Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIAL

BLOK 21 MODUL 2
“ PENATALAKSANAAN KORBAN HIDUP BENCANA MASSAL

Insisivus 5
Tutor : drg. Monica Wihardi
Ketua : Atika Rahmayeni
Sekretaris Meja : Andwitya Prameshwari
Sekretaris Papan : Shafira Aulia Fikrie
Anggota :
Almira Ulfa Harda
Bayu Ragil Pangestu
Faris Ihsan
Imam Hidayatsyah
Izzah Dhiyaul Auni
Marsha Nada Maghfira
Rika Permata Nesya

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Andalas
2019
MODUL 2
PENATALAKSANAAN KORBAN HIDUP BENCANA MASSAL
Skenario 2 :
BADAI…. PASTI BERLALU !
Konflik antar suku di daerah pelosok melibatkan masyarakat banyak. Dari
informasi melalui RAPI konflik yang terjadi telah menimbulkan kepanikan
warga dan banyak timbul korban akibat luka benda tajam, pukulan dan luka
tembakan. Diberitakan juga terjadi pembakaran rumah penduduk sehingga
timbul korban luka bakar serius. Beberapa korban mengalami perdarahan dan
ada yang sampai kehilangan kesadaran.
Tim Reaksi Cepat (TRC) segara mempersiapkan peralatan dan obat-
obatan untuk penanganan korban hidup dan turun kelapangan membawa
bantuan yang diperlukan sesuai tipe bencana yang terjadi dengan ketentuan dan
kebijakan yang ditetapkan oleh PPK (Pusat Penanggulangan Krisis)
Kementerian Kesehatan RI. Tim mendirikan posko pelayanan kesehatan untuk
penanganan korban serta membuat tenda pengungsian darurat.
Bagaimana penatalaksanaan korban hidup bencana massal?
Langkah Seven Jumps :

1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang


dapat menimbulkan kesalahan interpretasi
2. Menentukan masalah
3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge
4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari
korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain
7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

URAIAN
Langkah 1

Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi

1. RAPI : Radio Antar Penduduk Indonesia. Organisasi kemasyarakatan yang bergerak


dalam bidang komunikasi Radio Antar Penduduk dan siap untuk ikut serta membantu
Pemerintah dan masyarakat dalam informasi penanggulangan bencana alam dan
bencana sosial

Langkah 2

Menentukan masalah

1. Apa saja jenis-jenis luka ?


2. Bagaimana tatalaksana korban pukulan, benda tajam dan tembakan ?
3. Apa saja derajat luka bakar ?
4. Bagaimana tatalaksana korban luka bakar ?
5. Bagaimana dampak luka bakar bagi korban ?
6. Apa saja tingkat kesadaran ?
7. Bagaimana tatalaksana korban perdarahan dan kehilangan kesadaran?
8. Bagaimana tatalaksana korban hidup bencana massal ?
9. Apa peran PPK dalam penanggulangan bencana ?
Langkah 3

Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge

1. Apa saja jenis-jenis luka ?


 Luka sobek
 Luka tembakPembuatan basis
 Luka tusuk
 Luka bakar (bahan kimia, api, panas)
 Luka benda tajam
 Luka benda tumpul (laserasi, memar, robekan/goresan)
 Luka gigit
 Luka potong
 Luka lecet
2. Bagaimana tatalaksana korban pukulan, benda tajam dan tembakan ?
 Benda tajam & tembakan
o Tekan dengan kain
o Bagian luka di angkat ke atas/elevasi
o Pembersihan luka
o Balut luka
o CPR jika membutuhkan
o Bawa ke RS
* jika tertusukjangan langsung di cabut.
 Pukulan
o Kompres -> CT Scan kalau perdarahan berlanjut
o Hematoma -> drainase
Prinsip = menolong saat keadaan aman dan memungkinkan

3. Apa saja derajat luka bakar ?

 Luka bakar ringan : < 8 cm, hanya di epidermis


 Luka bakar sedang : melepuh, sudah sampai ke dermis
 Luka bakar berat : merusak lapisan kulit

4. Bagaimana tatalaksana korban luka bakar ?


 Memadamkan api atau menghentikan kontak kulit dengan benda panas.
 Mengangkat benda yang masih membara dari penderita luka bakar.
 Melepaskan kain atau pakaian yang terbakar dan melekat pada kulit.
 Posisikan penderita luka bakar dalam kondisi duduk tegak, jika luka bakar terjadi
di wajah atau mata untuk membantu meredakan area yang bengkak.

5. Bagaimana dampak luka bakar bagi korban ?

 Ringan - sedang --> kerusakan kulit


 Berat --> hipofolemik --> menggunakan air dari dalam tubuh --> udem
 Bekas luka
 Gangguan pernapasan
 Gangguan gerak
 Infeksi
 Anemia

6. Apa saja tingkat kesadaran ?

 Composmentis = kesadaran normal


 Apatis = acuh tak acuh
 Delirium = gelisah
 Somnolen = tingkat kesadaran rendah, mudah mengantuk
 Stupor = tertidur tetapi ada respon terhadap nyeri
 Coma = tidak ada respon

7. Bagaimana tatalaksana korban perdarahan dan kehilangan kesadaran?

- Bersihkan luka
- Berikan alkohol
- Lakukan penekanan langsung dan pada arteri
- Balut dengan kasa/kain steril
- Jika tidak berhenti bawa ke RS
Kalau ada keterlibatan organ dalam
 Baringkan
 C-A-B
 Rujuk ke faskes terdekat
- Jauhi bahaya
- Rest: posisikan
- Shout for help
- C-A-B
- Jika tidk ada detak >> RJP
- Diberi amonia

