Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku
ini dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit.
ISBN: 978-602-74207-4-8
ii
Scanned for Pablo
\
KONTRIBUTOR
AdreMayza
Ahmad Yanuar Safri
AI Rasyid
Amanda Tiksnadi
Astri Budikayanti
Darmalmran
Diatri Nari Lastri
Eva Dewati
Fitri Octaviana
Freddy Sitorus
Henry Riyanto Sofyan
Jan Sudir Purba
Luh Ari Indrawati
Manfaluthy Hakim
Mohammad Kurniawan
Ni Nengah Rida Ariarini
Pukovisa Prawiroharjo
Rakhmad Hidayat
Riwanti Estiasari
Salim Harris
Siti Airiza Ahmad
Taufik Mesiano
Teguh AS Ranakusuma
Tiara Aninditha
Winnugroho Wiratman
YettyRamli
Zakiah Syeban
Ade Wijaya
Dyah Tunjungsari
Kartika Maharani
Ramdinal Aviesena Zairinal
Rima Anindita Primandari
Wiwit Ida Chahyani
SEKRETARIS
Iotan Nurul Azni
Mumfaridah
ILUSTRATOR
Marshal Sumampouw
Ni Nengah Rida Ariarini
Uti Nilam Sari
COVER
Ni Nengah Rida Ariarini
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pencipta semesta alam, karena atas berkat RahmatNya
kita diberi kesempatan dan kemampuan mempelajari ciptaanNya, ilmu Neurologi yang
menakjubkan. Ilmu ini sangat sempurna dan sangat khusus, yaitu susunan saraf pusat,
susunan saraf otonom, dan susunan saraf tepi, serta hubungan timbal balik sistem dan
organ (brain-mind-behaviour dan brain-neural-vascular-network-system-organs) dalam
keadaan sehat maupun sakit akibat berbagai faktor, yaitu vaskular, inflamasi, trauma,
autoimun, metabolik, iatrogenik, dan neoplasma (VITAMIN).
Para ahli penyandang ilmu saraf atau neurologi, disebut neurolog, mempunyai hak
dan kewajiban dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan kesehatan
(IPTEKDOKKES). Oleh karena itu, setiap neurolog wajib mempelajari ilmu itu secara
tuntas, dalam keadaan sehat maupun sakit dan cacat, sebagai upaya mempertahankan
maupun meningkatkan kualitas hidupnya. Proses tersebut perlu mengikutsertakan
semua strata penyedia kesehatan dalam masyarakat, antara lain pasien sendiri, keluarga,
kerabat kerja, perawat, dokter layanan pertama, sistem kedaruratan medis, neurolog
umum dan subspesialis, serta penyandang disiplin ilmu lainnya, dalam tim yang terpadu
struktural dan nonsktuktural di kehidupan masyarakat dan bernegara.
Maka melalui buku ajar ini, seseorang mendapat kesempatan mengetahui, memahami,
dan menghayati ilmu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Pencipta
sebagai bekal menjalani kehidupan yang berguna untuk dirinya, orang lain, dan dunia
lingkungannya.
v
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Semoga melalui buku ajar yang berhasil disusun dari berbagai sumber aktivitas
profesional di Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dapat
menambah khazanah literatur ilmu kedokteran dan kesehatan serta pengetahuan
pembaca sekalian dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Teruslah belajar,
jangan pernah berhenti. Karena ilmu berlimpah telah disediakan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Penyayang pada umat dan alam semestaNya.
vi
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena buku ini dapat selesai atas pertolongan dan
rahmatNya. Kami sangat menghargai kerja keras para penyusun dan pihak-pihak lain
yang berkontribusi terhadap terbitnya buku ini. Untuk semua perjuangan yang panjang,
kami ucapkan terima kasih. lnsya Allah buku ini menjadi investasi amal yang terus
mengalir sepanjang kegunaannya.
Perkembangan ilmu neurologi terus berkembang setiap saat. Selain itu, anggapan selama
ini yang ada di kalangan mahasiswa atau ternan sejawat adalah ilmu neurologi sulit untuk
dipahami. Kebutuhan akan ketersediaan sumber kepustakaan yang mudah dimengerti
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Departemen Neurologi FKUI/RSCM
menyusun buku ajar ini, yang diharapkan setelah membacanya, ilmu neurologi menjadi
lebih dimengerti dan semakin tertarik untuk mendalaminya.
Buku ajar ini adalah persembahan dari kami untuk seluruh mahasiswa kedokteran,
peserta program studi dokter spesialis saraf, dan ternan sejawat, serta orang yang tertarik
mempelajari ilmu neurologi. Dengan adanya buku ini, semoga kita dapat bersama-sama
memajukan ilmu neurologi dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
vii
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
ix
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
763
INDEKS
xi
Scanned for Pablo
NEUROONKOLOGI
Tumor Otak Primer
Tumor Spinal
323
usia pasien 48 (18-74) tahun dengan proporsi flamasi yang menyebabkan kerusakan pada
perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan okludin, suatu protein tight junction antar
laki-laki (55,6% vs 44,4%). Mayoritas tumor endotel. Hal ini menyebabkan pembuluh da-
primer adalah astrositoma (47%) diikuti me- rah yang terbentuk tidak sama morfologinya
ningioma (26%). Data di RS Kanker Dharmais dengan yang normal, antara lain hilangnya
pada tahun 1993-2012 menunjukkan insidens tight junction antar endotel dan tidak utuh-
tumor otak sebesar 1% dari seluruh kegana- nya membran basalis, yang disebut sebagai
san, juga terutama golongan glioma (67,4%) keadaan rusaknya sawar darah otak (SDO)
dan meningioma (16,3%). atau blood brain barrier (BBB). Pada ke-
adaan tersebut, terjadi ekstravasasi cairan
·PATOFISIOLOGI ke sekitar jaringan tumor (edema peritu-
Pada prinsipnya tumor otak merupakan ba- moral), sebagai suatu edema vasogenik. Hal
sil akhir dari onkogenesis, yaitu suatu proses inilah yang menyebabkan lesi desak ruang
transformasi sel normal menjadi kanker. Hal menjadi peningkatan tekanan intrakranial,
ini diakibatkan oleb ketidakseimbangan an- adanya edema seiring dengan penambahan
tara pembuatan sel-sel baru pada siklus sel ukuran massa tumornya.
dengan bilangnya sel-sellama akibat kema-
Tumor glia atau glioma merupakan tumor
tian terprogram (apoptosis). Ketidakseim-
dari jaringan penunjang, seperti astrosito-
bangan ini merupakan basil dari mutasi
ma berasal dari sel astrosit, oligodendrogli-
genetik pada 3 kelompok protein, yaitu 1)
oma dari oligodendrosit, dan ependimoma
protoonkogen, yang berperan pada pencetus
dari sel ependim. Adapun meningioma ber-
pertumbuban dan diferensiasi sel normal,
asal dari sel meningotel araknoid. Derajat
2) tumor suppressor genes, pengbambat per-
keganasan masing-masing tumor dinilai
tumbuban dan pengatur apoptosis, serta 3)
menurut kriteria WHO berdasarkan tingkat
kelompok gen perbaikan DNA. Mutasi pro-
proliferasi dan keaktifan bermitosis, mulai
toonkogen disebut sebagai onkogen, meng-
dari derajat I yang tingkat proliferasinya
basilkan protein yang jumlahnya dalam batas
paling rendah hingga derajat IV yang paling
normal tetapi molekulnya mengalami mutasi
aktifbermitosis dan dianggap ganas.
sehingga efek biologiknya tidak sama dengan
yang normal, atau dapat fungsinya normal GEJALA DAN TANDA KLINIS
tetapi jumlahnya berlebihan. Gambaran klinis memang sangat bervariasi
tergantung pada letak tumor. Namun ber-
Pertumbuhan sel yang abnormal secara
dasarkan prinsip adanya efek desak ruang
terus menerus akan menyebabkan vasku-
dari massa yang tumbuh progresif di rongga
larisasi dari pembuluh darah host tidak
kompartemen tertutup, maka sebenarnya
mencukupi, sehingga terjadi hipoksia. Hal
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
ini memicu sel tumor mensekresi vascu-
dapat menjadi alat deteksi dini yang efektif.
lar endothelial growth factor (VEGF) untuk
Alarm utama sistem saraf kita adalah nyeri.
merangsang pembentukan pembuluh darah
Dengan bertambahnya tekanan di intrakra-
baru atau angiogenesis (Gambar 1). Selain
nial akibat massa di manapun letaknya, akan
itu sel tumor memnsekresi sitokin proin-
324
terjadi peregangan meningen yang merang- dan sinus, sehingga bisa jadi nyeri hebat ti-
sang reseptor nyeri di sekitarnya dan menye- dak sesuai dengan efek desak yang minimal.
babkan nyeri kepala. Gejala ini merupakan
Nyeri kepala akibat tumor intrakranial harus
gejala utama (90%) pada tumor intrakranial.
bisa dibedakan dengan nyeri kepala primer.
Semua gejala klinis tumor otak adalah ber- Sesuai dengan pertumbuhan massa, maka
landaskan pada efek desak ruang. Tekanan nyeri akan terasa makin lama makin berat,
di intrakranial dipertahankan konstan se- terutama jika ada penambahan volume ke
suai dengan hukum Monroe Kelly dengan intrakranial seperti setelah aktivitas fisik,
memodifikasi aliran darah dan cairan se- malam atau pagi hari, dan saat batuk atau
rebrospinal. Oleh karena itu, penambahan mengedan. Pada awal nyeri kepala masih hi- }
massa yang minimal masih dapat ditoleran- lang timbul, kemudian nyeri akan lebih sering,
si oleh otak dan belum menyebabkan gejala. terlokalisir pada satu area tertentu. Saat nyeri
Jika massa terus membesar, meningen akan menetap dan memberat berarti daya kom-
meregang sehingga merangsang reseptor pensasi otak sudah berkurang, biasanya mu-
nyeri. Efek desak ruang bukan hanya ditim- lai muncul defisit neurologis. Jika hal ini ma-
bulkan oleh massa, namun juga oleh edema sih belum terdeteksi, maka bisa jadi pasien
di sekitarnya, sehingga lebih mudah menye- datang dengan gejala peningkatan tekanan in-
babkan peningkatan tekanan intrakranial trakranial, nyeri kepala hebat disertai muntah
(Gambar 2). Selain itu, nyeri juga dapat me- serta penurunan kesadaran yang merupakan
nyebabkan regangan pada pembuluh darah tanda-tanda herniasi serebi (Gambar 2).
325
Pacta peningkatan volume intrakranial, di yang begitu keluar dari rongga orbita lang-
manapun massanya, tekanan akan diter- sung diselimuti oleh meningen. Tekanan
uskan ke segala arah, sehingga meregang- yang mulai meningkat secara progresif akan
kan meningen, termasuk saraf kranial yang menyebabkan jeratan pacta nervus tersebut
melintasinya. Nervus abdusens merupakan sehingga terjadi papiledema.
saraf yang terpanjang melewati area subarak-
Penilaian jaras visual dapat menjadi salah
noid di antara saraf kranial lainnya. Maka
satu alat penapis klinis oleh karena letaknya
pacta pasien-pasien dengan keluhan nyeri
yang membentang mulai dari bola mata di
kepala berulang bisa ditanyakan adanya ke-
bagian anterior hingga lobus oksipital di dae-
luhan pandangan ganda atau diplopia teru-
rah posterior sebagai area persepsi visual.
tama saat melihat jauh, dilanjutkan dengan
Selain itu, terdapat pula radiasio optika yang
pemeriksaan nervus VI yang teliti untuk
'mengisi' parenkim dari bagian tengah ke be-
mencari adanya paresis secara minimal.
lakang, ke arah superior dan inferior. Maka
Demikian pula dengan nasib nervus optikus
keluhan pandangan buram, pemeriksaan
326
visual, fundus, dan lapang pandang merupa- membutuhkan pemeriksaan pencitraan le-
kan paket yang wajib dinilai untuk mendeteksi bih lanjut dengan pemberian kontras. Hal
adanya massa kecil di intrakranial. ini biasanya terjadi pada tumor jenis oligoden-
droglioma atau astrositoma derajat rendah.
Fungsi otak utama adalah fungsi kognitif
yang bisa terlihat pada hampir semua area DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
di setiap lobus baik depan belakang, kanan Diagnosis pasti tumor otak adalah dengan
dan kiri mempunyai peran dalam fungsi biopsi. Namun diperlukan anamnesis dan
tersebut. Oleh karena itu, perubahan fungsi pemeriksaan fisik untuk dapat membuat
kognitif sebenarnya dapat menjadi penapis dugaan tumor otak agar sebelumnya dapat
yang sering terlupakan oleh defisit neu- dilakukan pemeriksaan pencitraan baik CT
rologis lain yang terlihat secara kasat mata. scan maupun MRI dengan pemberian zat kon-
Gangguan kognitif sebagai awal gejala mun- tras. Sesuai dengan patofisiologi terjadinya
cul hingga 30%, setara dengan sakit kepala, kerusakan sawar darah otak oleh sel tumor,
lebih tinggi dibanding kelemahan motorik. maka zat kontras akan keluar dari pembu-
Pada pasien yang berpendidikan tinggi atau luh darah dan menunjukkan gambaran pe-
masih aktif bekerja dapat ditanyakan kapan nyangatail. pada pencitraan. Oleh karena itu,
mulai merasa aktivitasnya 'terganggu' atau jika pencitraan dilakukan tanpa pemberian
keluarga melihat adanya 'perbedaan' dalam zat kontras, maka gambaran lesinya menjadi
kegiatan sehari-hari, yang seminimal mung- kurang jelas karakteristiknya untuk menentu-
kin seperti gangguan atensi, perubahan kan dugaan tumor atau bahkan lesinya menjadi
emosi, dan sebagainya. Hal ini dapat ditin- tidak terlihat
daklanjuti minimal dengan pemeriksaan
Anamnesis yang khas pada dugaan tumor
Mini Mental Status Examination (MMSE),
otak adalah adanya gejala yang kronik pro-
Montreal Cognitive Assessment (MoCA) versi gresif. Berdasarkan patofisiologinya juga,
Indonesia (MoCA-Ina) atau pemeriksaan
terdapat perbedaan gejala klinis pada tu-
fungsi kognitif lengkap untuk memastikan
mor yang menyebabkan efek desak ruang
gangguannya.
dengan tumor yang terutama menyebabkan
Area otak yang juga cukup luas untuk dica- gangguan fungsional. Pada tumor yang me-
ri adanya efek desak ruang adalah korteks nyebabkan efek desak ruang, seperti me-
yang melapisi seluruh parenkim. Sesuai ningioma atau astrositoma derajat tinggi,
dengan patofisiologinya, adanya lesi di gejala klinis biasanya dimulai dengan sakit
korteks dapat menimbulkan kejang. Kelu- kepala dan diikuti defisit neurologis lain-
han ini bisa tidak disadari oleh pasien atau nya. Namun pada tumor yang terutama
keluarga karena bentuk kejang yang bisa menyebabkan gangguan fungsional seperti
berbeda-beda sesuai dengan area yang ter- astrositoma derajat rendah, gejala biasanya
ganggu sehingga perlu anamnesis tersendi- berupa kejang atau gangguan fungsi luhur
ri. Oleh karena itu, kejang pertama kali pada setelah beberapa lama, baru diikuti dengan
usia dewasa atau tua tanpa demam harus sakit kepala atau defisit neurologis lainnya.
dicurigai adanya tumor di intrakranial yang
327
Pemeriksaan fisik perlu dimulai dari tanda Berdasarkan efek desak ruangnya, maka di-
vital untuk menentukan ada tidaknya tanda agnosis banding tumor otak tersering adalah
peningkatan tekanan intrakranial. Peme- lesi lain yang menyebabkan proses pening-
riksaan neurologis juga harus disertai fun- katan tekanan intrakranial secara progresif,
duskopi untuk menilai papiledema. Pada seperti tuberkuloma, abses intrakranial, atau
tumor-tumor daerah khusus, seperti tumor toksoplasma ensefalitis. Oleh karena itu per-
hipofisis, pineal atau serebelum, diperlukan lu dicari adanya tanda-tanda infeksi sistemik,
pemeriksaan neurooftalmologi untuk me- seperti tuberkulosis, human immunodefi-
nilai adanya gangguan visus dan lapangan ciency virus (HIV), atau sumber infeksi lain-
pandang, deviasi konjugat, atau nistagmus. nya dari telinga, hidung, gigi, dan sebagainya.
Sistem lainnya yang juga penting mencakup Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
hampir seluruh area otak adalah gangguan teliti, dapat dilakukan pemeriksaan magnetic
fungsi luhur yang biasanya sering tidak ter- resonance spectroscopy (MRS) bersamaan
deteksi. Pada meningioma lobus frontal yang dengan MRI untuk menilai metabolit infeksi
tumbuh perlahan-lahan, gangguan fungsi dan neoplasma berdasarkan rasio cholin dan
luhur merupakan gejala utama sebelum N-asetil-aspartat (NAA) di area lesi.
munculnya defisit neurologis klasik lainnya.
Pada tumor juga dapat terjadi perdarahan
Pemeriksaan pencitraan merupakan peme- akibat hipervaskularisasi yang rentan, se-
riksaan penunjang yang paling penting untuk hingga menyebabkan gejala klinis dan gam-
mempertajam dugaan diagnosis. MRI dengan baran CT scan seperti stroke hemoragik Na-
segala fiturnya dapat membantu memberi- mun hal ini dapat dikenali jika didapatkan
kan gambaran tumor dengan kecurigaan ga- anamnesis adanya sakit kepala sebelumnya,
nas berdasarkan kuatnya penyangatan kon- sehingga dilakukan CT scan kepala dengan
tras, densitas yang inhomogen, serta luasnya kontras. Demikian pula adanya hiperkoagu-
edema peritumoral di sekitarnya. Demikian lasi pada keganasan dapat menyebabkan
pula berdasarkan letaknya di intraparenkim gejala akut seperti stroke (stroke-like syn-
(intra-aksial) dapat ditentukan kemung- drome). Adanya hiperkoagulasi semacam itu
kinan suatu astrositoma atau di luar pa- biasanya ditemukan pada tumor metastasis
renkim (ekstra-aksial) sebagai meningioma, yang juga terdapat tumor primer di organ
schwannoma, dan metastasis leptomeningeal. lain, sehingga dapat dideteksi dari anamne-
sis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Gejala
MRI lebih unggul dalam menggambarkan
akut pada tumor otak primer juga dapat dite-
kelainan struktural secara detil terutama
mukan pada pasien pascakejang yang menga-
untuk lesi yang kecil, bukan hanya untuk
lami edema peritumoral, sehingga didapatkan
diagnosis, namun juga penilaian pascara-
defisit neurologis seolah-olah mendadak Na-
dioterapi dan adanya rekurensi. Walaupun
mun hal ini juga dapat ditelaah dari anamne-
demikian, pada tumor-tumor yang menun-
sis dengan menanyakan gejala soft sign yang
jukkan gambaran kalsifikasi, seperti pada
mungkin sudah ada sebelum kejang, seperti
oligodendroglioma, akan terlihat lebih jelas
gangguan fungsi luhur.
pada CT scan dibanding MRI.
328
329
330
331
Berdasarkan epidemiologinya, tumor ter- dapat bertahan cukup lama dengan gejala
sertng adalah astrositoma dan meningioma. sisa yang minimal.
Golongan astrositoma tersering adalah de-
TATA LAKSANA
rajat tinggi (high grade), terutama glioblas-
Pada prinsipnya pada tumor otak terbagi
toma, sekitar 38% dari tumor otak keselu-
atas terapi simtomatik, definitif, dan paliatif.
ruhan. Tumor ini termasuk ganas, sehingga
Hal ini dilakukan secara bersama dalam tim
gejala klinis biasanya dalam waktu hitungan
yang multidisiplin disertai pembicaraan un-
bulan dengan defisit neurologis yang berat,
tuk menentukan kesepakatan bersama. Un-
serta gambaran MRI yang khas bisa berupa
tuk menjalani itu semua, pasien harus kuat
kistik, nekrosis, atau perdarahan, dan ede-
secara mental dengan dukungan penuh dart
ma yang luas. Prognosis biasanya buruk,
keluarga. Pasien dengan tumor otak dapat
kecuali jika dapat dideteksi dini dan ditata
mengalami gangguan psikiatri hingga 78%,
laksana segera dikatakan dapat memper-
baik bersifat organik akibat tumornya atau
panjang kesintasan.
fungsional yang berupa gangguan penye-
Meningioma merupakan tumor kedua ter- suaian, depresi, dan ansietas. Hal ini dapat
sertng, terutama pada perempuan, dikatakan menghambat proses terhadap pasien.
berkaitan dengan hormon estrogen dan pro-
Oleh karena itu, diperlukan pendampingan
gesteron. Mayorttas (90%) tumor ini jinak
bersama dengan sejawat Psikiatri mulai
(derajat I) dan mempunyai prognosis yang
dari menyampaikan informasi tentang diag-
baik jika dapat direseksi total. Mengingat le-
nosis dan keadaan pasien (breaking the bad
taknya yang dapat jauh di dalam, seperti dae-
news) melalui pertemuan keluarga ffamily
rah basis kranii atau klivus, maka kadang ter-
meeting) dan pada tahap-tahap pengobatan
jadi residu tumor yang dapat menyebabkan
selanjutnya. Perlu juga dilakukan penilaian
rekurensi. Sejauh ini belum ada kemoterapi
fungsional menggunakan Karnofsky perfor-
yang tepat dan tumor juga tidak terlalu bere-
mance score (Tabel 3), saat awal masuk dan
spons terhadap radioterapi. laju tumbuhnya
keluar dart perawatan, untuk menentukan
yang sangat lambat, maka kadang pasien
prioritas terapi yang akan diberikan.
Tabel3. Nilai Kinerja Karnofsky
Skor Keterangan
100 Normal tidak ada keluhan, tidak ada penyakit
90 Mampu' beraktivitas normal, tanda dan gejala penyakit sedikit . .
80 Aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, menunjukkan be?~rapa tanda dan ge)ala penyakit
70 Mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu beraktiv1tas
normalfmelakukan pekerjaan ..
60 Kadang memerlukan bantuan, namun mampu menjalankan ~perluan sendm
SO Memerlukan bantuan dan pertolongan medis yang cukup sermg
40 Tidak mampu merawat diri sendiri, butuh perawatan, dan bantuan khusus
30 Sakit berat, indikasi perawatan di rumah sakit .
20 Sakit sangat berat, butuh dirawat inap, dibutuhkan bantuan aktif
10 Sekarat, proses fatal, berkembang cepat
0 Meninggal
Sumber: Yates JW. dkk. Cancer. 1980. h. 2220-4.
332
333
bangkitan fokal dengan atau tanpa perubah- sensitif seperti tumor pineal, germ cell, as-
an menjadi umum sekunder. Oleh karena trositoma derajat tinggi, dan metastasis
tingginya tingkat rekurensi bangkitan, maka otak Pada tumor yang letak dalam dilakukan
harus diberikan obat antiepilepsi (OAE) steretotactic radiotherapy atau radiosurgery.
yang ditentukan berdasarkan pertimbangan
Kemoterapi untuk tumor otak lebih terbatas
profil efek samping, interaksi obat, dan bi-
pilihannya, karena harus dapat menembus
aya. OAE golongan lama seperti fenitoin dan
sawar darah otak Tujuannya untuk meng-
karbamazepin kurang dianjurkan karena
hambat pertumbuhan tumor dan mening-
dapat berinteraksi dengan deksametason
katkan kualitas hidup (quality of life) pasien
dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup
semaksimal mungkin. Sejauh ini yang men-
levetirasetam, asam valproat, lamotrigin,
jadi pilihan adalah temozolamid, untuk
klobazam, topiramat, atau okskarbazepin.
glioblastoma dan metastasis. Kemoterapi
Levetirasetam lebih dianjurkan (Level A)
jenis alkylating agent ini dapat diberikan
dan memiliki profil efek samping yang lebih
tunggal sebagai kemoterapi dengan dosis
baik dengan dosis antara 20-40mgjkgBB,
200mgjm2 /hari selama 5 hari yang dapat
serta dapat digunakan pascakraniotomi.
diulang setiap 28 hari selama 6 siklus. Cara
Terapi Definitif pemberian dapat juga bersamaan dengan
Tumor otak adalah biopsi dan reseksi tumor. radioterapi, yang berfungsi sebagai radio-
Terutama pada tumor-tumor di ekstraaksial sensitizer dengan dosis 75mgjm2/hari se-
seperti meningioma, tata laksana utamanya lama 6 minggu. Selanjutnya dosis mening-
hanya reseksi luas beserta kapsulnya. Untuk kat kenjadi 150-200mg/m2/hari setiap 28
lokasi yang lebih dalam, dapat dilakukan hari selama 6 siklus. Namun temozolamide
biopsi stereotaktik Semakin banyak tumor ini hanya akan berespons baik jika jaringan
yang dapat direseksi maka keluarannya tumor termasuk metilasi (bertambahnya
akan lebih baik Selain efek desak ruangnya gugus metil) pada promotor 0-6-methylgua-
teratasi, kemungkinan untuk rekuren juga nine-methyltransferase (MGMT), yang harus
lebih kecil. Oleh karena itu lebih disukai jika dibuktikan dulu pada pemeriksaan jaringan
tumor dapat didiagnosis dalam ukuran kecil sebelum diberikan agen yang tersebut.
berdasarkan deteksi dini.
Selain kemoterapi, terdapat beberapa agen
Pada golongan astrositoma biasanya agak golongan targeted therapy yang bekerja
sulit untuk menentukan batas tumor dengan spesifik menghambat reseptor vascular en-
jaringan yang sehat, selalu ada sisa tumor dothelial growth factor (VEGF), yaitu bevaci-
yang perlu ditidaklanjuti dengan radioterapi zumab, dan epidermal growth factor recep-
atau kemoterapi, terutama pada astrositoma tor (EGFR), yaitu nimotuzumab. Terapi ini
derajat tinggi. Saat ini dengan perkembang- juga baru dapat diberikan pada astrositoma
an teknik operasi, pengambilan massa tu- derajat tinggi dengan mutasi EGFR yang
mor bisa menggunakan neuronavigasi atau signifikan. Oleh karena cara kerjanya yang
zat fluoresens agar lebih akurat. Radioterapi spesifik, maka efek sampingnya juga lebih
terutama dilakukan pada tumor-tumor yang minimal dibandingkan kemoterapi.
334
335
2. De-Angelis L, Posner JB. Neurologic complica- editor: Cancer neurology in clinical practice. Neu-
tions of cancer. Oxford: Oxford University Press; rologic complications of cancer and its treatment
2009. h. 4-15. New Jersey: Humana Press; 2008. h. 33-46.
3. Ostrom QT, Gittleman H, Liao P. Rouse C, Chen Y, 11. Newman SA Neuroophthalmic evaluations in
Dowling J, dkk. CBTRUS statistical report: prima- patients with meningioma. Dalam: Lee JH, edi-
ry brain and central nerve system tumors diag- tor. Meningiomas; diagnosis, treatment, and out-
nosed in the United States in 2007-2011. Neuro come. London: Springer; 2008. h.101-36.
Oncol. 2014;16(suppl5):iv1-63. 12. Wen PY, Glantz MJ. Neurologic complications of
4. Dolecek TA, Propp JM, Stroup NE, Kruchko C. CBTRUS cancer: Neural Clin N Am. 2003;21(1):11-13.
statistical report: primary brain and central nervous 13. Toy EC, Simpson E, Pleitez M, Rosenfield D, Tint-
system tumors diagnosed in the United States in ner R. Case Files Neurology. United State: Me
2005-2009. Neuro OncoL 2012;14(suppl5):v1-49. Graw Hill; 2008. h. 441-2.
5. Kautzky R, Zulch KJ, Wende S, Tanzer A, Bohm 14. Maddocks I, Brew B, Waddy H, Williams I. Pal-
WM. Neuroradiology: a neuropathological ap- liative neurology. Cambridge: Cambridge Univer-
proach. New York: Springer; 2012. sity Press; 2005.
6. Booth S, Bruera E. Palliative Care Consultations 15. Berger MS, Prados MD. Textbook of neuro-oncol-
in Primary and Metastatic Brain Tumours. Ox- ogy. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
ford University Press. New York; 2004. 16. Mendelsohn AC, Howley A, Israel S, Gray JE, Lind-
7. Molnar P. Classification of primary brain tumors: sen T. The molecular basis of cancer. Philadel-
molecular aspects in management of CNS tu- phia: Elsevier Saunders; 2008.
mors. Intech [serial online]. 2011 [diunduh 13 17. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling
Januari 2017]; 3-22. Tersedia dari: lntech. A, Figarella-Branger D, Cavence WK, dkk. The
8. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling, 2016 World Health Organization classification
Figarella-Branger D, Cavanee WK, dkk. The 2016 of tumors of the central nervous system: a sum-
World Health Organization classification of tu- mary. Acta Neuropathol. 2016;131(6):803-20.
mors of the central nervous system: a summary. 18. Yates JW, Chalmer B, McKegney P. Evalua-
Acta Neuropathol. 2016;131(6):803-20. tion of patients with advanced cancer using
9. Farace E, Melikyan Z. Cognitive dysfunction, mood the Kamofsky Performance Status. Cancer.
disorders, and fatigue. Dalam: SchiffD, Kesari S, Wen 1980;45(8):2220-4.
PY, editor: Cancer neurology in clinical practice. Neu- 19. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT, penyunt-
rologic complications of cancer and its treatment ing. Acuan panduan praktik klinis neurologi.
New Jersey: Humana Press; 2008. h. 91-112. Edisi ke-2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
10. Glantz MJ, Batten J. Seizures and antiepileptic drugs Indonesia; 2016. h.198-200.
in neurooncology. Dalam: SchiffD, Kesari S, Wen PY,
336
337
Selain tumor primer, terdapat pula tumor dimasukkan dalam kategori tumor ekstra-
metastasis di spinal. Spinal merupakan dural pada pembahasan selanjutnya.
tempat sasaran paling sering perihal me-
Pemahaman mengenai anatomi meningen
tastasis tumor primer. Sebanyak 95% dari
medula spinalis, terutama dura mater (Gam-
total keseluruhan pasien dengan tumor spi-
bar 3), sangat penting dalam kaitannya de-
nal adalah tergolong metastasis. Sebanyak
ngan klasifikasi tumor spinal berdasarkan
500.000 pasien diperkirakan mengalami
letak lesinya. Dura mater spinalis berasal
metastasis tumor di spinal tiap tahunnya.
dari dua lapisan dura mater yang menyatu
Sayangnya, hanya 64% pasien. metastasis
pada rongga kranium, tetapi terpisah saat
tumor spinal yang simptomatik, sedangkan
memasuki kanalis spinalis.
sisanya tidak memiliki keluhan dan ditemu-
kan secara insidental. Pada kanalis spinalis, dura mater terluar
menjadi periosteium kanalis spinalis. Ada-
KLASIFIKASI TUMOR SPINAL pun lapisan dalamnya membentuk sakus
Tumor spinal dapat diklasifikasikan men- duralis yang menyelubungi medula spina-
jadi tiga kategori menurut letak lesinya, lis. Kedua lapisan dura mater ini kembali
yaitu ekstradural, intradural ekstramedula, menyatu di tempat keluarnya radiks nervi
dan intramedula (Gambar 1 dan 2). Masing- spinalis dari kanalis spinalis. Ujung bawah
masing kategori dapat berupa tumor primer sakus duralis mengelilingi kauda ekuina
atau metastasis. Namun, oleh karena tumor dan berakhir pada level S2. Selanjutnya,
metastasis spinal paling sering tergolong sakus duralis membentuk filum terminal
ekstradural, maka tumor metastasis spinal dura mater (Gambar 4).
Tumor Spinal
Intradural Intradural
Ekstradural
ekstramedula intramedula
Nerve sheath
Metastasis Astrositoma
tumor
Tumor primer
Meningoma Ependimoma
· tulang
338
Scanned for Pablo
Tumor Spinal
A B c
pia mater
339
Medufa- spinalis
Dura mater
, .... ....... .
·-·-·····~······
.... ..........-
Ganglion radlks dorsalis
. .... ......
~ ~ ., . .. . ..... .
...........-... ........... ......... .
l n-TU
Tmgkat tor.~kal
~ Sam torakal
_Q._
...__.
:::::::?.~:::
Tingkat sakral
Kauda ekuina
Filum terminal
Gam bar 4. Hubungan Struktur Dura mater, Filum Terminal, Radiks Nervi Spinalis, dan Medula Spinalis
340
Tumor-tumor primer ini pada umumnya Lokasi metastasis tumor di spinal dapat
akan mendestruksi tulang vertebra .dan ditemukan di korpus vertebra (85%),
menyebabkan deformitas pada tulang ruang paravertebra (10-15%), dan ru-
belakang (Gambar 2A). Selain deformi- ang epidural ( <5%). Oleh sebab itu, me-
tas, tumor primer ini juga menimbulkan tastasis tumor di spinal secara anatomis
nyeri di tulang belakang. Nyeri ini biasa tergolong tumor ekstradural. Sepanjang
dirasakan di malam hari dan tidak di- vertebra, metastasis tumor di spinal pa-
pengaruhi perubahan posisi dan tetap ling sering ditemukan di segmen torakal
dirasakan saat pasien beristirahat. De- (70%), kemudian diikuti lumbosakral
fisit neurologis baru terjadi hila terjadi (20%), dan servikal (10%).
ekstensi tumor yang mengkompresi me-
dula spinalis atau radiks. Pada tumor- Tabel 2. Jnsidens Metastasis Spinal Ekstradural
pada Beberapa Tumor Primer
tumor yang tergolong jinak, perjalanan
Ienis Tumor Primer (%)
penyakitnya relatif lebih lama daripada
Payudara 13-22
tumor yang ganas. Hal ini menyebabkan Paru 15-19
pasien jarang datang menemui dokter di Pro stat 10-18
awal perjalanan penyakit. Limfoma 8-10
Sarkoma 7,5-9
2. Metastasis Ginjal 6-7
Sebagian besar pasien dengan tumor spi- Mieloma 4,5-5
nal merupakan metastasis. Oleh sebab Gastrointestinal 4-5
Melanoma 2-4
itu, klinisi harus memikirkan metastasis
Tidak diketahui 4-11
dahulu ketimbang tumor primer pada Sumber: Schiff D, dkk. Cancer neurology in clinical
pasien tumor spinal. Metastasis tidak practice: neurologic complications of cancer and its treat-
hanya berlokasi di ekstradural, tetapi ment. 2008.
juga di intradural ekstramedula dan in-
tramedula dalam persentase yang kecil. Tumor Intradural Ekstramedula
Oleh karena lokasi yang paling sering Kategori tumor ini berlokasi di dalam (in-
menjadi tujuan metastasis adalah ekstra- tra) dura mater, tetapi di luar (ekstra) me-
dural, maka tumor metastasis dimasuk- dula spinalis (Gambar 2B). Tumor intra-
kan dalam kelompok tumor ekstradural. dural ekstramedula memiliki kekerapan
Tumor primer yang sering bermetastasis sekitar dua pertiga kasus tumor intradural.
ke spinal antara lain, payudara (21%), Dari keseluruhan kategori tumor spinal ini,
paru-paru (14%), prostat (7,5%), ginjal sekitar 95% memiliki jenis schwannoma,
(5,5%), gastrointestinal (5%), dan tiroid neurofibroma, meningioma, dan ependi-
(2,5%). Namun, ada pula basil penelitian moma filum terminal. Sisanya bisa berupa
lain dengan komposisi urutan yang ber- metastasis, kista, dan paraganglioma.
beda, tetapi kanker payudara dan paru 1. Tumor Selubung Saraf (Nerve Sheath
yang selalu mendominasi dari setiap Tumor)
studi epidemiologi (Tabel 2). Neurofibroma dan schwannoma terma-
341
suk dalam jenis tumor selubung saraf filum terminal, pertumbuhan tumor ini
yang berlokasi di dalam dura mater, tetapi dapat melibatkan radiks dari kauda ekuina.
di luar medula spinalis. Neurofibroma Karakteristik lain dari tumor ini adalah si-
biasa terjadi pada pasien dengan neurofi- fatnya yang bisa menyebarkan sel tumor ke
bromatosis tipe 1. Tumor ini membentuk dalam ruang cairan spinal.
massa fusiformis yang bercampur dengan
4. Tumor Ekstramedula Lainnya
serabut saraf yang sehat, sehingga sulit
Kondisi patologis lain yang bisa terjadi
untuk melakukan diseksi tumor ini dari
di ruang intradural ekstramedula adalah
jaringan saraf. Bila neurofibroma ditemu-
kista (epidermoid, dermoid, dan lipoma),
kan multi pel, maka diagnosis neurofibro-
paraganglioma, malformasi vaskular,
matosis dapat ditegakkan. Berbeda de-
dan metastasis. Penelusuran ke arah me-
ngan neurofibroma, tumor schwannoma
tastasis leptomeningeal perlu dilakukan
lebih sering ditemukan pada pasien de-
hila ada pasien dengan diagnosis kanker
ngan neurofibromatosis tipe 2.
sebelumnya dan terdapat massa di ruang
2. Meningioma intradural ekstramedula.
Meningioma spinal biasanya tumbuh di
Tumor Intramedula
lateral kanalis spinalis, terutama daerah
Tumor intramedula merupakan tumor yang
dekat radiks dan ganglion radiks dorsalis.
berasal dari medula spinalis (Gambar 2C).
Sekitar 40% tumor ekstramedula meru-
Sekitar 80% tumor intramedula tergolong
pakan meningioma. Sepanjang vertebra,
dalam tumor glial (astrositoma, ependi-
tumor ini paling sering terjadi di segmen
moma, ganglioma, dan oligodendroglioma).
torakal (sekitar 80%), kemudian diikuti
Tumor intramedula yang paling sering dite-
segmen servikal, dan lumbosakral. Tumor
mukan adalah astrositoma, kemudian dii-
ini biasanya tumbuh membentuk konfi-
kuti ependimoma, dan hemangioblastoma.
gurasi seperti bola yang memiliki perlekatan
dura mater. Oleh karena sifatnya yang cen- 1. Astrositoma
derung tidak menginvasi pia mater, maka Angka kejadian astrositoma di spinal
tumor ini dapat direseksi dengan aman. tergolong jarang, yaitu sekitar 3% dari
seluruh kasus astrositoma susunan saraf
3. Ependimoma Filum Terminal
pusat. Tumor ini dapat terjadi di segala
Selain tumor selubung saraf dan meningi-
usia, tetapi paling sering terjadi pada
oma, sekitar 15% tumor ekstramedula
anak dan usia kurang dari 30 tahun.
dapat berupa ependimoma miksopapilar.
Sepanjang tulang vertebra, tumor intra-
Jenis tumor ini merupakan tumor yang pa-
medula ini memiliki predileksi di seg-
ling sering tumbuh di daerah filum terminal.
men servikal atau servikotorakal.
Sesuai dengan namamnya, tumor ini memi-
liki tampilan susunan papilar dari sel epitel 2. Ependimoma
kubus atau batang dengan kandungan kaya Berbeda dengan astrositoma yang meru-
musin. Walaupun tumor ini berasal dari pakan tumor intramedula tersering di
anak, ependimoma adalah tumor intra-
342
medula yang sering ditemukan pada vertebra, yang berhubungan dengan pleksus
orang dewasa. Hampir semua epen- vena epidural. Pleksus vena epidural ini berada
dimoma termasuk tumor jinak, dengan di dalam kanalis spinalis dan tidak memiliki
karakteristik berbatas tegas dan tidak katup. Batson pertama kali mengemukakan
menginfiltrasi area sekitar. bahwa pleksus vena epidural merupakan jalur
potensial penyebaran metastasis tumor primer
3. Hemangioblastoma
di spinal. Oleh sebab itu, Pleksus ini disebutjuga
Sekitar 3-8% tumor intramedula meru-
pleksus Batson. Pleksus vena epidural (Batson)
pakan hemangioblastoma. Tumor ini ber-
ini terletak di ruang epidural, di antara kolum-
asal dari pembuluh darah yang berbatas
na spinalis dan dura mater medula spinalis. Ali-
tegas, tetapi tidak berkapsul. Sebanyak
ran dari pleksus vena ini berhubungan dengan
15-25% kasus berhubungan dengan pe-
vena kava superior dan inferior yang kemudian
nyakit von Hippel-Lindau yang diturun-
membawa darah menuju jantung. Oleh karena
kan secara autosom dominan.
tidak ada katup di pleksus vena epidural, maka
4. Tumor Intramedula Lainnya setiap peningkatan tekanan di sistem vena
Selain dari ketiga jenis tumor yang sering kava dapat menyebabkan aliran balik ke plek-
ditemukan di atas, kelainan patologis sus vena epidural.
lain yang bisa terjadi adalah metastasis,
Selain metastasis melalui sistem vena, sel
kista, dan malformasi vaskular. Meta-
tumor bisa juga menyebar ke spinal me-
stasis tumor paru dan payudara adalah
lalui sistem arteri dan limfatik. Penyebaran
yang paling sering ditemukan di medula
melalui arteri dapat terjadi melalui arteri-
spinalis, dengan kekerapan kurang dari
arteri yang memperdarahi korpus vertebra.
5% dari total tumor intramedula.
Contoh kasus pada tumor di paru yang bisa
menyebar ke spinal melalui arteri-arteri seg-
PATOFISIOLOGI mental. Berbeda dengan sistem arteri, pe-
Tumor Metastasis nyebaran metastasis tumor melalui sistem
Tumor metastasis di spinal sebagian besar limfatik terjadi karena adanya saluran limfe
terletak di ekstradural. Oleh sebab itu, pem- di dalam tulang vertebra. Sayangnya, penye-
bahasan kali ini menjelaskan bagaimana baran tumor melalui sistem ini masih perlu
tumor metastasis spinal ekstradural dapat diteliti lagi kepentingan klinisnya.
menyebabkan keadaan patologis yang ber- Selain cara-cara di atas, penyebaran langsung
manifestasi klinis. tumor primer ke spinal sering juga ditemukan,
Sel tumor primer paling sering menyebar ke terutama untuk kasus tumor prostat. Tumor
spinal melalui sistem vena. Untuk dapat men- yang berada di bagian retroperitoneal atau me-
capai spinal, sel tumor sebelumnya melalui diastinum dapat mengerosi korpus vertebra
sirkulasi di hati dan paru. Pada kondisi normal, secara langsung, atau masuk ke kanalis spinalis
melalui foramen neuralis.
5-10% darah yang berada dalam sistem vena
porta dan vena kava mengalir ke sistem vena
343
Terjadinya metastasis ini tidak lepas dari struk- lainnya (Gambar 5). Walaupun gambaran
tur sumsum tulang yang berada di dalam kor- awal metastasis pada radiografi foto polos
pus vertebra. Sumsum tulang memiliki sistem berupa kerusakan pedikel, sebenarnya kor-
pembuluh darah sinusoid yang biasanya memi- pus vertebra merupakan struktur pertama
liki tekanan rendah, sehingga darah cenderung yang biasa-nya lebih awal rusak. Hal ini didu-
mengumpul (pooling) di daerah ini. Kondisi ini, kung oleh fakta bahwa sekitar 30-50% korpus
disertai adanya penumpukan fibrin dan proses vertebra telah mengalami kerusakan sebelum
trombosis, sangat mendukung secara biokimia kelainan ini dapatterdeteksi melalui radiografi
dan hemodinamik bagi implantasi dan proli- fotopolos.
ferasi sel-sel tumor. Selanjutnya, sel-sel tumor
Proses metastasis tumor spinal berlanjut de-
menjadi mudah untuk keluar dari pembuluh
ngan menginvasi ruang epidural. lnvasi ruang
darah dan menginvasi jaringan tulang trabeku-
epidural dapat terjadi melalui ligamen longi-
lar. Selain beberapa kondisi tersebut, terdapat
tudinal posterior (Gambar 6). Ligamen ini
faktor intrinsik dari sel tumor primer yang
adalah struktur yang paling lemah terhadap
mendukung keberhasilan pertumbuhan sel tu-
penyebaran sel-sel tumor di tulang vertebra.
mor di dalam jaringan tulang, misalnya prosta-
Sel-sel tumor metastasis di ruang epidural
glandin dan stimulasi faktor aktivasi osteoklas
menimbulkan efek desak massa yang dapat
pada metastasis sel kanker payudara yang me-
mengkompresi medula spinalis beserta struk-
nyebabkan lesi litik pada tulang.
tur pembuluh darahnya. Efek massa desak
Sel~sel tumor metastasis yang telah meng- pada medula spinalis ini m'enimbulkan de-
invasi jaringan tulang trabekular kemudian mielinisasi atau degenerasi aksonal. Adapun
akan menghasilkan beberapa substansi yang komponen vaskular yang turut terkompresi
menyebabkan resorpsi tulang secara lang- menyebabkan kongesti vena dan edema va-
sung ataupun tidak langsung, antara lain hor-. sogenik medula spinalis. Adanya demielinisa-
mon paratiroid, faktor aktivasi osteoklas, fak- si, degenerasi aksonal, dan edema vasogenik
tor pertumbuhan, dan prostaglandin. Dengan pada medula spinalis inilah yang kemudian
adanya sekresi beberapa substansi ini oleh sel bermanifestasi klinis sebagai defisit neurolo-
tumor, maka terjadi peningkatan stimulasi os- gis akibat metastasis tumor spinal.
teoklas di jaringan tulang trabekular.
Metastasis tumor juga dapat terjadi pada
Setelah sel-sel tumor menginvasi jaringan daerah leptomeningeal, terutama pada ke-
tulang trabekular, proses selanjutnya adalah
ganasan hematopoietik, seperti limfoma
invasi sel-sel tumor terhadap korteks tulang.
dan leukemia. Penyebaran ini biasanya ter-
Hal ini bermanifestasi dengan adanya keterli-
jadi secara hematogen atau infiltrasi lang-
batan pedikel vertebra pada metastasis tumor
sung ke meningen (Gambar 7), sehingga be-
spinal. Adanya keterlibatan pedikel ini biasa-
rada di ruang epidural/subdural (Gambar 6
nya tidak bersifat primer, tetapi merupakan
(3) & (4)) dan menimbulkan gejala seperti
akibat sekunder dari penyebaran langsung
pada tumor intradural ekstramedula.
dari korpus vertebra atau struktur tulang
344
Dura mater
Tumor di intramedula
345
346
gis juga sering ditemukan pacta tumor ekstra- ekstremitas, tetapi bisa juga terjadi secara
dural yang membuat gejala awal berupa bersamaan.
nyeri yang disebut sebagai nyeri aksial verte-
Tumor Intradural Ekstramedula
bra. Nyeri ini terasa di sepanjang sumbu ver-
Lokasi tumor ini paling sering di sekitar ra-
tebra yang bersifat gradual, progresif, terus-
diks posterior, kemudian diikuti di sekitar ra-
menerus, tidak bersifat mekanik, dan sering
diks anterior. Oleh sebab lokasinya di sekitar
terjadi di malam hari. Nyeri biasanya ber-
radiks, maka gejala awal yang sering ditemu-
tambah parah saat pasien berbaring telen-
kan adalah nyeri radikular. Sesuai namanya,
tang, apalagi dalam durasi beberapa jam, ke-
nyeri ini memiliki karakteristik penjalaran
mudian membaik saat pasien berdiri. Seiring
nyeri sesuai distribusi radiks sensorik. Nyeri
progresi perkembangan tumor ekstradural,
ini bertambah parah dengan batuk, bersin,
efek desak massa selanjutnya akan mengenai
atau mengedan. Seiring pertumbuhan tumor
struktur radiks dan medula spinalis. Struktur
yang membesar; kompresi akan semakin her-
radiks yang terkena efek massa tumor me-
tam bah pacta radiks dan medula spinalis.
nimbulkan gejala klinis nyeri radikular.
Bila letak tumor lebih ke arah posterior; maka
Selain nyeri, pasien dapat mengalami tanda-
proses kompresi akan mengenai kolumna pos-
tanda kompresi lainnya, yaitu kelemahan eks-
terior dan jaras piramidalis. Dengan demikian,
tremitas, gangguan sensorik, dan disfungsi
gejala berikutnya setelah nyeri radikular
otonom. Kelemahan ekstremitas umumnya
adalah gangguan propioseptif dan kelemahan
bersifat UMN pacta bagian tubuh yang di-
ekstremitas. Kelemahan ini bersifat asimet-
persarafi oleh medula spinalis pacta level di
ris antara lengan dan tungkai (lesi servikal)
bawah lesi. Gangguan sensasi posisi, rasa
dan antara kedua tungkai (lesi torakolumbal).
getar, gangguan diskriminasi dua titik dapat
Gangguan sensorik juga dapat terjadi awalnya
terjadi bila kompresinya berasal dari arah
ipsilateral, kemudian bilateral, dan berjalan
dorsal. Disfungsi miksi dan defekasi lebih
dari kaudal ke kranial hingga setinggi lesi.
sering terjadi kemudian setelah kelemahan
Medula
Tumor
:
/
Dura mater r
Vertebra
347
Medula T
spinalis~ . ./ umor
~ D"comotor
Vertebra-------'
348
Tumor Spinal di BeberapaLokasi Khusus nalis spinalis Ll. Lesi konus medularis
Selain ketiga kategori di atas, terdapat be- terisolasi menimbulkan beberapa defisit
berapa lokasi tumor spinal yang memiliki neurologis1 antara lain, arefleksia detrusor
gejala khusus, yaitu di servikal atas, foramen dengan retensi urin dan overflow inconti-
magnum, dan lurnbal. Tumor spinal servikal nence, inkontinensia alvi, gangguan fungsi
atas dapat memiliki gejala bulbar dan fasiku- seksual, saddle anaesthesia, dan biasanya
lasi pada ekstremitas. Tumor spinal setinggi tanpa kelemahan motorik.
foramen magnum dapat memiliki hipeste-
sia setinggi dermatom C2 dan paresis N. XI DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
(nervus aksesorius). Tumor spinal di lumbal Diagnosis tumor spinal secara umum
dapat menimbulkan gejala dan tanda seperti ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
sindrom kauda ekuina atau konus medularis. saan klinis, dan pemeriksaan penunjang,
Pada tumor spinal, sindrom kauda ekuina sekaligus untuk mendapat tanda dan geja-
dapat terjadi karena keterlibatan radiks la klinis sesuai letak lesi (Tabel 3). Adapun
nervi lumbalis dan sakralis di bawah konus pemeriksaan penunjang berguna untuk
medularis. Pasien awalnya mengeluh nyeri lebih memastikan diagnosis dan menying-
radikular sesuai distribusi nervus iskhiadi- kirkan diagnosis banding. Adapun diag-
kus dan nyeri pada kandung kemih. Setelah nosis banding dari tumor spinal, antara
nyeri, manifestasi klinis berikutnya adalah lain spondilitis, mielitis, multipel sklero-
defisit semua modalitas sensorik pada tung- sis, neuromielitis optik, mielopati akibat
kai, terutama pada perineum (saddle anaes- proses autoimun, trauma medula spinalis,
thesia). Selain itu, kelemahan tungkai tipe dan proses degeneratif tulang, Pemerik-
LMN dengan disertai inkontinensia urin dan saan penunjang yang rutin dikerjakan pada
alvi dapat terjadi pada sindrom ini. pasien tumor spinal adalah pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium, termasuk ana-
Konus medularis adalah batas bawah dari
lisis cairan otak.
medula spinalis dan terletak setinggi ka-
Tabel 3. Perbandingan Gejala dan Tanda Klinis Tumor Spinal Berdasarkan Letak Lesi
Intradural Ekstra-
Variabel Ekstradural Intramedula
medula
Karakteristik Aksial, bertambah parah di malam Radikular, bertambah Atipikal, difus
utamanyeri hari dan posisi telentang. Nyeri parah saat batuk,
dapat berkembang dari sifatnya mengedan
aksial menjadi radikular
Defisit sensorik Jarang Jarang Sering terjadi
terdisosiasi
Batas atas defisit Cenderung konstan Cenderung konstan Dapat berubah sesuai
sensorik pertumbuhan longitudinal
tumor
Disfungsi miksi Terjadi pada proses lanjut Terjadi pada proses Dapat menjadi gejala awal
dan defekasi lanjut
349
350
tumor primer dan pasien dengan gejala tu- los. Dengan demikian, pemeriksaan ini bisa
mor spinal, tetapi belum diketahui tumor lebih dini menemukan kelainan destruksi
primernya. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini tulang akibat tumor. Namun, pemeriksaan
lebih diutamakan untuk skrining karena ni - foto palos atau bone scan tetap perlu di-
lai spesifisitas yang rendah. Jika bone scan lakukan sebelum CT scan untuk mening-
menunjukkan area terdispersi yang terse- katkan nilai diagnostik. Terapat dua peran
bar di beberapa tulang, maka diagnosisnya yang dimiliki CT scan dalam proses skrining
mengarah ke metastasis tumor. Jika bone pasien dengan dugaan tumor spinal, yaitu
scan hanya menunjukkan sedikit tulang untuk menentukan lokasi, perluasan, dan
yang terlibat, maka klinisi dapat memasti- karakteristik lesi spinal serta menentu-
kan kelainan tersebut dengan pemeriksaan kan apakah tumor telah menyebar ke paru
CT atau MRI. atau hati. Adanya lesi desak ruang di paru
atau parenkim hati, pembesaran kelenjar
Pemeriksaan CT scan sangat sensitif pada
getah bening, dan infiltrat atau efusi yang
perubahan mineral tulang dan dapat
tidak dapat dijelaskan, menunjukkan ke arah
menunjukkan proses destruksi tulang de-
ada-nya tumor primer yang bermetastasis ke
ngan resolusi lebih tinggi daripada foto po-
spinal.
• I
Gam bar 11. Bone Scan Pasien Karsinoma Kolon yang Menunjukkan Penangkapan Radioaktivitas yang Me-
ningkat di Tulang Klavikula Dekstra, Kosta V Hemitoraks Anterior Dekstra, serta Vertebra C6, Th12, dan L1
(Dok: Pribadi)
351
352
353
hingga berjalan, dan latihan (exercise) pe- kai dirasakan semakin progresifhingga akhir-
nguatan otot abdomen dan ekstensor. Terapi nya pasien sekarang hanya dapat berbaring di
okupasi meliputi pemberian alat bantu dan tempat tidur dan mulai mengompol. Pasien
pembelajaran untuk bisa ke kamar mandi memiliki riwayat operasi mastektomi mam-
dan mengurus diri sendiri. mae kiri 10 tahun lalu. Hasil patologi anatomi
dikatakan karsinoma mammae duktal inva-
CONTOH KASUS sif jenis solid tubular; grade II. Pasien sempat
Kasus 1 menjalani kemoterapi 3 tahun lalu.
Perempuan 52 tahun datang dengan kelu- Pemeriksaan neurologi menunjukkan
han nyeri pada punggung sejak 8 bulan lalu. paraplegia UMN, hipestes i setinggi derma-
Nyeri dirasakan di antara kedua tulang be- tom torakal 7 ke bawah, dan retensi uri.
likat. Awalnya, nyeri masih hilang timbul dan Pemeriksaan MRI vertebra dengan kontras
berkurang dengan minum obat penghilang menunjukkan proses metastasis intrakor-
nyeri dari warung. Sejak 2 bulan lalu, nyeri pus vertebra Th 8 (Gambar 12).
punggung bertambah berat dan mengganggu
aktivitas. Selain itu, pasien juga mulai menge- Pasien didiagnosis tumor spinal metasta-
luhkan kelemahan pada kedua tungkai. Sejak sis ekstradural dengan primer karsinoma
sebulan lalu, pasien mulai mengeluhkan baa! mammae. Tata laksana pada pasien ini
pada kedua tungkai. Keluhan nyeri punggung, adalah pemberian korset, radioterapi pali-
kelemahan tungkai, dan baa! pada kedua tung- atif, dan terapi bisfosfonat.
354
Gambar 13. MRI Vertebra Torakal T2Wl Sagital (Kiri) dan T1WI Kontras Aksial (Kanan)
Tanda panah menunjukkan massa intradural ekstramedula setinggi vertebra torakallO.
355
356
NEURORESTORASI
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf
23 PASCACEDERA SARAF
Amanda Tiksnadi, Siti Airiza Ahmad, Pukovisa Prawiroharjo
359
Akson 3
Gam bar 1. llustrasi Penambahan Sinaps Pascapaparan Stimulus pada Fenomena Neuroplastisitas
360
Scanned for Pablo
Prinsip Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf
Paparan stimulus akan menyebabkan ter- kerusakan akan kehilangan sel target untuk
bentuknya sinaps-sinaps baru: (A) kondisi diinervasi. Akibat proses ini, terdapat be-
sebelum paparan stimulus; (B) kondisi berapa perubahan pacta neuron presinaps,
pascapaparan stimulus; (C) variasi bentuk an tara lain:
dendrit yang berubah pascaterbentuknya
sinaps-sinaps baru 1. Atrofi dan degenerasi retrograd
361
362
Neuron Normal
Retraction ball\
·-~=
Gam bar 3. Degenerasi Wallerian Pascakerusakan Akson
Regenerasi abortif
cedera
Kon us dystrophic grow~
cedera
Tangfedtermirwfarbor ~ ~
Gam bar 4. Regenerasi Abortif berupa Konus Dystrophic Growth dan Tangled Arbors
363
Regenerasi produktif
Regenerauvesprouung cedera
'
Supernumerary co/laterals
364
.,., __
~
__ Denervasi d if us
.~, _
.,. __
• • DenNvasi foka l
25% reinervas i
•
Gambar 7. Reinervasi pada Denervasi Difus dan Denervasi Fokal
365
area lain yang tidak mengalami kerusakan. fik), tetapi bisa pula berupa stimulus yang
Sebagai contoh, pada sebuah neuron yang berbeda dari preferensinya (kompetitif).
memiliki 2 proyeksi kolateral ke sel-sel tar-
4. Target availability
get yang berbeda, kematian salah satu sel
Pembentukan sinaps atau sinaptogenesis,
target akan meningkatkan jumlah proyeksi
baik akibat regenerasi sprouting, pruning-
kolateral sel target yang masih utuh (Gam-
related sprouting, maupun axonal redi-
bar 6). Fenomena ini dikenal pula dengan
rection tidak akan terjadi tanpa peran
istilah ectopic axonal re-direction.
sel target (neuron pascasinaps). Neuron
Sprouting kolateral yang terbentuk aki- pascasinaps harus bisa mengirimkan
bat kematian salah satu neuron pasca- sinyal-sinyal penting untuk "memanggil"
sinaps justru memperkuat innervasi dan merangsang regenerasi agar dapat
neuron pascasinaps lain, yang tidak mencapai sel target, dan meminimalkan
mengalami cedera (normal). proyeksi ektopik (misdirection sprouting).
Berbagai mekanisme tersebut merupakan 5. Usia
tantangan bagi pengemban ilmu penyakit Regenerasi lebih baik dan lebih cepat
saraf untuk dapat mempergunakan fenomena terjadi pada usia muda bila dibanding-
neruoplastisitas dalam pemulihan lesi saraf. kan usia lebih tua.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi efek-
tivitas reinervasi dari neuron yang menga-
NEURORESTORASI FUNGSIONAL
Proses reorganisasi otak pascastroke
lami denervasi, yaitu:
merupakan contoh yang paling baik untuk
1. Prinsip proksimitas memahami proses neurorestorasi fung-
Semakin kecil jarak antara lokasi cedera, sional pasca suatu cedera SSP. Dari banyak
semakin besar kemungkinan terjadinya studi yang telah dilakukan, terutama yang
reinervasi sinaps. mempelajari fisiologi pemulihan fungsi mo-
2. Fokalitas denervasi yang terjadi torik pascastroke, proses reorganisasi ini
Prognosis reinervasi pada suatu dener- terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
vasi yang bersifat difus lebih baik dari- 1. Reorganisasi lokal
pada reinervasi pada denervasi yang Salah satu proses reorganisasi otak un-
bersifat fokal (Gambar 7). tuk memulihkan fungsi kontrol motorik
3. Spesifisitas dan kompetisi yang rusak adalah melalui reorganisasi
Bila dua sistem yang homolog sama-sama somatotopik, atau fenomena yang dise-
menginervasi suatu area, hilangnya salah but vikariasi (vicariation). Fenomena
satu sistem akan mengakibatkan sprouting ini diajukan oleh Donoghue pada tahun
dari sistem yang masih utuhfsehat Bila 1990. Area di sekeliling infark (penum-
area tersebut memiliki preferensial terha- bra) akan mengambil alih kontrol mo-
dap suatu stimulus tertentu, maka sprout- torik dengan mengaktifkan jaras-jaras
ing yang terjadi bisa berupa akson yang dengan representasi motorik yang se-
memberikan stimulus yang sama (spesi- belumnya "tertidur".
366
367
Adapun tata laksana neurorestorasi mempu- dekubitus, dan stasis sirkulasi hemo-
nyai strategi dan tujuan yang berbeda pada dinamik, mobilisasi-posturing-kontrol
stroke fase akut, subakut, dan kronik, yaitu: trunkal berguna untuk mempertahan-
kan fungsi antigravitasi otot trunkal.
Tata laksana atau intervensi pada pasien
Otot trunkal berperan dalam menjaga
pascastroke hams mempertimbangkan pro-
postur tubuh dan merupakan jangkar
ses patologik (sumbatan atau perdarahan),
dari gerak ekstremitas.
onset, serta mekanisme neuroanatomi dan
neurofisiologi. Penatalaksanaan multidisiplin Pada fase akut, tata laksana pasien
yang terpadu (organized stroke care) di unit stroke mencakup posisi tirah baring
stroke RSUPN Cipto Mangunkusumo yang untuk menjaga MAP dan CBF yang
sesuai dengan penemuan di kawasan lain di optimal. Pada posisi tirah baring,
dunia berhasil menurunkan angka kematian gravitasi menjadi nol, sehingga otot-
akibat stroke sampai di bawah 5%. otot ekstesor trunkal yang dibutuh-
kan untuk aktivitas yang melawan
1. Tata Laksana Neurorestorasi Rehabili-
gravitasi (misal untuk duduk, bangun,
tatif Fase Akut
berdiri, berjalan, dan seterusnya) sama
Intervensi neurorestorasi rehabilitatif
sekali tidak bekerja. Jika dibiarkan
pada fase akut ditujukan sedini mungkin
berkepanjangan, dapat terjadi feno-
untuk meminimalkan gejala sisa dengan
mena neuroplastisitas negatif, seperti
membantu perbaikan perfusi otak dan
pruning synapses (lihat penjelasan
mencegah komplikasi imobilisasi, se-
bah Neurorestorasi) yang menyebab-
hingga tercapai pemulihan fungsional
kan atrofi otot-otot trunkal.
yang optimal.
Atrofi tersebut akan menyulitkan
a. Mobilisasi, posturing, serta kontrol
aktivitas antigravitasi dan juga gang-
trunkal
guan pada kontrol ekstremitas yang
Selain untuk mencegah kontraktur,
akan menambah permasalahan
368
disahilitas dan program terapi fisik akut Oleh karena itu, penting untuk
pada fase kronik. Oleh karena itu, melakukan identifikasi disfagia sejak
pengaturan posisi merupakan hal dini dengan melakukan skrining as-
paling dini yang harus diterapkan pirasi pada pasien stroke untuk segera
pada pasien stroke akut sesudah ke- dilanjutkan dengan terapinya. Tahap
gawatdaruratan teratasi. ini akan dilanjutkan dengan tes ke-
mampuan menelan hila pada skrining
Tindakan elevasi kepala dapat memi-
ditemukan adanya disfagia.
nimalkan gravitasi untuk meningkat-
kan aliran halik vena, mencegah as- Berikut heherapa tahapan dalam melaku-
pirasi, menurunkan TIK, meningkatkan kan skrining aspirasi:
cerebral perfusion pressure (CPP), serta 1) Pasien diposisikan elevasi kepala 60°.
menurunkan tekanan darah rerata
2) Kepala pasien ditekuk ke lateral, ke
arteri (mean arterial blood pressure/
sisi yang sakit.
MABP).
3) Pasien diherikan minum 1 sendok teh air.
Mohilisasi duduk dan latihan gerak
4) Amati tanda hatuk a tau tersedak, hila
yang lehih hersifat aktif, pada umum-
tersedak, maka skrining dihentikan.
nya haru dilakukan saat hemodinamik
Lakukan suction hila perlu.
& kondisi medis stahil, tekanan rerata
arteri (mean arterial pressure/MAP) 5) Jika tidak ada hatuk atau tersedak,
pada stroke iskemik <130mmHg, gula maka dilanjutkan dengan memheri-
darah >90mg/dL atau <250mg/dL, kan pasien minum setengah gelas air
dan saturasi oksigen >95% (tanpa secara perlahan.
pemherian 0 2). Karena skrining aspirasi cukup seder-
Latihan ruang lingkup sendi dan pere- hana dan tidak memerlukan keahlian
gangan juga dapat dilakukan secara khusus, maka dapat dilakukan oleh pe-
pasif maupun aktif dengan tujuan rawat atau dokter sesegera mungkin
mencegah atau mengurangi kekakuan saat pasien admisi di ruangan. Skrining
sendi semata, tidak terlalu hermanfaat ini dilanjutkan ke tahap diagnostik de-
hagi untuk tujuan fungsional. ngan menggunakan metoda yang lehih
sensitif oleh terapis wicara (dalam wak-
b. Deteksi dan tata laksana gangguan tu <72 jam setelah admisi) untuk meng-
men elan konfirmasi ada atau tidaknya disfagia.
Setengah dari pasien stroke akut
dengan kesadaran penuh juga didiag-· Bila basil skrining menyatakan tidak
nosis dengan disfagia. Disfagia yang ada aspirasi, maka proses dapat di-
tidak ditangani dengan haik dapat me- lanjutkan dengan tes kemampuan
nyehahkan komplikasi herupa pneu- menelan dengan menggunakan 4 ha-
monia aspirasi, dehidrasi, dan malnu- han yang herheda, yaitu: air, makanan
trisi. Pneumonia merupakan penyehah setengah cair, makanan setengah pa-
kematian terhanyak pada pasien stroke dat, dan puree. Umumnya tes kemam-
369
puan menelan ini dilakukan oleh te- • Sensory enhancement techniques (me-
rapis wicara yang terlatih melakukan ningkatkan tekanan sendok pada lidah
tes fungsi menelan. ketika menyuapkan bolus makanan,
memberikan bolus dengan rasa asam,
Tata laksana yang diberikan pada
bolus dengan temperatur dingin, bolus
pasien disesuaikan dengan hasil tes
yang harus dikunyah, dan sebagainya).
menelan tersebut, yaitu:
• Thermal tactile oral stimulation.
1) Pasien dapat menelan air tanpa
• Deep pharyngeal neuromuscular sti-
tersedak: diet normal.
mulation.
2) Pasien dapat menelan makanan
setengah encer tanpa tersedak: di-
• Neuromuscular electric stimulation.
lakukan pemasangan nasogastric • Transcranial magnetic stimulation.
tube (NGT) no.12 (hanya air).
5) Fisioterapi dada (chest physiotherapy).
3) Pasien dapat menelan makanan
setengah padat tanpa tersedak: c. Gangguan pengosongan kandung kemih
dilakukan pemasangan NGT no.14 Sepertiga sampai dua pertiga pasien
(susufdiet cair komersial, obat). stroke akut, khususnya pasien usia Ian-
Setengah porsi diberikan secara jut, mengalami gangguan pengosongan
peroral (PO) dan setengah porsi kandung kemih. Hal ini disebabkan be-
diberikan melalui NGT. berapa macam penyebab yaitu: infeksi,
4) Pasien dapat menelan puree tanpa overflow, impaksi feses, diabetes meli-
tersedak: dilakukan pemasangan tus, dan instabilitas destrusor. Infeksi
NGT no.16. Seluruh porsi diberikan kandung kencing merupakan penyebab
via NGT atau nothing peroral (NPO) komplikasi infeksi terbanyak pasca-
atau ~ porsi diberikan secara PO, stroke akut.
%. porsi diberikan melalui NGT. Tujuan penanganan adalah mensti-
Secara umum, tata laksana disfagia dapat mulasi pusat mikturisi, jika retensi
dilakukan dengan beberapa tindakan urin >100cc akan berisiko infeksi
berikut: dan hila perlu dilakukan intermitten
catheterization (IMC). Ada beberapa
1) Latihanfterapi menelan direk (direct
teknik penanganan gangguan pengo-
swallowing therapy). songan kandung kemih, yaitu dengan
2) Modifikasi konsistensiftekstur/volume cara pemeriksaan pola huang air kecil,
makanan. ada atau tidak masalah prostat, dan
3) Manuver & pengaturan posisi kepala, melakukan monitor kapasitas bladder/
leher, tubuh (maneuver & adjusting sisa urin. Beberapa studi menyaran-
body position). kan untuk menggunakan urinal ter-
4) Stimulasifunctional training: lebih dahulu dan menghindari pe-
makaian dower kateter.
