DENDI HIDAYATULLAH
Disetujui,
Pembimbing
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan praktek lapang akuakultur yang
berjudul ” Pembenihan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung". Usulan Praktek lapang ini
disusun sebagai syarat untuk melaksanakan kegiatan praktek lapang yang
merupakan bagian dari mata kuliah Praktik Lapangan Akuakultur (BDP 497)
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir. Iis Diatin, MM selaku
dosen pembimbing praktek lapangan yang telah memberikan bimbingan, bapak
Silvester selaku pembimbing di BBPBL Lampung, bapak Dr. Odang Carman
selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan, seluruh dosen dan staf Departemen
Budidaya Perairan, kedua orang tua, rekan-rekan mahasiswa BDP khususnya
angkatan 45, dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga laporan
praktik lapang ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan praktik lapang ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam usulan praktek lapang ini. Penulis berharap semoga kegiatan
Praktek Lapang Pembenihan yang akan dilaksanakan ini dapat memberikan
banyak manfaat dan berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan.
Dendi Hidayatullah
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... Vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. Vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. Viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.3 Metode Pelaksanaan
1.3.1 Waktu dan Tempat .............................................................. 3
1.3.2 Komoditas ........................................................................... 3
1.3.3 Metode ................................................................................ 3
II. KEADAAN UMUM
2.1 Lokasi Instansi .............................................................................. 4
2.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan
2.2.1 Organisasi…………………………………………… 4
2.2.2 Ketenagakerjaan…………………………………….. 6
2.3 Fasilitas Fisik
2.3.1 Fasilitas Utama
2.3.1.1 Wadah dan Tata Letak........................................... 8
2.3.1.2 Air dan Sistem Suplai............................................. 13
2.3.1.3 Sistem Aerasi ........................................................ 15
2.3.2 Fasilitas Pendukung
2.3.2.1 Energi .................................................................... 16
2.3.2.2 Bangunan .............................................................. 16
III. KEGIATAN PEMBENIHAN
3.1 Pemeliharaan Induk
3.1.1 Persiapan Wadah .................................................................. 21
3.1.2 Penebaran Induk ................................................................... 21
3.1.3 Pemberian Pakan .................................................................. 22
3.1.4 Pengelolaan Kualitas Air ..................................................... 24
3.1.5 Pengelolaan Kesehatan ........................................................ 25
3.1.6 Pematangan Induk ................................................................ 27
3.1.7 Sampling Kematangan Gonad ............................................. 28
3.2 Pemijahan Induk
3.2.1 Persiapan wadah ................................................................... 29
3.2.2 Teknik Rangsangan dan Pemijahan ..................................... 29
3.2.3 Penghitungan dan Pemanenan Telur .................................... 30
3.3 Penetasan Telur
3.3.1 Persiapan Wadah ................................................................. 33
3.3.2 Inkubasi Telur ...................................................................... 33
3.3.3 Penghitungan Daya Tetas Telur dan Pemanenan Larva ...... 34
v
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. PENDAHULUAN
377% hingga tahun 2014 dengan begitu kebutuhan benih ikan kerapu juga akan
meningkat salah satunya adalah benih ikan kerapu bebek (Nurdjana 2010).
Tahun 2011 produksi ikan kerapu secara nasional sebesar 148,55% atau
sebesar 10.398 ton sedangkan pada tahun 2012 target produksi ikan kerapu akan
ditingkatkan menjadi 11.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu dibutuhkan
penyediaan benih berkualitas untuk mencapai target KKP dalam memproduksi
ikan kerapu pada tahun 2014.
Salah satu instansi yang telah melakukan usaha budidaya kerapu bebek
adalah Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Kegiatan
pembenihan kerapu terutama kerapu bebek di BBPBL Lampung sudah mulai
dilakukan dan sudah mulai menghasilkan benih untuk budidaya. Selain itu,
BBPBL Lampung mempunyai teknologi yang cukup maju dalam usaha
pembenihan kerapu bebek. Oleh karena itu, penulis memilih BBPBL sebagai
lokasi praktik lapangan akuakultur agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat
selama kuliah dan mengetahui baik dalam bidang usaha budidaya maupun
teknologi yang digunakan di BBPBL Lampung.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktik lapang pembenihan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) ini adalah:
Mengetahui kegiatan umum, lokasi serta sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu bebek.
Mempelajari permasalahan serta pemecahannya dalam kegiatan
pembenihan kerapu bebek.