8. Bagaimana tatalaksana korban hidup bencana massal ?

 Evakuasi ke daerah aman

 Dirikan posko

 Prioritas pasien

9. Apa peran PPK dalam penanggulangan bencana ?

- Penyusunan kebijakan teknis


- Pelaksanaan penanggulangan krisis
- Pemantauan
- Evaluasi
- Pelaporan
- Koordinasi pelaksanaan bimbingan dan pengendalian
Langkah 4

Membuat Skema

Konflik Antar Suku

Korban

Kehilangan Luka Benda Luka Luka Luka Perdarahan


kesadaran Tajam Pukulan tembakan bakar

Tata Laksana

TRC Sesuai kebijakan PPK

Langkah 5

Memformulasikan tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Korban


Bencana Massal
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Basic Life
Support & Syncope
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka
Benda Tajam dan Pukul
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka
Tembak
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka
Bakar
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Mnjelaskan tentang Tatalaksana
Perdarahan

Langkah 6

Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain.


Langkah 7

Sintesis dan uji informasi yang telah diperoleh

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Korban Bencana


Massal

Prosedur Mengelola Bencana

1. Proses Penyiagaan

a) Penilaian Awal

b) Pelaporan Tingkat Pusat

c) Penyebaran informasi Pesan siaga

2. Identifikasi Awal Lokasi Bencana

3. Tindakan Keselamatan

4. Langkah Pengamanan

5. Pos Komando

6. Pencarian dan Penyelamatan

Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan
stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat
diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya,
digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban

 Merah

sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang
mengalami:

Syok oleh berbagai kausa

Gangguan pernapasan

Trauma kepala dengan pupil anisokor

Perdarahan eksternal massif

 Kuning

sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:

Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)

Fraktur multipel
Fraktur femur / pelvis

Luka bakar luas

Gangguan kesadaran / trauma kepala

Korban dengan status yang tidak jelas

 Hijau

sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:

Fraktur minor

Luka minor, luka bakar minor

Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
dipindahkan pada akhir operasi lapangan.

 Hitam

sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia

Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan
dipindahkan ke fasilitas kesehatan

Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:

 Triase di tempat (triase satu)

 Triase medik (triase dua)

 Triase evakuasi (triase tiga)

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Basic Life


Support & Syncope

Tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran
ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).

SAFETY/AMAN

Pastikan bahwa penolong, lokasi, dan korban dalam kondisi yang aman. Penolong
wajib memperhatikan keamanan diri sendiri sebelum memberikanbantuan. Dua hal yang
paling penting dalam hal keamanan diri atau personil adalah keamanan secara menyeluruh
dari lokasi kejadian dan pencegahan transmisi atau penularan penyakit selama penanganan.
Ketika penolong memberikan penanganan, maka mereka harusmemastikan bahwa dengan
memberikan penanganan tidak menempatkan mereka pada posisiyang berbahaya atau
beresiko, yang hanya berpotensi untuk menambah jumlah korban nantinya.Sebaiknya
gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan alat perantara untuk memberinafas
buatan.

Pindahkan korban pada lokasi yang aman untuk dilakukan bantuan hidup dasar.

Misalnya, korban tergeletak di tengah jalan, sebelum melakukan bantuan hendaknya


pindahkankorban ke tempat yang aman, seperti tempat yang teduh dan rata, agar penolong
nyaman dalam memberikan bantuan. Contoh lain, apabila korban berada di reruntuhan
bangunan akibat gempabumi, hendaknya pindahkan ke tempat yang terhindar dari reruntuhan
susulan.

Posisikan korban dalam posisi yang aman.

Misalnya, apabila korban mengalami hipotermia di lingkungan ekstrem, pilihlah tempat


dengan paparan angina yang minimal.

RESPONSE
 Cek respons korban dengan cara memanggil namakorban dan menepuk atau
menggoyang-goyangkanbahu korban. Apabila korban tidak membuka mata,tidak
mengeluarkan suara, anggota badan tidakbergerak, korban disebut tidak sadar.
Segerapanggil bantuan.

SHOUT FOR HELP

 Jika anda seorang penolong yang akan melakukan RJP (resusitasi jantung paru), mintalah
orangdi sekitar anda untuk menelepon ambulans/rumah sakit terdekat. Berikan instruksi
yang detailmeliputi lokasi penjemputan, jumlah korban, perkiraan penyebab korban tidak
sadarkan diri,sebutkan juga alat-alat yang dibutuhkan, seperti defibrillator atau AED
(Automatic External Defibrilator) untuk korban henti jantung.

CIRCULATION (KOMPRESI)

 Penolong berada di kanan pasien

 Tempatkan korban di tempat yang rata dan alas keras.

 Cek nadi selama maksimal 10 detik (pada dewasa di arteri karotis, pada anak-anak
diarteri brakhialis).

 Jika tidak ada denyut nadi, segera berikan kompresi.

 Jika ada nadi, posisikan korban dalam posisi recovery dan tetap melakukan
evaluasidenyut nadi selama 2 menit, tunggu bantuan datang.

 Posisikan korban supinasi, bila curiga cedera spinal, pindahkan kepala, bahu dan
badansecara bersamaan (teknik log-roll/ in line).

 Buka baju korban, pastikan penolong melihat bagian sternum/tengah dada.

 Letakkan pangkal tangan yang tidak dominan di ½ bagian bawah mid sternum, di
antaradua putting susu dengan metode rib margin. Kunci dengan meletakkan tangan yang
dominan di atasnya. Meletakkan tangan yang dominan di atas tangan yang tidak
dominanbertujuan untuk mencegah pemberian tenaga kompresi menggunakan tangan.