• Stimulasi pasif.
370
371
372
373
374
375
376
377
378
26. Helm-Estabrooks N, Fitspatrick PM, Barresi B. naming after TMS treatment in a chronic,
Visual action therapy for global aphasia. JSpeech global aphasia patient-case report. Neurocase.
Hearing Disorders. 1982;47(40:385-9. 2005;11(3):182-93.
27. Li EC, Kitselman K, Dusatko D, Spinelli C. The ef- 31. Martin PI, Naeser MA, Ho M, Treglia E, Kaplan E,
ficacy of PACE in the remediation of naming defi- Baker EH, dkk. Research with transcranial mag-
cits. JComm Disord, 1988;21(6):491-503. netic stimulation in the treatment of aphasia.
28. Cherney LR. Oral reading for language in aphasia Curr Neur Neurosci Rep. 2009;9(6):451-8.
(ORLA): evaluating the efficacy of computer- 32. Stark BC, Warburton EA. Improved language
delivered therapy in chronic nonfluent aphasia. in chronic aphasia after self-delivered iPad
Top Stroke Rehabil, 2010;17(6):423-31. speech therapy. Neuropsychological Rehabili-
29. American Speech-Language-Hearing Association. tation. 2016;29:1-14.
Aphasia. American Speech-Language-Hearing 33. Tiksnadi A. Perbaikan afasia pada stroke subkor-
Association [seial online]. [diunduh 23 Februari tikal pasca rTMS. Neurona. 2015;33(1):14-8.
2017]. Tersedia dari: American Speech-Language- 34. Weiduschat N, Thiel A, Heiss WD. Repetitive trans-
Hearing Association. cranial magnetic stimulation as a complementary
30. Naeser MA, Martin P. Nicholas M, Baker EH, treatment for post stroke aphasia European Neu-
Seekins H, Helm-estabrooks N, dkk. Impproved rological review. 2008;3(2):64-8.
379
Scanned for Pablo
NEUROTRAUMA
Cedera Kepala
Cedera Medula Spinalis
Komplikasi Pascacedera Kepala
383
akselerasi kepala dan durasi gaya mekanik Cedera tumpul umumnya disebabkan oleh
pada kepala. Benturan pada permukaan mekanisme akselerasi atau deselerasi cepat
yang keJ;"aS memiliki durasi singkat de- pada kepala dengan atau tanpa benturan
ngan akselerasi tinggi. Sementara itu, du- (Gambar 1). Tipe cedera ini umumnya ter-
rasi yang lebih lama pada permukaan yang jadi pada kasus kecelakaan lalu lintas atau
kurang keras menurunkan risiko fraktur, jatuh dari ketinggian. Di lain pihak, cedera
tetapi tidak untuk cedera otak, asalkan ak- tembus merupakan cedera akibat penetrasi
selerasinya tetap tinggi. Pemahaman inilah tulang tengkorak oleh objek eksternal, mi-
yang menyebabkan ada kasus dengan frak- salnya tembakan peluru atau tusukan ben-
tur tengkorak tanpa perdarahan otak, atau da tajam. Cedera tembus juga dapat meru-
cedera aksonal difus tanpa fraktur tengkorak. pakan cedera kolateral akibat adanya obyek
eksternal yang mengenai kepala dan me-
Akselerasi kepala memiliki dua komponen
ngakibatkan fraktur impresi hingga terjadi
sesuai arah vektornya, yaitu translasi (sumbu
penetrasi ke dalam rongga kranial.
sagital, koronal, dan aksial) dan rotasi. Ak-
selerasi translasi membuat kepala bergerak Cedera tembus kecepatan rendah menye-
secara sirkular. Sementara itu, akselerasi babkan cedera langsung pada pembuluh
rotasi membuat kepala berubah sudutnya darah, saraf, dan jaringan otak, dengan kom-
terhadap sumbu sentral. Selain akselerasi, plikasi perdarahan dan infeksi. Cedera tern-
kepala juga dapat mengalami deselerasi/ bus kecepatan tinggi, misalnya tembakan
perlambatan yang merupakan bentuk nega- peluru, seringkali mengakibatkan terben-
tif dari akselerasi. Akselerasi timbul karena tuknya luka tembus masuk dan keluar pada
kepala yang bergerak, sedangkan deselerasi tengkorak dan menyebabkan kerusakan
muncul sebagai akibat dari kepala yang ter- otak ekstensif.
bentur. Saat kepala yang sedang bergerak
Gaya mekanik eksternal yang mengenai ke-
lalu terbentur, terjadi kombinasi akselerasi
pala menimbulkan cedera otak primer dan
translasi dan rotasi serta deselerasi. Perge-
sekunder. Cedera otak primer terjadi karena
rakan akibat proses akselerasi dan deselerasi
efek sangat segera (immedia te effect) pada
ini yang menimbulkan tarikan dan regangan
otak akibat gaya mekanik eksternal saat
pada otak dan gesekan antara otak dengan
trauma terjadi. Di lain pihak, cedera otak
tengkorak, sehingga bermanifestasi klinis
sekunder terjadi beberapa saat setelah ke-
dan terlihat kelainan pada pencitraan.
jadian trauma akibat jalur kompleks, yang
Terdapat dua tipe cedera kepala yang ter- berkembang dan mengakibatkan kerusakan
bentuk, yaitu cedera tumpul dan cedera otak lebih luas. Baik cedera otak primer
tembus. Adanya penetrasi dura mater maupun sekunder dapat mengakibatkan
merupakan tolok ukur untuk menentukan lesi patologis fokal atau difus (Tabel 1).
cedera kepala disebut tumpul atau tembus.
384
A B
D
Gambar 1. Mekanisme Cedera Kepala
(A) cedera akibat tertimpa benda jatuh; (B) cedera tembak; (C) distorsi kranium akibat forsep ( cedera lahir); (D)
cedera counter-coup; (E) punch-drunk injury
Tabell. Bentuk Lesi Difus dan Fokal pada Cedera Otak Primer dan Sekunder
Klasifilcasi Lesi Difus Lesi Fokal
Cedera otak primer Cedera aksonal difus Kontusio fokal
Cedera vaskular difus Perdarahan intraserebral
Perdarahan epidural
Perdarahan subdural
Perdarahan subaraknoid
Cedera otak sekunder Edema otak difus Edema otak fokal
Cedera iskemik difus Cedera iskemik fokal
Cedera hipoksik difus Cedera hipoksik fokal
Disfyngsj metabolik djfus Disfungsj metabolik fo!sal
Sumber: Zasler NO, dkk. Brain injury medicine. Edisi ke-2. 2013. h. 138.
385
Pada cedera otak primer, lesi difus dapat duksi penglepasan glutamat yang akhirnya
berupa cedera aksonal difus dan cedera mengaktivasi reseptor N-metil-0-aspartat
vaskular difus, sedangkan lesi fokal berupa (NMDA) .
kontusio fokal, perdarahan intraserebral,
Selanjutnya terjadi konsentrasi ion kalsium
perdarahan subdural, dan perdarahan epi-
di mitokondria, sehi ngga terbentuk banyak
dural. Sementara itu, bentuk cedera otak
radikal be bas (reactive oxygen speciesjROS),
sekunder dapat berupa edema otak, cedera
aktivasi kaspase, apoptosis neuron, dan
iskemik, cedera hipoksik, difus, dan dis-
fosforilasi oksidatif inefisien. Konsekuensi
fungsi metabolik. Semua bentuk cedera otak
terakhir ini selanjutnya akan menyebabkan
sekunder dapat terjadi secara difus atau fo-
metabolisme anaerob dan pada akhirnya
kal. Pada kenyataannya, beberapa lesi dapat
kegagalan energi. Inilah yang menjadi inti
terjadi pada setiap kasus cedera kepala,
permasalahan karena neuron membutuh-
misalnya perdarahan epidural dan kontusio
kan energi yang cukup pada kondisi cedera.
fokal, atau cedera aksonal difus dan perda-
Neuron dengan kegagalan energi tidak
rahan subaraknoid.
dapat berfungsi normal dan selanjutnya ter-
Di samping cedera otak sekunder terse- jadi asidosis, edema, dan iskemia yang me-
but, konsekuensi lanjutan dari cedera otak nambah berat kerusakan otak.
primer dapat berupa kerusakan sekunder
Berikut adalah beberapa contoh lesi fokal
(secondary insult), seperti hipotensi, hipok-
dan difus akibat cedera kepala:
sia, demam, hipojhiperglikemia, gangguan
elektrolit, anemia, kejang, dan vasospasme. Lesi Fokal
Di antara semua itu, faktor yang paling ber- 1. Cedera scalp
pengaruh terhadap prognosis buruk adalah Cedera fokal pada scalp dalam bentuk la-
hipotensi dan hipoksia yang akan memper- serasi dan abrasi dapat menjadi penanda
berat cedera_otak. penting untuk menentukan tempat ter-
Cedera otak primer akibat benturan pada jadinya benturan dan dapat memberi-
kepala menimbulkan serangkaian proses kan gambaran obyek yang mengenainya.
yang pada akhirnya menjadi cedera otak Laserasi scalp merupakan hal penting
sekunder (Gambar 2). Saat benturan ter- yang harus diperhatikan karena dapat
jadi, neuron mengalami regangan dan menjadi jalur masuk infeksi dan sum-
tarikan yang termasuk dalam cedera otak ber perdarahan. Sementara, adanya me-
primer. Peristiwa ini mengganggu integri- mar tidak selalu menjadi penanda yang
tas dan kerja pampa ion membran sel, ter- berhubungan dengan lokasi benturan,
jadi perpindahan ion natrium dan kalsium sebagai contoh: (1) memar periorbita
ke intrasel dan ion kalium ke ekstrasel. Hal seringkali berkaitan dengan patah tu-
ini akan meningkatkan konsentrasi ion kal- lang orbita akibat cedera contra-coup
sium intrasel yang kemudian memiliki kon - pada oksiput, (2) memar pada mastoid
sekuensi, yaitu aktivasi calpain yang bisa (tanda Battle) dapat disebabkan oleh ali-
mendegradasi protein sitoskeletal dan in- ran darah dari fraktur yang terjadi pada
tulang temporal pars petrosus.
386
Gangguan lcerja
lnfluks Na· & Ca 2•
pompaion
Elluks K·
membransel
387
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Gam bar 3. Fraktur Sphenoid Wing Kiri dan Tulang Temporal Kiri (panah)
(Dok: Pribadi)
A B
D E
Jejas coup umumnya terjadi pada kasus ak- gedung. Saat seseorang jatuh dari suatu
selerasi cepat, misalnya saat kepala dipukul ketinggian, kepala mengalami akselerasi
dengan benda keras. Sementara itu, jejas akibat gravitasi bumi dan diikuti deselerasi
countercoup umumnya terj adi pada kasus cepat akibat menghantam tanah.
d_eselerasi cepat, misalnya jatuh dari atas
388
389
390
Gambar 7. Perdarahan Subdural Regio Frontotemporooksipital Kiri (panah hitam) dengan Pergeseran
Garis Tengah (panah putih)
(Dok: Pribadi)
Gambar 8. Gambaran CT Scan Perdarahan Subaraknoid Traumatik di Lobus Temporal Kanan (panah putih)
(Dok: Pribadi)
Gambar 9. Gambaran CT Scan Perdarahan Intraserebral di Lobus Temporal Kanan (panah putih)
(Dok: Pribadi)
391
Cedera aksonal difus disebabkan oleh yaitu: vasodilatasi pembuluh darah otak
akselerasi atau deselerasi cepat kepala, yang mengakibatkan meningkatnya
terutama jika terdapat gerakan rotasional volume darah ke otak, rusaknya sawar
atau koronal. Umumnya terjadi pada ka- darah otak yang menyebabkan bocornya
sus kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari cairan (edema vasogenik), dan mening-
ketinggian. Secara patologi, cedera ak- katnya kandungan air di dalam sel neu-
sonal difus dicirikan dengan kerusakan ron pada sistem saraf pusat (edema si-
akson dan perdarahan petekie. Petekie totoksik).
ini muncul secara instan dan menentu-
Edema otak akan meningkatkan TIK
kan derajat cedera aksonal aksonal difus
dan menurunkan tekanan perfusi otak,
(Tabel2).
sehingga menyebabkan kerusakan otak
Secara klinis, pasien akan kehilangan akibat iskemia. Perbedaan tekanan dian-
kesadaran sejak terjadinya cedera, dis- tara kompartemen otak dapat mengaki-
abilitas berat, dan status vegetatif yang batkan herniasi otak. Herniasi subfalsin
persisten. Oleh karena kerusakan yang girus singulatum akan menyebabkan
terjadi di tingkat akson, maka gambar- kompresi pada arteri serebral anterior.
an CT scan sering tidak menunjukkan Sementara herniasi transtentorial dapat
kelainan. Pada kondisi ini, pemeriksaan menyebabka,n kompresi pada arteri se-
MRI dapat dikerjakan untuk melihat lesi rebral posterior, girus parahipokampus,
patologis di parenkim. dan otak tengah. Herniasi transfora-
men batang otak menyebabkan iskemia
2. Cedera vaskular difus
yang berujung pada menurunnya fungsi
Berbeda dengan cedera aksonal difus
batang dan otak atau kematian.
yang melibatkan akson, cedera vaskular
difus didominasi oleh keterlibatan pem-
GEJALA DAN TANDA KLINIS
buluh darah. Beberapa pasien cedera
Cedera kepala dapat diklasifikasikan ber-
kepala yang mengalami akselerasi atau
dasarkam (1) tingkat kesadaran pasien
deselerasi cepat dan parah dapat meng-
menurut Skala Koma Glasgow (SKG), (2) lo-
alami perdarahan petekie pada otak
kasi lesi, dan (3) patologi.
tanpa sempat mengalami cedera ak-
sonal, akibat besarnya energi mekanik Berdasarkan tingkat kesadaran, cedera ke-
yang menyebabkan pecahnya pembuluh pala dapat dibagi menjadi:
darah. Hal inilah yang . dijumpai pada a. Cedera kepala minimal: SKG 15; tidak
cedera vaskular difus. ada pingsan, tidak ada defisit neurologis,
3. Edema otak dan iskemia serebral CT scan otak normal.
Edema otak adalah gambaran umum b. Cedera kepala ringan: SKG 13-15, ter-
yang ditemukan pada cedera kepala, dapat pingsan kurang dari 10 menit, ti-
terutama pasien anak-anak dan dewasa dak terdapat defisit neurologis, CT scan
muda. Edema otak pada cedera kepala otak normal.
terjadi melalui beberapa mekanisme,
392
c. Cedera kepala sedang: SKG 9-12, ter- Pemeriksaan CT scan atau MRI pada komo-
dapat pingsan 10 menit-6 jam, terdapat sio serebri seringkali menunjukkan hasil
defisit neurologis, CT scan otak abnor- normal, padahal sebenarnya sudah terjadi
mal. kerusakan secara mikroskopik pada akson.
d. Cedera kepala berat: SKG 3-8, terdapat Jika didapat kelainan pada pemeriksaan
pingsan lebih dari 6 jam, terdapat defisit tersebut, maka ini membuktikan pasien ti-
neurologis, CT scan otak abnormal. dak hanya mengalami komosio serebri.
393
dua mata, serta deserebrasi. Tanda-tan- Interval lusid hanya ada pacta kurang dari
da tersebut mengindikasikan terjadinya 30% kasus dan seringkali berkaitan dengan
herniasi otak. kasus kontusio dan laserasi otak.
3. Perdarahan subdural Pacta perdarahan subdural subakut, hema-
Gejala klinis perdarahan subdural mirip tom terbentuk dalam waktu 3 hari hingga
dengan perdarahan epidural. Namun, 3 minggu pascacedera disertai penurunan
perdarahan subdural memiliki gejala fungs i neurologis sejalan dengan besarnya
klinis yang sering ditemui berupa ke- hematom yang terbentuk. Ditemukan hemi-
jang. Sementara itu, tanda klinis her- paresis kontralateral pacta SO% kasus dan
niasi lebih jarang ditemukan daripada ipsilateral (25% kasus) dengan angka ke-
perdarahan epidural. Pacta perdarahan matian sebesar 25%.
subdural, hematom umumnya berada di
Pacta perdarahan subdural kronik, hema-
sisi kontralateral fraktur tengkorak, ber-
tom terbentuk 3 minggu bahkan lebih pas-
beda dengan hematom pacta perdarahan
cacedera yang diagnosisnya terlihat dari
epidural yang berada di sisi ipsilateral
gambaran CT scan atau MRI. Secara klinis,
(Tabel3).
gejala perdarahan subdural kronik dapat
berupa perubahan status mental, disfungsi
Perdarahan subdural dapat bersifat akut,
neurologis fokal, peningkatan tekanan in-
subakut, dan kronik. Pacta kasus akut, hema-
trakranial, dan kejang fokal. Pasien dapat
tom terbentuk kurang dari 3 hari dan um-
mengalami perubahan tingkat kesadaran
umnya berhubungan dengan cedera kepala
yang fluktuatif, tetapi bukan merupakan ge-
yang lebih hebat. Adanya koinsidensi perda-
jala utama.
rahan intraserebral dan epidural menjadi
penyulit perdarahan subdural akut. Kasus 4. Perdarahan intraserebral
perdarahan subdural akut sering terjadi Perdarahan ini umumnya disebabkan
pacta pasien usia muda yang tidak meng- oleh disrupsi parenkim otak akibat pe-
alami perbaikan kesadaran sejak cedera. nonjolan dari patahan tulang tengkorak
394
dan menyebabkan pembuluh darah ter- dua sisi, bingung, diplopia, dan orientasi
kait sehingga terbentuk hematom yang pasien terhadap waktu, tempat, serta
terletak intraparenkim. Klinis yang tam- orang perlu ditanyakan saat anamnesis.
pak serupa dengan perdarahan intrapa- Gejala berupa bocornya cairan serebro-
renkim yang sama dengan mekanisme spinal melalui hidung (rinorea) atau telinga
perdarahan otak lainnya, seperti pada (otorea) juga perlu ditanyakan.
ruptur aneurisma. 7. Hal lain yang juga perlu ditanyakan
adalah obat rutin yang sering dikonsum-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING si pasien, riwayat penyakit dahulu, gaya
Diagnosis cedera kepala harus dilakukan hidup (alkohol, rokok, dan narkoba), ser-
secara cepat dan akurat, mengingat kondisi ta riwayat penyakit keluarga.
emergensi. Proses anamnesis dan peme-
riksaan fisik generalis dan neurologis ha- Pada pemeriksaan status generalis, peme-
rus efektif dan efisien, disesuaikan dengan riksaan kepala harus dilakukan dengan
kondisi lapangan yang membutuhkan tin - detail, serta bagian tubuh lain yang dapat
dakan segera. menunjukkan beratnya trauma. Berikut ini
merupakan tanda diagnostik yang dapat di-
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu digali jadikan tanda awal untuk mendiagnosis:
dalam anamnesis :
Tanda diagnostik klinik perdarahan epidural:
1. Mekanisme cedera kepala secara de- • Terdapat intervallusid
tail, meliputi proses terjadinya, posisi
• Kesadaran semakin lama semakin
pasien saat kejadian, bagian tubuh yang
menurun
pertama kali terkena, kecepatan (jika
kecelakaan lalu lintas) a tau besarnya • Hemiparesis kontralateral lesi yang ter-
kekuatan (jika pukulan atau barang) jadi belakangan
obyek yang menyebabkan cedera kepala. • Pupil anisokor
2. Tingkat kesadaran, perlu ditanyakan • Adanya refleks Babinski di kontralaterallesi
k~sadaran memang sudah hilang se- • Fraktur di daerah temporal
jak setelah trauma atau hilang setelah
Tanda diagnostik perdarahan epidural di
pasien sempat sadar.
fossa posterior:
3. Durasi hilangnya kesadaran.
• Intervallusid tidak jelas
4. Amnesia pascatrauma, tanyakan kondisi
• Fraktur kranii oksipital
pasien sebelum, saat, dan setelah trauma.
• Hilang kesadaran dengan cepat
5. Nyeri kepala, perlu dibedakan nyeri aki-
bat peningkatan tekanan intrakranial • Gangguan serebelum, batang otak, dan
atau disebabkan oleh nyeri somatik aki- pernapasan
bat cedera scalp. • Pupil isokor
6. Gejala neurologis lain, seperti anosmia, • Pada CT scan otak didapatkan gambar-
kejang, kelemahan tubuh sesisi atau an hiperdens (perdarahan) di tulang
395
396
397
Adapun survei primer meliputi tindakan dibutuhkan tekanan darah arteri rerata (mean
yang umumnya disingkat ABCD, yaitu: arterial pressure/MAP) sekitar 70mmHg.
1. A-Airway Ualan napas) Dalam penanganan cedera kepala, perlu
Prinsipnya adalah memastikan jalan diperhatikan adanya tanda-tanda pening-
napas tidak mengalami sumbatan. Apabi- katan TIK karena harus diturunkan segera.
la diperlukan dapat digunakan alat bantu Berdasarkan mekanisme hipoksia yang ter-
seperti oropharyngeal airway (OPA). jadi pada cedera, maka edema yang terjadi
adalah edema sitotoksik, sehingga diguna-
2. 8-Breathing (pernapasan adekuat)
kan manito! 20%. Terapi ini menggunakan
Prinsip pernapasan adekuat adalah de-
prinsip osmosis diuresis. Manito! memiliki
ngan memperhatikan pola napas, gerak
efek ekspansi plasma yang dapat menghasil-
dinding perut, dan kesetaraan pengem-
kan gradien osmotik dalam waktu cepat.
bangan dinding dada kanan dan kiri.
Cairan ini dapat meningkatkan aliran darah
Apabila alat tersedia, diharapkan satu-
serebral dan tekanan perfusi serebral yang
rasi oksigen di atas 92%.
akan meningkatkan suplai oksigen.
3. C-Circulation (sirkulasi)
Dosis pemberian manito! dimulai dari 1-2g/
4. D-Disability (melihat adanya disabilitas) kgBB dalam waktu lh-1 jam tetes cepat.
Berdasarkan konsensus Perhimpunan Setelah 6 jam pemberian dosis pertama,
Dokter Saraf Seluruh Indonesia (PER- dilanjutkan dengan dosis kedua O,SgjkgBB
DOSS!), disabilitas mengacu pada ada dalam waktu lh-1 jam tetes cepat. Selanjut-
tidaknya lateralisasi dan kondisi umum nya 12 jam dan 24 jam kemudian diberikan
dengan memeriksa status umum dan fo- 0,25gjkg88 selama lh-1 jam tetes cepat.
kal neurologis.
Tata Laksana Operatif
Sebagai tambahan, perlu dilakukan imo- Tindakan operatif dilakukan sesuai indikasi.
bilisasi tulang belakang karena cedera ke- Ada pun tindakan operatif dilakukan apabila
pala seringkali dibarengi dengan adanya terdapat kasus seperti disebut di bawah ini:
cedera pada medula spinalis. lmobilisasi
dilakukan sampai didapatkan bukti tidak 1. Perdarahan epidural adalah:
terdapat cedera tulang belakang. a. Lebih dari 40cc dengan pergeseran
garis tengah pada daerah temporal/
Tata Laksana Farmakologis frontal/parietal dengan fungsi batang
Hipotensi adalah salah satu prediktor mortali- masih baik
tas pada cedera kepala berat. Oleh karena itu,
b. Lebih dari 30cc pada daerah fos-
perlu dilakukan resusitasi dengan cepat begi-
sa posterior dengan tanda-tanda
tu tanda-tanda syok ditemukan. Banyak pusat
penekanan batang otak atau hidrose-
trauma merekomendasikan kristaloid isoto-
falus dengan fungsi batang otak rna-
niksebagai cairan pengganti. Cairan hipotonik
sib baik.
harus dihindari karena dapat mengeksaser-
basi edema serebral. Untuk mempertahankan c. Perdarahan epidural yang progresif.
tekanan perfusi serebral sebesar SOmmHg,
398
d. Perdarahan epidural tipis dengan RS pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak
penurunan kesadaran. ditemukan perdarahan dari telinga, hidung,
dan mulut maupun kejang, serta tidak di-
2. Perdarahan subdural adalah:
ketahui adanya keluhan lain.
a. SDH luas (>40ccj>Smm) dengan skor
SKG>6, fungsi batang otak masih baik. Pada pemeriksaan fisik tanda vital stabil.
b. SOH tipis dengan penurunan kesadaran. Ditemukan luka robek di kepala kanan be-
lakang dengan tepi tidak rata, dasar otot,
c. SDH dengan edema serebrijkontu- kotor, perdarahan tidak masif, tidak ter-
sio serebri disertai pergeseran garis dapat nanah, tanda Battle, maupun raccoon
tengah (midline shift) dengan fungsi eyes. Pemeriksaan neurologis didapatkan
batang otak masih baik. SKG E2MSV2, refleks cahaya langsung mau-
3. Perdarahan intraserebral adalah: pun tidak langsung baik, serta kesan tidak
a. Penurunan kesadaran progresif. ada defisit sarafkranial dan motorik.
b. Hipertensi, bradikardi, dan gangguan Pertanyaan:
pernapasan (refleks Cushing). 1. Pemeriksaan penunjang apa yang akan
c. Terjadi perburukan pada suatu Andalakukan?
kondisi defisit neurologis fokal. 2. Apa diagnosis kerja kasus ini?
4. Fraktur impresi. 3. Apa dasar diagnosis Saudara?
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri. 4. Apa tata laksana awal yang akan Anda
6. Fraktur kranii terbuka. lakukan?
7. Edema serebri berat yang disertai de- 5. Apa saja kondisi yang harus dihindari
ngan tanda peningkatan tekanan in- dalam perawatan pasien ini?
trakranial (TIK). Jawaban:
1. CT scan kepala tanpa kontras disertai
CONTOH KASUS bone window, Rontgen vertebra ser-
Laki-laki 42 tahun, dibawa ke IGD dengan vikal proyeksi anteroposterior dan
penurunan kesadaran setelah jatuh dari lateral. Pemeriksaan laboratorium:
motor 1 jam sebelum masuk RS. Pasien di- darah perifer lengkap, gula darah
bonceng temannya dengan kecepatan 50 sewaktu, hemostasis, analisis gas da-
kmjjam tanpa menggunakan helm. Sebe- rah, fungsi ginjal, fungsi hepar, dan
lum kejadian, pasien dalam keadaan sehat, elektrolit.
hanya lebih banyak bicara karena sedang 2. Cedera kepala sedang.
berada di bawah pengaruh alkohol. Pasien 3. Durasi penurunan kesadaran dalam
biasanya mengonsumsi alkohol1-2 kali per
rentang waktu >10 menit dan <6 jam
minggu. Pasien terjatuh ke belakang dengan
dan nilai SKG 9. Diagnosis patologis
posisi terlentang dan kepala belakang me-
ditegakan setelah dilakukan pen-
ngenai aspal. Terdapat muntah sebanyak
citraan danjatau biopsy histopatologi.
2x isi makanan, serta terdapat luka robek
di bagian belakang kepala. Saat diantar ke 4. Tata laksana resusitasi awal ABCDE
399
400
401
pun robekan pada struktur medula spi- kan tata laksana dan prognosis. Gambaran
nalis dan pemb~luh darah. klinis ini diklasifikasikan berdasarkan:
Kerusakan langsung pada pembuluh da- 1. Level Cedera
rah menyebabkan perdarahan pada me- Level cedera medula spinalis dapat di-
dula spinalis yang berlangsung beberapa tentukan melalui pemeriksaan sensorik
menit pascacedera, diikuti gangguan aliran (sesuai dermatom) dan motorik (mi-
darah. Kejadian ini menyebabkan hipoksia otom) di sepanjang level medula spina-
dan infark iskemik lokal. Area substansia lis. Level cedera neurologis dihitung dari
grisea lebih rentan mengalami kerusakan segmen paling kaudal yang fungsi sen-
yang pertama kali kemudian menyebar ke sorik dan motoriknya masih baik, pada
area sekitarnya (kaudal-kranial). Sel-sel kedua sisi (kanan dan kiri).
saraf pada area ini akan mengalami keru-
Perbedaan gejala paling mencolok terjadi
sakan fisik, penipisan selubung mielin,
pada level di atas dan di bawah Tl. Pada
edema, dan menarik makrofag di sekitar
level cedera di atas Tl, defisit neurolo-
area sehingga mengganggu transmisi saraf.
gis yang muncul adalah tetraplegi dan
2. Mekanisme Kerusakan Sekunder sering dijumpai gangguan pernapasan,
Kerusakan sekunder pada cedera medula akibat paresis otot interkostalis atau di-
spinalis terbagi menjadi dua mekanisme, afragma, serta renjatan neurogenik Jika
yaitu efek lokal dan sistemik. Kerusakan cedera terjadi di bawah Tl, gejala klinis
sekunder ini terjadi akibat defisit energi yang muncul berupa paraplegi. Penen-
yang disebabkan oleh adanya gangguan tuan level ini penting karena akan mem-
perfusi pada tingkat sel. Kondisi tersebut pengaruhi strategi tata laksana cedera.
dapat diperberat, jika ditemukan keadaan
2. Derajat Keparahan Defisit Neurologis
renjatan neurogenik yang menyebabkan
Derajat keparahan defisit neurolo-
hipoperfusi sistemik Cedera medula spi-
gis pada cedera medula spinalis dapat
nalis yang tidak ditatalaksana optimal
ditegakkan pada saat 72 jam hingga 7
dalam 3-24 jam pertama, akan mengalami
hari pascacedera karena mempertim-
perburukan berupa perdarahan, edema,
bangkan adanya kemungkinan renjatan
demielinisasi, pembentukan rongga pada
spinal (spinal shock). Secara garis besar,
akson, nekrosis neuronal, peningkatan ka-
derajat keparahan ini dibagi menjadi
dar glutamat, eksitotoksisitas, kerusakan
komplet dan inkomplet. Cedera dise-
oksidatif, adanya iskemik, serta peningkat-
but komplet apabila pasien kehilangan
an produksi nitrit oksida dan peroksidasi
fungsi sensorik dan motorik pada level
lipid pada membran sel yang akan menye-
cedera, sedangkan cedera inkomplet jika
babkan perubahan patologis dan berakhir
pasien hanya kehilangan salah satu fung-
menjadi infark
si, sensorik atau motorik saja.
GEJALA DAN TANDA KLINIS Cedera inkomplet memberikan prognosis
Gejala dan tanda klinis cedera medula spi- yang lebih baik dibandingkan cedera kom-
nalis perlu diketahui karena akan menentu- plet. Ditemukan fenomena sacral sparing
402
OMN: upper motOr neuron; LMN: lower motor neuron; HNP: em1a nukleus puiposus
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus nasional penanganan trauma kapitis
dan trauma spinal. 2006.
403
404
405
SEGMEN:
Servikal
Torakal
lumbal
Sakral
406
407
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menge- Informasi yang penting diketahui antara
tahui kecurigaan abnormalitas jaringanlu- . lain adalah keadaan pasien, waktu terjadi-
nak, seperti herniasi diskus, ekstraaksial nya trauma, dan mekanisme trauma.
hematom, dan abnormalitas ligamen. Penekanan yang diutamakan pada fase
Akan tetapi mempertimbangkan prosedur
prarumah sakit adalah 1) imobilisasi
pemeriksaan MRI yang sulit dilakukan pasien; 2) penjagaan jalan napas; 3) kontrol
dan berisiko, maka MRI sebaiknya di-
perdarahan dan syok; dan 4) transfer pasien
lakukan secara elektif.
ke rumah sakit dengan fasilitas memadai se-
segera mungkin.
TATA LAKSANA
Seperti halnya penegakan diagnosis, konsep 1. Imobilisasi Pasien
penanganan cedera medula spinalis adalah Upaya imobilisasi pada fase prarumah
semua korban trauma harus dicurigai me- sakit, meliputi imobilisasi area servikal dan
ngalami dan ditangani sebagai kasus cedera sepanjang tulang belakang (Gambar 4).
medula spinalis sampai terbukti tidak ada- a. lmobilisasi area servikal
nya cedera. Selama belum terbukti tidak ada Tata laksana yang dapat dilakukan
cedera, pada saat pemeriksaan pasien harus untuk melindungi dan imobilisasi
dilakukan imobilisasi untuk menghindari area servikal, antara lain:
cedera sekunder.
• Stabilisasi manual dengan mempo-
Terdapat tiga tujuan utama yang perlu dica- sisikan kepala sedikit ekstensi dan
pai dalam tata laksana cedera medula spina- minimal distraksi, untuk mencegah
lis, yaitu maksimalisasi pemulihan neurolo- terjadinya fleksi dan kompresi spinal
gis, stabilisasi spinal, dan rehabilitasi. Untuk yang lebih lanjut,
itu, terdapat alur tata laksana yang dimulai • Memasangkan bidai servikal, atau
sejak fase pra-RS (prehospital), fase RS (hos-
• Menggunakan sand bag. atau towel
pital), dan rehabilitasi pascacedera yang
roll pada sisi lateral atau dengan
berkesinambungan.
mengikat (taping) kepala pada spine
Tata Laksana Pra-RS (prehospital) board.
Terdapat 10-25% pasien cedera medula
spinalis yang mengalami defisit neurologis Kelebihan dalam penggunaan bidai servi-
akibat tata laksana prarumah sakit yang ti- kal adalah manipulasi minimal pada leher
dak mumpuni. Penanganan fase ini berpe- saat pemasangannya. Bidai se~ dapat
ran penting dalam menentukan prognosis dijadikan sebagai penanda bahwa terdapat
pasien trauma medula spinalis. risiko ·cedera servikal yang belum dapat
Dibutuhkan koordinasi yang baik antara . disingkirkan. Kombinasi dengan cara lain,
petugas di tempat kejadian dan rumah sakit misalnya taping, dapat lebih memfiksasi
tujuan. Rumah sakit tujuan harus dipastikan leher (Gambar 4).
dapat melakukan tata laksana lanjutan pada Yang perlu diperhatikan dalam metode
pasien sebelum dilakukan transfer pasien. taping adalah agitasi pasien. Pasien
408
409
410
411
412
- Pasien onset <3 jam diberikan metil- a. Perawatan masalah kesehatan yang
prednisolon 30mgjkgBB IV bolus sela- mungkin muncul
ma 15 menit, ditunggu selama 45 me- Selama perawatan di rumah sakit, pasien
nit (tidak diberikan metilprednisolon cedera medula spinalis dapat mengalami
dalam kurun waktu ini). Dilanjutkan beberapa komplikasi akut atau subakut
dengan infus terns menerus selama 23 (Tabel 6 dan 7). Hal ini harus diperhatikan
jam dengan dosis 5,4mgjkgBBjjam. oleh klinisi. Komplikasi ini bisa mengenai
- Pasien onset 3-8 jam, diberikan de- sistem kardiovaskular; pemapasan, dan sal-
ngan cara yang sama namun dosis in- urancema.
fus dilakukan selama 47 jam. a) Perawatan masalah kardiopulmoner
- Bila diagnosis baru ditegakkan >8 jam, Masalah kardiopulmuner dapat ter-
maka pemberian steroid tidak dian- jadi pada cedera medula spinalis
jurkan. karena gangguan sistem saraf oto-
• Opiat reseptor antagonis nom simpatis dan parasimpatis serta
• Nonglukokortikoid steroid tirilazad pasien yang dalam kondisi imobi-
• Monosialoganglioside (GM-1) lisasi. Proses cedera pada segmen
1. Perawatan intensif servikal hingga torakal atas (T4)
Perawatan penderita cedera medula spi- menyebabkan hilangnya efek sim-
nalis di ruang rawat intensif ditekankan patis akibat cedera medula spinalis,
pada upaya mempertahankan pasien sehingga resistensi vaskular sistemik
tetap imobilisasi dan mengevaluasi ma- menurun dan efek parasimpatis me-
salah neurologis maupun kesehatan lain ningkat. Hal ini disebut juga renjatan
yang mungkin timbul sebagai keadaan neurogenik. Manifestasi klinis yang
primer maupun sekunder akibat upaya dijumpai adalah hipotensi dengan
imobilisasi sendiri. lnsiden morbiditas selisih tekanan sistolik dan diastolik
dan mortalitas pasien cedera medula yang Iebar (wide pulse pressure), bra-
spinalis lebih tinggi terjadi pada dua dikardia, serta ekstrimitas yang hangat.
minggu awal pascacedera. Hal ini berbeda dengan tanda renjatan
pada umumnya yang ditandai dengan
Kriteria tempat tidur yang sesuai dalam takikardia, hipotensi dengan selisih
perawatan pasien cedera medula spina- tekanan sistolik dan diastolik yang
lis, antara lain 1) dapat menunjang sta- sempit (narrow pulse pressure), serta
bilitas dan kesegarisan tulang belakang; ekstrimitas yang dingin dan pucat
2) nyaman dan memiliki risiko rendah
ulkus dekubitus; 3) memudahkan akses Penanganan awal renjatan neuroge-
perawatan; dan 4) memudahkan upaya nik adalah resusitasi cairan kristaloid
reposisi pasien untuk mencegah kom- intravena untuk menjaga kecukupan
plikasi imobilisasi. volume intravascular. Jika hipotensi
tetap terjadi setelah resusitasi, maka
413
414
415
416
417
mudian terjatuh ke arab depan dengan posisi ganan trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUifRSCM; 2006.
tertelungk:up dengan dagu terkena aspal dan
2. WHO. Spinal cord injury. World Health Organiza-
helm terlepas. Pasien terseret beberapa me- tion [serial online]. 2013 [diunduh 10 November
ter ke depan. Pasien sadar dan ingat semua 2016]. Tersedia dari: WHO.
kejadian sebelum, saat, dan sesudah ke- 3. American College of Surgeon. Advanced trauma
life support. Chicago: American College of Sur-
celakaan. Tidak terdapat darah yang keluar geons; 2012.
dari telinga dan hidung. Pasien menyangkal 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
adanya benturan pada kepala. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kes-
Sesaat setelah kejadian, pasien mengeluh- ehatan Rl; 2008.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kan nyeri hebat pada pada Ieber belakang
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
disertai dengan kelemahan pada kedua (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Kes-
tangan dan kaki. Kedua lengan masih dapat ehatan Rl; 2014.
digeser, siku dapat ditekuk, jari-jari tangan 6. Y1lmaz T, Turan Y, Keles A. Pathophysiology of the
spinal cord injury. JCEI. 2014;5(1):131-6.
masih dapat digerakkan, lengan kiri terasa 7. Dumont RJ, Okonkwo DO, Verma S, Hurlbert RJ,
lebih berat jika dibandingkan dengan le- Boulos PT, Ellegala DB, dkk. Acute spinal cord
ngan kanan. Kedua kaki sama sekali tidak injury, part I: Patophysiologic mechanism. Clin
Neuropharmacol. 2001;24(5):254-64.
dapat digerakkan. Pasien juga merasa baal 8. Kirshblum SC, Burns SP, Sorensen FB, Dono-
dari setinggi bahu sampai tubuh bagian van W. Graves DE, Jha A, dkk. International
bawah dan ekstremitas bawah. standards for neurological classification of spi-
nal cord injury (ISNCSCI). I Spinal Cord Med.
Pertanyaan: 2011;34(6):535-46.
1. Ananmnesis apa yang masih kurang? 9. Chesnut RM. Emergency management of spinal
cord injury. Dalam: Narayan RK, Wilberger JE Jr, Pov-
2. Apa saja pemeriksaan fisik yang akan lishock JT, editor. Neurotrauma. New York: Me Graw
dilakukan dan apa basil yang diharap- Hill; 1996. h. 1121-41.
10. Benzel EC, Doezema D. Prehospital management
kan? of the spinally injured patient Dalam: Narayan RK,
3. Pemeriksaan penunjang apa yang Wilberger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
akan dilakukan dan apa basil yang New York: McGraw Hill; 1996. h. 1113-1120.
11. Rodts GE, Haid RW. Intensive care management
akan diharapkan? of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil-
4. Apa diagnosis dan diagnosis banding berger JE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
New York: Me Graw Hill; 1995. h. 1201-12.
kasus ini? 12. Cahill DW. Rechtine GR. The acute complications
5. Apa tata laksana medikamentosa dan of spinal cord injury. Dalam: Narayan RK, Wil-
berger IE Jr, Povlishock JT, editor. Neurotrauma.
non-medikamentosa yang akan di-
New York: Me Graw Hill; 1996. h. 1229-36.
lakukan? 13. Wilson JR, Cho N, Fehlings MG. Traumatic spi-
6. Bagaimana prognosis wanita pada nal cord injury. Dalam: Smith M, Citerio G, KOfke
WA, editor. Oxford Textbook of Neurocritical
kasus ini? Care. Inggris: Oxford University Press; 2016. h.
274-275
14. Byrne TN, Waxman SG. Spinal cord compres-
DAFTAR PUSTAKA sion: Diagnosis and Priciples of Manage-
1. Perhimpunan Dokter Spesialis SarafIn- ment. Philadephia: FA Davis Company; 1990.
donesia (PERDOSSI). Konsensus nasional penan- h. 41-42.
418
419
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Kranium
css
(satu arah)
A&ran
css
A. B.
Gambar 1. Biomekanika Cedera Kepala Akselerasi Linear (A) dan Rotasional (B)
CSS: cairan serebrospinal
paling sering terlibat dalam cedera kepala kan secara sekuensial ke striatum, globus
adalah lobus temporal anterior, inferior, palidus, talamus, dan kembali ke korteks
dan laterat serta lobus frontal. Terdapat fro natal.
keterlibatan perubahan neurotransmiter
Sirkuit yang terlibat adalah (Gam bar 3):
pacta sekuele neurobehavior, termasuk
gangguan fungsi kognitif. Perubahan yang • Frontaljprefrontal-subkotikal dorsolat-
terjadi melibatkan katekolamin, kolinergik, eral akan mengganggu fungsi eksekutif
dan serotonin. seperti memori, pengambilan keputus-
an, penyelesaian masalah, dan fleksibi-
Area frontal-subkortikal dengan tiga
litas mental.
sirkuit utamanya berperan penting pacta
pengaturan perilaku. Area ini tumpang • Orbitofrontal-subkortikal lateral akan
tindih dengan area yang rentan terhadap mengganggu intuisC perilaku sosiat dan
cedera yang menyebabkan perubahan mekanisme konrol diri.
perilaku dan emosional pascacedera (Gam- • Medial frontal-subkortikal anterior akan
bar 2). Setiap sirkuit memulai perjalanan- menyebabkan gangguan motivasi dan
nya dari korteks di frontal dan diproyeksi- inisiasi.
420
Globus
- - - - - - - - palidus
lnterna & SN
Ja lur eksitatorik
------ ---- ----> Jalurinhibitor
421
~
lll
c:
3
lll
Waktu
Gam bar 4. Gangguan Memori Pada Fase Akut Setelah Cedera Kepala Tertutup
Sumber: Evans RW. Neurology and trauma; 2006.
Gejala dan Tanda Klinis paling sering terkena adalah atensi fokus/
Modalitas a tau ranah (domain) kognitif diba- selektif, sustained attentionjkonsentrasi,
gi menjadi atensi, fungsi eksekutif, memori, atensi terbagi (distrakbilitas ), dan alter-
bahasa, visuospasial-visuokonstruksi, dan nating attention/set shifting (kesulitan
keterampilan motorik serta persepsi sen- melakukan tugas jamak pada satu waktu ).
sorik. Gangguan fungsi kognitif pada cedera
Penting untuk menilai kemampuan atensi
kepala dapat berupa cedera difus atau fokal
karena gangguan atensi mempunyai efek
tergantung dari mekanisme cedera. Cedera
pada kemampuan kognitif lain, terutama
otak difus sering mengikuti cedera otak ter-
memori dan fungsi eksekutif.
tutup akibat mekanisme akselerasi-dese-
lerasi, akan melibatkan banyak ranah kog- 2. Memori
nitif. Gangguan yang bersifat fokal biasanya Gangguan memori merupakan salah satu
akibat cedera kepala penetrasijlaserasi. gangguan tersering pada cedera kepala,
dan hal ini berkaitan dengan kerusakan
Ranah kognitif yang terganggu mengikuti lobus temporal medial, struktur talamus
cedera kepala: medial dan garis tengah, basal frontal,
1. Atensi dan kecepatan proses pikir serta sistem koneksi frontal. Perbedaan
Gangguan atensi sering mengikuti cedera an tara amnesia anterograd dan retrograd
kepala dan berkaitan dengan kerusakan penting pada klinis. Amnesia anterograd
difus atau struktur dan sistem otak mul- atau posttraumatic amnesia (PTA) meru-
tipel termasuk korteks parietal inferior, pakan ketidakmampuan atau terbatasnya
korteks frontal, dan sistim limbik. Wa- kemampuan untuk mempelajari informa-
laupun terdapat banyak tipe atensi, yang si baru atau pengetahuan sejak terjadinya
422
423
424
425
baru diketahui ketika pasien sadar atau- Gangguan penglihatan yang terjadi dapat
pun saat sudah pulang perawatan. terjadi segera ataupun tertunda. Gangguan
penglihatan tertunda biasanya memiliki
2) N. II (Optikus)
prognosis yang lebih baik karena masih
Cedera pada N. Optikus dikenal dengan
dapat reversibel dibandingkan tipe segera.
nama traumatic optic neuropathy (TON).
Sebagian kecil kasus mengalami perburu-
Trauma ini dapat akibat trauma lang-
kan dalam hitungan jam sampai dengan
sung dan tidak langsung. Trauma lang-
hari setelah trauma, diduga akibat edema
sung (direct) pada TON (DTON) umum-
atau iskemia dalam kanal atau kompresi
nya berupa disrupsi anatomis serabut
oleh hematom subperiosteal orbita.
saraf optikus. Sekitar satu dari empat pe-
nyebabnya diakibatkan oleh luka tembus Diagnosis menjadi sulit ditegakkan pada
dan tersering berupa luka tembak. Ben- pasien dengan penurunan kesadaran,
tuk disrupsi yang terjadi dapat berupa tetapi apabila ditemukan kelainan pada
avulsi, kompresi, dan transeksi. refleks cahaya berupa pupil Marcus-
Gunn, dapat dijadikan sebagai penanda
Berbeda dengan trauma langsung, trau- adanya TON. Pemeriksaan funduskopi di
ma N. Optikus tidak langsung (indirect) awal kejadian dapat tidak menunjukkan
atau ITQN diakibatkan oleh transmisi en- kelainan, karena papil atrofi baru dapat
ergi dari trauma tumpul di daerah supra- terlihat dalam 4-6 minggu. Trauma bola
orbital ipsilateral ke kanalis N. Optikus. mata dengan avulsi N. Optikus dapat
Mekanisme ini secara tidak langsung disertai gambaran funduskopi berupa
akan menyebabkan terjadinya konkusio perdarahan dan disrupsi.
(concussion), laserasi, maupun kontusio
Pemeriksaan penunjang yang perlu diker-
N. Optikus. Selain itu, edema, iskemia,
jakan adalah visual evoked potential (VEP)
trombosis mikrovaskular, dan infark dari
dan MRI kepala. VEP berperan dalam
N. Optikus juga turut berperan dalam
manajemen penatalaksanaan dan progno-
ITON sebagai faktor cedera sekunder.
sis, sedangkan MRI menunjukkan gamba-
Keluhan utama pada trauma N. Optikus ran perubahan kontinuitas saraf berupa
adalah kebutaan monokular, tetapi gang- peningkatan intensitas sinyal diN. Optikus.
guan visus juga biasa terjadi. Pada cedera
3) N. III (Okulomotorius)
parsial, seringkali terdapat defek altitu-
Paralisis N. Okulomotorius akibat trau-
dinal inferior. Gangguan lapang pandang
ma biasanya terjadi pada cedera kepala
terjadi pada 10% kasus akibat kerusakan
yang berat disertai hilang kesadaran,
kiasma pada cedera kepala berat. Banyak
atau fraktur tulang kranium. Penyebab
cedera di daerah kiasma yang sifatnya
tersering adalah peningkatan intrakranial
asimetris, disertai neuropati optikus
disertai herniasi unkus sehingga menye-
unilateral yang berat berkaitan dengan
hemianopia temporal kontralateral. babkan kompresi sarafkranial ipsilateral.
Pupil abnormal merupakan tanda awal
adanya paralisis saraf ini.
426
Melirik ke kanan
427
yang ramping dan panjang, sebingga ren- ula. Foramen rotundum dan ovale meru-
tan cedera. Trauma kepala memang meru- pakan tempat keluarnya percabangan N.
pakan penyebab tersering cedera saraf Trigeminus. Trauma tertutup maupun
kranialis ini dan biasanya unilateral. Nuk- trauma tembus juga berpotensi menye-
leus saraf ini terletak di mesensefalon. babkan cedera pada ganglion trigeminal.
Fasikulus menyilang di dorsum mesense-
Gejala yang dikeluhkan oleb pasien bi-
falon pada saat keluar dari batang otak,
asa-nya sensasi nyeri sesuai cabang pen-
sebingga lesi di nukleus dan fasikulus
jalaran dari N. Trigeminus yang termasuk
akan memberi gambaran kontralateral,
dalam neuralgia trigeminal simtomatik.
berbeda dengan lesi di ruang subara-
Terkadang disertai juga keluban berupa
knoid, sinus kavernosus, ataupun orbita.
biperpati se-suai distribusi saraftersebut.
Gejala yang dikelubkan pasien paralisis N.
Setiap pasien dengan kecurigaan trauma
Troklearis berupa diplopia saat menaiki
kepala di daerab wajab dan sekitar telin-
tangga, membaca koran atau buku. Pasien
ga, perlu diperbatikan kemungkinan ad-
atau keluarga juga mengelubkan bila saat
anya paralisis sarafini. Berikut ini meru-
membaca, pasien cenderung memiring-
pakan kriteria diagnosis dari neuralgia
kan kepalanya ke arab yang sebat.
trigeminal simtomatik berdasarkan Kon-
Pemeriksaan cedera N. Troklearis umum- sensus Nyeri Kepala Perdossi dan The
nya banya dapat dilakukan pada pasien International Classification of Headache
dengan kesadaran penub dan koperatif. Disorders:
Pemeriksaan fisik terbadap klinis dip-
1) Serangan nyeri paroksismal beberapa
lopia pada cedera N. Troklearis adalab
detik sampai dua menit dengan atau
dengan memiringkan kepala ke arab
tanpa nyeri persisten diantara serangan,
bawab ipsilaterallesi (Gam bar Sb). Ter-
melibatkan satu atau lebih cabang/di-
dapat bipertropia yang memberat saat
visi N. Trigeminus.
melirik ke arab kontralateral.
2) Memenubi paling sedikit karakteristik
5) N. V (Trigeminus)
nyeri sebagai berikut:
Cedera cabang dari N. Trigeminus sering-
kali terlibat pada laserasi wajah dan fraktpr • Kuat, tajam, superfisial atau rasa
tulang wajab, terutama daerah maksilofa- se-perti ditikam
sial dan basis kranii, karena percabangan • Dipresipitasi dari area pencetus
N. Trigeminus keluar melalui beberapa atau oleb faktor pencetus
foramen dari tulang kranium (Gambar 6). 3) Jenis serangan stereotipik pada se-
N. Trigeminus cabang infra dan supra- tiap individu.
orbita biasanya mengalami cedera pada 4) Etiologi adalab selain kompresi pem-
trauma daerab dabi, kavum orhita, dan bulub darah, berdasarkan pemerik-
maksila. Cedera cabang ketiga N. Trige- saan khusus dan atau eksplorasi fossa
minus biasa terjadi pada fraktur mandib- posterior.
428
Pemeriksaan refleks kornea perlu diker- seringkali terfiksasi pada posisi aduksi.
jakan. Adanya anestesi kornea atau hi- Diplopia horizontal yang memberat saat
langnya refleks kornea membuat pasien melihat jauh merupakan gejala dari para-
rentan mengalami keratitis eksposur lisis inkomplit yang lebih sering terjadi.
hingga terjadinya ulkus kornea. Selain itu juga didapatkan strabismus
paralitik (nonkonkomitan) yang akan
6) N. VI (Abdusens)
tampak jelas bila melirik ke arah otot yang
Paralisis N. Abdusens akibat trauma
terlibat pada pemeriksaan. Kelemahan
cukup sering terjadi dan kebanyakan
ringan akan menunjukkan esotropia pada
dapat pulih sempurna. Kenaikan tekan-
pemeriksaan cover uncover.
an intrakranial pada trauma kepala me-
nyebabkan penekanan batang otak ke Pasien dengan kesadaran penuh akan
bawah berakibat peregangan berlebihan mengeluhkan diplopia saat melihat jauh.
pada N. Abdusens di daerah ujungjtip Pada pemeriksaan gerak bola mata, dalam
petrosus, sehingga terjadi paralisis. posisi primer sisi yang terganggu akan tam-
pak berkonvergensi ke arah aksis. Pada saat
Pada paralisis total saraf VI, bola mata
me Jirik ke arah lateral, akan terdapat parali-
tidak dapat melakukan abduksi dan
sis di sisi yang terganggu (Gambar Sc).
Ganglion lrigemoml
Cabang alveolaris·-/-!--~~......,~~-
Inferior (gigi)
429
Nukleus
saliva tori us
superior
SEGMEN:
Meatal
Labirintin
N. Petrosus (superfisialis) mayor
Timpanik . .L - - - Cabang sarafke M. Stapedius
(horizontal)
- - - - - Stapes
Mastoid
(vertikal)
N. Korda timpani
430
431
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
1\Ja§is kranii
5enffill
432
Gejala dan tanda klinis: tes kalori (hila tidak ditemukan tanda-
• Labyrinthine concussion; berupa keluhan tanda perforasi membran timpani), dan
auditorik dan vestibuler yang menyertai brain auditory evoked potential (BAEP)
fraktur tulang temporal. Ketiadaan ke- dapat dikerjakan hila pasien stabil.
luhan dan tanda batang otak, merupakan
9) N. IX, X, XI (Giosofaringeus, Vagus, Aseso-
pembeda terhadap cedera perifer de-
rius)
ngan sentral. Ketulian mendadak dapat
Ketiga saraf ini merupakan 'trio saraf
terjadi tanpa harus disertai dengan ke-
kranial bawah' yang sering mengalami
luhan vestibuler. Hal ini dapat bersifat
cedera secara bersamaan dikarenakan
reversibel, baik parsial maupun total.
kedekatan anatomisnya di foramen jugu-
• Posttraumatic positional vertigo; terjadi laris. Cedera ketiganya biasanya berkaitan
kurang dari satu menit, namun pasien dengan fraktur basis kranii regia poste-
akan merasakan dizziness disertai mual rior, namun jarang terjadi. Cedera N. IX, X,
dan sempoyongan. Sebuah penelitian XI terutama akibat trauma ekstrakranial
melaporkan vertigo posisional terjadi se-perti trauma tusuk ataupun tembak.
pada 4 7% trauma kepala terkait fraktur Adanya mekanisme cedera akibat hi-
tulang temporal dan 21% trauma kepala perekstensi leher terkadang juga dapat
berat tanpa fraktur tulang tengkorak. menyebabkan cedera di area craniocer-
Mekanisme terjadinya akibat kristal kal- vical junction, terutama pada N. IX dan X.
sium karbonat terlepas dari makula utri- Insidens lebih tinggi pada cedera kepala
kulus, memasuki kanalis semisirkularis berat. Cedera N. Asesorius, khususnya
posterior. akibat trauma kepala terhitung jarang
terjadi. Avulsi yang dapat terjadi lebih
• Traumatic perilymph fistula; trauma ini
banyak dikaitkan dengan trauma spinal
akan mengakibatkan hilangnya pende-
ataupun tindakan operatif.
ngaran, vertigo, atau tinitus segera
setelah trauma kepala, terutama hila ge- Gejala-gejala yang dapat dikeluhkan atau
jala berfluktuasi dari waktu ke waktu. ditemukan pada pasien dengan cedera
Trauma ini karena disrupsi pada labirin, ketiga saraf kranial ini berupa disfo-
biasanya jendela oval ataupun bulat. nia, disfagia, hilangnya refleks muntah,
kelemahan palatum ipsilateral, dan hi-
Oleh karena itu, perlu dicurigai adanya
langnya kemampuan pengecapan seper-
lesi pada N. Vestibulokoklearis teruta-
tiga posterior lidah. Disfungsi vagal pas-
ma pada pasien dengan ditemukannya
cacedera (trauma N. Vagus) juga harus
gangguan pendengaran, perdarahan dari
dicurigai pada pasien dengan pengoso-
telinga, otorea CSS, dan gambaran tan-
ngan lam bung yang terlambat dan hilang-
da Battle Pemeriksaan otoskopi dapat
nya respons kardiak terhadap suction
menunjukkan adanya gambaran keru-
trakeal.
sakan membran timpani, hemotimpa-
num, atau adanya CSS dalam rongga Pasien dengan gejala dan tanda klinis
telinga tengah. Pemeriksaan audiometri, tersebut perlu dilakukan pemeriksaan
433
434
435
436
437
438
439
440
Trombosltopenia
441
studi menyebutkan bahwa penggunaan 7. Schofield PW; Moore TM, Gardner A Traumatic brain
injwy and olfaction: a systematic review. Frontiers
rekombinan faktor VIla pada perdarah- NeuraL 2014;5:1-22.
an akibat trauma kepala dapat mengu- 8. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology. Edisi ke-
rangi perkembangan hematom, tetapi 4. Massachusetts: Blackwells; 2005. h.111-36.
tidak memberikan manfaat klinis. 9. Lamar CD, Hurley RA. Rowland JA, Taber KH. Post-
traumatic epilepsy: review of risks, pathophysiology,
and potential biomarkers. J Neuropsychiatry Clin
DAFTAR PUSTAKA Neursci. 2014;26(2):108-13.
1. Evans RW. Neurology and Trauma Edisi ke-2. New 10. Carney N, Totten AM, O'Reilly C, Ullman JS, Bell MJ,
York: Oxford; 2006. Bratton SL, dkk. Guidelines for the management of
2. Prawiroharjo P. Patofisiologi peningkatan tekanan severe traumatic brain injury. Brain Trauma Foun-
intrakranial pada cedera otak traumatik in Neu- dation [serial online]. 2016 [diunduh 20 Januari
rotrauma Edisi ke-1. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2017];Edisi ke-4:120-8. Tersedia dari: Brain Trauma
2015. h.1-41. Foundation.
3. Lastri DN. Pharmacology treatment for improving 11. Szaflarski JP. Nazzal Y, Dreer LE. Post-traumatic epi-
cognitive impairment in post-traumatic brain injwy: lepsy: current and emerging treatment options. Neu-
is it benefit? Dalam: Ramli Y, Lastri DN, Prawiroharjo ropsy Disease and Treatment 2014:10;1469-77.
P. Neurotrauma Edisi ke-1. Jakarta Badan penerbit 12. Kirkman MA, Albert AF, Ibrahim A, Doberenz D.
FKUI; 2015. h. 70-88. Hyponatremia and brain injury: historical and
4. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and contemporary perspectives. Neurocrit Care.
physiology. Edisi ke-5. Philadelphia RA Davis Com- 2013;18(3):406-16.
pany; 2007. h.186-7. 13. Kumar S, Fowler M, Gonzalez-Toledo E, Jaffe SL.
5. Bhatoe HS. Trauma to the cranial nerves. IJNT. Central pontine myelinolysis, an update. Neural res.
2007;4(2):89-100. 2006;28(3):360-6.
6. Coello AF, Canals AG, Gonzalez JM, Martin JJA Cranial 14. Laroche M, Kutcher ME, Huang MC, Cohen MJ, Man-
nerve injwy after minor head trauma J Neurosurg. ley GT. Coagulopathy after traumatic brain injury.
2010;113(3):547-55. Neurosurgery. 2012;70(6):1334-45.
15. Harlean E. Pengaruh koagulopati dengan keluaran
perawatan pasien cedera kepala sedang-berat dan
faktor yang berhubungan (analisis kasus kontrol)
[tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016.
442
445
446
Lacunar or small penetrating vessel TIA dapat hanya pacta pasien, namun juga keluarga atau
disebabkan oleh stenosis salah satu penetra- orang lain yang menyaksikan kejadian. Pacta
ting vessel yang berasal dari arteri serebral anamnesis, sebaiknya diperoleh gejala dan
media, arteri basilar, arteri vertebralis, atau karakteristik TIA seperti yang telah dijelas-
arteri yang berasal dari sirkulus Willisi. Oklusi kan sebelumnya.
pembuluh darah kecil ini dapat disebabkan
Pemeriksaan fisik harus lengkap meliputi
oleh lipohialinosis akibat hipertensi atau lesi tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
aterosklerosis. napas, suhu, dan saturasi oksigen, serta
Pacta TIA, terjadi gangguan perfusi sesaat pemeriksaan fisik umum dan neurologis.
sehingga tidak terdapat kerusakan per- Pacta pemeriksaan fisik umum, perlu dicari
manen pacta sel neuron. Defisit neurologis penyakityang dapat menyebabkan terjadinya
yang terjadi akan pulih sempurna seiring TIA, seperti kelainan jantung, DM, dan lain-
dengan perbaikan fungsi dari sel-sel yang lain. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan
mengalami reperfusi. untuk mencari defisit neurologis yang mung-
kin masih tersisa, meliputi pemeriksaan saraf
GEJALA KLINIS kranial, kekuatan motorik, sensoris, fungsi
Gejala TIAyang khas umumnya terjadi tiba- bahasa, sistem keseimbangan, dan kontrol
tiba, bersifat sementara dan hilang dalam motorik yang diatur oleh serebelum.
waktu 30-60 menit. Gejala tersebut dapat Pemeriksaan penunjang untuk memastikan
tipikal ataupun atipikal (Tabel 1), an tara faktor risiko terjadinya TIA, yakni:
lain gangguan perilaku (behaviour), bahasa,
gait, memori, dan gerakan (movement). • Mendapatkan bukti tanda dan gejala
pembuluh darah secara langsung atau-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING pun tidak langsung. Bukti secara lang-
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan sung, yakni adanya hipoperfusi dan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik- atau infark akut, sedangkan bukti tidak
saan penunjang. Anamnesis harus teliti tidak Iangsung berupa identifikasi kemung-
447
448
449
450
11. Stroke Foundation of New Zealand. Guideline for 12. Wu CM, McLaughlin K, Lorenzetti DL, Hill MD, Manns
the assessment and management of people with re- BJ, Ghali WA Early risk of stroke after transient
cent transient ischaemic attack (TIA). Wellington: ischemic attack: a systematic review and meta-
Stroke Foundation of New Zealand; 2008. analysis. Arch Intern Med. 2007;167(22):2417-22.
451
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
STROKE ISKEMIK
452
mik (11,3%) relatif lebih kecil dibandingkan rna kolesterol dan kolesterol oleat pada
stroke perdarahan (17,2%). Secara umum tunika muskularis yang menyebabkan
dari 61,9% pasien stroke iskemik yang di- lumen pembuluh darah menyempit serta
lakukan pemeriksaan CT scan di Indonesia di- berkelok-kelok.
dapatkan infark terbanyak pada sirkulasi an-
Pada hipertensi kronik akan terbentuk
terior (27%), diikuti infark lakunar (11,7%),
nekrosis fibrinoid yang menyebabkan
dan infark pada sirkulasi posterior (4,2%).
kelemahan dan herniasi dinding arte-
riol, serta ruptur tunika intima, sehingga
PATOFISIOLOGI
terbentuk suatu mikroaneurisma yang
Secara umum faktor risiko stroke terbagi
disebut Charcot-Bouchard. Kelainan ini
menjadi dua, yaitu (1) faktor risiko yang
terjadi terutama pada arteri yang berdi-
dapat dimodifikasi atau dilakukan tata lak-
ameter 100-300mm (arteriol).
sana, antara lain hipertensi, diabetes meli-
tus (DM), merokok, obesitas, asam urat, dan Pengerasan dinding pembuluh darah
hiperkole~terol, serta (2) faktor risiko yang dapat mengakibatkan gangguan auto-
tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis regulasi, berupa kesulitan untuk berkon-
kelamin, dan etnis. traksi atau berdilatasi terhadap peruba-
han tekanan darah sistemik. Jika terjadi
1. Hipertensi
penurunan tekanan darah sistemik yang
Hipertensi merupakan faktor risiko
mendadak, tekanan perfusi otak menjadi
stroke tersering, sebanyak 60% pe-
tidak adekuat, sehinggga menyebab-
nyandang hipertensi akan mengalami
kan iskemik jaringan otak. Sebaliknya,
stroke. Hipertensi dapat menimbulkan
jika terjadi peningkatan tekanan darah
stroke iskemik (SO%) maupun stroke
sistemik, maka akan terjadi peningkatan
perdarahan (60%). Data menunjukkan
tekanan perfusi yang hebat yang akan
bahwa risiko stroke trombotik pada menyebabkan hiperemia, edema, dan
penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali
perdarahan.
Iebih tinggi dibandingkan normotensi.
Pada usia >65 tahun, penyandang hiper- 2. Diabetes Melitus
tensi memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat
dibandingkan normotensi. mengalami stroke. Suatu studi terha-
dap 4 72 pasien stroke selama 10 tahun
Patofisiologi hipertensi menyebabkan menunjukkan adanya riwayat DM pada
terjadinya perubahan pada pembuluh 10,6% Iaki-Iaki dan 7,9% perempuan.
darah. Perubahan dimulai dari peneba-
Ian tunika intima dan peningkatan per- Penelitian menunjukan adanya peranan
meabilitas endotel oleh hipertensi lama, hiperglikemi dalam proses aterosklero-
terutama pada arteri dengan ukuran ke- sis, yaitu gangguan metabolisme berupa
cil, yaitu sekitar 300-SOOmm (cabang akumulasi sorbitol di dinding pembu-
perforata). Proses akan berlanjut de- luh darah arteri. Hal ini mennyebabkan
ngan terbentuknya deposit lipid teruta- gangguan osmotik dan bertambahnya
453
kandungan air di dalam sel yang dapat prostasiklin dan tromboksan. Hal itu
mengakibatkan kurangnya oksigenisasi. mengakibatkan peningkatan agregasi
trombosit dan penyempitan lumen pem-
Peranan genetik pada DM belum diketahui
buluh darah, sehingga memudahkan
secara pasti. Dipikirkan terdapat abnormal-
terjadinya stroke iskemik. Selain itu,
itas genetik yang dihubungkan dengan ab-
merokok dalam waktu lama akan me-
normalitas seluler secara intrinsik berupa
ningkatkan agregasi trombosit, kadar
pemendekan usia kehidupan (life span) sel
fibrinogen, dan viskositas darah, serta
dan peningkatan proses pergantian (tum-
menurunkan aliran darah ke otak yang
over) sel di dalam jaringan. Proses ini dapat
menyebabkan terjadinya stroke iskemik.
juga terjadi pada sel endotel dan sel otot po-
los dinding pembuluh darah. Karbondioksida juga dipikirkan memi-
liki pengaruh. lkatan karbondioksida
Penyandang DM sering disertai dengan
di dalam darah 200 kali lebih tinggi
hiperlipidemia yang merupakan faktor
dibandingkan oksigen, sehingga seolah-
risiko terjadinya proses aterosklerosis.
olah oksigen di dalam darah sedikit. Hal
Pada penelitian oleh National Cholesterol
ini menyebabkan peningkatan produksi
Education Program (NCEP), kurang lebih
eritrosit oleh tubuh, sehingga komposisi
40% penyandang DM termasuk dalam
eritrosit plasma tinggi, yang terlihat se-
kriteria hiperlipidemia serta 23% meng-
bagai peningkatan nilai hematokrit yang
alami hipertrigliserida dan kadar high
disebut polisitemia sekunder.
density lipoprotein (HDL) yang rendah.
