Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KURIKULUM

SMP KELAS VII

Oleh :
1. Siti Mariah
2. Nurhayati
3. Lismawati

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Sriwijaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, karena berkat Karunia-Nya , kami
dapat menyelesaikan salah satu tugas makalah pada mata kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran yang berjudul “KURIKULUM SMP KELAS VII”. Dalam
penulisan makalah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca umumnya.

Bangko Jaya, November 2016


Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.................................................................2
1.4 Manfaat Makalah................................................................................2

BAB II LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM..............................3


2.1 Pengertian Indikator Kurikulum SMP Kelas VII..............................3
2.2 Indikator Filosofis dalam Kurikulum SMP Kelas VII.......................4
2.2.1 Klasifikasi Filsafat Pendidikan..................................................6
2.2.2 Manfaat Filsafat Pendidikan......................................................9
2.2.3 Kurikulum Dan Filsafat Pendidikan..........................................10
2.3 Indikator Psikologi Dalam Kurikulum SMP Kelas VII.....................11
2.4 Indikator Sosiologis............................................................................13
2.5 Indikator Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi......................................16

BAB III PENUTUP............................................................................................18


3.1 Kesimpulan.........................................................................................18
3.2 Saran...................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19
i
iBAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan system pembelajaran, seiring

dengan itu pula terjadi perubahan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Berbagai hal yang menjadi alasan dalam perubahan kurikulum ini, mulai dari

terlalu banyaknya materi pembelajaran atau tidak sesuainya materi dengan tingkat

pendidikan peserta didik.

Dalam perjalanannya, kurikulum pendidikan Indonesia telah mengalami

beberapa kali perubahan, mulai dari kurikulum yang diadopsi dari penjajahan

Belanda, kurikulum 1952 sampai kurikulum KTSP atau yang lebih dikenal dengan

kurikulum 2006. Tujuan perubahan ini tentunya untuk kemajuan pendidikan

Indonesia itu sendiri.

1. Sejarah Kurikulum

Deskripsi singkat tentang kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan

dalam program pendidikan Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju

adalah melakukan perubahan, tentu yang diharapkan adalah perubahan untuk

menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-

konsekuensi yang sudah selayaknya dipertimbangkan agar tumbuh kebijakan

bijaksana. Berikut ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Indonesia:

RENCANA PELAJARAN 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah

leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, atau disebut juga

Rentjana Pembelajaran 1947. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat

politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas

pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan

sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan


kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:

daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajaran.

Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Diutamakan pendidikan

watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan

dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Pada kurikulum ini lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang

berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana

Pelajaran Terurai 1952. Adapun ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran

harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-

hari. Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995

mengatakan silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu

mata pelajaran. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan

Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana

Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,

rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan

dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,

keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan

pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

KURIKULUM 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan

1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan

manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi

materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan

kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan mata pelajaran. Djauzak

menyebutkan Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat karena hanya memuat


pokok-pokok mata pelajaran saja. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak

mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi

apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

KURIKULUM 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien

dan efektif. Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas

mengatakan bahwa latar belakang kurikulum ini adalah pengaruh konsep di

bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective). Metode, materi, dan

tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional

(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap

satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan

instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-

mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk

menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

KURIKULUM 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan

pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering

disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai

subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga

melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student

Active Leaming (SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr.

Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986

yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode

1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di

sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat

diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu


menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran

siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak

lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-

kurikulum sebelumnya. Mudjito menjelaskan bahwa Jiwanya ingin

mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara

pendekatan proses.

Perpaduan tujuan dan proses pada kurikulum ini belum berhasil. Kritik

bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional

hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-

masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar

isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma

menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti

kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal

sejumlah materi.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di


antaranya sebagai berikut:
 Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
 Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
 Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
 Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan
bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
 Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa,
sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang
menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
 Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah
ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
 Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan
untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,
terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan
materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
 Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan
tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas saat berlangsungnya
pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk
menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu
diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
 Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya
menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang
tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa,
dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
 Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran
substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan
siswa.
 Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait,
seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana
termasuk buku pelajaran.
 Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran
dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
KURIKULUM 2004

Kurikulum 2004 dikenal juga dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang harus dicapai

siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi

siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan

ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak

pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman

dan kompetensi siswa.