 Posisikan badan tegak lurus dengan tangan. Hal ini bertujuan agar tenaga
dalammelakukan kompresi berasal dari badan

 Lakukan kompresi dada yang optimal dengan kecepatan kompresi minimal


100x/menit,dengan kedalaman 5 cm.

 Perhatikan

- chest recoil

- beri kesempatan dada untuk mengembang (darah kembali ke jantung).

 Lakukan kompresi sebanyak 30 kali.

AIRWAY
 Menjaga patensi jalan nafas dengan teknik head-tlit chin-lift atau jaw thrust
(padakondisi cedera spinal).

 Apabila terdapat sumbatan jalan napas, hilangkan dengan teknik cross finger/fingerswap.

 Jika sumbatan berupa cairan, miringkan kepala (bila tanpa cedera spinal) agar
cairankeluar atau serap dengan kasa bersih.

BREATHING

 Memberikan 2 napas bantuan dengan kecepatan 1 detik menggunakan balon dansungkup


atau dengan sungkup mulut.

 Rasio kompresi banding napas bantuan adalah sebagai berikut:- 1 Penolong = 30:2
(dewasa maupun anak-anak)- 2 Penolong = 30:2 (dewasa sebelum korban mendapat alat
bantuan napas); 15:2(anak-anak).

 Alat perantara penting digunakan untuk mengindari penularan penyakit. Jika


pemberiannapas bantuan tidak memungkinkan, lewati langkah ini dan berfokus pada
kompresi danmenjaga patensi jalan napas.Head Tlit Chin Lift Jaw Trust Cross Finger

EVALUASI

 Setelah melakukan 5 siklus ( satu siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 napas bantuan)atau
2 menit, lakukan pengecekan nadi.

a. Jika nadi tidak teraba: Lanjutkan kompresi dan ventilasi 5 siklus.

b. Jika nadi teraba: Lanjutkan cek pernapasan, jika napas tidak ada atau belumadekuat,
berikan napas bantuan (10x/menit selama 2 menit) dan evaluasi nadisetelah 2 menit.
Kemudian lakukan re-evaluasi.

 Jika nadi dan napas sudah adekuat (> 12 kali per menit), atur posisi korban ke posisi
recovery

 Hentikan kompresi jika:

- Nadi sudah ada

- Pasien sadar

- Defibrilator dan tim emergensi sudah datang

- Penolong kelelahan

Sirkulasi ( - ) : Teruskan Kompresi + Ventilasi (5 siklus)Sirkulasi (+) Nafas (-) :


Nafas buatan 10 x/menitSirkulasi (+) Nafas (+) : Posisi sisi mantap, jaga jalan nafas
Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka Benda
Tajam dan Pukul

Karakteristik luka tusuk


a) Kedalaman luka
Pemakaian istilah ‘luka penetrasi’ ditunjukkan untuk menjelaskan dimana dalaman
luka yang diakibatkan oleh benda itu melebihi lebar luka yang tampak pada permukaan kulit.
Dalamnya luka sulit ditentukan pada daerah tanpa tulang seperti di daerah abdomen oleh
karena elastisitas dinding perut tersebut. Panjang saluran luka atau kedalaman luka dapat
mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Umumnya dalam luka lebih
pendek dari panjang senjata, karena jarang ditusukan sampai kepangkal senjata.

b) Lebar luka
Kebanyakan luka tusuk akan menganga – bukan karena sifat benda yang masuk tetapi
sebagai akibat elastisitas dari kulit.1 Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar
berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti kurva. Lebar luka
penting diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar alat.
Lebar luka di permukaan kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang
terhadap otot. Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama
dengan lebar alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke
samping waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau yang masuk
kejaringan dengan posisi yang miring.

c) Bentuk luka
Bentuk luka merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu
akan sangat membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah
dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Pinggir luka dapat menunjukan bagian
yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi.
Pisau dengan kedua sisi tajam akan menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam

Perlu diingat bahwa benda lain yang dapat menembus tubuh, seperti pahat, obeng atau
gunting, akan menyebabkan perbedaan bentuk luka yang kadang-kadang berbentuk segi
empat atau, yang lebih jarang, berbentuk satelit.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah
reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya
menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali
melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun
pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga
luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran
luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar
senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai
landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan
besar.

Trauma Benda Tumpul


Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus
atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan
atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo, 2006.
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam
kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan tepi tidak
rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah kepala dan anggota
gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan
maupun organ bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian.
Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent
dan Dominick, 2001).
Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari luka
memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh trauma
benda tumpul bergantung kepada:
- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Luka akibat
trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
A. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan
kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat
terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan.
Karakteristik luka lecet :
- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan tumpul
- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (Sel PMN)
- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan
jaringan parut
Memperkirakan umur luka lecet:
- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka
lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka
lecet berbekas (patterned abrasion).
- Luka lecet gores(Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang
menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan
tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.
- Luka lecet serut (Scraping)
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan
kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
- Luka lecet tekan (Impact abrasion)
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan
yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan
benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang
mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan
sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit
yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya
jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

b. Kontusio (Luka Memar)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada
jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi
pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan
pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick,
2001).
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk
dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal
haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat
yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga
terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang
ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada
standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan
fisik.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial (Superficial), Luka
memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/ imprint).
a. Luka memar superfisial
Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh akumulasi darah
secara subkutan.
b. Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam dari
lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat
terlihat di permukaan kulit.
c. Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek yang
menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu antara
terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang
timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat
luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan
untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara
pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu benturan /kekerasan
dengan energi y ang cukup untuk mengganggu permeabilitas sel-selpembuluh darah
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar daerah tubuh yangterkena benturan.
Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan selsel sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstisial.

