Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS AKAD MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIYAAN

KPR TERHADAP NASABAH BERPENGHASILAN RENDAH


(STUDI BANK BTN SYARIAH KANTOR CABANG CIREBON)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi Syariah (S.E) pada Program Studi Ekonomi Syariah

Oleh:
NUR KHOLIPAH
NIM: 2017.2.6.1.00839

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA


CIREBON TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya yang berupa ilmu pengetahuan,
kesehatan dan petunjuk sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal
yang berjudul “ Analisis Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan KPR
Terhadap Nasabah Berpenghasilan Rendah” studi kasus Bank BTN Syariah
kantor cabang Cirebon. Taklupa shalawat serta salam disampaikan kepada
Nabi Muhamad SAW, para sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia.
Proposal ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelasaikan studi pada program Strata satu (S1) jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Bunga Bangsa
Cirebon guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) dalam bidang
Ekonomi dan Bisnis Islam. Atas bantuan semua pihak dalam proses
penyelesaian skripsi ini tak lupa dihaturkan terimakasih sedalam-dalamnya
atas partisipasi dukungan dan semangat yang telah diberikan.

Cirebon, 25 februari 2020


Penulis

Nur kholipah

BAB 1
Pendahuluan

1
A. Latar Belakang
Kondisi demografis Indonesia saat ini menempati urutan keempat
terbanyak didunia dan tersebar di berbagai pulau diwilayah Indonesia.
Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil survey penduduk anatar
sesus (Suspas) 2015 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6
juta jiwa pada 2020. Angka tersebut terdiri atas 135,34 juta jiwa laki-laki
dan 134,27 jiwa perempuan. Sebanyak 66,7 juta masuk kategori usia
belum produktif (0-4 tahun), kemudian sebanyak 185,34 juta jiwa
merupakan kelompok usia produktif (15-64 tahun) dan sebanayak 18 juta
jiwa merupakan penduduk yang sudah tidak produktif (65+tahun).
Dengan jumlah penduduk yang melimpah terutama pada kelompok usia
produktif Indonesia tengah berkembang menjadi negara yang maju.
Bersamaan dengan jumlah penduduk yang melimpah kebutuhan
konsumtif manusia juga beragam. Menurut Imam Al-Ghozali
mengungkapkan sesungguhnya manusia disibukkan pada tiga kebutuhan
yaitu makanan (pangan), tempat (papan) dan pakaiyan (sandang).
Makanan untuk menolak kelaparan dan melangsungkan kehidupan,
kebutuhan pakaian untuk menolak panas dan dingin, serta menolak
kerusakan (Abdur Rohman,2010: 92)
Setelah kebutuhan pangan dan sandang terpenuhi maka kebutuhan
yang selanjutnya harus terpenuhi adalah tempat tinggal (papan), rumah
telah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu kala dengan ditemukanya
gua gua yang digunakan manusia purba sebagai tempat tinggal yang
menlindungi mereka dari segala macam cuaca dan bahaya pada saat itu.
Dengan berkembangnya zaman manuasia mampu merevolusi tempat
tinggal mereka menjadi layak huni dengan inovasi dan kreatifitas yang
tak terbatas, tempat tinggal ini biasa disebut dengan rumah. Menurut
Budiardjo dalam Hadiyanuar pengertian rumah antara lain bangunan
dengan segala fungsi yang dimilikinya dapat mempertemukan berbagai