Meski baru diujicobakan, tapi di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau

Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak

memuaskan. Guru-guru pun tidak benar-benar paham apa sebenarnya kompetensi

yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id)

KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses

pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah

banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol

adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai

dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini

disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar

kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap

satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi

pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian


merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan

supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

1.2 Rumusan Masalah


2. Bagaimana prosedur umum pengembangan kurikulum?
3. Landasan-landasan apa saja yg terkait dalam pengembangan kurikulum ?

4. Bagaimana cara pengimplementasikan landasan-landasan yang dana


dalam pengembangan kurikulum?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan


filosofis dalam mengembangkan kurikulum.
2. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan
pisikologis dalam mengembangkan kurikulum.
3. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan
sosiologis dalam mengembangkan kurikulum.
4. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengembangkan kurikulum.

1.4 Manfaat Makalah


Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini bermanfaat sebagai
perkembangan ilmu, secara praktis makalah ini diharapkan bagi :

1. Penulis, sebagai wahana pembelajaran, menambah pengetahuan dan


konsep keilmuan tentang masalah yang dibahas.
2. Pembaca, semoga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan terhadap
hasil studi lainnya. Dan sebagai acuan pembelajaran bagi kita
kedepannya sebagai mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung Program
Studi Pendidikan Matematika, yang nantinya menjadi seorang guru.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Indikator Kurikulum SMP


Hornby indikator adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran
yang penting, sesuatu prinsip yang mendasari.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan
belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau
mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu
lembaga pendidikan”.
Dengan demikian Indikator kurikulum dapat diartikan sebagai suatu
gagasan, asumsi atau prinsip yang penting untuk menjadi sandaran atau titik tolak
dalam mengembangkan kurikulum.
Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat indikator kurikulum, yaitu:
Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan
learning theory. Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen,
yaitu: komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses
pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Agar
setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka
perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis
sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan
teori-teori belajar.
Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan
beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu:“Use of
philosophy, studies of learners, suggestions from subject specialist, studies of
contemporary life, dan use of psychology of learning”.
3
Berdasarkan kedua pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa
landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat
jenis, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan
landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).Robert S. Zais(1976)
mengemukakan empat indicator kurikulum, yaitu
Philosophy and the nature of knowledge, siciety and culture, the individual, and
learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka
perancangan dan pengembangan suatu bangunan kurikulum yaitu pengembangan
kurikulum (aims, goals, objrctive), pengembangan isi/materi (content),
pengembangan proses pembelajaran (learning activities), dan pengembangan
komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada landasan filosofis,
psikologis, sosiologi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

2.2 Indikator Filosofis dalam Kurikulum


Filsafat adalah mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara

sebab dan akibat serta melakukan penafsiran atas pengalaman-pengalaman


manusia. Berpikir filsafat berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan
radikal.
Menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar ilmu
pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di
balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti filsafat menggunakan berpikir
secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Logis
berarti proses berpikir filsafat menggunakan logika dengan sedalam-dalamnya.
Radikal berarti berpikir sampai ke akar-akarnya.
Mekipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatife. Artinya,
kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan
zaman dan peradaban manusia. Kebenaran itu dianggap benar jika sesuai dengan
ruang dan waktu, apa yang dianggap benar oleh masyarakat belum tentu benar
bagi masyarakat lain meskipun dalam kurun waktu yang sama. Kebenaran filsafat
adalah kebenaran yang bergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar
manusia. Menurut Plato dan Aristoteles, pernyataan yang dianggap benar itu
4
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Artinya,
kebenaran berfungsi sebagai ukuran antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum
dan sesudahnya. Jika cocok berarti benar, dan jika tidak cocok berarti tidak
diterima sebagai kebenaran. Kebenaran ini juga berarti kebeneran relative sebab
bergantung pada faktor ruang dan waktu.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang
timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia jawaban itu merupakan hasil
dari pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis,dan radikal. jawaban itu juga di
gunakan untuk mengatasi masalah masalah kehidupan manusia, termasuk bidang
pendidikan.adapun filsaat yang khusus digunakan atau di terapkan dalam bidang
pendidikan disebut filsafat pendidikan. Menurut john dewey, pendidikan adalah
suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju
arah tabiat manusia. dengan demikian, objek pendidikan yang paling utama dan
pertama adalah manusia. objek filsafat juga adalah manusia. Persamaan objek ini
menimbulkan pemikiran dan disiplin ilmu baru yaitu filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan merupakan aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang
pengalaman manusia dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan, joe park
mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah “attepting to answer some
ultimate question conceming education” filsafat diartikan juga sebagai teori umum
pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tentang pendidikan. Jika dikaitkan
dengan persoalan pendidikan secara luas maka filsafat pendidikan merupakan arah
dan pedoman bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Secara umum, ruang lingkup filsafat adalah semua permasalahan kehidupan
manusia, alam semesta, dan alam sekitar. Hal ini juga merupakan objek pemikiran
filsafat pendidikan, sedangkan secara khusus, ruang lingkup filsafat pendidikan
meliputi :
 Indikator pendidikan
 Indikator manusia
5
 Hubungan antara filsafat, manusia, pendidikan, agama dan kebudayaan
 Hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan
 Hubungan antara Negara, filsafat pendidikan dan sistem pendidikan
 Sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.