Mula-mula pembengkakan timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah


menjadi biru kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya berubah
menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna menghilang pada minggu pertama
sampai minggu ke-4.
Ada beberapa faktor yangmempermudah terjadinya luka memar (contusion), yaitu:
1. Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan subkutan.
2. Kulit (epidermis) yang tipis.
3. Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis, hemophilia, sirosis, dan lain-
lain.
Memperkirakan umur luka memar :
- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka memar.
Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area mengikuti posisi tubuh
disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil secara gravitasi. Berikut ini
perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent dan Dominick, 2001).
LUKA MEMAR (Contusion, Bruise,) LEBAM MAYAT (Livor Mortis)
Intravital Post mortem
- Karena terjadi ekstravasasi darah maka Karena letaknya intravaskuler maka
dalam jangka waktu kurang 7 jam, dalam jangka waktu kurang 7 jam,
warna memar tidak hilang pada warna memar akan hilang. Batas tidak
penekanan. tegas karena hemoglobin yang
- Jika lebih 7 jam darah sudah berpindah berpindah ke jaringan.
ke jaringan sehingga batasnya menjadi
jelas.
Daerah sekitarnya terbentuk edema Daerah sekitarnya tidak terbentuk
edema.
Tidak menghilang jika irisannya Menghilang jika dicuci
dibersihkan
Sel PMN ada Sel PMN tidak ada
Lokasinya tidak menentu Lokasinya pada bagian tubuh yang
terendah
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam. Kontusio
pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak
jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
c. Laserasi (Luka robek)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio
dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda
tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi.
Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam
sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit
dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi
(Vincent dan Dominick, 2001).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya
tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler,
kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam (Shkrum dan
Ramsay, 2007).
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan
tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum
robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung
laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow
tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka Tembak

Deskripsi Luka Tembak


Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada
besarnya potensi seorang korban meninggal. Jika korban masih hidup, deskripsi singkat dan
tidak terlalu detail. Dokter mempunyai tanggung jawab yang utama untuk memberikan
penatalaksanaan gawat darurat. Membersihkan luka, membuka dan mengeksplorasi,
debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian penting dari merawat
pasien bagi dokter. Penggambaran luka secara detail akan dilakukan nanti, setelah semua
kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. Oleh karena singkatnya waktu yang dimiliki untuk
mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa tidak mempunyai kewajiban untuk
mendeskripskan luka secara detail. Deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri
dari2 :
1. Lokasi
a. jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis
pertengahan tubuh
b. lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
a. ukuran dan bentuk
b. lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. luka bakar
d. lipatan kulit, utuh atau tidak
e. tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
a.    grains powder
a. deposit bubuk hitam, termasuk korona
b. tattoo
c. metal stippling
4. Perubahan
a. oleh tenaga medis
b. oleh bagian pemakaman

5. Track
a. penetrasi organ
b. arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder
- perdarahan
- daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
a. titik penyembuhan
b. tipe misil
c. tanda identifikasi
d. susunan
7. Luka keluar
a. lokasi
b. karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu
Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. Meskipun demikian,
tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat dari pihak
lain. Sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang
mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
menerimanya. Di lain pihak, tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah disiapkan
untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain. Penting untuk
mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh korban, untuk mengetahui
gambaran luka.