4. Asam Urat
3. Merokok
Secara prospektif merokok dapat me- Salah satu penelitian di Jepang terhadap
usia SO:... 79 tahun selama 8 tahun menun-
ningkatkan perburukan serangan stroke
jukkan hiperurisemia merupakan faktor
sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan
risiko penting terjadinya stroke. Peneli-
banyaknya konsumsi rokok Hal ini dapat
tian kohort di Honolulu dengan rentang
disebabkan oleh beberapa mekanisme.
usia 55-64 tahun selama 23 tahun mem-
Pertama, akibat derivat rokok yang sangat
perlihatkan hubungan bermakna antara
berbahaya, yakni nikotin. Nikotin diduga
asam urat, kadar kolesterol, tekanan
berpengaruh pada sistem saraf simpa-
darah sistolik, dan kadar trigliserida ter-
tis dan proses trombotik Dengan adanya
nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan hadap kejadian aterosklerosis berupa
penyakit jantung dan stroke. Kondisi
meningkat, termasuk jalur simpatis sistem
hiperurisemia diduga merupakan salah
kardiovaskular, sehingga akan terjadi pe-
satu faktor yang dapat meningkatkan
ningkatan tekanan darah, denyut jantung,
agregasi trombosit.
dan meningkatnya aliran darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trom-
5. Dislipidemia
botik melalui enzim siklooksigenase, Meskipun tidak seberat yang dilaporkan
yang menyebabkan penurunan produksi sebagai penyebab penyakit jantung, salah
satu penelitian observasional menunjuk-
454
kan hubungan peningkatan kadar lipid bral. Dengan demikian, perempuan pada
plasma dan kejadian stroke iskemik. usia produktifmemiliki proteksi terhadap
Metaanalisis terhadap studi kohort juga kejadian penyakit vaskular dan ateroskle-
menunjukkan kekuatan hubungan antara rosis yang menyebabkan kejadian stroke
hiperlipidemia dan stroke. Komponen dis- lebih rendah dibandingkan lelaki. Na-
lipidemia yang diduga berperan, yakni ka- mun, pada keadaan premenopause dan
dar HDL yang rendah dan kadar low den- menopause yang terjadi pada usia lanjut,
sity lipoprotein (LDL) yang tinggi. Kedua produksi estrogen menurun sehingga
hal tersebut mempercepat aterosklerosis menurunkan efek proteksi tersebut.
pembuluh darah koroner dan serebral.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan
6. Usia, Jenis Kelamin, dan Ras/Suku suku kulit hitam Amerika mengalami
Bangsa risiko stroke lebih tinggi dibandingkan
Angka kejadian stroke meningkat seiring kulit putih. lnsidens stroke pada kulit hi-
bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18- tam sebesar 246 per 100.000 penduduk
44tahun), 2,4% (usia 65-74tahun), hing- dibandingkan 147 per 100.000 pen-
ga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai duduk untuk kulit putih.
dengan studi Framingham yang berskala
besar. Hal ini disebabkan oleh pening- Patofisiologi Stroke Iskemik Akut
katan terjadinya aterosklerosis seiring Pada dasarnya, proses terjadinya stroke
peningkatan usia yang dihubungkan pula iskemik diawali oleh adanya sumbatan pem-
dengan faktor risiko stroke lainnya, se- buluh darah oleh trombus atau emboli yang
perti atrial fibrilasi (atrial fibrillation/ AF) mengakibatkan sel otak mengalami gang-
dan hipertensi. AF dan hipertensi sering guan metabolisme, karena tidak mendapat
dijumpai pada usia lanjut. suplai darah, oksigen, dan energi (Gambar
1). Trombus terbentuk oleh adanya proses
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5 aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karo-
kali lebih tinggi dibandingkan perem- tis, maupun pembuluh darah serebral. Pro-
puan. Namun, angka ini berbeda pada usia ses ini diawali oleh cedera endotel dan in-
lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk flamasi yang mengakibatkan terbentuknya
Amerika perempuan (tahun 1999-2000) plak pada dinding pembuluh darah. Plak
berusia ~75 tahun lebih tinggi (84,9%) akan berkembang semakin lama semakin
dibandingkan laki-laki (70,7%). tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian
Data pasien stroke di Indonesia juga akan melekat pada plak serta melepaskan
menunjukkan rerata .usia . perempuan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade ko-
(60,4±13,8 tahun) lebih tua dibandingkan agulasi dan pembentukan trombus.
laki-laki (57,5±12,7 tahun). Hal ini di- Trombus dapat lepas dan menjadi embolus
pikirkan berhubungan dengan estrogen. atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan
Estrogen berperan dalam pencegahan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Em-
plak aterosklerosis seluruh pembuluh boli merupakan bagian dari trombus yang
darah, termasuk pembuluh darah sere- terlepas dan menyumbat pembuluh darah
455
di bagian yang lebih distal. Emboli ini dapat disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga aki-
berasal dari trombus di pembuluh darah, bat proses inflamasi, gangguan sawar darah
tetapi sebagian besar berasal dari trombus otak (SDO) atau (blood brain barrierjBBB),
di jantung yang terbentuk pada keadaan ter- zat neurotoksik akibat hipoksia, menurun-
tentu, seperti atrial fibrilasi dan riwayat in- nya aliran darah mikrosirkulasi kolateral,
fark miokard. Bila proses ini berlanjut, akan dan tata laksana untuk reperfusi.
terjadi iskemia jaringan otak yang menye- Pacta daerah di sekitar penumbra, terdapat
babkan kerusakan yang bersifat sementara berbagai tingkatan keCEipatan aliran darah
atau menjadi permanen yang disebut infark. serebral atau cerebral blood flow (CBF).
Di sekeliling area sel otak yang mengalami Aliran pacta jaringan otak normal adalah
infark biasanya hanya mengalami gangguan 40-SOccjlOOg otakjmenit, namun pada
metabolisme dan gangguan perfusi yang daerah infark, tidak ada aliran sama sekali
bersifat sementara yang disebut daerah (CBF OmL/lOOg otakjmenit) (Gambar 2).
penumbra (Gambar 2). Daerah ini masih Pacta daerah yang dekat dengan infark CBF
bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan adalah sekitar lOccjlOOg otakjmenit. Dae-
aliran darah kembali (reperfusi) segera, se- rah ini disebut juga daerah dengan am bang
hingga mencegah kerusakan sel yang lebih kematian sel (threshold of neuronal death),
luas, yang berarti mencegah kecacatan oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila
dan kematian. Namun jika penumbra tidak CBF di bawah SccjlOOg otakjmenit.
dapat diselamatkan, maka akan menjadi
daerah infark. Infark tersebut bukan saja Pacta daerah yang lebih jauh dari infark, di-
456
Daerall penumbra
dapatkan CBF sekitar 20ccj100g otakjme- katan kadar laktat intraselular. Kegagalan
nit. Pacta daerah ini aktivitas listrik ne-uTonal pompa kalium dan natrium menyebabkan
terhenti dan struktur intrasel tidak terinte- depolarisasi dan peningkatan pelepasan
grasi dengan baik. Sel di daerah tersebut neurotransmiter glutamat.
memberikan kontribusi pacta terjadinya de-
Depolarisasi men ingkatkan kadar kalsi-
fisit neurologis, namun memberikan respons
um intraselular, sedangkan glutamat yang
yang baik jika dilakukan terapi optimal.
dilepaskan akan berikatan dengan resep-
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF tor glutamat, yakni N-metil-D-aspartat
30 -40ccj100g otakjmenit, yang disebut (NMDA) dan a-amino-3-hydroxy-5-methy/-
dengan daerah oligemia. Bagian terluar 4-isonazo/ipropionid-acid (AMPA), yang
adalah bagian otak yang n_o_rmal. Bagian ini selanjutnya akan menyebabkan masuknya
mendapatkan CBF 40 -SOccjlOOg otakjme- kalsium intraselular. Dengan demikian,
nit. Bila kondisi penumbra tidak ditolong hal tersebut semakin meningkatkan kadar
secepatnya maka tidak menutup kemung- kalsium intraselular. Kalsium intraselular
kinan daerah yang mendapat aliran darah memicu terbentuknya radikal bebas, ni-
dengan kecepatan kurangtadi akan berubah trit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan
menjadi daerah yang infark dan infark yang DNA melalui jalur enzimatik seperti Ca 2• -
terjadi akan semakin luas. ATPase, calsium-dependent phospholipase,
Pacta daerah yang mengalami iskemia, ter- protease, endonuklease, dan kaspase yang
jadi penurunan kadar adenosine triphos- keseluruhannya berkontribusi terhadap
phate (ATP), sehingga terjadi kegagalan kematian sel.
pompa kalium dan natrium serta pening-
457
Faktor Lain yang Memengaruhi Daerah sel. Sel neuronjsel glia akan mengalami
Penumbra penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan
Selain CBF yang sangat berpengaruh pacta extracellular ionic gradient, dan masuknya
daerah penumbra, ada beberapa faktor lain Na diikuti Cl ke dalam sel. Seluruh proses ini
yang berperan terhadap perkembangan akan berujung pacta edema intrasel.
pasien pacta fase akut, antara lain stres oksi- 4. lnflamasi pada daerah penumbra aki-
datif, asidosis derah penumbra, depolarisasi bat adanya iskemia. Respons inflamasi
daerah penumbra, dan faktor inflamasi. ini merupakan respons normal yang ber-
tujuan untuk pembersihan debris sel,
1. Kondisi stres oksidatif, merupakan
namun juga cenderung meningkatkan
kondisi diproduksinya radikal bebas
kerusakan jaringan serebral. Respons in-
berupa 0 2, hidroksil (OH), dan NO pacta ke-
flamasi berupa aktivasi brain resident cells
adaan iskemia serebral. Radikal bebas ini
seperti mikroglia dan astrosit, infiltrasi sel-
sangat mempengaruhi daerah penumbra
sel inflamasi ke jaringan iskemik, seperti
akibat pembentukan rantai reaksi yang
neutrofil, monosit, makrofag dan limfosit,
dapat menghancurkan membran sel, de-
serta peningkatan aktivasi mediator in-
oxyribonucleic acid (DNA), dan protein.
flamasi dan infiltrasi mediator inflamasi
Radikal bebas juga menyebabkan gang-
ke jaringan otak. Adapun mediator yang
guan mikrosirkulasi dan merusak sawar
bersifat pro-inflamasi terse but antara lain
darah otak hingga menyebabkan edema.
tumor necrosis factor (TN F)-a, interleukin
Proses tersebut akan terus berlangsung
(IL)-1~, interferon (IF)-~, serta IL-6) yang
selama keadaan iskemia tidak segera di-
diproduksi oleh limfosit.
tangani, oleh karena radikal be bas bereak-
si khususnya dengan lemak tidak jenuh
GEJALA DAN TANDA KLINIS
(unsaturated lipid) yang banyak berada di
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah
membran neuron dan sel glia.
dikenali. Hal ini secara praktis mengacu pada
2. Asidosis daerah penumbra terjadi aki- definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat
bat peningkatan metabolisme anaerob gangguan fungsi otak akut baik fokal mau-
yang disebabkan oleh proses iskemia. pun global yang mendadak, disebabkan oleh
Peningkatan metabolisme ini memicu berkurang atau hilangnya aliran darah pada
pembentukan asam laktat, sehingga ter- parenkim otak, retina, atau medula spinalis,
jadi asidosis. ~sidos i s menyebabkan ma- yang dapat disebabkan oleh penyumbatan
suknya natrium (Na+) dan CJ·ke dalam sel atau pecahnya pembuluh darah arteri mau-
melalui ikatan Na+ j W dengan CI-/ HC0 3-, pun vena yang dibuktikan dengan pemerik-
sehingga terjadi edema intrasel dan pe- saan pencitraan otak dan j atau patologi.
ningkatan tekanan intrakranial (TIK) .
Gejala gangguan fungsi otak pacta stroke sa-
3. Depolarisasi daerah penumbra terjadi ngat tergantung pada daerah otak yang ter-
akibat kegagalan pompaNa+jK+dan beraki- kena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya
bat terjadinya peningkatan kalium ekstra- dapat bersifat fokal maupun global, yaitu:
458
459
Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan Organisation (ESO) yang terbaru. Acuan ini
dengan indikasi (sebagian dapat dilakukan terbagi dalam kekuatan rekomendasi kelas
di ruang rawat) meliputi: I-III (class) dengan kelas I yang terkuat dan
kualitas bukti (level of evidence) dari A-C
1. Digital substraction angiography (DSA)
dengan level A yang tertinggi.
serebral
2. MR difusi dan perfusi a tau CT perfusi otak Tata laksana Umum
1. Stabilisasi }alan Napas dan Pernapasan
3. Ekokardiografi (transtorakal danjatau
a. Pemantauan status neurologis, adi,
transesofageal)
tekanan darah, suhu tubuh, dan satu-
4. Rontgen toraks rasi oksigen secara kontinu dalam 72
5. Saturasi oksigen, dan analisis gas darah jam pertama (ESO kelas IV, good clini-
6. Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perda- cal practicejGCP)
rahan subaraknoid namun pada CT scan b. Pemberian oksigen jika saturasi oksi-
tidak ditemukan gambaran perdarahan gen <95% (ESO kelas IV, GCP)
7. EKG halter, jika dicurigai terdapat AF
c. Perbaikan jalan nafas termasuk pe-
paroksismal
masangan pipa orofaring pada pasien
8. Elektroensefalografi (EEG) jika dicuri - yang tidak sadar; pemberian bantuan
gai adanya kejang ventilasi pad a pasien yang mengalami
9. Penapisan toksikologi (misalnya alko- penurunan kesadaran atau disfungsi
hol, kecanduan obat) bulbar dengan gangguan jalan napas
10. Pemeriksaan antikardiolipin dan anti- (AHA/ASA kelas I, level C).
bodi antinuklear (ANA) jika dicurigai d. Intubasi endotracheal tube (ETT) atau
adanyalupus laryngeal mask airway (LMA) diper-
11. Pemeriksaan neurobehaviour lukan pada pasien dengan hipoksia
(p02 <60mmHg atau pC02 >SOmmHg),
Pemeriksaan Evaluasi Komplikasi
syok, atau pada pasien yang berisiko
Komplikasi pada stroke akut dapat berupa
untuk mengalami aspirasi.
pneumonia, infeksi saluran kemih, trombosis
vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), e. Pipa endotrakeal diusahakan terpa-
dekubitus, spastisitas dan nyeri, depresi, sang tidak lebih darL2 minggu, kalau
gangguan fungsi kognitif, serta komplikasi lebih maka dianjurkan dilakukan tra-
metabolik lain seperti gangguan elektrolit. keostomi.
2. Stabilisasi Hemodinamik (Sirkulasi)
TATA LAKSANA
a. Pemberian cairan kristaloid atau koloid
Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik
intravena (IV), dan hindari pemberian
secara umum maupun khusus mengacu dari
cairan hipotonik seperti glukosa.
pedoman yang telah dibuat di berbagai ne-
gara, sebagian besar dari AHA/ ASA (Ameri- b. Dianjurkan pemasangan kateter vena
can Stroke Association) dan European Stroke sentral (central venous catheterjCVC),
460
461
462
463
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
dianjurkan adalab 0,6-0,9 mg/kgBB. Di itu terdapat faktor eksklusi yang meng-
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang me- balangi pasien untuk mendapatkan tera-
miliki Code Stroke sebagai acuan tatalak- pi definitif rTPA. Oleb karena itu dipikir-
sana trombolisis IV, menggunakan dosis kan tatalaksana yang dapat menjangkau
0,6 mg berdasarkan studi]apan Alteplase emboli a tau trombus tepat di arteri yang
Clinical Trial (JACT 2006). dioklusinya yang disebut sebagai tinda-
kan neurointervensifendovaskular.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular
Adalab terapi yang menggunakan ka- Sepanjang sejarab penelitian neurointer-
teterisasi untuk melenyapkan trombus vensi untuk membuang trombus pada
di pembulub darab dengan cara melisis- stroke iskemik akut, basilnya mengece-
kan trombus secara langsung (tromboli- wakan selama 20 tahun terakhir. Dimulai
sis intraarterial) atau dengan menarik dengan penelitian Proact II 1999 berupa
trombus yang menyumbat dengan alat pemberian Prourokinase langsung di lesi
khusus (trombektomi mekanik). oklusi arteri serebri media (middle ce-
rebral arteryfMCA) gagal mendapatkan
Hal ini bermula dari sejarab digunakan-
persetujuan FDA, bingga penelitian Merci
nya trombolisis untukmelisiskan trombus
(coil retriever) yang walaupun mendapat-
yang mengobstruksi arteri dalam upaya
kan persetujuan dari FDA, tetapi basilnya
mengembalikan tekanan perfusi. Pada
1995 Food Drug Administration (FDA) bel urn meyakinkan AHA/ASA untuk me-
masukkannya ke dalam guideline.
menyetujui recombinant tissue-type
plasminogen activator (r-tPA) intravena Akhirnya, pada Desember 2014 muncul
(IV) sebagai tatalaksana efektif untuk 4 penelitian RCT sekaligus dalam waktu
stroke akut berdasarkan basil penelitian berdekatan, babkan pada April 2015
randomized controlled trial (RCT) yang muncul basil penelitian RCT ke-5 yang
menunjukkan efektivitas rTPA ini. menjawab teka-teki yang membingung-
Sampai 2015, rTPA adalab satu-satunya kan dalam 20 tabun terakhir ini. Kelima
penelitian ini adalah Multicenter Ran-
tatalaksana definitif pada pasien stroke
dengan onset kurang dari 4,5 jam dan domized. Clinical Trial of Endovascular
Treatment for Acute Ischemic Stroke in
menjadi tatalaksana tunggal yang ter-
the Netherlands (MR CLEAN), Endovascu-
bukti efektif untuk stroke iskemik. Seta-
rna 22 tabun terakhir ini rTPA dilakukan lar Treatment for Small Core and Anterior
pada sekitar 13% pasien, dengan basil Circulation Proximal Occlusion with Em-
sebanyak 30% sembub tanpa sekuele phasis on Minimizing CT to Recanalization
Times (ESCAPE), Extending the Time for
ataupun sekuele ringan.
Thrombolysis in Emergency Neurological
Namun pada kasus oklusi proksimal dari De-ficits-Intra-Arterial (EXTEND lA),
arteri serebri, keluaran klinis kurang Solitaire with the Intention for Thrombec-
baik, karena angka rekanalisasi awal tomy as Primary Endovascular Treatment
pasca trombolisis IV yang rendab. Selain Trial (SWIFT PRIME), dan Randomized
464
Scanned for Pablo
Stroke lskemik
465
Gam bar 3. Pembagian Area MCA pada Skor Alberta Stroke Programme Early CT Score (ASPECTS)
C: nukleus kaudatus; L: nukleus lentiformis; 1: insular ribbon; IC: kapsula interna; Ml: korteks MCA anterior;
M2: korteks MCA lateral hingga insular ribbon; M3: korteks MCA posterior; M4: area MCA posterior, superior
dari Ml; MS: area MCA posterior, superior dari M2; M6: area MCA poste rim~ superior dari M3
c. Sejak 2015, AHA/ ASA membuat pe- d. Meskipun manfaatnya belum jelas,
doman baru mengenai tatalaksana pada kasus stroke yang disebabkan
trombektomi pada pasien stroke oklusi di arteri serebri media cabang
iskemik akut dengan onset dibawah M2 atau M3, arteri serebri anterior,
6 jam. Pada pasien yang terindikasi arteri vertebralis, arteri basilaris atau
trombektomi, penggunaan stent re- arteri serebri posterior, penggunaan
triever dapat dijadikan pilihan. terapi endovaskular dengan stent re-
466
467
468
Gly9-Pro10 ACTH (4-10), DLBS 1033, sif, yaitu dengan terapi anti trombotik
dan MLC 601 dapat dipertimbangkan. (terutama antikogulan), terapi simto-
e. Edema serebri adalah penyebab matik, dan terapi penyakit dasar.
utama dari kemunduran dini dan ke- j. Tidak ada data penelitian tentang
matian pada pasien dengan stroke lama pemberian antikoagulan un-
iskemik luas (teritorial). Edema ini tuk trombosis vena serebral. Be-
biasanya berkembang antara hari berapa studi merekomendasikan
ke-2 dan ke-5 dari awitan stroke, pemberian antikoagulan sekurang-
tetapi menjelang hari ke-3, pasien kurangnya 3 bulan, diikuti pemberi-
dapat mengalami kemunduran neu- an terapi antitrombosit (AHA/ASA:
rologi dalam 24 jam sesudah awitan kelas II A, level C).
keluhan. Direkomendasikan ·pasien
Neurorehabilitasi/Neurorestorasi Pas-
dengan stroke iskemik luasfterito-
castroke
rial untuk dirawat di ICU/HCU dalam
Tatalaksana neurorehabilitatif pascastroke
1 minggu pertama sejak onset stroke.
mengalami perubahan dalam 15 tahun tera-
f. Kraniektomi dekompresi direkomen- khir. Konsep masa kini untuk pemulihan de:
dasikan pada pasien stroke iskemik fisit neurologis pascastroke mencakup ranah
luas yang mengalami edema serebri yang lebih luas dan berkembang menjadi
(malignant brain infarction) untuk me- cabang ilmu neurologi yang dikenal sebagai
nyelamatkan jiwa namun dengan risiko neurorestoratologi. Hal ini mencakup neu-
gejala sisa gangguan neurologik yang rorestorasi struktural dan signaling neuron,
berat. Tindakan dilakukan dalam 48 dan neuromodulasi, selain tindakan neuro-
jam sesudah awitan keluhan dan di- restorasi rehabilitatif. Tindakan neurorestora-
rekomendasikan pada pasien yang si pascastroke diberikan mulai dari fase akut,
·berusia <60 tahun (AHA/ASA: kelas sub-akut, sampai dengan fase kronik. Untuk
I, level A). selengkapnya dapat dilihat pada bah Prinsip
g. Mild hypothermia (dengan targettem- Dasar Neurorestorasi Pascacedera Saraf.
peratur otak antara 33-35°C) mengu- Edukasi
rangi mortalitas pada pasien dengan Oleh karena stroke menyebabkan keadaan
infark arteri serebri media luas, na-
morbiditas yang tinggi, maka dibutuh-
mun dapat menyebabkan efek sam-
kan pemahaman dan kerja sama antara
ping yang berat meliputi krisis TIK pasien dan keluarga dengan klinisi, untuk
sepanjang pengembalian suhu tubuh. mendapatkan basil terapi yang maksimal,
h. Direkomendasikan tindakan pirau ven- antara lain dengan pemberian edukasi yang
trikel peritoneal (VP shunt) atau bedah informatif mengenai:
dekompresi untuk terapi infark serebe-
lum luas yang menekan batang otak. • Penjelasan sebelum masuk RS (rencana
rawat, biaya, pengobatan, prosedur, masa
i. Penatalaksanaan trombosis vena se- dan tindakan pemulihan dan latihan,
rebral dilakukan secara komprehen- manajemen nyeri, risiko dan komplikasi).
469
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
470
Scanned for Pablo
Stroke lskemik
Gambar 5. Hyperdense MCA Sign di Sisi Kiri (Kiri) dan Early Ischemic Changes di Sisi Kiri (Kanan)
(Dok: Pribadi)
471
Gam bar 6. Oklusi Arteri Serebral Media (MCA) Kiri di Ml (Kiri) dan Sesudah Rekanalisasi (Kanan)
(Dok: Pribadi)
Pasien dilakukan trombektomi menggu- bri media dan diletakkan selama 5 menit
nakan stent retriever sesuai dengan kriteria hingga mengembang sempurna (Gambar 7).
AHA/ ASA 2015, yaitu: Ketika stent ditarik, seluruh embolijtrombus
dapat ditarik sempurna tanpa meninggalkan
a. Skor mRS prestroke pasien ini = 0
sisa embolijtrombus yang baru ke arah dis-
b. Stroke iskemik akut yang telah tal. Setelah itu, stent ditarik dan dikeluarkan.
mendapatkan terapi trombolisis intra-
vena dalam waktu 4,5 jam setelah onset Pasien menjalani pemeriksaan angiografi
ulang dan didapatkan oklusi MCA kiri telah
c. Stroke akibat oklusi pada arteri serebri
terbuka. Pada pasien ini terjadi rekanalisasi
media cabang proksimal
dengan skala thrombolysis in cerebral infarc-
d. Usia ~18 tahun, yaitu 58 tahun tion (TIC!) perfusion scale 2bf3 (Gambar 6).
e. Skor NIHSS ~6, yaitu 15 Pada stent retriever yang telah ditarik, di-
f. Skor ASPECTS=10 dapatkan bekuan darah emboli yang sudah
g. Pasien dapat dilakukan tindakan pungsi dievakuasi (Gam bar 8).
arteri femoralis maksimal 6 jam setelah Pascatindakan, pasien dirawat di ruang rawat
onset stroke intensif. Pada hari kedua, terdapat perbaikan
Alat yang digunakan adalah Solitairetm, salah NIHSS menjadi 10. Pasien pulang setelah
satu pilihan stent retriever yang tersedia di hari perawatan ke-16 dengan NIHSS akhir 8
Indonesia dengan hasil penelitian yang baik. setelah perbaikan kondisi AFRR dan terapi
Stent dimasukkan, kemudian ujung stent di- warfarin sebagai prevensi stroke sekunder.
pasang pada M1-M2junction di arteri sere-
472
Gambar 7. Stent Retriever pada Ml-MZ ]unction di Arteri Serebri Media (Tanda Panah)
(Dok: Pribadi)
..
Gambar 8. Bekuan Darah (Emboli) yang Sudah Dievakuasi (Kiri) pada Stent Retriever (Kanan)
(Dok: Pribadi)
473
stroke. Stroke. 2013;44:870-947. 18. Lorenby RB. Handbook of pathophysiology. Edisi ke-
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 4. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2011.
Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan 19. Tamariz LJ, Young JH, Pankow JS, Yeh HC, Scmidt
dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Departemen Ml, Astor B, dkk. Blood viscosity and hematocrit
Kesehatan Rl; 2014. as risk factors for type 2 diabetes melitus. The
6. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)
Blaha MJ, Cushman M, dkk. Heart disease and Study. Am J Epidemio. 2008;168(10):1153-60.
stroke statistics-2016 update: a report from 20. Takagi M. Serum uric acid as a risk factor for
the American heart association. Circulation. stroke in a fishing village of rural southerm Ja-
2017;133(4):e38-360. pan. Japan Circul J. 1982;46(2):131-6.
7. Kurniawan M, Harris S, AI Rasyid, Mesiano T, 21. Golberg RJ. Lifestyle and biologic factor associ-
Hidayat R. Current status of stroke thromboly- ated with atherosclerosis disease in midle aged
sis in Indonesia. Dipresentasikan pada The 1st men 20 year finding from the Honolulu Heart
Annual International Conference and Exhibition Program. Arc Int. Med. 1995;155(7):686-94.
on Indonesian Medical Education and Research 22. Furie KL, Kelly JP. Hand book of stroke preven-
Institute (ICE on IMERI). 2016 November 14-16; tion in clinical practice. Totowa, New Jersey: Hu-
Jakarta, Indonesia: ICE on IMERI; 2016. mana Press Inc; 2004.
8. Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, Bravata ·OM, 23. Lubis I. Konsentrasi yang rendah dari high densi-
Chimowitz Ml, Ezekowitz MD, dkk. Guideline for the ty lipoprotein cholesterol (HOLe) sebagai faktor
prevention of stroke in patien with stroke or tran- risiko stroke infark [tesis]. Yogyakarta: Universi-
sient ischemic attack. Stroke. 2014;45:2160-236. tas Gajah Mada;1998.
9. Misbach J, Ali W. Stroke in Indonesia: a first 24. Gorelick PB. Epidemiology of transient ischemic
large prospective hospital based study of acute attack and ischemic stroke in patients with un-
stroke in 28 hospital in Indonesia. J Clin Neuro. derlying cardiovascular disease. Clin Cardiol.
2000;8(3):245-9. 2004;27(5 Suppl2):114-11.
10. Wijaya D. Hipertensi pada stroke [tesis]. Sura- 25. Murphy SJ, McCullough LD, Smith JM. Stroke in
baya: Universitas Airlangga;1996. the female: role of biological sex and estrogen.
11. Brott T, Thalinger K, Hertzberg V. Hypertension ILARJour.2004;45(2):147-59.
as a risk factor for spontaneous intracerebral 26. Truelsen T, Bonita R. Advances in ischemic
hemorrhage. Stroke.1998;17(6):1078-83., stroke epidemiology. Dalam: Barnett HJM, Bo-
12. Toole JF. Cerebrovascular disorder. Edisi ke-4. gousslavsky, Meldrum H, editor. Ischemic stroke
New York: Raven Press; 1990. (advances in neurology). Philadelphia: Lipping-
13. Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and the cottWilliams&Wilkins; 2003. h.l-20.
brain. Arch Intern Med.1992;152(5):938-45. 27. Sharp FR, Lu A, TangY, Millhorn DE. Multiple mo-
14. Wolf PA, D Agostino RB, Belanger AJ. Probability lecular penumbras after focal cerebral ischemia.
of stroke: a risk profil from the Framingham J Cereb Blood Flow Metab. 2000;20(7):1011-32.
study. Stroke. 1991;22(3):312-18. 28. Caplan LR. Stroke: a clinical approach. Edisi ke-4.
15. Bierman EL. Atherosclerosis and other form of Philadelphia: Saunders Elsevier Inc; 2009.
atherosclerosis. Dalam: Braunwald E, lsselbac- 29. Cohen SN. Management of ischemic stroke. New
cher KJ, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper AS, York: McGraw-Hill Companies; 2000.
editor. Harrison principles of internal medicine. 30. Warlow CP, Van-Gijn J, Hankey GJ, Sandercock,
Edisi ke-13. New York: McGraw-Hill Book Com- Banford JM, Warlaw J. Stroke a practical guide to
pany; 1994. h.1106-16. management London: Blackwell Science Ltd; 2007.
16. Slyper AH. Low density lipoprotein and athero- 31. Donnan AC, Baron JC, Davis SM, Sharp FR. The isch-
sclerosis. JAMA. 1994;272(4):305-8. emic penumbra: overview, definition, and criteria.
17. Jalaluddin, Monda! B, Ahmed S. Smoking and New York: Informa Healthcare; 2007.
Ischemic stroke. Bangladesh J of Neurosci. 32. Shenhar-Tsarfaty S, Assayag EB, Bova I, Shapin
2008;24:50-4. L, Fried M, Berliner S, dkk. Interleukin-6 as an
474
early predictor for one-year survival following 36. Frizzell JP. Acute stroke: pathophysiology, diag-
an ischemic stroke/transient ischemic attack. Int nosis, and treatment. AACN Advanced Critical
J Stroke. 2010;5(1):16-20. Care, 2005;16(4):421-40.
33. Nancy K, Glober, Karl A, Sporer, Kama Z, Gulu- 37. Rohde S, Haehnel S, Herweh C, Pham M,
ma, dkk. Acute stroke: current evidence-based Stampfl S, Ringleb PA, Bendszus M. Me-
recommendations for prehospital care. West J chanical thrombectomy in acute embolic
Emerg Med. 2016;17(2):104-28. stroke. Stroke. 2011;42(10):2954-6.
34. Kurniawan M. Zairinal RA, Mesiano T, Hidayat R, 38. Pexmen W dkk. Use of the Alberta Stroke Pro-
Harris S, Ranakusuma TAS. Terapi trombolisis in- gram Early CT score (ASPECTS) for assessing CT
travena pada pasien stroke iskemik dengan awitan scans in patients with acute strokes. AJNR AM J
kurang dari 6 jam. Neurona 2014;32 (1 ):53-59. Neuroradiol2001;22:1534-42.
35. Powers WJ, Derdeyn CP, Biller J, Coffey CS, Hoh BL, 39. Azad TO, Veeravagu A, Steinberg GK. Neuro-
Jauch EC, dkk. AHA/ASA Focused update of the restoration after stroke. Neurosurg Focus,
2013 guidelines for the early management of pa- 2016;40(5);E2.
tients with acute ischemic stroke regarding endo- 40. Chen L, Huang H. Neurorestoratology: new concept
vascular treatment. Stroke. 2015;46(10):3020-35. and bridge from bench to bedside. Zhongguo Xiu Fu
Chong Jian Wi Ke za Zhi. 2009;23(3):366-70.
475
Scanned for Pablo
CEREBRAL SMALL VESSEL DISEASE
Penetrating artefy
476
Distribusi kebutuhan energi dalam sistem umumnya manifestasi ini berupa gangguan
sirkulasi otak disuplai melalui 3 pembuluh pada sel, serabut saraf, maupun pembuluh
darah utama yaitu pembuluh darah parent darah halus. Gambaran dari small vessel
artery dilanjutkan cortical branch artery dan disease dapat berupa infark lakunar, white
diakhiri dengan penetrating artery (Gambar matter lesion atau leukoaraiosis maupun
1). Yang termasuk pembuluh darah parent perdarahan mikro. Penyebab kelainannya
artery adalah a. serebri media, a. serebri an- juga sangat beragam mulai dari kelainan
terior, a. serebri posterior, a. vertebralis, dan a. vaskular berupa arteriosklerosis, infeksi,
basilaris. Pengembalian aliran darah menuju inflamasi dan autoimun, angiopati genetik
pusat akan melalui pembuluh darah vena, yai- seperti cerebral amyloid angiopathy dan
tu melalui vena kapiler, dilanjutkan ke venula venous collagenosis, serta penyakit-penyakit
dan selanjutnya ke vena. Penetrating artery pembuluh darah kecillainnya.
merupakan pembuluh darah kecil yang meru-
pakan bagian terakhir dari sistem arteri yang DEFINISI
akan berhubungan dengan vena-vena kapiler. Cerebral small vessel disease (CSVD) meru-
pakan kondisi klinikopatologis yang sangat
Gangguan pembuluh darah kecil (small vessel
penting karena merupakan 20% dari penye-
disease) meliputi gangguan yang terjadi pad a
bab stroke di seluruh dunia, dan merupakan
penetrating vessels dan vena kapiler yang
penyebab tersering demensia vaskular mau-
dapat menghambat pengembalian sirkulasi
pun demensia campuran (demensia vasku-
darah kotortersebut (Gambar 2). Manifestasi
lar dan penyakit Alzheimer). lstilah CSVD
klinis gangguan tersebut berimbang dengan
digunakan dalam berbagai aspek termasuk
lesi yang ditimbulkannya di otak. Pada
aspek klinis, patologis, dan pencitraan.
Pembuluh kapiler
Arteri Vena
Gam bar 2. Pembuluh Darah Kecil (Small Vessel Disease) Meliputi Arteriol, Kapiler, dan Venula
477
Dalam aspek klinis, pengertian CSVD memi- Cerebral arterial small vessels berasal dari 2
liki spektrum yang sangat luas yang dapat cabang, yaitu cabang superfisial dan cabang
memberikan manifestasi klinis maupun ti- profunda. Cabang superfisial adalah cabang
dak. Manifestasi klinis dapat bervariasi se- sirkulasi subaraknoid yang merupakan
perti sakit kepala, gangguan fungsi kognitif, pembuluh darah terminal dari pembuluh
gangguan gait, hingga kelumpuhan. Oleh darah berukuran sedang. Cabang profunda
karena itu, pengertian CSVD lebih mengacu berasal dari bagian basal, yang merupakan
pada gambaran patologis pembuluh darah cabang langsung dari pembuluh darah be-
kecil di otak. termasuk arteri kecil, arteriol, sar yang selanjutnya masuk ke dalam paren-
kapiler, vena kapiler, venula, dan vena. Na- kim menjadi arteri perforator. Kedua sistem
mun, seringkali istilah ini hanya ditujukan pembuluh darah tersebut berjalan menuju
kepada pembuluh darah arterial, sedangkan bagian dalam dari parenkim. Setelah mele-
kompartemen vena kurang mendapat per- wati lapisan kortikal serta deep gray struc-
hatian, sehingga CSVD disebut juga sebagai tures, kedua sistem pembuluh darah terse-
arterial small vessel disease. but akan bersatu di watershed area, suatu
Pembuluh darah otak yang terlibat dalam area terdalam dari subcortical white matter.
CSVD adalah pembuluh darah kecil di lep- Hal yang penting diperhatikan yakni pem-
tomeningeal dan intraparenkimal, seperti buluh darah kecil tidak dapat divisualisasi-
pembuluh darah ganglia basal, bagian peri- kan, berbeda dengan pembuluh darah besar.
fer substansia alba (white matter), arteri Oleh karena itu, lesi parenkim otak sebagai
leptomeningeal, pembuluh darah pada sub- akibat perubahan pembuluh darah kecil di-
stansia alba serebelum dan talamus, dan gunakan sebagai penanda CSVD. Selain itu,
pembuluh darah batang otak. Meskipun istilah CSVD seringkali digunakan untuk
umumnya pembuluh darah kortikal tidak menggambarkan komponen iskemik dari
terlibat dalam CSVD, namun CSVD dapat proses patologis pembuluh darah kecil, me-
ditemukan pada korteks bagian dalam (deep liputi infark lakunar dan white matter lesion.
gray matter). Namun yang ada yang perlu diperhatikan
Pembuluh darah kecil sendiri diartikan se- adalah pasien dengan small vessel disease
bagai pembuluh darah yang berdiameter juga sangat berisiko untuk terjadi perdara-
<SOOf.Lm yang berlokasi di subkortikal (dan han. Jenis patologis yang terjadi juga dipe-
merupakan end arteries) atau pembuluh da- ngaruhi oleh lokasi pembuluh darah yang
rah berdiameter <SOf.Lm yang berasal dari terkena. Kelainan pada pembuluh darah ke-
basal (yang disebut sebagai small perfora- cil cabang superfisial dapat menyebabkan
ting arteries). Pembuluh darah kecil seperti
angiopati amiloid serebral (cerebral amyloid
angiopathyjCAA) dan lobar microbleeds. Se-
arteri kecil, arteriol, dan kapiler memiliki
perbedaan struktur histologis. Arteriol dan mentara itu, kelainan pada pembuluh darah
arteri kecil sama-sama mempuny;:~i tunika profunda dikaitkan dengan kelainan berupa
muskularis tetapi arteriol tidak mempunyai arteriosklerosis, deep microbleeds, peruba-
lamina elastika. han white matter, dan infark lakunar (Gam-
bar 3).
478
Scanned for Pablo
Cerebral Small Vessel Disease
Angiopati amiloid
sere bra!
479
Kesepakatan standar pelaporan ilmiah ter- CSVD tipe 1 (arteriosklerosis) dan tipe 2
hadap perubahan parenkim otak terkait (Cerebral amyloid angiopathy (CAA) spo-
CSVD pada pencitraan. Selain itu dilakukan radik dan herediterJ adalah yang paling
review teknik pencitraan terbaru untuk sering ditemukan, sementara CSVD tipe 3
mendeteksi dan mengkuantifikasi mani- termasuk jarang. Di antara penyakit yang
festasi preklinik CSVD. tergolong dalam tipe ini, cerebral autosomal
480
dominant arteriopathy with subcortical isch- SIL dan white matter lesion termasuk penya-
emic strokes and leukoencephalopathy (CA- kit Binswanger.
DASIL) dan penyakit Fabry (Fabry's disease)
Arteriosklerosis
adalah yang paling banyak ditemukan dan
Arteriosklerosis merupakan gangguan pem-
penting sebagai dasar pemahaman patoge-
buluh darah yang didasari kelainan pada
nesis CSVD sporadik.
dinding pembuluh darah dan berlanjut de-
CSVD dapat dimediasi oleh proses inflamasi ngan komplikasinya pada pembuluh darah.
dan imunologi yang didapat (bukan heredi- Arteriosklerosis bersifat difus, tidak hanya
ter). Kelainan ini dimasukkan dalam CSVD mengenai pembuluh darah otak, tetapi
tipe 4. CSVD tipe 5 berupa venous collage- dapat juga menimbulkan kerusakan multi
nosis, yang merupakan gambaran patologis organ, seperti pembuluh darah jantung, re-
dari vena dan venula yang berlokasi dekat tina, maupun ginjal.
dengan ventrikellateral. Abnormalitas kom-
Manifestasi arteriosklerosis yang khas
ponen kolagen menyebabkan penebalan
adalah mikroaneurisma dan lipohialinosis.
dinding vena, sehingga menimbulkan pe-
Mikroaneurisma terjadi akibat penipisan
nyempitan lumen dan terjadi oklusi.
otot polos pada tunika media pembuluh
CSVD tipe 6 (small vessel disease lainnya) darah yang dapat mengakibatkan micro-
mencakup angiopati pasca radiasi dan CSVD bleeding. Lipohialinosis didasarkan adanya
non-amyloid pada kapiler dan membran ba- deposit material, seperti fibrohialin, yang
sal pasien Alzheimer. Angiopati pascaradia- dapat menyempitkan lumen pembuluh da-
si merupakan efek samping yang tertunda rah, sehingga dapat mengakibatkan infark
dari cerebral irradiation therapy (setelah lacunar. Timbulnya mikroaneurisma dan
bebe-rapa bulan atau tahun). CSVD pas- lipohialinosis ini disebabkan oleh tekanan
caradiasi tersebut paling sering mengenai darah yang tidak terkontrol dan diakse-
pembuluh darah kecil di white matter yang lerasi oleh adanya penyakit metabolik, seperti
menunjukkan adanya nekrosis fibrinoid, hiperhomosisteinemia, diabetes melitus, dan
penebalan dinding pembuluh darah karena dislipidemia, serta faktor risiko lain seperti
penumpukan hialin, penyempitan lumen, merokok dan imobilisasi. Faktor usia juga
dan sumbatan trombotik sehingga menye- dipikirkan berperan pada proses terjadinya
babkan diffuse leucoencephalopathy de- arteriosklerosis ini.
ngan degenerasi serabut hialin yang sangat
Usia yang berkontribusi terhadap munculnya
berat. Pada beberapa kasus terjadi kondisi
arteriosklerosis ini, telah bergeser ke arah
nekrosis koagulatif. Keseluruhan perubah-
yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena
an parenkim ini disebabkan proses iskemik,
peranan faktor risiko penyakit metabolik
Pembahasan mengenai CSVD akan dibatasi telah diakselerasi oleh perubahan perilaku,
pada beberapa CSVD yang sering ditemukan yakni kebiasaan merokok Penyandang hiper-
saja, diantaranya adalah arteriosklerosis, tensi dan penyakit metabolik akan mengalami
cerebral amyloid angiopathy (CAA), CADA- CSVD pada usia yang lebih muda, jika disertai
faktor risiko tambahan, yakni merokok
481
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Merokok tidak saja berpengaruh pada elas- vena. Dengan demikian, CAA merupakan
tisitas dinding pembuluh darah, tetapi juga salah satu CSVD yang dapat bermanifestasi
pada viskositas darah dan deformabilitas dalam bentuk lesi perdarahan (microbleed
sel darah merah (eritrosit). Berdasarkan dan perdarahan intraserebral (PIS) lobar)
sejumlah penelitian, terjadi peningkatan maupun iskemik (infark lakunar, white mat-
fibrinogen pada perokok. Peningkatan fi- ter lesion).
brinogen akan memicu sistem prokoagulasi,
Adanya deposit sera but amiloid (amyloid fi-
sehingga terjadi kondisi hiperkoagulasi.
brils) pada pembuluh darah serebral dapat
Tingginya kadar fibrinogen dalam darah
melemahkan dinding pembuluh darah dan
juga akan meningkatkan viskositas darah.
menyebabkan ruptur, sehingga menimbul-
Efek lain peningkatan fibrinogen ini terkait
kan microbleeds asimtomatis dan perdarah-
dengan deformabilitas eritrosit. Muatan
an intraserebral lobar. Selain itu, deposit
negatif pada dinding eritrosit yang disebut
tersebut juga dapat merusak lumen pem-
zeta potensial akan berkurang akibat beri-
buluh darah yang menimbulkan iskemia
katan dengan fibrinogen yang bermuatan
(infark serebral, 'incomplete infarction':
positif. Hal ini menyebabkan berkurangnya
leukoaraiosis), Von sattel dkk menggolong-
kemampuan eritrosit untuk berubah bentuk
kan CAA berdasarkan tingkat keparahan
atau disebut juga deformabilitas eritrosit.
perubahan patologis pembuluh darah yaitu:
Selain itu, kandungan karbon monoksida
(1) ringan, jika amiloid terbatas pada tunika
memicu peningkatan produksi eritrosit, se-
media, tanpa kerusakan signifikan sel otot
hingga juga akan meningkatkan viskositas
polos; (2) sedang, jika tunika media di-
darah. Keberadaan arteriosklerosis dan fak-
gantikan oleh amiloid sehingga lebih tebal
tor risiko yang telah disebutkan sebelumnya
dibandingkan kondisi normal; dan (3) be-
akan mempercepat timbulnya CSVD, berupa
rat, apabila terdapat disposisi amiloid yang
infark lakunar dan cerebral demyelinisation,
luas, fragmentasi dinding fokal atau double
dengan segala manifestasi klinisnya
barreling dinding pembuluh darah, pem-
Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA) bentukan mikroaneurisma, nekrosis fibri-
CAA menggambarkan sekelompok gang- noid, dan kebocoran plasma melalui dinding
guan susunan saraf pusat (SSP) dengan ber- pembuluh darah.
bagai manifestasi klinis yang didasari ke-
Terdapat lebih dari 25 protein man usia yang
lainan pembuluh darah (angiopati) akibat
ditemukan terlibat dalam benang-benang
deposit amyloid fibrils pada dinding pem-
amiloid (amyloid fibrils) secara in vivo, na-
buluh darah. Deposit tersebut terdistribusi
mun hanya 7 protein yang bermanifestasi
pada dinding pembuluh darah berukuran
sebagai gangguan SSP, diantaranya adalah
kecil hingga sedang, yakni arteri dan arte-
protein amiloid tipe ~ (A~). Deposit A~ ini-
riol terutama di ruang leptomeningeal dan
lah pada dinding pembuluh darah inilah
korteks, dan jarang pada kapiler maupun
yang mendasari CAA (Tabel2).
482
483
484
Scanned for Pablo
Cerebral Small Vessel Disease
Terjadinya deposit A~ dipikirkan oleh kare- peptidase; (2) degradasi oleh astrosit dan
na terjadi gangguan produksi dan eliminasi mikroglia; (3) transportasi aktif melalui
peptida A~. Peptida A~ berasal dari sistem sa war darah otak (transendotelial); dan (4)
neuronal, diproduksi oleh protein prekur- drainase perivaskular (Gambar 4). Seiring
sor yakni amyloid precursor protein (APP) pertambahan usia, akan terjadi penurunan
dan disekresi oleh b- and g-secretase. Pep- fungsi eliminasi ini dan peningkatan depo-
tida ini mengalami eliminasi melalui empat sisi A~ pada pembuluh darah.
jalur: (1) degradasi proteolitik oleh endo-
Ruano. porlvatkular
(Ruang vlrohow·robln)
Gam bar 4. Produksi, Eliminasi, dan Deposisi Amiloid-13 (AIJ) pada CAA
Protein prekursor APP di sistem neuronal akan memproduksi peptida A~ yang akan mengalami eliminasi me lalui
4 jalur: (a) degradasi proteolitik oleh endopeptidase (contoh: Neprilysin, IDE); (b) degradasi oleh astrosit dan
mikroglia melalui mekanisme receptor mediated clearance pada reseptor LRPl/LDLR di permukaan membran
sel; {c) transportasi aktifmelalui sawar darah otak (transendotelial); dan (d) drainase melalui ruang perivaskular
setelah proses ambilan (uptake) oleh astrosit. Keempat proses ini akan memecah peptida A~ menjadi oligomer
A~. yang dapat berkumpul membentuk plak amiloid. (APP: amyloid precursor protein, IDE: insulin degrading
enzyme, LDLR: /ow density lipoprotein receptor; LRPl: LDLR related protein)
485
Secara umum CAA terbagi menjadi dua bentuk, tan (nontraumatik) pada usia lanjut. Smith
yakni CAA herediter dan CAA sporadik. CAA dkk menunjukkan PIS terkait CAA dan PIS
herediter berkaitan dengan mutasi gen yang terkait hipertensi dapat ditemukan ber-
mengkode protein amiloid termasuk prekur- samaan (25%). PIS terkait CAA seringkali
sornya. Bentuk ini umumnya ditemukan pada berlokasi di lobar, karena keterlibatan pem-
usia muda. CAA sporadik biasanya dikaitkan buluh darah kortikal dan leptomeningeal
dengan polymorphisms of disease-susceptible superfisial. Sebaliknya PIS terkait hipertensi
genes dan biasanya ditemukan pada usia Ian- jarang ditemukan di lobar. PIS terkait CAA
jut Polimorfisme gen yang berkontribusi pada ini seringkali multipel dan berulang. Selain
pathogenesis penyakit Alzheimer dan diduga tiga hal tersebut, tidak ada ciri khas yang
berkaitan dengan CAA sporadik, yakni apoli- patognomonik U:ntuk perdarahan ini. Gejala
poprotein E (APO-E), presenilin 1 (PS1), a1- seperti nyeri kepala, defisit neurologis fokal,
antichymotrypsin (ACT), dan neprilsin (NEP). kejang dan penurunan kesadaran sama seperti
yang ditemukan pada PIS dengan kausa lain-
Diantara polimorfisme gen tersebut, yang pa-
nya. Namun, hal yang perlu ditekankan, bahwa
ling banyak diteliti adalah ApoE yang diang-
perdarahan intraserebral terkait CAA dapat
gap berkontribusi terhadap patogenesis CAA.
asimtomatis, yakni pada microbleeds.
Selain itu, polimorfisme APO-E juga berkon-
tribusi pada patogenesis penyakit Alzheimer. PIS terkait CAA penting untuk diperhatikan,
Beberapa studi menganalisis hubungan antara karena sering dihubungkan dengan risiko
APO-E, penyakitAlzheimer, dan CAA.AlelApoE perdarahan terkait trombolisis. Keduanya
memiliki efek yang berbeda terhadap proses memiliki manifestasi serupa, berupa pre-
produksi, eliminasi dan deposisi A~. Aiel APO- disposisi daerah lobar dan superfisial otak,
E £4 dikaitkan dengan amiloidogenesis, depo- multipel, peningkatan frekuensi dengan ber-
sisi A~, dan neurotoksisitas. Aiel ApoE £4 juga tambahnya usia, dan berhubungan dengan
di-laporkan berkaitan dengan deposisi A~ demensia. Penelitian in vitro menunjukkan
kapiler yang menyertai neuritis degenera- deposit A~ menyebabkan degenerasi sel
tif positif tau (perivascular plaquesjdrusige pada dinding pembuluh darah, memengaruhi
Entartungjdysphoric angiopathy), yang ber- vasoaktivitas, dan meningkatkan mekanisme
manifestasi demensia dan sering disebut se- proteolitik, seperti fibrinolisis, antikoagulasi
bagai variasi vaskular dari penyakit Alzheimer. dan degradasi matriks ekstraselular.
Sebaliknya, aiel APO-E £2 merupakan proteksi
PIS terkait CAA juga dikaitkan dengan stroke
penyakit Alzheimer, namun dikaitkan dengan
hemoragik akibat warfarin dan microbleeds
peningkatan risiko perdarahan pada CAA. Hal
dihubungkan dengan risiko rebleeding oleh
ini akibat kontribusi aiel APO-E £2 terhadap
karena terapi antiplatelet. Hal ini dibuk-
terjadinya nekrosis fibrinoid, yang merupa-
tikan oleh Biffi dkk (2010), namun belum
kan dasar neuropatologis perrdarahan intra-
ada modalitas yang dapat digunakan untuk
serebral terkait CAA (Gambar 5).
memprediksi risiko perdarahan terkait te-
PIS terkait CAA berkontribusi sebesar rapi pada kasus tersebut.
5-20% dari perdarahan intraserebral spon-
486
J, Af:l chaperone
J, Receptor-mediated
Af:l clearance
J, Af:l-degradation
endopeptidases
expression
I :
J. Orainase
,.
Amyloidogenic perivaskular
II processing
t AJW() ; Af:J42
Gam bar 5. Peran Aiel ApoE pada Berbagai Jalur di Otak yang dapat Berkontribusi dalam Patogenesis CAA
Peningkatan rasio aie l ApoE E4 > e3 disebabkan oleh gangguan eliminasi A~ melalui 4 mekanisme: penurunan A~
chaperone, penurunan bersihan Ap yang dimediasi reseptor, penurunan degradasi A~ oleh enzim endopeptidase,
dan penurunan drainase perivaskular. Peningkatan rasio ale! ApoE E4 > E3 terse but berkontribusi terhadap
amiloidogenesis, peningkatan rasio A~ 40 : A~ 42, dan neurotoksisitas. Ale! ApoE E2 berkontribusi da lam
perubahan vaskulopatik, yakn i berupa double barreling dan nekrosis fibinoid.
Diagnosis definitif CAA adalah berdasarkan let dengan pewarnaan thioflavin S. Tanda
histologi jaringan otak berupa gambaran khas lainnya adalah gambaran "double bar-
green birefringent di bawah cahaya terpo- rel" yang disebabkan pemisahan lamina
larisasi dengan pewarnaan Congo red dan elastika interna akibat pengendapan materi
gambaran floresen di bawah sinar ultravio- hialin pada dinding pembuluh darah. Oleh
487
karena memerlukan histologi jaringan un- apa kriteria tambahan yang sedang diajukan,
tuk diagnosis definitif, maka seringkali di- berupa ditemukannya siderosis superfisial
agnosis CAA didapatkan pada postmortem. pada penanda pencitraan CAA. Modalitas
diagnostik non-invasif lain adalah peme-
Saat ini telah dideklarasikan kriteria Kriteria
riksaan positron emission tomography (PET)
Boston, yang meliputi gejala klinis dan pen-
scan dengan beta-amyloid-binding compound
citraan, selain komponen histologi yang di-
Pittsburgh Compound B yang dapat memvisu-
peroleh secara invasif. Berdasarkan kriteria
alisasi ~-amiloid fibriler pada otak, yang di-
ini, diagnosis CAA dibedakan menjadi 4, yak-
laporkan berkaitan dengan risiko perdarah-
ni definite CAA, probable CAA dengan gamba-
an intraparenkim akibat recombinant tissue
ran patologi atau MRI/CT scan mendukung,
plasminogen activator (r-TPA).
dan possible CAA (Tabel 3). Terdapat heber-
488
Tata laksana CAA atau PIS terkait CAA, cortical U-fibres, microhemorrhages terutama
baik pencegahan maupun terapi secara pada gray matter, dan laminar cortical neuro-
evidence based belum ada. Kortikosteroid nal apoptosis. Hal itu berdasarkan perubahan
dalam beberapa laporan kasus menunjuk- morfologis dan fungsional pembuluh darah
kan perbaikan gejala yang berkaitan dengan otak yang juga terlihat pada pembuluh da-
CAA-related inflammation. Hal ini dipikir- rah sistemik.
kan dengan mengurangi edema vasogenik.
Karakteristik histopatologis pada CADASIL
Terapi imunosupresan lain juga dilaporkan
adalah vaskulopati, yang terutama melibat-
memengaruhi proses inflamasi CAA, namun
kan pembuluh darah pial dan arteri per-
masih terdapat sedikit bukti. Laporan dari
forator yang berdiameter kecil (<SOOJ.I.m)
studi perindopril protection against recur-
serta arteriol, dan tidak disebabkan oleh
rent stroke study (PROGRESS) menunjukkan
hipertensi, aterosklerosis, atau degenerasi
bahwa pengendalian tekanan darah (TD)
amiloid. Gambaran patognomonik CADA-
dapat menurunkan risiko PIS terkait CAA.
SIL berupa akumulasi granular osmiophillic
Cerebra! 4utosomal Dominant Arterlopa- material (GOM) di tunika media tepat di
thy with Subcortical Infarcts and Leuko- permukaan membran sel otot polos, diikuti
encephalopathy (CADASIL) degenerasi dan berkurangnya sel otot po-
CADASIL merupakan penyebab penting dari los, fibrosis adventisia dan penebalan mural
stroke dan demensia vaskular usia muda. pembuluh darah, serta pelebaran rongga
Lebih dari 10% pasien berusia kurang dari perivaskular (rongga Virchow-Robin). Pro-
50 tahun dengan stroke dan penyakit white ses patologi tersebut mengakibatkan ste-
matter ditemukan mutasi CADASIL. Mutasi nosis luminal long penetrating arteries yang
ini diturunkan secara monogenik mengi- memperdarahi white matter subkortikal.
kuti hukum Mendell pada gen NOTCH3. Gen
Semua kelainan tersebut menimbulkan pe-
terse but diekspresikan secara eksklusif oleh
rubahan fisiologis, yaitu penurunan (cere-
sel otot polos pembuluh darah, terutama ar-
bral blood flow fCBF) dalam kondisi basal
teri berkaliber kecil serta sel perisit. Pada
atau istirahat, penurunan volume dan dila-
pasien CADASIL terdapat akumulasi ranah
tory reserve, serta peningkatan oxygen ex-
ekstraselular NOTCH3 pada membran sito-
traction fraction yang berkaitan dengan
plasma otot polos pembuluh darah.
usia. Terdapat pula hipoperfusi terbatas
CADASIL dapat bermanifestasi klinis mau- pada regio white matter, yang memberikan
pun tidak. Manifestasi klinisnya sangat gambaran leukoaraiosis serupa denganleu-
bervariasi, seperti migren, stroke lakunar, koaraiosis dengan kausa lain.
stroke lakunar berulang, leukoaraiosis, gang-
White Matter Lesion (WML)
guan mood, apatis, dan demensia yang tidak
Prevalensi WML pada populasi kulit putih
harus ditemukan secara bersamaan. Gamba-
sekitar 80% pada <!:60 tahun dan lebih ba-
ran otak pasien dapat berupa infark lakunar,
nyak pada perempuan. WML dihubungkan
demielinisasi white matter yang difus dan
dengan faktor genetik dan terdapat hubung-
hilangnya akson yang tidak melibatkan sub-
an yang kuat dengan usia dan tekanan da-
489
rah. WML dapat memberikan manifestasi yang berhubungan dengan sifat-sifat multi-
klinis yang bervariasi ataupun hanya dite- faktoral kompleks seperti WML, yaitu 6 novel
mukan pada pencitraan tanpa gejala klinis. single nucleotide polymorphisme (SNP) pada
Sebelum adanya MRI, white matter lesion satu lokus kromosom 17q25.
(WML) terlihat sebagai suatu x-ray attenu-
WML berkaitan dengan beberapa penyakit,
ation di area white matter pada gambaran diantaranya penyakit Binswanger. Penya-
CT scan. Hachinski dkk menyatakan lesi itu
kit ini secara patologis tampak sebagai area
disebut sebagai leukoaraiosis. Pada peme-
konfluens atau pengelompokan jaringan
riksaan MRI, WML berupa gambaran hiper-
halus yang berkerut dan berglanulasi pada
intens didaerah white matter pada sekuens
white matter di otak, meliputi lobus oksipi-
T2 weighted dan FLAIR di periventrikel dan
tal, periventrikel terutama bagian anterior,
daerah immediate subcortical white matter.
dan serebelum. Volume white matter men-
Fazekas memberikan gambaran histopa- jadi berkurang dan dapat disertai pembe-
tologis yang sering ditemukan pada WML saran ventrikel serta mengecilnya korpus
adalah perubahan perivaskular ringan kalosum. Selain lesi white matter, dapat pula
hingga melibatkan area yang luas dengan ditemukan lacunae, kavitas berbentuk bulat
kehilangan jumlah serat yang bervariasi, .atau lonjong berisi cairan pada daerah sub-
kavitas kecil multipel, serta arteriosklero- kortikal, berdiameter 3-20mm, yang dite-
sis nyata. Hal ini berkaitan dengan berbagai mukan pada CT atau MRI. Terkadang pasien
proses patologis, bergantung pada keru- dengan perubahan white matter Binswanger
sakan jaringan iskemik dapat berupa myelin juga mengalami amyloid angiopthy dan CA-
pallor, gliosis, kehilangan akson, destruksi DASIL, yaitu arteri yang berada di subkorti-
serat saraf komplet, hingga pada kasus be- kal dan leptomeningen mengalami peneba-
rat dapat menimbulkan gangguan sawar lan dan mengandung substansi congophilic
darah otak dan endotel. Selain itu terdapat yang mewarnai amiloid.
patologis lain terjadi juga venous collage-
Studi mikroskopik menunjukan adanya
nosis, yaitu penumpukan kolagen pada din- myelin pallor, suatu area dengan penurunan
ding venula di pembuluh darah vena kecil
mielinisasi yang dikelilingi oleh jaringan
periventrikular. Namun proses ini kurang
normal. Pada abnormalitas white matter
mendapatkan perhatian jika dibandingkan
yang berat dapat ditemukan nekrosis dan
dengan kaitan arteriosklerosis terhadap
terbentuk kavitas. Selain itu dapat terjadi
small vessel disease. gliosis, terutama di area yang mengalami
Proses pembentukan WML serta kompleksi- myelin pallor. Dinding dari penetrating ar-
tas fenotipnya dipikirkan terdapat kontribusi teries menebal dan mengalami hialinisasi,
faktor genetik, antara lain perubahan trans- namun oklusi dari arteri kecil sangat jarang
krip RNA pada berbagai gen yang melibatkan ditemukan.
siklus sel, proteolisis, dan apoptosis pada
Gambaran klinik penyakit Binswanger sa-
WML. Hasil studi Genome Wide Association
ngat bervariasi, umumnya berupa gangguan
Study (GWAS) telah diidentifikasi adanya gen
kognitif berupa perlambatan psikomotor,
490
gangguan memori, bahasa, dan visuospa- lakunar. Kerusakan white matter dipikir-
sial, serta abulia. Selain itu dapat ditemukan kan merupakan bentuk infark yang tidak
gejala pseudobulbar, gangguan piramidal, lengkap atau nekrosis yang selektif. Me-
dan gait. Manifestasi ini umumnya bertahap kanisme yang mendasarinya dipikirkan
dan memburuk dalam periode hari hingga akibat restriksi lumen yang menyebabkan
minggu, kemudian menetap. Adapula yang hipoperfusi kronik white matter, sehingga
bermanifestasi sebagai stroke lakunar akut. menyebabkan degenerasi serabut mielin
akibat kematian oligodendrosit selektif dan
PATOGENESIS KERUSAKAN SEREBRAL berulang. Bentuk iskemik lain adalah infark
Mekanisme CSVD menyebabkan kerusakan lakunar akibat penyumbatan dan oklusi
parenkim otak bermacam-macam dan belum pembuluh darah kecil yang bersifat akut.
sepenuhnya diketahui, namun pada prin- Hal ini menyebabkan iskemik yang bersifat
sipnya CSVD menyebabkan perubahan patolo- fokal dan akut serta nekrosis jaringan kom-
gis pada pembuluh darah otak. Pada arterial, plet (pannecrosis). Dapat terlibat juga me-
perubahan meliputi disfungsi otot pembuluh kanisme lain seperti kerusakan sawar darah
darah, lipohialinosis, vascular remodelling, otak, inflamasi subklinik lokal dan apoptosis
dan penumpukan materi fibrotik Terjadi juga oligodendrosit yang berkontribusi terhadap
penebalan membran basal, pelebaran ruang gambaran patologis akhir dari penyakit ini.
perivaskular (rongga Virchow-Robin), serta
Selain lesi iskemik, CSVD juga dapat me-
gangguan sistem sawar darah otak (SDO) yang
nyebabkan perdarahan. Perdarahan pada
dapat menyebabkan edema. Hal ini menye-
CSVD dapat berupa perdarahan masif mau-
babkan hipoperfusi kronik akibat penurunan
pun perdarahan kecil (microhaemorrhage).
aliran darah otak dan hilangnya respons
Alasan mengapa beberapa pembuluh darah
adaptif seperti autoregulasi dan neurovascu-
yang mengalami ruptur dapat menyebab-
lar coupling, sehingga terjadi gangguan suplai kan perdarahan masif, sedangkan pembuluh
nutrisi ke otak secara adekuat yang berlanjut
darah lain hanya menyebabkan perdarahan
pada kerusakan jaringan (Gambar 6). Adapun
kecil tidak diketahui. Perbedaan ketebalan
perubahan pada sistem vena dapat berupa ve-
dinding pembuluh darah pada kasus cerebral
nous collagenosis.
amyloid angiopathy (CAA) sebelumnya di-
Perubahan patologis pada pembuluh darah pikirkan menjelaskan hal tersebut, yakni se-
kecil dapat memberikan dampak iskemik makin tebal dinding pembuluh darah dikait-
maupun hemoragik. Bentuk iskemik CSVD kan dengan lebih banyak perdarahan kecil.
antara lain lesi white matter dan infark
491
~
s:::
a
Kerusakan dinding Ruptur f--- Perdarahan c[
pembuluh darah, pembuluh makroskopis
Faktor genetik mikroaneurisma, darah 1---- Hematom besar
lnflamasi !-----. derigandestruksi
deposisiamiloid parenkim luas
•
l
Kerusakan sawar 1- Perdarahan Lesi mikrohipointens
~ 1----
~ darah-otak mikroskopik pada MRI sekuensecho
SmaU vessel
disease Nekrosis komplet Kavitasi pada struktur
Apoptosis lskemia akut, fokal (atau pan- atau pada area white
~
oligodendrosit f-lo berat, nekrosis) padagroy
~
matter pada MRI
"'
N
terloka I isir
f-t ai:Du whire matter sekuens Tl-weighred
(contoh infark ai:Du FlAIR (in/ode
lakunar) /akunar)
493
hingga terdapat gangguan fungsi kognitif dan perivascular (Virchow Robbin space), deep
gangguan motorik, termasuk parkinsonisme. hemorrhage (large subcortical hemorrhages
Variasi ini berhubungan dengan luasnya lesi dan microbleeds), dan atrofi otak. Lesi subkor-
serta perbedaan mekanisme kompensasi un- tikal seperti infark lakunar, WMH, dan deep
tuk mencegah penurunan fungsi kognitif dan hemorrhage (large subcortical hemorrhages
motorik. Gambaran MRI pada sekuens fluid dan microbleeds) juga merupakan penanda
attenuated inversion recovery (FLAIR) juga CSVD, namun tidak spesifik. WMH tidak ha-
tidak khas, karena WML dapat atau tanpa nya ditemukan pada CSVD, infark lakunar
disertai bentuk CSVD lain pada MRI, seperti juga dapat menggambarkan embolisme.
infark lakunar dan cerebral microbleed.
Hal yang penting diperhatikan adalah CSVD ti-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING dak hanya memiliki gambaran iskemik, namun
Kerusakan parenkim otak pada CSVD hanya juga dapat memberikan gambaran perdarahan
dapat diidentifikasi dengan CT scan atau berupa macrolesions (large sub-cortical hemor-
MRI, sehingga diagnosisnya sangat bergan- rhages) dan microlesions (microbleeds). Seba-
tung pada temuan pencitraan (Tabel 4 dan gian besar perdarahan dapat dideteksi dengan
Gambar 7) . Wardlaw dkk mengidentifikasi pencitraan konvensional termasuk CT scan, mi-
beberapa temuan, seperti infark lakunar, crobleeds membutuhkan MRI dengan sekuens
white matter hyperintensities (WMH) atau khusus yakni gradient echo atau susceptibility-
white matter lesions (WML), dilatasi ruang weighted imaging (SWI).
494
Terdapat klasifikasi yang digunakan secara cil. Namun dalam praktek sehari-hari hanya
luas untuk mendeskripsikan beratnya WML, digunakan klasifikasi ringan (mild), sedang
yaitu Fazekas Scale yang pertama kali dike- (moderate), dan berat (severe). Skala Fazekas
mukakan oleh Fazekas dkk (1987). Skor ini membagi white matter menjadi 2 regio, yaitu
menilai secara kuantitatifjumlah white mat- periventrikular dan deep white matter, dan
ter hyperintense lesions pada MRI sekuens tiap regio dibagi menjadi beberapa kelas ber-
T2/FLAIR yang timbul akibat iskemia kronik dasarkan ukuran dan confluence (penggabun-
terutama oleh gangguan pembuluh darah ke- gan) dari lesi (Tabel 5 dan Gam bar 8).