2
kebutuhan manusia yang beragam, bersifat unik dan memiliki jenjang dari
tingkat yang rendah hingga tingkat tinggi. Ketersedian rumah yang
memadai masih belum mampu menjawab jumlah kebutuhan akan rumah
di masyarakat upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini menjadi
salah satu dari Sembilan angenda utama pemerintah yang temuat dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Presiden telah
merancangkan “Program Nasional Satu Juta Rumah untuk Rakyat pada
tanggal 29 April 2015 dengan target satu juta unit rumah terbangun setiap
tahunnya.
Lembaga jasa keuangan dalam hal ini khususnya sector perbankan
yang berperan dalam mewujudkan rencana presiden dengan program
nasional perumahan melalui penyaluran dana dalam bentuk Kredit
Pemilik Rumah (KPR), Bank Tabungan Negara (BTN) Bank yang
terdaftar dan diawasi oleh lembaga pengawas keuangan OJK terdepan
dan terpercaya dalam memfasilitasi sector perumahan dan jasa layanan
keuangan keluarga. Bank BTN Syariah mulai beroprasi pada tanggal 14
februari 2005. Unit usaha syariah tersebut diatur dalam peraturan Bnak
Indonesia (PBI) No. 4/1/PBI/2002 Jo PBI No. 8/3/2006 yang mengatur
tentang pembukan kantor cabang syariah pada bank konvensional dan
salah satu syarat membuka kantor cabang syariah pada bank umum
konvensional adalah membentuk unit syariah. Bank BTN Syariah kantor
cabang Cirebon hadir dengan menjalankan system perbankan berbasis
Hukum Islam (Syariah) meski menjalankan fungsi yang sama dengan
bank konvensional namun terdapat perbedaan yang besar didalamnya
diantaranya Berpedoman pada Prinsip Syariah, Penyaluran dana usaha
yang halal dan menguntungkan, menggunakan Sistem Akad, Keuntungan
dihitung berdasarkan sistem bagi hasil, Jumlah angsuran tetap hingga
akhir pembiayaan, sehingga terjalin hubungan yang baik sebagi mitra.

3
Salah satu produk penyaluran dana yaitu KPR Sejahtera IB (FLPP)
merupakan produk pembiayaan BTN Syariah guna pembelian rumah bagi
masyarakyat berpenghasilan rendah (MBR) dengan menggunakan prinsip
jual beli (akad murabahah) dengan syarat dan ketentuannya. Umumnya
akad murabahah adalah salah satu bentuk jual beli ketika penjual (Bank)
secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang dijualnya dan
menjualnya kepada pembeli (nasabah) dengan menambahkan tingkat
keuntungan yang diingikan. Dalam pelaksanananya banyak dari nasabah
yang tidak paham dan mengerti mengenai pembiayaan murabahah yang
diperuntukan untuk pembiayaan KPR, masyarakat menjadi lebih cerdas
dalam mengambil keputasan untuk memilih produk pembiayan kpr
khususnya yang berkad murabahah maka dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memahami betul pelaksanaan akad murabahah pada
pembiayaan KPR khususnya yang memiliki penghasilan rendah dengan
memilih Bank BTN Syariah kantor cabang Cirebon sebagai lotus yang
akan dijadikan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas disusun identifikasi masalah
sebagai berikut:
a. Lemahnya pemahaman masyarakyat selaku nasabah terhadap
akad murabahah pada pembiayan KPR.
b. Memastikan pelaksanaan akad murabahah pada pembiayan KPR
sejalan dengan prinsip syariah
c. Menggali potensi pembiayan KPR dengan akad murabahah yang
perlu dimanfaatkan untuk kalangan nasabah berpenghasilan
rendah.
2. Pembatasan Masalah

4
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagi berikut:
a. Topic yang hendak diteliti adalah akad murabahah pada
pembiayaan KPR.
b. Locus yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah Bank BTN
Syariah Kantor Cabang Cirebon.
c. Keberadaan Bank BTN Syariah selaku lembaga keuangan yang
melayani pembiayan KPR dimaksudkan untuk meninjau
pelaksanaan akad murabhah pada pembiayaan KPR Terhadap
nasabah berpenghasilan rendah.
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E) pada IAI
Bunga Bangsa Cirebon.
2. Untuk mengkaji akad murabahah pada pembiayaan KPR.
3. Untuk mengetahui pengaplikasian akad murabahah pada
Pembiayaan KPR.
4. Untuk mnegetahui tingkat pengetahuan nasabah khususnya yang
berpenghasilan rendah tentang akad murabahah pembiayaan KPR
5. Untuk mengkaji lebih mendalam tentang pelaksanaan akad
murabahah pada pembiayan KPR di bank BTN Syariah Kantor
cabang Cirebon.
6. Sebagai bahan referensi bagi para nasabah yang hendak
mengajukan pembiayaan KPR dengan akad murabahah.
7. Sebagai bahan pertimbangan jajaran pimpinan bank BTN Syariah
dalam pengambilan keputusan.
8. Partisipasi dalam mewujudkan Program Pemerintah yaitu Satu
juta Rumah untuk rakyar Indonesia dengan memberikan wawasan

