka panjang, dilanjutkan dengan tindakan
yaitu rasa baal di area yang dipersarafi
pembedahan jika memang terjadi kelainan
nervus trigeminus.
struktural.
Walaupun neuralgia trigeminal tidak
1. Terapi Medikamentosa
membahayakan nyawa, namun sangat
Neuralgia trigeminal klasik umumnya
mengganggu kualitas hid up akibat nyeri-
akan responsif dengan terapi medika-
nya yang hebat saat serangan dan dapat
mentosa. Sementara itu, tata laksana
berulang setiap saat. Hal ini dapat me-
neuralgia trigeminal simtomatik harus
nyebabkan sindrom nyeri kronik dan
disesuaikan dengan etiologinya. Terapi
menyebabkan depresi. Pasien akan
alternatif seperti stimulus mekanik, elek-
cenderung membatasi aktivitas yang
trik, atau termal dapat digunakan untuk
merangsang nyeri seperti mengunyah,
mengurangi nyeri dengan efek samping
sehingga akan kehilangan berat badan
yang lebih kecil dibanding dengan terapi
yang signifikan. Bahkan pada kasus nyeri
medikamentosa.
yang parah dapat mendorong pasien un-
Pilihan terapi yang dapat digunakan tuk bunuh diri.
adalah oral berupa:
Pasien perlu diedukasi tentang perjalan-
• Karbamazepin 100-600mgjhari an penyakit bahwa serangan nyeri me-
• Pregabalin 150-300mgjhari miliki kemungkinan remisi beberapa bu-
• Gabapentin 1200-3600mgjhari lan, lalu dapat rekuren dengan frekuensi
• Baklofen 60-80mgjhari lebih sering. Demikian pula tentang efek
samping obat, terutama obat anti-kon-
• Fenitoin 200-400mgjhari
vulsan yang dapat menyebabkan sedasi
• ~amotrigin 100-400mgjhari dan ataksia, serta memengaruhi fungsi
• Topiramat 150-300mgjhari hati, agar pasien dapat mengenali ge-
• Okskarbazepin 300-2400mgjhari jala menurunnya fungsi hati dan segera

592

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

berobat jika perlu. Pasien juga sebaiknya • Nyeri kepala yang terjadi selalu di satu sisi
mengurangi manuver-manuver yang • Nyeri kepala yang terjadi setelah trauma
akan memicu munculnya nyeri. kepala
• Nyeri kepala dengan penyakit sistemik
NYERIKEPALASEKUNDER
(demam, kaku kuduk, ruam kulit)
Kelompok nyeri kepala sekunder pada
dasarnya berbeda dengan nyeri kepala • Nyeri kepala yang berhubungan dengan
primer karena merupakan sebuah gejala kejang dan aura atipikal
dari suatu proses organik dan berhubungan • Nyeri kepala dengan defisit neurologis
dengan lebih dari 316 gangguan dan penya- • Nyeri kepala awitan baru pada pasien
kit. Oleh karena nyeri kepala sekunder ini imunodefisiensi atau kanker
merepresentasikan suatu proses organik di • Nyeri kepala yang dicetuskan oleh pe-
tubuh, maka setiap klinisi harus bisa men- rubahan posisi, aktivitas, dan peregangan
deteksi dini masalah ini dengan cara menge-
• Nyeri kepala pada pasien dengan sindroma
nali tanda bahaya nyeri kepala agar pasien
neurokutaneus
tidak jatuh ke dalam kondisi yang mengan-
cam nyawa. Setelah diagnosis nyeri kepala Berbeda dengan orang dewasa, tanda ba-
sekunder ditegakkan, selanjutnya pasien haya nyeri kepala pada anak, antara lain:
harus direncanakan beberapa pemeriksaan • Nyeri kepala persisten dengan durasi <6
lebih lanjut untuk mengetahui proses or- bulan yang tidak respon dengan pengo-
ganik penyakit yang mendasarinya. batan
Pengenalan tanda bahaya nyeri kepala akan • Nyeri kepala berhubungan dengan de-
menuntun klinisi untuk memutuskan urgensi fisit neurologis, termasuk edema papil,
pemeriksaan lanjutan (pencitraan otak, anali- nistagmus, dan gangguan gait
sis cairan otak, pemeriksaan darah) pada • Nyeri kepala persisten pada pasien yang
pasien dengan keluhan nyeri kepala. Tanda tidak memiliki riwayat migren di keluarga
bahaya ini berbeda antara orang dewasa dan • Nyeri kepala persisten yang disertai
anak-anak. Beberapa tanda bahaya nyeri.ke- gangguan kesadaran, disorientasi, atau
pala pada orang dewasa, antara lain: muntah
• Nyeri kepala pertama kali dan sangat • Nyeri kepala yang sering membangun-
parah (thunderclap headache) kan anak dari tidurnya, atau terjadi
• Nyeri kepala awitan pertama kali di atas segera setelah anak bangun tidur
usia 50 tahun • Adanya riwayat penyakit saraf sebelum-
• Nyeri kepala dengan peningkatan freku- nya atau riwayat serupa di keluarga yang
ensi dan tingkat keparahan mendukung ke arab kelainan susunan
sarafpusat
• Nyeri kepala kronik sehari-hari yang ti-
dak responsif dengan terapi

593

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel4. Tanda Babaya pada Evaluasi Pasien dengan Nyeri Kepala


Tanda Babaya Diagnosis Banding Rencana Pemeriksaan
Nyeri kepala setelah usia 50 Arteritis temporal, lesi massa Laju endap darah, pencitraan
tahun
Nyeri kepala awitan mendadak Perdarahan subaraknoid, apopleksi pituitari, Pungsi lumbal, pencitraan
malformasi ateriovena, lesi massa (terutama
fossa posterior
Nyeri kepala progresifbertam- Lesi massa, subdural hematom, medication Pencitraan, skrining obat
bah berat overuse medication
Nyeri kepala dengan penyakit Meningitis, ensefalitis, infeksi sistemik, Lyme Tes darah, pungsi lumbal,
sistemik (demam, kaku kuduk, disease pencitraan
ruamkulit)
Defisit neurologis fokal (selain Lesi massa, stroke, penyakit vaskular kolagen Pencitraan, evaluasi kolagen
aura tipikal) (misalnya anterior pituitary-like/APL) vaskular
Edema papil Lesi massa, pseudotumor, meningitis Pencitraan, pungsi lumbal
Sumber: Newman LC, dkk. Neurologic clinics of North America. 1998. h. 285-303.,

Beberapa pemeriksaan lanjutan yang di- pemeriksaan yang dapat dikerjakan untuk
indikasikan pada nyeri kepala sekunder mengetahui penyakit yang mendasari nyeri
adalah pencitraan otak, laboratorium, anali- kepala. Pungsi lumbal dikerjakan pada kasus
sis cairan otak, dan elektroensefalogram meningitis, ensefalitis, metastasis tumor lep-
(EEG), seperti pada Tabel4. Pencitraan otak tomeningeal, perdarahan subaraknoid, atau
seperti CT scan dan MRI dapat dilakukan adanya perubahan tekanan cairan otak, se-
untuk mendeteksi kelainan struktural. Ke- dangkan elektroensefalografi (EEG) dilakukan
dua pemeriksaan ini memiliki karakteristik pada nyeri kepala yang berhubungan dengan
masing-masing. CT scan lebih sensitif dari- bangkitan kejang atau epilepsi.
pada MRI pada kasus stroke akut, perda-
Setelah mengetahui penyakit organik yang
rahan subaraknoid ( <24 jam). MRI lebih
mendasari nyeri kepala, tata laksana selan-
sensitif daripada CT scan untuk mendeteksi
jutnya diberikan sesuai etiologinya. Adapun
keganasan, lesi di medulla spinalis, kelainan
pembahasan lebih rind mengenai beberapa
pituitari, dan malformasi arterivena. CT a-
penyakit yang mendasar ini dapat dilihat di
ngiografi, MR angiografi, dan MR venografi
topik lain dalam buku ini.
merupakan pemeriksaan pencitraan yang
dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan
CONTOH KASUS
vaskular.
1. Seorang perempuan berusia 32 tahun
Pemeriksaan laju endap darah dan protein mengeluh nyeri kepala sebelah yang dida-
C-reaktif diindikasikan pada nyeri kepala hului dengan melihat bintik-bintik hitam
sekunder terkait arteritis temporal. Peme- disertai kilatan cahaya. Penglihatan terse-
riksaan ANA dan faktor reumatoid dikerjakan but berlangsung sekitar 30 menit dan dii-
untuk mengetahui adanya kelainan autoimun. kuti nyeri kepala di sebelah kanan. Nyeri
Skrining toksikologi, darah lengkap, hormon kepala terasa berdenyut dan semakin he-
tiroid, dan tes fungsi hati adalah beberapa bat dengan visual analog scale (VAS) 8. Ti-

594

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

dak didapatkan defisit neurologis dalam 4) Keterlibatan mata ·


pemeriksaan fisik Pasien sering menga- Jawaban: d. Nyeri kepala klaster, d. Ke-
lami nyeri kepala seperti ini sejak remaja. terlibatan mata
Pertanyaan: 3. Seorang perempuan berusia 47 tahun
Apakah diagnosis pada pasien tersebut? datang dengan keluhan nyeri kepala se-
a. Tension headache jak 3 hari sebelumnya. Nyeri dirasakan
b. Nyeri kepala klaster seperti terikat di seluruh bagian kepala.
c. Tumor otak Nyeri kepala diperberat dengan aktivi-
d. Migren dengan aura · tas, seperti terlalu lama di depan kom-
e. Migren tanpa aura puter atau terlalu lama membaca dan
berkurang dengan istirahat. Pemerik-
Jawaban: d. Migren dengan aura
saan fisik dalam batas normal.
2. Seorang pasien perempuan usia 28 tahun
Pertanyaan:
datang ke IGD dengan keluhan nyeri ke-
Apakah diagnosis pasien tersebut?
pala sebelah kiri disertai nyeri pada mata
a. Tension type-headache
kiri. Intensitas nyeri cukup berat (VAS
b. Nyeri kepala klaster
9-10) dengan durasi sekitar 3-4 jam. Nyeri
c. Tumor otak
dirasakan seperti tertekan, berdenyut,
d. Migren dengan aura
atau ditusuk-tusuk Saat serangan mata
e. Migren tanpa aura
kiri menjadi merah, berair, dan sangat si-
Jawaban: a. Tension type-headache
lau melihat cahaya. Nyeri hilang timbul de-
ngan frekuensi hingga 3 kali dalam sehari, 4. Seorang perempuan 78 tahun datang
bahkan membuat terbangun pada malam dengan keluhan nyeri seperti tertusuk
hari karena nyerinya. Pasien pernah me- pada pipi kanan, daerah atas rahang, dan
ngalami nyeri seperti ini kira-kira 7 tahun sekitar hidung sejak 8 bulan sebelumnya.
yang lalu dan berulang setiap tahun. Nyeri terasa berat (VAS 8-9), hingga meng-
ganggu tidur dan aktivitas sehari-hari
Pertanyaan:
pasien. Nyeri kadang muncul saat mengu-
Apa diagnosis pasien tersebut?
nyah atau menelan, dan menyebar ke arah
a. Migren tanpa aura
telinga dan tenggorokan. Pasien pernah
b. Migren dengan aura
mendapat karbamazepin, tetapi semakin
c. SOL (space occupaying lesion) in-
lama dikatakan tidak ampuh menghilan-
trakranial
gkan nyeri. Pasien memiliki riwayat men-
d. Nyeri kepala klaster ·
galami angina pektoris tidak stabil.
Apa ciri khas yang mengarahkan diagno-
sis terhadap pasien tersebut? Pertanyaan:
1) Nyeri kepala berdenyut Apakah diagnosis pasien terse but di atas?
2) Nyeri kepala sebelah a. Cluster headache
3) Nyeri kepala hebat b. Nyeri akibat gigi berlubang

595

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

c. Migreq Pertanyaan:
d. Neuralgia trigeminal Apakah diagnosis paling mungkin pada
Jawaban: d. Neuralgia trigeminal pasien ini?
5. Seorang laki-laki 24 tahun datang ke IGD a. HNP servikal
dengan nyeri kepala hebat sejak 1 hari. b. Nyeri kepala servikogenik
Nyeri kepala dirasakan di seluruh ke-
c. Neuralgia trigeminal
pala, terus menerus, dan tidak dipenga-
ruhi aktivitas. Intensitas nyeri VAS 7-8. d. Migren tanpa aura
Pasien masih sadar penuh, tetapi demam Jawaban: b. Nyeri kepala servikogenik
39°C sejak sehari sebelumnya. Pemerik- 7. Seorang perempuan 37 tahun datang ke
saan neurologis ditemukan kaku kuduk poliklinik dengan keluhan nyeri kepala
dan ruam kulit. Pemeriksaan laborato- sejak setahun lalu. Nyeri kepala terutama
rium terdapatleukositosis 21.000/mm3• dirasakan di sisi kanan kepala. Awalnya,
Pertanyaan: · nyeri kepala memiliki frekuensi satu kali
Apakah diagnosis kerja yang paling seminggu, hilang timbul, durasi sekitar
mungkin pada pasien ini? setengah hari, dan intensitas ringan. Na-
a. Perdarahan subaraknoid mun, sejak 1 bulan terakhir, nyeri mun-
b. Ensefalitis viral cul setiap hari, terus menerus, dan inten-
c. Meningitis bakterialis · sitas sedang-berat. Saat datang, pasien
d. Epidural hematom sadar, namun terlihat kesakitan (VAS
Jawaban: c. meningitis bakterialis 8-9) dan bingung, serta bicara kadang
tidak sesuai dengan pertanyaan.
6. Seorang perempuan 26 tahun, staf keuan-
gan, datang ke poliklinik dengan keluhan Pertanyaan:
nyeri leher belakang sejak 8 bulan. Nyeri di- Pemeriksaan lanjutan apa yang paling
rasakan hilang timbul dengan intensitas se- utama dikerjakan untuk mengetahui
dang, dan tidak berdenyut, sekitar 1-2 kali penyakit yang mendasari nyeri kepala
seminggu. Nyeri menjalar ke kepala bagian pasien?
belakang, bahu kanan, dan sekitarwajah sisi a. Analisis cairan otak
kanan, terutama bila pasien sedang banyak b.MRI ·
kerjaan dan kurang tidur. Tidak ada riwayat c. Angiografi
demam, penurunan berat badan, dan mual d. CTscan
muntah. Pemeriksaan fisik menunjukkan Jawaban: b. MRI
postur kepala ke depan. Saat palpasi leher,
teraba spasme pada m. trapezius bilateral DAFTAR PUSTAKA
dan m. paravertebra servikalis, tidak ada 1. AminoffMJ, Boller F. Swaab DF. Headache. Hand-
defisit neurologis. Pasien merasa nyeri saat book of Clinical Neurology. 2011;97:3-22.
2. Saputra AI, Wibisono Y, Ganiem AG. Gamba-
gerakan hiperekstensi kepala secara pasif. ran disabilitas akibat migren pada remaja
Pemeriksaan Rontgen servikal menunjuk- dengan menggunakan PedMIDAS. Neurona.
kan hasil straight cervical. 2016;33(2):136-40.

596

Scanned for Pablo


Nyeri Kepala

3. Adnyana IMO. Prevalensi, karakteristik dan be- 12. Rapper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin-
berapa faktor yang berkaitan dengan nyeri ke- ciples of neurology. Edisi ke-8. USA: McGraw-Hill;
pala migren pada mahasiswa STIKES Bali. Neu- 2005.
rona. 2012;29. 13. Newman LC. Treatment of migraine: preventive
4. Headache Classification Subcommittee of the In- therapies/clinical pearls. New York: American
ternational Headache Society. The international Academy of Neurology Institute; 2014.
classification of headache disorders. Edisi ke-2. 14. Newman LC, Levin M. Headache and facial pain.
Copenhagen: The International Headache Soci- New York: Oxford University Press; 2011.
ety; 2005. 15. Lode, Sadeli HA, Nurimaba N. Perbandingan
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia efektivitas topiramat 50mg dan topiramat 1 OOmg
(PERDOSSI). Diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien migren. Neurona. 2014;31(2):68-73.
nyeri kepala. Surabaya: Airlangga University 16. Sakuta M. Tension-type headache: it's mecha-
Press; 2013. nism and treatment. JMAJ. 2004;47(3):130 -4.
6. Peres MFP. Migraine. Dalam: Silberstein SO, Stiles 17. Silberstein SO, Lipton RB, Dalessio OJ. Wollf's
MA, Young WB, editor. Atlas of migraine and headache and other head pain. Edisi Ke-7.'New
other headaches. Edisi kedua. Florida: Taylor & York: Oxford University Press; 2001.
Francis; 2005. h. 61-72. 18. Young WB. Tension-type headaches. Dalam: Sil-
7. Ketaren RJ, Wibisono Y, Sadeli AH. Validitas berstein SO, Stiles MA, Young WB, editor. Atlas
migraine screen quetionnaire (MS-Q) versi In- of migraine and other headaches. Edisi kedua.
donesia sebagai alat penapis migren. Neurona. Florida: Taylor & Francis; 2005. h. 95-8.
2014;31(2):82-8. 19. Ashkenazi A, Schwedt T. Cluster headache:
8. Wibisono Y, Ketaren RJ. Perbandingan antara acute and prophylactic therapy. Headache.
MS-Q (migraine screen questionnare) versi Indo- 2011;51(2):272-86.
nesia dengan dengan ID-mingraine TM sebagai 20. Halker R, Vargas B, Dodick OW. Cluster headache:
alat skrining migren. 2014;31(4):148-52. diagnosis and treatment. Seminars in Neurology.
9. Ducharme J. Canadian Association of Emer- 2010;30(2):175-83.
gency Physicians guidelines for the acute man- 21. May A Cluster headache: pathogenesis, diagnosis,
agement of migraine headache. J Emerg Med. and management. Lancet 2005;366(9488): 843-55.
1999;17(1):137-44. 22. Furgang FA. Siddiqui M, Siddiqui S, Ranasinghe
10. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, JS. Pain management: trigeminal neuralgia. Hos
Sandrini G, Schoenen J. EFNS guideline on Phy. 2003;1:64-7.
the treatment of tension-type headache. Re- 23. Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal
port of an EFNS task force. European J Neural. neuralgia: pathophysiology and treatment. Act
2010;17(11):1318-25. Neurol Belh. 2001;101:20-5.
11. Gruber HJ, Bernecker C, Lechner A, Weiss S, Wall- 24. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin-
ner-Blazek M, Meinitzer A, dkk. Increased nitric ciples of neurology. Edisi ke-8. New York: Mc-
oxide stress is associated with migraine. Cepha- Graw-Hill; 2005.
lalgia. 2010;30(4):486-92. 25. Mechtler LL, Stiles MM. Secondary headache.
Dalam: Silberstein SO, Stiles MA, Young WB, edi-
tor. Atlas of migraine and other headaches. Edisi
kedua. Florida: Taylor & Francis; 2005. h. 99-133.
26. Newman LC, Lipton RB. Emergency department
evaluation of headache. Neurologic clinics of
North America. 1998;16(2): 285-303.

597
Scanned for Pablo
NYERI NEUROPATIK

35 jan Sudir Purba, Tiara Aninditha

PENDAHULUAN di antaranya adalah nyeri neuropatik. Ang-


Nyeri neuropatik adalah Qyeri yang dise- ka ini meningkat pacta tahun 2012 di 13 RS
babkan oleh kerusakan jaringan saraf, baik di Indonesia terhadap 8.160 subjek dengan
dLsusunan saraf pusat (SSP) maupun peri- instrumen penapis yang lebih sensitif, men-
fer. Nyeri ini dapat muncul walaupun keru- jadi 21,8%. Mayoritas subyek adalah lelaki
sakan jaringan sudah sembuh atau bahkan (62,1 %) berusia 40-60 tahun dengan nyeri
tanpa adanya kerusakan jaringan. Nyeri punggung bawah (NPB), sind rom terowong-
neuropatik perifer sering digambarkan se- an karpal (STK), frozen shoulder, neuropati
bagai rasa terbakar, serasa sengatan listrik, diabetika, dan brakialgia. Penelitian di
rasa ditusuk, atau rasa kesemutan. Ditemu- Bandung (2013) mendapatkan prevalensi
kan juga gangguan sensorik berupa alodi- yang lebih tinggi (31,6%), terutama perem-
nia, hiperalgesia dengan lokasi yang kurang puan (66,9%) dan berusia >40 tahun (91 %).
jelas, tidak pacta daerah terluka saja, atau
hiperpatia. Hampir semua proses patologis PATOFISIOLOGI
yang menyebabkan kerusakanfdisfungsi ja- Munculnya nyeri neuropatik diawali oleh
ringan saraf atau neuropati berpotensi me- lesi atau disfungsi jaringan saraf sebagai
nimbulkan nyeri neuropatik, s~erti infeksi sistem somatosensorik. Nyeri ini muncul
virus, bakteri, radang aseptik, tekanan kare- spontan dengan sensasi yang 'tidak biasa',
na neoplasma atau lesi struktural lainnya, seperti disestesia, rasa seperti tusukan, rasa
degeneratif, iskemia, autoimun, zat beracun, terbakar, nyeri seperti tersengat listrik, dan
trauma, dan endokrinjmekanisme metabo- sebagainya. Kerusakan jaringan saraf dite-
lisme. mukan pacta penderita neuropati diabeti-
ka, postherpetic neuralgia (PHN), neuralgia
EPID EMI 0 LOG I trigeminal, nyeri fantom, complex regional
Nyeri neuropatik dijumpai setidaknya pacta pain syndrome (CRPS), pascabedah atau
7-8% populasi di Eropa. Di Indonesia sen- neuropati akibat trauma, toksik, neuropati
diri berdasarkan hasil penelitian multisen- idiopatik, nyeri sentral pascastroke, serta
ter unit rawat jalan 14 RS pendidikan yang akibat tekanan tumor terhadap jaringan sa-
dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI tahun raf (Gam bar 1).
2002 didapatkan 4.456 kasus nyeri, 9,5%

598

Scanned for Pablo


Nyeri Neuropatik

Sin drom

'
Gejala Nyeri sponta n Evoked paill

'I
Mekanisme
Peningkatan Pks itabi litas perifer,
rPorganisasi fenotip ikjsinaptik
PPningkatan sensitisasi sentral,
disinh ibisi

Etiologi

Gambar 1. Mekanisme Nyeri Neuropatik

Mekanisme Perifer mengalami kerusakan. Pad a lesi saraf perifer,


Dalam keadaan normal, sensasi nyeri dihan- terjadi upregulation adrenoreseptor a, se-
tarkan oleh serabut saraf C dan Ao. Lesi ja- hingga terjadi peningkatan sensitivitas ter-
ringan saraf di perifer yang beregenerasi hadap noradrenalin pada neuron aferen di
dapat membentuk neuroma ada puntung ganglion radiks doTsalis. Selain itu terjadi pula
(stump), sehingga neuron menjadi lebih sprouting pada saraf aferen primer terse but.
sensitif. Akibatnya terjadi ·sensitisasi perifer
Mekanisme Sentral
yang ditandai oleh adanya aktivitas patolo-
Neuron di kornu dorsalis akan memacu trak-
gis secara spontan, eksitabilitas yang tidak
tus spinotalamikus, yaitu bagian besar dari ja-
normal, dan hipersensitif terhadap stimulus
ras asending nosiseptif. Konsekuensi aktivitas
kimiawi, termal, dan mekanik. Mekanisme
spontan secara terus menerus yang berasal
nyeri neuropatik di perifer muncul akibatpe-
dari perifer mengakibatkan meningkatnya ak-
rubahan struktur anatomi berupa kerusakan
tivitas jaras spinotalamikus, meluasnya areal
jaringaiLsaraf atau akibat munculnya regene-
penerima, dan meningkatkan respons terha-
rasi jaringan saraf. Keadaan ini dapat berupa
dap impuls aferen. Fenomena ini disebut se-
a) ectopic discharges dan ephatic condition, b)
bagai sensitisasi sentral. Sensitisasi sentral ini
sprouting neuron kolateral, dan c) .coupling
diduga merupakan mekanisme penting terja-
antara sistem saraf sensorik dengan saraf
dinya nyeri neuropatik yang persisten. Pada
simpatis. Coupling ke saraf simpatis diakibat-
saraf sentral ditemukan beberapa perubahan
kan oleh regenerasi jaringan saraf pada lesi
antara lain: a) terjadinya reorganisasi anatomi
yang tumbuh menyimpang dari jalur anato-
medula spinalis, b) hipereksitabilitas medula
mi yang sebenarnya (Gambar 2) .
spinalis, serta c) perubahan pada sistem opioid
Pengaruh aktivitas simpatik dan katekola- endogen.
min terjadi pada saraf aferen primer yang

599

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pada kerusakan jaringan sarafperifer; juga terja- metil-4-asam isoksaazolepropionat (AMPA)


di aktivasi mikroglia dLmedula spinalis sehing- dalam memodulasi transmisi nosiseptif si-
ga reseptor purin dan p-38, sebagian dari MAP napsis di susunan saraf pus at.
kinase, turut menjadi aktif. Hal ini merupakan
Nyeri yang muncul disebabkan oleh ectopic
kunci utama patogenesis dari hipersensitivitas
discharges sebagai akibat dari kerusakan ja-
reseptor di traktus spinotalamikus. Kerusakan
ringan saraf (Gambar 3). Ectopic discharge
di daerah tersebut akan memberikan keluhan
ini merupakan akibat dari kerusakan jaring-
yang sangat spesifik dan didefinisikan sebagai
an saraf baik perifer maupun sentral, yang
keluhan nyeri neuropatik
berkaitan dengan fungsi sistem inhibitorik,
Lesi di jaringan saraf ini menyebabkan ke- gangguan interaksi antara somatik dan sim-
rusakan mielin, protein membran, atau re- patis. Terkadang pada inflamasi dan neu-
septor sinaps, sehingga terjadi gangguan ropatik ditemukan perubahan secara fenotip
elektrisitas berupa sensitisasi yang terus me- di sel saraf perifer yang mengakibatkan eksi-
nerus dari jaringan saraf yang rusak dan di- tasi ataupun disinhibisi, baik di kornu dorsalis
sebut sebagai ectopic-discharge. Nyeri neuro- maupun di jaras nyeri sampai ke areal korteks
patik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) sensorik. Keadaan ini memberikan gambaran
maupun dengan stimulus a tau juga kombina- umum berupa alodinia dan hiperalgesia yang
si. Kejadian ini berhubungan dengan aktivasi merupakan keluhan spesifik dari nyeri neu-
kana! ion Ca 2+ atau Na+ di akson yang berpe- ropatik. Keluhan ini jika tidak diterapi secepat
ran pada reseptor glutamat, yaitu N-metil-0- mungkin akan mengakibatkan kerusakan
aspartat (NMDA) atau a-amino-3-hidroksi-5- neuron yang bersifat ireversibel.

• Adr~ra

Gam bar 2. Pertumbuhan Sprouting Kolateral Mengakibatkan Coupling an tara Sistem Saraf Sensorik den-
gan Saraf Simpatis
Saraf aferen perifer yang beregenerasi (regenerating sprout) tidak tumbuh ke jalur anatomi yang seharusnya,
tetapi tumbuh membentuk kolateral dengan serabut saraf simpatis. Adanya kolateral ini menyebabkan pening-
katan jumlah adrenoreseptor a di saraf aferen perifer. Hal ini kemudian akan meningkatkan respons saraf aferen
primer terhadap noradrenalin yang dilepaskan oleh saraf simpatis.

600
Scanned for Pablo
Nyeri Neuropatik

Stimulus nyeri
'---~ '
_ -_--..._____,____!---_... _ - -41 1 1~ e-, /
' Keotak
Se_nsasi nyeri

Fungsj senso_rik normal

New·on.kornu dorsalis
.Kanal nab; lun

'
Ke otak Sen.s:asi nyeri

Tanpa stimulus t:>- - -- -- _.,.


lfun_gsi sensorik akibat lesi ja~n sarafmenyebabkan
Jetupan spoutan di sepanja]tg ak:son

Gambar 3. Mekanisme Ectopic Discharge


Lesi di saraf peri fer menyebabkan gangguan elektrisitas yang ditandai dengan adanya sinyal nyeri (digambarkan dengan
simbol petir) yang dihantarkan terus-menerus, walaupun sebenarnya tidak ada stimulus nyeri. Hal ini berhubungan
dengan aktivasi kana! natrium yang berperan dalam modulasi penghantaran sinyal nyeri di susunan saraf

GEJALA DAN TANDA KLINIS berarti nyeri yang dirasakan ialah nyeri no -
Pada prinsipnya gejala nyeri neuropatik siseptif, bukan nyeri neuropatik. Misalnya
sangat khas, berbeda dengan nyeri nosisep- pada neuralgia trigeminal, rasa nyeri bisa
tif. Pada nyeri neuropatil< tidak terdapat ke- berasal dari daerah gusi yang menjalar ke
rusakan jaringan yang dapat menjadi stimu- daerah wajah hingga ke kepala. Maka perlu
lus, namun pasien merasa nyeri. Sensasinya disingkirkan ada tidaknya abses di daerah
juga tidak 'lazim', tidak sesuai dengan pemi- gusi atau infeksi gigi lainnya yang dapat me-
cu nyerinya (alodinia). Pasien dapat mera- nyebabkan nyeri.
sakan gejala positif, seperti rasa panasjdi-
Yang terakhir, rasa nyeri neuropatik bia-
ngin, nyeri seperti ditusuk, disayat, ditikam,
sanya menjalar sesuai dengan area saraf
disetrum, atau kesemutan, disertai gejala
atau radiks yang dipersarafinya:) iidi perlu
negatif, seperti baa! atau hipestesia. Sensasi
ditanyakan atau pasien diminta untuk me-
nyeri bisa juga sesuai dengan stimulusnya,
nunjuk area-area nyeri yang dirasakannya.
namun terasa berlebihan (hiperalgesia).
Contohnya pada NPB daerah LS-Sl, akan
Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik per- terdapat rasa nyeri dari daerah pinggang ke
lu dicari ada tidaknya daerah yang berpo- tungkai bawah yang dapat dibuktikan den-
tensi menjadi sumber nyeri atau adanya ke- gan adany::1 gangguan sensorik pada peme-
rusakan jaringan, sehingga bila ditemukan riksaan sensibilitas di area tersebut.

601
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING digunakan terutama pada pasien-pasien


Rasa nyeri bersifat subyektif, kompleks, dan HIV dan sudah divalidasi ke dalam bahasa
pribadi, yang hanya bisa dinilai secara tidak Indonesia dengan sensitivitas dan spesifitas
langsung melalui laporan si penderita. Se- yangbaik
lain itu dibutuhkan suatu anamnesis yang
LANSS merupakan instrumen yang diper-
lengkap dari pasien dan keh.iarga, karena
caya dalam menilai nyeri neuropatik dan
nyeri juga bisa berkaitan dengan masalah
telah divalidasi di berbagai negara dengan
biopsikososial. Anamnesis tersebut meli-
sensitivitas 82-91% dan spesifisitas 80-
puti onset, karakteristik, dan kualitas nyeri,
94%. Instrumen ini dianggap sebagai instr'u-
serta lokasi, distribusi, dan penjalaran nyeri.
men baku emas karena mampu mendeteksi
Ditanyakan juga faktor yang memperingan
komponen nyeri neuropatik menggunakan
atau memperberat nyeri dan keluhan psi-
pemeriksaan sensibilitas. Namun untuk ke-
kologis yang menyertainya. Lalu dilakukan
pentingan penapisan ada tidaknya kompo-
pemeriksaan fisik umum, terutama lokal di
nen nyeri neuropatik, dapat menggunakan
aera nyeri dan neurologis.
kuesioner yang lebih sederhana seperti pain-
Pengukuran nyeri dapat berdasarkan la- detect yang sudah divalidasi ke dalam bahasa
poran pribadi pasien atau juga kesimpulan Indonesia dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang diambil oleh dokter berdasarkan kelu- yang cukup baik, yaitu masing-masing 78%.
han pasien dengan menggunakan beberapa
Pemeriksaan fisik pasien nyeri pada prinsip-
perangkat, seperti: verbal scale (Me Gill Pain
nya dilakukan untuk mencari kelainan struk-
Questioners), numeric scale (numeric rating
tural penyebab nyeri. Dimulai dari pemerik-
scale, termometer nyeri), pictorial scale
saan fisik umum, dilakukan inspeksi, palpasi,
(painful face scale, visual analog scale). Nu-
dan pergerakan di area yang dikeluhkan. Se-
meric rating scale (NRS) merupakan skala
lanjutnya pemeriksaan fisik untuk mencari
yang paling sering digunakan pada nyeri se-
defisit neurologis sebagai analisis penyebab
cara umum, yang dapat membagi tingkat in-
nyeri, terutama membuktikan adanya gang-
tensitas nyeri pasien dalam kelompok nyeri
guan sensibilitas sesuai dengan area nyeri.
ringan (NRS 1-3), sedang (NRS 4-7), atau
berat (NRS 8-10). Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
memastikan kerusakan jaringan atau gang-
Namun NRS kurang dapat mendeteksi ge-
guan struktural yang menyebabkan pene-
jala nyeri neuropatik yang bervariasi. Oleh
kanan atau iritasi radiks penyebab nyeri
karena itu diperlukan suatu perangkat yang
neuropatik Hal ini akan menentukan terapi
spesifik untuk nyeri neuropatik, antara lain:
definitif nyeri, bukan hanya bersifat sim-
kuesioner nyeri McGill, Leeds Assessment of
tomatis. Pada NPB dan semua nyeri yang
Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS),
berkaitan dengan saraf perifer, dilakukan
Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ), Dou-
pemeriksaan elektromiografi (EMG) dan ke-
leur Neuropathique en 4 Questions (DN4), cepatan hantar saraf (IlliS), dilanjutkan pe-
Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS),
meriksaan imajing sesuai dengan indikasi.
dan kuesioner PainDetect. DN4 dan BPNS

602

Scanned for Pablo


Nyeri Neuropati/(

JIOmn£T£CT

UW>, :t>oo"l'li d" dl daotnll n)ai (<q><Yti """")'OP

bl.:lt
0 0
uu
0
-0
11}«1'
... 0
~o I UN
0
I
0 .... 0
. I 1
0
O)<n!
-g.>ILwt
0
.. ,_-...~~

I xol o

Gam bar 4. Kuesioner Paindetect Versi Bahasa Indonesia


Sumber: Margaretha K. Uji validitas dan reliabilitas instrumen Pain DETECT vers i Indonesia untuk mengidentifi-
kasi komponen nyeri neuropatik. 2014.

603

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

TATA LAKSANA rupakan satu-satunya nyeri atau campuran


Nyeri neuropatik memunculkan masalah ada komponen nyeri nosiseptif, sehingga
bukan hanya menyangkut kerusakan atau perlu diberikan terapi kombinasi. Apalagi
lesi dari jaringan saraf itu sendiri, tetapi ka- jika nyeri sudah berubah menjadi nyeri kro-
rena dapat menyebabkan nyeri kronik yang nik, sehingga yang dibutuhkan adalah terapi
menurunkan quality oflife penderita. Dalam untuk memperbaiki sensitisasi sentral atau
hal pengobatan juga menyulitkan karena perifer, bukan lagi analgesik untuk nyeri akut
tidak berespons terhadap obat-obatan an-
European Federation of Neurological Socie-
tinyeri tradisional. Oleh sebab itu, penang-
ties (EFNS) merekomendasikan antidepre-
gulangan nyeri neuropatik membutuhkan
san trisiklik, gabapentin, pregabalin, dan
tim yang multidisiplin untuk pemberian
antidepresan golongan selective norepi-
terapi farmakologis maupun nonfarmako-
nephrine re-uptake inhibitors (SNRI) seperti
logis. Penanggulangan secara farmakologis
duloksetin sebagai lini pertama (Level A).
bukan hanya sebatas pada tingkat reseptor
Golongan opioid tramadol merupakan pili-
dan perbaikan lesi jaringan saraf saja, tapi
han lini kedua (Level A) terutama jika terda-
juga yang berkaitan dengan efek kronik dari
pat nyeri eksaserbasi akut atau komponen
nyeri tersebut, yaitu efek psikologis seperti
nyeri nosiseptif, seperti pada Tabell. Opioid
depresi dan ansietas.
kerja kuat hanya direkomendasikan sebagai
Patofisologi nyeri neuropatik memiliki ke- lini ketiga, mengingat efek samping yang
samaan dengan epilepsi. Nyeri neuropatik mungkin muncul. Untuk nyeri neuropatik
juga termasuk kindling pada epilepsi, serupa pada HIV direkomendasikan lamotrigin (Le-
halnya dengan kejadian wind-up pada nyeri vel B) jika disertai ~erapi antiretroviral.
neuropatik Jadi permasalahan nyeri neuro-
Gabapentin berperan mensupresi volta-
patik adalah di kanal ion sebagaimana pada
ge-gated channels Ca2• dan ectopic-discharge
epilepsi. Oleh sebab itu target terapi tertuju
pada bagian saraf yang rusak, sehingga da-
pada voltage-gate kanal Na• dan Ca2•. Atas
pat mengatur elektrik potensial dalam hal
dasar ini, maka antikonvulsan dapat diguna-
influks Ca2•berupa depolarisasi dan hiper-
kan karena berkemampuan untuk menekan
polarisasi. Pregabalin dikenal sebagai anti-
kepekaan abnormal neuron-neuron di sis-
nyeri neuropatik, demikian pula lamotrigin
tern saraf pusat dengan memblokade resep-
sebagai antikonvulsan untuk nyeri neuropa-
tor glutamat (NMDA, AMPA, kainat).
tik. Dari basil uji klinik, obat antikonvulsan
Namun yang paling penting adalah analisis seperti lamotrigin mempunyai sifat anal-
nyeri secara keseluruhan hingga diketahui gesik dalam lingkup yang luas. Mekanisme
penyebab, intensitas, dan karakteristiknya. kerja lamotrigin ialah membatasi influks
Perlu diketahui apakah nyeri neuropatik me- kalsium melalui penekanan voltage-gated.

604

Scanned for Pablo


Nyeri Neuropatik

Tabell. Pilihan Obat pada Nyeri Neuropatik


Hasilyang Rekomen-
Tingkat Tingkat
Tingkat Efi- Tidak Sesuai Rekomen- dasiKedua
Etiologi Efikasi Efikasi
kasiLeveiB atau Inefikasi dasiAwal atauKetiga
Level A Level C
LeveiA/8
Neuropati Duloksetin Toksin Botuli- Karbamazepin Krim capsaicin Duloksetin Opioid
diabetika• num*
Gabapentin- Dekstrometor- Fenitoin Lakosamid Gabapentin TramadoJ<
mo!"fin fan
Tr:A Gabapentin/ Lamotrigin Pregabalin
Venlafaksin
Gabapentin Levodopa* Memantin TCA
Agonis niko- Meksiletin Venlafaksin ER
tin**
Turunan Mianserin
nitrat**
Oksikodon Antagonis NK 1**
Pregabalin Okskarbazepin
TCAh SSRI
Tramadol Klonidin topikal
tunggal atau
dengan aset-
aminofen
Venlafaksin ER Topiramat
Valproat
Zonisamid

Neuropati Capsaicin 8% Krim capsaicin Benzidamid Gabapentin Capsaicin


posherpe- topikal
tika
Gabapentin Valproat Dekstrometorfan Pregabalin Opioid
Gabapentin Flufenazin TCA
ER**
Plester lido- Memantin Plester lido-
kain kaind
Opioid (mar- Lorazepam
fin, oksikodon,
methadon)
Pregabalin Meksiletin
TCAb COX-2 inhibitor
Tramadol

Neuralgia Karbamazepin Okskarbazepin Baklofen* Karbamazepin Operasi


Trigeminal
Klasik
Okskarbazepin

605

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabell. Pilihan Obat pada Nyeri Neuropa~ik, (Lanjutan)


Etiologi Tingkat Tingkat Efi- Tingkat Hasilyang Rekomen- Rekomen-
Efikasi kasi Level B Efikasi Tidak Sesuai dasiAwal dasi Kedua
Level A Level C atau lnefikasi atau Ketiga
LevelA/B
Nyeri Pusat" Kanabinoid (oro- Lamotrigin Karbamazepin Gabapentin Kanabinoid
mumsal**, oral) (CPSP) (MS)
(MS)
TCA (SCI, CPSP) Gabapentin Pregabalin Lamotrigin
Tramadol (SCI)* Lamotrigin (SCI) TCA Opioid
Pregabalin Opioid Levetirasetam Tramadol
(SCI) (SCI)
Meksiletin
S-ketamin iont
Val roat
*terbukti efektif pada studi tunggal kelas II atau II dan secara umum tidak direkomendasikan; **belurn tersedia untuk
digunakan; ' Neuropati diabetika ada lah penyakit yang paling sering diteliti; ba mitriptilin, klomipramin, nortriptilin, de-
sipramin, imipramin; 'Tramadol dapat dipertimbangkan sebagai obat lini pertama pada pasien dengan nyeri eksaserbasi
akut, terutama untuk kombinasi tramadolfasetaminofen; dJidokain direkomendasikan pad a pasien usia lanjut; •kanabioid
dan lamotrigin dipersiapkan untuk kasus refrakter.
CPSP, central post-stroke pain; ER, extended release; MS, multiple sclerosis; SCI, spinal cord injury; TCA, tricyclic antidepres-
sants; SSRI, Selective serotonin reuptake inhibitor
Sumber: Attal N, dkk. European j Neural. 2010. h. 1113-23

Tida semua nyeri kronik mengakibatkan Antidepresan golongan trisiklik, seperti


depresi yang membutuhkan antidepresan, amitriptilin merupakan golongan SSRl yang
akan tetapi banyak diantara penderita nyeri menjadi pilihan utama untuk nyeri neuropa-
kronik menunjukan gejala depresi. Pembe- tik, karena menginhibisi pengambilan kern-
rian obat antidepresan paralel dengan anal- bali 5-HT dan NA di sinaps. Demikian pula
gesik lainnya dilakukan jika terapi perilaku cara kerja golongan SSRI seperti fluoksetin,
tidak berhasil. Pilihan antidepresan juga di - paroksetin, dan sertralin bekerja mengata-
lihat dari efektivitasnya karena efeknya bisa si nyeri sekaligus memperbaiki sensitisasi
berbeda satu penderita dengan penderita sentral yang sering terjadi pada nyeri neu-
lain. Penggunaan obat antidepresan untuk ropatik yang menjadi kronik (Gambar 5).
terapi nyeri neuropatik utamanya, karena Duloksetin, golongan SNRI sering juga digu-
obat ini berfungsi untuk menginhibisi pem- nakan untuk penanggulangan depresi pada
bentukan monoamine oxidase (MAO) yang penderita nyeri neuropatik. Tujuannya ada-
diduga berperan dalam kana! natrium (Na+). lah mencegah (menginhibisi) pengambilan
Penggunaan antidepresan golongan selec- kembali 5-HT dan NA di sii:laps untuk mem-
tive serotonin re-uptake inhibitors (SSRI) dan pertahankan keseimbangan neurotransmi-
selective norepinephrine re-uptake inhibitors ter NA dan dopamin di sentral.
(SNRI) bertujuan untuk menjamin keseim-
Pada neuralgia trigeminal, obat lini pertama
bangan 5-HT dan NAyang spesifik pada jaras
adalah karbamazepin 200-lZOOmg/hari dan
desending di medula spinalis. Antidepresan
okskarbazepin 600-1800mgjhari, sedang-
juga berperan dalam sekresi 5-HT melalui re-
kan lini kedua adalah baklofen, lamotrigin,
septornya, dalam proses modulasi kana! Na+.
dan pregabalin 150-600mg/hari. Lini per-

606

Scanned for Pablo


Nyeri Neuropatik

Otak

SHT /NA & opioid:


antidepresan trisiklik
opiat
lnhibisi desendens t:ramadol

ca++: gabapentin, okskarbasepin

Sensitisasi perifer M ed uIa Sensitisasi sentral


Saraf perifer - - - - - - - • spinalis NMDA: ketamine, topi.ramat,
dekstrometorfan metadon
Na+:
- Antikonvulsan
- Antidepresan
t:risiklik
- Mexiletin
- Lidokain

Gam bar 5. Target Kerja Obat pada Sensitisasi Nyeri Neuropatik

tama neuralgia trigeminal adalah antidep- patik yang kompleks seperti nyeri kanker.
resan trisiklik (Level A), seperti amitriptilin Adanya kerusakan jaringan dan infiltrasi
10mg malam titrasi perlahan hingga 100mg, ~e serabut saraf sekitarnya membuat nyeri
gabapentin hingga 1800mgjhari dalam 3 menjadi hebat dan berlangsung lama. Oleh
kali pemberian, atau pregabalin 150-300mg karena itu pilihan utama nyeri kanker ada-
(maksimum 600mgjhari). Tata laksana nyeri lah opioid kerja sedang sampai !mat bersa-
pacta nyeri neuropati diabetika adalah prega- ma dengan terapi antikankernya. Kombinasi
balin (Level A), atau gabapentin, duloksetin, opioid dengan gabapentin dapat meningkat-
dan amitriptilin (Level B). Namun yang pa- kan potensi analgesik opioid, sehingga do sis
ling penting adalah pengendalian kadar gula masing-masing tidak perlu terlalu tinggi
darah agar tetap dalam kadar normal. dan mengurangi efek sam ping.
Pada nyeri neuropatik daerah punggung Terapi nonfarmakologik diperlukan sesuai
bawah biasanya disertai komponen nyeri dengan penyebab nyerinya. Pacta nyeri neu-
nosiseptif - terutama pacta yang akut- se- ropatik akibat sistem muskuloskeletal se-
hingga tetap diperlukan analgesik golon- perti nyeri bahu atau nyeri punggung bawah,
gan nonsteroid serta opioid jika nyeri se- penting dilakukan terapi nonfarmakologis
dang-berat. Kombinasi terapi seperti itu berupa tindakan rehabilitasi, seperti modali-
juga penting pacta penyebab nyeri neuro- tas termal, masase, latihan peregangan, dan

607
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

sebagainya secara rutin. Terapi invasif da- 11. International Association for the Study of Pain
(IASP). Pain definition. IASP [serial online]. [diun-
pat dilakukan untuk memblok atau memu- duh 10 September 2011]. Tersedia dari: rcptorg
tus jaras nyeri. Blok saraf dilakukan dengan 12. La Cesa S, Tamburin S, Tugnoli V, Sandrini G,
menyuntikkan anestesi dan steroid lokal di Paolucci S, Lacerenza M, dkk. How to diagnose
daerah nyeri atau pemberian agen neuro- neuropathic pain? the contribution from clinical
examination, pain questionnaires and diagnostic
litik seperti alkohol dan bupivakain pada tests. Neurol Sci. 2015;36(12):2169-75.
pleksus tertentu. 13. Leone C, Antonella Biasiotta A, La Cesa S, Di Ste-
fano G, Cruccu G, Truini A. Pathophysiological
mechanisms of neuropathic pain. Future Neurol-
DAFTAR PUSTAKA ogy. 2011;6(4):497-509.
1. Amir R, Kocsis JD, Devor M. Multiple interacting 14. Lipton SA. Failures and successes of NMDA re-
sites of ectopic spike electrogenesis in primary sen- ceptor antagonists: molecular basis for the use
sory neurons. J Neurosci. 2005;25(10):2576-85. of open-channel blockers like memantine in the
2. Purwata TE, Sadeli HA, Yudiyanta, Anwar Y, Amir treatment of acute and chronic neurologic in-
D, Asnawi C, dkk. Characteristics of neuropathic sults. Neuro Rx. 2004;1(1):101-10.
pain in Indonesia: a hospital based national clini- 15. Loeser JD. Pain: the fifth vital sign. APS Bulletin.
cal survey. NeuroiAsia. 2015;20(4):389-94. 2003;13.
3. Margaretha K. Uji validitas dan reliabilitas in- 16. Markman JD, Dworkin RH. Ion channel targets
strumen PainDETECT versi Indonesia untuk and treatment efficacy in neuropathic pain. J
mengidentifikasi komponen nyeri neuropatik Pain. 2006;7(1 Suppi1):S38-47.
[tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2014. 17. Merl<sey H, Bogduk N, penyunting. Classification of
4. Bagus DA, Anggraini HS, Dikot Y. Prevalensi dan chronic pain: description of chronic pain syndromes
karakteristik nyeri neuropatik di instalasi rawat and definition of pain terms. Edisi kedua. Seattle: Inter-
jalan neurologi RS dr. Hasan Sadikin Bandung. national Association for the Study ofPain (IASP); 1994.
Neurona. 2015;32(3):200-6. 18. Muir Kw. Glutamate-based therapeutic ap-
5. Lestari LKT, Eka PW, Merati KT. Uji reliabilitas dan proaches: clinical trials with NMDA antagonists.
validitas modifikasi Neuropathic Pain Diagnos- Curr Opin Pharmacal. 2006;6(1):53-60.
tik Quetionare (DN4) terhadap Leeds Assesment 19. Purba JS, Rumawas AM. Nyeri punggung bawah:
Neuropatic Symptoms and Sign (LANSS) pada studi epidemiologi, patofisiologi dan penanggu-
pasien HIVI AIDS. Neurona. 2013;30(4):229-33. langan. Berkala Neurosains. 2006;7(2):85-93.
6. Attal N, Cruccu G, Baron R, Haanpaa M, Hansson P, 20. Truini A, Cruccu G. Pathophysiological mech-
Jensen T, Nurmikko T. EFNS guidelines on the phar- anisms of neuropathic pain. Neurol Sci.
macological treatment of neuropathic pain: 2010 2006;27(Suppi2):S179-82.
revision. European J Neurol. 2010;17(19):1113-23. 21. Marcus DA, Cope DK, Deodhar A, Payne R, pe-
7. Finnerup NB, Otto M, Me Quuay HJ, Jensen TS, nyunting. An atlas of investigation and manage-
Sindrup SH. Algorithm for neuropathic pain ment: chronic pain. Oxford: Atlas Medical Pub-
treatment: and evidence based proposal. Pain. lishing Ltd; 2009.
2005;118(3):289-305. 22. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spe-
8. Hackworth RJ, Tokarz KA, Fowler IM, Wallace sialis Saraf Indonesia. Konsensus nasional 1: di-
SC, Stedje-Larsen ET. Profound pain reduction agnostik dan penatalaksanaan nyeri neuropatik.
after induction of memantine treatment in two Surabaya: Airlangga University Press; 2011.
patients with severe phantom limb pain. Anesth 23. Keskinbora K, Pekel AF, Aydinli I. Gabapentin
Analg. 2008;107(4):1377-9. and an opioid combination versus opioid alone
9. Helme RD. Drug treatment of neuropathic pain. for the management neuropathic cancer pain; a
Austr Prescr. 2006;29(3):72-5. randomized open trial. J Pain & Symptom Man-
10. Holdcroft A, Jagger S. Pain measurement in hu- agement 2007;34(2):183-9.
mans in: core topics in pain. London: Cambridge
University Press; 2005.

608
Scanned for Pablo
NYERILEHER
36 Mohammad Kurniawan

PENDAHULUAN muncul biasanya akan hilang sendiri dalam


Nyeri leher adalah keluhan yang sering 1-2 minggu, namun dapat muncul kern bali.
dijumpai dalam praktik sehari-hari. Beberapa Nyeri leher dapat menjadi kronik pacta 14%
aktivitas kita seperti bekerja di depan komputer; pasien. Risiko kronisitas meningkat pacta
membaca buku, menggunakan gawai, dan pasien lanjut usia, pasien yang sebelumnya
kesalahan posisi tidur; merupakan sebagian memiliki masalah nyeri punggung bawah,
dari penyebab nyeri leher. Namun demikian, dan pasien dengan kelainan diskus interver-
penyebab pasti dari nyeri leher kadang-kadang tebralis. Nyeri leher karena trauma (wh ip-
tidak diketahui. lash injury) umumnya juga akan memberat
Seperti halnya nyeri pada umumnya, nyeri dan menjadi kronik, terutama bila benturan
leher dapat pula berlangsung kronik. Stres yang terjadi cukup hebat. Pacta kondisi
psikologis adalah salah satu faktor yang menye- tersebut, pasien cemas berlebihan dengan
babkan nyeri leher menjadi kronik. Kelainan konsekuensi akibat cedera yang dia laminya,
pacta struktur tulang belakang leher seringkali di sam ping trauma servikal yang juga serius.
dikaitkan dengan nyeri leher kronik meskipun
pacta faktanya tidak selalu demikian. PATOFISIOLOGI
Struktur anatomi leher dibentuk oleh tujuh
Sebagian pasien nyeri leher menghindari tulang vertebra servikal yang sating tersu-
aktivitas fisik untuk mengurangi nyeri. Hal sun satu sama lain. Bersama ligamen dan
ini sebenarnya tidak perlu dilakukan, kecuali otot-otot leher sebagai jaringan pendukung,
terdapat tanda bahaya (red flags). Pasien tulang belakang servikal membentuk kana-
nyeri leher sebaiknya tetap aktif dan bekerja lis spinalis yang mengelilingi dan melind-
seperti biasa. Latihan spesifik untuk me- ungi medulla spinalis (Gam bar 1) .
nguatkan regio leher dapat dilakukan untuk
Di antara setiap tulang vertebra servikal ter-
mencegah berulangnya nyeri leher. dapat diskus intervertebralis yang menjad·
peredam antar tulang (shock absorber) satu
EPIDEMIOLOGI dengan yang lainnya. Pemberian tekanan yang
Nyeri leher amat sering terjadi. Diperkirakan besar pacta diskus akan mengakibatkan ma-
setidaknya 1 dari 3 orang akan mengalami terial yang menyerupai gelatin dalam diskus
nyeri leher setidaknya sekali dalam setahun. mengalami protrusi keluar dari kapsulnya, se-
Perempuan lebih sering mengalami nyeri hingga terjadi ILerniasi_diskus yang menyebab-
leher dibandingkan laki-laki. Nyeri leher yang kan radikulopati.

609
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Medula spinalis

Sara! spina l - - - - - - \ - -
Sendi faset
Vertebra servikal

Gam bar 1. Struktur Vertebra Servikal (Posterior}

Di sekitar tulang dan diskus juga terdapat Terdapat beberapa kemungkinan yang men-
lapisan tebal ligamen yang menegang un- dasari nyeri leher. Namun demikian, sering-
tuk membatasi gerakan antara satu tulang kali sulit untuk memastikan penyebab defini-
servikal dengan lainnya. Trauma leher mau- tif nyeri leher tersebut. Hal ini dikarenakan
pun trauma kepala dapat mengakibatkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radi-
whiplash injury yang merobek ligamen ini. ologis seringkali tumpang tindih dan tidak
Selain itu, terdapat pula otot-otot kecil an- berkorelasi langsung dengan keluhan pasien.
tara tulang vertebra dan otot-otot utama Penting untuk disadari bahwa gambaran
leher yang berfungsi sebagai lapisan pe- radiologis, terutama gambaran degeneratif
lindung berikutnya. Otot-otot ini bertang- pacta pencitraan seringkali tidak berhubung-
gungjawab untuk membantu menegakkan an dengan derajat nyeri, disabilitas, atau ge-
kepala, mempertahankan postur normal, jala lain yang dikeluhkan oleh pasien.
serta menyangga dan menggerakkan leher
Secara umum, nyeri leher klasifikasi penye-
(Gambar 2) . Iritasi dan overuse pacta otot-
bab nyeri leher dapat dibagi menjadi 3 ke-
otot ini mengakibatkan terjadinya cervical
lompok besar yakni:
strain atau ketegangan leher.

610

Scanned for Pablo


Nyeri Leher

1. Nyeri Aksial leher yang mengakibatkan terjadi-


Nyer· aksial merupakan nyeri muskulo- nya spasme pada otot-otot leher
skeletal yang dapat disebabkan karena dan punggung atas . Gervical strain
kelainan pada otot, sendi, atau tulang sering timbul akiba stres fisik pada
di daerah leher. Nyeri aksial pada leher kehidupan sehari-hari, termasuk ke -
dapat disebabkan karena hal-hal di biasaan postur yang buruk, ketegan-
bawah ini : gan otot akibat stress psikologis, atau
a. Keteg&ngan otot leher (cervical strain kebiasaan tidur yang buruk. Cedera
&sprain) akibat olahraga juga dapat meng-
Ketegangan otot leher dapat terjadi akibatkan ketegangan otot leher.
ketika terjadi cedera pada otot-otot

Vertl!br.l _ _ _ __
servikal

Skapula
f
Gam bar 2. Struktur Tulang dan Otot Servikal(Lateral)

611

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

!Compfeks trigge r point

Nodul

-~
····. Taut band
ATri> ---
. ••.
. ...
•••••• ...- ~rP \ ATri>

Serat normal
Contraction knot

Gambar 3. Skema Kompleks Trigger Point


ATr·P:.attachment trigger point; CTrP: central trigger point

Sementara itu, cervical sprain merupakan suatu titik nyeri hiperiritabel yang
kondisi cedera pacta ligamen. Diagnosis terdapat pacta serabut otot rangka
cervical sprain mengindikasikan adanya yang dapat terpalpasi dan mengaki-
kerusakan pacta ligamen dan struktur batkan nyeri serta nyeri rujukan
kapsular yang menghubungkan sendffaset dan disfungsi motorik ke lokasi lain
dan tulang belakang. Dalam prakteknya, (Gambar 3).
sulit untuk membedakan cervical sprain
c. Spondilosis servikal
dan strain, dan keduanya sering terjadi
Spondilosis terjadi akibat aktivitas
secara simultan.
leher pacta kegiatan sehari-hari selama
b. Nyeri miofasial servikal (myofascial pain) bertahun-tahun. Terjadi perubahan de-
Nyeri ini dapat muncul setelah trau- generatif secara gradual pacta tulang
ma atau pacta kondisi medis lain, belakang servikal, yaitu diskus interver-
seperti stres psikologis, depresi, dan tebralis menipis, sendi faset mengalami
insomnia. Karakteristik yang khas robekan, dan ruang intervertebra me-
dari nyeri miofasial adalah terdapat- nyempit. Lebih dari 90% kasus jepitan
nya myofascial trigger points (MTrPs), saraf di tulang belakang disebabkan

612

Scanned for Pablo


Nyeri Leher

karena spur atau osteofit. Spur pada yang seringkali menjadi sumber nyeri
tulang terbentuk pacta bagian pinggir pada tulang belakang. Sendi yang ter-
atau tepi tulang belakang dan sendi fa- letak pada sisi kiri dan kanan tulang ver-
set, akibat peningkatan tekanan pacta tebra ini (Gam bar 4) merupakan daerah
jaringan di sekitarnya. Pada sebagian yang paling dipengaruhi oleh nyeri leher
kasus, proses degeneratif merupakan akibat cedera whiplash. Cedera whiplash
hal yang normal sesuai dengan ber- yang paling sering dalam kehidupan
tambahnya usia. Namun demikian, sehari-hari adalah kecelakaan bermotor
perubahan degeneratif yang berat yang.,rnengakibatkan gerakao kepala ke
merupakan hal yang abnormal dan depan dan ke belakang secara tiba-tiba.
akan mengakibatkan gejala klinis Kemungkinan patofisiologi lain adalah
yang mengganggu. pekerjaan atau aktivitas yang menuntut
penderitanya melakukan gerakan eks-
d. Nyeri diskogenik
tensi leher berulang.
Nyeri diskogenik diduga merupakan pe-
n: ebab terser ing nyeri leher, terutama f. Diffuse skeletal hyperostosis
pada rentang usia 5-50---tahun. Nyeri Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
ini disebabkan karena adanya perubahan merupakan sind rom klinis akibatkalsi-
struktural pada satu atau beberapa dis- fikasi abnormal pada ligamen dan.ten-
kus inte!Vertebralis servikal. Diskus yang don sepanjang tulang belakang leher,
paling sering bermasalah adalah C5-C6 yang mengakibatkan pengerasan pad a
dan C6-C7, mencapai 75% kasus. ligamen dan tendon tersebut. Kondisi
ini selain terjadi pacta tulang belakang
e. Sindrom faset servikal
servikal juga dapat melibatkan tulang
Sendi fasetmerupakan salah satu daerah
belakang torakal dan lumbal.

Gam bar 4. Sendi Faset

613

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

2. Radikulopati Servikal Sementara itu, gejala klinis spondilosis


Radikulopati servikal dapat menyebab- servikal mencakup nyeri leher yang
kan nyeri yang menjalar akibat iritasi diperberat dengan gerakan; nyeri alih yang
atau penekanan pada radiks akibat pro- dirasakan di daerah oksiput, di antara
trusi diskus intervertebralis, artritis pada tulang belikat dan lengan atas; nyeri di
tulang belakang, a tau adanya massa yang daerah retroorbita atau temporal (dari C1-
menekan saraf (seperti kista sinovial). Pe- C2); kekakuan leher; abnormalitas sensorik
nyebab paling sering radikulopati adalah atau kelemahan pada lengan atas; dizziness
perubahan_ degeneratif akibat penuaan dan gangguan kese-imbangan; kadang-
a tau cedera dan herniasi diskus interver- kadang terdapat keluhan sinkop, migrain,
tebralis servikal. atau pseudo-angina. Diagnosis spondilosis
servikal seringkali cukup berdasarkan
Nyeri yang menjalar biasanya disertai
gejala dan tanda klinis di atas.
gejala lain seperti gangguan sensorik dan
kelemahan motorik. Pembahasan lebih Pada nyeri diskogenik servikal, gejala klinis
detail mengenai nyeri radikulopati dibahas mencakup nyeri pada leher pada saat mene-
dalam bab Radikulopati buku ini. ngokkan atau memiringkan kepala. Nyeri
dapat memberat jika leher dipertahankan
3. Mielopati Servikal
pada satu posisi dalam waktu lama, seperti
Mielopati merupakan gangguan._pada me-
saat berkendara, membaca atau bekerja
dula spinalis yang umumnya disebabkan
dengan komputer. Seringkali terdapat pula
karena kompresi. Mielopati servikal paling
gejala ketegangan oto dan spasme. Nyeri
sering disebabkan karena spondilosis atau
diskogenik seringkali juga memberikan gejala
perubahan degeneratif yang mengakibat-
nyeri yang menjalar ke daerah bahu dan
kan penyempitan kanalis spinalis sentral.
lengan.
Penyempitan yang terjadi mengakibatkan
cedera pada medula spinalis. Penyebab Gambaran klinis nyeri fasetservikal umumnya
lain dapat berupa penekanan oleh tumor. berupa nyeri leher hingga nyeri kepala dan
keterbatasan rentang gerak (range of motion
GEJALA DAN TANDA KLINIS /ROM) leher. Rasa nyeri dirasakan tumpul dan
Gejala utama nyeri aksialleher adalah nyeri. tidak nyaman, terutama pad a bagian posterior
Pada cervical strain dan sprain, gejala nyeri leher dan dapat menjalar hingga pundak
disertai kekakuan dan ketegangan pada otot atau daerah punggung tengah (Gambar 5).
leher, punggung atas dan bahu yang dapat Pemeriksaan fisik yang didapatkan adalah
berlangsung berminggu-minggu, tanpa ke- nyeri palpasi pada daerah faset atau otot
lainan neurologis. Pada nyer:i miofasial, nyeri paraspinal dan nyeri pada saat melakukan
disertai oleh kekakuan dan nyeri tekan pada gerakan ekstensi atau rotasi leher tanpa
otot servikal yang sensitif terhadap nyeri. disertai adanya defisit neurologis.