495
496
menunjukkan bahwa pasien yang mendapat nifikan, bahkan meningkatkan risiko perda-
atorvastatin mengalami penurunan kejadian rahan dan kematian. Oleh karena itu, kom-
stroke dan penyakit jantung koroner secara binasi klopidogrel dan aspirin tidak boleh
signifikan, namun peningkatan sedikit tetapi diberikan, kecuali dengan indikasi spesifik
signifikan menyebabkan stroke hemoragik lainnya, sehingga perhatian selanjutnya ditu-
Oleh karena pasien CSVD lebih jarang disertai jukan pada cilostazol dan trifusal.
aterosklerosis pembuluh darah besar, namun
Dari hasil studi pada hewan coba dan ma-
lebih berisiko tinggi mengalami perdarahan,
nusia, didapatkan bahwa cilostazol menye-
sehingga pemberian statin pada infark laku-
babkan komplikasi perdarahan yang lebih
nar masih dipertanyakan. Analisis post-hoc
rendah dibandingkan aspirin, ditandai den-
studi SPARCL pada 1409 pasien infarklakunar
gao pemanjangan bleeding time pada as-
menunjukkan efikasi yang sama pada grup
pirin atau klopidogrel. Sebagai tambahan,
dengan infark lakunar dibandingkan grup
pemanjangan bleeding time juga tidak ter-
yang lain. Studi Regression of Cerebral Artery
jadi meskipun cilostazol diberikan bersa-
Stenosis (ROCAS) menunjukkan bahwa peng-
maan dengan aspirin atau klopidogrel pada
gunaan statin berhubungan dengan penu-
pasien dengan penyakit arteri perifer. Cilos-
runan progresivitas WML.
tazol juga memiliki efek protektif terhadap
Pada sub-studi Vitamins to Prevent Stroke endotel dan mencegah gangguan SDO pada
(VITATOPS)-MRI, penurunan kadar homo- pasien stroke iskemik. Studi terhadap mu-
sistein dengan vitamin B dikaitkan dengan rin menunjukkan bahwa cilostazol melin-
penurunan peningkatan volume WMH pada dungi mikrovaskulatur otak yang iskemia
pasien dengan CSVD yang berat. Sebagai dengan menurunkan aktivitas matrix me-
tambahan, vitamin E tocotrienols diketa- talloprotease-9 (MMP-9). Analisis subgroup
hui dapat menghambat progresifitas WMH studi Cilostazol for Prevention of Secondary
pada subjek sehat dengan WMH. Stroke juga menunjukkan bahwa ciloztazol
lebih aman secara bermakna dibandingkan
Antiplatelet
aspirin terkait risiko stroke hemoragik pada
Antiplatelet secara umum digunakan pada
pasien hipertensi dengan stroke lakunar. Ci-
stroke nonkardioembolik Walaupun studi
lostazol dilaporkan dapat menurunkan high
yang berfokus pada infark lakunar sangat ja-
pulsatile pressure pada pembuluh darah ke-
rang, manfaat dari beberapa antiplatelet di-
cil akibat kekakukan arteri, yang berkontri-
pertimbangkan serupa antara infark lakunar
busi dalam patogenesis WMH.
dengan yang nonlakunar. Satu-satunya studi
yang berfokus pada infark lakunar, yakni stu- Trifusal memiliki efek yang sama dengan as-
di Secondary Prevention of Small Subcortical pirin namun dengan komplikasi perdarahan
Strokes (SPS3) yang melibatkan 3020 pasien lebih kecil, sehingga dapat digunakan pada
dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan pasien dengan risiko perdarahan seperti
Spanyol. Pada studi ini disimpulkan bahwa CMB multipel pada CSVD. Hingga kini masih
pada infark lakunar, klopidogrel, dan aspirin diperlukan studi lebih lanjut untuk menemu-
tidak menurunkan risiko stroke secara sig- kan anti platelet yang sesuai pada CSVD.
497
498
499
Sinus
konfluen
500
501
Sinus uansvei'SUS"
S"muscoksipital
502
Tabel2. Faktor Risiko Trombosis Vena Serebral berakumulasi menjadi perdarahan besar di
Trombofilia parenkim.
Defisiensi antitrombin, protein C, dan protein S
Mutasi faktor V Leiden Mekanisme kedua terjadi akibat obstruksi
Mutasi gen protrombin 20210 pada sinus serebri yang mengakibatkan
Antibodi antifosfolipid berkurangnya absorpsi cairan serebrospinal.
Hiperomosistenemia
Pada kondisi normal cairan serebrospinal
Yang berkaitan dengan kesehatan wanita
Kehamilan akan diabsorpsi oleh granulasio araknoid dan
Status pascamelahirkan mengalami drainase menuju sinus sagitalis
Kontrasepsi hormonal dan terapi pengganti superior sebelum akhirnya dialirkan ke vena
lnfeksi jugularis interna. Trombosis vena akan meng-
lnfeksi terlokalisasi seperti otitis, mastoiditis,
sinusitis
akibatkan peningkatan tekanan vena dan
Meningitis gangguan absorpsi cairan serebrospinal se-
Kelainan infeksi sistemik hingga terjadi peninggian tekanan intrakrani-
Penyakit lnflamasi Kronik al. Peningkatan ini akan makin memperburuk
Vaskulitis
tingginya tekanan di vena, venula, dan kapiler,
Inflammatory bowel disease
Kanker sehingga terjadi perdarahan parenkim, edema
Kelainan Hematologi vasogenik, dan edema sitotoksik.
Polisitemia
Trombositosis esensial Dalam hal lokasi trombosis, studi ISCVT
Hemoglobinuria paroksimal nokturnal mendapatkan bahwa sinus transversus
Cedera yang tersering (86%) diikuti sinus sagitalis
Cedera kepala superior (62%), straight sinus (18%), vena
Cedera lokal pada sinus atau vena serebral
Kanulasi vena jugular
kortikal (superfisial) sebesar 17%, vena
Prosedur bedah saraf jugularis (12%), vena serebri magna Galen
Pungsi lumbal dan vena internal (profunda) sebesar 11%.
Sindrom nefrotik
Sumber: Piazza G. Circulation. 2012. h.1704-9.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Sumbatan pada sinus dan vena di otak akan Gejala klinis trombosis vena serebri amat ber-
mengakibatkan gejala klinis melalui be- variasi, dengan onset yang dapat bersifat akut,
berapa mekanisme (Gambar 3). Terjadinya subakut, atau kronik Pada 30% kasus, gejala
sumbatan atau oklusi pada vena akan meng- bersifat akut dan umumnya hilang dalam 48
akibatkan peningkatan tekanan vena dan jam. Pada 50% kasus, gejala bersifat subakut
kapiler. Peningkatan tekanan vena yang rna- (dapat muncul dalam 30 hari) dan sisanya
kin bertambah akan menurunkan perfusi pada 20% kasus gejala bersifat kronik (dira-
serebral, sehingga terjadi iskemia dan edema sakan antara 30 hari hingga 6 bulan).
sitotoksik. Selain itu, terjadi kerusakan sawar Berdasarkan lokasi dan luas trombosis yang
darah otak yang mengakibatkan edema va- terjadi, terdapat 4 gejala utama yang dapat sa-
sogenik. Akibattekanan yangmakin meningkat, ting tumpang tindih atau berdiri sendiri-sendiri,
akhirnya terjadi ruptur vena dan kapiler, me- yaitu: gejala hipertensi intrakranial, defisit fokal
nyebabkan perdarahan petekial yang dapat neurologis, kejang, dan ensefalopati (Gambar4).
503
U1
0
~
Gejalaklinis
• Sakit kepala
vasogenik • efisit neurologis
>kal
• Kejang
• enurunan
kesadaran
Edema
sitotoksik
Gejala klinis
r-~~~-~~~~---~
• Oelisi\motorilt
IC<!jo<t
Gejala dan tanda hipertensi intrakranial dapat sisi. Meskipun amat jarang, dapat dijumpai
berupa nyeri kepala, papiledema, dan gang- gejala nyeri kepala thunderclap, seperti pada
guan penglihatan. Nyeri kepala merupakan perdarahan subaraknoid. Nyeri kepala yang
gejala trombosis vena serebri yang paling disebabkan trombosis vena serebri seringkali
sering dikeluhkan. Hal ini berbeda dengan keliru didiagnosis sebagai migren.
stroke arterial yang umumnya tidak disertai Gejala neurologis fokal yang paling sering
nyeri kepala. Lebih dari 90% pasien trombosis muncul adalah defisit motorik (>40%) dan
vena serebral memiliki keluhan nyeri kepala, kejang, termasuk kejang fokal dan kejang
dan lebih dari 60% kasus bersifat subakut. umum (30-40%). Kejang umumnya dijumpai
Nyeri kepala dapat merupakan satu-satunya pada trombosis di sinus sagitalis dan vena
gejala pada pasien, tanpa disertai defisit fokal kortikal. Frekuensi kejang pada trombosis
neurologis maupun papilledema. Hal ini ter- vena jauh lebih sering dibandingkan pada
jadi pada 25%-40% pasien. Nyeri ini terjadi stroke arterial. Oleh karena itu, adanya de-
akibat distensi dinding vena, inflamasi lokal fisit neurologis akut disertai kejang, harus
atau akibat leakage darah pada permukaan dipikirkan sebagai trombosis vena serebri.
otak yang mengiritasi area sensitif nyeri di du- Gejala ensefalopati seringkali terjadi pada
ramater. Karakteristik nyeri umumnya bersi- pasien usia lanjut, trombosis di straight si-
fat difus, namun dapat juga bersifat unilateral nus, serta pada trombosis berat yang diser-
atau terlokalisir. Nyeri kepala dapat diperberat tai edema serebri, infark luas, dan perdarah-
dengan manuver Valsalva atau perubahan po- an parenkim.
505
506
area hiperdens umum atau terlokalisir di serebri pacta CT scan yakni string sign,
sekitar dalam area hi pod ens yang menun- dense triangle sign, dan empty delta sign.
jukkan gambaran infark hemoragik di String sign atau cord sign (Gambar 5)
area otak yang tidak khas untuk stroke merupakari gambaran hiperdens me-
arterial. Selain itu dapat dijumpai pula manjang pacta CT scan tanpa kontras,
gambaran perdarahan subaraknoid aki- ditemukan pacta 25% kasus. Gamba-
bat adanya ektravasasi atau ruptur darah ran ini terjadi akibat adanya trombosis
dari vena •:1enuju ruang subaraknoid. pacta vena kortikal. Namun dapat dite-
mukan pacta kondisi slow flow, sehingga
Sensitivitas CT scan tanpa kontras dalam
tanda ini merupakan tanda yang non-
mendiagnosis trombosis vena serebri cu-
spesifik
kup rendah, sekitar 25-56%. Meskipun
demikian, ditemukannya gambaran direct Dense triangle sign (Gambar 6) ditemu-
sign (visualisasi trombus dalam pembuluh kan pacta 2% dari seluruh kasus trom-
darah) atau indirect sign (kerusakan pa- bosis vena serebral, dan 60% ditemu-
renV : otak akibat iskemia atau gangguan kan pacta 2 minggu pertama. Tanda ini
aliran vena) akan membantu meningkat- terjadi akibat opasifikasi spontan pacta
kan spesifisitas diagnosis. SSS akibat proses koagulasi darah yang
a. Direct sign baru terjadi.
Terdapat 3 direct sign trombosis vena
Gambar 5. Cord Sign yang Menggambarkan Gam bar 6. Dense Triangle Sign
Trombus pada Sinus Transversus Sumber:Simons B, dkk. Radio logy Assistant
Sumber: Simons B, dkk. Radiology Assistant [serial online].
[serial online].
507
Empty delta atau empty triangle sign dapat pula dijumpai erosi struktur telinga
(Gambar 7}, dapat dijumpai pacta CT scan tengah dan perubahan regio mastoid pacta
dengan kontras, sebanyak 10-35% kasus. trombosis septik sinus lateralis (Gam bar 9).
Gejala ini terjadi akibat adanya defek
2. MRI, MR Venografi, dan CT Venografi
pengisian kontras intraluminal di bagian
Gambaran MRI trombosis vena serebri juga
posterior SSS. Pacta CT scan, tampak pe-
bervariasi, bergantung pacta usia trombus,
nyangatan dinding sinus yang mengel-
bisa normal pacta lebih dari 30% pasien.
ilingi area hipodens (gambaran clot)
Sekuens T2 merupakan sekuens terpen-
dalam lumen.
ting pacta trombosis fase akut, karena gam-
b. Indirect sign baran pacta sekuens lain kurang jelas. Pacta
Tanda ini lebih sering ditemukan pacta CT fase akut, sekuens Tl menunjukkan gam-
scan dibandingkan direct sign. Meskipun baran isointens, dan gambaran hipointens
tidak spesifik, jika dijumpai adanya indirect pacta sekuens T2. Pacta fase subakut, tram-
sign maka pemeriksaan venografi perlu di- bus akan terlihat hiperintens pacta sekuens
pertimbangkan untuk memastikan diagno- Tl dan T2. Pacta tahap kronik, trombus
sis. Gambarannya an tara lain berupa edema kurang jelas terlihat, namun dapat tervi-
serebri, ukuran ventrikel yang mengecil, sualisasi sebagai gambaran heterogen de-
hidrosefalus, penyangatan pacta falks atau ngan intensitas yang bervariasi tergantung
tentorium (Gambar 8), serta infark vena jaringan otak sekitarnya.
dengan atau tanpa perdarahan. Selain itu,
-"' • · .
l
508
.. ~
Gam bar 9. CT Scan Tanpa Kontras Menunjukkan Perubahan Erosif pada Telinga Tengah dan Mastoid Air
Cells pada Trombosis Sinus Lateral
509
Pada sekuens T2, dapat ditemukan ede- dapat membantu menegakkan diagnosis
ma di talamus pada kasus oklusi vena dan membantu follow-up pasien dengan
profunda. Tanda ini merupakan meru- trombosis vena serebral. Namun demikian,
pakan tanda bahaya, mengingat pasien pemeriksaan ini relatif baru dengan sensi-
dapat memburuk hingga koma. Sekuens tivitas dan spesifi.sitas yang tidak terlalu
T2 juga sensitif untuk menentukan karak- tinggi. Pada f'ase akut, oklusi pada sinus
teristik perdarahan parenkimal. dapat didiagnosis dengan menggunakan
Pada trombosis SSS dapat dijumpai perda-
transcranial color-coded duplex sonography
(TCCD). Selain itu, TCCD dan juga Doppler
rahan lobar berbentuk flame-shaped, irre-
transkranial/transcranial Doppler (TCD)
guler, di daerah frontal parasagital dan
dapat membantu mengevaluasi sistem dan
lobus parietal. Pada trombosis sinus trans-
aliran kolateral vena otak.
versus lesi hemoragik dapat ditemukan di
lobus temporal atau oksipital. Adanya gam-
TATA LAKSANA
baran tersebut dapat mengarahkan per-
Manajemen trombosis vena serebri secara
lunya pemeriksaan MR atau CT venografi,
mengingat keduanya memiliki kemam- umum dibagi menjadi 2 macam, yakni terapi
umum simtomatik dan terapi pragmatis,
puan untuk menggambarkan pembuluh
seperti terapi medikamentosa dan neuroin-
darah secara detail. Dibandingkan dengan
tervensi.
pemeriksaan DSA sebagai baku emas, ke-
dua pemeriksaan ini juga memiliki sensiti- Tata Laksana Umum dan Simptomatik
vitas dan spesifisitas yang tinggi (mencapai Tata laksana umum terdiri atas elevasi ke-
100%) dalam penegakan diagnosis trom- pala 30°, oksigenasi, dan proteksi jalan
bosis vena serebral. napas terhadap risiko pneumonia aspirasi.
MR venografi. menjadi pilih;m utama meng- Terapi simtomatik mencakup pemberian
ingat keterbatasan CT venografi yang mem- obat antikonvulsan, tata laksana peningkat-
butuhkan waktu pengerjaan lebih lama, an intrakranial, kontrol gejala psikosis dan
bergantung pada kemampuan operator agitasi psikomotor, terapi analgetik serta
dalam hal editing tulang untuk visualisasi pemberian antibiotik jika trombosis vena
pembuluh darah intrakranial, paparan ra- serebri disebabkan karena infeksi (septik).
diasi, dan masalah penggunaan kontras Kejang dapat terjadi pada lebih dari 30%
pada pasien gagal ginjal atau alergi kon- pasien dan berisiko berulang selama pe-
tras. American Heart Association (AHA)/ rawatan. Kejang juga meningkatkan risiko
American Stroke Association (ASA) Scien- kerusakan anoksik Oleh karena itu, pada
tific Statement 2011 merekomendasikan pasien dengan klinis kejang, terdapat perda-
pemeriksaan MRI dengan sekuens T2 dan rahan, atau trombosis pada vena kortikal
MR venografi sebagai tes diagnostik pilihan atau supratentorial, menjadi kandidat un-
dalam kasus trombosis vena serebral. tuk pemberian antikonvulsan.
3. Ultrasonograft Peningkatan tekanan atau hipertensi intrakra-
Ultrasonografi. vena dan sinus serebral nial dapat terjadi pada 50% pasien trombosis
510
Scanned for Pablo
Trombosis Vena Serebral
511
512
York; Me Graw-Hill; 1987. h. 37-58. 29. Teasdale E. Cerebral venous thrombosis: making
15.Miranda HRA, Leones SMC, Cerra GA, Salazar the most of imaging. J R Soc Med. 2000;93:234-7
LRM. Cerebral sinus venous trombosis. J Neuro- 30. Vijay R. The cord sign. Radiology. 2006;240:299-
sci Rural Pract. 2013;4(4):427-38. 300.
16. Ferro JM, Canhao P, Starn J, Bousser MG, Bari- 31.Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral ve-
nagarrementeria F. Prognosis of cerebral vein and nous thrombosis. Radiology Assistant [serial
dural sinus trombosis: results of the International online]. [diunduh tanggal 11 November 2016].
Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Trombosis Tersedia dari: Radiology Assistant
(ISCVT). Stroke. 2004;35:664-70. 32. Kim BS, Do HM, Marks MP. Diagnosis and Manage-
17. Piazza G. Cerebral venous thrombosis. Circula- ment of Cerebral Venous and Sinus Trombosis.
tion. 2012;125(13}:1704-9. Semin Cerebrovasc Dis Stroke. 2004;42:1158-92.
18.Stam J. Trombosis of the cerebral veins and si- 33. Holmes EJ, Forrest-Hay AC, Misra RR. lnterpreation
nuses. N Eng! J Med. 2005;352:1791-8. of emergency head CT: a practical handbook Cam-
19. Guenther G, Arauz A. Cerebral venous trombosis: bridge: Cambridge University Press; 2008.
a diagnostic and treatment update. Neurologia. 34. Selim M, Caplan LR. Radiological diagnosis of ce-
2011;26:488-98. rebral venous thrombosis. Front Neural Neurosci.
20. Tanislav C, Siekmann R, Sieweke N, Allendorfer 2008;23:96-111.
J, Pabst W. Kaps M, dkk. Cerebral vein trombosis: 35.El Damarawy EA, EI-Nekiedy AE, Fathi AM, Eissa
clinical manifestation and diagnosis. BMC Neu- AE, Darweesh RM. Role of magnetic resonance
ral. 2011;11:69. venography in evaluation of cerebral veins and
21. Agostoni E. Headache in cerebral venous trombosis. sinuses occlusion. Alex J Med. 2012;48:29-34.
Neural Sci. 2004;25(Suppl3}:S206 -10. 36. Leach JL, Fortuna RB, Jones BV, Gaskili-Shipley MF.
22. Ferro JM, Canhao P, Bousser MG, Starn J, Bari- Imaging of cerebral venous trombosis: Current
nagarrementeria F. Early seizures in cerebral techniques, spectrum of findings, and diagnostic
vein and dural sinus trombosis: risk factors and pitfalls. Radiographies. 2006;26(Suppl1):S19-41
role of antiepileptics. Stroke. 2008;39:1152-8. 37. Mahmoud M, Elbeblawy M. The role ofmultidetec-
23. Ferro JM, Canhao P, Bousser MG, Starn J, Bari- tor CT venography in diagnosis of cerebral venous
nagarrementeria F. Cerebral vein and dural sinus trombosis. Res J Med Med Sci. 2009;4:284-9.
sinus trombosis in elderly patients. Stroke. 38. Stolz EP. Role of ultrasound in diagnosis and
2005;36:1927-32. management of cerebral vein and sinus trombo-
24. Crassard I, Soria C, Tzourio C, Woimant F, Drouet sis. Front Neural Neurosci. 2008;23:112-21.
L, Ducros A, dkk. A negative d-dimer assay does 39. Masuhr E Einhaupl K Treatment of cerebral ve-
not rule out cerebral venous trombosis: a series of nous and sinus thrombosis. Front Neural Neuro-
seventy-three patients. Stroke. 2005;36:1716-9. sci. 2008;23:132-43.
25.Kosinski CM, Mull M, Schwarz M, Koch B, Biniek 40. Canhao P, Cortesao A. Cabral M, Ferro JM, Starn J,
R, Schlafer J, dkk. Do normal d-dimer levels re- Bousser MG, dkk. Are steroids useful to treat cere-
liably exclude cerebral sinus trombosis? Stroke. bral venous trombosis? Stroke. 2008;39:105-10.
2004;35:2820-5. 41.Coutinho J. De Bruijn SF, Deveber G, Starn J. Anti-
26. Schved JF. Definition of thrombophilia. Ann Med coagulation for cerebral venous sinus trombosis.
Interne (Paris). 2003;154(5-6):279-82. Cochrane Database Syst Rev. 2011;43:e41-2.
27. Saposnik G, Barinagarrementeria E Brown RD, 42.Coutinho JM, Seelig R, Bousser MG, Canhao P,
Bushnell CD, Cucchiara B, Cushman M, dkk. Diagnosis Ferro JM, Starn J. Treatment variations in cere-
and management of cerebral venous trombosis: bral venous trombosis: an international sur-
a statement for healthcare professionals from the vey. Cerebrovasc Dis. 2011;32:298-300.
American Heart Association/American Stroke 43. Weihua L, Yunhai L, Wen ping G, Yang J, Changq-
Association. Stroke. 2011;42:1158-92. ing C. Cerebral venous sinus trombosis: success-
28. Fischer C, Goldstein J, Edlow J. Cerebral venous ful treatment of two patients using the penumbra
sinus trombosis in the emergency department: system and review of endovascular approaches.
retrospective analysis of 17 cases and review of Neuroradiol J. 2015;28(2):177-83.
the literature. J Emerg Med. 2010;38:140-7.
513
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
STROKE HEMORAGIK
514
Scanned for Pablo
Stroke Hemoragik
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indone- Pacta beberapa kasus, pecahnya pembuluh
sia (PERDOSSI) dengan Badan Penelitian Dan darah tidak didahului oleh terbentuknya
Pengembangan Kementrian Kesehatan Re- aneurisma, namun semata-mata karena pe-
publik Indonesia, tahun 2014 didapatkan 5411 ningkatan tekanan darah yang mendadak.
kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka ke-
Pacta kondisi normal, otak mempunyai sistem
jadian stroke hemoragik sebesar 33%.
autoregulasi pembuluh darah serebral untuk
mempertahankan aliran darah ke otak. Jika
PATOFISIOLOGI
tekanan darah sistemik meningkat, sistem ini
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya
bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh
didahului oleh kerusakan dinding pembu-
darah sere bra!. Sebaliknya, hila tekanan darah
luh darah kecil di otak akibat hip ertensi.
sist~mik menurun, akan terjadi vasodilatasi
Penelitian membuktikan bahwa hipertensi
pembuluh darah serebral. Pacta kasus hiper-
kronik dapat menyebabkan terbentuknya
tensi, tekanan darah meningkat cukup tinggi
aneurisma pacta pembuluh darah kecil di
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
otak. Proses turbulensi aliran darah meng-
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pro-
akibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid,
ses hialinisasi pacta dinding pembuluh darah,
yaitu nekrosis seljjaringan dengan aku-
sehingga pembuluh darah akan kehilangan
mulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi elastisitasnya. Kondisi ini berbahaya karena
dinding arteriol dan ruptur tunika intima, pembuluh darah serebral tidak lagi bisa me-
sehingga terbentuk mikroaneurisma yang nyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan da-
disebut Charcot-Bouchard (Gambar 1) . Mi- rah sistemik, kenaikan tekanan darah secara
kroaneurisma ini dapat pecah seketika saat mendadak akan dapat menyebabkan pecahn-
tekanan darah arteri meningkat mendadak. ya pembuluh darah.
. ,,
'. ·~f ~·~~- :· :_.. f!~~ .v~
.,___ t-- t!--
')) ~) tS) ::>_)
q._) P)
... ~..-)
515
Darah yang keluar akan terakumulasi dan obat-obatan, gangguan pembekuan darah, dan
membentuk bekuan darah (hematom) di proses degeneratifpada pembuluh darah otak.
parenkim otak. Volume hematom tersebut
Stroke hemoragik dapat terjadi melalui ber-
akan bertambah, sehingga memberikan efek
bagai macam mekanisme. Stroke hemoragik
desak ruang, menekan parenkim otak, serta
yang dikaitkan dengan hipertensi biasanya
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan
terjadi pacta struktur otak bagian dalam
memperburuk kondisi klinis pasien, yang
yang diperdarahi oleh penetrating artery
umumnya berlangsung dalam 24-48 jam
seperti pada area alamus, putamen, pons,
onset, akibat perdarahan yang terus ber-
dan serebelum. Stroke hemoragik lobaris
langsung dengan edema disekitarnya, serta
pada usia lanjut dihubungkan dengan cere-
efek desak ruang hematom yang menggang-
bral amylo1a angiopathy, sedangkan pacta
gu metabolisme dan aliran darah.
usia muda seringkali disebabkan oleh mal-
Pacta hematom yang besar; efek desak ruang formasi pembuluh darah.
menyebabkan pergeseran garis tengah (mid-
Stroke hemoragik juga dapat disebabkan
line shift) dan herniasi otak yang pacta akh-
etiologi lain seperti tumor intrakranial, pe-
imya mengakibatkan iskemia dan perdarah-
nyakit Moyamoya, penyalahgunaan alkohol
an sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat
dan kokain, penggunaan obat antiplatelet
menekan sistem venb·ikel otak dan mengaki-
dan antikoagulan, serta gangguan pem-
batkan hidrosefalus sekunder. Kondisi seperti
bekuan darah, seperti trombositopenia, he-
ini sering terjadi pacta kasus stroke hemoragik
mofilia, dan leukemia.
akibat pecahnya pembuluh darah arteri serebri
posterior dan anterior. Keadaan tersebut akan
GEJALA DAN TANDA KLINIS
semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan
Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik
tekanan vena di sinus-sinus duramater.
dapat berkembang dari defisit neurologis
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan fokal hingga gejala peniogkatan TIK berupa
perfusi otak, tekanan arteri juga akan mening- nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan
kat. Dengan demikian, akan didapatkan peni- muntah, serta perburukan klinis defisit neu-
ngkatan tekanan darah sistemik pascastroke. rologis seiring dengan perluasan lesi perda-
Prinsip ini harus menjadi pertimbangan pen- rahan yang memberikan efek desak ruang.
ting dalam memberikan terapi yang bertu- Perkembangan ini dapat berlangsung dalam
juan menurunkan tekanan darah pascastroke, periode menit, jam, dan bahkan hari.
karena penurunan secara drastis akan menu-
Computed tomography (CT) scan menunjuk-
runkan perfusi darah ke otak dan akan mem-
kan hematom akan membesar dalam enam
bahayakan bagian otak yang masih sehat.
jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan
Hematom yang sudah terbentuk dapat me nyu- menetap apabila terjadi keseimbangan an-
sut sendiri jika terjadi absorbsi. Darah akan tara TIK, luasnya hematom, efek desak ru-
kembali ke peredaran sistemik melalui sistem ang pacta jaringan otak, dan berhentinya
ventrikel otak. Selain hipertensi, hematom perdarahan. TIK dapat berkurang seiring
int:raserebral dapat disebabkan oleh trauma, dengan berkurangnya volume hematom
516
akibat perdarahan yang telah berhenti atau Kaku kuduk dapat terjadi pada perdarahan
hematom masuk ke ruang ventrikel. di talamus, kaudatus, dan serebelum. Arit-
mia jantung dan edema paru biasanya ber-
Selain itu, efek desak ruang juga disebabkan
hubungan dengan peningkatan TIK dan
oleh edema di sekitar hematom (perihema-
pelepasan katekolamin.
tomal) . Pada beberapa kasus yang mengala-
mi perburukan setelah kondisi klinis stabil
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
dalam 24-48 jam pertama, diduga mengala-
Penegakan diagnosis stroke dilakukan ber-
mi perluasan edema perihematomal.
dasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
Beberapa gejala klinis stroke hemoragik an- umum dan neurologis, serta pemeriksaan
tara lain nyeri kepala, penurunan kesadaran, penunjang. Hal terpenting adalah menentu-
muntah, kejang, kaku kuduk, serta gejala lain kan tipe stroke; stroke iskemik atau perda-
seperti aritmia jantung dan edema paru. Nyeri rahan. Hal ini berkaitan dengan tata laksana
kepala merupakan gejala yang paling sering yang sangat berbeda antara keduanya, se-
dikeluhkan, berkaitan dengan lokasi dan luas- hingga kesalahan akan mengakibatkan mor-
nya lesi perdarahan, yaitu pada stroke hemo- biditas bahkan mortalitas.
ragik di daerah lobaris, serebelum, dan lokasi
Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan
yang berdekatan dengan struktur permukaan
meliputi identitas, kronologis terjadinya ke-
meningen. Pada perdarahan kecil di parenkim
luhan, faktor risiko pad a pasien maupun kelu-
otak yang tidak memiliki serabut nyeri, tidak
arga, dan kondisi sosial ekonomi pasien. Dari
terdapat nyeri kepala saat fase awal perdarah-
anamnesis seharusnya didapatkan informasi
an. Namun seiring perluasan hematom yang
apakah keluhan terjadi secara tiba-tiba, saat
menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak
pasien beraktivitas, atau saat pasien baru
ruang, keluhan nyeri baru muncul yang biasa-
bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien
nya disertai muntah dan penurunan kesadaran.
umumnya berada dalam kondisi sedang ber-
Penurunan kesadaran terjadi pada stroke aktivitas atau emosi yang tidak terkontrol.
hemoragik yang besar atau berlokasi di batang Durasi sejak serangan hingga dibawa ke
otak. Hal ini disebabkan efek desak ruang dan pusat kesehatan juga merupakan hal penting
peningkatan TIK, serta keterlibatan struktur yang turut menentukan prognosis.
reticulating activating system (RAS) di batang
Keluhan yang dialami pasien juga dapat
otak Muntah juga akibat peningkatan TIK atau
menuntun proses penegakan diagnosis.
kerusakan lokal di ventrikel keempat, biasanya
Pasien dengan keluhan sakit kepala diser-
pada perdarahan sirkulasi posterior. Kejang
tai muntah (tanpa mual) dan penurunan ke-
merupakan gejala yang dikaitkan dengan lokasi
sadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan
perdarahan. Lokasi yang bersifat epileptogenik
kepada stroke hemoragik dengan peningkat-
antara lain perdarahan lobar,graywhite.matter
an TIK akibat efek desak ruang. Meskipun
junction di korteks serebri, dan putamen.
demikian, pada stroke hemoragik dengan vo-
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku lume perdarahan kecil, gejala dapat menye-
kuduk, aritmia jantung, dan edema paru. rupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-
517
tanda peningkatan TIK. Perlu ditanyakan juga itu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis
faktor risiko stroke yang ada pacta pasien dan satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
keluarganya, seperti diabetes melitus, hiper- tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan refleks
tensi, dislipidemia, obesitas, penyakit jan- fisiologis dan refleks patologis. Hasil peme-
tung, riwayat trauma kepala, serta pola hid up riksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri,
(merokok, alkohol, obat-obatan tertentu). serta atas dan bawah guna menentukan luas
dan lokasi lesi. Selanjutnya, pemeriksaan sen-
Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan
sorik dan pemeriksaan otonom (terutama yang
umum, kesadaran, dan tanda vital. Pacta
berkaitan dengan inkontinensia atau retensio
stroke hemoragik, keadaan umum pasien
urin dan alvi).
bisa lebih buruk dibandingkan dengan ka-
sus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan Penggunaan sistem skor dapat berman-
pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung faat bila tidak terdapat fasilitas pencitraan
dan tenggorokan (THT), dada (terutamajan- otak yang dapat membedakan secara jelas
tung), abdomen, dan ekstremitas. Pemerik- patologi penyebab stroke. Namun sistem
saan ekstremitas bertujuan terutama untuk skor tidak dapat dipastikan pacta patolo-
mencari edema tungkai akibat trombosis gi stroke yang terjadi. Hal ini disebabkan
vena dalam atau gaga! jantung. karena manifestasi klinis pacta stroke
hemoragik dengan volume perdarahan
Pacta pemeriksaan tekanan darah, perlu
kecil dapat menyerupai stroke iskemik.
dibandingkan tekanan darah di ekstremi-
Demikian pula manifestasi klinis stroke
tas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas
iskemik luas dengan peningkatan TIK mi-
dan bawah dengan cara menghitung rerata
rip dengan stroke hemoragik.
tekanan darah arteri (mean arterial blood
pressurejMABP), karena akan mempenga- Sistem penskoran yang dapat digunakan
ruhi tata laksana stroke. Pola pernapasan adalah algoritma stroke Gajah Mada, skor
merupakan hal penting yang harus diper- stroke Djunaedi, dan skor stroke Siriraj. Skor
hatikan, karena dapat menjadi penunjuk lo- stroke Siriraj merupakan sistem penskoran
kasi perdarahan, misalnya: pola pernapasan yang sering digunakan untuk membedakan
Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik, stroke iskemik atau perdarahan (Tabel1).
klaster, apneustik, atau ataksik (Baca bab
Sistem Penskoran:
Peningkatan Tekanan Intrakranial).
(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x
Pemeriksaan neurologis awal adalah pe- nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) - (3
nilaian tingkat kesadaran dengan skala kama x ateroma) - 12
Glasgow (SKG), yang selanjutnya dipantau se-
Intepretasi:
cara berkala. Kemudian diikuti pemeriksaan
refleks batang otak yang meliputi reaksi pupil • Skor < 1 = stroke iskemik
terhadap cahaya (paling sering dilakukan), re- • Skor > 1= perdarahan intraserebral
fleks kornea, dan refleks okulo sefalik Setelah • Skor 0 = meragukan
518
519
A B
Gam bar Z. Gambaran Stroke Hemoragik pada Pemeriksaan CT scan
A: CT scan norma l; B: gambaran hiperdens itas pada kasus stroke hemoragik
(Dok: Pribadi)
520
521
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
NaCI 0,9% untuk menjaga euvolemia. e. Pacta keadaan akut, kebutuhan kalori
Tekanan vena sentral di pertahankan adalah 20-25 kkaljkgjhari dengan
antara 5- 12mmHg. komposisi:
c. Perhatikan keseimbangan cairan de- • Karbohidrat 50 -60 o/o dari total
ngan me lakukan pengukuran cairan kalori
masuk dan keluar secara ketat.
• Lemak 25-30 o/o
d. Elektrolit (sodium, kalium, kalsium,
• Protein 10-20%
magnesium) harus selalu diperiksa
dan diatasi bila terjadi kekurangan. - Pacta keadaan adanya stresor
pacta tubuh, kebutuhan protein
e. Gangguan keseimbangan asam basa
1,4-2,0gjkgBBjhari.
harus segera dikoreksi dengan moni -
tor analisis gas darah. - Kebutuhan protein disesuai-
kan pada gangguan fungsi gin-
6. Nutrisi jal yaitu 0,6-0,8 gj kgBBjhari.
a. Pemberian nutrisi enteral harus di -
lakukan sedini mungkin bila tidak f. Jika kemungkinan pemakaian pipa
terjadi perdarahan lambung. nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
b. Jika terjadi komplikasi perdarahan pertimbangkan untuk percutaneous
lambung, maka pemberian nutrisi en- endoscopic gastrostomy (PEG).
teral dapat ditunda sampai terjadi per- g. Pada keadaan pemberian nutrisi en-
baikan dan sisa cairan lam bung dalam teral tidak memungkinkan, boleh di-
2 jam pertama :5150cc. Evaluasi cairan berikan secara parenteral.
lam bung yang dialirkan setiap 2 jam.
7. Pencegahan dan Penanganan Kom-
c. Bila terdapat gangguan menelan atau plikasi
kesadaran menurun makanan diberi -
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk
kan melalui pipa nasogastrik.
mencegah komplikasi subakut, se-
d. Jika tidak terdapat gangguan pencer- perti aspirasi, malnutrisi, pneumonia,
naan atau residu lambung :5150cc, trombosis vena dalam, emboli paru,
maka dapat diberikan nutrisi enteral dekubitus, komplikasi ortopedik, dan
30cc perjam dalam 3 jam pertama. kontraktur (AHA/ASA, level B dan C).
Jika toleransi baik, berupa tidak ter-
b. Pemberian antibiotik atas indikasi
dapatnya residu pipa nasogastrik
sesuai dengan tes kultur dan sensi-
pad a saat jam berikutnya, maka dapat
tivitas kuman atau minimal terapi
dilanjutkan pemberian makanan en-
empiris sesuai dengan pola kuman
teral. Pemberian nutrisi enteral se'-
(AHA/ ASA, level A).
lanjutnya disesuaikan dengan target
kebutuhan yang terbagi dalam 6 kali c. Pencegahan dekubitus dengan mobi -
perhari. lisasi terbatas danjatau memakai ka-
sur antidekubitus.
522
Scanned for Pablo
Stroke Hemoragik
523
524
70mmHg. Hal ini dapat dicapai dengan masi arteriovena (MAV), (AHA/ ASA
menw·unkan TIK ke nilai normal dengan kelas III -V, level C) .
pemberian mannitol atau operasi. Pada c. Perdarahan lobaris dengan ukuran
kasus diperlukan pemberian vasopres- sedang-besar yang terletak dekat
sor, bisa diberikan: dengan ko Fteks ( <1cm) pada pasien
a. Phenylephrine 2 - 10~--Lglkg/-menit berusia <45 tahun dengan SKG 9-12,
b. Dopan1~n 2-10~-tg/kg/menit atau dapat dipertimbangkan evakuasi he-
c. Norepjnefrin dimulai dengan 0,05- matom supratentorial dengan kra-
0,2~tg1kghnenit dan dititrasi sampai
niotomi standar (AHA/ ASA kelas lib,
efek yang diinginkan. level B)
d. Evakuasi rutin hematom supraten-
5. Penatalaksanaan Bedah
torial dengan kraniotomi standar
Evakuasi rutin hematom dengan pem-
dalam 96 jam tidak direkomenda-
bedahan seharusnya tidak dilakukan .
sikan (AHA/ ASA kelas III, level A),
Tidak didapatkan bukti evakuasi hema-
kecuali pada hematom lobaris 1cm
tom memperbaiki keluaran dan tidak
dari korteks.
didapatkan data mengenai kraniektomi
dekompressi memperbaiki keluaran 6. Pemberian Obat Antiepilepsi (OAE)
setelah perdarahan intrakranial (AHA/ Pemberian OAE yang sesuai seharusnya
ASA kelas lib, level B). Kraniotomi yang selalu digunakan untuk terapi bangkitan
sangat dini dapat disertai peningkatan klinis pada pasien dengan stroke hemo-
risiko perdarahan berulang (AHA/ ASA ragik (AHA/ ASA kelas I, level B). Pembe-
kelas lib, level B). Namun demikian, tin- rian profilaksis OAE tidak direkomendasi-
dakan bedah yang dilakukan lebih awal kan. Pada pasien koma (SKG <8) termasuk
(early surgery) dapat bermanfaat pada pada perdarahan profunda di supratento-
pasien dengan SKG 9-12. Pada prin- rial (intracerebral hemorrhage supratento-
sipnya, pengambilan keputusan tergan- rial profunda) dapat dipertimbangkan elek-
tung lokasi dan ukuran hematom dan troensefalografi (EEG) monitoring 24 jam.
status neurologis penderita. 7. Pencegahan Perdarahan Intrasere-
Secara umum indikasi bedah pada perda- bral Berulang
rahan intraserebral sebagai berikut: Tata laksana hipertensi non-akut merupa-
a. Hematom serebelar dengan diameter kan hal yang sangat penting untuk menu-
>3cm yang disertai penekanan batang runkan risiko perdarahan berulang (AHA/
otak dan atau hidrosefalus akibat ob- ASA kelas I, level A). Kebiasaan merokok,
struksi ventrikel seharusnya dilaku- alkoholisme berat, dan penggunaan ko-
kan dengan sesegara mungkin (AHA/ kain merupakan faktor risiko perdarahan
ASA kelas I, level B). intraserebral, sehingga direkomendasikan
b. Pendarahan dengan kelainan struk- untuk menghentikan kebiasaan tersebut
tur seperti aneurisma atau malfor- (AHA/ ASA kelas I, level B) .
525
526
Fisura Sylvii
Sistem a ambiens
(bagian lat era l)
Ventrikelke-empat Sistema
kuadrigeminalis Ventrikel
Sistem a suprasela
ke-t iga
Komu frontale
Fisura Sylvii
ventri kellatera l
(bagian basa l)
Fisura
interh emisfe rika
anterior
527
Tab ell. Epidemiologi Perdarahan Subaraknoid an, dibutuhkan kolaborasi antara neurolog,
lnsidens
n/ 100.000 Pasien bedah saraf, ahli neurointervensi, dan inten-
perTahun sivist dalam diagnosis dan manajemen akut
Keseluruhan 10,5 (9,9- 11,2)
Finlandia 22,0 (20,0- 23,0) dari PSA secara komprehensif.
jepang 23,0 (19,0- 28,0)
Regia lain 7,8 (7,2- 8,4)
Pemeriksaan Virtual dengan 5,7
EPIDEMIOLOGI
100% CT scan lnsidens PSA secara keseluruhan berdasar-
Perempuan 7,1 (5,4-8,7) kan satu literatur adalah 10,5 per 100.000
Lelaki 4,5 (3,1-5,8)
penduduk pertahun di dunia. Insidens ini
Sumber: Suarez jl, dkk. N Eng! j Med. 2006. h. 387-96.
berbeda-beda pacta tiap literatur, bergan-
tung pacta jenis kelamin, ras, wilayah, dan
Tabel2. Penyebab Perdarahan Subaraknoid
usia. Perempuan memiliki risiko 1,6 kali
Etiologi % lipat lebih tinggi dari pria, kulit hitam 2,1
Ruptur aneurisma 85
kali lipat lebih sering daripada kulit putih,
Perdarahan perimesense- 10
falik nonaneurisma serta Jepang dan Finlandia merupakan ne-
Sumber: Suarez jl, dkk. N Eng! j Med. 2006. h. 387-96. gara dengan insidens PSA tinggi, yaitu 22 -23
per 100.000 penduduk per-tahun (Tabel1).
PSA dapat dikenali berdasarkan gejala klinis Insidens PSA meningkat seiring dengan per-
dan pencitraan. Gejala klinis PSA tersering tambahan usia, meskipun demikian, separuh
adalah sakit kepala hebat mendadak, walau- pasien PSA berusia di bawah 55 tahun.
pun banyak pasien mungkin tidak ke dokter
Angka kejadian fatal PSA akibat aneurisma
pacta onset ini. Gejala berikutnya dapat beru-
sekitar 50%; sebanyak 10-15%-nya mening-
pa penurunan kesadaran ataupun kejang,
gal sebelum tiba di RS, sementara 20% yang
yang membuat pasien dilakukan CT scan.
bertahan akan mengalami ketergantungan
Pacta masa sebelum CT scan, perdarahan intra- dalam aktivitas sehari-hari.
serebral (PIS) yang minimal masih sering di-
klasifikasikan sebagai stroke iskemik dan PSA ETIOLOGI
sering sulit didiagnosis dengan benar. Namun Penyebab tersering PSA adalah ruptur aneu-
uniknya, seiring dengan terjangkaunya CT risma (85%), diikuti perdarahan perimesense-
scan hingga semakin banyak proporsi orang falik nonaneurisma (10%), dan 5% sisanya
yang diperiksa dengan CT scan, data epidemi- akibat kondisi lainnya (Tabel 2).
ologi terbaru malah menunjukkan penurunan
insidens dalam 30-40 tahun terakhir. PATOFISIOLOGI
PSA diperkirakan terjadi hanya pacta 5% PSA disebabkan oleh berbagai macam
dari semua angka kejadian stroke, akan etiologi, sehingga mekanisme terjadinya
tetapi dampaknya terhadap kehilangan usia perdarahan berbeda juga berbeda-beda.
produktifnya serupa dengan infark serebral Berikut dibahas patofisiologi dari bebera-
ataupun PIS. Hal tersebut disebabl(an kare- pa etiologi, yakni aneurisma intrakranial,
na PSA menyerang pacta usia yang relatif perdarahan perimesensefalik non-aneuris-
muda dan seringkali fatal. Dengan demiki- mal, dan diseksi arteri intrakranial.
528
529
----.A<ih'~ntl:$1\\
---'f.u~m~
----~~~~~~m~
lntin~
(a)
Gam bar 2. Patologi Aneurisma Intrakranial
(a) anatomi aneurisma pembuluh darah;
(b) ruptur pembuluh darah
530
531
532
533
534
Adapun terjadinya vasospasme tidak selalu spesifisitas yang sangat baik (masing-ma-
menimbulkan gejala. Banyak pasien dengan sing 92,9% dan 100%). CT scan juga dapat
penyempitan arteri besar yang tidak menge- membantu melihat pola perdarahan dan
luhkan gejala klinis. Di sisi lain, seringkali dite- memperkirakan lokasi aneurisma, yaitu:
mukan pasien dengan gejala iskemia dan infark
a. Perdarahan intraserebral
serebri tanpa adanya vasospasme yang terde-
Perdarahan di sistema subaraknoid
teksi. Terdapat beberapa faktoryang berkontri-
kurang spesifik untuk menentukan lo-
busi dalam menimbulkan iskemia dan infark,
kasi aneurisma, karena setelah 5 hari,
antara lain gangguan mikrosirkulasi distal,
50% pasien tidak lagi menunjukkan
anatomi kolateral yang buruk, variasi genetik
ekstravasasi darah. Dengan demikian
ataupun variasi fisiologis pada toleransi seluler
sangat penting pula untuk melihat dila-
terhadap keadaan hipoksia. Delayed cerebral
tasi minimal kornu temporal ventrikel
ischemia pada vasospasme merupakan penye-
lateral serta fisura dan sulkus. Adapun
bab utama kematian dan kecacatan pada kasus
pola perdarahan menurut pembuluh
PSA akibat aneurisma,
darah dapat dilihat pada Tabel4 dan 5.
DIAGNOSIS b. Perdarahan intraventrikular
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan be- Perdarahan intraventrikular dapat
berapa modalitas beserta kekurangan dan merupakan sekunder dari perdarahan
kelebihannya masing-masing berikut ini: intraserebral. Perdarahan ini umum-
nya berasal dari arteri komunikans
1. CT Scan
anterior dengan darah masuk ke ven-
CT scan adalah pemeriksa penunjang di-
trikel ke-3 dan ke-4 melalui lamina
agnostik lini pertama untuk PSA, karena
terminalis. Perdarahan pada ventrikel
kemudahannya untuk menilai ekstrava-
ke-3, tetapi tidak pada ventrikella-
sasi darah serta memiliki sensitivitas dan
535
536
537
Arteri perikalosal
Cabang-cabangarteri karotis
Top of basilar-artery
538
Pemeriksaan DSA semakin awal semakin tauan vasospasme dapat dilakukan de-
baik, apalagi jika pasien direncanakan ngan menggunakan pemeriksaan penun-
tindakan segera coiling atau clipping jang, antara lain Doppler transkranial
dalam 3 hari pertama onset PSA. DSA (transcranial DopplerjTCD), CT atau MR
dengan teknik 3D rotasional menjadi perfusi. TCD merupakan pemeriksaan
pilihan apabila dengan CT angiografi noninvasif untuk mendiagnosis vaso-
belum memberikan data yang jelas. spasme, khususnya arteri serebri me-
DSA wajib dilakukan apabila terdapat dia. Pemeriksaan ini dianjurkan dilaku-
kecurigaan penyebab lain PSA, seperti kan 1-2 hari sekali. CT atau MR perfusi
diseksi pembuluh darah, namun gagal dapat membantu mengidentifikasi dae-
dikonfirmasi pada CT angiografi dan rah otak yang mengalami iskemia. CT
MRA. Begitu pula pada pola perdarahan perfusi menjanjikan hasil yang lebih
tertentu yang negatif pada CT angiografi maksimal, namun pemeriksaan beru-
awal, maka wajib dilakukan DSA. Bah- lang dan paparan radiasi membatasi pe-
kan jika hasil DSA negatif, diindikasikan makaian CT perfusi.
pemeriksaan DSA ulang.
Teknik pencitraan DSA dapat berbeda TATA LAKSANA
menurut pembuluh darah tertentu. Pada Pada prinsipnya terdapat tata laksana
aneurisma arteri komunikans anterior, umum dan tata laksana komplikasi.
dibutuhkan pencitraan kedua teritori 1. Tata Laksana Umum
arteri karotis untuk mengidentifikasi Secara umum, tata laksana PSA sama
aneurisma dan bagian distal arteri sere- dengan tata laksana stroke perdarahan,
bri anterior yang terisi. Pada aneurisma sebagai berikut:
arteri karotis di bagian proksimal arteri a. Hipertensi
komunikans posterior, sangat penting Tata laksana hipertensi biasanya di-
diketahui pengisian PCA melalui arteri masukkan dalam tata laksana tradi-
basilaris. Pada aneurisma MCA, tidak ter- sional yang disebut triple-H, yaitu
lalu dibutuhkan informasi terkait teritori hipertensi, hipervolemik, dan hemo-
lain. Pada pola perdarahan sesuai dengan dilusi. Hipertensi dibuat untuk men-
aneurisma sirkulasi posterior, angiogram jaga tekanan darah tetap tinggi agar
tidak boleh disebut negatif hingga kedua otak mendapat perfusi yang cukup,
arteri vertebralis tervisualisasi, karena tetapi tidak boleh terlalu tinggi untuk
aneurisma bisa muncul dari PICA atau- mencegah rebleeding.
pun cabang proksimal arteri vertebralis.
Rekomendasi tekanan darah adalah
Proses diagnosis delayed cerebral ische- diturunkan jika mean arterial pressure
mia pada vasospasme masih menjadi (MAP) mencapai 130mmHg dengan
masalah tersendiri. Belum ada studi antihipertensi golongan penyekat
komparatif mengenai alur diagnosis beta secara intravena (IV). Agen ini
yang membandingkan keluaran. Peman- memiliki waktu paruh pendek, dapat
539
540
541
kelas 1, level A) yang diberikan secara noid pada saat tindakan clipping
oral. Hal ini berdasarkan penelitian aneurisma dapat memberikan hasil
Mees SMD dkk bahwa pemberian oral yang kurang optimal dan dihubung-
nimodipin membantu mengurangi ke- kan dengan peningkatan risiko
luaran yang buruk pada pasien dengan trauma iatrogenik pada permukaan
PSA, sedangkan pemberian IV tidak pial dan pembuluh darah kecil. Pe-
menunjukkan hasil yang signifikan. nyemprotan NaCl intraoperatif untuk
Dosis IV adalah 1mgfjam drip untuk 2 membersihkan darah dari rongga
jam pertama, kemudian jika dapat dito- subaraknoid diduga bermanfaat, na-
leransi dengan baik, dapat dilanjutkan mun efektivitasnya belum terbukti.
menjadi 2mg per jam drip. Adapun do- 4) Drainase CSS
sis oral adalah 6 X60mg, dimulai dalam Drainase CSS melalui drain ventrikel
96 jam dan dilanjutkan hingga 21 hari.
dilakukan setelah tata laksana aneu-
Pada 2010, Food and Drug Administra- risma untuk menurunkan insidens
tion (FDA) mengeluarkan peringatan vasospasme. Tindakan ini memiliki
bahayanya pemberian nimodipin oral risiko rebleeding aneurisma, sehingga
yang dilarutkan dalam air dan kemu- disarankan dilakukan jika tekanan in-
dian dimasukkan secara intravena, trakranial melebihi 20mmHg.
karena dapat mengakibatkan henti
5) Statin
jantung, penurunan dramatis teka-
Pemberian statin diajukan untuk
nan darah dan kejadian kardiovaskuler
mencegah vasospasme dan delayed
lainnya. Saat ini, FDA sudah menyetu-
cerebral ischemic dengan meningkat-
jui obat oral nimodipin berbentuk cai-
kan reaktivitas vasomotor serebral
ran. Hal ini diharapkan menjadi solusi
melalui mekanisme dependen dan
terhadap kendala pada pasien yang
independen kolesterol. Penggunaan-
tidak dapat menelan, yang selama ini
nya masih kontroversial, namun be-
menggunakan nimodipin tablet yang
berapa penelitian kecil menunjukkan
digerus atau intravena.
hasil yang menjanjikan.
2) Terapi trombolisis
6) Terapi "triple H"
Beberapa bukti ilmiah mengindika-
Merupakan tata laksana vasospasme
sikan bahwa penghancuran bekuan
tradisional yang terdiri dari induksi
subaraknoid melalui injeksi intrasis-
hipertensi, hipervolemia, dan hemo-
terna dengan recombinant tissue plas-
minogen activator (rTPA) secara dra- dilusi. Induksi hipertensi agresif dapat
matis mengurangi risiko vasospasm e. menggunakan agen inotropik dan va-
Hal ini dilakukan setelah tindakan sopressor, jika dibutuhkan. Hipervo-
clipping aneurisma. lemia dapat dicapai dengan transfusi
eritrosit, infus kristaloid isotonik, serta
3) Aspirasi dan irigasi infus koloid dan albumin bersamaan
Aspirasi dan irigasi bekuan subarak- dengan injeksi vasopressor. Hemodi-
542
lusi dilakukan dengan transfusi untuk buluh darah distal. Hal ini disebabkan
mempertahankan hematrokit tetap karena aliran darah distal dapat me-
30-35% dengan tujuan mengoptimal- ningkat dengan adanya peningkatan
kan viskositas darah dan penghantaran diameter pembuluh darah proksimal.
oksigen. Terapi ini memerlukan pema-
8) Infus vasodilator
sangan kateter arteri pulmoner untuk
Infus vasodilator merupakan salah
mempertahankan tekanan vena sentral
satu pilihan tata laksana untuk pem-
pada . <J-12mmHg dan pulmonary ar-
buluh darah distal. Dibandingkan
tery wedge pressure (PAWP) pada 14- angioplasti, efek vasodilator ini lebih
20mmHg. singkat. Vasodilator yang sering dipa-
Tata laksana triple H biasanya di- kai adalah penyekat kanal kalsium.
lakukan pada pasien dengan aneu- Nitrit oksida saat ini mulai digunakan.
risma yang sudah dilakukan operasi Injeksi intraarterial papaverin juga
clipping atau coiling yang bertujuan sering diberikan dengan pengawasan,
r.: 1gurangi risiko rebleeding. Meski- karena menurut sejumlah literatur pa-
pun telah digunakan lama, efektifitas paverin merupakan zat neurotoksik.
terapi ini masih menjadi bahan perde- Magnesium merupakan agen neu-
batan. Kajian beberapa studi menun- roprotektif yang bekerja sebagai an-
jukkan bahwa terapi "triple H" tidak tagonis reseptor N-metil-0-aspartat
memperlihatkan hasil positif ataupun (NMDA) dan penyekat kanal kalsium.
membantu meningkatkan aliran darah Menurut penelitian metaanalisis, mag-
serebral. nesium dapat mengurangi risiko de-
7) Angioplasti balon transluminal layed cerebral ischemic dan keluaran
Angioplasti balon transluminal di- buruk pada PSA aneurisma. Namun
penggunaan magnesium membutuh-
rekomendasikan untuk tata laksana
kan monitor ketat kadarnya. Sebuah
vasospasme setelah kegagalan terapi
penelitian kecil menunjukkan bahwa
konvensional. Sebuah studi menunjuk-
konsentrasi magnesium serum diper-
kan peningkatan keluaran neurologis
tahankan 2-2,5mmolfL untuk me-
hingga 70% pada pasien vasospasme
ngurangi kejadian iskemik serebral
simtomatik pasca-angioplasti translu-
pascaPSA.
minal. Namun tindakan ini dapat me-
nimbulkan komplikasi berupa ruptur Beberapa agen baru sedang dalam
pembuluh darah, diseksi atau oklusi, penelitian untuk menangani vaso-
dan perdarahan intraserebral. spasme. Agen tersebut antara lain
metilprednisolon, tirilazad, dan colfor-
Beberapa laporan serial kasus sin intraarterial.
mengindikasikan bahwa tindakan ini
efektif untuk tata laksana vasospasme c. Hidrosefalus
pembuluh darah besar proksimal dan Hidrosefalus akut dapat ditatalaksana
tidak efektif untuk vasospasme pem- dengan drainase ventrikel eksternal, ber-
543
gantung pada beratnya klinis defisit neu- tanpa faktor resiko seperti hematoma,
rologis atau temuan CT scan. Ukuran hi- infark, atau aneurisma MCA. Fenitoin
drosefalus dinilai secara periodik dengan merupakan agen pilihan karena dapat
menyekat drainase saat memantau TIK mencapai konsentrasi terapeutik cepat
Penurunan TIK secara cepat sebaiknya di- dengan pemberian intravena dan tidak
hindari karena dihubungkan dengan risiko mengubah kesadaran. Berbeda dengan
tinggi rebleeding. Hidrosefalus simtomatis fenobarbital yang memiliki efek sedasi,
dapat ditatalaksana dengan drainase CSS sehingga jarang digunakan.
lumbal temporer, pungsi lumbal serial, dan
shunting ventrikel permanen. DAFTAR PUSTAKA
1. Suarez Jl, Tarr RW. Selman WR. Aneurys-
Ventrikulostomi dihubungkan dengan pe- mal subaraknoid hemorrhage. N Engl J Med.
ningkatan risiko rebleeding dan infeksi. 2006;354(4):387-96.
Oleh karena itu, pasien dengan dilatasi 2. Flaherty ML. Woo D, Broderick JP. The epidemiology
ventrikel tanpa penurunan kesadaran, di- of intracerebral hemorrhage. Dalam: Carlluapoma JR.
Mayer SA, Hanley DF, editor. Intracerebral hemonilage.
anjurkan tata laksana konservatif dengan New Yorlc Cambridge University Press; 2010. h.1-16.
monitor ketat status mental dan dilakukan 3. van Gjin J, Rinke! GJ. Subaraknoid haemorrhage:
intervensi jika terdapat penurunan sta- diagnosis, causes, and management. Brain.
2001;124(Pt 2):249-78
tus klinis. Ventrikulostomi yang dilakukan 4. van Gijn J, Kerr RS, Rinke! GJE. Subaraknoid
dengan tepat merupakan prosedur yang haemorrhage. Lancet 2007;369(9558):306-18.
berisiko relatif rendah dan dapat memper- 5. Connolly ES, Rabinstein AA. Carhuapoma JR.
baiki klinis secara cepat dan dramatis pada Derdeyn CP, Dion J, Higashida RT, dkk. Guidelines
for the management of aneurysmal subaraknoid
dua pertiga pasien. Hal ini bermanfaat un- hemorrhage: a guideline for healthcare professionals
tuk penjadwalan tindakan operasi atau in- from the American Heart Association/American
tervensi endovaskular lebih awal. · Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-37.
6. Hop JW. Rinkel GJ, Algra A, van Gijn J. Case-
d. Hiponatremia fatality rates and functional outcome after
Hiponatremia pascaPSA dapat terjadi subaraknoid hemorrhage: a systematic review.
Stroke. 1997;28(3):660-4.
pada 10-34% kasus, akibat peningkatan 7. Warlow CP, van Gjin J, Dennis MS, Wardlaw JM, Bam-
kadar atrial natriuretic factor (ANF) dan ford JM, Hankey GJ. Stroke practical management
syndrome of inappropriate secretion of Edisi ke-3. Oxford: Blackwell Publishing; 2007.
8. Silverman IE, Rymer MM, Broderick JP, Spiegel
antidiuretic hormone (SIADH). Tata lak- GR. Hemorrahagic stroke: an atlas of investiga-
sana yang biasanya cukup bermanfaat tion and treatment hemorrhagic stroke. Oxford:
adalah pemberian NACl yang sedikit Clinical Pub Serv; 2010.
9. Gross JG. Subhyaloid hemorrhage. Retina Image
hipertonik (1,5%) dan menghindari res-
Bank [serial online]. 2012 [diunduh 27 Desember
triksi cairan. 2016]. Tersedia dari: Retina Image Bank
10. Bayer pic. Nimotop 0.02% solution for infusion.
e. Kejang EMC+ [serial online]. 2016 [diunduh 20 Februari
Pemberian antikonvulsan jangka pan- 2017]. Tersedia dari: Medicine.org.uk
jang tidak direkomendasikan pada 11. Drugs.com. Nimodipine dosage. Drugs.com [seri-
al online]. [diunduh 20 Februari 2017]. Tersedia
pasien tanpa kejang sebelumnya atau dari: Drugs.com.
544
547
sien, intermiten, atau persisten); intensitas kondisi peningkatan sensitivitas nyeri. Alo-
(ringan, sedang, dan berat), kualitas (tajam, dinia adalah contoh bentuk dari hiperalgesia
tumpul, dan terbakar), dan penjalarannya yang lebih mengacu untuk rasa nyeri yang
(superfisial, dalam, lokal, atau difus). Di timbul akibat stimulus yang biasanya tidak
samping itu nyeri pada umumnya memi- bersifat nyeri (subthreshold). Sementara itu,
liki komponen kognitif dan emosional yang hiperalgesia lebih tepat digunakan pada ke-
digambarkan sebagai penderitaan. Nyeri adaan yang ditandai peningkatan respons
juga berhubungan dengan refleks moto- pada tingkat ambang batas nyeri yang nor-
rik menghindar dan gangguan otonom yang maljmeningkat. Di lain pihak, hiperestesi
disebut sebagai pengalaman nyeri. ditandai dengan adanya penurunan ambang
· batas terhadap semua stimulus (raba, suhu,
Secara neuropatologis nyeri dikelompokkan
dan tekan) dan peningkatan respons terha-
menjadi 3, yaitu: (1) nyeri nosiseptif, yang
dap stimulus yang dikenali secara normal.
disebut juga nyeri inflamasi atau nyeri adaptif,
(2) nyeri neuropatik, dan (3) nyeri campuran. Ambang batas dan tingkat toleransi nyeri
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diaki- sangat bersifat subjektif bergantung pe-
batkan oleh kerusakan jaringan dan dianggap ngalaman dan memori seseorang terhadap
sebagai proses adaptasi untuk perbaikan ja- intensitas stimulus yang diberikan, sehingga
ringan itu sendiri. Jika jaringan menjadi sem- dianggap sebagai rasa nyeri. Secara kuantita-
buh maka nyeri tidak akan muncul. Kelompok tif, intensitas stimulus dapat diukur. Sebagai
lain adalah nyeri maladaptif seperti nyeri neu- contoh, jika ambang batas nyeri didefinisi-
ropatik. Nyeri ini sebenarnya memiliki gejala kan sebagai suatu tingkat yang 50% stimulus
yang khas, namun sering terabaikan atau ti- dikenal sebagai rasa nyeri, maka pada tingkat
dak terdeteksi, sehingga berpotensi menjadi itulah stimulus mulai dianggap nyeri.
kronik dan mengganggu kualitas hidup pen-
deritanya. Terdapat berbagai istilah terkait NEUROANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
nyeri (Tabell), sehingga dibutuhkan anamne- Dalam memahami proses nyeri, terlebih
sis dan analisis yang tepat oleh karena nyeri dahulu kita harus mengetahui struktur
neuropatik memiliki penanganan yang ber- anatominya, mulai dari reseptor tempat
beda dengan nyeri nosiseptif. awal penghantaran noxious stimulus hingga
korteks serebri. Jika seseorang mengeluh-
Sensitisasi adalah istilah neurofisiologis yang
kan nyeri, maka hal itu diawali dengan ak-
meliputi turunnya ambang batas nyeri dan
tivasi reseptor nyeri nosiseptif (nosiseptor)
peningkatan respons pada stimulus di atas
oleh noxious stimulus. Reseptor nosiseptif
ambang batas nyeri. Selain itu, terjadi pula
ini dapat diketemukan di kulit, jaringan
cetusan spontan dan perluasan area reseptif.
penunjang, pembuluh darah, periosteum,
Secara klinis, sensitisasi dapat dijumpai pada
dan organ-organ viseral. Reseptor nosisep-
fenomema hiperalgesia atau alodinia.
tif merupakan bagian ujung dari serabut
lstilah alodinia, hiperalgesia, dan hipereste- saraf aferen primer, atau disebut juga neu-
sia sering membingungkan klinisi. Hiperal- ron ordo I, yang memiliki beberapa bentuk
gesia adalah istilah yang memayungi segala morfologi dan karakteristik (Tabel 2).
548
549
Serabut saraf aferen primer yang menghan- (wide dynamic range neurons). Akson neuron
tarkan informasi nosiseptif adalah serabut ordo II ini akan menyeberang ke sisi kontra-
saraf A-delta (A-6) dan C. Stimulasi beberapa lateral melalui komisura anterior medula
sera but saraf A-6 menyebabkan sensasi nyeri spinalis, kemudian membentuk traktus spino-
tajam dan terlokalisasi dengan baik, sedang- talamikus lateral yang akan naik ke otak. Trak-
kan aktivasi serabut saraf C akan menyebab- tus ini memiliki pembagian berdasarkan level
kan sensasi nyeri tumpul, panas, pegal, dan vertebra, dengan bagian sakral terletak pada
tidak terlokalisasi dengan jelas. posterolateral dan bagian servikal berada
pada anteromedial. Selain rasa nyeri, traktus
Serabut saraf aferen primer ini mempunyai
spinotalamikus lateral juga menghantarkan
badan sel pada ganglion radiks dorsalis, yang
sensasi suhu panas atau dingin. Oleh sebab
aksonnya akan mengirimkan sinyal ke lapisan
itu, lesi pada traktus spinotalamikus lateral ti-
tertentu di kornu dorsalis medula spinalis
dak hanya berakibat gangguan penghantaran
(Gambar 1). Sinyal dari serabut saraf A-6 akan
nyeri, tetapi juga sensasi suhu.
sebagian besar menuju lapisan superfisial
(lamina 1). Sementara itu, sinyal dari serabut Selain traktus spinotalamikus lateral, ter-
saraf C menuju lapisan profunda (lamina II). dapat pula beberapa traktus lain yang ber-
peran menghantarkan nyeri. Salah satu con-
Setiap unit sensorik yang terdiri dari sel-sel
tohnya, traktus spinoretikularis bermula
saraf sensorik di ganglion radiks dorsalis de-
dari medula spinalis hingga neuron di for-
ngan struktur perpanjangannya ke arah sen-
masio retikularis, dan selanjutnya ke nuk-
tral (medula spinalis) dan perifer (reseptor)
leus intralaminar. Traktus ini terlibat dalam
memiliki distribusi segmental untuk setiap
aktivitas saraf dan kesadaran yang men-
area di tubuh manusia. Bila segmen-segmen
dasari aspek afektif dari suatu nyeri.
ini disusun dari mulai area kepala hingga kaki,
maka akan membentuk suatu peta topografi Contoh lainnya adalah traktus spino-
yang disebut dermatom. Sebagai contoh, area mesensefalika dari medula spinalis, mele-
wajah dan kepala bagian anterior memiliki wati medula oblongata dan pons bersama
topografi sesuai persarafan saraf trigemina- dengan traktus spinotalamikus lateral dan
lis, sedangkan area deltoid memiliki topografi spinoretikularis, dan berhenti di mesensefalon
sesuai persarafan saraf spinalis CS. dan periaqueductal gray (PAG). Traktus ini ber-
peran mengintegrasikan sensasi nyeri somatik
Pada kornu dorsalis medula spinalis, neuron
dengan informasi visual dan auditorik.
ordo I akan bersinaps dengan neuron ordo II.
Neurotransmiter yang terlibat dalam konduk- Adapun traktus spinotalamikus lateral sen-
si nyeri pada sinaps ini, antara lain kelompok diri terdiri dari dua komponen, yaitu serabut
asam amino eksitatorik (glutamat, aspartat), cepat (traktus neospinotalamikus) dan lam-
adenosine SF!l-triphosphate (ATP), dan neuro- bat (traktus paleospinotalamikus). Traktus
peptida (substansi P). Neuron ordo II terdiri neospinotalamikus berasosiasi dengan nyeri
dari neuron spesifik stimulasi nosiseptif dan terlokalisasi dengan baik, atau disebut juga
neuron nonspesifik stimulasi nosiseptif de- aspek diskriminatif. Traktus ini berakhir di
ngan rentang stimulus yang Iebar dan dinamis talamus bagian nukleus ventral posterolate-
550
Peri fer Neuron aferen primer Ganglion radiks dorsalis Medula spinalis
Stimulus non-nyeri
mekanik
--- SerabutAP
SerabutAO
_)
Neuron
proyeksi
radlks
Stimulus nyeri
dorsalis
mekanik
Substansia
grisea
Stimulus nyeri panas Substansia
dan kimiawi alba
ral (VPL). Sementara itu, traktus paleospino- Pada dasarnya jalur nyeri mengikuti dari 4
talamikus berasosiasi dengan nyeri tak terlo- proses utama (Gambar 2), yaitu:
kalisasi dengan baik serta respon emosional
1. Proses Transduksi
terhadap nyeri, atau disebut juga aspek a-
Perubahan stimulus tanda bahaya pada
fektif. Traktus ini berakhir di nukleus intrala-
jaringan yang dirubah menja!ii ani's de"
minar nonspesifik di thalamus dan formasio
retikularis di batang otak.
polarisasi dengan bantuan re~ept<)r no-
siseptif (mekanik dengan ambang batas
Neuron ordo II yang berakhir di talamus akan tinggi, mekanotermal dan polimod~l}
bersinaps dengan neuron ordo ketiga (III) un-
2. Proses Transmisi
tuk selanjutnya diproyeksikan ke korteks sen-
Transmisi arus depolarisasi mulai dari
sorik primer. Selain itu, neuron ordo III juga
neuron ordo kesatu, neuron ordo kedua,
berpoyeksi ke korteks sensori sekunder dan in-
neuron ordo ketiga hingga ke korteks
sula dalam hal yang berhubungan dengan per-
cerebri.
sepsi fungsi luhur dari nyeri. Ada pun persep-
si emosional dari nyeri melibatkan struktur 3. Proses Modulasi
korteks cingulata anterior, insula posterior Adanya perubahan respons inhibisi atau
dan operkulum parietal. fasilitasi terhadap nyeri. Modulasi ini
bisa asenden atau desenden.