Klasifikasi Luka Tembak


Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa luka tembak terdiri atas luka tembak
masuk dan luka tembak keluar. Namun di sini, akan dijelaskan karakteristiknya masing-
masing, yaitu:
1. Luka Tembak Masuk  
a. Luka tembak tempel (kontak)
            Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu saat tembakan
terjadi menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang mendorong anak peluru keluar dari
selongsongnya, dan selanjutnya menimbulkan suara yang keras. Gas tersebut sangat panas
dan kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada malam hari atau ruangan
yang gelap.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi antara gas
dan anak peluru: (1) sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu; (2)
efektivitas pelindung antara kulit dan anak peluru; dan (3) ada tidaknya tulang dibawah
jaringan yang terkena tembakan. Faktor pertama, jumlah gas yang  diproduksi oleh bubuk
mesiu yang terbakar memilik hubungan dengan kecepatan melontar senjata. Secara jelas dapat
dikatakan dengan meningkatkan kecepatan melontar berarti juga meningkatkan kecepatan
anak peluru. Meningkatnya jumlah gas yang diproduksi merupakan suatu prinsip untuk
meningkatkan dorongan terhadap anak peluru. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap
efektifitas pelindung antara kulit dan anak peluru. Makin efisien pelindung tersebut makin
banyak gas yang gagal ditiupkan di sekitar moncong senjata sehingga makin banyak gas yang
dapat ditemukan di jaringan tubuh. Faktor terakhir adalah keberadaan lapisan tulang dalam
jarak yang dekat di bawah kulit yang dapat dibuktikan menjadi pembatas terhadap penetrasi
yang masif dan ekspansi gas menuju jaringan yang lebih dalam6.
Ketika senjata ditembakkan dengan menempel pada kulit, gambaran akan tampak
bermacam-macam tergantung apakah moncong senjata ditekan ke permukaan kulit sehingga
melekat erat, atau apakah tidak menempel pada kulit. Gambaran akan tampak beda jika
terdapat pakaian diantara moncong senjata dan kulit. Pada jaringan lunak, seperti ekstremitas,
abdomen, dan juga dada, luka akan tampak kecil dan sirkuler. Akan ada pembakaran dan
penghitaman pada dinding luka,. Jika antara moncong senjata denga kulit menempel kuat
akan ada sedikit bahkan tidak ada nyala api dan debu, kecuali kalau pakaian menutupinya.
Dalam luka, pada jaringan akan ada beberapa bintilk-bintik kotoran dengan jelaga atau
partikel-partikel amunisi. Kebanyakan amunisi senjata tampak bersih, dibandingkan dengan
peluru senjata api sehingga jelaga bisa tidak ditemukan.Biasanya hyperemia terdapat
disebelah luar cetakan diameter moncong senjata, dan karbon monoksida akan diserap oleh
Hemoglobin dan Mioglobin disekitar kulit luka dan pada bekas yang lebih dalam.
Kemungkinan akan ada luka memar yang kadang meluas meskipun bentuknya tidak simetris
dan jarang. Perluasan jaringan karena gas yang masuk memaksa kulit lebih keras melawan
ujung laras, dan jejak moncong senjata mungkin akan terbentuk. Jika luka tempel di atas
tulang terutama tulang tengkorak, terjadi fenomena yan sama dengan luka senjata api.
Tampak gambaran linier atau seperti bintang7.
 Pada umumnya luka tembak masuk kontak adalah merupakan perbuatan bunuh diri.
Cara yang biasa dilakukan:
1) Ujung laras ditempelkan pada kulit dengan satu tangan menarik alat penarik senjata.
2) Adakalanya tangan yang lain memegang laras supaya tidak bergerak dan  tidak miring.
Sasarannya, yaitu :
- Daerah temporal
- Dahi sampai occiput
- Dalam mulut, telinga, wajah dibawah dagu dengan arah yang menuju otak.
Luka pada kulit tidak bulat, tetapi berbentuk bintang dan sering ditemukan
cetakan/jejas ujung laras daun mata pejera. Terjadinya luka berbentuk bintang disebabkan
karena ujung laras ditempelkan keras pada kulit, maka seluruh gas masuk kedalam dan akan
keluar melalui lubang anak peluru. Desakan keluar ini menembakkan cetakan laras dan
robeknya kulit. Bila korban menggunakan senjata api dengan picu, maka picu akan
menimbulkan luka lecet pada kulit antara ibu jari dan jari telunjuk. Luka lecet ini dinamakan
schot hand.
Pada tembakan tempel di kepala, sisa mesiu yang ikut menembus kulit, dapat dicari
antara kulit dengan tulang kepala (tabula eksterna), dan antara tulang kepala dengan selaput
otak keras (tabula interna).
b. Luka tembak jarak dekat
 Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa inci adalah adanya
kelim jelaga disekitar tempat masuk anak peluru. Luasnya kelim jelaga tergantung kepada
jumlah gas yang dihasilkan, luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit yang dipakai
untuk menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk mesiu bebas dapat
ditemukan didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang saluran luka. Kelim tato yang
biasa tampak pada luka jarak sedang, tidak tampak pada luka jarak pendek kemungkina
karena efek penapisan oleh jelaga6.
Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan membakar kulit secara
langsung. Area disekitarnya yang ikut terbakar dapat terlihat. Terbakarnya rambut pada area
tersebut dapat saja terjadi, namun jarang diperhatikan karena sifat rambut terbakar yang rapuh
sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak ditemukan kembali saat dilakukan
pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan pada luka yang disebabkan senjata apapun8.
Pada umumnya luka tembak masuk jarak dekat ini disebabkan oleh peristiwa
pembunuhan, sedangkan untuk bunuh diri biasanya ditemukan tanda-tanda schot hand. Jarak
dekat disini diartikan tembakan dari suatu jarak dimana pada sekitar luka tembak masuk
masih didapatkan sisa-sisa mesiu yang habis terbakar. Jarak ini tergantung:
- Jenis senjata, laras panjang atau pendek
- Jenis mesiu, mesiu hitam atau smokeless
Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak
terbakar yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat zona kecil berwarna
magenta. Adanya tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah kecil dan menghasilkan perdarahan kecil.Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai
tipe bubuk mesiu yang digunakan. Serpihan mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang
beraneka ragam, tergantung bagaimana masing-masing mesiu membentur kulit dengan bentuk
pipih pada tepinya. Gumpalan mesiu, berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato
bentuk bintik-bintik atau titik-titik. Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan
sehingga daerah berkelim tato pada gumpalan lebih halus.
Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak tersebut, makin besar
area, namun semakin halus. Metode pengukuran luas yang umum dipakai adalah dengan
mengukur dua koordinat, potongan longitudinal dan transversal. Untuk kemudian dibuat luka
percobaan, dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama, kondisi lingkungan
yang sama dengan hasil luka terlihat yang sama persis dengan korban, dapat di ukur jarak
tembak.

