BLOK 21 MODUL 2
“ PENATALAKSANAAN KORBAN HIDUP BENCANA MASSAL
”
Insisivus 5
Tutor : drg. Monica Wihardi
Ketua : Atika Rahmayeni
Sekretaris Meja : Andwitya Prameshwari
Sekretaris Papan : Shafira Aulia Fikrie
Anggota :
Almira Ulfa Harda
Bayu Ragil Pangestu
Faris Ihsan
Imam Hidayatsyah
Izzah Dhiyaul Auni
Marsha Nada Maghfira
Rika Permata Nesya
URAIAN
Langkah 1
Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi
Langkah 2
Menentukan masalah
- Bersihkan luka
- Berikan alkohol
- Lakukan penekanan langsung dan pada arteri
- Balut dengan kasa/kain steril
- Jika tidak berhenti bawa ke RS
Kalau ada keterlibatan organ dalam
Baringkan
C-A-B
Rujuk ke faskes terdekat
- Jauhi bahaya
- Rest: posisikan
- Shout for help
- C-A-B
- Jika tidk ada detak >> RJP
- Diberi amonia
Dirikan posko
Prioritas pasien
Membuat Skema
Korban
Tata Laksana
Langkah 5
Langkah 6
1. Proses Penyiagaan
a) Penilaian Awal
3. Tindakan Keselamatan
4. Langkah Pengamanan
5. Pos Komando
Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan
stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat
diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya,
digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban
Merah
sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang
mengalami:
Gangguan pernapasan
Kuning
sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)
Fraktur multipel
Fraktur femur / pelvis
Hijau
sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
Fraktur minor
Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
Hitam
Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan
dipindahkan ke fasilitas kesehatan
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran
ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).
SAFETY/AMAN
Pastikan bahwa penolong, lokasi, dan korban dalam kondisi yang aman. Penolong
wajib memperhatikan keamanan diri sendiri sebelum memberikanbantuan. Dua hal yang
paling penting dalam hal keamanan diri atau personil adalah keamanan secara menyeluruh
dari lokasi kejadian dan pencegahan transmisi atau penularan penyakit selama penanganan.
Ketika penolong memberikan penanganan, maka mereka harusmemastikan bahwa dengan
memberikan penanganan tidak menempatkan mereka pada posisiyang berbahaya atau
beresiko, yang hanya berpotensi untuk menambah jumlah korban nantinya.Sebaiknya
gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan alat perantara untuk memberinafas
buatan.
Pindahkan korban pada lokasi yang aman untuk dilakukan bantuan hidup dasar.
RESPONSE
Cek respons korban dengan cara memanggil namakorban dan menepuk atau
menggoyang-goyangkanbahu korban. Apabila korban tidak membuka mata,tidak
mengeluarkan suara, anggota badan tidakbergerak, korban disebut tidak sadar.
Segerapanggil bantuan.
Jika anda seorang penolong yang akan melakukan RJP (resusitasi jantung paru), mintalah
orangdi sekitar anda untuk menelepon ambulans/rumah sakit terdekat. Berikan instruksi
yang detailmeliputi lokasi penjemputan, jumlah korban, perkiraan penyebab korban tidak
sadarkan diri,sebutkan juga alat-alat yang dibutuhkan, seperti defibrillator atau AED
(Automatic External Defibrilator) untuk korban henti jantung.
CIRCULATION (KOMPRESI)
Cek nadi selama maksimal 10 detik (pada dewasa di arteri karotis, pada anak-anak
diarteri brakhialis).
Jika ada nadi, posisikan korban dalam posisi recovery dan tetap melakukan
evaluasidenyut nadi selama 2 menit, tunggu bantuan datang.
Posisikan korban supinasi, bila curiga cedera spinal, pindahkan kepala, bahu dan
badansecara bersamaan (teknik log-roll/ in line).
Letakkan pangkal tangan yang tidak dominan di ½ bagian bawah mid sternum, di
antaradua putting susu dengan metode rib margin. Kunci dengan meletakkan tangan yang
dominan di atasnya. Meletakkan tangan yang dominan di atas tangan yang tidak
dominanbertujuan untuk mencegah pemberian tenaga kompresi menggunakan tangan.
Posisikan badan tegak lurus dengan tangan. Hal ini bertujuan agar tenaga
dalammelakukan kompresi berasal dari badan
Perhatikan
- chest recoil
AIRWAY
Menjaga patensi jalan nafas dengan teknik head-tlit chin-lift atau jaw thrust
(padakondisi cedera spinal).
Apabila terdapat sumbatan jalan napas, hilangkan dengan teknik cross finger/fingerswap.
Jika sumbatan berupa cairan, miringkan kepala (bila tanpa cedera spinal) agar
cairankeluar atau serap dengan kasa bersih.