Mengetahui beberapa aspek terkait tentang pembenihan ikan kerapu
bebek, seperti aspek teknis, aspek pemasaran, dan aspek usaha.
3
1.3.2 Komoditas
Komoditas yang akan dipelajari pada praktik lapangan akuakultur ini
adalah pembenihan kerapu bebek (Cromileptes altivelis).
1.3.3 Metode
Kegiatan lapang pembenihan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) ini
meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilaksanakan melalui:
Data primer dengan cara :
1. Mengikuti secara langsung seluruh kegiatan yang dilaksanakan Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, dengan
membantu pelaksanaan kegiatan budidaya di hatchery untuk
meningkatkan keterampilan budidaya secara aplikatif.
2. Observasi (pengamatan) terhadap kegiatan pembenihan ikan kerapu bebek
(Cromileptes altivelis) yang dilaksanakan di hatchery.
Sedangkan data sekunder dengan cara :
1. Melakukan wawancara dalam bentuk tanya jawab dengan pimpinan
operasional, teknisi lapangan, staff pegawai dan pihak-pihak lain yang
berkompeten dibidangnya.
2. Studi pustaka, dengan cara mencari keterangan ilmiah dan teoritis dari
berbagai literatur guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.
4
KEPALA BALAI
Seksi Sarana
Seksi Seksi Seksi Sarana
Laboratorium
Standarisasi Informasi Lapangan
terbungkus plastik supaya lebih awet. Disamping itu dilengkapi pula dengan
jangkar untuk menahan rakit agar tidak terbawa oleh gelombang atau arus air.
Untuk menjaga sirkulasi air media pemeliharaan tetap baik, 1 unit rakit diisi
dengan 4 jaring.
Bak untuk pemeliharaan induk atau pematangan gonad dapat terbuat dari
beton. Bak berbentuk bulat, untuk memudahkan dalam pengumpulan telur dan
sirkulasi air media akan lebih sempurna. Kapasitas bak minimal adalah 50 m3
dengan kedalaman 2,5–3,0 meter. Untuk keperluan dalam pengumpulan telur bak
dilengkapi dengan bak penampung telur yang terletak tepat pada pipa
pembuangan air yang di buat pada permukaan bak. Disamping pipa pembuangan
pada permukaan yang berfungsi untuk mengeluarkan telur, juga harus dilengkapi
pipa pembuangan yang terletak pada dasar bagian tengah untuk mengeluarkan
kotoran dan pengeringan. Bak induk seluruhnya ditempatkan dalam ruang terbuka
yang mendapatkan cukup cahaya matahari (Gambar 2).
(a) (b)
Gambar 2. Wadah Pemeliharaan Induk (a) bak beton, (b) KJA,
d. Bak Pendederan
Bak pendederan adalah bak yang digunakan untuk mendederkan benih ikan
hingga siap tebar. Bak pendederan terbuat dari bak semen dengan kapasitas 4 m3
yang berukuran 4 m x 1 m x 1,25 m berjumlah 12 buah (Gambar 6). Masing-
masing bak pemeliharaan dilengkapi dengan 1 saluran inlet dengan pipa
berdiameter 2 inci, saluran outlet dengan pipa berdiameter 3 inci. Selain itu juga
dilengkapi dengan aerasi sebanyak 5 titik pada setiap bak. Bak berbentuk persegi
panjang dengan dasar kemiringan kearah pembuangan yang bertujuan untuk
memperoleh kebersihan sempurna pada saat pencucian serta dilengkapi dengan
saluran pemasukan dan pembuangan. Bak pendederan diberi pengatapan tetapi
tanpa dilengkapi dinding bangunan. Pengatapan bertujuan untuk memberikan rasa
nyaman bagi benih dan operator karena pada fase ini benih ikan kerapu
membutuhkan waktu yang cukup lama pada saat penanganan seperti pemberian
pakan dan grading, dengan demikian benih akan mendapat penanganan lebih
intensif. Letak bak pendederan terletak berdekatan dengan bak pemeliharaan larva
akan memudahkan pada saat pemindahan benih dari bak larva ke bak pendederan,
yaitu dapat mengurangi stres pada benih karena pada saat ini benih masih rentan
terhadap perubahan lingkungan. Hal ini bisa terjadi karena pada saat pemindahan
benih dibawa menggunakan wadah terbatas tanpa aerasi sehingga pemindahan
benih membutuhkan waktu singkat dan efisien.