c. Luka tembak jarak jauh


Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh. Hanya anak
peluru yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki. Sehingga luka yang ada disebabkan oleh
anak peluru saja. Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka
berbentuk sirkular atau mendekati sirkular. Tepi luka compang-camping. Jika anak peluru
berjalan dengan gaya non-perpendikular maka tepi compang-camping tersebut akan melebar
pada salah satu sisi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan arah anak peluru1,8.
Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar terhadap pengusutan
perkara. Hal ini karena luka jenis ini menyingkirkan kemungkinan penembakan terhadap diri
sendiri, baik sengaja tau tidak. Terdapat 4 pengecualian, yaitu (1) Senjata telah di set
sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan sendiri oleh korban dari jarak jauh; (2)
kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak tempel yang mirip luka tembak jarak
jauh; (3) Kesulitan interpretasi karena adanya pakaian yang menghalangi jelaga atau bubuk
mesiu mencapai kulit; dan (4) Jelaga atau bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi
bila tidak ada pengetahuan pemeriksa dan dapat berakibat serius terhadap penyelidikan6.
Pada luka tembak masuk jarak jauh ini, yang mengenai sasaran hanyalah anak peluru
saja. Sedangkan partikel lainnya tidak didapatkan. Pada luka tembak jarak jauh ini hanya
ditemukan luka bersih dengan contusio ring. Pada arah tembakan tegak lurus permukaan
sasaran (tangensial) bentuk contusio ringnya konsentris, bundar. Sedangkan pada tembakan
miring bentuk contusio ringnya oval.  
Luka tembak pada jaringan lunak sukar dibedakan antara inshoot dan outshoot, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis, untuk mencari adanya pigmen mesiu,
jelaga, minyak senjata atau adanya serat pakaian yang ikut masuk kedalam luka.
Luka tembak jarak jauh adalah luka tembak dimana jarak antara moncong senjata dengan
korban diatas 50 cm, atau diluar jarak tempuh atau jangkauan butir-butir mesiu.
a. Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban di luar jangkauan atau
jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau terbakar sebagian.
b. Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.
c. Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet dapat dilihat
pengotoran bewarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat atau kelim lemak.

2. Luka Tembak Keluar (Luka Tembus)


Luka tembak keluar ini ialah bahwa setelah peluru membuat luka tembak masuk dan
saluran luka tembakan maka akhirnya peluru akan mengenai kulit lagi dari sebelah dalam dan
kulit terdorong ke luar. Kalau batas kekenyalan kulit dilampaui, maka kulit dari dalam
menjadi robek dan akhirnya timbul suatu lubang luka baru lagi, dan luka baru inilah yang
dinamakan luka tembak keluar.1
Jika sebuah peluru setelah membuat lubang luka tembakan masuk dan mengenai
tulang (benda keras), maka bentuk dari pada peluru tadi menjadi berubah. Tulang-tulang yang
kena peluru tadi akan menjadi patah pecah atau kadang-kadang remuk. Akibatnya waktu
peluru menembus terus dan membuat lubang luka tembak keluar, tidak hanya peluru yang
berubah bentuknya, tapi juga diikuti oleh pecahan-pecahan tulang tadi oleh karena ikut
terlempar karena dorongan dari peluru. Tulang-tulang inipun kadang-kadang mempunyai
kekuatan menembus juga. Kejadian inilah yang mengakibatkan luka tembakan keluar yang
besar dan lebar, sedangkan bentuknya tidak tertentu. Sering kali besar luka tembak keluar
berlipat ganda dari pada besarnya luka tembakan masuk. Misalnya saja luka tembakan masuk
beserta contusio ring sebesar kira-kira 8 mm dan luka tembakan keluar sebesar uang logam.
Berdasarkan ukurannya maka ada beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Bila luka tembak keluar ukurannya lebih besar dari luka tembak masuk, maka biasanya
sebelum keluar anak peluru telah mengenai tulang hingga berpecahan dan beberapa
serpihannya ikut keluar. Serpihan tulang ini bisa menjadi peluru baru yang membuat
luka keluar menjadi lebih lebar.
b.     Bila luka tembak keluar ukurannya sama dengan luka tembak masuk, maka hal ini
didapatkan bila anak peluru hanya mengenai jaringan lunak tubuh dan daya tembus
waktu keluar dari kulit masih cukup besar.
Adapun faktor–faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak
masuk adalah:1
 Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh
dan membentur tulang.
 Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena
terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to
end), keadaan ini disebut “tumbling”.
 Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan, disebut “yawing”.
 Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan luka tembak
keluar menjadi lebih besar.
 Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka
fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan sehingga akan memperbesar
luka tembak keluarnya.

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Luka Bakar

PENILAIAN DERAJAT LUKA BAKAR.

1. Luka bakar grade I

a. Disebut juga luka bakar superficial

b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis.

Sering disebut sebagai epidermal burn

c. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.

d. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).

2. Luka bakar grade II

a. Superficial partial thickness:

 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis

 Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar

grade I. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka

 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah

 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan 
Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena infeksi ),

tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.

b. Deep partial thickness

 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis disertai juga dengan
bula permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari vaskularisasi
pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah
muda mempunyai beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.

3. Luka bakar grade III

a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen


b. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh darah

sudah hancur.

a. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang

4. Luka Bakar grade IV

Berwarna hitam.

PERTOLONGAN PERTAMA PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan

menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan

oksigen pada api yang menyala

b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,

karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem

c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau

menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus

setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat

dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu

dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.

d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena

bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka

bakar apapun.

e. Evaluasi awal

f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat

trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey

sekunderSaat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya

ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada

wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental. Bila benar

terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri Oksigen

melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar biasanya berhubungan dengan

luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada

luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun

perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka

bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti.

Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk

menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu

mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya

mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar karena api

biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness)

RESUSITASI CAIRAN

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian

cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada,

terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar

diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada

jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab

permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang

menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.


Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan

perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4

jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam

pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian

garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.

Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah

Tatalaksana

 Rawat inap semua pasien dengan luka bakar >10% permukaan tubuh; yang meliputi
wajah, tangan, kaki, perineum, melewati sendi; luka bakar yang melingkar dan yang
tidak bisa berobat jalan.
 Periksa apakah pasien mengalami cedera saluran respiratorik karena menghirup asap
(napas mengorok, bulu hidung terbakar),
o Luka bakar wajah yang berat atau trauma inhalasi mungkin memerlukan
intubasi, trakeostomi
o Jika terdapat bukti ada distres pernapasan, beri oksigen
 Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%). Gunakan
larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan glukosa 5%,
atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
o 24 jam pertama: hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan dari
kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan cairan resusitasi (4 ml/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar)
 Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan
sisanya 16 jam berikutnya.
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar
25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
o 24 jam kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan selama hari pertama
o Awasi pasien dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi, frekuensi napas,
tekanan darah dan jumlah air seni)
o Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada luka-
bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.
 Mencegah Infeksi
o Jika kulit masih utuh, bersihkan dengan larutan antiseptik secara perlahan
tanpa merobeknya.
o Jika kulit tidak utuh, hati-hati bersihkan luka bakar. Kulit yang melepuh harus
dikempiskan dan kulit yang mati dibuang.
o Berikan antibiotik topikal/antiseptik (ada beberapa pilihan bergantung
ketersediaan obat: peraknitrat, perak-sulfadiazin, gentian violet, povidon dan
bahkan buah pepaya tumbuk). Antiseptik pilihan adalah perak-sulfadiazin
karena dapat menembus bagian kulit yang sudah mati. Bersihkan dan balut
luka setiap hari.
o Luka bakar kecil atau yang terjadi pada daerah yang sulit untuk ditutup dapat
dibiarkan terbuka serta dijaga agar tetap kering dan bersih.
 Obati bila terjadi infeksi sekunder
o Jika jelas terjadi infeksi lokal (nanah, bau busuk, selulitis), kompres jaringan
bernanah dengan kasa lembap, lakukan nekrotomi, obati dengan amoksisilin
oral (15 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari), dan kloksasilin (25 mg/kgBB/dosis 4
kali sehari). Jika dicurigai terdapat septisemia gunakan gentamisin (7.5
mg/kgBB IV/IM sekali sehari) ditambah kloksasilin (25–50 mg/kgBB/dosis
IV/IM 4 kali sehari). Jika dicurigai terjadi infeksi di bawah keropeng, buang
keropeng tersebut .
 Menangani rasa sakit
o Pastikan penanganan rasa sakit yang diberikan kepada pasien adekuattermasuk
perlakuan sebelum prosedur penanganan, seperti mengganti balutan.
o Beri parasetamol oral (10–15 mg/kgBB setiap 6 jam) atau analgesik narkotik
IV (IM menyakitkan), seperti morfin sulfat (0.05–0,1 mg/kg BB IV setiap 2–4
jam) jika sangat sakit.
 Periksa status imunisasi tetanus
o Bila belum diimunisasi, beri ATS atau immunoglobulin tetanus (jika ada)
o Bila sudah diimunisasi, beri ulangan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) jika
sudah waktunya.
 Nutrisi
o Bila mungkin mulai beri makan segera dalam waktu 24 jam pertama.
o Anak harus mendapat diet tinggi kalori yang mengandung cukup protein,
vitamin dan suplemen zat besi.
o Anak dengan luka bakar luas membutuhkan 1.5 kali kalori normal dan 2-3 kali
kebutuhan protein normal.

Mahasiswa Mampu Memahami dan Mnjelaskan tentang Tatalaksana Perdarahan

TEKNIK MENGHENTIKAN PERDARAHAN


      Pengendalian perdarahan bisa bermacam-macam tergantung jenis dan tingkat
perdarahannya.    
      1.  Perdarahan External

           Secara umum teknik untuk menghentikan perdarahan external antara lain (Hamidi,
2011):
a.       Dengan penekanan langsung pada lokasi cidera
Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah, misalnya
luka sayatan yang tidak terlalu dalam. Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada
daerah pinggir luka. Setelah beberapa saat dengan teknik ini maka sistem
peredaran darah akan menutup luka tersebut.
b.      Dengan teknik elevasi
Setelah luka dibalut, maka selanjutnya bisa dilakukan dengan teknik
elevasi yaitu mengangkat bagian yang luka sehingga posisinya lebih tinggi dari
jantung. Apabila darah masih merembes, maka diatas balutan yang pertama bisa
diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.
c.       Dengan teknik tekan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju
bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi yaitu temporal
artery (di kening), facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di
pangkal leher, dekat tulang selangka), femoral artery (di lipatan paha), popliteal
artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis
pedis artery (di punggung kaki).
d.      Dengan teknik immobilisasi
Teknik ini bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang
luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian luka tersebut
dapat menurun.
e.       Dengan tourniquet
Tourniquet adalah balutan yang menjepit sehingga aliran darah di
bawahnya terhenti sama sekali. Saat keadaan mendesak di luar rumah sakit sehelai
pita kain yang lebar, pembalut segitiga yang dilipat-lipat, atau sepotong karet ban
sepeda dapat dipergunakan untuk keperluan ini. Teknik hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan di tangan atau di kaki saja. Panjang Tourniquet  haruslah
cukup untuk dua kali melilit bagian yang hendak dibalut. Tempat yang terbaik
untuk memasang Tourniquet lima jari di bawah ketiak (untuk perdarahan lengan)
dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki). Teknik ini
merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika kemungkinan ada amputasi.
Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak bisa
mengalir. Tourniquet dapat menyebabkan kerusakan yang menetap pada saraf, otot
dan pembuluh darah dan mungkin berakibat hilangnya fungsi dari anggota gerak
tersebut. Sebaiknya teknik ini hanya dilakukan oleh mereka yang pernah
mendapatkan pelatihan. Jika keliru, teknik ini justru akan membahayakan. Saat
penanganan di luar rumah sakit, maka dahi korban yang
mendapatkan tourniquet diberi tanda silang sebagai penanda dan korban harus
segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak
segera mendapatkan penanganan maka bagian yang luka akan dapat membusuk.
Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut (Petra & Aryeh, 2012):
1)     Buat ikatan di anggota badan yang cedera (sebelum luka) dengan verban yang
lebarnya 4 inci dan buatlah 6 – 8 lapis. Kalau tidak ada verban bisa pakai
bahan yang telah disebutkan diatas tadi. Kemudian buat simpul pada ikatan
tersebut
2)      Selipkan sebatang kayu dibawah ikatan itu.
3)      Kencangkan kedudukan kayu itu dengan cara memutarnya. 
4)   Agar kayu tetap erat dudukannya, ikat ujung yang satunya.