614

Scanned for Pablo


Nyeri Leher

Gam bar 5. Area Nyeri Sendi Faset Servikal

Pasien diffuse skeletal hyperostosis (DISH) DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


memiliki gejala yang amat bervariasi, mulai Evaluasi nyeri leher biasanya dimulai dengan
dari asimtomatik hingga atau memiliki gejala mengamati kemampuan seseorang untuk
berupa kekakuan otot, keterbatasan gerak menggerakkan kepala ke kiri dan kanan,
(mobilitas), dan nyeri. Radikulopati servikal fleksi ke depan dan ekstensi ke belakang,
memiliki gejala klinis nyeri radikulat~ mulai serta fleksi ke tiap sisi. Amati pula postur dan
dari leher; bahu, lengan atas, hingga jari. Se- gerakan pada leher dan bahu pasien. Lakukan
lain nyeri, pasien radikulopati servikal dapat palpasi dan rasakan otot-otot di leher; kepala,
merasakan hipestesia atau paresthesia sesuai punggung atas, dan bahu untuk mendeteksi
dermatom dan monoparesis tipe LMN. Se- daerah nyeri, adanya kelemahan, atau kete-
mentara itu, gejala mielopati servikal dapat gangan otot. Jika terdapat kelemahan atau
berupa nyeri yang disertai kelemahan moto- gangguan sensorik, lakukan pula evaluasi
rik, gangguan sensorik, gangguan koordinasi, kekuatan motorik dan sensorik di ekstremi-
serta ganggauan otonom (inkontinensia dan tas. Dalam beberapa kasus, tergantung pada
disfungsi ereksi). usia pasien, gejala klinis dan riwayat medis,

615
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuroloyi

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seper- pakan pencitraan utama untuk mengevalu-
ti foto Rontgen, CT scan, MRI, atau elektro- asi lesi traumatik pada tulang servikal.
miografi (EMG).
Sementara itu, pemeriksaan MRI servikal
Pada kasus dengan kecurigaan cedera leher, diindikasikan pada pasien dengan defisit
pemeriksaan foto Rontgen servikal antero- neurologis, jika pada foto Rontgen tidak
posterior, lateral, oblik, dan odontoid menjadi ditemukan kelainan yang pasti. MRI ber-
pemeriksaan awal yang rutin di-kerjakan. manfaat dalam mengevaluasi kelainan pada
Seluruh 7 tulang vertebral servikal harus medula spinalis dan radiks, kelainan pada
tervisualisasi dan jarak diskus interverte- soft tissue, herniasi diskus intervertebralis,
bralis antar tulang kurang lebih sama. Foto disrupsi ligamen, dan siringomielia.
lateral bermanfaat untuk menilai kesegari-
san (alignment) dan adanya pembengkakan TATA LAKSANA
jaringan lunak. Jarak normal antara bagian Sebelum memberikan tata laksana, harus
depan C3-CS dan bayangan trakea adalah ditentukan penyebab nyeri leher. Pasien di-
Smm pada dewasa. Jika jarak tersebut me- haruskan segera ke RS pada kondisi cedera
lebar, diperkirakan adanya pembengkakan kepala atau cedera leher berat, gangguan
jaringan lunak dan cedera yang signifikan. kontrol huang air besar atau huang air kecil,
Sisi posterior korpus vertebral dalam ke- nyeri leher yang sangat berat (visual analog
adaan normal akan berada dalam satu garis scale/VAS >6), atau jika terdapat kelemahan
yang membentuk kurva lordosis. Garis yang atau gangguan sensorik pada ekstremitas.
ditarik dari aksis horizontal tiap prosesus Demikian pula jika terdapat nyeri leher yang
spinosus tulang vertebra servikal dalam tidak membaik dalam 1 minggu, dianjurkan
kondisi normal akan terjadi konvergensi untuk dibawa ke RS. Kondisi-kondisi terse-
pada 1 titik di posterior. Hilangnya lordosis but merupakan bagian dari tanda bahaya
mengimplikasikan adanya spasme otot, se- (red flags) yang harus selalu dinilai pada
mentara hilangnya konvergensi menanda- pasien dengan keluhan nyeri leher, selain
kan kemungkinan instabilitas tulang ver- keadaan berikut:
tebra. Posisi lateral juga bermanfaat dalam a. Tanda keganasan, infeksi, dan inflamasi
menilai stabilitas C1 dari C2. Posisi oblik Demam, keringat malam, be rat badan yang
paling baik dalam menilai sendi faset dan turun drastis, riwayat tuberkulosis, riwa-
foramen neural. yat infeksi human immunodeficiency virus
Pemeriksaan CT scan servikal dikerjakan (HIV), atau riwayat penggunaan imunosu-
pada pasien yang memilki kelainan pada presan, nyeri yang sangat hebat (VAS 10),
foto Rontgen, atau pada pasien dengan ke- nyeri yang intraktabel pada malam hari,
curigaan fraktur, namun hasil foto tidak limfadenopati servikal, dan nyeri tekan
konklusif. Adanya disrupsi korpus vertebra pada korpus vertebra servikal.
atau lamina, fraktur pada sendi faset, dan b. Mielopati
fragmen tulang intrakanal akan jelas terlihat Gangguan gait, clumsy hand, defisit neu-
dengan CT scan. Karena itu, CT scan meru- rologis yang objektifberupa gejala upper

616
Scanned for Pablo
NyeriLeher

motor neuron (UMN) di tungkai dan ge- nance) . Terapi fisik fase akut bertujuan
jala lower motor neuron (LMN) di lengan. untuk mengurangi nyeri dan inflamasi,
c. Kondisi lain mengembalikan ROM daerah yang tidak
nyeri, memperbaiki kontrol postural
Riwayat osteoporosis berat, riwayat operasi
leher, dan mencegah atrofi otot-otot
leher; drop attack saat menengokkan leher,
leher.
serta nyeri yang berat dan menetap atau
makin meningkat. Pada fase pemulihan, terapi fisik bertujuan
untuk menghilangkan nyeri secara sem-
Pada sebagian besar kasus, nyeri leher
purna, memperbaiki dan menormalisasi
cukup diterapi secara konservatif dengan
ROM pasif dan aktif, melanjutkan perbai-
analgesik over-the-counter; dan terapi fisik
kan kontrol postural, dan memulai tahap
menggunakan pemanasan, massage, dan
agar otot leher dapat digunakan untuk
latihan penguatan danjatau peregangan
latihan olahraga. Selanjutnya, terapi fisik
yang dapat dikerjakan di rumah. Jika nyeri
fase rumatan bertujuan untuk mening-
tidak menghilang setelah 1-2 minggu
katkan dan memperbaiki keseimbangan,
terapi di rumah, direkomendasikan untuk
meningkatkan kekuatan dan ketahanan
dilakukan evaluasi lebih lanjut di fasilitas
otot leher dalam melakukan gerakan aktif,
kesehatan.
sehingga pasien memiliki postur yang
Secara umum, tata laksana nyeri leher normal dan dapat beraktivitas sehari-hari
di fasilitas kesehatan dapat dibagi men- tanpa nyeri.
jadi terapi konservatif, terapi intervensi
Modalitas yang dapat digunakan dalam
nyeri, dan terapi surgikal. Terapi konser-
terapi fisik mencakup:
vatifterdiri atas:
a. Pendinginan - dengan kantung es
1. Terapi medikamentosa
pada daerah yang nyeri di leher juga
Terapi medikamentosa dapat berupa
dapat membantu mengurangi derajat
pemberian analgesik asetaminofen atau
nyeri.
obat antiinflamasi nonsteroid (GAINS),
seperti ibuprofen, meloksikam, dan b. Pemanasan - dengan air atau uap
naproksen, dapat membantu mengata- hangat juga dapat membantu mengu-
si nyeri derajat ringan dan sedang. Jika rangi nyeri. Namun demikian, pada
terdapat spasme otot yang berat, dapat nyeri akut gunakan es lebih dulu se-
diberikan golllngan pelemas otot. Jika bagai terapi inisial. Pemanasan boleh
derajat nyeri leher dirasakan berat, di- dijadikan terapi inisial jika pasien
rekomendasikan pemberian antidepre- tidak sensitif dan tidak dapat mento-
san trisiklik. leransi dingin.
2. Terapi fisik c. Massage - Pemijatan dapat mem-
Terapi fisik dapat dibagi dalam 3 tahap bantu menghilangkan spasme otot
yakni tahap akut, tahap pemulihan (re - dan dapat dikerjakan setelah pema-
covery), dan tahap rumatan (mainte - nasan atau pendinginan pada otot

617
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

leher. Dapat dilakukan secara manual kanan hingga maksimal dengan po-
dengan tangan atau dengan vibrator sisi dagu sejajar (Gambar 8). Laku-
elektrik Pada saat dilakukan pemi- kan masing-masing selama 5 detik ke
jatan, otot leher harus dalam keadaan setiap sisi dan ulangi masing-masing
relaks dengan menyangga kepada atau sisi 5 kali
posisi berbaring.
d. Neck stretch
3. Latihan penguatan dan peregangan Angkat leher ke arah dagu, tahan selama
Setelah mengalami cedera, rentang gerak 5 detik, dan ulangi 5 kali (Gambar 9).
leher harus direstorasi dan dipertahan-
e. Stimulasi elektrik
kan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang
Dengan menggunakan transcuta-
meregangkan dan menguatkan otot-otot
neous electrical nerve stimulation
leher. Latihan ROM dan peregangan dapat
(TENS) dapat membantu mengurangi
membantu mengurangi nyeri pascacedera
nyeri serta meningkatkan mobilisasi
otot Latihan paling baik dilakukan saat
dan kekuatan otot.
otot dalam keadaan hangat, misalnya
pascapemanasan atau beberapa menit f. Traksi servikal
setelah latihan kardio. Latihan dapat di- Traksi ini menggunakan beban yang
lakukan pada pagi hari untuk menghilang- bertujuan menarik tulang leher dan
kan kekakuan otot dan malam hari sebe- mengkoreksi kolumna spinalis menjadi
lum tidur. sejajar fnood alignment). Sayangnya,
berbagai studi menunjukkan teknik
Beberapa gerakan dibawah ini dapat di-
traksi tidak memiliki manfaat yang sig-
lakukan untuk menguatkan dan mere-
nifikan dalam tata laksana nyeri leher.
gangkan otot leher cervical strain yang
merupakan penyebab nyeri leher ter- g. Penggunaan bidai servikal (collar neck)
banyak Jangan lakukan gerakan tersebut Bidai servikal diindikasikan pada kasus
pada kasus selain cervical strain, terlebih nyeri leher. Penggunaannyaharus sesuai
pada radikulopati atau mielopati. anjuran dokter, karena dapat menunda
proses pemulihan dan mengakibat-
a. Neck tilting
kan kelemahan leher jika dipakai rutin
Tundukkan leher hingga maksimal
dalam jangka panjang.
dan tahan selama 5 detik sebelum
kernbali ke posisi normal (Gambar 6). 4. Kurangi stres
Ulangi sebanyak 5 kali. Stres emosional akan dapat mening-
katkan ketegangan otot leher dan akan
b. Neck tilting side to side mempengaruhi serta memperlambat
Miringkan leher ke arah bahu, tahan
proses pemulihan. Teknik relaksasi akan
selama 5 detik ke setiap sisi dan ulangi
mengatasi ketegangan muskuloskeletal.
masing-masing sisi 5 kali (Gambar 7).
Aktivitas lain yang dapat mengurangi
c. Neckturn stres mencakup meditasi, ibadah, dan
Tengokkan leher ke arah kiri dan hipnosis.

618
Scanned for Pablo
Nyeri Leher

Gam bar 6. Ne-c k Tilting

Gambar 7. Neck Tilting Side to Side Gam bar 9. Neck Stretch

( )

Gam bar 8. Neck Turn

5. Menjaga postur tubuh monitor komputer sejajar dengan mata,


Aktivitas dan posisi tubuh yang dapat agar kepala tidak terlalu menunduk atau
mencegah atau mengurangi nyeri leher mendongak. Hindari menaruh juga be ban
adalah posisi leher netral dan memini- berat di punggung atas serta pertahan-
malisir ketegangan sepanjang otot dan kan posisi postur leher yang baik dalam
ligamen pendukung leher. Gerakan leher setiap kondisi termasuk saat tidur.
yang berlebihan, aktivitas, dan posisi
6. Lain-lain
tubuh yang mengakibatkan ketegangan
Adapun modalitas terapi lain, seperti
konstan harus dihindari atau dimini-
akupuntur, biofeedback, dan chiropractic,
malisir. Hindari duduk dalam posisi yang
masih memerlukan beberapa penelitian
sama selama berjam-jam dan lakukan
untuk mengetahui efektivitasnya.
istirahat berkala selama 5 me nit, bila pe-
kerjaan mengharuskan kita pacta posisi Sementara itu, terapi intervensi nyeri
tertentu dalam waktu lama. Atur posisi mencakup tindakan injeksi untuk men-

619

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

gurangi nyeri dengan atau tanpa panduan Nyeri juga bilang timbul, terutama mem-
(guiding tools). Di antara tindakan inter- berat saat posisi tidur.
vensi nyeri Ieber yang tidak memerlukan Pertanyaan:
panduan adalab injeksi trigger point Menurut karakteristik temporal nyeri,
dengan anestetik lokal, seperti lidokain. apa jenis nyeri yang dialami pasien ini?
Tindakan tersebut dapat direkomendasi-
a. Nyeri akut
kan hila latiban peregangan dan massage
b. Nyeri somatik
tidak mengurangi nyeri secara signifikan
c. Nyeri kronik
pada kasus cervical strain atau nyeri mio-
d. Nyeri kronik eksaserbasi akut
fasial. Sayangnya, tidak terdapat cukup
e. Nyeri viseral
bukti babwa injeksi trigger point dapat
mengurangi nyeri atau mempercepat Jawaban: c. Nyeri kronik
penyembuban dalam jangka panjang. In- 2. Berdasarkan epidemiologi, apakab pe-
jeksi steroid pada otot Ieber tidak dian- nyebab tersering dari nyeri Ieber?
jurkan, karena berisiko mengakibatkan
a. Faktor mekanik
cedera pada otot. Pada kasus nyeri Ieber
b. Trauma
lainnya, seperti nyeri diskogenik atau
c. Keganasan/ neoplasma
nyeri faset, jika akan dilakukan tinda-
d. Autoimun
kan intervensi nyeri, dapat dipandu de-
e. Idiopatik
ngan menggunakan ultrasonografi atau
fluoroskopif C-arm. Jawaban e. Idiopatik

Modalitas terakhir manajemen nyeri 3. Lanjutan kasus:


Ieber adalab dengan tindakan surgikal. Sejak 3 bulan lalu, nyeri bertambab parab.
Meskipun tidak diperlukan dalam meng- Nyeri dirasakan terus menerus dan
atasi mayoritas nyeri Ieber, tindakan kadang ada rasa kesetrum ke lengan kiri
bedab dapat dipertimbangkan pada ka- dan kanan. Pasien mulai berobat ke dok-
sus berniasi diskus intervertebralis yang ter umum dan diberikan obat pengbilang
mengakibatkan radikulopati servikal atau nyeri, tetapi keluban banya membaik se-
pada kasus mielopati akibat spondilosis mentara dan kemudian kambub sakit lagi.
servikal, setelab terapi konservatif tidak Selanjutnya, pasien berobat ke dokter
mengalami perbaikan. Selain itu pertim- saraf. Hasil pemeriksaan fisik menunjuk-
bangkan tindakan bedab jika terdapat kan terdapat tetraparesis UMN (kekuatan
defisit neurologi yang progresif. motorik 4/5 untuk tiap ekstremitas), re-
fleks patologis Hoffman Tromner (+) bi-
CONTOH KASUS lateral, refleks fisiologis meningkat (+3),
1. Seorang perempuan 63 tabun datang ke serta terdapat bipestesi dan bipobidrosis
klinik dengan keluban nyeri Ieber sejak setinggi C6 ke bawab. Berdasarkan data
9 bulan lalu. Nyeri dirasakan lokal di be- klinis saat ini, apakah tanda babaya yang
lakang Ieber, seperti pegal, tidak menjalar. ditemukan pada kasus ini?

620

Scanned for Pablo


Nyeri Leher

a. Demam DAFTAR PUSTAKA


b. Penurunan berat badan 1. Suryamiharja A, Purwata TE, Suharjanti I, Yudi-
c. Nyeri yang memberat yanta. Konsensus nasional 1: diagnostik dan pe-
natalaksanaan nyeri neuropatik Kelompok Stud!
d. Terdapat kelemahan ekstremitas Nyeri Perdossi. Surabaya: Airlangga University
e. Pilihan c dan d benar Press; 2011.
Jawaban: e. Pilihan c dan d benar 2. Makela M, Heliovaara M, Sievers K, lmpivaraa 0,
Knekt P, Aromaa A. Prevalence, determinants,
4. Lanjutan kasus: and consequences of chronic neck pain in Fin-
Setelah melakukan anamnesis lebih land. Am J Epidemiol. 1991;134(11):1356-67.
3. Bovim G, Schrader H, Sand T. Neck pain in the
lanjut, ternyata pasien memiliki riwayat general population. Spine. 1994;19(12):1307-9.
tumor otak pada ayah pasien dan kanker 4. PubMed Health. Neck pain: overview. PubMed
payudara pada kakak kandung. Pasien Health [serial online]. 2015 [diunduh 12 Januari
2017]. Tersedia dari: PubMed Health.
juga mengeluh batuk-batuk yang kadang 5. Binder AI. Cervical spondylosis and neck pain.
disertai darah dan berat badan menurun. BMJ. 2007;334(7592):527-31.
Pasien lalu menjalani pemeriksaan paru 6. Bogduk N. The anatomy and pathophysiol-
ogy of neck pain. Phys Med Rehabil Clin N Am.
dan didapatkan diagnosis tumor paru. 2003;14(3):455-72.
Apakah penyebab nyeri leher pada pasien 7. Neck Pain Explained.com. Types of neck pain?
ini? Neck Pain Explained.com [serial online]. 2011
[diunduh 12 Januari 2017]. Tersedia dari: neck-
a. Degeneratif usia tua painexplained.com
b. Osteoporosis 8. Simons DG, MenseS. Diagnosis and therapy of myo-
fascial trigger points. Schmerz. 2003;17(6):419-24.
c. Terlalu sering batuk 9. Binder AI. Neck pain syndromes. clinical evidence.
d. Keganasanfneoplasma 2006;16. London: BMJ Publishing Group; 2007.
e. Hernia nukleus pulposus 10. Fukui S, Ohseto K, Shiotani M, Ohno K, Karasawa
H, Naganuma Y, dkk Referred pain distribution
Jawaban: d. Keganasanfneoplasma of the cervical zygapophyseal joints and cervical
dorsal rami. Pain.1996;68(1):79-83.
5. Bila intensitas nyeri pasien adalah VAS 11. Kaiser JA, Holland BA. Imaging of the cervical
6, maka apa pilihan obat yang diberikan spine. Spine.1998; 23(24):2701-12.
pada pasien? 12. Eubanks JD. Cervical radiculopathy: nonoperative
management of neck pain and radicular symp-
a. Parasetamol toms. Am Fam Physician 2010; 81(1):33-40.
b. Ibuprofen 13. Arthritis Research UK. Exercies to manage neck
pain. Arthritis Research UK [serial online]. [di-
c. Tramadol unduh 12 Januari 2017]. Tersedia dari: Arthritis
d. Fentanil Research UK.
e. Morfin
Jawaban: c. Tramadol

621
Scanned for Pablo
NYERI PUNGGUNG BAWAH

37 Salim Harris, Winnugroho Wiratman,


Ramdinal Aviesena Zairinal

PENDAHULUAN penurunan produktivitas kerja dan berkai-


Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan tan dengan be ban ekonomi yang besar.
nyeri, ketegangan otot, atau kekakuan yang Secara temporal, NPB terbagi menjadi akut
terlokalisir di an tara batas iga bagian bawah (<6 minggu), subakut (7-12 minggu), kronik
dan lipatan gluteus inferior, dengan atau (>12 minggu/3 bulan), dan rekuren. Seba-
tanpa penjalaran ke paha danjatau tungkai
gian besar penderita NPB mengalami reku-
(sciatica). NPB dapat terjadi denganjtanpa
rensi, yang sebenarnya merupakan bentuk
nyeri radikular atau nyeri alih yang menan-
eksaserbasi akut pada NPB kronik. Penan-
dakan kerusakan jaringan organ lain. Pada
ganan NPB akut yang tidak cepat dan ade-
prinsipnya, NPB disebabkan oleh kerusakan
kuat akan berakibat progresivitas keluhan
jaringan saraf dan nonsaraf yang sangat di-
menjadi kronik dan rekuren. Selain itu, fak-
pengaruhi oleh aspek psikologis.
tor stres psikologis juga turut meningkatkan
Keluhan NPB sering dijumpai pada praktik risiko kronisitas NPB. Kondisi kronik seperti
sehari-hari. Sebanyak 17-31% dari total ini harus dicegah oleh klinisi yang menan-
populasi pernah mengalami NPB semasa gani pasien NPB.
hidupnya. Oleh karena NPB sangat dipe-
ngaruhi oleh aktivitas fisik dan posisi tubuh, EPIDEMIOLOGI
maka pasien NPB memiliki keterbatasan Prevalensi NPB cukup bervariasi, dengan
dalam bergerak (disabilitas). Hal tersebut hasil studi di negara-negara berkembang
menyebabkan penurunan kualitas hidup menunjukkan prevalensi pertahun sekitar
serta memiliki dampak sosial dan ekonomi 22-65%. Data Kelompok Studi Nyeri PER-
yangburuk. DOSSI menyatakan sebesar 18,37% dari
Berdasarkan studi The Global Burden of Dis- keseluruhan pasien nyeri adalah NPB. Data
ease tahun 2010, NPB merupakan penyum- epidemiologi lain memperkirakan sekitar
bang terbesar kecacatan global, yang diukur 40% penduduk Jawa Tengah berusia antara
melalui years lived with disability (YLD). 65 tahun pernah menderita nyeri punggung,
Studi di Inggris mengemukakan bahwa dengan prevalensi 18,2% pada laki-laki dan
NPB merupakan penyebab utama disabili- 13,6% pada perempuan.
tas pada dewasa muda yang menimbulkan Di Amerika Serikat, NPB secara umum
lebih dari 100 juta hari kerja hilang tiap merupakan penyebab kelima tersering
tahun. Dengan demikian, NPB penyebab pasien datang untuk berobat. Data lain me-

622
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah

laporkan bahwa 7,6% populasi dewasa di Sensitisasi Sentral (SS)


Amerika Serikat mengalami NPB berat se- Definisi SS adalah amplifikasi dari neuronal
lama 1 tahun terakhir, dan hanya 39% dian- signaling di dalam sistem saraf pusat yang
tara mereka mencari pengobatan. meningkatkan hipersensitivitas terhadap
nyeri, sehingga terjadi peningkatan respons
PATOFISIOLOGI
Seperti nyeri pada umumnya, NPB dapat neuron nosiseptif di dalam sistem saraf
pusat terhadap input aferen normal atau
terjadi akibat adanya kerusakan jaringan
ambang batas (subthreshold). Dengan kata
saraf danfatau nonsaraf pada punggung
lain, terdapat augmentasi respons susunan
bawah. Di samping saraf, kerusakan dapat
saraf pusat terhadap terhadap input dari re-
pula mengenai tulang vertebra, kapsul sen-
septor unimodalitas dan polimodalitas. Hal
di apofisial, anulus fibrosus, otot, dan liga-
yang penting diingat dari patofisiologi SS
mentum. Peregangan (stretching), robekan
adalah peningkatan respons neuronal ter-
(tearing), atau kontusio jaringan-jaringan
hadap stimulus di dalam sistem saraf pusat
tersebut dapat terjadi akibat aktivitas se-
(seperti hipereksitabilitas sentral).
perti mengangkat be ban berat, gerakan me-
mutar tulang belakang, dan whiplash injury. Gangguan yang diakibatkan oleh SS ter-
hadap sistem saraf pusat tersebut meliputi
Patofisiologi yang mendasari NPB sangat
beberapa hal, yaitu perubahan pemrosesan
berkaitan dengan mekanisme nyeri nosi-
stimulus sensorik di dalam otak, gangguan
septif dan nyeri neuropatik sebagai akibat
fungsi mekanisme antinosiseptif desen-
dari kerusakan jaringan pada alinea sebe-
den, peningkatan aktivitas jalur fasilitator
lumnya. Pada NPB yang kronik dan rekuren,
nosiseptif, dan peningkatan sumasi nyeri
terdapat proses patologis yang disebut sen-
sekunder (wind up) di temporal. Selain itu,
sitisasi sentral.
SS meningkatkan aktivitas pain neuro ma-
Nyeri Nosiseptif dan Neuropatik trix. SS juga meningkatkan aktivitas otak
Nyeri nosiseptif timbul akibat kerusakan pada area-area yang terlibat dalam sensasi
pada jaringan nonneural dan aktivasi no- nyeri akut (insula, korteks cinguli anterior,
siseptor. Nyeri ini menyertai aktivasi peri- dan korteks prefrontal) dan yang tidak ter-
pheral receptive terminals dari neuron libat dalam sensasi nyeri akut (berbagai
aferen primer sebagai respons terhadap nukleus di batang otak, korteks dorsolateral
stimulus kimiawi, mekanik, atau termal frontalis, dan korteks asosiasi parietal).
yang berbahaya. Di lain pihak, nyeri neu-
Berbagai studi mengemukakan bahwa SS
ropatik didefinisikan sebagai nyeri yang
ditemukan pada NPB kronik. Hal ini mem-
disebabkan karena lesi primer sistem saraf
pengaruhi tata laksana pasien, mengingat
somatosensorik Secara klinis, istilah nyeri
pasien NPB dengan SS membutuhkan
nosiseptifberarti nyeri yang timbul (output)
pengobatan dengan target spesifik pada
sebanding dengan input nosiseptif, berbeda
sistem saraf pus at.
dengan yang terjadi pada nyeri neuropatik.

623

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

ANATOMI menghubungkan korpus vertebra yang satu


Tulang belakang bagian lumbal terdiri dari dengan lainnya. Prosesus artikularis superior
5 segmen vertebra lumbalis yang terletak dan inferior dari lamina vertebra yang berdekatan
kranial dari sakrum dan koksigeus. Kelima membentuk sendi faset atau zigapofisial. Sendi
vertebra ini menyokong vertebra torakalis, ini merupakan sendi sinovial di artrodial yang
servikalis, dan tulang kepala yang merupa- berfungsi menanggung beban kompresif serta
kan sebagian besar dari berat badan tubuh, tekanan biomekanik diskus intervertebralis.
sehingga ukuran korpusnya paling besar
Tulang belakang disokong oleh berbagai
dibandingkan segmen vertebra lainnya.
ligamentum yang merupakan jaringan ikat
Sisi posterior korpus vertebra memiliki yang menghubungkan satu tulang ke tulang
struktur pedikel, lamina, prosesus transver- lainnya. Dari anterior ke posterior, ligamen-
sus, dan prosesus spinosus yang memben- tum tersebut meliputi, ligamentum longi-
tuk lingkaran mengelilingi kanalis spinalis. tudinal anterior, ligamentum longitudinal
Kanalis spinalis dibungkus oleh kantong posterior, ligamentum flavum, ligamentum
dura yang berisi cairan serebrospinal. intertransversal, ligamentum interspinosus,
dan ligamentum supraspinosus (Gambar 1).
Sendi faset merupakan persendian yang

ligamentum
intertransversal

ligamentum
longitudinal ---~
posterior

ligamentum
longitudinal anterior

Gambar 1. Ligamentum Vertebra Lumbalis

624

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

Ligamentum longitudinal anterior meru- mentum ini berhubungan dengan flavum,


pakan ligamentum luas dan fibrous yang be- sedangkan pada bagian posterior serat liga-
rasa} dari dasar tengkorak, meliputi bagian mentum ini berhubungan dengan ligamen-
anterior dari korpus vertebralis dan diskus tum supraspinosus. Ligamentum ini untuk
vertebralis dari Cl hingga sakrum. Ligamen- membatasi gerakan fleksi ke depan atau
tum ini berfungsi dalam mempertahankan membungkuk.
stabilitas dari sendi intervertebralis dan
Ligamentum supraspinosus melekat pada
mencegah terjadinya gerakan hiperekstensi.
apeks prosesus spinosus. Ligamentum ini
Ligamentum longitudinalis posterior berja- terdiri dari serat yang panjang dan tebal
lan dari dasar tengkorak dan C2 hingga ke yang berjalan secara vertikal, mulai dari
sakrum, berhubungan dengan bagian pos- C7 hingga sakrum. Di atas C7, ligamentum
terior dari korpus vertebralis dan diskus ini disebut ligamentum nuchae. Bagian in-
intervertebralis, sehingga ligamentum ini ternal/anterior dari serat ini berhubungan
membentuk satu kesatuan dengan dinding dengan ligamentum interspinosus, sehingga
kanalis vertebralis. Hal tersebut berkaitan berperan membatasi gerakan fleksi.
dengan pencegahan terjadinya protrusi dis-
Diskus intervertebralis adalah sendi yang
kus ke arah posterior, tetapi tidak mencegah
terletak di antara korpus vertebralis. Sendi
ke arah posterolateral, serta mencegah ter-
ini berperan dalam hal mekanik dikarena-
jadinya gerakan hiperfleksi kolumna verte-
kan fungsinya dalam menanggung beban
bralis.
berat badan dan aktivitas otot melalui ko-
Di seberang ligamentum longitudinalis pos- lumna spinalis. Adanya fleksibilitas sendi
terior, terdapat ligamentum flavum. Kedua ini membuat tulang belakang mampu bere-
ligamentum ini membentuk bagian dari ka- gerak membungkuk, fleksi ke lateral, dan
nalis spinalis. Ligamentum flavum berperan memutar.
dalam mempertahankan kontur dan keutu-
Diskus intervertebralis memiliki ketebalan
han posisi tulang belakang saat membung-
sekitar 7-lOmm dan diameter 4cm pada re-
kuk dan sebaliknya.
gio lumbalis. Diskus intervertebralis meru-
Ligamentum intertransversal berjalan di- pakan struktur kompleks yang terdiri dari
antara prosesus transversus kolumna ver- lapisan luar tebal jaringan fibrosa kartilago
tebralis pada tiap segmen, dan biasanya yang disebut anulus fibrosus. Struktur anu-
bergabung dengan muskulus intertransver- lus fibrosus terdiri dari 15 hingga 25 cincin
sarii. Peran ligamentum ini adalah untuk konsentrik atau lamela, dengan serat kola-
membatasi gerakan fleksi lateral ke kiri dan gen yang berada paralel di an tara tiap lame-
kanan. la. Selain itu, terdapat serat elastin yang be-
rada di antara lamela, sehingga membantu
Ligamentum interspinosus terdiri dari
lapisan-lapisan tipis yang menghubungkan diskus untuk kembali ke posisi awal setelah
gerakan. Serat elastin tersebut menyatu
prosesus spinosus Cl hingga Sl pada tiap
segmen. Pada bagian anterior, serat liga- dengan lamela saat serat tersebut berjalan
secara radial antar lapisan lamela. Sel-sel

625

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dari anulus, terutama yang berada di bagian dari nukleus pulposus adalah struktur car-
luar, bersifat fibroblast-like, berukuran pan- tilage endplates. Bagian tengah dari nukleus
jang, tipis, dan teletak paralel dengan serat pulposus mengandung serat kolagen yang
kolagen. Bentuk sel ini menjadi lebih oval tersusun acak, dan serat elastin yang ter-
pada bagian dalam anulus fibrosus. susun secara radial. Di antaranya terdapat
sel menyerupai kondrosit (chondrocyte-like
Cartilage endplate merupakan lapisan hori-
cells) dengan densitas yang rendah yang be-
zontal tipis dengan ketebalan lmm, yang
rada di dalam kapsul.
tersusun atas jaringan kartilago hialin.
Struktur ini mempertemukan diskus in-
ETIOLOGI
tervertebralis dengan korpus vertebralis.
Pasien yang datang dengan NPB harus diek-
Pada kondisi normal, diskus intervertebra-
splorasi etiologinya karena sebenarnya NPB
lis memiliki sedikit pembuluh darah dan
adalah suatu gejala, bukan penyakit. NPB
saraf, terutama terbatas pada lamela luar
memiliki beberapa etiologi yang mendasari
yang berakhir pada proprioseptor. Carti-
kondisi patologisnya yang harus ditentukan
lage endplate bersifat avaskular dan aneural
untuk tata laksana dan prognosisnya (Ta-
pada orang dewasa normal. Pembuluh da-
bel 1). Berdasarkan etiologinya, NPB dibagi
rah ada pada ligamentum longitudinal yang
menjadi spesifik dan nonspesifik/ idiopa-
berdekatan dengan diskus intervertebralis
tik. NPB yang diketahui etiologinya dengan
dan pada cartilage endplate yang berasal
jelas disebut NPB spesifik. Sayangnya dalam
dari percabangan arteri spinalis.
praktik sehari-hari, sebagian besar NPB ti-
Anulus fibrosus mengelilingi inti yang lebih dak diketahui etiologinya dengan jelas, atau
bersifatgelatin (gelatinous), disebutnukleus disebut juga NPB nonspesifik a tau idiopatik.
pulposus (Gambar 2) . Batas atas dan bawah
Nyeri Sendi Faset
Seperti sendi sinovial lainnya, proses trauma
dan inflamasi yang terjadi pada memiliki mani-
festasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi
sendi, serta spasme otot sekunder, yang kemu-
dian akan menyebabkan kekakuan dan dege-
nerasi sendi yang menyebabkan osteoartritis.
Saraf
Salah satu struktur yang terlibat pada proses
Diskus normal ~
degenerasi sendi adalah kapsul fibrosa dari
sendi faset yang mengandung ujung saraf en-
capsulated, uncapsulated, dan bebas. Studi
imtmohistokimia menunjukan bahwa ujung
Gam bar Z. Anatomi Diskus Intervertebralis saraf tersebut mengandung neuropeptida yang
memediasi dan memodulasi nosiseptor, misal-
nya substansi P, calcitonin gene related pep-
tide (CGRP), dan vasoactive intestinal p eptide

626

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

Tabell. Penyakit yang Berkaitan dengan NPB yang Diklasifikasikan Berdasarkan Etiologi
Etiologi Penyakit
Trauma • Hernia diskus intervertebralis lumbal
• Nyeri punggung bawah muskularjfasia [nyeri punggung bawah muskular akut
(sprain), nyeri punggung bawah muskular kronik]
• Nyeri punggung bawah yang berkaitan dengan fraktur (fraktur akibat trauma, fraktur
terkait osteoporosis)
Infeksi/inflamasi • Spondilitis tuberkulosis
• Spondilitis purulen
• Ankylosing spondylitis
Tumor • Metastasis spinal
• Mieloma multi pel
• Tumor medula spinalis
Degeneratif • Spondylosis deformans
• Degenerasi diskus intervertebralis
• Nyeri punggung bawah artikular intervertebralis
• Spondilolistesis nonspondilolitik lumbalis
• Ankylosing spinal hyperostosis
• Stenosis kanalis spinalis lumbalis
• Osteoporosis
• Facet arthrosis/degenerative facet
Organ abdomen • Penyakit hati, saluran empedu, pankreas, dan lain-lain
Psikologis • NPB psikogenik. fibromialgia, depresi, dan lain-lain
NPB: nyeri punggung bawah
Sumber: Hayashi Y. JMAJ. 2004. h. 227-33.

(VIP). Adanya neuropeptida tersebut menan- kebiasaan mengangkut beban berat dan
dakan proses penuaan serta beban biomekanik cedera minor berulang. Stres mekanik tim-
yang kumulatif. Mediator kimiawi dan infla- bul pada faset yang lebih horizontal pada
masi ini berhubungan dengan enzim proteoli- potongan sagital, terutama tingkat L4-LS.
tik dan kolagenolitik yang dapat menyebabkan
Gejala dan tanda klinis facet arthrosis sa-
degradasi matriks kartilago sendi. Bila neuro-
ngat tidak spesifik dan bervariasi tergan-
peptida ini ditemukan bersama dengan jaring-
tung pada progresivitasnya, mulai dari nyeri
an perivaskular dan input aferen nosiseptif,
pada leher atau punggung bawah hingga ti-
maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil
dak ada nyeri. Gejala nyeri yang muncul ti-
nyeri (pain generator).
dak menjalar ke bawah lutut dan diperberat
Facet arthrosis merupakan bentuk patologi dengan gerakan ekstensi, serta membaik
sendi faset yang paling banyak ditemukan. dengan gerakan fleksi. Nyeri tidak berkore-
Penyakit ini sering mengenai usia tua di atas lasi dengan tingkat degenerasi.
60 tahun, walaupun pada beberapa kasus
dapat dimulai pada usia sebelum 20 tahun. Nyeri Sendi Sakroiliaka
Tidak ada perbedaan prevalensi antar je- Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial di-
nis kelamin. Penyakit ini dikaitkan dengan artrodial yang menerima inervasi atau persara-

627
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

fan utama dari rami dorsalis 4 nervus sakralis Longisimus, M. Multifidus, dan M. Spinalis.
pertama. Artrografi atau injeksi larutan iritan Kondisi salah posisi dapat memicu terjadinya
kedalam sendi sakroiliaka dapat memprovokasi peregangan berlebih pada ligamentum dan
nyeri dengan berbagai pola nyeri lokal maupun otot-otot ini sehingga menyebabkan robekan,
nye1i alih pada daerah bokong, lurnbal bawah, perdarahan kecil dan inflamasi, serta me-
dan paha. Prevalensi nyeri sakroiliaka bervatia- nimbulkan nyeri. Hal ini dikenal dengan
si antara 2-30% pada pasien NPB kronik. strain atau regangan, maupun sprain atau re-
gangan yang menyebabkan kerusakan.
Nyeri Otot
Otot punggung bawah membantu menstabi- Sindrom Nyeri Miofasial
lisasikan tulang belakang serta memungkin- Reseptor nyeri di otot sensitif terhadap berb-
kan gerakan rotasi, fleksi, dan ekstensi. Otot- agai stimulus mekanik, termasuk tekanan, cu-
otot profunda melekat pada rongga-rongga bitan (pinching), irisan (cutting), dan peregan-
yang berada di antara prosesus spinosus gan (stretching. Unit kontraksi otot dan tendon
(Gambar 3). Adapun otot-otot penting yang yang terpapar beban biomekanik tunggal atau
menyongkong vertebra lumbalis meliputi M. rekuren dapat mengalami cedera dan menim-

Otot-otot superfisial Otot -{)tot profunda

Otot-otot intermedia

Gam bar 3. A11atomi Otot yang Menyokong Vertebra Lumbal

628
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah

bulkan nyeri. Otot tersebut akan memendek se- tersebut juga dapat menimbulkan herni-
cara abnormal dan disertai peningkatan tonus asi diskus intervertebralis lumbalis dan
akibat spasme atau kontraksi yang berlebihan. mengkompresisaraf
Otot yang cedera ini merupakan area nyeri • NPB muskular kronik terjadi akibat
yang dianggap sebagai trigger point (TrP) atau penggunaan otot berulang secar~ terus
taut band yang menjadi kriteria diagnosis sin- menerus.
drom nyeri miofasial. ·
• Traumatic vertebral body fractures ter-
Karakteristik yang khas. dari sindrom nyeri jadi saat korpus vertebralis kolaps akibat
miofasial adalah adanya TrP berupa nodul jatuh dan sebagainya.
berukuran 3-6mm, bersifat nyeri dan kaku, • Fragile vertebral body fractures biasanya
dan dapat diidenti:fikasi melalui palpasi otot. menimbulkan NPB terkait osteoporosis,
Palpasi TrP akan. memprovokasi nyeri hebat meskipun tidak terpapar trauma yang
dan menjalar ke zona-zona tertentu. Stimulus hebat.
mekanik seperti penusukan atau pemberian
tekanan pada area yang hiperiritasi di TrP akan NPB yang disebabkan oleh Infeksijlnfla-
menyebabkan kedutan otot (muscle twitch). masi
Palpasi TrP kadang-kadang dapat menimbul- Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tu-
kan refleks involunter (jump sign), atau flinch- lang belakang yang seringkali bennanifesta-
ing yang tidak sesuai dengan tekanan palpasi si sebagai nyeri punggung bawah. Infeksi
yang diberikan. Sindrom nyeri miofasial dapat ini dapat mengenai tulang belakang tora-
menjadi simtomatik akibat trauma langsung kolumbal (SO%), servikal (25%), dan lum-
atau tidak langsung, paparan strain kumulatif, bal (25%). Mikroorganisme patogen dapat
disfungsi postural, dan physical deconditioning. menghancurkan korpus vertebralis atau
diskus intervertebralis. Untuk mencegah
Sindrom nyeri miofasial dapat terjadi pada
timbulnya komplikasi neurologis, maka di-
daerah yang mengalami kerusakan jaringan
agnosis harus cepat dan pengobatannya te-
atau daerah tempat penjalaran nyeri neuropa-
pat. Anamnesis mengenai riwayat penyakit
tik/radikular. Otot yang terpengaruh oleh nyeri
tuberkulosis dapat membantu diagnosis pe-
neuropatik dapat mengalami kerusakan akibat
nyakit ini. Pencitraan MRI merupakan salah
spasme berkepanjangan, beban mekanik ber-
satu pemeriksaan penunjang untuk melihat
lebihan atau gangguan metabolik serta nutrisi.
gambaran destruksi tulang, abses, serta ke-
NPB yang disebabkan oleh Trauma terlibatan jaringan: lunak sekitar tulang dan
Ada beberapa kondisi patologis NPB yang medulla spinalis (Gambar 4).
disebabkan oleh trauma, antara lain:
Ankylosing spondylitis (Gambar 5) adalah suatu
• NPB muskular akut atau sprain terjadi periyakit rematik dengan faktor rematoid
saat punggung bawah .ter}lapar trauma · negatifyang menyebabkan tulangvertebra me-
eksternal, seperti terbentur orang lain nyambungseperti bambu (bamboo spine), osifi-
atau mengangkat benda berat, sehingga kasi ligamentum supraspinosus dan interspi-
terjadi kerusakan otot dan fasia. Trauma nosus (dagger sign), dan fusi sendi sakroiliaka.

629

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Penyatuan tersebut menyebabkan elastisitas- menjadi sulit untuk bernafas dalam. Penyakit
nya berkurang dan postur tubuh membungkuk ini lebih sering mengenai laki-laki daripada
ke depan. Jika tulang iga terlibat maka pasien perempuan dengan gejala dan tanda penyakit
dimulai saat usia muda.

Gam bar 4. Gambaran MRI Spondilitis Tuberkulosis Gam bar 5. Gambaran Foto Rontgen Ankylosing
Tanda panah men unjukkan desktruksi karp us verte- Spondilitis
bra lumbal L3-4 yang mendesak medula sp inalis Gambaran Dagger sign (panah putih) dan fusi sendi
(Dok: Pribadi) sakroi liaka (panah hitam)
(Dok: Pribadi)

Gam bar 6. Metastasis Kanker Prostat


Tanda panah menunjukkan lesi mu lti pel di karp us vertebra lumbal.
(Dok: Pribadi)

630

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

Herniasi

Diskus
intervertebralis
{ Nukleus pulposus

Anulus fibrosus

Gambar 7. Diskus lntervertebralis Normal dan yang Mengalami Herniasi

NPB yang Disebabkan oleh Neoplasma lang belakang disertai fraktur yang me-
Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, nyebabkan nyeri di berbagai tingkat. Di
lambung, payudara, dan prostat, dapat her- lain pihak, osteoporosis kadang-kadang
metastasis ke tulang lumbal sebagai lesi tidak disertai fraktur dan deformitas,
multipel yang berbercak-bercak (Gambar tetapi tetap ada nyeri. Hal ini disebabkan
6). Gambaran ini juga dijumpai pacta kega- oleh hipersensitivitas nyeri terkait de-
nasan hematologi, seperti mieloma multi- ngan menopause.
pel. Tumor primer, seperti schwanoma dan
2. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
angioma, dapat berkembang pacta daerah
Kehilangan proteoglikan dan disorgan-
lumbal dan menimbulkan nyeri yang he bat.
isasi matriks memiliki dampak mekanik
NPB yang Disebabkan oleh Proses De- yang penting, yaitu menimbulkan stres
generatif pacta cartilage endplate atau anulus fi-
Dengan bertambahnya usia, insidens NPB brosus. Perubahan ini mengakibatkan
akan meningkat dengan terbentuknya Jesi diskus intervertebralis rentan terhadap
akibat degenerasi lumbal dan jaringan seki- cedera dengan menimbulkan perubahan
tarnya. Proses degenerasi tersebut juga osteoarthritik. Kondisi ini dapat menye-
berkaitan dengan terbentuknya spondylo- babkan herniasi nukleus pulposus, yaitu
sis deforman, degenerasi diskus interver- prolapsnya diskus intervertebralis akibat
tebralis, nyeri punggung bawah artikular robeknya annulus fibrosus (Gambar 7) .
intervertebralis, spondilolistesis nonspon -
Proses degeneratif tersebut akan berdam-
dilolitik, ankylosing spinal hiperostosis, dan
pak pacta struktur sekitarnya, misalnya ra-
stenosis spinalis lumbalis.
diks. Kompresi radiks akibat herniasi ini
1. Osteoporosis bukan satu-satunya penyebab timbulnya
Pacta osteoporosis terjadi deformitas tu - gejala nyeri, karena 70% pasien dengan

631
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

prolaps diskus yang menekan radiks tidak temporal (akut/kronik), dan faktor yang
mengeluhkan nyeri. Hipotesis yang men- memperberat a tau meringankan nyeri.
dasari timbulnya nyeri adalah kompresi
Ada empat jenis nyeri yang harus diiden-
yang ditimbulkan akan meningkatkan sen-
tifikasi pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal,
sitisasi radiks. Proses ini terutama disebab-
nyeri alih, nyeri radikular; dan spasme otot
kan oleh molekul-molekul kaskade inflama-
sekunder. Nyeri lokal disebabkan oleh proses
si, seperti asam arakidonat, prostaglandin
patologis yang mengenai struktur peka nyeri
E2, tromboksan, fosfolipase A2, tumor necro-
di tulang belakang, antara lain periosteum
tizing factor (TNF)a, interleukin, dan matriks
korpus vertebra, kapsul sendi apofisial, an-
metalloprotease.
nulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum.
NPB Akibat Penyebab Lain Oleh sebab itu, segala proses patologis yang
NPB dapat timbul akibat nyeri alih dari pe- melibatkan struktur-struktur tersebut akan
nyakit organ intraabdominal seperti hati, menimbulkan nyeri lokal. Nyeri ini memiliki
kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih intensitas stabil, tetapi kadang-kadang nyeri
ke punggung bawah juga dapat timbul dari terasa lebih berat dan tajam. Batasan nyeri
organ-organ abdomen bagian posterior; se- tidak terlalu tegas, namun dirasakan di seki-
perti uterus, ovarium, dan kandung kemih. tar struktur peka nyeri pada tulang belakang
yang terkena tersebut.
Kemungkinan adanya nyeri psikogenik yang
berkaitan dengan histeria dan depresi juga ti- Salah satu contoh proses patologis yang me-
dak boleh dilupakan. Fibromialgia merupak- nimbulkan nyeri lokal adalah strain/sprain
an salah satu bentuk NPB kronik yang paling akut. Penyebabnya adalah cedera minor;
sering ditemukan pada daerah perkotaan. Di- seperti mengangkat benda berat, kesala-
agnosis fibromialgia ditegakkan secara klinis, han postur (duduk, berkendara), atau per-
ditandai oleh nyeri dengan distribusi yang gerakan punggung yang mendadak. Pasien
luas pada tubuh, terdapat titik-titik nyeri, kadang-kadang merubah postur tubuh aki-
dan seringkali disertai penyakit komorbid bat nyeri yang dirasakan. Otot-otot sakro-
seperti fatig kronik, insomnia, dan depresi. spinalis dan punggung bawah menjadi kaku,
Oleh karena itu, penyakit ini sering dikaitkan sehingga nyeri bertambah berat bila pasien
dengan faktor sosial dan psikologis. melakukan pergerakan punggung.
Nyeri alih pada NPB dapat berupa nyeri
GEJALA DAN TANDA KLINIS
pada vertebra yang merujuk ke organ dalam
Pasien NPB datang biasanya dengan kelu-
abdomen dan pelvis, atau sebaliknya. Pe-
han utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain
nyakit-penyakit pada organ dalam abdomen
yang dapat timbul adalah rasa kaku, pegal,
atau pelvis dapat menimbulkan nyeri alih
kesulitan bergerak, atau perubahan ben-
pada punggung bawah. Hal ini dapat dibe-
tuk punggung (deformitas). Keluhan utama
dakan dengan NPB akibat proses patologis
nyeri pada NPB harus dieksplorasi karak-
di tulang belakang dan struktur sekitarnya
teristiknya lebih lanjut, an tara lain jenis dan
karena intensitas nyerinya tidak berubah
lokasi, durasi (menetapfintermiten), in-
dengan pergerakan punggung.
tensitas (ringanfsedang/berat), hubungan

632
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah

Proses patologis pada bagian atas vertebra batuk, bersin, atau mengedan dapat mem-
lumbal dapat menimbulkan nyeri alih pada perberat nyeri radikular. Oleh karena struk-
daerah kostovertebral (flank) medial, pang- tur saraf yang terkena pada nyeri radikular,
gul sisi lateral, selangkangan, dan paha ba- maka defisit neurologis, seperti parestesia,
gian anterior. Hal ini terjadi karena iritasi hipestesia, monoparesis, hiporefleks, dan
nervus kluneal superior yang berasal dari di- atrofi otot, dapat ditemukan pada pasien.
visi posterior nervus spinalis Ll-L3. Semen- Dengan demikian, nyeri radikular berbeda
tara itu, proses patologis yang terjadi pada dengan nyeri alih. Walaupun nyeri alih juga
bagian bawah vertebra lumbal dapat memi- bisa menjalar, tetapi tidak sampai distal dari
liki nyeri alih ke bagian bawah bokong dan lutut dan tidak disertai defisit neurologis.
paha bagian posterior akibat iritasi nervus
Segala proses patologis yang mengenai ra-
spinalis L4-LS. Nervus spinalis ini mengak-
diks pada punggung bawah akan menim-
tivasi sekumpulan neuron intraspinal yang
bulkan nyeri radikular, contohnya herniasi
sama dengan nervus yang menginervasi
diskus intervertebralis dan kanalis stenosis.
paha bagian posterior. Nyeri alih tersebut
Herniasi diskus intervertebralis memiliki
biasanya difus, tidak lokal, dan terasa dalam.
karakteristik tambahan berupa nyeri yang
Intensitas nyeri alih tidak jauh berbeda de-
bertambah berat saat membungkuk, duduk,
ngan nyeri lokal. Setiap gerakan yang mem-
atau berubah posisi duduk ke berdiri. Nyeri
perberat atau meringankan intensitas nyeri
terasa berkurang saat pasien berbaring
lokal juga dapat memengaruhi nyeri alih.
telentang dengan lulut fleksi untuk mengu-
Contoh proses patologis yang menimbul- rangi lordosis lumbal.
kan nyeri alih adalah strain pada sendi
Di lain pihak, kanalis stenosis memiliki ciri
sakroiliaka. Pasien dapat merasakan nyeri
tambahan berupa nyeri yang bertambah be-
alih dari punggung bawah ke bokong atau rat saat duduk lama, berdiri, atau berjalan.
paha bagian posterior. Saat pasien bergerak
Nyeri akan membaik saat istirahat setelah
abduksi paha melawan tahanan, nyeri akan aktivitas tersebut. Posisi yang paling nya-
bertambah berat dan dapat dirasakan di man bagi pasien kanalis stenosis adalah
simfisis pubis atau selangkangan.
jongkok, agak membungkuk ke depan, dan
Nyeri radikular berasal dari struktur radiks fleksi panggul dan lulut. Hal ini menyeru-
spinalis yang mengalami proses tarikan, pai posisi pengendara sepeda. Selain itu,
iritasi, atau kompresi. Karakteristik nyeri terdapat fenomena klaudikasio neurogenik
radikular memiliki intensitas yang lebih pada kanalis stenosis, yang ditandai dengan
berat, penjalaran hingga ke tungkai bawah aktivitas berjalan dan berdiri menyebabkan
sesuai perjalanan sarafnya, dengan batas hipestesi dan kelemahan tungkai secara
yang lebih tegas. Penjalaran nyeri radikular bertahap, sehingga memaksa pasien untuk
yang paling khas terjadi pada iskialgia, yang duduk istirahat. Hal ini disebabkan oleh in-
berasal dari bokong menjalar ke sepanjang sufisiensi arteri iliofemoral.
posterior paha, betis, hingga ke kaki. Nyeri
Selain itu, nyeri radikular isialgia dapat di-
terasa tajam dan kadang-kadang tumpang jumpai pada sindrom piriformis. Hal ini dise-
tindih dengan nyeri bersifat tumpul. Perilaku

633

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

babkan oleh kompresi sarafiskhiadikus yang membungkuk (bending), memutar (twist-


mengalami dalam perjalanannya oleh otot. ing), mengangat beban (lifting), atau bahkan
Ciri khas dari sindrom ini adalah nyeri yang hanya dengan bangun dari kondisi berba-
muncul saat otot teregang melalui gerakan ring. Evaluasi keluhan NPB baru pertama kali
fleksi, aduksi, dan endorotasi sendi panggul. atau kambuh berulang penting untuk diketa-
hui. Setiap episode kambuh berulang biasan-
Spasme otot sekunder biasanya terjadi se-
ya memiliki intensitas nyeri yang lebih berat
bagai mekanisme proteksi nosiseptif akibat
disertai peningkatan gejala dari sebelumnya.
iritasi lokal pada struktur tulang belakang.
Kontraksi otot berkepanjangan dapat me- Setiap pasien NPB harus dievaluasi adafti-
nimbulkan nyeri lokal yang tumpul dan ter- dak tanda bahaya (red flags). Adanya tanda
asa kram. Pasien kadang-kadang merasakan bahaya mengarah kepada jenis NPB yang
spasme otot ini pada otot-otot sakrospinalis membutuhkan pemeriksaan penunjang le-
dan gluteal. bih lanjut serta pengobatan segera (Tabel 2).
Nyeri yang bersumber dari struktur-struk-
DIAGNOSIS
tur yang membentuk tulang belakang,
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
seperti otot, ligamentum, sendi faset, dan
baik dan fokus dapat mengarahkan NPB ke
diskus dapat beralih ke regio paha bawah,
dalam klasifikasi NPB, yang meliputi NPB
namun jarang ke area di bawah lutut. Nyeri
nonspesifik, NPB yang berkaitan dengan ra-
yang berkaitan dengan sendi sakroiliaka
dikulopati atau stenosis spinalis, dan NPB
seringkali beralih ke paha bawah, tetapi
yang berkaitan dengan penyebab spinal lain
juga dapat menjalar ke bawah lutut. Adanya
yang spesifik Anamnesis harus disertai pe-
iritasi, benturan, atau kompresi saraf lum-
nilaian faktor risiko psikososial yang ber-
balis akan menyebabkan nyeri yang lebih
guna untuk memprediksi risiko terjadinya
dirasakan pada tungkai dibandingkan pada
NPB kronik dan kekambuhan yang menim-
punggung bawah. Nyeri yang berasal dari
bulkan disabilitas.
radiks atau saraf spinal L1-L3 akan bera-
Klinisi sebaiknya tidak melakukan peme- diasi ke panggul dan atau paha bawah, se-
riksaan pencitraan atau tes diagnostik lain dangkan nyeri yang berasal dari L4-S1 akan
secara rutin pada pasien NPB nonspesifik beradiasi di bawah lutut. Herniasi diskus
Pemeriksaan penunjang, sepelti MRI, harus sentralis, subsentralis, atau lateralis dapat
sesuai dengan indikasi, misalnya terdapat mengenai saraf yang berbeda-beda pada
defisit neurologis berat dan progresif atau tingkat yang sama, yang dapat dinilai ber-
dicurigai ada kondisi serius yang mendasari dasarkan pemeriksaan neurologis terhadap
(underlying disease). ekstremitas bawah berupa kekuatan moto-
Melalui anamnesis, klinisi mendapat data rik, sensorik, dan refleks (Tabel 3).
mengenai pemicu terjadinya NPB, seperti

634

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

Tabel2. Tanda Bahaya NPB Akut


Kemungkinan
Temuan Anamnesis Temuan Pemeriksaan Fisik
Etiologi
Keganasan Strong: mj!tastasis kanker ke tulang Weak: nyeri vertebra, keterbatasan gerakan
Intermediate: penurunan berat badan yang atau range of motion (ROM) tulang belakang
tidak dapat dijelaskan
Weak: nyeri kanker meningkat atau tjdak
berkurang dengan istirahat
Sindrom Kauda Strong: inkontinensia kandung kemih dan Strong: kelemahan motorik atau defisit sen-
Ekuina pencernaan, kehilangan motorik atau sensorik sorik yang berat, hilangnya tonus sfingter
yang progresif anus, saddle anesthesia
Fraktur Strong: trauma signifikan yang berkaitan Weak: nyeri vertebra, keterbatasan gerakan
dengan usia* atau range of motion (ROM) tulang belakang
Intermediate: penggunaan steroid jangka
panjang
Weak: usia lebih dari 70 tahun, riwayat osteo-
porosis
lnfeksi Strong: nyeri berat dan riwayat operasi verte- Strong: demam, infeksi saluran kemih, ad-
bra lumbalis 1 tahun terakhir anya luka pada daerah tulang belakang
Intermediate: penggunaan obat intravena, Weak: nyeri vertebra, keterbatasan gerakan
kondisi imunosupresi, nyeri berat dan riwayat atau range of motion (ROM) tulang belakang
operasi vertebra lumbalis yang sudah lama
Weak: nyeri meningkat atau tidak berkurang
dengan istirahat
Satu atau lebih kriteria weak atau intermediate red flags membutuhkan observasi karena akan membahayakan pasienjika
diagnosis dengan etiologi yang cukup serius terlambat ditegakkan dalam waktu 4-6 jam. Adanya kriteria strong red flags
membutuhkan pemeriksaan penunjang segera, kalau perlu dikonsulkan ke subspesialis spine; *Jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas pada pasien usia muda, jatuh ringan, atau mengangkat be ban berat pada pasien dengan osteoporo-
sis atau kemungkinan osteoporosis; NPB: nyeri punggung bawah.
Sumber: Cassaza BA. Am Fam Physician. 2012. h. 343-350.

Tabel3. Pemeriksaan Neurologis Pasien dengan NPB


Sarafyang DefisitMo- Herniasi Diskus
Defisit Sensorik Refleks
Terkena torik Sentralis Parasentralis Lateralis
L3 Fleksi panggul Paha bawah ante- Patela Diatas L2-L3 L2-L3 L3-L4
rior/medialis
L4 Ekstensi lutut Tungkai anteriorI PateIa Diatas L3-L4 L3-L4 L4-L5
kaki medialis
LS Dorsofleksi ibu Tungkai lateralis/ Medial Diatas L4-LS L4-L5 L5-S1
jari kaki kaki dorsalis hamstring
S1 Fleksi plantaris Tungkai posteriorI Tendon Diatas L5-S1 LS-S1 Tidakada
kaki lateralis Achiiies
NPB: nyeri punggung bawah
Sumber: Cassaza BA. Am Fam Physician. 2012. h. 343-50.

635

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan fisik pada regio lumbosakral, ekstensi panggul dan fleksi lutut Hasil positif
pelvis, dan abdomen dapat memberikan pe- ditandai dengan nyeri yang menjalar ke ante-
tunjuk etiologi NPB. Beberapa pemeriksaan rior paha bawah, yang menunjukkan keterli-
fisik khusus dilakukan pada pasien NPB batan radiks atau saraf spinal L3.
(Gambar 8). Pemeriksaan straight leg raise
Jika dicurigai adanya kondisi serius yang men-
test dilakukan dalam posisi terlentang, kedua dasari NPB, maka MRI merupakan modalitas
tungkai diangkat, dengan kedua lutut dalam
terpilih untuk sebagian besar kasus (Gambar
posisi ekstensi. Hasil tes yang positif ditandai
9). CT scan merupakan alternatifjika terdapat
jika terdapat nyeri yang memjalar ke bawah
kontraindikasi atau tidak tersedia fasilitas
lutut, yang menunjukkan sumber nyeri ber-
MRI. Hasil MRI atau CT scan harus disesuai-
asal dari radiks atau saraf spinal L4-S 1. Selain
kan dengan klinis pasien, mengingat kemung-
itu, reverse straight leg raise test dikerjakan
kinan hasil tersebut positif palsu yang sema-
dalam posisi pasien tengkurap, dilakukan
kin sering sesuai dengan meningkatnya usia.

lnslabllltas vertebra

Pemerlksaan motorllc
eblrlmltas bewah

Tes rellelcs ftslolosls


patella dan Adtllles

l iremerrksaan semorlk
. eblrlmltas bewah

Gambar 8. Metode Inspeksi dan Palpasi untuk Mendiagnosis Nyeri Punggung Bawah

636

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

Gambar 9. MRI Pasien dengan Gambaran Massa lntramedula Setinggi Vertebra L4-5 (panah)
(Dok: Pribadi)

Pemeriksaan laboratorium seperti peme- kronik. Pada prinsipnya penatalaksanaan


riksaan darah lengkap, laju endap darah dan untuk NPB dibagi menjadi tiga, yaitu pengo-
C-reactive protein berguna jika dicurigai in- batan penyakit yang mendasarinya, tindak-
feksi atau adanya neoplasma di sumsum an operasi, dan terapi konservatif.
tulang. Pemeriksaan ini paling sensitif pada
1. Pada NPB yang berasal dari organ ab-
kasus-kasus infeksi spinal karena pada ka-
domen dan bagian posterior abdomen,
sus terse but biasanya tidak disertai demam
serta NPB akibat metastasis spinal, maka
dan pemeriksaan darah lengkap menunjuk-
pengobatan ditujukan pada pengobatan
kan hasil yang normal. Diperlukan pemerik-
penyakit yang mendasari tersebut.
saan MRI dengan kontras serta biopsi pada
kasus -kasus yang memiliki keterbatasan 2. Pada NPB yang dapat disembuhkan de-
dalam pemeriksaan laboratorium. ngan operasi, tentukan indikasi dan un-
tung rugi tindakan operasi pada awal
TATA LAKSANA awitan NPB atau setelah terapi konser-
Tujuan pengobatan NPB akut adalah untuk vatif terlebih dahulu.
mengurangi nyeri, mengembalikan pasien 3. Pada NPB tanpa indikasi operasi:
ke dalam aktivitas sehari-hari, menurunkan a. lstirahat; membatasi aktivitas fisik,
hilangnya waktu kerja, dan mengembang- atau menggunakan korset
kan strategi untuk mengatasi nyeri melalui
b. Terapi fisik; pada prinsipnya dilaku-
edukasi. Optimalisasi pengobatan nyeri
kan termoterapi, namun juga dengan
akut dapat mencegah berkembang menjadi
traksi. Terapi fisik ini harus didahului

637

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dengan penilaian yang tepat oleh ah- 1. Pada kunjungan pertama pasien
linya. a. Edukasi pasieli
c. Terapi olah raga: • Meyakinkan pasien bahwa progno-
• Untuk meningkatkan kekuatan otot sis nyeri punggung bawah seringkali
dan menghasilkan korset alami dari baik, dengan sebagian besar kasus hi-
otot-otot abdomen dan otot-otot lang dengan sendirinya tanpa banyak
punggung intervensi.
• Untuk melakukan latihan peregangan • Memberi saran kepada pasien untuk
dan relaksasi tetap aktif, sebisa mungkin hindari
bed rest dan kembali ke aktivitas nor-
• Untuk meningkatkan kekuatan tulang
mal secepat mungkin.
dengan memberikan beban mekanik
pada tulang-tulang • Memberi saran kepada pasien untuk
menghindari gerakan memutar (twist-
d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang be- ing) dan membungkuk (bending) teru-
lakang serta mengkoreksi kifosis dan tama saat mengangkat barang.
skoliosis.
Tujuan dari edukasi kepada pasien
e. Terapi medikamentosa: adalah untuk mengurangi kekhawatiran
• Terapi kuratif dengan antibiotik, an- terhadap nyeri punggung bawah yang
tifungal, atau obat anti tuberkulosis dialaminya serta mengajarkan cara
untuk kasus-kasus infeksi untuk menghindari nyeri bertambah
• Terapi simptomatik dengan obat- berat atau timbul kembali.
obatan antiinflamasi dan analgetik b. Mulai terapi dengan obat antiinflamasi
• Menghilangkan nyeri dengan blok lo- nonsteroid (OAINS) atau asetaminofen.
kal atau blok saraf OAINS merupakan obat lini pertama un-
f. Psikoterapi; konseling untuk nyeri pung- tuk terapi NPB.
gung bawah kronik dan nyeri punggung c. Pertimbangkan pemberian pelemas otot
bawah psikogenik berdasarkan keparahan nyeri, misalnya
g. Panduan untuk menjalankan kehidupan diazepam, siklobenzaprin, tizanidin, dan
sehari-hari: panduan gaya hidup dan metaksalon.
kerja yang tidak baik yang dapat mem- d. Pertimbangkan terapi opioid jangka
pengaruhi timbulnya atau memperberat pendek jika intensitas nyeri berat.
nyeri punggung bawah.
e. Pertimbangkan memberikan rujukan
Oleh karena sebagian besar pasien untuk terapi fisik jika ini bukan meru-
dalam praktik sehari-hari tergolong NPB pakan episode pertama. Terapi fisik telah
nonspesifik, maka American Family Phy- dikatakan dapat menurunkan nyeri, dis-
sician mengemukakan tata laksananya abilitas, dan risiko terjadinya kekambuh-
sebagai berikut: an setelah episode pertama NPB.

638

Scanned for Pablo


Nyeri Punggung Bawah

2. Pada kunjungan kedua pasien (2 hingga 4 c. Neuropatik


minggu setelah kunjungan pertama, jika d. Campuran nosiseptif dan neuropatik
pasien belum ada perbaikan yang ber-
e. Breakthrough pain
makna).
a. Pertimbangkan mengganti ke OAINS Jawaban:A
lain. 3. Apa saja tanda bahaya yang belum dieks-
b. Pertimbangkan memberikan rujukan plorasi pada kasus ini?
untuk terapi fisik jika belum dilaku- a. Demam
kan pada kunjungan pertama. b. Penurunan berat badan
c. Pertimbangkan untuk dirujuk ke sub- c. Riwayat keganasan
spesialis tulang belakang jika intensi- d. Riwayat infeksi tuberkulosis
tas nyeri hebat atau membatasi akti-
e. Semua benar
vitas sehari-hari.
Jawaban: E
CONTOH KASUS 4. Apa saja tata laksana medikamentosa
Seorang laki-laki 28 tahun datang ke klinik yang dapat diberikan pada kasus ini?
dengan keluhan nyeri pinggang bawah sejak 5
a. Parasetamol
hari lalu. Nyeri dirasakan setelah pasien men-
gangkat galon air. Karakteristik nyeri seperti b. Ibuprofen
tertekan, hilang timbul, tidak menjalar, dan in- c. Diazepam
tensitas ringan sedang. Nyeri memberat saat d. Hanya a dan b yang benar
membungkuk, berubah posisi dari berbaring e. Pilihan a, b, dan c benar
ke dudukjberdiri. Nyeri membaik saat istirahat
dan berbaring. Pemeriksaan fi.sik menunjuk- Jawaban: E
kan spasme otot dan ada trigger pointpada otot 5. Enam bulan berikutnya, pasien datang lagi
paravertebrallumbal tanpa defisit neurologis. ke klinik dengan keluhan nyeri pinggang
yang lebih berat dari sebelumnya. Pasien
Pertanyaan
memiliki riwayat demam, batuk kronik,
1. Apakah etiologi NPB yang paling mung- dan penurunan berat badan. Pemeriksaan
kin pada pasien ini? fi.sik terdapat gibbus, deformitas kifo-
a. Tumor sis pada segmen torakal, dan nyeri tekan
b. Trauma vertebra torakal 11-12. Apakah diagnosis
c. Infeksifinflamasi yang paling mungkin saat ini?
d. Degeneratif a. Mielitis transversa
e. Idiopatik b. Spondilitis TB
Jawaban: B c. Hernia nukleus pulposus
2. Berdasarkan data kasus, tergolong apa d. Kompresi medula spinalis akibat me-
nyeri yang dialami pasien? tastasis
a. Nosiseptif, akut e. Sindrom konus medularis
b. Nosiseptif, kronik Jawaban: B

639

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

DAFTAR PUSTAKA 13. Chanda ML, Alvin MD, Schinitzer TJ, Apkarian AV.
Pain characteristic differences between subacute
1. Chou R- Low back pain (chronic). Clin Evid Hand-
and chronic back pain. J Pain. 2011;12(7):79k800.
book. 2011;84:403-5.
14. Wholistic Physical Therapy. Anatomy of! ow back
2. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan pan-
· pain. Wholistic Physical Therapy [serial online].
duan praktek klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan
[diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Mid-
Dokter Spesialis Saraflndonesia;2016; h. 101-5.
townmfr.com.
3. Nijs J, Apeldoorn A, Hallegraeff H, Clark J, Msc,
15. Dafny N. Chapter 3: Anatomy of the spinal cord. Neu-
Smeets R, Malfliet A. Low back pain: guidelines
roscience online [serial online]. 1997 [diunduh 14
for the clinical classification of predominant
Januari 2017]. Tersedia dari: Neuroscience Online.
neuropathic, nociceptive, or central sensitization
16. Phillobeukes Physiotherapy. Pathophysiology of
pain. Pain Physician. 2015;18(3):E333-46.
chronic back pain [serial online]. [diunduh 14 Janu-
4. Meliala A. Nyeri punggung bawah: asesmen NPB.
ari 2017]. Tersedia dari: Phillobeukes Physiotherapy.
Jakarta: PERDOSSI; 2003.
17. Faure M, Huyskens J, van Goethem JWM, Venster-
5. Meliawan S. Diagnosis dan tatalaksana kegawat-
mans C, Van Den Hauwe L, de Belder F. Radiologic
daruratan tulang belakang: diagnosis dan tatal-
imaging of facet joint. Antwerp University Hospi-
aksana HNP Lumbal. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
tal & University of Antwerp [serial online]. [di-
6. Chou R, Huffman LH. Guideline for the evalua-
unduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Antwerp
tion and management oflow back pain: evidence
University Hospital & University of Antwerp.
review. American Pain Society [serial online].
18. PhysioAdvisor.com. Ligamentumt of the spine.
[diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Ameri-
PhysioAdvisor.com [serial online]. [diunduh 14
canpainsociety.org.
Januari 2017]. Tersedia dari: PhysioAdvisor.com.
7. Hoy D, March L, Brooks P, Blyth F, Woolf A, Bain
19. Healthline Medical Team. Lower back and super-
C, dkk. The global burden of low back pain: es-
ficial muscles. Healthline Media [serial online].
timates from the global burden of disease 2010
2015 [diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari:
study. Ann Rheum Dis. 2014;73(6):968-74.
Healthline.
8. Delitto A, George SZ, van Dillen L, Whitman J, Sowa
20. Watson JM. Tuberculosis in Britain to-
G, Shekelle P. Low back pain: clinical practice guide-
day. BMJ. 1993;306 (6872):221-2.
lines linked to the international classification of func-
21. Nakamura T. Low back pain accompanying os-
tioning, disability. and health from the orthopaedic
teoporosis. JMAJ. 2003;46(10):445-51.
section of the american physical therapy association.
22. Raj PP. Intervertebral disc: anatomy-physiol-
J Orthop Sports Phys Ther. 2012;42(4):A1-57.
ogy-pathophysiology-treatment. Pain Pract.
9. Erlich GE. Low Back Pain. Bulletin of the World
2008;8(1):18-44.
Health Organization. 2003;81(9):671-6.
23. Millea PJ, Holloway RL. Treating Fibromyal-
10. Levin KH. Low back pain. The Cleveland Clinic
gia. Am Fam Physician. 2000;62(7):1575-82.
Foundation: Center for Continuing Education
24. Cassaza BA. Diagnosis and treatment of acute low
[serial online]. 2010 [diunduh 14 Januari 2017].
back pain. Am Fam Physician. 2012;85(4):343-350.
Tersedia dari: Cleveland Clinic Center for Con-
25. Bogduk N. Management of chronic low back pain.
tinuing Education.
MJA. 2004;180(2):79-83.
11. Nijs J, Torres-Cueco R, van Wilgen CP, Girbes EL,
26. Chou R, Snow V, Casey D, Cross JT, Shekelle P, Ow-
StruyfF, Roussel N. Applying modern pain neuro-
ens SK Diagnosis and treatment of!ow back pain:
science in clinical practice: criteria for the classi-
a joint clinical practice guideline from the Ameri-
fication of central sensitization pain. Pain Physi-
can College of Physicians and the American Pain
cian. 2014;17(5):447-57.
Society. Ann Intern Med. 2007;147(7): 478-91.
12. Hayashi Y. Classification, diagnosis, and treat-
27. Cohen SP, Agroff CE, Carragee EJ. Management of
ment of! ow back pain. JMAJ. 2004;4 7(5):227 -33.
low back pain. BMJ. 2008;337:a2718.