(a) (b)
Gambar 8. Wadah kultur skala lab (a), skala massal (b)
13
f. Bak Tandon
Bak tandon yang digunakan untuk menampung air laut hasil penyaringan
berbentuk empat persegi panjang berkapasitas 200 m3 yang dilengkapi dengan
pipa inlet berukuran 8 inci dan pipa outlet berukuran 6 inci. Bak tandon juga
diberi atap berupa asbes untuk mengurangi intensitas cahaya sehingga dapat
menghambat pertumbuhan lumut (Gambar 9).
b. Air Tawar
Sumber air tawar di BBPBL Lampung berasal dari sumur bor yang dipompa
dan dialirkan ke tandon tempat penampungan air tawar yang berkapasitas 5 m3
(Gambar 12). Sumur bor berada sekitar 300 m dari balai ke arah desa Hanura. Air
tawar kemudian dialirkan ke unit-unit pembenihan dan budidaya serta lingkungan
balai melalui pipa distribusi air tawar. Menurut pegawai di BBPBL Lampung, air
15
tawar ini tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia karena mengandung Fe yang
tinggi, dan salinitas dengan kadar 2-3 ppt.
(a) (b)
Gambar 13. Sistem aerasi (a) Rumah blower (b) Blower
Udara dari blower didistribusikan melalui pipa distribusi aerasi berupa
pipa PVC berukuran 1-2 inci dan dihubungkan dengan selang aerasi yang
16
(a) (b)
Gambar 14. Sumber listrik (a) Generator, (b) PLN
2.3.2.2 Bangunan
a. Perkantoran
Bangunan perkantoran utama merupakan tempat proses administrasi
berlangsung yang berhubungan dengan internal maupun eksternal BBPBL
meliputi Kepala Balai, Tata Usaha dan lain-lain. Gedung utama perkantoran
memiliki luas sekitar 200 m 2 sedangkan untuk gedung administrasi keuangan
seluas 150 m2. Gedung perkantoran dapat dilihat pada gambar 15.
17
Laboratorium Fitoplankton
Laboratorium ini sebagai tempat untuk memproduksi pakan alami
fitoplankton untuk kegiatan pembenihan. Produksi pakan alami yang
19
d. Fasilitas lain
Beberapa fasilitas lain (Gambar 22) yang terdapat di BBPBL Lampung
seperti, masjid seluas 154 m2, Koperasi Mina Bahari, auditorium (Aula pertemuan
seluas 400 m2), fasilitas olahraga seluas 200 m2, wisma tamu sebanyak 2 unit,
rumah jaga sebanyak 2 unit, mess operator sebanyak 44 unit, mobil kayawan 1
unit, kapal laut 1 unit, asrama dan lainnya.
20
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 22. Fasilitas Lain (a) kapal laut, (b) mobil karyawan, (c) Masjid,
(d) Fasilitas olahraga, (e) Auditorium, (f) Asrama
21
Untuk menjaga kualitas pakan ikan rucah tetap terjaga, maka pakan rucah
disimpan dalam freezer (Gambar 25).
(a) (b)
Gambar 26. Pakan segar untuk induk induk (a) ikan kuniran, (b) cumi-cumi
kapsul dengan cara memasukkan kapsul ke dalam ikan rucah setelah itu baru
diberikan ke induk kerapu.
(a) (b)
Gambar 27. Vitamin untuk induk (a) Vitamin E, (b) Premium C akuatik
Berikut ini merupakan kisaran nilai kualitas media pemeliharaan induk ikan
kerapu bebek.
Tabel 7. Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan induk ikan kerapu bebek
No Parameter Hasil Pengukuran
1. Suhu (°C) 28 – 32
2. Salinitas (‰) 30-32
3. Kesadahan(Mg/l) 80 – 120
4. Ph 7-8
5. DO (Mg/l) 6,5 – 7,5
6. Amonia (Mg/l) 0,02 - 0,1
Tabel 8. Jenis parasit yang menyerang induk ikan kerapu (Kurniastuty et al.,
2004)
Lokasi
Jenis Parasit Penanganan
serangan
Insang, rongga mulut Tidak ada senyawa yang efektif,
Isopoda dan tenggorokan penanganan dilakukan dengan
pengambilan parasit secara manual.
Penyakit viral yang utama pada ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh
Iridovirus dan Nodavirus. Iridovirus menyerang pada ikan-ikan berukuran besar
dan dapat menyebabkan kematian. Serangan Nodavirus pada induk tidak
mematikan, namun demikian sangat mematikan terhadap larva yang dihasilkan.
Penyakit oleh Nodavirus lebih dikenal dengan VNN (Viral Nervous Necrosis).