551
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
552
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri
modlulaSi
asern:Oem
neuron ordo II
Interneuron inhibitor menuju traktus
nosiseptif spinotalamikus
Gam bar 3. Teori Kontrol Pintu Gerbang Transmisi Nyeri di Kornu Dorsalis
Serabut saraf nosiseptif mengeksitasi neuron ordo II untuk menghantarkan sinyal nyeri. Serabut saraf non-
nosiseptif dapat menurunkan transmisi sinyal nyeri dengan mengeksitasi interneuron inhibitor nosiseptif dan
neuron ordo II. Hasilnya, terjadi penurunan transminsi sinyal nyeri yang diteruskan ke traktus spinotalamikus.
(-): inhibisi; (+): eksitasi.
553
554
m igren
kolik usus
!!I}Binq pektoris
.I}Y~!J. m uskuloskeletal
fat tajam dan berbatas jelas. Sementara berasal dari satu segmen. Contohnya,
itu, nyeri neuropatH< yang kadang sulit antara lain nyeri diafragma yang dapat
dideskripsikan oleh pasien memiliki muncul sebagai nyeri bahu, atau nyeri
kualitas seperti terbakar, diiris-iris, ditu- pada apendisitis yang awalnya bergejala
suk-tusuk, atau kesetrum listrik. seperti nyeri ulu hati.
Nyeri berdasarkan lokasi dan distribusi- Nyeri proyeksi dirasakan oleh pasien
nya dapat dikelompokkan menjadi nyeri sepanjang distribusi sarafnya, misalnya
lokal, nyeri rujuk, nyeri proyeksi, dan nyeri radikular akibat hernia nukleus
nyeri non-dermatomal. Lesi pada kulit pulposus. Selain itu, nyeri proyeksi de-
dan muskuloskeletal, seperti artritis, ngan distribusi perifer juga dijumpai
tendinitis, dan luka bekas operasi, bi- pada neuralgia trigeminal dan meralgia
asanya dirasakan lokal tidak menjalar ke parestetika.
daerah lain. Proses patologis dari organ
Ada pula nyeri yang tidak memenuhi
dalam dapat menimbulkan nyeri rujuk
distribusi saraf perifer, segmen terten-
ke daerah lain sesuai inervasi saraf yang
tu, atau pola yang mudah dikenali. Hal
555
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
ini disebut nyeri nondermatomal ·yang tujuan mengetahui penyebab nyeri dan
sering dijumpai pada nyeri neuropatik sebagai bentuk perhatian dari klinisi
sentral, fibromialgia, dan sindrom nyeri yang serius menangani keluhannya. Se-
regional kompleks (complex regional lain pemeriksaan fisik umum, pasien
pain syndromefCRPS). nyeri harus diperiksa terutama di daerah
yang dikeluhkan nyeri, melalui inspeksi,
Setelah lokasi dan distribusi, nyeri juga
palpasi, dan perkusi.
harus diketahui intensitasnya, misalnya
ringan, sedang, atau berat. Untuk men- Saatinspeksi daerah nyeri, klinisi memper-
getahuinya, klinisi dapat menggunakan hatikan tampilan dan warna kulit di dae-
alat penilaian nyeri (assessment tools) rah tersebut. Segala bentuk abnormalitas
yang akan dibahas selanjutnya di topik harus didokumentasikan, mi-salnya trofi,
ini. Selain dari alat penilaian nyeri, inten- warna kebiruan (sianosis), kemerahan
sitas nyeri juga dapat tergambarkan me- (flushing), atau hipertrikosis. Adanya kutis
lalui keseharian pasien. Pasien dengan anserina mengindikasikan ada disfungsi
nyeri intensitas berat lebih cenderung otonom karena radikulopati, sedangkan
untuk diam di tempat tidur dan tidak be- sianosis menandakan perfusi jaringan
raktivitas. Sementara itu, pasien yang in- yang buruk dan iskemia saraf.
tensitasnya lebih ringan mungkin masih
Palpasi dengan menggunakan jari dapat
bisa kegiatan ke luar rumah. Penilaian
memunculkan nyeri dan mengetahui
intensitas sangat penting untuk menen-
penjalarannya hila ada, sehingga klinisi
tukan terapi nyeri yang akan diberikan
mengetahui luasnya daerah nyeri. Saat
dan memantau keberhasilan terapi.
melakukan palpasi, klinisi harus mem-
Setiap nyeri dapat memiliki faktor yang perhatikan tanda subjektif (meringis, me-
memperberat dan meringkankan kelu- nyeringai, ekspresi verbal dan nonverbal)
han. Aspek mekanik, seperti pengaturan serta tanda obyektif (takikardia, berke-
posisi tubuhjpostur, sikap berdiri, duduk, ringat, dan kaku otot) sebagai manifestasi
berjalan, membungkuk, dan mengangkat nyeri. Adanya ketidaksesuaian antara
barang, dapat mempengaruhi intensitas tanda subjektif dan obyektif harus dido-
nyeri. Aspek psikologis, mi-salnya depre- kumentasikan oleh klinisi.
si, ansietas, masalah emosional, dan stres
Bentuk ekspresi terhadap nyeri dipen-
psikis turut dapat memperberat keluhan
garuhi oleh sensitivitas dasar yang di-
nyeri pasien. Selain itu, pengaruh hor-
miliki oleh seseorang. Oleh karena itu,
monal, lingkungan cuaca, dan diet pasien
palpasi dilakukan tidak hanya pada dae-
juga harus dievaluasi oleh klinisi. Penge-
rah nyeri, tetapi juga pada sisi kontrala-
tahuan akan hal-hal ini sangat penting
teral yang tidak nyeri. Dengan demikian,
dalam menyusun rencana tata laksana
klinisi mengetahui sensitivitas dasar dan
dan edukasi kepada pasien nyeri.
memahami respons pasien terhadap
2. Pemeriksaan Fisik stimulus yang bersifat noxious dan non-
Pemeriksaan fisik pada pasien nyeri her- noxious.
556
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri
Beberapa tes dengan menggunakan menilai radiks nervus Sl dan pada tumit
kapas, cubitan, garukan, dan peniti dapat untuk menilai radiks nervus LS.
menentukan nyeri diprovokasi oleh
Struktur tulang, jaringan lunak, dan sen-
tindakan palpasi pada kulit atau lesi di
di dipalpasi untuk menilai perbedaan
struktur yang lebih dalam. Bila pasien
suhu, edema, krepitus, atau deformitas.
mengeluh nyeri saat digoreskan dengan
Hal ini dilakukan pada sisi kanan dan kiri
kapas di kulit, maka hal ini mengindikasi-
untuk mengetahui adanya perbedaan
kan alodinia yang diduga akibat disfung-
kiri dan kanan dan membandingkan an-
si medula spinalis. Pemeriksaan dengan
tara daerah patologis dan yang sehat.
cubitan, peniti, atau garukan dilakukan
mulai dari daerah yang tidak nyeri, ber- Leber dievaluasi dengan menilai lingkup
tahap ke daerah nyeri hingga melewat- gerak sendi yang meliputi fleksi dan eks-
inya, dan ke daerah yang tidak nyeri. tensi, fleksi lateral, serta rotasional. Pada
Hal ini bertujuan mengetahui sensasi keadaan normal, dagu dapat menyentuh
pasien terhadap nyeri superfisial. Klinisi dada saat fleksi penuh dan jari telunjuk
sebaiknya melakukan hal serup~ pada serta jari tengah pemeriksa terletak di
sisi kontralateral yang tidak nyeri untuk antara oksiput dan prosesus spinosis C7
mendapatkan respons dasar pasien dan saat ekstensi penuh. Saat rotasi kepala,
membandingkan responsnya dengan sisi pasien normalnya bisa menoleh lebih
yang nyeri. dari 70° dari potongan sagital. Fleksi
lateral dapat mencapai 45° ke kedua sisi
Selain pemeriksaan di daerah yang dike-
dari posisi netral.
luhkan nyeri, klinisi sebaiknya men-
gevaluasi sistem muskuloskeletal pasien Penilaian ekstrimitas atas dilakukan den-
secara umum. Evaluasi dimulai dengan gan menilai genggaman tangan pasien
inspeksi pasien secara umum, dari sisi (hand grip test); abduksi dan aduksi jari-
depan, belakang, dan sam ping. Perhatian jari; jari kelingking yang menyentuh ibu
terutama pada postur dan kesimetrisan jari; fleksi dan ekstensi pergelangan ta-
sisi kanan dan kiri di lengan, panggul, ngan; fleksi, ekstensi, supinasi, dan pro-
dan tungkai. Adanya asimetri atau devi- nasi lengan bawah; abduksi lengan atas;
asi dari kesejajaran dapat menyebabkan dan mengangkat bahu. Khusus untuk
kesalahan postur yang bergejala nyeri. daerah bahu, abduksi hingga 90, adduksi,
serta rotasi internal dan eksternal dapat
Setelah inspeksi secara umum, selanjut- dilakukan untuk menilai lingkup gerak
nya pasien dilakukan pemeriksaan gait. sendi dan keterlibatan otot pada nyeri
Klinisi memperhatikan ayunan lengan,
bahu. Rotasi internal dan eksternal bahu
langkah-langkah proses berjalan (push dilakukan bersamaan dengan fiksasi tu-
off and heel strike), dan gerakan abnor-
lang skapulanya, sehingga dapat menilai
mal pada sisi tubuh pasien saat berjalan. gerakan glenohumeral.
Pasien juga diminta untuk berjalan de-
ngan bertumpu pada jari-jari kaki untuk
557
558
dan send1, misalnya fraktur baru, subluk- jang, terdapat beberapa alat (tools) yang
sasi, lesi kistik pada tulang. Selain itu, CT telah dikembangkan untuk menilai in-
scan juga dapat menilai densitas mineral tensitas nyeri. Pada praktiknya, alat ini
tulang. MRI dapat dilakukan terutama digunakan pada awal bertemu pasien
untuk melihat struktur jaringan lunak nyeri dan selanjutnya saat tindak lanjut,
tendon dan ligamentum, medula spina- sehingga alat ini juga berfungsi untuk
lis, dan otak dengan lebih jelas daripada memantau keluhan dan keberhasilan
CT scan. USG memiliki keunggulan tidak terapi.
memiliki radiasi dan menyajikan hasil Secara umum, alat penilaian nyeri (pain
berupa kondisi saat itu juga (real-time as- assessment tools) dikategorikan menjadi
sessment). Struktur saraf, pembuluh da- unidimensi dan multidimensi. Kedua
rah di dalam jaringan lunak, otot, tendon, kategori ini memiliki karakteristik yang
dan beberapa organ visera dapat dinilai khas, sehingga setiap alat penilaian me-
dengan USG. Sayangnya, USG memiliki miliki kelebihan dan kekurangannya ma-
penetrasi tulang yang kurang bagus dan sing-masing. Klinisi harus mengetahui
kapasitas resolusinya tidak sebaik MRI, hal ini agar dapat memilih alat penilaian
sehingga tidak dianjurkan untuk melihat yang tepat dan akurat untuk pasien.
kelainan pada medula spinalis.
Alat unidimensi menilai intensitas nyeri
Pemeriksaan elektromiografi dan ke- hanya dengan skala untuk satu ukuran
cepatan hantar saraf diindikasikan pada saja, misalnya skala dengan nilai 0 (tidak
nyeri yang disebabkan oleh kelainan nyeri) sampai 10 (sangat nyeri sekali).
susunan saraf perifer, mulai dari kornu Alat ini mudah diaplikasikan dan lebih
anterior medula spinalis, radiks, plek- melibatkan dokter dalam pengisian
sus, saraf perifer, hingga otot. Berdasar- datanya, sehingga cocok untuk pasien
kan kedua pemeriksaan ini, klinisi dapat dengan nyeri akut dan tidak menimbul-
melokalisasi lesi dan menentukan proses kan dampak psikososial. Contoh dari alat
patologis yang terjadi (demielinisasi, de- unidimensi antara lain, numeric rating
generasi aksonal, miopati, pleksopati, ra- scale (NRS), visual analog scale (VAS),
dikulopati). faces pain scale (FPS), dan Wong-Baker
4. Alat Penilaian Nyeri Faces Rating Scale (Tabel4).
Selain pemeriksaan klinis dan penun-
559
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
NRS adalah alat penilaian nyeri yang paling (tanda "10cm"). Pasien lalu memberi tanda
umum dipakai. Pasien memberikan nilai di sepanjang garis itu, di antara kedua ujung
dengan skala 0-10 atau 0-5, dengan nilai 0 tersebut untuk merepresentasikan inten-
merepresentasikan tidak nyeri sama sekali sitas nyerinya. Klinisi kemudian mengukur
dan 5 atau 10 berarti sangat nyeri sekali tanda itu menggunakan penggaris.,
(Gambar 5). Penilaian ini dilakukan pada
Alat penilaian FPS untuk anak dan dewasa
pertemuan pertama, kemudian saat tindak
serta Wong-Baker Faces Rating Scale (Gambar
lanjut secara periodik sesuai kondisi klinis.
7) untuk anak merupakan skala kategori yang
Berbeda dengan NRS, penilaian nyeri de- menggunakan penjelasan visual. FPS terdiri
ngan VAS menggunakan garis lurus sepan- dari delapan gambar wajah dengan ekspresi
j~mg 10cm (Gambar 6). Kedua ujung dari berbeda-beda, antara lain senyum, sedih, dan
garis diberi tanda, yaitu salah satu ujung meringis. Pasien memilih gambar wajah yang
diberi tanda tidak nyeri (tanda "Ocm") dan sesuai dengan intensitas nyerinya.
ujung lainnya diberi tanda sangat nyeri
560
•0 •1 •2 •3 •4 •5 •6 •7 •8 •9 10•
Tidak nyeri Sangat nyeri
sama sekali . sekali
Sementara itu, alat multidimensi menilai in- harian, makan, emosi, hubungan interper-
tensitas nyeri dari beberapa skala dan para- sonal) . Selain itu, terdapat diagram yang
meter; antara lain skala intensitas nyeri, kuali- menunjukkan lokasi nyeri, skala intensitas
tas hidup, derajat disabilitas, dan diagram nyeri, dan kolom untuk pencacatan komen-
lokasi nyeri. Alat ini lebih cocok diaplikasi- tar pasien serta rencana pengobatan.
kan untuk pasien nyeri kronik yang memiliki
BPI merupakan alat multidimensi yang
dampak psikososial. Pada alat multidimensi,
mudah digunakan untuk mengukur tingkat
pasien seringkali diminta untuk menuliskan
keparahan nyeri dan disabilitas terkait. Se-
laporan (self-report) sehari-hari terkait nyeri,
cara umum, alat ini menggambarkan nyeri
sehingga lebih banyak terlibat dalam pengi-
yang dirasakan oleh pasien selama 24 jam
sian data. Contoh dari alat multidimensi an ta-
terakhir. Terdapat empat pertanyaan untuk
ra lain, Initial Pain Assessment Tool, Brief Pain
menilai tingkat keparahan nyeri dan tujuh
Inventory, McGill Pain Questionnaire (Tabel 5).
pertanyaan untuk menilai disabilitas, ma-
Initial Pain Assessment Tool dikembangkan sing-masing berskala 0 (tidak nyeri) sampai
untuk evaluasi awal nyeri pada pasien. Be- 10 (nyeri sekali). Selain itu, terdapat pula
berapa hal yang dinilai dalam alat ini adalah diagram lokasi nyeri dan pertanyaan menge-
karakteristik nyeri, perilaku pasien dalam nai jenis terapi nyeri yang saat ini didapat
mengekspres ikan nyeri, dan dampak nyeri oleh pasien. Lama pengisian data pada alat
terhadap kehidupan pasien (tidur, aktivitas ini sekitar 5-15 menit
561
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
MPQ adalah salah satu alat multidimensi pun intensitas nyeri pada alat ini diukur dalam
yang paling sering digunakan. Alat ini me- beberapa skala, yaitu mild, discomforting, dis-
nilai nyeri pada tiga dimensi, yaitu sensorik, tressing, horrible, dan excruciating. Selmn itu,
afektif, dan evaluatif, berdasarkan deskripsi pasien juga diminta untuk menyatakan pe-
pasien mengenai nyerinya. Setiap dimensi rubahan nyeri terhadap waktu, misalnya tran-
memiliki aspek masing-masing. Dimensi sien, ritmik, atau kontinu konstan.
sensorik memiliki aspek temporal, spasial,
Beberapa tantangan dalam menilai nyeri
tekanan, suhu, dan sensorik lainnya. Pada
dapat ditemukan pada kelompok usia Ian-
aspek afektif, aspeknya meliputi ketegangan,
jut, anak-anak, atau pasien yang berbeda
rasa takut, dan autonom. Sementara itu, di-
budaya dan bahasa, sehingga membutuh-
mensi evaluatif menjelaskan intensitas nyeri
kan pendekatan khusus. Pasien usia lanjut
secara keseluruhan yang dialami pasien.
seringkali tidak melaporkan keluhan nyeri
Setiap aspek memiliki beberapa pilihan ko-
karena rasa takut dan merasa akan merepot-
sakata yang menjelaskan karateristik nyeri.
kan orang lain. Selain itu, adanya gangguan
Pada penilman nyeri dengan menggunakan pendengaran dan penglihatan membuat
MPQ. pasien diminta untuk memilih kosaka- kesulitan dalam pengerjaan alat penilaian.
ta dalam setiap aspek dimensi yang sesuai Dengan demikian, klinisi jangan terburu-
menggambarkan karaktersitik nyerinya. Ada- buru dalam melakukan penilaian dan meng-
562
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri
gunakan alat penilaian yang mudah dipakai, nilaian nyeri yang telah dibahas sebelumnya
misalnya FPS. Klinisi juga harus memperha- hanya dapat diaplikasikan pada pasien sadar
tikan perubahan parameter pasien usia tua yang dapat melaporkan keluhan nyerinya (self
(aktivitas harian, fungsi sosial, berjalan) report). Oleh sebab itu, terdapat beberapa alat
yang bisa mengindikasikan nyeri yang tidak lain yang dikembangkan untuk pasien yang ti-
teratasi. dak dapat melaporkan sendiri keluhan nyeri-
nya, seperti di ruang perawatan intensif, anta-
Pada pasien anak-anak, tantangan yang di-
ra lain behavioral pain scale (BPS), behavioral
hadapi berupa kesulitan berkomunikasi dan
sulit membedakan antara ansietas dengan
pain scale-nonintubated (BPS-Nl), dan critical
nyeri. Klinisi harus memilih pendekatan yang
care pain observational tools (CPOT).
konsisten dengan tahapan perkembangan BPS terdiri dari tiga indikator, yaitu ekspresi
anak Khusus untuk bayi dan balita, penilaian wajah, gerakan ekstrimitas atas, dan toleransi
nyeri dapat melihat respons menangis ser- terhadap ventilasi mekanik Setiap indikator
ta perilaku defensif, misalnya menggigit, berskala 1 sampai 4, sehingga total skornya
memukul, menendang, dan berlari kabur. berkisar 3 hingga 12. Perbedaannya dengan
BPS-NI terdapat pada indikator "toleransi
Pasien yang berbeda bahasa dan budaya
dengan ventilator yang diganti dengan vo-
dapat memiliki perbedaan respons perilaku
kalisasi (Tabel 6). Sementara itu, CPOT ter-
terhadap nyeri dan preferensi terapi. Oleh
diri dari empat aspek, yaitu ekspresi wajah,
karena itu, klinisi sebaiknya menggunakan
pergerakan badan, ketegangan otot, dan
alat penilaian dengan bahasa yang sesuai
"toleransi dengan ventilator (untuk pasien
dan menyediakan materi edukasi pasien
terintubasi) atau vokalisasi (untuk pasien
sesuai bahasa pasien, jika memungkinkan.
tidak terintubasi. Setiap aspek bernilai 0-2,
Bila diperhatikan secara seksama, alat-alat pe- dengan total nilai mulai dari 0 sampai 8.
Tabel 6. lndikator dalam BPS dan BPS-NI
Behavioml Pain Scale (BPS) Behavjoml Pain Scale-Nonintubatetl (BPS-NI) Nila!
Ekspresi wajah Ekspresi wajah
Tenang Tenang 1
Sebagian muka menegang (dahi mengernyit) Sebagian muka menegang (dahi mengernyit) 2
Seluruh muka menegang (mata menutup) Seluruh muka menegang (mata menutup) 3
Wajah menyeringai Wajah menyeringai 4
Gerakan ekstrimitas atas Gerakan ekstrimitas atas
Tenang Tenang 1
Menekuk sebagian di daerah siku Menekuk sebagian di daerah siku 2
Menekuk total di daerah siku, disertai jari-jari Menekuk total di daerah siku, disertai jari- 3
mengepal jari mengepal
Menekuk total secara terus menerus Menekuk total secara terus menerus 4
Toleransi terhadap ventilasi mekanik Vokalisasi
Dapat mengikuti pola ventilasi Tidak ada vokalisasi nyeri 1
Batuk, tetapi masih bisa mengikuti pola ventilasi Mengerang 3 kali/menit dan 3 detik 2
Melawan pola ventilasi Mengerang >3 kali/menit dan >3 detik 3
Pola ventilasi tidak ditoleransi Tampak menghela napas a tau bersuara 4
563
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
564
Scanned for Pablo
Pengantar Nyeri
565
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
hnoampa"'noelln\a"'
mitduluplruolls
566
Manajemen nyeri tidak terbatas hanya pacta pasien dengan nyeri akut dengan intensitas
farmakoterapi terhadap pasien, namun mem- berat, nyeri kronik yang tidak terkontrol,
punyai makna yang lebih luas dan kompre- dan nyeri sontak, dapat ditangani dengan
hensif pacta penetapan diagnosis yang akurat, tahapan dari atas ke bawah (step down)
membuat rencana terapetik yang optimal dengan pertimbangan kegawatannya.
dan pacta suatu saat akan menentukan pende-
Pacta beberapa literatur, gambar adaptasi
katan terapi intervensi. Sejak kelahiran WHO
tersebut ini tidak dikatakan berupa anak
step-ladder of pain (1986), banyak usulan
tangga lagi, namun sebuah tata laksana
modifikasi dan adaptasi, termasuk tindakan
nyeri yang kontinu. Pacta tata laksana inter-
manajemen intervensi nyeri, baik secara mini-
vensi nyeri kronik, ada beberapa prosedur
mal invasifhingga terapi bedah (Gambar 10).
yang dapat dilakukan dan tergolong cukup
Anak tangga keempat ini direkomendasikan mumpuni, seperti injeksi trigger point, sin-
kepada grup nyeri kronik yang mengalami dram terowongan karpal, epidural, dan in-
krisis nyeri, walau tidak tertutup kemung- jeksi sendi. Ruang lingkup manajemen inter-
kinan dapat diaplikasikan pacta keadaan vensi nyeri akan terus berkembang dengan
nyeri akut gawat darurat seperti kasus beberapa modifikasi atau temuan terbaru.
nyeri pediatrik atau situasi pascaoperasi. Adanya teknik ataupun pendekatan baru
Secara umum, adaptasi terbaru ini memi- yang lebih efektif dan optimal menangani
liki dua kaidah. Pacta keadaan nyeri kronik berbagai keluhan nyeri sangat diharapkan
akibat kanker dan nonkanker, manajemen oleh klinisi dalam menata laksana pasien
nyeri dapat dilakukan perlahan bertahap nyeri. Modalitas lain sesuai penyebab dapat
dari bawah ke atas (step up). Sementara itu, dibaca pacta topik selanjutnya dari bab ini.
IV
Blok saraf
lnjeksi epidural
Terapiblokneurolitik
Patient-controlled analgesia (PCA)
Stimulator spinal
NSAID
± adjuvan
Ill
Opioid kuat
NSAID
± adju va n
Opioid lemah
NSAID
± adjuvan
NSAID
Analgesik non opioid
± adjuvan
567
568
569
570
Tabell. Klasifikasi Nyeri Kepala Menurut International Headache Society {IHS) 2013
Klasifikasi Nyeri Kepala Subklasifikasi
Nyeri kepala primer 1. Migren
2. Nyeri kepala tipe tegang
3. Trigeminal autonomic cephalalgia
4. Nyeri kepala primer lainnya
Nyeri kepala sekunder 1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau Ieber
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskular kranial atau servikal
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskular intrakranial
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
1. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
Ieber, mata, telinga, hidung. sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau kra-
niallainnya
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
Neuralgia kranial, sentral, 1. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
atau nyeri fasial primer dan 2. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer
nyeri kepala lainnya
Sumber: Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The International Headache Society; 2005.
Klasifikasi Patofisiologi
Klasifikasi migren berdasarkan konsensus Mekanisme munculnya nyeri pada migren
PERDOSSI tahun 2013 (adaptasi dari krite- belum sepenuhnya dimengerti, ada bebera-
ria IHS) adalah: pa teori, yaitu:
a) Migren tanpa aura atau common mi- 1. Teori Vaskular
graine Berdasarkan teori ini, aura pada migren di-
b) Migren dengan aura atau classic migraine perkirakan akibat vasokonstriksi pembu-
luh darah intrakranial yang menginduksi
c) Sindrom periodik pada anak yang dapat
iskemia jaringan. Selanjutnya, terjadi re-
menjadi prekursor migren, yaitu cyclic
bound vasodilatasi dan mengaktitkan saraf
vomiting, migren abdominal, vertigo
nosiseptif perivaskular yang akhirnya me-
paroksismal benigna pada anak.
nyebabkan nyeri kepala. Namun teori ini
d) Migren retinal memiliki kelemahan, sehingga digantikan
e) Komplikasi migren: oleh teori neurovaskular.
• Migren kronis 2. Teori Neurovaskular
• Status migrenosus (serangan migren Menurut teori ini, migren pada awalnya
>72 jam) merupakan proses neurogenik yang ke-
• Aura persisten tanpa infark mudian diikuti dengan perubahan perfusi
• Migrainous infarct serebral (neuro ke vaskular). Pada teori ini,
dikatakan orang dengan migren memiliki
• Migrain-triggered seizure saraf yang gampang dieksitasi pada korteks
f) Probable migrain serebral, terutama pada daerah oksipital.
571
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
L Vdsloofifatasi
tJernli!JlUhulil l!l8Jialil 4. Transmisi pt!J5Cit
nyeJri
572
Scanned for Pablo
Nyeri Kepa/a
Serangan migren yang berlangsung ber- Ieher kaku, fatig, menguap,food cravings,
ulang-ulang juga akan menyebabkan keru - retensi cairan, dan sering berkemih.
sakan pad a periaquaductal greymatter (PAG),
2. Aura
sehingga terjadi sensitisasi sentral dan me-
Aura adalah gejala disfungsi serebral fo-
nyebabkan ambang nyeri menurun. Pasien
kal yang dapat membaik dalam waktu
jadi lebih mudah mengalami migren pada
<60 menit. Aura dapat berbentuk gang-
stimulus yang lebih ringan. Gejala lain, se-
guan visual homonim, parestesia unilat-
perti menguap, iritabel, hipotensi, dan hiper-
eral, kesemutan, kelelahan, atau disfasia.
aktivitas merupakan gejala penyerta migren
Aura visual merupakan aura yang paling
yang muncul melalui jaras dopamin yang
sering terjadi dan umumnya berbentuk
dipercaya mengalami hiperaktivasi sehingga
fotofobia atau fotopsia (kilatan cahaya),
merangsang munculnya gejala terse but.
bentuk geometrik, atau skotoma. Aura
Gejala dan Tanda Klinis visual umumnya bilateral dan bergerak
Terdapat em pat stadium migren sederhana, perlahan di dalam area lapang pandang.
yaitu: Metamorfopsia adalah suatu abnor-
malitas pada persepsi visual yaitu ke-
1. Prodromal
tika gambaran suatu obyek terdistorsi.
Gejala ini dapat berlangsung selama be-
Pasien dengan gangguan ini akan men-
berapa jam hingga hari sebelum terjadi
gatakan suatu benda terlihat lebih kecil
nyeri, yaitu berupa perubahan mental
(mikropsia) atau lebih besar (makrop-
dan mood (depresi, marah, euforia),
sia) dari ukuran sebenarnya.
573
574
Kriteria diagnostik berdasarkan IHS: muntah, obat harus diberikan melalui rek-
a. Sekurang-kurangnya telah terjadi 2 tal, nasal, subkutan, atau intravena.
serangan nyeri kepala yang memenuhi
Terapi abortif dapat dibedakan menjadi 2,
kriteria migren tanpa aura. yaitu: terapi abortif nonspesifik dan terapi
b. Terdapat aura tipikal yang dapat abortif spesifik.
berupa aura visual dan atau sensoris
dan atau gangguan berbahasa. 1. Terapi AbortifNonspesifik:
Terapi ini diperuntukkan bagi pasien
c. Nyeri kepala tidak berkaitan dengan dengan serangan migren ringan sampai
penyakit lain (nyeri kepala sekunder). sedang atau serangan berat yang be-
respons baik terhadap obat yang sama.
Diagnosis Banding Obat yang digunakan pada terapi abortif
Diagnosis banding migren adalah TTH, nonspesifik adalah obat dari golongan
nyeri kepala klaster, sindrom diseksi, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
aneurisma serebral. atau obat nyeri over the counter (OTC).
Tata Laksana Berikut ini adalah beberapa obat yang
Tujuan terapi migren adalah mengurangi menjadi pilihan:
serangan, atau kalaupun muncul, serang-
annya tidak terlalu berat dan tidak meng- a. Parasetamol 500-1000mg tiap 6-8
jam, dosis maksimal 4gfhari
gartggu kehidupan sehari-hari. Hal ini teru-
tama dapat dicapai dengan menghindari b. Ibuprofen 400-SOOmg tiap 6 jam, do-
pencetus dan penggunaan terapi yang se- sis maksimal 2,4gfhari
suai. Perlu edukasi yang jelas kepada pasien, c. Natrium naproksen 275-550mg tiap
karena serangan yang berulang atau terapi 2-6jam, dosis maksimal1,5gfhari
yang tidak adekuat akan membuat ambang d. Kalium diklofenak (powder) 50-100mg/
nyeri menurun dan lebih susah diatasi. Oleh hari dosis tunggal
karena itu, secara umum terapi migren e. Metoklopramid 10 mg IV atau oral
dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu terapi 20-30 menit sebelum atau bersamaan
abortif, nonmedikamentosa, dan profilaksis. dengan pemberian analgetik, OAINS
atau derivat ergotamin. Obat ini efek-
Terapi Abortif tif menghilangkan nyeri yang disertai
Terapi abortif adalah terapi yang dibutuh- mual dan muntah, serta memperbaiki
kan saat pasien sedang dalam serangan akut motilitas lambung, mempertinggi ab-
dan berfungsi untuk menghentikan progresi sorpsi obat dalam usus dan efektif jika
nyeri. Pengobatan harus diberikan sesegera dikombinasikan dengan dihidroergot-
mungkin dengan obat yang bekerja cepat. amin intravena
Pemilihan jenis obat didasarkan pada durasi f. Ketorolak 60mg IM per 15-30 menit.
dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat Dosis maksimal 12mgfhari dan di-
disabilitas, respons terhadap pengobatan, berikan tidak lebih dari 5 hari
dan penyakit komorbid. Jika pasien menga- g. Butorfanol spray 1mg dalam sediaan
lami gejala penyerta berupa mual dan atau nostril yang dapat diberikan dan di-
575
ulang tiap 1 jam. Maksimal 4 sprayI yang dapat memicu serangan migren.
hari dan penggunaannya terbatas 2
4. Terapi Profilaksis
kali dalam seminggu
Sebelum memberikan obat sebagai tera-
h. Proklorperazin 25mg oral atau sup- pi preventif migren, harus diperhatikan
positoria. Dosis maksimal 75mg
perubahan pola hidup untuk mendu-
dalam 24jam
kung kerja obat profilaksis yang meliputi
i. Steroid seperti deksametason atau SEEDS, yaitu:
metilprednisolon merupakan obat
pilihan untuk status migrenosus. • Sleep hygiene (tidur cukup dengan
jadwal teratur)
2. Terapi Abortif Spesifik
a Obatgolonganagonis SHT18/10 (triptans) • Eating schedules (makan bergizi dan
seperti sumatriptan 6mg subkutan atau teratur)
sumatriptan 50-100mg peroral. • Exercise regimen (olahraga teratur)
b. Derivat ergot seperti ergotamin 1-2mg • Drinking water (minum cukup air)
yang dapat diberikan secara oral, sub- • Stress reduction (kurangi stres)
kutan, maupun per rektal.
Pada prinsipnya pemberian obat profilaksis
Terapi abortif dikatakan berhasil jika: dilakukan dengan cara memberikan dosis
a. Pasien bebas nyeri sesudah 2 jam rendah pada awalnya, kemudian dosis di-
pengobatan naikkan perlahan. Peningkatan dosis di-
b. Terdapat perbaikan nyeri kepala dari hentikan jika dosis dosis yang efektif sudah
skala 2 (sedang) atau 3 (berat) men- didapatkan, dosis maksimal sudah tercapai,
jadi skala 1 (ringan) atau 0 (tidak ada atau muncul efek samping yang tidak bisa
nyeri kepala) sesudah 2 jam ditoleransi. Efek klinis akan terlihat setelah
2-3 bulan pengobatan, asal teratur dan ra-
c. Efikasi pengobatan konsisten pada
sional agar dapat meminimalisir efek sam-
2-3 kali serangan
ping obat. Jika setelah 6-12 bulan migren
d. Tidak ada nyeri kepala rekuren atau mulai terkontrol, dosis pengobatan pro-
tidak ada pemakaian obat kembali filaksis dapat diturunkan perlahan hingga
dalam waktu 24 jam sesudah pengo- selanjutnya dihentikan.
batan terakhir berhasil.
lndikasi terapi profilaksis, yaitu:
3. Terapi Nonmedikamentosa 1. Terganggunya aktivitas sehari-hari aki-
Pasien harus menghindari faktor pence- bat serangan migren walaupun pasien
tus munculnya migren, seperti: perubah- telah mendapat pengobatan nonmedika-
an pola tidur, makananfminuman (keju, mentosa maupun abortif
cokelat, monosodium glutamatfMSG,
2. Frekuensi serangan migren terlalu sering
alkohol), stres, cahaya terang, cahaya
sehingga pasien berisiko mengalami
kelap-kelip, perubahan cuaca, tempat
ketergantungan terhadap obat abortif
yang tinggi (seperti: gunung atau pe-
migren (medication overuse)
sawat udara), dan rutinita:> sehari-hari
576
577
venlafaxine dengan dosis efektif 150mg/ dan verapamil memiliki level of evidance
hari. Umumnya dimulai dengan obat ex- u.
tended release 37,5mg di minggu pertama, 6. Angiotensin-converting Enzyme Inhib-
75mg di minggu kedua, dan 150mg pada
itor (ACE-I)
minggu-minggu berikutnya. Efek samping
Berdasarkan hasil penelitian, lisinopril
yang sering muncul adalah insomnia, an-
20mgfhari berhasil menurunkan freku-
sietas, gugup, dan disfungsi seksual.
ensi migren hingga 50% pada 30% pasien
4. Penghambat Beta (Beta Blocker) jika dibandingkan dengan plasebo. Efek
Obat golongan ini bekerja dengan cara sampingnya berupa batuk, cepat Ielah,
menurunkan fungsi adrenergik serta sakit kepala, dan diare, serta dikontra-
menghalangi kerja reseptor presinaps indikasikan pada pasien dengan angio-
noradrenergik dan enzim tirosin hi- edema dan kehamilan.
droksilase. Penghambat beta baik digu-
7. Angiotensin-11 Receptor Antagonist
nakan pada pasien dengan komorbid
(ARB)
hipertensi, namun tidak pada diabetes
Berdasarkan hasil penelitian, cande-
melitus, asma, depresi, dan pasien dengan
sartan 16mgfhari memiliki efek menu-
tekanan darah rendah. Obat ini berpotensi
runkan frekuensi migren dibandingkan
menyebabkan disfungsi ereksi dan kondisi
plasebo. Efek samping yang sering mun-
mudah Ielah, sehingga sebaiknya tidak
cul adalah sakit kepala, mual, nyeri pe-
diberikan pada pasien yang berprofesi
rut, mialgia, dan atralgia, serta dikontra-
sebagai atlet. Pilihannya adalah timolol
indikasikan pada kehamilan.
20-30mgfhari, propanolol 120-140mg/
hari, nadolol 40-240 mgfhari, atenolol 8. Sodium Valproat
50-lOOmgfhari, dan metoprolol 100- Merupakan golongan obat yang bekerja
200mgfhari. dengan cara meningkatkan kadar gam-
ma amino butirat (GABA) di otak, me-
5. Penghambat Kanal Kalsium (Calcium
ningkatkan sintesis GABA, menginhibisi
Channel Blocker)
degradasinya, dan menghiperpolarisasi
Obat golongan ini bekerja dengan me-
membran pascasinaps dengan cara me-
reduksi pelepasan glutamat dan mengin-
ningkatkan konduksi potasium. Golong-
hibisi pelepasan serotonin, pada migren
an ini juga menurunkan respons glu-
dengan aura atau migrainous infarction.
tamat. Sodium valproat 500-1500mg/
Selain itu, obat ini baik diberikan pada
hari terbukti dapat menurunkan frekue-
pasien dengan komorbid hipertensi,
nsi serangan migren. Efek sam ping yang
asma, dan penyakit Raynaud. Efek sam-
sering muncul adalah mual, dispep-
ping yang sering muncul adalah konsti-
sia, cepat Ielah, dan peningkatan berat
pasi, hipotensi, dan edema perifer. Obat
badan. Obat golongan ini bersifat terato-
yang sering digunakan adalah diltiazem
genik, sehingga sebaiknya tidak diberi-
60-90mg sebanyak 4 kali sehari. Semen-
kan pada perempuan usia reproduksi.
tara itu nikardipin, nifedipin, nimodipin,
578
579
580
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala
Traktus spinotalamikus
lateral
(nyeri dan temperatur)
Refleks
~ Strain terjadi pada
multisinaptik .
area perikranial: leher. temporal, frontal
insersi otot servikal
ke kranium
\
Ne\Kon 2
581
582
Gejala:
Muntah prominen
Sa kit kepala sebelah
Mi gre n klasik Gejala neurologis fokal
(Classic
migraine)
M igren
umu m
(Common
m igraine)
Tension-
vascular
headache
Tension Gejala:
headache Nyeri sulit
dideskripsikan
Jarang disertai muntah
Holocephalgia
Gam bar 4. Diagnosis Banding Migren dan Nyeri Kepala Tipe Tegang
583
584
585
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Prinsip pemilihan obat profilaksis adalah: frekuensi, dan durasi nyeri, serta gangguan
1. Harus sesuai lini yang direkomendasikan fungsional, jumlah obat simptomatis yang
(lini pertama lebih diutamakan dari lini dikonsumsi, efikasi terapi profilaksis, dan
kedua), tetapi harus mempertimbangkan efek samping dari obat profilaksis maupun
efek sam ping dan faktor komorbid pasien obat simptomatis. Oleh karena faktor pen-
2. Dimulai dengan dosis rendah, kemudian ting pencegahan kekambuhan nyeri kepala
dosis dinaikkan perlahan-lahan hingga adalah dengan mengidentifikasi faktor yang
didapatkan dosis maksimal yang efektif mencetuskan dan mengurangi nyeri kepala.
untuk pasien Walaupun tidak berbahaya, TTH dapat
3. Obat diberikan dalam jangka waktu mengganggu aktivitas sehari-hari. Kasus TTH
seminggujlebih terbanyak adalah kasus TTH episodik, namun
4. Obat dapat diganti dengan obat lain jika akan sangat mudah menjadi kronik akan
obat pilihan pertama gaga! meningkat jika pemicu dan stresor tidak bisa
diatasi.
5. Obat lebih utama diberikan dalam ben-
tuk monoterapi
NYERI KEPALA TIPE KLASTER
Sebelum diberikan terapi profilaksis, perlu Kelompok trigeminal autonomic cephalal-
ditanyakan penyakit komorbid lain yang gias (TAC) terdiri dari: (1) nyeri kepala tipe
juga dialami oleh pasien, misalnya: pasien klaster, (2) paroksismal hemikrania, (3)
dengan hipertrofi prostat dan glaukoma short-lasting unila.teral neuralgiform head-
tidak boleh diberikan amitriptilin. Pasien ache attacksjSUNCT, (4) kontinua hemikra-
harus diinformasikan mengenai cara kerja nia, dan (5) probable TAC. Nyeri kepala tipe
obat dan kapan saja waktu mengonsumsi klaster atau cluster headache (CH) meru-
obat. Selain itu, pasien juga perlu mendapat pakan nyeri kepala tersering pada TAC, se-
penjelasan mengenai tingkat efikasi dan hingga fokus pembahasan pada bagian ini
efek sam ping obat tersebut. ialah mengenai CH.
Pasien juga perlu mencatat tiap serangan CH memiliki karakteristik berupa nyeri ke- ·
nyeri pada catatan harian (headache diary). pala hebat yang disertai gejala otonom di
Catatan ini berfungsi untuk mengetahui pola, tempat yang spesifik, seperti orbita, supra-
586
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala
orbita, temporal, atau kombinasi tempat- belum bisa dimengerti secara jelas. Untuk
tempattersebut. Nyeri terse but berlangsung memudahkan pemahaman penyakit ini,
secara periodik, sehingga disebut sebagai maka dilakukan pendekatan patofisiologis
klaster (cluster), dalam waktu 15-180 me- berdasarkan gejala yang dialami pasien, yai-
nit dengan frekuensi dari 1 kali tiap 2 hari tu: (1) nyeri kepala; (2) gejala otonom; dan
hingga 8 kali sehari. Serangan nyeri kepala (3) periodisitas yang stereotipik.
selalu disertai satu atau lebih gejala, seperti
Stimulus nyeri kepala disampaikan ke
injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti na-
sistem saraf pusat melalui cabang nosiseptif
sal, rhinorrhea, berkeringat di kening dan
oftalmikus nervus Trigeminus. Cabang saraf
wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra.
ini menginervasi struktur intrakranial yang
Semua gejala tersebut bersifat ipsilateral.
sensitif terhadap nyeri, seperti: duramater
Pasien sebagian besar gelisah dan agitasi
dan pembuluh darah dural. Ketika saraf
selama serangan CH berlangsung.
atau ganglion trigeminus teraktivasi, sub-
Prevalensi CH sangat jarang, hanya kurang stansi P dan calcitonin gene-related peptide
dari 1%. Penyakit ini lebih banyak ditemu- (CGRP) akan dilepaskan. Pelepasan kedua
kan pada lelaki dibanding perempuan, de- jenis neuropeptida trigeminovaskular ini
ngan rasio sekitar 6:1, serta berusia lebih merangsang inflamasi neurogenik dan di-
dari 30 tahun. Selain itu faktor risiko juga latasi pembuluh darah yang kemudian me-
jika mengkonsumsi vasodilator seperti nimbulkan sensasi nyeri kepala.
alkohol, riwayat trauma dan operasi kepala, Gejala otonom pada nyeri kepala klaster
merokok, serta adanya stressor.
merupakan indikasi adanya aktivasi saraf
parasimpatis. Saraf ini merupakan cabang
Klasifikasi
dari neuron orde pertama nukleus salivato-
Terdapat dua jenis CH, yaitu: rius superior dan memiliki hubungan fung-
1. CH episodik, merupakan serangan nyeri sional dengan nukleus trigeminus. Serabut
kepala klaster yang terjadi periodik dan saraf ini selanjutnya memanjang sejajar
berlangsung tujuh hari sampai satu ta- nervus fasialis dan bersinaps di ganglion
hun. Setiap periode dipisahkan oleh pterigopalatina. Saraf post-ganglionik ber-
periode bebas nyeri yang akan berlang- fungsi sebagai vasomotor dan sekretomotor
sung satu bulan atau lebih lama. pembuluh darah serebral, kelenjar lakri-
2. CH kronik, merupakan serangan nyeri mal, dan mukosa hidung. Hal lain yang juga
kepala klaster yang terjadi selama lebih memicu munculnya gejala otonom adalah
dari satu tahun tanpa remisi atau di- perubahan vaskular yang menginduksi
sertai remisi namun berlangsung hanya gangguan aktivitas saraf simpatis. Muncul-
kurang dari satu bulan. nya gejala sindroma Horner (ptosis, miosis,
injeksi konjungtiva) selama serangan nyeri
Patofisiologi kepala klaster, mengindikasikan adanya
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak pengaruh pleksus simpatis karotis, teruta-
lama, tetapi patofisiologi yang mendasari ma pleksus di sekitar arteri karotis interna
berbagai gejalanya hingga saat ini masih
587
588
a. Nyeri kepala klaster yang sulit hilang Prognosis pada pasien CH dapat bervariasi,
walaupun telah diberikan terapi abortif mulai dari persistennya serangan yang ber-
(gaga! terapi abortif) ulang, memanjangnya masa remisi, hingga
b. Nyeri kepala klaster terjadi setiap hari berubahnya CH episodik menjadi CH kronik.
dan berlangsung selama lebih dari 15 Sekitar 80% pasien CH episodik akan tetap
menit mengalami CH episodik selama hidupnya. Se-
men tara itu, 4-13% pasien CH episodik dite-
c. Pasien yang bersedia dan mampu me-
mukan mengalami transformasi menjadi CH
ngonsumsi obat setiap hari
kronik. Remisi spontan ditemukan pada 12%
Obat yang dapat digunakan untuk profilaksis: pasien, umumnya pada pasien CH episodik.
1. Verapamil 120- 160mg dapat diberikan Tidak ada laporan mortalitas yang diakibat-
3- 4 kali sehari (merupakan pilihan per- kan langsung oleh CH, namun banyak pasien
tama terapi profilaksis). Selain itu dapat dikatakan mengalami depresi dan bunuh diri
juga menggunakan nimodipin 240mg/ akibat serangan CH yang periodik.
hari atau nifedipin 40-120mgjhari.
2. Prednisolon S0-75mgj hari. Dosis di- NEURALGIA TRIGEMINAL
kurangi 10% pada hari ketiga. Obat ini Neuralgia trigeminal atau yang dikenal juga
tidak boleh diberikan dalam jangka wak- dengan tic douloureux adalah nyeri akibat
tu yang lama. Efektif mencegah serangan lesi di sepanjang cabang nervus trigeminus.
pada 80-90% kasus. lnsidensnya lebih banyak pada perempuan
3. Litium 300- 1500mgjhari per oral (rata- dibanding lelaki (2 :1). Pada 90% pasien,
rata pemberian 600-900mgjhari) awitan terjadi ketika pasien berusia di atas
4. Metisergid 4-10 mgj hari per oral usia 40 tahun, terutama usia 60- 70 tahun.
Jika terjadi, di usia 20-40 tahun, penyebab
5. Ergotamin tartrat 2mg diberikan 2- 3
demielinisasi akibat multipel sklerosis per-
kali per hari. Dapat diberikan dengan
lu dipertimbangkan.
cara 2mg per oral atau 1mg per rektal,
2--jam sebelum serangan terutama pada Klasifikasi
malam hari. IHS membedakan neuralgia trigeminal men-
jadi 2 kategori:
Selain terapi medikamentosa, pasien perlu 1. Neuralgia trigeminal klasik, umumnya
disarankan untuk membiasakan diri hidup idiopatik. Namun seringkali berkaitan
dan istirahat teratur, hindari konsumsi alko- dengan kompresi vaskular pada tempat
hol, batasi paparan terhadap zat volatil se- masuknya cabang nervus trigeminus di
perti gasolin, hati-hati bila sedang berada di batang otak.
ketinggian, serta hindari paparan terhadap 2. Neuralgia trigeminal simtomatik, sering
produk tembakau dan sinar yang terlalu disebabkan oleh lesi struktural, seperti mul-
terang atau suara yang terlalu gaduh (glare tipel sklerosis, anuerisma arteri basilar, atau
and bright light). tumor (neuroma trigeminal, meningioma,
epidermoid) pada cerebellopontine angle.
589
590
Scanned for Pablo
Nyeri Kepala
Ne:rvus
oftlllrrl. us
Ga"'E'io'1
tr \gl< -I'll! I
=- ~ '
rr.a _;"I] r~
t-.1:: ~~
rr ar-1;iib 'a -~
591
592
berobat jika perlu. Pasien juga sebaiknya • Nyeri kepala yang terjadi selalu di satu sisi
mengurangi manuver-manuver yang • Nyeri kepala yang terjadi setelah trauma
akan memicu munculnya nyeri. kepala
• Nyeri kepala dengan penyakit sistemik
NYERIKEPALASEKUNDER
(demam, kaku kuduk, ruam kulit)
Kelompok nyeri kepala sekunder pada
dasarnya berbeda dengan nyeri kepala • Nyeri kepala yang berhubungan dengan
primer karena merupakan sebuah gejala kejang dan aura atipikal
dari suatu proses organik dan berhubungan • Nyeri kepala dengan defisit neurologis
dengan lebih dari 316 gangguan dan penya- • Nyeri kepala awitan baru pada pasien
kit. Oleh karena nyeri kepala sekunder ini imunodefisiensi atau kanker
merepresentasikan suatu proses organik di • Nyeri kepala yang dicetuskan oleh pe-
tubuh, maka setiap klinisi harus bisa men- rubahan posisi, aktivitas, dan peregangan
deteksi dini masalah ini dengan cara menge-
• Nyeri kepala pada pasien dengan sindroma
nali tanda bahaya nyeri kepala agar pasien
neurokutaneus
tidak jatuh ke dalam kondisi yang mengan-
cam nyawa. Setelah diagnosis nyeri kepala Berbeda dengan orang dewasa, tanda ba-
sekunder ditegakkan, selanjutnya pasien haya nyeri kepala pada anak, antara lain:
harus direncanakan beberapa pemeriksaan • Nyeri kepala persisten dengan durasi <6
lebih lanjut untuk mengetahui proses or- bulan yang tidak respon dengan pengo-
ganik penyakit yang mendasarinya. batan
Pengenalan tanda bahaya nyeri kepala akan • Nyeri kepala berhubungan dengan de-
menuntun klinisi untuk memutuskan urgensi fisit neurologis, termasuk edema papil,
pemeriksaan lanjutan (pencitraan otak, anali- nistagmus, dan gangguan gait
sis cairan otak, pemeriksaan darah) pada • Nyeri kepala persisten pada pasien yang
pasien dengan keluhan nyeri kepala. Tanda tidak memiliki riwayat migren di keluarga
bahaya ini berbeda antara orang dewasa dan • Nyeri kepala persisten yang disertai
anak-anak. Beberapa tanda bahaya nyeri.ke- gangguan kesadaran, disorientasi, atau
pala pada orang dewasa, antara lain: muntah
• Nyeri kepala pertama kali dan sangat • Nyeri kepala yang sering membangun-
parah (thunderclap headache) kan anak dari tidurnya, atau terjadi
• Nyeri kepala awitan pertama kali di atas segera setelah anak bangun tidur
usia 50 tahun • Adanya riwayat penyakit saraf sebelum-
• Nyeri kepala dengan peningkatan freku- nya atau riwayat serupa di keluarga yang
ensi dan tingkat keparahan mendukung ke arab kelainan susunan
sarafpusat
• Nyeri kepala kronik sehari-hari yang ti-
dak responsif dengan terapi
593
Beberapa pemeriksaan lanjutan yang di- pemeriksaan yang dapat dikerjakan untuk
indikasikan pada nyeri kepala sekunder mengetahui penyakit yang mendasari nyeri
adalah pencitraan otak, laboratorium, anali- kepala. Pungsi lumbal dikerjakan pada kasus
sis cairan otak, dan elektroensefalogram meningitis, ensefalitis, metastasis tumor lep-
(EEG), seperti pada Tabel4. Pencitraan otak tomeningeal, perdarahan subaraknoid, atau
seperti CT scan dan MRI dapat dilakukan adanya perubahan tekanan cairan otak, se-
untuk mendeteksi kelainan struktural. Ke- dangkan elektroensefalografi (EEG) dilakukan
dua pemeriksaan ini memiliki karakteristik pada nyeri kepala yang berhubungan dengan
masing-masing. CT scan lebih sensitif dari- bangkitan kejang atau epilepsi.
pada MRI pada kasus stroke akut, perda-
Setelah mengetahui penyakit organik yang
rahan subaraknoid ( <24 jam). MRI lebih
mendasari nyeri kepala, tata laksana selan-
sensitif daripada CT scan untuk mendeteksi
jutnya diberikan sesuai etiologinya. Adapun
keganasan, lesi di medulla spinalis, kelainan
pembahasan lebih rind mengenai beberapa
pituitari, dan malformasi arterivena. CT a-
penyakit yang mendasar ini dapat dilihat di
ngiografi, MR angiografi, dan MR venografi
topik lain dalam buku ini.
merupakan pemeriksaan pencitraan yang
dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan
CONTOH KASUS
vaskular.
1. Seorang perempuan berusia 32 tahun
Pemeriksaan laju endap darah dan protein mengeluh nyeri kepala sebelah yang dida-
C-reaktif diindikasikan pada nyeri kepala hului dengan melihat bintik-bintik hitam
sekunder terkait arteritis temporal. Peme- disertai kilatan cahaya. Penglihatan terse-
riksaan ANA dan faktor reumatoid dikerjakan but berlangsung sekitar 30 menit dan dii-
untuk mengetahui adanya kelainan autoimun. kuti nyeri kepala di sebelah kanan. Nyeri
Skrining toksikologi, darah lengkap, hormon kepala terasa berdenyut dan semakin he-
tiroid, dan tes fungsi hati adalah beberapa bat dengan visual analog scale (VAS) 8. Ti-
594
595
c. Migreq Pertanyaan:
d. Neuralgia trigeminal Apakah diagnosis paling mungkin pada
Jawaban: d. Neuralgia trigeminal pasien ini?
5. Seorang laki-laki 24 tahun datang ke IGD a. HNP servikal
dengan nyeri kepala hebat sejak 1 hari. b. Nyeri kepala servikogenik
Nyeri kepala dirasakan di seluruh ke-
c. Neuralgia trigeminal
pala, terus menerus, dan tidak dipenga-
ruhi aktivitas. Intensitas nyeri VAS 7-8. d. Migren tanpa aura
Pasien masih sadar penuh, tetapi demam Jawaban: b. Nyeri kepala servikogenik
39°C sejak sehari sebelumnya. Pemerik- 7. Seorang perempuan 37 tahun datang ke
saan neurologis ditemukan kaku kuduk poliklinik dengan keluhan nyeri kepala
dan ruam kulit. Pemeriksaan laborato- sejak setahun lalu. Nyeri kepala terutama
rium terdapatleukositosis 21.000/mm3• dirasakan di sisi kanan kepala. Awalnya,
Pertanyaan: · nyeri kepala memiliki frekuensi satu kali
Apakah diagnosis kerja yang paling seminggu, hilang timbul, durasi sekitar
mungkin pada pasien ini? setengah hari, dan intensitas ringan. Na-
a. Perdarahan subaraknoid mun, sejak 1 bulan terakhir, nyeri mun-
b. Ensefalitis viral cul setiap hari, terus menerus, dan inten-
c. Meningitis bakterialis · sitas sedang-berat. Saat datang, pasien
d. Epidural hematom sadar, namun terlihat kesakitan (VAS
Jawaban: c. meningitis bakterialis 8-9) dan bingung, serta bicara kadang
tidak sesuai dengan pertanyaan.
6. Seorang perempuan 26 tahun, staf keuan-
gan, datang ke poliklinik dengan keluhan Pertanyaan:
nyeri leher belakang sejak 8 bulan. Nyeri di- Pemeriksaan lanjutan apa yang paling
rasakan hilang timbul dengan intensitas se- utama dikerjakan untuk mengetahui
dang, dan tidak berdenyut, sekitar 1-2 kali penyakit yang mendasari nyeri kepala
seminggu. Nyeri menjalar ke kepala bagian pasien?
belakang, bahu kanan, dan sekitarwajah sisi a. Analisis cairan otak
kanan, terutama bila pasien sedang banyak b.MRI ·
kerjaan dan kurang tidur. Tidak ada riwayat c. Angiografi
demam, penurunan berat badan, dan mual d. CTscan
muntah. Pemeriksaan fisik menunjukkan Jawaban: b. MRI
postur kepala ke depan. Saat palpasi leher,
teraba spasme pada m. trapezius bilateral DAFTAR PUSTAKA
dan m. paravertebra servikalis, tidak ada 1. AminoffMJ, Boller F. Swaab DF. Headache. Hand-
defisit neurologis. Pasien merasa nyeri saat book of Clinical Neurology. 2011;97:3-22.
2. Saputra AI, Wibisono Y, Ganiem AG. Gamba-
gerakan hiperekstensi kepala secara pasif. ran disabilitas akibat migren pada remaja
Pemeriksaan Rontgen servikal menunjuk- dengan menggunakan PedMIDAS. Neurona.
kan hasil straight cervical. 2016;33(2):136-40.
596
3. Adnyana IMO. Prevalensi, karakteristik dan be- 12. Rapper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin-
berapa faktor yang berkaitan dengan nyeri ke- ciples of neurology. Edisi ke-8. USA: McGraw-Hill;
pala migren pada mahasiswa STIKES Bali. Neu- 2005.
rona. 2012;29. 13. Newman LC. Treatment of migraine: preventive
4. Headache Classification Subcommittee of the In- therapies/clinical pearls. New York: American
ternational Headache Society. The international Academy of Neurology Institute; 2014.
classification of headache disorders. Edisi ke-2. 14. Newman LC, Levin M. Headache and facial pain.
Copenhagen: The International Headache Soci- New York: Oxford University Press; 2011.
ety; 2005. 15. Lode, Sadeli HA, Nurimaba N. Perbandingan
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia efektivitas topiramat 50mg dan topiramat 1 OOmg
(PERDOSSI). Diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien migren. Neurona. 2014;31(2):68-73.
nyeri kepala. Surabaya: Airlangga University 16. Sakuta M. Tension-type headache: it's mecha-
Press; 2013. nism and treatment. JMAJ. 2004;47(3):130 -4.
6. Peres MFP. Migraine. Dalam: Silberstein SO, Stiles 17. Silberstein SO, Lipton RB, Dalessio OJ. Wollf's
MA, Young WB, editor. Atlas of migraine and headache and other head pain. Edisi Ke-7.'New
other headaches. Edisi kedua. Florida: Taylor & York: Oxford University Press; 2001.
Francis; 2005. h. 61-72. 18. Young WB. Tension-type headaches. Dalam: Sil-
7. Ketaren RJ, Wibisono Y, Sadeli AH. Validitas berstein SO, Stiles MA, Young WB, editor. Atlas
migraine screen quetionnaire (MS-Q) versi In- of migraine and other headaches. Edisi kedua.
donesia sebagai alat penapis migren. Neurona. Florida: Taylor & Francis; 2005. h. 95-8.
2014;31(2):82-8. 19. Ashkenazi A, Schwedt T. Cluster headache:
8. Wibisono Y, Ketaren RJ. Perbandingan antara acute and prophylactic therapy. Headache.
MS-Q (migraine screen questionnare) versi Indo- 2011;51(2):272-86.
nesia dengan dengan ID-mingraine TM sebagai 20. Halker R, Vargas B, Dodick OW. Cluster headache:
alat skrining migren. 2014;31(4):148-52. diagnosis and treatment. Seminars in Neurology.
9. Ducharme J. Canadian Association of Emer- 2010;30(2):175-83.
gency Physicians guidelines for the acute man- 21. May A Cluster headache: pathogenesis, diagnosis,
agement of migraine headache. J Emerg Med. and management. Lancet 2005;366(9488): 843-55.
1999;17(1):137-44. 22. Furgang FA. Siddiqui M, Siddiqui S, Ranasinghe
10. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, JS. Pain management: trigeminal neuralgia. Hos
Sandrini G, Schoenen J. EFNS guideline on Phy. 2003;1:64-7.
the treatment of tension-type headache. Re- 23. Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal
port of an EFNS task force. European J Neural. neuralgia: pathophysiology and treatment. Act
2010;17(11):1318-25. Neurol Belh. 2001;101:20-5.
11. Gruber HJ, Bernecker C, Lechner A, Weiss S, Wall- 24. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's prin-
ner-Blazek M, Meinitzer A, dkk. Increased nitric ciples of neurology. Edisi ke-8. New York: Mc-
oxide stress is associated with migraine. Cepha- Graw-Hill; 2005.
lalgia. 2010;30(4):486-92. 25. Mechtler LL, Stiles MM. Secondary headache.
Dalam: Silberstein SO, Stiles MA, Young WB, edi-
tor. Atlas of migraine and other headaches. Edisi
kedua. Florida: Taylor & Francis; 2005. h. 99-133.
26. Newman LC, Lipton RB. Emergency department
evaluation of headache. Neurologic clinics of
North America. 1998;16(2): 285-303.
597
Scanned for Pablo
NYERI NEUROPATIK
598
Sin drom
'
Gejala Nyeri sponta n Evoked paill
'I
Mekanisme
Peningkatan Pks itabi litas perifer,
rPorganisasi fenotip ikjsinaptik
PPningkatan sensitisasi sentral,
disinh ibisi
Etiologi
599
• Adr~ra
Gam bar 2. Pertumbuhan Sprouting Kolateral Mengakibatkan Coupling an tara Sistem Saraf Sensorik den-
gan Saraf Simpatis
Saraf aferen perifer yang beregenerasi (regenerating sprout) tidak tumbuh ke jalur anatomi yang seharusnya,
tetapi tumbuh membentuk kolateral dengan serabut saraf simpatis. Adanya kolateral ini menyebabkan pening-
katan jumlah adrenoreseptor a di saraf aferen perifer. Hal ini kemudian akan meningkatkan respons saraf aferen
primer terhadap noradrenalin yang dilepaskan oleh saraf simpatis.
600
Scanned for Pablo
Nyeri Neuropatik
Stimulus nyeri
'---~ '
_ -_--..._____,____!---_... _ - -41 1 1~ e-, /
' Keotak
Se_nsasi nyeri
New·on.kornu dorsalis
.Kanal nab; lun
'
Ke otak Sen.s:asi nyeri
GEJALA DAN TANDA KLINIS berarti nyeri yang dirasakan ialah nyeri no -
Pada prinsipnya gejala nyeri neuropatik siseptif, bukan nyeri neuropatik. Misalnya
sangat khas, berbeda dengan nyeri nosisep- pada neuralgia trigeminal, rasa nyeri bisa
tif. Pada nyeri neuropatil< tidak terdapat ke- berasal dari daerah gusi yang menjalar ke
rusakan jaringan yang dapat menjadi stimu- daerah wajah hingga ke kepala. Maka perlu
lus, namun pasien merasa nyeri. Sensasinya disingkirkan ada tidaknya abses di daerah
juga tidak 'lazim', tidak sesuai dengan pemi- gusi atau infeksi gigi lainnya yang dapat me-
cu nyerinya (alodinia). Pasien dapat mera- nyebabkan nyeri.
sakan gejala positif, seperti rasa panasjdi-
Yang terakhir, rasa nyeri neuropatik bia-
ngin, nyeri seperti ditusuk, disayat, ditikam,
sanya menjalar sesuai dengan area saraf
disetrum, atau kesemutan, disertai gejala
atau radiks yang dipersarafinya:) iidi perlu
negatif, seperti baa! atau hipestesia. Sensasi
ditanyakan atau pasien diminta untuk me-
nyeri bisa juga sesuai dengan stimulusnya,
nunjuk area-area nyeri yang dirasakannya.
namun terasa berlebihan (hiperalgesia).
Contohnya pada NPB daerah LS-Sl, akan
Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik per- terdapat rasa nyeri dari daerah pinggang ke
lu dicari ada tidaknya daerah yang berpo- tungkai bawah yang dapat dibuktikan den-
tensi menjadi sumber nyeri atau adanya ke- gan adany::1 gangguan sensorik pada peme-
rusakan jaringan, sehingga bila ditemukan riksaan sensibilitas di area tersebut.
601
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
602
JIOmn£T£CT
bl.:lt
0 0
uu
0
-0
11}«1'
... 0
~o I UN
0
I
0 .... 0
. I 1
0
O)<n!
-g.>ILwt
0
.. ,_-...~~
I xol o
603
604
605
606
Otak
tama neuralgia trigeminal adalah antidep- patik yang kompleks seperti nyeri kanker.
resan trisiklik (Level A), seperti amitriptilin Adanya kerusakan jaringan dan infiltrasi
10mg malam titrasi perlahan hingga 100mg, ~e serabut saraf sekitarnya membuat nyeri
gabapentin hingga 1800mgjhari dalam 3 menjadi hebat dan berlangsung lama. Oleh
kali pemberian, atau pregabalin 150-300mg karena itu pilihan utama nyeri kanker ada-
(maksimum 600mgjhari). Tata laksana nyeri lah opioid kerja sedang sampai !mat bersa-
pacta nyeri neuropati diabetika adalah prega- ma dengan terapi antikankernya. Kombinasi
balin (Level A), atau gabapentin, duloksetin, opioid dengan gabapentin dapat meningkat-
dan amitriptilin (Level B). Namun yang pa- kan potensi analgesik opioid, sehingga do sis
ling penting adalah pengendalian kadar gula masing-masing tidak perlu terlalu tinggi
darah agar tetap dalam kadar normal. dan mengurangi efek sam ping.
Pada nyeri neuropatik daerah punggung Terapi nonfarmakologik diperlukan sesuai
bawah biasanya disertai komponen nyeri dengan penyebab nyerinya. Pacta nyeri neu-
nosiseptif - terutama pacta yang akut- se- ropatik akibat sistem muskuloskeletal se-
hingga tetap diperlukan analgesik golon- perti nyeri bahu atau nyeri punggung bawah,
gan nonsteroid serta opioid jika nyeri se- penting dilakukan terapi nonfarmakologis
dang-berat. Kombinasi terapi seperti itu berupa tindakan rehabilitasi, seperti modali-
juga penting pacta penyebab nyeri neuro- tas termal, masase, latihan peregangan, dan
607
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
sebagainya secara rutin. Terapi invasif da- 11. International Association for the Study of Pain
(IASP). Pain definition. IASP [serial online]. [diun-
pat dilakukan untuk memblok atau memu- duh 10 September 2011]. Tersedia dari: rcptorg
tus jaras nyeri. Blok saraf dilakukan dengan 12. La Cesa S, Tamburin S, Tugnoli V, Sandrini G,
menyuntikkan anestesi dan steroid lokal di Paolucci S, Lacerenza M, dkk. How to diagnose
daerah nyeri atau pemberian agen neuro- neuropathic pain? the contribution from clinical
examination, pain questionnaires and diagnostic
litik seperti alkohol dan bupivakain pada tests. Neurol Sci. 2015;36(12):2169-75.
pleksus tertentu. 13. Leone C, Antonella Biasiotta A, La Cesa S, Di Ste-
fano G, Cruccu G, Truini A. Pathophysiological
mechanisms of neuropathic pain. Future Neurol-
DAFTAR PUSTAKA ogy. 2011;6(4):497-509.
1. Amir R, Kocsis JD, Devor M. Multiple interacting 14. Lipton SA. Failures and successes of NMDA re-
sites of ectopic spike electrogenesis in primary sen- ceptor antagonists: molecular basis for the use
sory neurons. J Neurosci. 2005;25(10):2576-85. of open-channel blockers like memantine in the
2. Purwata TE, Sadeli HA, Yudiyanta, Anwar Y, Amir treatment of acute and chronic neurologic in-
D, Asnawi C, dkk. Characteristics of neuropathic sults. Neuro Rx. 2004;1(1):101-10.
pain in Indonesia: a hospital based national clini- 15. Loeser JD. Pain: the fifth vital sign. APS Bulletin.
cal survey. NeuroiAsia. 2015;20(4):389-94. 2003;13.