640

Scanned for Pablo


NYERIKANKER
38 Henry Riyanto Sofyan, Tiara Aninditha

PENDAHULUAN intervensi, sedangkan pada yang kronik


Nyeri kanker merupakan komplikasi berhubungan langsung dengan kanker itu
kanker yang paling sering ditemui pada sendiri atau terapi antineoplastik.
pasien kanker. Frekuensinya sekitar 30-
EPIDEMIOLOGI
50% pada pasien yang sedang menjalani
WHO World Cancer Report 2014
terapi dan meningkat hingga 70-90% pada
menunjukkan angka insidens kejadian
kanker tahap lanjut. Oleh karena sifat
diagnosis kanker baru dan angka kematian
nyerinya yang bisa memberat secara terus
akibat kanker yang tinggi dan diperkirakan
menerus dalam jangka waktu yang lama,
meningkat sebanyak 70% dalam dua dekade
maka pasien dapat mengalami gangguan
ke depan. Sebanyak 70% pasien kanker
tidur dan nafsu makan hingga depresi. Tak
dapat mengeluhkan keluhan nyeri, yaitu 30-
heran bahwa nyeri kanker menjadi sangat
50% pada suatu saat dalam terapi hingga
ditakuti oleh penderitanya dan merupakan
90% pada stadium kanker lanjut.
salah satu target pada terapi kanker secara
keseluruhan. National Comprehensive
PATOFISIOLOGI
Cancer Network (NCCN) dalam Panduan
Pada awalnya, nyeri kanker dapat berhubung-
Nyeri Kanker 2016 menyatakan bahwa an dengan terapi kanker itu sendiri, misalnya
kesintasan penderita berhubungan erat prosedur bedah terkait biopsi diagnostik
dengan manajemen gejala kanker yang baik, atau terapi, efek samping obat kemoterapi,
termasuk manajemen nyeri kanker, dalam dan terapi radiasi. Seiring perjalanan penya-
meningkatkan kualitas hidup. kit, nyeri kanker akan semakin intens. Hal ini
Keluhan nyeri ini dapat dirasakan dalam disebabkan oleh kerusakan nosiseptor akibat
setiap fase perkembangan kanker (Gambar pertumbuhan tumor. Selain itu, nosiseptor
1), mulai dari fase penegakan diagnosis juga menjadi tersensitisasi oleh penglepasan
ataupun staging, fase kemoterapi, fase faktor-faktor dari sel kanker dan sel stromal,
pembedahan, fase remisi, fase relaps, misalnya nerve growth factor. Bila perjalanan
ataupun fase kesintasan (survivorship). penyakit kanker terus berlanjut, maka terjadi
Sindrom nyeri kanker dapat dibagi secara proses pembentukan nerve sprouting ektopik
luas menjadi tipe akut dan kronik. Sindrom dan neuroma. Hal ini adalah salah satu faktor
nyeri kanker akut biasanya ditemukan yang mendasari terjadinya nyeri sontak pada
dalam proses diagnostik atau terapi pasien kanker (Gambar 1).

641
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Evolusi nyeri kanker semng perjalanan transient receptor potential vanilloid 1


penyakitnya ini tidak lepas dari patofisiologi (TRPVl) atau reseptor kapsaisin. Sensasi
dari nyeri kanker. Ada pun patofisiologi nyeri sensorik yang ditimbulkan adalah rasa
kanker terdiri dari beberapa proses, yaitu: panas di daerah jaringan tumor.
1. Faktor-faktor Sel Tumor Massa kanker memiliki komposisi sel-sel
Sel tumor mensekresi berbagai faktor yang inflamasi dan pembuluh darah yang sering
diperlukan untuk pertumbuhannya, seper- berdekatan dengan nosiseptor. Sel kanker
ti bradikinin, kanabinoid, endotelin, inter- dan sel inflamasi tersebut melepaskan
leukin-6 (IL-6), granulocyte-macrophage berbagai sitokin, seperti adenosine
colony-stimulating factor (GM-CSF), nerve SI?J-triphosphate (ATP), bradikinin, W, nerve
growth factors (NGF), protease, dan tumor growth factor (NGF), prostaglandin, dan
necrosis factor-a (TNF-a), yang merang- vascular endothelial growth factor (VEGF)
sang reseptor nyeri (Gambar 2). yang bisa mengeks itasi atau sensitisasi
nosiseptor. Stimulus nyeri tersebut
2. Asidosis Jaringan Terinduksi Sel Tumor
dihantarkan oleh saraf perifer melalui
Sel kanker secara umum mempunyai
ganglion radiks dorsalis menuju medula
pH yang rendah (6,8) jika dibandingkan
spinalis dan pusat yang lebih tinggi di
dengan sel normal (pH 7,2) akibat sekresi
otak. Aktivasi nosiseptor mengakibatkan
asam laktat hasil glikolisis anaerob.
penglepasan neurotransmiter, antara lain
Jaringan sekitar tumor dengan pH rendah
calcitonin gene-related peptide (CRGP),
ini akan mengaktifkan ujung serabut
endotelin, histamin, glutamat, dan substansi
saraf sensori bebas dan mengaktifkan

- Nerve sprouting ektopik


oleh faktor pertumbuhan
- Sensitisasi sentral

- Sensitisasi nosiseptor oleh faktor


pe1tumbuhan atau sitokin
- Kerusakan saraf oleh tumor

Pelepasan faktor algogenik oleh sel


tumor/stromal

Nyeri karena terapi kanker

Gam bar 1. Model i'roses Evolusi lntensitas Nyeri pada Kanker


Dimodifikasi dari: Mantyh PW. Wall & Melzack's textbook of pain. 2013. h. 1029-38.

642

Scanned for Pablo


Nyeri Kanker

-ATP
- Bradikinin

Traktus
spinotalamikus

Pembulu~
darah

Gambar 2. Patofisiologi Nyeri Kanker

P. Selain itu, terjadi juga penglepasan ningkatkan resoprsi tulang. Peningkatan


prostaglandin dari ujung terminal saraf osteoklas yang matang juga menyebab-
sensorik, sehingga dapat menginduksi kan tulang melepaskan insulin growth
ekstravasasi plasma, aktivasi sel-sel imun, factor (IGF)-1 dan tumor growth factor
dan vasodilatasi. (TGF)-~ yang akan mengaktifkan jalur
kaskade seperti sebelumnya, sehingga
3. Instabilitas Mekanik Skeletal
terjadi proses resorpsi tulang terus-
Terinduksi Sel Tumor menerus (Gambar 3) .
Tulang merupakan daerah yang sering
mengalami metastasis. Untuk menyiap- Sel kanker juga menghasilkan sitokin,
kan tempat tumbuhnya, sel kanker merang- seperti IL-6, IL-11, prostaglandin
sang osteoblas mengekspresikan activator E2, dan tumor necrosis factor alpha
of nuclear factor kappa-B (RANK) dan os- (TNF-a), yang berperan menginduksi
teoprotegerin (OPG). RANKL kemudian pembentukan osteoklas dan supresi
berikatan dengan ligannya (RANKL), osteoblas. Sementara prostaglandin E2
sehingga terjadi pematangan osteoklas. meningkatkan pembentukan osteoklas
Interaksi OPG dengan RANKL akan me- dengan menambah . jumlah produksi

643

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

RANKL. Aktivasi osteoklas tersebut edema pada jaringan sekitarnya yang


menyebabkan destruksi tulang, sehingga menimbulkan nyeri hebat saat bergerak
mengaktifkan sera but saraf be bas dalam atau menyangga beban dan instabilitas
tulang dan terjadi penekanan serta mekanik tulang.

OPG

OPGL

0 RANKL:

V RANK.
Osteoblas

Periosteum

Tulang

Gam bar 3. Mekanisme Nyeri pada Metastasis Tulang


OPG: osteoprotegerin; OPGL: OPG-ligand; RANK: receptor activator of nuclear fa ctor kappa-8; RANKL: RANK-ligand

4. Kerusakan Sel Saraf Akibat Tumor


mentasi sel saraf. Selain itu, sel saraf ini
dan Nyeri Neuropatik
juga dapat mengalami kerusakan akibat
Sel tumor dan sel stromal dapat mengin-
kemoterapi, pembedahan, atau radiasi.
filtrasi jaringan ikat di sekitarnya yang
Pad a metastasis ke tulang vertebra dapat
mengandung serabut saraf bebas. Sel
terjadi fraktur kompresi yang mengaki-
abnormal ini akan menhancurkan ba-
batkan kerusakan pedikel dan menekan
gian distal dari serabut saraf sensoris
radiks, sehingga menimbulkan nyeri ra-
bebas, dan sejalan dengan waktu akan
dikular.
menyebabkan diskontinuitas dan frag-

644

Scanned for Pablo


Nyeri Kanker

5. Formasi Neuroma dan Pertumbuhan tusuk, atau tertekan (pressure-like). Nyeri


Saraf Terinduksi Sel Tumor nosiseptif viseral bersifat difus dan sulit
Sel tumor dan sel stromal dapat dilokalisasi. Bila nyeri ini terjadi karena
menginduksi pertumbuhan abnormal obstruksi suatu rongga tubuh, maka
serabutsarafbebas dan formasi neuroma. keluhannya dapat berupa kram atau kolik.
Hal ini menimbulkan perubahan fenotip Nyeri neuropatik dideskripsikan sebagai
sensoris dan serabut saraf simpatis, rasa terbakar, kesemutan, atau seperti
termasuk ketidakseimbangan saluran kesetrum listrik (shock-like).
ion Natrium, sehingga menyebabkan
Distribusi nyeri kanker biasanya lebih dari
eksitasi spontan dan cetusan ektopik
satu tempat, sehingga perlu ditentukan
terkait pergerakan, yang dirasakan
antara fokal, multifokal, dan generalisata.
sebagai rasa nyeri.
Hal ini berhubungan dengan terapi yang
6. Proses Sensitisasi Sentral diambil, yaitu blok saraf, radioterapi, atau
Pada nyeri kanker terjadi reorganisasi operasi bedah. Nyeri terdistribusi fokal hila
struktur yang signifikan di susunan terjadi hanya pada satu tempat, biasanya di
saraf tepi dan pusat akibat perubahan tempat lesi. Nyeri fokal ini perlu dibedakan
komunikasi dari struktur saraf itu dengan nyeri rujuk, yaitu sumber nyeri
sendiri. Sebagai contoh, mediator kimia - berasal dari tempat yang berbeda dengan lesi
yang dilepas oleh sel glia- teraktifasi patologisnya, seperti nyeri daerah nasofaring
nyeri terus menerus dapat mengontrol yang dapat terasa di puncak kepala.
amplituda respons sinaptik dengan
Evaluasi waktu kejadian nyeri dapat
mengubah tingkat ekspresi reseptor
menunjukkan nyeri tergolong akut atau
N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan
kronik. Pasien dengan nyeri akut biasanya
alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-
disertai perilaku nyeri yang nyata, seperti
isoxazolepropionic acid (AMPA), serta
mengerang, meringis, dan cenderung
fosforilasi keduanya.
tidak mau bergerak. Selain itu, terdapat
rasa cemas, berkeringat (diaforesis), dan
GEJALA KLINIS
berdebar-debar. Berbeda dengan nyeri akut,
Gejala nyeri yang dialami oleh pasien harus pasien dengan nyeri kanker kronik biasanya
dipahami berdasarkan karakteristik nyeri,
mengalami gangguan afektif, misalnya
seperti intensitas, kualitas, distribusi, dan
depresi. Selain itu, pasien terlihat kurus,
hubungan waktu antar kejadian nyeri nafsu makan menurun, dan gangguan tidur.
(temporal relationship). Evaluasi intensitas
nyeri merupakan hal penting karena Selain nyeri akut dan kronik terdapat pula
menentukan jenis terapi. nyeri sontak. Nyeri ini dirasa tajam dan
hebat, dengan pola eksaserbasi transien
Kualitas nyeri menyiratkan patofisiologi di antara nyeri dasar yang terkontrol, baik
yang mendasarinya (Tabel 1). Nyeri
pada nyeri kanker akut maupun kronik.
nosiseptif somatik biasanya dapat Nyeri sontak dapat ditimbulkan pada
dilokalisasi, terasa tajam, seperti ditusuk- keadaan gerak disadari pasien (seperti pada

645
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

pergerakan, batuk, berkemih, dan defekasi) Pada nyeri akibatmetastasis tulangvertebra,


maupun pada gerak yang tidak disadari nyeri biasanya dimulai dengan nyeri lokal
(gerakan motilitas usus). Nyeri sontak yang dikatakan pasien sebagai 'pegal' atau
ini dapat berdurasi dalam hitungan detik rasa tidak nyaman di daerah lesi. Selanjutnya
ataupunjam (1-240 menit). jika terjadi penekanan pada radiks akan
muncul nyeri radikular yang menjalar dari
Nyeri sontak harus dapat dibedakan dengan
punggung sesuai dengan daerah radiks yang
eksaserbasi rasa nyeri sebagai akibat dari
terkena. Pada nyeri di daerah torakal, nyeri
kegagalan dosis terapi analgesia sesuai
seperti terikat atau keram ke perut yang
dengan waktu paruh obat tersebut dalam
sering disalah artikan oleh pasien ataupun
tubuh. Untuk membedakannya, dapat
klinisi lain sebagai nyeri abdomen. Pada
dilakukan pencatatan rasa nyeri (buku harlan
pemeriksaan fisik biasanya akan ditemukan
nyeri) untuk menentukan bahwa pola yang
nyeri tekan yang menunjukkan adanya
terjadi adalah akibat kegagalan dosis terapi
komponen nyeri nosiseptif bersamaan
analgesia terkait jadwal pemberian, sehingga
dengan nyeri neuropatik.
diperlukan modifikasi pemberian jadwal.

Tabell. Terminologi Nyeri Kanker


JenisNyeri Terminologi
Nyeridasar Keluhan nyeri yang selalu muncul dan dideskripsikan sebagai kontinus,
(baseline pain) ajek, atau konstan. Nyeri ini bisa hilang secara komplit atau sebagian dengan
manajemen analgesik.
Nyeri sontak Keluhan nyeri yang dirasakan secara transien eksaserbasi/tiba-tiba muncul pada
(breakthrough pain) keadaan nyeri dasar yang sudah relatif terkontrol dengan manajemen analgesik.
Nyeri ini dapat merupakan basil dari eksaserbasi akut nyeri dasar atau nyeri
yang berasal dari penyebab yang berbeda dari nyeri dasar. Nyeri sontak dapat
diprovokasi atau spontan, dapat diprediksi atau tidak dapat diprediksi. Nyeri
sontak susah dibedakan dari nyeri dasar jika nyeri dasar tidak terkontrol.
Nyeri dasar terkontrol Nyeri dasar yang sudah terkontrol dengan jadwal pemberian obat (dengan
(controlled baseline pain) jadwal jam tertentu), baik obat opioid, obat adjuvan, analgesik non-opioid atau
dengan intervensi nyeri lainnya.
Nyeri somatik Nyeri yang berasal, atau dipikirkan dari, struktur kulit, jaringan subkutaneus,
jaringan mukosa (oral, nasal, auditori, genital, anal) atau struktur
muskuloskeletal.
Nyeri viseral Nyeri yang berasal, atau dipikirkan dari, organ sirkulasi dalam, organ
pencernaan, organ urinaria, organ pernafasan, dan organ dalam lainnya.
Nyeri neuropatik Nyeri yang berasal dari kerusakan atau disfungsi dari struktur susunan saraf
pusat atau susunan saraftepifperifer:
Nyeri campur Nyeri yang timbul sebagai gabungan dari nyeri somatik, nyeri viseral atau nyeri
(mixed pain) neuropatik.
Catatan tambahan • Nyeri sontak dapat berupa nyeri somatik, viseral, neuropatik atau campuran.
• Nyeri dasar dapat mempunyai klasifikasi yang sama ataupun berbeda.
• Pasien dapat mempunyai satu jenis nyeri dasar dan beberapa sindrom nyeri
sontak.
Sumber: Hagen NA. dkk. Current Pain aud Headache Reports; 2008. h. 241-8.

646
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker

DIAGNOSIS dari penyakit kanker atau terapinya


Seperti halnya penyakit lain, diagnosis dikumpulkan ke dalam suatu sindrom, yaitu
nyeri kanker ditegakkan melalui anamnesis, sindrom nyeri kanker.
pemeriksaan fisik, dan penunjang untuk
Sindrom nyeri kanker dapat digolongkan ke
mendapatkan karakteristik nyeri dan
dalam akut dan kronik (Tabel 2). Sindrom
konfirmasi diagnosis nyeri kanker. Untuk
nyeri kanker akut biasanya berhubungan
lebih memudahkan tata laksana, data
dengan intervensi diagnostik atau terapeutik,
karakteristik nyeri dan temuan fisik
sedangkan kronik biasanya disebabkan oleh
yang merupakan konsekuensi spesifik
perkembangan tumor secara langsung.

Tabel 3. Klasifikasi dan Contoh-contoh Sindrom Nyeri Kanker


Akut Kronik
Nyeri akut terkait intervensi diagnostik dan terapetik Nyeri tulang
• Nyeri akut terkait intervensi diagnostik • Sindrom vertebra
o Nyeri kepala pascapungsi lumbal • Kompresi tulang punggung dan epidural
o Nyeri pascabiopsi transtorakal • Sindrom nyeri tulang pelvis dan sendi panggul
o Nyeri pascabiopsi transrektal Artritis
o Nyeri mammografi • Hypertrophic pulmonary osteoarthropathy
o Nyeri akut terkait infeksi • Poliartritis terkait kanker
• Nyeri akut terkait intervensi terapetik Nyeri otot
o Nyeri pascaoperasi • Kram otot
o Nyeri terkait ablasi tumor radiofrekuensi • Tumor otot skeletal
o Nyeri terkait cryosurgery Nyeri kepala dan wajah
• Nyeri akut terkait teknik analgesi Tumor intraserebral
o Nyeri infiltrasi anestesi lokal • Metastasis leptomeningeal
o Nyeri injeksi opioid • Metastasis basis kranii
o Nyeri kepala opioid • Neuralgia kranialis
o Spinal opioid hyperalgesia syndrome Nyeri • Sindrom nyeri mata dan telinga
infeksi spinal Nyeri neuropatik sarafperifer
• Nyeri akut terkait terapi antikanker • Radikulopati
• Nyeri akut terkait radioterapi • Neuralgia pascaherpetik
Nyeri akut terkait infeksi (neuralgia herpetik) • Pleksopati brakialis
Nyeri akut terkait vaskular • Pleksopati lumbosakralis
• Trombosis vena dalam ekstrimitas atas dan/ atau • Mononeuropati
bawah • Neuropati perifer
• Obstruksi vena kava superior Sindrom nyeri terkait tumor organ dalam
• Trombosis vena mesenterika akut Nyeri kronik terkait terapi kanker
• Tromboflebitis superfisial • Sindrom nyeri pascakemoterapi
• Nyeri kronik terkait terapi hormonal
• Nyeri kronik terkait terapi bisfosfonat
• Sindrom nyeri kronik pascaoperasi
• Sindrom nyeri kronik pascaradiasi
Sumber: Cherny Nl. Wall & Melzack's textbook of pain. 2013. h. 1041-60.

647

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Menurut International Association for the tiap kali pasien mengeluhkan nyeri, maka
Study of Pain (IASP), suatu nyeri dapat kelima proses ini harus dijalankan secara
dikatakan nyeri kronik jika dirasakan ada berurutan.
nyeri yang melewati batas waktu normal
1. Penilaian Nyeri
dari fase penyembuhan jaringan, bisa lebih
Walaupun prevalensinya tinggi, tidak
dari 3 atau 6 bulan. Pada nyeri kanker,
semua pasien· mengakui dalam keadaan
lebih dari 3 bulan ditentukan sebagai
nyeri. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
nyeri kronik. Pada kenyataannya, banyak
pasien merasa wajar penderita kanker
sindrom nyeri kanker dikategorikan sebagai
mengalami nyeri, atau karena pasien
kronik walaupun belum melewati fase
takut mendapat penambahan obat-obatan
penyembuhan jaringan.
disamping obat-obat utama yang sudah
diterimanya. Jadi nyeri harus ditanyakan
TATA LAKSANA
secara khusus atau diperkirakan dari
Tata laksana nyeri kanker berdasarkan WHO
besarnya massa, adanya daerah yang
diawali dengan penilaian aspek penyakit
ulkus, atau pada pemeriksaan penunjang
kanker itu sendiri dan aspek nyeri yang
tampak gambaran kerusakan tulang atau
dirasakan oleh pasien. Dengan kedua jenis
jaringan saraf di sekitarnya. Demikian pula
penilaianini, dapatdiidentifikasi karakteristik
pada pasien dengan penurunan kesadaran,
dan etiologi nyeri yang dihubungkan dengan
nyeri dapat berupa menyeringai di wajah
kondisi penyakit kankernya. Proses ini
atau gelisah.
berlanjut dengan penentuan target yang
realistis dan modalitas terapi nyeri yang 2. Analisis Nyeri
akan diimplementasikan pada pasien, yaitu: a. Derajat beratnya nyeri: ditentukan
termasuk nyeri ringan, sedang,
1. Terapi simtomatis dan suportif: berupa a-
atau berat Skala yang paling umum
nalgesik beserta adjuvannya, terapi nonfar-
digunakan adalah Visual Analog Scale
makologis (psikososial dan spiritual) atau
(VAS) atau Numeric Rating Scale
radioterapi.
(NRS) untuk pasien yang sadar dan
2. Terapi definitif, dengan menghilangkan kooperatif. Secara kuantitatif, skala
dan mengecilkan ukuran massa tumor nyeri berdasarkan NRS dari 0 (tidak
sebagai sumber nyeri; terutama berupa nyeri) hingga 10 (sangat nyeri). Nyeri
reseksi tumor, atau menggunakan dinyatakan sebagai nyeri ringan jika
kemoterapi dan radioterapi. memiliki nilai NRS 1-3, nyeri sedang
(NRS 4-6), dan nyeri berat (7-10).
Pada prinsipnya, proses tata laksana nyeri
Pada pasien yang tidak kooperatif atau
secara umum terdiri dari 5 tahapan utama,
tidak sadar dapat digunakan Face, Legs
yaitu penilaian (assessment), analisis karak-
Activity, Cry, Conso/abi/ity (FLACC) Scale.
teristik nyeri, terapi, evaluasi terapi, dan
dokumentasi. Setiap tahapan dibuat ber- b. Tipe nyeri: nyeri neuropatik, nosiseptif,
kesinambungan dan berulang-ulang sesuai atau nyeri campuran (mixed pain).
kondisi pasien. Dengan demikian, bila se- c. Durasi: akut, kroninyek, atau nyeri

648

Scanned for Pablo


Nyeri Kanker

sontak tidak mahal dan 70-90% efektif.


d. Lokasi: lokal, atau radikular (jika 5. Dokumentasi
menjalar sesuai dengan persarafan dari Kesemua proses harus didokumentasi-
sumber nyeri ke area lain) kan agar memudahkan proses evaluasi,
3. Evaluasi terutama jika nyeri sulit ditangani atau
Pasien yangtelah ditentukan targetterapi adanya nyeri sontak yang dosis obatnya
dan mendapatkan terapi nyeri harus dihitung berdasarkan dosis harlan, serta
dievaluasi dan dipantau keberhasilannya. pada titrasi opioid dari parenteral ke oral.
Evaluasi ini tergantung derajat nyerinya; Tata laksana tersebut juga harus masuk
pada nyeri ringan dipantau setiap 8 jam, dalam 5 prinsip tata laksana nyeri WHO,
nyeri sedang setiap 2 jam, dan nyeri yaitu:
berat setiap 1 jam. Targetnya adalah
pengurangan nyeri hingga 30% dan 1. Sesuai jalur mulut
perbaikan fungsional. Jika nyeri belum Administrasi obat secara oral nyaman,
berkurang atau muncul nyeri baru, maka non-invasif, dan dapat ditoleransi den-
harus dilakukan penilaian ulang dengan gan baik
proses yang sama seperti sebelumnya. 2. Sesuai jam pemberian obat
Analgesik yang diperlukan ditaruh
4. Terapi
berdasarkan waktu paruh obat, diper-
Pemberian terapi simptomatis nyeri
lukan untuk menjaga kadar terapeutik
dengan menggunakan WHO stepladder
obat tetap konstan dalam darah.
(Gambar 4) mengacu kepada skala nyeri:
nyeri ringan pada anak tangga pertama, 3. Sesuai WHO stepladder
nyeri sedang merupakan anak tangga 4. Sesuai individu
kedua, dan nyeri berat menempati anak Dikhususkan dengan karakteristik ma-
tangga ketiga. Setiap anaktangga memiliki sing-masing pasien, indikasi, kontrain-
golongan obat simptomatis nyeri masing- dikasi, alergi, dosis koreksi gagal ginjal,
masing. Contoh penerapannya, hila dan sebagainya.
pasien tergolong nyeri ringan, maka 5. Sesuai perhatian terhadap detil
golongan obat nyeri yang diberikan Dokumentasi nilai skala nyeri yang
adalah analgesik non-opioid dengan tercatat baik, total obat harus dijum-
atau tanpa adjuvan. Jika pasien masih lahkan dalam 24 jam, memperhatikan
mengeluh nyeri walaupun telah diberikan keluhan nyeri dasar, nyeri dasar ter-
golongan obat pada anak tangga ketiga kontrol dan nyeri sontak
maka pasien direncanakan mendapat tata Konsep tata laksana nyeri kanker berdasarkan
laksana intervensi nyeri, antara lain blok WHO stepladder memiliki beberapa prinsip,
saraf (somatik, simpatetik), medikasi dan yaitu:
stimulator spinal, serta pembedahan.
• Analgesik harus diberikan secara teratur
Studi menunjukkan terapi farmakologis
dengan dosis adekuat untuk menjaga
dengan kerangka kerja seperti ini relatif

649
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuro logi

level terapeutik obat dalam darah. Pemberian jenis analgesik ini tergantung
• Analgesik dapat dieskalasi secara berurutan intensitas nyeri pasien. Nyeri dengan in-
sesuai tingkatan tangga WHO stepladder. tensitas ringan dapat diberikan analgesik
non-opioid, misalnya golongan obat antiin-
• Di samping pemberian obat regular,
flamasi nonsteroid (OAINS), dengan dosis
pasien harus mendapat pengobatan
sesuai Tabel 3.
untuk nyeri sontak.
• Efek samping anagesik, terutama Ada pun nyeri dengan intensitas sedangjberat
konstipasi dan mual, harus diantisipasi diberikan analgesik opioid (Tabel 4). Pacta
dan diberikan pencegahan pacta pasien. pasien dengan intensitas ini, penggunaan
OAINS intravena tetap ada indikasinya,
• Pemantauan secara teratur dan cermat
misalnya pacta kondisi akut/ emergensi dalam
penting dilakukan pacta pasien yang
jangka waktu pendek atau nyeri nosiseptif
mendapat analgesik
dengan keterlibatan muskuloskeletal dan
• Pasien harus mendapat akses yang mudah jaringan lunak. Oleh sebab itu, pemberian
untuk memperoleh analgesik saat kapan- analgesik pacta nyeri kanker tidak bersifat
pun mengalami nyeri. kaku, melainkan individual sesuai kondisi
Berdasarkan WHO stepladder, terdapat dua patologis yang terjadi.
jenis analgesik, yaitu opioid dan non-opioid.

Step 2

Step 1

Nyeri tetap ada atau


meningkat

Nyeri tetap ~da atau


meningkat

Gam bar 4. WHO Stepladder (1986)


Dimodifikasi da ri: WHO. WHO [se ri al online].

650
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker

Tabel3. Dosis Obat Analgesik Non-opioid


Jenis obat Dosis Maksimum
Asetaminofen 325-1000mg PO Tiap 4-6 jam 4000mg/hari
Diklofenak 50 mg PO 2-3 kali/hari 150mgfhari
Ibuprofen 400-600mg Tiap 6-8 jam 3200mgfhari
Ketoprofen 25-SOmg PO Tiap 6-8 jam 300mgfhari
Ketorolak* 10mg PO Tiap 4-6 jam 40mgfhari PO
30mg IV/IM Tiap 6 jam 120mgfhari IV/IM
Asam mefenamat 250mg PO Tiap 4-6 jam Untuk terapi s1 minggu
Meloksikam 7,5-15mgPO 1 kali/hari 15mgfhari
Selekoksib 200mg PO 2 kali/hari 400mgfhari
*pemakaian tidak lebih dari 5 hari.
Sumber: Nersesyan H, dkk. Ther Clin Risk Manag; 2007. h. 381-400.

Tabel4. Dosis Obat Analgesik Opioid


Jenis-Obat Durasi Kerja (jam) Dosis Rekomendasi
Morfin sulfat 2-4 10-30mg PO tiap 3-4 jam
2,5-1 Omg IV tiap 2-6 jam
Kodein 2-4 15-60mg PO tiap 4-6 jam
Hidromorfon 2-4 2-8mg PO tiap 3-4 jam
Oksikodon 2-4 5-30mg PO tiap 4 jam
Oksimorfon 4-8 5-10mg PO tiap 4-6 jam
Metadon 4-8 2,5-10mg PO tiap 3-6 jam
Meperidin 2-4 50-150mg PO tiap 3-4 jam
Fentanil (transdermall 72 25ug/jam. titrasi naik tiap 3-6 hari
Sumber: Nersesyan H, dkk. Ther Clin Risk Manag; 2007. h. 381-400.

NCCN 2016 membedakan pasien pengguna 8mg/hari oral, oksimorfon 25mgfhari oral,
opioid baru (opioid-naive) dan pasien atau opioid lain yang setara (TabelS).
pengguna opioid rutin (opioid-tolerant).
Sebagai contoh, pasien yang telah mendapat
Definisi pengguna opioid baru adalah
dosis morfin 70mgfhari dengan penggunaan
pasien yang tak pernah menggunakan
lebih dari 1 minggu dapat dikatakan sebagai
opioid secara kronik atau pengguna opioid
pengguna opioid rutin. Pasien dengan
dengan jumlah dosis opioid harian kurang
dosis morfin 40 mg/hari selama kurang
dari ambang batas dosis opioid pengguna
dari 1 minggu disebut pengguna opioid
opioid rutin dan penggunaan dosis tersebut
baru. Sementara itu pada kasus lain, pasien
kqrang dari 1 minggu.
pengguna morfin 40mg/hari lebih dari 1
Adapun pengguna opioid rutin adalah pasien minggu dapat termasuk pengguna opioid
yang rutin menggunakan opiod dalam rutin menurut panduan NCCN 2010. ·
semingguataulebihdengan jumlahdosisharian
Tata laksana nyeri kanker pada pasien
melebihi atau sesuai dengan dosis ambang
pengguna opioid baru selanjutnya dibagi
batas, antara lain morfin 60mgfhari oral,
berdasarkan intensitas nyeri. Semakin tinggi
fentanil transdermal 251lg/jam, hidromorfon
skala nyeri, semakin dianjurkan untuk segera

651.
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

titrasi opioid. Namun, ada beberapa hal yang pasien tersebut


harus diperhatikan secara umum untuk
Pemberian opioid pada pasien nyeri kanker
semua tingkat intensitas nyeri, antara lain:
harus memperhatikan efek sampingnya
• Penggunaan opioid sesuai prinsip,
juga, karena sering terjadi dan harus dapat
dengan titrasi, dan kontinu
diantisipasi serta ditangani secara agresif
• Antisipasi efek sam ping analgesik
(Tabel 6). Mengingat banyaknya pengobatan
• Pemberian dukungan psikososial
yang didapat oleh pasien kanker, maka setiap
• Edukasi pasien dan keluargafperawat
efek samping opioid yang terjadi harus pula
• Optimatisasi intervensi yang bersifat
dipikirkan penyebab selain opioid. Oleh
integratif
sebab itu, perlu penilaian secara multisistem.
• Pertimbangan penggunaan NSAID atau
asetaminofen Penggantian Opioid ( Opioid Switching)
• Untuk nyeri yang akut dan intensitas Adakalanya terdapatkondisi perlu dilakukan
berat, segera datang ke RS penggantian opioid (opioid switching), yaitu
Berbeda dengan pengguna opioid baru, tata proses penggantian suatu opioid ke opioid
laksana nyeri kanker untuk pengguna opioid lain untuk mendapatkan efek antinyeri
rutin dapat menggunakan opioid oral atau lebih baik dengan efek samping seminimal
intravena. Pemberian opioid oral memiliki mungkin. Proses penggantian ini bersifat
efek puncak dalam 60 menit. Di lain pihak, individual bergantung respons pasien
pemberian opioid intravena memiliki efek dengan penilaian yang komprehensif.
puncak dalam 15 menit. Dosis opioid yang Parameter keberhasilannya adalah jika
diberikan, baik oral maupun intravena, terjadi penurunan intensitas nyeri <::33%
sebesar 10-20% dari total dosis opioid yang danfatau berkurangnya efek samping
diterima selama 24 jam terakhir. terkait opioid.

Selanjutnya pasien dievaluasi efikasi dan efek Indikasi penggantian opioid antara lain
sampingyang dirasakan sesuai efekpuncaknya, nyeri yang terkontrol tetapi muncul efek
yaitu 15 menit (intravena) dan 60 menit (oral). samping serius, nyeri belum terkontrol
Bila nyeri tidak berkurang atau bertambah adekuat namun tidak bisa ekskalasi dosis
berat, maka dosis opioid dinaikkan 50-100%. opioid karena efek samping, atau nyeri yang
Bila nyeri berkurang tetapi belum sepenuhnya belum terkontrol dengan opioid walaupun
terkontrol, maka opioid dapat diberikan ulang tanpa efek sam ping.
dengan dosis yang sama dengan sebelumnya. TabelS. Elmivalensi Dosis Setara Morfin 10mg
Kedua hal ini harus dievaluasi lagi dan dapat Jenis Opioid Dosis Elmivalensi (mg)
diulang hingga 2-3 siklus. Bila kemudian Kodein 90
nyerinya belum terkontrol, maka klinisi harus Tramadol 50
Petidin 100
evaluasi ulang dari awal mengenai nyeri Oksikodon 7,5
(reassessment) secara komprehensif dan Hidromorfon 2
Oksimorfon 1,5
melakukan penanganan secara integratif. Bila Metadon 1
nyerinya sudah terkontrol, maka dosis opioid Sumber: Schug SA. Opioids: clinical use. Wall & Melzack's
terkini dilanjutkan sebagai dosis efektif untuk textbook of pain. 2013. h. 429-43.

652
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker

Tabel 6. Tata Laksana Efek Samping Opioid


Jenis Efek Samping Tata Laksana
Konstipasi • Profilaksis dengan laksatif
• Menjaga asupan cairan dan serat yang cukup
• Penggunaan adjuvan untuk menurunkan dosis opioid
• Eksplorasi penyehah lain, misalnya ohstruksi saluran cerna, hiperkalsemia, dan efek
sam ping ohat yang lain.
• Penggunaan enemafsupositoria dihatasi hingga 2 kali selama 24 jam, dan
kontraindikasi pada pasien neutropeni atau tromhositopeni
• Pada kasus konstipasi kronik intraktahel, penggantian ke fentanil atau metadon
dapat dipertimhangkan
Mual • Metoklopramid 10-15mg tiap 6 jam, hila perlu
• Proklorperazin 10mg tiap 6 jam, hila perlu
• Ondansetron 4-8mg tiap 8 jam
• Granisetron 2mg/hari
Pruritus • Pertimhangkan untuk mengganti ke opioid lain jika terapi simtomatik gaga!
• Eksplorasi penyehah lain, misalnya ohat-ohatan lain yang dikonsumsi pasien
• Bila pruritus persisten, pertimhangkan infus nalokson titrasi dosis 0,25-1 meg/kg/jam
• Pertimhangkan antihistamin, misalnya difenhidramin 25-50mg IV
Delirium • Eksplorasi penyehah delirium selain opioid, misalnya imhalans elektrolit, infeksi,
metastasis otak, ohat-ohatan lain
• jika penyehah delirium selain opioid sudah disingkirkan, pertimhangkan untuk
menurunkan dosis opioid yang sedang diherikan
• Pertimhangkan pemherian analgesik non-opioid
• Pertimhangkan pemherian antipsikotik secara titrasi, yaitu haloperidol 0,5-2mg PO/
IV tiap 4-6 jam, olanzapin 2,5-5mg PO/suhlingual tiap 6-8 jam, atau risperidon 0,25-
0,5mg, 1-2 kali sehari
Depresi napas Pemherian nalokson ampul (0,4mg/1mL) yang dilarutkan dalam 9mL salin normal.
Berikan 1-2mL (0,04-0,08mg) setiap 30-60 detik hingga didapatkan perhaikan klinis.
jika pengohatan tidak responsif dalam 10 menit dan total nalokson yang diherikan
sudah mencapai 1mg, pertimhangkan penyehah selain opioid
Sedasi • Eksplorasi penyehah sedasi yang lain, seperti lesi patologis otak, hiperkalsemia,
dehidrasi, infeksi, hipoksia, dan ohat-ohatan lain.
• Pertimhangkan dosis opioid lehih rendah, tetapi diherikan lehih sering (small butfrequent)
• Turunkan dosis opioid hingga dosis optimal mengontrol nyeri
• Pertimhangkan penggantian jenis opioid
• Pertimhangkan analgesik non-opioid untuk menurunkan dosis opioid
• Pertimhangkan stimulan, seperti kafein 100-200mg PO tiap 6 jam, metilfenidat
5-10mg PO 1-3 kali sehari, atau dekstroamfetamin 5-10mg PO 1-3 kali sehari
Dimodifikasi dari: National Comprehensive Cancer Network. National Comprehensive Cancer Network [serial online]. 2016.

653
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Tabel 7. Ekuivalensi Dosis Opioid


Ekuivalensi Morfin Satuan Kali Konversi ke Satuan Kali Konversi dari
Jenis Opioid 30mgPO(mg) Morfin Oral (mg) Morfin Oral (mg)
Morfin 30 1 1
Kodein* 200 0,15 6,67
Oksikodon 20 1,5 0,667
Hidromorfon 6 5 0,2
Meperidin 300 0,1 10
Fentanil transder- 60-134mg morfin =251lgfjam
mal
180-224mg morfin =501lgfjam
225-269mg morfin =621lgfjam
270-314mg morfin =751!g/jam
315-359mg morfin = 871!g/jam
360-404mg morfin = 1001!g/jam
Sumber: Jensen K Saskatchewan Drug Information Service [serial online]. 2012.

3. Turunkan total dosis estimasi tersebut


Jenis opioid Dosisoral Dosis parenteral sebesar 50% (jika pasien dalam dosis
(mg) (mg) tinggi opioid) atau 25-40% (jika pasien
Morfin 20-30 10
Hidromorfon 4-6 2
dalam dosis opioid rendahjsedang).
Meperidin 300 75 4. Sesuaikan dosis tergantung kondisi
Sumber: Jensen K. Saskatchewan Drug Information Ser- individual pasien, misalnya:
vice [serial online]. 2012.
• Tipe nyeri akut atau kronik; dosis
Langkah-langkah penggantian opioid adalah lebih tinggi pada nyeri akut.
sebagai berikut:
• Disfungsi hepar jhati; penyesuaian
1. Hitungtotal dosis harlan opioid pasien terkini. dosis diperlukan pada gangguan
2. Estimasi total dosis opioid yang ingin kedua organ tersebut.
dipakai dengan konversi opioid meng-
• Usia; mulai dengan dosis rendah pada
gunakan tabel ekuivalensi (Tabel 7 dan
pasien usia lanjut karena lebih rentan
8). Tabel ini memakai morfin oral sebagai
mengalami efek sam ping.
acuan, sehingga konversi dosis opioid
lainnya harus diubah ke morfin dahulu, • Medikasi; pasien dengan polifarmasi
kemudian baru ke jenis opioid yang dike- mungkin perlu penyesuaian dosis
hendaki. Misalnya, penggantian kodein ke untuk mencegah efek sam ping akibat
oksikodon dilakukan dengan cara meng- interaksi obat.
konversi kodein ke morfin, kemudian mar-
fin ke oksikodon. 5. Dosis estimasi yang telah disesuaikan
tersebut kemudian diberikan secara

654
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker

titrasi naik, hingga dapat mengontrol opioid, sehingga efek sampingnya dapat
nyeri. Opioid lepas cepat (immediate berkurang. Antidepresan dan antikonvulsan
release) bisa diberikan untuk nyeri adalah lini pertama adjuvan analgesik
sontak, terutama saat masa titrasi (Tabel 9). Obat-obatan ini dapat membantu
dengan dosis sebesar 10-15% dari total pasien nyeri kanker yang belum sepenuhnya
dosis harian. terkontrol dengan opioid. Oleh karena
6. Anjurkan kepada pasienfpengasuhnya respons yang bervariasi, maka pemilihan
untuk mencatat tanda dan gejala nyeri jenis obatnya dapat mempertimbangkan
yang belum terkontrol, termasuk jumlah kondisi dan komorbiditas pasien. Misalnya
dosis untuk nyeri sontak. Selain itu, efek adjuvan analgesik yang berefek sedasi bisa
samping sedasi juga perlu didokumenta- bermanfaat untuk pasien yang insomnia,
sikan. atau yang mengalami kecemasan dapat
diberikan amitriptilin. Amitriptilin juga
7. Pantau ulang pasien untuk menilai berguna pada nyeri kronik yang dapat
kontrol nyeri dan efek samping obat. merupakan kelanjutan dari nyeri kanker jika
Hal ini dapat dilakukan 3 hari setelah lama belum mendapatkan terapi definitif.
memulai opioid baru, atau waktu lain
sesuai kondisi pasien.
Pada pasien dengan nyeri kanker biasanya
8. Perubahan opioid dari rute intravenake oral
akan terdapat komponen nyeri kanker
harus dalam pemantauan dokter, pasien
akibat infiltrasi sel tumor ke sera but saraf di
harus berada dalam perawatan setidaknya
sekitarnya. Namun hal ini sering terabaikan
pada 24 jam pertama perubahan.
oleh klinisi, padahal terapi yang tepat akan
Kombinasi Obat sangat membantu pasien. Oleh karena itu
Di sam ping opioid, tata laksana nyeri kanker diperlukan adjuvan golongan antikonvulsan
juga melibatkan adjuvan analgesik yang yang dosis antikonvulsan selengkapnya
bertujuan untuk menurunkan kebutuhan dapat dilihat pada bab Nyeri Neuropatik.

Tabel9. Adjuvan Analgesik pada Nyeri Kanker


Antidepresan Antikonvulsan
• Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, dan • Gabapentin mulai dosis 100-300mg tiap malam,
nortriptilin) mulai dengan dosis kecil setiap malam dapat dinaikkan hingga 900-3600mg/hari yang
hari dan ditingkatkan 3-5 hari jika tanpa efek samp- dibagi dalam 2-3 kali sehari. Titrasi dosis lebih lam-
ing. Efek samping adalah sedasi, mulut kering, dan bat pada lanjut usia dan perlu penyesuaian dosis
rasa ingin berkemih. pada gangguan ginjal.
• Duloksetin mulai dosis 20-30mg/hari, dapat menin- • Pregabalin dengan dosis 50-lOOmg, 3 kali sehari.
gkat sampai 60-120mgjhari. Dosis dapat dititrasi hingga 600mgjhari dibagi
• Venlafaksin mulai dosis 37,5mg/hari, dapat mening- dalam 2-3 kali sehari.
kat sampai 75-225mgjhari.
Sumber: NCCN. NCCN [serial online]. 2016.

655
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Darl kesemua antikonvulsan, kombinasi Adjuvan analgesik nyeri kanker dapat


gabapentin dan opioid menunjukkan berupa obat topikal (lidokain patch 5%)
adanya penambahan kekuatan dan kerja dan kortikosteroid. Deksametason lebih
sinergis, sehingga efektif dalam dosis dipilih karena efek mineralokortikoid yang
opioid yang lebih kecil secara signifikan lebih minimal. Penggunaan kortikosteroid
dibandingkan opioid saja. Hal ini terutama ini terutama bermanfaat pada nyeri akut
pada karakteristik nyeri panas atau seperti yang melibatkan struktur saraf dan tulang.
ditusuk-tusuk yang tidak terlalu berkurang Hindari kombinasi tramadol dengan ami-
dengan hanya opioid. Demikian pula triptilin atau karbamazepin dapat menye-
kombinasi tersebut dapat mengurangi efek babkan kondisi renjatan (shock) akibat sin-
sam ping opioid, seperti konstipasi dan mual drom serotonin.
secara bermakna. Dosis gabapentin dapat
Nyeri kanker dapat dikatakan telah
dimulai dari 300mgfhari naik perlahan
terkontrol jika setelah mendapat tata
hingga maksimal 3600mg.
laksana, nyeri dirasakan hilang atau
Opioid juga dapat dikombinasi dengan OAINS, berkurang 50%, dan dapat ditoleransi pada
terutama jika komponen nyerl nosiseptif yang keadaan tertentu. Konsep nyeri terkontrol
dominan, yang ditandai dengan pembesaran ini disampaikan dengan pengertian yang
massa tumor hingga menyebabkan kerusakan sesuai dengan harapan dan pendidikan
jarlngan. Parasetamol paling serlng dikombi- pasien.
nasi, baik dengan hidrokodon (kodein sinte-
Patokan kesuksesan terapi yang sesuai dan
tik), oksikodon, maupun tramadol. Kombinasi
secara bertahap adalah:
paracetamol dengan hidrokodon dapat menu-
runkan nyerl lebih dari 50% dengan dosis awal • Rasa nyeri terkontrol pada saat tidur
2500mg-25mg/24 jam. Dosis dapat ditingkat- malam
kan hingga dosis maksimal4000mg-50mg/24 • Rasa nyeri terkontrol pada saat istirahat
jam. Kombinasi parasetamol-tramadol dapat dalam sehari penuh
dilakukan sebagai salah satu pemberian tera- • Rasa nyeri terkontrol pada saat mobilitas
pi nyerl sontak sebagai adjuvan dengan dosis terbatas
awal 325mg-37,5mg perkali jika penggunaan
• Rasa nyeri terkontrol pada saat mobilitas
dosis harlan tramadol s400mg atau dosis ha-
penuh
rlan kodein s300mg atau dosis harlan morfin
<60mg. Jika dosis harlan morfin 60-120mgf24 Terapi Definitif dan Suportif
jam maka pemberian dapat diberikan 2 tablet Pada nyeri yang diakibatkan oleh ukuran
kombinasi parasetamol-tramadol. Tramadol massa yang besar, perlu dilakukan reseksi
sendirl dapat sebagai terapi ajuvan pembe- atau pengurangan volume tumor untuk
rlan pada dosis awal tramadol 200mgfhari mengurangi nyeri dengan tindakan operatif,
dapat menghilangkan keluhan nyerl sebanyak kemoterapi, atau radioterapi. Radioterapi
60% dan dapat diberlkan hingga dosis maksi- juga berperan pada nyeri akibat metastasis
mal400mgfharl. ke tulang vertebra, dengan menginaktivasi
sel tumor mencegah proses kerusakan lebih

656
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker

lanjut. Demikian pula pemberian bifosfonat, ke belakang kepala sejak 3 hari lalu. Ke-
suatu agen penghambat osteoklas akan luhan dimulai sejak 5 bulan sebelumnya,
berperan menurunkan resorpsi tulang yang terdapat benjolan di leher kiri. Benjol-
menyebabkan nyeri. Kesemua hal tersebut an tersebut disertai nyeri yang semakin
akan sangat membantu mengurangi dosis memberat, hingga sebulan yang lalu dibi-
obat-obatan terutama opioid, sehingga opsi dengan hasil karsinoma nasofaring
pasien juga bisa terhindar dari efek sam ping (KNF). Lalu pasien menjalani kemoterapi.
yang berlebihan. Nyeri dirasakan menjalar dari daerah
benjolan ke leher belakang yang sema-
CONTOH KASUS kin memberat (NRS=7 -8) dan membuat
Seorang laki-laki 52 tahun datang dengan pasien sulit tidur.
keluhan utama nyeri leher yang menjalar

Gambar 5. Status Lokalis Leber Pasien


(Dok: Pribadi)

Gambar 6. CT Scan Nasofaring Pasien


Garis merah menunjukkan area massa tumor
(Dok: Pribad i)

657

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan fisik neurologis tidak didapat- nyeri, namun keluhan utama pasien
kan defisit. Status lokalis di regio colli deks- ini adalah nyeri yang menjalar yang
tra teraba massa ukuran Sx4x2 em dengan menunjukkan adanya infiltrasi sel tumor
nyeri tekan, konsistensi keras, tidak dapat ke serabut saraf, dalam hal ini radiks
digerakkan (Gambar 5). daerah servikal.
Hasil CT scan nasofaring menunjukkan mas- 3. Apakah analgesik adjuvan pilihan utama
sa di nasofaring sisi kiri yang mengoblite- yang sebaiknya diberikan pada pasien?
rasi fossa Rossenmuller dan torus tubarius
a. Diazepam
kiri, mengisi koana kiri, orofaring, spasium
parafaring kiri, mengobliterasi M. Pterigoid b. Pregabalin
medialis kiri, disertai limfadenopati multi- c. Amitriptilin
pel regio colli bilateral (Gambar 6). d. Asam valproat
Pertanyaan e. Gabapentin
1. Bagaimana karakteristik nyeri pasien? Jawaban: (E); pemilihan adjuvan disesuai-
a. Nyeri nosiseptif · kan dengan kondisi pasien. Adanya nyeri
neuropatik menyebabkan adjuvan diprio-
b. Campuran nyeri· neuropatik dan
ritaskan golongan antikonvulsan. Dari
nosiseptif
semua golongan antikonvulsan, yang
c. Akut dapat meningkatkan potensiasi analgesik
d. Bersifat radikular dari opioid adalah gabapentin. Jika pasien
e. Intensitas ringan sedang terdapat kecemasan dapat diberikan
Jawaban: (B) terdapat lesi benjolan amitriptilin, namun obat ini tidak dapat
dengan tanda inflamasi dan adanya dikombinasi dengan tramadol, jika me-
nyeri tekan yang menunjukkan nyeri mang direncanakan pemberian tramadol
nosiseptif, disertai rasa nyeri menjalar selanjutnya pada pasien.
yang berarti nyeri neuropatik. 4. Bagaimana tata laksana etiologi nyeri
2. Apakah penyebab nyeri pada keluhan pada pasien ini?
utama pasien? a. Antiinflamasi nonsteroid
a. Peradangan lokal b. Akuptintur
b. Kerusakan jaringan pada kanker c. Kemoradiasi
, c. Psikogenik d. Radioterapi
e. Hipnosis . .
d: Infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
, e. ,_spasme otot Jawaban: (C); nyeri akibat perluasan
massa tumor harus dikecilkan ukurannya
•.. Jawaban: TD); wa,Iauptin memang ada sesuai dengan jenis tUmor. ·Pada KNF
kerusakan jaringan yang menyebabkan terapi utama adalah kemoterapi dan/
atau radioterapi.

658

Scanned for Pablo


Nyeri Kanker

5. Apakah tata laksana awal untuk Benoliel R, dkk. A classification of chronic pain
mengatasi nyeri pasien ini? for ICD-11. Pain. 2015;156(6):1003-7.
2. Stewart B W, Wild CP. World cancer report 2014.
a. Ketorolak 30mg IV Geneva: World Health Organization; 2014.
3. Mantyh PW. Cancer pain: causes, consequences,
b. Parasetamol 500mg PO and therapeutic opportunities Dalam: Me Mahon
SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D, editor.
c. Midazolam 5mg IV Wall & Melzack's textbook of pain. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier Ltd; 2013. h. 1029-38.
d. Kodein 20mg PO 4. Craig, D. Adult cancer pain. NCCN Clinical
Practice Guidelines in Oncology [serial online].
e. Gabapentin 100mg PO 2016 [diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari:
National Comprehensive Cancer Network.
Jawaban: (A); pasien ini mengalami nyeri 5. Siegel R L, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics.
derajat sedang berat yang mengganggu, CA Cancer J Clin. 2016;66(1):7-30.
sehingga perlu pemberian anti nyeri 6. De Conno F, Neal C, Foubert J, Filbet M, Colett B,
Breivik H, dkk. European pain in cancer (EPIC)
dengan jalur intravena. Adanya tanda- survey: a report. London: Medical Imprint; 2007.
tanda kerusakan jaringan menunjukkan 7. Breivik H, Cherny N, Collett B, de Conno F, Filbet
nyeri nosiseptif, sehingga dapat diberi- M, Foubert AJ, dkk. Cancer-related pain: a pan-
kan go Iongan OAINS seperti ketorolak IV. European survey of prevalence, treatment, and
patient attitudes. Ann Oncol. 2009;20(8):1420-33.
Lanjutan Kasus 8. Kato Y, Ozawa S, Miyamoto C, Maehata Y, Suzuki A,
Maeda T, dkk. Acidic extracellular microenvironment
Pasien mendapat tata laksana awal ketoro- and cancer. Cancer Cell Int 2013;13(1):89.
lak 30 mg/8 jam IV karena dianggap nyeri 9. Portenoy RK. Treatment of cancer pain. Lancet.
akut yang sudah mengganggu aktivitas, NRS 2011;377(9784):2236-47.
10. Cherny NI. Cancer pain assessment and
turun menjadi 4-5. Nyeri masih terasa teru- syndromes. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg
tama menjalar, maka dianggap sebagai nyeri M, Tracey I, Turk D, editor. Wall & Melzack's
neuropatik, sehingga diberikan gabapentin textbook of pain. Edisi ke-6. Philadelphia:
600mgjhari. Oleh karena ketorolak tidak Elsevier Ltd; 2013. h. 1039-60.
11. Hoskin P, Forbes K. Cancer pain: treatment
boleh diberikan lebih dari 5 hari, maka di- overview. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg M,
ganti menjadi tramadol dosis awal 100mg/ Tracey I, Turk D, editor. Wall & Melzack's textbook
hari, titrasi naik NRS pasien turun menjadi of pain. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Ltd;
2013. h. 1075-91.
2-3. Pasien lalu menjalani kemoradiasi untuk 12. Broadbent A, Khor K, Heaney A. Palliation and
mengatasi etiologi nyerinya, dan NRS turun chronic renal failure: opioid and other palliative
lagi menjadi 1-2. Tramadol turun bertahap medications-dosage guidelines. 2003. Progress
in Palliative Care. 11(4):183-90.
diganti paracetamol2000mgjhari, gabapen- 13. KumiawanM,Suharjanti I, Pinzon RT.Acuan panduan
tin dosis 300mgjhari. Selanjutnya bisa digu- praktek klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan
nakan kombinasi paracetamol dan tramadol Dokter Spesialis Saraflndonesia;2016.
dosis rendah sebagai rumatan, beserta gaba- 14. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching in
cancer pain: from the beginning to nowadays.
pentin jika nyeri masih terasa menjalar. Crit Rev Oncol Hematol. 2016;99:241-48.
15. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching: a
DAFTAR PUSTAKA systematic and critical review. Cancer Treatment
Reviews. 2006; 32(4):304-15.
1. Treede RD, Rief W, Barke A, Aziz Q, Bennett Ml,

659

Scanned for Pablo


·'
Buku Ajar Neurologi

16. Jensen K Switching opioids using equivalence tables. chronic cancer pain: a double-blind comparative
Saskatchewan Drug Information Service [serial trial. Clin J Pain. 2008; 24(1);1-4.
online]. 2012 [diunduh 24 Januari 2017].Tersedia 22. Schug SA. Opioids: clinical use. Dalam: Me Mahon
dari: Saskatchewan Drug Information Service. SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D~ editor. Wall
17. Nersesyan H, Slavin KV. Current aproach to & Melzack's textbook of pain. Edi~-6. Elsevier;
cancer pain management: availability and 2013. h. 429-43.
implications of different treatment options. Ther 23. Selvaggi KJ, Scullion BF, Blinderman CD, Abrahm
Clin Risk Manag. 2007;3(3):381-400. JL. Pain management and antiemetic therapy
18. Vardy J, Agar M. Nonopioid drugs in the treatment in hematologic disorders. Hoffman R, Benz EJ,
of cancer pain. J Clin Oneal. 2014;32(16):1677-90. Silberstein LE, Heslop H, Weitz J, Anastasi J. Dalam:
19. Keskinbora K, Peke! AF, Aydinli I. Gabapentin Hematology: basic principle and practice. Edisi ke-
and an opioid combination versus opioid alone 6. Philadelphia: Elsevier; 2013. h.1429-43.
for the management of neuropathic cancer pain: 24. Hagen NA, Biondo P, Stiles C. Assessment and
a randomized open trial. J Pain and Symptom management of breakthrough pain in cancer
Management. 2007;34(2):183-9. patients: Current approaches and emerging
20. Gilron I, Bailey JM, Tu D, Holden RR, Weaver research. Current Pain and Headache Reports.
OF, Houlden RL. Morphine, gabapentin, or their 2008;12(4):241-8.
combination for neuropathic pain. N Eng! J Med. 25. Foley KM. Acute and chronic cancer pain syndromes:
2005;352 (13) :1324-34. Oxford textbook of palliative medicine. Edisi ke-3.
21. Rodriguez RF, Castillo JM, Castillo MP, Montoya New York: Oxford University Press; 2004.
0, Daza P, Rodriguez MF, dkk Hydrocodonef 26. WHO. WHO's cancer pain ladder for adults.
acetaminophen and tramadol chlorhydrate WHO [serial online]. [diunduh 27 Januari 2016].
combination tablets for the management of Tersedia dari: WHO.
27. NCCN. Adult cancer pain. NCCN [serial online].
Versi Ke-2. 2016 [diunduh tanggal 27 Januari
2017]. Tersedia dari: NCCN.

660

Scanned for Pablo


SARAF TEPI
Neuropati
Sindrom GuiHain Barre
Radikulopati
Pleksopati
Pendekat an Diagnosis Miopati
MiastenJia Gravis
Mot or Neuron Disease

Scanned for Pablo


NEUROPATI

39 Winnugroho Wiratman, Ahmad Yanuar Safri,


Luh Ari lndrawati, Fitri Octaviana, Manfaluthy Hakim

PENDAHULUAN PATOFISIOLOGI
Sistem saraf perifer terdiri dari saraf-saraf Patofisiologi neuropati beragam tergantung
kranial (kecuali nervus olfaktorius dan dari etiologinya, yaitu genetik, metabolik, di-
optikus), saraf-sarafyang berasal dari medula mediasi imunitas, infeksi, toksik, traumatik,
spinalis (radiks, rami, trunkus, pleksus, dan lain-lain. Namun hal ini akan lebih mudah
maupun saraf perifer itu sendiri, seperti dipahami secara umum dengan mengetahui
saraf medianus dan tibialis), dan komponen- kerusakan serabut sarafberdasarkan anatomi-
komponen dari sistem saraf otonom di perifer. histologinya.
Bah ini akan menjelaskan tentang gangguan
Neuropati dapat terjadi karena lesi di badan
pada sistem saraf perifer atau yang secara
sel saraf (neuronopati) maupun pada akson
umum dapat dikelompokkan dalam satu
di serabut saraf perifer (neuropati perifer).
entitas, yaitu neuropati.
Neuronopati dapat terjadi karena kerusakan
pada badan sel saraf di kornu anterior, atau
EPIDEMIOLOGI sering dikenal dengan motor neuron disease.
Prevalensi neuropati bervariasi an tara 2-85%,
Neuronopati juga dapat terjadi karena
tergantung dari prevalensi etiologi penyebab-
kerusakan pada ganglion radiks dorsalis
nya. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta tern pat badan sel saraf sensorik orde I, yang
tahun 2012-2014, angka kejadian neuropati dikenal sebagai neuronopati sensorik atau
yang diinduksi kemoterapi pada pasien ganglionopati. Adapun neuropati perifer
karsinoma nasofaring sebesar 76%, sedang-
terjadi karena kerusakan pada akson atau
kan sindrom terowongan karpal diperkirakan
mielin di serabut saraf perifer. Oleh karen a itu
terjadi pada 3,8% dari populasi umum, dengan
neuropati perifer dapat dibagi menjadi dua
insidens 276 per 100.000 populasi.
kategori, yaitu aksonopati dan mielinopati
(Gambar 1).

663

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

I Aksonopati I
Normal Dernielinisasi Degenerasi waJierian Degenerasi akson terminal Ne<Jropati

~~-
>-~)·_ / . •..... ·! •. r-
. ~

II
r
·'
: AlTofi otot ( +)
<.">

Imunotogi Trauma Metabolik Toksik


Herediter (strangulasi/ Herediter Imunologi
kompresl/t.rlarik)
lslcemilc

Gam bar 1. Neuron Normal, Aksonopati, Mielinopati, dan Neuronopati

Tabell. Patofisiologi Kerusakan Akson dan Mielin

- Kerusakan pada Akson Kerusakan pada Mielin

- - -
- - -
KHS • Kecepatan konduksi dapat normal a tau menurun
• Amplituda menu run
-
• Kecepatan konduksi menurun
• Amplituda dapat normal a tau dispersi
temporal
Contoh • Neuropati toksik • Sindrom Guillain-Barre
• Neuropati metabolik • Chronic lnflamatory Demyelinating Poly-
Neuropati diabetik neuropathy
Defisiensi vitamin B • Charcot-Marie-Tooth
• Sindrom Guillain-Barre
• Penyakit Charcot-Marie-Tooth
KHS: Kecepatan han tar saraf
Sumber: Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an illustrated reference guide: neurology and neurosurgery.
2011. h. 324-5. jepang.

664

Scanned for Pablo


Neuropati

Apabila terjadi kerusakan akson, secara Neuropati juga dapat dibagi berdasarkan
teori akan terjadi hambatan hantaran diameter akson yang mengalami kerusakan,
impuls saraf baik eferen maupun aferen. yaitu:
Kerusakan pada selubung mielin juga dapat
a. Akson berdiameter besar-bermielin;
menyebabkan hambatan impuls saraf. Impuls
di antaranya akson untuk serabut mo-
saraf yang dihantarkan akson bermielin
torik (alpha motor neuron) dan sensorik
akan dikonduksikan lebih cepat dengan cara
untuk menghantarkan stimulus propio-
saltatory conduction (konduksi lompatan).
septif, vibrasi, dan sentuhan ringan.
Hal ini terjadi karena selubung mielin akson
bertindak sebagai isolator; sehingga konduksi b. Akson berdiameter kecil-bermielin;
listrik melompat dari satu nodus Ranvier ke termasuk serabut sensorik yang meng-
nodus berikutnya. Apabila terjadi kerusakan hantarkan stimulus sentuhan ringan,
selubung mielin saraf, maka kecepatan nyeri, suhu, dan serabut saraf otonom
koduksi impuls saraf akan jauh menurun preganglion.
atau bahkan terhenti. Patofisiologi kerusakan c. Akson berdiameter kecil-tidak ber-
ini dapat di-nilai secara klinis dengan bantuan mielin; membawa stimulus nyeri, suhu,
pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS), dan sera but saraf otonom pascaganglion.
seperti pada Tabell. Pemeriksaan konduksi
hantar sarafakan menilai amplituda, termasuk GEJALA DAN TANDA KLINIS
dispersi temporal (lihat Bab Sindrom Guillain- Gejala neuropati cukup beragam, mulai dari
Barre tentang KHS), yang menggambarkan gejala motorik, sensorik, maupun otonom.
seberapa banyak serabut saraf teraktifasi dan Gejala tersebut dapat sama, walaupun aki-
kecepatan hantar saraf (velocity) mulai dari bat etiolologi yang berbeda. Untuk memper-
titik stimulasi sampai tern pat perekaman. mudah menegakkan diagnosis, gejala klinis
Lesi di badan sel saraf dan akson akan di- ini dibagi menjadi gejala positif dan negatif,
ikuti oleh proses degenerasi serabut akson baik motorik maupun sensorik Gejala posi-
yang berada di distal dari lesi, yang disebut tif motorik dapat berupa aktivitas abnormal
sebagai degenerasi Wallerian. Degenerasi ini berlebih dari neuron, di antaranya kekakuan,
terjadi karena pengaturan metabolisme sel twitching, dan miokimia. Gejala positif sen-
saraf berada di badan sel. Pengaturan me- sorik diantaranya rasa terbakar, tersayat,
tabolisme terse but diteruskan ke akson yang alodinia atau hiperalgesia, dan parastesia.
lebih distal melalui suatu mekanisme yang Adapun gejala negatif motorik mencermin-
disebut sebagai axonal transport dan terjadi kan berkurangnya aktivitas neuron, misalnya
secara anterograd dan retrograd. Apabila berkurangnya kekuatan motorik, kelelahan,
hubungan antara badan sel dengan akson atrofi otot. Gejala negatif sensorik biasanya
distal terputus akibat kerusakan akson di hipestesia serta gangguan input informasi
antara keduanya maka axonal transporttidak dari luar tubuh lainnya, seperti gangguan
dapat terjadi, sehingga akson bagian distal input posisi tubuh, sehingga terjadi ataksia
tidak dapat mempertahankan metabolisme- dan gangguan keseimbangan.
nya dan mengalami degenerasi.