Upaya penanggulangan penyakit viral dapat dilakukan dengan mengeliminasi
induk yang terinfeksi.
Penyakit non patogenik dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan
perairan budidaya maupun pakan. Penyakit oleh lingkungan perairan budidaya
lebih dikenal dengan istilah Water Quality Diseases, sedangkan penyakit karena
faktor pakan disebut sebagai Penyakit Nutrisi (Nutritional Diseases). Penyakit
oleh lingkungan perairan dapat berupa alkalosis, acidosis, Gas bubble diseases,
dan keracunan (baik oleh biotoksin yang dikeluarkan oleh plankton atau senyawa
kimia polutan).
Penyakit Nutrisi sering terjadi pada induk, terutama induk-induk hasil
budidaya. Penyakit yang sering muncul adalah penyakit defisiensi dan lipoid liver
diseases. Lipoid liver diseases terkait dengan rendahnya kualitas pakan dan
defisiensi vitamin E. Akibat lebih lanjut penyakit ini adalah terjadinya sirosis hati.
Untuk mencegah terjadinya penyakit dapat dilakukan dengan pemberian vitamin
E secara teratur dan senyawa antioksidan metabolik dalam pakan. Defisiensi
beberapa vitamin dapat dilakukan dengan pemberian multivitamin dalam pakan
sekali dalam setiap bulan.
3.1.6 Pematangan Induk
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilannya proses pemijahan
adalah kematangan gonad induk yang akan dipijahkan baik itu induk jantan
maupun induk betina. Pematangan gonad induk di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut Lampung dilakukan dengan pemberian pakan ikan rucah dan cumi
yang ditambah dengan pemberian Vitamin E 100 IU dan Premium C Akuatik 50
mg/kg induk untuk mempercepat pematangan gonad dan diberikan satu minggu
sekali, untuk vitamin E diberikan pada hari senin dan vitamin C pada hari kamis,
hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto, et al (1999) yang menyatakan kualitas
pakan yang diberikan pada induk kerapu tikus sangat berpengaruh terhadap
28
tingkat kematangan gonad, sehingga pakan merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan bagi keberhasilan dari suatu kegiatan pematangan gonad atau
fekunditas dan daya tetas/visitas telur. Untuk tujuan pematangan gonad maka
induk dapat diberi makanan berupa ikan segar dari jenis-jenis antara lain cumi-
cumi, layang, selar, tanjan, japuh, lemuru. Selain pakan induk juga dapat
diberikan multivitamin (A, B, C , E) hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin disamping yang sudah terdapat dalam pakan.
Pemberian vitamin E (Nature E) bertujuan untuk memperlancar kerja
fungsi-fungsi sel kelenjar dengan memacu fungsi hormon GTH serta
meningkatkan ketahanan tubuh, menjaga kesehatan induk, mempercepat
kematangan gonad dan meningkatkan kualitas telur. Pemberian multivitamin
premium C Akuatik berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan,
mengatasi stres dan meningkatkan nafsu makan.
3.1.7 Sampling Kematangan Gonad
Sampling kematangan gonad dilakukan sebelum pemijahan yaitu saat
menjelang bulan gelap. Biasanya pengamatan tingkat kematangan gonad
dilakukan setiap sebulan sekali. Pemeriksaan kematangan gonad untuk induk
betina dilakukan dengan metode kanulasi yaitu memasukkan selang keteter
berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 5 – 10 cm lalu dihisap dan
dicabut secara perlahan-lahan. Ciri-ciri induk betina matang gonad yaitu telur
yang terambil mudah dipisahkan satu sama lain, transparan, berbentuk bulat, dan
berdiameter 700 mikron. Selain itu, cirri induk betina yang matan gonad jika
diamati lubang genitalnya berwarna kemerah-merahan. Sedangkan induk jantan
distripping yaitu mengurut bagiann perut secara kea rah lubang genital. Induk
jantan matang gonad ditandai dengan sperma yang berwarna putih susu dan
kental.