3. Margaretha K. Uji validitas dan reliabilitas in- 16. Markman JD, Dworkin RH. Ion channel targets
strumen PainDETECT versi Indonesia untuk and treatment efficacy in neuropathic pain. J
mengidentifikasi komponen nyeri neuropatik Pain. 2006;7(1 Suppi1):S38-47.
[tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2014. 17. Merl<sey H, Bogduk N, penyunting. Classification of
4. Bagus DA, Anggraini HS, Dikot Y. Prevalensi dan chronic pain: description of chronic pain syndromes
karakteristik nyeri neuropatik di instalasi rawat and definition of pain terms. Edisi kedua. Seattle: Inter-
jalan neurologi RS dr. Hasan Sadikin Bandung. national Association for the Study ofPain (IASP); 1994.
Neurona. 2015;32(3):200-6. 18. Muir Kw. Glutamate-based therapeutic ap-
5. Lestari LKT, Eka PW, Merati KT. Uji reliabilitas dan proaches: clinical trials with NMDA antagonists.
validitas modifikasi Neuropathic Pain Diagnos- Curr Opin Pharmacal. 2006;6(1):53-60.
tik Quetionare (DN4) terhadap Leeds Assesment 19. Purba JS, Rumawas AM. Nyeri punggung bawah:
Neuropatic Symptoms and Sign (LANSS) pada studi epidemiologi, patofisiologi dan penanggu-
pasien HIVI AIDS. Neurona. 2013;30(4):229-33. langan. Berkala Neurosains. 2006;7(2):85-93.
6. Attal N, Cruccu G, Baron R, Haanpaa M, Hansson P, 20. Truini A, Cruccu G. Pathophysiological mech-
Jensen T, Nurmikko T. EFNS guidelines on the phar- anisms of neuropathic pain. Neurol Sci.
macological treatment of neuropathic pain: 2010 2006;27(Suppi2):S179-82.
revision. European J Neurol. 2010;17(19):1113-23. 21. Marcus DA, Cope DK, Deodhar A, Payne R, pe-
7. Finnerup NB, Otto M, Me Quuay HJ, Jensen TS, nyunting. An atlas of investigation and manage-
Sindrup SH. Algorithm for neuropathic pain ment: chronic pain. Oxford: Atlas Medical Pub-
treatment: and evidence based proposal. Pain. lishing Ltd; 2009.
2005;118(3):289-305. 22. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spe-
8. Hackworth RJ, Tokarz KA, Fowler IM, Wallace sialis Saraf Indonesia. Konsensus nasional 1: di-
SC, Stedje-Larsen ET. Profound pain reduction agnostik dan penatalaksanaan nyeri neuropatik.
after induction of memantine treatment in two Surabaya: Airlangga University Press; 2011.
patients with severe phantom limb pain. Anesth 23. Keskinbora K, Pekel AF, Aydinli I. Gabapentin
Analg. 2008;107(4):1377-9. and an opioid combination versus opioid alone
9. Helme RD. Drug treatment of neuropathic pain. for the management neuropathic cancer pain; a
Austr Prescr. 2006;29(3):72-5. randomized open trial. J Pain & Symptom Man-
10. Holdcroft A, Jagger S. Pain measurement in hu- agement 2007;34(2):183-9.
mans in: core topics in pain. London: Cambridge
University Press; 2005.
608
Scanned for Pablo
NYERILEHER
36 Mohammad Kurniawan
609
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Medula spinalis
Sara! spina l - - - - - - \ - -
Sendi faset
Vertebra servikal
Di sekitar tulang dan diskus juga terdapat Terdapat beberapa kemungkinan yang men-
lapisan tebal ligamen yang menegang un- dasari nyeri leher. Namun demikian, sering-
tuk membatasi gerakan antara satu tulang kali sulit untuk memastikan penyebab defini-
servikal dengan lainnya. Trauma leher mau- tif nyeri leher tersebut. Hal ini dikarenakan
pun trauma kepala dapat mengakibatkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radi-
whiplash injury yang merobek ligamen ini. ologis seringkali tumpang tindih dan tidak
Selain itu, terdapat pula otot-otot kecil an- berkorelasi langsung dengan keluhan pasien.
tara tulang vertebra dan otot-otot utama Penting untuk disadari bahwa gambaran
leher yang berfungsi sebagai lapisan pe- radiologis, terutama gambaran degeneratif
lindung berikutnya. Otot-otot ini bertang- pacta pencitraan seringkali tidak berhubung-
gungjawab untuk membantu menegakkan an dengan derajat nyeri, disabilitas, atau ge-
kepala, mempertahankan postur normal, jala lain yang dikeluhkan oleh pasien.
serta menyangga dan menggerakkan leher
Secara umum, nyeri leher klasifikasi penye-
(Gambar 2) . Iritasi dan overuse pacta otot-
bab nyeri leher dapat dibagi menjadi 3 ke-
otot ini mengakibatkan terjadinya cervical
lompok besar yakni:
strain atau ketegangan leher.
610
Vertl!br.l _ _ _ __
servikal
Skapula
f
Gam bar 2. Struktur Tulang dan Otot Servikal(Lateral)
611
Nodul
-~
····. Taut band
ATri> ---
. ••.
. ...
•••••• ...- ~rP \ ATri>
Serat normal
Contraction knot
Sementara itu, cervical sprain merupakan suatu titik nyeri hiperiritabel yang
kondisi cedera pacta ligamen. Diagnosis terdapat pacta serabut otot rangka
cervical sprain mengindikasikan adanya yang dapat terpalpasi dan mengaki-
kerusakan pacta ligamen dan struktur batkan nyeri serta nyeri rujukan
kapsular yang menghubungkan sendffaset dan disfungsi motorik ke lokasi lain
dan tulang belakang. Dalam prakteknya, (Gambar 3).
sulit untuk membedakan cervical sprain
c. Spondilosis servikal
dan strain, dan keduanya sering terjadi
Spondilosis terjadi akibat aktivitas
secara simultan.
leher pacta kegiatan sehari-hari selama
b. Nyeri miofasial servikal (myofascial pain) bertahun-tahun. Terjadi perubahan de-
Nyeri ini dapat muncul setelah trau- generatif secara gradual pacta tulang
ma atau pacta kondisi medis lain, belakang servikal, yaitu diskus interver-
seperti stres psikologis, depresi, dan tebralis menipis, sendi faset mengalami
insomnia. Karakteristik yang khas robekan, dan ruang intervertebra me-
dari nyeri miofasial adalah terdapat- nyempit. Lebih dari 90% kasus jepitan
nya myofascial trigger points (MTrPs), saraf di tulang belakang disebabkan
612
karena spur atau osteofit. Spur pada yang seringkali menjadi sumber nyeri
tulang terbentuk pacta bagian pinggir pada tulang belakang. Sendi yang ter-
atau tepi tulang belakang dan sendi fa- letak pada sisi kiri dan kanan tulang ver-
set, akibat peningkatan tekanan pacta tebra ini (Gam bar 4) merupakan daerah
jaringan di sekitarnya. Pada sebagian yang paling dipengaruhi oleh nyeri leher
kasus, proses degeneratif merupakan akibat cedera whiplash. Cedera whiplash
hal yang normal sesuai dengan ber- yang paling sering dalam kehidupan
tambahnya usia. Namun demikian, sehari-hari adalah kecelakaan bermotor
perubahan degeneratif yang berat yang.,rnengakibatkan gerakao kepala ke
merupakan hal yang abnormal dan depan dan ke belakang secara tiba-tiba.
akan mengakibatkan gejala klinis Kemungkinan patofisiologi lain adalah
yang mengganggu. pekerjaan atau aktivitas yang menuntut
penderitanya melakukan gerakan eks-
d. Nyeri diskogenik
tensi leher berulang.
Nyeri diskogenik diduga merupakan pe-
n: ebab terser ing nyeri leher, terutama f. Diffuse skeletal hyperostosis
pada rentang usia 5-50---tahun. Nyeri Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
ini disebabkan karena adanya perubahan merupakan sind rom klinis akibatkalsi-
struktural pada satu atau beberapa dis- fikasi abnormal pada ligamen dan.ten-
kus inte!Vertebralis servikal. Diskus yang don sepanjang tulang belakang leher,
paling sering bermasalah adalah C5-C6 yang mengakibatkan pengerasan pad a
dan C6-C7, mencapai 75% kasus. ligamen dan tendon tersebut. Kondisi
ini selain terjadi pacta tulang belakang
e. Sindrom faset servikal
servikal juga dapat melibatkan tulang
Sendi fasetmerupakan salah satu daerah
belakang torakal dan lumbal.
613
614
615
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuroloyi
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seper- pakan pencitraan utama untuk mengevalu-
ti foto Rontgen, CT scan, MRI, atau elektro- asi lesi traumatik pada tulang servikal.
miografi (EMG).
Sementara itu, pemeriksaan MRI servikal
Pada kasus dengan kecurigaan cedera leher, diindikasikan pada pasien dengan defisit
pemeriksaan foto Rontgen servikal antero- neurologis, jika pada foto Rontgen tidak
posterior, lateral, oblik, dan odontoid menjadi ditemukan kelainan yang pasti. MRI ber-
pemeriksaan awal yang rutin di-kerjakan. manfaat dalam mengevaluasi kelainan pada
Seluruh 7 tulang vertebral servikal harus medula spinalis dan radiks, kelainan pada
tervisualisasi dan jarak diskus interverte- soft tissue, herniasi diskus intervertebralis,
bralis antar tulang kurang lebih sama. Foto disrupsi ligamen, dan siringomielia.
lateral bermanfaat untuk menilai kesegari-
san (alignment) dan adanya pembengkakan TATA LAKSANA
jaringan lunak. Jarak normal antara bagian Sebelum memberikan tata laksana, harus
depan C3-CS dan bayangan trakea adalah ditentukan penyebab nyeri leher. Pasien di-
Smm pada dewasa. Jika jarak tersebut me- haruskan segera ke RS pada kondisi cedera
lebar, diperkirakan adanya pembengkakan kepala atau cedera leher berat, gangguan
jaringan lunak dan cedera yang signifikan. kontrol huang air besar atau huang air kecil,
Sisi posterior korpus vertebral dalam ke- nyeri leher yang sangat berat (visual analog
adaan normal akan berada dalam satu garis scale/VAS >6), atau jika terdapat kelemahan
yang membentuk kurva lordosis. Garis yang atau gangguan sensorik pada ekstremitas.
ditarik dari aksis horizontal tiap prosesus Demikian pula jika terdapat nyeri leher yang
spinosus tulang vertebra servikal dalam tidak membaik dalam 1 minggu, dianjurkan
kondisi normal akan terjadi konvergensi untuk dibawa ke RS. Kondisi-kondisi terse-
pada 1 titik di posterior. Hilangnya lordosis but merupakan bagian dari tanda bahaya
mengimplikasikan adanya spasme otot, se- (red flags) yang harus selalu dinilai pada
mentara hilangnya konvergensi menanda- pasien dengan keluhan nyeri leher, selain
kan kemungkinan instabilitas tulang ver- keadaan berikut:
tebra. Posisi lateral juga bermanfaat dalam a. Tanda keganasan, infeksi, dan inflamasi
menilai stabilitas C1 dari C2. Posisi oblik Demam, keringat malam, be rat badan yang
paling baik dalam menilai sendi faset dan turun drastis, riwayat tuberkulosis, riwa-
foramen neural. yat infeksi human immunodeficiency virus
Pemeriksaan CT scan servikal dikerjakan (HIV), atau riwayat penggunaan imunosu-
pada pasien yang memilki kelainan pada presan, nyeri yang sangat hebat (VAS 10),
foto Rontgen, atau pada pasien dengan ke- nyeri yang intraktabel pada malam hari,
curigaan fraktur, namun hasil foto tidak limfadenopati servikal, dan nyeri tekan
konklusif. Adanya disrupsi korpus vertebra pada korpus vertebra servikal.
atau lamina, fraktur pada sendi faset, dan b. Mielopati
fragmen tulang intrakanal akan jelas terlihat Gangguan gait, clumsy hand, defisit neu-
dengan CT scan. Karena itu, CT scan meru- rologis yang objektifberupa gejala upper
616
Scanned for Pablo
NyeriLeher
motor neuron (UMN) di tungkai dan ge- nance) . Terapi fisik fase akut bertujuan
jala lower motor neuron (LMN) di lengan. untuk mengurangi nyeri dan inflamasi,
c. Kondisi lain mengembalikan ROM daerah yang tidak
nyeri, memperbaiki kontrol postural
Riwayat osteoporosis berat, riwayat operasi
leher, dan mencegah atrofi otot-otot
leher; drop attack saat menengokkan leher,
leher.
serta nyeri yang berat dan menetap atau
makin meningkat. Pada fase pemulihan, terapi fisik bertujuan
untuk menghilangkan nyeri secara sem-
Pada sebagian besar kasus, nyeri leher
purna, memperbaiki dan menormalisasi
cukup diterapi secara konservatif dengan
ROM pasif dan aktif, melanjutkan perbai-
analgesik over-the-counter; dan terapi fisik
kan kontrol postural, dan memulai tahap
menggunakan pemanasan, massage, dan
agar otot leher dapat digunakan untuk
latihan penguatan danjatau peregangan
latihan olahraga. Selanjutnya, terapi fisik
yang dapat dikerjakan di rumah. Jika nyeri
fase rumatan bertujuan untuk mening-
tidak menghilang setelah 1-2 minggu
katkan dan memperbaiki keseimbangan,
terapi di rumah, direkomendasikan untuk
meningkatkan kekuatan dan ketahanan
dilakukan evaluasi lebih lanjut di fasilitas
otot leher dalam melakukan gerakan aktif,
kesehatan.
sehingga pasien memiliki postur yang
Secara umum, tata laksana nyeri leher normal dan dapat beraktivitas sehari-hari
di fasilitas kesehatan dapat dibagi men- tanpa nyeri.
jadi terapi konservatif, terapi intervensi
Modalitas yang dapat digunakan dalam
nyeri, dan terapi surgikal. Terapi konser-
terapi fisik mencakup:
vatifterdiri atas:
a. Pendinginan - dengan kantung es
1. Terapi medikamentosa
pada daerah yang nyeri di leher juga
Terapi medikamentosa dapat berupa
dapat membantu mengurangi derajat
pemberian analgesik asetaminofen atau
nyeri.
obat antiinflamasi nonsteroid (GAINS),
seperti ibuprofen, meloksikam, dan b. Pemanasan - dengan air atau uap
naproksen, dapat membantu mengata- hangat juga dapat membantu mengu-
si nyeri derajat ringan dan sedang. Jika rangi nyeri. Namun demikian, pada
terdapat spasme otot yang berat, dapat nyeri akut gunakan es lebih dulu se-
diberikan golllngan pelemas otot. Jika bagai terapi inisial. Pemanasan boleh
derajat nyeri leher dirasakan berat, di- dijadikan terapi inisial jika pasien
rekomendasikan pemberian antidepre- tidak sensitif dan tidak dapat mento-
san trisiklik. leransi dingin.
2. Terapi fisik c. Massage - Pemijatan dapat mem-
Terapi fisik dapat dibagi dalam 3 tahap bantu menghilangkan spasme otot
yakni tahap akut, tahap pemulihan (re - dan dapat dikerjakan setelah pema-
covery), dan tahap rumatan (mainte - nasan atau pendinginan pada otot
617
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
leher. Dapat dilakukan secara manual kanan hingga maksimal dengan po-
dengan tangan atau dengan vibrator sisi dagu sejajar (Gambar 8). Laku-
elektrik Pada saat dilakukan pemi- kan masing-masing selama 5 detik ke
jatan, otot leher harus dalam keadaan setiap sisi dan ulangi masing-masing
relaks dengan menyangga kepada atau sisi 5 kali
posisi berbaring.
d. Neck stretch
3. Latihan penguatan dan peregangan Angkat leher ke arah dagu, tahan selama
Setelah mengalami cedera, rentang gerak 5 detik, dan ulangi 5 kali (Gambar 9).
leher harus direstorasi dan dipertahan-
e. Stimulasi elektrik
kan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang
Dengan menggunakan transcuta-
meregangkan dan menguatkan otot-otot
neous electrical nerve stimulation
leher. Latihan ROM dan peregangan dapat
(TENS) dapat membantu mengurangi
membantu mengurangi nyeri pascacedera
nyeri serta meningkatkan mobilisasi
otot Latihan paling baik dilakukan saat
dan kekuatan otot.
otot dalam keadaan hangat, misalnya
pascapemanasan atau beberapa menit f. Traksi servikal
setelah latihan kardio. Latihan dapat di- Traksi ini menggunakan beban yang
lakukan pada pagi hari untuk menghilang- bertujuan menarik tulang leher dan
kan kekakuan otot dan malam hari sebe- mengkoreksi kolumna spinalis menjadi
lum tidur. sejajar fnood alignment). Sayangnya,
berbagai studi menunjukkan teknik
Beberapa gerakan dibawah ini dapat di-
traksi tidak memiliki manfaat yang sig-
lakukan untuk menguatkan dan mere-
nifikan dalam tata laksana nyeri leher.
gangkan otot leher cervical strain yang
merupakan penyebab nyeri leher ter- g. Penggunaan bidai servikal (collar neck)
banyak Jangan lakukan gerakan tersebut Bidai servikal diindikasikan pada kasus
pada kasus selain cervical strain, terlebih nyeri leher. Penggunaannyaharus sesuai
pada radikulopati atau mielopati. anjuran dokter, karena dapat menunda
proses pemulihan dan mengakibat-
a. Neck tilting
kan kelemahan leher jika dipakai rutin
Tundukkan leher hingga maksimal
dalam jangka panjang.
dan tahan selama 5 detik sebelum
kernbali ke posisi normal (Gambar 6). 4. Kurangi stres
Ulangi sebanyak 5 kali. Stres emosional akan dapat mening-
katkan ketegangan otot leher dan akan
b. Neck tilting side to side mempengaruhi serta memperlambat
Miringkan leher ke arah bahu, tahan
proses pemulihan. Teknik relaksasi akan
selama 5 detik ke setiap sisi dan ulangi
mengatasi ketegangan muskuloskeletal.
masing-masing sisi 5 kali (Gambar 7).
Aktivitas lain yang dapat mengurangi
c. Neckturn stres mencakup meditasi, ibadah, dan
Tengokkan leher ke arah kiri dan hipnosis.
618
Scanned for Pablo
Nyeri Leher
( )
619
gurangi nyeri dengan atau tanpa panduan Nyeri juga bilang timbul, terutama mem-
(guiding tools). Di antara tindakan inter- berat saat posisi tidur.
vensi nyeri Ieber yang tidak memerlukan Pertanyaan:
panduan adalab injeksi trigger point Menurut karakteristik temporal nyeri,
dengan anestetik lokal, seperti lidokain. apa jenis nyeri yang dialami pasien ini?
Tindakan tersebut dapat direkomendasi-
a. Nyeri akut
kan hila latiban peregangan dan massage
b. Nyeri somatik
tidak mengurangi nyeri secara signifikan
c. Nyeri kronik
pada kasus cervical strain atau nyeri mio-
d. Nyeri kronik eksaserbasi akut
fasial. Sayangnya, tidak terdapat cukup
e. Nyeri viseral
bukti babwa injeksi trigger point dapat
mengurangi nyeri atau mempercepat Jawaban: c. Nyeri kronik
penyembuban dalam jangka panjang. In- 2. Berdasarkan epidemiologi, apakab pe-
jeksi steroid pada otot Ieber tidak dian- nyebab tersering dari nyeri Ieber?
jurkan, karena berisiko mengakibatkan
a. Faktor mekanik
cedera pada otot. Pada kasus nyeri Ieber
b. Trauma
lainnya, seperti nyeri diskogenik atau
c. Keganasan/ neoplasma
nyeri faset, jika akan dilakukan tinda-
d. Autoimun
kan intervensi nyeri, dapat dipandu de-
e. Idiopatik
ngan menggunakan ultrasonografi atau
fluoroskopif C-arm. Jawaban e. Idiopatik
620
621
Scanned for Pablo
NYERI PUNGGUNG BAWAH
622
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah
623
ligamentum
intertransversal
ligamentum
longitudinal ---~
posterior
ligamentum
longitudinal anterior
624
625
dari anulus, terutama yang berada di bagian dari nukleus pulposus adalah struktur car-
luar, bersifat fibroblast-like, berukuran pan- tilage endplates. Bagian tengah dari nukleus
jang, tipis, dan teletak paralel dengan serat pulposus mengandung serat kolagen yang
kolagen. Bentuk sel ini menjadi lebih oval tersusun acak, dan serat elastin yang ter-
pada bagian dalam anulus fibrosus. susun secara radial. Di antaranya terdapat
sel menyerupai kondrosit (chondrocyte-like
Cartilage endplate merupakan lapisan hori-
cells) dengan densitas yang rendah yang be-
zontal tipis dengan ketebalan lmm, yang
rada di dalam kapsul.
tersusun atas jaringan kartilago hialin.
Struktur ini mempertemukan diskus in-
ETIOLOGI
tervertebralis dengan korpus vertebralis.
Pasien yang datang dengan NPB harus diek-
Pada kondisi normal, diskus intervertebra-
splorasi etiologinya karena sebenarnya NPB
lis memiliki sedikit pembuluh darah dan
adalah suatu gejala, bukan penyakit. NPB
saraf, terutama terbatas pada lamela luar
memiliki beberapa etiologi yang mendasari
yang berakhir pada proprioseptor. Carti-
kondisi patologisnya yang harus ditentukan
lage endplate bersifat avaskular dan aneural
untuk tata laksana dan prognosisnya (Ta-
pada orang dewasa normal. Pembuluh da-
bel 1). Berdasarkan etiologinya, NPB dibagi
rah ada pada ligamentum longitudinal yang
menjadi spesifik dan nonspesifik/ idiopa-
berdekatan dengan diskus intervertebralis
tik. NPB yang diketahui etiologinya dengan
dan pada cartilage endplate yang berasal
jelas disebut NPB spesifik. Sayangnya dalam
dari percabangan arteri spinalis.
praktik sehari-hari, sebagian besar NPB ti-
Anulus fibrosus mengelilingi inti yang lebih dak diketahui etiologinya dengan jelas, atau
bersifatgelatin (gelatinous), disebutnukleus disebut juga NPB nonspesifik a tau idiopatik.
pulposus (Gambar 2) . Batas atas dan bawah
Nyeri Sendi Faset
Seperti sendi sinovial lainnya, proses trauma
dan inflamasi yang terjadi pada memiliki mani-
festasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi
sendi, serta spasme otot sekunder, yang kemu-
dian akan menyebabkan kekakuan dan dege-
nerasi sendi yang menyebabkan osteoartritis.
Saraf
Salah satu struktur yang terlibat pada proses
Diskus normal ~
degenerasi sendi adalah kapsul fibrosa dari
sendi faset yang mengandung ujung saraf en-
capsulated, uncapsulated, dan bebas. Studi
imtmohistokimia menunjukan bahwa ujung
Gam bar Z. Anatomi Diskus Intervertebralis saraf tersebut mengandung neuropeptida yang
memediasi dan memodulasi nosiseptor, misal-
nya substansi P, calcitonin gene related pep-
tide (CGRP), dan vasoactive intestinal p eptide
626
Tabell. Penyakit yang Berkaitan dengan NPB yang Diklasifikasikan Berdasarkan Etiologi
Etiologi Penyakit
Trauma • Hernia diskus intervertebralis lumbal
• Nyeri punggung bawah muskularjfasia [nyeri punggung bawah muskular akut
(sprain), nyeri punggung bawah muskular kronik]
• Nyeri punggung bawah yang berkaitan dengan fraktur (fraktur akibat trauma, fraktur
terkait osteoporosis)
Infeksi/inflamasi • Spondilitis tuberkulosis
• Spondilitis purulen
• Ankylosing spondylitis
Tumor • Metastasis spinal
• Mieloma multi pel
• Tumor medula spinalis
Degeneratif • Spondylosis deformans
• Degenerasi diskus intervertebralis
• Nyeri punggung bawah artikular intervertebralis
• Spondilolistesis nonspondilolitik lumbalis
• Ankylosing spinal hyperostosis
• Stenosis kanalis spinalis lumbalis
• Osteoporosis
• Facet arthrosis/degenerative facet
Organ abdomen • Penyakit hati, saluran empedu, pankreas, dan lain-lain
Psikologis • NPB psikogenik. fibromialgia, depresi, dan lain-lain
NPB: nyeri punggung bawah
Sumber: Hayashi Y. JMAJ. 2004. h. 227-33.
(VIP). Adanya neuropeptida tersebut menan- kebiasaan mengangkut beban berat dan
dakan proses penuaan serta beban biomekanik cedera minor berulang. Stres mekanik tim-
yang kumulatif. Mediator kimiawi dan infla- bul pada faset yang lebih horizontal pada
masi ini berhubungan dengan enzim proteoli- potongan sagital, terutama tingkat L4-LS.
tik dan kolagenolitik yang dapat menyebabkan
Gejala dan tanda klinis facet arthrosis sa-
degradasi matriks kartilago sendi. Bila neuro-
ngat tidak spesifik dan bervariasi tergan-
peptida ini ditemukan bersama dengan jaring-
tung pada progresivitasnya, mulai dari nyeri
an perivaskular dan input aferen nosiseptif,
pada leher atau punggung bawah hingga ti-
maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil
dak ada nyeri. Gejala nyeri yang muncul ti-
nyeri (pain generator).
dak menjalar ke bawah lutut dan diperberat
Facet arthrosis merupakan bentuk patologi dengan gerakan ekstensi, serta membaik
sendi faset yang paling banyak ditemukan. dengan gerakan fleksi. Nyeri tidak berkore-
Penyakit ini sering mengenai usia tua di atas lasi dengan tingkat degenerasi.
60 tahun, walaupun pada beberapa kasus
dapat dimulai pada usia sebelum 20 tahun. Nyeri Sendi Sakroiliaka
Tidak ada perbedaan prevalensi antar je- Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial di-
nis kelamin. Penyakit ini dikaitkan dengan artrodial yang menerima inervasi atau persara-
627
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
fan utama dari rami dorsalis 4 nervus sakralis Longisimus, M. Multifidus, dan M. Spinalis.
pertama. Artrografi atau injeksi larutan iritan Kondisi salah posisi dapat memicu terjadinya
kedalam sendi sakroiliaka dapat memprovokasi peregangan berlebih pada ligamentum dan
nyeri dengan berbagai pola nyeri lokal maupun otot-otot ini sehingga menyebabkan robekan,
nye1i alih pada daerah bokong, lurnbal bawah, perdarahan kecil dan inflamasi, serta me-
dan paha. Prevalensi nyeri sakroiliaka bervatia- nimbulkan nyeri. Hal ini dikenal dengan
si antara 2-30% pada pasien NPB kronik. strain atau regangan, maupun sprain atau re-
gangan yang menyebabkan kerusakan.
Nyeri Otot
Otot punggung bawah membantu menstabi- Sindrom Nyeri Miofasial
lisasikan tulang belakang serta memungkin- Reseptor nyeri di otot sensitif terhadap berb-
kan gerakan rotasi, fleksi, dan ekstensi. Otot- agai stimulus mekanik, termasuk tekanan, cu-
otot profunda melekat pada rongga-rongga bitan (pinching), irisan (cutting), dan peregan-
yang berada di antara prosesus spinosus gan (stretching. Unit kontraksi otot dan tendon
(Gambar 3). Adapun otot-otot penting yang yang terpapar beban biomekanik tunggal atau
menyongkong vertebra lumbalis meliputi M. rekuren dapat mengalami cedera dan menim-
Otot-otot intermedia
628
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah
bulkan nyeri. Otot tersebut akan memendek se- tersebut juga dapat menimbulkan herni-
cara abnormal dan disertai peningkatan tonus asi diskus intervertebralis lumbalis dan
akibat spasme atau kontraksi yang berlebihan. mengkompresisaraf
Otot yang cedera ini merupakan area nyeri • NPB muskular kronik terjadi akibat
yang dianggap sebagai trigger point (TrP) atau penggunaan otot berulang secar~ terus
taut band yang menjadi kriteria diagnosis sin- menerus.
drom nyeri miofasial. ·
• Traumatic vertebral body fractures ter-
Karakteristik yang khas. dari sindrom nyeri jadi saat korpus vertebralis kolaps akibat
miofasial adalah adanya TrP berupa nodul jatuh dan sebagainya.
berukuran 3-6mm, bersifat nyeri dan kaku, • Fragile vertebral body fractures biasanya
dan dapat diidenti:fikasi melalui palpasi otot. menimbulkan NPB terkait osteoporosis,
Palpasi TrP akan. memprovokasi nyeri hebat meskipun tidak terpapar trauma yang
dan menjalar ke zona-zona tertentu. Stimulus hebat.
mekanik seperti penusukan atau pemberian
tekanan pada area yang hiperiritasi di TrP akan NPB yang disebabkan oleh Infeksijlnfla-
menyebabkan kedutan otot (muscle twitch). masi
Palpasi TrP kadang-kadang dapat menimbul- Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tu-
kan refleks involunter (jump sign), atau flinch- lang belakang yang seringkali bennanifesta-
ing yang tidak sesuai dengan tekanan palpasi si sebagai nyeri punggung bawah. Infeksi
yang diberikan. Sindrom nyeri miofasial dapat ini dapat mengenai tulang belakang tora-
menjadi simtomatik akibat trauma langsung kolumbal (SO%), servikal (25%), dan lum-
atau tidak langsung, paparan strain kumulatif, bal (25%). Mikroorganisme patogen dapat
disfungsi postural, dan physical deconditioning. menghancurkan korpus vertebralis atau
diskus intervertebralis. Untuk mencegah
Sindrom nyeri miofasial dapat terjadi pada
timbulnya komplikasi neurologis, maka di-
daerah yang mengalami kerusakan jaringan
agnosis harus cepat dan pengobatannya te-
atau daerah tempat penjalaran nyeri neuropa-
pat. Anamnesis mengenai riwayat penyakit
tik/radikular. Otot yang terpengaruh oleh nyeri
tuberkulosis dapat membantu diagnosis pe-
neuropatik dapat mengalami kerusakan akibat
nyakit ini. Pencitraan MRI merupakan salah
spasme berkepanjangan, beban mekanik ber-
satu pemeriksaan penunjang untuk melihat
lebihan atau gangguan metabolik serta nutrisi.
gambaran destruksi tulang, abses, serta ke-
NPB yang disebabkan oleh Trauma terlibatan jaringan: lunak sekitar tulang dan
Ada beberapa kondisi patologis NPB yang medulla spinalis (Gambar 4).
disebabkan oleh trauma, antara lain:
Ankylosing spondylitis (Gambar 5) adalah suatu
• NPB muskular akut atau sprain terjadi periyakit rematik dengan faktor rematoid
saat punggung bawah .ter}lapar trauma · negatifyang menyebabkan tulangvertebra me-
eksternal, seperti terbentur orang lain nyambungseperti bambu (bamboo spine), osifi-
atau mengangkat benda berat, sehingga kasi ligamentum supraspinosus dan interspi-
terjadi kerusakan otot dan fasia. Trauma nosus (dagger sign), dan fusi sendi sakroiliaka.
629
Penyatuan tersebut menyebabkan elastisitas- menjadi sulit untuk bernafas dalam. Penyakit
nya berkurang dan postur tubuh membungkuk ini lebih sering mengenai laki-laki daripada
ke depan. Jika tulang iga terlibat maka pasien perempuan dengan gejala dan tanda penyakit
dimulai saat usia muda.
Gam bar 4. Gambaran MRI Spondilitis Tuberkulosis Gam bar 5. Gambaran Foto Rontgen Ankylosing
Tanda panah men unjukkan desktruksi karp us verte- Spondilitis
bra lumbal L3-4 yang mendesak medula sp inalis Gambaran Dagger sign (panah putih) dan fusi sendi
(Dok: Pribadi) sakroi liaka (panah hitam)
(Dok: Pribadi)
630
Herniasi
Diskus
intervertebralis
{ Nukleus pulposus
Anulus fibrosus
NPB yang Disebabkan oleh Neoplasma lang belakang disertai fraktur yang me-
Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, nyebabkan nyeri di berbagai tingkat. Di
lambung, payudara, dan prostat, dapat her- lain pihak, osteoporosis kadang-kadang
metastasis ke tulang lumbal sebagai lesi tidak disertai fraktur dan deformitas,
multipel yang berbercak-bercak (Gambar tetapi tetap ada nyeri. Hal ini disebabkan
6). Gambaran ini juga dijumpai pacta kega- oleh hipersensitivitas nyeri terkait de-
nasan hematologi, seperti mieloma multi- ngan menopause.
pel. Tumor primer, seperti schwanoma dan
2. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
angioma, dapat berkembang pacta daerah
Kehilangan proteoglikan dan disorgan-
lumbal dan menimbulkan nyeri yang he bat.
isasi matriks memiliki dampak mekanik
NPB yang Disebabkan oleh Proses De- yang penting, yaitu menimbulkan stres
generatif pacta cartilage endplate atau anulus fi-
Dengan bertambahnya usia, insidens NPB brosus. Perubahan ini mengakibatkan
akan meningkat dengan terbentuknya Jesi diskus intervertebralis rentan terhadap
akibat degenerasi lumbal dan jaringan seki- cedera dengan menimbulkan perubahan
tarnya. Proses degenerasi tersebut juga osteoarthritik. Kondisi ini dapat menye-
berkaitan dengan terbentuknya spondylo- babkan herniasi nukleus pulposus, yaitu
sis deforman, degenerasi diskus interver- prolapsnya diskus intervertebralis akibat
tebralis, nyeri punggung bawah artikular robeknya annulus fibrosus (Gambar 7) .
intervertebralis, spondilolistesis nonspon -
Proses degeneratif tersebut akan berdam-
dilolitik, ankylosing spinal hiperostosis, dan
pak pacta struktur sekitarnya, misalnya ra-
stenosis spinalis lumbalis.
diks. Kompresi radiks akibat herniasi ini
1. Osteoporosis bukan satu-satunya penyebab timbulnya
Pacta osteoporosis terjadi deformitas tu - gejala nyeri, karena 70% pasien dengan
631
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
prolaps diskus yang menekan radiks tidak temporal (akut/kronik), dan faktor yang
mengeluhkan nyeri. Hipotesis yang men- memperberat a tau meringankan nyeri.
dasari timbulnya nyeri adalah kompresi
Ada empat jenis nyeri yang harus diiden-
yang ditimbulkan akan meningkatkan sen-
tifikasi pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal,
sitisasi radiks. Proses ini terutama disebab-
nyeri alih, nyeri radikular; dan spasme otot
kan oleh molekul-molekul kaskade inflama-
sekunder. Nyeri lokal disebabkan oleh proses
si, seperti asam arakidonat, prostaglandin
patologis yang mengenai struktur peka nyeri
E2, tromboksan, fosfolipase A2, tumor necro-
di tulang belakang, antara lain periosteum
tizing factor (TNF)a, interleukin, dan matriks
korpus vertebra, kapsul sendi apofisial, an-
metalloprotease.
nulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum.
NPB Akibat Penyebab Lain Oleh sebab itu, segala proses patologis yang
NPB dapat timbul akibat nyeri alih dari pe- melibatkan struktur-struktur tersebut akan
nyakit organ intraabdominal seperti hati, menimbulkan nyeri lokal. Nyeri ini memiliki
kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih intensitas stabil, tetapi kadang-kadang nyeri
ke punggung bawah juga dapat timbul dari terasa lebih berat dan tajam. Batasan nyeri
organ-organ abdomen bagian posterior; se- tidak terlalu tegas, namun dirasakan di seki-
perti uterus, ovarium, dan kandung kemih. tar struktur peka nyeri pada tulang belakang
yang terkena tersebut.
Kemungkinan adanya nyeri psikogenik yang
berkaitan dengan histeria dan depresi juga ti- Salah satu contoh proses patologis yang me-
dak boleh dilupakan. Fibromialgia merupak- nimbulkan nyeri lokal adalah strain/sprain
an salah satu bentuk NPB kronik yang paling akut. Penyebabnya adalah cedera minor;
sering ditemukan pada daerah perkotaan. Di- seperti mengangkat benda berat, kesala-
agnosis fibromialgia ditegakkan secara klinis, han postur (duduk, berkendara), atau per-
ditandai oleh nyeri dengan distribusi yang gerakan punggung yang mendadak. Pasien
luas pada tubuh, terdapat titik-titik nyeri, kadang-kadang merubah postur tubuh aki-
dan seringkali disertai penyakit komorbid bat nyeri yang dirasakan. Otot-otot sakro-
seperti fatig kronik, insomnia, dan depresi. spinalis dan punggung bawah menjadi kaku,
Oleh karena itu, penyakit ini sering dikaitkan sehingga nyeri bertambah berat bila pasien
dengan faktor sosial dan psikologis. melakukan pergerakan punggung.
Nyeri alih pada NPB dapat berupa nyeri
GEJALA DAN TANDA KLINIS
pada vertebra yang merujuk ke organ dalam
Pasien NPB datang biasanya dengan kelu-
abdomen dan pelvis, atau sebaliknya. Pe-
han utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain
nyakit-penyakit pada organ dalam abdomen
yang dapat timbul adalah rasa kaku, pegal,
atau pelvis dapat menimbulkan nyeri alih
kesulitan bergerak, atau perubahan ben-
pada punggung bawah. Hal ini dapat dibe-
tuk punggung (deformitas). Keluhan utama
dakan dengan NPB akibat proses patologis
nyeri pada NPB harus dieksplorasi karak-
di tulang belakang dan struktur sekitarnya
teristiknya lebih lanjut, an tara lain jenis dan
karena intensitas nyerinya tidak berubah
lokasi, durasi (menetapfintermiten), in-
dengan pergerakan punggung.
tensitas (ringanfsedang/berat), hubungan
632
Scanned for Pablo
Nyeri Punggung Bawah
Proses patologis pada bagian atas vertebra batuk, bersin, atau mengedan dapat mem-
lumbal dapat menimbulkan nyeri alih pada perberat nyeri radikular. Oleh karena struk-
daerah kostovertebral (flank) medial, pang- tur saraf yang terkena pada nyeri radikular,
gul sisi lateral, selangkangan, dan paha ba- maka defisit neurologis, seperti parestesia,
gian anterior. Hal ini terjadi karena iritasi hipestesia, monoparesis, hiporefleks, dan
nervus kluneal superior yang berasal dari di- atrofi otot, dapat ditemukan pada pasien.
visi posterior nervus spinalis Ll-L3. Semen- Dengan demikian, nyeri radikular berbeda
tara itu, proses patologis yang terjadi pada dengan nyeri alih. Walaupun nyeri alih juga
bagian bawah vertebra lumbal dapat memi- bisa menjalar, tetapi tidak sampai distal dari
liki nyeri alih ke bagian bawah bokong dan lutut dan tidak disertai defisit neurologis.
paha bagian posterior akibat iritasi nervus
Segala proses patologis yang mengenai ra-
spinalis L4-LS. Nervus spinalis ini mengak-
diks pada punggung bawah akan menim-
tivasi sekumpulan neuron intraspinal yang
bulkan nyeri radikular, contohnya herniasi
sama dengan nervus yang menginervasi
diskus intervertebralis dan kanalis stenosis.
paha bagian posterior. Nyeri alih tersebut
Herniasi diskus intervertebralis memiliki
biasanya difus, tidak lokal, dan terasa dalam.
karakteristik tambahan berupa nyeri yang
Intensitas nyeri alih tidak jauh berbeda de-
bertambah berat saat membungkuk, duduk,
ngan nyeri lokal. Setiap gerakan yang mem-
atau berubah posisi duduk ke berdiri. Nyeri
perberat atau meringankan intensitas nyeri
terasa berkurang saat pasien berbaring
lokal juga dapat memengaruhi nyeri alih.
telentang dengan lulut fleksi untuk mengu-
Contoh proses patologis yang menimbul- rangi lordosis lumbal.
kan nyeri alih adalah strain pada sendi
Di lain pihak, kanalis stenosis memiliki ciri
sakroiliaka. Pasien dapat merasakan nyeri
tambahan berupa nyeri yang bertambah be-
alih dari punggung bawah ke bokong atau rat saat duduk lama, berdiri, atau berjalan.
paha bagian posterior. Saat pasien bergerak
Nyeri akan membaik saat istirahat setelah
abduksi paha melawan tahanan, nyeri akan aktivitas tersebut. Posisi yang paling nya-
bertambah berat dan dapat dirasakan di man bagi pasien kanalis stenosis adalah
simfisis pubis atau selangkangan.
jongkok, agak membungkuk ke depan, dan
Nyeri radikular berasal dari struktur radiks fleksi panggul dan lulut. Hal ini menyeru-
spinalis yang mengalami proses tarikan, pai posisi pengendara sepeda. Selain itu,
iritasi, atau kompresi. Karakteristik nyeri terdapat fenomena klaudikasio neurogenik
radikular memiliki intensitas yang lebih pada kanalis stenosis, yang ditandai dengan
berat, penjalaran hingga ke tungkai bawah aktivitas berjalan dan berdiri menyebabkan
sesuai perjalanan sarafnya, dengan batas hipestesi dan kelemahan tungkai secara
yang lebih tegas. Penjalaran nyeri radikular bertahap, sehingga memaksa pasien untuk
yang paling khas terjadi pada iskialgia, yang duduk istirahat. Hal ini disebabkan oleh in-
berasal dari bokong menjalar ke sepanjang sufisiensi arteri iliofemoral.
posterior paha, betis, hingga ke kaki. Nyeri
Selain itu, nyeri radikular isialgia dapat di-
terasa tajam dan kadang-kadang tumpang jumpai pada sindrom piriformis. Hal ini dise-
tindih dengan nyeri bersifat tumpul. Perilaku
633
634
635
Pemeriksaan fisik pada regio lumbosakral, ekstensi panggul dan fleksi lutut Hasil positif
pelvis, dan abdomen dapat memberikan pe- ditandai dengan nyeri yang menjalar ke ante-
tunjuk etiologi NPB. Beberapa pemeriksaan rior paha bawah, yang menunjukkan keterli-
fisik khusus dilakukan pada pasien NPB batan radiks atau saraf spinal L3.
(Gambar 8). Pemeriksaan straight leg raise
Jika dicurigai adanya kondisi serius yang men-
test dilakukan dalam posisi terlentang, kedua dasari NPB, maka MRI merupakan modalitas
tungkai diangkat, dengan kedua lutut dalam
terpilih untuk sebagian besar kasus (Gambar
posisi ekstensi. Hasil tes yang positif ditandai
9). CT scan merupakan alternatifjika terdapat
jika terdapat nyeri yang memjalar ke bawah
kontraindikasi atau tidak tersedia fasilitas
lutut, yang menunjukkan sumber nyeri ber-
MRI. Hasil MRI atau CT scan harus disesuai-
asal dari radiks atau saraf spinal L4-S 1. Selain
kan dengan klinis pasien, mengingat kemung-
itu, reverse straight leg raise test dikerjakan
kinan hasil tersebut positif palsu yang sema-
dalam posisi pasien tengkurap, dilakukan
kin sering sesuai dengan meningkatnya usia.
lnslabllltas vertebra
Pemerlksaan motorllc
eblrlmltas bewah
l iremerrksaan semorlk
. eblrlmltas bewah
Gambar 8. Metode Inspeksi dan Palpasi untuk Mendiagnosis Nyeri Punggung Bawah
636
Gambar 9. MRI Pasien dengan Gambaran Massa lntramedula Setinggi Vertebra L4-5 (panah)
(Dok: Pribadi)
637
dengan penilaian yang tepat oleh ah- 1. Pada kunjungan pertama pasien
linya. a. Edukasi pasieli
c. Terapi olah raga: • Meyakinkan pasien bahwa progno-
• Untuk meningkatkan kekuatan otot sis nyeri punggung bawah seringkali
dan menghasilkan korset alami dari baik, dengan sebagian besar kasus hi-
otot-otot abdomen dan otot-otot lang dengan sendirinya tanpa banyak
punggung intervensi.
• Untuk melakukan latihan peregangan • Memberi saran kepada pasien untuk
dan relaksasi tetap aktif, sebisa mungkin hindari
bed rest dan kembali ke aktivitas nor-
• Untuk meningkatkan kekuatan tulang
mal secepat mungkin.
dengan memberikan beban mekanik
pada tulang-tulang • Memberi saran kepada pasien untuk
menghindari gerakan memutar (twist-
d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang be- ing) dan membungkuk (bending) teru-
lakang serta mengkoreksi kifosis dan tama saat mengangkat barang.
skoliosis.
Tujuan dari edukasi kepada pasien
e. Terapi medikamentosa: adalah untuk mengurangi kekhawatiran
• Terapi kuratif dengan antibiotik, an- terhadap nyeri punggung bawah yang
tifungal, atau obat anti tuberkulosis dialaminya serta mengajarkan cara
untuk kasus-kasus infeksi untuk menghindari nyeri bertambah
• Terapi simptomatik dengan obat- berat atau timbul kembali.
obatan antiinflamasi dan analgetik b. Mulai terapi dengan obat antiinflamasi
• Menghilangkan nyeri dengan blok lo- nonsteroid (OAINS) atau asetaminofen.
kal atau blok saraf OAINS merupakan obat lini pertama un-
f. Psikoterapi; konseling untuk nyeri pung- tuk terapi NPB.
gung bawah kronik dan nyeri punggung c. Pertimbangkan pemberian pelemas otot
bawah psikogenik berdasarkan keparahan nyeri, misalnya
g. Panduan untuk menjalankan kehidupan diazepam, siklobenzaprin, tizanidin, dan
sehari-hari: panduan gaya hidup dan metaksalon.
kerja yang tidak baik yang dapat mem- d. Pertimbangkan terapi opioid jangka
pengaruhi timbulnya atau memperberat pendek jika intensitas nyeri berat.
nyeri punggung bawah.
e. Pertimbangkan memberikan rujukan
Oleh karena sebagian besar pasien untuk terapi fisik jika ini bukan meru-
dalam praktik sehari-hari tergolong NPB pakan episode pertama. Terapi fisik telah
nonspesifik, maka American Family Phy- dikatakan dapat menurunkan nyeri, dis-
sician mengemukakan tata laksananya abilitas, dan risiko terjadinya kekambuh-
sebagai berikut: an setelah episode pertama NPB.
638
639
DAFTAR PUSTAKA 13. Chanda ML, Alvin MD, Schinitzer TJ, Apkarian AV.
Pain characteristic differences between subacute
1. Chou R- Low back pain (chronic). Clin Evid Hand-
and chronic back pain. J Pain. 2011;12(7):79k800.
book. 2011;84:403-5.
14. Wholistic Physical Therapy. Anatomy of! ow back
2. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan pan-
· pain. Wholistic Physical Therapy [serial online].
duan praktek klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan
[diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Mid-
Dokter Spesialis Saraflndonesia;2016; h. 101-5.
townmfr.com.
3. Nijs J, Apeldoorn A, Hallegraeff H, Clark J, Msc,
15. Dafny N. Chapter 3: Anatomy of the spinal cord. Neu-
Smeets R, Malfliet A. Low back pain: guidelines
roscience online [serial online]. 1997 [diunduh 14
for the clinical classification of predominant
Januari 2017]. Tersedia dari: Neuroscience Online.
neuropathic, nociceptive, or central sensitization
16. Phillobeukes Physiotherapy. Pathophysiology of
pain. Pain Physician. 2015;18(3):E333-46.
chronic back pain [serial online]. [diunduh 14 Janu-
4. Meliala A. Nyeri punggung bawah: asesmen NPB.
ari 2017]. Tersedia dari: Phillobeukes Physiotherapy.
Jakarta: PERDOSSI; 2003.
17. Faure M, Huyskens J, van Goethem JWM, Venster-
5. Meliawan S. Diagnosis dan tatalaksana kegawat-
mans C, Van Den Hauwe L, de Belder F. Radiologic
daruratan tulang belakang: diagnosis dan tatal-
imaging of facet joint. Antwerp University Hospi-
aksana HNP Lumbal. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
tal & University of Antwerp [serial online]. [di-
6. Chou R, Huffman LH. Guideline for the evalua-
unduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Antwerp
tion and management oflow back pain: evidence
University Hospital & University of Antwerp.
review. American Pain Society [serial online].
18. PhysioAdvisor.com. Ligamentumt of the spine.
[diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari: Ameri-
PhysioAdvisor.com [serial online]. [diunduh 14
canpainsociety.org.
Januari 2017]. Tersedia dari: PhysioAdvisor.com.
7. Hoy D, March L, Brooks P, Blyth F, Woolf A, Bain
19. Healthline Medical Team. Lower back and super-
C, dkk. The global burden of low back pain: es-
ficial muscles. Healthline Media [serial online].
timates from the global burden of disease 2010
2015 [diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari:
study. Ann Rheum Dis. 2014;73(6):968-74.
Healthline.
8. Delitto A, George SZ, van Dillen L, Whitman J, Sowa
20. Watson JM. Tuberculosis in Britain to-
G, Shekelle P. Low back pain: clinical practice guide-
day. BMJ. 1993;306 (6872):221-2.
lines linked to the international classification of func-
21. Nakamura T. Low back pain accompanying os-
tioning, disability. and health from the orthopaedic
teoporosis. JMAJ. 2003;46(10):445-51.
section of the american physical therapy association.
22. Raj PP. Intervertebral disc: anatomy-physiol-
J Orthop Sports Phys Ther. 2012;42(4):A1-57.
ogy-pathophysiology-treatment. Pain Pract.
9. Erlich GE. Low Back Pain. Bulletin of the World
2008;8(1):18-44.
Health Organization. 2003;81(9):671-6.
23. Millea PJ, Holloway RL. Treating Fibromyal-
10. Levin KH. Low back pain. The Cleveland Clinic
gia. Am Fam Physician. 2000;62(7):1575-82.
Foundation: Center for Continuing Education
24. Cassaza BA. Diagnosis and treatment of acute low
[serial online]. 2010 [diunduh 14 Januari 2017].
back pain. Am Fam Physician. 2012;85(4):343-350.
Tersedia dari: Cleveland Clinic Center for Con-
25. Bogduk N. Management of chronic low back pain.
tinuing Education.
MJA. 2004;180(2):79-83.
11. Nijs J, Torres-Cueco R, van Wilgen CP, Girbes EL,
26. Chou R, Snow V, Casey D, Cross JT, Shekelle P, Ow-
StruyfF, Roussel N. Applying modern pain neuro-
ens SK Diagnosis and treatment of!ow back pain:
science in clinical practice: criteria for the classi-
a joint clinical practice guideline from the Ameri-
fication of central sensitization pain. Pain Physi-
can College of Physicians and the American Pain
cian. 2014;17(5):447-57.
Society. Ann Intern Med. 2007;147(7): 478-91.
12. Hayashi Y. Classification, diagnosis, and treat-
27. Cohen SP, Agroff CE, Carragee EJ. Management of
ment of! ow back pain. JMAJ. 2004;4 7(5):227 -33.
low back pain. BMJ. 2008;337:a2718.
640
641
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
642
-ATP
- Bradikinin
Traktus
spinotalamikus
Pembulu~
darah
643
OPG
OPGL
0 RANKL:
V RANK.
Osteoblas
Periosteum
Tulang
644
645
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
646
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker
647
Menurut International Association for the tiap kali pasien mengeluhkan nyeri, maka
Study of Pain (IASP), suatu nyeri dapat kelima proses ini harus dijalankan secara
dikatakan nyeri kronik jika dirasakan ada berurutan.
nyeri yang melewati batas waktu normal
1. Penilaian Nyeri
dari fase penyembuhan jaringan, bisa lebih
Walaupun prevalensinya tinggi, tidak
dari 3 atau 6 bulan. Pada nyeri kanker,
semua pasien· mengakui dalam keadaan
lebih dari 3 bulan ditentukan sebagai
nyeri. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
nyeri kronik. Pada kenyataannya, banyak
pasien merasa wajar penderita kanker
sindrom nyeri kanker dikategorikan sebagai
mengalami nyeri, atau karena pasien
kronik walaupun belum melewati fase
takut mendapat penambahan obat-obatan
penyembuhan jaringan.
disamping obat-obat utama yang sudah
diterimanya. Jadi nyeri harus ditanyakan
TATA LAKSANA
secara khusus atau diperkirakan dari
Tata laksana nyeri kanker berdasarkan WHO
besarnya massa, adanya daerah yang
diawali dengan penilaian aspek penyakit
ulkus, atau pada pemeriksaan penunjang
kanker itu sendiri dan aspek nyeri yang
tampak gambaran kerusakan tulang atau
dirasakan oleh pasien. Dengan kedua jenis
jaringan saraf di sekitarnya. Demikian pula
penilaianini, dapatdiidentifikasi karakteristik
pada pasien dengan penurunan kesadaran,
dan etiologi nyeri yang dihubungkan dengan
nyeri dapat berupa menyeringai di wajah
kondisi penyakit kankernya. Proses ini
atau gelisah.
berlanjut dengan penentuan target yang
realistis dan modalitas terapi nyeri yang 2. Analisis Nyeri
akan diimplementasikan pada pasien, yaitu: a. Derajat beratnya nyeri: ditentukan
termasuk nyeri ringan, sedang,
1. Terapi simtomatis dan suportif: berupa a-
atau berat Skala yang paling umum
nalgesik beserta adjuvannya, terapi nonfar-
digunakan adalah Visual Analog Scale
makologis (psikososial dan spiritual) atau
(VAS) atau Numeric Rating Scale
radioterapi.
(NRS) untuk pasien yang sadar dan
2. Terapi definitif, dengan menghilangkan kooperatif. Secara kuantitatif, skala
dan mengecilkan ukuran massa tumor nyeri berdasarkan NRS dari 0 (tidak
sebagai sumber nyeri; terutama berupa nyeri) hingga 10 (sangat nyeri). Nyeri
reseksi tumor, atau menggunakan dinyatakan sebagai nyeri ringan jika
kemoterapi dan radioterapi. memiliki nilai NRS 1-3, nyeri sedang
(NRS 4-6), dan nyeri berat (7-10).
Pada prinsipnya, proses tata laksana nyeri
Pada pasien yang tidak kooperatif atau
secara umum terdiri dari 5 tahapan utama,
tidak sadar dapat digunakan Face, Legs
yaitu penilaian (assessment), analisis karak-
Activity, Cry, Conso/abi/ity (FLACC) Scale.
teristik nyeri, terapi, evaluasi terapi, dan
dokumentasi. Setiap tahapan dibuat ber- b. Tipe nyeri: nyeri neuropatik, nosiseptif,
kesinambungan dan berulang-ulang sesuai atau nyeri campuran (mixed pain).
kondisi pasien. Dengan demikian, bila se- c. Durasi: akut, kroninyek, atau nyeri
648
649
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuro logi
level terapeutik obat dalam darah. Pemberian jenis analgesik ini tergantung
• Analgesik dapat dieskalasi secara berurutan intensitas nyeri pasien. Nyeri dengan in-
sesuai tingkatan tangga WHO stepladder. tensitas ringan dapat diberikan analgesik
non-opioid, misalnya golongan obat antiin-
• Di samping pemberian obat regular,
flamasi nonsteroid (OAINS), dengan dosis
pasien harus mendapat pengobatan
sesuai Tabel 3.
untuk nyeri sontak.
• Efek samping anagesik, terutama Ada pun nyeri dengan intensitas sedangjberat
konstipasi dan mual, harus diantisipasi diberikan analgesik opioid (Tabel 4). Pacta
dan diberikan pencegahan pacta pasien. pasien dengan intensitas ini, penggunaan
OAINS intravena tetap ada indikasinya,
• Pemantauan secara teratur dan cermat
misalnya pacta kondisi akut/ emergensi dalam
penting dilakukan pacta pasien yang
jangka waktu pendek atau nyeri nosiseptif
mendapat analgesik
dengan keterlibatan muskuloskeletal dan
• Pasien harus mendapat akses yang mudah jaringan lunak. Oleh sebab itu, pemberian
untuk memperoleh analgesik saat kapan- analgesik pacta nyeri kanker tidak bersifat
pun mengalami nyeri. kaku, melainkan individual sesuai kondisi
Berdasarkan WHO stepladder, terdapat dua patologis yang terjadi.
jenis analgesik, yaitu opioid dan non-opioid.
Step 2
Step 1
650
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker
NCCN 2016 membedakan pasien pengguna 8mg/hari oral, oksimorfon 25mgfhari oral,
opioid baru (opioid-naive) dan pasien atau opioid lain yang setara (TabelS).
pengguna opioid rutin (opioid-tolerant).
Sebagai contoh, pasien yang telah mendapat
Definisi pengguna opioid baru adalah
dosis morfin 70mgfhari dengan penggunaan
pasien yang tak pernah menggunakan
lebih dari 1 minggu dapat dikatakan sebagai
opioid secara kronik atau pengguna opioid
pengguna opioid rutin. Pasien dengan
dengan jumlah dosis opioid harian kurang
dosis morfin 40 mg/hari selama kurang
dari ambang batas dosis opioid pengguna
dari 1 minggu disebut pengguna opioid
opioid rutin dan penggunaan dosis tersebut
baru. Sementara itu pada kasus lain, pasien
kqrang dari 1 minggu.
pengguna morfin 40mg/hari lebih dari 1
Adapun pengguna opioid rutin adalah pasien minggu dapat termasuk pengguna opioid
yang rutin menggunakan opiod dalam rutin menurut panduan NCCN 2010. ·
semingguataulebihdengan jumlahdosisharian
Tata laksana nyeri kanker pada pasien
melebihi atau sesuai dengan dosis ambang
pengguna opioid baru selanjutnya dibagi
batas, antara lain morfin 60mgfhari oral,
berdasarkan intensitas nyeri. Semakin tinggi
fentanil transdermal 251lg/jam, hidromorfon
skala nyeri, semakin dianjurkan untuk segera
651.
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Selanjutnya pasien dievaluasi efikasi dan efek Indikasi penggantian opioid antara lain
sampingyang dirasakan sesuai efekpuncaknya, nyeri yang terkontrol tetapi muncul efek
yaitu 15 menit (intravena) dan 60 menit (oral). samping serius, nyeri belum terkontrol
Bila nyeri tidak berkurang atau bertambah adekuat namun tidak bisa ekskalasi dosis
berat, maka dosis opioid dinaikkan 50-100%. opioid karena efek samping, atau nyeri yang
Bila nyeri berkurang tetapi belum sepenuhnya belum terkontrol dengan opioid walaupun
terkontrol, maka opioid dapat diberikan ulang tanpa efek sam ping.
dengan dosis yang sama dengan sebelumnya. TabelS. Elmivalensi Dosis Setara Morfin 10mg
Kedua hal ini harus dievaluasi lagi dan dapat Jenis Opioid Dosis Elmivalensi (mg)
diulang hingga 2-3 siklus. Bila kemudian Kodein 90
nyerinya belum terkontrol, maka klinisi harus Tramadol 50
Petidin 100
evaluasi ulang dari awal mengenai nyeri Oksikodon 7,5
(reassessment) secara komprehensif dan Hidromorfon 2
Oksimorfon 1,5
melakukan penanganan secara integratif. Bila Metadon 1
nyerinya sudah terkontrol, maka dosis opioid Sumber: Schug SA. Opioids: clinical use. Wall & Melzack's
terkini dilanjutkan sebagai dosis efektif untuk textbook of pain. 2013. h. 429-43.
652
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker
653
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
654
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker
titrasi naik, hingga dapat mengontrol opioid, sehingga efek sampingnya dapat
nyeri. Opioid lepas cepat (immediate berkurang. Antidepresan dan antikonvulsan
release) bisa diberikan untuk nyeri adalah lini pertama adjuvan analgesik
sontak, terutama saat masa titrasi (Tabel 9). Obat-obatan ini dapat membantu
dengan dosis sebesar 10-15% dari total pasien nyeri kanker yang belum sepenuhnya
dosis harian. terkontrol dengan opioid. Oleh karena
6. Anjurkan kepada pasienfpengasuhnya respons yang bervariasi, maka pemilihan
untuk mencatat tanda dan gejala nyeri jenis obatnya dapat mempertimbangkan
yang belum terkontrol, termasuk jumlah kondisi dan komorbiditas pasien. Misalnya
dosis untuk nyeri sontak. Selain itu, efek adjuvan analgesik yang berefek sedasi bisa
samping sedasi juga perlu didokumenta- bermanfaat untuk pasien yang insomnia,
sikan. atau yang mengalami kecemasan dapat
diberikan amitriptilin. Amitriptilin juga
7. Pantau ulang pasien untuk menilai berguna pada nyeri kronik yang dapat
kontrol nyeri dan efek samping obat. merupakan kelanjutan dari nyeri kanker jika
Hal ini dapat dilakukan 3 hari setelah lama belum mendapatkan terapi definitif.
memulai opioid baru, atau waktu lain
sesuai kondisi pasien.
Pada pasien dengan nyeri kanker biasanya
8. Perubahan opioid dari rute intravenake oral
akan terdapat komponen nyeri kanker
harus dalam pemantauan dokter, pasien
akibat infiltrasi sel tumor ke sera but saraf di
harus berada dalam perawatan setidaknya
sekitarnya. Namun hal ini sering terabaikan
pada 24 jam pertama perubahan.
oleh klinisi, padahal terapi yang tepat akan
Kombinasi Obat sangat membantu pasien. Oleh karena itu
Di sam ping opioid, tata laksana nyeri kanker diperlukan adjuvan golongan antikonvulsan
juga melibatkan adjuvan analgesik yang yang dosis antikonvulsan selengkapnya
bertujuan untuk menurunkan kebutuhan dapat dilihat pada bab Nyeri Neuropatik.
655
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
656
Scanned for Pablo
Nyeri Kanker
lanjut. Demikian pula pemberian bifosfonat, ke belakang kepala sejak 3 hari lalu. Ke-
suatu agen penghambat osteoklas akan luhan dimulai sejak 5 bulan sebelumnya,
berperan menurunkan resorpsi tulang yang terdapat benjolan di leher kiri. Benjol-
menyebabkan nyeri. Kesemua hal tersebut an tersebut disertai nyeri yang semakin
akan sangat membantu mengurangi dosis memberat, hingga sebulan yang lalu dibi-
obat-obatan terutama opioid, sehingga opsi dengan hasil karsinoma nasofaring
pasien juga bisa terhindar dari efek sam ping (KNF). Lalu pasien menjalani kemoterapi.
yang berlebihan. Nyeri dirasakan menjalar dari daerah
benjolan ke leher belakang yang sema-
CONTOH KASUS kin memberat (NRS=7 -8) dan membuat
Seorang laki-laki 52 tahun datang dengan pasien sulit tidur.
keluhan utama nyeri leher yang menjalar
657
Pemeriksaan fisik neurologis tidak didapat- nyeri, namun keluhan utama pasien
kan defisit. Status lokalis di regio colli deks- ini adalah nyeri yang menjalar yang
tra teraba massa ukuran Sx4x2 em dengan menunjukkan adanya infiltrasi sel tumor
nyeri tekan, konsistensi keras, tidak dapat ke serabut saraf, dalam hal ini radiks
digerakkan (Gambar 5). daerah servikal.
Hasil CT scan nasofaring menunjukkan mas- 3. Apakah analgesik adjuvan pilihan utama
sa di nasofaring sisi kiri yang mengoblite- yang sebaiknya diberikan pada pasien?
rasi fossa Rossenmuller dan torus tubarius
a. Diazepam
kiri, mengisi koana kiri, orofaring, spasium
parafaring kiri, mengobliterasi M. Pterigoid b. Pregabalin
medialis kiri, disertai limfadenopati multi- c. Amitriptilin
pel regio colli bilateral (Gambar 6). d. Asam valproat
Pertanyaan e. Gabapentin
1. Bagaimana karakteristik nyeri pasien? Jawaban: (E); pemilihan adjuvan disesuai-
a. Nyeri nosiseptif · kan dengan kondisi pasien. Adanya nyeri
neuropatik menyebabkan adjuvan diprio-
b. Campuran nyeri· neuropatik dan
ritaskan golongan antikonvulsan. Dari
nosiseptif
semua golongan antikonvulsan, yang
c. Akut dapat meningkatkan potensiasi analgesik
d. Bersifat radikular dari opioid adalah gabapentin. Jika pasien
e. Intensitas ringan sedang terdapat kecemasan dapat diberikan
Jawaban: (B) terdapat lesi benjolan amitriptilin, namun obat ini tidak dapat
dengan tanda inflamasi dan adanya dikombinasi dengan tramadol, jika me-
nyeri tekan yang menunjukkan nyeri mang direncanakan pemberian tramadol
nosiseptif, disertai rasa nyeri menjalar selanjutnya pada pasien.
yang berarti nyeri neuropatik. 4. Bagaimana tata laksana etiologi nyeri
2. Apakah penyebab nyeri pada keluhan pada pasien ini?
utama pasien? a. Antiinflamasi nonsteroid
a. Peradangan lokal b. Akuptintur
b. Kerusakan jaringan pada kanker c. Kemoradiasi
, c. Psikogenik d. Radioterapi
e. Hipnosis . .
d: Infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
, e. ,_spasme otot Jawaban: (C); nyeri akibat perluasan
massa tumor harus dikecilkan ukurannya
•.. Jawaban: TD); wa,Iauptin memang ada sesuai dengan jenis tUmor. ·Pada KNF
kerusakan jaringan yang menyebabkan terapi utama adalah kemoterapi dan/
atau radioterapi.
658
5. Apakah tata laksana awal untuk Benoliel R, dkk. A classification of chronic pain
mengatasi nyeri pasien ini? for ICD-11. Pain. 2015;156(6):1003-7.
2. Stewart B W, Wild CP. World cancer report 2014.
a. Ketorolak 30mg IV Geneva: World Health Organization; 2014.
3. Mantyh PW. Cancer pain: causes, consequences,
b. Parasetamol 500mg PO and therapeutic opportunities Dalam: Me Mahon
SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D, editor.
c. Midazolam 5mg IV Wall & Melzack's textbook of pain. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier Ltd; 2013. h. 1029-38.
d. Kodein 20mg PO 4. Craig, D. Adult cancer pain. NCCN Clinical
Practice Guidelines in Oncology [serial online].
e. Gabapentin 100mg PO 2016 [diunduh 14 Januari 2017]. Tersedia dari:
National Comprehensive Cancer Network.
Jawaban: (A); pasien ini mengalami nyeri 5. Siegel R L, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics.
derajat sedang berat yang mengganggu, CA Cancer J Clin. 2016;66(1):7-30.
sehingga perlu pemberian anti nyeri 6. De Conno F, Neal C, Foubert J, Filbet M, Colett B,
Breivik H, dkk. European pain in cancer (EPIC)
dengan jalur intravena. Adanya tanda- survey: a report. London: Medical Imprint; 2007.
tanda kerusakan jaringan menunjukkan 7. Breivik H, Cherny N, Collett B, de Conno F, Filbet
nyeri nosiseptif, sehingga dapat diberi- M, Foubert AJ, dkk. Cancer-related pain: a pan-
kan go Iongan OAINS seperti ketorolak IV. European survey of prevalence, treatment, and
patient attitudes. Ann Oncol. 2009;20(8):1420-33.
Lanjutan Kasus 8. Kato Y, Ozawa S, Miyamoto C, Maehata Y, Suzuki A,
Maeda T, dkk. Acidic extracellular microenvironment
Pasien mendapat tata laksana awal ketoro- and cancer. Cancer Cell Int 2013;13(1):89.
lak 30 mg/8 jam IV karena dianggap nyeri 9. Portenoy RK. Treatment of cancer pain. Lancet.
akut yang sudah mengganggu aktivitas, NRS 2011;377(9784):2236-47.
10. Cherny NI. Cancer pain assessment and
turun menjadi 4-5. Nyeri masih terasa teru- syndromes. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg
tama menjalar, maka dianggap sebagai nyeri M, Tracey I, Turk D, editor. Wall & Melzack's
neuropatik, sehingga diberikan gabapentin textbook of pain. Edisi ke-6. Philadelphia:
600mgjhari. Oleh karena ketorolak tidak Elsevier Ltd; 2013. h. 1039-60.
11. Hoskin P, Forbes K. Cancer pain: treatment
boleh diberikan lebih dari 5 hari, maka di- overview. Dalam: Me Mahon SB, Koltzenburg M,
ganti menjadi tramadol dosis awal 100mg/ Tracey I, Turk D, editor. Wall & Melzack's textbook
hari, titrasi naik NRS pasien turun menjadi of pain. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Ltd;
2013. h. 1075-91.