665

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Gejala otonom dapat berupa konstipasi, di- hal us adalah memeriksa batas bawah resep-
are, impotensi, inkontinesia uri, gangguan tor mekanik (mechanoreceptor low thres-
berkeringat karena gangguan vasomotor, hold) yang dihantarkan oleh kedua serabut
dan pusing yang berkaitan dengan perubah- saraf baik besar dan kecil. Pemeriksaan
an posisi (ortostasis). Pasien yang mengalami fungsi serabut saraf kecil yang menghantar-
gangguan vasomotor biasanya mengeluhkan kan rasa nyeri dapat dilakukan dengan me-
telapak tangan atau kaki dingin disertai pe- nyentuhkan benda berujung tajam seperti
rubahan warna kulit. Gangguan vasomotor ini tusuk gigi tanpa tekanan yang signifikan.
disebabkan karena pembuluh darah di kulit
Saat melakukan pemeriksaan fungsi saraf
mengalami gangguan refleks untuk vasokon-
sensorik, harus sudah dipikirkan pola
striksi dan vasodilatasi yang diatur oleh saraf
parastesifanestesi berdasarkan sebaran
otonom dalam menghadapi perubahan suhu
anatominya, lebih sesuai untuk mononeu-
tubuh.
ropati, polineuropati distal simetrik, length-
Anamnesis aktivitas sehari-hari seperti pe- dependent polineuropathy, polineuropati
rubahan tulisan tangan, kesulitan mengan- mutifokal, radikulopati, pleksopati, atau
cingkan baju, kesulitan memakai sendal kemungkinan adanya keterlibatan sistem
jepit karena sering terlepas sangat berguna saraf pusat (SSP).
dalam menegakkan diagnosis. Pertanyaan
Pemeriksaan motorik dimulai dari inspeksi
terperinci tentang onset, durasi, dan pro-
ada tidaknya atrofi maupun fasikulasi. Pal-
gresifitas defisit neurologis yang ada juga
pasi dilakukan untuk menilai tonus dan
sangat penting untuk membedakan jenis
rigiditas otot untuk menyingkirkan diag-
neuropati. Perlu ditanyakan juga kepada
nosis banding gangguan SSP. Pemeriksaan
pasien tentang keasimetrisan dan distribusi
kekuatan motorik pada neuropati perlu
gejala klinis saat onset, keterlibatan batang
dilakukan secara spesifik, terperinci sesuai
tubuh atau nervus kranial, dan laju progresi-
dengan otot dan saraf perifer yang terganggu.
fitasnya secara spesifik (monofasik, berfluk-
Misalkan pada neuropati nervus medianus
tuasi, atau berjenjang). Selanjutnya anamnesis
di pergelangan tangan, otot-otot intrinsik
tersebut dikonfirmasi dengan pemeriksaan
tangan yang dipersarafi oleh N. Medianus
fisik untuk mencari distribusi defisit neuro-
(M. Aduktor Polis is Brevis) harus diperiksa
logis, yang dibagi menjadi defisit fokal, mul-
kekuatannya. Namun otot-otot intrinsik
tifokal, ataupun distal simetrik.
tangan lain yang tidak dipersarafi oleh N.
Pemeriksaan fisik sensorik dapat dibagi dua Medianus, seperti M. Interosesus Digiti I dan
berdasarkan jenis serabut saraf sensorik M. Abduktor Digiti Minimi oleh N. Ulnaris
yang dinilai. Pemeriksaan untuk serabut perlu juga diperiksa untuk menyingkirkan
saraf besar adalah tes vibrasi, posisi sendi diagnosis banding neuropati pada N. Ulna-
(propioseptif), dan raba hal us, termasuk tes ris. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada
Romberg, sedangkan untuk serabut saraf seluruh ekstremitas, khususnya bila neuro-
kecil dilakukan pemeriksaan tes cukit kulit pati yang dicurigai adalah polineuropati.
dan suhu. Sesungguhnya pemeriksaan raba
Pemeriksaan saraf otonom harus dilaku-

666

Scanned for Pablo


Neuropati

kan, karena akan memberi informasi lebih neuropati atau mononeuropati multipleks)
banyak mengenai diagnosis banding, etiologi, disebabkan oleh kerusakan lokal di antara-
maupun sindrom pada pasien. Gangguan or- nya penjepitan saraf seperti carpal tunnel
tostatik dapat memberi petunjuk bahwa syndrome (CTS), cedera mekanik (karena
sudah terjadi gangguan otonom karena tekanan, traksi, ledakan, dan penetrasi),
gangguan saraf otonom dapat menyebab- suhu ekstrim (panas maupun dingin), elek-
kan gangguan vasokonstriksi dan vasodi- trik, radiasi, lesi vaskuler, granulomatosa, ke-
latasi pada pembuluh darah. Pemeriksaan ganasan atau proses infiltratif lainnya, dan
saraf otonom juga dapat dilakukan dengan tumor primer saraf perifer.
memeriksa kulit dan membran mukosa Di Indonesia, salah satu penyebab tersering
karena gangguan saraf otonom dapat me- mononeuropati multipleks adalah kusta.
nyebabkan gangguan vasomotor pada kulit.
Gejala yang sering muncul pada neuropati
Di sisi lain, pemeriksaan kulit yang terkait kusta adalah gangguan sensorik berupa
mapupun yang tidak terkait otonom dapat
anestesi atau gangguan peraba terutama di
membantu menyingkirkan diagnosis banding. distal jari-jari termasuk ibu jari dan gang-
Gambaran ruam vaskulitis (purpura, livedo guan vibrasi yang paling banyak terjadi di
retikularis ), hiperpigmentasi bila disertai telapak kaki. Selain itu secara elektroneu-
dengan polineuropati, organomegali, en- rofisiologis ternyata neuropati kusta dapat
dokrinopati dapat membantu menegakan terjadi di ekstremitas maupun di wajah.
diagnosis sindrom (POEM) polineuropati, Di ektremitas saraf yang sering mengalami
pulmonary disease, organomegali, edema, gangguan adalah N. Peroneus Superfisialis,
endokrinopati, monoklonal paraprotein. Jika dan N. Suralis, sedangkan pada wajah adalah
terdapat ulkus pada rongga mulut maka dapat N. Trigeminal dan N. Fasialis.
dipikirkan adanya neuropati pada penyakit
Behcet atau HIV. Mata dan mulut kering, pem- Beberapa polineuropati dapat menjadi tidak
bengkakan kelenjar saliva dapat ditemui pada jelas polanya karena superimposed dengan
sarkoidosis atau sindrom Sjogren. mononeuropati atau mononeuropati mul-
tipleks, contoh yang paling sering adalah
DIAGNOSIS KLINIS DAN DIAGNOSIS sindrom terowongan karpal pada polineuro-
BANDING pati diabetes. Neuropati dapat juga dibagi
Neuropati secara klinis dapat dibagi men- berdasarkan distribusinya, yaitu: polineuro-
jadi polineuropati, neuropati fokal, dan mul- pati simetrik distal, polineuropati simetrik
tifokal. Polineuropati disebabkan oleh agen- proksimal, polineuropati dengan predominasi ·
agen yang bekerja secara difus terhadap ekstremitas atas, distribusi kompleks, keter-
sistem saraf perifer seperti bahan beracun libatan saraf kranial, serta neuropati fokal
(toksik), defisiensi zat-zat yang diperlukan dan multifokal.
dalam metabolisme saraf perifer, gangguan Polineuropati dengan distribusi gangguan
metabolik, dan beberapa reaksi imun. Ada- motor dan sensorik distal simetrik merupa-
pun lesi fokal (mononeuropati) dan lesi kan pola paling umum dan banyak ditemui.
multifokal yang terisolasi (multipel mono- Gejala motor ditandai dengan kelemahan

667

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

dan atrofi yang dimulai dari ekstremitas oleh sarkoidosis, diabetes melitus, dan yang
bagian distal kemudian menyebar ke proksi- paling sering adalah neuropati pada saraf
mal. Gejala sensorik ditandai dengan adanya fasialis yang dikenal dengan Bell's palsy.
pola distribusi "stocking-and-glove': yaitu se- Bell's palsy dapat disebabkan berbagai fak-
olah-olah membentuk sarungtangan dan kaos tor seperti imunologi, infeksi, vaskuler, dan
kaki, sehingga pasien merasa perabaannya paling banyak adalah idiopatik.
berkurang di daerah yang tertutupi "sarung
tangan" dan "kaoskaki"yangtaknampakmata TATA LAKSANA
tersebut Pola distribusi ini disebabkan karena Tata laksana neuropati sesuai dengan eti-
saraf yang paling panjang akan mengalami ologinya. Pemeriksaan penunjang dibutuh-
gangguan terlebih dahulu (length-dependent kan sebelum memulai terapi definitif.
polyneuropathy). Pada ekstremitas bawah N. 1. Pemeriksaan Elektrodiagnostik
Tibialis Anterior dan M. Peroneus biasanya Pemeriksaan elektrodiagnostik terdiri
akan terganggu terlebih dahulu dibanding-
dari KHS dan elektromiografi (EMG),
kan bagian posterior betis karena panjang
yang standar untuk pemeriksaan neuro-
saraf yang mensarafi bagian anterior betis
pati akibat kerusakan serabut sarafbesar.
lebih panjang dibandingkan bagian poste-
EMG dapat membedakan antara poli-
rim: Pola distribusi seperti ini dapat ditemu-
neuropati dengan miopati, neuronopati,
kan pada Charcot-Marie-toothfhereditary
pleksopati, ataupun poliradikulopati.
motor and sensory neuropathy (HMSN) tipe
Sebagai kepanjangan pemeriksaan fisik,
I. Polineuropati simetrik distal yang hanya
pemeriksaan elektrodiagnostik mening-
mempengaruhi komponen sensorik juga
katkan ketajaman distribusi disfungsi saraf,
sering ditemukan pada polineuropati dia-
membedakan keterlibatan motor dan sen-
. betik tahap awal.
sorik, tingkat keparahan. Lebih dalam lagi,
Contoh polineuropati simetrik proksimal elektrodiagnostik dapat menilai gang-
yang paling umum adalah sindrom Guil- guan sarafberdasarkan aksonopati mau-
lain-Barre (SGB) dan chronic inflammatory pun mielinopati. Elektrodiagnostik juga
demyelinating polyneuropathy (CIDP) yang dapat dilakukan berulang untuk tujuan
dibahas dalam bab tersendiri. Diagnosis evaluasi atau menilai progresifitas pe-
lain yang perlu dipikirkan dengan distribusi nyakit.
seperti ini adalah porfiria, spina muskular
2. Biopsi Saraf dan Biopsi Kulit
atrofi, dan penyakit Tangier.
Biopsi saraf dilakukan untuk mencari
Polineuropati dengan predominasi ektremi- etiologi, lokasi patologi, dan tingkat ke-
tas atas dengan gejala sensorik banyak ter- rusakan saraf. Dalam beberapa dekade
jadi pada tahap awal kekurangan vitamin belakang, biopsi saraf sudah jarang di-
812. Distribusi ini dengan gejala motorik lakukan karena perkembangan elektrodi-
kadang juga terjadi pada beberapa SGB, agnostik, laboratorium, dan tes genetik.
porfiria, dan HMSN. Neuropati dengan ke- Saat ini pemeriksaan biopsi saraf dilaku-
terlibatan saraf kranial dapat disebabkan kan hila etiologi tidak dapat ditemukan

668

Scanned for Pablo


Neuropati

setelah berbagai pemeriksaan tambahan pemeriksaan ini lebih mahal dibandingkan


dilakukan. obatnya, maka pemeriksaan ini jarang di-
Lain halnya dengan biopsi saraf, biopsi lakukan.
kulit meningkat secara dramatis dalam Jika dicurigai suatu neuropati demielin-
dua dekade belakangan. Biopsi ini menjadi isasi, pertimbangkan untuk memeriksa
pemeriksaan baku emas untuk menilai anti-myelin-associated glycoprotein (anti-
inervasi serabut saraf kecil intraepider- MAG). Jika dicurigai suatu multifocal mo-
mal tidak bermielin yang menghantarkan tor neuropathy (MMN) pertimbangkan
sensasi nyeri dan suhu dari kulit serta ber- pemeriksaan anti-GM1. Pada varian SGB
peran dalam regulasi fungsi otonom. Neu- diperiksakan antiGQlb, antiGM1, dan
ropati serabut saraf kecil ini dapat hanya antiGD-la. Untuk kecurigaan etiologi in-
mempunyai gejala klinis minimal dan feksi sistemikjgangguan imunitas, perlu
mungkin saja terlewatkan pada pemerik- dilakukan pemeriksaan cairan serebro-
saan klinis, oleh karena pemeriksaan elek- spinal. Pasien perokok rentan terhadap
trodiagnostik konvensional hanya dapat keganasan. Jika didapatkan neuropati
menilai serabut sarafbesar. sensorik pada perokok, pertimbangkan
pemeriksaan antibodi antiHu, yang ber-
3. Pemeriksaan Laboratorium dan Genetik
hubungan dengan neuropati paraneo-
Pemilihan pemeriksaan laboratorium dan
plastik.
genetik memberi tantangan tersendiri.
Banyak sekali pemeriksaan yang dapat Pemeriksaan genetik merupakan peme-
dilakukan, namun karena mahal, perlu riksaan lanjutan jika dicurigai neuropati
analisis mendalam berdasarkan anamnesis herediter secara klinis ditunjang dengan
dan pemeriksaan fisik sebelum menentu- klasifikasi menurut elektrodiagnostik.
kan pilihan yang tepat. Pemeriksaan stan- Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
dar yang disarankan American Academy of lebih efisien secara bertahap dimulai
Neurology (AAN) di antaranya gula darah dari kecurigaan klinis paling besar dan
puasa, elektrolit, pemeriksaan fungsi ginjal, paling sering terjadi.
fungsi hepar, darah lengkap, hitung jenis,
kadarvitamin B12, laju endap darah, fungsi CONTOH-CONTOH NEUROPATI
tiroid, dan jika memungkinkan immuno- 1. Inherited Peripheral NeuropathyI
fixation electrophoresis (IFE). Charcot-Marie-Tooth
Salah satu etiologi neuropati perifer
Pemeriksaan . toleransi gula 2 jam adalah mutasi genetik yang diturunkan
pascapuasa lebih sensitif dibandingkan dari orang tua ke anaknya. Neuropati
dengan pemeriksaan hemoglobin Ale herediter (inherited neuropathy) sering
(HbAlc) dan gula darah puasa Oleh karena disebut dengan penyakit Charcot-Marie-
itu pemeriksaan ini perlu dipikirkan jika Tooth (CMT). Nama ini diberikan sebagai
pemeriksaan awal normal. Defisiensi vita- penghormatan tiga orang yang pertama
min B12 merupakan penyebab neuropati kali mendeskripsikan penyakit ini pada
yang mudah diterapi. Di Indonesia karena tahun 1886. Sebagian besar CMT meru-

669

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

pakan neuropati motorik dan sensorik, sar pada neuropati diabetes terjadi pada
oleh karena itu sering juga disebut serabut saraf perifer di distal, namun
dengan hereditary motor and sensory kerusakan tersebut dapat juga terjadi
neuropathy (HMSN). pada proksimal, baik di ganglion radiks
dorsalis ataupun di kornu anterior. Ter-
CMT dibagi menjadi dua: CMT 1 yang me-
dapat beberapa teori mekanisme pe-
miliki patologi hypertrophic demyelinat-
ing neuropathy dan terdapat perlambatan nyebab neuropati diabetes, antara lain
gangguan vaskular, hipotesis metabolik,
KHS (<38m/s pada ekstremitas atas); dan
CMT 2 yang memiliki patologi degenerasi perubahan sintesis protein dan transpor
aksonal dengan KHS yang relatif normal. aksonal, serta mekanisme imunologi.
Berbagai mekanisme ini menyebabkan
Untuk mendiagnosis pasien neuropati bentuk-bentuk neuropati yang beragam
herediter kadang cukup mudah. Jika pasien pula, baik neuropati sensorik, otonom,
memiliki kelemahan ektremitas bagian fokal, multifokal, simetrik, maupun poli-
distal disertai hilangnya fungsi sensorik, neuropati.
pes cavus, pemeriksaan KHS dengan
hasil melambat, dan riwayat keluarga Gangguan vaskular diprediksi dapat me-
yang cukup kuat, maka pasien tersebut nyebabkan penebalan dinding pembuluh
kemungkinan dapat menderita CMT. Di darah mikro dan menyebabkan iskemia
sisi lain, mungkin saja neuropati herediter pada vasa neuron urn. Berbagai penelitian
mwicul sebagai de novo atau baru muncul telah mendukung teori ini, mulai dari studi
ketika dewasa in vitro, in vivo pada tikus, serta otopsi
dan biopsi pada N. Suralis. Studi pada
Pada CMT terdapat 44 lokus di 50 gen tikus STZ-diabetes menunjukkan penu-
yang dapat bermutasi yang menyebab- runan oksigenasi jaringan dan peningkatan
kan kelainan ini, sehingga gejala klinis- resistensi vaskular. Lesi multifokal pada
nya cukup kompleks dengan pola yang jaringan biopsi dan otopsi manusia juga
bervariasi membuat tes genetik men- konsisten dengan teori bahwa diabetes
jadi mahal. Pemeriksaan genetik yang menyebabkan iskemik pada jaringan
efisien dapat dilakukan dengan memilah saraf perifer.
kemungkinan jenis CMT berdasarkan
pemeriksaan elektrodiagnostik. Hipotesis metabolik tentang hiperglike-
mia berdasarkan studi retrospektif yang
2. Neuropati Diabetes menyatakan bahwa komplikasi neuro-
Diabetes melitus (DM) merupakan salah pati pada diabetes yang lebih dini dan
satu penyebab terbanyak neuropati peri- lebih berat berhubungan dengan kon-
fer di dunia. Lebih dari setengah pasien trol glikemik yang buruk. Di sisi lain,
diabetes mengalami neuropati, dan acute painful diabetic neuropathy juga
setengah orang yang memiliki neuropati membaik dengan penurunan berat badan
adalah pasien diabetes. dan kontrol glikemik yang baik. Hal terse-
Perubahan patologi sarafyang paling be- but sangat mungkin terjadi karena pada

670

Scanned for Pablo


Neuropati

kondisi hiperglikemia, perubahan sintesis ereksi maka tidakmenutup kemungkinan


protein dan transpor aksonal akan meng- terdapat penyakit kardiovaskular lainnya
ganggu transpor makromolekul dari akson yang terkait dengan gangguan otonom.
di distal kembali ke zona perinuklear Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi
untuk didaur ulang. Gangguan ini me- jantung menyeluruh pada pasien DM
nyebabkan degenerasi aksonal di distal. dengan gangguan disfungsi ereksi.
Tata laksana neuropati diabetik sangat Diabetes juga meningkatkan risiko ber-
beragam. Oleh karena sifatnya yang bagai jenis neuropati lainnya. Diabetes
sistemik, maka tata laksana yang dilaku- meningkatkan risiko reaktivasi herpes
kan harus menyeluruh tidak berhenti zoster dan painful thoracic radiculopathy.
sampai pengobatan saja, namun juga Baal kedua tangan pada pasien diabetes
evaluasi sepanjang perjalanan penya- juga masih sangat mungkin karena CTS
kit. Pasien diabetes perlu dinilai sensi- atau carpal tunnel syndrome bilateral.
bilitas daerah distal. Pasien yang tidak
Tata laksana neuropati diabetes adalah
dapat merasakan tes monofilamen lOg
dengan kontrol gula darah yang baik
kemungkinan memiliki diagnosis poli-
mendekati normoglikemia atau kadar
neuropati distal simetrik dan cenderung
HbAlc dipertahankan di bawah 7%. Bila
akan mengalami ulserasi pada telapak
kakinya. Oleh karena itu pasien perlu di- terdapat nyeri, maka obat simptomatik
lakukan tindakan pencegahan dengan edu- pilihan diantaranya adalah gabapentin,
kasi serta penggunaan alas kaki yang sesuai, pregabalin, karbamazepin, maupun oks-
atau dirujuk ke ahli kaki (podiatrist). karbazepin. Obat-obat antinyeri neuropa-
tik tersebut dapat dikombinasikan dengan
Pasien diabetes juga rentan terhadap obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS),
gangguan saraf otonom. Jika terdapat analgesik lainnya, ataupun antidepresan.
riwayat hipotensi ortostatik, presinkop, Namun perlu diingat karena OM adalah
dan basil pemeriksaan EKG-treadmill penyakit sistemik, interaksi obat dan
menunjukkan gambaran intoleran, ke- fungsi ginjal perlu diperhatikan sebelum
mungkinan pasien mengalami cardiac terapi diberikan.
dysautonomia. Keadaan ini dapat me-
ningkatkan risiko kematian menjadi 3. Bell's Palsy
2 sampai 5 kali lipat, antara lain akibat Merupakan kelainan saraf fasialis tipe
painless myocardial infarct jika pasien perifer idiopatik dan penyebab terbanyak
mengalami kelelahan yang hebat dan lesi nervus fasial unilateral yang dapat
tiba-tiba disertai kulit yang pucat, mual, mengenai semua jenis kelamin dan usia.
kebingungan, sesak napas, atau batuk. Prevalensinya sekitar 23 per 100.000
penduduk dan diperkirakan meningkat
Disfungsi ereksi sebagai salah satu pada pasien DM, hipertensi, serta ibu
gangguan otonom dapat terjadi pada
hamil masa perinatal.
pasien DM. Jika didapatkan disfungsi

671

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro /ogi

Walaupun Bell's palsy diperkirakan yang merupa-kan tempat tersempit.


idio-atik, namun sebenarnya kurang
Nyeri pacta area belakang aur ikular
tepat karena studi mengaitkannya dengan
dapat muncul 1-2 hari sebelum onset.
infeksi herpes simplex virus (HSV)-1. Pacta
Level kerusakan nervus fasialis menentu-
autopsi kasus ini, HSV-1 dapat diisolasi
kan manifestasi klinis yang muncul. Ner-
dari ganglion genikulatum serta terdeteksi
vus fasialis memiliki bagian motorik dan
pacta cairan endoneurium sebagian be-
sensorik (Gambar 2), maka gangguannya
sar pasien dibandingkan dengan kontrol
dapat berupa kelumpuhan otot fasialis
sehat. Pacta sindrom Ramsay-Hunt dapat
ipsilateral (muskulus frontalis, orbiku-
diisolasi virus varicella zoster.
laris okuli, bucinator; orbikularis oris, dan
Pacta Bell's palsy terjadi inflamasi yang me- platisma), penurunan lakrimasi ipsila-
nyebabkan demielinisasi segmental, bah- teral, hiperakusis (muskulus stapedius)
kan dapat terjadi kerusakan aksonal, se- ipsilateral, penurunan sali-vasi ipsilateral,
hingga terjadi kelainan nervus fasialis tipe dan penurunan indera pengecap ipsila-
perifer yang mencapai maksimal dalam teral pacta duapertiga anterior lidah (rasa
48-72 jam pascaonset. Abnormalitas dapat manis, asam, dan asin). Pacta beberapa
terjadi pacta lokasi sepanjang perjalanan kasus juga dapat disertai hipestesi pacta
nervus fasialis sejak keluar dari inti nervus satu atau lebih cabang nervus trigeminal.
fasialis di pons hingga serabut terminalnya Derajat kelumpuhan nervus fasialis dini-
yang menginervasi efektor. Lokasi lesi ter- lai menggunakan sistem grading House-
banyak di bagian proksimal kanalis fasialis Brackmann yang membagi manifestasi
klinis menjadi 6 derajat (Tabel 2)

Gambar 2. Jaras Nervus Fasialis


End-organ

672

Scanned for Pablo


Neuropati

Tabel2. Derajat Kelumpuhan N. Fasialis Berdasarkan Grading House-Brackmann


Derajat Karakteristik
I (Normal) Tidak ada kelainan
II (Disfungsi ringan) lnspeksi
• Tampak kelemahan otot wajah ringan dengan inspeksi seksama
• Dapat ditemukan sinkinesia
• Tampak simetris dan tonus tampak normal saat istirahat
Gerakan otot wajah
• M. Frontalis: fungsi moderat -baik
• M. Orbikularis okuli: kelopak mata menutup baik dengan usaha minimal
• M. Orbikularis oris: asimetri ringan
III (Disfungsi sedang) lnspeksi
• Tampak asimetri namun tidak memberi kesan jelek pada penampilan
• Tampak sinkinesis, kontraktur, atau hemifacial spasm yang jelas namun ti-
dakberat
• Tampak tonus normal saat istirahat
Gerakan otot wajah
• M. Frontalis: gerakan berkurang
• M. Orbikularis okuli: kelopak mata dapat menutup dengan baik dengan
usaha yang kuat
• M. Orbikularis oris: asimetri ringan dengan usaha maksimal
IV (Disfungsi sedang-be- lnspeksi
rat) • Tampak asimetri yang jelas dan memberi kesan buruk pada penampilan
• Tampak tonus normal saat istirahat
Gerakan otot wajah
• M. Frontalis: tidak ada gerakan
• M. Orbikularis okuli: kelopak mata menutup tidak sempurna
• M. Orbikularis oris: asimetri dengan usaha maksimal
V (Disfungsi berat) lnspeksi
• Saat istirahat tampak asimetri
Gerakan otot wajah
• M. Frontalis: tidak ada gerakan
• M. Orbikularis okuli: kelopak mata menutup tidak sempurna
YI (Paralisis total) Tidak ada geral<an sama sekali
Sumber: House JW. dkk. Otolaryngol Head Neck Surg. 1985. h. 14-7.

Diagnosis Bell's palsy ditegakkan secara fasialis, sehingga belum dapat diperkira-
klinis. Pada pemeriksaan MRI dengan kon- kan derajat kerusakan akhirnya. Diagnosis
tras, didapatkan penyangatan nervus fasialis banding kasus ini adalah penyakit Lyme,
yang merepresentasikan inflamasi. Cairan otitis media, sindrom Ramsay-Hunt, sarkoi-
serebrospinal menunjukkan peningkatan dosis, SGB, tumor kelenjar parotis, multipel
ringan limfosit dan monosit. Pemeriksaan sklerosis, stroke, dan tumor.
elektrofisiologi, yaitu refleks kedip (blink
lnflamasi pada nervus fasialis dapat diatasi
reflex) dapat menentukan topis kerusakan
dengan pemberian glukokortikoid oral,
nervus fasialis. Pemeriksaan ini dilakukan yaitu prednison 40-60mg perhari selama 10
setelah onset 14 hari, karena pada <14 hari
hari dengan penurunan dosis bertahap. Jika
pascaonset masih terjadi kerusakan nervus diduga infeksi virus sebagai etiologinya, dapat

673

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

ditambahkan antiviral, yaitu asiklovir 400mg 5 E. Bell's palsy, neuropati diabetes, Char-
kali sehari selama 7 hari atau valasiklovir 1g 3 cat-Marie-Tooth
kali sehari selama 7 hari dalam waktu 72 jam Jawaban:A.
sejak onset Untuk mencegah keratitis paparan
akibat lagoftalmus dapat diberikan air mata Neuropati diabetes dan defisiensi vi-
buatan, pelindung mata, dan penutupan mata tamin 812 merupakan neuropati yang
secara mekanik saat tidur. disebabkan oleh kondisi metabolik, se-
hingga kerusakan saraf akan memiliki
Pada kasus degenerasi aksonal berat, dapat distribusi bergantung pada jarak (length
terjadi inervasi aberan sehingga menimbul- dependent). Demikian pula pada SGB pola
kan komplikasi sinkinesis. Sinkinesis adalah ini disebabkan karena kegagalan kon-
reinervasi serabut saraf pada organ efek- duksi pada saraf bagian perifer ke distal
tor yang bukan organ efektor sebenarnya. Charco-Marie-Tooth juga memiliki dis-
Terdapat fenomena air mata buaya, yaitu tribusi pada saraf-saraf di distal, namun
terjadinya lakrimasi ipsilateral pada saat sangat jarang disertai gangguan sensorik
mengunyah. Sindrom Marin-Amat, yaitu pe-
nutupan kelopak mata ipsilateral saat mem- 2. Dari soal no. 1 diketahui keadaan ini
buka rahang. Sekitar 70% pasien mengalami dikeluhkan perlahan namun bertambah
perbaikan dalam 1-2 bulan dan 85% di an- baal sejak 3 tahun sebelumnya. Tidak
taranya mengalami perbaikan penuh. Mun- ada riwayat demam, diare atau flu-like
culnya perbaikan motorik pada hari ke-5 atau syndrome 5 hari sampai 2 minggu sebe-
7 menunjukkan prognosis baik, sementara lumnya, sehingga SGB dapat disingkirkan.
adanya tanda denervasi pada pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium tambahan yang
elektrofisiologi setelah hari ke-10 menun- dapat dilakukan pada pasien ini adalah
jukkan prognosis buruk A. Kadar gula darah HbA1c
B. Kadar vitamin 812
CONTOH KASUS C. Serologi HSV-1
1. Wanita 49 tahun datang dengan keluhan
D. A dan B benar
baal pada tangan dan kaki. Pemeriksaan
klinis menunjukkan hipestesi dengan E. Semua benar
distribusi stocking and gloves. Diagnosis Jawaban paling tepat adalah D (A dan B
diferensial yang paling mungkin pada benar).
pasien ini adalah
Pemeriksaan kadar gula darah HbA1c dan
A. Neuropati diabetes, SGB, defisiensi kadar vitamin 812 untuk menyingkirkan
vitamin 812 diagnosis diferensial neuropati diabetes
B. Charcot-Marie Tooth, Bell's palsy, SGB. dan defisiensi vitamin 812. Walaupun
C. Defisiensi Vitamin 812, Bell's palsy, defisiensi tersebut dapat mudah diatasi
cubital tunnel syndrome dengan suplemen vitamin 812, namun
pemberian terapi tanpa alasan yang kuat
D. Defisiensi Vitamin 812, neuropati dia-
tidaklah tepat. Pemeriksaan serologi
betes, cubital tunnel syndrome

674

Scanned for Pablo


Neuropati

HSV-1 dapat dilakukan bila dicurigai E. Semua benar


Bell's palsy. Jawaban: A. Bell's palsy
3. Laki-laki usia 39 tahun datang dengan Paresis N. VII perifer masih dapat disebab-
keluhan bicara pelo, wajah tertarik ke kan oleh semua pilihan tersebut, namun
sisi kanan jika senyum atau tertawa, pada kasus ini yang paling tepat adalah
kelopak mata kiri tidak dapat menutup, Bell's palsy, yaitu didahului oleh gejala in-
dan sering keluar air dari sudut mulut flamasi dan bersifat akut SGB dapat dida-
saat miuum. Tidak ada kelemahan hului oleh gejala inflamasi, namun jika ter-
ektremitas. Kemungkinan besar pasien kena saraf kranial sering kali bilateral. MS
ini mengalami gangguan pada: biasanya terjadi berulang dan gangguan
A. Ganglia basal kanan di sentral. Adapun stroke terjadi hiper-
B. Korteks motorik wajah kanan akut dan tidak berkaitan dengan inflamasi,
serta proses yang terjadi berupa gangguan
C. N. V perifer kiri
sentral, sehingga bukan menyebabkan
D. N. VII perifer kiri paresis N. VII perifer, melainkan sentral.
E. N. XI sentral kanan
5. Dari soal nomor 3 dan 4, pemeriksaan
Jawaban: D. penunjang yang dapat dilakukan sehingga
Keluhan bicara pelo dapat disebabkan oleh dapat menunjukkan prognosis pasien ini
paresis N. VII akibat gangguan transmisi di adalah
sentral maupun perifer. Wajah tertarik ke A. Serologi darah
kanan dan keluar air dari sudut mulut di B. Serologi cairan serebrospinal
sebelah kiri menunjukkan adanya paresis
C. Elektroneurofisiologi
di sisi kiri. Kelopak mata sebelah kiri yang
tidak dapat menutup menunjukkan bahwa D. MRI
terdapat lesi di N. VII di perifer; bukan E. House-Brackmann
sentral. Jawaban: C.
4. Dari soal no. 3 diketahui keluhan ini Pemeriksaan elektroneurofisiologi (blink
dimulai sejak 3 hari yang lalu, dengan reflex) dapat dilakukan mulai hari 10-14
sedikit demam disertai nyeri di belakang pascaonset untuk menentukan lokasi
telinga kiri. Terdapat juga rasa baal di dan prognosis pasien Bell's palsy.
wajah sisi kiri dan kering pada mata kiri.
Diagnosis banding yang paling mungkin DAFTAR PUSTAKA
untuk kasus ini adalah: 1. Gradner E, Bunge RP. Gross anatomy ofthe peripheral
nervous system. Dalam: Dyck PJ, Thomas PK. Griffin
A. Bell's palsy JQ, Low PA, Poduslo JF, editor. Peripheral neuropathy.
B. Sindrom Guillain Barre Edisi ke-3. Philadelphia: W. B Saunders; 1993. h. 8-27.
2. England JD, Gronseth GS, Franklin G, Carter GT,
C. Multipel sklerosis (MS) Kinsella LJ, Cohen JA, dkk. Practice parameter:
D. Stroke evaluation of distal symetric polyneuropathy:
role of laboratory and genetic teesting (an

675
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

evidence-based review). Report of the American nesota: Continuum- American Academy of Neu-
Academy of Neurology, American Association of rology; 2012;18(1).
Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine, 7. Thomas PK, Ochoa J. Clinical features and differential
and American Academy of Physical Medicine and diagnosis. Dalam: Dyck PJ, Thomas PK, Griffin JQ Low
Rehabilitation. Neurology. 2009;72(2):185-92. PA. Poduslo JF, editor. Peripheral neuropathy. Edisi ke-
3. Wiratman W. Hakim M, Aninditha T, Sudoyo 3. Philadelphia: W. B Saunders; 1993. h. 749-74.
AW. Prihartono J. Neuropati perifer pada pasien 8. Suryamihardja A. Purwata TE, Suharjanti I, Yudi-
karsinoma nasofaring yang mendapat kemotera- yanta, penyunting. Diagnostik dan penatalaksanaan
pi cisplatin. Neurona. 2013;30(4):258-63. nyeri neuropatik Surabaya: Kelompok Studi Nyeri
4. Mondelli M, Giannini F, Giacchi M. Carpal tun- Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
nel syndrome incidence in a general popula- (PERDOSSI); 2011.
tion. Neurology. 2002;58(2):289-94. 9. House }W; Brackmann DE. Facial nerve grading sys-
5. Atroshii,Gummesson C,Johnsson R, Ornstein E. Rans- tem. Otolaryngol Head Neck Surg. 1985;93(2):14-7.
tam J, Rosen I. Prevalence of carpal tunnel syndrome 10. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell's palsy: diag-
in a general population. JAMA 1999;282(2):153-8. nosis and management. Am Fam Physician.
6. Simpson DM, editor. Peripheral neuropathy. Min- 2007;76(7):997-1002.
11. Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an il-
lustrated reference guide: neurology and neurosurgery.
Edisi ke-1. Tokyo: Medic Media; 2011. h. 324-5. Jepang.

676
Scanned for Pablo
SINDROM GUILLAIN-BARRE
40 Ahmad Yanuar Safri

PENDAHULUAN RSCM sekitar 7,6 kasusftahun. Penderita SGB


Sindrom Guillain-Barre (SGB) merupakan di RSCM terutama dewasa muda dengan rerata
polineuropati akut yang disebabkan oleh usia 40 tahun dan rasio laki-laki : perempuan
reaksi autoimun terhadap saraf perifer. SGB adalah 1,2:1.
ditandai dengan gejala dan tanda paralisis
lower motor neuron (LMN) akut disertai PATOFISIOLOGI
disosiasi sitoalbumin pada cairan serebro- Pada SGB, dua pertiga kasus didahului in-
spinal (CSS). Kecuali pada varian tertentu, feksi (antecendent infection) pada saluran
perjalanan penyakit SGB bersifat monofasik. pernapasan atas atau gastrointestinal dengan
Pada perjalanan penyakit SGB, perburukan keluhan umum berupa demam (52%), batuk
klinis hingga mencapai titik nadir biasanya (48%), nyeri tenggorokan (39%), pilek
tidak lebih dari 28 hari. SGB merupakan (30%), dan diare (27%). Pada 31% kasus
penyebab kelumpuhan LMN akut utama di SGB dapat ditemukan Campylobacter jejuni
dunia setelah era eradikasi polio. (C. jejuni ) pada analisis fesesnya. Adanya
infeksi anteseden ini menjadi dasar patofi-
EPIDEMIOLOGI siologi SGB berupa proses antibodi mimikri.
Insidens SGB berkisar antara 0,81-1,89 kasus Pada proses antibodi mimikri terjadi kemirip-
per 100.000 penduduk per tahun. SGB lebih an struktur antigen patogen dengan struktur
jarang ditemukan pada anak dibandingkan yang terdapat pada dinding sel tubuh, sehing-
dewasa dan insidens SGB meningkat seiring ga antibodi yang dibentuk tubuh untuk me-
bertambahnya usia, proporsi laki-laki lebih lemahkan patogen terse but dapat berikatan
besar dibandingkan perempuan. Karakter- dengan jaringan tubuh itu sendiri.
istik serta variasi klinis SGB beragam di ber-
Teori ini didukung oleh beberapa penelitian,
bagai tempat. Acute inflammatory demyelinat-
yaitu:
ing polyneuropathy (AIDP) lebih sering terjadi
di Amerika Utara, Arab, dan Eropa. Sementara • Ditemukannya struktur lipooligosakarida
acute motor axonal neuropathy (AMAN) lebih (LOS) pada dinding sel C. jejuni yang me-
sering terjadi di wilayah Amerika Tengah, miliki kemiripan dengan struktur karbo-
Amerika Selatan, Banglades, Jepang, dan hidrat penyusun membran sel sarafyang
Meksiko. Di Indonesia, penelitian di RSUPN disebut gangliosida.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menun- • Pada serum pasien SGB ditemukan anti-
jukkan jumlah kasus baru SGB yang dirawat di bodi terhadap gangliosida.

677

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

• Penyuntikan antibodi gangliosida pada Patofisiologi sindrom Miller Fischer (SMF)


hewan percobaan mengakibatkan gejala yang merupakan varian SGB sampai saat ini
yang mirip dengan SGB. masih belum jelas. Pasien SMF pada perjala-
nan klinisnya mengalami pemulihan sem-
Paparan terhadap C. jejuni dapat membuat
purna dan jarang ditemukan kasus yang fatal.
sel-sel imunitas tubuh menghasilkan antibodi
Hal ini menunjukkan proses yang terjadi pada
yang juga dapat berikatan dengan struktur
SMF adalah suatu proses demielinisasi dan
gangliosida pada membran sel saraf. Anti-
bukan merupakan proses degenerasi aksonal.
bodi yang berikatan dengan gangliosida ini
akan memicu proses autoimun melalui me- Patogen-patogen lain yang mampu me-
kanisme pengaktifan komplemen dan mem- nimbulkan reaksi-silang antibodi terhadap
bentuk membrane attack complex (MAC) gangliosida adalah Haemophilus influenzae,
pada membran sel Schwann pada AIDP atau Mycoplasma pneumonia, Cytomegalovirus
pada akson pada AMAN, sehingga menim- (CMV), Epstein- Barr virus (EBV), dan Vari-
bulkan efek neurotoksik (Gambar 1). Hal cella Zoster Virus (VZV). Selain dari antece-
ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel dent infection, risiko kejadian SGB juga me-
makrofag pada jaringan saraf pasien SGB ningkat pacta adanya transfe r gangliosida
pada pemeriksaan histopatologi. Makrofag parenteral, pascavaksinasi influenza HlNl,
berperan dalam reabsorbsi debris pada kedua adanya kelainan autoimun lain yang diderita
tipe SGB (demielinisasi dan degenerasi ak- sebelumnya, penggunaan obat-obatan imu-
sonal), namun serbukan sel limfosit hanya nosupresan, dan pascapembedahan.
ditemukan pada SGB tipe demielinisasi.

Potong
'----.---"c-'lintang

Gam bar 1. Patogenesis Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

678

Scanned for Pablo


Sindrom Guillain Barre

Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa torik dan menimbulkan gejala motorik yang
antibodi gangliosida dalam serum pasien SGB, lebih dominan dibandingkan sensorik
yaitu antibodi LMl, GMl, GMlb, GM2, GDla,
Pada serum pasien SMF ditemukan antibodi
GalNAc-GDla, GDlb, GD2, GD3, GTla, dan
terhadap gangliosida GD3, GTla, dan GQlb.
GQlb (Tabell).
Gangliosida GQlb banyak terdistribusi pada
Adanya perbedaan jenis antibodi pada ber- aksolema neiVUs okulomotor, troklearis, abdu-
bagai tipe SGB menunjukan distribusi ganglio- sens, serta muscle spindle, sehingga jika terjadi
sida berbeda· beda pada jaringan saraf perifer. reaksi autoimun terhadap gangliosida GQlb
Jenis antibodi yang terbentuk dan distribusi muncul gejala klinis SMF berupa oftalmople-
gangliosida menentukan tanda dan gejala gia, ataksia, dan aretleksia Gangliosida GTla
klinis yang terjadi pada SGB. Sebagai contoh, dan GQlb diekspresikan pada aksolema neiVUS
pada GBS tipe AMAN, ditemukan antibodi ter- glosofaringeus dan vagus, sehingga dihubung-
hadap GMl, GMlb, GDla, dan GalNAc-GDla kan dengan gejala disfagia ditemukan pada se-
pada serum pasien. Gangliosida-gangliosida bagian kasus SMR Pada SGB tipe demielinisasi,
ini terdistribusi lebih banyak ditemukan pada antibodi spesifikyang menyebabkan kerusakan
aksolema nodus Ranvier serabut saraf moto- membran sel Schwann pada selubung mie-
rik dibandingkan sensorik Proses autoimun lin masih belum diketahui hingga saat ini dan
lebih banyak terjadi pada serabut saraf mo- membutuhkan penelitian lebih lanjut

Tabell. Variasi Klinis Sindrom Guillain-Barre dan Antibodi Terkait


Subtipe dan Varian Antibodi lgG
Sindrom Guillain- Barre
Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) Belum ditemukan
Varian: Facial diplegia and paresthesia, bifacial weakness with paresthesia
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) GMl,GDla
1. Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN) GMl,GDla
2. Acute motor-conduction block neuropathy GMl,GDla
3. Pharyngeal-cervical-brachial weakness GTla >GQlb»GDla
4. Varian lain: SGB hiper-refleks, SGB paraparesis GMl,GDla
Sindrom Miller Fisher
1. Acute ophthalmoparesis/ ptosis/ mydriasis (without ataxia)' GQlb,GTla
2. Acute ataxic neuropathy (without ophthalmoplegia)' GQlb,GTla
3. Bickerstaff's brain-stem encephalitisl GQlb,GTla
4. Acute ataxic hypersomnolencea2
1Manifestasi inkomplet; 2keterlibatan sistem sarafpusat (SSP)

Sumber: Yuki N, dkk. N Engl J Med. 2012. h. 2294-304.

679
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

GEJALA DAN TANDA KLINIS TRF defisit neurologis yang terjadi lebih
Pola perjalanan penyakit SGB bersifat berat hingga sampai memerlukan ventilasi
monofasik (Gambar 2). Pada sebagian besar mekanik
SGB terdapat infeksi anteseden sebelum
Defisit neurologis SGB pada ekstremitas
munculnya defisit neurologis. Waktu antara
dapat berupa kelemahan motorik tipe LMN,
infeksi anteseden dan munculnya defisit
gangguan sensorik berupa parastesia, hipes-
neurologis bervariasi antara 4 minggu
tesia atau gangguan propioseptif, serta hipore-
sampai 6 bulan. Defisit neurologis ini akan
fleksia maupun arefleksia Defisit neurologis
mengalami perburukan hingga mencapai titik
ini dapat melibatkan nervus kranialis, ter-
nadir dalam waktu tidak lebih dari 28 hari
utama nervus Fasialis pada AlDP. Varian
(4 minggu). Antibodi antigangliosida dapat
klinis SGB lain yang melibatkan nervus kra-
dideteksi dalam serum pasien selama pro-
nialis adalah SMF dengan trias gejala berupa
ses ini dan kadarnya akan menurun seiring
arefleksia, ataksia, dan oftalmoplegia.
dengan berjalannya waktu.
Fase pemulihan dapat berlangsung bebe-
Pada SGB dapat terjadi fluktuasi defisit
rapa minggu, bulan, bahkan tahun tergantung
neurologis dalam waktu 8 minggu sejak di-
proses patologi yang terjadi. Lesi demielinisasi
berikannya imunoterapi. Hal ini masih di-
(AlDP) mempunyai prognosis yang lebih baik
anggap sebagai suatu pola monofasik SGB.
dibandingkan degenerasi aksonal (AMAN).
Fluktuasi ini disebut sebagai fluktuasi ter-
Pemulihan pada SGB tipe demieliniasasi dan
kait pengobatan (Guillain-Barre syndrome
degenerasi aksonal akan terjadi secara ber-
with treatment-relatedjluctuationjGBS-TRF).
angsur-angsur sesuai dengan perawatan dan
Perjalanan GBS-TRF mirip dengan chronic
terapi yang adekuat
injlamatory demyielinating polineuropathy
(CIDP) onset akut. hanya saja progresifitas Terdapat beberapa variasi gambaran klinis
defisit neurologis CIDP berlangsung hingga SGB berdasarkan penelitian dan laporan ka-
lebih dari 8 minggu atau fluktuasi defisit sus yang ada, yaitu:
neurologis terjadi tiga kali atau lebih se- 1. SGB hiperrefleks
dangkan fluktuasi GBS-TRF terjadi tidak SGB umumnya menunjukkan tanda hi-
lebih dari 8 minggu sejak onset dan jarang porefleksia atau arefleksia, namun pada
terjadi fluktuasi lebih dari 2 kali. Dalam 10% kasus dapat ditemukan refleks ten-
perjalanannya, fluktuasi defisit neurolo- don dalam yang normal atau bahkan me-
gis pada CIDP lebih ringan dibandingkan ningkat dengan tonus otot yang normal.
GBS-TRF. Defisit neurologis pada CIDP tidak Pemeriksaan imunohistokimia pada se-
sampai membutuhkan ventilasi mekanik, rum pasien SGB hiperrefleks menunjukkan
jarang melibatkan gangguan saraf kranial, adanya antibodi antiGM1 dan antiGDla,
dan gambaran pemeriksaan elektrofisiologi dengan gambaran neurofisiologi sesuai
proses demielinisasi, sedangkan pada GBS- dengan SGB tipe aksonal.