5
mengenai pembiayan KPR dengan akad murabahah terutama
nasabah yang berpenghasilan rendah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai teori akad
murabahah
2. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman edukasi bagi
para nasabah mengenai wawasan dan pengetahuan tentang akad
murabahah terkhusus pembiayan KPR.
3. Manfaat Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi atau
menjadi acuan pemahaman mengenai akad murabahah.
4. Manfaat Bagi BTN Syari’a Kantor Cabang Cirebon
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi acuan dalam
menetukan starategi pengembangan pemasaran pembiayan KPR
dengan akad murabahah.
5. Manfaat bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan akan menembah wawasan
terutama para nasbah mengenai adad murabahah serta
implementasinya dalam perbankan syraiah.
E. Hipotesis
Ditinjau secara etimologis hipotesis adalah perpaduan dua
kata, hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dari, thesis adalah
pendapat atau thesis. Nachmias (1981) menyatakan hipotesis
merupakan jawaban tentative terhadap masalah penelitian. Jawban itu
dinyatakan dalam hubungan variable bebas dan variable terikat.
Dalam penelitian ini dapat diambil hipotesis yaitu apakah
implementasi akad murabahah pada pembiayaan KPR di BTN

6
Syariah sesuai dengan ketentuan syariat islam. Atau gambaran
implementasi akad murabahah pada pembiayaan KPR di BTN
memiliki perbedaan.

7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Akad
a. Pengertian akad
Dalam fiqih muamalah akad (‘aqd) atau transaksi atau kontrak adalah
ikatan antara manusia berupa tindakan yang akan mengubah status harta.
Harta adalah benda duniawi yang dicintai manusia yang dapat diusahakan
untuk dimiliki. Benda tersebut bisa terwujud maupun tidak berwujud.
Dimiliki dalam hal ini bisa sementara atau menetap. Harta dapat dikuasai
melalui akad atau tanpa akad. Penguasaan harta tanpa akad
Penguasan harta secara permanan malalui penguasaan harta tak
bertuan (istila’). Penguasaan harta tak bertuan dapata dilakukan dengan
cara sebagai berikut
1. Berburu
2. Pencarian harta karun
3. Penggarapan tanah tak bertuan
Penguasaan harta secara sementara misalnya penggunaan harta milik
umum. Penguasaan harta umum bersifat sementara alias tidak bisa
dikuasai selamanya misalnya:
1. Penggunaan jalan raya
2. Penggunaan tempat dimasjid
‘aqd sari segi bahasa berati mengikat dan menyimpul, maka akad juga
berarti adalah mengikat dua ucapan atau yang menggantikan
kedudukanya, yang darinya timbul konsekuensi syariah. Dua ucapan itu
adalah ijab(sighat) dan qabul (terima).
Ijab qabul dapat berbentuk ijab qabul bil lisan yaitu serah terima
(sighat) yang terdiri dari penyerahan (ijab) dari satu pihak dan penerima
(qabul) dari pihak terkait lainya dalam bentuk ucapan. Dan ijab qabul bil
qalam yaitu serah terima (sigat) yang terdiri dari satu pihak dan
penerimaan (qabul) dari pihak terkait lainya dalam bentuk tulisan.
8
b. Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan (SPOK) Akad
1. Subjek Akad
Subjek (pelaku) akad dalam fiqh muamalah adalah manusia.
Pelaku akad disyratkan harus berakal dan mampu menggunakan
akalnya secara wajar. Ia harus memilili keduakecakapan diantaranya:
a. Kecakapan mengemban kewajiban yaitu sudah balig dan sudah
memehami akibat dari akd yang akan ia lakukan
b. Kecakapan bertindak yaitu sedang tidak gila, lemah akl, tidur,
pingsan, sakit, mabuk yang kesemuanya itu menghalangi akal
untuk berkerja dengan baik.
2. Predikat akad
Perubahan status harta (predikat)
1. Pertukaran harta
Pertukaran harta adalah melepaskan harta dengan akibat
mendapatkan harta lainya secara langsung atau tunai langsung
maupun tidak langsung dalam bentuk
a. Jual beli (pertukaran harta secara tetap bagi kedua belah
pihak) secara langsung secara tunai maupun kredit.
b. Sewa menyewa (pertukaran harta secara tetap bagi pihak
pemyewa secara sementara atau tidak sempurna bagi pihak
yang menyewakan) bisa tunai maupun tidak tunai.
c. Investasi (pertukaran harta secara tetap bagi pihak lain dengan
harapan kembali dengan hasil tambahan)yang hsilnya di dapat
secara langsung maupun tidak tunai.
2. Pemberian harta
Pemberian harta adalah melepaskan harta tanpa akibat
mendapatkan harta lainya
a. Zakat, haji ( pemberian harta sebab peraturan Allah SWT)
b. Pajak, retribusi (pemeberian harta sebab peraturan pemerintahan)