2-3. Pasien lalu menjalani kemoradiasi untuk 12. Broadbent A, Khor K, Heaney A. Palliation and
mengatasi etiologi nyerinya, dan NRS turun chronic renal failure: opioid and other palliative
lagi menjadi 1-2. Tramadol turun bertahap medications-dosage guidelines. 2003. Progress
in Palliative Care. 11(4):183-90.
diganti paracetamol2000mgjhari, gabapen- 13. KumiawanM,Suharjanti I, Pinzon RT.Acuan panduan
tin dosis 300mgjhari. Selanjutnya bisa digu- praktek klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan
nakan kombinasi paracetamol dan tramadol Dokter Spesialis Saraflndonesia;2016.
dosis rendah sebagai rumatan, beserta gaba- 14. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching in
cancer pain: from the beginning to nowadays.
pentin jika nyeri masih terasa menjalar. Crit Rev Oncol Hematol. 2016;99:241-48.
15. Mercadante S, Bruera E. Opioid switching: a
DAFTAR PUSTAKA systematic and critical review. Cancer Treatment
Reviews. 2006; 32(4):304-15.
1. Treede RD, Rief W, Barke A, Aziz Q, Bennett Ml,
659
16. Jensen K Switching opioids using equivalence tables. chronic cancer pain: a double-blind comparative
Saskatchewan Drug Information Service [serial trial. Clin J Pain. 2008; 24(1);1-4.
online]. 2012 [diunduh 24 Januari 2017].Tersedia 22. Schug SA. Opioids: clinical use. Dalam: Me Mahon
dari: Saskatchewan Drug Information Service. SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk D~ editor. Wall
17. Nersesyan H, Slavin KV. Current aproach to & Melzack's textbook of pain. Edi~-6. Elsevier;
cancer pain management: availability and 2013. h. 429-43.
implications of different treatment options. Ther 23. Selvaggi KJ, Scullion BF, Blinderman CD, Abrahm
Clin Risk Manag. 2007;3(3):381-400. JL. Pain management and antiemetic therapy
18. Vardy J, Agar M. Nonopioid drugs in the treatment in hematologic disorders. Hoffman R, Benz EJ,
of cancer pain. J Clin Oneal. 2014;32(16):1677-90. Silberstein LE, Heslop H, Weitz J, Anastasi J. Dalam:
19. Keskinbora K, Peke! AF, Aydinli I. Gabapentin Hematology: basic principle and practice. Edisi ke-
and an opioid combination versus opioid alone 6. Philadelphia: Elsevier; 2013. h.1429-43.
for the management of neuropathic cancer pain: 24. Hagen NA, Biondo P, Stiles C. Assessment and
a randomized open trial. J Pain and Symptom management of breakthrough pain in cancer
Management. 2007;34(2):183-9. patients: Current approaches and emerging
20. Gilron I, Bailey JM, Tu D, Holden RR, Weaver research. Current Pain and Headache Reports.
OF, Houlden RL. Morphine, gabapentin, or their 2008;12(4):241-8.
combination for neuropathic pain. N Eng! J Med. 25. Foley KM. Acute and chronic cancer pain syndromes:
2005;352 (13) :1324-34. Oxford textbook of palliative medicine. Edisi ke-3.
21. Rodriguez RF, Castillo JM, Castillo MP, Montoya New York: Oxford University Press; 2004.
0, Daza P, Rodriguez MF, dkk Hydrocodonef 26. WHO. WHO's cancer pain ladder for adults.
acetaminophen and tramadol chlorhydrate WHO [serial online]. [diunduh 27 Januari 2016].
combination tablets for the management of Tersedia dari: WHO.
27. NCCN. Adult cancer pain. NCCN [serial online].
Versi Ke-2. 2016 [diunduh tanggal 27 Januari
2017]. Tersedia dari: NCCN.
660
PENDAHULUAN PATOFISIOLOGI
Sistem saraf perifer terdiri dari saraf-saraf Patofisiologi neuropati beragam tergantung
kranial (kecuali nervus olfaktorius dan dari etiologinya, yaitu genetik, metabolik, di-
optikus), saraf-sarafyang berasal dari medula mediasi imunitas, infeksi, toksik, traumatik,
spinalis (radiks, rami, trunkus, pleksus, dan lain-lain. Namun hal ini akan lebih mudah
maupun saraf perifer itu sendiri, seperti dipahami secara umum dengan mengetahui
saraf medianus dan tibialis), dan komponen- kerusakan serabut sarafberdasarkan anatomi-
komponen dari sistem saraf otonom di perifer. histologinya.
Bah ini akan menjelaskan tentang gangguan
Neuropati dapat terjadi karena lesi di badan
pada sistem saraf perifer atau yang secara
sel saraf (neuronopati) maupun pada akson
umum dapat dikelompokkan dalam satu
di serabut saraf perifer (neuropati perifer).
entitas, yaitu neuropati.
Neuronopati dapat terjadi karena kerusakan
pada badan sel saraf di kornu anterior, atau
EPIDEMIOLOGI sering dikenal dengan motor neuron disease.
Prevalensi neuropati bervariasi an tara 2-85%,
Neuronopati juga dapat terjadi karena
tergantung dari prevalensi etiologi penyebab-
kerusakan pada ganglion radiks dorsalis
nya. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta tern pat badan sel saraf sensorik orde I, yang
tahun 2012-2014, angka kejadian neuropati dikenal sebagai neuronopati sensorik atau
yang diinduksi kemoterapi pada pasien ganglionopati. Adapun neuropati perifer
karsinoma nasofaring sebesar 76%, sedang-
terjadi karena kerusakan pada akson atau
kan sindrom terowongan karpal diperkirakan
mielin di serabut saraf perifer. Oleh karen a itu
terjadi pada 3,8% dari populasi umum, dengan
neuropati perifer dapat dibagi menjadi dua
insidens 276 per 100.000 populasi.
kategori, yaitu aksonopati dan mielinopati
(Gambar 1).
663
I Aksonopati I
Normal Dernielinisasi Degenerasi waJierian Degenerasi akson terminal Ne<Jropati
~~-
>-~)·_ / . •..... ·! •. r-
. ~
II
r
·'
: AlTofi otot ( +)
<.">
- - -
- - -
KHS • Kecepatan konduksi dapat normal a tau menurun
• Amplituda menu run
-
• Kecepatan konduksi menurun
• Amplituda dapat normal a tau dispersi
temporal
Contoh • Neuropati toksik • Sindrom Guillain-Barre
• Neuropati metabolik • Chronic lnflamatory Demyelinating Poly-
Neuropati diabetik neuropathy
Defisiensi vitamin B • Charcot-Marie-Tooth
• Sindrom Guillain-Barre
• Penyakit Charcot-Marie-Tooth
KHS: Kecepatan han tar saraf
Sumber: Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an illustrated reference guide: neurology and neurosurgery.
2011. h. 324-5. jepang.
664
Apabila terjadi kerusakan akson, secara Neuropati juga dapat dibagi berdasarkan
teori akan terjadi hambatan hantaran diameter akson yang mengalami kerusakan,
impuls saraf baik eferen maupun aferen. yaitu:
Kerusakan pada selubung mielin juga dapat
a. Akson berdiameter besar-bermielin;
menyebabkan hambatan impuls saraf. Impuls
di antaranya akson untuk serabut mo-
saraf yang dihantarkan akson bermielin
torik (alpha motor neuron) dan sensorik
akan dikonduksikan lebih cepat dengan cara
untuk menghantarkan stimulus propio-
saltatory conduction (konduksi lompatan).
septif, vibrasi, dan sentuhan ringan.
Hal ini terjadi karena selubung mielin akson
bertindak sebagai isolator; sehingga konduksi b. Akson berdiameter kecil-bermielin;
listrik melompat dari satu nodus Ranvier ke termasuk serabut sensorik yang meng-
nodus berikutnya. Apabila terjadi kerusakan hantarkan stimulus sentuhan ringan,
selubung mielin saraf, maka kecepatan nyeri, suhu, dan serabut saraf otonom
koduksi impuls saraf akan jauh menurun preganglion.
atau bahkan terhenti. Patofisiologi kerusakan c. Akson berdiameter kecil-tidak ber-
ini dapat di-nilai secara klinis dengan bantuan mielin; membawa stimulus nyeri, suhu,
pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS), dan sera but saraf otonom pascaganglion.
seperti pada Tabell. Pemeriksaan konduksi
hantar sarafakan menilai amplituda, termasuk GEJALA DAN TANDA KLINIS
dispersi temporal (lihat Bab Sindrom Guillain- Gejala neuropati cukup beragam, mulai dari
Barre tentang KHS), yang menggambarkan gejala motorik, sensorik, maupun otonom.
seberapa banyak serabut saraf teraktifasi dan Gejala tersebut dapat sama, walaupun aki-
kecepatan hantar saraf (velocity) mulai dari bat etiolologi yang berbeda. Untuk memper-
titik stimulasi sampai tern pat perekaman. mudah menegakkan diagnosis, gejala klinis
Lesi di badan sel saraf dan akson akan di- ini dibagi menjadi gejala positif dan negatif,
ikuti oleh proses degenerasi serabut akson baik motorik maupun sensorik Gejala posi-
yang berada di distal dari lesi, yang disebut tif motorik dapat berupa aktivitas abnormal
sebagai degenerasi Wallerian. Degenerasi ini berlebih dari neuron, di antaranya kekakuan,
terjadi karena pengaturan metabolisme sel twitching, dan miokimia. Gejala positif sen-
saraf berada di badan sel. Pengaturan me- sorik diantaranya rasa terbakar, tersayat,
tabolisme terse but diteruskan ke akson yang alodinia atau hiperalgesia, dan parastesia.
lebih distal melalui suatu mekanisme yang Adapun gejala negatif motorik mencermin-
disebut sebagai axonal transport dan terjadi kan berkurangnya aktivitas neuron, misalnya
secara anterograd dan retrograd. Apabila berkurangnya kekuatan motorik, kelelahan,
hubungan antara badan sel dengan akson atrofi otot. Gejala negatif sensorik biasanya
distal terputus akibat kerusakan akson di hipestesia serta gangguan input informasi
antara keduanya maka axonal transporttidak dari luar tubuh lainnya, seperti gangguan
dapat terjadi, sehingga akson bagian distal input posisi tubuh, sehingga terjadi ataksia
tidak dapat mempertahankan metabolisme- dan gangguan keseimbangan.
nya dan mengalami degenerasi.
665
Gejala otonom dapat berupa konstipasi, di- hal us adalah memeriksa batas bawah resep-
are, impotensi, inkontinesia uri, gangguan tor mekanik (mechanoreceptor low thres-
berkeringat karena gangguan vasomotor, hold) yang dihantarkan oleh kedua serabut
dan pusing yang berkaitan dengan perubah- saraf baik besar dan kecil. Pemeriksaan
an posisi (ortostasis). Pasien yang mengalami fungsi serabut saraf kecil yang menghantar-
gangguan vasomotor biasanya mengeluhkan kan rasa nyeri dapat dilakukan dengan me-
telapak tangan atau kaki dingin disertai pe- nyentuhkan benda berujung tajam seperti
rubahan warna kulit. Gangguan vasomotor ini tusuk gigi tanpa tekanan yang signifikan.
disebabkan karena pembuluh darah di kulit
Saat melakukan pemeriksaan fungsi saraf
mengalami gangguan refleks untuk vasokon-
sensorik, harus sudah dipikirkan pola
striksi dan vasodilatasi yang diatur oleh saraf
parastesifanestesi berdasarkan sebaran
otonom dalam menghadapi perubahan suhu
anatominya, lebih sesuai untuk mononeu-
tubuh.
ropati, polineuropati distal simetrik, length-
Anamnesis aktivitas sehari-hari seperti pe- dependent polineuropathy, polineuropati
rubahan tulisan tangan, kesulitan mengan- mutifokal, radikulopati, pleksopati, atau
cingkan baju, kesulitan memakai sendal kemungkinan adanya keterlibatan sistem
jepit karena sering terlepas sangat berguna saraf pusat (SSP).
dalam menegakkan diagnosis. Pertanyaan
Pemeriksaan motorik dimulai dari inspeksi
terperinci tentang onset, durasi, dan pro-
ada tidaknya atrofi maupun fasikulasi. Pal-
gresifitas defisit neurologis yang ada juga
pasi dilakukan untuk menilai tonus dan
sangat penting untuk membedakan jenis
rigiditas otot untuk menyingkirkan diag-
neuropati. Perlu ditanyakan juga kepada
nosis banding gangguan SSP. Pemeriksaan
pasien tentang keasimetrisan dan distribusi
kekuatan motorik pada neuropati perlu
gejala klinis saat onset, keterlibatan batang
dilakukan secara spesifik, terperinci sesuai
tubuh atau nervus kranial, dan laju progresi-
dengan otot dan saraf perifer yang terganggu.
fitasnya secara spesifik (monofasik, berfluk-
Misalkan pada neuropati nervus medianus
tuasi, atau berjenjang). Selanjutnya anamnesis
di pergelangan tangan, otot-otot intrinsik
tersebut dikonfirmasi dengan pemeriksaan
tangan yang dipersarafi oleh N. Medianus
fisik untuk mencari distribusi defisit neuro-
(M. Aduktor Polis is Brevis) harus diperiksa
logis, yang dibagi menjadi defisit fokal, mul-
kekuatannya. Namun otot-otot intrinsik
tifokal, ataupun distal simetrik.
tangan lain yang tidak dipersarafi oleh N.
Pemeriksaan fisik sensorik dapat dibagi dua Medianus, seperti M. Interosesus Digiti I dan
berdasarkan jenis serabut saraf sensorik M. Abduktor Digiti Minimi oleh N. Ulnaris
yang dinilai. Pemeriksaan untuk serabut perlu juga diperiksa untuk menyingkirkan
saraf besar adalah tes vibrasi, posisi sendi diagnosis banding neuropati pada N. Ulna-
(propioseptif), dan raba hal us, termasuk tes ris. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada
Romberg, sedangkan untuk serabut saraf seluruh ekstremitas, khususnya bila neuro-
kecil dilakukan pemeriksaan tes cukit kulit pati yang dicurigai adalah polineuropati.
dan suhu. Sesungguhnya pemeriksaan raba
Pemeriksaan saraf otonom harus dilaku-
666
kan, karena akan memberi informasi lebih neuropati atau mononeuropati multipleks)
banyak mengenai diagnosis banding, etiologi, disebabkan oleh kerusakan lokal di antara-
maupun sindrom pada pasien. Gangguan or- nya penjepitan saraf seperti carpal tunnel
tostatik dapat memberi petunjuk bahwa syndrome (CTS), cedera mekanik (karena
sudah terjadi gangguan otonom karena tekanan, traksi, ledakan, dan penetrasi),
gangguan saraf otonom dapat menyebab- suhu ekstrim (panas maupun dingin), elek-
kan gangguan vasokonstriksi dan vasodi- trik, radiasi, lesi vaskuler, granulomatosa, ke-
latasi pada pembuluh darah. Pemeriksaan ganasan atau proses infiltratif lainnya, dan
saraf otonom juga dapat dilakukan dengan tumor primer saraf perifer.
memeriksa kulit dan membran mukosa Di Indonesia, salah satu penyebab tersering
karena gangguan saraf otonom dapat me- mononeuropati multipleks adalah kusta.
nyebabkan gangguan vasomotor pada kulit.
Gejala yang sering muncul pada neuropati
Di sisi lain, pemeriksaan kulit yang terkait kusta adalah gangguan sensorik berupa
mapupun yang tidak terkait otonom dapat
anestesi atau gangguan peraba terutama di
membantu menyingkirkan diagnosis banding. distal jari-jari termasuk ibu jari dan gang-
Gambaran ruam vaskulitis (purpura, livedo guan vibrasi yang paling banyak terjadi di
retikularis ), hiperpigmentasi bila disertai telapak kaki. Selain itu secara elektroneu-
dengan polineuropati, organomegali, en- rofisiologis ternyata neuropati kusta dapat
dokrinopati dapat membantu menegakan terjadi di ekstremitas maupun di wajah.
diagnosis sindrom (POEM) polineuropati, Di ektremitas saraf yang sering mengalami
pulmonary disease, organomegali, edema, gangguan adalah N. Peroneus Superfisialis,
endokrinopati, monoklonal paraprotein. Jika dan N. Suralis, sedangkan pada wajah adalah
terdapat ulkus pada rongga mulut maka dapat N. Trigeminal dan N. Fasialis.
dipikirkan adanya neuropati pada penyakit
Behcet atau HIV. Mata dan mulut kering, pem- Beberapa polineuropati dapat menjadi tidak
bengkakan kelenjar saliva dapat ditemui pada jelas polanya karena superimposed dengan
sarkoidosis atau sindrom Sjogren. mononeuropati atau mononeuropati mul-
tipleks, contoh yang paling sering adalah
DIAGNOSIS KLINIS DAN DIAGNOSIS sindrom terowongan karpal pada polineuro-
BANDING pati diabetes. Neuropati dapat juga dibagi
Neuropati secara klinis dapat dibagi men- berdasarkan distribusinya, yaitu: polineuro-
jadi polineuropati, neuropati fokal, dan mul- pati simetrik distal, polineuropati simetrik
tifokal. Polineuropati disebabkan oleh agen- proksimal, polineuropati dengan predominasi ·
agen yang bekerja secara difus terhadap ekstremitas atas, distribusi kompleks, keter-
sistem saraf perifer seperti bahan beracun libatan saraf kranial, serta neuropati fokal
(toksik), defisiensi zat-zat yang diperlukan dan multifokal.
dalam metabolisme saraf perifer, gangguan Polineuropati dengan distribusi gangguan
metabolik, dan beberapa reaksi imun. Ada- motor dan sensorik distal simetrik merupa-
pun lesi fokal (mononeuropati) dan lesi kan pola paling umum dan banyak ditemui.
multifokal yang terisolasi (multipel mono- Gejala motor ditandai dengan kelemahan
667
dan atrofi yang dimulai dari ekstremitas oleh sarkoidosis, diabetes melitus, dan yang
bagian distal kemudian menyebar ke proksi- paling sering adalah neuropati pada saraf
mal. Gejala sensorik ditandai dengan adanya fasialis yang dikenal dengan Bell's palsy.
pola distribusi "stocking-and-glove': yaitu se- Bell's palsy dapat disebabkan berbagai fak-
olah-olah membentuk sarungtangan dan kaos tor seperti imunologi, infeksi, vaskuler, dan
kaki, sehingga pasien merasa perabaannya paling banyak adalah idiopatik.
berkurang di daerah yang tertutupi "sarung
tangan" dan "kaoskaki"yangtaknampakmata TATA LAKSANA
tersebut Pola distribusi ini disebabkan karena Tata laksana neuropati sesuai dengan eti-
saraf yang paling panjang akan mengalami ologinya. Pemeriksaan penunjang dibutuh-
gangguan terlebih dahulu (length-dependent kan sebelum memulai terapi definitif.
polyneuropathy). Pada ekstremitas bawah N. 1. Pemeriksaan Elektrodiagnostik
Tibialis Anterior dan M. Peroneus biasanya Pemeriksaan elektrodiagnostik terdiri
akan terganggu terlebih dahulu dibanding-
dari KHS dan elektromiografi (EMG),
kan bagian posterior betis karena panjang
yang standar untuk pemeriksaan neuro-
saraf yang mensarafi bagian anterior betis
pati akibat kerusakan serabut sarafbesar.
lebih panjang dibandingkan bagian poste-
EMG dapat membedakan antara poli-
rim: Pola distribusi seperti ini dapat ditemu-
neuropati dengan miopati, neuronopati,
kan pada Charcot-Marie-toothfhereditary
pleksopati, ataupun poliradikulopati.
motor and sensory neuropathy (HMSN) tipe
Sebagai kepanjangan pemeriksaan fisik,
I. Polineuropati simetrik distal yang hanya
pemeriksaan elektrodiagnostik mening-
mempengaruhi komponen sensorik juga
katkan ketajaman distribusi disfungsi saraf,
sering ditemukan pada polineuropati dia-
membedakan keterlibatan motor dan sen-
. betik tahap awal.
sorik, tingkat keparahan. Lebih dalam lagi,
Contoh polineuropati simetrik proksimal elektrodiagnostik dapat menilai gang-
yang paling umum adalah sindrom Guil- guan sarafberdasarkan aksonopati mau-
lain-Barre (SGB) dan chronic inflammatory pun mielinopati. Elektrodiagnostik juga
demyelinating polyneuropathy (CIDP) yang dapat dilakukan berulang untuk tujuan
dibahas dalam bab tersendiri. Diagnosis evaluasi atau menilai progresifitas pe-
lain yang perlu dipikirkan dengan distribusi nyakit.
seperti ini adalah porfiria, spina muskular
2. Biopsi Saraf dan Biopsi Kulit
atrofi, dan penyakit Tangier.
Biopsi saraf dilakukan untuk mencari
Polineuropati dengan predominasi ektremi- etiologi, lokasi patologi, dan tingkat ke-
tas atas dengan gejala sensorik banyak ter- rusakan saraf. Dalam beberapa dekade
jadi pada tahap awal kekurangan vitamin belakang, biopsi saraf sudah jarang di-
812. Distribusi ini dengan gejala motorik lakukan karena perkembangan elektrodi-
kadang juga terjadi pada beberapa SGB, agnostik, laboratorium, dan tes genetik.
porfiria, dan HMSN. Neuropati dengan ke- Saat ini pemeriksaan biopsi saraf dilaku-
terlibatan saraf kranial dapat disebabkan kan hila etiologi tidak dapat ditemukan
668
669
pakan neuropati motorik dan sensorik, sar pada neuropati diabetes terjadi pada
oleh karena itu sering juga disebut serabut saraf perifer di distal, namun
dengan hereditary motor and sensory kerusakan tersebut dapat juga terjadi
neuropathy (HMSN). pada proksimal, baik di ganglion radiks
dorsalis ataupun di kornu anterior. Ter-
CMT dibagi menjadi dua: CMT 1 yang me-
dapat beberapa teori mekanisme pe-
miliki patologi hypertrophic demyelinat-
ing neuropathy dan terdapat perlambatan nyebab neuropati diabetes, antara lain
gangguan vaskular, hipotesis metabolik,
KHS (<38m/s pada ekstremitas atas); dan
CMT 2 yang memiliki patologi degenerasi perubahan sintesis protein dan transpor
aksonal dengan KHS yang relatif normal. aksonal, serta mekanisme imunologi.
Berbagai mekanisme ini menyebabkan
Untuk mendiagnosis pasien neuropati bentuk-bentuk neuropati yang beragam
herediter kadang cukup mudah. Jika pasien pula, baik neuropati sensorik, otonom,
memiliki kelemahan ektremitas bagian fokal, multifokal, simetrik, maupun poli-
distal disertai hilangnya fungsi sensorik, neuropati.
pes cavus, pemeriksaan KHS dengan
hasil melambat, dan riwayat keluarga Gangguan vaskular diprediksi dapat me-
yang cukup kuat, maka pasien tersebut nyebabkan penebalan dinding pembuluh
kemungkinan dapat menderita CMT. Di darah mikro dan menyebabkan iskemia
sisi lain, mungkin saja neuropati herediter pada vasa neuron urn. Berbagai penelitian
mwicul sebagai de novo atau baru muncul telah mendukung teori ini, mulai dari studi
ketika dewasa in vitro, in vivo pada tikus, serta otopsi
dan biopsi pada N. Suralis. Studi pada
Pada CMT terdapat 44 lokus di 50 gen tikus STZ-diabetes menunjukkan penu-
yang dapat bermutasi yang menyebab- runan oksigenasi jaringan dan peningkatan
kan kelainan ini, sehingga gejala klinis- resistensi vaskular. Lesi multifokal pada
nya cukup kompleks dengan pola yang jaringan biopsi dan otopsi manusia juga
bervariasi membuat tes genetik men- konsisten dengan teori bahwa diabetes
jadi mahal. Pemeriksaan genetik yang menyebabkan iskemik pada jaringan
efisien dapat dilakukan dengan memilah saraf perifer.
kemungkinan jenis CMT berdasarkan
pemeriksaan elektrodiagnostik. Hipotesis metabolik tentang hiperglike-
mia berdasarkan studi retrospektif yang
2. Neuropati Diabetes menyatakan bahwa komplikasi neuro-
Diabetes melitus (DM) merupakan salah pati pada diabetes yang lebih dini dan
satu penyebab terbanyak neuropati peri- lebih berat berhubungan dengan kon-
fer di dunia. Lebih dari setengah pasien trol glikemik yang buruk. Di sisi lain,
diabetes mengalami neuropati, dan acute painful diabetic neuropathy juga
setengah orang yang memiliki neuropati membaik dengan penurunan berat badan
adalah pasien diabetes. dan kontrol glikemik yang baik. Hal terse-
Perubahan patologi sarafyang paling be- but sangat mungkin terjadi karena pada
670
671
672
Diagnosis Bell's palsy ditegakkan secara fasialis, sehingga belum dapat diperkira-
klinis. Pada pemeriksaan MRI dengan kon- kan derajat kerusakan akhirnya. Diagnosis
tras, didapatkan penyangatan nervus fasialis banding kasus ini adalah penyakit Lyme,
yang merepresentasikan inflamasi. Cairan otitis media, sindrom Ramsay-Hunt, sarkoi-
serebrospinal menunjukkan peningkatan dosis, SGB, tumor kelenjar parotis, multipel
ringan limfosit dan monosit. Pemeriksaan sklerosis, stroke, dan tumor.
elektrofisiologi, yaitu refleks kedip (blink
lnflamasi pada nervus fasialis dapat diatasi
reflex) dapat menentukan topis kerusakan
dengan pemberian glukokortikoid oral,
nervus fasialis. Pemeriksaan ini dilakukan yaitu prednison 40-60mg perhari selama 10
setelah onset 14 hari, karena pada <14 hari
hari dengan penurunan dosis bertahap. Jika
pascaonset masih terjadi kerusakan nervus diduga infeksi virus sebagai etiologinya, dapat
673
ditambahkan antiviral, yaitu asiklovir 400mg 5 E. Bell's palsy, neuropati diabetes, Char-
kali sehari selama 7 hari atau valasiklovir 1g 3 cat-Marie-Tooth
kali sehari selama 7 hari dalam waktu 72 jam Jawaban:A.
sejak onset Untuk mencegah keratitis paparan
akibat lagoftalmus dapat diberikan air mata Neuropati diabetes dan defisiensi vi-
buatan, pelindung mata, dan penutupan mata tamin 812 merupakan neuropati yang
secara mekanik saat tidur. disebabkan oleh kondisi metabolik, se-
hingga kerusakan saraf akan memiliki
Pada kasus degenerasi aksonal berat, dapat distribusi bergantung pada jarak (length
terjadi inervasi aberan sehingga menimbul- dependent). Demikian pula pada SGB pola
kan komplikasi sinkinesis. Sinkinesis adalah ini disebabkan karena kegagalan kon-
reinervasi serabut saraf pada organ efek- duksi pada saraf bagian perifer ke distal
tor yang bukan organ efektor sebenarnya. Charco-Marie-Tooth juga memiliki dis-
Terdapat fenomena air mata buaya, yaitu tribusi pada saraf-saraf di distal, namun
terjadinya lakrimasi ipsilateral pada saat sangat jarang disertai gangguan sensorik
mengunyah. Sindrom Marin-Amat, yaitu pe-
nutupan kelopak mata ipsilateral saat mem- 2. Dari soal no. 1 diketahui keadaan ini
buka rahang. Sekitar 70% pasien mengalami dikeluhkan perlahan namun bertambah
perbaikan dalam 1-2 bulan dan 85% di an- baal sejak 3 tahun sebelumnya. Tidak
taranya mengalami perbaikan penuh. Mun- ada riwayat demam, diare atau flu-like
culnya perbaikan motorik pada hari ke-5 atau syndrome 5 hari sampai 2 minggu sebe-
7 menunjukkan prognosis baik, sementara lumnya, sehingga SGB dapat disingkirkan.
adanya tanda denervasi pada pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium tambahan yang
elektrofisiologi setelah hari ke-10 menun- dapat dilakukan pada pasien ini adalah
jukkan prognosis buruk A. Kadar gula darah HbA1c
B. Kadar vitamin 812
CONTOH KASUS C. Serologi HSV-1
1. Wanita 49 tahun datang dengan keluhan
D. A dan B benar
baal pada tangan dan kaki. Pemeriksaan
klinis menunjukkan hipestesi dengan E. Semua benar
distribusi stocking and gloves. Diagnosis Jawaban paling tepat adalah D (A dan B
diferensial yang paling mungkin pada benar).
pasien ini adalah
Pemeriksaan kadar gula darah HbA1c dan
A. Neuropati diabetes, SGB, defisiensi kadar vitamin 812 untuk menyingkirkan
vitamin 812 diagnosis diferensial neuropati diabetes
B. Charcot-Marie Tooth, Bell's palsy, SGB. dan defisiensi vitamin 812. Walaupun
C. Defisiensi Vitamin 812, Bell's palsy, defisiensi tersebut dapat mudah diatasi
cubital tunnel syndrome dengan suplemen vitamin 812, namun
pemberian terapi tanpa alasan yang kuat
D. Defisiensi Vitamin 812, neuropati dia-
tidaklah tepat. Pemeriksaan serologi
betes, cubital tunnel syndrome
674
675
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
evidence-based review). Report of the American nesota: Continuum- American Academy of Neu-
Academy of Neurology, American Association of rology; 2012;18(1).
Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine, 7. Thomas PK, Ochoa J. Clinical features and differential
and American Academy of Physical Medicine and diagnosis. Dalam: Dyck PJ, Thomas PK, Griffin JQ Low
Rehabilitation. Neurology. 2009;72(2):185-92. PA. Poduslo JF, editor. Peripheral neuropathy. Edisi ke-
3. Wiratman W. Hakim M, Aninditha T, Sudoyo 3. Philadelphia: W. B Saunders; 1993. h. 749-74.
AW. Prihartono J. Neuropati perifer pada pasien 8. Suryamihardja A. Purwata TE, Suharjanti I, Yudi-
karsinoma nasofaring yang mendapat kemotera- yanta, penyunting. Diagnostik dan penatalaksanaan
pi cisplatin. Neurona. 2013;30(4):258-63. nyeri neuropatik Surabaya: Kelompok Studi Nyeri
4. Mondelli M, Giannini F, Giacchi M. Carpal tun- Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
nel syndrome incidence in a general popula- (PERDOSSI); 2011.
tion. Neurology. 2002;58(2):289-94. 9. House }W; Brackmann DE. Facial nerve grading sys-
5. Atroshii,Gummesson C,Johnsson R, Ornstein E. Rans- tem. Otolaryngol Head Neck Surg. 1985;93(2):14-7.
tam J, Rosen I. Prevalence of carpal tunnel syndrome 10. Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell's palsy: diag-
in a general population. JAMA 1999;282(2):153-8. nosis and management. Am Fam Physician.
6. Simpson DM, editor. Peripheral neuropathy. Min- 2007;76(7):997-1002.
11. Sonoo M. Peripheral neuropathy. Medical disease: an il-
lustrated reference guide: neurology and neurosurgery.
Edisi ke-1. Tokyo: Medic Media; 2011. h. 324-5. Jepang.
676
Scanned for Pablo
SINDROM GUILLAIN-BARRE
40 Ahmad Yanuar Safri
677
Potong
'----.---"c-'lintang
678
Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa torik dan menimbulkan gejala motorik yang
antibodi gangliosida dalam serum pasien SGB, lebih dominan dibandingkan sensorik
yaitu antibodi LMl, GMl, GMlb, GM2, GDla,
Pada serum pasien SMF ditemukan antibodi
GalNAc-GDla, GDlb, GD2, GD3, GTla, dan
terhadap gangliosida GD3, GTla, dan GQlb.
GQlb (Tabell).
Gangliosida GQlb banyak terdistribusi pada
Adanya perbedaan jenis antibodi pada ber- aksolema neiVUs okulomotor, troklearis, abdu-
bagai tipe SGB menunjukan distribusi ganglio- sens, serta muscle spindle, sehingga jika terjadi
sida berbeda· beda pada jaringan saraf perifer. reaksi autoimun terhadap gangliosida GQlb
Jenis antibodi yang terbentuk dan distribusi muncul gejala klinis SMF berupa oftalmople-
gangliosida menentukan tanda dan gejala gia, ataksia, dan aretleksia Gangliosida GTla
klinis yang terjadi pada SGB. Sebagai contoh, dan GQlb diekspresikan pada aksolema neiVUS
pada GBS tipe AMAN, ditemukan antibodi ter- glosofaringeus dan vagus, sehingga dihubung-
hadap GMl, GMlb, GDla, dan GalNAc-GDla kan dengan gejala disfagia ditemukan pada se-
pada serum pasien. Gangliosida-gangliosida bagian kasus SMR Pada SGB tipe demielinisasi,
ini terdistribusi lebih banyak ditemukan pada antibodi spesifikyang menyebabkan kerusakan
aksolema nodus Ranvier serabut saraf moto- membran sel Schwann pada selubung mie-
rik dibandingkan sensorik Proses autoimun lin masih belum diketahui hingga saat ini dan
lebih banyak terjadi pada serabut saraf mo- membutuhkan penelitian lebih lanjut
679
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
GEJALA DAN TANDA KLINIS TRF defisit neurologis yang terjadi lebih
Pola perjalanan penyakit SGB bersifat berat hingga sampai memerlukan ventilasi
monofasik (Gambar 2). Pada sebagian besar mekanik
SGB terdapat infeksi anteseden sebelum
Defisit neurologis SGB pada ekstremitas
munculnya defisit neurologis. Waktu antara
dapat berupa kelemahan motorik tipe LMN,
infeksi anteseden dan munculnya defisit
gangguan sensorik berupa parastesia, hipes-
neurologis bervariasi antara 4 minggu
tesia atau gangguan propioseptif, serta hipore-
sampai 6 bulan. Defisit neurologis ini akan
fleksia maupun arefleksia Defisit neurologis
mengalami perburukan hingga mencapai titik
ini dapat melibatkan nervus kranialis, ter-
nadir dalam waktu tidak lebih dari 28 hari
utama nervus Fasialis pada AlDP. Varian
(4 minggu). Antibodi antigangliosida dapat
klinis SGB lain yang melibatkan nervus kra-
dideteksi dalam serum pasien selama pro-
nialis adalah SMF dengan trias gejala berupa
ses ini dan kadarnya akan menurun seiring
arefleksia, ataksia, dan oftalmoplegia.
dengan berjalannya waktu.
Fase pemulihan dapat berlangsung bebe-
Pada SGB dapat terjadi fluktuasi defisit
rapa minggu, bulan, bahkan tahun tergantung
neurologis dalam waktu 8 minggu sejak di-
proses patologi yang terjadi. Lesi demielinisasi
berikannya imunoterapi. Hal ini masih di-
(AlDP) mempunyai prognosis yang lebih baik
anggap sebagai suatu pola monofasik SGB.
dibandingkan degenerasi aksonal (AMAN).
Fluktuasi ini disebut sebagai fluktuasi ter-
Pemulihan pada SGB tipe demieliniasasi dan
kait pengobatan (Guillain-Barre syndrome
degenerasi aksonal akan terjadi secara ber-
with treatment-relatedjluctuationjGBS-TRF).
angsur-angsur sesuai dengan perawatan dan
Perjalanan GBS-TRF mirip dengan chronic
terapi yang adekuat
injlamatory demyielinating polineuropathy
(CIDP) onset akut. hanya saja progresifitas Terdapat beberapa variasi gambaran klinis
defisit neurologis CIDP berlangsung hingga SGB berdasarkan penelitian dan laporan ka-
lebih dari 8 minggu atau fluktuasi defisit sus yang ada, yaitu:
neurologis terjadi tiga kali atau lebih se- 1. SGB hiperrefleks
dangkan fluktuasi GBS-TRF terjadi tidak SGB umumnya menunjukkan tanda hi-
lebih dari 8 minggu sejak onset dan jarang porefleksia atau arefleksia, namun pada
terjadi fluktuasi lebih dari 2 kali. Dalam 10% kasus dapat ditemukan refleks ten-
perjalanannya, fluktuasi defisit neurolo- don dalam yang normal atau bahkan me-
gis pada CIDP lebih ringan dibandingkan ningkat dengan tonus otot yang normal.
GBS-TRF. Defisit neurologis pada CIDP tidak Pemeriksaan imunohistokimia pada se-
sampai membutuhkan ventilasi mekanik, rum pasien SGB hiperrefleks menunjukkan
jarang melibatkan gangguan saraf kranial, adanya antibodi antiGM1 dan antiGDla,
dan gambaran pemeriksaan elektrofisiologi dengan gambaran neurofisiologi sesuai
proses demielinisasi, sedangkan pada GBS- dengan SGB tipe aksonal.
680
Scanned for Pablo
Sindrom Guillain Barre
Motorikbaik
~---- ODPilbt
~~~--~~~-------r--------~---=~:,~
-4 "*WW Ominggu 12mfllggll
walclu seiEtah tirnW1 gejala kdeneloan
Gam bar 2. Perjalanan Penyakit Sindrom Guillain-Barre dengan Keterkaitan
Riwayat Infeksi dan Pembentukan Antibodi Gangliosida
SGB: sindrom Cu i/lain-Barre; SGB-FTP: fluktuasi terkait pengobatan; acute CIDP:acute onset chronic inflammatory
demyelinating polyneuropathy
681
682
683
Pemeriksaan KHS yang dilakukan pada minggu pertama dan meningkat menjadi
minggu p_ertama onset sering menunjukan 75% kasus pada minggil ketiga. Apabila
hasil yang normal atau tidak memenuhi kri- analisa CSS normal pada SGB dengan on-
teria SGB menurut Ho dkk maupun Hadden set kurang dari 2 minggu, maka hal ini
dkk. Oleh karena itu, temuan KHS minggu tidak mempengaruhi penegakan diag-
pertama ini tidak dapat dijadikan landasan nosis SGB selama ditemukan tanda dan
untuk menunda pemberian imunoterapi gejala klinis yang sesuai dan tidak perlu
jika sudah terdapat gambaran klinis yang khas dilakukan pungsi lumbal ulangan.
SGB. Pemeriksaan KHS pada minggu pertama
Peningkatan jumlah sel dan protein CSS
ini lebih berguna untuk menyingkirkan diag-
dapat ditemukan pascaterapi imuno-
nosis banding neuropati perifer lainnya.
globulin intravena dosis tinggi (intra-
Pada sebagian awal perjalanan penyakit SGB venous immunoglobulinfiVIG) yang di-
tipe AMAN dapat ditemukan gambaran blok duga akibat mekanisme transudasi atau
konduksi pada pemeri.l:{saan KHS. Gambaran meningitis aseptik. Apabila ditemukan
blok ini akan mengalami perbaikan atau meng- peningkatan jumlah sel CSS pada minggu
hilang dalam hitungan hari disertai peningka- pertama onset gejala, maka kemungkinan
tan amplituda CMAP distal dan pemendekan diagnosis banding lain harus lebih diper-
latensi motor distal kembali ke nilai normal. timbangkan, seperti infeksi, neuropati
Pada kasus ini tidak lazim ditemukan dis- akibat human immunodeficiency virus
persi temporal dan gelombang CMAP polifa- (HIV), limfoma, dan keganasan.
sik. Fenomena ini dikenal sebagai AMAN with
3. Radiologi
reversible conduction failure (AMAN RCF) Pemeriksaan radiologi dilakukan jika
dan sering didiagnosis secara keliru sebagai
ditemukan tanda dan gejala klinis SGB
AIDP atau AMAN. Untuk mengurangi kesala-
yang meragukan. Hal ini untuk menying-
han interpretasi dan klasifikasi tipe SGB, maka
kirkan lesi struktural sebagai penyebab
pemeriksaan KHS harus dilakukan secara se-
defisit neurologis yang ada. Hasil peme-
rial minimal dua kali pada 3 saraf motorik d~
riksaan MRI pada kasus SGB adalah murni
3 saraf sensorik dalam 4-6 minggu pertama.
normal baik pada otak dan medula spi-
2. Pungsi lumbal nalis, walau dapat dijumpai penyangatan
Tindakan pungsi lumbal rutin dilakukan pada radiks proksimal. Pada 11% kasus
pada pasien yang diduga menderita SGB BBE, dapat ditemukan adanya lesi fokal
untuk menyingkirkan diagnosis banding, pada T2W MRI di mesensefalon, thalamus,
dan bukan merupaka.n kriteria utama serebelum, dan batang otak.
penegakan diagnosis SGB. Pada analisis
4. Antibodi antigangliosida
CSS dapat ditemukan disosiasi sitoal-
Walaupun berbagai studi mengaitkan ke-
bumin, yaitu terdapatnya peningkatan
jadian SGB dengan antibodi seperti yang
kadar protein CSS tanpa disertai pe-
tercantum pada Tabel 1, nilai diagnos-
ningkatan jumlah sel. Disosiasi sitoalbu-
tiknya belum dapat dipastikan. Pemerik-
min adalah temuan khas untuk SGB dan
saan ini bermanfaat, tetapi hasil negatif
dapat ditemukan pada 50% kasus pada
684
Scanned for Pablo
Sindrom Cui/lain Barre
Boks 1. Guillain-Barre Syndrome Disability Score (GBS Disability Score) a tau Hughes Score
Guillain-Barre Syndrome Disability Score (GBS Disability Score)
0= sehat
1= tanda dan gejala minimal serta mampu berlari
2= mampu berjalan 10 meter a tau lebih tanpa bantuan namun tidak mampu berlari
3= mampu berjalan 10 meter dengan bantuan tongkat lari
4= aktivitas terbatas pada tempat tidur atau kursi roda
5= membutuhkan ventilator mekanik untuk bernafas
6= kematian
Sumber: Hughes RAC, dkk. Brain. 2007. h. 2245-57.
Boks 2. Indikasi Pemasangan Alat Bantu Napas pada Sind rom Guillain-Barre (SGB)
Indikasi pemasangan alat bantu napas pada SGB jika ditemukan satu kriteria mayor:
• Hiperkarbia/ PaCOz>48mmHg
• Hipoksemia /PaOz <56mmHgpada udara ruangan
• Kapasitas vital paru-paru <lSmL/kgBB)
atau dua kerja minor:
• Refleks batuk yang tidak efektif
• Gangguan menelan
• Atelektasis paru
Sumber: Yuki N, dkk. Guillain-Barre syndrome. N Eng! j Med . 2012. h. 2294-304.
685
686
Scanned for Pablo
Sindrom Guillain Barre
llotDrCV
left. .Abductor . cs n.
. digiti. minirni,. Ulnaris,
l
toms 1mV
• • • • • •
1 n raA, o.~o ~as. 1 Ha
• • wtitt • • • •
• • • • • • .. •
687
Pada pemeriksaan motorik ditemukan ada- Gambaran klinis pasien diatas dikaitkan den-
nya paraparesis dengan kelemahan otot- gan ditemukannya gambaran dispersi tem-
otot distallebib berat dari proksimal dengan poral, blok konduksi, pemanjangan latensi,
pola distribusi yang bampir simetris disertai dan penurunan KHS pada 2 saraf memenuhi
arefleksia pada ekstremitas atas dan bawab kriteria AIDP. Pasien mendapat terapi MG de-
bilateral. Pada pemeriksaan sensorik dite- ngan dosis total2gjkgBB dalam 5 bari. Pasien
mukan tanda gangguan propioseptif pada mengalami perbaikan klinis kekuatan motorik
kedua kaki pasien, sedangkan pemeriksaan terutama pada kedua tungkai. Pasien dapat
sensorik lainnya dalam batas normal. Pada berjalan tanpa bantuan satu minggu setelah
pemeriksaan KHS ditemukan gambaran pe- pemberian MG, namun basil pemeriksaan
manjangan latensi, penurunan KHS motorik, KHS ulang belum menunjukan perubahan
blok konduksi, dispersi temporal pada N. yang berarti. Hal ini dapat dijumpai sebari-bari
Ulnaris kiri (Gambar 3), dan pemanjangan di mana perbaikan klinis mendahului per-
latensi serta penurunan KHS motorik pada baikan basil pemeriksaan kecepatan bantar
N. Tibialis (Gambar 4). saraf.
..........
. ~
• + • .. • • •
•
• • • • • • .. • •
1
•
49 mA, 0.20 ms, l Hz
•edJaiiiNtlleolus
..
I
• • • • . • .. ..
2 • • • •
71 II A. 0.50 MS. 1 Hz •
popliltal fossa
. + + ... ... • . . .. .
KHS Motorik N.Tibialis Kanan Perekaman pada M. Abduktor Halusis Brevis
Sisi Simulasi Dist, Lat, AmpI, Ampl. AmpI Dur., Area, KHS KHS KHS
mm IDS mV norm. dev.,% ms mVxms mfs norm, dev.,
mV mLs %
Maleolus 70 9,15 1,97 3,5 -43,8 11,2 11,7
medial
Fosa ~o~litea 420 20,6 1,51 3,5 -56,9 11,6 9,0 36,7 50,0 -26,6
688
689
29. Zairinal RA, Safri AY, Hakim M. Gambaran sindrom 30. Chahyani WI, Ambarningrum M, Safri AY. Gambaran
Guillain Barre di RS Cipto Mangunkusumo. Scien- klinis sindrom Guillain-Barre di RSUPN Ciptoman-
tific Full Paper Jaknews; 2016 Maret 17-20; Jakar- gunkusumo Jakarta Januari 2012-Desember 2014.
ta, Indonesia: Departemen Neurologi FKUI; 2016. [Presentasi Oral]. 5-9 Agustus 2015; Makassar: Kong-
res Nasional PERDOSSI VIII; 2015.
~ k : ~o~,,.olcoletU• ·
(J-Qa\-11'111'\ lclfDrtCII'ICe
690
Scanned for Pablo
RADIKUL~PATI
Ligamentum flavum
dorsalis
Nukleus pulposus
691
Radiks yang keluar dari medula spinalis per- Radiks berjumlah 31 pasang yang terdiri
tama kali masih berada di dalam kanalis spi- dari 8 radiks servikal, 12 radiks torakal, 5
nalis lalu setelahnya akan melalui foramen radiks lumbal, 5 radiks sakral, dan 1 radiks
neural yang terbentuk di an tara dua vertebra koksigis. Radiks servikal 1 hingga 7 keluar
yang berdekatan. Kanalis spinalis merupa- di atas vertebra servikal yang bersesuaian
kan kana! yang terbentuk di antara vertebra sedangkan radiks servikal 8 keluar di an tara
yang berdekatan. Kanalis spinalis dibatasi vertebra servikal 7 dan vertebra torakal 1.
oleh ligamentum flavum dan lamina pada sisi Hal tersebut disebabkan jumlah vertebra
posterior; diskus intervertebralis, dan korpus servikal adalah 7 sedangkan jumlah radiks
vertebra pada sisi anterior, dan pedikel pada servikal adalah 8. Selanjutnya radiks keluar
sisi anterolateral (Gambar 1). di bawah vertebra yang bersesuaian. Pada
manusia dewasa, medula spinalis berakhir
Foramen neural dibatasi oleh pedikel pada sisi
pada batas bawah vertebra L1 dan memben-
anterior; diskus intervertebral dan korpus ver-
tuk konus medularis. Kauda ekuina keluar
tebra pada sisi anterior dan sendi faset pada
dari bagian konus medularis. Kauda ekuina
sisi posterior. Di dalam foramen neural melin-
kemudian secara gradual terpisah menjadi
tas radiks, nervus meningeal rekuren, dan
pembuluh darah radikular. radiks lumbosakral (Gambar 2).
692
Ramus dorsalis
cabang medial
Saraf lnterkostalls
Radiks bercabang menjadi ramus dorsalis dan Kauda ekuina berjalan di dalam kanal spinal
ventralis. Ramus dorsalis menginervasi otot dalam ruang subaraknoid sebelum akhimya
paraspinal dan kulit di area paraspinal. Ramus keluar dari foramen neural di bawah vertebra
ventralis radiks CS-C8 membentuk pleksus yang bersesuaian. Kanal spinal lebih panjang
brakialis yang menginervasi ekstremitas atas. dari medula spinalis sehingga terdapat per-
Ramus ventral radiks Thl sebagian memben- bedaan level medula spinalis dan vertebra
tuk pleksus brakialis bersama-sama dengan sekitar 2 segmen pada level torakal dan 3
ramus ventralis radiks CS-C8 dan sebagian segmen pada levellumbosakral.
membentuk nervus interkostalis 1. Ramus
Secara mikroskopik, radiks memiliki perbeda-
ventralis radiks Th2-Th6 membentuk nervus
an dengan saraf perifer lainnya. Radiks tidak
interkostalis dan ramus ventralis radiks Th7-
memiliki epineurium, perineurium, dan lebih
12 membentuk nervus torakoabdominal. Ner-
sedikit kolagen pada endoneuriumnya. Hal
vus interkostalis berjalan mengitari lengkung
tersebut menyebabkan kekuatan tensil radiks
dada di antara otot interkosta dan bercabang
jauh lebih rendah dibandingkan bagian saraf
menjadi cabang kutaneus lateral dan medial.
tepi lainnya dan mudah mengalami avulsi.
Nervus torakoabdominal bercabang menjadi
Tidak adanya perineurium yang berfungsi
cabang kutaneus lateral dan medial serta me-
sebagai sawar menyebabkan radiks rentan
nginervasi otot dinding abdominal (Gambar 3).
mengalami serangan infeksi dan inflamasi.
Radiks lumbosakral membentuk kauda ekuina
Dalam pembahasan mengenai radikulopati
693
perlu dipahami istilah miotom dan derma- inervasi oleh beberapa segmen spinal yang
tom. Miotom adalah otot-otot yang diiner- berdekatan dan setiap dermatom mengala-
vasi oleh satu segmen spinal. Dermatom mi tumpang tindih dengan dermatom yang
adalah area kulit yang diinervasi oleh satu berdekatan (Tabell) .
segmen spinal (Gambar 4) . Setiap otot di-
694
Tabell. lnervasi Radiks pada Otot Mayor Ekstremitas Atas dan Bawah
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Radiks
Otot Nervus Radiks Otot Nervus
C4,5 Rombdoid Skapular dorsalis L2,3,4 Iliakus Femoralis
C5,6 Supraspinatus Supraskapular L2,3,4 Rektus femoris Femoralis
C5,6 Infraspinatus Supraskapular L2,3,4 Vastus lateral dan medial Femoralis
C5,6 Deltoid Aksilaris L2,3,4 Aduktor Obturator
C5,6 Biseps brakii Muskulokutaneus L4,5 Tibialis anterior Peroneus pro-
fundus
C5,6 Brakioradialis Radialis L4,5 Ekstensor digitorum Peroneus pro-
longus fundus
C56,7 Seratus anterior Long thoracic L4,5,Sl Ekstensor halusis longus Peroneus pro-
fundus
C56,7 Pektoralis mayor: Pektoralis lateral L4,5,Sl Ekstensor digitorum Peroneus pro-
klavikular brevis fundus
C6,7,8, Pektoralis mayor: Pektoralis medial L4,5,Sl Hamstring medial Skiatikus
T1 sternal
C6,7 Fleksor karpi Median us L4,5,Sl Gluteus medius Gluteus supe-
radialis rior
C6,7 Pronator teres Medianus L4,5,Sl Tensor fasia lata Gluteus supe-
rior
C6,7 Ekstensor karpi Radialis LS,Sl Tibialis posterior Tibialis
radialis longus
C6,7,8 Latisimus dorsi Torakodorsal LS,Sl Fleksor digitorum longus Tibialis
C6,7,8 Triseps brakii Radialis LS,Sl Peroneus longus Peroneus
superfisial
C6,7,8 Ankoneus Radialis LS,Sl Hamstring lateral (bi- Skiatikus
seps femoris)
C7,8 Ekstensor digitorum Radialis LS,S1,2 Gastroknemius lateral Tibialis
komunis
C7,8 Fleksor digitorum Medianus LS,S1,2 Gluteus maksimus Gluteus inferior
sublimis
C7,8 Ekstensor indisis Radialis LS,S1,2 Abduktor halusis brevis Tibialis plantar
proprius medial
C7,8 Ekstensor karpi Radialis S1,2 Abduktor digiti quinti Tibialis plantar
ulnaris pedis lateral
C7,8,Tl Fleksor polisis Medianus S1,2 Gastroknemius medial Tibialis
longus
C7,8,Tl Fleksor digitorium Medianus/ ulnaris S1,2 Soleus Tibialis
profundus
C8,Tl Fleksor karpi ulnaris Ulnaris
C8,T1 lnteroseus dorsalis I Ulnaris
C8,T1 Abduktor digiti Ulnaris
minimi
C8,T1 Abduktor polisis Medianus
brevis
Cetak tebal menunjukkan inervasi predominan
Sumber: Misulis KE, dkk. Bradley's neurology in clinical practice. 2016. h. 332-41.
695
696
697
melakukan gerakan sit-up sehingga otot lopati C7, karena masih mendapat inervasi
abdomen atau interkostal yang lemah akan dari radiks C6 dan CB. Refleks tendon dalam
tampak menonjol. Kelemahan pada radiku- akan menurun pada radikulopati sesuai
lopati biasanya juga tidak berat, karena satu dengan inervasi radiks pada tendon yang
otot diinervasi oleh 2-3 radiks. Otot triseps diperiksa. Tabel 3 membantu untuk meng-
tidak mengalami paralisis akibat radiku- identifikasi radiks yang terlibat.
Tabel3. Manlfestasi Klinis Radikulopati
Abnormalitas Sen- Penurunan
Radiks Nyeri Kelemaban
sorik Refleks
C3-4 Paraspinal dan bahu bagian Leher Diafragma, otot leher dan Tidakada
atas strap muscle
cs Leher dan bahu Distribusi nervus Abduksi bahu, rotasi Biseps, brakio-
aksilaris eksternal, fleksi siku, radialis
supinasi lengan bawah
C6 Leber, bahu, lengan atas sisi Sisi laterallengan Abduksi bahu, rotasi Biseps, brakio-
lateral, Iengan bawah sisi bawah, ibu jari, dan eksternal, fleksi siku, radialis
lateral, ibu jari, dan tangan telunjuk supinasi, dan pronasi
sisi lateral lengan bawah
C7 Leher, bahu, jari tengah dan Jari telunjuk, jari Ekstensi siku dan pergela- Triseps
tangan tengah dan telapak ngan tangan (aspek radial),
tangan pronasi lengan bawah,
fleksi pergelangan tangan
C8 Bahu, lengan bawah sisi Sisi mediallengan Ekstensi jari, ekstensi pergela- Triseps
medial, jari manis, jari bawah, jari manis, ngan Iangan (aspek ulnar),
kelingking, dan tangan sisi jari kelingking dan fleksi jari bagian distal, fleksiibu
medial tangan sisi medial jari bagian distal, abduksi, d van
aduksijari
T1 Lengan atas dan bawah sisi Sisi medial Iengan Abduksi ibu jari, fleksi ibu Triseps
medial, dinding dada (axilla- bawah, jari manis, jari distal, abduksi, dan
1JI chest wall) dan jari kelingking aduksijari
L1 Area inguinal Area inguinal Tidakada Tidakada
L2 Kemaluan dan tungkai atas Tungkai atas sisi Iliopsoas Tidakada
sisi anterior anterolateral
L3 Tungkai atas sisi anterior Tungkai atas sisi Kuadriseps, iliopsoas dan Patela
hingga lutut medial dan lutut aduktor panggul
L4 Tungkai atas sisi anterior Tungkai bawah sisi Tibialis anterior, Patela
hingga tungkai atas medial kuadriseps, aduktor
panggul
LS Tungkai atas sisi lateral, Tungkai bawah sisi Ekstensor jari, dorsofleksor Tidak ada
tungkai bawah hingga dor- lateral, dorsum pedis, pergelangan kaki, eversi,
sum pedis ibu jari kaki inversi, abduktor panggul
Sl Tungkai bawah sisi poste- Telapak kaki, kaki, Fleksor jari, gastroknemius, Achilles
rior, betis, dan tumit pergelangan kaki sisi hamstring, gluteus
lateral, dan dua jari maksimus
kaki sisi lateral
S2-4 Bokong sisi medial Bokong sisi me- Tidak ada, kecuali hila Refleks bulbo-
dial, perineum, dan radiks Sl-2 terlibat kavernosus &
perianal anal wink
698
Sumber: Misulis KE, dkk. Bradl ey's neurology in clini- disebabkan oleh kompresi karena spon-
cal practice. 201 6. h. 332-41.
dilosis, massa dalam kana! spinal, atau
Berikut beberapa manuver pemeriksaan proses intramedular.
fisik dapat membantu mendiagnosis radi-
3. Tes Spurling (Manuver Kompresi
kulopati:
Leber atau tes Kompresi Foramen)
1. Manuver Valsava Dilakukan dengan cara mengeskstensi
Manuver valsava dapat mengeksaserbasi leher, merotasi leher ke arah yang sim-
nyeri radikular dan parestesia yang men- tomatik, dan melakukan penekanan ke
jalar. Manuver valsava menyebabkan bawah pada kepala. Gerakan ekstensi
peregangan pada duramater pada titik akan menyebabkan penonjolan (bulging)
kompresi intraspinal. diskus ke arah posterior, sedangkan ge-
2. Tes Lhermitte rakan fleksi lateral dan rotasi menyebab-
Dilakukan dengan cara melakukan fleksi kan penyempitan foramen neural (Gam-
pada leher (Gambar 5). Respons positif bar 6). Respons positifberupa nyeri atau
berupa parestesia yang menjalar sepan- parestesi yang menjalar ke ekstremitas
jang vertebra servikal atau menjalar ke atas, namun jika muncul responsnya,
ekstremitas atas yang simtomatik. Hal segera hentikan manuver tersebut. Tes
ini mengindikasikan disfungsi kolumna ini bersifat spesifik tetapi tidak sensitif.
posterior medula spinalis yang dapat
(a) (b)
Gambar 5. Tes Lhermitte (a) Tampak Samping, (b) Tampak Depan
699
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
A J
700
Scanned for Pablo
Radikulopati
pada otot ekstremitas bawah ipsilateral 8. Reversed SLR Test atau Ely's Test atau
(signifikansi terendah), nyeri di punggung Tes Tegangan Femoral
bawah (signifikansi moderate), nyeri ra- Dilakukan dengan acara memosisikan
dikular (signifikansi tinggi), dan bahkan pasien dalam posisi pronasi, lalu pemeriksa
gangguan sensorik pada distribusi radiks mengangkat ekstremitas bawah dalam ke-
yang terlibat. adaan lutut ekstensi, untuk meregangkan
radiks lumbal atas. Hasil dikatakan positif
Terdapat beberapa modifikasi tes SLR,
jika timbul nyeri pada punggung bawah
yaitu:
atau nyeri radikular.
• Fenomena Bonnet; dilakukan dengan
tambahan gerakan aduksi dan rotasi 9. Crossed Straight Leg Raising Test
internal tungkai atas dan bawah. (Tanda Fajersztajn)
Tes ini dikatakan positifjika saat melaku-
• Bragard's sign; modifikasi dengan
kan manuver Laseque timbul nyeri pada
menambahkan gerakan dorsofleksi
ekstremitas kontralateral.
kaki (Gambar 7b).
• Sicard's sign dengan menambahkan lO.Tanda Kernig
gerakan dorsofleksi ibu jari kaki. Tes ini dilakukan dengan cara mem-
fleksikan sendi panggul pada posisi
• Hyndman's sign, yaitu timbul nyeri
90° lalu mengekstensikan sendi lutut
saat manuver SLR kemudian dilaku-
hingga 135°.
kan fleksi panggul dan fleksi Ieber.
Gambar 7. (a) Tes Laseque; (b) Tes Laseque dengan Modifikasi Dorsofleksi Kaki (Bragard)
701
Pemeriksaan fisik lainnya yang diperlukan yang signifikan, penggunaan steroid jangka
adalah observasi posisi tubuh pasien, defor- panjang, retensi urin akut atau inkontinen-
mitas pacta vertebra, spasme otot paraspi- sia urin overflow akut, inkontinensia fekal,
nal, dan nyeri tekan area vertebra-paraver- penurunan tonus sfingter anal, saddle anes-
tebra. thesia, dan kelemahan pacta ekstremitas.
Radikulopati memerlukan evaluasi lebih Pemeriksaan penunjang yang diperlukim me-
lanjut segera jika ditemukan tanda bahaya, liputi Rontgen, CT scan, atau MRI vertebra,
yaitu terdapat riwayat keganasan, terdapat dan kecepatan hantar saraf-elektromiografi
penurunan berat badan yang tidak dapat (Tabel4). Rontgen vertebra dilakukan antero-
dijelaskan, keadaan imunosupresi kronik, posterior dan lateral untuk mengevaluasi
infeksi saluran kemih, atau lainnya, riwayat keseluruhan alignment vertebra dan adanya
penyalahgunaan obat-obat intravena, usia perubahan (spondilosis). Rontgen vertebra
di atas SO tahun, demam, nyeri yang tidak pada posisi fleksi lateral dan ekstensi dapat
membaik dengan istirahat, riwayat trauma mengevaluasi instabilitas vertebra.
702
703
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Modalitas tata laksana yang dapat di- anti inflamasi nonsteroid (OAINS), pelemas
lakukan meliputi: otot, atau analgetik opioid. Obat-obatan
untuk nyeri neuropatik meliputi golongan
- Terapi fisik untuk memperbaiki pos-
antikonvulsan (gabapentin, pregabalin), se-
turtubuh
rotonin-specific reuptake inhibitors (SSRI),
- Transcutaneus electrical nerve stimu- atau antidepresan tris~ik Qebih lengkap
lation (TENS) di bab Nyeri Neuropatik).
- Traksi servikal
Injeksi steroid dan obat anestesi epidural
- Injeksi kortikosteroid atau kombinasi dapat diberikan jika medikamentosa oral
kortikosteroid dan agen anestesi epi- tidak efektif. Kortikosteroid sistemik
dural secara umum tidak direkomendasi-
- Blok radiks selektif untuk diagnostik kan untuk meredakan nyeri. Tata lak-
dan terapeutik pada level servikal sana bedah perlu dilakukan segera jika
dan lumbosakral terdapat defisit motorik progresif dan
- Injeksi kortikosteroid intraartikular sindrom kauda ekuina akut Demikian
pada sendi faset juga indikasi relatif pada nyeri yang tidak
- Neurotomi radiofrekuensi perkuta- terkontrol dengan medikamentosa Inter-
neus cabang ·medial ramus dorsalis vensi bedah dapat berupa laminektomi,
servikal yang menginervasi sendi faset disektomi, eksisi diskus artroskopik, dan
fusi spinal.
3. Manajemen Bedah pada Gangguan
Spinal Servikal 5. Stenosis Lumbalis
Intervensi bedah kemungkinan besar Manajemen konservatif stenosis lum-
dilakukan pada kasus-kasus dengan de- bal secara umum sama dengan herniasi
fisit neurologis yang jelas atau progresif, diskus. Intervensi bedah yang dapat di-
nyeri refrakter, adanya lesi struktural lakukan meliputi laminektomi, fasetek-
sesuai dengan gejala klinis, dan tanda tomi, foraminotomi, dan laminotomi. Pada
mielopati. Manajemen bedah yang dilaku- dekompresi yang luas, adanya skoliosis
kan tergantung pada patologi penyebab, degeneratif, kifosis, atau spondilolistesis
antara lain disektomi, laminektomi, dan memerlukan tambahan stabilisasi spinal.
foraminotomi. 6. Hemiasi Diskus Torakal
4. Hemiasi Diskus Lumbosakral Tata laksana konservatif secara umum
Secara umum pada 4-6 minggu awal di- sama dengan herniasi diskus. Dekom-
lakukan tata laksana konservatif kemu- presi bedah diperlukan jika terdapat tan-
dian dipertimbangkan tata laksana bedah da kompresi medula spinalis atau terapi
jika tetap simtomatik setelah 6 minggu. konservatif tidak efektif.
Tata laksana konservatif meliputi medika- 7. Spondilosis Torakal
mentosa, terapi fisik, biofeedback, pema- Tata laksana bedah diindikasikan apabi-
sangan korsetlumbal, TENS dan akupuntur. la terdapat stenosis kanalis yang menye-
Pilihan medikamentosa dapat berupa obat
704
Scanned for Pablo
Radikulopati
babkan mielopati, keterlibatan radiks Tl cal examination in the diagnosis of lumbar root
compression syndrome. Acta Orthop Scand.
yang menyebabkan kelemahan motorik 1961;32(Suppl49):1-135.
tangan atau tidak efektifnya tata laksana 5. Caridi JM, Pumberger M, Hughes AP. Cervical ra-
konservatif. diculopathy: a review. HSSJ. 2011;7(3):265-72.
6. Misulis KE, Murray EL. Lower back and lower limb
pain. Dalam: DaroffRB, Jankovic J, Mazziotta JC, Pome-
DAFTAR PUSTAKA roy SL, editor. Bradley's neurology in clinical practice.
1. Levin KH. Cervical radiculopathy. Dalam: Katirji Edisi ke-7. London: Elsevier; 2016. h. 332-41.
B, Kaminsky HJ, Ruff RL, editor. Neuromuscular 7. Finneruo NB, Attal N, Haroutounian S, Mc-
disorders in clinical practice. Edisi ke-2 vol 2. Nicol E, Baron R, Dworkin RH, dkk. Pharmaco-
New York: Springer; 2014. h. 981-1000. therapy for neuropathic pain in adults: a syste-
2. Raynor EM, Boruchow SA, Nardin R, Kleiner- matic review and meta-analysis. Lancet Neurol.
Fisman G. Lumbosacral and thoracic radiculopa- 2015;14(2):162-75.
thy. Dalam: Katirji B, Kaminsky HJ, Ruff RL. Neu- 8. Preston DC, Shapiro BE. Radiculopathy. Dalam:
romuscular disorders in clinical practice. Edisi Preston DC, Shapiro BE, editor. Electromyogra-
ke-2 vol2. New York: Springer, 2014; h.1001-28. phy and neuromuscular disorders clinical-elec-
3. Levin KH, Maggiano HJ, Wilbourn AJ. Cervical ra- trophysiologic correlations. Edisi ke-3. London:
diculopathies: comparison of surgical and EMG Elsevier; 2013. h. 448-67.
locaE:ation of single-root lesions. Neurology.
1996;46(4):1022-5.
4. Knuttson B. Comparative value of electromyo-
graphic, myelographic, and clinical neurologi-
705
PENDAHULUAN ANATOMI
Pleksopati adalah suatu kelainan akibat Anatomi Pleksus Brakialis
gangguan pacta jaringan saraf secara lang- Pleksus saraf tepi berawal dari radiks ventra-
sung mulai dari ra iks saraf hingga saraf lis dan dorsalis yang berasal dari medula spi-
terminal, atau secara tidak langsung akibat nalis. Radiks dorsalis memiliki ganglion yang
kelainan pacta jaringan sekitarnya, seperti terdapat neuron sensorik di dalamnya. Ke
pembuluh darah, pembuluh limfe, otot, arah perifer kedua radiks ini menyatu menjadi
dan tulang. Kelainan ini dapat terjadi pacta N. Spinalis yang akan menjadi cabang ramus
pleksus brakialis dan pleksus lumbosakral, dorsalis dan ramus ventralis yang kemudian
sehingga disebut sebagai pleksopati braki- beranyam membentuk pleksus (Gam bar 1).
alis dan pleksopati lumbosakral. Gejala kli- Pleksus brakialis merupakan serabut saraf
nis utama yang muncul adalah rasa nyeri, yang berasal dari ramus radiks ventralis
kelemahan motorik, serta gangguan sensorik saraf CS-T1. Radiks CS dan C6 bergabung
dan autonom. membentuk trunkus superior; C7 mejadi
Otot yang mengalami kelemahan dan dis- trunkus medial, serta C8 dan T1 bergabung
tribusi daerah kesemutan tergantung bagian membentuk trunkus inferior. Trunkus berja-
pleksus yang terlibat. Pemulihan pacta lesi lan melewati klavikula dan membentuk di-
ini bervariasi, lesi ringan dapat terjadi pemu- visi anterior dan posterior.
lihan spontan atau menyebabkan gangguan Divisi posterior dari masing-masing trunkus
fungsional yang ringan, namun pacta lesi berat tadi akan membentuk fasikulus posterior. Di-
dapat menyebabkan kecacatan. visi anterior dari trunkus superior dan media
membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior
EPIDEMIOLOGI dari trunkus inferior membentuk fasikulus
Lesi pleksus brakialis meliputi 10% dari lesi medial. Kemudian fasikulus posterior mem-
saraf perifer dan kira-kira 14% lesi neuro- bentuk N. Radialis dan N. Aksilaris. Fasikulus
logis di anggota gerak atas adalah akibat lesi lateral terbagi dua yaitu cabang yang satu
pleksus brakialis. Penyebabnya beragam membentuk N. Muskulokutaneus dan cabang
dan trauma merupakan penyebab tersering lainnya bergabung dengan fasikulus media
karena letaknya di daerah leher dan bahu untuk membentuk N. Medianus. Fasikulus
yang sering bergerak. media terbagi dua yaitu cabang pertama
yang membentuk N. Medianus dan cabang
lainnya menjadi N. Ulnaris. (Gambar 2).