Dengan demikian ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua upaya


manusia untuk memahami hakikat pendidikan, bagaimana pelaksanaan
pendidikan, dan bagaimana upaya mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang
di kehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan malalui
pendidikan, segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber
nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan
wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam
pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat
merupakan landasan filosofis peneyelenggaraan pendidikan.
Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat
realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan,
hakikat keindahan, dan hakikat pikiran, oleh karena itu, landasan filosofis
pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai,
nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara
logis dan realistis, landasan filsafat pengembangan kurikulum dari satu sistem
pendidikan berbeda dengan sistem pendidikan yang lain. Juga landasan filsafat
pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain.
Perbedaan tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk.
2.2.1 Klasifikasi Filsafat Pendidikan
1) Indikator Filosofis Pendidikan Idealisme

Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada


haikatnya adalah bersifat spiritual daripada fisik, bersifat mental daripada
material. Dengan demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia
adalah makhluk spiritual, makhluk cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia
6
diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menetukan pilihan mana
yang harus diikutinya.
Berdasarkan pemikiran filsafat idealismebahwa tujuan pendidikan
harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat
insani dan kebijakan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaanya. Dengan
demikian tujuan pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal) sampai pada
rumusan tujuan yangblebih oprasiona (pembelajaran) harus mereflesikan
pembentukan karakter pengembangan bakat dan kebijakan sosial sesuai
dengan fitrah kemanusiaannya.
Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirangcang untuk
mengembangkan kemampuan berpikkir manusia, menyiapkan keterampilan
bekerja yang dilakukan melalui program dan proses pendidikan secara
praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tersekenggaranya pendidikan.
Pendidikan harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam segi
intelektual maupun moral, sehingga dapat dijadikan panutan bagi peserta
didik.
2) Indikator Filosofis Pendidikan Realisme

Filsafat realisme bisa dikatakan kebalikan filsafat idealisme, dimana


menurut filsafat realisme memandang bahwa dunia atau reallitas adalah
bersifat materi. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terketak
pada apa yang dikerjakannya.
Maka dari itu kurikulum yang didasarkan pada filsafat realisme harus
dikembangkan secara komperhensif meliputi pengetahuan yang bersifat
sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai.
Implementasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik
diposisikan sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan
khususnya dengan pembelajaran. Ssecara metogologis unsur pembiasaan
memiliki arti yang sangat penting dan diutamakan dalam
7
mengimplementasikan program pendidikan atau pembelajaran filsafat
pendidikan.
3) Indikator Filosofis Pendidikan Fragmatisme

Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin


dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, prulal
dan berubah (becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi
biologis, psikologis dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali kemampuan
bahasa, keyakinan, gagasan atau norma-norma.
Nilai baik buruk ditemukan secara eksperimental dalam pengalaman
hidup, jika hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik.
Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak ada batasan akhirnya, sebab
pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses kontuksi yang
berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada
upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan
masalah baru dalam kehidupan individu maupun sosial.
Implementasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum
ialah harus memuat pengalaman-pengalamanyang telah teruji, yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa
4) Indikator Filosofis Pendidikan Nasionalisme