680
Scanned for Pablo
Sindrom Guillain Barre

Motorikbaik

~---- ODPilbt

~~~--~~~-------r--------~---=~:,~
-4 "*WW Ominggu 12mfllggll
walclu seiEtah tirnW1 gejala kdeneloan
Gam bar 2. Perjalanan Penyakit Sindrom Guillain-Barre dengan Keterkaitan
Riwayat Infeksi dan Pembentukan Antibodi Gangliosida
SGB: sindrom Cu i/lain-Barre; SGB-FTP: fluktuasi terkait pengobatan; acute CIDP:acute onset chronic inflammatory
demyelinating polyneuropathy

2. Pharyngeal-cervical-brachial weakness pungsi lumbal serta pemeriksaan MRI


Penegakan diagnosis SGB tipe ini didapat menunjukkan kesesuaian dengan SGB, se-
dengan ditemukannya kelemahan pada dangkan gambaran neurofisiologi sesuai
otot orofaring, leher, dan ekstremitas atas dengan SGB tipe degenerasi aksonal.
akut yang disertai arefleksia. Kelemahan
4. Kelemahan bifasial dengan parestesia
motorik pada ekstemitas bawah dapat
Gejala dan tanda ldinis SGB tipe ini berupa
juga ditemukan namun lebih ringan.
kelemahan nervus fasialis bilateral akut
3. SGB paraparesis tanpa disertai oftalmoplegia dan kelema-
Pada SGB paraparesis kelemahan motorik han ekstremitas. Pada tipe ini dapat juga
dengan hiporefleksia atau arefleksia akut ditemukan parestesia dari ujung-ujung
hanya terjadi pada ekstremitas bawah jari. Pemeriksaan neurofisiologi lebih ian-
saja, sementara ekstremitas atas normal. jut dapat sesuai dengan gambaran lesi
Berbeda dengan lesi medula spinalis, demielinisasi.
pada SGB paraparesis level gangguan sen-
5. Oftalmoplegiajptosisjmidriasis akut
sorik memiliki batas yang tidak tegas dan
Variasi klinis sindrom SGB ini merupa-
fungsi berkemih masih normal. Analisis

681

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

kan bentuk manifestasi SMF inkomplet dapat menggunakan kriteria diagnostik


berupa oftalmoplegia, ptosis, atau mi- menurut National Institute of Neurological
driasis akut tanpa adanya ataksia. Peme- and Communicative Disorders and Stroke
riksaan imunohistokimia pada serum (NINCDS) sebagai berikut:
pasien ini menunjukkan adanya antibodi
Tanda minimum untuk penegakan diagnosis
terhadap gangliosida GQ1b.
1. Kelemahan progresif pada kedua lengan
6. Neuropati ataksia akut
dan tungkai (dapat dimulai dari eks-
Bentuk SMF inkomplet lainnya adalah
tremitas bawah)
ataksia akut tanpa oftalmoplegia. Ter-
dapat dua bentuk manifestasi klinis tipe 2. Hiporefleksia atau arefleksia
ini, yaitu ataksia dengan atau tanpa tanda Tanda yang memperkuat diagnosis
Rombergpositif. Pada ataksia tanpa tanda 1. Perburukan gejala yang mencapai titik
Romberg ditemukan antibodi anti-GQ1b nadir kurang atau sama dengan 28 hari
serum, sedangkan pada ataksia dengan (4 minggu)
tanda Romberg ditemukan antibodi an-
2. Pola distribusi defisit neurologis yang
tiGD1b serum. Manifestasi klinis ataksia
simetris
ini diduga akibat antibodi yang terbentuk
menyerang struktur muscle spindle. 3. Gangguan sensorik minimal
4. Gangguan nervus kranial, terutama
7. Bickerstaff's brainstem encephalitis (BBE)
kelemahan otot fasialis bilateral
Diagnosis BBE ditemukan bila ditemu-
kan trias gejala SMF disertai gangguan 5. Disfungsi saraf autonom
kesadaran atau hipersomnolen. BBE 6. Nyeri
merupakan variasi SMF dengan keterli- 7. Peningkatan protein pada CSS
batan sistem saraf pusat (SSP), terutama
8. Gambaran elektrodiagnostik khas yang
pada struktur formasio retikularis. Hal
sesuai dengan kriteria SGB
ini didasarkan pemeriksaan MRI kepala
yaitu ditemukannya penyangatan pada Tanda yang meragukan diagnosis
11% kasus BBE dan gambaran abnor- 1. Disfungsi pernapasan berat lebih domi-
malitas perekaman EEG pada 57% kasus. nan daripada kelemahan ekstremitas
Varian lain dari BBE dengan manifestasi pada awal onset
inkomplet dapat berupa acute ataxic hy- 2. Gangguan sensorik lebih dominan dari-
persomnolence. pada kelemahan ekstremitas pada awal
onset
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
3. Gangguan BAK atau BAB pada awal onset
Diagnosis
Diagnosis SGB ditegakkan berdasarkan gejala 4. Demam pada awal onset
dan tanda kelemahan akut progresif pada 5. Defisit sensorik berbatas tegas
ekstremitas bawah dan atas disertai are- 6. Progresivitas lambat dengan gangguan
fleksia atau hiporefleksia. Belum ada uji motorik minimal tanpa keterlibatan
diagnostik yang spesifik untuk SGB, namun

682

Scanned for Pablo


Sindrom Guillain Barre

sistem pernapasan (lebih sesuai dengan 1. Kecepatan hantar saraf (KHS)


subacute atau chronic inflammatory de- Kriteria elektrodiagnosis yang diguna-
myelinating polyneuropathy) kan secara luas ialah kriteria dari Ho
7. Kelemahan asimetris persisten dkk dari Hadden dkk (Tabel2). Gambaran
8. Gangguan BAK atau BAB persisten dispersi temporal lebih ditekankan oleh
Ho dkk, sedangkan konsep blok konduksi
9. Peningkatan jumlah sel mononuklear pada
dikenalkan kembali oleh Hadden dkk
cairanserebrospinal (CSS) (>50x106/L)
sebagai kriteria diagnostik SGB tipe
10. Peningkatan sel polimorfonuklear pada CSS demielinisasi. Yang dimaksud dispersi
Disfungsi saraf otonom sering ditemukan temporal di sini adalah terdapatnya pe-
hingga dua pertiga kasus SGB dengan mani- manjangan durasi compund muscle action
festasi berupa aritmia, fluktuasi tekanan potential (CMAP) proksimal lebih dari
darah, respons hemodinamik yang abnor- 30% dibandingkan CMAP distal. Batasan
mal terhadap pengobatan, serta gangguan ini dinilai cukup sensitif dan spesifik
miksi, defekasi dan berkeringat dalam membedakan antara dispersi tem-
poral akibat demielinisasi dan dispersi
Berikut pemeriksaan penunjang untuk
temporal yang terjadi secara fisiologis
membantu menegakkan diagnosis SGB:
pada stimulasi proksimal.

Tabel2. Kriteria Elektrodiagnostik Sindrom Guillain-Barre


Ho, dkk2 Hadden, dkk2
Acute Inflammatory Demyelinat- Ditemukan minimal salah satu tanda di bawah pada dua atau lebih saraf
ing Polyneuropathy perifer:
1. KHS KHS menurun <90% BBN; atau <85% jika amplituda CMAP distal
<50%BBN
2. Latensi distal Latensi memanjang >110% BAN; atau >120% jika amplituda CMAP
distal <50% BBN
3. Dispersi temporal Nyata (unequivocal) Tidak ada kriteria
4. Blok konduksi Tidak ada kriteria Amplituda proksimal : amplitu-
da distal <0,5 dengan amplituda
CMAP distal >20% BBN
Latensi F-wave Memanjang >120% BAN
Acute Motor Axonal Neuropathy Tidak ada tanda demielinisasi Tidak ada tanda demielinisasi
(atau hanya ditemukan pada
satu saraf perifer jika CMAP
distal <10% BBN)
Penurunan amplituda CMAP distal <80% pada dua saraf perifer
KHS: kecepatan hantar saraf; BAN: batas atas nilai normal; BBN: batas bawah nilai normal; CMAP: compound muscle action
potential
Sumber:
1 Ho TW dkk. Brain.1995. h. 597-605.
2Hadden RD dkk. Annals of neurology. 1998. h. 780-8.

683

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pemeriksaan KHS yang dilakukan pada minggu pertama dan meningkat menjadi
minggu p_ertama onset sering menunjukan 75% kasus pada minggil ketiga. Apabila
hasil yang normal atau tidak memenuhi kri- analisa CSS normal pada SGB dengan on-
teria SGB menurut Ho dkk maupun Hadden set kurang dari 2 minggu, maka hal ini
dkk. Oleh karena itu, temuan KHS minggu tidak mempengaruhi penegakan diag-
pertama ini tidak dapat dijadikan landasan nosis SGB selama ditemukan tanda dan
untuk menunda pemberian imunoterapi gejala klinis yang sesuai dan tidak perlu
jika sudah terdapat gambaran klinis yang khas dilakukan pungsi lumbal ulangan.
SGB. Pemeriksaan KHS pada minggu pertama
Peningkatan jumlah sel dan protein CSS
ini lebih berguna untuk menyingkirkan diag-
dapat ditemukan pascaterapi imuno-
nosis banding neuropati perifer lainnya.
globulin intravena dosis tinggi (intra-
Pada sebagian awal perjalanan penyakit SGB venous immunoglobulinfiVIG) yang di-
tipe AMAN dapat ditemukan gambaran blok duga akibat mekanisme transudasi atau
konduksi pada pemeri.l:{saan KHS. Gambaran meningitis aseptik. Apabila ditemukan
blok ini akan mengalami perbaikan atau meng- peningkatan jumlah sel CSS pada minggu
hilang dalam hitungan hari disertai peningka- pertama onset gejala, maka kemungkinan
tan amplituda CMAP distal dan pemendekan diagnosis banding lain harus lebih diper-
latensi motor distal kembali ke nilai normal. timbangkan, seperti infeksi, neuropati
Pada kasus ini tidak lazim ditemukan dis- akibat human immunodeficiency virus
persi temporal dan gelombang CMAP polifa- (HIV), limfoma, dan keganasan.
sik. Fenomena ini dikenal sebagai AMAN with
3. Radiologi
reversible conduction failure (AMAN RCF) Pemeriksaan radiologi dilakukan jika
dan sering didiagnosis secara keliru sebagai
ditemukan tanda dan gejala klinis SGB
AIDP atau AMAN. Untuk mengurangi kesala-
yang meragukan. Hal ini untuk menying-
han interpretasi dan klasifikasi tipe SGB, maka
kirkan lesi struktural sebagai penyebab
pemeriksaan KHS harus dilakukan secara se-
defisit neurologis yang ada. Hasil peme-
rial minimal dua kali pada 3 saraf motorik d~
riksaan MRI pada kasus SGB adalah murni
3 saraf sensorik dalam 4-6 minggu pertama.
normal baik pada otak dan medula spi-
2. Pungsi lumbal nalis, walau dapat dijumpai penyangatan
Tindakan pungsi lumbal rutin dilakukan pada radiks proksimal. Pada 11% kasus
pada pasien yang diduga menderita SGB BBE, dapat ditemukan adanya lesi fokal
untuk menyingkirkan diagnosis banding, pada T2W MRI di mesensefalon, thalamus,
dan bukan merupaka.n kriteria utama serebelum, dan batang otak.
penegakan diagnosis SGB. Pada analisis
4. Antibodi antigangliosida
CSS dapat ditemukan disosiasi sitoal-
Walaupun berbagai studi mengaitkan ke-
bumin, yaitu terdapatnya peningkatan
jadian SGB dengan antibodi seperti yang
kadar protein CSS tanpa disertai pe-
tercantum pada Tabel 1, nilai diagnos-
ningkatan jumlah sel. Disosiasi sitoalbu-
tiknya belum dapat dipastikan. Pemerik-
min adalah temuan khas untuk SGB dan
saan ini bermanfaat, tetapi hasil negatif
dapat ditemukan pada 50% kasus pada

684
Scanned for Pablo
Sindrom Cui/lain Barre

tidak menggugurkan diagnosis SGB dan TATA LAKSANA


pemeriksaan ini belum tersedia di sarana Prinsip tata laksana SGB adalah diagnosis
pemeriksaan laboratorium sehari-hari. dini dan tata laksana multidisiplin yang tepat.
Diagnosis Banding Risiko kematian SGB mencapai 5% sebagian
besar disebabkan komplikasi SGB berupa
Telah disebutkan bahwa pada 10% kasus
sepsis, emboli paru, dan disautonomia.
SGB dapat ditemukan refleks tendon dalam
yang normal bahkan meningkat, oleh karena Cui/lain-Barre Syndrome Disability Score
itu pada keadaan tersebut adanya lesi SSP (GBS Disability Score) atau Hughes score
harus disingkirkan. Gejala klinis SGB dapat adalah sistem penilaian status fungsional un-
menyerupai gejala lesi medula spinalis akut tuk evaluasi dan pemantauan derajat kepara-
seperti mielitis tranversa, namun pada lesi me- han penyakit dapat dilihat pada Boks 1.
dula spinalis gangguan berkemih muncullebih
lmunoterapi dapat diberikan sejak onset
awal dan defisit sensorik yang ada mempu-
gejala neuropati pertama kali muncul. Man-
nyai batas yang tegas.
faat terbaik muncul pada pemberian imu-
Jika pada pasien tidak ditemukan adanya de- noterapi dalam 2 minggu pertama onset
fisit sensorik, maka pertimbangkan diagnosis pada pasien dengan GBS Disability Score ~3.
banding yang mungkin ialah miastenia gravis, Baik plasmafaresis dan imunoglobulin in-
periodik palalisis hipokalemia, botulisme, travena (IV) memiliki efektifitas yang sama
poliomielitis, dan mielopati akut. Diagnosis dalam perbaikan kekuatan motorik pasien,
banding untuk SMF dan kelemahan faring- peningkatan GBS disability score, dan penu-
servikal-brakialis adalah stroke batang otak, runan kebutuhan penggunaan ventilator pad a
miastenia gravis, dan botulisme. pasien dengan gaga! napas.

Boks 1. Guillain-Barre Syndrome Disability Score (GBS Disability Score) a tau Hughes Score
Guillain-Barre Syndrome Disability Score (GBS Disability Score)
0= sehat
1= tanda dan gejala minimal serta mampu berlari
2= mampu berjalan 10 meter a tau lebih tanpa bantuan namun tidak mampu berlari
3= mampu berjalan 10 meter dengan bantuan tongkat lari
4= aktivitas terbatas pada tempat tidur atau kursi roda
5= membutuhkan ventilator mekanik untuk bernafas
6= kematian
Sumber: Hughes RAC, dkk. Brain. 2007. h. 2245-57.
Boks 2. Indikasi Pemasangan Alat Bantu Napas pada Sind rom Guillain-Barre (SGB)
Indikasi pemasangan alat bantu napas pada SGB jika ditemukan satu kriteria mayor:
• Hiperkarbia/ PaCOz>48mmHg
• Hipoksemia /PaOz <56mmHgpada udara ruangan
• Kapasitas vital paru-paru <lSmL/kgBB)
atau dua kerja minor:
• Refleks batuk yang tidak efektif
• Gangguan menelan
• Atelektasis paru
Sumber: Yuki N, dkk. Guillain-Barre syndrome. N Eng! j Med . 2012. h. 2294-304.

685

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Plasmaferesis dilakukan lima kali dalam dapat dilihat pada Boks 2.


waktu 2 minggu dengan jumlah maksimum
Pemasangan monitor kardiovaskular diper-
pertukaran plasma sebanyak lima kali dari
lukan dalam identifikasi dan antisipasi dis-
volume plasma (200-250mL/ kgBB) . Dosis
fungsi autonom. Disfungsi autonom dapat
total imunoglobulin IV adalah 2g/kg 88 di-
berupa bradiaritmia berat atau terdapat
berikan dalam 5 hari. Pemberian imunote-
variasi tekanan sistolik lebih dari 85mmHg.
rapi pada pasien dengan gejala ringan (GBS
Pada pasien tersebut dapat dipasang alat
disability score <3) tetap dapat memberikan
pacu jantung sementara atau diberikan at-
manfaat namun perlu memperhitungkan
ropin. Gangguan miksi dapat ditatalaksana
efisiensi pengobatan. Penelitian menunjukan
dengan pemasangan kateter, sementara
pemberian plasmaferesis diikuti pemberian
gangguan defekasi dapat diatasi dengan
imunoglobulin IV memberikan hasil yang
pemberian laksatif.
sama dengan pemberian terapi plasmafere-
sis saja atau imunoglobulin saja oleh karena Nyeri merupakan manifestasi klinis yang
itu tidak dianjurkan untuk melakukan kedua banyak ditemukan pada pasien sejak awal
terapi namun dipilih satu modalitas saja onset sampai dengan masa pemulihan. Lo-
plasmaferesis atau IVIG. Pemberian kor- kasi nyeri yaitu punggung dan ekstremitas
tikosteroid oral maupun IV tidak memberi- sesuai dengan distribusi kelemahan otot
kan manfaat pada kasus SGB. motoriknya. Nyeri menunjukan adanya ke-
terlibatan serabut saraf berdiameter kecil
Pemantauan fungsi paru dapat dilakukan
dan saraf otonom sedangkan disestesia meli-
setiap 1-4 jam untuk meminimalkan risiko
batkan sera but saraf berdiameter Iebar. Tata
gaga! napas berupa evaluasi frekuensi serta
laksana nyeri yang dapat diberikan berupa
kedalaman napas, kapasitas vital paru-paru,
penggunaan obat anti nyeri neuropatik berupa
dan kemampuan refleks batuk. Indikasi
gabapentin atau karbamazepin.
pemasangan alat bantu napas pada SGB

Boks 3. Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)


Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
• Adanya riwayat diare sebelumnya
• Usia >60 tahun
• Nilai GBS disability score pada minggu kedua sejak onset

Sumber: Van Koningsve ld R, dkk. La ncet Neurol. 2007. h. 589-94.

PROGNOSIS mandiri enam bulan setelah onset. Semakin


Prognosis SGB dapat ditentukan berdasar- besar nilai EGOS yang didapat, maka semakin
kan Erasmus CBS Outcome Score (EGOS), kecil kemungkinan pasien SGB dapat ber-
dapat dilihat pada Boks 3. jalan setelah 6 bulan dari onset. Penelitian
di RSCM Jakarta pada 24 subjek pasien SGB
EGOS ini dapat digunakan untuk menentu-
yang dirawat periode Januari 2012-Desember
kan probabilitas pasien SGB dapat berjalan

686
Scanned for Pablo
Sindrom Guillain Barre

2014 menunjukan sebagian besar pasien CONTOH KASUS


mengalami perbaikan klinis pada akhir Seorang anak laki-laki 11 tahun mengalami
perawatan. Kekuatan motorik (MRC sum kelemahan pada kedua tungkai disertai rasa
score) saat masuk berada pada skor s30 baal dan sulit berjalan sejak 3 minggu yang
(50%) dan meningkat menjadi 50-41 pada lalu. Dua minggu sebelum mengalami kelema-
akhir perawatan (29,2%). GBS disability han tersebut pasien menderita demam dan
score saat masuk 4 (aktivitas terbatas pada mual selama dua hari yang membaik dengan
ternpat tidur atau kursi) 54,2% dan menjadi pemberian obat-obatan simptomatik Pasien
skor 3 (jalan dengan bantuan) pada akhir tidak mengalami gangguan dalam berkemih.
perawatan (37,5%). Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital
dalam batas normal, pemeriksaan neurologis
nervus kranialis dalam batas normal.

llotDrCV
left. .Abductor . cs n.
. digiti. minirni,. Ulnaris,
l
toms 1mV

• • • • • •
1 n raA, o.~o ~as. 1 Ha
• • wtitt • • • •

• • • • • • .. •

2· 5 mA, O.lO m1, I H~ •


l!lllow
• • • • • • • • •
KHS Motorlk N. Ulnarls Kirl dengan Perekaman pada M. Abduktor Digiti Minimi
Sisl Stimulasl Dist, Lat, AmpI, AmpL AmpI Dur., KHS KHS KHS
mm ms mV Norm, dev., ms mjs normal, dev.,
mV % mLs ~
Pergelangan tangan 80 10,1 0,948 9,0 -89,5 16,6
Siku 240 19,3 0,29 9,0 -96,8 23,5 25,9 60,0 -56,8

Gambar 3. Pemerlksaan KHS Motorlk pada N. Ulnaris


KHS menunjukan pemanjangan distallatensi >120% batas atas normal, penurunan KHS <70% batas bawah
normal, dispersi temporal dan blok konduksi dengan gelombang Cl\llAP yang polifasik
Dist: jarak; Lat: latensi; Ampl: amplituda; Ampl Norm: amplituda normal; Ampl dev: deviasi amplituda; Dur: durasi,
KHS: kecepatan hantar saraf; KHS dev: deviasi kecepatan hantar saraf; CMAP: compund muscle action potential
(Dok: Pribadi)

687

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Pada pemeriksaan motorik ditemukan ada- Gambaran klinis pasien diatas dikaitkan den-
nya paraparesis dengan kelemahan otot- gan ditemukannya gambaran dispersi tem-
otot distallebib berat dari proksimal dengan poral, blok konduksi, pemanjangan latensi,
pola distribusi yang bampir simetris disertai dan penurunan KHS pada 2 saraf memenuhi
arefleksia pada ekstremitas atas dan bawab kriteria AIDP. Pasien mendapat terapi MG de-
bilateral. Pada pemeriksaan sensorik dite- ngan dosis total2gjkgBB dalam 5 bari. Pasien
mukan tanda gangguan propioseptif pada mengalami perbaikan klinis kekuatan motorik
kedua kaki pasien, sedangkan pemeriksaan terutama pada kedua tungkai. Pasien dapat
sensorik lainnya dalam batas normal. Pada berjalan tanpa bantuan satu minggu setelah
pemeriksaan KHS ditemukan gambaran pe- pemberian MG, namun basil pemeriksaan
manjangan latensi, penurunan KHS motorik, KHS ulang belum menunjukan perubahan
blok konduksi, dispersi temporal pada N. yang berarti. Hal ini dapat dijumpai sebari-bari
Ulnaris kiri (Gambar 3), dan pemanjangan di mana perbaikan klinis mendahului per-
latensi serta penurunan KHS motorik pada baikan basil pemeriksaan kecepatan bantar
N. Tibialis (Gambar 4). saraf.
..........
. ~
• + • .. • • •

• • • • • • .. • •
1

49 mA, 0.20 ms, l Hz
•edJaiiiNtlleolus
..
I
• • • • . • .. ..
2 • • • •
71 II A. 0.50 MS. 1 Hz •
popliltal fossa
. + + ... ... • . . .. .
KHS Motorik N.Tibialis Kanan Perekaman pada M. Abduktor Halusis Brevis
Sisi Simulasi Dist, Lat, AmpI, Ampl. AmpI Dur., Area, KHS KHS KHS
mm IDS mV norm. dev.,% ms mVxms mfs norm, dev.,
mV mLs %
Maleolus 70 9,15 1,97 3,5 -43,8 11,2 11,7
medial
Fosa ~o~litea 420 20,6 1,51 3,5 -56,9 11,6 9,0 36,7 50,0 -26,6

Gambar 4. KHS Motorik N. Tibialis


KHS menunjukan pemanjangan distallatensi distal CMAP >120% batas atas normal, penurunan amplituda CMAP
._ dan penurunan KHS motorik
Dist: jarak; Lat: latensi; Ampl: amplituda; Ampl Norm: amplituda normal; Ampl dev: deviasi amplituda; Dur: durasi,
KHS: kecepatan hantar saraf; KHS dev: deviasi kecepatan hantar saraf; CMAP: compund muscle action potential
(Dok: Pribadi)

688

Scanned for Pablo


Sindrom Guillain Barre

DAFTAR PUSTAKA 15. WHO. Indonesia launches country's largest-ever


1. Yuki N, Hartung H-P. Guillain-Barre syndrome. N immunization campaign to tackle expanding po-
lio epidemic. WHO [serial online]. 2005 [diunduh
Engl J Med. 2012;366(24):2294-304.
29 Desember 2014]; Tersedia dari: WHO.
2. Chitnis T, Khoury SJ. Neuroimmunology. Dalam:
16. Ho Tw, Mishu B, Li CY, Gao CY, Cornblath DR, Grif-
Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, Mazziotta
fin JW, dkk. Guillain-Barre syndrome in north-
JC, editor. Bradley's neurology in clinical prac-
ern China. Relationship to campylobacter jejuni
tice. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Saunders;
infection and anti-glycolipid antibodies. Brain.
2012. h. 750.
1995;118(Pt 3):597-605.
3. Sejvar JJ, Baughman AL, Wise M, Morgan OW.
17. Uncini A, Kuwahara S. Electrodiagnostic criteria
Population incidence of Guillain-Barre Syn-
for Guillain-Barre syndrome: a critical revision
drome: a systematic review and meta-analysis.
and the need for an update. Clin Neurophysiol-
Neuroepidemiology. 2011;36(2):123-33.
ogy. 2012;123(8):1487-95.
4. Bae JS, Yuki N, Kuwahara S, Kim JK, Vucic S, Lin
18. Nishimoto Y, Odaka M, Hirata K, Yuki N. Useful-
CS, et al. Guillain-Barre syndrome in Asia. J Neu-
ness of anti-GQ1b IgG antibody testing in Fisher
ral Neurosurg Psychiatry. 2014;85(8):907-13.
syndrome compared with cerebrospinal fluid ex-
5. van den Berg B, Walgaard C, Drenthen J, Fokke
amination. J. Neuroimmun. 2004;148(1-2):200-5.
C, Jacobs BC, van Doorn PA. Guillain-Barre syn-
19. Khan F, Ng L, Amatya B, Brand C, Turner-Stokes
drome: pathogenesis, diagnosis, treatment and
L. Multidisciplinary care for Guillain-Barre syn-
prognosis. Nat Rev Neurol. 2014;10(8):469-82.
drome. Cochrane Database of Systematic Re-
6. Benamer HTS, Bredan A. Guillain-Barre syn-
views. 2010(10):CD008505.
drome in Arab countries: a systematic review. J
20. Hughes RAC, Swan AV, Raphae JC, Annane D, Kon-
Neurol Sci. 2014;343(1-2):221-3.
ingsveld Rv, van Doorn PA. Immunotherapy for
7. Kuwahara S, Yuki N. Axonal Guillain-Barre syn-
Guillain-Barre syndrome: a systematic review.
drome: concepts and controversies. Lancet Neu-
Brain. 2007;130(Pt9):2245-57.
ral. 2013;12(2):1180-8.
21. Hughes RA, Newsom-Davis JM, Perkin GD, Pierce
8. Koga M, Yuki N, Hirata K. Antecedent symptoms
JM. Controlled trial prednisolone in acute poly-
in Guillain-Barre syndrome: an important indica-
neuropathy. Lancet. 1978;2(8093):750-3.
tor for clinical and serological subgroups. Acta
22. Hughes RAC, Swan AV. van Doorn PA. Intravenous
Neurologica Scandinavica. 2001;103(5):278-87.
immunoglobulin for Guillain-Barre syndrome.
9. Poropatich KO, Walker CLF, Black RE. Quantifying
Cochrane Database Syst Rev. 2014;(9):CD002063.
the association between Campylobacter infec-
23. Raphael JC, Chevret S, Hughes RAC, Annane D.
tion and Guillain-Barre Syndrome: a systematic
Plasma exchange for Guillain-Barre syndrome.
review. J Health Popul Nutr. 2010;28(6):545-52.
Cochrane Database Syst Rev. 2012;(7):CD001798.
10. van Doorn PA, Ruts L, Jacobs BC. Clinical features
pathogenesis, and treatment of Guillain-Barr~
24. Hughes RAC, van Doorn PA. Corticosteroids for
Guillain-Barre syndrome. Cochrane Database
syndrome. Lancet Neurol. 2008;7(10):939-50.
Syst Rev. 2012;(8):CD001446.
11. Wakerley BR, Uncini A, Yuki N. Guillain-Barre and
25. Ruts L, Drenthen J, Jongen JL, Hop WC, Visser
Miller Fisher syndromes--new diagnostic classi-
GH, Jacobs BC, dkk. Pain in Guillain-Barre syn-
fication. Nat Rev Neurol. 2014;10(9):537-44.
drome: a long-term follow-up study. Neurology.
12. Wakerley BR, Yuki N. Mimics and chameleons in
2010;75(16):1439-47.
guillain-barre and miller fisher syndromes. Prac-
26. Umapathi T, Yuki N. Pain in Guillain-Barre syn-
tical neurology. 2014;15(2):90-9.
drome. Expert Review of Neurotherapeutics.
13. Ito M, Kuwahara S, Odaka M, Misawa S, Koga M,
2011;11(3):335-9.
Hirata K, dkk. Bickerstaff's brainstem encephali-
27. Liu J, Wang LN, McNicol ED. Pharmacological
tis and Fisher syndrome form a continuous spec-
treatment for pain in Guillain-Barre syndrome. Co-
trum. J Neurol. 2008 ;255(5):674-82.
chrane Database Syst Rev. 2013;(10):CD009950.
14. Hadden RD, Cornblath DR, Hughes RA, ZielasekJ,
28. Van Koningsveld R, Steyerberg EW. Hughes RA,
Hartung HP, Toyka KV; dkk. Electrophysiological
Swan AV. van Doorn PA, Jacobs BC. A clinical
classification of Guillain-Barre syndrome: clini-
prognostic scoring system for Guillain-Barre syn-
cal associations and outcome. Plasma exchange/
drome. Lancet Neurol. 2007;6(7):589-94.
sandoglobulin Guillain-Barre syndrome trial
group. Annals of neurology. 1998;44(5):780-8.

689

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

29. Zairinal RA, Safri AY, Hakim M. Gambaran sindrom 30. Chahyani WI, Ambarningrum M, Safri AY. Gambaran
Guillain Barre di RS Cipto Mangunkusumo. Scien- klinis sindrom Guillain-Barre di RSUPN Ciptoman-
tific Full Paper Jaknews; 2016 Maret 17-20; Jakar- gunkusumo Jakarta Januari 2012-Desember 2014.
ta, Indonesia: Departemen Neurologi FKUI; 2016. [Presentasi Oral]. 5-9 Agustus 2015; Makassar: Kong-
res Nasional PERDOSSI VIII; 2015.

~ k : ~o~,,.olcoletU• ·
(J-Qa\-11'111'\ lclfDrtCII'ICe

690
Scanned for Pablo
RADIKUL~PATI

41 Luh Ari lndrawati, Winnugroho Wiratman, Ahmad Yanuar Safrt


Fitri Octaviana, Manfaluthy Hakim

PENDAHULUAN karena letak anatomisnya yang dikelilingi


Radikulopati atau gangguan pada radiks struktur yang kompleks. Radiks merupakan
merupakan salah satu penyebab nyeri Ieber bagian dari sistem saraf tepi yang keluar dari
dan punggung bawah dan merupakan ruju- kornu anterior dan posterior medula spinalis ..
kan terbanyak ke laboratorium elektrodiag- Radil<S yang keluar dari kornu anterior disebut
nosis. Nyeri leher dan punggung bawah send- radiks anterior/ventral yang terdiri dari sera-
iri merupakan salah satu keluhan yang sering but motorik sedangkan radiks yang keluar dari
ditemui dalam praktek klinik sehari-hari. kornu posterior disebut radiks posterior/dor-
sal yang terdiri dari serabut sensorik. Radiks
ANATOMI dorsal memiliki badan sel yaitu ganglion radiks
Radiks merupakan salah satu bagian dari dorsalis yang terletak di luar medula spinalis.
saraf tepi yang sering mengalami gangguan Badan sel radiks anterior terdapat di kornu an-
terior medula spinalis.

Ligamentum flavum

Ganglion radiks dorsalis

dorsalis

Nukleus pulposus

Ligamentum longitudinal anterior Anulus fibrosus

Gam bar 1. Penampang Melintang Vertebra


Ganglion radiks dorsalis (mistype)

691

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro/ogi

Radiks yang keluar dari medula spinalis per- Radiks berjumlah 31 pasang yang terdiri
tama kali masih berada di dalam kanalis spi- dari 8 radiks servikal, 12 radiks torakal, 5
nalis lalu setelahnya akan melalui foramen radiks lumbal, 5 radiks sakral, dan 1 radiks
neural yang terbentuk di an tara dua vertebra koksigis. Radiks servikal 1 hingga 7 keluar
yang berdekatan. Kanalis spinalis merupa- di atas vertebra servikal yang bersesuaian
kan kana! yang terbentuk di antara vertebra sedangkan radiks servikal 8 keluar di an tara
yang berdekatan. Kanalis spinalis dibatasi vertebra servikal 7 dan vertebra torakal 1.
oleh ligamentum flavum dan lamina pada sisi Hal tersebut disebabkan jumlah vertebra
posterior; diskus intervertebralis, dan korpus servikal adalah 7 sedangkan jumlah radiks
vertebra pada sisi anterior, dan pedikel pada servikal adalah 8. Selanjutnya radiks keluar
sisi anterolateral (Gambar 1). di bawah vertebra yang bersesuaian. Pada
manusia dewasa, medula spinalis berakhir
Foramen neural dibatasi oleh pedikel pada sisi
pada batas bawah vertebra L1 dan memben-
anterior; diskus intervertebral dan korpus ver-
tuk konus medularis. Kauda ekuina keluar
tebra pada sisi anterior dan sendi faset pada
dari bagian konus medularis. Kauda ekuina
sisi posterior. Di dalam foramen neural melin-
kemudian secara gradual terpisah menjadi
tas radiks, nervus meningeal rekuren, dan
pembuluh darah radikular. radiks lumbosakral (Gambar 2).

Gambar 2. Medula Spinalis, Radiks, dan Vertebra

692

Scanned for Pablo


Radikulopati

Ramus dorsalis
cabang medial

Saraf lnterkostalls

Gambar 3. Radiks Torakal dan Percabangannya

Radiks bercabang menjadi ramus dorsalis dan Kauda ekuina berjalan di dalam kanal spinal
ventralis. Ramus dorsalis menginervasi otot dalam ruang subaraknoid sebelum akhimya
paraspinal dan kulit di area paraspinal. Ramus keluar dari foramen neural di bawah vertebra
ventralis radiks CS-C8 membentuk pleksus yang bersesuaian. Kanal spinal lebih panjang
brakialis yang menginervasi ekstremitas atas. dari medula spinalis sehingga terdapat per-
Ramus ventral radiks Thl sebagian memben- bedaan level medula spinalis dan vertebra
tuk pleksus brakialis bersama-sama dengan sekitar 2 segmen pada level torakal dan 3
ramus ventralis radiks CS-C8 dan sebagian segmen pada levellumbosakral.
membentuk nervus interkostalis 1. Ramus
Secara mikroskopik, radiks memiliki perbeda-
ventralis radiks Th2-Th6 membentuk nervus
an dengan saraf perifer lainnya. Radiks tidak
interkostalis dan ramus ventralis radiks Th7-
memiliki epineurium, perineurium, dan lebih
12 membentuk nervus torakoabdominal. Ner-
sedikit kolagen pada endoneuriumnya. Hal
vus interkostalis berjalan mengitari lengkung
tersebut menyebabkan kekuatan tensil radiks
dada di antara otot interkosta dan bercabang
jauh lebih rendah dibandingkan bagian saraf
menjadi cabang kutaneus lateral dan medial.
tepi lainnya dan mudah mengalami avulsi.
Nervus torakoabdominal bercabang menjadi
Tidak adanya perineurium yang berfungsi
cabang kutaneus lateral dan medial serta me-
sebagai sawar menyebabkan radiks rentan
nginervasi otot dinding abdominal (Gambar 3).
mengalami serangan infeksi dan inflamasi.
Radiks lumbosakral membentuk kauda ekuina
Dalam pembahasan mengenai radikulopati

693

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuro logi

Gam bar 4. Dermatom Segmen Servikal, Torakal, dan Lumbosakral

perlu dipahami istilah miotom dan derma- inervasi oleh beberapa segmen spinal yang
tom. Miotom adalah otot-otot yang diiner- berdekatan dan setiap dermatom mengala-
vasi oleh satu segmen spinal. Dermatom mi tumpang tindih dengan dermatom yang
adalah area kulit yang diinervasi oleh satu berdekatan (Tabell) .
segmen spinal (Gambar 4) . Setiap otot di-

694

Scanned for Pablo


Radikulopati

Tabell. lnervasi Radiks pada Otot Mayor Ekstremitas Atas dan Bawah
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Radiks
Otot Nervus Radiks Otot Nervus
C4,5 Rombdoid Skapular dorsalis L2,3,4 Iliakus Femoralis
C5,6 Supraspinatus Supraskapular L2,3,4 Rektus femoris Femoralis
C5,6 Infraspinatus Supraskapular L2,3,4 Vastus lateral dan medial Femoralis
C5,6 Deltoid Aksilaris L2,3,4 Aduktor Obturator
C5,6 Biseps brakii Muskulokutaneus L4,5 Tibialis anterior Peroneus pro-
fundus
C5,6 Brakioradialis Radialis L4,5 Ekstensor digitorum Peroneus pro-
longus fundus
C56,7 Seratus anterior Long thoracic L4,5,Sl Ekstensor halusis longus Peroneus pro-
fundus
C56,7 Pektoralis mayor: Pektoralis lateral L4,5,Sl Ekstensor digitorum Peroneus pro-
klavikular brevis fundus
C6,7,8, Pektoralis mayor: Pektoralis medial L4,5,Sl Hamstring medial Skiatikus
T1 sternal
C6,7 Fleksor karpi Median us L4,5,Sl Gluteus medius Gluteus supe-
radialis rior
C6,7 Pronator teres Medianus L4,5,Sl Tensor fasia lata Gluteus supe-
rior
C6,7 Ekstensor karpi Radialis LS,Sl Tibialis posterior Tibialis
radialis longus
C6,7,8 Latisimus dorsi Torakodorsal LS,Sl Fleksor digitorum longus Tibialis
C6,7,8 Triseps brakii Radialis LS,Sl Peroneus longus Peroneus
superfisial
C6,7,8 Ankoneus Radialis LS,Sl Hamstring lateral (bi- Skiatikus
seps femoris)
C7,8 Ekstensor digitorum Radialis LS,S1,2 Gastroknemius lateral Tibialis
komunis
C7,8 Fleksor digitorum Medianus LS,S1,2 Gluteus maksimus Gluteus inferior
sublimis
C7,8 Ekstensor indisis Radialis LS,S1,2 Abduktor halusis brevis Tibialis plantar
proprius medial
C7,8 Ekstensor karpi Radialis S1,2 Abduktor digiti quinti Tibialis plantar
ulnaris pedis lateral
C7,8,Tl Fleksor polisis Medianus S1,2 Gastroknemius medial Tibialis
longus
C7,8,Tl Fleksor digitorium Medianus/ ulnaris S1,2 Soleus Tibialis
profundus
C8,Tl Fleksor karpi ulnaris Ulnaris
C8,T1 lnteroseus dorsalis I Ulnaris
C8,T1 Abduktor digiti Ulnaris
minimi
C8,T1 Abduktor polisis Medianus
brevis
Cetak tebal menunjukkan inervasi predominan
Sumber: Misulis KE, dkk. Bradley's neurology in clinical practice. 2016. h. 332-41.

695

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

EPIDEMIOLOGI 100.000 penduduk. Studi klinis dan radiologi


Radikulopati servikal lebih banyak terjadi menunjukkan keterlibatan mayoritas pada
pada perempuan dengan rasio perempuan radiks C7 (70%), diikuti C6 (19-25%), C8 (4-
dan lald-lald adalah 7:1. Rochester menyebut- 10%), dan C5 (2%) kasus. Radikulopati lum-
kan angka kejadian tahunan berkisar 83,2 per bosakral aldbat hemiasi diskus melibatkan
100,000 penduduk dan puncaknya pada usia terutama radiks L4-5 (55%), L5-S1 (43%),
50-54 tahun dengan angka kejadian 202,9 per dan L3-4 pada 2% kasus.

Tabel2. Berbagai Etiologi Radikulopati


Radikulopati Servikal Radikulopati Torakal Radikulopati Lumbosakral
- Herniasi diskus - Herpes zoster - Monoradikulopati - Poliradikulopati atau
- Spondilosis - Penyakit Lyme - Penyakit tulang belakang sindrom kauda ekuina
-Trauma Radikulopati degeneratif - Penyakit tulang be-
torakoabdominal - Herniasi diskus lakang degeneratif
. - Neoplasma
diabetik Spondilosis atau stenosis - Herniasi diskus
- Kista sinovial ser-
- Tumor spinal kanal spinallumbal (biasanya besar dan
vikal sentral)
(primer dan metas- _ Penyakit neoplastik
- Kondromatosis sino-
tasis) - Spondilosis atau steno-
vial pada sendi faset - Tumor spinal primer
- Herniasi diskus sis kanal spinallumbal
- Arteritis giant cell - Metastasis epidural dan
Spondilosis - Penyakit neoplastik
pada pembuluh da- vertebra
rah radikular servikal Trauma - Metastasis lepto-
Infeksi
meningeal
- lnfeksi - Abses epidural Abses epidural spinal
spinal - Meningitis karsinoma-
- Herpes zoster tosa
- Hematoma epidural
- Radikuloneuropati Iyme lnfeksi
spinal
- Radikulopati diabetik Poliradikulopati pada
- Komplikasi anestesi HIV AIDS
spinal atau epidural - CMV, HSV, sifilis
- Hematoma epidural Herpes zoster
spinal
- Radikuloneuropati
- Kistal spinal Lyme
- Trauma Poliradikulopati diabe-•
tik (amiotrofi)
- Komplikasi anestesi
spinal atau epidural
- Araknoiditis spinal
- Sindrom tethered cord
- Hipertrofi radiks pada
CIDP,HMSN I
HIV AIDS: human immunodeficiency virus acquired immune deficiency syndrome; CMV: cytomegalovirus; HSV: herpes sim-
plex virus; CIDP: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy; HMSN 1: hereditary motor and sensory neuropathies I
Sumber:
1 Levin KH. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 981-1000.
2 Raynor EM, dkk. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h.1001-28.

696

Scanned for Pablo


Radikulopati

Etiologi Kerusakan saraf yang terjadi dapat berupa


Radikulopati dapat disebabkan oleb lesi demielinasi atau degenerasi aksonal (pada
traumatik dan nontraumatik (Tabel 2). Lesi derajat kerusakan yang lebib berat). Klasifi-
traumatik dapat bersifat langsung pada kasi derajat kerusakan saraf berdasarkan
radiks (direct) maupun tidak langsung (in- klasifikasi Sbeddon .dan Sunderland serta
direct) akibat trauma pada struktur di seki- kemungkinan pemulibannya dibabas lebib
tarnya, sebingga ·terjadi disrupsi mekanik Ianjut pada bab pleksopati.
baik berupa regangan atau kompresi radiks.
Lesi nontraumatik dapat berupa lesi struk- DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
tural yang menyebabkan kompresi dan lesi Diagnosis radikulopati ditegakkan ber-
inflamasi atau infiltratif, sebingga terjadi dasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
kerusakan radiks melalui mekanisme iske- pemeriksaan penunjang (pencitraan dan elek-
mik, perubaban metabolik, dan sebagainya. trodiagnosis). Penilaian gejala klinis berupa
Contobnya adalab lesi degeneratif, infeksi, adanya nyeri, distribusi gangguan sensorik,
neoplasma, metabolik, dan vaskular. kelemab-an otot, serta penurunan refleks fi-
siologis (Tabel 3).
Etiologi radikulopati servikal terutama me-
liputi protrusi diskus (22%) dan 68% akibat Radikulopati ditandai dengan nyeri radikular
spondilosis, abnormalitas diskus, atau ke- atau parestesi yang menjalar sesuai dengan
duanya. Berbagai etiologi radikulopati tersebut distribusi dermatomalnya. Nyeri daerab ser-
pada akhirnya akan menyebabkan demielinasi vikal terasa dari Ieber atau punggung atas
dan atau degenerasi aksonal yang gambaran- ke babu atau lengan bingga tangan. Pada
nya akan tampak pada pemeriksaan elektro- level torakal nyeri radikular menjalar dari
diagnosis. dinding posterior dada dan punggung ke
arab anterior, terasa seperti terikat. Nyeri
PATOFISIOLOGI radikulopati lumbosakral biasanya men-
Radikulopati dapat disebabkan oleb proses jalar bingga area di bawab lutut.
penjepitan (entrapment), kompresi, tran-
Distribusi area yang mengalami abnormali-
seksi, infiltrasi, dan iskemia. Kompresi
tas sensorik sesuai dengan dermatom radiks
merupakan mekanisme radikulopati yang
yang terlibat, tetapi batasnya tidak jelas dan
paling sering. Secara struktural, radiks me-
biasanya tidak berat karena area sensorik
miliki lebib sedikit kolagen endoneurium,
antar radiks yang berdekatan saling tumpang
tidak memiliki epineurium, dan aksonnya
tindib. Hal tersebut berbeda dengan lesi
dilindungi lebib sedikit jaringan lemak serta
saraf terminal yang abnormalitas sensoriknya
jaringan penyambung, sebingga kemam-
berat dan dapat dilokalisasi dengan tepat.
puan tensilnya menurun dan rentan terba-
dap kompresi serta regangan. Tidak adanya Demikian pula keterlibatan motorik ter-
perineurium pada radiks sebagai sawar batas pada otot-otot yang diinervasi. oleb
darab-saraf menyebabkan radiks rentan ter- radiks yang terlibat (miotom yang sama).
badap invasi mediator inflamasi dan agen Radikulopati torakal dapat diidentifikasi
infeksi. dengan menginstruksikan pasien untuk

697

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

melakukan gerakan sit-up sehingga otot lopati C7, karena masih mendapat inervasi
abdomen atau interkostal yang lemah akan dari radiks C6 dan CB. Refleks tendon dalam
tampak menonjol. Kelemahan pada radiku- akan menurun pada radikulopati sesuai
lopati biasanya juga tidak berat, karena satu dengan inervasi radiks pada tendon yang
otot diinervasi oleh 2-3 radiks. Otot triseps diperiksa. Tabel 3 membantu untuk meng-
tidak mengalami paralisis akibat radiku- identifikasi radiks yang terlibat.
Tabel3. Manlfestasi Klinis Radikulopati
Abnormalitas Sen- Penurunan
Radiks Nyeri Kelemaban
sorik Refleks
C3-4 Paraspinal dan bahu bagian Leher Diafragma, otot leher dan Tidakada
atas strap muscle
cs Leher dan bahu Distribusi nervus Abduksi bahu, rotasi Biseps, brakio-
aksilaris eksternal, fleksi siku, radialis
supinasi lengan bawah
C6 Leber, bahu, lengan atas sisi Sisi laterallengan Abduksi bahu, rotasi Biseps, brakio-
lateral, Iengan bawah sisi bawah, ibu jari, dan eksternal, fleksi siku, radialis
lateral, ibu jari, dan tangan telunjuk supinasi, dan pronasi
sisi lateral lengan bawah
C7 Leher, bahu, jari tengah dan Jari telunjuk, jari Ekstensi siku dan pergela- Triseps
tangan tengah dan telapak ngan tangan (aspek radial),
tangan pronasi lengan bawah,
fleksi pergelangan tangan
C8 Bahu, lengan bawah sisi Sisi mediallengan Ekstensi jari, ekstensi pergela- Triseps
medial, jari manis, jari bawah, jari manis, ngan Iangan (aspek ulnar),
kelingking, dan tangan sisi jari kelingking dan fleksi jari bagian distal, fleksiibu
medial tangan sisi medial jari bagian distal, abduksi, d van
aduksijari
T1 Lengan atas dan bawah sisi Sisi medial Iengan Abduksi ibu jari, fleksi ibu Triseps
medial, dinding dada (axilla- bawah, jari manis, jari distal, abduksi, dan
1JI chest wall) dan jari kelingking aduksijari
L1 Area inguinal Area inguinal Tidakada Tidakada
L2 Kemaluan dan tungkai atas Tungkai atas sisi Iliopsoas Tidakada
sisi anterior anterolateral
L3 Tungkai atas sisi anterior Tungkai atas sisi Kuadriseps, iliopsoas dan Patela
hingga lutut medial dan lutut aduktor panggul
L4 Tungkai atas sisi anterior Tungkai bawah sisi Tibialis anterior, Patela
hingga tungkai atas medial kuadriseps, aduktor
panggul
LS Tungkai atas sisi lateral, Tungkai bawah sisi Ekstensor jari, dorsofleksor Tidak ada
tungkai bawah hingga dor- lateral, dorsum pedis, pergelangan kaki, eversi,
sum pedis ibu jari kaki inversi, abduktor panggul
Sl Tungkai bawah sisi poste- Telapak kaki, kaki, Fleksor jari, gastroknemius, Achilles
rior, betis, dan tumit pergelangan kaki sisi hamstring, gluteus
lateral, dan dua jari maksimus
kaki sisi lateral
S2-4 Bokong sisi medial Bokong sisi me- Tidak ada, kecuali hila Refleks bulbo-
dial, perineum, dan radiks Sl-2 terlibat kavernosus &
perianal anal wink

698

Scanned for Pablo


Radikulopati

Sumber: Misulis KE, dkk. Bradl ey's neurology in clini- disebabkan oleh kompresi karena spon-
cal practice. 201 6. h. 332-41.
dilosis, massa dalam kana! spinal, atau
Berikut beberapa manuver pemeriksaan proses intramedular.
fisik dapat membantu mendiagnosis radi-
3. Tes Spurling (Manuver Kompresi
kulopati:
Leber atau tes Kompresi Foramen)
1. Manuver Valsava Dilakukan dengan cara mengeskstensi
Manuver valsava dapat mengeksaserbasi leher, merotasi leher ke arah yang sim-
nyeri radikular dan parestesia yang men- tomatik, dan melakukan penekanan ke
jalar. Manuver valsava menyebabkan bawah pada kepala. Gerakan ekstensi
peregangan pada duramater pada titik akan menyebabkan penonjolan (bulging)
kompresi intraspinal. diskus ke arah posterior, sedangkan ge-
2. Tes Lhermitte rakan fleksi lateral dan rotasi menyebab-
Dilakukan dengan cara melakukan fleksi kan penyempitan foramen neural (Gam-
pada leher (Gambar 5). Respons positif bar 6). Respons positifberupa nyeri atau
berupa parestesia yang menjalar sepan- parestesi yang menjalar ke ekstremitas
jang vertebra servikal atau menjalar ke atas, namun jika muncul responsnya,
ekstremitas atas yang simtomatik. Hal segera hentikan manuver tersebut. Tes
ini mengindikasikan disfungsi kolumna ini bersifat spesifik tetapi tidak sensitif.
posterior medula spinalis yang dapat

(a) (b)
Gambar 5. Tes Lhermitte (a) Tampak Samping, (b) Tampak Depan

699
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

A J

Gam bar 6. Tes Spurling

4. Upper Limb Tension Test 6. Tes Distraksi Leber


Tes ini didesain untuk meregangkan Tes ini dilakukan dengan cara memosisi-
radiks yang terlibat sehingga meng- kan pasien dalam posisi supinasi, lalu
eksaserbasi gejala radikular. melakukan traksi perlahan pacta vertebra
servikal (dengan kekuatan hingga 30pon).
5. Shoulder Abduction Relief Sign (Tes
Abduksi Bahu) 7. Tes Laseque (Straight Leg Raising
Dilakukan dengan cara mengangkat TestjSLR)
lengan yang simtomatik ke atas lalu me- Dilakukan ekstensi pacta sendi panggul
letakkannya di atas kepala. Manuver ini dalam keadaan ekstensi lutut, sehingga
bersifat terapeutik dan diagnostik untuk terjadi regangan radiks (Gambar 7a).
radikulopati servikal segmen bawah, Hasil tes dikatakan positif jika terdapat
oleh karena menyebabkan pembukaan nyeri pacta ekstremitas bawah saat eks-
foramen yang terlibat dan mendekom- tensi <70° menunjukkan etiologi non-
presi radiks sehingga meredakan gejala organik. Terdapat beberapa derajat hasil
radikular pasien. positifpada tes ini, yaitu s€nsasi kencang

700
Scanned for Pablo
Radikulopati

pada otot ekstremitas bawah ipsilateral 8. Reversed SLR Test atau Ely's Test atau
(signifikansi terendah), nyeri di punggung Tes Tegangan Femoral
bawah (signifikansi moderate), nyeri ra- Dilakukan dengan acara memosisikan
dikular (signifikansi tinggi), dan bahkan pasien dalam posisi pronasi, lalu pemeriksa
gangguan sensorik pada distribusi radiks mengangkat ekstremitas bawah dalam ke-
yang terlibat. adaan lutut ekstensi, untuk meregangkan
radiks lumbal atas. Hasil dikatakan positif
Terdapat beberapa modifikasi tes SLR,
jika timbul nyeri pada punggung bawah
yaitu:
atau nyeri radikular.
• Fenomena Bonnet; dilakukan dengan
tambahan gerakan aduksi dan rotasi 9. Crossed Straight Leg Raising Test
internal tungkai atas dan bawah. (Tanda Fajersztajn)
Tes ini dikatakan positifjika saat melaku-
• Bragard's sign; modifikasi dengan
kan manuver Laseque timbul nyeri pada
menambahkan gerakan dorsofleksi
ekstremitas kontralateral.
kaki (Gambar 7b).
• Sicard's sign dengan menambahkan lO.Tanda Kernig
gerakan dorsofleksi ibu jari kaki. Tes ini dilakukan dengan cara mem-
fleksikan sendi panggul pada posisi
• Hyndman's sign, yaitu timbul nyeri
90° lalu mengekstensikan sendi lutut
saat manuver SLR kemudian dilaku-
hingga 135°.
kan fleksi panggul dan fleksi Ieber.

Gambar 7. (a) Tes Laseque; (b) Tes Laseque dengan Modifikasi Dorsofleksi Kaki (Bragard)

701

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neu rologi

Gam bar 8. Tes Kernig

Pemeriksaan fisik lainnya yang diperlukan yang signifikan, penggunaan steroid jangka
adalah observasi posisi tubuh pasien, defor- panjang, retensi urin akut atau inkontinen-
mitas pacta vertebra, spasme otot paraspi- sia urin overflow akut, inkontinensia fekal,
nal, dan nyeri tekan area vertebra-paraver- penurunan tonus sfingter anal, saddle anes-
tebra. thesia, dan kelemahan pacta ekstremitas.
Radikulopati memerlukan evaluasi lebih Pemeriksaan penunjang yang diperlukim me-
lanjut segera jika ditemukan tanda bahaya, liputi Rontgen, CT scan, atau MRI vertebra,
yaitu terdapat riwayat keganasan, terdapat dan kecepatan hantar saraf-elektromiografi
penurunan berat badan yang tidak dapat (Tabel4). Rontgen vertebra dilakukan antero-
dijelaskan, keadaan imunosupresi kronik, posterior dan lateral untuk mengevaluasi
infeksi saluran kemih, atau lainnya, riwayat keseluruhan alignment vertebra dan adanya
penyalahgunaan obat-obat intravena, usia perubahan (spondilosis). Rontgen vertebra
di atas SO tahun, demam, nyeri yang tidak pada posisi fleksi lateral dan ekstensi dapat
membaik dengan istirahat, riwayat trauma mengevaluasi instabilitas vertebra.

702

Scanned for Pablo


Radikulopati

Tabel4. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


Pemeriksaan Keuntungan Kerugian
MRI Sensitif untuk identifikasi herniasi diskus, Tidak dapat dilakukan pada pasien dengan
stenosis kanal spinal, massa paravertebral, implan metal atau implan alat elektrik
tumor perineural, dan diskitis
CT scan Dapat menunjukkan osteofit, struktur Tidak dapat mengidentifikasi elemen neu-
atau ekstensi fragmen tulang ke area yang ral tanpa pemberian kontras intratekal.
mengandung elemen neural dengan baik Herniasi diskus tanpa keterlibatan tulang
dapat tidak terdeteksi
CT mielografi Dapat mengidentifikasi herniasi diskus, Invasif dan dapat tidak mendeteksi her-
osteofit, dan stenosis foramen intervertebral niasi diskus ke arah lateral
Kecepatan hantar Sensitif untuk identifikasi radiks yang terli- Radikulopati dengan patologi demielinasi
saraf-elektromio- bat dan dapat membedakan top is kelainan atau yang murni melibatkan radiks dorsa-
grafi saraftepi lis tidak terdeteksi
Diskogram Dapat mengevaluasi anatomi diskus dan Invasif
dapat mengkonfirmasi level diskus yang
terlibat
Sumber: Knuttson B. Acta Orthop Scand. 1961. h. 1-135.

Diagnosis Banding dan manipulasi spinal tidak direkomen-


Diagnosis banding radikulopati meliputi dasikan apabila terdapat tanda kompresi
lesi pleksus, saraf terminal (misalnya en- medula spinalis atau herniasi diskus
trapment neuropathy), dan medula spi- yang berat. Traksi servikal dapat di-
nalis. Pada entrapment neuropathy pada lakukan pada radikulopati akibat stenosis
bagian distal saraf terminal, kadang dapat foramen neuronal oleh patologi faset atau
memberikan gejala yang menjalar hingga ke osteofit uncovertebral. Pada radikulopati
bagian proksimal menyerupai radikulopati, akut akibat protrusi diskus atau spon-
namun tanpa nyeri di bahu atau punggung. dilosis dapat diberikan kortikosteroid
Pada carpal tunnel syndrome, nyeri bermula dosis tinggi dengan penurunan cepat,
dari pergelangan tangan hingga ke lengan misalnya prednison 60-80mg per hari
bawah, lengan, dan bahu (jarang). selama 5-7 hari. Radikulopati akut dengan
defisit neurologis selain gangguan sen-
TATA LAKSANA sorik berpotensi menyebabkan disabili-
Tata laksana radikulopati meliputi tata laksana tas yang berat, sehingga perlu dilakukan
simtomatik berupa penggunaan analgetik non- eksplorasi etiologi segera pada fase awal
narkotik, hindari aktivitas provokatif, dan atasi dengan MRI.
kausatif sesuai sesuai etiologinya, antara lain:
2. Radikulopati Servikal Kronik dan
1. Radikulopati Servikal Akut Nyeri Leber Kronik
Tata laksana meliputi menghindari ak- Jika gejala radikulopati >4 minggu di-
tivitas proaktif, penggunaan · analgesik sertai dengan defisit neurologis yang
nonnarkotik lnaktivitas berkepanjangan me-netap atau progresif maka perlu di-
lakukan evaluasi ulang dan tata laksana.

703
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Modalitas tata laksana yang dapat di- anti inflamasi nonsteroid (OAINS), pelemas
lakukan meliputi: otot, atau analgetik opioid. Obat-obatan
untuk nyeri neuropatik meliputi golongan
- Terapi fisik untuk memperbaiki pos-
antikonvulsan (gabapentin, pregabalin), se-
turtubuh
rotonin-specific reuptake inhibitors (SSRI),
- Transcutaneus electrical nerve stimu- atau antidepresan tris~ik Qebih lengkap
lation (TENS) di bab Nyeri Neuropatik).
- Traksi servikal
Injeksi steroid dan obat anestesi epidural
- Injeksi kortikosteroid atau kombinasi dapat diberikan jika medikamentosa oral
kortikosteroid dan agen anestesi epi- tidak efektif. Kortikosteroid sistemik
dural secara umum tidak direkomendasi-
- Blok radiks selektif untuk diagnostik kan untuk meredakan nyeri. Tata lak-
dan terapeutik pada level servikal sana bedah perlu dilakukan segera jika
dan lumbosakral terdapat defisit motorik progresif dan
- Injeksi kortikosteroid intraartikular sindrom kauda ekuina akut Demikian
pada sendi faset juga indikasi relatif pada nyeri yang tidak
- Neurotomi radiofrekuensi perkuta- terkontrol dengan medikamentosa Inter-
neus cabang ·medial ramus dorsalis vensi bedah dapat berupa laminektomi,
servikal yang menginervasi sendi faset disektomi, eksisi diskus artroskopik, dan
fusi spinal.
3. Manajemen Bedah pada Gangguan
Spinal Servikal 5. Stenosis Lumbalis
Intervensi bedah kemungkinan besar Manajemen konservatif stenosis lum-
dilakukan pada kasus-kasus dengan de- bal secara umum sama dengan herniasi
fisit neurologis yang jelas atau progresif, diskus. Intervensi bedah yang dapat di-
nyeri refrakter, adanya lesi struktural lakukan meliputi laminektomi, fasetek-
sesuai dengan gejala klinis, dan tanda tomi, foraminotomi, dan laminotomi. Pada
mielopati. Manajemen bedah yang dilaku- dekompresi yang luas, adanya skoliosis
kan tergantung pada patologi penyebab, degeneratif, kifosis, atau spondilolistesis
antara lain disektomi, laminektomi, dan memerlukan tambahan stabilisasi spinal.
foraminotomi. 6. Hemiasi Diskus Torakal
4. Hemiasi Diskus Lumbosakral Tata laksana konservatif secara umum
Secara umum pada 4-6 minggu awal di- sama dengan herniasi diskus. Dekom-
lakukan tata laksana konservatif kemu- presi bedah diperlukan jika terdapat tan-
dian dipertimbangkan tata laksana bedah da kompresi medula spinalis atau terapi
jika tetap simtomatik setelah 6 minggu. konservatif tidak efektif.
Tata laksana konservatif meliputi medika- 7. Spondilosis Torakal
mentosa, terapi fisik, biofeedback, pema- Tata laksana bedah diindikasikan apabi-
sangan korsetlumbal, TENS dan akupuntur. la terdapat stenosis kanalis yang menye-
Pilihan medikamentosa dapat berupa obat

704
Scanned for Pablo
Radikulopati

babkan mielopati, keterlibatan radiks Tl cal examination in the diagnosis of lumbar root
compression syndrome. Acta Orthop Scand.
yang menyebabkan kelemahan motorik 1961;32(Suppl49):1-135.
tangan atau tidak efektifnya tata laksana 5. Caridi JM, Pumberger M, Hughes AP. Cervical ra-
konservatif. diculopathy: a review. HSSJ. 2011;7(3):265-72.
6. Misulis KE, Murray EL. Lower back and lower limb
pain. Dalam: DaroffRB, Jankovic J, Mazziotta JC, Pome-
DAFTAR PUSTAKA roy SL, editor. Bradley's neurology in clinical practice.
1. Levin KH. Cervical radiculopathy. Dalam: Katirji Edisi ke-7. London: Elsevier; 2016. h. 332-41.
B, Kaminsky HJ, Ruff RL, editor. Neuromuscular 7. Finneruo NB, Attal N, Haroutounian S, Mc-
disorders in clinical practice. Edisi ke-2 vol 2. Nicol E, Baron R, Dworkin RH, dkk. Pharmaco-
New York: Springer; 2014. h. 981-1000. therapy for neuropathic pain in adults: a syste-
2. Raynor EM, Boruchow SA, Nardin R, Kleiner- matic review and meta-analysis. Lancet Neurol.
Fisman G. Lumbosacral and thoracic radiculopa- 2015;14(2):162-75.
thy. Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neu- 8. Preston DC, Shapiro BE. Radiculopathy. Dalam:
romuscular disorders in clinical practice. Edisi Preston DC, Shapiro BE, editor. Electromyogra-
ke-2 vol2. New York: Springer, 2014; h.1001-28. phy and neuromuscular disorders clinical-elec-
3. Levin KH, Maggiano HJ, Wilbourn AJ. Cervical ra- trophysiologic correlations. Edisi ke-3. London:
diculopathies: comparison of surgical and EMG Elsevier; 2013. h. 448-67.
locaE:ation of single-root lesions. Neurology.
1996;46(4):1022-5.
4. Knuttson B. Comparative value of electromyo-
graphic, myelographic, and clinical neurologi-

705

Scanned for Pablo


PLEKSOPATI

42 Manfaluthy Hakim, Luh Ari lndrawati, Winnugroho Wiratman

PENDAHULUAN ANATOMI
Pleksopati adalah suatu kelainan akibat Anatomi Pleksus Brakialis
gangguan pacta jaringan saraf secara lang- Pleksus saraf tepi berawal dari radiks ventra-
sung mulai dari ra iks saraf hingga saraf lis dan dorsalis yang berasal dari medula spi-
terminal, atau secara tidak langsung akibat nalis. Radiks dorsalis memiliki ganglion yang
kelainan pacta jaringan sekitarnya, seperti terdapat neuron sensorik di dalamnya. Ke
pembuluh darah, pembuluh limfe, otot, arah perifer kedua radiks ini menyatu menjadi
dan tulang. Kelainan ini dapat terjadi pacta N. Spinalis yang akan menjadi cabang ramus
pleksus brakialis dan pleksus lumbosakral, dorsalis dan ramus ventralis yang kemudian
sehingga disebut sebagai pleksopati braki- beranyam membentuk pleksus (Gam bar 1).
alis dan pleksopati lumbosakral. Gejala kli- Pleksus brakialis merupakan serabut saraf
nis utama yang muncul adalah rasa nyeri, yang berasal dari ramus radiks ventralis
kelemahan motorik, serta gangguan sensorik saraf CS-T1. Radiks CS dan C6 bergabung
dan autonom. membentuk trunkus superior; C7 mejadi
Otot yang mengalami kelemahan dan dis- trunkus medial, serta C8 dan T1 bergabung
tribusi daerah kesemutan tergantung bagian membentuk trunkus inferior. Trunkus berja-
pleksus yang terlibat. Pemulihan pacta lesi lan melewati klavikula dan membentuk di-
ini bervariasi, lesi ringan dapat terjadi pemu- visi anterior dan posterior.
lihan spontan atau menyebabkan gangguan Divisi posterior dari masing-masing trunkus
fungsional yang ringan, namun pacta lesi berat tadi akan membentuk fasikulus posterior. Di-
dapat menyebabkan kecacatan. visi anterior dari trunkus superior dan media
membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior
EPIDEMIOLOGI dari trunkus inferior membentuk fasikulus
Lesi pleksus brakialis meliputi 10% dari lesi medial. Kemudian fasikulus posterior mem-
saraf perifer dan kira-kira 14% lesi neuro- bentuk N. Radialis dan N. Aksilaris. Fasikulus
logis di anggota gerak atas adalah akibat lesi lateral terbagi dua yaitu cabang yang satu
pleksus brakialis. Penyebabnya beragam membentuk N. Muskulokutaneus dan cabang
dan trauma merupakan penyebab tersering lainnya bergabung dengan fasikulus media
karena letaknya di daerah leher dan bahu untuk membentuk N. Medianus. Fasikulus
yang sering bergerak. media terbagi dua yaitu cabang pertama
yang membentuk N. Medianus dan cabang
lainnya menjadi N. Ulnaris. (Gambar 2).

706

Scanned for Pablo


Pleksopati

Medula spinalis

Ganglion radiks dorsalis

Ramus dorsalis
\
Ramus
komunlkans abu
Ramus
komunikans putih

Ramus ventralis Ganglion simpatik

Gambar 1. Komponen Proksimal Pleksus

Pleksus brakialis terdiri dari: posterior terhadap klavikula. Divisi anterior


1. Lima radiks memberi inervasi pacta otot fleksor; dan di-
2. Tiga trunkus: superior; medial, dan inferior visi posterior memberikan inervasi pacta
otot ekstensor. Korda dan cabangnya terletak
3. Enam divisi: yang terbagi berdasarkan
infraklavikular. Penamaan pacta korda ber-
posisi dari klavikula menjadi anterior
dasarkan letaknya terhadap arteri aksilaris.
dan posterior, masing-masing 3 divisi
4. Tiga fasikulusfkorda: lateral, posterior, Menurut letaknya terhadap klavikula, per-
dan medial cabangan pleksus brakialis dibagi menjadi
pars supraklavikularis dan pars infraklavi-
5. Lima cabang terminal sebagai saraf: N.
kularis. Yang termasuk percabangan pars
Muskulokutaneus, N. Radialis, N. Media-
supraklavikularis adalah N. Torakalis poste-
nus, N. Aksilaris, dan N. Ulnaris
rior, N. Subklavius, dan N. Supraklavikularis.
Pars infraklavikularis mempercabangkan:
Ramus dan trunkus terletak di supraklavi-
Nn. Torakalis anterior, Nn. Subskapularis, N.
kular; terdapat 2 saraf berasal dari ramus
Torakodorsalis, N. Aksilaris (disebut N. Sir-
(N. Frenikus dan N. Dorsoskapularis) dan
kumpleksus), N. Kutaneus brakii medialis
2 saraf dari trunkus superior (N. Supraska-
dan N. Kutaneus antebrakii medialis. '
pularis dan N. Subklavius). Divisi terletak

707

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Fasikulus lateralis mempercabangkan: N. menginervasi tungkai bawah sisi medial


Muskulokutaneus dan radiks superior N. (N. Safena) dan tungkai atas sisi antero-
Medianus. Fasikulus medialis memperca- medial (N. Kutaneus medial dan interme-
bangkan: N. Ulnaris, N. Kutaneus brakii me- diate).
dialis, N. Kutaneus antebrakii medialis, dan
3. N. Obturator
radiks inferior N. Medianus. Fasikulus pos-
Nervus ini terbentuk dari rami radiks
terior mempercabangkan: N. Aksilaris dan
ventralis L2-L4. Nervus tersebut turun
N. Radialis (Gambar 2).
melalui pelvis dan keluar melalui fora-
Anatomi Pleksus Lumbosakral men obturator untuk menginervasi M.
Pleksus lumbal terbentuk dari radiks Ll-L4 Aduktor longus, M. Aduktor brevis, M.
dan terletak di retroperitoneum di posterior Aduktor magnus, dan grasilis serta sen-
M. Psoas (Gambar 3). Pleksus lumbal mem- sorik area tungkai atas medial.
bentuk beberapa nervus terminal, yaitu:
4. N. Genitofemoralis
1. N. Iliohipogastrik dan N. Ilioinguinal Nervus ini berasal dari radiks Ll-L2, tu-
Kedua nervus terse but terbentuk dari ra- run melalui pelvis kemudian pada liga-
diks Ll dan berjalan melalui celah pelvis mentum inguinal medial bercabang men-
untuk menginervasi M. Oblikus internal jadi cabang genital dan femoral. Cabang
dan M. Transversal. Nervus Iliohipogas- genital menginervasi M. Kremaster dan
trik menginervasi sensorik di abdomen sensorik di skrotum bagian bawah atau
anterior bawah, sedangkan N. Ilioingui- labia. Cabang femoral menyuplai sen-
nal menginervasi sensorik area kulit di sorik di trigonum femoral.
atas ligamentum inguinal, tungkai atas
5. N. Kutaneus Femoralis Lateral
medial rostral, dan bagian atas skro-
Nervus yang murni hanya serabut sen-
tum (pada laki-laki) atau labia (pada
sorik ini berasal dari radiks L2-L3 yang
perempuan).
keluar di lateral M. Psoas kemudian me-
2. N. Femoralis nyilang secara oblik melalui ligamentum
Nervus ini berasal dari ramus radiks inguinal menuju spina iliaka superior
dorsalis L2-L4, berjalan melalui pelvis anterior. Nervus tersebut kemudian ber-
dan keluar di bawah ligamentum inguinal. cabang menjadi cabang anterior dan pos-
Nervus Femoralis menginervasi M. Ilio- terior untuk menyuplai sensorik pada
psoas, M. Pektineus, M. Sartorius, dan M. tungkai atas bagian anterior dan medial.
Kuadriseps femoris. Cabang sensoriknya

708

Scanned for Pablo


Pleksopati

:SARAF l!ERMJNAL lftA91~11Jllll&tNIDRilYA DIMISI lFRIJNKI'fS fR'I(DJKS


4N.fP..t!okrorJfls!toO!r.il

rt~ . llltuskuiO­
Ikl.lmncus NJFft!niiros

fN. fltkslla rls

!ll . ~l adltJnus

ltl . !Rndllills

Medialis
M~--'------- ~
rN .ltl lnD"rls ~
'N .~ ~ktoraiiSrnel:ilabs
llll
-N. Kar.anetJSkbrakn me:batis
't Klltaneus..omtebr.W1l'ftl!dMiis

ljgall
/ A:ks!l;,ris

B.

Gambar 2.Skema (A) dan Struktur (B) Pleksus Brakialis

709
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurolo9i

l'll.lllidti!JnmmltliMw!; ------~~
l'll.lllil:itruJtilm.llbi ---------~

I'll. ~ltdieiimallbi
l'll.l!immJa:.llbi S1
I'll . ~ W:tat.si$.ijJIBriiDr S2
I'll . ~ W:tat.s; ilrlfmi iDr S3
S4

Gambar 3. Pleksus Lumbosakral

Pleksus lumbosakral bagian bawah mayori- tendinosus, biseps femoris, aduktor


tas terbentuk dari radiks LS-S3 dan tambahan magnus divisi lateral, dan seluruh otot
komponen dari L4. Komponen L4 bergabung yang diinervasi oleh nervus peroneus
dengan radiks LS untukmembentuktrunkus dan tibialis. Area sensorik yang diiner-
lumbosakral yang kemudian berjalan turun vasi adalah seluruh area tungkai bawah,
di bawah pelvic outlet untuk bergabung den- kecuali bagian medial yang sensoriknya
gan pleksus sakral. diperantarai oleh N. Safena.