9
c. Hibah, Infak, Qurban, Aqiqah Umarah, dan wakaf (pemberian
sukarela )
d. Penempatan harta adalah memindahkan harta secara sementara
dari suatu bentuk/tempat/penguasaan kepda bentuk atau tempat
atau penguasaan lainya.
e. Titip menitip penempatan harta pada pihak lain tanpa digunakan
oleh pihak lain.
c. Rukun akad
Terdapat perbedaan pendapat ulamah fikih dalam menentukan
rukun akad. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun akad tersebut terdiri
atas: (1) pernyataan untuk mengikatkan diri (sigah al-‘aqd); (2) pihak-
pihak yang berakad; dan (3) objek akad. Ulama mazhab hanafi
berpendirian bahwa rukun akad hanya satu , yaitu sigah al-‘aqd, sedang
pihak-pihak yang berakad dan objek akad tidak termasuk rukun akad,
tetapi syarat akad, karena menurut mereka yang dikatakan rukun itu
adalah suatu esensi yang berada dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-
pihak yang berakad dan objek akad sudah berada di luar esensi akad.
Sigah al-‘aqd merupakan rukun akad yang terpenting, karena
melalui pernyataan inilah diketahui setiap pihak melakukan akad. Sigah
al-‘aqd diwujudkan melalui ijab dan Kabul. Dalam kaitannya dengan ijab
dan Kabul ini, ulama fikih mensyaratkan: (a) tujuan pernyataan itu jelas
sehingga dapat dipahami dari pernyataan itu jenis akad yang dikehendaki,
karena akad-akad itu sendiri berbeda dalam sasaran dan hukumnya; (b)
antara ijab dan kobul terdapat kesesuaian dan (c) pernyataan ijab dan
kabul mengacu kepada suatu kehendak masing-masing pihak secara pasti,
tidak ragu-ragu.
Suatu akad juga dapat dilakukan melalui isyarat yang menunjukan
secara jelas kehendak pihak-pihak yang melakukan akad. Menurut ulama
Mustofa Ahmad Az- Zarqa suatu akad akan sempurna apabila ijab dan

10
Kabul telah memenuhi syarat akan tetapi ada juga akad-akad tertentu
yang baru bersifat sempurna apabila telah dilakukan serah terima objek
akad; tidak cukup hanya dengan ijab Kabul saja. Akad seperti ini di sebut
dengan al-‘uqud al-‘ainiyyah. Akad seperti ini ada lima macam yaitu
hibah, ‘ariah (pinjam meminjam), al-wadi’ah, qirad (perserikatan dalam
modal, mudarraba), rahn (jaminan / boreh). Untuk akad-akad seperti itu
menurut ulama fikih di isyaratkan bahwa barang itu harus di serahkan
kepada pihak yang berhak dan di kuasai sepenuhnya. Hal ini sesuai
dengan kaidah fikih “suatu transaksi yang sifatnya tolong-menolong tidak
sempurna kecuali apabila objek transaksi telah diserahkan dan di kuasai
oleh pihak yang menerimanya.” Semata-mata ijab dan Kabul dalam
kelima macam akad di atas belum menimbulkan akibat hokum apapun.
a. Syarat Umum Suatu Akad
Ulama fiqih menetapkan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi
oleh suatu akad. Disamping itu, setiap akad juga memiliki syarat-syarat
khusus. Akad jual beli memiliki syarat-syarat tersendiri, sedang akad al-
wadi’ah, hibah, dan ijarah (sewa menyewa) demikian juga syarat-syarat
umum suatu akad suatu akad sebagai berikut:
a. Pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap.
b. Objek akad diakui oleh syarak.
c. Akad itu tidak dilarang oleh nas syarak.
d. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan akad
yang bersangkutan.
e. Akad itu bermanfaat.
f. Ijab tetap butuh dan sahih sampai terjadinya qabul.
g. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.
h. Tujuan akad itu jelas dan diakui syarak.