(a) (b)
Gambar 33. Telur kerapu bebek yang tidak terbuahi (a) dan yang terbuahi (b)
total larva yang ditebar sebanyak 1.200.000 ekor dan sisa telur ditebar ke alam
sebagai upaya restocking.
dimakan oleh larva kandungan nutrisinya akan menurun dan apabila termakan
oleh larva maka kebutuhan nutrisi larva tidak terpenuhi. Oleh karena itu rotifera
diberikan beberapa kali dalam sehari dan sebelum diberikan, rotifera tersebut
diperkaya dengan Nannochloropsis. Disamping rotifera, mulai larva D.7 larva
dapat ditambahkan nauplii kopepod sebagai difersivikasi pakan. Saat larva
berumur D.1-D.8 diberikan minyak ikan atau minyak cumi sebanyak 1 ml/m 3
bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian larva mengapung. Pada larva
D.10–D.25 ditambahkan pakan hidup yang berupa naupli Artemia dengan
kepadatan 3–10 ind/ml. Naupli Artemia yang diberikan diperkaya terlebih dahulu
dengan multivitamin atau asam lemak tak jenuh seperti Easy DHA selco, lama
perendaman 4–6 jam dengan kepadatan 100–200 ekor/ml. Pemberian naupli
Artemia dilakukan setiap hari pada pagi, siang dan sore hari. Disamping itu mulai
larva D.15 dapat diberikan pakan buatan (powder) dengan merek dagang love
larva (Gambar 38). Pemberian pakan buatan dilakukan sedikit demi sedikit dan
diamati setiap 1 jam sekali, apabila pakan terlihat habis ditambahkan lagi. Pakan
buatan yang diberikan ukurannya berbeda-beda sesuai dengan bukaan mulut larva.
Pemberian pakan buatan dilakukan terus sampai larva menjadi benih. Gambar 37
adalah skema pemberian pakan selama pemeliharaan larva.
------------------ Pakan Buatan -----------------
--------Naupli Artemia ----------------------
---------------------- Rotifera -------------------------
----------------- Nannochloropsis ------------------------
Hari
0 5 10 15 20 25 30
Gambar 37. Skema Jadwal Pemberian Pakan pada Larva Kerapu
Berikut merupakan data kualitas air pada pemeliharaan larva kerapu bebek
selama praktik lapangan di BBPBL.
Tabel 12. Kisaran nilai kualitas air pada media pemeliharaan larva
No Parameter Nilai Baku Mutu
1 Suhu (°C) 25-35
a. Pukul 06.00 WIB 28-30
b. Pukul 14.00 WIB 31-32
2 DO (mg/l) >4
a. Pukul 06.00 WIB 4,00-4,10
b. Pukul 14.00 WIB 6,00-6,72
3 Salinitas(‰) 30-32 29-35
4 pH 6,5-7,8 6,5-9
5 Amonia (mg/l) 0,02-0,08 0,031-0,130
Suhu dan kelarutan oksigen (DO) air selama pengamatan pada pukul 06.00
lebih rendah dibandingkan pada pukul 14.00. Hal ini dapat disebabkan pengaruh
intensitas matahari yang diserap oleh media pemeliharaan. Suhu sangat erat
kaitannya dengan kelarutan oksigen. Pada pukul 06.00 merupakan titik minimum
kadar oksigen terlarut akibat belum terbitnya sinar matahari sebaliknya pada
pukul 14.00 kandungan oksigen terlarut tinggi karena pada kondisi tersebut
merupakan titik maksimal intensitas cahaya matahari sehingga fitoplankton dapat
memproduksi oksigen dengan maksimum. Menurut Effendi (2004) bahwa
fitoplankton mengubah bahan anorganik menjadi organik melalui proses
fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen terlarut dan energi. Secara umum
kisaran nilai parameter kualitas air seperti suhu, DO, salinitas pH dan amonia
pada media pemeliharaan larva sudah cukup baik bagi pertumbuhan larva. Hal
tersebut dapat dilihat dari nilai parameter kualitas air media pemeliharaan yang
masih berada dalam kisaran kriteria nilai yang disarankan untuk memelihara larva
kerapu bebek.
3.4.5 Pengelolaan Kesehatan
Pencegahan penyakit dalam pemeliharaan ikan perlu dilakukan untuk
menghindari terjadinya kematian. Kematian yang terjadi pada larva ikan kerapu
bebek disebabkan timbulnya stres akibat fluktuasi lingkungan yang menyebabkan
turunnya nafsu makan sehingga dapat menyebabkan kematian. Beberapa cara
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit yaitu melakukan pemberian
vitamin yang dicampur ke dalam pakan alami, pengelolaan air pemeliharaan
dengan baik dan menggunakan air yang telah diberi perlakuan melalui
40
penyaringan secara fisika dan kimia serta mengindari perubahan lingkungan yang
drastis yang dapat menyebabkan stres, melakukan disinfeksi pada peralatan kerja,
menghindari penanganan kasar yang dapat memicu terjadinya luka. Selain itu,
memonitoring kondisi lingkungan dan kualitas air guna mencegah dan
menanggulangi penyakit sedini mungkin serta menjaga kondisi lingkungan kerja
tetap bersih untuk mencegah timbulnya patogen.