Pleksus lumbosakral bagian bawah akan 2. N. Gluteus Superior
membentuk saraf-saraf terminal, yaitu Nervus ini berasal dari radiks L4-S1
(Gambar 5): dan menginervasi M. Tensor fas ia latae,
M. Gluteus medius, dan M. Gluteus mini-
1. N. Skiatik
mus.
Nervus ini berasal dari radiks L4-S3 dan
keluar dari pelvis melaluigreater sciatic 3. N. Gluteus Inferior
foramen. Nervus ini menginervasi otot Nervus ini berasal dari radiks LS-S2 dan
hamstring, semimembranosus, semi- menginervasi M. Gluteus maksimus.

710
Scanned for Pablo
Pleksopati

4. N. Kutaneus Posterior Tungkai Atas dapat berupa cedera tertutup, cedera ter-
Nervus ini berasal dari radiks S1 -S3 buka, ataupun cedera iatrogenik.
(terutama S2) dan memperantarai
2. Tumor
sensorik area bokong bagian bawah
Dapat berupa tumor neural sheath (neu -
dan tungkai atas sisi posterior. Trauma
roblastoma, schwannoma, malignant
pada N. Skiatika biasanya juga men-
peripheral nerve sheath tumor, dan me-
cederai nervus ini.
ningioma) atau tumor nonneural yang
jii1ak (desmoid, lipoma) maupun maligna
ETIOLOGI
(kan-ker payudara dan kanker paru).
Lesi pada pleksus brakialis dapat disebab -
kan antara lain: 3. Cedera radiasi
Frekuensi cedera pleksus brakialis yang
1. Trauma
dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak
Merupakan penyebab terbanyak lesi
1,8- 4,9% dari lesi dan paling sering dite-
pleksus brakialis, dapat terjadi pada se-
mukan pada pasien kanker payudara dan
gala usia baik dewasa maupun neonatus,
paru yang mendapatkan terapai radiasi.

N. Gluteus superior

N. Kutaneus posterior
tungka1 atas

Di stribu si
kutaneus

Gambar 4. Nervus Terminal Mayor yang Merupakan Cabang Pleksus Lumbosakral

711

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

4. Penjepitan (Entrapment) proksimal), pleksopati radiasi, pleksitis lumbo-


Cedera pleksus brakialis karena pen- sakral idiopatik, vaskulitis, infeksi atau parain-
jepitan dapat terjadi karena adanya ab- feksi, dan terkait heroin.
normalitas pada struktur pleksus dan
1. Perdarahan
jaringan sekitarnya, seperti pada thoracic
Perdarahan akibat penggunaan anti-
outlet syndrome. Postur tubuh dengan koagulan, ruptur aneurisma, maupun
bahu yang lunglai dan dada yang kolaps
hemofilia, yang terjadi diM. Psoas dapat
menyebabkan thoracic outlet menyempit
mengkompresi pleksus lumbal. Manifestasi
sehingga menekan struktur neurovasku-
klinis terutama meliputi N. Femoralis dan
lar. Adanya iga aksesori atau jaringan fi-
dapat juga meluas hingga N. Obturator dan
brosa juga berperan menyempitkan tho-
N. Kutaneus femoralis lateral.
racic outlet Faktor lain yaitu payudara
berukuran besar yang dapat menarik 2. Neoplasma
din ding dada ke depan (anterior dan infe- Pleksopati lumbosakral dapat disebab-
rior). Teori ini didukung dengan hilangnya kan oleh invasi tumor dari vesika uri-
gejala setelah operasi mamoplasti reduk- naria, serviks, uterus, ovarium, prostat,
si. Implantasi payudara juga dikatakan kolon, dan rektum. Implantasi jaringan
dapat menyebabkan cedera pleksus bra- abnormal endometriosis pada pleksus
kialis karena dapat meningkatkan tegan- menimbulkan pleksopati dengan gejala
gan di bawah otot dinding dada dan men- intermiten dan mengenai pleksus lum-
giritasi jaringan neurovaskular. bosakral bagian bawah. Limfoma dan
leukimia dapat secara langsung mengin-
5. ldiopatik
filtrasi serabut saraf tanpa adanya massa
Pada parsonage turner syndrome terjadi
di sekitarnya.
pleksitis tanpa d.iketahui penyebab yang
jelas namun diduga terdapat infeksi virus 3. Kehamilan dan Persalinan
yang mendahului Manifestasi klasik adalah Pleksopati lumbosakral pascapartus
nyeri dengan onset akut yang berlangsung disebut juga maternal peroneal palsy,
selama 1-2 minggu dan diikuti dengan maternal birth palsy, neuritis puerpe-
kelemahan oto.t Nyeri biasanya hilang se- ralis, atau maternal obstetric paralysis.
cara spontan dan pemulihan komplit ter- Pleksopati ini terjadi akibat penekanan
jadi sekitar 2 tahun. Jarang terjadi kelum- kepala bayi pada tulang pelvis dan plek-
puhan yang menetap. sus lumbosakral, serta biasanya menge-
nai trunkus lumbosakral yang terbentuk
Lesi pleksus lumbosakral dapat disebabkan
dari radiks L4-LS (Gambar 5). Trunkus
oleh lesi kompresif dan nonkompresif. Lesi
lumbosakral tidak terproteksi lagi oleh
kompresif meliputi perdarahan, neoplas-
M. Psoas saat melintasi pelvic outlet dan
ma, endometriosis, kehamilan, traumatik,
terletak di sakrum dekat sendi sakroiliaka,
pascaoperasi, aneurisma, dan sindrom kom-
sehingga rentan terkompresi pada titik
partemen gluteal. Adapun lesi nonkompresif
tersebut.
meliputi amiotrofi diabetik (neuropati diabetik

712

Scanned for Pablo


Pleksopati

Pleksus yang akan bercabang menjadi N. 4. Trauma dan Pascaoperasi


Gluteus superior juga dapat terkompresi. Trauma pleksus lumbosakral umumnya
Nervus Skiatik pars peroneal terletak di terjadi pada kasus kecelakaan yang meli-
posterior dan berdekatan dengan tulang, batkan fraktur pelvis a tau sakrum. Selain
sehingga juga rentan mengalami kom- itu, perdarahan dan avulsi radiks dapat
presi. Manifestasi klinis biasanya terjadi pula terjadi. Mayoritas kasus mengenai
dalam beberapa hari pascapartus. Fak- pleksus bagian lumbal dan sakral wa-
tor risiko meliputi kehamilan pertama, laupun dapat terjadi keterlibatan bagian
disproporsi sepalopelvik, ukuran fisik sakral saja. Distribusi kelemahan biasanya
ibu kecil (tinggi badan kurang dari 5 lebih berat pada otot yang di-inervasi N.
kaki atau sekitar kurang dari 150cm), Peroneus komunis dan N. Gluteus diban-
dan proses persalinan yang lama. Prog- dingkan distribusi tibial dan N. Femoralis.
nosis pada sebagian besar kasus baik. Pleksopati lumbosakral dapat pula terjadi
Mekanisme yang mendasari kerusakan pascaoperasi, seperti operasi penggantian
saraf adalah iskemia akibat kompresi panggul, koreksi fraktur femur atau ase-
dan deformitas mekanik saraf yang me- tabulum, operasi pelvis radikal, operasi
nyebabkan demielinasi dan degenerasi vaskular aorta, dan pemasangan alat pacu
aksonal. jantung melalui vena femoralis.

Gambar 5. Trauma Pleksus Lumbosakral pada Kehamilan dan Persalinan

713
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

5. Aneurisma dan Penyakit Pembuluh Amiotrofi diabetik biasanya melibatkan N.


DarahBesar Femoralis dan N. Obturator, serta N. Pero-
Ekspansi aneurisma arteri iliaka komunis, neal. Pada banyak kasus amiotrofi ini terjadi
iliaka internal, atau hipogastrik dapat secara unilateral bersamaan dengan penurunan
langsung mengkompresi pleksus lumbo- berat badan. Sisi kontralateral dapat terkena
sakral. Hematom retroperitoneal dari kebo- setelah beberapa minggu atau bulan sejak
coran aneurisma juga dapat menyebabkan gejala awal. Pemulihan seringkali baik,
pleksopati. Etiologi ini dicurigai apabila ter- tetapi berjalan lama dalam hitungan be-
dapat nyeri punggung atau tungkai disertai berapa bulan hingga 1-2 tahun.
massa pulsatil pada pemeriksaan fisik.
9. Pleksopati Radiasi
6. Abses Terjadi akibat paparan radiasi yang di-
Abses psoas atau paraspinal umumnya dapat bertahun-tahun sebelumnya. Ke-
disebabkan oleh infeksi tuberkulosis, jarang lainan ini bersifat progresiflambat, disertai
disebabkan oleh bakteri nonspesifik Abses nyeri minimal. Temuan karakteristik pada
perirektalyangterjadi pascaoperasi rektum pemeriksaan elektromiografi (EMG) adalah
atau pada individu imunokompromi, dapat fasikulasi dan miokimia. Miokimia tidak
menyebabkan pleksopati sakral bilateral. didapatkan pada pleksopati akibat invasi
langsung.
7. Sindrom Kompartemen Gluteal
Sindrom ini disebabkan oleh trauma, 10.Pleksitis Lumbosakral Idiopatik
misalnya jatuh atau komplikasi pasca- Patologi yang mendasari belum sepenuh-
operasi. nya diketahui, diperkirakan berupa in-
flamasi yang terjadi beberapa minggu
8. Amiotrofi Diabetik
setelah kejadian imunologis yang me-
Amiotrofi diabetik dikenal juga dengan
micu, misalnya infeksi saluran nafas atas
nama neuropati diabetik proksimal,
atau- imunisasi. Manifestasi klinisnya
sindrom Bruns-Garland, mononeuri-
berupa nyeri dalam yang berat di pelvis
tis multipleks diabetik, poliradikulopati
atau tungkai atas selama 1-2 minggu
diabetik, atau neuropati radikuloplek-
hingga berbulan-bulan, lalu defisit neu-
sus lumbosakral diabetik Kelainan ini
rologis timbul setelah nyeri mereda.
biasanya mengenai pleksus dan radiks
Perjalanan penyakit ini monofasik tetapi
lumbal. Patofisiologinya berupa vaskuli-
dapat juga menjadi progresif. Tata lak-
tis yang akhirnya menyebabkan iskemia,
sananya berupa pemberian steroid atau
dapat terjadi pada penyandang diabetes
agen imunosupresan.
(umumnya tipe II) lama. Manifestasinya
berupa nyeri dalam yang berat di pelvis 11.Vaskulitis
atau proksimal tungkai atas yang berlang- Manifestasi klinisnya berupa nyeri hebat,
sung selama beberapa minggu (sekitar 6 kelemahan, dan defisit sensorik yang
minggu). Saat nyeri mereda perlahan tam- melibatkan satu atau lebih regia eks-
pak kelemahan yang signifikan. tremitas bawah. Pemeriksaan penunjang
yang mendukung berupa laju endap

714
Scanned for Pablo
Pleksopati

darah, antibodi antinuklear, faktor reu- PATOFISIOLOGI


matoid, kadar komplemen, antibodi si- Mekanisme yang menyebabkan pleksopati
toplasmik antineutrofil, hitung eosinofil, cukup beragam, terdiri dari: 1) proses re-
dan biopsi saraf. Biopsi saraf menunjuk- gangan (stretch), 2) laserasi, dan 3) kom-
kan inflamasi transmural, nekrosis dinding presi. Setiap trauma yang meningkatkan
vaskular, dan degenerasi akson. jarak antara titik yang relatif terfiksasi pada
12.Infeksi atau Parainfeksi fasia prevertebral dengan pertengahan
Infeksi langsung atau secara tidak lang- lengan atas atau ekstremitas bawah akan
sung melalui mekanisme autoimun menyebabkan traksi. Traksi yang melebihi
dapat menyebabkan pleksopati lumbo- kapasitas regangan saraf yang dikontribusi
oleh jaringan kolagen pada selubung saraf
sakral. Terdapat kasus pleksopati lum-
menyebabkan cedera regangan dan bah-
bosakral setelah infeksi Epstein-Barr
kan menyebabkan hilangnya kontinuitas
virus (EBV) klinis disertai bukti serologis
total pada saraf (avulsi). Traksi juga dapat
dengan peningkatan limfosit dan protein
menyebabkan iskemia pada jaringan saraf.
pada cairan serebrospinal. Infeksi lain-
Laserasi atau robekan saraf ini dapat ter-
nya adalah infeksi Lyme, Borellia burg-
jadi misalnya pada kasus trauma benda
dorferi, West Nile, dan herpes zoster.
tajam. Pada kompresi terjadi gangguan
13. Terkait Heroin fungsional akibat kompresi mekanik pada
Patofisiologi yang mendasarinya ke- saraf dan iskemia. Kompresi yang berat
mungkinan adalah efek toksik langsung dapat menyebabkan hematom intraneu-
heroin yang menyebabkan pleksopati ral, dan kemudian akan menjepit jaringan
lumbosakral dan brakialis. Onset gejala saraf sekitarnya.
terjadi sekitar 36 jam setelah injeksi
Derajat Kerusakan
heroin dengan gejala nyeri hebat disertai
Derajat kerusakan pada lesi saraf perifer
kelemahan atau defisit sensorik ringan.
dapat dibagi berdasarkan klasifikasi Shed-
Nyeri mereda dalam beberapa minggu
don (1943) dan Sunderland (1951).
dengan onset pemulihan defisit motorik
yang lebih lama.

Tabell. Derajat Kerusakan Lesi SarafPerifer Berdasarkan Klasifikasi Sunderland


Tipe Keterangan
Tipe I Hambatan dalam konduksi (neuropraksia)
Tipe II Cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)
Tipe III Aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan epineural masih intak
TipeiV Aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural masih baik
TipeV Aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, dan epineural (neurotmesis)
Sumber: Campbell WW. Evaluation and management of peripheral nerve injury. 1978. h. 133-8.

715

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Normal II Ill IV v

!
::
i
! 1
>i
"-;,:
Alcson
,l ~i
Miello :~~ ... ·~J
" ::1 ,. m
.. i:/
Endoneurium: ! •. 1
i
)
Eplnewtum :;

- Perineurium
:

Gambar 6. Klasifikasi Derajat Trauma Saraf Perifer Berdasarkan Sunderland

Klasifikasi Sheddon adalah sebagai berikut: 3. Neurotmesis


1. Neuropraksia Merupakan derajat kerusakan paling
Pada tipe ini terjadi kerusakan mielin, berat, berupa ruptur saraf yang menye-
namun akson tetap intak. Dengan adanya babkan proses pemulihan sangat sulit
kerusakan mielin dapat menyebabkan terjadi meskipun dengan penanganan
hambatan konduksi saraf. Pada tipe bedah. Dibutuhkan waktu yang lama dan
cedera seperti ini tidak terjadi kerusakan biasanya pemulihan yang terjadi tidak
struktur terminal, sehingga proses pe- sempurna.
nyembuhan lebih cepat dan merupakan
Klasifikasi Sunderland lebih merinci keru-
derajat kerusakan paling ringan.
sakan saraf yang terjadi dan membaginya
2. Aksonotmesis dalam 5 tingkat (Tabell dan Gambar 7).
Terjadi kerusakan akson namun semua
Pleksopati diabetik diperkirakan akibat
struktur selubung saraf termasuk endo-
mikrovaskulitis inflamasi yang menyebab-
neural masih tetap intak Terjadi dege- kan cedera saraf iskemik Pada biopsi saraf
nerasi aksonal segmen saraf distal dari tampak tanda vaskulitis, inflamasi, nek-
lesi (degenerasi Wallerian). Regenerasi
rosis vaskular, serta infiltrasi limfosit B dan
saraf tergantung dari jarak lesi menca-
T, makrofag, sel polimorfonuklear, dan depo-
pai serabut otot yang denervasi tersebut.
sisi komplemen, hilangnya serabut saraf fokal
Pemulihan sensorik cukup baik bila
dan multifikal, serta penebalan perineural
dibandingkan motorik

716

Scanned for Pablo


Pleksopati

dan neovaskularisasi perineural. Diabetes Erb's point. Jenis lesi ini memberikan
menyebabkan abnormalitas sawar darah- gambaran yang khas disebut deformitas
saraf, sehingga rentan terjadi vaskulitis. De- waiters yang ditandai dengan kelemahan
posisi kompleks imun akan semakin merusak pada otot-otot rotatoar bahu, otot-otot
sawar darah saraf tersebut dan meningkat- fleksor lengan, dan otot-otot ekstensor
kan vaskulitis, sehingga terjadi oklusi pem- tangan.
buluh darah epineural dan perineural dengan
a. Lesi tingkat radiks
hasil akhir iskemia dan infark
Pada lesi pleksus brakialis ini berkait-
Terjadinya pleksopati radiasi tergantung an dengan avulsi radiks. Gambaran
pada dosis total, dosis fraksi, teknik radiasi, klinis sesuai dengan dermatom dan
kemoterapi yang menyertai radiasi, dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat
penggunaan brakiterapi intrakavitas. Radiasi terjadi paralisis parsial dan hilangnya
dapat menyebabkan defisiensi mikrosirku- sensorik inkomplit, karena otot-otot
lasi yang menyebabkan iskemia lokal dan fi- tangan dan lengan biasanya diper-
brosis jaringan lunak, serta perubahan pada sarafi oleh beberapa radiks.
sel Schwann, fibroblas endoneural, sel din-
b. Sindroni Erb-Duchenne
ding pembuluh darah, dan sel perineural.
Lesi di radiks servikal atas (CS dan C6)
GEJALA DAN TAN,DA KLINIS atau trunkus superior dan biasanya
Gejala yang timbul umumnya unilateral terjadi akibat trauma. Pada bayi terjadi
berupa kelainan motorik, sensorik dan au- karena penarikan kepala saat proses
tonom pada ekstremitas. Gambaran klinis kelahiran dengan penyulit distonia
yang ditemukan dapat menunjukkan letak bahu, sedangkan pada orang dewasa
dan keparahan lesi. terjadi karena jatuh pada bahu dengan
kepala terlampau menekuk ke samping.
Pleksopati Brakialis
Presentasi klinis pasien berupa waiter's
Lesi pleksus brakialis dapat mengenai mulai
dari otot bahu sampai tangan, atau hanya se-
tip position, yaitu lengan berada dalam
posisi aduksi (kelemahan otot deltoid
bagian, yang dibagi atas pleksopati supraklavi-
dan supraspinatus), rotasi internal pada
kular dan pleksopati infraklavikular.
bahu (kelemahan otot teres minor dan
1. Pleksopati Supraklavikular infraspinatus), pronasi (kelemahan
Pada pleksopati supraklavikular lesi ter- otot supinator dan brakioradialis), dan
jadi di tingkat radiks atau trunkus saraf, pergelangan tangan fleksi (kelemahan
atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini otot ekstensor karpi radialis longus
dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dan brevis). Selain itu terdapat pula
dibanding lesi infraklavikular. Pleksopati kelemahan pada otot biseps brakialis,
supraklavikular sering disebabkan oleh brakialis, pektoralis mayor; subskapu-
karena trauma, yaitu terjadi fleksi dari laris, romboid, levator skapula, dan
leher terhadap bahu, sehingga radiks teres mayor. Refleks biseps biasanya
mengalami tarikan antara leher dan menghilang, sedangkan hipestesi ter-

717
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuroloni

jadi pada bagian luar Oateral) dari le- inferior). Gejala klinis berupa kelema-
ngan atas dan tangan. han otot triseps dan otot-otot yang di-
persarafi N. Radialis (ekstensor tan-
c. Sindrom paralisis Klumpke
gao), serta kelainan sensorik biasanya
Lesi di radiks servikal bawah (C8, Tl)
terjadi pada dorsallengan dan tangan.
atau trunkus inferior akibat penarikan
bahu, sehingga terjadi tarikan pada f. Lesi di trunkus inferior
bahu. Keadaan ini sering terjadi pada Gejala klinisnya yang hampir sama
bayi saat dalam proses kelahiran atau dengan sindrom Klumpke di tingkat
pada orang dewasa yang akan terjatuh radiks. Terdapat kelemahan pada otot-
dan berpegangan pada pada llengan. otot tangan dan jari-jari terutama untuk
Presentasi klinis berupa kelemahan gerakan fleksi, serta kelemahan otot-
pada otot-otot di lengan bawah, otot- otot spinal intrinsik tangan. Gangguan
otot tangan yang khas disebut dengan sensorik terjadi pada aspek medial
deformitas clawhand, sedangkan fungsi dari lengan dan tangan.
otot gelang bahu baik Selain itu juga
2. Lesi Pan-supraklavikular (radiks CS-
terdapat kelumpuhan pada otot flek-
T1 atau semua trunkus)
sor karpi ulnaris, fleksor digitorum,
Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh
interosei, tenar, dan hipotenar sehingga
otot ekstremitas atas, defisit sensorik
tangan terlihat atrofi. Disabilitas mo-
yang jelas pada seluruh ekstremitas atas,
torik sama dengan kombinasi lesi N.
dan mungkin terdapat nyeri. Otot rom-
Medianus dan N. Ulnaris. Kelainan
boid, seratus anterior, dan otot-otot spi-
sensorik berupa hipestesi pada bagian
nal mungkin tidak lemah tergantung dari
dalam atau sisi ulnar dari lengan dan
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih
tangan.
ke distal (trunkus).
d. Lesi di trunkus superior
3. Pleksopati Infraklavikular
Gejala klinisnya sama dengan sindrom
Terjadi lesi di tingkat fasikulus dan/
Erb di tingkat radiks dan sulit dibeda-
atau saraf terminal. Lesi ini jarang ter-
kan. Namun pada lesi di trunkus su-
jadi dibanding supraklavikular, namun
perior tidak didapatkan kelumpuhan
umumnya mempunyai prognosis lebih
otot romboid, seratus anterior, leva-
baik Penyebab utama pleksopati infra-
tor skapula, dan saraf supraspinatus
klavikular biasanya adalah trauma tertu-
serta infraspinatus. Terdapat gang-
tup (kecelakaan lalu lintasjsepeda motor)
guan sensorik di lateral deltoid, aspek
maupun terbuka Ouka tembak). Ma-
laterallengan atas, dan lengan bawah,
yoritas disertai oleh kerusakan struktur
hingga ibu jari tangan.
didekatnya (dislokasi kaput humerus,
e. Lesi di trunkus media fraktur klavikula, skapula, atau humerus).
Sangat jarang terjadi dan biasanya Gambaran klinis sesuai denganletaklesi,
melibatkan daerah pleksus lainnya yaitu:
(trunkus superior danjo.tau trunkus

718
Scanned for Pablo
Pleksopati

a. Lesi di fasikulus lateral umum ditemukan pada pleksopati lumbo-


Dapat terjadi akibat dislokasi tulang sakral dan merupakan keluhan yang paling
humerus. Lesi disini akan menge- sering mengganggu. Nyeri dapat terlokalisir
nai daerah yang dipersarafi oleh N. di daerah panggul, bokong, dan paha proksi-
Muskulokutaneus dan sebagian dari mal dengan penjalaran ke daerah tungkai.
N. Medianus. Gejala klinisnya yaitu Pada pemeriksaan fisik beberapa gerakan
kelemahan otot fleksor lengan bawah dapat menimbulkan nyeri. Straight leg test
dan pronator lengan bawah, sedang- atau tes Laseque dapat menimbulkan nyeri
kan otot-otot intrinsik tangan tidak pada pleksopati sakral, sementara reversed
terkena. Kelainan sensorik terjadi di la- straight leg test dapat menimbulkan nyeri
terallengan bawah dan jari tangan 1-111. pada pleksopati lumbal. Berbeda dengan
lesi radiks, nyeri pada pleksopati tidak ber-
b. Lesi di fasikulus medial
tambah dengan batuk atau mengedan. Nyeri
Disebabkan oleh dislokasi bursa sub-
pinggang dapat muncul namun minimal.
korakoid dari humerus. Kelemahan
c; · gejala sensorik terjadi di daerah Manifestasi klinis pleksopati lumbosakral
motorik dan sensorik N. Ulnaris. Lesi tergantung dari struktur yang terkena dan
disini akan mengenai seluruh fungsi secara umum dibagi menjadi:
otot intrinsik tangan, seperti fleksor, 1. Pleksopati Lumbal
ekstensor, abduktor jari-jari tangan, Pleksopati lumbal menyebabkan defisit
dan fleksor ulnar pergelangan tangan. neurologis pada teritori N. Iliohipogas-
Secara keseluruhan kelainannya trik, N. Genitofemoral, N. Ilionguinal, N.
hampir menyerupai lesi di trunkus Femoral, dan N. Obturator. Gambaran
inferior. Kelainan sensorikterasa pada klinis berupa kelemahan pada fleksi pang-
lengan atas dan bawah medial, tangan, gul, ekstensi lutut, dan aduksi tungkai atas.
dan 2 jari tangan bagian medial. Gangguan sensorik dapat terjadi di abdo-
c. Lesi di fasikulus posterior men bagian bawah, inguinal, tungkai atas
Lesi ini jarang terjadi, gejala klinis sisi medial, lateral, dan anterior serta
berupa kelemahan dan defisit sen- tungkai bawah sisi medial. Refleks patela
sorik di area inervasi N. Radialis. Otot menurun atau menghilang.
deltoid (abduksi dan fleksi bahu), 2. Pleksopati Sakral
otot-otot ekstensor lengan, tangan, dan Pada pleksopati sakral tampak defisit
jari-jari tangan mengalami kelemahan. neurologis pada teritori N. Gluteus, N.
Defisit sensorik terjadi pada daerah Skiatik, N. Tibial, dan N. Peroneus sehing-
posterior dan lateral deltoid, aspek ga terdapat defisit motorik pada eksten-
dorsal lengan, tangan, dan jari-jari sor panggul, abduktor panggul, fleksor
tangan. lutut, fleksor plantar kaki, dan dorsoflek-
sor kaki. Defisit sensorik meliputi tung-
Pleksopati Lumbosakral kai atas sisi posterior, tungkai bawah sisi
Nyeri merupakan manifestasi yang paling anterolateral dan posterior, serta hampir

719

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

seluruh kaki. Refleks patela normal, se- 1. Laboratorium


dangkan refleks Achilles menurun atau Pemeriksaan laboratorium perlu disesuai-
menghilang. kan dengan etiologi yang diperkirakan, an-
tara lain laju endap darah, glukosa, HbAlc,
DIAGNOSIS dan penanda infeksi.
Diagnosis pleksopati ditegakkan berdasarkan
2. Radiologi
anamnesis yang mencak:up waktu onset, waktu
a. Rontgen sendi bahu, servikal, pelvis,
timbulnya gejala. Pemeriksaan fisik umum
untuk melihat struktur tulang dan
seperti posisi leher, bahu lengan, panggul,
sendi.
tungkai, tanda-tanda fraktur, serta pemerik-
saan neurologi yang teliti meliputi penilaian b. MRI bahu, leher, pelvis, dan pleksus.
kekuatan motorik pada tiap segmen miotom 3. Elektrodiagnosis
dan sensorik pada setiap segmen dermatom. Pemeriksaan elektrodiagnosis merupakan
Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang di- pemeriksaan yang sangat berperan dalam
lakukan berdasarkan klinis yang di dapat- menentukan letak lesi, derajat keparahan,
kan, seperti: dan prognostik. Pemeriksaan berupa: ke-
cepatan hantar saraf motorik dan senso-
rik, gelombang F, serta EMG jarum.
Tabel2. Domain Otot Pleksus Brakialis
Trunkus Superior Trunkus Medial Trunkus Inferior
Supraspinatus Pronator teres Abduktor polisis brevis
Infraspinatus Fleksor karpi radialis Fleksor polisis longus
Biseps Triseps Pronator kuadratus
Deltoid Ankoneus Ekstensor indisis propius
Teres minor Ekstensor karpi radialis Ekstensor polisis brevis
Triseps Ekstensor digitorum komunis Ekstensor karpi ulnaris
Pronator teres Seratus anterior First dorsal interosseous
Fleksor karpi radialis Abduktor digiti minimi
Brakioradialis Aduktor polisis
Ekstensor karpi radialis Fleksor digitorum profundus 4,5
Brakialis Fleksor karpi ulnaris
Levator skapula
Romboid
Seratus anterior
Korda lateral Korda Posterior Korda Medial
Biseps Latisimus dorsi Abduktor polisis brevis
Brakialis Deltoid Oponen polisis
Pronator teres Teres minor Fleksor polisis longus
Fleksor karpi radialis Triseps First dorsal interosseous
Ankoneus Aduktor polisis
Brakioradialis Abduktor digiti minimi
Ekstensor karpi radialis Fleksor karpi ulnaris
Ekstensor digitorum komunis Fleksor digitorum profundus 3,4
Ekstensor polisis brevis
Ekstensor karpi ulnaris
Ekstensor indisis propius
Sumber: Ferrante MA. dkk. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1029-62.

720
Scanned for Pablo
Pleksopati

Tabel 3. Domain CMAP Pleksus Brakialis


Domain CMAP Pleksus Brakialis
Trunkus Superior Korda Lateral
N. Muskulokutaneus, perekaman di M. Biseps N. Muskulokutaneus, perekaman di M. Biseps
N. Aksilaris, perekaman di M. Deltoid
Trunkus Medial Korda Posterior
N. Radialis, perekaman diM. Ankoneus N. Aksilaris, perekaman di M. Deltoid
N. Radialis, perekaman diM. Ekstensor digitorum
komunis
N. Radialis, perekaman di M. Ekstensor indisis proprius
N. Radialis, perekaman di M. Ankoneus
Trunkus Inferior Korda Medial
N. Ulnaris, perekaman di M. Abduktor digiti minimi N. Ulnaris, perekaman diM. Abduktor digiti minimi
N. Ulnaris, perekaman di M. Dorsal interosseous N. Ulnaris, perekaman di M. Dorsal interosseous
pertama pertamas
N. Medianus, perekaman di M. Abduktor polisis brevis N. Median us, perekaman di M. Abduktor polisis
N. Radialis, perekaman di M. Ekstensor indisis proprius brevis
CMAP: compound muscle action potentials.
Sumber: Ferrante MA, dkk. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1029-62.

Tabel4. Domain SNAP Pleksus Brakialis


Domain SNAP Pleksus Brakialis
Trunkus Superior Korda Lateral
LABC (100%) LABC (100%)
SNAP medianus, perekaman di digiti 1 (100%) SNAP medianus, perekaman di digiti 1 (100%)
SNAP radialis superfisialis (60%) SNAP medianus, perekaman di digiti 2 (100%)
SNAP medianus, perekaman di digiti 2 (20%) SNAP medianus, perekaman di digiti 3 (80%)
SNAP medianus, perekaman di digiti 3 (10%)
Trunkus Medial Korda Posterior
SNAP medianus, perekaman di digiti 2 (80%) SNAP radialis superfisialis (100%)
SNAP medianus, perekaman di digiti 3 (70%)
SNAP radialis superfisialis (40%)
Trunkus Inferior Korda Medial
SNAP ulnaris, perekaman di digiti 5 (100%) SNAP ulnaris, perekaman di digiti 5 (100%)
MABC (100%) MABC (100%)
SNAP medianus, perekaman di digiti 3 (20%) SNAP medianus, perekaman di digiti 3 (20%)
SNAP: sensory nerve action potential; LABC: lateral antebrachii cutaneous; MABC: medial antebrachii cutaneous.
sumber: Ferrante MA, dkk. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1029-62.

721
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

TATA LAKSANA A-beta yang akan menginhibisi in-


Tata laksana lesi pleksus sangat bervariasi, terneuron di medula spinalis. Selain
beberapa faktor yang mempengaruhi keber- itu juga akan menginhibisi serabut
hasilan terapi adalah onset, derajat keru- A-delta dan serabut C-delta.
sakan, jenis lesi, dan penyebabnya. • Neuromuscular electrical stimulation
1. FaseAkut (NMES), dengan cara memberikan
a. lstirahat, pada cedera pleksus brakialis stimulasi listrik pada otot, sehingga
yang berat dapat dilakukann fiksasi menambah kekuatan dan memeli-
lengan yang mengalami kelumpuhan. hara massa ototyang lumpuh.
b. Kompres dingin, untuk mengurani • Penggunaan ortosis pada lengan
rasa nyeri dan edema yang mungkin yang lumpuh total bertujuan
dapat terjadi. untuk mempertahankan posisi,
mencegah subluksasi bahu, me-
c. Penekanan atau kompresi bila ada
ngurangi kekakuan sendi, dan
edema.
sebagai kosmetik.
d Elevasi ekstremitas yang terkena Oengan
3. Pembedahan
atau kaki), akan mengurangi edema yang
Operasi dilakukan dengan tujuan untuk
terjadi pada ekstremitas yang terkena
mengembalikan anatomi dan fungsi dari
e. Medikamentosa, berupa steroid, obat pleksus, pada beberapa kasus yang berat,
anti inflamasi non steroid, dan anal- operasi dilakukan dengan tujuan utama
getik. Obat-obatan untuk nyeri neu- untuk mengembalikan fungsi fleksi atau
ropatik, misalnya antidepresan trisik- ekstensi sendi. Operasi biasanya dilaku-
lik, gabapentin, atau pregabalin dapat kan pada cedera pleksus yang berat dan
membantu. dilakukan 3-4 bulan setelah trauma.
2. Fase Subakut atau Kronik Operasi tidak di anjurkan jika dilakukan
a. Mengatasi rasa nyeri setelah 6 bulan karena umumnya tidak
b. Fisioterapi: memberikan hasil yang optimal. Jenis-
• Latihan memelihara lingkup gerak jenis operasi yang dilakukan:
sendi untuk mencegah kekakuan a. Pembedahan primer
pada sendi dan atrofi otot. Bertujuan untuk memperbaiki saraf
• Ultrasound atau diatermi untuk yang cedera pada pleksus dan mem-
me-ngurangi rasa nyeri dengan percepat proses reinervasi. Teknik
menimbulkan vasodilatasi pem- yang digunakan tergantung dari de-
buluh darah dan menurunkan rajat keparahan lesi, ada beberapa
spasme otot. teknik yang biasa dilakukan, yaitu:
• Transcutaneous electrical nerve • Neurolisis, membebaskan jari-
stimulation (TENS), memberikan ngan parut yang terjadi di sekitar
stimulasi listrik pada saraf, se- saraf.
hingga akan meng-aktivasi serabut

722

Scanned for Pablo


Pleksopati

• Neuroma eksisi, dilakukan eksisi e. Pleksopati radiasi: antikoagulan untuk


pada saraf, kemudian saraf dile- memperbaiki aliran darah akibat keru-
katkan kembali atau dengan nerve sakan endotel yang diinduksi radiasi
graft. namun terapi tersebut belum memiliki
• Nerve grafting bukti ilmiah yang kuat
• Neurotization, biasanya dilakukan f. Pleksitis idiopatik: steroid, IVIG.
pada avulsi radiks, dilakukan peng- g. Pleksopati vaskulitis: obat imunosu-
gantian saicU yang rusak dengan presan.
menggunakan saicU lain. Saraf do-
nor yang dapat digunakan adalah PROGNOSIS
N. hiogosal, N. asesori spinalis, dan Prognosis sangat tergantung dari letak dan
saraf interkostal. Dapat juga dilaku- jenis lesi. Pemulihan pada avulsi dan ruptur
kan intraplexual neuro~ation, yaitu radiks yang dioperasi, kadang tidak dapat
donor diambil dari radiks yang rna- sempurna dan membutuhkan waktu yang
sib melekat pada medula spinalis lama. Pada cedera ringan yang menimbulkan
sebagai penggati saraf yang rusak jaringan sikatrik dan terjadi neuropraksia,
b. Pembedahan sekunder dapat terjadi pemulihan spontan, sekitar
Bertujuan untuk memperbaiki fungsi 90-100% akan kembali normal.
agar optimal. Teknik yang digunakan,
yaitu: tendon transfer; free muscle DAFTAR PUSTAKA
transfers, serta joint fusions and rota- 1. Ferrante MA, Tsao BE. Brachial plexopathies.
Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neuro-
tional. · muscular disorders in clinical practice. Edisi ke-
2. New York: Springer; 2014. vol2. h.1029-62.
4. Tata Laksana Lainnya Sesuai dengan 2. Rutkove SB, Sax Tw. Lumbosacral plexopathies.
Etiologi Pleksopati Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neuro-
a. Pleksopati akibat perdarahan: koreksi muscular disorders in clinical practice. Edisi ke-
2. New York: Springer; 2014;2:1063-71.
abnormalitas hemostasis dan drainase
3. Preston DC, Shapiro BE. Lumbosacral plexopathy.
hematom perkutan. Dalam: Preston DC, Shapiro. Electromyography.
b. Pleksopati neoplastik: radioterapi, Edisi ke-3. London: Elsevier; 2013. h. 501-17.
4. Campbell WW. Evaluation and management of
kemoterapi, dan pembedahan. peripheral nerve injury. 2008. Clin Neurophysiol..
c. Pleksopati akibat abses: drainase ab- 2008;119:1951-65.
5. Gutierrez A, England JD. Peripheral nerve injury.
ses dan antibiotik. Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neuro-
d. Pleksopati diabetik: perbaikan kontrol muscular disorders in clinical practice. Edisi ke-
glikemik, intravenous immunoglobulin 2. New York: Springer; 2014. vol2. h. 863-869.
(lVI G).

723

Scanned for Pablo


PENDEKATAN DIAGNOSIS MIOPATI

43 Luh Ari Indrawati, Winnugroho Wiratman, Ahmad Yanuar Safri,


Fitri Octaviana, Manfaluthy Hakim

PENDAHULUAN sis periodik 1,72/100.000 penduduk; mio-


Penyebab miopati sangat bervariasi mulai tonia kongenital 0,32/100.000 penduduk;
dari kelainan kongenital dalam aspek kanal, paramiotonia kongenital 0,15/100.000
struktur, ataupun metabolisme otot, mau- penduduk; dan sporadic inclusion body myo-
pun akibat kelainan yang didapat (inflamasi, sitis sebanyak 11,7/100.000 penduduk Di
autoimun, dan toksik). Setiap miopati me- Indonesia kasusnya juga tidak sedikit, namun
merlukan manajemen dan prognosis yang minimnya ketertarikan para klinisi maupun
berbeda, sehingga sangat penting ditegak- akademisi untuk memperdalam ilmu ini, me-
kan diagnosis yang spesifik Sebagian kasus nyebabkan laporan kasusnya sulit didapatkan.
miopati yang memiliki pengobatan kausa-
tif memiiki prognosis baik jika dikenali, PATOFISIOLOGI
sebaliknya pada kasus lainnya yang tidak Untuk menegakkan diagnosis dan menentu-
berespons terhadap pengobatan, maka tata kan tata laksana yang tepat dibutuhkan pe-
laksana lebih ditekankan secara simtomatik ngetahuan patofisiologi kerusakan otot yang
untuk meningkatkan kualitas hidup (paliatif). terjadi. Dalam bab ini akan dibahas dua pato-
fisiologi tersering, yaitu inflamasi dan distrofi.
EPIDEMIOLOGI Miopati yang disebabkan oleh inflamasi sering
Angka pasti prevalensi miopati sulit diper- dikelompokkan ke dalam miositis, seperti po-
kirakan, oleh karena masih jarangnya studi limiositis (PM), dermatomiositis (DM), dan
epidemiologi berskala besar terhadap ke- inclusion body myositis (IBM). Miopati yang
lompok penyakit ini. Di Jepang terdapat disebabkan oleh distrofi biasanya disebabkan
11,521 kasus dari 127 juta penduduk oleh kelainan genetik yang diturunkan.
sepanjang 2008-2013 yang mengalami
1. lnflamasi
immune mediated myopathy.
Penyebab inflamasi pada PM dan DM
Berdasarkan laporan oleh Lefter (2016), adalah autoimun (Gambar 1). Pada DM
di Irlandia terdapat distrofi miotonik tipe I target utama antigen adalah endotel
sebanyak 6,75/100.000 penduduk; distrofi pembuluh darah pada kapiler-kapiler
muskular Duchenne (DMD) 3,0/100.000 pen- endomisial. Rantai imunopatologi ini di-
duduk; distrofi muskular Becker 2,2/100.000 awali saat komplemen antibodi bekerja
penduduk; distrofi fasioskapulohumeral terhadap sel endotel. Antibodi tersebut
2,59/100.000 penduduk; distrofi muskular akan mengaktivasi komplemen C3 yang
limb-girdle 2,88/100.000 penduduk; parali- membentuk C3b dan C4b, kemudian ter-

724

Scanned for Pablo


Pendekato.n Diagnosis Miopati

bentuklah CSb-9 membrane attack com- VCAM dan ICAM ini diregulasi oleh sitokin
plex (MAC), suatu komponen litik dari jalur yang dilepaskan oleh rantai komplemen.
komplemen. Kemudian secara berurutan Sel T dan makrofag diperantarai oleh in-
terjadilah pembengkakan sel endotel di- tegrin very late activation antigen (VLA)-4
ikuti vakuolisasi, nekrosis pembuluh darah dan leucocyte function-associated antigen
kapiler, inflamasi perivaskular, iskemia, (LFA)-1 yang kemudian berikatan dengan
dan kerusakan serabut otot. Pada akhir- VCAM dan ICAM, lalu masuk ke dalam otot
nya terdapat penurunan jumlah kapiler melalui dinding sel endotel.
perserabut otot diikuti kompensasi di-
2. Distrofi
latasi kapiler-kapiler yang tersisa.
Distrofi atau distrofinopati diawali oleh
Selain itu, sel B, sel T (CD4+ ), dan ma- mutasi gen distrofin Xp21.2 yang meng-
krofag juga berperan dalam patofisiologi kode protein distrofin. Contoh klasik
ini. Mereka masuk ke dalam otot. Migrasi kelainan ini adalah penyakit distrofi
sel-sel tersebut difasilitasi oleh vascular muskular Duchene (DMD) dan distrofi
cell adhesion molecule (VCAM) dan intercel- muskular Becker (Becker muscular dys-
lular adhesion molecule (ICAM). Ekspresi trophyfBMD).
Molecular Endotel
mimicry pembuluh
(tumor, virus ?) darah

Makrofag

Gambar 1. Imunopatologi pada Dermatomiositis


8: sel 8; T: sel T; LFA: leucocyte function-a ssociated antigen; VLA: very late activation antigen; !CAM: intercellular
adhesion molecule; MAC: membrane attack complex; VCAM : vascular cell adhesion molecule; C3: komplemen C3

725

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Inti sel

Sel otot normal Sel otot tanpa distropin

Gambar 2. Patofisiologi Distrofinopati Otot

Protein distrofin memiliki em pat ranah (do- ini digantikan oleh sel-sel satelit yang terle-
main) dan merupakan protein kompleks. Mu- tak di antara lamina basal dan membran se-
tasi pada protein ini menyebabkan kerusakan rabut otot. Sel-sel satelit ini berperan seperti
(breakdown) pada keseluruhan struktur yang "stem-cell" yang dapat menumbuhkan sel-sel
kompleks dan penting. Kerusakan ini menye- otot dan meregenerasi serabut otot yang ru-
babkan sarkolema, yang berfungsi sebagai sak. Seiring berjalannya waktu sel satelit ini
sawar antara sel otot dengan dunia luar la- tidak dapat mengejar kerusakan yang terjadi
yaknya membran sel, menjadi rapuh. Kontraksi sehingga serabut-serabut otot yang rusak di-
otot yang intensif atau bahkan yang biasa saja gantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
untuk ukuran orang normal dapat menyebab-
kan kerapuhan sarkolema bertambah parah. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Kerapuhan ini menyebabkan influks kalsium Langkah penegakan diagnosis miopati me-
yang berlebihan dan mempercepat kerusakan liputi evaluasi klinis, pemeriksaan labora-
sera but otot (Gam bar 2). torium dan elektrofisiologi, histopatologi,
dan pemeriksaan yang spesifik pada entitas
Otot yang rusak memiliki kapasitas rege-
miopati tertentu. Untuk penentuan peme-
nerasi yang terbatas. Sel-sel otot yang rusak

726

Scanned for Pablo


Pendekatan Diagnosis Miopati

riksaan spesifik yang bersifat konfirmasi 1. Keluhan


diperlukan penetapan diagnosis kerja da~ Keluhan miopati dapat berupa gejala negatif
diagnosis banding melalui evaluasi klinis. dan positif, yaitu kelemahan, mudah Ielah
'
intoleransi terhadap aktivitas, atrofi otot,
Pada prinsipnya miopati dibagi menjadi
miopati herediter dan miopati yang didapat. kram, kontraktur, hipertrofi otot, mialgia,
Miopati yang herediter meliputi channelopa- atau kekakuan (Tabell). Miopati yang ber-
thy, miopati kongenital, miopati metabolik, hubungan dengan metabolisme dan mito-
miopati mitokondrial, distrofi muskular kondria abnormal dapat menimbulkan
dan miotonia. Miopati yang didapat berup~ keluhan kelelahanjfatig setelah aktivitas.
miopati yang diinduksi obat, miopati en- Mialgia dapat muncul episodik pada
dokrin, miopati inflamasi, miopati terkait miopati metabolik atau muncul kon-
stan misalnya pada miopati inflamasi.
penyakit sistemik, dan miopati toksik.
Kelemahan atau mialgia episodik setelah
Secara umum miopati memberikan keluhan aktivitas dapat berkaitan dengan kejadian
berupa kelemahan otot, atrofi atau hipotrofi mioglobinuria, sehingga perlu ditanyakan
otot, refleks regang otot menurun sedikit tentang warna urin pada anamnesis.
atau menghilang pada derajat miopati yang
Kram otot dapat diprovokasi oleh aktivitas
berat dengan pemeriksaan sensorik nor-
pada miopati akibat defek enzim glikolitik
mal, ke-cuali terdapat komorbiditas neu-
Miotonia biasanya diprovokasi oleh akti-
ropati. Untuk menegakkan diagnosis spesi-
vitas atau paparan dingin misalnya pada
fik miopati ada beberapa aspek yang perlu
paramiotonia kongenital. Peningkatan kon-
diketahui, yaitu gejala negatif atau positif,
sistensi massa otot dapat disebabkan oleh
evolusi temporal penyakit, riwayat keluarga,
fibrosis pada miopati kronik atau deposit
kondisi pencetus, gejala dan tanda lain yang
amiloid. Abnormalitas lainnya yang dapat
menyertai, serta distribusi otot yang ter-
ditemui adalah mioedema setelah perkusi
libat. Sintesis semua aspek tersebut akan
otot, yaitu berupa pembengkakan ototyang
membantu mempersempit kemungkinan en-
berlangsung selama beberapa detik Mio-
titas miopati, sehingga dapat dipilih peme-
edema ini dapat di-temukan pada miopati
riksaan penunjang yang tepat.
akibat hipotiroid.
Tabell. Miopati dan Gejala Penyerta
Mialgia Kontraktur Otot Kekakuan Otot
• Miopati yang diinduksi obat • Brody disease • Miopati hipotiroid
(misalnya statin) atau toksin • Defek enzim glikogenolitik a tau glikolitik • Miotonia dan paramiotonia
• Sindrom mialgia-eosinofilia • Defisiensi myophosphorylase (McArdle disease) kongenital
• Miopati hipotiroid • Defisiensi fosfofruktokinase, fosfogliserat • Distrofi miotoni tipe 1
• Miopati inflamasi kinase, fosfogliserat mutase, laktat • Miopati miotonik
• Kelainan miotonik dehidrogenase, enzim pemotong cabang proksimal (distrofi
• Miopati mitokondria • Miopati hipotiroid miotonik tipe 2)
• Miopati agregat tubular • Rippling muscle disease • Paralisis periodik
• Distrofi muskular hiperkalemia
• Miositis infeksi
• Defisiensi deaminase mvoadenvlat:e
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.

727
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Gambar 3. Tanda Gowers

Hipertrofi otot dapat terjadi pada miotonia penting diperiksa. Kelemahan otot pada
kongenital, miopati akibat amiloidosis, sar- miop~ti umumnya lebih terlihat pada
koidosis, dan hipotiroid. Pseudohipertrofi otot-otot proksimal, namun ada juga
otot (akibat penggantian massa otot dengan yang melibatkan kelumpuhan otot-otot
jaringan ikat dan lemak) terlihat pada distal dan wajah, yang dapat memberi pe-
distrofi muskular Duchenne dan Becker, tunjuk entitas miopati tertentu (Tabel 2).
distrofi. muskular limb-gridle (LGMD 2C-Ff Kelemahan pada otot pelvis menyebabkan
sarkoglikanopati), miopati Miyoshi, anocta- kesulitan dalam menaiki tangga, bangkit
min-5 defect, LGMD 21 (fit.kutin-related pro- dari lantai, atau bangkit dari posisi duduk.
tein), dan LGMD 2G (teletoninopati). Kesulitan bangkit dari posisi duduk atau
2. Disbibusi Otot yang Terlibat berbaring tanpa bantuan eksremitas atas
menunjukkan kelemahan otot ekstensor
Distribusi keterlibatan otot dapat dinilai
panggul. Tanda Gowers merupakan karak-
dengan pemeriksaan kekuatan otot per-
segmen, identifi.kasi aktivitas fungsional teristik yang terlihat pada kelemahan otot
yang terganggu yang terutama penting proksimal, yaitu saatpasien berusaha bang-
kitdari posisi berbaring, awalnya bertumpu
pada anak, dan atrofi otot. Penilaian
pada tangan dan lutut, kemudian melurus-
kekuatan otot harus meliputi otot yang
kan ekstremitas bawah, melengkungkan
berfungsi pada gerakan ekstensi, fleksi,
badan ke belakang, diikuti dengan menum-
abduksi, aduksi, rotasi internal, dan rotasi
pukan tangan pada lutut lalu paha se-
eksternal. Otot fleksor leher dinilai pada
hingga dapat mengekstensikan trunkus
keadaan supinasi, sedangkan ekstensor
(Gambar 3). Kelemahan otot kuadriseps
leher dinilai pada posisi pronasi. Otot
yang diinervasi oleh nervus kranial juga menyebabkan kesulitan saat menurun
tangga dibandingkan menaiki tangga.

728
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati

Tabel 2. Miopati dan Distribusi Keterlibatan Otot


Distribusi
Otot ekstraokular

Ototwajah

Otot periskapular

Ototleher

Otot pernafasan pada awal


penyakit
Keterlibatan otot jantung

Ototdistal

Keterlibatan otot asimetris

Miosjtis fokal
LGMD: limb-gridle muscular dystrophy
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.

Pasien dengan kelemahan ekstremitas atas ba- dan distrofi muskular) atau episodik yang
gian proksimal mengalami kesulitan melaku- biasanya disebabkan oleh miopati metabolik,
kan aktivitas yang memerlukan elevasi lengan misalnya akibat gangguan jalur metabolisme
di atas level mata. glikolisis. Kelemahan otot yang bersifat
konstan dapat terjadi pada onset .akut atau
3. Onset dan Evolusi Gejala subakut (misalnya pada miopati inflamasi),
Onset penyakit penting untuk memper- kronik progresifyang berlangsung bertahun-
sempitdiagnosis bandingmiopati (Tabel3). tahun (distrofi muskular), atau nonprogresif
Dermatomiositis dapat terjadi pada anak- dengan sedikit perubahan selama dekade
anak dan dewasa, sedangkan polimiositis (misalnya miopati kongenital). ·
dan IBM banyak pada usia tua. DMD biasa-
nya terdeteksi pada usia 3 tahun, sedangkan Selain itu, perjalanan penyakit dapat mono-
FSH dan LGMD mulai terjadi gejala klinis fasik atau relaps-remisi. Miopati dengan
pada usia remaja atau lebih tua perjalanan monofasik, misalnya pada rabdo-
miolisis akibatintoksikasi kokain. Perjalanan
Kelemahan pada miopati dapat bersifat penyakit paralisis periodik dan miopati me-
konstan (misalnya pada miopati inflamasi tabolik biasanya bersifat relaps-remisi.

729

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel3. Miopati pada Berbagai Onset


Onset Miopati
Saatlahir Central core disease
Miopati sentronuklear (miotubular)
Congenital fiber-type disproportion
Distrofi muskular distrofi
Distrofi miotonik kongenital
Penyakit yang berkaitan dengan penyimpanan glikogen (acid maltase and phospho-
rilase deficiencies)
Penyakit yang berkaitan dengan penyimpanan Iemak (defisiensi karnitin)
Masa kanak-kanak Miopati kongenital: miopati nemalin, miopati sentronuklear, central core
Endocrine-metabolic disorders: hipokalemia, hipokalsemia, hiperkalsemia
Glycogen storage disease (acid maltase deficiency)
Inflamasi miopati: dermatomiositis, polimiositis Oarang)
Penyakityang berkaitan dengan penyimpanan lemak (defisiensi karnitin)
Miopati mitokondria
Distrofi muskular: kongenital, Duchenne, Becker, Emery-Dreifuss, FSH, LGMD
Masadewasa Miopati sentronuklear
Miopati distal
Miopati endokrin: kelainan tiroid, paratiroid, adrenal, hipofisis
Miopati inflamasi: polimiositis, dermatomiositis, IBM, virus (human immunodeficien-
cy virus)
Miopati metabolik: acid maltase deficiency, penyakit yang berkaitan dengan
penyimpanan lemak. defisiensi debrancher, defisiensi fosforilase b kinase
Miopati mitokondria
Distrofi muskular: LGMD, FSH, Becker, Emery-Dreifuss
Distrofi miotonik
Miopati nemalin
Miopati toksik: alkohol, kortikosteroid, injeksi lokal narkotik, kolkisin, klorokuin
FSH: facioscapulohumeral dystrophy; LGMD: limb-gridle muscular dystrophy; IBM: inclusion body myositis
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.

Tabel4. Miopati dan Faktor Pencetus


Miopati Faktor Pencetus
Miotonia kongenital tipe Thompsen Tidak ada pencetus atau dapat dicetuskan oleh stres dan
suhudingin
Miotonia kongenital tipe Becker Pada saat awallatihan fisik
Distrofi miotonik tipe I Suhudingin
Distrofi miotonik tipe II Suhupanas
Paramiotonia Latihan fisik yang berkepanjangan, suhu dingin
Periodik paralisis Latihan fisik dan konsumsi karbohidrat yang banyak
yang diikuti dengan istirahat
Miopati akibat defisiensi karnitin palmitil transferase Demam
Miopati akibat defek jalur metabolisme glikolisis Latihan fisik
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.

..
730

Scanned for Pablo


Pendekatan Diagnosis Miopati

Tabel S. Miopati dan Tanda Penyerta


Gejala dan Tanda Penyerta Kemungkinan Miopati
Frontal balding Distrofi miotonik
Kemerahan kulit Dermatomiositis
Aritmia Andersen-Tawil syndrome
Kearns-Sayre syndrome
Polimiositis
Distrofi muskular: miotonik, LGMD 1B, 2C-F, 2G, Emery-Dreifuss
Gagal jantung kongestif Acid maltase deficiency
Defisiensi kamitin
Distrofi muskular: Duchenne, Becker, Emery-Dreifuss, miotonik, LGMD 1B, 2C-F, 2G
Miopati nemalin
Polimiositis
lnsufisiensi pemafasan Distrofi muskular: Becker, Duchenne, kongenital Emery-Dreifuss, LGMD 2A, 21,
miotonik, FSH
Miopati metabolik: acid maltase deficiency, debrancher deficiency
Miopati mitokondrial
Miopati kongenital: sentronuklear, nemalin
Miopati inflamasi: polimiositis
Penyakit 1--·ru interstisial Antisynthetase syndrome
Miopati inflamasi lainnya
Katarak Distrofi miotonik
"Mechanic hands" Antisynthetase syndrome
Miopati inflamasi lainnya
Keganasan Miopati inflamasi paraneoplastik
Diabetes Miopati mitokondrial
Gangguan kognitif Miopati kongenital
Distrofi muskular (Duchenne, miotonik)
Kelainan mitokondrial
Distrofi miotonik (tipe I > tipe II)
FSH pada tipe yang berat
IBM-demensia frontotemporal
Osteomalasia Defisiensi vitamin D
Penyakit Paget IBM familial
Gambaran fisik dismorfik Miopati kongenital
Abnormalitas retina seperti Miopati mitokondrial
cherry red spot
Coats' disease FSH
Kalsifikasi kulit dan fasia Dermatomiositis
Gottron's papules Dermatomiositis
Keloid Miopati dengan abnormalitas kolagen tipe VI
Striae dan stretch mark Miopati kortikosteroid
Kontraktur pada awal onset Emery- Dreifuss dystrophy
miopati Abnormalitas kolagen VI
Miopati Beth/em
LGMD 1B (laminopati)
Penyakit sistemik difus Miopati akibat amiloidosis, sarkoidosis, gangguan endokrin, penyakit kolagen-
vaskular, penyakit infeksi dan kelainan mitokondria
LGMD: limb-gridle muscular dystrophy; FSH: facioscapulohumeral dystrophy; IBM: inclusion body myositis
Sumber: Oskarsson B. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1159-68.

731

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

4. Faktor Pencetus Keluhan gali, misalnya riwayat penyakit autoimun


Hanya sebagian miopati yang memilild fak- dan reumatologis.
tor pencetus yang dapat mengeksaserbasi
Tabel6. Obat Penyebab Miopati Toksik
keluhan, sehingga faktor pencetus perlu
diidentifikasi (Tabel4). Miotonia dapat di- Patofisiologi Kerusakan Obat Penyebab
Otot
cetuskan dengan menginstruksikan pasien Inflamasi Simetidin
untuk menggenggam jari secara maksimal D-penisilamin
selama 15 detik kemudian melepaskannya Prokainamid
L-triptofan
dengan segera. Pada miotonia, relaksasi ter- L-dopa
jadi lambat dan tampak gerakan otot yang Noninflamasi dengan proses Alkohol
tidak lancar saat melepas genggaman. nekrosis dan vakuolisasi Obat penurun
kolesterol
5. Gejala atau Tanda Sistemik Lainnya Klorokuin
Diagnosis miopati dapat berdiri sendiri atau Kolkisin
Siklosporin dan
disertai komorbiditas lainnya yang dapat takrolimus
memberikan petunjuk mengenai penyebab Emetin
miopati tersebut, sehingga sangat penting As am
E-aminokaproat
untuk mengeksplorasi keterlibatan sistem
Asam isoretinoat
organ lainnya (TabelS). (analog vitamin A)
Labetalol
6. Penggunaan Obat Vinkristin
Obat-obatyangdapatmenyebabkanmiopati Rabdomiolisis dan mioglo- Alkohol
toksik cukup banyak dan penggunaannya binuria Amfetamin
Obat penurun
cukup luas pada berbagai penyakit yang kolesterol
prevalensinya tinggi. Oleh karena itu perlu Kokain
diidentifikasi riwayat konsumsi obat untuk Heroin
Toluen
mencegah kerusakan otot lebih lanjut dapat Asam
dicegah (Tabel6). E-aminokaproat
Hilangnya miosin Obat blokade
7. Riwayat Penyakit Keluarga neuromuskular
Sebagian miopati disebabkan kelainan ge- nondepolarisasi
netik yang dapat diwariskan dengan pola Steroid
Sumber: Barohn RJ, dkk Neurol Clin. 2014. h. 569-93.
pewarisan autosomal maupun terkait
kromosom X (Tabel 7). Untuk mendapat-
Berdasarkan tujuh hal di atas maka dapat
kan pola pewarisan, perlu dibuat pedigree
dikenali 10 pola miopati yang dapat mem-
minimal 3 level. Riwayat keluarga yang
bantu menentukan kemungkinan diagnosis
berkaitan dengan kelainan yang mungkin
miopati (Tabel8).
berkaitan dengan miopati juga perlu di-

732

Scanned for Pablo


Pendekatan Diagnosis Miopati

Tabel 7. Sifat Pewarisan Miopati


Pola Pewarisan Miopati
Autosom dominan LGMDtipe I
Distropi miotonik tipe I dan II
OPMD
FSH
Miopati mitokondria
Autosom resesif LGMD tipe II
Miopati metabolik
Miopati mitokondria
Terkait kromosom X Distrofi muskular Duchenne dan Becker
Distrofi muskular Emery-Dreifuss
Transmisi maternal Miopati mitokondria
Etnik OPMD pada etnik Kanada-Perancis dan Hispanik dari Amerika Barat Daya
LGMD: limb-gridle muscular dYstrophy; OPMD: oculopharyngeal muscular dystrophy; FSH: facioscapulohumeral dystrophy
Sumber: Oskarsson B. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1159-68.

DIAGNOSIS BANDING b. Miastenia gravis dengan hanya keter-


Diagnosis banding miopati adalah penya- libatan limb-girdle
kit motor neuron, gangguan taut saraf otot, 3. Neuropati Motorik
neuropati motorik, dan lesi sistem saraf a. Neuropati perifer demielinasi (varian
pusat. motorik dari chronic inflammatory
Kelainan yang menyerupai miopati: demyelinating polyneuropathy), mul-
tifocal motor neuropathy dengan blok
1. Penyakit Motor Neuron (Motor Neu- konduksi
ron Disease)
b. Neuropati porfiria yang melibatkan
a. Atrofi spinal muskular onset lambat
sera but motorik proksimal
b. Atrofi muskular bulbospinal terkait
c. Amiotrofi diabetik
kromosom X (Penyakit Kennedy)
c. Atrofi muskular progresif (varian 4. Lesi sistem saraf pusat
sclerosis lateral amiotropik) Stroke pada area watershed arteri sere-
bri media-anterior bilateral.
2. Gangguan Taut Saraf Otot
a. Sindrom miastenik Lambert-Eaton

733

Scanned for Pablo


tx:l
1:
S"
Tabel 8. Pola Miopati dan Diagnosis Banding ~
Distribusi Kelemahan otot ..,~:~'
Pola Proksi- Distal Simetris Asimetris Episodik
Pence-
Diagnosis ~
tus 1:
mal a
Limb-girdle + - - + - - Sebagian besar miopati c[
baik herediter dan
didapat
Distal - + - + - - Miopati distal
Lengan proksimal, tung- +lengan +tungkai + (FSH) + lainnya - - FSH, Emery-Dreifuss,
kai distal, skapulopero- acid maltase deficiency,
neal congenital scapulope-
roneal
Lengan distal, tungkai +tungkai +lengan + - - - IBM, distropi miotonik
proksimal
Prosis dengan atau tanpa + - + + - - OPMD, miotonik distrofi,
oftalmoparesis mitokondria
'-1
w Otot leher dan ekstensor + - - + - - INEM
""" Bulbar (lidah, faring) + - - + - - OPMD
Kelemahan, nyeri atau + - - + + + McArdle, CPT, obat, dan
rabdomiolisis episodik toksin

Kelemahan episodik, + - - + + +I- Paralisis periodik primer


tidak berhubungan dan sekunder
dengan latihan fisik atau Channelopathies (Na
berhubungan secara dan Ca)
lambat
Kekakuan - - - - + +/- distrofi miotonik, chan-
nelopathies, PROMM,
rippling (stiff-person,
neuromiotonia)
FSH:facioscapulohumeral dystrophy; IBM: inclusion body myositis; OPMD: oculopharyngeal muscular dystrophy,INEM: isolated neck extensor myopathy;
CPT: carnitine palmitoyltransferase; PROMM: proximal myotonic myopathy
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neural Clin. 2014. h. 569-93.

Scanned for Pablo


Pendekatan Diagnosis Miopati

Pemeriksaan Laboratorium beberapa faktor, yaitu:


Konsentrasi kreatinin kinase (creatinine 1. Tingkat Keparahan Penyakit
kinasefCKJ terbesar terdapat di otot ske- Penyakit dengan destruksi otot menye-
letal dan otot jantung (berada dalam jum- bakan peningkatan kadar CK yang besar,
lah kecil di otak, usus dan paru-paru), serta misalnya pada DMD dan rabdomiolisis
merupa-kan tes laboratorium rutin yang terjadi peningkatan CK hingga >100 kali
bermanfaat untuk evaluasi kelemahan nilai normal.
pada penyakit neuromuskular. CK meru-
pakan enzim sarkolema, sehingga keru- 2. Perjalanan Penyakit
sakan sarkomer akan meningkatkan per- Miopati progresif lebih cepat meningkat-
meabilitas membran dan terjadi kebocoran kan kadar CK, misalnya kadar CK jauh le-
enzim. Kadar CK biasanya meningkat ke- bih tinggi pada polimiositis dibandingkan
tika terjadi nekrosis serabut otot aktif, mi- FSHD atau IBM yang progresiflambat.
salnya pada miopati inflamasi dan distrofi. 3. Massa Otot Absolut
Peningkatan kadar CK pada penyakit Kadar CK pada miopati tahap lanjut akan
neuromuskular berkorelasi dengan mas- menurun, misalnya kadar CK pada awal
sa otot yang mengalami kerusakan dan onset DMD akan tinggi dan kemudian
mengeluarkan enzim tersebut (Tabel 9). menurun hingga ke kadar normal pada
Namun kadarnya perlu diinterpretasi se- tahap lanjut saat jaringan otot diganti
cara hati-hati dan mempertimbangkan oleh jaringan fibrosis.
beberapa aspek, yaitu jenis kelamin, ras, 4. Nekrosis Serabut Otot
massa otot, status fisiologis, dan abnor- Miopati dengan sarkolema yang intak atau
malitas metabolik lainnya. Secara fisiolo- tidak berkaitan dengan destruksi serabut
gis kadar CK lebih tinggi pada laki-laki, otot tidak menyebabkan peningkatan CK
ras Afrika, neonatus, anak, peningkatan
Pemeriksaan enzim CK sebaiknya tidak di-
massa otot, dan latihan fisik yang teratur
lakukan segera setelah pemeriksaan EMG,
berkepanjangan.
karena pemeriksaan EMG dapat menyebab-
Derajat peningkatan CK dipengaruhi oleh kan peningkatan ringan kadar CK (biasanya
1,5 kali nilai normal).

Tabel 9. Miopati dan Kadar Creatinine Kinase


Miopati dengan Peningkatan CK yang Tinggi* Miopati dengan Kadar CK Normal
Distrofinopati (Duchene and Becker muscular Miopati steroid
dystrophies) Necrotizing autoimmune myopathy (NAM)
Rabdomiolisis dan mioglobinuria Miopati hipertiroid
Hipertermia maligna Miopati mitokondria
Sindrom neuroleptik maligna Channelopathies
Polimiositis
Miopati distal Miyoshi
*Hingga 50-100 kali nilai normal; CK: creatinine kinase
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.

735

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neuroloyi

Pemeriksaan Elektrodiagnosis recruitment, yaitu untuk menghasilkan


Walaupun diagnosis spesifik miopati memer- kontraksi otot yang minimal diperlukan ba-
lukan pemeriksaan histopatologi dan genetik, nyak MUAP. Pada miopati tahap lanjut dapat
pemeriksaan studi konduksi saraf, dan elektro- terjadi penurunan rekrutmen MUAP. Pada
miografi masih berperan penting. Pemeriksaan miopati tertentu, misalnya miopati akibat
studi konduksi saraf dan elektromiografi ber- steroid, perubahan miogenik pada MUAP
peran dalam mengeksklusi kelainan lain yang dapat sangat minimal atau bahkan normal.
klinisnya menyerupai miopati, misalnya pe-
Pemeriksaan EMG juga bermanfaat untuk
nyakit motor neuron, gangguan taut saraf otot,
membantu pemilihan otot untuk sampel
dan neuropati yang mumi melibatkan serabut
histopatologi. Otot yang baik untuk peme-
motorik Gambaran elektromiografi (distribusi
riksaan histopatologi adalah otot yang ter-
keterlibatan otot, aktivitas spontan) juga dapat
libat dan tidak dalam keadaan kerusakan
mempersempit diagnosis banding miopati.
tahap akhir.
1. Pemeriksaan Kecepatan Hantar Saraf
Pemeriksaan Histopatologi
(KHS)
Pada sebagian besar miopati, pemeriksaan his-
Pada miopati pemeriksaan KHS sensorik
topatologi memberikan informasi diagnostik
normal, kecuali bila terjadi koeksistensi
yang penting. Jika hasil EMG tidak dapat lang-
neuropati. Pemeriksaan KHS motorik bi-
sung memberikan diagnosis akhir miopati spe-
asanya normal karena KHS motorik um-
sifik, maka pemeriksaan histopatologi dapat
umnya dilakukan pada otot distal, sedang-
memberikan araban pemeriksaan lanjutan
kan sebagian besar miopati mengenai otot
yang spesifik Analisis histopatologi dapat
proksimal pada tahap awal. Pada keadaan
mengelompokkan miopati menjadi miopati in-
miopati tahap lanjut saat telah terjadi hi-
flamasi, miopati nekrosis, dan miopati distrofi.
potrofi atau atrofi otot, amplituda CMAP
Apabila gambaran histopatologi menunjukkan
dapat menurun. Latensi distal dan KHS mo-
miopati inflamasi, maka dapat dipertimbang- ·
torik dalam batas normal.
kan diagnosis dermatomiositis, polimiositis,
2. Elektromiografi (EMG) atau inclusion body myositiS. Ketiganya dapat
Pemeriksaan EMG akan menhasilkan anali- dibedakan dengan teknik pewarnaan histo-
sis motor unit action potential (MUAP) yang kimia dan imunologi tertentu (Gambar 5).
dapat membedakan lesi neurogenik dan
Beberapa miopati distrofi dapat menunjuk-
miogenik (Gambar 4). Gambaran MUAP
kan gambaran inflamasi pada histopatologi.
pada lesi miogenik adalah MUAP berdurasi
Miopati dengan gambaran nekrosis biasanya
pendek, amplituda rendah, dan polifasik
didapatkan pada miopati toksik walaupun
Pada miopati kronik dapat diperoleh gam-
dapat juga ditemukan pada miopati akibat
baran MUAP berdurasi panjang dan memiliki
autoimun. Sampel histopatologi sebaiknya
potensial satelit yang biasanya didapatkan
diambil dari otot kontralateral yang dilaku-
pada lesi neurogenik Pada keadaan miopati
kan pemeriksaan EMG dan skor kekuatan
tahap lanjut gambaran MUAP neurogenik
otot 4. Pemeriksaan EMG dapat menyebab-
dan miogenik mungkin sulit dibedakan. Pola
kan inflamasi transien yang dapat menga-
rekruitmen MUAP pada miopati adalah early
caukan hasil pemeriksaan histopatologi.

736
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati

Proksimal
I
Distal

Lokalisasi '-I Generalisata


I
Simetrik

Asimetrik
I
Miotonia

Gambaran - Distropi miotonik


MUAP - Miotonia kongenital
sesuai - Paramiotonia kongenital
denga
miopati - Periodik paralisis hiperkalemia
- Defisiensi asam maltase
- Miopati sentrotubularjmiotubular

r Denervasi
Adanya - Polimiositis
aktivitas
- Dermatomiositiis
~=sp=onta~n_,\ - Inclusion body miositis
Respon - Miopatijpolimiositis pada HIV
Peran EMG terhadap - Miopati Sarkoidosis
dalam . k / terapi
diagnosis I' Tmg at - Defisensi distropin (Duchene dan
Becker)
Miopati keparah
an \ Menentu -
kan - Miopati nemalin
lokasi - Miopati alkohol
biopsi
-Miopati akibat penggunaan obat
penurun kolesterol
Motor - DLL
neuron \.. ..)
disease
Gamba ran
MUAPtidak
sesuai ~ Motor
dengan neuropati
miopati

Kelainan
pautsaraf
otot

Gambar 4. Peran Pemeriksaan Elektromiografi


Dimodifikasi dari: Preston DC, dkk. Electromyography and neuromuscular disorders clinical-electrophysiologic