B. Akad Murabahah

11
1. Definisi fikih
Secara bahasa kata murabahah berasal dari bahas arab dengan akar
kata ribh yang berati “keuntungan”. Dan secara istilah Murabahah adalah
akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan
jelas barang-barang yang diperjual belikan, termasuk harga pembelian
barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya
laba/keuntungan dalam jumlah tertentu. Tidak jauh berbeda seperti yang
diutarakan oleh Ibnu Rusy al Maliki menurutnya murabahah adalah jual
beli komoditas dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli
tentang harga pokok pembelian dan tingkat keuntungan yang diinginkan.
(Dimyauddin Djuwaini. 2008:103-104). Menurut Anwar murabahah
adalah menjual suatu barang dengan harga pokok ditambah keuntungan
yang disetujui bersama untuk dibayar pada waktu yang ditentukan (M.
Syafi’i Anwar 1991: 13). Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
akad jual beli tersebut bank membeli barang yang dipesan oleh dan
menjualnya kepada nasabah. Harga jual bank adalah harga beli dari
supplier ditambah keuntungan yang di sepakati. Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang di
perlukan. Murabaha berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan bank melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari nasabah. Murabahah berdasarkan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli
barang yang di pesannya. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara
tunai ataupun cicilan.
Terdapat perbedaan antara murabahah dengan musawamah. Meski
sama-sama melalakukan kegiatan jual beli dalam musyawamah atau jual
beli biasa terdapat proses tawar menawar antar pembeli dan penjual untuk
mementukan harga jual barang tersebut dan penjual tidak menyebutkan
keuntungan yang diinginkan atau pun harga beli barang tersebut, berbeda

12
dengan murabahah dimana penjual harus dengan jujur mengatakan harga
beli barang dan jumlah keuntungan yang dinginkan.
2. Aspek syariah
a. Al-Qur’an dan hadits
Murabahah merupakan bagian dari jual beli dan system ini
mendominasi produk-produk yang ada disemua bank islam. Dalam islam
jual beli merupakan salah satu sarana tolong menolong antar umat
manusia yang di ridhoi Allah SWT.
1) “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
(Q.S Al-Baqarah [2]: 275).
2) “hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu….”(Q.S An-Nisa [4]: 29)
3) “Pendapatan yang paling afdol adalah hasil karya tangan
seseorang dan jual beli byang mabrur “. (HR Ahmad Al Bazzar,
Ath-Thabarani).
4) Dari Suab ar Rumi ra bahwa rasullallah SAW bersabda:” tiga
perkara didalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan
pembayaran tangguh (murabahah), (2) muqaradhah (nama lain
dari murabahah), (3) mencampur tepung dengan gandum untuk
kepentingan rumah bukan untuk diperjual belikan.
b. Musyawarah dan kesepakatan
Kesepakatan keduah belah pihak antara bank dan nasabah sangat di
perlukan dalam menentukan keputusan dan akan memperlancar urusan.
Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama, serta bersama
menjaga amanah masyarakat
1) “dan (bagi) orang-orang yang beriman (mematuhi)seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka

13
(diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang akan kami berikan kepada
mereka.” (QS Asy Syuura [42]: 38).
2) Dari Abu Said Al Hudri bahwa Rasullullah SAW. Bersabdah
“sesungguhnya jual beli itu harus di lakukan secara suka sama
suka.” (HR Al Baihaqi, Ibnu Majah, dan Sahih menurut Ibnu
Hiban).
c. Jaminan
Jaminan diperlukan untuk memperkecil resiko-resiko yang merugikan
bank dan untuk melihat kemampuan nasabah dalam menangung
pembayaran kembali atas utang yang diterima dari bank.
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu syarat transaksi pengikat antar
nasabah dengan bank yang dapat dipergunakan.
3. Rukun murabahah
a) Penjual (Ba’i)
b) Pembeli (Musytari)
c) Objek jual beli (Mabi’)
d) Harga (Tsaman)
e) Ijab qabul
4. Ketentuan murabahah
a. Ketentuan tentang murabahah
1) Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabaha yang
bebas riba.
b) Barang yang diperjualbelikian tidak diharamkan oleh syariah.
c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.

14
d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama
bank sendiri, dan dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e) Bank harus menyampaika semua hal yang berkaitan dengan
pemeblian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesanan dengan harga jual selain harga beli plus
keuntunganya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati
tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian
khusus dengan nasabah berupa pengikatan jaminan atau
asuransi.
i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga (akad wakalah) akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsisp
menjadi milik bank.
5. Mekanisme murabahah
Gambar 1.1
Skema Akad Murabahah

1. Negosiasi dan
persyaratan

2. Akad murabahah
BANK
6. bayar NASABAH
SYARIAH
3. beli 4. Kirim

SUPLIER PENJUAL
15
Sumber : Dalam bukunya Muhamad yang berjuduk Model-model Akad
Pembiayaan di Bank Syariah ( Panduan Teknis Pembuatan Akad/
Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syari’ah), Sistem dan prosedur
Oprasional Bank syariah.
C. KPR
Kredit Kpemeilikan Rumah merupakan produk kredit yang diberikan
oleh bank kepada nasabah untuk pembelian rumah. Namun pada
perkembanganya oleh pihak perbankan fasilitas KPR saat ini dikembangkan
menjadi fasilitas kredit yang juga dapat digunakan untuk keperluan renovasi
dan/atau pembangunan rumah.
1. KPR Subsidi
KPR Subsidi adalah KPR yang disediakan oleh Bank sebagai bagian dari
program pemerintah atau jamsostek, dalam rangka memfasilitasi pemilikan
atau Pembelian Rumah Sederhana Sehat (RS Sehat/RSH) oleh masyarakat
berpenghasilan rendah sesuai kelompok sasaran. Adapun yang akad
dikenakan subsidi adalah suku bunga atau uang muka. Dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman,
masyarakat berpenghasilan rendah mendapat dukungan kepemilikan rumah
melalui kebijakan kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan
rumah. Terkait kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan
rumah tersebut selanjutnya diatur dalam dalam suatu Peraturan Mentri yaitu
Preaturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumajhan Rakyat Reprubik
Indonesia nomor21/Prt/2016 tentang kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan
Rumah bagi Masyarakyat berpenghasilan rendah. Pada peraturan Mentri
tersebut diatur beberapa hal, diantaranya adalah:
a. Kemudahan dan/atau bantuan perolehan rumah
b. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
c. Sunsidi Bunga kredit perumahan
d. Sunsidi Bantuan Uang Muka
e. Pemanfaatan rumah sejahtera tapak dan satuan rumah sejahtera tersusun
f. Pengembalian kemudahan dan/atau bantuan peroleh rumah.