BREATHING
Rasio kompresi banding napas bantuan adalah sebagai berikut:- 1 Penolong = 30:2
(dewasa maupun anak-anak)- 2 Penolong = 30:2 (dewasa sebelum korban mendapat alat
bantuan napas); 15:2(anak-anak).
EVALUASI
Setelah melakukan 5 siklus ( satu siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 napas bantuan)atau
2 menit, lakukan pengecekan nadi.
b. Jika nadi teraba: Lanjutkan cek pernapasan, jika napas tidak ada atau belumadekuat,
berikan napas bantuan (10x/menit selama 2 menit) dan evaluasi nadisetelah 2 menit.
Kemudian lakukan re-evaluasi.
Jika nadi dan napas sudah adekuat (> 12 kali per menit), atur posisi korban ke posisi
recovery
- Pasien sadar
- Penolong kelelahan
b) Lebar luka
Kebanyakan luka tusuk akan menganga – bukan karena sifat benda yang masuk tetapi
sebagai akibat elastisitas dari kulit.1 Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar
berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti kurva. Lebar luka
penting diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar alat.
Lebar luka di permukaan kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang
terhadap otot. Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama
dengan lebar alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke
samping waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau yang masuk
kejaringan dengan posisi yang miring.
c) Bentuk luka
Bentuk luka merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu
akan sangat membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah
dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Pinggir luka dapat menunjukan bagian
yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi.
Pisau dengan kedua sisi tajam akan menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam
Perlu diingat bahwa benda lain yang dapat menembus tubuh, seperti pahat, obeng atau
gunting, akan menyebabkan perbedaan bentuk luka yang kadang-kadang berbentuk segi
empat atau, yang lebih jarang, berbentuk satelit.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah
reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya
menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali
melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun
pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga
luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran
luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar
senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai
landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan
besar.
5. Track
a. penetrasi organ
b. arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder
- perdarahan
- daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
a. titik penyembuhan
b. tipe misil
c. tanda identifikasi
d. susunan
7. Luka keluar
a. lokasi
b. karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu
Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. Meskipun demikian,
tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat dari pihak
lain. Sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang
mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
menerimanya. Di lain pihak, tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah disiapkan
untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain. Penting untuk
mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh korban, untuk mengetahui
gambaran luka.
b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis.
Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar
grade I. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah
Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan
Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena infeksi ),
Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis disertai juga dengan
bula permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari vaskularisasi
pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah
muda mempunyai beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
sudah hancur.
a. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang
Berwarna hitam.
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena
bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunderSaat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya
ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada
wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental. Bila benar
terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri Oksigen
melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar biasanya berhubungan dengan
luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada
luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya
mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar karena api
RESUSITASI CAIRAN
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian
cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada,
terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar
diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada
jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab
permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang
perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4
jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam
pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian
garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah
Tatalaksana
Rawat inap semua pasien dengan luka bakar >10% permukaan tubuh; yang meliputi
wajah, tangan, kaki, perineum, melewati sendi; luka bakar yang melingkar dan yang
tidak bisa berobat jalan.
Periksa apakah pasien mengalami cedera saluran respiratorik karena menghirup asap
(napas mengorok, bulu hidung terbakar),
o Luka bakar wajah yang berat atau trauma inhalasi mungkin memerlukan
intubasi, trakeostomi
o Jika terdapat bukti ada distres pernapasan, beri oksigen
Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%). Gunakan
larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan glukosa 5%,
atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
o 24 jam pertama: hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan dari
kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan cairan resusitasi (4 ml/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar)
Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan
sisanya 16 jam berikutnya.
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar
25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
o 24 jam kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan selama hari pertama
o Awasi pasien dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi, frekuensi napas,
tekanan darah dan jumlah air seni)
o Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada luka-
bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.
Mencegah Infeksi
o Jika kulit masih utuh, bersihkan dengan larutan antiseptik secara perlahan
tanpa merobeknya.
o Jika kulit tidak utuh, hati-hati bersihkan luka bakar. Kulit yang melepuh harus
dikempiskan dan kulit yang mati dibuang.
o Berikan antibiotik topikal/antiseptik (ada beberapa pilihan bergantung
ketersediaan obat: peraknitrat, perak-sulfadiazin, gentian violet, povidon dan
bahkan buah pepaya tumbuk). Antiseptik pilihan adalah perak-sulfadiazin
karena dapat menembus bagian kulit yang sudah mati. Bersihkan dan balut
luka setiap hari.
o Luka bakar kecil atau yang terjadi pada daerah yang sulit untuk ditutup dapat
dibiarkan terbuka serta dijaga agar tetap kering dan bersih.