correlations. 2013. h. 549-62.

737
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Miopati inflamasi: pemeriksaan marker serologi untuk


inflamasi spesifik, antibodi spesifik miositis, dan penapisan
keganasan

Miopati nekrotik: penapisan keganasan, antibodi SRP,


antibodi HMGCoA

Rekomendasi
pemeriksaan
berdasarkan basil Distropi muskular: pemeriksaan imunohistokimia dan tes
pemeriksaan genetik
histopatologi otot

Miopati mitokondria: tes genetik spesifik, tes enzim rantai


respirasi mitokondria

Storage disease: forearm exercise test. tes mikroskop elektron


untuk enzim genetik khusus

Gambar 5. Pemeriksaan Lanjutan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Histopatologi


SRP: signal recognition particle
Dimodifikasi dari: Oskarsson B. Neuromuscular disorders in clinical practice. 2014. h. 1159-68.

Pemeriksaan Spesifik Lainnya Adanya panel antibodi atau inflamasi terkait


Apabila pemeriksaan histopatologi menunjuk- yang positif dapat menunjang diagnosis (spe-
kan inflamasi maka dapat diperiksa panel-pa- sifisitas cukup tinggi).
nel antibodi atau penanda inflamasi (TabellO).

Tabel10. Penanda Inflamasi Miopati


Penanda inflamasi Kondisi Terkait
Antibodi antinuclear SLE dan kondisi lainnya (nilai patologi tidak jelas bila titer <1:340)
Anti-PM-Scl Skleroderma
Anti-RNP Mixed connective tissue disease
HIV Miopati inflamasi
Angiotensin-converting enzyme Sarkoidosis
LED Penanda inflamasi nonspesifik
CRP Protein fase akut, penanda inflamasi nonspesifik
SLE: systemic lupus erythematosus; anti-PM-Scl: anti-polymyositis scleroderma; anti-RNP: anti-ribonucleoprotein;
HIV: human immunodeficiency virus; LED: laju endap darah; CRP: c-reactive protein
Sumber: Preston DC, dkk. Electromyography and neuromuscular disorders clinical-electrophysiologic correla-
tions. 2013. h. 549-62.

738
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati

Pemeriksaan Genetik IMM termasuk dermatomiositis (DM)


Jika pada pemeriksaan histopatologi di- memiliki keterlibatan sistemik yaitu pada
dapatkan gambaran miopati distrofi, maka kulit. FSH memiliki distribusi pada otot-
pemeriksaan genetik spesifik dapat ditentu- otot wajah, skapula, dan lengan atas. PPH
kan berdasarkan korelasi klinis atau fenotip. dan myotonic dystrophy dicetuskan oleh
Pada miopati distrofi dengan tampilan klinis aktivitas. PPH biasanya aktivitas yang
yang khas (misalnya OPMD, DM1, atau FSH), belebihan, sedangkan myotonic dystro-
pemeriksaan genetik dapat ditentukan bah- phy pada awal aktivitas dan dapat di-
kan sebelum dilakukan pemeriksaan EMG sertai pseudohipertrofi. DMD dan BMD
atau biopsi. Miopati limb-girdle sangat hera- merupakan penyakit kongenital dan
gam dan sulit untuk menentukan diagnosis biasanya pada laki-laki disertai keter-
yang spesifik hanya berdasarkan fenotip. lambatan fungsi motorik sejak usia dini.
Pada keduanya ditemukan tanda Gowers
CONTOH KASUS yaitu membutuhkan bantuan tangan
1. Seorang wanita usia 39 tahun datang saat akan berdiri dari jongkok.
dengan keluhan kelemahan pada otot-
2. Seorang laki-laki usia 26 tahun datang
otot paha. Kelemahan ini mulai dira-
dengan kaku otot-otot tangan. Kekakuan
sakan saat naik tangga sekitar 3 minggu
dirasakan terutama pada pagi hari. Kadang
yang lalu. Kelemahan tidak dicetuskan
siang hari juga muncul namun lama kela-
oleh sesuatu namun bersifat konstan maan menghilang. Tidak ada penggu-
yang disertai nyeri pada otot, terutama di
naan obat-obat yang signifikan ataupun
lengan dan paha. Tidak terdapat riwayat
penyakit lainnya. Terdapat keluarga yang
penggunaan obat atau penyakit keluarga
memiliki keluhan yang serupa. Dari peme-
yang signifikan. Pasien memiliki riwayat
riksaan fisik tidak ditemukan kelemahan,
atopi dan alergi terhadap penisilin dan
hipertrofi, maupun atrofi, namun terdapat
udang. Pada pemeriksaan fisik kekuatan relaksasi tangan yang melambat saat di-
motorik keempat ekstremitas menurun minta melepas genggaman tangan. Dari
walaupun asimetris, kekuatan otot lain- ilustrasi tersebut, diagnosis banding yang
nya baik. Terdapat warna kemerahan paling mungkin adalah;
pada kulit di sekitar otot yang nyeri. Dite-
mukan Gottron's papules. Diagnosis yang a. LGMD tipe I
paling mungkin pada kasus ini adalah: b. Miotonia
a. Facioscapulohumeral dystrophy (FSH) c. OPMD
b. Periodik paralisis hiperkalemia (PPH) d. Polimiositis
c. Myotonic dystrophy e. DMD
d. Immune mediated myopathy (IMM) Jawaban yang paling tepat adalah 8
e. Duchene atau Becker muscular dystrophy (miotonia).
Jawaban yang paling tepat adalah D (Im- Miotonia adalah penyakit yang berkaitan
mune mediated myopathy). dengan genetik, dapat berupa autosomal

739
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

dominan maupun resesif. Ditandai den- sevier; 2013 . h. 549-62.


4. Ohta A, Nagai M, Nishina M, Tomimitsu H, Koh-
gan kram atau kaku yang dicetuskan den-
saka H. Prevalence and incidence of polymyositis
gan aktivitas. Distribusinya tidak spesifik. and dermatomyositis in japan. Mod Rheumatol.
LGMD memiliki distribusi yang khas di 2014;24(3):4 77-80.
otot-otot antara tubuh dan ekstremitas 5. Lefter S, Hardiman 0, Ryan AM. A population-
based epidemiologic study of adult neuromus-
(skapula, pelvis). OPMD memiliki dis- cular disease in the Republic of Ireland. Neurol-
tribusi pada otot-otot okular dan farin- ogy. 2016;10:1212.
geal. Polimiositis merupakan penyakit 6. Dalakas MC. Autoimmune inflammatory myopa-
thies. Dalam: Mastaglia FL, Hilton-jones D, editor.
otot inflamasi, dapat disertai inflamasi Handbook of clinical neurology. Edisi ke-3. Am-
sistemik. DMD merupakan penyakit kon- sterdam: Elsevier; 2007;86:273-301.
genital dengan gejala klinis dapat diketahui 7. Morrison LA. Dystophinopathies. Dalam: Am-
ato AA, Griggs RC, editor. Handbook of llinical
sejak masa pertumbuhan.
neurology. Edisi ke-3. Amsterdam: Elsevier;
2011;101:11-39.
DAFTAR PUSTAKA 8. Trisnawati SY, Nuartha AABN, Putra !GNP. Miosi-
1. Barohn RJ, Dimachkue MM, jackson CE. A pattern tis badan inklusi. Neurona. 2013; 30(3):185-90.
recognition approach to patients with a suspect- 9. Ansari R, Katirji B. Serum muscle enzyme in neu-
ed myopathy. Neurol Clin. 2014;32(3):569-93. romuscular disease. Dalam : Katirji B, Kaminski
2. Oskarsson B. Approach to myopathies. Dalam: Hj, Ruff RL, editor. Neuromuscular disorders in
Katirji B, Kaminski HJ, RuffRL, editor. Neuromus- clinical practice. Edisi ke-2. New York: Springer;
cular disorders in clinical practice. Edisi ke-2. 2014. h. 39-50.
New York: Springer; 2014. h. 1159-68. 10. Katirji B. Clinical assessment in neuromuscu-
3. Preston DC, Shapiro BE. Myopathy. Dalam: Pres- lar disease. Dalam: Katirji B, Kaminski HJ, Ruff
ton DC, Shapiro BE, editor. Electromyography RL, editor. Neuromuscular disorders in clinical
and neuromuscular disorders clinical-electro- practice. Edisi ke-2 . New York: Springer; 2014.
physiologic correlations. Edisi ke-3. London: El- h. 3-20.

740
Scanned for Pablo
MIASTENIA GRAVIS
44 Manfaluthy Hakim, Ahmad Yanuar Safri, Winnugroho Wiratman

PENDAHULUAN jenis kelamin dan usia. Pada usia di bawah


Miastenia gravis (MG) adalah penyakit atau sampai usia 50 tahun, lebih banyak
autoimun yang ditandai dengan kelemahan perempuan dengan rasio 7:3, sedangkan
fluktuatif pada otot-otot ekstra okular; bulbar, pada usia di atas 50 tahun ditemukan laki-
dan otot-otot proksimal. Kelemahan otot yang laki dengan rasio 3:2. revalensi paling
terjadi akan memburuk saat beraktivitas tinggi pada -perempuan usia 20-30 tahun,
dan membaik setelah beristirahat. MG sedangkan laki-laki pada usia 60 tahun.
disebabkan oleh adanya autoantibodi pada Dengan semakin meningkatnya kemampuan
membran pascasinaps pada taut saraf otot diagnosis, terapi, dan umur harapan hidup,
(neuromuscular-junction). Autoantibodi yang
prevalensi MG semakin meningkat, yaitu
banyak ditemukan pada serum pasien MG 15-179:1.000.000 dengan sekitar 10%-nya
adalah antibodi terhadap reseptor asetilkolin. adalah usia anak-anak dan remaja. Risiko
Saat ini diketahui antibodi lain yang terdapat ini akan meningkat sekitar 4,5% hila dalam
pada pasien MG, yakni muscle-specific kinase keluarga, saudara kandung, atau orang tua
(MuSK) dan low-density lipoprotein receptor- memiliki riwayat menderita MG a tau penya-
related protein (LRP4). Walaupun mekanisme kit autoimun lainnya.
timbulnya autoimun pada MG masih belum
diketahui secara pasti, diduga beberapa faktor ANATOMI DAN FISIOLOGI TAUT SARAF
berperan dalam terjadinya reaksi autoimun
OTOT
tersebut, yaitu jenis kelamin, hormon, dan Akson sel neuron akan berakhir sebagai
kelenjar timus yang abnormal pada hampir akson terminal pada otot dan membentuk
80% penderita MG. motor end plate yang terdiri dari terminal
saraf atau membran presinaps, celah sinaps,
EPIDEMIOLOGI dan membran pascasinaps. Pada membran
MG termasuk penyakit yang jarang. pascasinaps terdapat beberapa macam pro-
Insidensnya hanya sekitar 1, 7-21,3 per tein, yaitu: reseptor asetilkolin, RATL, MusK,
1.000.000, dapat terjadi di semua usia dan Agrin, MA3C, dan Rapsyn yang bekerja satu
jenis kelamin. Dari beberapa penelitian sama lain melancarkaiLtransmisi sinyal ke
diketahui gambaran bimodal berdasarkan reseptor asetilkolin (Gambar 1) .
b·cloi,(. t1!~ c:fuljcNl ~wi~.lotjtl~ m1(1, Yllaluh memptltburuk

741

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Motor neuron kolinergik


yang terletak pada kornu
ventralis medula spinalis
dan batang otak

Neuromuscular
junction

Akson

Gam bar 1. Anatomi Taut Saraf Otot

Saat potensial aksi yang dihantar oleh saraf natrium pada sel otot, terjadi influks Na+. In-
motorik mencapai terminal saraf akan timbul fluks Na• ini akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi yang membuka kana! kalsium di depolarisasi pada membran pascasinaps.
membran presinaps. Terbukanya kana! kalsi- Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang
um akan mencetuskan pelepasan asetilkolin tertentu (firing level), maka akan terjadi po-
(acetylcholinj ACh) ke celah sinaps dan selan- tensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial
jutnya berikatan dengan reseptor asetilkolin aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan)
(acetylcholin receptor j AChR). di membran ke segala arah sesuai dengan karakteristik
pascasinaps. lkatan antara ACh dan AChR sel eksitabel dan akhirnya akan mengakibat-
akan mengakibatkan terbukanya gerbang kan kontraksi.

742

Scanned for Pablo


Miastenia Gravis

ACh yang masih tertempel pada AChR ke- sehingga terjadi degradasi AChR pada mem-
mudian dihidrolisis oleh enzim asetilko- bran pascasinaps. Degradasi ini lebih cepat
linesterase (AChE) yang terdapat dalam daripada pembentukan AChR baru, sehingga
jumlah yang cukup banyak pada membran semakin menurunkan jumlah ACh yang beri-
pascasinaps. ACh akan dipecah menjadi ko- katan dengan AChR.
lin dan_asam laktat. Kolin kemudian masuk
Antibodi yang melekat pacta AChR akan
ke dalam membran presinaps untuk mem-
memblok ACh, sehingga tidak dapat berikat-
bentuk A.Ch kembali. Proses hidrolisis ini
an dengan AChR. Kompetisi antara autoanti-
dilakukan untuk dapat mencegah terjadi-
bodi dan ACh untuk dapat berikatan dengan
nya potensiaJ aksi tents menerus yang akan
AChR akan semakin menurunkan jumlah
mengakibatkan kontraksi terusmenems.
ACh yang berikatan dengan AChR.
Keberhasilan transmisi impuls pada taut
Pada 85% pasien MG dapat ditemukao anti-
saraf otot tergantung dari:
bodi terhadap resepto- asetilkolin (antiAChRJ
• Kepadatan reseptor asetilkolin pada dalam darah. Namun ternyata tidak hanya
permukaan membran pascasinaps reseptor asetilkolin yang dapat menjadi an-
• Aktivitas asetilkolinesterase tigen target proses autoantibodi pada MG.
• Struktur dan jumlah lekukan pada Terdapat struktur protein lain pada per-
membran pascasinaps mukaan membran pascasinaps yang dapat
menjadi target antigen, seperti pada Gam-
Kelemahan otot yang terjadi pada MG dise- bar 1. Perkembangan terbaru menunjuk-
babkan oleh proses autoimun pada taut kan sebagian pasien MG yang tidak mempu-
saraf otot. Faktor utama dan paling penting nyai antibodi terhadap reseptor asetilkolin
dalam patofisiologi MG adalah terbentuknya ternyata memiliki antibodi terhadap MuSK
autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin atau antibodi LRP4 yang merupakan bagian
(AChR) pada membran pascasinaps. Tedapat dari struktur protein agrin.
tiga proses yang menyebabkan gagalnya kon-
traksi otot akibat proses autoantibodi ini GEJALA DAN TANDA KLINIS
(Gambar 2). Pada MG, kelemahan dan kelelahan ter-
jadi berfluktuasi, tergantung pada aktivitas
AntibodLyang melekat pada AChR akan meng-
pasien, sehingga dapat berbeda-beda setiap
aktifkan kaskade ompJemen yang memben-
waktu. Kelemahan memberat setelah akti-
tuk membrane attack compleks (MAC) yang ke-
vitas fisik yang berat, kenaikan suhu tubuh,
mudian menghancurkan AChR serta merusak
dan lingkungan sekitar, serta akan berkurang
struktur.lipatan-lipatan membran pascasinaps,
bahkan menghilang setelah istirahat. Pada
sehingga mengurangi luas permukaannya.
sekitar 70% penderita MG, gejala awal yang
Akibatnya asetilkolin yang dapat berikatan de-
dialami adalah keluhan pada mata yangasime-
ngan AChR pada membran pascasinaps men-
tris, yang mengenai otot-otot ekstraokular,
jadi jauh lebih sedikit (Gam bar 2).
berupa turunnya kelopak atas (ptosis) dan
Antibodi yang berikatan pada dua AChR penglihatan ganda (diplopia). Dari seluruh
akan mengaktifkan proses endositosis AChR, tipe okular, sekitar 50% berkembang menjadi

743

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

tipe generalisata, yaitu kelemahan terjadi pada b. Disfagia (gangguan menelan) muncul
otot-otot bulbar dan otot-otot proksimal, se- setelah penderita memakan mal<anan
dangkan sekitar 15% tetap sebagai tipe okula1~ padat. Penderita dapat mengalami ke-
Gejala klinis yang be rat sering ditemukan pada sulitan menggerakan rahang bawah saat
tahun pertama sampai tahun ketiga, jarang mengunyah makanan, sehingga harus
sekali ditemui perbaikan klinis yang sempurna dibantu oleh tangan (tripod position).
dan permanen.
c. Kelumpuhan otot-otot wajah sering ti-
Gejala klinis MG dapat berupa: dak disadari oleh penderita, baru diketa-
1. Gejala Okular hui setelah orang lain melihat menurun-
Ptosis dan diplopia yang asimetris meru- nya ekspresi wajah atau senyumannya
pakan gejala okular yang paling sering tampak datar (myasthenic snarl).
ditemukan. Gejala okular akan menetap 3. Leber dan Ekstremitas
pada 10-16% pasien MG dalam masa a. Leher terasa kaku, nyeri, dan sulit
3 tahun pertama dan menjadi sekitar untuk menegakkan kepala (dropped
3-10% setelah 3 tahun. Bila gejala okular head) akibat kelemahan pada otot-
menetap sampai lebih dari 3 tahun, maka otot ekstensor leher.
sekitar 84% tidak mengalami perubahan b. Pada ekstremitas, kelemahan lebih
menjadi tipe general ataupun bulbar. sering terjadi pada ektremitas atas
2. Gejala Bulbar dan mengenai otot-otot proksimal
a. Disfoni dan disartria yang muncul (deltoid dan triseps ). Pad a keadaan
setelah berbicara beberapa lama, yang berat, kelemahan dapat terjadi
sering terjadi pad a onset pertama kali. juga pada otot-otot distal.

MAC

Aktlvasi sistem kaskade ~


komplemen mengakibatkan
terbentuknya MAC

Kerusa kan morfologi


memb<an sel otot
Jaringan otot

Gam bar 2. Patofisiologi Miastenia Gravis


ACh: acety/cholin, MAC: membrane attack compleks

744

Scanned for Pablo


Miastenia Gravis

4. Gangguan Pernapasan, sering terjadi nakan, pada umumnya dibagi berdasarkan


pada MG tipe general. Penderita mera- gejala klinis, otot yang terkena, usia saat on-
sakan kesulitan menarik napas akibat set, abnormalitas dari timus, dawjenis anti-
kelemahan otot-otot bulbar an per- bodi yang ditemukan (Tabell).
napasan.
Pembagian subtipe lain yang lebih lengkap
berdasarkan epidemiologi, imunologi, gene-
Klasifikasi MG sangat penting untuk keber-
hasilan tata laksana dan terapi. Terdapat tik, kelainan pada timus, serta respons ter-
beberapa klasifikasi MG yang banyak digu- hadap imunoterapi telah banyak di gunakan
untuk penelitian dan praktik klinis (Tabel 2).

Tabel 1. Klasifikasi Miastenia Gravis Berdasarkan Jenis Autoantibodi yang Ditemukan


Target Autoantibodi
Clustered
Solubilized AChR MuSK LRP4
AChR
Persentase pasien (%) 85% -5% -4% -2%
Populasi target Early onset: P>L Perempuan Perempuan
Late onset: P=L usia muda usia muda
Tingkat keparahan MG tipe okuiar dan generaiisata Be rat Ringan
penyakit
Patogenisitas In vitro In vitro In vitro In vitro
In vivo In vivo
lsotypes IgGl, IgG3 IgGl IgG4 IgGl
Peran kompiemen Ada Kemungkinan Tidak ada Kemungkinan
ada ada
Abnormalitas dari timus EOMG:Hiperplas ia Folikular Hiperplasia Fo- Tidak ada ?
LOMG: timoma likular ringan
Hubungan titer antibodi Tidak ada ? Ada ?
dengan derajat penyakit
P: pere mpuan, L: laki-laki, EOMG: early onset myasthenia gravis (onset pada usia ~40 tahun), LOMG : late onset myasthenia
gravis (onset pada usia >40 tahun), AChR: acety/cholin receptor (rese ptor asetilkolin), MuSK: muscle-specific kinase, LRP4:
/ow-density lipoprotein receptor-related protein 4.
Sumber: Berrih-Aknin S, dkk. j Autoimmun. 2014. h. 90-100.

745
Scanned for Pablo
l:l:l
s:::
~
Tabel 2. Gambaran Klinis Berbagai Subtipe Miastenia Gravis ~
EOMG LOMG TAMG MAMG OMG SNMG ..,
~::~'

Frekuensi (%) 20 45 10-15 6 15 4 ~


s:::
Perjalanan dan mani- Umum, manifestasi Umum, manifestasi Umum, more Umum,Jascio- Okular Umum
festasi penyakit maksimal dalam 3 maksimal dalam 3 scarcely, masih phary- d
tahun pertama tahun pertama mungkin remisi ngealfocus ~
komplit
Usia saat onset s45 (50, 60) tahun• >45 (50, 60) tahun• Usia berapapun Usia berapapun Usia berapapun Usia berapapun
penyakit (teutama 40-60 (teutama usia
tahun) Iebihmuda)
Rasia laki-laki dan 1:3 5:1 1:1 1:3 1:2 Tidak ada data
perempuan
HLA-association 88 A1 DR3 (strong) 87DR2 DR7 DR14 (strong) Tidak ada data Tidak ada data
[caucasians) DR16 DR9 (less (less strong) (less strong)
strong) Anti-titin-ab· with A25
DR7 (less strong)
Anti-titin-ab• with
DR3
-...:J Autoantibodi Anti-AChR-ab Anti-AChR-ab Anti-AChR-ab Anti-MuSK-ab Anti-AChR-ab Anti-LRP4-ab
*'"
0\ Anti-Titin-ab Anti-Titin-ab (50-70 %) Anti-Argin-ab
Anti-RyR-ab Anti-RyR-ab
Anti-IL12-ab Anti-IL12-ab
Anti-IFNa-ab Anti-IFNa-ab
Anti-IFNx-ab
Abnormalitas tim us 'Hiperplasia limfo- Atrophy, involution Thymoma 8iasanya normal Tidak ada data Tidak ada data
folikular TypeA5 o/o
Type A8, 81-3
92 o/o
Respons terhadap 8aik jika dilakukan Tidak ada data 8iasanya kurang Kurangbaik Tidak ada data Tidak ada data
timektomi dalam 1-2 tahun baik
setelah diagnosis
Respon terhadap +++ +++ +(+) +(+) +++ +(+)
imunotera i
•saat ini pembagian EOMG dan LOMG masih dalam perdebatan. EOMG: early onset myastenia gravis (onset pada usia s40 tahun); LOMG: late onset myas-
thenia gravis (onset pada usia >40 tahun); TAMG: thymoma-associated myastenia gravis; MAMG: anti-MuSK-Ab-associated myastenia gravis; OMG: ocular
myastenia gravis; SNMG: seronegative myastenia gravis
Sumber: Melzer N, dkk. J NeuroL 2016. h. 1473-94.

Scanned for Pablo


Miastenia Gravis

Terdapat juga klasifikasi oleh Task Force of the berdasarkan manifestasi klinis dan derajat
Medical Scientific Advisory Board of the Myas- kelemahan motorik yang sering digunakan un-
thenia Gravis Foundation of America (Tabel 3) tuk evaluasi pasien dalam praktik sehari hari.

Tabel 3. Klasifikasi Klinis Miastenia Gravis


Kelas Deskripsi
Kelemahan motorik terbatas pada okular
Memiliki kesulitan dalam menutup mata
Kekuatan motorik lain normal
li Kelemahan motorik derajat ringan melibatkan otot lain selain okular
Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada okular dengan berbagai derajat
!Ia Kelemahan motorik lebih be rat pada otot ekstremitas, batang tubuh, a tau keduanya
lib Kelemahan motorik lebih be rat pada otot orofaring, respi ratorik, a tau keduanya
III Kelemahan motorik derajat sedang melibatkan otot la in selain okular
Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada okular dengan berbagai derajat
lila Kelemahan motorik lebih be rat pada otot ekstremitas, batang tubuh, a tau keduanya
. b Kelemahan motorik lebih berat pada otot orofaring, respiratorik, atau keduanya
IV Kelemahan motorik derajat berat melibatkan otot lain selain okular
Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada okular dengan berbagai deraj at
IVa Kelemahan motorik lebih be rat pada otot ekstremitas, batang tubuh, a tau keduanya
!Vb Kelemahan motorik Iebih berat pada otot orofaring, respiratorik, atau keduanya
V Membutuhkan intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik, terkecuali dilakukan
pascaoperasi
Pemberian nutrisi enteral tanpa intubas i termasuk ke kelompok !Vb
Sumber: Howard )F. Myasthenia gravis: a manual for the health care provider. 2008. h. 13

747

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Tabel4. Myasthenia Gravis Composite Scale


Derajat
Kriteria Skor
Normal(O) Ringan(l) Sedang(2) Berat(3)
Diplopia pada lirikan ke 61 11-60 1-10 Spontan
kanan (detik)
Ptosis pada lirikan ke 61 11-60 1-10 Spontan
atas (detik)
Otot fasialis Tahanan kelopak Menutup sempurna, Menutup sem- Tidak dapat me-
matanormal Iemah, tahanan puma, tanpa nutup sempurna
ringan tahanan
Menelan 120cc air Normal Batuk atau mende- Batuk hebat, Tidakdapat
(1/2 gelas) hamsedikit tersedak, atau menelan (pemer-
regurgitasi nasal iksaan tidak
dapatdilakukan)
Menghitung hingga 50 Tidak ada gang- Disartria pada angka Disartria pada Disartria pada
dengan suara Iantang guan 30-49 angka 10-29 angka9
(onset disartria)
Merentangkan tangan 240 90-239 10-89 0-9
kanan pada posisi
duduktegak90• (detik)•
Merentangkan tangan 240 90-239 10-89 0-9
kiri pada posisi duduk
tegak 90• (detik)•
Kapasitas vital (% 80 65-79 50-64 <50
prediksi)
Kekuatan genggaman
tangan kanan (kgW)b
• Laki-Iaki 45 15-44 5-14 0-4
• Perempuan 30 10-29 5-9 0-4
Kekuatan genggaman
tangan kiri (kgW)b
• Laki-laki 35 15-34 5-14 0-4
• Perempuan 25 10-24 5-9 0-4
Menegakkan kepala 120 30-119 1-29 0
(45' supinasi) (detik)<
Fleksi panggul kanan 100 31-99 1-30 0
45-50" (detik)d
Fleksi panggul kiri 100 31-99 1-30 0
45-50' (detik)d
"pasien diposisikan duduk dengan kedua kaki menapak ke tanah dan punggung tidak bersandar, lengan kiri dan
kanan direntangkan dan diperiksa bersamaan dengan posisi palmar pro nasi; bpasien dalam kondisi duduk dengan
sendi siku ditekuk 90• dan tangan memegang dinamometer; <pasien berada dalam posisi berbaring dengan kepala
tanpa disangga banta!, pemeriksa menilai kemampuan pasien untuk mengangkat kepala dari kasur; dpasien diper-
siapkan dengan posisi berbaring, kedua ekstremitas saraflurus dan sepatu dilepas.
Sumber: Burns TM. Ann N YAcad ScL 2012. h. 99-106.

748

Scanned for Pablo


Miastenia Gravis

Penilaian derajat gejala klinis sangat pent- otot deltoid, triseps, dan ekstensor jari-
ing dilakukan saat melakukan pemeriksaan jari), kelemahanjkelumpuhan otot-otot
fisik pasien MG dan memberikan skala yang yang dipersarafi oleh nervus kranialis.
terukur (Tabel 4).
2. Pemeriksaan Fisik; dilakukan peme-
riksaan fisik umum dan neurologis se-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
cara menyeluruh untuk menilai kekuatan
Diagnosis MG ditegakkan berdasarkan anam-
motorik dan derajat kelemahan otot-otot
nesis, pemeriksaan neurologis, elektrodiagnos-
yang terkena (Tabel4 dan Tabel 5).
tik, serologi unh1k antibodi AChR dan MuSK,
serta CT scan torak untuk melihat adanya 3. Tes Klinis Sederhana
timoma. a. Tes Wartenberg: penderita diminta
1. Anamnesis untuk melihat ke atas bidang datar de-
Adanya kelemahanjkelumpuhan otot ngan sudut kurang lebih 30 derajat se-
yang berulang setelah aktivitas dan lama 60 detik, positifbilaterjadi ptosis.
membaik setelah istirahat. Tersering me- b. Tes hitung, penderita diminta untuk
nyerang otot-otot mata (dengan mani- menghitung 1-100, positif bila suara
festasi diplopia tau ptosis), dapat disertai menjadi sengau (suara nasal) atau su-
kelumpuhan anggota badan Cterutama ara menghilang.

Tabel 5. Penilaian Kekuatan Motorik, Fatik dan Fungsi Respirasi


Otot Anamnesis/ Observasi Pemeriksaan
Okular Diplopia, posisi mata • Pergerakan otot ekstraokular
Ptosis • Lid lag, ptosis fatik (dengan pupil
sebagaiacuan)
Bulbar Konsumsi makanan berkonsistensi lunak, • Menghitung hingga 50, menilai
• Mengunyah kesulitan mengunyah makanan berkonsis- pada angka berapa timbul peruba-
• Menelan tensi padat han bicara
• Berbicara Liur menetes, tidak mampu menelan seka- • Deskripsi bicara (sengau, suara
li dalam satu sua pan, regurgitasi nasal nasal, halus)
Fasialis Hilangnya sulkus nasolabialis Tahanan pada kelopak mata dan mulut,
menggembungkan pi pi, senyuman
Leher Head drop Kekuatan fleksi dan ekstensi leher
Ekstremitas
• Atas Bahu, triseps, ekstensi pergelangan
tangan
• Bawah Fleksi panggul, dorsifleksi pergelangan
kaki
Pernapasan Sensasi sesak a tau sulit be rna pas saat ber- • Frekuensi, pola, dan kedalaman
baring atau membungkuk, peningkatan pernapasan
usaha bernapas, ansietas • Oji fungsi paru
Sumber: Meriggioli MN, dkk. Semin Neural. 2004. h. 31-9.

749

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

c. Ice pack eye test; celah antara kedua 7. Elektrodiagnostik


kelopak mata yang mengalami ptosis a. Repetitive nerve stimulation (RNS),
akan diukur terlebih dahulu kemudian untuk mendeplesi vesikel ACh se-
dengan es yang terbalut kain akan di- hingga terjadi penurunan com-
tempelkan ke kelopak mata penderita. pound motor action potential
Celah antara keduakelopak mata yang (CMAP) progresif dan menilai ad-
bertambah Iebar setelah penempelan anya blok Hasil yang diharapkan
es selama 2 menit dianggap positif. pada penderita MG adalah penu-
runan minimal lebih dari 10%.
4. Uji Tensilon, bermanfaat untuk konfir- Nilai sensitivitas dan spesifisitas
masi diagnosis dan respons terhadap bervariasi bergantung dari teknik
pengobatan. Hasil positif bila ditemukan peme-riksaan.
perbaikan gejala kelemahan motorik se-
cara cepat, tetapi dalam waktu singkat. b. Single fiber electromyography
Apabila pemeriksaan ini tidak tersedia, (SFEMG); mencatat instabilitas
pemberian obat penghambat AChE oral sebelum adanya blok
seperti piridostigmin dapat diberikan, neuromuskular. SFEMG memiliki
namun perbaikan gejala lebfh lambat, nilai spesifisitas yang sangat
baru terlihat setelah 1-2 jam. tinggi, tetapi sensitivitasnya tidak
mencapai 100%.
5. Uji rostigmin (Neostigmin), pada tes
ini disuntikkan 1,5mg atau 3cc prostig- 8. Radiologi, pemeriksaan CT scan,
min metilsulfat secara intramuskular atau MRI torak dilakukan untuk meli-
(diberikan pula atropin O,Bmg bila per- hat ada atau tidaknyatimoma.
llb) . Jika kelemahan itu benar disebab-
kan oleh MG, maka gejala-gejala seperti Diagnosis Banding
ptosis, strabismus, atau kelemahan lain Beberapa diagnosis banding untuk me-
tidak lama kemudian akan lenyap. negakkan diagnosis MG antara lain:

6. Serologi 1. Adanya ptosis atau strabismus dapat


a. Antibodi reseptor anti-asetilkolin, juga disebabkan oleh lesi nervus III pada
postitif pada 70-95% penderita MG beberapa penyakit selain MG, an tara lain:
generalisata dan 50-75% penderita a. Meningitis basalis (tuberkulosis atau
miastenia okular murni. Pada pasien luetika)
timoma tanpa MG sering kali terjadi b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari
false positive antibodi antiAChR. nasofaring
b. Anti-Muscle-specific Kinase (MuSK) c. Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisi
antibodies, hampir 50% penderita d. Paralisis pascadifteri
MG yang menunjukkan hasil antiAChR
e. Pseudoptosis pada trakoma
Ab egatif (MG seronegatif), menun -
jukkan basil yang positif untuk anti- 2. Apabila terdapat suatu diplopia yang
MuSKAb.

750
Scanned for Pablo
Miastenia Gravis

transient maka kemungkinan adanya sam ping gastrointestinal (efek sam ping
suatu sklerosis multipleks. muskarinik) berupa kram atau diare.
3. Sindrom Lambert-Eaton (Lambert-Eaton 2. Kortikosteroid
Mya·s thenic Syndrome) Prednison dimulai dengan dosis awal
Penyakit ini dikarakteristikkan dengan 10-20mg, dinaikkan bertahap (5 -lOmg/
adanya kelemahan dan kelelahan pada minggu) lx sehari selang sehari, maksi-
otot anggota tubuh bagian proksimal mal 120mg/6 jamjoral, kemudian ditu-
dan disertai dengan kelemahan relatif runkan sampai dosis minimal efektif.
pada otot-otot ekstraokular dan bulbar.
Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga 3. Azatioprin
pada detik-detik awal suatu kontraksi Merupakan suatu obat imunosupresif,
volunter, terjadi hiporefleksia, mulut dosis 2-3mgj kg88 j harijoral selama 8
kering, dan sering kali dihubungkan de - minggu pertama. Setiap minggu harus
ngan suatu karsinoma terutama oat cell dilakukan pemeriksaan darah lengkap
carcinoma pada paru. dan fungsi hati. Sesudah itu pemerik-
saan laboratorium dikerjakan setiap bu-
lan sekali. Direkomendasikan pemberian
TATA LAKSANA
prednisolon bersama-sama dengan aza-
Tujuan tata laksana adalah untuk mengen-
tioprin.
dalikan gejala (simtomatik), me_ncegah pro-
gresifisitas, dan mencegah komplikasi. Tera- 4. Plasma Exchange
pi farmakologi mencakup (Tabel6): Bertujuan untuk menghilangkan anti-
bodi reseptor dari sirkulasi, sering digu-
1. Acethylcholinesterase Inhibitor (Peng-
nakan pada krisis miastenia dan sebe-
hambat AChE)
lum dilakukan operasi timektomi
Penghambat AChE memperlambat de-
gradasi asetilkolin yang memungkinkan 5. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
berada pada taut saraf otot lebih lama. Oasis 400mg/ KgBB / hari selama 5 hari
Dapat diberikan pirjdostigmin bromida berturut-turut.
(Mestinon®) 30-120mg/ 3-4 jamjoral.
6. Timektomi
Umumnya regimen ini diberikan pada
Pengangkatan kelenjar timus dapat
awal penyakit dan penatalaksanaan MG
mengurangi gejala pada 70% penderita
ringan (MG klas IIA dan liB).
dengan timoma atau displasia kelenjar
Efek samping pemberian antikolinester- tim us. Manfaat pembedahan pad a MG se-
ase disebabkanoleh stimulasi parasimpa- ronegatif, MG nontimoma yang terbatas
tis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, okular, MG seronegatif dengan antiboai
salivasi berlebihan, berkeringat, lakrima- MuSK positif sangat. minimal sehingga
si, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek tidak direkmnendas ikan.

751
Scanned for Pablo
!KmdrRUoiHimriidlan!limrilaan~
!Bfdk.'liangiiqg JMmnmthflmniRe•llmfiianiBhuBus
lbftiibitorlko- IIDoais~..Bfifinm 3itimtllalih1f!Bf!Ptnr,A.G!iR,mwlkmiiiilk !Knmmintllkmii dibsiilut: JHllllB lbtrorllfuil,
llines.tems.e 1p.er!halii L(otot !PO~, lkllleqjar -sflkreli~): lkram lhip.emofi ·IPI!'nstat, iimn.tfuiielllii tfuqgSi
ll3Jnliihisfiyrriin JllkaliJp.BIIibe- annritt, ttnwU, ttnuntlih, Jllllm!kliia, ijatttuqg ttelrtblkonwensmii, iiiffinlk miio-
lbmmitk Il!ianmuikliimlil gmJiiqg~lhjpmslilivalii,ihjpm!hiklii- lkmcti:akut,ttitrotdkSilmSis.
ll:mliqg lllUilij, lbmlkeJiiimat, lbradikaitli lPhtPat iKontniintllkaai rnHa11if: Jkehamllan, 'me-
'meqjadi /'N/!Hldk mamun :eqgat jja- 1nyu&1i
rraqg), ~an;tlkomodl!lij,rminsis,
~rrellf!PtllriA.GltRlmwlkaliinlk:
!falilktllalii tlltntjjpilSme' otot, :klllema-
ihan,otot(pjlokttltjplilallisas~)
!lmunosqpite-
<San
<DWkdkor- 1l'fmDihontHil,'5- IRenanibahanlberattbadan,:Bintbrom ,lnffikBi 1bemt, fpenJ!ilkit lkf!ganasan, timu-
ttiikoid rt,;limg~J.mBB Cushil!IJ, Jierawat, cdilibetel!, lkei!'Bn- :nodefisielllii, lkllhaniilan, llilkus llambmm
lfli1Bihiison IBdlusiiit1n;awna ttanan ~p iittfEikBi Jlan cmom- t.dan tduodanum, i.OSteqpotrOSis 1pm;Bh,
IHI!flfuiiaJilnn 'lio.D-II!Dllilrum/ lbOSis,iJiWetttonia,!hipdklileniia,,e.tle- ;gaqgguan ~lajjiwaan, !hjp.etttonia 'J!RQg tti-
.Mati\Pmdiiim>- !~JBB:BEilama iDliJ, (pSiko!iil!, t08teQpDI!'OBis cfu!Jlgall cfuik tlllllkenfujJi, tfiilfuates WBQg ttiilak Iter-
lion 11.:£ lhalii, [PBI!lu nii.Slko !Pattlhttulang, melmOSistnilaqg !kontruil
lkeaH!gaammoni- <IIHflptik. lkatantk, !~ilaukomi!, !WliY:-
ttolliqg!IDDJ ~BW~n !PBikdJ.tmis ,~ufmiiaifflJwreSID,
iinsomnia,:Btemid:miqpatl,Jlanihuqg
!dandluodenum tlilsera
.Azatiopliin 'lnd.Uleii:1!..,1irqgif lRentan ttell~ linfeksi, lliflpJreBi lKehaniilan: .azatiqpliin .diglat tdir-
~,Abalii ~umsum rttllaqg l@eJ.tkqpenia, ltlrom- esflpkan .tleqgan :intllklllii •yaqg tte-
iRumatan: 11.$- lbOSitqpenia, ;anemia jjamr®), rmwil, lPat. iJikB !Jlllliien \waliita ~I dlen-
:2in}g'~~halii 1muntah, ,tliaue, <tlemam, :l.!fltlkSiatler- !IJBn ttflnQii :Bmlliiqpliin llWika ttiiliBk
!ii, lhtjpiltlltllkSiBitas, ;anttbnllgiij, rmi- lhanw; .dibell1llkan (PRiia :saat lkflhanillan
aiklhl,atlvmilitis,lpanlmeatifu,,!lksan- :Men}WSlii: ttenqiiJIZR1iitlpliin ttillliktllihen-
ltemalkillit rtikan~ltiHlJWUBlii
\Vlilminasi: ltidak lhlih!h •dllalnikan Milmi-
inalii .tteljgBII 1Wk!iin Ililll\g). lK!lliemasi-
llan '~i :patla :umumnya tWhlk ;pasti
!pmribeliian !hemamaan dlm!gan cdlliJpwiincJI
almllilihibiiDr.WDntin ,oxidJJse illiim)ara cfuJpat
IDll!eyJiblltik imiellltlikliisitas ttien J!IIDUlll-
lloSitmiisJI!mill1(llf!llgtliBitilmii&azatiqpllin
'S81Jlllai .25% JltaU .meqgganti JillqpullinciJ
:tleqgan IJllllhenll'Aidatau!henZbromamnltiila
ti:Brijadi ~ !BliiiiBlllll ttlilaJJgwaqg lJIBlllh
cdanllmlWSllkanibati~jBl
'Mqfi!tiillMycro- rll$-:~,Aharii <G:fljala fl!llBlntliintes.tlimtl l(lllllllil, tiDfBksilbm:at, IPB~ikfmanascm, auw-
;plremilate tdibJmitdalam rmUD.bih, dliam:, tillkul!, (p.erilanihan !nollfffisiemii,llnlhamilan,lmen}WSiii
,tJ.uatdosis Jgaatmliintea1iimi)J), tilflpl!elii 'IIUDliiUJll
t1n1laqg (Qle.ukqpeliia, ,anBIIliiJ, ttmmn-
1\JOSltqp.etfuij), iiDfBklii, tliiliiko tmun-
~ llimfuma tpiltla ~pi ijaqgka
IJlarjjaqg,IP11QD11eS3ive •mulEifuu.di/IBu-
lkOBnCII!plrdlqpathyf(!RMIJ)
.AOliR:<Tl!I8f!J/IrihiilmtNflllqp:tor:;iAVIbl:dk:;atntioventnilklilarloldk;IBm<::llnuuypiirllmliil
·Suntber: IMfllaer r~t~, tilltk. JJ fi»EI.UildL JW11i6.th. Ihlfili-'.94.

Scanned for Pablo


Miastenia Gravis

CONTOH KASUS disfonia, dan jaw dFop. Pemeriksaan tes


Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang repetitive nerve stimulation menunjukan
dengan keluhan kesulitan menelan dan penurunan amplituda CMAP >10% pada
mengunyah yang hilang timbul sejak 3 bu- stimulasi di otot orbikularis okuli dengan
lan yang lalu. Pasien merasa bila pagi hari frekuensi stimulasi 3Hz (Gambar 3).
sehabis bangun tidur gejala-gejala tersebut
Pasien didiagnosis sebagai miastenia gravis
berkurang, namun bila siang dan sore pasien
late onsetdengan kategori MGFA derajat II!b,
harus hati-hati menelan makanan atau
karena kelemahan yang timbullebih banyak
minuman karena sering tersedak. Pasien
melibatkan otot-otot bulbar dibandingkan
juga merasa Ielah bila mengunyah makanan
ekstremitas. Pasien menjalani pemeriksaan
yang konsistensinya padat, bahkan hingga
CT toraks untuk menyingkirkan kemung-
sulit menutup rahang bawah akibat kelema-
kinan timoma. Hasil CT scan tidak menun-
han. Dalam 1 bulan ini kelemahan ber-
jukkan adanya timoma, hiperplasia timus,
tambah menjadi kesulitan untuk membuka
maupun masa mediastinum lainnya. Pasien
kelopak mata dan pandangan ganda bila ke-
diberikan pengobatan simptomatik beru-
capaian atau saat siang hingga malam hari
pa piridostigmin dengan dosis 2x60mg.
yang membaik dengan beristirahat. Pasien
Imunosupresan steroid dimulai pada awal
tidak merasakan kelemahan pada otot-otot
terapi disertai steroid sparring effect immu-
ekstremitasnya dan tidak merasakan sesak
nosuppressant (SSE!) lainnya, karena efek
napas. Tidak dirasa juga adanya penurunan
terapi go Iongan SSE! ini memerlukan jangka
berat badan dan tidak terdapat riwayat ke-
waktu lama hingga diharapkan efek terapi-
ganasan. Pada pemeriksaan fisik didapat-
nya sudah muncul pada saat dosis steroid
kan oftalmoplegia, ptosis bilateral, disfagia,
diturunkan.

: ' I
··r·········-··············t·-··················---~
! l.OmV/IS.Oms I
i ! I
Gam bar 3. Repetitive Nerve Stimulation Test pada M. Orbi~laris Okuli de~gan Frekuensi Stimulasi 3Hz
Menunjukan Penurunan Amphtudo CMAP >10 Vo

753

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Respons terapi piridostigmin pada pasien immune neuromuscular transmission disorders.


cukup adekuat, namun ketika dosis obat Eur J Neural. 2010;17(7) :89 3-902 .
dinaikkan menjadi lebih dari zx 6 0mg mun- 7. Rozmilowska I, Adamczyk-Sowa M, Rutkowska K,
Pierzchala K, Misiolek H. Improvement of quality
cui efek sam ping muskarinik yang meng- of life after therapeutic plasma exchange in pa-
ganggu berupa.hipersalivasi dan ctiare yang tients with myasthenic crisis. Neural Neurochir.
tidak dapat ditoleransi pasien. Pasien usia 2016;50(6):418-24.
>40 tahun dengan gejala otot-otot bulbar 8. Maniaol AH, Elsais A, Lorentzen AR, Owe )F,
yang dominan disertai intoleransi terhadap Viken MK, S<ether H, dkk. Late onset myasthe-
piridostigmin pada dosis yang tidak terlalu nia grav is is associated with HLA DRB1 *15:01
in the Norwegian population. PloS One.
tinggi dapat sesuai dengan gambaran MG 2012;7(5):e36603.
dengan antiMuSK positif. Pemeriksaan se- 9. Gilhus NE, Verschuuren )). Myasthenia gravis:
rologi antiAChR, anti MuSK harus dilakukan subgroup classification and therapeutic strate-
untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Pada gies. Lancet Neural. 2015;14(10):1023-36.
MG dengan antiMuSK positif timektomi ti- 10. Berrih-Aknin S, Le Panse R. Myasthenia gravis:
a comprehensive review of immune dysregula-
dak memberikan hasil yang baik, namun tion and etiological mechanisms. ) Autoimmun.
respons terhadap imunosupresan sama 2014;52:90-100.
baiknya dengan MG dengan antireseptor 11. Sieb )P. Myasthenia gravis: an update for the cli-
asetilkolin positif. , k'tlc.t<. ~YtJ 1 lel'lia ; \(eac.IOOVI tlomt~M nician. Clin Exp lmmunol. 2014;175(3):408-18.
Ao'ouh.h\<"r. tlV11.11tcl.i~~t~ terolll- leboh 12. )ayam TA, Dabi A, Solieman N, Kurukumbi M,
h~YI'(~~ · \<el~hi\-o~r> 0~~~.J Kalyanam ). Myasthenia gravis: a review. Autoim-
DAFTAR PUSTAKA • kn...;l iwl"v.vf"t< ~ " "~VIe.~,ef~"' mun e Dis. 2012;2012 :874680.
13. Burns TM. The MG composite: an outcome mea-
1. Melzer N, Ruck T, Fuhr P, Gold R, Hohlfeld R, Marx sure for myasthenia gravis for use in clinical
A, dkk. Clinical features, pathogenesis, and treat- trials and everyday practice. Ann N Y Acad Sci.
ment of myasthenia gravis: a supplement to the 2012;1274:99-106.
guidelines of the German Neurological Society. j 14. Godoy DA, Mello LJ, Masotti L, Di Napoli M. The
Neural. 2016;263(8):1473-94. myasthenic patient in crisis: an update of the
2. Howard )F. Physician issues. Dalam: Howard )F, management in Neurointensive Care Unit. Arq
editor. Myasthenia gravis: a manual for the health Neuropsiquiatr. 2013;71(9a):627-39.
care provider. St. Paul: Myasthenia Gravis Foun- 15. Nishikawa N, Nagai M, Tsujii T, Kyaw WT, Tanabe
dation of America; 2008. h. 13. N, Iwaki H, dkk. Treatment of myasthenia gravis
3. Gold R, Schneider-Gold C. Current and future in patients with elderly onset at advanced age.
standards in treatment of myasthenia gravis. japan Clin Med. 2015;6:9-13.
Neurotherapeutics. 2008;5(4):535-41. 16. AANN. Care of the patients with myasthenia Gra-
4. Meriggioli MN, Sanders DB. Myasthenia gravis: vis. AANN clinical practice guideline series [seri-
diagnosis. Semin Neural. 2004;24(1):31-39. al online] 2013 [diunduh 26 Desember 2016];1-
5. Young WL, Matteo RS, Ornstein E. Duration of 32. Tersedia dari: AANN.
action of neostigmine and pyridostigmine in the 17. Sakai W, Matsui N, Ishida M, Furukawa T, Miyaza-
elderly. Anesth analg. 1988;67(8):775-8. ki Y, Fujita K, dkk. Late-onset myasthenia gravis
6. Skeie GO, Apostolski S, Evoli A, Gilhus NE, Ilia I, is predisposed to become generalized in the el-
Harms L, dkk. Guidelines for treatment of auto - derly. eNeurologicalSci. 2016;2:17-20.

754

Scanned for Pablo


MOTOR NEURON DISEASE

45 Fitri Octaviana, Ahmad Yanuar Safri, Luh Art Indrawati,


Winnugroho Wiratman, Manfaluthy Hakim

PENDAHULUAN insidens MND di Inggris semakin meningkat


Motor neuron diseases (MND) adalah penya- sejak tahun 1998 hingga 2011 yaitu sekitar
kit yang disebabkan oleh degenerasi badan 1,76-4,3 per 100.000 penduduk. Mortalitas
sel neuron motorik. Salah satu tipe MND yang akibat MND di Inggris sekitar 1 tiap 350-450
paling sering terjadi adalah amyotrophic penduduk. Demikian juga halnya di Australia,
lateral sclerosis (ALS), sehingga istilah MND insidens dan mortalitas akibat MND semakin
dan ALS sering kali digunakan jika mem- meningkat. Pada tahun 2001 didapatkan 592
bicarakan penyakit ini. Sampai saat ini MND pasien meninggal dan 787 pasien meninggal
termasuk dalam penyakit yang bel urn dapat pada tahun 2013 akibat MND. Angka di
disembuhkan dan mempunyai prognosis Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada.
buruk. Belum ditemukan suatu pengobatan Di antara negara-negara Asia, insidens MND
yang bersifat kuratif hingga saat ini. di Jepang tercatat sangat tinggi yaitu sekitar
11,3 per 100.000 penduduk, sedangkan di
EPIDEMIOLOGI negara Asia lainnya seperti Cina dan Iran
MND relatif sangat jarang terjadi namun sekitar 1-3 per 100.000 penduduk.

Korteks motorik Upper motor neuron

Lower motor neuro n


Batangotak (nervus kranialis)
~--~------------~~~

Tral..-tus ko rtikospina! - - - - -

Low er motor new·on


Me dula s pinalis (nervus spinalis)

Gambar 1. Gambaran Skematik Lesi Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron
Lesi UMN(biru), lesi LMN (merah}

755
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

PATOFISIOLOGI serabut otot tersebut berkontraksi secara


Berdasarkan anatomi dan fisiologi, terdapat bersamaan, maka motor unit yang terkait
dua motor neuron yaitu lower motor neuron akan mengalami fasikulasi. Pada MND yang
(LMN) dan upper motor neuron (UMN). LMN didapat (acquired), akson saraf motorik
terletak di kornu anterior medula spinalis terkait akan memeberikan reinervasi ter-
dan di batang otak (nukleus motorik saraf hadap serabut otot sehingga pada gambaran
kranialis) serta menginervasi otot-otot se- pemeriksaan elektromiografi (EMG) akan
cara langsung. UMN terletak di korteks mo- terlihat gambaran reinervasi.
torik dan memberikan jaras ke kortikospinal
Pada ALS yang bersifat familial, beberapa gen
dan kortikobulbar (Gambar 1).
ternyata berhubungan denganALS, khususnya
MND dapat bersifat didapat (acquired) atau gen superoxide dismutase 1 (SOD1), TAR DNA-
diturunkan (herediter). Neuron motorik binding protein 43 (TARDBP), dan fused in
mengalami apoptosis sehingga terjadi de- sarcoma (FUS).
generasi akson nervus motorik dan pada
akhirnya taut saraf-otot juga ikut mengalami GEJALA DAN TANDA KLINIS
kerusakan (lihat bab Neuropati, Gambar 1 Gejala klinis ALS meliputi gejala UMN dan
mengenai Neuronopati). Serabut-serabut LMN, namun pada sebagian besar kasus
otot yang dipersarafi oleh akson yang ber- dapat menunjukkan hanya gejala LMN. Tidak
degenerasi akan mengalami atrofi. ada gejala atau gangguan sensorik pada ALS,
Apoptosis di atas terjadi diperkirakan paling karena murni hanya mengenai nukleus mo-
mungkin karena faktor genetik. Hal ini diper- torik.
kuat dengan laporan-laporan ilmiah tentang Gejala klinis LMN pada ALS:
riwayat keluarga pada penderita yang bersifat
• Kelemahan dan atrofi otot-otot eks-
autosomal dominan. Faktor lain yang mungkin
tremitas bagian distal yang asimetri
menyebabkan adanya apoptosis adalah defisit
primer transpor akson. Lambatnya transpor • Fasikulasi
akson menyebabkan pembengkakan akson • Flaksid atau tonus otot dapat normal
kemudian berujung pada atrofi akson. Selain • Penurunan refleks fisiologis
dua teori di atas, banyak teori yang diper-
kirakan berkaitan dengan apoptosis neuron Gejala klinis UMN pada ALS:
motorik, yaitu metabolisme karbohidrat • Atrofi tidak terlalu jelas terlihat
yang abnormal, neoplasma, deposisi kom- • Spastis
pleks imun, defek DNA repair enzyme, dan • Peningkatan refleks fisiologis pada otot
lain-lain. yang mengalami atrofi
Secara elektrofisiologi, masing-masing se- • Terdapat refleks patologis (refleks
rabut otot akan menunjukkan fibrilasi dan Babinski, refleks Hoffmann Tromner)
gelombang positif (positive waves) akibat Sindrom klinis MND beserta gejala klinisnya
tidak stabilnya membran otot. Jika serabut- dapat dilihat pada Tabel1.

756

Scanned for Pablo


Motor Neuron Disease

Tabell. Sindrom Klinis Motor Neuron Diseases


Sindrom Gejala klinis
ALS klasik Kelemahan mulai dari ekstremitas (spinal); kelemahan bulbar sering
terjadi; tanda UMN dan LMN
Progressive bulbar palsy (PBP) Mulai dari disartria diikuti ga ngguan bicara dan menelan
Progressive muscular atrophy (PMA) Selalu dimulai dari kelemahan ekstremitas; >50% menunjukkan tanda
UMN; 85% menunjukkan tanda bulbar
Flail arm syndrome; progressive Sindrom dengan gejala predominan kelemahan LMN pada kedua
amyotrophic diplegia; Sind rom lengan; tanda UMN terjadi pada 50-70%; progresif lamb at
Bernhard-Vulpian
Flail leg syndrome Sind rom kelemahan tungkai yang progresif, predominan LMN
Bentuk Monomelik MND Varian MND yang jarang terjadi, fokal progresif lam bat. Harus dibeda-
kan dari multifoca/ motor neuropathy
Primary lateral sclerosis (PLS) Sindrom UMN murni yang progresif
Sindrom MND-Demensia Demensia tipe fronto-temporal, terjadi pada 5% pasien MND
ALS: amyotrophic lateral sclerosis; UMN : upper motor neuron; LMN: lower motor neuron.
Sumber: Leigh PM, dkk J Neural Neurosurg Psychiatry;2003. h. iv32-47.

Pacta saat awitan, biasanya kelemahan dan asimetris, pasien dapat menunjukkan gejala
atrofi otot hanya mengenai sekelompok otot seperti drop foot, atrofi otot instrinsik tangan,
tertentu. Dapat dimulai dari otot ekstremitas, gangguan menulis, atau gerakan membuka
bulbar, dan otot pernapasan. Kelemahan otot botol. Pacta pemeriksaan fisik, sering sekali
ekstremitas bagian distal adalah bentukyang dijumpai atrofi yang jelas pacta otot tibialis
paling sering dijumpai. Kelemahan bersifat anterior.

Gambar 2. Lidah Mengalami Atrofi dan Fasikulasi pada Pasien ALS


(Dok: Pribadi)

757
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Pada bentuk bulbar, gejala yang paling rangka dan lidah, peningkatan refleks fisio-
sering dialami saat awitan adalah gangguan logis, dan perjalanan penyakit berjalan secara
berbicara (pelo, slurred). Pada pemeriksaan progresif. Pemeriksaan pencitraan dilakukan
fisik tampak jelas lidah mengalami fasi- untuk menyingkirkan adanya kelainan struk-
kulasi dan atrofi (Gambar 2). Disfagia dan tural lain yang dapat menerangkan mani-
kelemahan otot pernapasan biasanya mun- festasi klinis pasien. Pada pasien yang dicuri-
cul belakangan. gaiALS, sangatpenting dilakukan pemeriksaan
elektrofisiologi [kecepatan hantar saraf (KHS)
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING dan elektromiografi (EMG)] untuk membantu
Diagnosis menegakkan diagnosis. Pemeriksaan EMG
ALS ditegakkan murni secara klinis ber- dapat mengkonfirmasi adanya kelainan LMN
dasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan klinis UMN.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
Pasien yang memenuhi kriteria revised
menyingkirkan penyakit lainnya yang dapat
El Escorial sebaiknya segera dilakukan
disebabkan kelainan struktural.
pemeriksaan KHS dan EMG. Kriteria re-
Tanda klinis yang khas adalah pasien dengan vised El Escorial adalah sebuah panduan
tanda klinis atrofi beberapa kelompok otot di untuk membantu menegakkan diagnosis
beberapa bagian tubuh, fasikulasi di otot-otot ALS (Tabel 2).

Tabel2. Kriteria Revised El Escorial untuk Membantu Menegakkan ALS


Diagnosis ALS membutuhkan:
1. Terdapatnyafthe presence of
• Bukti degenerasi LMN secara pemeriksaan fisik, elektrofisiologi atau neuropatologis
• Bukti degenerasi UMN secara pemeriksaan fisik
• Gejala dan tanda klinis yang menyebar secara progresif dari regio satu ke regio lainnya, yang ditentukan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan elektrofisiologi.
2. Tidak terdapatnyafthe absence of
• Bukti secara elektrofisiologi dan patologi adanya proses penyakit lainnya yang dapat menerangkan ter-
jadinya tanda degenerasi LMN danfatau UMN, dan
• Bukti neuroimaging adanya proses penyakit lain yang dapat menerangkan tanda klinis dan tanda elek-
trofisiologi yang ditemukan
Kriteria Diagnosis
• Clinically definite ALS: ada bukti secara klinis dan elektrofisiologi tanda LMN dan UMN bersamaan pada regio
bulbar dan paling sedikit 2 regio spinal ATAU tanda LMN dan UMN pada 3 regio spinal
• Clinically probable ALS: ada bukti secara klinis dan elektrofisiologi tanda LMN dan UMN paling sedikit pada
2 regio dengan gejala UMN pada regio rostral (di atas) gejala LMN
• Clinically possible ALS: ada bukti secara klinis dan elektrofisiologi tanda UMN dan LMN di satu regio; ATAU
tanda UMN saja pada satu atau lebih regio; ATAU tanda LMN pada bagian rostral terhadap tanda UMN.
Pemeriksaan pencitaan dan laboratorium lainnya telah dilakukan dan kemungkinan diagnosis lainnya ha-
rus dieksklusi.
ALS: amyotrophic lateral sclerosis; LMN: lower motor neuron; UMN: upper motor neuron
Sumber: de Carvalho M, dkk. Clinical Neurophysiology; 2008. h. 497-503.

758
Scanned for Pablo
Motor Neuron Disease

Diagnosis Banding dapat dikurangi dengan pemberian baklofen,


Penyakit gangguan motor neuron (motor fisioterapi, atau terapi neurolisis.
neuron disorder) yang sering terjadi dan
mirip dengan MND antara lain: DAFTAR PUSTAKA
• Multifocal motor neuropathy 1. Mitchell JD, Gatrell AC, AI-Hamad A, Davies RB, Bat-
terby G. Geographical epidemiology of residence of
• Spinal muscular atrophy patient with motor neuron disease in Lancashire
• Spinal bulbar muscular atrophyjpenyakit and south Cumbria. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
Kennedy 1998;65(6):842-7.
2. Alonso A, Logroscino G, Jick SS, Hernan MA.
• Poliomielitis Incidence and lifetime risk of motor neuron
• Wes Nile virus disease in the United Kingdom: a population-
based study. Eur J Neurol. 2009;16(6):745-51.
• Paraneoplastic motor neuron disease 3. MND Australia. MND in Australia. MND Austra-
lia [serial online]. 2013 [diunduh 12 November
TATA LAKSANA 2016]. Tersedia dari: MND Australia
Tata laksana hanya bersifat simtomatik dan 4. Chiao A, Logroscino G, Traynor BJ, Collins J, Simeone
bukan bersifat kuratif. Riluzole adalah suatu JC, Goldstein LA, White LA Global epidemiology of
amyotrophic lateral sclerosis: a systematic review
agen penghambat glutamat yang terbukti
of the published literature. Neuroepidemiology.
dapat memperpanjang angka harapan hidup 2013;41(12):118-30.
pasien ALS. Penggunaan Riluzole telah di- 5. Tiryaki E, Horak H. ALS and other motor neuron
setujui di Amerika Serikat, Eropa dan Aus- diseases. Continuum. 2014;20(5):1185-207.
tralia. Penggunaan Riluzole 100mgjhari dapat 6. Leigh PM, Abrahams S, Al-Chalabi A, Ampong
memperpanjang survival sekitar 15 bulan. MA, Goldstein LH, Johnson J, dkk. The manage-
ment of motor neuron disease. J Neurol Neuro-
Namun sayangnya Riluzole sampai saat ini surg Psychiatry. 2003;74(Suppl4):iv32-47.
belum tersedia di Indonesia. 7. McDermott CJ, Shaw PJ. Diagnosis and management of
motor neurone disease. BMJ. 2008;336(7645):658-62.
Penggunaan antioksidan seperti vitamin
8. Orrell RW. Motor neuron disease: systematic
C dan vitamin E banyak digunakan pada reviews of treatment for ALS and SMA. British
pasien ALS. Namun efektivitas penggunaan Medical Bulletin. 2010;93:145-59.
antioksidan ini pada ALS belum terbukti. 9. Williams DB, Windebank AJ. Motor neuron disease.
Terapi exercisejlatihan direkomendasikan Di Dyck PJ, Thomas PK, Griffin JW, Low PA, Podulso
agar dapat mempertahankan tonus otot. JF, editor. Peripheral Neuropathy edisi 3. WB Saun-
ders, Philadelphia, Pennsylvania, 1993; h. 1028-50.
Pasien ALS dapat mengalami nyeri dan 10. de Carvalho M, Dengler R, Eisen A, England JD,
spastis. Obat antiinflamasi nonsteroid dan Kaji R, Kimura J, dkk. Electrodiagnostic criteria
for diagnosis of ALS. Clinical Neurophysiology.
golongan opioid dapat digunakan untuk
2008;119(3):497-503.
mengatasi nyeri. Sedangkan spastisitas

759

Scanned for Pablo


....
Scanned for Pablo
INDEKS

3,4-diaminopiridin 270 Agregasi trombosit 454 adjuvan 567, 655


4-aminopiridin 270,279 AIDS (Acquired immunodeficiency non-opioid 646, 649, 653
a-synucleinopathies 109 syndrome) 239 Analgetik 575,638, 703
a-amino-3-hydroxy-5-methylisoxa- Airway 398,411 Analisis
zole-4-propionic acid (AMPA) 100 Akalkulia 175 isi lambung 30
~ Amiloid 197, 211, 488 Akinesia 117 kromatografi 30
Aksonopati 663 Anamnesis 5
A Aksonotmesis 716 Aneurisma
Abai, lihat neglect Akuaduktus Sylvii 45 Charcot-Bouchard 453, 515
ABCD, lihat skor Alat penilaian nyeri 559 familial 529
Abnormal spontaneous eye movement Alberta stroke programme early CT intrakranial 529
308 score (ASPECTS) 465 anatomi 529
Ablasi telinga dalam 280 Albumin 51 mikotik 533, 537
Abses otak 227, 228 Aleksia 172 Angiogenesis 324
Abstraksi 177 murni 172 Angiopati
Abulia 212 tanpa agrafia 172 amiloid 211,213,478
ACDU [alert,confused,drowsy.unresp Alertness 16 pasca radiasi 480, 481
onsive) 23 Algoritma stroke Gajah Mada, lihat Angioplasti halon transluminal 543
Acetyh/coline, lihat asetilkolin skor Angiotensin·ll receptor blocker (ARB)
Acetl!}'lcho/inesterase inhibitor 751 Alodinia 548 449,578
Activated charcoal 33 A/pha-amino-3-hydrozy-5-methy/- Angiotensin-converting enzyme inhibi-
Activity of daily living (ADL) 123, 4-isoxazo/epropionic Acid (AMPA), tor (ACE-I) 449, 578
208 lihat a-amino-3-hydroxy-5-methyl- Anosmia 396, 425
Acute confusional state, lihat delirium isoxazole-4-propionic acid (AMPA) Anosognosia 165
Acute disseminated encephalomyelitis Alteplase 463 Antagonis
254 Alzheimer, lihat demensia reseptor NMDA 208,214
Acute inflammatory demyelinating Amantadin 128, 129, 424 vitamin K (VKA) 524
polyneuropathy (AIDP) 679 Ambang batas nyeri 548, 549 Antecendent infection 677
Acute motor axonal neuropathy Ambulasi 371 Antiansietas 585
(AMAN) 679 American Heart Association (AHA) Antibodi
Afasia 181 452,541 gangliosida 678
amnestik 186, 189 American Spinal Injury Association mimikri 677
anomik 187 (ASIA) 403 Antidepresan trisiklik 577, 584
Broca 185 American Stroke Association (ASA) Antiedema 333
dinamik 186, 189 452,541 Antigen kriptokokus 241,242
global 186 Amfoterisin B 242 Antigen presenting cells (APC) 230,
konduksi 187, 188 efek sam ping 243 250
nonfluen, lihat afasia Broca Amigdala 113, 114, 552 Antihistamin 279
progresifprimer 216 Amiotrofi diabetik 714 Antikoagulan 467,511
semantik 187, 189 Amitriptilin 566, 577, 584, 607 Antikoagulan lupus 506
supplementary motor area Amnesia 153, 422 Antikolinergik 124, 128
(SMA) 186 pascatrauma 393, 395 Antikolinesterase 58, 751
transkortikal campuran 188, Amonia 19,31 Antikonvulsan 102, 566, 655
190 AMPLE (alergy, medication, past ill- Anti-myelin-associated glycoprotein
transkortikal motorik 188, 189 ness, last meal, exposure) 405,412 (anti-MAG) 669
transkortikal sensorik 188, 189 Amy/oidfibri/s 482 Antiplatelet 497
Wernicke 185 Amyloid precursor protein (APP) Antipsikosis atipikal 56, 133
After f!Yperpo/aritation (AHP) 77 206,485 Antiretroviral (ARV) 239
Agen osmotik 439, 540 Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) Antisakadik 292, 308
Agitasi psikomotor 510 755 Antitrombotik 449
Agnosia 163 ANA 594 Anton, sindrom, lihat sindrom
Agonis dopamin 123 Analgesik Apatis 218

763

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Apeks orbita 287,314 atensi terbagi 422 gejala dan tanda klinis 84
Apneu 21 distraktibilitas 422 patofisiologi 75
Apneusis 21 konsentrasi 419 tata laksana 86
Apneustik, pola nafas 39 set shifting 422 Bangkitan pascacedera kepala 435
ApoE4196 sustained attention 422 diagnosis 436
Apolipoprotein alel-E2 211 Aterosklerosis 446, 455 diagnosis banding 436
Apolipoprotein E (APO-E) 486 Aterotrombotik 448, 449 gejala dan tanda klinis 436
Apomorfin 129, 132 Atonia gaster 33 patofisiologi 436
Apopleksi hipofisis 533, 534 Atrial fibrilasi 449, 455 tata laksana 437
Apoptosis 123,324 Atrofi Basil tahan asam (BTA) 228
Apraksia otak 387,479, 494 Battle sign, lihat timda
berpakaian 161 otot 665, 727, 756 Bedah dekompresif 462bedah
bukofasial 184, 191 Audiometri 278, 433 Bedah mikro 140
ideomotor 184 Augmentative alternative communi- Beginning of dose worsening 130
konstruksional 212 cation (AAC) 375 Behavioral and psychological symp-
verbal 186 Aura 85,573 toms of dementia 208
Aquaporin-4 (AQP4) 258 Aura persisten tanpa infark 571 Behavioral pain scale (BPS) 563
Aquaporumab 264 Autoimun 199,249,678,743 Behavioral pain scale-nonintubated
Araknoiditis 227 Autoregulasi 453,491, 515, 541 (BPS-NI) 563
Area homolog 367 AVPU (alert, response to voice, re- Behavioral therapy. lihat terapi
Argyrophilic grain disease (AGO) 216 sponse to pain, unresponsive) 23 perilaku
Arteri Awareness 16 Bell's palsy 611
basilaris 446, 466, 536 Axonal transport 665 Benign focal epilepsy with centrotem-
komunikans anterior 534, 535 Azatioprin 256, 264, 751, 752 poral spikes (BECTS) 88
perforator 4 78, 489 Benign paroxysmal positional vertigo
serebellaris inferior anterior 8 (BPPV) 273
136 Bacillus Calmette-Guerin (BCG) 230 Benzodiazepin 56,103,141,279,
serebellaris inferior posterior Back exercise 584 425, 263, 523, 585
136,536 Badan keton 19 Bernhard-Vulpian, lihat sindrom
serebellaris superior 136 Badan Lewy 110, 118 Beta amiloid, lihat ~ Amiloid
Arteriosklerosis 481 Bahasa 167 Beta blocker, lihat penghambat beta
Arteriovenous malformation (AVM), Baklofen 270, 592 Beta-endorfin 552
lihat malformasi arteriovena Balint, sindrom, lihat sindrom Betahistin 270, 279
spinal Balismus 4, 130 Bevacizumab 335
Arteritis temporal 588, 594 Balloon microcompression 592 Bevel, needle bevel 47,48
Asam mefenamat 584, 651 Bamboo spine 629 Bickerstaff's brainstem encephalitis
Asam piruvat 580 Bangkitan (BBE) 682
Asam traneksamat 441 absans 84 Bidai servikal 405, 408, 618
Asam valproat 90 tipikal 84 Bilasan lambung 33
Ascending reticular activating system atipikal 85 Binswanger, lihat penyakit
(ARAS) 16 akibat gegar 436 Biopsi
Asetazolamid 42, 236, 511 astatik, lihat bangkitan atonik kulit 668
Asetilkolin (ACh) 198,741 atonik 84 saraf 668
Asetilkolinesterase (AChE) 743 fokal, lihat bangkitan parsial stereotaktik 334
Asidosis klonik 84 Bleeding risk analysis in stroke imag-
laktat 19,65 mioklonik 84 ing before thrombolysis (BRASIL) 496
Aspirin 449, 468, 497, 575, 584 parsial 85 Blefarospasme 140
Astrosit 249, 324 kompleks 85 Blink reflex 673
reaktif 206 sederhana 85 Blok konduksi 683
Astrositoma 329, 342 parsial sederhana berkem- Blok saraf 608, 638, 645, 649
Asymmetric target sign, lihat tanda bang menjadi umum sekunder 85 Blood brain barrier (BBB), lihat
Ataksia 534, 592, 662, 680 tonik 84 sawar darah otak
Ataksik, pola nafas 39 tonik-klonik 84 Bobath 371
Atenolol 578 umum 84 Bone scan 350
Atensi 158 Bangkitan epileptik 75 Bone window, lihat CT scan dengan
alternating attention 422 diagnosis 85 bone window
atensi fokus 422 diagnosis banding 85 Boston, lihat kriteria
atensi selektif 422 epidemiologi 75 Boston naming test 171

764

Scanned for Pablo


lndeks

Braak, staging 114 kepala 383 definisi 4 77


Bradikinin 642 berat 393 diagnosis 494
Brandt-Daroff, lihat manuver minimal 392 diagnosis banding 494
Brain death 32 ringan 392 epidemiologi 4 79
Brain graft 131 sedang 393 gejala dan tanda klinis 493
Brain resident cells 458 medula spinalis 401 klasifikasi 4 79
Brainstem auditory evoked potentials diagnosis 405 patogenesis 491
(BAEP) 278 diagnosis banding 405 tata laksana 496
Bragard's sign, lihat tanda epidemiologi 401 Cervical
Breaking the bad news 332 gejala dan tanda klinis 402 sprain 610-12
Breakthrough pain, lihat nyeri sontak komplikasi 419 strain 610-12
Breathing 398, 411 tata laksana 408 Channelopathy 727
Broadmann, area patofisiologi 401 Charcot-Bouchard, lihat aneurisma
37 186 kerusakan primer 401 Charcot-Marie-Tooth disease, lihat
45 186 kerusakan sekunder 402 hereditary motor and sensory neu-
Brown-Sequard, lihat sindrom otak ropathy
Bridging therapy, lihat terapi primer 384 Cheyne-Stokes 21, 25, 39
BriefPain Inventory (BPI) 562 sekunder 384 Childhood absence epilepsy (CAE) 91
Brief Peripheral Neuropathy Screen tembus 384 Chronic inf/amatory demyielinating
(BPNS) 602 tumpul 384 polineuropathy (CIDP) 680
Broca, lihat afasia Broca whiplash 613 Chronic progressive external ophthal-
Bromokriptin 129,191 Cedera kepala 383 moplegia (CPEO) 315
Brunnstrom 371 diagnosis 395 Cilostazol 497
Bruns-Garland, lihat sindrom diagnosis banding 397 Circulation 398
Burst neuron, lihat neuron epidemiologi 383 Classic migraine, lihat migren dengan
Buta kortikal 184 gejala dan tanda klinis 392 aura
Butorfanol spray 576 patofisiologi 383 Clinically isolated syndrome (CIS)
c tata laksana 397 253
Cairan serebrospinal 45 farmakologis 398 Code stroke 464, 4 71
absorpsi 45 operatif 398 Cognitive-behavioral therapy, lihat
analisis rutin 50 Celah intervertebralis 48 terapi perilaku kognitif
glukosa 50 Central pontine myelinolysis (CPM) Cogwheel, rigidity, lihat rigiditas roda