2. Perjanjian KPR/PPR
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pembeli kredit
dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian
kredit atau perjanjian pembiayaan dibagi menjadi dua jenis system yaitu
16
secara konvensional dan juga secara syariah. Perbedaan pokok antara dua
system tersebut terletak pada dasar perjanjian dan prinsipnya. Pada perjanjian
konvensional perjanjian KPR didasarkan pada suku bunga tertentu yang
sifatnya fluktuatif atau mengikuti kebijakan otoritas dan kebijakan internal
bank. Sedangkan system syariah pada perjanjian PPR (Pembiayaan
Pemilikan Rumah) Dilakukan dengan beberapa pilihan perjanjian alternative
sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Perjanjian KPR dengan system syariah selain didasarkan pada ketentuan
terkait perjanjian dalam KUHPerdata, juga didasarkan pada prinsip yang
telah diatur dalam fatwa MUI terkait perjanjian pembiayaan. Perjanjian yang
digunakan untuk KPR syariah adalah muarabaha, istisna, mudharabah dan
mustarakah mutanaqisah. Secara umum, akad yang sering digunakan dalam
PPR adalah murabahah (jual beli antar bank dan nasabah, dimana bank
membeli rumah yang diperlukan nasabah dan kemudian menjualnya kepada
nasabah sebesar harga beli ditambah dengan marjin keuntungan yang
disepakati oleh bank dan nasabah. Ada juga yang menambahkan perjanjian
wakalah dalam KPR syariah ini.
Selain murabahah ada juga perjanjian PPR dengan skema jual beli yaitu
Istisna. Perjanjaian istisna yaitu pemasaran barang (rumah) dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati pembayaran dengan nilai tertentu
yang telah disepakati pula.
KPR/PPR memiliki karakteristik yang cukup komplek dan sangat
memerlukan pemahaman hal ini karena sampai dimilikinya rumah oleh
konsumen terdapat keterkaitan dengan beberapa pihak yang memiliki
konsekuensi dalam jangka menengah dan jangka panjang terhadap kondisi
keuangan konsumen yang panjang (pembayaran angsuran). Penting bagi
peneliti melakukan analisis akad dalam perjanjian pemilikan rumah
khususnya akad murabahah yang umum dilakukan. Akad ini pula yang sering
digunakan masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk melakukakn
pengajuan PPR/KPR maka perlu para konsumen memahami mengenai
ketentuan dan mekanisme dalam perjanjian pemilikan rumah dengan akad
murabahah.
D. Kerangka Teoritis
Lembaga keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosiskan
dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya
kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Bank
17
syariah hadir untuk mewujudkan lembaga keuangan yang islami, salah satu
produk dari bank syriah adalah KPR/PPR dengan akad murabahah. Menurut
Ibnu Rusy al Maliki Murabahah adalah jual beli komoditas dimana
penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang harga pokok
pembelian dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Untuk
mewujudkanya maka nasabah dan pihak bank melakukan perjanjian guna
kepemilikan rumah dengan akad murabahah. Tentu nasabah diharapkan
memahami alur dan mekanisme KPR dengan akad murabaha hingga
terwujud perjanjian yang saling menguntungkan dari pihak bank dan juga
pihak nasabah.

E. Kerangka berfikir
Kerangka berfikir merupakan konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan faktor yang terdapat dalam pembahasan
Gambar 2.1
Kerangka teori variable penelitian

Nasabah
KPR/PPR untuk
Akad yang
Murobahah berpenghasilan
Pihak Bank rendah

18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitataif yang bersifat
deskriftif. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif pada prinsipnya
ingin memberikan, menerangkan, mendeskripsikan secara kritis, atau
mengambarkan suatu fenomena, kejadian atau suatu peristiwa interaksi sosial
dalam masyarakyat untuk mencari dan menemukan makna (meaning) dalam
konteks yang sesunguhnya (natural setting). Oleh karena itu peneliti
menggunakan tipe strategi Study Kasus (Case Studies). Penelitian kasus adalah
suatu proses pengumpulan data dan informasi secara mendalam dan mendetail,
intensif, holistic dan sistematik tentang orang kejadian sosisl setting (latar soisal)
atau kelompok dengan menggunakan metode dan tehnik serta banyak sumber
informasi untuk memhami secara efektif bagaimana orang, kejadian, latar alami
itu beroprasi atau berfungsi sesuai dengan konteksnya (A. Muri Yusuf 2014:
339).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan sejak proposal penelitian disetujui dan dilanjutkan
pada tahap berikutnya yaitu tahap penelitian dan tahap perampungan laporan
hasil penelitian yakni selama tiga bulan terhitung dari disetujinya proposal
penelitian.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Bank BTN syariah Kantor cabang
Cirebon di jalan Kartini NO. 68, Pekiringan, Kec. Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa
Barat 45123.
C. Sumber data
Sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini menggunakan dua jenis
yaitu diantaranya:
1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumbernya melalui
wawancara langsung. Dalam hal ini informasi didapat langsung dari Bank
BTN syariah kantor cabang Cirebon.