Untuk landasan filsafat pengembangan kurikulum di Indonesia secara


cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupak falsafah dalam
pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
Setiap Negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya,
Indikator filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia,
landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal
adalah pancasila yang terdiri atas lima sila yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/ perwakilan, dan
8
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan
implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah:
o Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan
komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat.
o Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar
dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap
tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi
pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi faktor penting dalam kurikulum SMP , tidak hanya
memberikan arah kemana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai
acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses
pembelajaran dan sistem evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah
untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani dan rohani,
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai, tangguh dan
mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri,
agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik secara
individual, kepentingan profesional, dan kebutuhan sosial.
2.2.2 Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-

pemikiran filsafatuntuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian


tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar
terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat
pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak
melalui pendidikan di sekolah.
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut,
kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala
usaha pendidikan.
9
4) Tujuan pendidikan memungkinkan pendidik menilai usahanya

5) Tujuan pendidikan member motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan


pendidik.
2.2.3 Kurikulum Dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan,

karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup
suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan
mencerminkan falsafah / pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh
karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di
suatu Negara dengan filsafat Negara yang dianutnya.
Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang
dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda.
Demikian pula pada saat Negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum
berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan system nilai yang dianut oleh
Negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan
secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam
berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikanpun disesuaikan dengan
nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Terkait antara kurikulum SMP yang senantiasa memiliki hubungan dan
dipengaruhi oleh perkembangan politik suatu bangsa. Becher dan Maclure (Cece
Wijaya,dkk.1988) menyebutkan 6 dimensi pendekatan nasional dalam
pengembangan kurikulum di suatu Negara, yaitu:
 Kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan
program pendidikan
 Hubungan yang erat antara kurikulum SMP nasional dengan reformasi
sosial politik Negara
 Mekanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum SMP yang
ditempuh
 Mekanisme pengawasan dari aplikasi kurikulum SMP di sekolah
 Metode ke arah kurikulum SMP yang disesuaikan dengan kebutuhan

1
0
 Penelaahan derajat desentralisasi (degree of decentralization) dari
implementasi kurikulum di sekolah

2.3 Indikator Psikologi Dalam Pengembangan Kurikulum

Pendidikan pada dasarnya dalah mendidik, mengajar, dan membimbing


peserta didik agar menjadi orang yang dapat memberikan peran dan
tanggungjawab bagi kehidupan masyarakat. Pendidikan diberikan dengan
kepercayaan dan keyakinan bahwa peserta didik dapat dididik, diajar, dan
dibimbing. Peserta didik dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan,
dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norama-norma, dapat mempelajari dan
menguasai macam-macam keterampilan. Sudah tentu kegiatan ini mengharuskan
untuk bagaimana proses belajar berlangsung serta dalam keadaan bagaimana
belajar itu memberikan hasil yang sebaik-baiknya tentunya ini terkait dengan
kurikulum. Bagaimana seharusnya kurikulum dapat di rencanakan, di tetapkan,
dan diemplemintasikan, dengan seefektif mungkin.
Belajar merupakan proses peserta didik untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, keterampilan, dan sikap. Kemampuan peserta didik untuk belajar
merupakan karakteristik penting yang membedakan satu dengan lainnya. Belajar
memiliki makna yang besar, baik bagi dirinya maupun masyarakat. Bagi dirinya
kemampuan untuk belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi dan
peran terhadap pengembangan jualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat,
belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan
pengetahuan dari generasi kegenerasi.
Sebagai karakteristik belajar merupakan aktivitas yang terus dilakukan oleh
peserta didik sepanjang hidupnya, bahkan sering disebut dengan tiada hari tanpa
belajar. Belajar tidak bisa kita pahami hanya kekedar aktivitas yang terjadi
dilingkungan sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Belajar merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Sudah tentu belajar dapat
membawa perubahan, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
Dan dengan perubahan tersebut diharapkan dapat membantu