hitung jenis sel 50 439 gigi
protein 50 Cerebral arterial small vessels 4 78 Cogan's lid twitch 302
rasio glukosa CSS : serum cabang superfisial 4 78 Coiling 539
50 cabangprofunda 478 Cold-water caloric 28
laju produksi 45 Cerebral amyloid angiopathy (CAA) Common migraine, lihat migren tanpa
obstruksi aliran 51 482 aura
tekanan 45 herediter 484 Complement-dependent cytotoxicity
volume 45 sporadik 484 (CDC) 259
Calcitonin gene-related peptide Cerebral autosomal dominant arteri- Complex regional pain syndrome
(CGRP) 572, 287, 626 opathy with subcortical Infarcts and (CRPS) 556, 598
Calcium channel blocker, lihat peng- leukoencephalopathy (CADASIL) 211, Conccusion 426
hambat kana! kalsium 213,289 Confusion 63,447
Camptocormia 117 Cerebral blood flow (CBF) 456 Confusion assestment method (CAM)
Campy/obacter jejuni (C. jejum) 6 77 Cerebral blood volume (CBV) 42 54
Candesartan 578 Cerebral demyelinisation 482 Congo red 487
Cardiac dysautonomia 6 71 Cerebral microbleeds 479,493 Constraint -therapy, lihat terapi
Cardiac monitoring 461 Cerebral perfusion pressure (CPP) Contraversive 304
Carotid artery stenting (CAS) 468 369,524 Convulsive conccusion 436
Carotid endarterectomy (CEA) 468 Cerebral salt wasting syndrome Cord sign, lihat tanda
Carpal tunnel syndrome 703 (CSWS) 438 Cornea/light reflex, lihat refleks
Cascading degeneration 362 diagnosis 438 cahaya
Cawthorne cooksey exercises 270 diagnosis banding 438 Corrugator 139
CD4 241-50 gejala dan tanda klinis 438 Cortical branch artery 4 77
COP-choline, lihat sitikolin patofisiologi 438 Cortical spreading depression (CSD)
Cedera tata laksana 439 572
aksonal difus 390 Cerebral small vessel disease 476 Corticobasal degeneration (CBD) 216

765

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Corticobasal syndrome (CBS) 217 Delay cerebral ischemia 532 Deviasi tonik 28
Countercoup 387 Delayed on 130 Diabetes mellitus 446
Counting test, lihat tes hitung Delirium 54 Diagnosis 9
Coup 387 Demensia 205 etiologis 11
Coupling 599 Alzheimer (DA) 206 kerja 12
Cover test [single cover), lihat tes- diagnosis 207 klinis 10
Cover uncover; lihat tes diagnosis banding 207 patologis 10
Craniocervical junction 433 ear(y onset AD tipe familial topis 10
Critical care pain observational tools 206 Diaskisis 367
(CPOT) 563 gejala dan tanda klinis Diatermi 566, 722
Cross cover; lihat tes 206 Diazepam 103
Crossed straight leg raising test, lihat patofisiologi 206 Diet ketogenik 87
tes · tata laksana 207 Diffuse leucoencephalopathy 381
Cryptococcal antigen 242 badan Lewy 200 Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
Cryptococcus neoformans 239 campuran 205 613
var. grubii 239 dengan badan inklusi basofilik216 Digit span, lihat tes
gatii 239 frontotemporal (OFT) 215 Digital subtraction angiography
neoformans 239 diagnosis 219 {DSA) 506, 538
Cryptodex 239 diagnosis banding 219 Dihidroergotamin 575, 588
CSVD non-amyloid 481 gejala dan tanda klinis Dilatasi pupil 39, 308
CT angiografi 537 216 Diltiazem 578
CT angiogram 140 patofisiologi 215 Dinorfin 552
CTscan8 varian perilaku 216 Diphasic dyskinesia, lihat diskinesia
CT scan dengan bone window 399, possible 220 Diplopia
425 probable 220 binokular 295
CTvenografi 506 definite 220 monokular 295
Cyclic vomiting 571 varian behavioral (DFTvb) Direct sign, lihat tanda
Cytidine 5-diphosphocho/ine, lihat , lihat OFT varian perilaku Direct swallowing therapy, lihat
sitikolin lacking distinctive histopa- terapi
thology (DLDH) 216 Disabilitas 367
D pascastroke 210 Disartria 5, 744
Dawson's finger 253 single-infarct dementia 210 Disautonomia 119
D-dimer 440, 506 multi-infarct dementia 211 Disease modifYing drug (DMD) 256
Decoding 167 penyakit parkinson 205 Discharge planning 463, 523
Deep brain stimulation (DBS) '130 semantik 217 Diseksi arteri intrakranial531
Defisiensi terkait amyloid angiopathy 211 Disekuilibrium 267, 271
antitrombin 501 terkait mekanisme hemodin- Disestesia 403, 549, 598
protein C 506 amik 211 Disfagia 5, 744
proteinS 506 terkait small vessel disease 211 Disfoni 5, 744
Defisit neurologis fokal 3 subcortical ischaemic Disfungsi eksekutif 207
Deformabilitas eritrosit 482 vascular disease, lihat penyakit Disgrafia 173
Deformitas Binswanger disfraksis 173
c/awhand 718 vaskular (OVa) 209 spasial 173
Waiters 717 gejala dan tanda klinis sentral 173
Degenerasi 212 Disinhibisi 218
aksonal 670, 679, 697 patofisiologi 209 Diskinesia
berantai 362 tata laksana 214 difasik 130
kortiko-basal, lihat corticobasal Demielinisasi 249, 362, 678 Diskonjugat 290
degeneration Dense triangle sign, lihat tanda Diskus intervertebralis 625
lobus frontotemporal-tau Depolarisasi 78 Disleksia 171,172
(DLFT-tau) 216 Deposisi amiloid 199, 485 Dislipidemia 454,496
retrograd 362 Depresi, okular 308 Dismetria 286
superfisial spongiform 215 Derivat ergot 576 Disosiasi sitoalbumin 52, 684
transneuronal 362 Dermatom 405, 694 Dispersi temporal 683
Wallerian 361 Dermatomiositis (DM) 725 Dissemination in space (DIS) 252
Dekompresi mikrovaskular 141 Descending formation retikularis 32 Dissemination in time (D!T) 253
Deksametason 43, 235, 333 Deselerasi 384, 419 Distonia 130
Dekubitus lateral 49 Deserebrasi 29 Distonia wearing off 130

766

Scanned for Pablo


Indeks

Distorsi ARAS 17 Ectopic discharges 599 Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
Distrofi fasioskapulohumeral 724 Eculizumab 264 686
Distrofi muskular Becker (Becker Edema Erb's point 717
muscular dystrophy/BMD) 724 interstisial 43 Erb-Duchenne, lihat sindrom
Distrofi muskular Duchenne (DMD) intrasel 458 Ergotamin 576
724 otak 392 Esotropia 297, 314
Distrofi muskular Limb Girdle palpebra 587 Estrogen 198, 455
(LGMD) 728 periorbita 303 Etambutol 234
Distrofi neuritik 206 peritumoral 324 European Stroke Organisation (ESO)
Distrofin serebri 43 460
gen 725 sitotoksik 43 Evaluasi neurologis perioperatif 53
protein 725 vasogenik 43 Eye tracking device 300
Diuretik 280, 439, 540 Efek desak ruang 18, 325, 514
Diuretik osmotik 511 Ehlers-Dalos tipe IV. Iihat penyakit F
Dix-Hallpike, Iihat manuver Eksekutif, fungsi, Iihat fungsi ekse- F-wave, lihat gelombang F
Divisi, pleksus brakialis kutif Fabry's disease, lihat penyakit Fabry
anterior 706 Eksiklorotasi 308 Faces pain scale (FPS) 560
posterior 706 Eksitasi ektopik 136 Facet arthrosis 637
Dizziness 267, 271 Eksitatorik 550, 566 Facial amimia 117
DLFT-ubiquitin (DLFT-U) 216 Eksoftalmometri 302 Factor eight inhibitor bypass activity
DLFT-ubiquitin proteasome system Eksotropia 297 (FEIBA) 524
(DLFT-UPS) 216 Ekstraaksial 334 Fajersztajn, tanda, lihat Crossed
DNA repair enzyme 756 Ekstranigral 119 straight leg raising test
Doksepin 577 Ekstrasylvian 186 Faktor reumatoid 558, 715
Doktrin Monro-Kellie 36 Ekuivalensi dosis 652, 654 Family meeting 332
Doll's-head maneuver 28 El escorial, revised, kriteria 758 Fasikulasi 714,756
Domain 149 Elektrokokleografi 278 Fasikulus
Donepezil 208 Elektromiografi (EMG) 12 arkuata 168, 183, 187
Dopamin Elevasi, okular 308 lateral, Iihat korda lateral
nigrostriatal 112 Ely's test, Iihat tes medial, Iihat korda medial
Dopaminergik 112 Emboli 446, 455 posterior, lihat korda posterior
Doppler Embolus 455 FAST, gejala stroke 459
karotis 448, 459 Empty delta sign, Iihat tanda Fazekas, scale 495
transkranial 448, 459 Empty triangle sign, Iihat tanda Fenitoin 103
vertebralis 459 Encoding 167 Fenobarbital 103
Dorsolateral prefrontal cortex (DLPC) End arteries 478 Fenomena
292 Endoneural 715 Bonnet 701
Dose failure, parkinson 130 Endotelin 63, 642 on-off 130
Double Barrel 487 Endovaskular 464 sudden off 130
Douleur Neuropathique en 4 Ques- Enhanced ptosis 302 unpredictable off 130
tions (DN4) 602 Ensefalitis 227 wearing off 130
Drainase Ensefalitis Toksoplasma 243 Fenoprofen 584
css 542,544 diagnosis 244 Fentanil (transdermal) 651,652
ventrikel eksternal 543 diagnosis banding 244 Festination 118
Dressing apraxia, Iihat apraksia epidemiologi 243 Fibrilasi atrial, lihat atrial fibrilasi
berpakaian gejala dan tanda klinis 244 Fiksasi 290
Drifting 298 patofisiologi 244 Fingolimod 255,256
Drop attacks 448 tata laksana 246 Fisioterapi 370,417,722
Dropfoot 757 Entrapment neuropathy 703 Fistula dural arteriovena 533
Drowsiness 19 Ependimoma 324, 338 Fisura
Duksi 287 Ephaptic, transmisi 136 orbitalis superior 314
Duloksetin 566, 604 Ephaptic condition 599 Sylvii 169
Duramater 36 Epidermal growth factor receptor FLACC iface, legs activity, cry, conso-
335 lability) Scale 648
E Epilepsi 75 Flail arm syndrome, lihat sindrom
Early fatiguing 117 pascacedera kepala 435 Flail leg syndrome, lihat sindrom
Early recruitment 736 Epineural 715 Fluensi 168
Early seizure 58 Epley, lihat manuver Flukonazol 242

767
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi

Fluoksetin 566, 577 gerakan bola mata 285 Guillain-Barre syndrome disabilit;y
Flusitosin (5TC) 242 anatomi 287 score (GBS disabilit;y score)
Fokalitas deneiVasi 366 diagnosis 304 Guilla in-Bam! syndrome with treat-
Fonofobia 574, 582 diagnosis banding 304 ment-related fluctuation (GBS-TRF),
Foramen epidemiologi 285 lihat sindrom Guillain-Barre (SGB)
Luschka 45 gejala dan tanda klinis
Magendie 45 295 H
neuralis 343 patofisiologi 287 Hachinski, lihat skor
obturator 708 tata laksana 315 Halo sign 396
stilomastoid 138, kognitif 195 Head-impulse test, lihat tes
Forced duction 303 menelan 367 Head-roll test, lihat tes
Forced generation 303 metabolik 6, 18, 21,31 Headache diary 586
Formasio retikularis 16, 550 pemusatan perhatian 153 Hemangioblastoma 343
Fosa posterior 28 pendengaran 274,27~279 Hematogen 228, 344
Fosfenitoin 103 pengosongan kandung kemih Hematom 393
Fotofobia 574, 582 370 serebelar 525
FOUR (full outline of unresponsive) perfusi 447,456 Hemianopia 4, 164, 172
score 23 sensorik proprioseptif 4 Hemifasial spasme 136
Fraktur Ganglia basal110 diagnosis 139
basis kranii 387, 396 Ganglion radiks dorsalis 550, 663, diagnosis banding 140
anterior 396 691 epidemiologi 136
posterior 396 Gaze holding 287 gejala dan tanda klinis 139
kompresi 350, 644 Gaze shifting 287 patofisiologi 136
Free muscle transfer 723 Gelombang F 720 primer 136
Freezing 117 GeneXpertfll MTB/Rif 52 sekunder 138
Fresh frozen plasma (FFP) 441, 524 Genu kapsula interna 211, 212 tata laksana 141
Froment, lihat manuver Gerakan bola mata Hemikrania kontinua 586
Frontal battery assessment (FBA) binokular 287 Hemineglect, lihat hemineglek spasial
423 horizontal 291 Hemineglek spasial 212
Frontal eye field (FEF) 291 monokular 287 Hemisfer
Frontalis 139 vertikal 294 dominan 173, 186
Frontotemporal disorder with parkin- Gertsmann, sindrom, lihat sindrom kiri 183, 191
sonism 217 Giant cell arteritis 313 serebri 16, 183
Frontotemporal disorder with amyo- Girus angularis 168, 186, 212 Hemodilusi 541,542
trophic lateral sclerosis (FTD-ALS) Glikolisis 51,642,729 Hemoreologik 468
217 Glioblastoma 323, 329, 331 Hemosiderin 493, 537
Functional training 370 Glioma 324 Heparin 463, 511
Fungal burden 241 Gliosis 215, 490 low-molecular weight heparin
Fungsi Transkortikal215 (LMWH) 511
bahasa 167 Globulin 51 unfractioned heparin 511
eksekutif 174 Globus palidus 111 Hepatitis 233, 237
konstruksi 212 segmen interna 111 Hepatotoksisitas imbas obat 236
luhur 190 segmen ekstema 111 Heredodegeneratif 109
Furosemid 280, 439, 540 Glutamat 457, 550 Hernias!
Fused in sarcoma (FUS), protein 756 Gower, lihat tanda cingulata 38
Fusion magnetic resonance 140 Graded naming test, libat tes nukleus pulposus 631
Faset, lihat sendi Granular osmiophillic material (GOM) otak 38
489 sentral 38
G Granulasio araknoid, Pacchioni 501 serebral 38
Gabapentin 566,579,605,655 Granulocyte-macrophage colony- tentorial 38
Galantamin 208,214 stimulating factor (GM-CSF) 642 tonsilar 39
Gamma knife radiosurgery 592 Granulomatosa nekrotik, peradangan transtentorium 38
Gamma-aminobut;yric acid (GABA) 228 unkal 38
76,100 Greater sciatic foramen 710 Herring law 287
Gangguan Green birefringent 487 Hialinisasi 490,515
autoregulasi 453,541 Growthfactor 529 Hidromorfon 651-3
fungsional 327, 367, 586, 706, 715 Guilla in- Barre syndrome, lihat sin- Hidrops
gait202 dram Guillain-Barre (SGB) endolimfatik 274

768
Scanned for Pablo
lndeks

koklea 277 I anterior 215


vestibuler 277 latrogenik 414,434, 531. 542 posterior 551
Hidrosefalus 42, 231,543 Ibuprofen 575, 584,617,651 Integrin very late activation antigen
High density lipoprotein (HDL) 454 lee pack eye test, lihat tes (VLA)-4 725
HINTS 270 lD-migraineTM 574 Intercellular adhesion molecule
Hiperakusis 431, 672 lgG-AQP4 258, 261 (!CAM) 725
Hiperalgesia 5, 548, 549 lgG-MOG 261 Interferon-f51a 256
Hiperdensitas 519 Immediate memory 219 Interferon-B1b 256
Hiperestesia 549 Immediate postoperative seizure 58 Interleukin-6 (IL-6) 642
Hiperglikemia 670 Immune reconstitutional inflamma- Intermediate host 244
Hiperkapnia 19 tory syndrome (IRIS) 242, 24 7 lntermitten catheterization (IMC)
Hiperkoagulasi 440 lmmunofixation electrophoresis (!FE) 370
Hiperlipidemia 449, 455 669 International Association for the
Hiperosmolar 31.43 Imunoglobulin intravena (IVIG) 686, Study ofPain (!ASP) 547,648
Hipertensi 453. 515 723, 751 International Medical Society of
Hipertensi intrakranial 503, 505. lmunokompromais 239,241 Paraplegia (IMSOP) 403, 414
510 lmunomodulator 263 International Panel for NMO Diagno-
Hipertermia 21, 31, 33,400 lmunosupresan 263, 752 sis (IPND), kriteria 260
Hipertrigliserida 454 Inclusion body myositis 724 International Study on Cerebral Vein
Hipertropia 297, 300, 301 Indirect sign, lihat tanda and Dural Sinus Trombosis 501
Hiperurisemia 454 Indonesia Stroke Registry 452 International Study on Cerebral
Hiperventilasi 91,92 lnersia 212, 220 Venous Trombosis 500
neurogenik sentral 21 Infark 456 International Subarachnoid Aneurysm
Hipervolemia 542 batangotak 21, 31,269 Trial (!SAT) 540
Hipestesi 4,9 hemoragik 499, 507 Internuclear ophtalmoplegia (!NO),
Hipoalgesia 549 inkomplet 493 lihat oftamoplegia internuklear
Hipoestesia 549 komplet 493 Interval lusid 393
Hipoglikemia 6, 18, 22, 31 lakunar 477,494 Intoksikasi 20, 31, 33, 87
Hipokampus 152 miokard 456 Intraaksial 308
Hipoksia 33, 58 subkortikal 479,493 Intracranial pressure, lihat tekanan
Hiponatremia 19, 235,438 lnfeksi intrakranial
Hipoperfusi 447,491 oportunistik 239 Intradural ekstramedula 338
Hiposmia 118, 425 saluran napas 274 Intramedula 338
Hipotalamus 17, 113 sistemik 31, 244, 328,501, 569 lntraorbita 287, 303
Hipotensi 4 lnfratentorial 252, 253 Intratekal 46
ortostatik 8, 121 Inhibitor antibiotik 46
Hirschberg, lihat tes asetilkolinesterase 207, 214, kemoterapi 46
Honeymoon period 129 221 obatbius 46
Horner, lihat sindrom MAO-B 123, 128 Intravenous immunoglobulin (lvlg),
House-Brackmann, grading Inhibitorik 566, 600 lihat imunoglobulin intravena
Hughes score, lihat Guillain-Barre Initial Pain Assessment Inventory Intubasi 411,460,521,540
Syndrome Disability Score (GBS Dis- (!PAl) 562 iPad-based speech therapy,lihat
ability Score) lnjeksi konjungtiva 303,574,588 terapi
Human brain microvascular endothe- lnjeksi lpsiversive 304
lial cells (HBMECs) 240 gliserol 592 Irigasi 28, 542
Human immunodeficiency virus (HIV) toksin botulinum 133, 143 Iskemia 456
227,239 Inklusi neuron 216 Isoniazid 234
Hunt and Hess, lihat skor Inkontinensia Isotonik 398,521
Hyndman's sign, lihat tanda alvi 4, 9, 349 Isotonis 462
Hypermetric contraversive saccade uri 4, 9, 349
307 Inouye's Risk Classification 56
Hypermetric ipsiversive saccade 308 Instabilitas
Hypometric contraversive saccade postural 118 Jalan napas 21, 33, 398
308 spinal 352 japan alteplase clinical trial 464
Hypometric ipsiversive saccade 307 Instrumental activity of daily living Jaras
Hypoxic ischemic injury (IADL) 196 asendens 268
Insufficient reserve 359 desendens 268
Insula Iangsung (direct) 112

769

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

mamilotalamik 212 kualitas kesadaran 16 Kontusio 387


tidak langsung (indirect) 112 patofisiologi 16 Konus dystrophic growth 365
jaw thrust 409, 411 Keseimbangan 267 Konvergensi 285, 290, 304
joint fusions and rotational 723 Keterjagaan 16 Korda
)ukstakortikal 252, 253 Ketorolak 575,651 lateral 707
jump sign, lihat tanda Kewaspadaan, lihat alertness medial 707
juvenile absence epilepsy OAE) 92 Klaster, nyeri kepala,lihat nyeri posterior 707
juvenile myoclonic epilepsy OME) 93 kepala tipe klaster Korioretinitis toksoplasma 244
Klaster, pola nafas 39, 518 Korpus kalosum 183, 253
K Klonazepam 92,141 Korpus vertebra 343, 624
Kafein 113, 584, 653 Klopidogrel 449, 497 Korteks
Kakosmia 4 Klumpke, lihat sindrom frontal 215, 291
Kaku kuduk 26,517, 533 Koagulopati 523 serebri 16, 160
Kalium diklofenak 575 Koagulopati pascacedera kepala 440 cingulata anterior 551
Kalsium intraselular 457 diagnosis 440 temporoparietal 185, 267
Kanabinoid 606, 642 diagnosis banding 440 Kortikosteroid,lihat steroid
Kanalis gejala dan tanda klinis 440 Kraniektomi dekompresi 469
auditorik interna 138, 278,431 patofisiologi 440 Kreatinin kinase 735
Dorello 314 tata laksana 441 Krikotiroidektomi 410
semisirkular anterior 272 Kodein 650-9 Kriopresipitat 441
semisirkular horizontal 272 Koklea 274, 277 Kriptokokoma 242
semisirkular posterior 272 Kolikulus superior 112, 158, 292 Krisis miastenia 68, 751
spinalis 338, 624 Kolinergik 17,424 Kriteria Boston 488
Kanalolitiasis 2 76 Koma 24 Kuadranopia 4
Kanker 324,641 Komisura posterior 295 Kultur
Kantus lateral 143 Komosio 393 jamur 242
Kapasitas fungsional 359 Kompensasi sentral 278, 279 tuberkulosis (TB) 52
Karbamazepin 58, 87, 606 Komplikasi neurologis Kupulolitiasis 276
Karbonik anhidrase 42, 579 pascacedera kepala 419
Kardioemboli 446-8 perioperatif 54 L
Kamofsky performance score 332 kognitif 419 Labirin 268,431
Kaskade koagulasi 440, 455 diagnosis 423 Labirintitis 276
Katekolamin 420, 424 diagnosis banding Labyrinthine concussion 432
Kateterurin 417,540 423 Laccase, enzim 240
Kauda ekuina 338, 349, 635, 692 gejala dan tanda lacunar syndrome 493
Kaudo-rostral asending 119 klinis 422 Lagoftalmus 303, 674
Kearn Sayre, lihat sindrom patofisiologi 419 Laju endap darah 448, 594, 637,
Kecepatan hantar saraf (KHS) 602, tata laksana 423 669, 720
665,683,736 nonkognitif 425 Lakrimasi 431, 588, 672
Kecepatan proses pikir 422 metabolik 438 Laktat 580, 642
Kejang Kompos mentis 23 Lambert-Eaton myasthenic syndrome,
fokal, Iihat kejang parsial Komprehensi 170 lihat sindrom
parsial 141,448 Kompresi Lamina
pascaoperatif 59 neurovaskular 137 terminalis 535
perioperatif 57 arachnoid type 137 Laminar cortical neuronal apoptosis
umum 4, 6, 93, 505 branch type 137 489
Kelancaran bicara,lihat fluensi loop type 137 Lamotrigin 87, 592, 604
Kelumpuhan Jirik perforatortype 137 LANSS, lihat Leeds assessment of
horizontal 304 sandwich type 137 neuropathic symptoms and signs
vertikal 304 tandem type 137 Language impairment-based treat-
Kemosis 303 Kondisi stres oksidatif 458 ment 373
Kemoterapi 334, 353 Konduksi lompatan 665 Large subcortical hemorrhages 494
Keracunan alkohol 22 Kongesti nasal 587, 588 Laserasi 387
Kernig. Iihat tanda Konjugat 287, 290 Laseque, lihat tes
Kerusakan sekunder 402 Konkusio, Iihat concussion Late seizure 58
Kesadaran Konsultasi 53 Latensi distal 683, 736
berkabut 23, 159 Kontraktur 368, 372 Lateral flow immunochromatographic
derajat kesadaran 22, 23 Kontrol trunkal 368 assay (LFA) 242

770

Scanned for Pablo


lndeks

Leeds assessment of neuropathic trophic lateral sclerosis (ALS) Epley 280-281


symptoms and signs (LANSS) 602 Low-density lipoprotein (LDL) 496 Froment 117
Lemniskus Low-molecular weight heparin Lempert 283
lateralis 16, 776 (LMWH), lihat heparin Semont 280, 282
medialis 16 Lupus eritematosus sistemik 254, Valsava 531,699
Lempert, manuver; lihat manuver 261,558 Maskedface 117
Lentikulostriatum 212 Masseter 143
Leptomeningeal 594,647 M
Lesi M. Platysma 136 Maternal birth palsy 712
desak ruang 243, 323, 326 M. tuberculosis 245, 247, 249 Maternal obstetric paralysis 712
destruksi 17 Maddox rod, lihat tes Maternal peroneal palsy 712
fokal multipel 243, 245 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Matriks ekstraseluler 529
kompresi 17 pada afasia 191 Matrix metalloprotease (MMP) 229,
miogenik 736 pada cedera kepala 393-394, 397,437 255,497
neurogenik 736 pada cedera medula spinalis 407-408 Me Gill Pain Questionnaire 561-562,
ovoid 253 pada cerebral small vessel disease 602,
pan-supraklavikular 718 488,490,493-495,497 McDonald, kriteria 252, 257
Lesioning 130, 131 pada childhood absance epilepsy 91 Mean arterial pressure (MAP), lihat
Letargi 24 pada demensia 214,220 rerata tekanan darah arteri
Leucocyte function-associated antigen pada gangguan gerak bola mata Medial vestibular nucleus (MVN) 292
(LFA)-1 725 311,315 Medical Research Council (MRC) 231
Leukoaraiosis 490 pada hemifasial spasme 140 MELAS (mitochondrial encephalomy-
Leukovorin 246 pada infeksi oportunistik 245 opathy, lactic acidosis, and stroke/ike
Leusin-enkefalin 552 pada juvenile absance epilepsy 94 episodes) 315, 480
Levetirasetam 87, 95, 334 pada meningitis tuberlrulosis 231, 236 Melodic intonation therapy (MIT),
Levodopa 65,124,127-131 pada miasll!nia gravis (MRI tnraks) 750 lihat terapi
Levofloksasin 237 pada multipel sklerosis 252-254 Memantin 192,203,208,214,424,
Lewy neurites 114 pada neuromielitis optik 260-263 605
Lhermittes, lihat tes pada nyeri kepala 594 Membrane attack complex (MAC)
Lid lag 303, 749, pada nyeri Ieber 616 259,678,725,743-744,777
Lidokain 48-49, 588, 620, 656, pada nyeri punggung bawah 629- Memori
Lifelong reinforcement 359 630, 636-637 anterograd 150,153,179,219
Ligamentum pada penyakit Parkinson 121-122 deklaratif 151
flavum 48, 624-625, 692 pada perdarahan subaraknoid 537 eksplisit 151
inguinal 708 pada radikulopati 702-703 episodik 151
interspinosus 624-625 pada sindrom Guillain-Barre 682, 684 gangguan 153,422
intertransversal 625 pada status epileptikus 105 implisit 151
longitudinal pada stroke iskemik 459 jangka panjang 150-151
anterior 624 pada trombosis vena serebral 506, jangkapendek 219
posterior 624 508,510,519 long-term 150
supraspinosus pada tumor otak 327,331 nondeklaratif 151
LimfositT 240,249-251,264 pada tumor spinal 350, 352, 354 nonverbal 153, 162
Limited regeneration 359 sebelum pungsi lumbal 47 prosedural 151, 153,
Lintasan sensorik Magnetic resonance spectroscopy 94, remote 154-155
nonspesifik 16 328 retrograd 150,153,219
spesifik 16 Major histocompatibility complex semantik 151
Lipohialinosis 447,480,498,508, (MHC) 230, 251 short term 150
Low-density lipoprotein receptor- Malformasi arteriovena 534, 594, working 94, 150, 213, 424,
related protein 4 (LRP4) 741,745 764, Memorial Pain Assessment Card 562
Lisinopril 578 Malformasi Chiari tipe I 138 Menh~re, lihat penyakit
Litium 67,589 Malingering 6, 32, 423 Meningen
Locked-in syndrome 32 Froment, lihat manuver medula spinalis 338-339
Log roll 405,412 Manito) 33, 43, 333-334, 398, 439, Meningioma 323-325, 328, 330-331,
Long extended transverse myelitis 461, 521, 540 337-338, 342, 589
(LETM) 260 Manometer 48-49, 243 Meningitis
Long segment myelopathy 261-262 Manual agility test 117 kriptokokus 239
Lorazepam 103, 605 Manuver diagnosis 45,
Lou Gehrig's disease, lihat amyo- Brandt-Daroff 281-283 diagnosis banding 241

771

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

epidemiologi 239 Q), lihat questionnaire miopati toksik 727


gejala dan tanda klinis Migrainous infarct 571 patofisiologi 724
241 Migrain-triggered seizure 571 Miosis 587-588, 752
komplikasi 243 Migren Miositis 724, 727, 738
patofisiologi 239 diagnosis 574 Miotom 3, 405, 694, 697, 720
tata laksana 242 diagnosis banding 575 Miotonia 66,727,728,730,732,737
tuberkulosis (TB) 11, 227-236 gejala dan tanda klinis 573 Misdirection sprouting 366
Meperidin 651, 654 klasifikasi Mm.
Merokok 66, 113, 446, 454, 482, abdominal 571 Orbicularis okuli 139-142,
531, basiler 278 Orbikularis oris 139
Mesensefalon 17, 39, 268, 289, 304, dengan aura 213, 448, Periokular 139
531,684, 571,574 Zigomatikus 139
Metabolisme anaerob 386, 458 kronis 571 Mobilisasi 34, 57, 354, 368,
Metadon 651-653 retinal 571 Modified Hoehn and Yahr 121, 122
Metastasis 328, 338, 341, 627, 643- tanpa aura 571,574 Modified rankin scale (mRS) 465, 496
647,656,696 vestibular 267, 269, 279, Mofetil Mycophenolate 63, 264, 752
Metilfenidat 424, 653, komplikasi 571 Moksifloksasin 234
Metilprednisolon 256, 263-264, patofisiologi 571 Momen inersia 419
412-413,434 profilaksis 576 Mononeuritis multipleks diabetik
Metisergid 589 indikasi 576 714
MetodeABC 519-520 tujuan 577 Mononeuropati multipleks 667
Metoklopramid 575, 653 stadium 573 Monroe-Kellie, lihat doktrin Monroe-
Metoprolol 578 tata laksana 575 Kellie
Miastenia gravis (MG) Mikroaneurisma 453, 480-482, 515 Montreal cognitive assessment
anatomi 741-742 Mikroglia 230, 250, 362, 458, 485, (MoCA) 9, 155, 157, 327
diagnosis 740 600 Morfin sulfat 651t
diagnosis banding 740 Mikrografia 117 Momingjerks 93
epidemiologi 741 Mikrovakuolisasi 215 Moth-eaten appearance 350
fisiologi 741 Mikrovaskular 63,141,287,311, Motor neuron disease (MND) 663,
gejala dan tanda klinis 743, 746 317,426 737t
klasifikasi 745,747 Mikrovaskulitis inflamasi 716 acquired 756
subtipe Mild cognitive impairment bentukmonomelik 757t
EOMG: early onset myas- amnestik ranah jamak 200 diagnosis 758
tenia gravis 746 amnestik ranah tunggal 200 diagnosis banding 759
LOMG: late onset myasthe- nonamnestik ranah jamak 200 epidemiologi 755
nia gravis 746 nonamnestik ranah tunggal 200 gejala dan tanda klinis 756
MAMG: anti-MuSK-Ab- Mild hypothermia 469 herediter 756
associated myastenia Miller-Fischer, lihat sindrom paraneoplastik 759
gravis 746 Mini-mental status examination patofisiologi 756
OMG: ocular myastenia (MMSE) 9, 55-56, 155-156,423 tata laksana 759
gravis 746 Miokimia 140,665,714 Motor unit 756
SNMG: seronegative myas- Miopati Motor unit action potential (MUAP)
teniagravis 746 Diagnosis 726 736
TAMG: thymoma-associat- diagnosis banding 733 Motorik 3, 4, 9, 30, 31
ed myastenia gravis 746 epidemiologi 724 Movement Disorder Society (MDS)
tata laksana 751 jenis 128, 129, 132
Microbleeding 482, 494 distrofi muskular 724 MR venografi 506,508,510,594,
Microhemorrhages 489 miopati didapat 727 Multifocal motor neuropathy (MMN)
Microvascular decompression 592 miopati diinduksi obat 727 669,733,757,759
Midazolam 48, 103-106, 511, 659 miopati endokrin 727, 730 Multipel mononeuropati, lihat mono-
Midline shift 47, 339, 391, miopati herediter 727 neuropati multipleks
Mielin 249, 259, 491, 549, 590, 663, miopati inflamasi 727, Multipel siderosis
716 729-731,735-738 diagnosis 252
Mielinopati 663-664, 668 miopati metabolik 727, diagnosis banding 252,253,
Mielitis 227, 258-263, 349, 685 729-733 254
Mielopati 349,614-618,685,704- miopati mitokondrial 727 epidemiologi 249
705 miopati terkait penyakit gejala dan tanda klinis 250
Migraine screen questionnaire (MS- sistemik 727 patofisiologi 249,

772

Scanned for Pablo


Indeks

primary progressive multiple Prefrontal215 Neuromyelitis optica spectrum disor-


sclerosis (PPMS) 250 Neologisme 185 ders (NMOSD) 260, 262
prevalensi 249 Neostriatum 111 Neuron
progresivitas 250,253,256 Nerve grafting 723 burst neuron 291, 294, 307
relapsing remitting multiple Nerve growth factor (NGF) 641, 642 pascasinaps 361, 362, 366
sclerosis (RRMS) 250 Nerve root entry zone 136, presinaps 78, 361
secondary progressive multiple Nerve sprouting 641, 642 von Economo 215
sclerosis (SPMS) 250 Nervus nosiseptif 549, 572, 623
tata laksana 256 abdusens 39, 287, 292, 326
Muscle relaxant, lihat pelemas otot fasialis 12, 136, 137, 138, 672, ordo satu 548, 550
461 673,680,681 ordo kedua 550, 551, 552
Muscle-specific kinase (MuSK) 741 meningeal rekuren 692 ordo ketiga 551
Musical speech stimulation (MUSTIM) okulomotor 26, 27, 28, 287, wide dynamic range neurons
375 291, 292, 294 550
Mutisme 32, 184, 188, 191 optikus162,258,260 Neuronal intermediate filament inclu-
Myasthenia Gravis Composite Scale trigeminus 587, sion disease 216
748 troklear 287 Neuronopati 663
Myasthenic snarl 744 vestibularis 268,271,274 Neuropathic pain questionnaire
Myelin pallor 490 vestibulokoklearis 139, (NPQ),lihat questionnaire 602
431,433, 435 Neuropati
N Neural integrator 292, 294 diabetik 598, 607
Nadolol578 Neural structural repairofreplace- diabetik proksimal 714
Nalokson 412, 653 ment359, diagnosis banding 66 7
Naming, lihat penamaan 171, 187, Neuralgia trigeminal diagnosis klinis 667
188,374 diagnosis 591 epidemiologi 663
Narkolepsi 260 gejala klinis 590 gejala dan tanda klinis 665
NASCIS (National Acute Spi- klasifikasi jenis
nal Cord Injury Study) II 412 klasik 589 polineuropati 666,667,
Nasopharyngeal airway 409, simtomatik 589 668
Natalizumab 255 patofisiologi 590 multifokal 667, 670
National Comprehensive Cancer Net- pemeriksaan penunjang 592 multipel mononeu-
work (NCCN) 641,651,655 tata laksana 592 ropati atau mononeuropa-
National Institute of Neurological Neuritis ti multipleks 667
Disorders and Stroke (NINDS) puerperalis 712 neuropati fokal 667
National institutes of health stroke vestibular 267, 274, 276, 277 mononeuropati 667
scale (NIHSS) 465, 468,471, 472 Neurodegenerasi112,197,206 kranial multipel314
Natrium naproksen 575 Neurofibrillary tangles 206, 207 optik 303, 426
Neck stretch 618, 619 Neurofibroma 330,341, 342 patofisiologi 663
Neck tilting 618, 619 Neurokinin A 572 radikulopleksus lumbosakral
Neck tum 618, 619 Neuroleptic malignant syndrome 57, diabetik 714
Neglect 68 tata laksana 668
agraphia 173 Neurolisis 722, 759, Neuropatologis 120, 548, 758
auditory 167 Neurology music therapy (NMT),lihat Neuropeptida y 100
body-160 terapi Neuroplastisitas 359, 360, 425
dysgraphia-161, 173 Neurological reserve 54, Neuropraksia 716, 723
dyslexia-161, 172 Neuroma 599, 641, 645, 723, Neuroprotektor 123, 193, 468
environment-centered- 160 Neuromielitis optik (NMO) Neurorecovery 468
hemi-, lihat hemineglek spasial diagnosis 261 Neuroregenerasi 359,
hemispatial neglect 164 diagnosis banding 262 Neurorehabilitasi 359, 469
object-centered 163 epidemiologi 258 Neurorepair 359
sensory-164, 166 gejala dan tanda klinis 259 Neurorestorasi 359, 368, 469
spatial-160 patofisiologi 258 Neurorestorasi
tactile 167 Neuromodulasi 359, 371, 469, fungsional366, 371
visual-165, 166 Neuromuscular blocking agent 6 7, pada afasia 373
Nekrosis fibrinoid 453, 480, 481, Neuromuscular electrical stimulation pascastroke 367, 469
482, 486, 515 (NMES) 722, rehabilitatif 368, 371, 372, 469
Neokorteks Neuromuscular-junction, lihat taut Neurorestoratologi 192, 359
Anterior 215 saraf-otot

773

Scanned for Pablo


-
Buku Ajar Neurologi

Neurotization, intraplexual723 alih 614, 622, 628, 632, 633, gejala dan tanda klinis
Neurobnesis 716 cam pur (mixed pain) 646, 648, 601
Neurotoksisitas 63, 486 649 patofisiologi 598-600
Neurotransmiter 76, 119, 142, 198, dasar 646 mekanisme perifer 599
419,550,566,606 definisi 547 mekanisme sentral 599
Neurovascular coupling 491 diskogenik 613, 620 tata laksana 604-608
New oral anticoagulant (NOAC) 62, evaluasi 552, 559, 594, 615, nosiseptif 548, 623
468 648 okular 260
Nifedipin 578, 589 anamnesis 552 patofisiologi 548
Nikardipin 524, 578 pemeriksaan fisik 557, prinsip manajemen 564-567
Nikotin 113, 454 pemeriksaan penunjang 594 punggung bawah
Nimodipin 541,578,589 fantom 598 anatomi 624-626
Nimotuzumab 335 inflamasi 600,617 diagnosis 634-637
Nistagmoid 306 intervensi 567,617,619,620 epidemiologi 622
Nistagmus 28, 87, 269, 276, 304 kanker etiologi 626-634
ageotropik 276 akut641 spesifik 626
dissociated nystagmus 306 diagnosis 647,648 nonspesifik/idiopatik
geotropik 276, 281 epidemiologi 641 626
torsional276 gejala klinis 645, 646 gejala dan tanda klinis
sentral 269, 270 kronik 641, 648 632-637
upbeat269,270 patofisiologi 641-645 patofisiologi 623
downbeat 269, 270 tata laksana 648-656 red flags 635
N-methyl-D-aspartate (NMDA) 76,77, kepala tata laksana 637-639
386,440,600,604,645 pascapungsi 46 radikular 349, 633, 646,
Nonconvulsive status epilepticus definisi 569 697,699
(NCSE), lihat status epileptikus non- primer569 sentralfpusat 606
konvulsivus sekunder 570 somatik 395, 554, 645, 646
Nonmotor symptom questionnaire, tipe klaster sontak 641, 645, 646, 655, 656
lihat questionnaire diagnosis 588 tajam 428, 633
Non-motorik 109, 118, 119, 133 klasifikasi 587 tumpul 554
Nonperisylvian 184 episodik 587 viseral 646
Norepinefrin 133, 158, 525, 565, kronik 587 0
572,577 patofisiologi 587 Obat
Nortriptilin 133, 655 tata laksana 588 antiepilepsi (OAE) 58, 87, 92,
Nosiseptif 353, 548-550, 552, 623, tipe tegang 525
634,645,650,656 diagnosis 582 antiinflamasi non steroid
Nosiseptor 548, 626, 641, 642 gejala klinis 582 (DAINS) 564, 638, 650,
NOTCH3 211, 489 klasifikasi 579 antituberkulosis (OAT) 230,
Noxious stimulus 549, 552, 556 patofisiologi 580 234, 236, 237
Nucleus prepositus hypoglossi (NPH) tata laksana 584 daya tembus 234, 235
292 kronik 564, 604, 606, 637, 648 lini satu 234
Nukleus leher Obtundation 24
fastigial 292, 307, 308 diagnosis banding 615- Occipito-temporo-parietal junction
interstitial Cajal 268 616 308
kaudatus 111, 184, 211, 212, epidemiologi 609 Ocular flutter 308
292 gejala dan tanda klinis Ocular misalignment 285, 295
pulposus 403, 626, 631 614-616 horizontal 316
salivatorius superior 5 72 klasifikasi 611-614 vertical 316
subtalamikus 111, 131 patofisiologi 609-614 Oftalmoparesis 285, 315, 734
vestibularfvestibularis 268, redflags 616 Oftalmoplegia 285, 286 679-82,
273 tata laksana 616-620 eksternal 311
Numeric rating scale (NRS) 8, lokal 548, 628, 634 internal 311
560,561, 602, 648, maladaptif 548 internuklear 306
Nutrisi enteral462, 522 miofasial 614, 628, 629, painful 296
Nyeri neuroanatomi 548 Okludin 240, 324
adaptif 548 neuropatik 549 Oklusi parsial 446
aksial 347,611 diagnosis 602 Oksigen 33,411,416,460,476,580
akut 632, 647 epidemiologi 598 100% 588

774

Scanned for Pablo


Indeks

Oksikodon 605, 651, 652, 654 lower motor neuron (LMN) 677 pupil 9, 26
Oksimorfon 651, 652 neuromuskular 461 sensorik 9, 402, 518, 688
Okskarbazepin 87,606 Paramedian pontine reticular forma- Pemulihan fungsional 192,359,368,
Oligodendroglioma 324, 327-9, 331, tion (PPRF) 291, 294, 306, 307 514
342 Paramiotonia 724, 727, 730, 737 Penamaan 171
Oligodendrosit 136, 249, 259, 261, Paraneoplastic motor neuron disease, Penapisan delirium 54
324,491 lihat motor neuron disease Pendekatan klinis 3, 312, 337
Oligoklonal, pita, lihat pita oligok- Paraneoplastik, lihat sindrom Penetrating artery 477,516,
lonal Parasetamol 521, 575, 584, 650, 656 Penetrating vessels 477
Omnipause neuron 292, 294 Parentartery 477 Penggantian opioid 652, 654
One and a half, lihat sindrom Paresis Pengguna opioid baru 651
Onkogenesis 324 nervus III 308,311,313 Pengguna opioid rutin 651, 652,
On-off, fenomena, lihat fenomena komplet 313, 317 Penghambat 68, 578
Ookista 244 terisolir 311,312,317 Beta 578
Open-mouth odontoid 407 nervus!V 297,313,316 kana! kalsium 578
Operkulum parietal 551 nervus VI 286, 297, 314, 318 monoamin oksidase (MAO) 68
Opioid 552,564,604-7,650-6 Parietal eye field (PEF) 292 Pengkodean 152,183
lepas cepat (immediate release) Parkinson 109 Pengulangan 159, 168, 185, 220
654 anatomi 110 Peningkatan
switching, lihat penggantian diagnosis 121 enzim transaminase 236
opioid diagnosis banding 121 tekanan intrakranial 36
Opioid-naive, lihat pengguna opioid epidemiologi 110 epidemiologi 36
baru gejala dan tanda klinis 115 gejala dan tanda klinis 39
Opioid-tolerant, lihat pengguna Idiopatik 109 patofisiologi 36
opioid rutin patofisiologi 112 tata laksana 42
Optokinetic nystagmus (OKN) 300 plus, lihat sindrom Pentobarbital 104
Optokinetik 290, 300 primer 109 Penumbra 366, 456, 457, 458, 512
Oral Reading for Language in Aphasia tata laksana 121 Penumbra system 512
(ORLA) 376 Parkinsonisme 68,109, 121,122, Penurunan kesadaran 16-34
Organized stroke care 368 216 diagnosis 30
Oropharyngeal airway 398, 407 Parkinsonism-hyperpirexia syndrome diagnosis banding 32
Ortosis 371, 722 (PHS) 68 gejala dan tanda klinis 20
Os petrosum 274 Parks-Bielschowsky three steps test, anamnesis 20
Osilasi okular 304 lihattes onset20
Osilopsia 276 Paroksismal hemikrania 586, 588 klasifikasi 31
Osmoterapi 400, 461, 521 Parsonage turner syndrome 712 pemeriksaan penunjang 30
Osteoklas 344, 643, 644, 656 Partial on response 130 tata laksana 33
Osteoporosis 631 Partner approaches 376 Penyakit
Otokonia 273, 276, 280 281 Parvocellular reticular formation 112 Binswanger 211, 213,481, 490
Otorea 22, 395, 396, 433, Pascatransplantasi 62, 63, 64 degeneratif 31,110,195,201,
Otorrhea, lihat otorea Peak dose dyskinesia 130 270
Otot Pediatric migraine disability assest- Ehlers-Danlos tipe IV 530
ekstraokular 287, 295, 315 ment(PedMIDAS) 574 Fabry 480, 481
hamstring 710 Pedikel 344, 624, 644, 692 ginjal polikistik autosom domi-
Pedunculopontine nucleus (PPN) 112 nan (PGPAD) 530
p Pelemas otot, lihat obat pelemas otot Kennedy 733,759
PainDetect 602, 603 Pelvic outlet 710, 712 Meniere 274, 276
Painful face scale 602 Pembedahan 722, 723 neuromuskular 66, 735
Paliatif 332, 335, 355 primer, pada pleksopati 722 neuron inklusi filamen menen-
Palidotomi 131, 132 sekunder, pada pleksopati 723 gah 216
Palidum 112 Pemeriksaan Penyangatan
Pannecrosis 491 cover uncover 297, 429 meningen 242
Papiledema 29, 39, 505, 511 fungsi luhur 9, 90, 94 pada daerah basal 232
Parafasia 169,179, 185, 188 keseimbangan dan koordinasi 9 Penyekat kana! kalsium, lihat peng-
Parafrase 187 motorik 9, 405, 666 hambat kana! kalsium
Paralisis nervus kranialis 9 Peptida 485, 572
agitans 109 neuropsikologi 219 AP 485
Klumpke, lihat sindrom otonom 9, 518 intestinal vasoaktif 572

775

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Percutaneus endoscopic Pleksopati Presenilln


gastrotromy(PEG) 522 anatomi 706, 708 (PS)1 206, 483, 486
Perdarahan brakialis 717,720 (PS)2 206, 483
batang otak 269 diagnosis 720 Presinkop 267, 271, 671,
epidural 389 diagnosis banding 647, 666 PRIAMO (parkinson and non motor
hemisfer 31 epidemiologi 706 symptoms) 118
intraserebral (PIS) 482,514 etiologi 711 Primary lateral sclerosis 757
intraventrikular 390, 521, 535 gejala dan tanda klinis 717 Primary progressive aphasia 202,
lobar 483, 484, 488, 510, 525 infraklavikular 215,217,221,375
mikro 209,211,477 lesi di fasikulus lateral Agramatik 220
parenkim 503, 505, 510 719 Primary progressive multiple sclerosis
perimesensefalik 536 lesi di fasikulus medial (PPMS), lihat multipel siderosis,
pontin 22, 32 719 subtipe
serebelar 32, 488 lesi di fasikulus posterior Prisma
subaraknoid 390, 527 719 Fresnel 316, 317
diagnosis 535 lumbosakral 719 Permanen 316,317
etiologi 528 patofisiologi 715 Probable migrain 571
gejala dan tanda klinis prognosis 723 Probable TAC 586
532 radiasi 714 Prodromal 113,195,274,573,574
patofisiologi 528 supraklavikular Progesteron 331
tata laksana 539 tata laksana 722 Progressive amyotrophic diplegia 757
subdural 394 Pleksus Progressive bulbar palsy (PBP) 757
subhialoid 29, 533 Batson 50, 343 Progressive multifocalleukoencepha-
Perencanaan 174,176,213, 217,423, brakialis 706, 710 lopathy 254, 255, 752
Periaqueductal gray (PAG) 550 koroid 45, 234, 240, 329, 337 Progressive muscluar atrophy (PMA) 757
Periependimal 260 lumbal 708, 712, Progressive nonfluentaphasia 217
Perihematomal 517 lumbosakral 693,706,710-714 Logopenic 217
Perindopril Protection Against Recur- sakral 710 Progressive Supranuclear Palsy (PSP)
rent Stroke Study (PROGRESS) 489 Pleositosis 232, 261, 263 68,109,202,216,217
Perineural 703,715,716,717 Polifasik 259, 687, 736 Proklorperazin 576,653
Perioral 88,139,143 Polimiositis (PM) 729-731, 737 Proksimitas 366
Perisylvian 170, 184, 188, 189 Poliomielitis 685, 759 Promoting aphasics' Communication
Periventrikuler 253 Poliradikulopati diabetik 714 Effectiveness (PACE) 376
Perseverasi 178, 218 Polisitemia sekunder 454 Propanolol 128, 578
Persistent vegetative state 32 Polymerase chain reaction (PCR) 50, Propentofilin 214
Pharyngeal-cervical-brachial weak- 52,232,246 Propofol 67, 69, 70, 104, 400, 463,
ness, lihatsindrom Guillain-Barre Post herpetic neuralgia (PHN) 598 523
Pickcells 215 Post-concussion syndrome 424 Proprioseptif 4
Pictorial scale 602 Postdromal 574 Proprioseptive neuromuscular fadli-
Pill-rolling tremor 116 Post-seizure state 31 tation (PFN) 372
Pipa nasogastrik 34,416,462, 519, Posttraumatic amnesia (PTA) 422, Proptosis 296, 302, 303, 427
522 Posttraumatic epilepsy, lihat epilepsi Propulsi 118
Pirasetam 191,192 pascatrauma Proses
Pirau ventrikuloperitoneal 236, 333, Posttraumatic positional vertigo 433 akselerasi-deselerasi 419,
390,511 Posttraumatic seizure (PTS) modulasi nyeri 551, 552
Pirazinamid 234, 235, 236, early 436-437 persepsi nyeri 552
237 immediate 436-437 pikir 213, 419, 422,424
Piridostigmin 750, 751 late 436-437 transduksi nyeri 551
Pirimetamin 246,247 Postur simian 116-117 transmisi nyeri 551
Pita oligoklonal 253, 254. 261-3 Posturing 368, 372 Prosesus
Plak Pramipeksol 123, 127, 129, 133 spinosus 345, 407, 616, 624,
Aterosklerosis 446, 455 Prednisolon 65, 264, 412, 589, 751- 625,628
Neuritik 206 752 transversus 624, 625
Senilis 197 Prednison 673, 703, 751-752 Prosopagnosia 163
Plasma exchange, lihat plasmaferesis Pregabalin 141,566,604-607,655, Protease 457,529,632,642
Plasmaferesis 263-264, 685-686, 751 671,704,722 Protein
Pleksitis lumbosakral idiopatik 712, Prekursor opioid endogen 552 amiloid tipe ~ 482, 486
714 Premotorik 114,119,367 C-reaktif 594

776

Scanned for Pablo


Indeks

tau 198,206,216, diagnosis 697 bihemisfer 367


Prothrombin complex concentrates diagnosis banding 703 Reperfusi 447,456
(PCC) 524 epidemiologi 696 Repetisi 169, 188
Protoonkogen 324 etiologi 697 Repetitive nerve stimulation (RNS)
Protrusi diskus 614, 625, 697, 703 patofisiologi 697 750,753,
Pruning synapses 368, tata laksana 703 Repetitive tapping 117
Pruning-related sprouting 364, 365 Radiofrequency electrocoagulation 592 Repetitive trancranial magnetic
Pseudohipertrofi otot 728, 739 Radiosensitizer 335 stimulations 368, 377
Pseudotumor orbita 315, 506, 594 Radiosurgery 131, 334, 592 Rerata tekanan darah arteri 37, 518
Psikosis 63, 118, 190 Radioterapi 334, 352, 645, 656, Rescue therapy, lihat terapi
Psikotik 212 Range of motion 614, 635 Reseksi luas 334
Psychogenic unresponsiveness 32, 70 Range of movement 116,300 Reseptor
Ptosis 142, 296, 308, 311, 315, 679, Rangsang nyeri 23, 24, 29 asetilkolin 315,741-743,745
681,744 Raphe interpositus nuclei 294 nosiseptif 548,551
Pulse oximetry 21 Rafe mag nus 552 Resistensi 232, 234, 303, 372, 459,
Pungsi lumbal Rasagilin 123, 127, 129, 132, 670,
alat dan bahan 48 Rasio glukosa CSS 51, 52, 232, Respons motorik terhadap nyeri 25,
indikasi Rawat bersama 53 29,35
diagnosis 46 Reactive oxygen species (ROS) 63, Responsivitas C0 2 43
terapi 46 386,387 Resting tremor 116
kontraindikasi 46 Reaktivasi infeksi 240, 243, 244 Restriksi 303, 353, 439, 491, 544
komplikasi 46-4 7 Rebleeding 486, 536, 540 Retensi
prosedur Rebound phenomenon 333 alvi 4, 518
lokasi insersi 48 Recall 151, 155, 156, 178,423 uri 4, 128, 349, 370,415,417, 518
Pupil Recombinant tissue plasminogen Retinitis retrobulbar 235
asymmetric pupils 27 activator (rTPA) 463, 488, 542 Retraction ball 362
fixed, dilated pupils 26 Reemerges tremor 116 Retraksi kelopak mata 302, 303
fixed, midsized pupils 26 Refleks Retrieval 152, 155, 373, 374, 423
pinpoint pupils 26 cahaya 308, 426 Retropulsi 118, 122
Marcus Gunn 426 Cushing 393, 399 Reverse straight leg raise test, lihat
thalamic pupils 26 kornea 429, 518 tes
Pupil involvement 311, 313, 315 okulosefalik 27,29, 40 Reversible posterior leukoencepha-
Pupil sparing 311, 313,314,315 okulovestibular 28, 34, 40 lopathy 63
Pusing berputar 8, 275, 435 pupil 25, 40,411 Rey-Osterrieth complex figure test
Putamen 111, 113,516,517,536 spinal29, 404 154,162
vestibulookular; lihat refleks Rhinorrhea, lihat rinorea
Q okulovestibular Rifampisin 232, 234-237
Quality of life 334, 604 Regenerasi Rigiditas
Questionnaire abberant 140 roda gigi (cogwheel) 13, 116
McGill pain questionnaire 561, abortif 363, 365 Riluzole 759
562,602 bonafide 365 Rinorea 22, 395, 396, 425
Migraine screen questionnaire neuron 123, 359 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
(MS-Q) 574 Regression of cerebral artery stenosis 149,323,383,452,514
Neuropathic pain questionnaire (ROCAS) 497 Risiko preoperatif 58
(NPQ) 602 Rehabilitasi kognitif 425 Rituksimab 264
Non motor symptom question- Reinervasi 365,366,674, 722, 756 Rivastigmin 133, 208, 214, 424
naire 118 Rekognisi 106, 203, 424 Rongga perivaskular 479,489
Rekombinan faktor VIla 441, 524 Rood 371
R Relapsing remitting multiple sclerosis Rostral interstitial medial longitudi-
Racoon eyes 22, 396, 399 (RRMS), lihat multipel siderosis nal fasciculus (riMLF) 268,294,295
Radiasio optika 16, 326 subtipe Ruang subaraknoid 37, 45, 287, 310,
Radikal bebas 199,206,386,457, Relearningl92, 359 390, 507, 527
458 Renjatan Ruptur aneurisma 528, 531, 536-
Radiks neurogenik 402, 411, 413 538,540
dorsalis 706, 708 spinal 402, 404, 405, 410
ventralis 706, 708 Reorganisasi s
Radikulopati lokal 366 Saccade palsy 286
anatomi 691 somatotropik 366 Sacral sparing 402, 403

777

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Saddle anesthesia 349, 635, 702 Serotonin norepinephrine reuptake Miller Fischer 678
Sakadik inhibitor (SNRI) 133, 564, 566, 577, MND-demensia 757
dismetria 286, 307 604 nyeri kanker 641
gangguan 286, 292, 304, 307, Serum penanda tumor 352 nyeri miofasial 628
308 Serum transaminase 237 one and a half 304-307
memory-guided 292, 308 Shifting ofidea 213 paralisis Klumpke 718
prediktif 292, 308 Short-lasting unilateral neuralgiaform paraneoplastik 45
refleks 292 headache attacks (SUNCT) 586, 588 Parkinsonism-Plus 109
volunter 292 Shoulder abduction reflief sign, lihat serotonin 68
Sakulus 272 tes abduksi bahu shoulder hand 372
Salin hipertonik 43, 400, 439 Shoulder hand syndrome, lihat spinalis anterior 403
Saltatory conduction, lihat konduksi sindrom spinalis posterior 403
lompatan Shuffling gait 118 spinalis sentral 403
Sandbag 408 Sianosis 21,556 Single fiber electromyography
Santokrom 50 Sicard's sign, lihat tanda (SFEMG) 750
Sawar darah otak (SDO) 51, 78, 234, Sign, lihat tanda Sinkinesia 139,141
324, 456, 491, Siklus bangun tidur 32 Sinkop 19,447
Schwannoma 328, 332, 341, 342, Silent infarct 61, 209 Sintaktik 169-171
711 Simpatomimetik 26, 105 Sinus
Secondary insult, lihat kerusakan Sindrom anterior inferior 501
sekunder antifosfolipid 501, 506 dura 501
Secondary Prevention ofSmall Sub- Anton 184 kavernosus 501,502
cortical Strokes (SPS3) 496, 497 area postrema 260 lateral 501, 502
Secondary progressive mulitple sclero- Balint 184 oksipital 501, 502
sis (SPMS), lihat multipel sklerosis Bernhard-Vulpian 757 petrosalis
subtipe Brown-Sequard 403 inferior 501, 502
Sel Bruns-Garland 714 superior 501, 502
punca 131 Erb-Duchenne 717 posterior superior
Schwann 136,678,679 faset servikal 613 sagitalis
stromal 641,644,645 flail arm 757 inferior 501-503
target 361, 362, 365, 366 flail leg 757 superior 501-503
Selegilin 65, 123, 127, 129 Gertsmann 212 transversus, lihat sinus lateral
Selekoksib 651 Guillain-Barre Siriraj, lihat skor
Selective serotonin reuptake inhibitors Bickerstaff's brainstem en- Sirkuit
(SSRI) 133, 214, 221, 564, 606, 704 cephalitis (BBE) 682 Frontal 420, 421
Semi-koma 23 diagnosis 682 medial frontal-subkortikal
Semiologi 85, 86, 88, 91-93 diagnosis banding 685 anterior 420, 421
Sendi epidemiologi 677 orbitofrontal-subkortikal
faset 613, 624 kelemahan bifasial dengan lateral 420, 421
sakroiliaka 627, 628, 630, 634, parestesia 681 Papez 152
712 neuropati ataksia akut prefrontal-subkortikal dorsolat-
Sensasi berputar 273 682 eral, lihat sirkuit frontal
Sensitisasi oftalmoplegiafptosis/mid- Sistem
perifer 549, 580, 599 riasis akut 681 noradrenergik 17,552
sentral 549, 573, 580, 599, 604, patofisiologi 677 opioid 552
623,642,645 pharyngeal-cervical-bra- saraf
Sensory enhancement techniques 370 chial weakness 681 perifer 7, 663, 667
Sentrifugasi 50, 232 prognosis 686 simpatis 413, 434, 438
Serabut SGB hiperrefleks 680 otonom 663,667,683
A-delta 549-551, 553, 722 SGB paraparesis 681 serotonergik 552
c 550, 559, 722 tata laksana 685 sinus serebral 45, 501, 502
sarafaferen 549,550,552,553 terkait pengobatan 680 ventrikel 42, 516, 527
Serebelum 7, 39, 267, 268, 290, 292, Horner 4, 310, 494 vestibular 272
307,469 Kearn-Sayre 315 Sistema
Seri konsep 213 kompartemen gluteal 712, 714 interpedunkulus 531
Seroprevalensi 243 Lambert-Eaton 751 kuadrigeminal 531
Serotonin 420, 564-566, 572, 577, lobus frontal14 Sitokin
656 medula spinalis 403 cedera kepala 436

778

Scanned for Pablo


Indeks

demensia Alzheimer 199 (STRIDE-PO) 128 diagnosis 459-460


edema peritumoral 324 Standard for reporting vascular diagnosis banding 459-460
kriptokokus 240 changes on neuroimaging (STRIVE) epidemiologi 452-453
miopati 725 479 gejala dan tanda klinis 458-459
multipel siderosis 259 Status epileptikus (SE) 79, 80, 83, 98 patofisiologi 453-458
neuromielitis 250 epidemiologi 99 tata laksana 460-473
nyeri kanker 643 etiologi 99-100 Stroke mimic 445
Sitologi 50, 352 simtomatik 99 Stroke Prevention by AtJgressive
Skala kriptogenik 99 Reduction in Cholesterol Levels
Jankovic 142 klasifikasi 98 (SPARCL) 496, 497
koma Glasgow (SKG) 9, 23, komplikasi 100-101 Stroke-like syndrome 328
24,392 konvulsif 98 Struktur peka nyeri 39, 569, 632
Skew deviation 296, 301, 304, nonkonvulsif 98 Stupor 19, 24, 25,535
Skor patofisiologi 100 Subakut-kronik 230, 239, 434
ABCD448 prognosis 105 Subcortical white matter 478, 490
disabilitas GBS, lihat GBS dis- tata laksana 102-104 Subcortical-cortical loops 212
ability score Status migrenosus 571,576 Subkortikal 211-213,420-421
Hunt and Hess 534-535 Stenosis Substansi P 100, 113, 550, 572, 587,
iskemik Hachinski 213 Karotis 60, 61, 468 626
preoperatif 56 spinalis lumbalis 631 Substansia
stroke Stent retriever 465, 466, 472, 4 73, alba 17,209,21L253,260,263
Djunaedi 518 512 nigra 112, 289
Gajah Mada 518 Stereotactic radiotherapy 334 pars kompakta (SNc) 13,
Siriraj 518-519 Steroid 42, 242, 247, 334, 353, 413, 109,111-14
World Federation ofNeurologi- 704,722 pars retikulata 111,113,
cal Surgeons (WFNS) 534 Stimulus 292
Skrining aspirasi 369 nosiseptif 549 Substraksi 7 berantai 158
sleep-wake cycle,lihat siklus tidur Stimulasi Sudden off, lihat fenomena
bangun nervusvagus(SNV1 87,88 Suhu 21, 462, 521
Small perforating arteries 478 sensoris multimodal 371 Sulfadiazin 246,247
Small vessel disease 211, 213,448, Stocking Sumatriptan 576,588
476,497 anti trombotik 372 Superficial middle cerebral vein 501
Smooth pursuit 286, 290 Stocking-and-glove 668 Superior oblique myokimia 285
gangguan 308-309 Storage disease 730, 738 Supernumerary collaterals 364, 365
direksional 308, 309 Strabismus 286, 316 Superoxide dismutase 1 (SOD1) 756
kraniotopik 308, 309 Straight leg raising test (SLR),Iihat Supersensitifitas denervasional 362
retinotopik 308. 309 tes Supplementary eye field (SEF) 292
Sodium valproat 578-579 Straight sinus 501, 502, 503, 505 Supplementary motor area (SMA)
Somatognosia 164-165 Streptomisin 234, 235, 237, 280 184,186,189,367
makro- 165 Striatal hand 117 Supranuklear 285-92, 304
mikro- 165 Striatal toe 117 Swimmer's position 407
Somnolen 9, 23,519 Striatopalidal 112, 113 Synaptic stripping 362
Sorbitol 453 Striatum ventral 111 Syndrome ofinappropriate secretion
Spasme 83,139,634 String sign 507 of antidiuretic hormone (SIADH)
Spastisitas 372 Stroke 59-62, 69,445-449,452-473, 235, 438-439, 544
Spinal bulbar muscular atrophy 759 514-526 diagnosis 438-439
Spinal cord injury without radiologi- Stroke diagnosis banding 438-439
cal abnormality (SCIWORA) 408 perioperatif 59-62 gejala dan tanda klinis 438
Spinal muscular atrophy 759 preoperatif 69 patofisiologi 438
Spine board 405, 408, 409, 411 Stroke hemoragik tata laksana 439
Spondilitis tuberkulosis 629, 630 diagnosis 517-519 Syok 6,31,398,408,409
Spondilosis 612,620,697 diagnsosis banding 517-519
Sprouting aksonal 365 epidemiologi 514-515 T
Spur 613 gejala dan tanda klinis 516-517 T helper 1 (Th1) 250, 251
Spurling. lihat tes lobaris 516 Tahap
Square wave jerk 308 patofisiologi 515-516 fluktuasi, Meniere 277
Stalevo Reduction in Dyskinesia tata laksana 519-526 neural, Meniere 277
Evaluation in Parkinson Disease Stroke iskemik

779

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Takizoit 244 tidak berhubungan dengan hitung 749


Talamik-subtalamik paramedian 112 nyeri tekan perikranial ice pack 302, 750
Talamokortikal 112-113, 131 579 kalori 28, 29, 32, 433
Talamotomi 131, 132 kronik kemampuan menelan 369
Talamus dengan nyeri tekan perikra- Laseque 700,701,719
pedunkel anterior 212 nial 579 Lhermitte 699
ventral posterolateral 550 tidak berhubungan dengan maddox rod 297
ventromedial 212 nyeri tekan perikranial orientasi dan amnesia Galvas·
Tanda 579 ton (TOAG) 423
asymmetric target 245 probable 580 Parks·Bielschowsky three steps
battle 14, 32, 386, 396 Teori test 296
Bragard's 701 neurovaskular, pada migren rentang digit 159, 178
cord 507 571 digit maju 159, 178
dense triangle 507-508 nuklearfsentral 137 digit terbalik 159, 178
direct 507-508 perifer 137 rest 302
empty delta 507-508 vaskular, pada migren 571 reverse straight leg raise test
empty triangle 507-508 Terapi 636
Gowers 728 abortif, migren 575-576 Spurling 699
Halo 396 bridging therapy 62, 65 straight leg raising test, lihat
Hyndman's 701 direct swallowing therapy 370 Tes Laseque
Indirect 507,508 constraint -therapy test ofskew 270,301
jump 629 constraint-induced aphasia uncover test (cover-uncover)
Kemig 701 therapy (CIAT) 374 297
lesi intraorbita 302-303 constraint-induced ian· upper limb tension test 700
peek 302 guage therapy (CILT) 374 Wartenberg 749-750
rangsang meningeal 26 constraint-induced move- The Global Burden of Disease Study
Sicard's 701 ment therapy (CIMT) 374 110
String 507 fisik 566,585,617,637-639 Thermal tactile oral stimulation 370
von Graefe 303 iPad-based speech therapy Thioflavin S 487
winking owl 350 376-377 Thoracic outlet syndrome 712
Tapering off 333 melodic intonation therapy Threshold of neuronal death 456
TAR DNA-binding protein 43 (TAR- (MIT) 374-375 Thunderclap headache 532, 593
DBP) 756 modalitas bahasa 373·374 Thyroid eye disease (TED) 315
Tardive dyskinesia 140 neurointervensi 464-467 Tic douloureux 589
Targetavailability 366 neurologic music therapy (NMT) Tight junction 240, 324
Targeted therapy 264, 355 375 Tiks motorik 140, 141
Tautsarafotot 733,741-743 nonedikamentosa, migren 576 Timektomi 746,751
Tuberkulosis milier 230, 232 okupasi 354,417,566 Timolol 67,578
Tekanan perilaku 566, 606 Timoma 745,749
darah 524,534,539 perilaku kognitif 566 Tingkat toleransi nyeri 548, 549
intrakranial 36-44 radiasi 531,641 Tinitus 276, 277, 433, 435
pembukaan, pungsi lumbal 46, rescue 132 Tinta india 50, 52, 241
49,243 reposisi kanalit 280-283 Tiopental 104
vena sentral 411, 461, 522, 543 target 264, 355 Tirah baring 368, 540
Telangiekstasis 22 vestibular rehabilitation Tiroid oftalmopati 315,316
Temozolamid 334, 335 therapy 270 Toksin botulinum (BoNT) 133,
Tendon transfer 723 Termometer nyeri 602 141-144
Tension-type headache (TTH) 579- Tes dosis 143
586 abduksi bahu 700 Toksoplasmosis 242, 244-246
frequent alternating cover test 297 Tonus phenomenon 139
dengan nyeri tekan perikra- cover test (single cover) Topiramat 89, 92, 279, 579
nial 579 297cover uncover 297 Towel roll 408, 409
tidak berhubungan dengan cross cover 297, 298 Toxoplasma encephalitis (TE) 243-
nyeri tekan perikranial distraksi leher 700 247
579 graded naming test 171 Toxoplasma gondii 244
infrequent head-impulse test 276 Trakeostomi 410,411,460
dengan nyeri tekan perikra- head-roll test 276 Traksi servikal 618, 703, 704
nial 579 Hirschberg 297, 298 Traktus

780
Scanned for Pablo
lndeks

neospinotalamikus 550 diagnosis 506-510 tensilon 750


paleospinotalamikus 550-551 diagnosis banding 506- Ulkus decubitus 34-35, 68, 372,
spinoretikular 550 510 413-414
spinotalamikus 16, 348, 550- epidemiologi 500 Ultrasonografi
553, 599-600 gejala dan tanda klinis dupleks 140,510
vestibulospinal 268 503-505 Unfractionated heparin, lihat heparin
Tramadol 511, 604-606, 652, 656 patofisiologi 501-504 United Kingdom Parkinson's Disease
Tranquilizer 463, 523 tata laksana 510-512 Society Brain Bank 109, 121-122
Transcranial doppler (TCD), lihat Trombotik 453, 454, 481 Unpredictable oft lihat fenomena
Doppler transkranial Trombus 446, 455, 507-508, 511 Upward gaze palsy 217
Transcranial magnetic stimulation Trunkus Uremia 19, 22, 31, 101
(TMS) 131,193,368,367,377, inferior 706-707,709,718-721 Utrikulus 272-274, 280-281, 433
Transcutaneus electrical nerve stimu- medial 706-707,709,720-721
lation (TENS) 704 superior 706-707,709,717- v
Transesophageal echocardiography 718, 720-721 Vascular cell adhesion molecule
69 Tuberkuloma 227-228, 230-232, (VCAM) 725
Transient global amnesia 448 246 Vascular cognitive impairment (VCI)
Transient ischemic attack (TIA) 445 Tuberkulosis, infeksi 227 214
diagnosis 447 diagnosis 232-233 Vascular endothelial growth factor
diagnosis banding 44 7 diagnosis banding 232-233 (VEGF) 324, 335, 642
epidemiologi 445 epidemiologi 227-228 Vaskulitis 227,480, 501, 714
gejala klinis 44 7 gejala dan tanda klinis 230-232 Vaskulopati 480-481, 488-489
patofisiologi 446 komplikasi 235-237 Vasodilatasi 515, 571-572, 643, 722
prognosis 449 patofisiologi 228-230 Vasodilator 42, 541,543,587
tata laksana 449 tata laksana 233-236 Vasokonstriktor 63
Transneuronal 362 Tuli perseptif 4 Vasopresin 101, 439
Transpor Tumor Vasopresor 103, 113, 414-415, 461
air 258 cerebellopontine angle 13, 138, Vasospasme 531,541
akson 670, 756 590 Vena
Traumatic perilymph fistula 433 hipofisis 328, 330, 333, 533 basal Rosenthal 501
Traumatic optic neuropathy 426 otak primer 323-335 greater anastomotic vein, lihat
Tremor diagnosis 327-329 vena Trolard
intensi 13 diagnosis banding 327- insula 501
istirahat 13, 116, 122 329 kapiler 477-478
Trias Cushing 39 epidemiologi 323 medularis 501
Trigeminal autonomic cephalalgias gejala dan tanda klinis profunda 501, 510
(TAC) 586 324-327 rolandik 501
Trigeminovaskular 572, 587 klasifikasi 329-332 serebri magna Galen 501, 503
Trigger point 576, 582, 590, 612, 620, patofisiologi 324 striata 501
629 tata laksana 332-335 subependim 501
Trigonum femoral 708 pineal 330-331, 334, 328 superfisial 500-501
Triheksifenidil 67, 124, 128 serebelum 333 Trolard 501
Trimetoprim-sulfametoksazol (TMP- spinal 51, 337- Venereal disease research laboratory
SMX) 246-247 diagnosis 349-352 (VORL) SO
Triple H 539-544 diagnosis banding 349- Venlafaxin 578
Tripod position 744 352 Venous collagenosis 4 77, 480-481,
Triptans 576 epidemiologi 337-338 490-491
Trojan horse 240 gejala dan tanda klinis Ventilator-associated pneumonia
Trombektomi mekanik 464-466, 512 346-349 (VAP) 416
Tromboemboli 446, 506, 523-524 klasifikasi 338-343 Ventriculo-peritoneal shunt (VP
Trombofilia 501, 506, 512 patofisiologi 343-346 shunt), lihat pirau ventrikuloperi-
Trombolisis tata laksana 352-354 toneal
intravena 463-465, 468, 472 Tumor necrosis factor-a (TN F-a) 229, Ventrikel
intraarterial 464-466 240, 642-643 keempat 39, 45,47
Trombosis ketiga 45, 152
Septik 499, 508 u lateral 45
vena dalam 416,460,471,518 Uji Ventrolateral tier 113
vena serebral prostigmin (neostigmin) 750

781

Scanned for Pablo


Buku Ajar Neurologi

Verapamil 578, 589 Vicariation 366 Warfarin 440, 467-468,511


Verbal scale 602 Viii preoperatif 61-62,65
Vertigo araknoid 25 Warning leaks S33
non vestibular 267 subaraknoid 240 Watershed area -478
paroksismalbenignapadaanak 571 Virchow Robin space 489, 491 Wearing off, lihat fenomena
vestibular Virus Wernicke, lihat afasia
perifer 271-283 Epstein-Barr (EBV) 249, 678, 715 West Nile Virus, lihat virus
diagnosis 269-270 JC Oohn Cunningham) 254 Whiplash injury, lihat cedera
diagnosis banding 278 West Nile 715 Wide dynamic range neurons, lihat
epidemiologi 270-271 Visual action therapy (VAT) 375-376 neuron
gejala dan tarida Visual analog scale (VAS) 559-561, White matter 211, 263
klinis 275-277 602,616,648 White matter h,yperintense lesions
patofisiologi 272 Visual evoked potential (VEP) 253, 426 495
tata laksana 279-283 Visuokonstruksi 160,179,422 White matter lesion 477-479,481,
sentral 267-270 Visuospasial 161, 166 482, 489-494
diagnosis 270 Vitamin D 123, 129, 249, 731 WHO stepladder 567, 649-650
diagnosis banding 270 Vitamins to Prevent Stroke Winking owl sign, lihat tanda
epidemiologi 267 (VITATOPS)-MRI 479 Working memory, lihat memori.
gejala dan tanda Von Graefe, Iihat tanda
klinis 269-270 X
patofisiologi 268-269 w y
tata laksana 270 Waiter's tip position 717 z
Vestibular rehabilitation therapy, Wakefulness, lihat keterjagaan Ziehl-Neelsen 232
lihatterapi

782

Scanned for Pablo

Anda mungkin juga menyukai