Obati bila terjadi infeksi sekunder
o Jika jelas terjadi infeksi lokal (nanah, bau busuk, selulitis), kompres jaringan
bernanah dengan kasa lembap, lakukan nekrotomi, obati dengan amoksisilin
oral (15 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari), dan kloksasilin (25 mg/kgBB/dosis 4
kali sehari). Jika dicurigai terdapat septisemia gunakan gentamisin (7.5
mg/kgBB IV/IM sekali sehari) ditambah kloksasilin (25–50 mg/kgBB/dosis
IV/IM 4 kali sehari). Jika dicurigai terjadi infeksi di bawah keropeng, buang
keropeng tersebut .
Menangani rasa sakit
o Pastikan penanganan rasa sakit yang diberikan kepada pasien adekuattermasuk
perlakuan sebelum prosedur penanganan, seperti mengganti balutan.
o Beri parasetamol oral (10–15 mg/kgBB setiap 6 jam) atau analgesik narkotik
IV (IM menyakitkan), seperti morfin sulfat (0.05–0,1 mg/kg BB IV setiap 2–4
jam) jika sangat sakit.
Periksa status imunisasi tetanus
o Bila belum diimunisasi, beri ATS atau immunoglobulin tetanus (jika ada)
o Bila sudah diimunisasi, beri ulangan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) jika
sudah waktunya.
Nutrisi
o Bila mungkin mulai beri makan segera dalam waktu 24 jam pertama.
o Anak harus mendapat diet tinggi kalori yang mengandung cukup protein,
vitamin dan suplemen zat besi.
o Anak dengan luka bakar luas membutuhkan 1.5 kali kalori normal dan 2-3 kali
kebutuhan protein normal.
Secara umum teknik untuk menghentikan perdarahan external antara lain (Hamidi,
2011):
a. Dengan penekanan langsung pada lokasi cidera
Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah, misalnya
luka sayatan yang tidak terlalu dalam. Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada
daerah pinggir luka. Setelah beberapa saat dengan teknik ini maka sistem
peredaran darah akan menutup luka tersebut.
b. Dengan teknik elevasi
Setelah luka dibalut, maka selanjutnya bisa dilakukan dengan teknik
elevasi yaitu mengangkat bagian yang luka sehingga posisinya lebih tinggi dari
jantung. Apabila darah masih merembes, maka diatas balutan yang pertama bisa
diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.
c. Dengan teknik tekan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju
bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi yaitu temporal
artery (di kening), facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di
pangkal leher, dekat tulang selangka), femoral artery (di lipatan paha), popliteal
artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis
pedis artery (di punggung kaki).
d. Dengan teknik immobilisasi
Teknik ini bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang
luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian luka tersebut
dapat menurun.
e. Dengan tourniquet
Tourniquet adalah balutan yang menjepit sehingga aliran darah di
bawahnya terhenti sama sekali. Saat keadaan mendesak di luar rumah sakit sehelai
pita kain yang lebar, pembalut segitiga yang dilipat-lipat, atau sepotong karet ban
sepeda dapat dipergunakan untuk keperluan ini. Teknik hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan di tangan atau di kaki saja. Panjang Tourniquet haruslah
cukup untuk dua kali melilit bagian yang hendak dibalut. Tempat yang terbaik
untuk memasang Tourniquet lima jari di bawah ketiak (untuk perdarahan lengan)
dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki). Teknik ini
merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika kemungkinan ada amputasi.
Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak bisa
mengalir. Tourniquet dapat menyebabkan kerusakan yang menetap pada saraf, otot
dan pembuluh darah dan mungkin berakibat hilangnya fungsi dari anggota gerak
tersebut. Sebaiknya teknik ini hanya dilakukan oleh mereka yang pernah
mendapatkan pelatihan. Jika keliru, teknik ini justru akan membahayakan. Saat
penanganan di luar rumah sakit, maka dahi korban yang
mendapatkan tourniquet diberi tanda silang sebagai penanda dan korban harus
segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak
segera mendapatkan penanganan maka bagian yang luka akan dapat membusuk.
Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut (Petra & Aryeh, 2012):
1) Buat ikatan di anggota badan yang cedera (sebelum luka) dengan verban yang
lebarnya 4 inci dan buatlah 6 – 8 lapis. Kalau tidak ada verban bisa pakai
bahan yang telah disebutkan diatas tadi. Kemudian buat simpul pada ikatan
tersebut
2) Selipkan sebatang kayu dibawah ikatan itu.
3) Kencangkan kedudukan kayu itu dengan cara memutarnya.
4) Agar kayu tetap erat dudukannya, ikat ujung yang satunya.