706
Medula spinalis
Ramus dorsalis
\
Ramus
komunlkans abu
Ramus
komunikans putih
707
708
rt~ . llltuskuiO
Ikl.lmncus NJFft!niiros
!ll . ~l adltJnus
ltl . !Rndllills
Medialis
M~--'------- ~
rN .ltl lnD"rls ~
'N .~ ~ktoraiiSrnel:ilabs
llll
-N. Kar.anetJSkbrakn me:batis
't Klltaneus..omtebr.W1l'ftl!dMiis
ljgall
/ A:ks!l;,ris
B.
709
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurolo9i
l'll.lllidti!JnmmltliMw!; ------~~
l'll.lllil:itruJtilm.llbi ---------~
I'll. ~ltdieiimallbi
l'll.l!immJa:.llbi S1
I'll . ~ W:tat.si$.ijJIBriiDr S2
I'll . ~ W:tat.s; ilrlfmi iDr S3
S4
710
Scanned for Pablo
Pleksopati
4. N. Kutaneus Posterior Tungkai Atas dapat berupa cedera tertutup, cedera ter-
Nervus ini berasal dari radiks S1 -S3 buka, ataupun cedera iatrogenik.
(terutama S2) dan memperantarai
2. Tumor
sensorik area bokong bagian bawah
Dapat berupa tumor neural sheath (neu -
dan tungkai atas sisi posterior. Trauma
roblastoma, schwannoma, malignant
pada N. Skiatika biasanya juga men-
peripheral nerve sheath tumor, dan me-
cederai nervus ini.
ningioma) atau tumor nonneural yang
jii1ak (desmoid, lipoma) maupun maligna
ETIOLOGI
(kan-ker payudara dan kanker paru).
Lesi pada pleksus brakialis dapat disebab -
kan antara lain: 3. Cedera radiasi
Frekuensi cedera pleksus brakialis yang
1. Trauma
dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak
Merupakan penyebab terbanyak lesi
1,8- 4,9% dari lesi dan paling sering dite-
pleksus brakialis, dapat terjadi pada se-
mukan pada pasien kanker payudara dan
gala usia baik dewasa maupun neonatus,
paru yang mendapatkan terapai radiasi.
N. Gluteus superior
N. Kutaneus posterior
tungka1 atas
Di stribu si
kutaneus
711
712
713
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
714
Scanned for Pablo
Pleksopati
715
Normal II Ill IV v
!
::
i
! 1
>i
"-;,:
Alcson
,l ~i
Miello :~~ ... ·~J
" ::1 ,. m
.. i:/
Endoneurium: ! •. 1
i
)
Eplnewtum :;
- Perineurium
:
716
dan neovaskularisasi perineural. Diabetes Erb's point. Jenis lesi ini memberikan
menyebabkan abnormalitas sawar darah- gambaran yang khas disebut deformitas
saraf, sehingga rentan terjadi vaskulitis. De- waiters yang ditandai dengan kelemahan
posisi kompleks imun akan semakin merusak pada otot-otot rotatoar bahu, otot-otot
sawar darah saraf tersebut dan meningkat- fleksor lengan, dan otot-otot ekstensor
kan vaskulitis, sehingga terjadi oklusi pem- tangan.
buluh darah epineural dan perineural dengan
a. Lesi tingkat radiks
hasil akhir iskemia dan infark
Pada lesi pleksus brakialis ini berkait-
Terjadinya pleksopati radiasi tergantung an dengan avulsi radiks. Gambaran
pada dosis total, dosis fraksi, teknik radiasi, klinis sesuai dengan dermatom dan
kemoterapi yang menyertai radiasi, dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat
penggunaan brakiterapi intrakavitas. Radiasi terjadi paralisis parsial dan hilangnya
dapat menyebabkan defisiensi mikrosirku- sensorik inkomplit, karena otot-otot
lasi yang menyebabkan iskemia lokal dan fi- tangan dan lengan biasanya diper-
brosis jaringan lunak, serta perubahan pada sarafi oleh beberapa radiks.
sel Schwann, fibroblas endoneural, sel din-
b. Sindroni Erb-Duchenne
ding pembuluh darah, dan sel perineural.
Lesi di radiks servikal atas (CS dan C6)
GEJALA DAN TAN,DA KLINIS atau trunkus superior dan biasanya
Gejala yang timbul umumnya unilateral terjadi akibat trauma. Pada bayi terjadi
berupa kelainan motorik, sensorik dan au- karena penarikan kepala saat proses
tonom pada ekstremitas. Gambaran klinis kelahiran dengan penyulit distonia
yang ditemukan dapat menunjukkan letak bahu, sedangkan pada orang dewasa
dan keparahan lesi. terjadi karena jatuh pada bahu dengan
kepala terlampau menekuk ke samping.
Pleksopati Brakialis
Presentasi klinis pasien berupa waiter's
Lesi pleksus brakialis dapat mengenai mulai
dari otot bahu sampai tangan, atau hanya se-
tip position, yaitu lengan berada dalam
posisi aduksi (kelemahan otot deltoid
bagian, yang dibagi atas pleksopati supraklavi-
dan supraspinatus), rotasi internal pada
kular dan pleksopati infraklavikular.
bahu (kelemahan otot teres minor dan
1. Pleksopati Supraklavikular infraspinatus), pronasi (kelemahan
Pada pleksopati supraklavikular lesi ter- otot supinator dan brakioradialis), dan
jadi di tingkat radiks atau trunkus saraf, pergelangan tangan fleksi (kelemahan
atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini otot ekstensor karpi radialis longus
dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dan brevis). Selain itu terdapat pula
dibanding lesi infraklavikular. Pleksopati kelemahan pada otot biseps brakialis,
supraklavikular sering disebabkan oleh brakialis, pektoralis mayor; subskapu-
karena trauma, yaitu terjadi fleksi dari laris, romboid, levator skapula, dan
leher terhadap bahu, sehingga radiks teres mayor. Refleks biseps biasanya
mengalami tarikan antara leher dan menghilang, sedangkan hipestesi ter-
717
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neuroloni
jadi pada bagian luar Oateral) dari le- inferior). Gejala klinis berupa kelema-
ngan atas dan tangan. han otot triseps dan otot-otot yang di-
persarafi N. Radialis (ekstensor tan-
c. Sindrom paralisis Klumpke
gao), serta kelainan sensorik biasanya
Lesi di radiks servikal bawah (C8, Tl)
terjadi pada dorsallengan dan tangan.
atau trunkus inferior akibat penarikan
bahu, sehingga terjadi tarikan pada f. Lesi di trunkus inferior
bahu. Keadaan ini sering terjadi pada Gejala klinisnya yang hampir sama
bayi saat dalam proses kelahiran atau dengan sindrom Klumpke di tingkat
pada orang dewasa yang akan terjatuh radiks. Terdapat kelemahan pada otot-
dan berpegangan pada pada llengan. otot tangan dan jari-jari terutama untuk
Presentasi klinis berupa kelemahan gerakan fleksi, serta kelemahan otot-
pada otot-otot di lengan bawah, otot- otot spinal intrinsik tangan. Gangguan
otot tangan yang khas disebut dengan sensorik terjadi pada aspek medial
deformitas clawhand, sedangkan fungsi dari lengan dan tangan.
otot gelang bahu baik Selain itu juga
2. Lesi Pan-supraklavikular (radiks CS-
terdapat kelumpuhan pada otot flek-
T1 atau semua trunkus)
sor karpi ulnaris, fleksor digitorum,
Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh
interosei, tenar, dan hipotenar sehingga
otot ekstremitas atas, defisit sensorik
tangan terlihat atrofi. Disabilitas mo-
yang jelas pada seluruh ekstremitas atas,
torik sama dengan kombinasi lesi N.
dan mungkin terdapat nyeri. Otot rom-
Medianus dan N. Ulnaris. Kelainan
boid, seratus anterior, dan otot-otot spi-
sensorik berupa hipestesi pada bagian
nal mungkin tidak lemah tergantung dari
dalam atau sisi ulnar dari lengan dan
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih
tangan.
ke distal (trunkus).
d. Lesi di trunkus superior
3. Pleksopati Infraklavikular
Gejala klinisnya sama dengan sindrom
Terjadi lesi di tingkat fasikulus dan/
Erb di tingkat radiks dan sulit dibeda-
atau saraf terminal. Lesi ini jarang ter-
kan. Namun pada lesi di trunkus su-
jadi dibanding supraklavikular, namun
perior tidak didapatkan kelumpuhan
umumnya mempunyai prognosis lebih
otot romboid, seratus anterior, leva-
baik Penyebab utama pleksopati infra-
tor skapula, dan saraf supraspinatus
klavikular biasanya adalah trauma tertu-
serta infraspinatus. Terdapat gang-
tup (kecelakaan lalu lintasjsepeda motor)
guan sensorik di lateral deltoid, aspek
maupun terbuka Ouka tembak). Ma-
laterallengan atas, dan lengan bawah,
yoritas disertai oleh kerusakan struktur
hingga ibu jari tangan.
didekatnya (dislokasi kaput humerus,
e. Lesi di trunkus media fraktur klavikula, skapula, atau humerus).
Sangat jarang terjadi dan biasanya Gambaran klinis sesuai denganletaklesi,
melibatkan daerah pleksus lainnya yaitu:
(trunkus superior danjo.tau trunkus
718
Scanned for Pablo
Pleksopati
719
720
Scanned for Pablo
Pleksopati
721
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
722
723
724
bentuklah CSb-9 membrane attack com- VCAM dan ICAM ini diregulasi oleh sitokin
plex (MAC), suatu komponen litik dari jalur yang dilepaskan oleh rantai komplemen.
komplemen. Kemudian secara berurutan Sel T dan makrofag diperantarai oleh in-
terjadilah pembengkakan sel endotel di- tegrin very late activation antigen (VLA)-4
ikuti vakuolisasi, nekrosis pembuluh darah dan leucocyte function-associated antigen
kapiler, inflamasi perivaskular, iskemia, (LFA)-1 yang kemudian berikatan dengan
dan kerusakan serabut otot. Pada akhir- VCAM dan ICAM, lalu masuk ke dalam otot
nya terdapat penurunan jumlah kapiler melalui dinding sel endotel.
perserabut otot diikuti kompensasi di-
2. Distrofi
latasi kapiler-kapiler yang tersisa.
Distrofi atau distrofinopati diawali oleh
Selain itu, sel B, sel T (CD4+ ), dan ma- mutasi gen distrofin Xp21.2 yang meng-
krofag juga berperan dalam patofisiologi kode protein distrofin. Contoh klasik
ini. Mereka masuk ke dalam otot. Migrasi kelainan ini adalah penyakit distrofi
sel-sel tersebut difasilitasi oleh vascular muskular Duchene (DMD) dan distrofi
cell adhesion molecule (VCAM) dan intercel- muskular Becker (Becker muscular dys-
lular adhesion molecule (ICAM). Ekspresi trophyfBMD).
Molecular Endotel
mimicry pembuluh
(tumor, virus ?) darah
Makrofag
725
Inti sel
Protein distrofin memiliki em pat ranah (do- ini digantikan oleh sel-sel satelit yang terle-
main) dan merupakan protein kompleks. Mu- tak di antara lamina basal dan membran se-
tasi pada protein ini menyebabkan kerusakan rabut otot. Sel-sel satelit ini berperan seperti
(breakdown) pada keseluruhan struktur yang "stem-cell" yang dapat menumbuhkan sel-sel
kompleks dan penting. Kerusakan ini menye- otot dan meregenerasi serabut otot yang ru-
babkan sarkolema, yang berfungsi sebagai sak. Seiring berjalannya waktu sel satelit ini
sawar antara sel otot dengan dunia luar la- tidak dapat mengejar kerusakan yang terjadi
yaknya membran sel, menjadi rapuh. Kontraksi sehingga serabut-serabut otot yang rusak di-
otot yang intensif atau bahkan yang biasa saja gantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
untuk ukuran orang normal dapat menyebab-
kan kerapuhan sarkolema bertambah parah. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Kerapuhan ini menyebabkan influks kalsium Langkah penegakan diagnosis miopati me-
yang berlebihan dan mempercepat kerusakan liputi evaluasi klinis, pemeriksaan labora-
sera but otot (Gam bar 2). torium dan elektrofisiologi, histopatologi,
dan pemeriksaan yang spesifik pada entitas
Otot yang rusak memiliki kapasitas rege-
miopati tertentu. Untuk penentuan peme-
nerasi yang terbatas. Sel-sel otot yang rusak
726
727
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Hipertrofi otot dapat terjadi pada miotonia penting diperiksa. Kelemahan otot pada
kongenital, miopati akibat amiloidosis, sar- miop~ti umumnya lebih terlihat pada
koidosis, dan hipotiroid. Pseudohipertrofi otot-otot proksimal, namun ada juga
otot (akibat penggantian massa otot dengan yang melibatkan kelumpuhan otot-otot
jaringan ikat dan lemak) terlihat pada distal dan wajah, yang dapat memberi pe-
distrofi muskular Duchenne dan Becker, tunjuk entitas miopati tertentu (Tabel 2).
distrofi. muskular limb-gridle (LGMD 2C-Ff Kelemahan pada otot pelvis menyebabkan
sarkoglikanopati), miopati Miyoshi, anocta- kesulitan dalam menaiki tangga, bangkit
min-5 defect, LGMD 21 (fit.kutin-related pro- dari lantai, atau bangkit dari posisi duduk.
tein), dan LGMD 2G (teletoninopati). Kesulitan bangkit dari posisi duduk atau
2. Disbibusi Otot yang Terlibat berbaring tanpa bantuan eksremitas atas
menunjukkan kelemahan otot ekstensor
Distribusi keterlibatan otot dapat dinilai
panggul. Tanda Gowers merupakan karak-
dengan pemeriksaan kekuatan otot per-
segmen, identifi.kasi aktivitas fungsional teristik yang terlihat pada kelemahan otot
yang terganggu yang terutama penting proksimal, yaitu saatpasien berusaha bang-
kitdari posisi berbaring, awalnya bertumpu
pada anak, dan atrofi otot. Penilaian
pada tangan dan lutut, kemudian melurus-
kekuatan otot harus meliputi otot yang
kan ekstremitas bawah, melengkungkan
berfungsi pada gerakan ekstensi, fleksi,
badan ke belakang, diikuti dengan menum-
abduksi, aduksi, rotasi internal, dan rotasi
pukan tangan pada lutut lalu paha se-
eksternal. Otot fleksor leher dinilai pada
hingga dapat mengekstensikan trunkus
keadaan supinasi, sedangkan ekstensor
(Gambar 3). Kelemahan otot kuadriseps
leher dinilai pada posisi pronasi. Otot
yang diinervasi oleh nervus kranial juga menyebabkan kesulitan saat menurun
tangga dibandingkan menaiki tangga.
728
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati
Ototwajah
Otot periskapular
Ototleher
Ototdistal
Miosjtis fokal
LGMD: limb-gridle muscular dystrophy
Sumber: Barohn RJ, dkk. Neurol Clin. 2014. h. 569-93.
Pasien dengan kelemahan ekstremitas atas ba- dan distrofi muskular) atau episodik yang
gian proksimal mengalami kesulitan melaku- biasanya disebabkan oleh miopati metabolik,
kan aktivitas yang memerlukan elevasi lengan misalnya akibat gangguan jalur metabolisme
di atas level mata. glikolisis. Kelemahan otot yang bersifat
konstan dapat terjadi pada onset .akut atau
3. Onset dan Evolusi Gejala subakut (misalnya pada miopati inflamasi),
Onset penyakit penting untuk memper- kronik progresifyang berlangsung bertahun-
sempitdiagnosis bandingmiopati (Tabel3). tahun (distrofi muskular), atau nonprogresif
Dermatomiositis dapat terjadi pada anak- dengan sedikit perubahan selama dekade
anak dan dewasa, sedangkan polimiositis (misalnya miopati kongenital). ·
dan IBM banyak pada usia tua. DMD biasa-
nya terdeteksi pada usia 3 tahun, sedangkan Selain itu, perjalanan penyakit dapat mono-
FSH dan LGMD mulai terjadi gejala klinis fasik atau relaps-remisi. Miopati dengan
pada usia remaja atau lebih tua perjalanan monofasik, misalnya pada rabdo-
miolisis akibatintoksikasi kokain. Perjalanan
Kelemahan pada miopati dapat bersifat penyakit paralisis periodik dan miopati me-
konstan (misalnya pada miopati inflamasi tabolik biasanya bersifat relaps-remisi.
729
..
730
731
732
733
735
736
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati
Proksimal
I
Distal
Asimetrik
I
Miotonia
r Denervasi
Adanya - Polimiositis
aktivitas
- Dermatomiositiis
~=sp=onta~n_,\ - Inclusion body miositis
Respon - Miopatijpolimiositis pada HIV
Peran EMG terhadap - Miopati Sarkoidosis
dalam . k / terapi
diagnosis I' Tmg at - Defisensi distropin (Duchene dan
Becker)
Miopati keparah
an \ Menentu -
kan - Miopati nemalin
lokasi - Miopati alkohol
biopsi
-Miopati akibat penggunaan obat
penurun kolesterol
Motor - DLL
neuron \.. ..)
disease
Gamba ran
MUAPtidak
sesuai ~ Motor
dengan neuropati
miopati
Kelainan
pautsaraf
otot
737
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Rekomendasi
pemeriksaan
berdasarkan basil Distropi muskular: pemeriksaan imunohistokimia dan tes
pemeriksaan genetik
histopatologi otot
738
Scanned for Pablo
Pendekatan Diagnosis Miopati
739
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
740
Scanned for Pablo
MIASTENIA GRAVIS
44 Manfaluthy Hakim, Ahmad Yanuar Safri, Winnugroho Wiratman
741
Neuromuscular
junction
Akson
Saat potensial aksi yang dihantar oleh saraf natrium pada sel otot, terjadi influks Na+. In-
motorik mencapai terminal saraf akan timbul fluks Na• ini akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi yang membuka kana! kalsium di depolarisasi pada membran pascasinaps.
membran presinaps. Terbukanya kana! kalsi- Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang
um akan mencetuskan pelepasan asetilkolin tertentu (firing level), maka akan terjadi po-
(acetylcholinj ACh) ke celah sinaps dan selan- tensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial
jutnya berikatan dengan reseptor asetilkolin aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan)
(acetylcholin receptor j AChR). di membran ke segala arah sesuai dengan karakteristik
pascasinaps. lkatan antara ACh dan AChR sel eksitabel dan akhirnya akan mengakibat-
akan mengakibatkan terbukanya gerbang kan kontraksi.
742
ACh yang masih tertempel pada AChR ke- sehingga terjadi degradasi AChR pada mem-
mudian dihidrolisis oleh enzim asetilko- bran pascasinaps. Degradasi ini lebih cepat
linesterase (AChE) yang terdapat dalam daripada pembentukan AChR baru, sehingga
jumlah yang cukup banyak pada membran semakin menurunkan jumlah ACh yang beri-
pascasinaps. ACh akan dipecah menjadi ko- katan dengan AChR.
lin dan_asam laktat. Kolin kemudian masuk
Antibodi yang melekat pacta AChR akan
ke dalam membran presinaps untuk mem-
memblok ACh, sehingga tidak dapat berikat-
bentuk A.Ch kembali. Proses hidrolisis ini
an dengan AChR. Kompetisi antara autoanti-
dilakukan untuk dapat mencegah terjadi-
bodi dan ACh untuk dapat berikatan dengan
nya potensiaJ aksi tents menerus yang akan
AChR akan semakin menurunkan jumlah
mengakibatkan kontraksi terusmenems.
ACh yang berikatan dengan AChR.
Keberhasilan transmisi impuls pada taut
Pada 85% pasien MG dapat ditemukao anti-
saraf otot tergantung dari:
bodi terhadap resepto- asetilkolin (antiAChRJ
• Kepadatan reseptor asetilkolin pada dalam darah. Namun ternyata tidak hanya
permukaan membran pascasinaps reseptor asetilkolin yang dapat menjadi an-
• Aktivitas asetilkolinesterase tigen target proses autoantibodi pada MG.
• Struktur dan jumlah lekukan pada Terdapat struktur protein lain pada per-
membran pascasinaps mukaan membran pascasinaps yang dapat
menjadi target antigen, seperti pada Gam-
Kelemahan otot yang terjadi pada MG dise- bar 1. Perkembangan terbaru menunjuk-
babkan oleh proses autoimun pada taut kan sebagian pasien MG yang tidak mempu-
saraf otot. Faktor utama dan paling penting nyai antibodi terhadap reseptor asetilkolin
dalam patofisiologi MG adalah terbentuknya ternyata memiliki antibodi terhadap MuSK
autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin atau antibodi LRP4 yang merupakan bagian
(AChR) pada membran pascasinaps. Tedapat dari struktur protein agrin.
tiga proses yang menyebabkan gagalnya kon-
traksi otot akibat proses autoantibodi ini GEJALA DAN TANDA KLINIS
(Gambar 2). Pada MG, kelemahan dan kelelahan ter-
jadi berfluktuasi, tergantung pada aktivitas
AntibodLyang melekat pada AChR akan meng-
pasien, sehingga dapat berbeda-beda setiap
aktifkan kaskade ompJemen yang memben-
waktu. Kelemahan memberat setelah akti-
tuk membrane attack compleks (MAC) yang ke-
vitas fisik yang berat, kenaikan suhu tubuh,
mudian menghancurkan AChR serta merusak
dan lingkungan sekitar, serta akan berkurang
struktur.lipatan-lipatan membran pascasinaps,
bahkan menghilang setelah istirahat. Pada
sehingga mengurangi luas permukaannya.
sekitar 70% penderita MG, gejala awal yang
Akibatnya asetilkolin yang dapat berikatan de-
dialami adalah keluhan pada mata yangasime-
ngan AChR pada membran pascasinaps men-
tris, yang mengenai otot-otot ekstraokular,
jadi jauh lebih sedikit (Gam bar 2).
berupa turunnya kelopak atas (ptosis) dan
Antibodi yang berikatan pada dua AChR penglihatan ganda (diplopia). Dari seluruh
akan mengaktifkan proses endositosis AChR, tipe okular, sekitar 50% berkembang menjadi
743
tipe generalisata, yaitu kelemahan terjadi pada b. Disfagia (gangguan menelan) muncul
otot-otot bulbar dan otot-otot proksimal, se- setelah penderita memakan mal<anan
dangkan sekitar 15% tetap sebagai tipe okula1~ padat. Penderita dapat mengalami ke-
Gejala klinis yang be rat sering ditemukan pada sulitan menggerakan rahang bawah saat
tahun pertama sampai tahun ketiga, jarang mengunyah makanan, sehingga harus
sekali ditemui perbaikan klinis yang sempurna dibantu oleh tangan (tripod position).
dan permanen.
c. Kelumpuhan otot-otot wajah sering ti-
Gejala klinis MG dapat berupa: dak disadari oleh penderita, baru diketa-
1. Gejala Okular hui setelah orang lain melihat menurun-
Ptosis dan diplopia yang asimetris meru- nya ekspresi wajah atau senyumannya
pakan gejala okular yang paling sering tampak datar (myasthenic snarl).
ditemukan. Gejala okular akan menetap 3. Leber dan Ekstremitas
pada 10-16% pasien MG dalam masa a. Leher terasa kaku, nyeri, dan sulit
3 tahun pertama dan menjadi sekitar untuk menegakkan kepala (dropped
3-10% setelah 3 tahun. Bila gejala okular head) akibat kelemahan pada otot-
menetap sampai lebih dari 3 tahun, maka otot ekstensor leher.
sekitar 84% tidak mengalami perubahan b. Pada ekstremitas, kelemahan lebih
menjadi tipe general ataupun bulbar. sering terjadi pada ektremitas atas
2. Gejala Bulbar dan mengenai otot-otot proksimal
a. Disfoni dan disartria yang muncul (deltoid dan triseps ). Pad a keadaan
setelah berbicara beberapa lama, yang berat, kelemahan dapat terjadi
sering terjadi pad a onset pertama kali. juga pada otot-otot distal.
MAC
744
745
Scanned for Pablo
l:l:l
s:::
~
Tabel 2. Gambaran Klinis Berbagai Subtipe Miastenia Gravis ~
EOMG LOMG TAMG MAMG OMG SNMG ..,
~::~'
Terdapat juga klasifikasi oleh Task Force of the berdasarkan manifestasi klinis dan derajat
Medical Scientific Advisory Board of the Myas- kelemahan motorik yang sering digunakan un-
thenia Gravis Foundation of America (Tabel 3) tuk evaluasi pasien dalam praktik sehari hari.
747
748
Penilaian derajat gejala klinis sangat pent- otot deltoid, triseps, dan ekstensor jari-
ing dilakukan saat melakukan pemeriksaan jari), kelemahanjkelumpuhan otot-otot
fisik pasien MG dan memberikan skala yang yang dipersarafi oleh nervus kranialis.
terukur (Tabel 4).
2. Pemeriksaan Fisik; dilakukan peme-
riksaan fisik umum dan neurologis se-
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
cara menyeluruh untuk menilai kekuatan
Diagnosis MG ditegakkan berdasarkan anam-
motorik dan derajat kelemahan otot-otot
nesis, pemeriksaan neurologis, elektrodiagnos-
yang terkena (Tabel4 dan Tabel 5).
tik, serologi unh1k antibodi AChR dan MuSK,
serta CT scan torak untuk melihat adanya 3. Tes Klinis Sederhana
timoma. a. Tes Wartenberg: penderita diminta
1. Anamnesis untuk melihat ke atas bidang datar de-
Adanya kelemahanjkelumpuhan otot ngan sudut kurang lebih 30 derajat se-
yang berulang setelah aktivitas dan lama 60 detik, positifbilaterjadi ptosis.
membaik setelah istirahat. Tersering me- b. Tes hitung, penderita diminta untuk
nyerang otot-otot mata (dengan mani- menghitung 1-100, positif bila suara
festasi diplopia tau ptosis), dapat disertai menjadi sengau (suara nasal) atau su-
kelumpuhan anggota badan Cterutama ara menghilang.
749
750
Scanned for Pablo
Miastenia Gravis
transient maka kemungkinan adanya sam ping gastrointestinal (efek sam ping
suatu sklerosis multipleks. muskarinik) berupa kram atau diare.
3. Sindrom Lambert-Eaton (Lambert-Eaton 2. Kortikosteroid
Mya·s thenic Syndrome) Prednison dimulai dengan dosis awal
Penyakit ini dikarakteristikkan dengan 10-20mg, dinaikkan bertahap (5 -lOmg/
adanya kelemahan dan kelelahan pada minggu) lx sehari selang sehari, maksi-
otot anggota tubuh bagian proksimal mal 120mg/6 jamjoral, kemudian ditu-
dan disertai dengan kelemahan relatif runkan sampai dosis minimal efektif.
pada otot-otot ekstraokular dan bulbar.
Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga 3. Azatioprin
pada detik-detik awal suatu kontraksi Merupakan suatu obat imunosupresif,
volunter, terjadi hiporefleksia, mulut dosis 2-3mgj kg88 j harijoral selama 8
kering, dan sering kali dihubungkan de - minggu pertama. Setiap minggu harus
ngan suatu karsinoma terutama oat cell dilakukan pemeriksaan darah lengkap
carcinoma pada paru. dan fungsi hati. Sesudah itu pemerik-
saan laboratorium dikerjakan setiap bu-
lan sekali. Direkomendasikan pemberian
TATA LAKSANA
prednisolon bersama-sama dengan aza-
Tujuan tata laksana adalah untuk mengen-
tioprin.
dalikan gejala (simtomatik), me_ncegah pro-
gresifisitas, dan mencegah komplikasi. Tera- 4. Plasma Exchange
pi farmakologi mencakup (Tabel6): Bertujuan untuk menghilangkan anti-
bodi reseptor dari sirkulasi, sering digu-
1. Acethylcholinesterase Inhibitor (Peng-
nakan pada krisis miastenia dan sebe-
hambat AChE)
lum dilakukan operasi timektomi
Penghambat AChE memperlambat de-
gradasi asetilkolin yang memungkinkan 5. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
berada pada taut saraf otot lebih lama. Oasis 400mg/ KgBB / hari selama 5 hari
Dapat diberikan pirjdostigmin bromida berturut-turut.
(Mestinon®) 30-120mg/ 3-4 jamjoral.
6. Timektomi
Umumnya regimen ini diberikan pada
Pengangkatan kelenjar timus dapat
awal penyakit dan penatalaksanaan MG
mengurangi gejala pada 70% penderita
ringan (MG klas IIA dan liB).
dengan timoma atau displasia kelenjar
Efek samping pemberian antikolinester- tim us. Manfaat pembedahan pad a MG se-
ase disebabkanoleh stimulasi parasimpa- ronegatif, MG nontimoma yang terbatas
tis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, okular, MG seronegatif dengan antiboai
salivasi berlebihan, berkeringat, lakrima- MuSK positif sangat. minimal sehingga
si, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek tidak direkmnendas ikan.
751
Scanned for Pablo
!KmdrRUoiHimriidlan!limrilaan~
!Bfdk.'liangiiqg JMmnmthflmniRe•llmfiianiBhuBus
lbftiibitorlko- IIDoais~..Bfifinm 3itimtllalih1f!Bf!Ptnr,A.G!iR,mwlkmiiiilk !Knmmintllkmii dibsiilut: JHllllB lbtrorllfuil,
llines.tems.e 1p.er!halii L(otot !PO~, lkllleqjar -sflkreli~): lkram lhip.emofi ·IPI!'nstat, iimn.tfuiielllii tfuqgSi
ll3Jnliihisfiyrriin JllkaliJp.BIIibe- annritt, ttnwU, ttnuntlih, Jllllm!kliia, ijatttuqg ttelrtblkonwensmii, iiiffinlk miio-
lbmmitk Il!ianmuikliimlil gmJiiqg~lhjpmslilivalii,ihjpm!hiklii- lkmcti:akut,ttitrotdkSilmSis.
ll:mliqg lllUilij, lbmlkeJiiimat, lbradikaitli lPhtPat iKontniintllkaai rnHa11if: Jkehamllan, 'me-
'meqjadi /'N/!Hldk mamun :eqgat jja- 1nyu&1i
rraqg), ~an;tlkomodl!lij,rminsis,
~rrellf!PtllriA.GltRlmwlkaliinlk:
!falilktllalii tlltntjjpilSme' otot, :klllema-
ihan,otot(pjlokttltjplilallisas~)
!lmunosqpite-
<San
<DWkdkor- 1l'fmDihontHil,'5- IRenanibahanlberattbadan,:Bintbrom ,lnffikBi 1bemt, fpenJ!ilkit lkf!ganasan, timu-
ttiikoid rt,;limg~J.mBB Cushil!IJ, Jierawat, cdilibetel!, lkei!'Bn- :nodefisielllii, lkllhaniilan, llilkus llambmm
lfli1Bihiison IBdlusiiit1n;awna ttanan ~p iittfEikBi Jlan cmom- t.dan tduodanum, i.OSteqpotrOSis 1pm;Bh,
IHI!flfuiiaJilnn 'lio.D-II!Dllilrum/ lbOSis,iJiWetttonia,!hipdklileniia,,e.tle- ;gaqgguan ~lajjiwaan, !hjp.etttonia 'J!RQg tti-
.Mati\Pmdiiim>- !~JBB:BEilama iDliJ, (pSiko!iil!, t08teQpDI!'OBis cfu!Jlgall cfuik tlllllkenfujJi, tfiilfuates WBQg ttiilak Iter-
lion 11.:£ lhalii, [PBI!lu nii.Slko !Pattlhttulang, melmOSistnilaqg !kontruil
lkeaH!gaammoni- <IIHflptik. lkatantk, !~ilaukomi!, !WliY:-
ttolliqg!IDDJ ~BW~n !PBikdJ.tmis ,~ufmiiaifflJwreSID,
iinsomnia,:Btemid:miqpatl,Jlanihuqg
!dandluodenum tlilsera
.Azatiopliin 'lnd.Uleii:1!..,1irqgif lRentan ttell~ linfeksi, lliflpJreBi lKehaniilan: .azatiqpliin .diglat tdir-
~,Abalii ~umsum rttllaqg l@eJ.tkqpenia, ltlrom- esflpkan .tleqgan :intllklllii •yaqg tte-
iRumatan: 11.$- lbOSitqpenia, ;anemia jjamr®), rmwil, lPat. iJikB !Jlllliien \waliita ~I dlen-
:2in}g'~~halii 1muntah, ,tliaue, <tlemam, :l.!fltlkSiatler- !IJBn ttflnQii :Bmlliiqpliin llWika ttiiliBk
!ii, lhtjpiltlltllkSiBitas, ;anttbnllgiij, rmi- lhanw; .dibell1llkan (PRiia :saat lkflhanillan
aiklhl,atlvmilitis,lpanlmeatifu,,!lksan- :Men}WSlii: ttenqiiJIZR1iitlpliin ttillliktllihen-
ltemalkillit rtikan~ltiHlJWUBlii
\Vlilminasi: ltidak lhlih!h •dllalnikan Milmi-
inalii .tteljgBII 1Wk!iin Ililll\g). lK!lliemasi-
llan '~i :patla :umumnya tWhlk ;pasti
!pmribeliian !hemamaan dlm!gan cdlliJpwiincJI
almllilihibiiDr.WDntin ,oxidJJse illiim)ara cfuJpat
IDll!eyJiblltik imiellltlikliisitas ttien J!IIDUlll-
lloSitmiisJI!mill1(llf!llgtliBitilmii&azatiqpllin
'S81Jlllai .25% JltaU .meqgganti JillqpullinciJ
:tleqgan IJllllhenll'Aidatau!henZbromamnltiila
ti:Brijadi ~ !BliiiiBlllll ttlilaJJgwaqg lJIBlllh
cdanllmlWSllkanibati~jBl
'Mqfi!tiillMycro- rll$-:~,Aharii <G:fljala fl!llBlntliintes.tlimtl l(lllllllil, tiDfBksilbm:at, IPB~ikfmanascm, auw-
;plremilate tdibJmitdalam rmUD.bih, dliam:, tillkul!, (p.erilanihan !nollfffisiemii,llnlhamilan,lmen}WSiii
,tJ.uatdosis Jgaatmliintea1iimi)J), tilflpl!elii 'IIUDliiUJll
t1n1laqg (Qle.ukqpeliia, ,anBIIliiJ, ttmmn-
1\JOSltqp.etfuij), iiDfBklii, tliiliiko tmun-
~ llimfuma tpiltla ~pi ijaqgka
IJlarjjaqg,IP11QD11eS3ive •mulEifuu.di/IBu-
lkOBnCII!plrdlqpathyf(!RMIJ)
.AOliR:<Tl!I8f!J/IrihiilmtNflllqp:tor:;iAVIbl:dk:;atntioventnilklilarloldk;IBm<::llnuuypiirllmliil
·Suntber: IMfllaer r~t~, tilltk. JJ fi»EI.UildL JW11i6.th. Ihlfili-'.94.
: ' I
··r·········-··············t·-··················---~
! l.OmV/IS.Oms I
i ! I
Gam bar 3. Repetitive Nerve Stimulation Test pada M. Orbi~laris Okuli de~gan Frekuensi Stimulasi 3Hz
Menunjukan Penurunan Amphtudo CMAP >10 Vo
753
754
Tral..-tus ko rtikospina! - - - - -
Gambar 1. Gambaran Skematik Lesi Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron
Lesi UMN(biru), lesi LMN (merah}
755
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
756
Pacta saat awitan, biasanya kelemahan dan asimetris, pasien dapat menunjukkan gejala
atrofi otot hanya mengenai sekelompok otot seperti drop foot, atrofi otot instrinsik tangan,
tertentu. Dapat dimulai dari otot ekstremitas, gangguan menulis, atau gerakan membuka
bulbar, dan otot pernapasan. Kelemahan otot botol. Pacta pemeriksaan fisik, sering sekali
ekstremitas bagian distal adalah bentukyang dijumpai atrofi yang jelas pacta otot tibialis
paling sering dijumpai. Kelemahan bersifat anterior.
757
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Pada bentuk bulbar, gejala yang paling rangka dan lidah, peningkatan refleks fisio-
sering dialami saat awitan adalah gangguan logis, dan perjalanan penyakit berjalan secara
berbicara (pelo, slurred). Pada pemeriksaan progresif. Pemeriksaan pencitraan dilakukan
fisik tampak jelas lidah mengalami fasi- untuk menyingkirkan adanya kelainan struk-
kulasi dan atrofi (Gambar 2). Disfagia dan tural lain yang dapat menerangkan mani-
kelemahan otot pernapasan biasanya mun- festasi klinis pasien. Pada pasien yang dicuri-
cul belakangan. gaiALS, sangatpenting dilakukan pemeriksaan
elektrofisiologi [kecepatan hantar saraf (KHS)
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING dan elektromiografi (EMG)] untuk membantu
Diagnosis menegakkan diagnosis. Pemeriksaan EMG
ALS ditegakkan murni secara klinis ber- dapat mengkonfirmasi adanya kelainan LMN
dasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan klinis UMN.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
Pasien yang memenuhi kriteria revised
menyingkirkan penyakit lainnya yang dapat
El Escorial sebaiknya segera dilakukan
disebabkan kelainan struktural.
pemeriksaan KHS dan EMG. Kriteria re-
Tanda klinis yang khas adalah pasien dengan vised El Escorial adalah sebuah panduan
tanda klinis atrofi beberapa kelompok otot di untuk membantu menegakkan diagnosis
beberapa bagian tubuh, fasikulasi di otot-otot ALS (Tabel 2).
758
Scanned for Pablo
Motor Neuron Disease
759
763
Apeks orbita 287,314 atensi terbagi 422 gejala dan tanda klinis 84
Apneu 21 distraktibilitas 422 patofisiologi 75
Apneusis 21 konsentrasi 419 tata laksana 86
Apneustik, pola nafas 39 set shifting 422 Bangkitan pascacedera kepala 435
ApoE4196 sustained attention 422 diagnosis 436
Apolipoprotein alel-E2 211 Aterosklerosis 446, 455 diagnosis banding 436
Apolipoprotein E (APO-E) 486 Aterotrombotik 448, 449 gejala dan tanda klinis 436
Apomorfin 129, 132 Atonia gaster 33 patofisiologi 436
Apopleksi hipofisis 533, 534 Atrial fibrilasi 449, 455 tata laksana 437
Apoptosis 123,324 Atrofi Basil tahan asam (BTA) 228
Apraksia otak 387,479, 494 Battle sign, lihat timda
berpakaian 161 otot 665, 727, 756 Bedah dekompresif 462bedah
bukofasial 184, 191 Audiometri 278, 433 Bedah mikro 140
ideomotor 184 Augmentative alternative communi- Beginning of dose worsening 130
konstruksional 212 cation (AAC) 375 Behavioral and psychological symp-
verbal 186 Aura 85,573 toms of dementia 208
Aquaporin-4 (AQP4) 258 Aura persisten tanpa infark 571 Behavioral pain scale (BPS) 563
Aquaporumab 264 Autoimun 199,249,678,743 Behavioral pain scale-nonintubated
Araknoiditis 227 Autoregulasi 453,491, 515, 541 (BPS-NI) 563
Area homolog 367 AVPU (alert, response to voice, re- Behavioral therapy. lihat terapi
Argyrophilic grain disease (AGO) 216 sponse to pain, unresponsive) 23 perilaku
Arteri Awareness 16 Bell's palsy 611
basilaris 446, 466, 536 Axonal transport 665 Benign focal epilepsy with centrotem-
komunikans anterior 534, 535 Azatioprin 256, 264, 751, 752 poral spikes (BECTS) 88
perforator 4 78, 489 Benign paroxysmal positional vertigo
serebellaris inferior anterior 8 (BPPV) 273
136 Bacillus Calmette-Guerin (BCG) 230 Benzodiazepin 56,103,141,279,
serebellaris inferior posterior Back exercise 584 425, 263, 523, 585
136,536 Badan keton 19 Bernhard-Vulpian, lihat sindrom
serebellaris superior 136 Badan Lewy 110, 118 Beta amiloid, lihat ~ Amiloid
Arteriosklerosis 481 Bahasa 167 Beta blocker, lihat penghambat beta
Arteriovenous malformation (AVM), Baklofen 270, 592 Beta-endorfin 552
lihat malformasi arteriovena Balint, sindrom, lihat sindrom Betahistin 270, 279
spinal Balismus 4, 130 Bevacizumab 335
Arteritis temporal 588, 594 Balloon microcompression 592 Bevel, needle bevel 47,48
Asam mefenamat 584, 651 Bamboo spine 629 Bickerstaff's brainstem encephalitis
Asam piruvat 580 Bangkitan (BBE) 682
Asam traneksamat 441 absans 84 Bidai servikal 405, 408, 618
Asam valproat 90 tipikal 84 Bilasan lambung 33
Ascending reticular activating system atipikal 85 Binswanger, lihat penyakit
(ARAS) 16 akibat gegar 436 Biopsi
Asetazolamid 42, 236, 511 astatik, lihat bangkitan atonik kulit 668
Asetilkolin (ACh) 198,741 atonik 84 saraf 668
Asetilkolinesterase (AChE) 743 fokal, lihat bangkitan parsial stereotaktik 334
Asidosis klonik 84 Bleeding risk analysis in stroke imag-
laktat 19,65 mioklonik 84 ing before thrombolysis (BRASIL) 496
Aspirin 449, 468, 497, 575, 584 parsial 85 Blefarospasme 140
Astrosit 249, 324 kompleks 85 Blink reflex 673
reaktif 206 sederhana 85 Blok konduksi 683
Astrositoma 329, 342 parsial sederhana berkem- Blok saraf 608, 638, 645, 649
Asymmetric target sign, lihat tanda bang menjadi umum sekunder 85 Blood brain barrier (BBB), lihat
Ataksia 534, 592, 662, 680 tonik 84 sawar darah otak
Ataksik, pola nafas 39 tonik-klonik 84 Bobath 371
Atenolol 578 umum 84 Bone scan 350
Atensi 158 Bangkitan epileptik 75 Bone window, lihat CT scan dengan
alternating attention 422 diagnosis 85 bone window
atensi fokus 422 diagnosis banding 85 Boston, lihat kriteria
atensi selektif 422 epidemiologi 75 Boston naming test 171
764
765
Corticobasal syndrome (CBS) 217 Delay cerebral ischemia 532 Deviasi tonik 28
Countercoup 387 Delayed on 130 Diabetes mellitus 446
Counting test, lihat tes hitung Delirium 54 Diagnosis 9
Coup 387 Demensia 205 etiologis 11
Coupling 599 Alzheimer (DA) 206 kerja 12
Cover test [single cover), lihat tes- diagnosis 207 klinis 10
Cover uncover; lihat tes diagnosis banding 207 patologis 10
Craniocervical junction 433 ear(y onset AD tipe familial topis 10
Critical care pain observational tools 206 Diaskisis 367
(CPOT) 563 gejala dan tanda klinis Diatermi 566, 722
Cross cover; lihat tes 206 Diazepam 103
Crossed straight leg raising test, lihat patofisiologi 206 Diet ketogenik 87
tes · tata laksana 207 Diffuse leucoencephalopathy 381
Cryptococcal antigen 242 badan Lewy 200 Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
Cryptococcus neoformans 239 campuran 205 613
var. grubii 239 dengan badan inklusi basofilik216 Digit span, lihat tes
gatii 239 frontotemporal (OFT) 215 Digital subtraction angiography
neoformans 239 diagnosis 219 {DSA) 506, 538
Cryptodex 239 diagnosis banding 219 Dihidroergotamin 575, 588
CSVD non-amyloid 481 gejala dan tanda klinis Dilatasi pupil 39, 308
CT angiografi 537 216 Diltiazem 578
CT angiogram 140 patofisiologi 215 Dinorfin 552
CTscan8 varian perilaku 216 Diphasic dyskinesia, lihat diskinesia
CT scan dengan bone window 399, possible 220 Diplopia
425 probable 220 binokular 295
CTvenografi 506 definite 220 monokular 295
Cyclic vomiting 571 varian behavioral (DFTvb) Direct sign, lihat tanda
Cytidine 5-diphosphocho/ine, lihat , lihat OFT varian perilaku Direct swallowing therapy, lihat
sitikolin lacking distinctive histopa- terapi
thology (DLDH) 216 Disabilitas 367
D pascastroke 210 Disartria 5, 744
Dawson's finger 253 single-infarct dementia 210 Disautonomia 119
D-dimer 440, 506 multi-infarct dementia 211 Disease modifYing drug (DMD) 256
Decoding 167 penyakit parkinson 205 Discharge planning 463, 523
Deep brain stimulation (DBS) '130 semantik 217 Diseksi arteri intrakranial531
Defisiensi terkait amyloid angiopathy 211 Disekuilibrium 267, 271
antitrombin 501 terkait mekanisme hemodin- Disestesia 403, 549, 598
protein C 506 amik 211 Disfagia 5, 744
proteinS 506 terkait small vessel disease 211 Disfoni 5, 744
Defisit neurologis fokal 3 subcortical ischaemic Disfungsi eksekutif 207
Deformabilitas eritrosit 482 vascular disease, lihat penyakit Disgrafia 173
Deformitas Binswanger disfraksis 173
c/awhand 718 vaskular (OVa) 209 spasial 173
Waiters 717 gejala dan tanda klinis sentral 173
Degenerasi 212 Disinhibisi 218
aksonal 670, 679, 697 patofisiologi 209 Diskinesia
berantai 362 tata laksana 214 difasik 130
kortiko-basal, lihat corticobasal Demielinisasi 249, 362, 678 Diskonjugat 290
degeneration Dense triangle sign, lihat tanda Diskus intervertebralis 625
lobus frontotemporal-tau Depolarisasi 78 Disleksia 171,172
(DLFT-tau) 216 Deposisi amiloid 199, 485 Dislipidemia 454,496
retrograd 362 Depresi, okular 308 Dismetria 286
superfisial spongiform 215 Derivat ergot 576 Disosiasi sitoalbumin 52, 684
transneuronal 362 Dermatom 405, 694 Dispersi temporal 683
Wallerian 361 Dermatomiositis (DM) 725 Dissemination in space (DIS) 252
Dekompresi mikrovaskular 141 Descending formation retikularis 32 Dissemination in time (D!T) 253
Deksametason 43, 235, 333 Deselerasi 384, 419 Distonia 130
Dekubitus lateral 49 Deserebrasi 29 Distonia wearing off 130
766
Distorsi ARAS 17 Ectopic discharges 599 Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
Distrofi fasioskapulohumeral 724 Eculizumab 264 686
Distrofi muskular Becker (Becker Edema Erb's point 717
muscular dystrophy/BMD) 724 interstisial 43 Erb-Duchenne, lihat sindrom
Distrofi muskular Duchenne (DMD) intrasel 458 Ergotamin 576
724 otak 392 Esotropia 297, 314
Distrofi muskular Limb Girdle palpebra 587 Estrogen 198, 455
(LGMD) 728 periorbita 303 Etambutol 234
Distrofi neuritik 206 peritumoral 324 European Stroke Organisation (ESO)
Distrofin serebri 43 460
gen 725 sitotoksik 43 Evaluasi neurologis perioperatif 53
protein 725 vasogenik 43 Eye tracking device 300
Diuretik 280, 439, 540 Efek desak ruang 18, 325, 514
Diuretik osmotik 511 Ehlers-Dalos tipe IV. Iihat penyakit F
Dix-Hallpike, Iihat manuver Eksekutif, fungsi, Iihat fungsi ekse- F-wave, lihat gelombang F
Divisi, pleksus brakialis kutif Fabry's disease, lihat penyakit Fabry
anterior 706 Eksiklorotasi 308 Faces pain scale (FPS) 560
posterior 706 Eksitasi ektopik 136 Facet arthrosis 637
Dizziness 267, 271 Eksitatorik 550, 566 Facial amimia 117
DLFT-ubiquitin (DLFT-U) 216 Eksoftalmometri 302 Factor eight inhibitor bypass activity
DLFT-ubiquitin proteasome system Eksotropia 297 (FEIBA) 524
(DLFT-UPS) 216 Ekstraaksial 334 Fajersztajn, tanda, lihat Crossed
DNA repair enzyme 756 Ekstranigral 119 straight leg raising test
Doksepin 577 Ekstrasylvian 186 Faktor reumatoid 558, 715
Doktrin Monro-Kellie 36 Ekuivalensi dosis 652, 654 Family meeting 332
Doll's-head maneuver 28 El escorial, revised, kriteria 758 Fasikulasi 714,756
Domain 149 Elektrokokleografi 278 Fasikulus
Donepezil 208 Elektromiografi (EMG) 12 arkuata 168, 183, 187
Dopamin Elevasi, okular 308 lateral, Iihat korda lateral
nigrostriatal 112 Ely's test, Iihat tes medial, Iihat korda medial
Dopaminergik 112 Emboli 446, 455 posterior, lihat korda posterior
Doppler Embolus 455 FAST, gejala stroke 459
karotis 448, 459 Empty delta sign, Iihat tanda Fazekas, scale 495
transkranial 448, 459 Empty triangle sign, Iihat tanda Fenitoin 103
vertebralis 459 Encoding 167 Fenobarbital 103
Dorsolateral prefrontal cortex (DLPC) End arteries 478 Fenomena
292 Endoneural 715 Bonnet 701
Dose failure, parkinson 130 Endotelin 63, 642 on-off 130
Double Barrel 487 Endovaskular 464 sudden off 130
Douleur Neuropathique en 4 Ques- Enhanced ptosis 302 unpredictable off 130
tions (DN4) 602 Ensefalitis 227 wearing off 130
Drainase Ensefalitis Toksoplasma 243 Fenoprofen 584
css 542,544 diagnosis 244 Fentanil (transdermal) 651,652
ventrikel eksternal 543 diagnosis banding 244 Festination 118
Dressing apraxia, Iihat apraksia epidemiologi 243 Fibrilasi atrial, lihat atrial fibrilasi
berpakaian gejala dan tanda klinis 244 Fiksasi 290
Drifting 298 patofisiologi 244 Fingolimod 255,256
Drop attacks 448 tata laksana 246 Fisioterapi 370,417,722
Dropfoot 757 Entrapment neuropathy 703 Fistula dural arteriovena 533
Drowsiness 19 Ependimoma 324, 338 Fisura
Duksi 287 Ephaptic, transmisi 136 orbitalis superior 314
Duloksetin 566, 604 Ephaptic condition 599 Sylvii 169
Duramater 36 Epidermal growth factor receptor FLACC iface, legs activity, cry, conso-
335 lability) Scale 648
E Epilepsi 75 Flail arm syndrome, lihat sindrom
Early fatiguing 117 pascacedera kepala 435 Flail leg syndrome, lihat sindrom
Early recruitment 736 Epineural 715 Fluensi 168
Early seizure 58 Epley, lihat manuver Flukonazol 242
767
Scanned for Pablo
Buku Ajar Neurologi
Fluoksetin 566, 577 gerakan bola mata 285 Guillain-Barre syndrome disabilit;y
Flusitosin (5TC) 242 anatomi 287 score (GBS disabilit;y score)
Fokalitas deneiVasi 366 diagnosis 304 Guilla in-Bam! syndrome with treat-
Fonofobia 574, 582 diagnosis banding 304 ment-related fluctuation (GBS-TRF),
Foramen epidemiologi 285 lihat sindrom Guillain-Barre (SGB)
Luschka 45 gejala dan tanda klinis
Magendie 45 295 H
neuralis 343 patofisiologi 287 Hachinski, lihat skor
obturator 708 tata laksana 315 Halo sign 396
stilomastoid 138, kognitif 195 Head-impulse test, lihat tes
Forced duction 303 menelan 367 Head-roll test, lihat tes
Forced generation 303 metabolik 6, 18, 21,31 Headache diary 586
Formasio retikularis 16, 550 pemusatan perhatian 153 Hemangioblastoma 343
Fosa posterior 28 pendengaran 274,27~279 Hematogen 228, 344
Fosfenitoin 103 pengosongan kandung kemih Hematom 393
Fotofobia 574, 582 370 serebelar 525
FOUR (full outline of unresponsive) perfusi 447,456 Hemianopia 4, 164, 172
score 23 sensorik proprioseptif 4 Hemifasial spasme 136
Fraktur Ganglia basal110 diagnosis 139
basis kranii 387, 396 Ganglion radiks dorsalis 550, 663, diagnosis banding 140
anterior 396 691 epidemiologi 136
posterior 396 Gaze holding 287 gejala dan tanda klinis 139
kompresi 350, 644 Gaze shifting 287 patofisiologi 136
Free muscle transfer 723 Gelombang F 720 primer 136
Freezing 117 GeneXpertfll MTB/Rif 52 sekunder 138
Fresh frozen plasma (FFP) 441, 524 Genu kapsula interna 211, 212 tata laksana 141
Froment, lihat manuver Gerakan bola mata Hemikrania kontinua 586
Frontal battery assessment (FBA) binokular 287 Hemineglect, lihat hemineglek spasial
423 horizontal 291 Hemineglek spasial 212
Frontal eye field (FEF) 291 monokular 287 Hemisfer
Frontalis 139 vertikal 294 dominan 173, 186
Frontotemporal disorder with parkin- Gertsmann, sindrom, lihat sindrom kiri 183, 191
sonism 217 Giant cell arteritis 313 serebri 16, 183
Frontotemporal disorder with amyo- Girus angularis 168, 186, 212 Hemodilusi 541,542
trophic lateral sclerosis (FTD-ALS) Glikolisis 51,642,729 Hemoreologik 468
217 Glioblastoma 323, 329, 331 Hemosiderin 493, 537
Functional training 370 Glioma 324 Heparin 463, 511
Fungal burden 241 Gliosis 215, 490 low-molecular weight heparin
Fungsi Transkortikal215 (LMWH) 511
bahasa 167 Globulin 51 unfractioned heparin 511
eksekutif 174 Globus palidus 111 Hepatitis 233, 237
konstruksi 212 segmen interna 111 Hepatotoksisitas imbas obat 236
luhur 190 segmen ekstema 111 Heredodegeneratif 109
Furosemid 280, 439, 540 Glutamat 457, 550 Hernias!
Fused in sarcoma (FUS), protein 756 Gower, lihat tanda cingulata 38
Fusion magnetic resonance 140 Graded naming test, libat tes nukleus pulposus 631
Faset, lihat sendi Granular osmiophillic material (GOM) otak 38
489 sentral 38
G Granulasio araknoid, Pacchioni 501 serebral 38
Gabapentin 566,579,605,655 Granulocyte-macrophage colony- tentorial 38
Galantamin 208,214 stimulating factor (GM-CSF) 642 tonsilar 39
Gamma knife radiosurgery 592 Granulomatosa nekrotik, peradangan transtentorium 38
Gamma-aminobut;yric acid (GABA) 228 unkal 38
76,100 Greater sciatic foramen 710 Herring law 287
Gangguan Green birefringent 487 Hialinisasi 490,515
autoregulasi 453,541 Growthfactor 529 Hidromorfon 651-3
fungsional 327, 367, 586, 706, 715 Guilla in- Barre syndrome, lihat sin- Hidrops
gait202 dram Guillain-Barre (SGB) endolimfatik 274
768
Scanned for Pablo
lndeks
769
770
771
772
773
Neurotization, intraplexual723 alih 614, 622, 628, 632, 633, gejala dan tanda klinis
Neurobnesis 716 cam pur (mixed pain) 646, 648, 601
Neurotoksisitas 63, 486 649 patofisiologi 598-600
Neurotransmiter 76, 119, 142, 198, dasar 646 mekanisme perifer 599
419,550,566,606 definisi 547 mekanisme sentral 599
Neurovascular coupling 491 diskogenik 613, 620 tata laksana 604-608
New oral anticoagulant (NOAC) 62, evaluasi 552, 559, 594, 615, nosiseptif 548, 623
468 648 okular 260
Nifedipin 578, 589 anamnesis 552 patofisiologi 548
Nikardipin 524, 578 pemeriksaan fisik 557, prinsip manajemen 564-567
Nikotin 113, 454 pemeriksaan penunjang 594 punggung bawah
Nimodipin 541,578,589 fantom 598 anatomi 624-626
Nimotuzumab 335 inflamasi 600,617 diagnosis 634-637
Nistagmoid 306 intervensi 567,617,619,620 epidemiologi 622
Nistagmus 28, 87, 269, 276, 304 kanker etiologi 626-634
ageotropik 276 akut641 spesifik 626
dissociated nystagmus 306 diagnosis 647,648 nonspesifik/idiopatik
geotropik 276, 281 epidemiologi 641 626
torsional276 gejala klinis 645, 646 gejala dan tanda klinis
sentral 269, 270 kronik 641, 648 632-637
upbeat269,270 patofisiologi 641-645 patofisiologi 623
downbeat 269, 270 tata laksana 648-656 red flags 635
N-methyl-D-aspartate (NMDA) 76,77, kepala tata laksana 637-639
386,440,600,604,645 pascapungsi 46 radikular 349, 633, 646,
Nonconvulsive status epilepticus definisi 569 697,699
(NCSE), lihat status epileptikus non- primer569 sentralfpusat 606
konvulsivus sekunder 570 somatik 395, 554, 645, 646
Nonmotor symptom questionnaire, tipe klaster sontak 641, 645, 646, 655, 656
lihat questionnaire diagnosis 588 tajam 428, 633
Non-motorik 109, 118, 119, 133 klasifikasi 587 tumpul 554
Nonperisylvian 184 episodik 587 viseral 646
Norepinefrin 133, 158, 525, 565, kronik 587 0
572,577 patofisiologi 587 Obat
Nortriptilin 133, 655 tata laksana 588 antiepilepsi (OAE) 58, 87, 92,
Nosiseptif 353, 548-550, 552, 623, tipe tegang 525
634,645,650,656 diagnosis 582 antiinflamasi non steroid
Nosiseptor 548, 626, 641, 642 gejala klinis 582 (DAINS) 564, 638, 650,
NOTCH3 211, 489 klasifikasi 579 antituberkulosis (OAT) 230,
Noxious stimulus 549, 552, 556 patofisiologi 580 234, 236, 237
Nucleus prepositus hypoglossi (NPH) tata laksana 584 daya tembus 234, 235
292 kronik 564, 604, 606, 637, 648 lini satu 234
Nukleus leher Obtundation 24
fastigial 292, 307, 308 diagnosis banding 615- Occipito-temporo-parietal junction
interstitial Cajal 268 616 308
kaudatus 111, 184, 211, 212, epidemiologi 609 Ocular flutter 308
292 gejala dan tanda klinis Ocular misalignment 285, 295
pulposus 403, 626, 631 614-616 horizontal 316
salivatorius superior 5 72 klasifikasi 611-614 vertical 316
subtalamikus 111, 131 patofisiologi 609-614 Oftalmoparesis 285, 315, 734
vestibularfvestibularis 268, redflags 616 Oftalmoplegia 285, 286 679-82,
273 tata laksana 616-620 eksternal 311
Numeric rating scale (NRS) 8, lokal 548, 628, 634 internal 311
560,561, 602, 648, maladaptif 548 internuklear 306
Nutrisi enteral462, 522 miofasial 614, 628, 629, painful 296
Nyeri neuroanatomi 548 Okludin 240, 324
adaptif 548 neuropatik 549 Oklusi parsial 446
aksial 347,611 diagnosis 602 Oksigen 33,411,416,460,476,580
akut 632, 647 epidemiologi 598 100% 588
774
Oksikodon 605, 651, 652, 654 lower motor neuron (LMN) 677 pupil 9, 26
Oksimorfon 651, 652 neuromuskular 461 sensorik 9, 402, 518, 688
Okskarbazepin 87,606 Paramedian pontine reticular forma- Pemulihan fungsional 192,359,368,
Oligodendroglioma 324, 327-9, 331, tion (PPRF) 291, 294, 306, 307 514
342 Paramiotonia 724, 727, 730, 737 Penamaan 171
Oligodendrosit 136, 249, 259, 261, Paraneoplastic motor neuron disease, Penapisan delirium 54
324,491 lihat motor neuron disease Pendekatan klinis 3, 312, 337
Oligoklonal, pita, lihat pita oligok- Paraneoplastik, lihat sindrom Penetrating artery 477,516,
lonal Parasetamol 521, 575, 584, 650, 656 Penetrating vessels 477
Omnipause neuron 292, 294 Parentartery 477 Penggantian opioid 652, 654
One and a half, lihat sindrom Paresis Pengguna opioid baru 651
Onkogenesis 324 nervus III 308,311,313 Pengguna opioid rutin 651, 652,
On-off, fenomena, lihat fenomena komplet 313, 317 Penghambat 68, 578
Ookista 244 terisolir 311,312,317 Beta 578
Open-mouth odontoid 407 nervus!V 297,313,316 kana! kalsium 578
Operkulum parietal 551 nervus VI 286, 297, 314, 318 monoamin oksidase (MAO) 68
Opioid 552,564,604-7,650-6 Parietal eye field (PEF) 292 Pengkodean 152,183
lepas cepat (immediate release) Parkinson 109 Pengulangan 159, 168, 185, 220
654 anatomi 110 Peningkatan
switching, lihat penggantian diagnosis 121 enzim transaminase 236
opioid diagnosis banding 121 tekanan intrakranial 36
Opioid-naive, lihat pengguna opioid epidemiologi 110 epidemiologi 36
baru gejala dan tanda klinis 115 gejala dan tanda klinis 39
Opioid-tolerant, lihat pengguna Idiopatik 109 patofisiologi 36
opioid rutin patofisiologi 112 tata laksana 42
Optokinetic nystagmus (OKN) 300 plus, lihat sindrom Pentobarbital 104
Optokinetik 290, 300 primer 109 Penumbra 366, 456, 457, 458, 512
Oral Reading for Language in Aphasia tata laksana 121 Penumbra system 512
(ORLA) 376 Parkinsonisme 68,109, 121,122, Penurunan kesadaran 16-34
Organized stroke care 368 216 diagnosis 30
Oropharyngeal airway 398, 407 Parkinsonism-hyperpirexia syndrome diagnosis banding 32
Ortosis 371, 722 (PHS) 68 gejala dan tanda klinis 20
Os petrosum 274 Parks-Bielschowsky three steps test, anamnesis 20
Osilasi okular 304 lihattes onset20
Osilopsia 276 Paroksismal hemikrania 586, 588 klasifikasi 31
Osmoterapi 400, 461, 521 Parsonage turner syndrome 712 pemeriksaan penunjang 30
Osteoklas 344, 643, 644, 656 Partial on response 130 tata laksana 33
Osteoporosis 631 Partner approaches 376 Penyakit
Otokonia 273, 276, 280 281 Parvocellular reticular formation 112 Binswanger 211, 213,481, 490
Otorea 22, 395, 396, 433, Pascatransplantasi 62, 63, 64 degeneratif 31,110,195,201,
Otorrhea, lihat otorea Peak dose dyskinesia 130 270
Otot Pediatric migraine disability assest- Ehlers-Danlos tipe IV 530
ekstraokular 287, 295, 315 ment(PedMIDAS) 574 Fabry 480, 481
hamstring 710 Pedikel 344, 624, 644, 692 ginjal polikistik autosom domi-
Pedunculopontine nucleus (PPN) 112 nan (PGPAD) 530
p Pelemas otot, lihat obat pelemas otot Kennedy 733,759
PainDetect 602, 603 Pelvic outlet 710, 712 Meniere 274, 276
Painful face scale 602 Pembedahan 722, 723 neuromuskular 66, 735
Paliatif 332, 335, 355 primer, pada pleksopati 722 neuron inklusi filamen menen-
Palidotomi 131, 132 sekunder, pada pleksopati 723 gah 216
Palidum 112 Pemeriksaan Penyangatan
Pannecrosis 491 cover uncover 297, 429 meningen 242
Papiledema 29, 39, 505, 511 fungsi luhur 9, 90, 94 pada daerah basal 232
Parafasia 169,179, 185, 188 keseimbangan dan koordinasi 9 Penyekat kana! kalsium, lihat peng-
Parafrase 187 motorik 9, 405, 666 hambat kana! kalsium
Paralisis nervus kranialis 9 Peptida 485, 572
agitans 109 neuropsikologi 219 AP 485
Klumpke, lihat sindrom otonom 9, 518 intestinal vasoaktif 572
775
776
777
Saddle anesthesia 349, 635, 702 Serotonin norepinephrine reuptake Miller Fischer 678
Sakadik inhibitor (SNRI) 133, 564, 566, 577, MND-demensia 757
dismetria 286, 307 604 nyeri kanker 641
gangguan 286, 292, 304, 307, Serum penanda tumor 352 nyeri miofasial 628
308 Serum transaminase 237 one and a half 304-307
memory-guided 292, 308 Shifting ofidea 213 paralisis Klumpke 718
prediktif 292, 308 Short-lasting unilateral neuralgiaform paraneoplastik 45
refleks 292 headache attacks (SUNCT) 586, 588 Parkinsonism-Plus 109
volunter 292 Shoulder abduction reflief sign, lihat serotonin 68
Sakulus 272 tes abduksi bahu shoulder hand 372
Salin hipertonik 43, 400, 439 Shoulder hand syndrome, lihat spinalis anterior 403
Saltatory conduction, lihat konduksi sindrom spinalis posterior 403
lompatan Shuffling gait 118 spinalis sentral 403
Sandbag 408 Sianosis 21,556 Single fiber electromyography
Santokrom 50 Sicard's sign, lihat tanda (SFEMG) 750
Sawar darah otak (SDO) 51, 78, 234, Sign, lihat tanda Sinkinesia 139,141
324, 456, 491, Siklus bangun tidur 32 Sinkop 19,447
Schwannoma 328, 332, 341, 342, Silent infarct 61, 209 Sintaktik 169-171
711 Simpatomimetik 26, 105 Sinus
Secondary insult, lihat kerusakan Sindrom anterior inferior 501
sekunder antifosfolipid 501, 506 dura 501
Secondary Prevention ofSmall Sub- Anton 184 kavernosus 501,502
cortical Strokes (SPS3) 496, 497 area postrema 260 lateral 501, 502
Secondary progressive mulitple sclero- Balint 184 oksipital 501, 502
sis (SPMS), lihat multipel sklerosis Bernhard-Vulpian 757 petrosalis
subtipe Brown-Sequard 403 inferior 501, 502
Sel Bruns-Garland 714 superior 501, 502
punca 131 Erb-Duchenne 717 posterior superior
Schwann 136,678,679 faset servikal 613 sagitalis
stromal 641,644,645 flail arm 757 inferior 501-503
target 361, 362, 365, 366 flail leg 757 superior 501-503
Selegilin 65, 123, 127, 129 Gertsmann 212 transversus, lihat sinus lateral
Selekoksib 651 Guillain-Barre Siriraj, lihat skor
Selective serotonin reuptake inhibitors Bickerstaff's brainstem en- Sirkuit
(SSRI) 133, 214, 221, 564, 606, 704 cephalitis (BBE) 682 Frontal 420, 421
Semi-koma 23 diagnosis 682 medial frontal-subkortikal
Semiologi 85, 86, 88, 91-93 diagnosis banding 685 anterior 420, 421
Sendi epidemiologi 677 orbitofrontal-subkortikal
faset 613, 624 kelemahan bifasial dengan lateral 420, 421
sakroiliaka 627, 628, 630, 634, parestesia 681 Papez 152
712 neuropati ataksia akut prefrontal-subkortikal dorsolat-
Sensasi berputar 273 682 eral, lihat sirkuit frontal
Sensitisasi oftalmoplegiafptosis/mid- Sistem
perifer 549, 580, 599 riasis akut 681 noradrenergik 17,552
sentral 549, 573, 580, 599, 604, patofisiologi 677 opioid 552
623,642,645 pharyngeal-cervical-bra- saraf
Sensory enhancement techniques 370 chial weakness 681 perifer 7, 663, 667
Sentrifugasi 50, 232 prognosis 686 simpatis 413, 434, 438
Serabut SGB hiperrefleks 680 otonom 663,667,683
A-delta 549-551, 553, 722 SGB paraparesis 681 serotonergik 552
c 550, 559, 722 tata laksana 685 sinus serebral 45, 501, 502
sarafaferen 549,550,552,553 terkait pengobatan 680 ventrikel 42, 516, 527
Serebelum 7, 39, 267, 268, 290, 292, Horner 4, 310, 494 vestibular 272
307,469 Kearn-Sayre 315 Sistema
Seri konsep 213 kompartemen gluteal 712, 714 interpedunkulus 531
Seroprevalensi 243 Lambert-Eaton 751 kuadrigeminal 531
Serotonin 420, 564-566, 572, 577, lobus frontal14 Sitokin
656 medula spinalis 403 cedera kepala 436
778
779
780
Scanned for Pablo
lndeks
781
782