19
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti tidak secara langsung
yaitu melaui buku, jurnal serta penelitian yang terdahulu serta sumber yang
dapat membantu penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Keberhasilan dalam mengumpulkan data banyak ditentukan oleh
kemampuan peneliti menghayati situasi sosial yang menjadikan focus penelitian.
Fokous penelitian tergantung pada metode pengumpulan data yang akan
digunakan, dalam penelitian ini peneliti mengunakan beberapa metode
penelitian diantaranya:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu tehnik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara
pewancara dan sumber informasi atau orang di wawancarai melalui komunikasi
langsung. Berikut keuntungan menggunakan tehnik wawancara dalam penelitian
ini diantaranya sebagai berikut:
a. Berhubung karena pewancara langsung menemui responden, maka
responden rate lebih tinggi dibanding kuesioner.
b. Sampel penelitian lebih sesuai karena sumber informasi akan dapat ditemu.
c. Dapa mengumpulkan informasi yang lengkap yang akan digunakan untuk
memperkuat pembuktian atau analisis pada pelaporan hasil penelitian.
d. Dapat menangkap situasi.
e. Lebih lengkap dan kompleks
2. Obsevasi
Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengetahui atau menyelidiki
tingkah laku non verbal yakni dengan menggunakan tehnik observasi.
Keberhasilan obsevasi sebagai tehnik pengumpulan data ditentukan oleh peneliti
sendiri sebab peneliti melihat, mendenger, mencium atau mendengar objek
penelitian dan kemudian menyimpulkan dari apa yang diamatinya itu.
3. Dokumen
Dokumen merupakan cartatan atau karya seseorang tentang sustu yang
sudah berlalu. Dokumen tentang orang kelompok orang, peristiwa, atau kejadian
dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait focus penelitian adalah sumber
informasi yang sangat berguna dalam penelitian.
E. Tehnik Pengecekan Keabsahan Data

20
Berbeda dengan penelitian kuantitatif masalah yang ditetapkan
berkemungkinan dapat berubah setelah turun kelapangan karena ada yang lebih
penting serta lebih mendesak dari yang sudah dibatasi. Demikian juga dalam
melakukan wawancara dan observasi. Dalam kaitanya itu secara berkelanjutan
selalu dilakukan pemeriksaaan keabsahan data yang dikumpulkan sehingga tidak
terjadi informasi yang salah.
Trigulasi merupakan salah satu tehnik dalam pengumpulan data untuk
mendapatkan temuan interpretasi data yang akurat dan kredibel. Uji Validitas
data dalam penelitian ini dengan trigulasi sumberdata yaitu dengan
menggunakan sumber yang banyak dan mengunakan metode yang berbeda.
Ketepatan hasil penelitian ditentukan berbagai faktor antara lain reabilitas
instrument sebagai alat pengumpul data dengan cara mengaudit keseluruhan
proses penelitian yang dilakukan dan mengkaji kembali apakah sesuai dengan
ketentuan yang sesungguhnya.
Dalam uji konformitas ini sebenarnya yang dilakukan adalah melihat
keterkaitan hasil uji produk dengan hasil audit proses. Yaitu dengan melihat
keterkaitan atar akad murabahah pada produk pembiayaan KPR dengan
ketentuan murabahah yang telah ada dalam syariat Islam.

21
DAFTAR PUSTAKA

Natadipurba, Chandra. (Eds)2016. Ekonomi Islam 101. Bandung. PT Mobidelta


Indonesia.
Muhamad. 2005. Bank Syariah Problem Dan Preospek Di Indonesia.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Muhamad. 2018. Bisnis Syariah: Transaki Dan Pola Pengikatanya. Depok.
Rajawali Pers.
Soemetra, Andri. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta.
Kencana Prenada Media Grup.
Yusuf, A. Muri. 2017. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Penelitian
Gabungan. Jakarta. Kencana Prenada Grup.

22

Anda mungkin juga menyukai