11
memecahkan permasalahan hidup dan dapat menyesesuaikan diri dengan
lingkungan.
Selain itu, belajar ditandai dengan adanya perubahan baik yang berkaitan
dengan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Perubahan itu Nampak
dengan adanya perubahan tingkah laku (behavior change). Artinya hasil belajar
hanya dapat diamati dengan tingkah laku, yaitu perubahan tingkah laku, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari tidak baik menjadi
baik. Perubahan tingkah laku dihasilkan oleh latihan atau pengalaman. Latihan
atau pengalaman itu memberikan penguatan, sesuatu yang memperkuat itu akan
memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
Oleh karena itu, kegiatan belajar yang merupakan implementasi dari adanya
kurikulum dilembaga pendidikan muntut bahwa perencanaan kurikulum harus
bersifat luwes (fleksibel) dan menyediakan suatu program yang luas guna
pengembangan berbagai pengalaman belajar. Kurikulum SMP harus
dikembangkan berdasarkan latar belakang psikologis peserta didik dan
keseluruhan lingkungannya, agar pengalaman belajar yang diperolehnya
mempunyai makna dan tujuan. Indikator kurikulum hendaknya memberikan
pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri dan pengembangan
kepribadian. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan
kesiapan peserta didik, karena hal ini mempengaruhi proses pendidikan.
Indikator dan pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisipasi
aktif dan tanggungjawab peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok.
Penyusunan kurikulum hendaknya terdiri dari unit-unit yang luas dan menyeluruh,
serta memadukan pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan. Dalam proses
penyusunan dan pelaksanaan kurikulum diberikan serangkaian pengalaman, yang
melibatkan guru dan peserta didik secara bersama, sehingga diharapkan akan
mendorong keberhasilan belajar peserta didik.

12
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu :
a. Teori Disiplin mental atau Teori Daya

Dari kelahirannya anak/individu telaah memiliki potensi-potensi atau daya-


daya tertentu yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti
potensi/daya ingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya
mengamati, daya memecahkan masalah, dan lain-lain.
b. Teori Behaviorisme

Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori
Asosiasi, teori Konditioning, dan teori Reinforcement. Rumpun teori ini
berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir.
Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah,
masyarakat). Rumpun teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental,
perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan
diamati.
c. Teori Orgaanismik atau Teori Gestalt

Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna


daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian.
Manusia dianggap sebagai makhluk organisme yang melakukan hubungan
timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin
oleh stimulus dan respon.

2.4 Indikator Sosiologis


Indikator sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan

kurikulum. Kurikulum SMP pada dasarnya mencerminkan keinginan, cita-cita


tertentu dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu merupakan keharusan
kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di lembaga pendidikan memperhatikan
aspirasi masyarakat. Karena masyarakat merupakan pengguna out put pendidikan.
Peserta didik sebagai sasaran pendidikan, secara sosiologis dipandang
adanya hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsure sosial ini merupakan aspek individu yang dimiliki sebagai

13
potensi dan anugrah dasar dari al-Khaliq tuhan pencipta alam semesta. Karena itu
aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalan
hidup peserta didik agar menjadi matang.
Proses pendidikan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan
keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan cita-cita itu,
pendidikan membutuhkan bantuan sosiologi. Yang mana konsep atau teori
sosiologi member petunjuk kepada guru tentang bagaimana seharusnya mereka
membina peserta didik agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis,
bersahabat, dan akrab sesama teman.
Sosiologi pendidikan dipandang sebagai sosiologi khusus yang membahas
sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Sosiologi pendidikan meliputi :
 Interaksi guru dengan peserta didik
 Dinamika kelompok dalam kelas dan di organisasi intra sekolah
 Struktur dan fungsi pendidikan, dan
 Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.

Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Keterkaitan itu dapat


dilihat bagaimana bagian-bagian sosiologi memberi bantuan pada pendidikan
dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses
sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau
individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk interaksi atau hubungan
tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok
yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi
tersosialisasi. Artinya mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul,
lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
Proses sosialisasi dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu
selalu menjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh empat
faktor, Yaitu :
 Imitasi, atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula negative,

 Sugesti, akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada
pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa, berwenang, atau
mayoritas.

14
 Identifikasi, yaitu berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan
orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar.
 Simpati, adalah faktor terakhir dalam proses sosial. Simpati akan terjadi

manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain, dengan faktor


persaan yang memegang peranan penting dalam simpati.
Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari oleh salah satu atau
beberapa faktor tersebut, tetapi sering pula terjadi didasari oleh keempat faktor itu
secara berturut-turut.
Dapatlah ditegaskan bahwa pengembangan kurikulum perlu memperhatikan
aspek sosiologis. Sosiologis menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi peserta
didik dalam pendidikan.
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik
hidup dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik berasal dari
masyarakat, dididik oleh masyarakat, dan harus kembali kemasyarakat. Ketika
peserta didik kembali kemasyarakat tentu ia harus dibekali dengan sejumlah
kompetensi, sehingga ia dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat. Kompetensi
yang dimaksud adalah sejumlah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
yang diperoleh peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman belajar di
sekolah. Kegiatan dan pengalaman belajar tersebut di organisasi dalam
pendekatan dan format tertentu yang disebut dengan kurikulum. Berdasarkan alur
pemikiran ini, maka sangat logis jika pengembangan kurikulum berlandaskan
pada kebutuhan masyarakat. Di samping itu, dasar pemikiran lain adalah
kurikulum merupakan bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan bagian
dari masyarakat. Dengan demikian sangat wajar apabila pengembangan kurikulum
harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan harus ditunjang oleh masyarakat.

Satu hal lagi, Emile Durkheim tokoh sosiologi yang terkenal dari prancis
sekaligus orang pertama yang menganjurkan agar dalam mempelajari pendidikan
digunakan pendekatan sosiologi. Menurut Durkheim pendidikan adalah suatu
fakta sosial (social fact), karenanya menjadi objek studi sosiologi.

1
5
2.5 Indikator Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Penting kiranya terlebih dahulu kita membahas pengertian bebearapa istilah

yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu teori, ilmu,
pengetahuan dan teknologi. Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep,
definisi atau proposisi yang selalu berhubungan. Sedangkan fungsi teori adalah
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksim dan memadukan.
Kata ”ilmu” berasal dari bahasa Arab „alama, yang berarti pengetahuan.

Dalam bahasa Indonesia, kata ilmu sering diidentikkan dengan sains (science)
yang berarti ilmu, bahkan sering disatukan dengan kata “pengetahuan” pada
awalnya, manusia mencari pengetahuan berdasarkan fakta yang terlepas-lepas,
tidak sistematis, dan tidak menggunakan teori yang jelas. Sesuai dengan
perkembangan kebudayaan, mulailah manusia menyusun teori tentang berbagai
hal sesuai dengan fakta yang ada. Dalam perkembangannya, fakta dan teori
tersebut digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang didukung oleh
pengalaman. Akhirnya menjadi pengetahuan yang logis dan sistematis. Inilah
yang disebut dengan ilmu pengetahuan (science).
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology
is application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan
budaya manusia. Salah satu indikator kamajuan peradaban manusia dapat diukur
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan
dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan tujuan untuk menciptakan suatu
kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk
teknologi tidak selalu berbentuk fisik, seperti computer, televisi, radio dan
sebagainya. Tetapi ada juga non-fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem
evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi tersebut banyak
digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi terbentuk karena adanya karya-karya pikir
manusia. Mengingat sifatnya yang objektif dalam menanggapi fenomena-
fenomena alam, baik mengenai benda-benda, makhluk hidup maupun mengenai
kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk informasi

1
6
mudah meresapi kebudayaan yang ada di setiap masyarakat yang terjangkau, atau
yang dapat menjangkaunya.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kurikulum SMP Kelas VII merupakan inti dari bidang pendidikan dan
memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
kurikulum dalam pendidikaan dan kehidupaan manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan indikator-indikator yang kuat dan didasarkan pada hasil pemikiran
dan penelitian mendalam. Jika kurikulum disusun tidak berdasarkan indikator
-indikator kurikulum SMP seperti Indikator filosofis, psikologis, sosiologi dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan berakibat buruk pada system
pendidikan terutama berakibat buruk pada pengebangan kurikulum, karena
hakikatnya kurikulum dibuat agar peserta didik data terjun atau berpartisipasi
langsung dalam dunia masyarakat dan kehidupan nyata.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini tentu terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi mendekati
kesempurnaan makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA

Kelly. 1989. The Curriculum. Theory and Practice. London. Paul Chapman
Publishing

Kurniasih dan Syaripudin, Tatang. ( 2007). Landasan Filosofis Pendidikan dan


landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKD Landasan
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-Landasan Filosofis


Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Robert S. Zais (1976)

Sukmadinata, Nana Syaodih.1997. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.


Bandung. Remaja Rosda Karya.

Suyitno, Y. (2007). Landasan Psikologis Pendidikan dalam Landasan Pendidikan.


Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia.

Tirtarahardja, Umar dan Sula, La. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta

Tyler (1988)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak danRemaja Bandung :


Remaja Rosdakarya.

19

Anda mungkin juga menyukai