Saat larva atau benih yang dipelihara telah terserang penyakit, biasanya
larva atau benih tersebut dipisahkan ke bak khusus untuk diobati lebih lanjut.
Pada bak khusus ini, akan dilakukan treatment seperti penjagaan kualitas air yang
lebih ekstra, pemberian pakan bervitamin untuk mempercepat pemulihan stres dan
pemberian antibiotik seperti acriflavine HCL BPC (Gambar 40). Pemberian
acriflavine untuk pencegahan sebanyak 5 ppm sedangkan untuk pengobatan
sebanyak 10 ppm.
terlalu besar. Bersihkan dasar bak dengan menyipon berlahan-lahan dan lakukan
pergantian air.
b. Acidosis Dan Alkalosis
Larva ikan kerapu dapat hidup pada kisaran pH 6–8. Jika pH kurang dari 6
ikan akan sulit bernafas, bergerak lambat dipinggir-pinggir bak dan akan mencari
udara dibawah permukaan air. Alkalosis terjadi bila pH mendekati 8 atau lebih.
Gejala yang diperlihatkan adalah warna putih agak keruh, spina mengembang,
c. Gas Bubble Diseases
Kelarutan gas dalam air, khususnya air sebagai media hidup larva ikan
budidaya perlu mendapat perhatian tersendiri, antara lain : kelarutan gas oksigen
dan nitrogen. Biasanya dalam bak-bak pemeliharaan larva, selalu memakai aerasi
sebagai penambah oksigen. Namun sering juga larva yang dipelihara banyak
mengalami kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan
oksigen sudah lewat jenuh (super saturated). Bila kandungan oksigen sudah lewat
jenuh, larva ikan akan mengalami suatu penyakit yang disebut gas bubble
diseases atau sering juga disebut clog yaitu gas yang menyumbat tenggorokan
ikan. Gejala dan penanggulangan penyakit ini hampir sama dengan penyakit
defisiensi oksigen.
d. Penyakit Karena Keracunan
Amoniak merupakan racun yang sangat kuat terhadap semua jenis ikan.
Pada pH dibawah 7 akan terbentuk amoniak non toksin (NH4+). Peningkatan pH
akan mengakibatkan pembentukan amoniak bebas. Amonium tidak berubah
menjadi amoniak jika pH netral. Amoniak yang bersifat racun pada tingkat lebih
dari 0,3 mg/ltr, yang menyebabkan kerusakan kulit dan saraf pada ikan. Nitrat dan
nitrit merupakan produk oksidasi dari amonia. Zat-zat ini akan terbentuk pada
tingkat amonium yang tinggi diikuti oleh adanya polusi bahan organik diperairan.
Jika nitrit terakomulasi dan teroksidasi menjadi nitrat, maka racun yang
ditimbulkannya akan fatal bagi ikan. Ikan akan tampak lesu dan mati secara tiba-
tiba.
3.4.6 Sampling Pertumbuhan
Sampling dilakukan dengan mengukur panjang tubuh dan melihat
perkembangan stadia berdasarkan perkembangan morfologi. Sampling
44
(a) (b)
Gambar 42. Pengepakan (a) dan transportasi (b) benih kerapu bebek
sampai volume semula dan dilakukan pemupukan kembali. Kultur dengan cara
ini dapat dilakukan berulang ulang hingga maksimal 8 siklus atau dalam waktu 2
bulan masa kultur. Berdasarkan pengalaman dari kegiatan di BBPBL Lampung,
sistem panen parsial ini lebih baik, karena fitoplankton lebih stabil, namun
memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadi kontaminasi, bila pelaksanaan
tidak hati-hati dan tidak menjaga kesterilan media, wadah dan peralatan lainnya.
Pemanenan fitoplankton dilakukan dengan cara memindahkan langsung
fitoplankton bersama air media kultur ke bak pemeliharaan zooplankton.
Demikian juga halnya, bila akan gunakan di bak pemeliharaan larva, namun
terlebih dahulu ditampung dalam wadah khusus, diletakan lebih tinggi dari bak
larva, dan dialirkan secara gravitasi, perlahan sesuai kebutuhan. Keuntungan
teknik tersebut adalah jumlah pemberian lebih tepat dan tidak mengganggu larva
karena pemasukan secara perlahan lahan, jika dibandingkan dengan penggunaan
pompa.