Menurut M. Sholekhudin (2011) dalam Seri P3K perdarahan berat, maka teknik
menghentikan perdarahan saat melakukan pertolongan pertama adalah sebagai berikut:
a. Pastikan penderita selalu dalam keadaan berbaring. Perdarahan berat tidak boleh
ditangani sementara korban dalam keadaan duduk atau berdiri.
b. Jika mungkin, posisikan kepalanya sedikit lebih rendah daripada badan, atau angkat
bagian tungkai kaki. Posisi ini bisa mengurangi risiko pingsan dengan cara
meningkatkan aliran darah ke otak.
c. Angkat bagian yang berdarah setinggi mungkin dari jantung. Misalnya, jika yang
berdarah bagian betis, letakkan betis tersebut di atas tumpuan, sehingga posisinya
lebih tinggi dari badan.
d. Buang kotoran dari luka, tapi jangan mencoba mencabut benda yang menancap
dalam.
e. Berikan tekanan langsung di atas luka. Gunakan pembalut yang bersih. Jika tidak
ada, gunakan sapu tangan atau potongan kain. Jangan sekali-kali “memeriksa”
perdarahan dengan cara menyingkap pembalut.
f. Jika darah masih terus merembes, kuatkan tekanan. Tambahkan sapu tangan lagi
di atasnya, tanpa perlu membuang sapu tangan pertama. Hal ini dilakukan karena
di dalam darah yang keluar terdapat faktor-faktor pembekuan.
g. Pertahankan tekanan hingga perdarahan berhenti. Jika telah mampet, balut luka
dengan verban, langsung di atas kain penyerap. Jika tidak ada verban, gunakan
potongan kain biasa. Kemudian segera bawa korban ke rumah sakit.
Sedangkan menurut Standard Prosedur Operasional (SPO) RS. Siti Khodijah teknik
menghentikan perdarahan untuk unit terkait Intensive Care Unit dan Unit Gawat Darurat
adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Petugas menggunakan alat pelindung diri ( kaca mata safety, masker, handscoen,
dan scort )
c. Perawat I menjalankan tugas:
1) Menekan pembuluh darah proximal dari luka, yang dekat dengan permukaan
kulit dengan menggunakan jari tangan
2) Mengatur posisi dengan cara meninggikan daerah yang luka
d. Perawat II menjalankan tugas:
1) Mengatur posisi pasien
2) Memakai sarung tangan steril
3) Meletakkan kain kasa steril diatas luka, kemudian ditekan dengan ujung-ujung
jari.
4) Meletakkan lagi kain kasa steril diatas kain kasa yang pertama, kemudian
tekan dengan ujung jari bila perdarahan masih berlangsung. Tindakan ini dapat
dilakukan secara berulang sesuai kebutuhan tanpa mengangkat kain kasa yang
ada
e. Melakukan balut tekan
1) Meletakkan kain kasa steril diatas luka
2) Memasang verban balut tekan, kemudian letakkan benda keras (verban atau
kayu balut) di atas luka
3) Membalut luka dengan menggunakan verban balut tekan
f. Memasang tourniquet untuk luka dengan perdarahan hebat dan traumatik amputasi
1) Menutup luka ujung tungkai yang putus (amputasi) dengan menggunkan kasin
kasa steril
2) Memasang tourniquet ± 10 cm sebelah proximal luka, kemudian ikatlah
dengan kuat.
3) Tourniquet harus dilonggarkan setiap 15 menit sekali secara periodik
g. Memasang SB Tube
1) Menyiapkan peralatan untuk memasang SB Tube
2) Mengatur posisi pasien
3) Mendampingi dokter selama pemasanagn SB tube
4) Mengobservasi tanda vital pasien
h. Hal–hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tourniquet dan SB Tube:
1) Pemasangan tourniquet merupakan tindakan terakhir jika tindakan lainnya
tidak berhasil, hanya dilakukan pada keadaan amputasi atau sebagai “ live
saving “
2) Selama melakukan tindakan perhatikan:
· Kondisi pasien dan tanda vital
· Expresi wajah
· Perkembangan pasien
3) Pemasangan SB tube dilanjutkan dengan pengompresan dan irigasi melalui
selang
2. Perdarahan Internal
a. Rest
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin
b. Ice
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang membeku
ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme
tubuh.
c. Compression
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses
penutupan lubang atau bagian yang rusak pada pembuluh darah
d. Elevation
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.
e. Bawa korban ke rumah saki terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unila.ac.id/20690/15/BAB%20II.pdf
http://dinkes.salatiga.go.id/?p=237
http://dokterpost.com/tatalaksana-luka-bakar-di-fktp/
http://www.ichrc.org/931-luka-bakar
https://www.scribd.com/doc/295195564/Bab-II-Manajemen-Korban-Massal