Menurut M. Sholekhudin (2011) dalam Seri P3K perdarahan berat, maka teknik
menghentikan perdarahan saat melakukan pertolongan pertama adalah sebagai berikut:
a.     Pastikan penderita selalu dalam keadaan berbaring. Perdarahan berat tidak boleh
ditangani sementara korban dalam keadaan duduk atau berdiri.
b.  Jika mungkin, posisikan kepalanya sedikit lebih rendah daripada badan, atau angkat
bagian tungkai kaki. Posisi ini bisa mengurangi risiko pingsan dengan cara
meningkatkan aliran darah ke otak.
c.       Angkat bagian yang berdarah setinggi mungkin dari jantung. Misalnya, jika yang
berdarah bagian betis, letakkan betis tersebut di atas tumpuan, sehingga posisinya
lebih tinggi dari badan.
d.      Buang kotoran dari luka, tapi jangan mencoba mencabut benda yang menancap
dalam.
e.       Berikan tekanan langsung di atas luka. Gunakan pembalut yang bersih. Jika tidak
ada, gunakan sapu tangan atau potongan kain. Jangan sekali-kali “memeriksa”
perdarahan dengan cara menyingkap pembalut.
f.       Jika darah masih terus merembes, kuatkan tekanan. Tambahkan sapu tangan lagi
di atasnya, tanpa perlu membuang sapu tangan pertama. Hal ini dilakukan karena
di dalam darah yang keluar terdapat faktor-faktor pembekuan.
g.      Pertahankan tekanan hingga perdarahan berhenti. Jika telah mampet, balut luka
dengan verban, langsung di atas kain penyerap. Jika tidak ada verban, gunakan
potongan kain biasa. Kemudian segera bawa korban ke rumah sakit.

Sedangkan menurut Standard Prosedur Operasional (SPO) RS. Siti Khodijah teknik
menghentikan perdarahan untuk unit terkait Intensive Care Unit dan Unit Gawat Darurat
adalah sebagai berikut:
a.       Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.      Petugas menggunakan alat pelindung diri ( kaca mata safety, masker, handscoen,
dan scort )
c.       Perawat I menjalankan tugas:
1)   Menekan pembuluh darah proximal dari luka, yang dekat dengan permukaan
kulit dengan menggunakan jari tangan
2)      Mengatur posisi dengan cara meninggikan daerah yang luka
d.      Perawat II menjalankan tugas:
1)      Mengatur posisi pasien
2)      Memakai sarung tangan steril
3)      Meletakkan kain kasa steril diatas luka, kemudian ditekan dengan ujung-ujung
jari.
4)     Meletakkan lagi kain kasa steril diatas kain kasa yang pertama, kemudian
tekan dengan ujung jari bila perdarahan masih berlangsung. Tindakan ini dapat
dilakukan secara berulang sesuai kebutuhan tanpa mengangkat kain kasa yang
ada
e.       Melakukan balut tekan
1)      Meletakkan kain kasa steril diatas luka
2)     Memasang verban balut tekan, kemudian letakkan benda keras (verban atau
kayu balut) di atas luka
3)      Membalut luka dengan menggunakan verban balut tekan
f.       Memasang tourniquet untuk luka dengan perdarahan hebat dan traumatik amputasi
1)      Menutup luka ujung tungkai yang putus (amputasi) dengan menggunkan kasin
kasa steril
2)      Memasang tourniquet ± 10 cm sebelah proximal luka, kemudian ikatlah
dengan kuat.
3)      Tourniquet harus dilonggarkan setiap 15 menit sekali secara periodik
g.      Memasang SB Tube
1)      Menyiapkan peralatan untuk memasang SB Tube
2)      Mengatur posisi pasien
3)      Mendampingi dokter selama pemasanagn SB tube
4)      Mengobservasi tanda vital pasien
h.      Hal–hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tourniquet dan SB Tube:
1)      Pemasangan tourniquet merupakan tindakan terakhir jika tindakan lainnya
tidak berhasil, hanya dilakukan pada keadaan amputasi atau sebagai “ live
saving “
2)      Selama melakukan tindakan perhatikan:
·         Kondisi pasien dan tanda vital
·         Expresi wajah
·         Perkembangan pasien
3)      Pemasangan SB tube dilanjutkan dengan pengompresan dan irigasi melalui
selang
                 
           2.   Perdarahan Internal

 Berbeda dengan perdarahan external, penanganan perdarahan internal pada korban


bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut (Hamidi, 2011):

a.       Rest
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin
b.      Ice
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang membeku
ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme
tubuh.
c.       Compression
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses
penutupan lubang atau bagian yang rusak pada pembuluh darah
d.      Elevation
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.
e.       Bawa korban ke rumah saki terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut

DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unila.ac.id/20690/15/BAB%20II.pdf
http://dinkes.salatiga.go.id/?p=237
http://dokterpost.com/tatalaksana-luka-bakar-di-fktp/
http://www.ichrc.org/931-luka-bakar
https://www.scribd.com/doc/295195564/Bab-II-Manajemen-Korban-Massal

Anda mungkin juga menyukai