3.5.2. Kultur Masal Rotifera
A. Persiapan Wadah
Persiapan wadah dilakukan dengan cara membersihkan wadah dengan
kaporit 100 ppm yang disiramkan ke dinding bagian dalam dan dibiarkan selama
24 jam. Pada hari besoknya bak disikat dan dibilas sampai bersih. Selanjutnya bak
dikeringkan kembali selama 24 jam.
B. Penebaran Inokulan Rotifera dan Pemberian Pakan
Produksi rotifera skala masal dilakukan dengan cara memasukkan
Nannochloropsis sp. secara bertahap dalam bak yaitu 1/3 dari kapasitas bak,
kemudian dimasukkan rotifera dengan kepadatan awal 10-15 ind/ml. Pemberian
pakan pada rotifera dapat berupa Nannochloropsis sp. dan ragi roti. Selain itu
untuk menambah nutrisinya dapat dilakukan pemberian vitamin B12, vitamin
Bcomplex, dan taurine. Pemberian Nannochloropsis sp. pada bak dapat dilakukan
ketika keberadaan Nannochloropsis sp. dalam bak telah habis yaitu ditandai
dengan warna air yang jernih. Nannochloropsis sp. yang ditambahkan ke dalam
bak sebanyak 1/3-nya lagi hingga volume bak penuh. Pemberian Nannochloropsis
sp. dapat dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
49
C. Sampling Populasi
Pertambahan jumlah individu zooplankton (Brachionus plicatilis) dihitung
setiap hari untuk mengetahui perkembangbiakannya. Penghitungan dilakukan
dibawah mikroskop dengan alat sedgwich rafter cell dan alat bantu hand counter.
Ukuran Brachionus dapat diukur dengan menggunakan alat mikrometer.
Pengukuran perlu dilakukan untuk mengetahui ukuran yang sesuai sebagai pakan
larva ikan. Ukuran rata-rata telur, nauplius, dan induk Brachionus dapat dilihat
pada Tabel 15.Berikut merupakan data ukuran rata-rata telur, naupliis, dan induk
Brachionus plicatilis.
Tabel 15. Ukuran Telur, Nauplius, dan Induk Brachionus plicatilis
Kisaran ukuran
Stadia
Diameter (µm) Panjang (µm) Lebar (µm)
38,8 – 60,48 - -
Telur
- 57,52 – 79,42 43,84 – 50,74
Nauplius
- 177,12 – 254,63 90,82 –97,72
Dewasa
Sumber: Lab. Zooplankton BBPBL Lampung (2002)
D. Pemanenan Rotifera
Pemanenan rotifera dilakukan setelah rotifera berumur 4-5 hari dari
penebaran inokulan. Kepadatan rotifera pada saat umur 4-5 hari yaitu sekitar 100-
150 ind/ml. Pemanenan rotifera dilakukan dengan menggunakan metode gravitasi
yaitu dengan cara mengalirkan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah
menggunakan selang spiral berdiameter 2 inci kemudian ditampung dengan
saringan berbentuk waring dengan mata jaring berukuran 200 µm (Gambar 43a),
air dibiarkan keluar dan ditunggu sampai rotifera memenuhi saringan kemudian
dicuci dengan air laut bersih. Hasilnya rotifera diambil dan dimasukkan ke dalam
ember (Gambar 43b). Hasil panen ini dapat langsung dimasukkan ke bak
pemeliharaan larva sebagai pakan.
(a) (b)
Gambar 43. Pemanenan Rotifera (a) dan Ember untuk menampung Rotifera
50
I V. ASPEK USAHA
4.2 Pemasaran
Produk yang dihasilkan dari pembenihan kerapu bebek di BBPBL adalah
benih ikan kerapu bebek siap jual yang berukuran rata-rata 5-9 cm dengan harga
Rp. 1.500,-/cm. Benih ikan kerapu bebek yang akan dijual memiliki kualitas yang
baik dengan ciri-ciri bentuk tubuh sempurna atau tidak cacat, gesit, dan memiliki
warna cerah. Daerah pemasaran benih kerapu bebek ini meliputi daerah Bangka
Belitung, Lampung, Jakarta, Sumatra Utara, Manado, Jepara, Sumatra Barat,
Banten, Kepulauan Seribu, Kalimantan Barat dan Bali dengan target yaitu
pembudidaya pembesaran ikan kerapu bebek.
4.3.6 Keuntungan
Keuntungan didapat dengan cara mengurangi penerimaan per tahun dengan
total biaya yang dikeluarkan. Adapun keuntungan yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
Keuntungan = Penerimaan (TR) – Total biaya produksi (TC)
= Rp 6.191.640.000 – Rp 2.093.540.950
= Rp 4.098.099.050/tahun
59
Rp 462.522.562,5
BEP Unit (6 cm) =
Rp 60.862.675
Rp 9000
158.760 ekor
= 53.678 ekor
Rp 370.018.050
BEP Unit (7 cm) =
Rp 48.690.140
Rp 10.500
127.008 ekor
= 36.575 ekor
60
Rp 277.513.537,5
BEP Unit (8 cm) =
Rp 36.517.605
Rp 12.000
95.256 ekor
= 23.889 ekor
Rp 185.009.025
BEP Unit (9 cm) =
Rp 24.345.070
Rp 13.500
63.504 ekor
= 14.105 ekor
Biaya tetap
BEP Penjualan (Rp) = Biaya var iabel
1
penerimaan
Rp 1.850.090.250
Rp 243.450.700
1
Rp 6.191.640.000
= Rp 1.925.811.742
Usaha pembenihan ikan kerapu bebek ini akan mengalami titik impas pada
saat penjualan benih ukuran 5 cm sebanyak 77.990 ekor, 6 cm 53.678 ekor, 7 cm
36.575 ekor, 8 cm 23.889 ekor, dan 9 cm 14.105 ekor dengan penerimaan sebesar
Rp 1.925.811.742
= 7,2 bulan
DAFTAR PUSTAKA
Fujita S. 1992. Technologi for The Mass Production of Marine. JICA, Japan.
Mustahal, Bejo Slamet dan Pramu Sunyoto, 1995. Pemberian Pakan Ikan Laut
dalam Keramba Jaring Apung. Prosiding Temu Usaha Pemanfaatan
Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Jakarta.
Telur D1 D2 D3 D4
D11
D6 D7 D8 D10
D35 Pendederan
5-9 cm
66
Kultur volume 1 m3
Kultur volume 8 m3
Kultur volume 40 m3
Kultur volume 1 m3
Kultur volume 8 m3
Kultur volume 20 m3
Kultur volume 40 m3
68
Lampiran 6. Perhitungan
Produksi telur ikan kerapu bebek bulan Juni-Agustus 2011
Tanggal Jumlah telur (butir) FR HR Jumlah larva (Ekor) Keterangan
30-06-2011 61.333 39,10% - - Tidak menetas
01-07-2011 414.000 89,86% 52,5% 195.300 Di tebar
02-07-2011 1.086.000 68.07% 19,1% 141.000 Di tebar
04-07-2001 1.056.000 52,70% 82,1% 457.000 Di tebar
05-07-2011 258.600 1,59% - - Tidak menetas
06-07-2011 976.000 25,40% 89,0% 221.000 di tebar
07-07-2011 101.300 56,00% - - Tidak menetas
27-07-2011 828.000 91,30% 93,6% 708.000 Di tebar
30-07-2011 325.000 - - - Tidak menetas
Total 5.106.233 33,7% 1.722.300
23.968 butir
FR(%) = x 100%
61.300 butir
= 39,1 %
371.275 butir
FR(%) = x 100%
414.000 butir
= 89,68 %
739.240 butir
FR(%) = x 100%
1.086.000 butir
= 68.07 %
556.512 butir
FR(%) = x 100%
1.056.000 butir
= 52,7 %
41.117 butir
FR(%) = x 100%
258.600 butir
= 1,59 %
247.904 butir
FR(%) = x 100%
976.000 butir
= 25,4 %
69
56.728 butir
FR(%) = x 100%
101.300 butir
= 56 %
755.964 butir
FR(%) = x 100%
828.000 butir
= 91,3 %
Perhitungan Derajat Penetasa
Jumlah Telur Menetas
FR(%) = x 100%
Jumlah Telur Terbuahi
195.300 ekor
FR(%) = x 100%
371.275 butir
= 52,5 %
141.000 ekor
FR(%) = x 100%
739.240 butir
= 19,1 %
457.000 ekor
FR(%) = x 100%
556.512 butir
= 82,1 %
221.000 ekor
FR(%) = x 100%
247.904 butir
= 89,0 %
708.000 ekor
FR(%) = x 100%
755.964 butir
= 93,6 %
Perhitungan Kelangsungan Hidup
Jumlah Populasi akhir
SR(%) = x 100%
Jumlah Populasi awal
95.350 ekor
SR(%) = x 100%
1.014.300 ekor
= 9,4 %
70